21
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi oleh tulang tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang di sebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural hematom (Anderson, 2005). Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematom terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam

Epidural Hematom

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Epidural Hematom

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling

sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi oleh tulang tengkorak yang

kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus

yang di sebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan

membentuk periosteum tabula interna. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di

kepala kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan

menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan

dura, ketika pembuluh darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam

ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan

epidural hematom (Anderson, 2005).

Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan

biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar,

sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom berhubungan dengan

robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematom terjadi pada

middle meningeal artery yang terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk ke

dalam ruang epidural, bila terjadi perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi

(soertidewi, 2002).

Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan hematoma

epidural dan sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara Internasional frekuensi kejadian

hematoma epidural hampir sama dengan angka kejadian di Amerika Serikat.Orang yang

beresiko mengalami EDH adalah orang tua yang memiliki masalah berjalan dan sering

jatuh. 60 % penderita hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang

terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian meningkat

pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun. Lebih banyak

terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1 (Mc.Donald

D.,2010). Tipe- tipe : 1. Epidural hematoma akut (58%) perdarahan dari arteri, 2.

Page 2: Epidural Hematom

Subacute hematoma ( 31 % ), 3. Cronic hematoma ( 11%) perdarahan dari vena (Dahnert,

2007).

Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja, beberapa

keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya benturan pada

kepala pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat trauma kepala, yang

biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah

(Mc.Donald D.,2010).

Page 3: Epidural Hematom

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI OTAK

Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang membungkusnya,

tanpa perlindungan ini, otak yang lembut yang membuat kita seperti adanya, akan mudah

sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak, tidak

dapat di perbaiki lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi

seseorang. Sebagian masalah merupakan akibat langsung dari cedera kepala. Efek-efek

ini harus dihindari dan di temukan secepatnya dari tim medis untuk menghindari

rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan mental dan fisik dan bahkan kematian

(Anderson, 2005).

Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeurotika, suatu jaringan fibrosa, padat

dapat di gerakkan dengan bebas, yang memebantu menyerap kekuatan trauma eksternal.

Di antar kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan membrane dalam yang

mngandung pembuluh-pembuluih besar. Bila robek pembuluh ini sukar mengadakan

vasokontriksi dan dapat menyebabkan kehilangan darah yang berarti pada penderita

dengan laserasi pada kulit kepala. Tepat di bawah galea terdapat ruang subaponeurotik

yang mengandung vena emisaria dan diploika. Pembuluh-pembuluh ini dapat emmbawa

infeksi dari kulit kepala sampai jauh ke dalam tengkorak, yang jelas memperlihatkan

betapa pentingnya pembersihan dan debridement kulit kepala yang seksama bila galea

terkoyak (Anderson, 2005).

Pada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak

memungkinkan perluasan intracranial. Tulang sebenarnya terdiri dari dua dinding atau

tabula yang di pisahkan oleh tulang berongga. Dinding luar di sebit tabula eksterna, dan

dinding bagian dalam di sebut tabula interna. Struktur demikian memungkinkan suatu

kekuatan dan isolasi yang lebih besar, dengan bobot yang lebih ringan . tabula interna

mengandung alur-alur yang berisiskan arteria meningea anterior, media, dan p0osterior.

Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan tekopyaknya salah satu dari artery-artery

ini, perdarahan arterial yang di akibatkannya, yang tertimbun dalam ruang epidural, dapat

manimbulkan akibat yang fatal kecuali bila di temukan dan diobati dengan segera.

Page 4: Epidural Hematom

Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges. Ketiga lapisan meninges adalah dura

mater, arachnoid, dan pia mater. Dura mater cranialis, lapisan luar yang tebal dan kuat.

Terdiri atas dua lapisan: Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar dibentuk oleh

periosteum yang membungkus dalam calvaria, Lapisan meningeal sebelah dalam adalah

suatu selaput fibrosa yang kuat yang berlanjut terus di foramen mágnum dengan dura

mater spinalis yang membungkus medulla spinalis. Arachnoidea mater cranialis, lapisan

antara yang menyerupai sarang laba-laba. Pia mater cranialis, lapis terdalam yang halus

yang mengandung banyak pembuluh darah (Anderson, 2005).

2.2. PATOFISIOLOGI

Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura

meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria

meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah

bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital (Hafid, 2004).

Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen

spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale.

Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma akan

melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar

(Hafid, 2004).

Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus

temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus

mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya

tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis (Anderson, 2005).

Tekanan dari herniasi unkus pda sirkulasi arteria yang mengurus formation

retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini

terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini

mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan

kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons

motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif

(Anderson, 2005).

Page 5: Epidural Hematom

Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong

kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul tanda-

tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan

gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan (Anderson, 2005).

Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar

hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin

penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam ,

penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran

berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar

setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena

cedera primer yang ringan pada Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma

cedera primernya hamper selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer

berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak

pernah mengalami fase sadar (Hafid, 2004).

Sumber perdarahan :

• Artery meningea ( lucid interval : 2 – 3 jam )

• Sinus duramatis

• Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a. diploica dan vena diploica

Hematom epidural akibat perdarahan arteri meningea media,terletak antara duramater dan

lamina interna tulang pelipis. Os Temporale (1), Hematom Epidural (2), Duramater (3),

Otak terdorong kesisi lain (4) (Hafid, 2004).

Page 6: Epidural Hematom

Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf

karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura sehingga

langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans dan infra

tentorial.Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang mengeluh nyeri kepala

yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus segera di rawat dan diperiksa

dengan teliti (Markam, 2005).

2.3 GAMBARAN KLINIS

Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif. Pasien

dengan kondisi seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang

telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga. Pasien

seperti ini harus di observasi dengan teliti (Mc Donald, 2010).

Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam-macam akibat dari cedera

kepala. Banyak gejala yang muncul bersaman pada saat terjadi cedera kepala. Gejala

yang sering tampak : (Hafid, 2004)

• Penurunan kesadaran, bisa sampai koma

• Bingung

• Penglihatan kabur

• Susah bicara

• Nyeri kepala yang hebat

• Keluar cairan darah dari hidung atau telinga

• Nampak luka yang adalam atau goresan pada kulit kepala.

• Mual

• Pusing

• Berkeringat

• Pucat

• Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.

Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese atau

serangan epilepsi fokal. Pada perjalannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan

reaksi cahaya pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah tanda sudah terjadi

herniasi tentorial. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi. Pada tahap akhir,

Page 7: Epidural Hematom

kesadaran menurun sampai koma dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran

sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan

tanda kematian. Gejala-gejala respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan

adanya disfungsi rostrocaudal batang otak (Mardjono, 2003).

Jika Epidural hematom di sertai dengan cedera otak seperti memar otak, interval

bebas tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi kabur (Hafid,

2004).

2.4 GAMBARAN RADIOLOGI

Dengan CT-scan dan MRI, perdarahan intrakranial akibat trauma kepala lebih mudah

dikenali.

Foto Polos Kepala

Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural

hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang mengalami

trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong sulcus arteria

meningea media (Markam, 2005).

Fraktur impresi dan linier pada tulang parietal, frontal dan temporal (Ekayuda, 2006)

Computed Tomography (CT-Scan)

Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi

cedara intracranial lainnya. CT-scan ada 2 yaitu :

Page 8: Epidural Hematom

- CT-Scan Contras

Pemeriksaan dengan peralatan CT Scan yang dilakukan bersamaan dengan

pemyuntikan media kontras (dynamic scan) dengan tujuan mendapatkan

gambaran Cerebral Blood Flow, Cerebral Blood Volume, Mean Transit Time otak

sehingga dapat mengetahui dan mendiagnosa adanya acute ischemic stroke

dan/atau tumor otak. Hasil pemeriksaan CT-Scan contrahaz dapat membantu

memperkirakan jaringan cerebral yang masih aktif dan yang sudah tidak aktif

yang beresiko terjadinya infarct (jika tidak segera ditindaklanjuti dengan terapi).

Dari perbedaan warna yang tampil sebenarnya sudah dapat dibedakan mana

daerah yang normal ataupun mana daerah yang mengalami gangguan ischemic.

- Ct-Scan Non Contras

Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi

pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah temporoparietal.

Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke sisi

kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma, Densitas yang

tinggi pada stage yang akut ( 60 – 90 HU), ditandai dengan adanya peregangan dari

pembuluh darah (Dahnert, 2007).

Gambar 1. Gambaran CT-Scan Hematoma Epidural di Lobus Fronal kanan (Mc.Donald,

2010).

Page 9: Epidural Hematom

Gambar 2. Gambaran CT-Scan fraktur tulang frontal kanan di anterior sutura coronalis

(Mc.Donald, 2010).

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi

duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat

menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan

yang dipilih untuk menegakkan diagnosis (Markam, 2005).

Gambar 3. Gambaran MRI Hematoma Epidural (Sutton, 1993).

2.5 DIAGNOSIS BANDING

2.5.1. Hematoma subdural

Page 10: Epidural Hematom

Hematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara dura mater dan

arachnoid. Secara klinis hematoma subdural akut sukar dibedakan dengan hematoma

epidural yang berkembang lambat. Bisa di sebabkan oleh trauma hebat pada kepala yang

menyebabkan bergesernya seluruh parenkim otak mengenai tulang sehingga merusak a.

kortikalis. Biasanya di sertai dengan perdarahan jaringan otak. Gambaran CT-Scan

hematoma subdural, tampak penumpukan cairan ekstraaksial yang hiperdens berbentuk

bulan sabit. (Markam, 2005)

Hematoma Subdural Akut (Sutton, 1993).

Hematoma subdural subakut (panah). Kompresi materi abu-abu dan putih di belahan otak kiri karena efek massa

Page 11: Epidural Hematom

Bulan sabit berbentuk subdural hematoma kronis (panah). Perhatikan redaman rendah karena reabsorbtion d perdarahan dari waktu ke waktu

Ini subdural hematoma kronis (panah) menunjukkan septations dan loculations yang sering terjadi dari waktu ke waktu

2.5.2. Hematoma Subarachnoid

Perdarahan subarakhnoid terjadi karena robeknya pembuluh-pembuluh darah di

dalamnya. (Markam, 2005)

Page 12: Epidural Hematom

Kepala panah menunjukkan hematoma subarachnoid, panah hitam menunjukkan

hematoma subdural dan panah putih menunjukkan pergeseran garis tengah ke kanan

(Sutton, 1993).

2.6 PENATALAKSANAAN

Penanganan darurat :

• Dekompresi dengan trepanasi sederhana

• Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom

Terapi medikamentosa

Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera spinal

atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang tekanan intracranial dan

meningkakan drainase vena ( Mc.Donald, 2010).

Pengobatan yang lazim diberikan pada cedera kepala adalah golongan

dexametason (dengan dosis awal 10 mg kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam), mannitol

20% (dosis 1-3 mg/kgBB/hari) yang bertujuan untuk mengatasi edema cerebri yang

terjadi akan tetapi hal ini masih kontroversi dalam memilih mana yang terbaik.

Dianjurkan untuk memberikan terapi profilaksis dengan fenitoin sedini mungkin (24 jam

pertama) untuk mencegah timbulnya focus epileptogenic dan untuk penggunaan jangka

panjang dapat dilanjutkan dengan karbamazepin. Tri-hidroksimetil-amino-metana

(THAM) merupakan suatu buffer yang dapat masuk ke susunan saraf pusat dan secara

teoritis lebih superior dari natrium bikarbonat, dalam hal ini untuk mengurangi tekanan

Page 13: Epidural Hematom

intracranial. Barbiturat dapat dipakai unuk mengatasi tekanan inrakranial yang meninggi

dan mempunyai efek protektif terhadap otak dari anoksia dan iskemik dosis yang biasa

diterapkan adalah diawali dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit dan kemudian dilanjutkan

dengan 5 mg/ kgBB setiap 3 jam serta drip 1 mg/kgBB/jam unuk mencapai kadar serum

3-4mg% (Hafid, 2004).

Terapi Operatif

Operasi di lakukan bila terdapat :

• Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml)

• Keadaan pasien memburuk

• Pendorongan garis tengah > 3 mm

Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk fungsional

saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi emergenci.

Biasanya keadaan emergenci ini di sebabkan oleh lesi desak ruang (Hafid, 2004).

Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :

• > 25 cc : desak ruang supra tentorial

• > 10 cc : desak ruang infratentorial

• > 5 cc : desak ruang thalamus

Sedangakan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :

• Penurunan klinis

• Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan

penurunan klinis yang progresif.

• Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan

penurunan klinis yang progresif (Hafid, 2004).

2.7 PROGNOSIS

Prognosis tergantung pada : (Hafid, 2004)

• Lokasinya ( infratentorial lebih jelek )

• Besarnya

• Kesadaran saat masuk kamar operasi.

Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena

kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara 7-15%

Page 14: Epidural Hematom

dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada pasien yang mengalami

koma sebelum operasi (Sain, 2007).

Page 15: Epidural Hematom

DAFTAR PUSTAKA

Anderson S. McCarty L., 2005,Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, Jakarta, edisi 4,

Anugrah P. EGC, 1014-1016

Dahnert W, 2007,MD, Brain Disorders, Radioogy Review Manual, Arizona, second edition,

Williams & Wilkins , 117 – 178

Ekayuda I., 2006, Angiografi, Radiologi Diagnostik, Jakarta,edisi kedua, Balai Penerbit FKUI,

359-366

Hafid A, 2004,Epidural Hematoma, Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta,edisi kedua, Jong W.D.

EGC, 818-819

Mc.Donald D.,2010, Epidural Hematoma, www.emedicine.com

Markam S, 2005,Trauma Kapitis, Kapita Selekta Neurologi, Yogyakarta,Edisi kedua, Harsono,

Gajah Mada University Press, 314

Mardjono M. Sidharta P., 2003,Mekanisme Trauma Susunan Saraf, Neurologi Kilinis Dasar,

Jakarta, Dian Rakyat, 254-259

Sain I, 2007, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Trauma Kapitis,

http://iwansain.wordpress.com/

Sutton D, 1993,Neuroradiologi of The Spine, Textbook of Radiology and Imaging, London, fifth

edition, Churchill Living Stone, 1423