37
EVALUASI KURIKULUM MODEL COUNTENANCE STAKE A. Latarbelakang Model Countenance Stake Menurut Stake sangat jarang ditemukan laporan penelitian yang relevan atau untuk data perilaku berkaitan dengan keputusan akhir kurikuler dan juga jarang ditemukan kegiatan evaluasi formal yang menguraikan kondisi awal dan transaksi dalam kelas. Oleh karena itu, Stake mengembangkan model evaluasi, bukan tentang apa yang harus diukur dan bagaimana cara mengukurnya melainkan sebagai latarbelakang mengembangkan rencana evaluasi. Jadi, model Countenance Stake berorientasi sekitar program pendidikan bukan pada produk pendidikan, karena nilai produk tergantung pada penggunaan program. Dalam tulisannya Stake memperkenalkan konsep evaluasi yang berorientasi pada sifat dinamis dan kompleks pendidikan, salah satu yang memberikan perhatian yang tepat untuk tujuan beragam dan penilaian dari praktisi. Menurut Stake, tujuan dan prosedur evaluasi pendidikan akan bervariasi misalnya Apa yang cukup tepat untuk satu sekolah mungkin kurang tepat bagi orang lain. B. Konsep Model Countenance Stake Model Countenance adalah model pertama evaluasi kurilulum yang dikembangkan Stake. Pengertian Countenance adalah

Evaluasi Kurikulum Model Countenance Stake

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Evaluasi Kurikulum Model Countenance Stake

Citation preview

Page 1: Evaluasi Kurikulum Model Countenance Stake

EVALUASI KURIKULUM MODEL COUNTENANCE STAKE

A. Latarbelakang Model Countenance Stake

Menurut Stake sangat jarang ditemukan laporan penelitian yang relevan atau

untuk data perilaku berkaitan dengan keputusan akhir kurikuler dan juga jarang

ditemukan kegiatan evaluasi formal yang menguraikan kondisi awal dan

transaksi dalam kelas. Oleh karena itu, Stake mengembangkan model evaluasi,

bukan tentang apa yang harus diukur dan bagaimana cara mengukurnya

melainkan sebagai latarbelakang mengembangkan rencana evaluasi. Jadi,

model Countenance Stake berorientasi sekitar program pendidikan bukan pada

produk pendidikan, karena nilai produk tergantung pada penggunaan program.

Dalam tulisannya Stake memperkenalkan konsep evaluasi yang berorientasi

pada sifat dinamis dan kompleks pendidikan, salah satu yang memberikan

perhatian yang tepat untuk tujuan beragam dan penilaian dari praktisi. Menurut

Stake, tujuan dan prosedur evaluasi pendidikan akan bervariasi misalnya Apa

yang cukup tepat untuk satu sekolah mungkin kurang tepat bagi orang lain.

B. Konsep Model Countenance Stake

Model Countenance adalah model pertama evaluasi kurilulum yang

dikembangkan Stake. Pengertian Countenance adalah keseluruhan, sedangkan

pengertian lain adalah sesuatu yang disenangi (favourable). Menurut Provus

(1972), Tujuan dari model Countenance Stake adalah melengkapi kerangka

untuk pengembangan suatu rencana penilaian kurikulum. Perhatian utama Stake

adalah hubungan antara tujuan penilaian dengan keputusan berikutnya

berdasarkan sifat data yang dikumpulkan. Hal tersebut, karena Stake melihat

adanya ketidak-sesuaian antara harapan penilai dan guru. Penilaian yang

dilakukan oleh guru tidak akan sama hasilnya dengan penilaian yang dilakukan

oleh ahli penilaian. Jadi, menurut Porvus model Countenance Stake

dimaksudkan guna memastikan bahwa semua data yang dikumpulkan dan

Page 2: Evaluasi Kurikulum Model Countenance Stake

diolah untuk melengkapi informasi yang dapat digunakan oleh pemakai data. Hal

ini berarti bahwa penilai harus mengumpulkan data deskriptif yang lengkap

tentang hasil belajar siswa dan data pelaksanaan pengajaran, dan hubungan

antara kedua faktor tersebut. Di samping itu juga, jugment data harus

dikumpulkan. Sedangkan menurut Howard, H (2008) evaluasi Stake’s

orientasinya adalah tujuan dan pendekatan mekanik dalam program pendidikan.

Oleh karena itu, Kemble & Charles (2010) mengatakan bahwa model

countenance stake sangat berpengaruh pada program pendidikan.

Stake mendasarkan modelnya pada evaluasi formal, suatu kegiatan evaluasi

yang sangat tergantung pada pemakaian “checklist, structured visitation by

peers, controlled comparisons, and standardized testing of students” (Hasan,

2008, 207). Dalam hal checklist Shepard (1997) menyebutkan bahwa terdapat

lima ketegori yaitu:

- Obyektivitas atau tujuan evaluasi.

- Spesifikasi program meliputi filsafat pendidikan yang dianut pada mata

pelajaran, tujuan pembelajaran, dan lain sebagainya.

- Outcome program, seperti pengalaman belajar, pencapaian hasil siswa.

- Hubungan dan indikator mencakup kongruensi kenyataan dan harapan,

kontingensi meliputi sebab akibat.

- Judgment nilai.

Oleh karena itu, Hasan (2008; 201) mengatakan bahwa model Countenance

stake bersifat arbitraty dan tidak perlu dianggap sebagai suatu yang mutlak.

Stake’s mempunyai keyakinan bahwa suatu evaluasi haruslah memberikan

deskripsi dan pertimbangan sepenuhnya mengenai evaluan. Dalam model ini

stake sangat menekankan peran evaluator dalam mengembangkan tujuan

kurikulum menjadi tujuan khusus yang terukur, sebagaimana berlaku dalam

tradisi pengukuran behavioristik dan kuantitatif. Model Countenance Stake terdiri

Page 3: Evaluasi Kurikulum Model Countenance Stake

atas dua matriks. Matriks pertama dinamakan matriks Deskripsi dan yang kedua

dinamakan Matriks Pertimbangan. Matriks pertimbangan baru dapat dikerjakan

oleh evaluator setelah matriks Deskripsi diselesaikan. Matriks Desktripsi terdiri

atas kategori rencana (intent) dan observasi. Matriks Pertimbangan terdiri atas

kategori standard dan pertimbangan. Pada setiap kategori terdapat tiga fokus

yaitu:

a. Antecedents yaitu sebuah kondisi yang ada sebelum instruksi yang mungkin

berhubungan dengan hasil, contohnya: latar belakang guru, Kurikulum yang

sesuai, Ketersediaan sumber daya.

b. Transaction yaitu pertemuan dinamis yang merupakan proses instruksi

(kegiatan, proses, dll), contohnya: interaksi guru dan siswa, Komponen

partisipasi

c. Outcomes yaitu efek dari pengalaman pembelajaran (pengamatan dan hasil

tenaga kerja), contohnya performance guru, Peningkatan kinerja.

1. Matriks Deskripsi

Kategori pertama adalah sesuatu yang direncanakan pengembang kurikulum

atau program. Dalam konteks KTSP, kurikulum tersebut adalah kurikulum yang

dikembangkan atau digunakan oleh satu satuan pendidikan. Sedangkan program

adalah silabus dan Rencana Program Pengajaran (RPP) yang dikembangkan

guru. Guru sebagai pengembang program merencanakan keadaan/persyaratan

yang diinginkannya untuk suatu kegiatan kelas tertentu. Misalnya yang

berhubungan dengan minat, kemampuan, pengalaman,dan lain sebagainya dari

peserta didik.

Kategori kedua dinamakan observasi, berhubungan dengan apa yang

sesungguhnya sebagai implementasi yang diinginkan pada kategori yang

pertama. Kategori ini juga sebagaimana yang pertama terdiri atas antecendents,

transaksi , dan hasil. Evaluator harus melakukan observasi (pengumpulan data)

Page 4: Evaluasi Kurikulum Model Countenance Stake

mengenai antecendents, transaksi , dan hasil yang ada di suatu satuan

pendidikan.

2. Matriks Pertimbangan

Terdiri atas kategori standard dan pertimbangan, dan fokus antecendents,

transaksi, dan outcomes (hasil yang diperoleh). Standar adalah kriteria yang

harus dipenuhi oleh suatu kurikulum atau program yang dijadikan evaluan.

Standar dapat dikembangkan dari karakteristik yang dimiliki kurikulum, tetapi

dapat juga dari yang lain (pre-ordinate, mutually adaptive, proses).Kategori

kedua adalah kategori pertimbangan. Kategori ini menghendaki evaluator

melakukan pertimbangan dari apa yang telah dilakukan dari kategori yang

pertama dan kedua matriks Deskripsi sampai kategori pertama matriks

Pertimbangan. Suatu evaluasi harus sampai kepada pemberian pertimbangan.

Keseluruhan matriks yang mendukung model Stake ini terdiri dari 12 kotak.

C. Prosedur Pelaksanaan Evaluasi

Cara kerja model evaluasi Stake, evaluator mengumpulkan data mengenai apa

yang diinginkan pengembang program baik yang berhubungan dengan kondisi

awal, transaksi, dan hasil. Data dapat dikumpulkan melalui studi dokumen dapat

pula melalui wawancara.

Analisis logis diperlukan dalam memberikan pertimbangan mengenai keterkaitan

antara prasyarat awal, transaksi, dan hasil dari kotak-kotak tujuan. Evaluator

harus dapat menentukan apakah prasyarat awal yang telah dikemukakan

pengembang program akan tercapai dengan rencana transaksi yang

dikemukakan. Atau sebetulnya ada model transaksi lain yang lebih efektif.

Demikian pula mengenai hubungan antara transaksi dengan hasil yang

diharapkan. Analisis kedua adalah analisis empirik. Dasar bekerjanya sama

dengan analisis logis tapi data yang digunakan adalah data empirik.

Page 5: Evaluasi Kurikulum Model Countenance Stake

Pekerjaan evaluator berikutnya adalah mengadakan analisis congruence

(kesesuaian) antara apa yang dikemukakan dalam tujuan (inten) dengan apa

yang terjadi dalam kegiatan (observasi). Perlu diperhatikan apakah yang telah

direncanakan dalam tujuan sesuai dengan pelaksanaanya di lapangan atau

terjadi penyimpangan-penyimpangan.

Apabila analisis contingency dan congruence tersebut telah selesai, maka

evaluator menyerahkannya kepada tim yang terdiri dari para ahli dan orang yang

terllibat dalam program. Tim ini yang akan meneliti kesahihan hasil analilsis

evaluator dan memberikan persepsinya mengenai faktor penting baik dalam

contingency maupun congruence. Tugas evaluator berikutnya adalah

memberikan pertimbangan mengenai program yang sedang dikaji. Untuk itu,

evaluator memerlukan standar.

Menurut Woods (1988) dalam melakukan evaluasi sebelum melakukan

pengumpulan data, maka para evaluator harus bertemu terlebih dahulu untuk

membuat kerangka acuan yang berhubungan dengan antecedents, transaksi

dan hasil. Hal tersebut dilakukan tidak hanya untuk memperjelas tujuan evaluasi

tetapi juga untuk melihat apakah model Countenance Stake’s konsisten terhadap

transactions yang dimaksud dengan antecendent dan outcome.

D. Kelebihan Dan Kelemahan

Menurut Howard, E (2008), kelebihan dan kelemahan evaluasi model

Countenance Stake’s adalah:

Kelebihannya adalah:

1. Dalam penilaiannya melihat kebutuhan program yang dilayani oleh evaluator.

2. Upaya untuk mendeskripsikan kompleksitas program sebagai realita yang

mungkin terjadi.

Page 6: Evaluasi Kurikulum Model Countenance Stake

3. Memiliki potensi besar untuk memperoleh wawaasan baru dan teori-teori

tentang lapangan dan program yang akan di evaluasi.

Kelemahannya adalah:

1. Pendekatan yang dilakukan terlalu subjektif.

2. Terjadinya kemungkinan dalam meminimalkan pentingnya instrument

pengumpulan data dan evaluasi kuantitatif.

3. Kemungkinan biaya yang terlalu besar dan padat karya.

Selain hal tersebut menurut Kemble (2010), mengatakan bahwa kelebihan

evaluasi model Countenance Stake antaralain adalah:

1. Dalam evaluasi memasukkan data tentang latar belakang program, proses

dan hasil yang merupakan perluasan ruang lingkup evaluasi pada tahun 1970-

an.

2. Evaluator memegang kendali dalam evaluasi dan juga memutuskan cara yang

paling tepat untuk hadir dan menggambarkan hasil

3. Fokus pada kekhawatiran stakeholder dan isu-isu meningkatkan komunikasi

antara evaluator dan stakeholder.

Sedangkan Menurut Robinson (2006) kelebihan model Countenance Stake yaitu

bahwa model tersebut memiliki kehatian-hatian dalam memberikan judgment

mengenai nilai aspek yang bervariasi. Model ini juga dapat memfasilitasi sebuah

pemahaman yang mendalam mengenai semua aspek program pembelajaran,

yang tidak hanya memnugkinkan evaluator untuk menentukan out come

pembelajaran, tetapi juga menunjukkan alasan dan konsekuensi dampaknya.

Model ini memberikan dasar yang kuat untuk memberikan rekomendasi dan

judgment yang menarik atas nilai sebuah pembelajaran. Depwell, F & Glynis.

(2008) kekuatan model Contenance Stake adalah di akomodasi dan penataan

berbagai tingkat data. Dalam evaluasi yang dilakukan data yang dikumpulkan

adalah campuran data kualitatif dan kuantitatif, formal dan informal, primer dan

Page 7: Evaluasi Kurikulum Model Countenance Stake

sekunder. Dalam model countenance stake semua data diolah sesuai dengan

kategori melayani dalam matriks. Woods (1988) mengatakan bahwa kekuatan

model countenance stake adalah cara dan tindakannya pasti dan dapat diamati

secara bersamaan antara standard dan judgement.

E. Contoh evaluasi model Countenance Stake

Salah satu Contoh evaluasi model Countenance Stake adalah yang dilakukan

oleh Muliayati, yaitu:

a. Judul: Evaluasi Program Pendidikan Sistem Ganda: Suatu Penelitian Evaluatif

Berdasarkan Stake’s Countenance Model Mengenai Program Pendidikan Sistem

Ganda Pada Sebuah SMK di Kota Makassar.

b. Latar Belakang Masalah:

Memasuki kerjasama ekonomi Negara-negara Asia Tenggara melalui Kawasan

Perdagangan Bebas Asean (Asean Free Trade Area/AFTA) sejak tahun 2003

dan pasar bebas dunia tahun 2020 akan menimbulkan persaingan ketat baik

barang jadi/komoditas maupun jasa. Ini berarti Indonesia harus meningkatkan

daya saing baik mutu hasil produksi maupun jasa. Peningkatan daya saing ini

dimulai dari penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas yang

merupakan faktor keunggulan menghadapi persaingan yang dimaksud. Jika kita

tidak bisa mengantisipasi persiapan SDM yang berkualitas antara lain,

berpendidikan, memiliki keahlian dan keterampilan terutama bagi tenaga kerja

dalam jumlah yang memadai, maka Indonesia akan menjadi korban

perdagangan bebas. Oleh karena itu, negara kita perlu menyiapkan SDM pada

tingkat menengah yang memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan

industri atau dunia usaha.

Page 8: Evaluasi Kurikulum Model Countenance Stake

Kepala Badan Pusat Statistik Jakarta menyatakan, bahwa Jumlah angkatan

kerja yang menganggur hingga Februari 2005 mencapai10,9 juta orang.

Tambahan pengangguran terjadi karena peningkatan angkatan kerja lebih besar

daripada ketersediaan lapangan kerja. Jumlah angkatan kerja bertambah 1,8 juta

orang yakni dari 104 juta orang pada Agustus 2004 sampai dengan Februari

2005 meningkat menjadi 105,8 juta orang (Maksum, 2005:1). Di Sulawesi

Selatan pada akhir tahun 2002 dari sekitar 3,14 juta penduduk tercatat sekitar

0,12% juta orang (3,75%) adalah angkatan kerja sedang pencari pekerjaan

sekitar 117.296 orang meningkat sebesar 35,71%. Hal ini menunjukkan bahwa

lowongan pekerjaan belum dapat menampung seluruh pencari kerja (Marsudi,

dkk, 2008:1). Hal senada disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia

(Yudhoyono, 2006:1), bahwa pemerintah juga menargetkan penciptaan lapangan

kerja untuk mengurangi jumlah tingkat pengangguran yang saat ini berkisar

10,24 persen dari total angkatan kerja. Oleh karena itu perlu ada reformasi

dalam sistem pendidikan yang mampu menghasilkan sumber daya manusia

yang siap kerja. Jika tidak, maka pendidikan hanya menghasilkan pengangguran

baru yang tidak terserap di lapangan kerja.

Berkaitan dengan keterserapan SMK di dunia kerja, menurut (Samsudi, 2008:1)

dalam pidato Dies Natalis ke-43 Unnes mengatakan, idealnya secara nasional

lulusan SMK yang bisa langsung memasuki dunia kerja sekitar 80-85%, sedang

selama ini yang terserap baru 61%. Pada tahun 2006 lulusan SMK di Indonesia

mencapai 628.285 orang, sedangkan proyeksi penyerapan atau kebutuhan

tenaga kerja lulusan SMK tahun 2007 hanya 385.986 atau sekitar 61,43%.

Menghadapi kondisi tersebut di atas, pendidikan menengah kejuruan

diperhadapkan pada berbagai permasalahan, antara lain: masalah konsepsi,

program dan operasional pendidikan. Jika masalah ini dilihat dari segi konsepsi,

maka dapat digambarkan dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) pendidikan

kejuruan berorientasi pada pasokan (supply driven oriented), tidak pada

permintaan (demand-driven); (2) program pendidikan kejuruan hanya berbasis

sekolah (school-based program); (3) tidak adanya pengakuan terhadap

Page 9: Evaluasi Kurikulum Model Countenance Stake

pengalaman belajar yang diperoleh sebelumnya (no recognition of prior

learning); (4) kebuntuan (dead-end) karier tamatan SMK; (5) guru-guru SMK

tidak berpengalaman industri (no industrial experience); (6) adanya tanggapan

keliru bahwa pendidikan hanya merupakan tanggung jawab Depdikbud/

Depdiknas; (7) pendidikan kejuruan lebih berorientasi pada lapangan kerja sector

formal; dan (8) ketergantungan SMK kepada subsidi pemerintah terutama

dibidang pembiayaan (Soenaryo, 2002:223).

Di Sulawesi Selatan terdapat 186 SMK yang terdiri dari 44 sekolah negeri dan

142 sekolah swasta (Statistik Persekolahan SMK, 2004:63). Dari jumlah SMK di

Sulawesi Selatan tesebut, seluruhnya melaksanakan PSG sesuai dengan

program sekolah masing-masing. Salah satu SMK yang telah melaksanakan

PSG sejak tahun 1999 adalah SMK Negeri 4 Makassar yang sampai saat ini

belum pernah dilakukan evaluasi untuk mengetahui apakah visi dan misi yang

telah ditetapkan bisa tercapai atau tidak. Evaluasi yang dilakukan baru dari

aspek menilai hasil belajar peserta didik yang berupa EBTA, Uji Kompetensi,

EBTANAS, UAN/UN dan Ujian Nasional Komponen Produktif dengan

pendekatan project work (kerja proyek) untuk mata diklat produktif, akan tetapi

evaluasi program secara keseluruhan belum pernah dilakukan. Untuk melihat

efektivitas pelaksanaan program tidak hanya dilihat dari factor siswanya saja

tetapi faktor-faktor lain harus diperhatikan juga. Misalnya; guru, kurikulum,

sarana dan prasarana, pembiayaan, kegiatan belajar mengajar disekolah,

kegiatan praktik kerja di industri, hubungan industri atau institusi pasangan dan

faktor lainnya. Dari permasalahan tersebut di atas, maka perlu dilakukan

penelitian secara mendalam berupa evaluasi program “Pendidikan Sistem

Ganda” (PSG) pada SMK Negeri 4 Makassar.

c. Rumusan Masalah:

Berdasarkan latar belakang diatas maka masalah penelitian ini menitik beratkan

pada evaluasi pelaksanaan program yaitu bagaimanakah efektivitas

Page 10: Evaluasi Kurikulum Model Countenance Stake

pelaksanaan pendidikan sistem ganda berdasarkan standar objektif atau kriteria

yang telah ditentukan ditinjau dari tahapan-tahapan masukan (antecedents),

proses (transactions), dan hasil (outcomes).

d. Pertanyaan Penelitian:

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi pertanyaa

penelitiannya adalah:

1. Bagaimanakah prosedur rekruitmen peserta didik, persyaratan administrasi

guru produktif, pengembangan kurikulum dengan keterlibatan industri/asosiasi,

kalender pendidikan, ketersediaan sarana dan prasarana di sekolah dan di

industri (institusi pasangan) sehingga dapat mendukung tercapainya tujuan yang

ditetapkan, serta pembiayaan pelaksanaan program sistem ganda pada tahapan

masukan (Antecedents) di SMKN 4 Makassar?

2. Bagaimanakah kegiatan pembelajar di sekolah yang terdiri dari; penguasaan

guru dalam penyiapan administrasi/bahan pembelajaran, penguasaan guru

dalam kegiatan pembelajaran,interaksi guru dan siswa, pengelolaan praktek

kerja siswa; dan bagaimana kegiatan pelatihan kerja di industri (institusi

pasangan) yang terdiri dari; identitas industri; kompetensi instruktur; dan proses

praktek kerja di industry (institusi pasangan), pelaksanaan program pendidikan

sistem ganda pada tahapan proses (transactions) SMKN 4 Makassar?

3. Bagaimanakah hasil ujian nasional, hasil ujian nasional komponen produktif

dengan pendekatan project work; dan sertifikasi; dan keterserapan tamatan di

dunia kerja pada tahapan hasil (outcomes) di SMKN 4 Makassar?

e. Tujuan Penelitian:

Berdasarkan pertanyaan evaluasi diatas maka tujuan evaluasi ini adalah:

Page 11: Evaluasi Kurikulum Model Countenance Stake

1. Mengetahui efektivitas program PSG yang berhubungan dengan system

rekruitmen peserta didik, persyaratan administrasi guru, kurikulum dengan

keterlibatan industri/asosiasi, realisasi kalender pendidikan, ketersediaan sarana

dan prasarana di sekolah dan di industri (institusi pasangan) sehingga dapat

mendukung tercapainya tujuan yang ditetapkan, serta pembiayaan pelaksanaan

program sistem ganda pada tahapan masukan (antecedent) di SMKN 4

Makassar.

2. Mengetahui efektivitas program PSG yang berhubungan dengan penguasaan

guru dalam penyiapan administrasi/bahan pembelajaran, penguasaan guru

dalam kegiatan pembelajaran, Interaksi guru dengan peserta didik, dan

pengelolaan praktek kerja industri di sekolah sedangkan di di industri (institusi

pasangan) mencakup; identitas industri, kompetensi instruktur dan proses

praktek kerja siswa di industry (institusi pasangan) pelaksanaan program PSG

pada tahapan proses (transactions) di SMKN 4 Makassar.

3. Mengetahui efektivitas program PSG yang berhubungan dengan hasil ujian

nasional dan uji nasional komponen produktif dengan pendekatan project work

dan sertifikasi, dan keterserapan tamatan pada dunia kerja, pada tahapan hasil

(outcomes) di SMKN 4 Makassar.

f. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pendidikan kejuruan baik secara

teoretis maupun praktis;

1. Teoretis, diharapkan berguna sebagai bahan untuk memperjelas konsepsi

tentang program Pendidikan Sistem Ganda (PSG).

2. Praktis, dapat dipergunakan sebagai salah satu bahan informasi kepada pihak

pengambil keputusan dalam menyelenggarakan Pendidikan Sistem Ganda

(PSG), yaitu; (a) Kepala SMKN 4 Makassar sebagai penyelenggara program

pendidikan sistem ganda (PSG); (b) Kepala Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan

Page 12: Evaluasi Kurikulum Model Countenance Stake

melalui Kepala Sub Dinas Pendidikan Kejuruan Provinsi Sulawesi Selatan; (c)

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Makassar; d) Direktur

Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen

Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional; (e) Industri

(institusi pasangan) sebagai pihak yang menerima siswa praktek kerja;

3. Siswa yang mengikuti Pendidikan Sistem Ganda (PSG).

4. Menjadi contoh atau model Pendidikan Sistem Ganda (PSG) Bidang Keahlian

Pariwisata atau Bidang Keahlian lainnya pada SMK.

5. Memberikan kontribusi berarti bagi pengembangan khasanah ilmu pendidikan

khususnya Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (PEP) di

Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

g. Tinjauan Teoritis:

1. Pengertian Evaluasi

Berbagai macam evaluasi yang dikenal dalam bidang kajian ilmu. Salah satunya

adalah evaluasi program yang banyak digunakan dalam kajian kependidikan.

Evaluasi program mengalami perkembangan yang berarti sejak Ralph Tyler,

Scriven, John B. Owen, Lee Cronbach, Daniel Stufflebeam, Marvin Alkin,

Malcolm Provus, R. Brinkerhoff dan lainnya. Banyaknya kajian evaluasi program

yang membawa implikasi semakin banyaknya model evaluasi yang berbeda cara

dan penyajiannya, namun jika ditelusuri semua model bermuara kepada satu

tujuan yang sama yaitu menyediakan informasi dalam kerangka “decision” atau

keputusan bagi pengambil kebijakan.

Terdapat beberapa definisi tentang evaluasi yang dikemukan oleh pakar,

diantaranya: (Kufman and Thomas, 1980:4) menyatakan bahwa evaluasi adalah

proses yang digunakan untuk menilai. Hal senada dikemukakan oleh (Djaali,

Mulyono dan Ramly, 2000:3) mendefinisikan evaluasi dapat diartikan sebagai

Page 13: Evaluasi Kurikulum Model Countenance Stake

proses menilai sesuatu berdasarkan kriteria atau standar objektif yang

dievaluasi. Selanjutnya (Sanders, 1994:3) sebagai ketua The Joint Committee on

Standars for Educational Evaluation mendefinisikan evaluasi sebagai kegiatan

investigasi yang sistimatis tentang kebenaran atau keberhasilan suatu tujuan.

Evaluasi program menurut Joint Commite yang dikutip oleh (Brinkerhof,

1986:xv)f adalah aktivitas investigasi yang sistematis tentang sesuatu yang

berharga dan bernilai dari suatu obyek. Pendapat lain (Denzin and Lincoln,

2000:983) mengatakan bahwa evaluasi program berorientasi sekitar perhatian

dari penentu kebijakan dari penyandang dana secara karakteristik memasukkan

pertanyaan penyebab tentang tingkat terhadap mana program telah mencapai

tujuan yang diinginkan. Selanjutnya menurut(McNamara, 2008:3) mengatakan

evaluasi program mengumpulkan informasi tentang suatu program atau

beberapa aspek dari suatu program guna membuat keputusan penting tentang

program tersebut. Keputusan-keputusan yang diambil dijadikan sebagai

indikatorindikator

penilaian kinerja atau assessment performance pada setiap tahapan evaluasi

dalam tiga kategori yaitu rendah, moderat dan tinggi (Issac and Michael,

1982:22).

Berangkat dari pengertian di atas maka evaluasi program merupakan suatu

proses. Secara eksplisit evaluasi mengacu pada pencapaian tujuan sedangkan

secara implisit evaluasi harus membandingkan apa yang telah dicapai dari

program dengan apa yang seharusnya dicapai berdasarkan standar yang telah

ditetapkan. Dalam konteks pelaksanan program, kriteria yang dimaksud adalah

kriteria keberhasilan pelaksanaan dan hal yang dinilai adalah hasil atau

prosesnya itu sendiri dalam rangka pengambilan keputusan. Evaluasi dapat

digunakan untuk memeriksa tingkat keberhasilan program berkaitan dengan

lingkungan program dengan suatu “judgement” apakah program diteruskan,

ditunda, ditingkatkan, dikembangkan, diterima atau ditolak.

Page 14: Evaluasi Kurikulum Model Countenance Stake

2. Pendidikan Sistem Ganda

Pendidikan sistem ganda (dual system) sudah berkembang lama di beberapa

negara. Kerjasama antara Republik Arab Mesir dan Republik Federasi German

berlangsung puluhan tahun yaitu sejak tahun 1950an keduanya telah

bekerjasama dibidang pendidikan teknik dan pelatihan kejuruan. Pendidikan

sistem ganda berkaitan dengan sistem pendidikan yang menekankan pendidikan

teori dan praktek. Berabad-abad yang lalu, Jerman telah mengadopsi suatu

system pendidikan sistem ganda dengan beberapa modifikasi dijalankan untuk

mengatasi perubahan dalam masyarakat dan memenuhi permintaan

masyarakat.

a. Pengertian Pendidikan Sistem Ganda (PSG)

Pendidikan sistem ganda merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan dan

pelatihan keahlian kejuruan yang secara sistematik dan sinkron antara program

pendidikan di sekolah dengan program penguasaan keahlian yang diperoleh

melalui kegiatan bekerja langsung di dunia kerja, terarah untuk mencapai suatu

tingkat keahlian professional tertentu (Djojonegoro, 1999:46). Sedangkan

menurut (Wena: 1997:30) mengatakan bahwa pemanfaatan dua lingkungan

belajar di sekolah dan di luar sekolah dalam kegiatan proses pendidikan itulah

yang disebut dengan program PSG. Hal senada dikemukan oleh (Nasir,

1998:21) mengatakan bahwa Pendidikan Sistem Ganda (PSG) ialah suatu

bentuk penyelenggaraan pendidikan kejuruan yang memadukan program

pendidikan di sekolah dan program pelatihan di dunia kerja yang terarah untuk

mencapai tujuan pendidikan kejuruan. Sedangkan pendidikan system ganda

(dual system) adalah memadukan pelatihan kejuruan paruh waktu

dikombinasikan dengan belajar paruh waktu. (The Educational System in

Germany, 1999:1).

Dari pengertian diatas, tampak bahwa PSG mengandung beberapa pengertian,

yaitu: (1) PSG terdiri dari gabungan subsistem pendidikan di sekolah dan

Page 15: Evaluasi Kurikulum Model Countenance Stake

subsistem pendidikan di dunia kerja/industri; (2) PSG merupakan program

pendidikan yang secara khusus bergerak dalam penyelenggaraan pendidikan

keahlian profesional; (3) penyelenggaraan program pendidikan di sekolah dan

dunia kerja/industry dipadukan secara sistematis dan sinkron, sehingga mempu

mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan; dan (4) proses

penyelenggaraan pendidikan di dunia kerja lebih ditekankan pada kegiatan

bekerja sambil belajar (learning by doing) secara langsung pada keadaan yang

nyata.

b. Tujuan Pendidikan Sistem Ganda

Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dengan pendekatan PSG bertujuan:

(1) menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian profesional, yaitu tenaga

kerja yang memiliki tingkat pengetahuan, keterampilan dan etos kerja yang

sesuai dengan tuntutan lapangan kerja; (2) meningkatkan dan memperkokoh

keterkaitan dan kesepadanan/kecocokan (link and match) antara lembaga

pendidikan dan pelatihan kejuruan dengan dunia kerja; (3)meningkatkan efisiensi

penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja berkualitas profesional

dengan memanfaatkan sumberdaya pelatihan yang ada di dunia kerja; (4)

memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagai

bagian dari proses pendidikan (Djojonegoro, 1999:75).

c. Karakteristik Pendidikan Sistem Ganda (PSG)

Pelaksanaan PSG pada SMK sesuai dengan konsep sistem ganda memiliki

karakteristik sebagai berikut: (a) Institusi Pasangan dan (b) Program Pendidikan

dan Pelatihan Bersama yang tediri dari: (1) Standar Kompetensi/Keahlian

Tamatan; (2) Standar Pendidikan dan Pelatihan (materi, waktu, pola

pelaksanaan); (3) Penilaian dan Sertifikasi; (4) Kelembagaan; dan (5) Nilai

Tambah dan insentif.

Page 16: Evaluasi Kurikulum Model Countenance Stake

3. Evaluasi Model Countenance Stake’s

Model evaluasi yang digunakan adalah Stake’s Countenance Model, Center for

Instructional Research and Curriculum Evaluation University of Illinois. Model

Stake’s sama dengan model CIPP dan CSE-UCLA (Center for Study of

Evaluation at the University of California at Los Angeles) dimana ketiganya

cendrung komprehensip dan mulai dari proses evaluasi selama tahap

perencanaan dari pengembangan program (Kaufman and Susan, 1980:123).

Stake mengidentifikasi 3 (tiga) tahap dari evaluasi program pendidikan dan faktor

yang mempengaruhinya yaitu:

1. Antecedents phase; sebelum program diimplementasikan: Kondisi/ kejadian

apa yang ada sebelum implementasi program? Apakah kondisi/kejadian ini akan

mempengaruhi program?

2. Transactions phase; pelaksanaan program: Apakah yang sebenarnya terjadi

selama program dilaksanakan? Apakah program yang sedang dilaksanakan itu

sesuai dengan rencana program?

3. Outcomes phase, mengetahui akibat implementasi pada akhir program.

Apakah program itu dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan? Apakah klien

menunjukkan perilaku pada level yang tinggi disbanding dengan pada saat

mereka berada sebelum program dilaksanakan? (Kaufman,1982:123). Setiap

tahapan tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu description (deskripsi) dan

judgment (penilian).

Model Stake akan dapat memberikan gambaran pelaksanaan program secara

mendalam dan mendetail. Oleh karena itu persepsi orang-orang yang terlibat

dalam sistem pendidikan seperti perilaku guru, peran kepala sekolah, peran

Page 17: Evaluasi Kurikulum Model Countenance Stake

industri, perilaku siswa dan situasi proses belajar mengajar di sekolah dan

pelatihan kerja di industri adalah kenyataan yang harus diperhatikan.

g. Metodologi Penelitian

1. Metode penelitian

Model penelitian evaluasi yang digunakan yaitu Stake’s Countenance Model

yang dikembangkan oleh Robert E. Stake. Evaluasi model ini terdiri dari tiga

tahapan/pase yaitu; masukan (antecedents), proses (transactions), dan hasil

(outcomes).

Setiap tahapan dibagi menjadi dua tahapan yaitu deskripsi (description) dan

keputusan/penilaian (judgment), Model Stake ini berorientasi pada pengambilan

keputusan (decision oriented) dan teknik pengambilan keputusan aktualitas pada

setiap tahap evaluasi atau aspek dengan cara melakukan pengukuran pada

setiap fokus evaluasi yang dirangkum dalam matrik yang diadaptasikan dalam

caseorder effect matrix (Sabarguna, 2005:27).

2. Popoulasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian evaluasi ini adalah sekolah SMK yang ada di

Makassar dan sampelnya adalah SMK Negeri 4 Makassar. Alasannya adalah

karena sekolah tersebut telah melaksanakan program PSG dan hanya satu-

satunya sekolah Bidang Bisnis dan Manajemen Program Keahlian Usaha Jasa

Pariwisata di Sulawesi Selatan.

3. Waktu evaluasi

Waktu penelitian dimulai dari bulan April 2005 sampai dengan Februari 2007.

Sedangkan penyusunan laporan dilakukan sejak awal penelitian.

Page 18: Evaluasi Kurikulum Model Countenance Stake

4. Desain Evaluasi

Berdasarkan teori stake’s diatas, maka dikembangkan desain penelitian sebagai

berikut:

5. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Untuk keperluan penelitian ini, pemilihan informan dilakukan secara purposif,

yaitu berdasarkan maksud dan tujuan penelitian.

Kriteria/ Standar objektif dalam evaluasi ini adalah:

a. Masukan (anttecedents):

1. Perekrutan siswa baru dilakukan dengan melalui seleksi dan harus memenuhi

persyaratan. Hasil seleksi menunjukkan rata –rata siswa yang diterima adalah

siswa yang mendapat nilai yang baik yaitu skor akademis diperoleh dengan rata

– rata nilai hasil ujian nasional atau nilai SKHU 6,0 dan seleksi tes kemampuan

atau tes penerimaan siswa baru dengan rata – rata 5,0.

2. Guru dan instruktur. Guru memiliki latar belakang pendidikan minimal S1 atau

D4 dan berpengalaman mengajar minimal 2 tahun serta telah mengalami

pengalaman diklat atau on the job training, sedangkan instruktur minimal D3

berpengalaman dibidangnya mempunyai pengalaman membimbing minimal 1

tahun menguasai materi latihan kerja dan strategi pembimbingan.

3. Sarana dan prasarana. Keberadaan fasilitas dan bahan praktek harus layak

antaralain:

• Prasarana yaitu tersedianya ruang belajar, ruang praktik, aula, lapangan olah

raga, kantin, toilet.

Page 19: Evaluasi Kurikulum Model Countenance Stake

• Sarana pendukung belajar meliputi sumber belajar (buku/ modul), media belajar

(radio/ tape, TV, OHP, LCD, Komputer) dan teknologi informasi.

• Bahan praktek antaralain format tiket, format laporan, ATK, dan sebagainya.

4. Pembiayaan. Sumber biaya didapat dari dana rutin, dana penunjang

pendidikan, dana bantuan oang tua, unit produksi, sharing institusi pasangan.

b. Proses (transactions)

1. Kegiatan pembelajaran disekolah:

• Guru produktif dalam penyiapan administrasi/ bahan pembelajaran mencakup

pembuatan program pembelajaran (silabus/ RPP) berdasarkan kompetensi,

penyusunan modul pembelajaran berdasarkan kompetensi, penyusunan

penilaian/ Uji kompetensi.

• Guru produktif dalam kegiatan pembelajaran antaralain penguasaan materi,

pendekatan pembelajaran berbasis kompetensi (competensi based training)

dengan system blok, keterampilan menggunakan media/ metode yang

bervariasi, penggunaan modul pembelajaran berdasarkan kompetensi,

penggunaan bahan/ peralatan praktek terutama computer/ software, pemberian

uji kompetensi setiap akhir pembelajaran dari setiap unit kompetensi, dan

pemberian materi remedial tes bagi siswa yang belum kompeten.

• Interaksi dengan siswa, memberikan perhatian kepada siswa, memberikan

umpan balik, intensitas umpan balik.

• Pengelolaan praktek kerja siswa dalam hal naskah kerjasama dengan industry

penempata kerja siswa dan seminar hasil praktek kerja siswa.

2. Kegiatan pelatihan siswa di insdutri (institusi pasangan). Identitas industry

tempat praktek kerja siswa dan pengalaman industry (institusi pasangan) yang

menerima siswa praktek selama 1 tahun.

Page 20: Evaluasi Kurikulum Model Countenance Stake

3. Latar belakang pendidikan instruktur minimal D3 atau setara, pengalaman

kerja minimal 1 tahun, penguasaan materi dengan praktek kerja siswa strategi/

metode pembimbingan yang bervariasi.

4. Proses pelatihan kerja siswa di industri (institusi pasangan) yaitu pelaksanaan

praktek kerja di industry berdasarkan program keahlian siswa minimal empat

bulan, keahlian siswa dalam menggunakan peralatan/ bahan praktek kerja,

pengisian jurnal oleh siswa dengan lengkap dari pekerjaan yang dilatihkan

sebanyak 90%dari jumlah siswa dan monitoring minimal 1x sebulan.

c. Hasil (outcomes/output) antaralain:

1. Prestasi akademik berdasarkan hasil skor Ujian Nasional (UN) yang terdiri dari

tiga mata pelajaran yaitu Bahasa Indonesia minimal 50% jumlah tamatan

memperoleh nilai ≥ 7.0, Bahasa Inggris minimal 50% jumlah tamatan

memperoleh nilai ≥ 7.01, dan Matematika minimal 50% jumlah tamatan

memperoleh nilai ≥ 5. 6

2. Ujian Nasional Komponen Produktif dengan pendekatan project work untuk

mata pelajaran produktif minimal 90% jumlah tamatan memperoleh nilai ≥ 7.0

dan mendapat sertifikat.

3. Keterserapan tamatan di dunia kerja minimal ≥ 50% dari jumlah tamatan yang

lulus uji kompetensi sesuai dengan program keahliannya dengan tenggang

waktu enam bulan.

Berdasarkan Kriteria/Standar objektif tersebut maka focus dari evaluasi ini

adalah:

a. Pada tahapan masukan (anttecedents) yang akan di evaluasi antaralain

adalah prosedur perekrutan siswa, persyaratan administrasi guru produktif,

pengembangan kurikulum dengan keterlibatan industri/ asosiasi, kalender

Page 21: Evaluasi Kurikulum Model Countenance Stake

pendidikan, ketersediaan sarana dan prasarana di sekolah dan di industry

(institusi pasangan) yang mendukung ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan

dan biaya pelaksanaan program system ganda.

b. Pada tahapan proses (transactions) yang akan dievaluasi antaralain adalah

kegiatan proses belajar mengajar yang terdiri dari: penguasaan guru dalam

penyiapan adminstrasi/ bahan pembelajaran, penguasaan guru dalam kegiatan

pembelajaran interaksi guru dan siswa, pengelolaan praktek kerja siswa dan

kegiatan pelatihan kerja di industry (institusi pasangan) yang terdiri dari identitas,

kompetensi instruktur, dan proses praktek kerja di industry (institusi pasangan)

pelaksanaan program pendidikan system ganda.

c. Hasil (outcomes/output) yang akan dievaluasi antaralain adalah hasil ujian

nasional, hasil ujian nasional komponen produktif dengan pendekatan project

work; sertifikasi dan keterserapan tamatan di dunia kerja.

h. Hasil Penelitian

1. Masukan (antecedents).

Hasil-hasil analisis evaluative selanjutnya dirangkum pada case-order effect

matrix menunjukkan bahwa berdasarkan evaluasi masukan terdapat 6 aspek dan

12 sub aspek, yang telah memenuhi standar objektif yakni 5 aspek dan 9 sub

aspek, 1 sub aspek dan 1 aspek yang tidak memenuhi standar objektif yaitu

pembiayaan, 1 sub aspek yang bisa ditolerir yaitu pendidikan minimal guru

produtif dan 2 sub aspek yang perlu perbaikan yaitu tes wawancara dan

keterlibatan industri dalam rekruitmen siswa.

2. Proses (transaction)

Hasil-hasil analisis evaluative selanjutnya dirangkum pada case-order effect

matrix menunjukkan bahwa berdasarkan sub evaluasi proses, 7 aspek dan 30

Page 22: Evaluasi Kurikulum Model Countenance Stake

sub aspek. Dari 30 sub aspek ada 27 sub aspek yang memenuhi standar

objektif, 1 aspek yang tidak terpenuhi standar objektif tetapi dapat ditolerir yaitu

pengisian jurnal siswa dan 2 sub aspek yang perlu perbaikan yaitu penyusunan

naskah kerjasama dengan industry (institusi pasangan) dan penilaian praktek

kerja siswa.

3. Hasil (outcomes)

Hasil-hasil analisis evaluative selanjutnya dirangkum pada case-order effect

matrix menunjukkan bahwa berdasarkan sub evaluasi hasil, terdapat 2 aspek

telah memenuhi standar objektif, 1 aspek yang dapat ditolerir yaitu keterserapan

tamatan di dunia kerja.

i. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

a. Antecedents (Masukan)

- Pembiayaan system ganda tidak tercapai karena beban pendidikan sebesar

80% persen diambil dari iuran pendidikan. Seharusnya sekolah mencari sumber

pendanaan dari lainnya dan tidak mengikat. Salah satunya mengembangkan unit

produksi mencari sponsor baik dari alumni ataupun dari masyarakat pada

umumnya.

- Perekrutan siswa perlu diperbaiki karena pada prosedur/ system seleksi masih

ada yang diterima siswa nilai ujian nasionalnya dibawah standar yang telah

ditentukan dan pada tes wawancara tidak melibatkan pihak industri untuk

menentukan kelulusan seleksi untuk memberi gambaran profil siswa yang

dikehendaki oleh industry baik dari segi kognitif, efektif dan psikomotorik.

- Persyaratan administrasi guru mencapai kriteria atau standar objektif terlihat

dari latarbelakang pendidikan guru dan pengalaman guru mengajar.

Page 23: Evaluasi Kurikulum Model Countenance Stake

- Kurikulum pendidikan sistem ganda dikembangkan berdasarkan kebutuhan

industry melalui sinkronasi atau maping kurikulum.

- Kalender pendidikan sistem ganda dibuat selama tiga tahun. Kalender

pendidikan dibuat sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan belajar

mangajar sehingga pembelajaran berjalan secara efektif.

- Sarana dan prasarana belajar sebagai bagian pendukung yang berpengaruh

baik yang langsung maupun tidak langsung terhadap keberhasilan program

pendidikan sistem ganda.

b. Transaction (Proses)

- Penguasaan guru dalam penyiapan administrasi/ bahan pembelajaran

membantu siswa sehingga menjadi lebih mudah belajar.

- Ketercapaian guru dalam penguasaan kegiatan pembelajaran karena adanya

dukungan yang kuat dari Kepala Sekolah, ketersediaan fasilitas yang baik di

sekolah, pengalaman diklat guru-guru produktif terutama tentang pembelajaran

competency based training (CBT) dan competency based assessment (CBA)

yang diselenggarakan oleh Makassar tourism Training Project (MTTP) for

Tourism and Travel Department-SMKN 4.

- Interaksi guru dengan siswa dalam pembelajaran mencapai kriteria atau

standar objektif terlihat dari guru yang selalu memberikan perhatian dan

membantu siswa ketika menghadapi kesulitan dalam belajar.

- Pengelolaan praktek kerja siswa mencapai kriteria atau standar objektif dalam

hal penempatan praktek kerja siswa, tetapi dalam hal naskah administrasi tidak

tercapai karena ada industry yang mau bekerja sama dengan sekolah tanpa

diberikan naskah admininstrasi oleh pihak sekolah.

- Idenstitas industry mencakup tempat praktek kerja siswa dan pengalaman

industry menerima praktek kerja mencapai kriteria karena sudah lama

membangun kerjasama dengan sekolah.

Page 24: Evaluasi Kurikulum Model Countenance Stake

- Kompetensi instruktur mencapai kriteria atau standar objektif karena hanya satu

yang memiliki latarbelakang SMK, tetapi pada umumnya instruktur sudah

membimbing lebih dari satu tahun dan menguasai materi secara profesional

serta penguasaan strategi yang baik.

- Proses praktek kerja siswa di industri (institusi pasangan) yang tidak mencapai

kriteria dan perlu diperbaiki adalah penilaian hasil praktek kerja industry karena

prosedur penilaian tidak tepat. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya pedoman

penilain di industri.

c. Outcome (hasil)

- Dalam keterserapan dunia kerja dapat ditolerir karena industry tidak mengenal

sekolah secara dekat dengan segala kompetensi yang dimiliki siswa.

2. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas dapat dikemukakan beberapa saran sebagai

berikut:

a. Umum, banyaknya aspek yang mencapai kategori tinggi pada setiap tahapan

evaluasi, ini menunjukkan bahwa program Pendidikan Sistem Ganda (PSG)

pada SMKN 4 Makassar berhasil. Walaupun masih terdapat beberapa sub aspek

yang perlu perbaikan. Artinya, keberhasilan tersebut dapat dijadikan acuan

sedang yang belum berhasil dijadikan bahan pertimbangan untuk

mengoptimalisasikan pelaksanaan PSG.

b. Khusus, beberapa rekomendasi yang perlu diperhatikan untuk

penyempurnaan program pendidikan sistem ganda sebagai berikut:

SMKN 4 Makassar antaralain adalah:

- Sekolah perlu melibatkan secara langsung industri dalam penerimaan siswa

baru, membuat naskah kerjasama/ Momorandum of Undersatanding (MOU)

dengan industri, meningkatkan kualifikasi pendidikan guru produktif UJP,

menyusun program diklat yang dilatihkan di industri (institusi pasangan),

Page 25: Evaluasi Kurikulum Model Countenance Stake

menyusun pedoman penilaian praktek kerja, penilaian di industi sepenuhnya

dilakukan oleh instruktur dan meningkatkan intensitas monitoring sehingga guru

secara tidak langsung akan mendapat pengalaman tentang kesesuaian

kompetensi siswa dengan kebutuhan kerja yang ada di industri.

- Pembiayaan pendidikan yang banyak dibebankan kepada siswa kiranya dapat

dikurangi dengan memberdayakan sumber daya yang dimiliki sekolah. Bahkan,

kalau memungkinkan gratis melalui program pendidikan wajib belajar 12 tahun;

dan

- Untuk meningkatkan capaian keterserapan tamatan dapat dilakukan berbagai

kegiatan yaitu lebih meningkatkan pendekatan pembelajaran berbasis

kompetensi (competency based training), lebih meningkatkan peran Bursa Kerja

Khusus (BKK) yang ada di sekolah, meningkatkan dan mengembangkan

kerjasama dengan Association of Indonesia Tours and Travel Agency (ASITA)

terutama dalam penyaluran tenaga kerja, Membuat program pendidikan dan

pelatihan dengan Mitra Internasional (MI).

Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan Dan Dinas Pendidikan Dan

Kebudayaan Kota Makassar; (1) Untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan

PSG di SMKN 4 Makassar, maka sebaiknya memperhatikan hasil penelitian

evaluasi ini terutama temuan yang masih memerlukan penyempurnaan, (2)

Khusus untuk biaya pendidikan yang banyak dibebankan kepada sekolah sudah

saatnya mendapat perhatian khusus dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan

dan atau pemerintah Kota Makassar untuk meningkatkan jumlah biaya

pendidikan antara lain melalui program pendidikan wajib belajar 12 tahun. Bila

memungkinkan, masuk bagian dari pendidikan gratis.

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (PSMK) Direktorat

Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departeman Pendidikan

Nasional; (1) Melalui Pendidikan Sistem Ganda (PSG) sebagai gabungan

subsistem pendidikan di sekolah dan subsistem pendidikan di dunia kerja

merupakan sisitem pendidikan kejuruan yang efektif yang dapat meningkatkan

Page 26: Evaluasi Kurikulum Model Countenance Stake

kompetensi siswa sesuai dengan kebutuhan kerja. Oleh karena itu, perlu

mengintensifkan monitoring, evaluasi dan supervisi serta pembinaan

keterlaksanaan program Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Bila memungkinkan

ada sebuah lembaga yang menangani secara khusus. (2) memanfaatkan hasil

penelitian sebagai salah satu bahan kajian untuk pengembangan program

Pendidikan Sisten Ganda (PSG).

Para Peneliti Lain: Perlu dilakukan penelitian lanjutan temuan-temuan yang

diperoleh dalam penelitian evaluasi program ini baik secara terminal maupun

longitudinal tentang program Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Khususnya

menyangkut efektifitas keterlibatan indusri dalam pelaksanaan pelatihan kerja

siswa.