38
Epidural Hemorrhage Perdarahan epidural adalah sebuah bentuk cedera kepala yang mudah ditangani yang selalu berhubungan dengan prognosa yang baik. Pada beberapa kejadian yang jarang, perdarahan seperti itu bisa terjadi spontan. Kemajuan dalam pencitraan CT kontemporer telah memberi konfirmasi diagnosa perdarahan epidural dengan cepat dan akurat. (1) Perdarahan epidural muncul dalam ruang potensial diantara dura dan kranium. Epi dalam bahasa Yunani berarti diatas. Sebuah perdarahan epidural bisa juga merujuk pada ekstradural (diluar dura). (1) Perdarahan epidural akibat gangguan pembuluh darah dura, termasuk cabang-cabang arteri dan vena meningea media, sinus venosus dura, dan pembuluh darah kranium. Perdarahan dan pertumbuhan berkelanjutan bisa mengakibatkan hipertensi intrakranial. (1) Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi oleh tulang tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang disebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan terbentuk

Epidural Hemorrhage

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Free

Citation preview

Page 1: Epidural Hemorrhage

Epidural Hemorrhage

          Perdarahan epidural adalah sebuah bentuk cedera kepala yang mudah ditangani

yang selalu berhubungan dengan prognosa yang baik. Pada beberapa kejadian yang

jarang, perdarahan seperti itu bisa terjadi spontan. Kemajuan dalam pencitraan CT

kontemporer telah memberi konfirmasi diagnosa perdarahan epidural dengan cepat dan

akurat. (1)

          Perdarahan epidural muncul dalam ruang potensial diantara dura dan

kranium. Epi dalam bahasa Yunani berarti diatas. Sebuah perdarahan epidural bisa juga

merujuk pada ekstradural (diluar dura). (1)

          Perdarahan epidural akibat gangguan pembuluh darah dura, termasuk cabang-

cabang arteri dan vena meningea media, sinus venosus dura, dan pembuluh darah

kranium. Perdarahan dan pertumbuhan berkelanjutan bisa mengakibatkan hipertensi

intrakranial. (1)

 Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling sering

terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi oleh tulang tengkorak yang kaku

dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang

disebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan

membentuk periosteum tabula interna. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di

kepala kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan

menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan

dura, ketika pembuluh darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam

ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inilah yang dikenal dengan sebutan

epidural hematom (EDH).

EDH sebagai keadaan neurologis yang bersifat emergency dan biasanya berhubungan

dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan

perdarahan. Venous epidural hematom berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan

berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematom terjadi pada middle meningeal artery yang

Page 2: Epidural Hemorrhage

terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila

terjadi perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi. 

Sebanyak 10-20% dari semua pasien dengan cedera kepala diperkirakan

mendapat perdarahan epidural, insiden yang sebanding dengan usia terdapat pada

populasi pediatri. Kira-kira 17% pasien yang sebelumnya sadar lalu memburuk menjadi

koma setelah trauma diketahui  mendapat perdarahan epidural. (1)

 DEFENISI

          Perdarahan epidural adalah perdarahan yang menghasilkan sekumpulan darah

diluar dura mater otak atau tulang belakang. Perdarahan biasanya sebagai akibat dari

robeknya arteri meningea media dan mungkin dengan cepat mengancam jiwa. Juga

disebut perdarahan ekstradural. (2)

 ETIOLOGI

          Trauma merupakan penyebab khas perdarahan epidural, meskipun perdarahan

spontan bisa saja muncul. Trauma seringnya berupa benturan tumpul pada kepala akibat

serangan, terjatuh, atau kecelakan lain; trauma akselerasi-deselerasi dan gaya melintang.

Distosia, ektraksi forseps, dan tekanan kranium berlebihan pada jalan lahir juga

mencakup perdarahan pada bayi baru lahir.(1,3)

INSIDEN  DAN EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan EDH dan sekitar 10% 

mengakibatkan koma. Secara Internasional frekuensi kejadian hematoma epidural hampir

sama dengan angka kejadian di Amerika Serikat. Orang yang beresiko mengalami EDH

adalah orang tua yang memiliki masalah berjalan dan sering jatuh.

60 % penderita EDH adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada umur

kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian meningkat pada pasien yang

berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun. Lebih banyak terjadi pada laki-laki

dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1.

Tipe- tipe :

Page 3: Epidural Hemorrhage

Perdarahan Subdural dapat dibagi menjadi 3 bagian, berdasarkan saat timbulnya gejala-

gejala klinis yaitu:

1)      Perdarahan akut, perdarahan dari arteri

Gejala yang timbul segera hingga berjam – jam setelah trauma. Biasanya terjadi pada

cedera kepala yang cukup berat yang dapat mengakibatkan perburukan lebih lanjut pada

pasien yang biasanya sudah terganggu kesadaran dan tanda vitalnya. Perdarahan dapat

kurang dari 5 mm tebalnya tetapi melebar luas. Pada gambaran skening tomografinya,

didapatkan lesi hiperdens.

Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik dalam 24 sampai 48 jam

setelah cedera. Dan berkaitan erat dengan trauma otak berat. Gangguan neurologik

progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam

foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada batang otak. Keadan ini

dengan cepat menimbulkan berhentinya pernapasan dan hilangnya kontrol atas denyut

nadi dan tekanan darah.

2)      Perdarahan sub akut

Berkembang dalam beberapa hari biasanya sekitar 2 – 14 hari sesudah trauma. Pada

subdural sub akut ini didapati campuran dari bekuan darah dan cairan darah . Perdarahan

dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsula di sekitarnya. Pada gambaran

skening tomografinya didapatkan lesi isodens atau hipodens.Lesi isodens didapatkan

karena terjadinya lisis dari sel darah merah dan resorbsi dari hemoglobin.

Hematoma ini menyebabkan defisit neurologik dalam waktu lebih dari 48 jam tetapi

kurang dari 2 minggu setelah cedera. Seperti pada hematoma subdural akut, hematoma

ini juga disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruangan subdural.

Anamnesis klinis dari penderita hematoma ini adalah adanya trauma kepala yang

menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang

perlahan-lahan. Namun jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-tanda

status neurologik yang memburuk. Tingkat kesadaran mulai menurun perlahan-lahan

dalam beberapa jam.Dengan meningkatnya tekanan intrakranial seiring pembesaran

hematoma, penderita mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak memberikan

respon terhadap rangsangan bicara maupun nyeri. Pergeseran isi intracranial dan

Page 4: Epidural Hemorrhage

peningkatan intracranial yang disebabkan oleh akumulasi darah akan menimbulkan

herniasi unkus atau sentral dan melengkapi tanda-tanda neurologik dari kompresi batang

otak.

3)      Perdarahan kronik, perdarahan dari vena

Biasanya terjadi setelah 14 hari setelah trauma bahkan bisa lebih. Perdarahan kronik

subdural, gejalanya bisa muncul dalam waktu berminggu- minggu ataupun bulan setelah

trauma yang ringan atau trauma yang tidak jelas, bahkan hanya terbentur ringan saja bisa

mengakibatkan perdarahan subdural apabila pasien juga mengalami gangguan vaskular

atau gangguan pembekuan darah. Pada perdarahan subdural kronik , kita harus berhati

hati karena hematoma ini lama kelamaan bisa menjadi membesar secara perlahan- lahan

sehingga mengakibatkan penekanan dan herniasi. Pada subdural kronik, didapati kapsula

jaringan ikat terbentuk mengelilingi hematoma , pada yang lebih baru, kapsula masih

belum terbentuk atau tipis di daerah permukaan arachnoidea. Kapsula melekat pada

araknoidea bila terjadi robekan pada selaput otak ini. Kapsula ini mengandung pembuluh

darah yang tipis dindingnya terutama pada sisi duramater. Karena dinding yang tipis ini

protein dari plasma darah dapat menembusnya dan meningkatkan volume dari hematoma.

Pembuluh darah ini dapat pecah dan menimbulkan perdarahan baru yang menyebabkan

menggembungnya hematoma.

Darah di dalam kapsula akan membentuk cairan kental yang dapat menghisap cairan dari

ruangan subaraknoidea. Hematoma akan membesar dan menimbulkan gejala seprti pada

tumor serebri. Sebagaian besar hematoma subdural kronik dijumpai pada pasien yang

berusia di atas 50 tahun. Pada gambaran skening tomografinya didapatkan lesi hipodens.

 

imbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan dan bahkan beberapa

tahun setelah cedera pertama.Trauma pertama merobek salah satu vena yang melewati

ruangan subdural. Terjadi perdarahan secara lambat dalam ruangan subdural. Dalam 7

sampai 10 hari setelah perdarahan terjdi, darah dikelilingi oleh membrane fibrosa.Dengan

adanya selisih tekanan osmotic yang mampu menarik cairan ke dalam hematoma, terjadi

kerusakan sel-sel darah dalam hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini yang

Page 5: Epidural Hemorrhage

menyebabkan perdarahan lebih lanjut dengan merobek membran atau pembuluh darah di

sekelilingnya, menambah ukuran dan tekanan hematoma.

Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi pada usia

lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera

tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil

pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah.

Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang

tengkoraknya masih lembut dan lunak.Hematoma subdural yang kecil pada dewasa

seringkali diserap secara spontan.Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan

gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk

dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:

sakit kepala yang menetap

rasa mengantuk yang hilang-timbul

linglung

perubahan ingatan

kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.

 PATOFISIOLOGI

          Tidak seperti perdarahan subdural, kontusio serebral, ataupun cedera aksonal

difusa otak, perdarahan epidural tidak diakibatkan sekunder dari gerakan kepala atau

akselerasi. Perdarahan epidural disebabkan gangguan struktural pembuluh darah kranium

dan dura umumnya dihubungkan dengan fraktur calvaria. Laserasi arteri meningea media

dan sinus dura yang menyertainya adalah etiologi yang paling umum. (1)

          Pada fossa posterior, gangguan sinus venosus dura (misal, sinus transversum atau

sigmoid) oleh fraktur dapat menyebabkan perdarahan epidural. Gangguan sinus sagitalis

superior dapat menyebabkan perdarahan epidural pada vertex. Sumber perdarahan

epidural non-arterial lainnya termasuk venous lakes, diploic veins, granulasi arachnoid,

dan sinus petrosus. (1)

Page 6: Epidural Hemorrhage

Pada EDH, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan durameter. Perdarahan ini

lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea media

robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan.

Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital.

Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan

jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan yang

terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskan

durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar.

Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus

temporalis otak ke arah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus

mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya

tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.

Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis di

medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf

cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan

ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada

daerah ini, menyebabkan kelemahan respon motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau

sangat cepat, dan tanda babinski positif.

Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong ke arah

yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul tanda-tanda

lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan

tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.

Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga

makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita

pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam , penderita akan

merasakan nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur

menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi

kecelakaan disebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer

Page 7: Epidural Hemorrhage

yang ringan pada Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya

hampir selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi

lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami

fase sadar.

Sumber perdarahan :

  Artery meningea ( lucid interval : 2 – 3 jam )

  Sinus duramatis

o   Diploe (lubang yang mengisi kalvaria kranii) yang berisi a. diploica dan

vena           diploica

Hematom epidural akibat perdarahan arteri meningea media,terletak antara duramater dan

lamina interna tulang pelipis.

Os Temporale (1), Hematom Epidural (2), Duramater (3), Otak terdorong kesisi lain (4)

Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf karena

progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura sehingga langsung

mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans dan infra tentorial.

Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang mengeluh nyeri kepala yang

berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus segera di rawat dan diperiksa

dengan teliti.

           Sejumlah kecil perdarahan epidural telah dilaporkan tanpa adanya trauma.

Etiologinya termasuk penyakit infeksi kranium, malformasi vaskuler dura mater, dan

metastase ke kranium. Perdarahan epidural spontan juga bisa berkembang pada pasien

dengan koagulopati sehubungan dengan masalah medis primer lainnya (misal, penyakit

hati stadium akhir, alkoholisme kronik, keadaan penyakit lain sehubungan dengan

disfungsi trombosit). (1)

  GAMBARAN KLINIS

          Kebanyakan perdarahan epidural asalnya adalah trauma, seringnya melibatkan

benturan tumpul pada kepala. Pasien mungkin memiliki bukti eksternal cedera kepala

Page 8: Epidural Hemorrhage

seperti laserasi kulit kepala, cephalohematoma, atau kontusio. Cedera sistemik juga dapat

muncul. Tergantung pada daya benturan, pasien mungkin saja tidak kehilangan

kesadaran, kehilangan kesadaran singkat, atau kehilangan kesadaran berkepanjangan. (1)

Gejala yang sering tampak :

Penurunan kesadaran, bisa sampai koma

Bingung

Penglihatan kabur

Susahbicara

Nyeri kepala yang hebat

Keluar cairan darah dari hidung atau telinga

Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala.

Mual

Pusing

Berkeringat

Pucat

Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.

Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese atau serangan

epilepsi fokal. Pada perjalananya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi

cahaya pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah tanda sudah terjadi herniasi

tentorial. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi.  Pada tahap akhir,

kesadaran menurun sampai koma dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran

sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan

tanda kematian. Gejala-gejala respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan

adanya disfungsi rostrocaudal batang otak.

Jika EDH di sertai dengan cedera otak seperti memar otak, interval bebas tidak akan

terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi kabur.

Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif. Pasien dengan

kondisi seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga.

Page 9: Epidural Hemorrhage

Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga. Pasien seperti ini

harus diobservasi dengan teliti.

          Interval lucid klasik muncul pada 20-50% pasien dengan perdarahan epidural. Pada

awalnya, tekanan mudah-lepas yang menyebabkan cedera kepala mengakibatkan

perubahan kesadaran. Setelah kesadaran pulih, perdarahan epidural terus meluas sampai

efek massa perdarahan itu sendiri menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial,

menurunnya tingkat kesadaran, dan kemungkinan sindroma herniasi. Interval lucid yang

bergantung pada luasnya cedera, merupakan kunci untuk menegakkan diagnosa

perdarahan epidural. (1,3)

          Dengan hipertensi intrakranial berat, respon Cushing mungkin muncul.

Trias Cushing klasik melibatkan hipertensi sistemik, bradikardia, dan depresi pernafasan.

Respon ini biasanya muncul ketika perfusi serebral, terutama sekali batang otak,

dikompromi oleh peningkatan tekanan intra kranial. Terapi anti hipertensi selama ini

mungkin menyebabkan iskemia serebral akut dan kematian sel. Evakuasi lesi massa

mengurangi respon Cushing. (1)

          Penilaian neurologis penting. Perhatian terutama diberikan pada tingkat kesadaran,

aktivitas motorik, pembukaan mata, respon verbal, reaktivitas dan ukuran pupil, dan

tanda-tanda lateralisasi seperti hemiparesis atau hemiplegia. GCS penting dalam menilai

kondisi klinis terkini. GCS positif berhubungan dengan hasil akhir. Pada pasien yang

sadar dengan lesi massa, fenomena drift pronator mungkin membantu dalam menilai arti

klinis. Arah ekstremitas ketika pasien diminta menahan kedua lengan teregang keluar

dengan kedua telapak tangan menghadap keatas mengindikasikan efek massa yang sulit

dipisahkan namun penting. (1)

          Pada pencitraan yang dihasilkan oleh CT scan dan MRI, perdarahan epidural

biasanya tampak berbentuk konveks karena ekspansinya berhenti pada sutura kranium,

dimana dura mater sangat erat melekat ke kranium. Perdarahan epidural dapat muncul

dalam kombinasi dengan perdarahan subdural, ataupun dapat muncul sendiri. CT-scan

Page 10: Epidural Hemorrhage

mengungkap perdarahan subdural atau epidural pada 20% pasien yang kehilangan

kesadaran. (3)

 ANATOMI

          Dibawah tulang kranium terletak dura mater, yang terletak diatas struktur

leptomeningeal, arachnoid, dan pia mater, yang pada gilirannya, terletak diatas otak. Dura

mater terdiri atas 2 lapisan, dengan lapisan terluar bertindak sebagai lapisan periosteal

bagi permukaan dalam kranium. (1)

          Seiring bertambahnya usia seseorang, dura menjadi penyokong pada kranium,

mengurangi frekuensi pembentukan perdarahan epidural. Pada bayi baru lahir, kranium

lebih lembut dan lebih kecil kemungkinan terjadinya fraktur. Perdarahan epidural dapat

terjadi ketika dura terkupas dari kranium saat terjadi benturan. (1)

          Dura paling menyokong sutura, yang menghubungkan berbagai tulang pada

kranium. Sutura mayor merupakan sutura coronalis (tulang-tulang frontal dan parietal),

sutura sagitalis (kedua tulang parietal), dan sutura lambdoidea (tulang-tulang parietal dan

oksipital). Perdarahan epidural jarang meluas keluar sutura. (1)

          Regio yang paling sering terlibat dengan perdarahan epidural adalah regio temporal

(70-80%). Pada regio temporal, tulangnya relatif tipis dan arteri meningea media dekat

dengan skema bagian dalam kranium. Insiden perdarahan epidural pada regio temporal

lebih rendah pada pasien pediatri karena arteri meningea media belum membentuk alur

dalam skema bagian dalam kranium. Perdarahan epidural muncul pada frontal, oksipital,

dan regio fossa posterior kira-kira pada frekuensi yang sama. Perdarahan epidural muncul

kurang begitu sering pada vertex atau daerah para-sagital. (1)

          Berdasarkan studi anatomi terbaru oleh Fishpool dkk, laserasi arteri ini mungkin

menyebabkan campuran perdarahan arteri dan vena.(1)

          Perdarahan epidural jika tidak ditangani dengan observasi atau pembedahan yang

hati-hati, akan mengakibatkan herniasi serebral dan kompresi batang otak pada akhirnya,

Page 11: Epidural Hemorrhage

dengan infark serebral atau kematian sebagai konsekuensinya. Karenanya, mengenali

perdarahan epidural sangat penting. (1)

 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Level hematokrit, kimia, dan profil koagulasi (termasuk hitung trombosit) penting dalam

penilaian pasien dengan perdarahan epidural, baik spontan maupun trauma. (1)

          Cedera kepala berat dapat menyebabkan pelepasan tromboplastin jaringan, yang

mengakibatkan DIC. Pengetahuan utama akan koagulopati dibutuhkan jika pembedahan

akan dilakukan. Jika dibutuhkan, faktor-faktor yang tepat diberikan pre-operatif dan

intra-operatif.(1)

          Pada orang dewasa, perdarahan epidural jarang menyebabkan penurunan yang

signifikan pada level hematokrit dalam rongga kranium kaku. Pada bayi, yang volume

darahnya terbatas, perdarahan epidural dalam kranium meluas dengan sutura terbuka

yang menyebabkan kehilangan darah yang berarti. Perdarahan yang demikian

mengakibatkan ketidakstabilan hemodinamik; karenanya dibutuhkan pengawasan

berhati-hati dan sering terhadap level hematokrit. (1)

  PENCITRAAN

Radiografi (1)

o Radiografi kranium selalu mengungkap fraktur menyilang bayangan

vaskular cabang arteri meningea media. Fraktur oksipital, frontal atau

vertex juga mungkin diamati.

o Kemunculan sebuah fraktur tidak selalu menjamin adanya perdarahan

epidural. Namun, > 90% kasus perdarahan epidural berhubungan dengan

fraktur kranium. Pada anak-anak, jumlah ini berkurang karena kecacatan

kranium yang lebih besar.

CT-scan

o CT-scan merupakan metode yang paling akurat dan sensitif dalam

mendiagnosa perdarahan epidural akut. Temuan ini khas. Ruang yang

Page 12: Epidural Hemorrhage

ditempati perdarahan epidural dibatasi oleh perlekatan dura ke skema

bagian dalam kranium, khususnya pada garis sutura, memberi tampilan

lentikular atau bikonveks. Hidrosefalus mungkin muncul pada pasien

dengan perdarahan epidural fossa posterior yang besar mendesak efek

massa dan menghambat ventrikel keempat.

o Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan

potensi cedera intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu

bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral),

berbentuk bikonveks, paling sering di daerah temporoparietal. Densitas

darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke sisi

kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma,

Densitas yang tinggi pada stage yang akut ( 60 – 90 HU), ditandai dengan

adanya peregangan dari pembuluh darah.

o CSF tidak biasanya menyatu dengan perdarahan epidural; karena itu

hematom kurang densitasnya dan homogen. Kuantitas hemoglobin dalam

hematom menentukan jumlah radiasi yang diserap.

o Tanda densitas hematom dibandingkan dengan perubahan parenkim otak

dari waktu ke waktu setelah cedera. Fase akut memperlihatkan

hiperdensitas (yaitu tanda terang pada CT-scan). Hematom kemudian

menjadi isodensitas dalam 2-4 minggu, lalu menjadi hipodensitas (yaitu

tanda gelap) setelahnya. Darah hiperakut mungkin diamati sebagai

isodensitas atau area densitas-rendah, yang mungkin mengindikasikan

perdarahan yang sedang berlangsung atau level hemoglobin serum yang

rendah.

o Area lain yang kurang sering terlibat adalah vertex, sebuah area dimana

konfirmasi diagnosis CT-scan mungkin sulit. Perdarahan epidural vertex

dapat disalahtafsirkan sebagai artefak dalam potongan CT-scan aksial

tradisional. Bahkan ketika terdeteksi dengan benar, volume dan efek

massa dapat dengan mudah disalahartikan. Pada beberapa kasus,

rekonstruksi coronal dan sagital dapat digunakan untuk mengevaluasi

hematom pada lempengan coronal.

Page 13: Epidural Hemorrhage

o Kira-kira 10-15% kasus perdarahan epidural berhubungan dengan lesi

intrakranial lainnya. Lesi-lesi ini termasuk perdarahan subdural, kontusio

serebral, dan hematom intraserebral

MRI : perdarahan akut pada MRI terlihat isointense, menjadikan cara ini kurang

tepat untuk mendeteksi perdarahan pada trauma akut. Efek massa, bagaimanapun,

dapat diamati ketika meluas. (1)

MRI akan menggambarkanmassahiperintens bikonveks yang menggeser posisi

duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat

menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis

pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis.

 DIAGNOSIS BANDING

1.      Hematoma subdural

Hematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara duramater dan arachnoid.

Secara klinis hematoma subdural akut sukar dibedakan dengan hematoma epidural yang

berkembang lambat. Bisa disebabkan oleh trauma hebat pada kepala yang menyebabkan

bergesernya seluruh parenkim otak mengenai tulang  sehingga merusak a. kortikalis.

Biasanya di sertai dengan perdarahan jaringan otak. Gambaran CT-Scan hematoma

subdural, tampak penumpukan cairan ekstraaksial yang hiperdens berbentuk bulan sabit.

Hematoma Subdural Akut

2.      Hematoma Subarachnoid

Perdarahan subarakhnoid terjadi karena robeknya pembuluh-pembuluh darah di

dalamnya.

Kepala panah menunjukkan hematoma subarachnoid, panah hitam menunjukkan

hematoma subdural dan panah putih menunjukkan pergeseran garis tengah ke kanan

PENGOBATAN

Penanganan darurat :

Page 14: Epidural Hemorrhage

Dekompresi dengan trepanasi sederhana

Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom

Terapi Obat-obatan

          Pengobatan perdarahan epidural bergantung pada berbagai faktor. Efek yang

kurang baik pada jaringan otak terutama dari efek massa yang menyebabkan distorsi

struktural, herniasi otak yang mengancam-jiwa, dan peningkatan tekanan intrakranial. (1)

          Dua pilihan pengobatan pada pasien ini adalah (1) intervensi bedah segera dan (2)

pengamatan klinis ketat, di awal dan secara konservatif dengan evakuasi tertunda yang

memungkinkan. Catatan bahwa perdarahan epidural cenderung meluas dalam hal volume

lebih cepat dibandingkan dengan perdarahan subdural, dan pasien membutuhkan

pengamatan yang sangat ketat jika diambil rute konservatif. (1)

          Tidak semua kasus perdarahan epidural akut membutuhkan evakuasi bedah segera.

Jika lesinya kecil dan pasien berada pada kondisi neurologis yang baik, mengamati

pasien dengan pemeriksaan neurologis berkala cukup masuk akal. (1)

          Meskipun manajemen konservatif sering ditinggalkan dibandingkan dengan

penilaian klinis, publikasi terbaru “Guidelines for the Surgical Management of Traumatic

Brain Injury” merekomendasikan bahwa pasien yang memperlihatkan perdarahan

epidural < 30 ml, < 15 mm tebalnya, dan < 5 mm midline shift, tanpa defisit neurologis

fokal dan GCS > 8 dapat ditangani secara non-operatif. Scanning follow-up dini harus

digunakan untukmenilai meningkatnya ukuran hematom nantinya sebelum terjadi

perburukan. Terbentuknya perdarahan epidural terhambat telah dilaporkan. Jika

meningkatnya ukuran dengan cepat tercatat dan/atau pasien memperlihatkan anisokoria

atau defisit neurologis, maka pembedahan harus diindikasikan. Embolisasi arteri

meningea media telah diuraikan pada stadium awal perdarahan epidural, khususnya

ketika pewarnaan ekstravasasi angiografis telah diamati. (1)

Page 15: Epidural Hemorrhage

          Ketika mengobati pasien dengan perdarahan epidural spontan, proses penyakit

primer yang mendasarinya harus dialamatkan sebagai tambahan prinsip fundamental

yang telah didiskusikan diatas. (1)

1. Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital

Usahakan agar jalan nafas selalu babas, bersihkan lendir dan darah yang dapat

menghalangi aliran udara pemafasan. Bila perlu dipasang pipa naso/orofaringeal dan

pemberian oksigen. Infus dipasang terutama untuk membuka jalur intravena : guna-kan

cairan NaC10,9% atau Dextrose in saline.

2. Mengurangi edema otak

Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak:

a.Hiperventilasi.

b.Cairan hiperosmoler.

c.Kortikosteroid.

d.Barbiturat.

a.Hiperventilasi

Bertujuan untuk menurunkan paO2 darah sehingga mencegah vasodilatasi pembuluh

darah. Selain itu suplai oksigen yang terjaga dapat membantu menekan metabolisme

anaerob, sehingga dapat mengurangi kemungkinan asidosis. Bila dapat diperiksa, paO2

dipertahankan > 100 mmHg dan paCO2 diantara 2530 mmHg.

b.Cairan hiperosmoler

Umumnya digunakan cairan Manitol 1015% per infus untuk “menarik” air dari ruang

intersel ke dalam ruang intra-vaskular untuk kemudian dikeluarkan melalui diuresis.

Untuk memperoleh efek yang dikehendaki, manitol hams diberikan dalam dosis yang

cukup dalam waktu singkat, umumnya diberikan : 0,51 gram/kg BB dalam 1030 menit.

Page 16: Epidural Hemorrhage

Cara ini berguna pada kasus-kasus yang menunggu tindak-an bedah. Pada kasus biasa,

harus dipikirkan kemungkinan efek rebound; mungkin dapat dicoba diberikan kembali

(diulang) setelah beberapa jam atau keesokan harinya.

c.Kortikosteroid

Penggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan manfaatnya sejak beberapa waktu yang

lalu. Pendapat akhir-akhir ini cenderung menyatakan bahwa kortikosteroid tidak/kurang

ber-manfaat pada kasus cedera kepala. Penggunaannya berdasarkan pada asumsi bahwa

obat ini menstabilkan sawar darah otak.

Dosis parenteral yang pernah dicoba juga bervariasi :

Dexametason pernah dicoba dengan dosis sampai 100 mg bolus yang diikuti dengan 4 dd

4 mg. Selain itu juga Metilprednisolon pernah digunakan dengan dosis 6 dd 15 mg dan

Triamsinolon dengan dosis 6 dd 10 mg.

d.Barbiturat

Digunakan untuk mem”bius” pasien sehingga metabolisme otak dapat ditekan serendah

mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga akan menurun; karena kebutuhan yang

rendah, otak relatif lebih terlindung dari kemungkinan kemsakan akibat hipoksi,

walaupun suplai oksigen berkurang. Cara ini hanya dapat digunakan dengan pengawasan

yang ketat.

e.Cara lain

Pala 2448 jam pertama, pemberian cairan dibatasi sampai 1500-2000 ml/24 jam agar

tidak memperberat edema jaringan. Ada laporan yang menyatakan bahwa posisi tidur

dengan kepala (dan leher) yang diangkat 30° akan menurunkan tekanan intrakranial.

Posisi tidur yang dianjurkan, terutama pada pasien yang berbaring lama, ialah:

kepala dan leher diangkat 30°. sendi lutut diganjal, membentuk sudut 150°. telapak kaki

diganjal, membentuk sudut 90° dengan tungkai bawah

 

 

Page 17: Epidural Hemorrhage

 

3. Obat-obat Neurotropik

Dewasa ini banyak obat yang dikatakan dapat membantu mengatasi kesulitan/gangguan

metabolisme otak, termasuk pada keadaan koma.

a. Piritinol

Piritinol merupakan senyawa mirip piridoksin (vitamin B6) yang dikatakan mengaktivasi

metabolisme otak dan memperbaiki struktur serta fungsi membran sel. Pada fase akut

diberikan dalam dosis 800-4000 mg/hari lewat infus. Tidak dianjurkan pemberian

intravena karena sifat-nya asam sehingga mengiritasi vena.

b.Piracetam

Piracetam merupakan senyawa mirip GABA – suatu neurotransmitter penting di otak.

Diberikan dalam dosis 4-12 gram/ hari intravena.

c.Citicholine

Disebut sebagai koenzim pembentukan lecithin di otak. Lecithin sendiri diperlukan untuk

sintesis membran sel dan neurotransmitter di dalam otak. Diberikan dalam dosis 10Q-500

mg/hari intravena.

 

4. Hal-hal lain

Perawatan luka dan pencegahan dekubitus harus mulai di-perhatikan sejak dini; tidak

jarang pasien trauma kepala juga menderita luka lecet/luka robek di bagian tubuh lainnya.

Anti-biotika diberikan bila terdapat luka terbuka yang luas, trauma tembus kepala, fraktur

tengkorak yang antara lain dapat me-nyebabkan liquorrhoe. Luka lecet dan jahitan kulit

hanya memerlukan perawatan lokal.

Hemostatik tidak digunakan secara rutin; pasien trauma kepala umumnya sehat dengan

fungsi pembekuan normal. Per- darahan intrakranial tidak bisa diatasi hanya dengan

hemostatik. Antikonvulsan diberikan bila pasien mengalami kejang, atau pada trauma

tembus kepala dan fraktur impresi; preparat parenteral yang ada ialah fenitoin, dapat

diberikan dengan dosis awa1250 mg intravena dalam waktu 10 menit diikuti dengan 250-

500 mg fenitoin per infus selama 4 jam. Setelah itu diberi- kan 3 dd 100 mg/hari per oral

Page 18: Epidural Hemorrhage

atau intravena. Diazepam 10 mg iv diberikan bila terjadi kejang. Phenobarbital tidak

dianjurkan ka-rena efek sampingnya berupa penurunan kesadaran dan depresi

pernapasan.

 

Terapi Operatif

          Berdasarkan pada “Guidelines for the Management of Traumatic Brain Injury“,

perdarahan epidural dengan volume > 30 ml, harus dilakukan intervensi bedah, tanpa

mempertimbangkan GCS. Kriteria ini menjadi sangat penting ketika perdarahan epidural

memperlihatkan ketebalan 15 mm atau lebih, dan pergeseran dari garis tengah diatas 5

mm. Kebanyakan pasien dengan perdarahan epidural seperti itu mengalami perburukan

status kesadaran dan/atau memperlihatkan tanda-tanda lateralisasi. (1)

            Operasi di lakukan bila terdapat :

Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml)

Keadaan pasien memburuk

Pendorongan garis tengah > 5 mm

fraktur tengkorak terbuka, dan fraktur tengkorak depres dengan kedalaman >1 cm

EDH dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah dengan

GCS 8 atau kurang

Tanda-tanda lokal dan peningkatan TIK > 25 mmHg

Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk fungsional

saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi emergenci.

Biasanya keadaan emergenci ini di sebabkan oleh lesi desak ruang.

Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :

> 25 cc à desak ruang supra tentorial

> 10 cc à desak ruang infratentorial

> 5 cc à desak ruang thalamus

Sedangkan indikasi evakuasi life saving  adalah efek masa yang signifikan :

Penurunan klinis

Page 19: Epidural Hemorrhage

Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan

penurunan klinis yang progresif.

Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan

klinis yang progresif.

          Lokasi juga merupakan faktor penting dalam menentukan pembedahan. Hematom

temporal, jika cukup besar atau meluas, dapat mengarah pada herniasi uncal dan

perburukan lebih cepat. Perdarahan epidural pada fossa posterior yang sering

berhubungan dengan gangguan sinus venosus lateralis, sering membutuhkan evakuasi

yang tepat karena ruang yang tersedia terbatas dibandingkan dengan ruang

supratentorial. (1)

          Sebelum adanya CT-scan, pengeboran eksplorasi burholes merupakan hal yang

biasa, khususnya ketika pasien memperlihatkan tanda-tanda lateralisasi atau perburukan

yang cepat. Saat ini, dengan teknik scan-cepat, eksplorasi jenis ini jarang dibutuhkan. (1)

          Saat ini, pengeboran eksplorasi burholes disediakan bagi pasien berikut ini : (1)

Pasien dengan tanda-tanda lokalisasi menetap dan bukti klinis hipertensi

intrakranial yang tidak mampu mentolerir CT-scan karena instabilitas

hemodinamik yang berat.

Pasien yang menuntut intervensi bedah segera untuk cedera sistemiknya.

 KOMPLIKASI

          Kebanyakan dari komplikasi perdarahan epidural muncul ketika tekanan yang

mereka kerahkan mengakibatkan pergeseran otak yang berarti. Ketika otak menjadi

subyek herniasi subfalcine, arteri serebral anterior dan posterior mungkin tersumbat,

menyebabkan infark serebral. (1)

          Herniasi kebawah batang otak menyebabkan perdarahan Duret dalam batang otak,

paling sering di pons. (1)

Page 20: Epidural Hemorrhage

          Herniasi transtentorial menyebabkan palsy nervus III kranialis ipsilateral, yang

seringnya membutuhkan berbulan-bulan untuk beresolusi sekali tekanan dilepaskan.

Palsy nervus III kranialis bermanifestasi sebagai ptosis, dilatasi pupil, dan

ketidakmampuan menggerakkan mata ke arah medial, atas, dan bawah. (1)

          Pada anak-anak < 3 tahun, fraktur kranium dapat menyebabkan kista

leptomeningeal atau fraktur bertumbuh. Kista ini diyakini muncul ketika pulsasi dan

pertumbuhan otak tidak mengijinkan fraktur untuk sembuh, lalu menambah robek dura

dan batas fraktur membesar. Pasien dengan kista leptomeningeal biasanya

memperlihatkan massa scalp pulsatil. (1)

Perawatan Pascabedah

Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Jahitan dibuka

pada hari ke 5-7. Tindakan pemasangan fragmen tulang atau

kranioplasti dianjurkan dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian. Perawatan luka dan

pencegahan dekubitus pada pasien post operasi harus mulai diperhatikan sejak dini.

CT scan kontrol diperlukan apabila post operasi kesadaran tidak membaik dan untuk

menilai apakah masih terjadi hematom lainnya yang timbul kemudian.

 

KOMPLIKASI

Kejang dalam 6 bulan pertama dan berangsur membaik dalam 2 tahun

Risiko Kegagalan Operasi: EDH, ketika observasi atau operasi gagal, dapat

mengakibatkan herniasi cerebral dan kompresi batang otak, dengan infark cerebral atau 

kematian sebagai konsekuensinya.

Rehabilitasi pada perdarahan otak

Hal-hal yang timbul akibat perdarahan otak  menyebabkan gangguan  fungsi dan menjadi

masalah pokok pada  rehabilitasi  medik, adalah : lokomotor, ketrampilan tangan,

Page 21: Epidural Hemorrhage

gangguan  bicara, gangguan koordinasi, gangguan sensorik  dan kejiwaan). Untuk

menangani banyak masalah tersebut perlu kerja sama tim yang terpadu.

1.   Gangguan Lokomotor

Penyebab gangguan lokomotor yang paling umum adalah hemiplegia motorik akibat

gangguan pembuluh darah atau para-plegia dan quadriplegia akibat penekanan pada

sumsum  tulang belakang atau penyakit  demyelinasi; masalah tersebut akan memerlukan

fisioterapi tergantung  dari luasnya lesi saraf ter-sebut apakah statis, memburuk atau

membaik.

Pertimbangan utama adalah mobilisasi dan ketergantungan penderita; anggota gerak yang

sehat harus dipelihara kekuatan-nya dan anggota yang lumpuh  digerakkan  secara pasif

untuk memelihara gerakan sendi yang normal jangan sampai  kaku. Bila ada spastisitas,

harus diusahakan sedemikian rupa sehingga fungsi untuk berjalan bisa terpenuhi; baik

dengan cold pack atau hot pack  maupun  dengan  vibrasi atau menggunakan refleks

hambatan. Kadang-kadang diperlukan suntikan lokal langsung pada saraf dengan phenol

atau alkohol yang bermanfaat untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan,  sehingga

penderita telah dapat diperbaiki mobilitasnya.

2.  Ketrampilan tangan

Sistim piramidalis sangat mempengaruhi  kemahiran ketrampilan tangan;  walaupun 

proses penyakit telah sembuh namun dalam hal ini selalu ada defisit. Walaupun kekuatan

otot telah pulih, gerakan sendi telah balk, pengendalian anggota gerak telah dikuasai

namun ketrampilan tangan ini masih bagian yang penting dalam proses rehabilitasi.

Sebagian dapat dikerjakan fisioterapist tetapi lebih terperinci  lagi oleh okupasi  terapist.

Ketrampilan dapat dipulihkan melalui latihan terapi okupasi seperti menulis, mengetik,

memasukkan kancing baju, bertukang dan menjahit.  Akhirnya  kemampuan yang 

semakin rumit se-hubungan dengan  kebutuhan penderita dalam pekerjaannya,

memerlukan latihan yang lebih rumit pula.

3.   Gangguan bicara

Gangguan berkomunikasi  merupakan cacat penting yang bisa disandang oleh penderita.

Cacat demikian  memerlukan evaluasi yang  teliti dan penanganan khusus. Berbagai

Page 22: Epidural Hemorrhage

klasifikasi gangguan berkomunikasi, diantaranya yang mudah dan praktis adalah

klasifikasi Sehuell :

Gol. 1 :  Afasia sederhana.

Terdapat pengurangan semua bahasa, tidak ada gangguan sensorik dan motorik, ada

disarthria.

Gol. 2 :  Serupa dengan gol.  1 ditambah  dengan  gangguan visual dan terdapat gangguan

diskriminasi, pengenal-an dan pengungkapan simbol visual.

Gol. 3 :  Afasia  disertai gangguan  proses pendengaran dan sensorik-motorik.

Gol. 4 :  Campuran gangguan  pendengaran, penglihatan dan motorik  dan  tanda-tanda

kerusakan otak yang  me-nyeluruh.

Gol. 5 :  Afasia, ireversibel dan  hilangnya semua modalitas fungsi berbahasa. Dari

klasifikasi  dapat diduga  prognosisnya; gol. 1 afasia sederhana adalah baik sedang gol.  5

afasia ireversibel adalah jelek. Apapun golongan  penderita ada  kemungkinan memberi

bantuan komunikasi yang sesuai oleh speech therapist.

4.   Gangguan kordinasi

Gangguan  kordinasi timbul akibat kerusakan pada serebellum. Lesi serebellum, dan

campuran lesi serebellum dan piramidal mengakibatkan gangguan koordinasi dan

kurangnya gerak trampil. Suatu  hal yang perlu diperhatikan apakah lesi bersifat tetap,

sembuh atau memburuk dan hubungannya dengan cacatnya apakah permanen atau

sementara.

Gangguan kordinasi anggota gerak atas dilatih dengan latihan sederhana dimulai dari

gerakan  jari-jari sendiri-sendiri, ditingkatkan dengan antar jari, berarti sudah ada

kordinasi tangan dan mata. Sangat menolong  adalah rekreasi permainan benda kecil atau

kerajinan tangan.

Gangguan kordinasi anggota gerak bawah, tidak perlu di-paksakan untuk  latihan jalan 

(walking gait);  cukup dengan memulai yang sederhana menempatkan  kaki dalam

Page 23: Epidural Hemorrhage

berbagai posisi secara  statik, dilanjutkan dengan kordinasi  pergerakan sendi. Sebelum

berdiri ada baiknya  posisi tegak  dilatih padatilting table dulu,  latihan keseimbangan

berdiri di  lantai, baru latihan jalan dengan bantuan terapis. Selanjutnya dapat dilatih

dengan alat bantu seperti kruk, tripod atau  tongkat untuk ber-jalan sendiri.

Gangguan kordinasi karena  defek pada ekstrapiramidal lebih sulit diatasi terutama kalau

bilateral. Selain kekuatan yang menghambat  untuk bergerak, ada kegagalan mulai

bergerak walaupun penderita sudah mengerti instruksi dan penerangan. Kadang-kadang

bisa ditolong dengan bantuan visual dan pendengaran; pasien dengan sindrom Parkinson

lebih sulit berjalan pada jalan yang rata daripada berlekuk-lekuk karena rangsangan

sensorik kerikil akan memudahkan gerakan.  

5.   Gangguan sensorik

Selain pendengaran, mengecap, penciuman dan penglihatan, perasaan merupakan 

modalitas  yang penting.  Gangguan sensorik ini dapat dibagi 3 :

a.  Perasaan dalam (proprioseptif).

b.  Perasaan superfisial (eksteroseptif).

c.  Stereognosis.

a. Perasaan dalam (proprioseptif) :

Memberi  perasaan posisi dan  pergerakan badan, reseptor terletak pada jaringan tubuh :

otot, tendon, periost dan sendi juga memberi informasi tegangan otot dalam setiap

gerakan. Gangguan proprioseptif akan mengganggu hubungan sensorik motorik.

 

b. Perasaan superfisial (eksterosepuf) :

Reseptor terletak pada kulit sangat penting untuk perabaan, tekanan, panas dingin dan

nyeri. Gangguan sensorik superfisial ini akan menyebabkan mudah cederapada kulit

tanpa disadari.

 

c. Stereognosis

Page 24: Epidural Hemorrhage

Perasaan ini adalah  kemampuan mengenal  benda tiga  dimensi dengan  meraba,

tampaknya merupakan  kombinasi perasaan dalam dan superfisial.

Gangguan stereognosis ini  menyebabkan astereognosis atau hilangnya perasaan taktil-

kinestetik.

Test yang penting secara praktis adalah :

a.  Perasaan superfisial

b.  Suhu

c.  Nyeri

d.  Perasaan dafam

e.  Pembedaan ringan-berat

f.  Stereognosis

g.  Bentuk persepsi dsb.

Untuk mengatasi gangguan sensorik ini perlu latihan berulang-ulang setiap rangsangan 

untuk memulihkan fungsi anggota gerak misalnya untuk berdiri,  jalan, ADL memasang

kancing baju, sikat gigi, makan dengan garpu dan  sebagainya. Variasi rangsangan  bisa

diberikan melalui permainan  dengan bahan berlainan misalnya balok-balok kayu, plastik

dan tanah fiat. Latihan secara bertahap dari ringan sampai berat sesuai dengan

kemampuan yang telah dicapai.

6.   Gangguan kejiwaan

Gangguan kejiwaan yang timbul akan sangat menghambat usaha-usaha rehabilitasi

pemulihan fungsi-fungsi tubuh. Akibat kerusakan  otak bisa timbul hilangnya intelek,

perubahan kepribadian dan jadi agresif. Perlu pemeriksaan dan evaluasi oleh psikiater.

Depresi, cemas, kelelahan  berlebihan,  konsentrasi pikiran yang rendah dan kurangnya

ingatan bisa karena defisit neurologik tetapi belum tentu karena kerusakan otak.

Page 25: Epidural Hemorrhage

Gambaran gangguan jiwa  dapat  diobati  sehingga penderita dapat diubah keadaannya,

program rehabilitasi dapat dimulai.

 PROGNOSIS

          Meksipun tujuan akhir adalah mencapai angka kematian 0% dan hasil akhir

fungsional baik sebesar 100%, angka kematian keseluruhan pada kebanyakan seri pasien

dengan perdarahan epidural berkisar antara 9,4-33%, rata-rata sekitar 10%. Secara umum,

pemeriksaan motorik pre-operatif, skor GCS, dan reaktivitas pupil secara pasti

berhubungan dengan hasil akhir fungsional pasien dengan perdarahan epidural akut jika

mereka berhasil bertahan. Karena banyaknya perdarahan epidural yang terisolasi tidak

melibatkan kerusakan struktural otak yang mendasarinya, hasil akhir secara keseluruhan

akan menjadi sempurna jika evakuasi bedah yang tepat dilakukan. (1)

          Pada pasien trauma cedera otak dengan perdarahan epidural, prognosis lebih baik

jika ada interval lucid (sebuah periode kesadaran sebelum kembalinya koma)

dibandingkan jika pasien koma sejak mendapat cedera. (3)

Prognosis tergantung pada :

Lokasinya ( infratentorial lebih jelek )

Besarnya

Kesadaran saat masuk kamar operasi.

Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena

kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara 7-15%

dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada pasien yang mengalami

koma sebelum operasi.

http://www.jevuska.com/2008/01/09/epidural-hematoma/