20
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS MASSA TUBUH (IMT) PADA SISWA SMA MARSUDIRINI BEKASI TAHUN 2013 Gresia Yuli Hartyaningtyas 1 , Fatmah 2 1 Mahasiswa Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia 2 Staff Pengajar Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Abstrak Masa remaja adalah masa saat tingginya kebutuhan zat gizi untuk pertumbuhan dan perkembangan. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa mulai terjadi pengingkatan status gizi yang mengarah kepada gizi lebih, tetapi gizi kurang juga masih ditemui pada beberapa remaja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui fakor-faktor yang berhubungan dengan indeks Massa Tubuh (IMT) siswa SMA Marsudirini Bekasi tahun 2013. Faktor-faktor yang diteliti adalah citra tubuh, aktivitas fisik, kebiasaan makan, dan asupan zat gizi. Sampel represenstatif (n= 154, pria= 76 wanita=78) diambil dengan cara purposive sampling. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata indeks massa tubuh (IMT) siswa adalah 0.56 SD. Hasil uji statistik menyebutkan terdapat hubungan yang signifikan antara citra tubuh ( r= 0.720) dan frekuensi jajan (r= 0.242) terhadap indeks massa tubuh (IMT) siswa. Edukasi tentang citra tubuh dan pemilihan jajanan yang sehat perlu dilakukan untuk mendukung terciptanya status gizi yang baik. Kata kunci: indeks massa tubuh, citra tubuh, aktivitas fisik, kebiasaan makan, asupan zat gizi Abstract Adolescence needed more nutrition to support the physiology growth and development. Some studies showed increasing prevalence of overweight in adolescence. The purpose of this study was to examine factors related to body mass index among high school student in SMA Marsudirini Bekasi. The factors were body image, physical activity, food habit, and nutrition intakes. A representative sample (n= 154, Men=76, women= 78) was taken by purposive sampling. Mean BMI was 0.56 SD. Factors related to BMI were body image (r =0.720) and snacking frequency (r= 0.240). Adolescence health body image and health snacking education to create a good nutrition. Keyword: body mass index, body image, physical activity, food habit, nutrition intakes PENDAHULUAN Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas merupakan salah satu faktor penting untuk mencapai pembangunan nasional. Tersedianya SDM tersebut didukung oleh sektor kesehatan, seperti gizi yang baik. Permasalah gizi dapat terjadi pada semua kelompok umur dan biasanya akan memengaruhi status gizi generasi berikutnya. Selain itu, permasalahan gizi pada remaja dapat berpengaruh pada status gizi saat dewasa. Status gizi remaja diukur dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT). Data dari NHANES (National Health and Nutrition Examination Survey) memperlihatkan adanya Faktor-faktor yang..., Gresia Yuli Hartyaningtyas, FKM UI, 2013

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS MASSA …

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS MASSA TUBUH (IMT) PADA SISWA SMA MARSUDIRINI BEKASI TAHUN

2013

Gresia Yuli Hartyaningtyas1, Fatmah2

1Mahasiswa Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia 2Staff Pengajar Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Abstrak Masa remaja adalah masa saat tingginya kebutuhan zat gizi untuk pertumbuhan dan perkembangan. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa mulai terjadi pengingkatan status gizi yang mengarah kepada gizi lebih, tetapi gizi kurang juga masih ditemui pada beberapa remaja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui fakor-faktor yang berhubungan dengan indeks Massa Tubuh (IMT) siswa SMA Marsudirini Bekasi tahun 2013. Faktor-faktor yang diteliti adalah citra tubuh, aktivitas fisik, kebiasaan makan, dan asupan zat gizi. Sampel represenstatif (n= 154, pria= 76 wanita=78) diambil dengan cara purposive sampling. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata indeks massa tubuh (IMT) siswa adalah 0.56 SD. Hasil uji statistik menyebutkan terdapat hubungan yang signifikan antara citra tubuh ( r= 0.720) dan frekuensi jajan (r= 0.242) terhadap indeks massa tubuh (IMT) siswa. Edukasi tentang citra tubuh dan pemilihan jajanan yang sehat perlu dilakukan untuk mendukung terciptanya status gizi yang baik. Kata kunci: indeks massa tubuh, citra tubuh, aktivitas fisik, kebiasaan makan, asupan zat gizi

Abstract Adolescence needed more nutrition to support the physiology growth and development. Some studies showed increasing prevalence of overweight in adolescence. The purpose of this study was to examine factors related to body mass index among high school student in SMA Marsudirini Bekasi. The factors were body image, physical activity, food habit, and nutrition intakes. A representative sample (n= 154, Men=76, women= 78) was taken by purposive sampling. Mean BMI was 0.56 SD. Factors related to BMI were body image (r =0.720) and snacking frequency (r= 0.240). Adolescence health body image and health snacking education to create a good nutrition. Keyword: body mass index, body image, physical activity, food habit, nutrition intakes PENDAHULUAN

Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas merupakan salah satu faktor penting

untuk mencapai pembangunan nasional. Tersedianya SDM tersebut didukung oleh sektor

kesehatan, seperti gizi yang baik. Permasalah gizi dapat terjadi pada semua kelompok umur

dan biasanya akan memengaruhi status gizi generasi berikutnya. Selain itu, permasalahan gizi

pada remaja dapat berpengaruh pada status gizi saat dewasa.

Status gizi remaja diukur dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT). Data dari

NHANES (National Health and Nutrition Examination Survey) memperlihatkan adanya

Faktor-faktor yang..., Gresia Yuli Hartyaningtyas, FKM UI, 2013

kenaikan prevalensi gizi lebih dan obesitas. Prevalensi orang yang termasuk gizi lebih dan

obesitas dengan IMT 25.0 atau lebih meningkat dari 56% pada tahun 1988-1994 (NHANES

III) ke 64% pada NHANES 1999-2000. Penelitian pada 109 sekolah di Kanada menunjukan

bahwa 13.5% remaja termasuk dalam kategori kelebihan berat badan dan 4.1% termasuk

dalam kategori obesitas (Kamal, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Kiranni (2008) pada

118 remaja putra dan putri di Yunani menunjukan hasil rata-rata IMT sebesar 23.10 kg/m2,

dengan jumlah remaja yang termasuk obesitas sebanyak 10% dan yang termasuk dalam gizi

lebih adalah 28.1%.

Data Riskesdas tahun 2010 menunjukan data bahwa prevalensi remaja berusia 16-18

tahun yang termasuk dalam kategori gemuk sebanyak 1.4% Prevalensi kegemukan dan

kekurusan di Provinsi Jawa Barat lebih besar daripada provinsi di sekitarnya seperti Jawa

Tengah dan Banten. Prevalensi kegemukan di Jawa Barat sebesar 2.1% sedangkan di Jawa

tengah dan Banten 0.7% dan 1.5%. penelitian pendahuluan yang dilakukan pada 40 orang

siswa SMA Marsudirini Bekasi menunjukan hasil bahwa 32,5% siswa termasuk dalam

kategori gizi lebih.

Salah satu faktor yang berhubungan dengan status gizi pada remaja adalah aktivitas

fisik. Penelitian yang dilakukan di Finlandia menunjukan adanya hubungan yang berkebalikan

antara aktivtas fisik dan IMT (Lahti-Koski, 2002. Remaja yang menyukai menonton televisi

lebih dari 2 jam dalam sehari beresiko untuk memiliki berat badan lebih daripada remaja yang

menonton kurang dari sama dengan 2 jam sehari (Kaur, 2003)

Gambaran citra tubuh merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan status

gizi. Penelitian pada 242 orang anak yang berusia 10-19 tahun di Kanada menunjukan hasil

adanya hubungan yang berkebalikan antara berat badan lebih dengan citra tubuh yang sehat.

Resiko berat badan lebih berkurang 1,3 kali setiap kenaikan satu tingkat pada citra diri yang

sehat (Hanley, 2000).

Kebiasaan makan dapat berpengaruh pada status gizi. Pola makan yang kurang tepat

seperti sering tidak sarapan dapat berpengaruh pada naiknya IMT. Studi cross-sectional yang

dilakukan di Hongkong menunjukan bahwa orang yang tidak sarapan akan memiliki rata-rata

IMT yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang sarapan pagi (Tin, 2011).

Remaja SMA berumur 15-18 tahun. Pada usia ini remaja sudah mulai mencari

kemandirian dan jati diri. Oleh karena itu remaja pada usia tersebut mudah sekali terpengaruh

faktor-faktor dari luar seperti media, baik elektronik maupun media cetak (Worthingthon-

roberts, 2000). Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi persepsi remaja, termasuk dalam

persepsi untuk makan atau persepsi tentang citra tubuh.

Faktor-faktor yang..., Gresia Yuli Hartyaningtyas, FKM UI, 2013

Berbagai penelitian yang telah dijabarkan di atas menunjukan bahwa status gizi remaja

saat ini mulai mengalami kenaikan dan prevalensi gizi lebih dan obesitas sudah mulai

meningkat. Angka prevalensi gizi lebih dan kurang di Provinsi Jawa Barat lebih tinggi

daripada angka prevalensi nasional.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat

mempengaruhi indeks massa tubuh (IMT) pada remaja serta untuk mengetahui bagaimana

gambaran distribusi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor yang akan diteliti adalah aktivitas

fisik (frekuensi menonton televisi dan memainkan gadget), kebiasaan makan (kebiasaan

sarapan dan kebiasaan jajan), citra tubuh, dan asupan zat gizi (energi, karbohidrat, protein,

dan lemak).

TINJAUAN TEORITIS 1. Karakteristik Remaja

Masa remaja adalah periode dimana terjadi perubahan-perubahan secara dramatis.

Pertumbuhan yang cepat ini juga berhubungan dengan perubahan hormonal, kognitif, dan

emosional. Perubahan-perubahan ini menciptakan kebutuhan gizi yang spesial. Masa remaja

adalah masa yang rentan dengan permasalahan gizi. Hal ini disebabkan karena masa remaja

membutuhkan lebih banyak asupan giziakibat perumbuhan fisik dan pertumbuhan lainnya.

Selain itu, terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan yang dapat mempengaruhi asupan

gizi (Worthington-Roberts, 2000).

Komposisi tubuh berubah secara dramatis pada remaja putri saat pubertas. Rata-rata

lean body mass turun dari 80% menjadi 74% dari berat badan, dan lemak tubuh bertambah

dari 16% menjadi 27% saat sudah matang. Lemak tubuh pada remaja wanita mencapai

puncaknya pada usia antara 15 dan 16 tahun. Walaupun penambahan lemak pada wanita

adalah normal dan merupakan proses fisologis yang penting, remaja putri biasa memndangnya

secara negatif pada remaja laki-laki lemak tubuh berkurang saat pubertas dan menyisakan

12% pada akhir pubertas (Brown, 2005).

2.Status Gizi Remaja

Masa remaja dimulai saat seseorang berusia 9-10 tahun dan berakhir saat berusia 18

tahun (Arisman,2009). Pada masa ini terjadi perubahan yang besar dari biologis, emosional,

sosial, dan kognitif anak-anak yang berkembang menuju dewasa. Perubahan-perubahan

tersebut dapat berpengaruh langsung terhadap status gizi. Pertumbuhan dan perkembangan

Faktor-faktor yang..., Gresia Yuli Hartyaningtyas, FKM UI, 2013

yang dialami remaja secara dramatis menaikan kebutuhan mereka akan energi, protein,

vitamin, dan mineral (Brown, 2005).

Status gizi adalah kondisi tubuh yang merupakan hasil dari asupan, penyerapan, dan

penggunaan makanan (Dwyer, 1991). Gizi dan pertumbuhan mempunyai hubungan yang

saling berikatan. Gizi yang baik akan berpengaruh pada pertumbuhan yang baik dan optimal

(Samosir, 2008). Masalah gizi dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara makanan

yang dikonsumsi dengan aktivitas fisik yang dilakukan, atau kurang adekuatnya asupan zat

gizi.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

3.1 Citra Tubuh

Salah satu masalah yang dihadapi oleh remaja adalah mendapatkan bentuk

tubuh yang ideal menurut persepsi diri sendiri. Remaja pria lebih memperhatikan

tinggi badannya daripada remaja putri karena mulai adanya ketertarikan untuk

membuat kelompok-kelompok teman dan terhadap lawan jenis, dan adanya prestige

jika memiliki tinggi badan yang ideal (Macwilliams, 1993).

Penelitian yang dilakukan di Jakarta Barat menunjukan bahwa dari 130

remaja putri 47,7% diantaranya mengalami distorsi terhadap citra tubuh mereka.

Distorsi yang dimaksud adalah anggapan keadaan tubuh remaja tidak sesuai dengan

kondisi yang sebenarnya (Samosir,2008). Studi longitudinal yang dilakukan pada

remaja putri dan putra Norwegia menyatakan bahwa remaja putra mempunyai

gambaran citra tubuh yang lebih baik dibandingkan dengan remaja putri. Penelitian

ini juga menyatakan bahwa remaja yang memiliki IMT yang tinggi cenderung untuk

memiliki kepuasaan terhadap tubuh yang rendah (Holsen et all,2012). Remaja yang

beresiko untuk terkena obesitas atau overweight menunjukan hasil yang tinggi untuk

ketidakpuasan terhadap citra tubuh mereka. Sebanyak 90% remaja putra dan 91,7%

remaja putri yang overweight di Porto merasa tidak puas dengan citra tubuh mereka.

Selain itu, 18,8% remaja putra dan 44,8% remaja putri yang termasuk normal

mempunyai keinginan untuk lebih kurus lagi (Gaspar,2011).

3.2 Kebiasaan Makan

Remaja saat ini suka untuk melewati makan dan memakan apa saja yang ada

di hadapan mereka ketika mereka lapar. Penelitian yang dilakukan di Hongkong

pada remaja berusia 9-18 tahun menunjukan 22% anak merupakan breakfast skipper

Faktor-faktor yang..., Gresia Yuli Hartyaningtyas, FKM UI, 2013

(sarapan 0-2 kali/minggu). Breakfast skipper leboih banyak terjadi pada anak

sekolah menengah. IMT pada anak yang suka melewatkan sarapan lebih besar

daripada yang tidak melewatkan sarapan. IMT pada anak laki-laki yang melewatkan

sarapan lebih tinggi 0.9 kg/m2 daripada teman seumurannya yang sarapan,

sedangkan pada perempuan lebih tinggi 1.2 kg/m2. Hubungan antara melewatkan

sarapan dan IMT merupakan hubungan yang negatif, artinya semakin jarang orang

sarapan semakin tinggi IMT-nya. Hubungan yang negatif ini dapat diartikan bahwa

sarapan merefleksikan gaya hidup yang sehat (So et al, 2011).

Remaja biasanya mendapatkan seperempat sampai sepertiga energi mereka

dari cemilan. Cemilan yang biasa dikonsumsi oleh remaja adalah kentang, chips,

cookies, permen, dan es krim. Remaja menyukai menyemil karena ini dapat

dijadikan sarana untuk dapat keluar rumah dan bersosialisai dengan teman, menahan

lapar, dan merayakan hari special tertentu. Terkadang makanan cepat saji juga

dipilih sebagai makanan cemilan (Wardlaw, 2007).

3.3 Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik yang rutin akan membuat oksidasi lemak meningkat dan

nafsu makan dapat terkontrol. Aktivitas fisik juga perlu memperhatikan intensitas,

frekuensi, dan lama saat melakukan satu aktivitas. Untuk individu yang mulai

mempertlihakan tanda-tanda obesitas, latihan rutin selama 30 menit kurang mampu

untuk mencegaah kenaikan berat badan dan obesitas. Diperlukan aktivitas yang

rutin selama 45-60 menit (Worthington-Roberts, 2000). Rendahnya aktivitas fisik mempunyai peranan yang penting terhadap

perkembangan obesitas pada remaja. aktivitas fisik juga berfungsi untuk

meningkatkan kelenturan tubuh, keseimbangan, kegesitan, koordinasi yang baik, dan

menguatkan tulang (Ross,2010). Individu yang menganggap bahwa dirinya memiliki

banyak lemak biasanya adalah individu yang aktivitas fisiknya rendah daripada

mereka yang menganggap tubuhnya kurus (de Sousa, 2008).

Studi cross sectional yang dilakukan di Ghana pada 121 responden remaja

berusia 11-15 tahun menunjukan hasil bahwa 61 orang dari 121 responden menonton

TV rata-rata 2-3 jam perhari. Dari 24 responden yang menonton TV 4-5 jam sehari

sebanyak 5% overweight dan 4.1% underweight. Ketertarikan responden pada

menonton TV dapat menyebabkan berkurangnya energi yang dikeluarkan karena

menonton TV menggantikan keinginan untuk melakukan aktivitas fisik yang lain.

Faktor-faktor yang..., Gresia Yuli Hartyaningtyas, FKM UI, 2013

3.4 Asupan Energi, Protein, Karbohidrat, dan Lemak

Kebutuhan energi saat remaja dipengaruhi oleh level aktivitas, basal metabolic

rate (BMR), dan bertambahnya kebutuhan untuk mendukung perkembangan dan

pertumbuhan saat pubertas. Basal metabolic rate (BMR) berkaitan dengan banyaknya

lean body mass. Remaja pria lebih tinggi kebutuhan kalori daripada remaja putri karena

tingginya pertambahan, berat, tinggi badan, dan lean body mass pada remaja laki-laki

(Brown, 2005). Kebutuhan energi untuk remaja pria menurut AKG 2004 adalah 2600

kkal sedangkan untuk remaja putri adalah 2200 kkal.

Karbohidrat merupakan sumber energi utama pada tubuh. Beberapa macam

karbohidrat seperti buah, sayuran, gandum merupakan sumber serat utama (Brown,

2005). Menurut Depkes tahun 2002, kebutuhan karbohidrat dalam sehari adalah 60-70%

dari jumlah energi.

Kebutuhan protein pada remaja dipengaruhi oleh banyaknya protein yang

dibutuhkan untuk mempertahankan jumlah lean body mass dan untuk membuat cadangan

lean body mass yang dibutuhkan saat grow spurt (Brown, 2005). Menurut AKG protein

yang dibutuhkan oleh remaja pria berusia 16-18 tahun sebanyak 65 gram sedangkan

untuk remaja wanita 50 gram per hari. Jika asupan protein tidak mencukupi, dapat

mengakibatkan terganggunya ertumbuhan serta berkurangnya cadangan lean body mass.

Metabolisme protein sensitif terhadap pengurangan kalori pada remaja (Worthington-

Roberts, 2000).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi cross-sectional.

Penggunaan desain studi ini dikarenakan pengambilan variabel bebas dan terikat dilakukan

dalam waktu yang bersamaan. Variabel bebas yang akan diteliti adalah aktivitas fisik (lama

menonton TV, dan kebiasaan memainkan gadget), kebiasaan makan (kebiasaan sarapan pagi

dan kebiasaan jajan), asupan zat gizi, dan persepsi diri terhadap citra tubuh, sedangkan

variabel terikatnya adalah IMT (Indeks massa Tubuh) remaja. Kegiatan penelitian akan

dimulai pada bulan Maret sampai bulan April 2013. Penelitian ini bertempat di SMA

Marsudirini Bekasi.

Populasi target dari penelitian ini adalah semua remaja di SMA di daerah Bekasi.

Populasi studi adalah semua siswa di SMA Marsudirini Bekasi. Kriteria inklusi dari penelitian

ini adalah siswa yang masih terdaftar sebagai siswa aktif, hadir pada saat pengambilan data,

Faktor-faktor yang..., Gresia Yuli Hartyaningtyas, FKM UI, 2013

dan berasal dari kelas X dan XI. Kriteria eksklusi adalah siswa yang sedang sakit dan tidak

hadir saat pengambilan data berlangsung. Rumus pengujian hipotesis dua proporsi dipakai

untuk mengetahui jumlah sampel minimal dari penelitian ini.

! =(!!!!!

2! 1− ! +  !!!! !!(1− ! +  !!(1− !!))!

(!! − !!)!

n = Jumlah sampel

Z1-α/2 = Derajat kepercayaan

!!!! = Kekuatan uji yang akan diukur

P1 = Proporsi

P2 = Proporsi

Setelah dihitung didapatkan hasil besar sampel dalam penelitian ini adalah 74

responden. jumlah tersebut kemudian dikalikan dengan dua karena rumus yang dipakai adalah

rumus untuk hipotesis dua proporsi. Hasil sampel minimal yang harus diambil adalah 148

responden. untuk mengantisipasi sampel yang keluar, besar sampel ditambahkan 10%

sehingga total sampel yang harus diambil dari penelitian ini adalah 163 responden.

Penelitian ini akan menggunakan instrument timbangan, microtoise, kuesoner, dan

form food recal 24 hours. Pengukuran antropometri untuk berat badan menggunakan

timbangan injak digital dengan ketelitian 0.01 kg dan sudah dikalibrasikan dengan seca,

sedangkan untuk mengukur tinggi badan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0.1 cm.

Kuesioner digunakan untuk mengambil data aktivitas fisik (lama tidur, lama menonton TV,

dan kebiasaan memainkan gadget), karakteristik orang tua (pekerjaan, pendidikan, dan bentuk

tubuh orang tua), kebiasaan makan (kebiasaan sarapan pagi), dan persepsi diri terhadap citra

tubuh. Kuesioner untuk aktivitas fisik menggunakan kuesioner PAQ-A. Penggunaan food

recall adalah untuk mengukur berapa asupan zat gizi (energi, karbohidrat, protein, dan lemak)

yang responden dapatkan dalam sehari. Food recall akan diisi oleh peneliti dengan cara

mewawancari responden.

Data akan dianalisa dengan dengan analisa univariat dan analisa bivariat. Analisis

univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari setiap variabel penelitian. Hasil

dari analisis univariat akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan dinarasikan. Analisis bivariat

digunakan untuk melihat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dalam

penelitian. Uji yang akan dilakukan untuk analisa bivariat menggunakan uji korelasi.

HASIL PENELITIAN

Faktor-faktor yang..., Gresia Yuli Hartyaningtyas, FKM UI, 2013

Tabel Distribusi Data Hasil Univariat Siswa SMA Marsudirini Bekasi Tahun 2013 Variabel Mean SD Minimal Maksimal 95% CI

IMT 0.56 SD 1.38 -2.90 5.36 0.34-0.78 Citra Tubuh 0.46 1.38 -3 4 0.24-0.68 Kebiasaan Makan - Frekuensi Jajan 2.03 1.74 0 17 1.75-2.30 - Sarapan 4.73 2.59 0 7 4.31-5.14 Aktivitas - Frekuensi Menonton TV 3.08 1.79 0 10 2.8-3.37

- Frekuensi Memakai Gadget 5.79 3.69 0 20 5.20-6.38

- Aktivitas Fisik 2.17 0.57 1.13 3.80 2.08-2.27 Asupan - Energi 1833.75 523.44 761 3181 1750-1917.08 - Karbohidrat 233.99 70.88 89.35 413.20 222.71-245.27 - Protein 62.48 19.32 27.85 124.10 59.40-65.55 - Lemak 69.84 27.34 15.70 165.10 65.49-74.19

Tabel 5.2 menampilkan hasil analisa data univariat. Dari hasil analisa di atas didapatkan

data rata-rata indeks massa tubuh (IMT) siswa SMA Marsudirini Bekasi adalah sebesar 0.56

SD (95% CI 0.34-0.78). Standar Deviasi sebesar 1.38. IMT terendah adalah -2.90 SD dan

IMT tertinggi adalah 5.36 SD. Dari hasil estimasi interval didapatkan hasil bahwa 95%

diyakini rata-rata IMT siswa SMA Marsudirini Bekasi diantara 0.34 sampai dengan 0,78 SD.

Hasil analisa menunjukan bahwa rata-rata pandangan responden terhadap citra tubuhnya

adalah 0.46 atau sudah puas terhadap bentuk tubuhnya. Standar deviasi dari citra tubuh

sebesar 1.38. Kepuasan terhadap bentuk tubuh responden paling rendah adalah -3 dan paling

tinggi adalah 4. Hasil estimasi interval didapatkan hasil bahwa 95% diyakini rata-rata tingkat

kepuasan terhadap bentuk tubuh responden diantara 0.24-0.68.

Rata-rata dari frekuensi sarapan responden adalah 4.73 dengan standar deviasi sebesaar

2.59. Frekuensi tertinggi sarapan pada responden adalah 7 kali dalam seminggu. Nilai estimasi

interval menunjukan 95% rata-rata frekuensi sarapan responden berada di 4.31-5.14.

Hasil analisa univariat menunjukan rata-rata frekuensi jajan responden adalah 2.03 kali.

Standar deviasi sebesar 1.74. Nilai frekuensi terkecil adalah 0 dan nilai frekuensi terbesar

adalah 17 kali. Dari hasil estimasi interval dapat dikatakan 95% rata-rata frekuensi jajan

responden ada diantara 1.75 sampai dengan 2.30.

Hasil analisa di atas menunjukan rata-rata frekuensi responden menonton TV adalah

3.08 kali. Standar deviasi sebesar 1.79. Frekuensi terendah responden menonton TV adalah 0

jam dan frekuensi tertinggi responden adalah 10 jam dalam sehari. Hasil esytimasi interval

menunjukan bahwa 95% rata-rata frekuensi jajan responden ada diantara 2.8-3.37 kali.

Analisa di atas menunjukan bahwa rata-rata frekuensi responden dalam memakai gadget

adalah 5.79 jam. Besar standar deviasi adalah 3.69. Frekuensi terendah adalah 0 jam dan

Faktor-faktor yang..., Gresia Yuli Hartyaningtyas, FKM UI, 2013

frekuensi terlama dalam memainkan gadget adalah 20 jam dalam sehari. Hasil dari nilai

estimasi menunjukan bahwa 95% rata-rata frekuensi responden memainkan gadget ada

diantara 5.20-6.38.

Hasil analisa menunjukan hasil rata-rata dari aktivitas fisik responden adalah 2.17. Besar

standar deviasi adalah 0.57. Nilai aktivitas fisik terendah adalah 1.13 sedangkan nilai aktivitas

fisik tertinggi adalah 3.80. Berdasarkan nilai estimasi interval 95% rata-rata aktivitas fisik

responden berada diantara 2.08-2.27.

Hasil dari analisa asupan energi responden didapatkan hasil rata-rata dari asupan energi

responden adalah 1833.75 kkal dengan standar deviasi sebesar 523.44. Asupan energi

terendah adalah 761 kkal, sedangkan asupan energi terbesar responden adalah 3181 kkal. Dari

nilai estimasi interval dapat dikatakan 95% rata-rata asupan energi responden berada di antara

1750-1917.08 kkal.

Analisa data dari asupan karbohidrat menunjukan rata-rata dari asupan karbohidrat

responden adalah sebanyak 233.99 gram. Satndar deviasi sebesar 70.88. Nilai asupan

karbohidrat terendah adalah 89.35 gram dan asupan tertinggi adalah 413.20 gram. Hasil

estimasi interval menunjukan 95% rata-rata asupan karbohidrat responden berada diantara

222.71-245.27 gram.

Rata-rata dari asupan protein responden adalah 62.48 gram dengan standar deviasi

sebesar 19.32. Asupan minimum dari responden adalah 27.85 gram dan asupan tertinggi

responden adalah 124.10 gram. Estimasi interval menunjukan rata-rata asupan protein

responden berada di antara 29.40-65.55 gram.

Hasil analisa univariat asupan lemak menunjukan rata-rata dari asupan lemak responden

adalah 69.84 gram. Besar standar deviasi 27.43. Asupan terendah dari responden adalah 16.70

gram dan asupan tertinggi 165.10 gram. Rata-rata dari asupan lemak responden terletak

diatnara 65.49-74.19 gram. Dibawah ini adalah hasil univariat setelah dikategorikan

Tabel Distribusi Frekuensi Hasil Univariat Siswa SMA Marsudirini Bekasi Tahun 2013

Variabel Kategori Pria Wanita

Jumlah Persentase (%) N % n %

IMT Kurus 2 2.6 2 2.6 4 2.6 Normal 43 56.6 53 67.9 96 62.3 Overweight 31 40.8 23 29.5 54 35.1

Citra Tubuh Puas 19 25 14 17.9 33 21.4 Tidak Puas 57 75 54 82.1 121 78.6

Kebiasaan Makan

-­‐ Frekuensi Sarapan ≥5 kali 49 64.5 47 60.3 96 62.3 < 5 kali 27 35.5 31 39.7 58 37.7

-­‐ Frekuensi Jajan ≤ 2 kali 54 71.1 61 78.2 115 74.7

Faktor-faktor yang..., Gresia Yuli Hartyaningtyas, FKM UI, 2013

> 2 kali 22 28.9 17 21.8 39 25.3 Aktivitas - Frekuensi Menonton TV

> 2 jam 64 84.2 67 85.9 131 85.1 ≤ 2 jam 12 15.8 11 14.1 23 14.9

- Frekuensi Memakai Gadget

> 2 jam 73 96.1 72 92.3 145 94.2 ≤ 2 jam 3 3.9 6 7.7 9 5.8

- Aktivitas Fisik ≤ 2.09 31 40.8 47 60.3 78 50.6 >2.09 45 59.2 31 39.7 76 49.4

Asupan Zat Gizi Energi Kurang 49 64.5 49 62.8 98 63.6

Cukup 20 26.3 15 19.2 35 22.8 Lebih 7 9.2 14 17.9 21 13.6

Karbohidrat Kurang 75 98.7 72 92.3 147 95.5 Cukup 1 1.3 5 6.4 6 3.9 Lebih 0 0 1 1.3 1 0.6

Protein Kurang 36 47.4 39 50 75 48.7 Cukup 37 48.7 24 30.8 61 39.6 Lebih 3 3.9 15 19.2 18 11.7

Lemak Kurang 25 32.9 19 24.4 44 28.6 Cukup 14 18.4 21 26.9 35 22.7 Lebih 37 48.7 38 48.7 75 48.7

5.4 Hasil Analisa Bivariat

Tabel Hasil Bivariat Memakai Korelasi Variabel R P value

Citra Tubuh 0.720 0.0005* Frekuensi jajan 0.242 0.002* Frekuensi Sarapan -0.22 0.791 Menonton TV -0.124 0.126 Memainkan Gadget -0.119 0.143 Aktivitas Fisik 0.44 0.589 Asupan Energi -0.16 0.846 Asupan Karbohidrat -0.16 0.189 Asupan Protein -0.02 0.98 Asupan Lemak 0.11 0.16 *Terdapat hubungan yang bermakna

Hasil analisa data di atas menunjukan bahwa terdapat hubungan antara citra tubuh

dengan Indeks Massa Tubuh. Hubungan antara kedua variabel ini termasuk hubungan yang

kuat (r=0.720). Hubungan ini juga berpola positif sehingga dapat dikatakan bahwa semakin

tinggi nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) responden, semakin tinggi pula persepsi responden

terhadap citra tubuhnya.

Berdasarkan hasil uji statistik pada variabel frekuensi jajan dan IMT responden

didapatkan hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara frekuensi jajan dengan IMT

responden. Kekuatan dari hubungan kedua variabel ini termasuk dalam kategori hubungan

lemah dan berpola positif. Dapat dikatakan bahwa semakin besar Indeks Massa Tubuh (IMT)

responden maka semakin tinggi juga frekuensi jajannya.

Faktor-faktor yang..., Gresia Yuli Hartyaningtyas, FKM UI, 2013

Analisa bivariat menggunakan uji korelasi dilakukan pada variabel frekuensi sarapan

dengan indeks massa tubuh (IMT). Didapatkan hasil P value sebesar 0.791, nilai P value yang

>0.05 menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara kedua variabel tersebut.

Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui ada atau tidak hubungan antara frekuensi

menonton TV dalam sehari dengan indeks massa tubuh (IMT) responden. Hasil yang

didapatkan adalah tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kedua varibel tersebut (P

value= 0.126).

Analisa bivariat juga dilakukan pada variabel frekuensi memainkan gadget dalam sehari

dengan indeks massa tubuh responden. Didapatkan nilai P value sebesar 0.143. Nilai P value

tersebut lebih besar dari 0.05 yang menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara frekuensi memainkan gadget dengan indeks massa tubuh.

Hasil uji statistik menggunakan korelasi antara aktivitas fisik dengan indeks massa

tubuh (IMT) responden mempunyai nilai P value sebesar 0.589. Hasil P value uji statistic

lebih besar dari 0.05, sehingga didapatkan hasil tidak terdapat hubungan yang bermakna

antara aktivitas fisik dengan indeks massa tubuh (IMT).

Hasil analisa pada asupan karbohidrat dan IMT menunjukan tidak ada hubungan yang

signifikan antara asupan karbohidrat dengan indeks massa tubuh responden (Pvalue = 0.189).

Uji korelasi menunjukan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan

indeks massa tubuh (Pvalue= 0.98). Analisa bivariat menggunakan uji korelasi menunjukan

hasil tidak adanya hubungan antara asupan lemak dengan indeks massa tubuh (p value= 0.16).

Hasil analisa dengan uji korelaso di atas menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara

frekuensi sarapan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) responden (P value= 0.436).

PEMBAHASAN 1. Indeks Massa Tubuh

Hasil analisa data Indeks Massa Tubuh (IMT) responden menunjukan 2.6% siswa

memiliki status gizi kurang, 62.3% siswa termasuk gizi normal, dan 35.1% termasuk dalam

gizi lebih. Rata-rata indeks massa tubuh (IMT) adalah 0.56 SD dengan IMT terendah adalah -

2.90 SD dan IMT tertinggi adalah 5.36 SD. Dari rata-rata IMT dapat terlihat rata-rata status

gizi responden termasuk dalam status gizi normal.

Rata-rata IMT pada responden pria adalah 0.73 SD dengan nilai minimum dan

maksimum -2.49 dan 5.36, sedangkan rata-rata IMT pada responden wanita adalah 0.39

dengan nilai minimum dan maksimum sebesar -2.9 dan 3.36. Hasil analisa kategorik pada

IMT menurut jenis kelamin menunjukan hasil responden pria yang masuk ke dalam kategori

gizi normal adalah 56.6%, gizi kurang 2.6%, dan gizi lebih adalah 40.8%. Hasil pada

Faktor-faktor yang..., Gresia Yuli Hartyaningtyas, FKM UI, 2013

responden wanita menunjukan responden yang termasuk dalam kategori gizi normal sebanyak

61.9%, gizi kurang 2.6%, dan gizi lebih 29.5%. Data ini menunjukan gizi lebih banyak terjadi

pada responden pria daripada responden wanita. Beberapa penelitian menunjukan bahwa

kejadian gizi lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini tidak berlaku bagi responden.

responden wanita lebih banyak termausk dalam kategori gizi normal, hal ini dapat

menandakan bahwa responden remaja wanita mulai memperhatikan dan menjaga berat badan

mereka.

2. Hubungan Antara Citra Tubuh dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Berdasarkan hasil univariat citra tubuh didapatkan hasil bahwa rata-rata dari citra tubuh

responden adalah 0.46 dengan nilai tertinggi adalah 4. Setelah dikategorikan, lebih banyak

responden yang merasa tidak puas daripada responden yang merasa puas terhadap tubuhnya. .

Citra tubuh yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ketepatan responden dalam

mempersepsikan ukuran tubuhnya.

Analisa pada citra tubuh menurut status gizi didapatkan hasil rasa tidak puas terhadap

citra tubuh lebih banyak dialami oleh responden yang termasuk dalam kategori gizi lebih

daripada responden gizi normal. Sebanyak 90.7% responden gizi lebih merasa tidak puas pada

citra tubuh mereka.

Hasil analisa juga menunjukan ketidakpuasan terhadap tubuh lebih banyak ditunjukan

oleh responden wanita (82.1%) dibandingkan dengan responden pria (75.5%). Hasil ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gaspar (2011) yang menyatakan remaja wanita

memiliki nilai ketidakpuasan terhadap tubuh mereka lebih tinggi daripada remaja pria.

Perbedaan ini dapat disebabkan karena remaja wanita lebih mudah terpapar dengan pengaruh

media, faktor sosial, dan faktor teman sepermainan. Ketidakpuasan terhadap tubuh berbanding

terbalik antara remaja pria dan wanita, remaja pria lebih menginginkan tubuh yang lebih besar

sedangkan remaja wanita ingin agar tubuh mereka lebih kurus.

Uji korelasi yang dilakukan pada citra tubuh terhadap Indeks Massa Tubuh (IMT)

menunjukan adanya hubungan yang berpola positif dan bersifat kuat. Hal ini menunjukan

bahwa semakin besar IMT responden maka akan semakin besar juga ketidakpuasan responden

terhadap tubuhnya. Hasil uji ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Restiani

(2012), Samosir (2008), Laus (2011) yang menyatakan bahwa remaja dengan dengan status

gizi lebih beresiko untuk memiliki ketidakpuasan terhadap tubuhnya lebih besar daripada

remaja yang berstatus gizi normal. Studi yang dilakukan oleh Wardle (2005) pada nilai

tingginya ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh pada remaja pria dan wanita yang gemuk

Faktor-faktor yang..., Gresia Yuli Hartyaningtyas, FKM UI, 2013

menunjukan bahwa kegemukan pada saat remaja mengakibatkan tingginya body concern dan

ketidaknyamanan tubuh.

3. Hubungan Antara Kebiasaan Sarapan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Hasil analisa univariat pada kebiasaan sarapan menunjukan hasil rata-rata frekuensi

sarapan responden pada responden adalah 4.73 atau 4 kali dalam seminggu. Hasil yang

diperoleh adalah 59 orang responden sarapan setiap hari. Alasan mengapa mereka tidak

sempat sarapan adalah karena tidak sempat, tidak tersedianya makanan, dan tidak terbiasa

untuk sarapan pagi. Studi yang dilakukan oleh Afenito, et al (2005) menunjukan hasil

kebiasaan sarapan setiap pagi berkurang dengan bertambahnya usia sesorang.

Uji korelasi yang dilakukan pada IMT dan frekuensi sarapan responden menunjukan

tidak adanya hubungan antara frekuensi sarapan dengan IMT responden. Penelitian ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Affenito (2005) dan Samosir (2008).

Uji korelasi dilakukan pada asupan energi, asupan karbohidrat, dengan frekuensi

sarapan. Hasil dari uji korelasi tersebut adalah terdapat hubungan yang berpola positif antara

asupan energi dan asupan karbohidrat dengan frekuensi sarapan. Timlin (2007) dalam

penelitiannya menyebutkan bahwa remaja yang lebih sering sarapan memiliki asupan energi,

karbohidrat, dan serat yang tinggi, tetapi rendah pada asupan lemak jenuh. Hal ini berpotensi

untuk terciptanya energi yang seimbang dan lebih terkontrolnya berat badan.

4. Hubungan Antara Frekuensi Jajan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Hasil analisa menunjukan rata-rata frekuensi jajan responden adalah 2.03 kali atau 2 kali

dalam sehari. Uji korelasi terhadap frekuensi jajan dan Indeks Massa Tubuh (IMT) didapatkan

hasil bahwa terdapat hubungan antara frekuensi jajan dengan IMT. Hubungan kedua variabel

berpola positif dan mempunyai hubungan yang lemah. Hubungan yang berpola positif

menunjukan semakin besar frekuensi jajan semakin besar pula IMT responden.

Responden rata-rata membeli jajanan saat disekolah atau saat pulang sekolah. Waktu

istirahat di sekolah terbagi menjadi 2 jam yang masing-masing berdurasi 15 menit. Terdapat

perbedaan dalam pemilihan jajanan pada wanita dan pria. Pada responden wanita lebih

menyukai untuk membeli jajanan makanan kecil seperti donat, cireng, chiki, atau biscuit

lainnya. pada responden pria jajanan yang dipilih adalah makanan berat seperti nasi, ketoprak,

mie ayam, dan lain-lain. Frekuensi jajan pada wanita (91%) lebih besar dari pria (85.5%).

Jajanan yang dipilih oleh responden banyak mengandung lemak dan karbohidrat yang jika

berlebihan akan menumpuk di dalam tubuh. Penumpukan ini dapat mengakibatkan naiknya

IMT seseorang.

5. Hubungan Antara Menonton Televisi dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Faktor-faktor yang..., Gresia Yuli Hartyaningtyas, FKM UI, 2013

Analisa univariat menunjukan hasil analisa frekuensi rata-rata responden menonton TV

adalah sebanyak 3 jam 8 menit dalam sehari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Kaur (2003) yang menyatakan bahwa orang yang menonton televisi lebih dari 2 jam sehari

lebih beresiko untuk terjadi kenaikan IMT, maka frekuensi menonton TV dikategorikan

menjadi ≤2 jam dan > 2 jam dalam sehari. Hasil yang didapatkan adalah sebanyak 131 orang

responden termasuk dalam kategori menonton televisi >2 jam dalam sehari.

Uji korelasi yang dilakukan pada IMT responden dan frekuensi menonton televisi

didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara frekuensi menonton TV dengan IMT

remaja. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Samosir (2008).

Uji korelasi dilakukan terhadap aktivitas fisik. Hasil uji menyebutkan terdapat hubungan

yang bermakna antara aktivitas fisik dengan frekuensi menonton TV. Penelitian yang

dilakukan di Valencia pada responden berusia 15 tahun ke atas menemukan hubungan yang

positif dan independen pada banyaknya jam menonton TV dan resiko obesitas. Penelitian ini

menujukan bahwa orang yang menonton tv diatas 4 jam dalam sehari memiliki resiko

obersitas 2.38 kali daripada orang yang menonton tv 1 jam atau kurang dalam sehari.

Menonton TV telah diduga menjadi faktor penyebab ketidakatifan tubuh. Menonton TV bisa

menggantikan aktivitas fisik yang lain yang membutuhkan energi yang lebih banyak (Vioque,

2000).

6. Hubungan Antara Memainkan Gadget dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Hasil analisa univariat menunjukan hasil rata-rata frekuensi memakai gadget pada

responden adalah 5.79 jam dalam sehari. Frekuensi tertinggi dalam memainkan gadget pada

responden adalah 20 jam dalam sehari. Gadget yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

handphone, tablet, laptop, PSP, dan lain-lain. kemudian frekuensi dikategorikan menjadi

lebih menjadi ≤2 jam dan >2 jam sehari. Setelah dikategorikan, 94.2% responden memakai

gadget lebih dari 2 jam sehari.

Uji bivariat dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara memainkan

gadget dengan IMT. Hasil dari uji bivariat adalah ada hubungan antara frekuensi memainkan

gadget dengan IMT pada remaja. penelitian ini tidak sejalan dengan Rodriguez (2008) yang

menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kenaikan IMT dengan frekuensi bermain video

games.

Rata-rata responden memainkan gadget adalah 5.79 jam dalam sehari. Rata-rata ini lebih

tinggi daripada rata-rata reponden menonton TV yaitu 3.08 jam dalam sehari. Dapat dikatakan

responden mulai beralih dari menonton TV ke memainkan gadget. Kelebihan gadget saat ini

adalah mudah dibawa pergi sehingga remaja dapat memakai dan memainkannya dimanapun

Faktor-faktor yang..., Gresia Yuli Hartyaningtyas, FKM UI, 2013

mereka berada. Hal ini membuat aktivitas fisik remaja menjadi berkurang. Waktu yang

seharusnya bisa dipakai untuk melakukan aktivitas fsisk di luar rumah digantikan dengan

memainkan gadget.

7. Hubungan Antara Aktivitas Fisik dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Rata-rata aktivitas fisik responden berdasarkan analisa univariat adalah 2.17 dengan

nilai tertinggi aktivitas fisik yaitu 3.80 dan nilai terendah 1.13. Hasil tersebut menunjukan

rata-rata aktivitas fisik responden termasuk rendah. Hal ini ditunjukan dengan jumlah

responden yang melakukan aktivitas rendah berjumlah 87 orang. responden yang termasuk

kategori kurus (status gizi kurang) cenderung untuk memiliki aktivitas fisik yang lebih tinggi.

Hasil uji korelasi terhadap Indeks Massa Tubuh (IMT) menunjukan bahwa tidak

terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan IMT. Tidak adanya hubungan antara aktivitas

fisik dan IMT dapat disebabkan karena kurang bervariasinya jenis aktivitas fisik yang

dilakukan oleh responden. Responden merupakan siswa sekolah yang aktivitasnya masih

dibatasi oleh jam sekolah dan hari sekolah. Responden bersekolah dari hari Senin sampai hari

Sabtu Hal ini dapat mengakibatkan aktivitas yang mereka lakukan hampir sama dalam waktu

satu minggu. Jenis olahraga yang dilakukan juga terbatas pada olahraga yang dilakukan di

sekolah saat jam olahraga. Saat waktu luang biasanya dipakai untuk beristirahat. Penelitian ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rodriguez (2008) yang menyatakan bahwa

aktivitas fisik tidak berhubungan dengan kejadian obesitas. Penelitian ini juga menyatakan

bahwa yang perlu diperhatikan adalah durasi, intensitas, dan jenis dari aktivitas fisik yang

dilakukan.

Penelitian yang dilakukan oleh Pearson (2005) menemukan hasil bahwa hubungan

antara aktivitas fisik dan indeks massa tubuh (IMT) berubah sesuai dengan usia. Pada awal

mas remaja, aktivitas fisik yang tinggi atau frekuensi menonton tv yang rendah berhubungan

dengan rendahnya indeks massa tubuh. Pada masa remaja lanjutan (16 tahun) frekuensi

menonton tv dan aktivitas fisik tidak berhubungan dengan indeks massa tubuh (IMT).

8. Hubungan Antara Asupan Energi dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Hasil univariat dari asupan energi menyatakan bahwa rata-rata dar asupan energi

responden adalah 1833 kkal dengan nilai asupan tertinggi adalah 3181 kkal. Menurut AKG

2004 kebutuhan kalori rata-rata untuk remaja pria yang berusia 16-18 tahun adalah 2600 kkal

sedangkan untuk remaja wanita usia 16-18 tahun adalah 2200 kkal. Hasil univariat

menunjukan bahwa rata-rata responden tidak mencukupi kebutuhan kalorinya. Sebanyak

82.1% responden wanita tidak mencukupi kebutuhan energinya dalam sehari sedangkan

sebanyak 90.8% responden pria tidak mencukupi kebutuhan kalorinya. Hal ini dapat

Faktor-faktor yang..., Gresia Yuli Hartyaningtyas, FKM UI, 2013

disebabkan karena responden pria tidak terlalu suka untuk mengemil atau membeli jajanan,

mereka lebih menyukai mengonsumsi langsung makanan berat.

Hasil korelasi yang dilakukan pada asupan energi menunjukan hasil tidak ada hubungan

antara asupan energi dengan IMT remaja. Hasil ini dapat disebabkan karena rata-rata asupan

energi responden kurang dari kebutuhan rata-rata tiap harinya. Tidak berhubungannya kedua

variabel ini dapat disebabkan karena tingginya variasi energi yang diasup ileh responden.

9. Hubungan Antara Asupan Karbohidrat dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Karbohidrat merupakan sumber energi utama. Satu kilogram karbohidrt menghasilkan

energi sebanyak 4 kkal. Menurut PUGS, sebaikanya konsumsi karbohidrat sebanyak 60% dari

total energi perhari (Almatsier, 2004). Jika dihitung menggunakan kebutuhan energi rata-rata

AKG 2004, kebutuhan karbohidrat perhari responden pria adalah 390 gram dan responden

wanita adalah 330 gram per hari. Menurut hasil univariat didapatkan hasil bahwa rata-rata

asupan karbohidrat responden adalah 233.99 gram. Dapat dikatakan rata-rata asupan

karbohidrat responden tidak mencukupi dengan rata-rata asupan karbohidrat yang seharusnya

dipenuhi dalam sehari.

Uji korelasi yang dilakukan pada asupan karbohidrat. Didapatakan hasil bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara asupan karbohidrat dengan IMT. Hasil ini tidak sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Restiani (2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan

antara karbohidrat dengan IMT.

10. Hubungan Antara Asupan Protein dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Protein merupakan salah satu zat gizi makro yang berfungsi untuk membangun dan

menjaga sel-sel tubuh (Almatsier, 2004). Satu gram protein menyumbangkan energi sebanyak

4 kkal. Menurut standar PUGS, rata-rata kebutuhan protein perhari adalah 15% dari

kebutuhan energi total. Jika dihitung menggunakan kebutuhan energi AKG 2004 didapatkan

hasil bahwa kebutuhan protein dalam sehari untuk responden pria adalah 97.5 gram dan untuk

reponden wanita adalah 82.5 gram perhari.

Berdasarkan hasil univariat pada asupan energi didapatkan hasil bahwa rata-rata asupan

protein responden adalah 62.48 gram perhari. Hal ini menunjukan bahwa rata-rata asupan

protein responden tidak mencukupi kebutuhan harian protein. Uji korelasi yang dilakukan

juga menunjukan hasil tidak ada hubungan antara asupan protein dengan IMT responden.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Restiani (2012).

11. Hubungan Antara Asupan Lemak dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Lemak merupakan zat gizi makro yang menyumbangkan energi paling besar, yaitu 9

kkal per satu gramnya. Lemak berfungsi sebagai sumber energi, penghangat tubuh, pelindung

Faktor-faktor yang..., Gresia Yuli Hartyaningtyas, FKM UI, 2013

organ-organ penting, menyerap vitamin yang larut dalam lemak (Vit. A,D,E,K), dan lain-lain

(Almatsier,2004). Kebutuhan lemak sehari menurut PUGS adalah 25% dari total energi.

Dengan menggunakan kebutuhan rata-rata energi AKG 2004, didapatkan hasil bahwa rata-rata

kebutuhan lemak perhari untuk pria adalah 72.2 gram dan untuk wanita adalah 61.1 gram.

Rata-rata asupan lemak responden adalah 69.84 gram. Rata-rata ini termasuk cukup

untuk responden wanita, tetapi masih di bawah rata-rata bagi responden pria. Dari hasil

analisa data didapatkan hasil bahwa rata-rata responden wanita yang mencukupi kebutuhan

lemak sebanyak 51.3%. Hasil yang sama ditunjukan oleh rata-rata asupan lemak responden

pria. Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara asupan lemak

dengan IMT. Hasil yang didapatkan adalah tidak ada hubungan antara asupan lemak dengan

IMT responden.  

KESIMPULAN

1. Rata-rata IMT respondenmenunjukan bahwa status gizi siswa termasuk gizi normal.

Hasil ini juga didukung setelah data IMT dikategorikan, didapatkan hasil bahwa IMT

reponden lebih banyak termasuk dalam kategori gizi normal.

2. Rata-rata gambaran citra tubuh responden adalah 0.46. Setelah dikategorikan,

diketahui bahwa lebih dari setengah responden tidak puas dengan bentuk badannya.

Ketidakpuasan terhadap bentuk badan pada responden pria maupun wanita memiliki

jumlah yang hampir sama banyak.

3. Rata-rata dari asupan energi responden baik responden wanita dan pria menunjukan

bahwa asupan energi responden lebih banyak yang kurang dari AKG 2004. Rata-rata

asupan karbohidrat responden berada pada asupan yang termasuk dalam asupan

kurang. Rata-rata asupan protein responden termasuk ke dalam kategori asupan yang

kurang. Asupan lemak hampir dari separuh responden termasuk dalam kategori asupan

lebih

4. Terdapat hubungan antara citra tubuh dengan IMT pada remaja. hubungan ini berpola

positif dan memiliki hubungan yang kuat. Terdapat hubungan antara kebiasaan jajan

dan Indeks Massa Tubuh (IMT) responden. hubungan tersebut berpola positif dan

mempunyai kekuatan yang lemah.

5. Tidak terdapat hubungan antara Frekuensi sarapan, Aktivitas fisik, Frekuensi

menonton TV, Frekuensi memainkan gadget asupan energi, karbohidrat, lemak, dan

protein terhadap Indeks Massa Tubuh (IMT) remaja.

Faktor-faktor yang..., Gresia Yuli Hartyaningtyas, FKM UI, 2013

SARAN 1. Bagi Sekolah

• Mengadakan penyuluhan tentang gambaran citra tubuh pada siswa. Penyuluhan dapat

bekerjasama dengan guru bimbingan konseling (BK) dan psikolog.

• Mengadakan penyuluhan tentang memilih jajanan yang sehat

• Mengadakan penyuluhan bagi pemilik kantin agar dapat menyediakan jajanan yang

memenuhi gizi seimbang, seperti mengurangi jajanan yang digoreng dan

memperbanyak jajanan yang mengandung buah atau sayur

• Mengadakan penyuluhan kepada murid-murid tentang menggunakan waktu luang

secara bermanfaat, seperti dengan cara mengikuti kegiatan ekstrakulikuler sekolah.

• Mengadakan pengukuran rutin berat badan dan tinggi badan sebulan sekali agara dapat

diketahui status gizi siswa. Selain itu, diadakan pengukuran awal status gizi pada

siswa yang baru masuk sehingga dapat dipantau bagaimana perkembangannya dari

awal sekolah.

2. Bagi Peneliti Lain

• Meneliti lebih lanjut lagi tentang gambaran citra tubuh pada anak SMA dan faktor-

faktor yang mempengaruhinya

• Meneliti lebih lanjut lagi tentang gambaran memakai gadget pada anak SMA

• Untuk penelitian selanjutnya, dapat mencoba kuesioner aktivitas fisik yang lain

DAFTAR PUSTAKA

Affenito, Sandra G, Douglas R. Thompson, Bruce A. Barton, Debra L. Franko, Stephen R.

Daniels, Eva Obarzanek, et al. 2005. Breakfast Consumption by African-American

and White Adolescent Girls Correlates Positively with Calcium and Fiber Intake

and Negatively with Body Mass Index. Journal Of The American Dietetic

Association, 105, 938-945

Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Arisman. 2010. Gizi Dalam Daur Kehidupan.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

Brown,judith e.2005,nutrition through the life cycle,second edition. Wadsworth;USA

Faktor-faktor yang..., Gresia Yuli Hartyaningtyas, FKM UI, 2013

De Sousa, Pedro Miguel Lopes. 2008. Body-Image and Obesity in Adolescence: A

Comparative Study of Social-Demographic, Psychological, and Behavioral

Aspects. The Spanish Journal of Psychology, 2, 551-563

Gaspar, Marisa J. Mointeiro, Teresa F. Amaral, Bruno M.P.M. Oliveira, Nuno Borges. 2011.

Protective effect of physical activity on dissatisfaction with body image in children

e A cross-sectional study. Psychology of Sport and Exercise, 12, 563-569

Holsen, Inggrid, Diane Carlson Jones, Marianne Skogbrott Birkeland. 2012. Body image

satisfaction among Norwegian adolescents and young adults: A longitudinal study

of the influence of interpersonal relationships and BMI. Elsevier:Body

Image,9,201-208

Kaur, Harsohena, et al. 2003. Duration Of Television Watching Is Associated

Kementrian Kesehatan. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:

1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penialaian Status Gizi

Anak.Jakarta

Lahti-Loski, Marjaana, et al. 2002. Associations of body mass index and obesity with physical

activity, food choices, alcohol intake, and smoking in the 1982–1997 FINRISK

Studies. American journal of Clinical Nutrition, 75, 809-817

Mcwilliams,margaret.1993.Nutrition For The Growing Years. USA: Plycon Press,Inc

Rodriguez, German Vicente, et al. 2008. Television watching, videogames, and excess of

body fat in Spanish adolescents: The AVENA study, Elsevier, 24, 654–662

Parsons,TJ, C Power, O Manor. 2005. Physical activity, Television Viewein and Body Mass

Index: a cross-sectional analysis from Childhood to Adulthood in the 1958 Britsh

cohort. International Journal of Obesity. 29. 1212-1221

Samosir, inge arissa. 2008. Hubungan antara citra tubuh, pola konsumsi, dan aktivitas fisik

dengan status gizi remaja putri SMP kristoforus 2 jakarta barat. Skripsi

So, H.K., et al. 2011. Breakfast frequency inversely associated with BMI and body fatness in

Hong Kong Chinese children aged 9–18 years. British Journal of Nutrition,

106,742-751

Timlin, Maureen T, et al. 2007. Breakfast Eating and Weight Change in a 5-Year Prospective

Analysis of Adolescents: Project EAT (Eating Among Teens). Pediatrics, 121, 638

Tin SPP, et al. 2011. Breakfast Skipping and Change in Body Mass Index In Young Children.

International Journal of Obesity, 35, 899-906

Vicente-Rodriquez, German, et al. 2008. Television watching, videogames, and excess of

body fat in Spanish adolescents: The AVENA study. Nutrition, 24,S 654-662

Faktor-faktor yang..., Gresia Yuli Hartyaningtyas, FKM UI, 2013

Vioque, J, Torres, Quilless. 2000. Time Spent watching Television, Sleep Duration, and

Obesity in Adults Living in Valencia, Spain. International Journal of Obesity, 24,

1683-1688

Worthington-roberts, bennie s, sue rodwell williams. 2000. Nutrition Throughout The Life

Cycle, (4th Ed). Singapura:Mcgraw Hill Book Co

Faktor-faktor yang..., Gresia Yuli Hartyaningtyas, FKM UI, 2013