271
FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Disusun oleh : MARSHELLENA DEVINTA 08413244004 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015

FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA)

PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Yogyakarta untuk

Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Disusun oleh :

MARSHELLENA DEVINTA

08413244004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2015

Page 2: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA
Page 3: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

MOTTO

Page 4: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

“Lepaskan masa lalu tanpa penyesalan namun jadikan pelajaran,

Page 5: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

MOTTO

“Lepaskan masa lalu tanpa penyesalan namun jadikan pelajaran, Hadapi hari ini dengan tegar dan percaya diri,

Siapkan masa depan dengan rencana yang matang tanpa ada rasa khawatir” (Hary Tanoesoedibjo

“Ada dua cara untuk menghadapi kesulitan, mengubah kesulitan itu atau mengubah diri sendiri untuk menghadapinya”

(Phyllis Bottome)

“Jangan patah semangat walau apapun yang terjadi, karena jika kita menyerah maka habislah sudah”

(Tom)

“Seringkali, pekerjaan terlihat sangatlah sulit untuk dilakukan. Mengeluhlah karena itu manusiawi, hanya saja jangan nyaman dengannya”

(Doni Hermawan)

“We shall not cease from exploration And the end of all exploring

Will be to arrive where we started And know the place for the first time”

(T.S. Elliot)

“Jangan terlalu larut dalam kesedihanmu, karena jika kamu terlalu larut dalam kesedihanmu sesungguhnya kamu hanya akan bersedih sendirian”

(Penulis)

Page 6: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

PERSEMBAHAN

Puji syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang atas segala rahmat yang telah diberikan-Nya, sehingga skripsi ini

akhirnya dapat terselesaikan.

Dengan penuh ketulusan dan rasa hormat, kupersembahkan skripsi ini kepada

kedua orang tua ku, Bapak Agus Waryanto dan Ibuku Siti Lungwiati tercinta,

terimakasih atas doa tulus yang tidak pernah padam menyertai langkahku,

dukungan yang tidak pernah berhenti, kasih sayang dan cinta kasih yang tidak

pernah surut dalam membimbingku serta nasihat untuk meluruskan jalanku akan

selalu menjadi motivasi dalam menggapai cita.

Kubingkiskan untuk Adikku satu-satunya Dinda Imaniska dan keponakan

pertamaku Banu Mahardika yang memberikan semangat dalam warna-warni

hidupku. Terimakasih karena canda, tawa, tangis, amarah, kebersamaan dan

senyum tulus kalianlah yang memompa niatku untuk terus menjadi lebih baik.

Semoga semua cita-cita kita tercapai. Aamiin.

Karya ini juga kubingkiskan untuk Doni Hermawan, seseorang yang mengisi hati

serta hariku dengan ketulusan, kesabaran dan kebahagiaan. Terimakasih telah

hadir, memberikan motivasi dalam menjalani hidupku dan tidak bosan selalu

memberikanku semangat untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

Untuk teman-teman angkatanku Pendidikan Sosiologi 2008, terimakasih atas

masa kebersamaan yang telah kalian berikan. Kini saya datang meyusul kalian

untuk berjuang menggapai cita-cita karena ternyata perjalanan memang masih

panjang membentang.

Page 7: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

KATA PENGANTAR

Assalamu „alaikum wr.wb.,

Puji syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

memberikan rahmat, hidayah dan inayah-NYA. Shalawat serta salam kepada Nabi

Muhammad SAW, yang menjadi suri tauladan sepanjang jaman. Hanya atas

petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Fenomena Culture Shock (Gegar Budaya) Pada Mahasiswa Perantauan

Di Yogyakarta” sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar sarjana

pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial,

Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan penyusunan hingga terselesaikannya

skripsi ini tidak terlepas dari kerjasama, bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini dengan tidak mengurangi rasa

hormat penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A, selaku Rektor Universitas

Negeri Yogyakarta yang berkenan memberi kesempatan bagi saya untuk

menimba ilmu di Universitas Negeri Yogyakarta beserta fasilitas yang telah

disediakan.

2. Bapak Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial,

Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk penelitian.

3. Bapak Grendi Hendrastomo, S. Sos., MA., MM., selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta

Page 8: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

yang telah memberikan izin serta mengesahkan skripsi ini untuk memenuhi

sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana (Strata-1).

4. Ibu Poerwanti Hadi Pratiwi, M. Si., selaku Ketua Penguji yang telah berkenan

meluangkan waktunya untuk memberikan kritik yang membangun, masukan

berharga dan mengujikan untuk kesempurnaan skripsi ini.

5. Ibu V Indah Sri Pinasti, M.Si., selaku Dosen Narasumber dan Penguji Utama

yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk memberikan kritik,

masukan berharga dan mengujikan untuk kesempurnaan skripsi ini.

6. Ibu Nur Hidayah, M.Si., selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak

meluangkan waktu memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada penulis

mulai tahap awal hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini.

7. Bapak Grendi Hendrastomo, MM., MA., selaku Dosen Pembimbing II yang

telah banyak meluangkan waktu memberikan bimbingan, arahan dan saran

kepada penulis mulai tahap awal hingga terselesaikannya penyusunan skripsi

ini.

8. Bapak dan Ibu dosen yang mengajar di Jurusan Pendidikan Sosiologi Prodi

Pendidikan Sosiologi yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan dan

pengalaman yang bermanfaat bagi penulis selama berkuliah di Fakultas Ilmu

Sosial Universitas Negeri Yogyakarta.

9. Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah memberikan

izin penelitian sehingga penelitian dapat terlaksana dengan baik.

10. Walikota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah memberikan izin

penelitian sehingga penelitian dapat terlaksana dengan baik.

Page 9: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

11. Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian serta

memberikan data-data mahasiswa perantau di Yogyakarta tahun akademik

2015 sehingga penelitian dapat terlaksana dengan baik dan lancar.

12. Para mahasiswa perantauan di Yogyakarta yang telah banyak memberikan

informasi sehingga dapat terlaksana penelitian dan tersusunnya skripsi

dengan baik dan lancar.

13. Kedua orang tuaku tercinta yang tidak pernah berhenti selalu mengejar janji

terselesaikannya skripsi ini dalam suasana apapun, sehingga pada akhirnya

saya dapat menyelesaikan skripsi ini jua.

14. Sahabat seperjuanganku di Pendidikan Sosiologi Non-Reguler 2008, Nia

Budi Lestari dan Pri Rohmawati yang telah banyak membantu memberikan

bantuan, dukungan serta semangat, terimakasih untuk semuanya.

15. Teman-teman Kost Mbak Kondang-Mbak Mull Gejayan CC XII/ 87a

Soropadan, Mbak Funny, Ganita, Afrilia, Watik, Mbak Ina, Mbak Vicha,

Mbak Nana, Mbak Intan dan semua yang selalu memotivasi saya

menyelesaikan skripsi.

16. Teman-teman parkiran Gedung Kampus Fakultas Ilmu Sosial Mas Adit dan

Mas Galih yang membantu mencarikan narasumber Program Kerja sama

Daerah.

17. Teman-teman Jurusan Pendidikan Sosiologi angkatan 2008 yang telah

memberikan masa kebersamaan selama menempuh masa akademik yang

tidak pernah akan terlupakan.

Page 10: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA
Page 11: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA)

PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Disusun oleh:

MARSHELLENA DEVINTA

08413244004

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Untuk mendeskripsikan penyebab yang

melatarbelakangi proses terjadinya culture shock pada mahasiswa perantauan di

Yogyakarta, (2) Untuk mendeskripsikan dampak culture shock pada mahasiswa

perantauan di Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan

kualitatif deskriptif. Sumber data yang diperoleh melalui kata-kata dan tindakan,

sumber tertulis serta foto. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Subjek dalam

penelitian ini adalah delapan orang informan mahasiswa perantau dari luar Jawa

yang terdiri dari empat orang informan mahasiswa perantau semester awal dan

empat orang informan mahasiswa perantau semester lanjut. Teknik pemilihan

informan yang digunakan adalah teknik purposive sampling. Teknik validitas data

menggunakan teknik triangulasi sumber. Teknik analisis data menggunakan

model analisis interaktif yang terdiri dari pengumpulan data, reduksi data,

penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyebab yang melatarbelakangi

proses terjadinya culture shock pada mahasiswa perantauan di Yogyakarta terbagi

atas penyebab internal dan eksternal. Culture shock yang terjadi pada setiap

individu memiliki gejala dan reaksi dalam bentuk stress mental maupun fisik yang

berbeda-beda mengenai sejauhmana culture shock mempengaruhi kehidupannya.

Pengalaman culture shock bersifat normal terjadi pada mahasiswa perantauan

yang memulai kehidupannya di daerah baru dengan situasi dan kondisi budaya

yang berbeda dengan daerah asalnya. Empat fase dalam culture shock yaitu fase

optimistik (fase pertama), masalah kultural (fase kedua), fase recovery (fase

ketiga) dan fase penyesuaian (fase terakhir). Dampak culture shock pada

mahasiswa perantauan di Yogyakarta terdapat pada fase terakhir dalam culture

shock yang ditunjukkan dengan adanya tindakan adaptasi budaya yang

diaplikasikan oleh mahasiswa perantauan di Yogyakarta sebagai tempat rantauan.

Kata Kunci: Mahasiswa Perantauan, Culture Shock, Adaptasi Budaya

Page 12: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iv

MOTTO ........................................................................................................... v

PERSEMBAHAN ............................................................................................ vi

KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii

ABSTRAK ....................................................................................................... xi

DAFTAR ISI .................................................................................................... xii

DAFTAR BAGAN ........................................................................................... xv

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1

B. Identifikasi Masalah .............................................................................. 7

C. Batasan Masalah ................................................................................... 7

D. Rumusan Masalah ................................................................................. 8

E. Tujuan Penelitian .................................................................................. 8

F. Manfaat Penelitian ................................................................................ 8

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR........................... 12

A. Kajian Pustaka ....................................................................................... 12

1. Culture Shock .................................................................................. 12

a. Pengertian Culture Shock…....................................................... 12

b. Penyebab Culture Shock…....................................................... 12

c. Gejala Culture Shock................................................................. 13

d. Fase Terjadinya Culture Shock.................................................. 15

Page 13: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

2. Adaptasi…………………………………………………………... 17

3. Sosialisasi…………………………………………………………. 19

a. Pengertian Sosialisasi…………………………………………. 19

b. Tujuan Sosialisasi…………………………………………….. 20

4. Komunikasi Bahasa……………………………………………….. 22

5. Budaya dan Masyarakat…………………………………………... 23

6. Mahasiswa........................................................................................ 25

7. Perantau dan Merantau………......................................................... 25

a. Pengertian Perantau.................................................................... 25

b. Pengertian Merantau..........................................................…… 26

B. Penelitian yang Relevan……………………………………….……… 27

C. Kerangka Pikir…………………………………………………...…… 31

BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................... 34

A. Lokasi dan Subyek Penelitian……………………………………...…. 34

B. Waktu Penelitian ................................................................................... 34

C. Metode Penelitian ................................................................................. 34

D. Sumber Data Penelitian.......................................................................... 36

1. Sumber Data Primer ........................................................................ 36

2. Sumber Data Sekunder .................................................................... 37

E. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 38

1. Pengumpulan Data dengan Observasi…………………………...... 38

2. Pengumpulan Data dengan Wawancara…………………………... 39

3. Pengumpulan Data dengan Dokumentasi………………………… 40

F. Teknik Pengambilan Sampel…………………………………………. 41

G. Validitas Data…………………………………………………………. 44

H. Teknik Analisa Data…………………………………………………... 46

1. Pengumpulan Data……………………………………………… 46

2. Reduksi Data……………………………………………………… 47

3. Penyajian Data……………………………………………………. 48

Page 14: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

4. Penarikan Kesimpulan……………………………………………. 49

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…........................... 51

A. Deskripsi Data…………………………………………...…………..... 51

1. Deskripsi Umum D.I. Yogyakarta ……………...…...…………… 51

a. Karakter Sosial Budaya Yogyakarta…………………………… 55

b. Mahasiswa Perantauan di Yogyakarta…………………………. 58

2. Deskripsi Umum Informan Penelitian………………….………… 62

B. Analisa dan Pembahasan. ……………………………………..……… 68

1. Penyebab yang Melatarbelakangi Proses Terjadinya Culture

Shock Pada Mahasiswa Perantauan Di Yogyakarta……………….

68

2. Dampak Culture Shock………………………………………........ 103

C. Pokok-Pokok Temuan……………………………………………........ 113

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 116

A. Kesimpulan ........................................................................................... 116

B. Saran ...................................................................................................... 118

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 122

LAMPIRAN ..................................................................................................... 125

Page 15: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

DAFTAR BAGAN

1. Kerangka Pikir.................................................................................... 33

2. Komponen-komponen Analisis data Miles dan Huberman………… 50

Page 16: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

DAFTAR TABEL

1. Gejala dan Reaksi Culture Shock Pedersen………………………………… 15

2. Jumlah Mahasiswa Perantauan Di Yogyakarta Berdasarkan Asal

Daerah tahun Ajaran 2015……………..………………………………..

60

3. Perbedaan Culture Shock Yang Dialami Oleh Mahasiswa Perantauan

Di Yogyakarta…………………………………………………………...

108

Page 17: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Pedoman Observasi...................................................................................... 125

2. Pedoman Wawancara dengan Mahasiswa Perantauan Semester Awal

Perkuliahan...................................................................................................

126

3. Pedoman Wawancara dengan Mahasiswa Perantauan Semester Tengah

Perkuliahan...................................................................................................

129

4. Hasil Observasi............................................................................................ 132

5. Hasil Wawancara dengan Mahasiswa Perantauan Semester Awal

Perkuliahan...................................................................................................

135

6. Hasil Wawancara dengan Mahasiswa Perantauan Semester Tengah

Perkuliahan..............................................................................................….

176

7. Tabel Koding................................................................................................ 227

Page 18: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagian besar mahasiswa identik dengan perantau, lokasi universitas

yang tersebar di kota-kota besar Indonesia dengan tingkat kualitas berbeda-

beda memunculkan pandangan berbeda pada masing-masing calon

mahasiswa dalam menentukan pilihan universitas. Bercampurnya

mahasiswa dengan identitas budaya yang berbeda-beda dalam suatu daerah

bukanlah hal baru yang terjadi di Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh

tingginya tingkat gerak sosial geografis oleh seorang individu atau

kelompok individu di atas kemajemukan budaya, suku bangsa, agama,

bahasa, adat istiadat dan sebagainya yang terdapat di Indonesia, sehingga

sangat memungkinkan terjadinya kontak budaya diantara penduduk

Indonesia. Mengingat beragamnya budaya menimbulkan perbedaan budaya

yang ada antara satu budaya dengan budaya lainnya di tanah air Indonesia,

maka tidak heran jika potensi terjadinya kekagetan budaya di antara para

individu perantau yang tinggal di suatu daerah baru juga akan semakin

besar. Dalam konteks tersebut secara umum kekagetan budaya terjadi akibat

ketidaksiapan individu menghadapi perbedaan budaya yang dikenal dengan

istilah culture shock (gegar budaya), yang ditunjukkan pada tahap awal

kehidupannya di tempat rantauan ia akan mengalami suatu problem

ketidaknyamanan terhadap lingkungan barunya yang kemudian akan

berpengaruh baik secara fisik maupun emosional sebagai reaksi ketika

Page 19: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

berpindah dan hidup dengan lingkungan baru terutama yang memiliki

kondisi budaya berbeda. Ketika nilai-nilai budaya baru tersebut terasa

berbeda dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki, sebagai dampaknya

individu pasti akan merasa sangat terganggu karenanya. Budaya yang baru

dapat berpotensi menimbulkan tekanan, karena memahami dan menerima

nilai-nilai budaya lain bukanlah hal yang instan serta menjadi sesuatu hal

yang tidak dapat sepenuhnya berjalan dengan mudah.

Konsep culture shock (gegar budaya) pertama kali diperkenalkan oleh

antropologis bernama Oberg pada tahun 1960 untuk menggambarkan respon

yang mendalam dan negatif dari depresi, frustasi, dan disorientasi yang

dialami oleh individu-individu yang hidup dalam suatu lingkungan budaya

yang baru (dikutip dari Dayakisni, 2012: 265).

Yogyakarta adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa yang

juga merupakan salah satu kota tujuan pendidikan yang banyak menarik

minat para perantau untuk datang dan melanjutkan pendidikan ke berbagai

perguruan tinggi yang terdapat di kota Yogyakarta. Hal ini ditinjau dari

hampir setiap tahunnya puluhan universitas yang tersebar di wilayah

Yogyakarta dipenuhi oleh para pelajar yang berasal dari luar kota, luar

propinsi atau bahkan luar negeri dengan motif tujuan yang sama yaitu untuk

menuntut ilmu dan meneruskan studinya ke jenjang yang lebih tinggi, baik

jenjang diploma maupun jenjang sarjana dari S1, S2, hingga S3. Semakin

banyak mahasiswa perantau yang datang untuk menuntut ilmu di

Yogyakarta menyebabkan dinamika pelajar yang juga semakin tinggi karena

Page 20: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

di sanalah pertemuan emosional kolektif putera puteri Indonesia dari Sabang

hingga Merauke diatas “Bhineka Tunggal Ika” yang diwujudkan dengan niat

menuntut ilmu diberbagai perguruan tinggi Yogyakarta. Para pelajar

rantauan inilah awal mula terbentuknya keanekaragaman budaya dan

memunculkan nuansa multikultural yang ada di kota Yogyakarta baik di

lingkungan tempat-tempat perguruan tinggi hingga lingkungan tempat

tinggal sementara (seperti kos) para mahasiswa perantau tersebut. Sehingga

tidak heran jika di lingkungan sosial kampus terlebih di kota Yogyakarta

yang dikenal sebagai kota pelajar miniaturnya Indonesia ini akan kita temui

sejumlah mahasiswa yang memiliki latar belakang budaya berbeda dengan

karakternya masing-masing yang mencerminkan kekhasan budaya dari mana

individu itu berasal.

Selain kota pelajar, Yogyakarta juga dikenal sebagai kota budaya yang

kental dengan budaya Jawa dan masyarakatnya yang menjunjung tinggi adat

istiadat Jawa dalam tata perilaku mereka sehari-hari berupa tata krama,

unggah-ungguh, nilai-norma, misalnya saja dari segi bahasa, sebagian besar

masyarakat Yogyakarta menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-

hari yang terkenal sopan, halus serta bernada rendah. Sedangkan mahasiswa-

mahasiswa perantau yang memilih berkuliah di Yogyakarta memiliki

karakteristik sosial budaya yang tentu saja berbeda dengan kondisi sosial

budaya kota Yogyakarta. Sehingga kondisi multikultural yang ada diantara

mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa maupun dengan penduduk

pribumi sebagai tuan rumah baik itu adalah teman kuliah, dosen, maupun

Page 21: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

warga kampung daerah tempat tinggal kosnya, ini tentunya dapat

menimbulkan reaksi psikis berupa kekagetan budaya yang biasanya diikuti

dengan munculnya hal-hal tidak menyenangkan yang disebabkan oleh

perbedaan-perbedaan sosial budaya diantara mereka yang dipertemukan

dalam satu tempat yang sama yaitu Yogyakarta.

Budaya merupakan alat perekat dalam suatu komunitas (Tilaar, 2004:

82). Pada hakekatnnya hal inilah yang menjadi salah satu wahana efektif

bagi masyarakat dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan berbagai

individu yang berbeda budaya untuk saling mengenal satu sama lain. Akan

tetapi hal tersebut tidak dapat begitu saja berlaku pada mahasiswa perantau

yang baru memasuki tahap awal kehidupannya di Yogyakarta sebagai

tempat rantauan. Berada di lingkungan baru yang asing menghadapkan

mahasiswa perantau pada suatu permasalahan sosial-psikologis yang harus

mereka lalui terlebih dahulu sebagai proses adaptasi terhadap tempat

rantauan, karena suasana multikultural diantara mahasiswa perantau di

Yogyakarta, serta kondisi sosial budaya penduduk pribumi Yogyakarta

sebagai tuan rumah di tempat rantauan ternyata dapat menimbulkan

kekagetan budaya (culture shock) yang terjadi akibat ketidaksiapan individu

perantau yang berpindah dari suatu budaya asal kebudaya baru dengan

segala perbedaan yang ada didalamnya.

Adanya perbedaan latarbelakang budaya beserta karakter diantara

mahasiswa perantau dengan individu-individu tuan rumah tersebut tentunya

akan melahirkan perbedaan-perbedaan dalam beberapa hal kehidupan,

Page 22: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

perbedaan-perbedaan tersebut dapat berpotensi sebagai modal budaya jika

mengarah pada persatuan (intergrasi) atau asosiatif, jika terjalin suatu

hubungan dan kerja sama yang baik antara mahasiswa perantauan dari suatu

daerah tertentu dengan teman kampus sesama mahasiswa yang berstatus

pribumi Yogyakarta maupun antara mahasiswa perantauan dengan

masyarakat pribumi Yogyakarta. Namun fenomena culture shock yang

dialami oleh mahasiswa perantauan yang baru memasuki tahap awal

kehidupannya dilingkungan baru sebagai reaksi menemukan perbedaan

tersebut dapat juga berpotensi menjadi sumber kekacauan, seperti enggan

melakukan interaksi, prasangka negatif, dan keraguan berinteraksi antar

budaya yang rentan akan suatu tindakan stereotip (pencitraan yang buruk)

terhadap kebudayaan baru hingga timbulnya paham etnosentris pada diri

individu mahasiswa perantau dengan memandang rendah budaya tuan rumah

di tempat rantauanya, perpecahan (disintegrasi) atau disasosiatif dan

mengarah pada pertentangan atau konflik apabila proses sosialisasi dari

adaptasi budaya tidak berjalan lancar.

Dapat dikatakan bahwa dari culture shock yang dialami oleh mahasiswa

perantauan bahkan dapat menimbulkan masalah sosial akibat adanya

perbedaan kebudayaan antara mahasiswa perantauan dengan teman kampus

sesama mahasiswa yang berstatus pribumi Yogyakarta maupun antara

mahasiswa perantauan dengan masyarakat pribumi Yogyakarta dan akan

menjadi negatif menyangkut kerugian fisik, psikologis serta sosial jika

culture shock (gegar budaya) tidak teratasi. Kesuksesan bersosialisasi dari

Page 23: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

adaptasi budaya yang akan individu lakukan terhadap lingkungan sosio-

kultural barunya ini merupakan tantangan atau permasalahan tersendiri

dalam mengusahakan penyesuaian diri yang baik terhadap lingkungan

barunya. Tidak jarang pada bulan-bulan pertamanya sebagai proses dari

gegar budaya mahasiswa perantauan ini akan rentan merasa gagal

menyesuaikan diri, jenuh, tidak nyaman dengan keadaan di tempat rantauan,

akibatnya mereka mengalami gegar budaya, kepanikan, kecemasan,

hilangnya rasa percaya diri, daya tahan tubuh mengurang sehingga mudah

terserang penyakit ringan seperti flu, demam dan diare, bahkan stres hingga

depresi yang akhirnya menimbulkan rasa ingin selalu cepat pulang

kekampung halamannya yang dapat mengganggu konsentrasi berkuliah

sebagai tujuan utamanya merantau.

Dari uraian-uraian diatas, fenomena culture shock (gegar budaya) yang

terjadi pada mahasiswa perantauan di Yogyakarta ternyata sangat menarik

untuk diamati dan diteliti lebih intensif guna mendapatkan suatu temuan

sosial yang bermanfaat. Tulisan ini bertujuan untuk dapat memberikan

gambaran tentang fenomena culture shock mengenai penyebab yang

melatarbelakangi, gejala hingga reaksi dan dampak culture shock yang

terjadi pada mahasiswa perantauan di Yogyakarta. Peneliti berharap melalui

tulisan ini pembaca dapat memetik manfaat untuk membantu diri sendiri

ataupun orang lain agar terhindar dari culture shock, ataupun mampu

mengatasi culture shock saat berada di lingkungan budaya yang berbeda.

Selain itu, tulisan ini juga merupakan usaha untuk menambahkan minimnya

Page 24: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

literatur mengenai fenomena culture shock di Indonesia. Bila

memungkinkan tulisan ini juga diharapkan dapat membuka minat dan

wawasan bagi pembacanya untuk membahas permasalahan mengenai

fenomena culture shock atas peluang-peluang riset yang mungkin akan

dilakukan di masa mendatang.

B. Identifikasi Masalah dan Pembatasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat

diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut :

a. Sebagian besar mahasiswa identik dengan perantau.

b. Adanya perbedaan latarbelakang budaya diantara para mahasiswa

perantauan dengan penduduk asli Yogyakarta.

c. Pengalaman lintas budaya menghadapkan mahasiswa perantau pada

fenomena culture shock yang akan dialaminya di tanah rantauan.

d. Fenomena culture shock menimbulkan masalah psikis yang

mengganggu bagi mahasiswa perantau asal luar Jawa di Yogyakarta.

e. Adanya penyebab yang melatarbelakangi terjadinya gegar budaya pada

mahasiswa perantau asal luar Jawa di Yogyakarta.

f. Bagi mahasiswa perantau culture shock harus segera diatasi untuk

membiasakan diri terhadap segala perbedaan sosial budaya sebagai

pengalaman lintas budaya.

Page 25: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

2. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka dalam hal ini

permasalahan yang dikaji perlu dibatasi. Pembatasan masalah dilakukan

agar fokus penelitian menjadi jelas dan tidak terlalu luas, oleh karenanya

untuk mempersempit area bahasan dalam penelitian ini maka peneliti

membatasi kajian pada fenomena culture shock (gegar budaya) pada

mahasiswa perantauan di Yogyakarta.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka rumusan masalah pada

penelitian ini yaitu :

1. Apakah penyebab yang melatarbelakangi proses terjadinya culture shock

pada mahasiswa perantauan di Yogyakarta?

2. Bagaimana dampak culture shock pada mahasiswa perantauan di

Yogyakarta?

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin

dicapai oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu :

1. Untuk mendeskripsikan penyebab yang melatarbelakangi proses

terjadinya culture shock pada mahasiswa perantauan di Yogyakarta.

2. Untuk mendeskripsikan dampak culture shock pada mahasiswa

perantauan di Yogyakarta.

Page 26: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

teoritis maupun secara praktis, antara lain sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

yang berarti dan kontribusi serta wawasan baru bagi pengembangan

ilmu pengetahuan sebagai hasil karya ilmiah mengenai fenomena

culture shock (gegar budaya) pada mahasiswa perantauan di

Yogyakarta.

b. Dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya atau berguna

untuk menambah informasi yang berhubungan dengan fenomena

culture shock (gegar budaya) pada mahasiswa perantauan di

Yogyakarta.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Universitas Negeri Yogyakarta

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah koleksi bacaan

sehinga dapat digunakan sebagai sarana dalam menambah wawasan

yang lebih luas.

b. Bagi Pembaca

Diharapkan dapat memberikan tambahan informasi untuk

mengetahui permasalahan dan fenomena yang terjadi yaitu fenomena

culture shock (gegar budaya) pada mahasiswa perantauan di

Yogyakarta.

Page 27: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

c. Bagi Mahasiswa

1) Penelitian ini dapat dijadikan panduan atau bahan bacaan oleh

mahasiswa baru yang akan berpindah dari lingkungan sekolah

menengah ke lingkungan perguruan tinggi.

2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

referensi, informasi dan menambah wawasan mahasiswa

mengenai fenomena culture shock (gegar budaya) pada

mahasiswa perantauan di Yogyakarta untuk diteliti lebih lanjut.

d. Bagi Peneliti

1) Penelitian ini dilaksanakan untuk menyelesaikan studi guna

mendapatkan gelar Sarjana (S1) pada program studi Pendidikan

Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta.

2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengukur kemampuan

peneliti dalam menemukan suatu fenomena atau permasalahan

sosial yang terjadi dalam ruang lingkup masyarakat serta

menganalisisnya.

Page 28: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka

1. Culture Shock

a. Pengertian Culture Shock

Culture shock atau dalam bahasa Indonesia berarti gegar budaya,

istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan dan perasaan

seseorang dalam menghadapi kondisi lingkungan sosial budaya baru

yang berbeda.

Konsep culture shock diperkenalkan oleh Oberg (1960)

untuk menggambarkan respon yang mendalam dari depresi,

frustasi dan disorientasi yang dialami oleh orang-orang yang

hidup dalam suatu lingkungan budaya baru yang berbeda.

Sementara Furnham dan Bochner (1970) mengatakan bahwa

culture shock adalah ketika seseorang tidak mengenal

kebiasaan-kebiasaan sosial dari kultur baru maka ia tidak

dapat menampilkan perilaku yang sesuai dengan aturan-

aturan yang berlaku di lingkungan baru tersebut (dikutip dari

Dayakisni, 2012: 265).

b. Penyebab Culture Shock

Melalui konsep culture shock diperkenalkan oleh Oberg

(1960) yang kemudian disempurnakan oleh Furnham dan

Bochner (1970) menunjukkan bahwa culture shock terjadi

biasanya dipicu oleh salah satu atau lebih dari tiga penyebab

berikut ini, yaitu:

1) Kehilangan cues atau tanda-tanda yang dikenalnya.

Padahal cues adalah bagian dari kehidupan sehari-hari

seperti tanda-tanda, gerakan bagian-bagian tubuh

(gestures), ekspresi wajah ataupun kebiasaan-kebiasaan

yang dapat menceritakan kepada seseorang bagaimana

Page 29: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

sebaiknya bertindak dalam situasi-situasi tertentu.

2) Putusnya komunikasi antar pribadi baik pada tingkat yang

disadari yang mengarahkan pada frustasi dan kecemasan.

Halangan bahasa adalah penyebab jelas dari gangguan

ini.

3) Krisis identitas dengan pergi keluar daerahnya seseorang

akan kembali mengevaluasi gambaran tentang dirinya

(dikutip dari Dayakisni, 2012: 265).

Culture shock dapat terjadi dalam lingkungan yang berbeda

mengenai individu yang mengalami perpindahan dari satu daerah ke

daerah lainnya dalam negerinya sendiri (intra-national) dan individu

yang berpindah ke negeri lain untuk periode waktu lama (Dayakisni,

2012: 266).

Oberg lebih lanjut menjelaskan bahwa hal-hal tersebut benar

dipicu oleh kecemasan yang timbul akibat hilangnya tanda dan

lambang hubungan sosial yang selama ini familiar dikenalnya dalam

interaksi sosial, seperti petunjuk-petunjuk dalam bentuk kata-kata,

isyarat-isyarat, ekspresi wajah, kebiasaan-kebiasaan, atau norma-

norma yang individu peroleh sepanjang perjalanan hidup sejak

individu tersebut lahir (Mulyana, 2006:175).

Ketika individu perantau memasuki suatu lingkungan budaya baru

yang asing, semua atau hampir semua petunjuk-petunjuk ini menjadi

samar atau bahkan lenyap, yang dapat di gambarkan individu ini

bagaikan ikan yang keluar dari air. Meskipun individu tersebut

berpikiran luas dan beritikad baik, individu tetap akan kehilangan

pegangan, kemudian individu mengalami frustasi dengan gejala

Page 30: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

maupun reaksi yang hampir sama diderita oleh individu yang

terjangkit gegar budaya. Pertama-tama individu akan menolak

lingkungan yang menyebabkan ketidaknyamanan hingga penyesalan

diri. Lingkungan di kampung halaman sekarang terasa menjadi

demikian penting. Semua kesulitan dan masalah yang dihadapi

menjadi tekanan dan hanya hal-hal menyenangkan dikampung

halamanlah yang diingat menjadi sangat dirindukan. Bagi individu

perantau hanya pulang ke kampung halamannya yang akan

membawanya kepada realitas.

c. Gejala-Gejala dan Reaksi Culture Shock (Gegar Budaya)

Secara umum, banyak definisi awal memfokuskan gegar budaya

sebagai sindrom, keadaan rekatif dari patologi atau defisit spesifik:

individu pindah ke lingkungan baru yang asing, kemudian

mengembangkan gejala psikologis negatif dan beberapa gejala gegar

budaya ini adalah buang air kecil, minum, makan serta tidur yang

berlebih-lebihan; perasaan tidak berdaya lalu keinginan untuk terus

bergantung pada individu-individu sebudayanya; marah/ mudah

tersinggung karena hal-hal sepele; reaksi yang berlebih-lebihan

terhadap penyakit-penyakit sepele; hingga akhirnya, keinginan yang

memuncak untuk pulang ke kampung halaman (Mulyana, 2006:175).

Gegar budaya banyak menyebabkan gangguan-gangguan

emosional, seperti depresi dan kecemasan yang dialami oleh pendatang

baru. Pada tahap awal penyesuaian kebudayan baru, individu

Page 31: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

pendatang akan mengalami masa terombang-ambing antara rasa marah

dan depresi. Gegar budaya sebagai pengalaman belajar yang mencakup

akuisisi dan pengembangan keterampilan, aturan, dan peran yang

dibutuhkan dalam setting kultur yang baru. Gegar budaya juga sebagai

hilangnya control seseorang saat ia berinteraksi dengan orang lain

dengan kultur yang berbeda. Kehilangan kontrol umumnya memang

menyebabkan kesulitan penyesuaian tetapi tidak selalu merupakan

gangguan psikologis (Mulyana, 2006:176).

Harry Triandis, seorang psikolog terkenal memandang gegar

budaya sebagai hilangnya kontrol seseorang saat ia berinteraksi dengan

orang lain dari kultur yang berbeda. Kehilangan kontrol umumnya

memang menyebabkan kesulitan penyesuaian tetapi tidak selalu

merupakan gangguan psikologis (Shiraev dan Levy, 2012: 443).

Pedersen mengemukakan dalam salah satu teori gegar

budaya melihat gegar ini sebagai penyesuaian awal

kelingkungan baru atau asing yang diasosiasikan dengan

perkembangan individu, pendidikan, dan bahkan pertumbuhan

personal. Secara singkat bahwa segala bentuk stress mental

maupun fisik yang dialami individu pendatang selama berada

di lokasi asing disebut sebagai gejala culture shock, akan tetapi

gejala culture shock yang terjadi pada setiap individu memiliki

tingkatan atau kadar yang berbeda mengenai sejauhmana

culture shock mempengaruhi kehidupannya. Ada beberapa

gejala dan reaksi yang biasanya ditunjukkan individu saat

mengalami culture shock dapat dilihat dari tabel berikut

(Shiraev dan Levy, 2012: 444):

Page 32: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Gejala Gegar Budaya Deskripsi Reaksi Gegar

Budaya

1) Gegar budaya sebagai

nostalgia. Orang merasa rindu

keluarga, kawan, dan

pengalaman lain yang

familiar.

2) Gegar budaya sebagai

disorientasi dan

hilangnya kontrol.

Hilangnya hal-hal yang

familiar tentang perilaku

orang lain. Disorientasi

menimbulkan kecemasan,

depresi, dan merasa putus

asa.

3) Gegar budaya sebagai

ketidakpuasan atas

hambatan bahasa.

Kurangnya komunikasi atau

sulitnya komunikasi bisa

menimbulkan frustasi dan

perasaan terasing.

4) Gegar budaya sebagai

hilangnya kebiasaan dan

gaya hidup.

Individu tidak mampu

melakukan banyak aktifitas

yang sebelumnya ia nikmati

: ini menyebabkan

kecemasan dan perasaan

kehilangan.

5) Gegar budaya sebagai

anggapan adanya

perbedaan.

Perbedaan antara budaya

baru dengan budaya

kampung halaman biasanya

dilebih-lebihkan dan sulit

diterima.

6) Gegar budaya sebagai

anggapan adanya

perbedaan nilai.

Perbedaan ini biasanya

dilebih-lebihkan: nilai-nilai

baru tampaknya sulit

diterima.

Tabel 1. Gejala dan reaksi culture shock (Pedersen dikutip dari

Shiraev dan Levy, 2012: 444)

d. Fase-fase Culture Shock (Gegar Budaya)

Samovar menyatakan bahwa orang biasanya melewati

empat tingkatan culture shock. Keempat tingkatan ini dapat

digambarkan dalam bentuk kurva U, sehingga disebut U –

Page 33: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Curve.

1) Fase optimistik, fase pertama yang digambarkan berada

pada bagian kiri atas dari kurva U. Fase ini berisi

kegembiraan, rasa penuh harapan, dan euforia sebagai

antisipasi individu sebelum memasuki budaya baru.

2) Masalah kultural, fase kedua di mana masalah dengan

lingkungan baru mulai berkembang, misalnya karena

kesulitan bahasa, system lalu lintas baru, sekolah baru,

dan lain-lain. Fase ini biasanya ditandai dengan rasa

kecewa dan ketidakpuasan. Ini adalah periode krisis

dalam culture shock. Orang menjadi bingung dan

tercengang dengan sekitarnya, dan dapat menjadi

frustasi dan mudah tersinggung, bersikap permusuhan,

mudah marah, tidak sabaran, dan bahkan menjadi tidak

kompeten.

3) Fase recovery, fase ketiga dimana orang mulai mengerti

mengenai budaya barunya. Pada tahap ini, orang secara

bertahap membuat penyesuaian dan perubahan dalam

caranya menanggulangi budaya baru. Orang-orang dan

peristiwa dalam lingkungan baru mulai dapat terprediksi

dan tidak terlalu menekan.

1) Fase penyesuaian, fase terakhir, pada puncak kanan U,

orang telah mengerti elemen kunci dari budaya barunya

seperti nilai-nilai, adab khusus, pola komunikasi,

keyakinan, dan lain-lain (Samovar, Richard dan Edwin,

2010: 169).

Mahasiswa perantau yang notabene telah terbiasa menjalankan dan

mengembangkan budayanya dalam kehidupan sehari-hari di daerah asalnya

masing-masing, mereka akan saling berinteraksi satu sama lain setiap harinya

dengan orang-orang yang mayoritas memiliki kebudayaan sama dan hidup

bersama dalam satu daerah dalam kurun waktu yang lama. Keseluruhan cara

hidup tersebut termasuk nilai-nilai, kepercayaan, standar estetika, ekspresi,

linguistik/ bahasa, pola berpikir, nilai-norma, tata perilaku dan gaya

komunikasi yang kesemuanya cara yang terjalin secara terus menerus

Page 34: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

mengiringi kelangsungan hidup masyarakat dalam kelompok lingkungan fisik

beserta lingkungan sosial suatu kebudayaannya.

Akibatnya mahasiswa-mahasiswa perantauan tersebut terpelihara dan

terbiasa dengan kebudayaan mereka sendiri, hingga tanpa disadari kemudian

membentuk karakter dan menjadi ciri khas yang melekat pada diri masing-

masing individu sejak ia lahir. Sehingga ketika mereka bermigrasi atau

merantau secara tiba-tiba untuk kepentingan pendidikan berkuliah di

Yogyakarta, memasuki budaya Yogyakarta yang berbeda dengan budaya asal

sama saja dengan menghadapkan mahasiswa perantauan dengan situasi-situasi

yang berpotensi menimbulkan keterkejutan, ketidaknyamanan serta

kecemasan temporer tidak beralasan dalam diri individu yang berakibat pada

terguncangnya konsep diri dan identitas budaya. Kondisi ini dapat

menyebabkan sebagian besar mahasiswa perantauan mengalami gangguan

mental dan fisik, setidaknya untuk jangka waktu tertentu.

2. Adaptasi (Penyesuaian Diri)

Para mahasiswa perantau yang berkuliah di universitas-universitas yang

tersebar di Yogyakarta secara tidak langsung dituntut untuk bisa berusaha

menyesuaikan diri di lingkungan rantauannya yaitu Yogyakarta.

Dalam kamus sosiologi menjelaskan beberapa pengertian

adaptasi.

a. Adaptation

1) Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.

2) Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk

kepentingan lingkungan dan sistem

3) Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi

yang berubah

Page 35: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

4) Penyesuaian dari kelompok terhadap lingkungan

5) Penyesuaian pribadi terhadap lingkungan

6) Penyesuaian biologis atau budaya sebagai hasil seleksi

alamiah.

b. Adaptation, communal

Proses penyesuaian dengan lingkungan yang terjadi sebagai

akibat tidak langsung dari pengorganisasian penduduk.

c. Adaptation, external

Penyesuaian diri dari struktur sosial terhadap lingkungan

sosial.

d. Adaptation, genetic

Penyesuaian pribadi terhadap lingkungan, sebagai akibat

genotype.

e. Adaptation, individual

Penyesuaian pribadi terhadap lingkungan sebagai akibat

langsung dari usaha pribadi, dan yang secara tidak langsung

merupakan akibat kegiatan penduduk yang terorganisasikan.

f. Adaptation, social

Hubungan antara suatu kelompok atau lembaga dengan

lingkungan fisik yang mendukung eksistensi kelompok atau

lembaga tersebut (Soerjono Soekanto, 1985:9).

Ward dan Kennedy (dikutip dari Dakyakisni, 2012:270)

melakukan pendekatan melalui dua bentuk adaptasi. Pertama yaitu,

Adaptasi sosiokultural, yang menunjukkan kemampuan untuk

melakukan negosiasi interaksi dengan anggota-anggota budaya tuan

rumah yang baru. Kedua yaitu, Adaptasi psikologis dipengaruhi oleh

pusat kendali internal, beberapa perubahan kehidupan, kontak dengan

teman sebangsa yang lebih banyak untuk mendapatkan dukungan

sosial, dan kesulitan lebih rendah dalam pengelolaan kontak sosial

sehari-hari. Sedangkan adaptasi sosiokultural meningkat dengan

adanya tingkat perbedaan yang lebih rendah antara budaya tuan

rumah dengan pendatang, interaksi yang lebih banyak dengan tuan

rumah, ekstroversi dan tingkat gangguan mood yang lebih rendah.

Page 36: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Mahasiswa perantauan yang memasuki suatu situasi baru, selain menjadi

mahasiswa juga harus menyesuaikan dengan budaya masyarakat setempat. Proses

adaptasi akan dialami oleh setiap mahasiswa etnik pendatang. Dengan memasuki

suatu kebudayaan baru yang tidak familiar, secara tidak langsung mereka juga

dituntut berusaha untuk menyesuaikan bahkan mulai menerima sebagian budaya

dari etnik budaya setempat melalui proses adaptasi. Mahasiswa perantauan dalam

mengatasi fenomena culture shock di Yogyakarta salah satunya ialah dengan

adaptasi (penyesuaian diri) dengan Yogyakarta yang kini sebagai lingkungan

barunya baik lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya. Adaptasi berperan

penting sebagai cara mengatasi stress, membatasi terjadinya stress, mengurangi

atau menetralisasi pengaruhnya.

3. Sosialisasi

a. Pengertian sosialisasi

Pengertian sosialisasi menurut Peter Berger adalah suatu proses

dimana seorang individu belajar menjadi seorang anggota yang

berpartisipasi dalam masyarakat (Idianto, 2004:115). Menurut David

Goslin, sosialisasi adalah proses belajar yang dialami seseorang untuk

memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan norma agar ia

berpartisipasi sebagai seorang anggota dalam kelompok masyarakatnya

(Ihromi, 1990: 30).

Secara sederhana sosialisasi dapat diartikan sebagai sebuah proses

seumur hidup yang berkenaan dengan bagaimana individu berpikir

mempelajari cara-cara hidup, nilai-norma sosial yang terdapat dalam suatu

Page 37: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

kelompok agar ia dapat menyesuaikan diri dan mampu berkembang

menjadi pribadi yang dapat diterima, berperan serta berfungsi dalam

kelompoknya tersebut.

Setelah memahami pengertian sosialisasi menurut beberapa ahli

diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sosialisasi adalah proses yang

dilalui oleh setiap individu dalam belajar tentang semua kebiasaan yang

dimiliki oleh setiap manusia. Batasan mengenai sosialisasi yaitu proses

dimana individu tersebut mempelajari kebiasaan sikap, ide-ide, pola-pola

nilai dan tingkah laku di dalam masyarakat dimana individu tersebut

hidup.

b. Tujuan sosialisasi

Tujuan pokok adanya sosialisasi bukan semata-mata agar kaidah-

kaidah dan nilai-nilai diketahui dan dimengerti. Tujuan akhir dari

sosialisasi adalah agar manusia bersikap dan bertindak sesuai dengan

kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku serta agar yang bersangkutan

menghargainya (Soerjono Soekanto, 1990:442).

Sosialisasi sebagai proses sosial mempunyai tujuan sebagai

berikut:

1) Memberikan keterampilan dan pengetahuan yang

dibutuhkan untuk melangsungkan kehidupan seseorang

kelak ditengah-tengah masyarakat tempat dia menjadi salah

satu anggotanya,

2) Menambah kemampuan berkomunikasi secara efektif dan

efisien serta mengembangkan kemampuannya untuk

membaca, menulis, dan bercerita,

3) Membantu pengendalian fungsi-fungsi organik yang

dipelajari melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat,

4) Membiasakan individu dengan nilai-nilai dan kepercayaan

Page 38: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

pokok yang ada pada masyarakat (Idianto, 2004: 115).

Proses sosialisasi dan kesetiaan sosial akan berjalan secara simultan

dan terjadi satu sama lain. Pengalaman serta pengaruh dari individu lain

dapat mengubah seseorang individu menjadi pribadi sosial. Beberapa

kasus menunjukkan bahwa individu yang mengalami isolasi sosial tidak

dapat berkembang sebagai pribadi sosial yang normal. Proses sosial

manusia berupa sifat ketergantungan antara individu satu dengan yang lain

dan sifat manusia untuk mempelajari barbagai macam bentuk tingkah laku

(Koentjaraningrat, 1980: 243).

Proses belajar sosial merupakan proses yang berlangsung sepanjang

hidup, yang berawal sejak individu dilahirkan hingga mati. Dalam proses

ini, individu mendapatkan pengawasan, pembatasan/ hambatan dari

individu lain atau masyarakat. Tetapi individu juga mendapatkan

bimbingan, dorongan, stimulasi serta motivasi dari individu lain atau

masyarakat. Jadi dalam suatu proses sosialisasi, individu bersikap reseptif

dan kreatif terhadap pengaruh invidu lain atas masyarakatnya

(Koentjaraningrat, 1980: 247).

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat dijabarkan

mengenai batasan dari definisi sosialisasi, antara lain:

1) Sosialisasi ditempuh oleh seorang individu melalui

proses belajar untuk memahami, menghayati,

menyesuaikan dan melaksanakan tindakan sosial yang

sesuai dengan pola perilaku masyarakatnya,

2) Sosisalisasi ditempuh seorang individu secara bertahap

dan berkesinambungan sejak ia dilahirkan hingga ia

Page 39: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

berakhir hayatnya,

3) Sosialisasi erat sekali kaitannya dengan enkulturasi

atau proses pembudayaan, yaitu proses belajar seorang

individu untuk belajar, mengenal, menghayati,

menyesuaikan alam pikiran serta sikap terhadap sistem

adat, norma, bahasa, seni, agama, serta semua peraturan

yang mengatur hidup seorang individu dalam

lingkungan kebudayaan masyarakatnya

(Koentjaraningrat, 1980: 249).

Teori sosialisasi menjadi salah satu konsep khusus terhadap terjadinya

dinamika sosial yang sangat dibutuhkan untuk menganalisa secara ilmiah

gejala-gejala serta kejadian-kejadian sosial budaya pada mahasiswa

perantauan di Yogyakarta sebagai proses-proses pergeseran masyarakat

dan kebudayaan. Hal ini dikaitkan dalam culture shock disebabkan meski

perbedaan budaya menjadi suatu kendala tersendiri bagi mahasiswa

perantauan, namun tanpa disadari proses belajar kebudayaan akan

tertuntun sendirinya secara alamiah dan tidak dapat dihindari sebagai

naluri sosial oleh berjalannya waktu disamping usaha individu untuk tetap

bertahan di tempat rantauan demi tujuan utamanya melanjutkan

pendidikan. Pada dasarnya mahasiswa perantauan tetap saja seorang

makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan saling membutuhkan

satu sama lainnya untuk melangsungkan hidupnya di Yogyakarta.

4. Komunikasi Bahasa

Luwig Wittgenstein mengatakan bahwa manusia akan mengikuti aturan-

aturan dalam mengerjakan sesuatu melalui bahasa seperti memberikan dan

mentaati perintah, bertanya dan menjawab pertanyaan, serta menjelaskan

Page 40: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

kejadian. Bahasa adalah salah satu alat yang digunakan oleh manusia untuk

bekomunikasi dan memulai interaksi satu dengan yang lainnya (Stephen,

Littlejohn dan Foss, 2012: 67).

Robert Gales menciptakan sebuah teori terpadu yang bertujuan

menjelaskan jenis pesan yang manusia tukar dalam kelompok bahwa

bahasa berfungsi sebagai kendaraan untuk tindakan, karena

kebutuhan sosial membutuhkan orang lain untuk saling bekerja sama

dengan tindakannya sehingga bahasa membentuk suatu prilaku

dalam kelompok yang setiap individu dapat memperlihatkan sikap

positif atau gabungan dengan (1) menjadi ramah; (2) mendramatisasi

suka berbicara; atau (3) menyetujui. Sebaliknya mereka juga dapat

menunjukkan sikap negatif atau sikap campur aduk dengan (1)

penolakan; (2) memperlihatkan ketegangan; atau (3) menjadi tidak

ramah. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap individu dapat

(1) menanyakan informasi; (2) menanyakan opini; (3) meminta

saran; (4) memberi saran; (5) memeberi opini; dan (6) memberi

informasi (Stephen, Littlejohn dan Foss, 2012:326).

5. Budaya dan Masyarakat

Menurut E. B Taylor dalam bukunya “Primitive Culture”, bahwa

kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang ada di dalamnya

terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat

istiadat dan kemampuan lain, serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai

anggota dari masyarakat (Koentjaraningrat, 1980: 195).

Menurut C. Kluckhohn dan W. H. Kelly, kebudayaan adalah pola untuk

hidup yang tercipta dalam sejarah, yang explisit, implisit, rasional, irasional

yang terdapat pada setiap waktu sebagai pedoman-pedoman yang potensial

bagi tingkah laku manusia. Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi

menyatakan kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat,

Page 41: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

jadi dengan demikian kebudayaan adalah hasil budi daya manusia, sehingga

kebudayaan tersebut dapat dipelajari (Soerjono Soekanto, 2006: 150-151).

Kroeber membedakan dua aspek dalam kebudayaan yakni

kebudayaan nilai (Value cultur) dan kebudayaan realistis (reality

culture). Kebudayaan nilai bersumber pada kreativitas manusia,

sedangkan kebudayaan realitas berhubungan dengan usaha manusia

dalam mempertahankan hidup dan penggarapan lingkungan dengan

ekonomi dan teknologi. Menurut Krober, kebudayaan nilai bersifat

sekunder artinya perkembangan kebudayaan nilai tergantung pada

perkembangan kebudayaan realitas. Tuntutan-tuntutan yang ada pada

kebudayaan realitas dapat terpenuhi maka kebudayaan nilai

berkembang (Rahyono, 2009: 45).

Koentjaraningrat dalam pengantar ilmu antropologi menjelaskan bahwa

kebudayaan adalah keseluruhan sistem dan gagasan, tindakan, dan hasil karya

manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri

manusia dengan belajar (dikutip Rahyono, 2009: 45).

Budaya memiliki ciri-ciri (Dedi Mulyana, 2006:23) yaitu:

a. Budaya bukan bawaan, tetapi dipelajari.

b. Budaya dapat disampaikan dari orang ke orang, dari

kelompok ke kelompok dan dari generasi ke generasi.

c. Budaya berdasarkan simbol.

d. Budaya bersifat dinamis, suatu sistem yang terusberubah

sepanjang waktu.

e. Budaya bersifat selektif, mempresentasikan pola-pola perilaku

pengalaman manusia yang jumlahnya terbatas.

f. Berbagai unsur budaya saling berkaitan.

g. Etnosentrik (menganggap budaya sendiri sebagai yang

terbaik atau standar untuk menilai budaya lain).

Istilah sosial (social) pada ilmu-ilmu sosial menunjuk pada objeknya,

yaitu masyarakat merupakan sekelompok individu yang mempunyai

hubungan, memiliki kepentingan bersama, memiliki budaya dan dipelajari

dalam ilmu sosiologi meliputi masyarakat, perilaku masyarakat,serta perilaku

sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya.

Page 42: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Mengkaji masyarakat perlu memahami proses sosial yang ada dalam

masyarakat, karena pengetahuan tentang proses-proses sosial dapat digunakan

untuk memperoleh pengertian mengenai segi dinamis dari masyarakat atau

gerak masyarakat yakni bentuk umum proses sosial yaitu interaksi sosial

(Soerjono Soekanto, 2006: 55). Masyarakat pasti akan mengadakan interaksi

dalam suatu sistem kapasitas atau identitas sosial serta memainkan peran.

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang

menyangkut hubungan antar orang-perorangan, antar kelompok sosial,

maupun antar orang perorangan dengan kelompok manusia.Kelompok sosial

adalah sekumpulan individu yang mengadakan hubungan secara berulang-

ulang dalam perangkat hubungan identitas yang bertalian. Melihat masyarakat

sebagai suatu sistem hubungan identitas dan kelompok, akan terlukis sebagai

sistem sosial.

6. Mahasiswa

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mahasiswa adalah mereka yang

sedang belajar di perguruan tinggi dengan usia yang berkisar antara 19 sampai

28 tahun, yang memang dalam usia tersebut mengalami suatu peralihan dari

tahap remaja ke tahap dewasa (Poerwadarminta, 2005:375). Mahasiswa adalah

seorang individu yang sedang menuntut ilmu, terdaftar sebagai murid di

perguruan tinggi negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat

dengan perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi untuk

belajar menempuh jenjang pendidikan tingkat lanjut. Mahasiswa dinilai

memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan

Page 43: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

kerencanaan dalam bertindak. Mahasiswa memiliki tuntutan peran penting

untuk mampu berpikir kritis, bertindak dengan cepat dan tepat merupakan

prinsip yang saling melengkapi (Dwi Siswoyo, 2007: 21).

7. Perantau dan Merantau

a. Perantau

Perantau adalah orang yang meninggalkan kampung halaman atau

tanah kelahiran untuk pergi merantau ke kota, wilayah atau bahkan

negeri lain dalan kurun waktu tertentu (Kato Tsuyushi, 2005: 13).

b. Pengertian Merantau

Menurut Kato Tsuyushi istilah merantau berarti meninggalkan

kampung halaman atau tanah kelahiran. Keluar dari kampung sendiri

untuk pergi ke kota lain dalan kurun waktu tertentu sudah disebut

sebagai merantau. Permulaan merantau bertujuan untuk mencari

penghidupan. Sekarang ini untuk melanjutkan pendidikan ke negeri lain

juga disebut dengan pergi merantau (Kato Tsuyushi, 2005: 13).

Menurut Mochtar Naim ada berbagai alasan mengapa

mereka melanjutkan studi diluar daerah, antara lain

memeperluas wawasan, memperoleh pendidikan yang lebih

baik, memperoleh pengalaman baru, mengharapkan tingkat

kehidupan yang lebih baik, memperoleh pengalaman baru dan

mengharapkan penghidupan yang lebih baik. Mochtar Naim

mendefinisikan merantau adalah tipe khusus dari migrasi

dengan konotasi budaya tersendiri yang mengandung enam

unsur pokok yaitu:

1) Meninggalkan kampung halaman.

2) Dengan kemauan sendiri.

Page 44: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

3) Untuk jangka waktu lama atau tidak.

4) Dengan tujuan mencari penghidupan, menuntut ilmu atau

mencari pengalaman.

5) Biasanya dengan maksud kembali pulang.

6) Merantau ialah lembaga sosial yang membudaya (Mochtar

Naim, 1984:2).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan pengertian

merantau adalah bentuk perpindahan tempat tinggal seseorang ke daerah

lain dengan kemauan sendiri, dan jangka waktu tertentu dengan tujuan

mencari penghidupan yang lebih baik yang telah melembaga di

masyarakat, biasanya untuk kembali pulang. Lebih lanjut dijelaskan

bahwa seseorang disebut merantau apabila ia pergi keluar daerah

budayanya dan individu tersebut tidak lagi berkomunikasi dan

berinteraksi hanya dengan kaum kerabat atau anggota kelompok

etnisnya, melainkan juga dengan orang yang latar belakang etnis dan

kulturnya berbeda-beda. Berbicara tentang merantau kita juga

membicarakan tentang mobilitas penduduk.

Mobilitas penduduk mempunyai pengertian pergerakan

penduduk dari satu daerah ke daerah lain. Mobilitas penduduk

dari ada tidaknya niatan untuk menetap di daerah tujuan,

mobilitas penduduk dapat pula dibagi menjadi dua, yaitu

mobilitas penduduk permanen dan mobilitas non-permanen.

Mobilitas penduduk permanen adalah gerak penduduk yang

melintas batas wilayah asal menuju ke wilayah tujuan dengan

niatan menetap. Sebaliknya mobilitas penduduk non-

permanen adalah gerak penduduk yang melintas batas wilayah

asal menuju ke wilayah tujuan dengan tidak ada niatan

menetap didaerah tujuan (Mantra, 2003: 172).

Page 45: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Berdasarkan pengertian diatas, sesuai dengan judul penelitian

fenomena culture shock pada mahasiswa perantauan, maka merantau

merupakan bentuk mobilitas penduduk non-permanen.

B. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian kuantitatif yang pernah dilakukan oleh Yulian Susanti dari

Program Magister Psikologi UGM pada tahun 2012 dalam tesisnya yang

berjudul “Dukungan Teman Sebaya Sebagai Mediator Hubungan Antara

Culture Shock Dengan Prestasi Belajar”. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui peran dukungan teman sebaya sebagai mediator hubungan

antara culture shock dengan prestasi belajar pada mahasiswa di salah satu

Universitas swasta di Yogyakarta kriteria subyek penelitian adalah

mahasiswa tahun pertama yang berasal dari luar pulau Jawa, tinggal di

kos dan tidak tinggal dengan keluarga.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan teman sebaya dapat

menjadi mediator antara culture shock dan prestasi belajar. Mahasiswa

mengalami tekanan dan kecemasan akibat dari ketidak mampuan

menyesuaikan diri dengan lingkungan dan budaya yang baru akan

membutuhkan dukungan dari orang-orang yang ada disekitarnya yaitu

dukungan teman sebaya. Teman sebaya memainkan peran sangat penting

dalam penyesuaian terhadap lingkungan baru.

Kelompok sebaya merupakan konteks sosial yang berkembang lewat

keberfungsian kolektif para anggotanya berdasarkan norma dan nilai

kelompok. Seringnya bertemu, melakukan kegiatan bersama, dan adanya

Page 46: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

keterkaitan afektif antar pribadi para anggota kelompok membuat

kelompok teman sebaya menjadi pengaruh sosialisasi yang kuat dalam

lingkungan instansi pendidikan. Koneksi dan jejaring sosial dengan teman

sebaya yang terbentuk dan terbina bisa menjadi sumber utama dukungan

sosial bagi remaja di dalam mengatasi tekanan emosional dan kesulitan

penyesuaian diri yang sedang individu alami. Selain memberikan pengaruh

kust dalam hal gaya dan sosialisasi remaja, juga memberikan rasa nyaman

sehingga mampu mengurangi ketegangan akibat ketidakmampuan

menyesuaikan diri terhadap lingkungan barunya. Kemudian dukungan

teman sebaya ini dapat menjadi mediator antara culture shock dengan

prestasi belajar karena salah satu yang menyebabkan timbulnya kecemasan

adalah faktor lingkungan sosial yang kemudian memunculkan perasaan

tegang, namun dengan mediasi oleh faktor sosial berupa dukungan dari

teman sebaya maka kecemasan yang dialami individu dapat diminimalisir.

Adanya dukungan sosial dari teman sebaya membuat individu merasa

memiliki teman yang memperhatikan, menghargai, serta perasaan senasib

sepenanggungan sehingga menimbulkan rasa kepemilikan dan harga diri

yang lebih baik. Dukungan teman sebaya memiliki hubungan positif

terhadap prestasi belajar, semakin tinggi dukungan teman sebaya yang

diperoleh mahasiswa maka prestasi yang diperoleh semakin baik.

2. Penelitian kualitatif yang pernah dilakukan oleh Fransiska Ani Dewanti

dari Program Magister Psikologi UGM pada tahun 2008 dalam tesisnya

yang berjudul “Pengalaman Culture Shock Pada Anak Buah Kapal (ABK)

Page 47: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Pemula Di Kapal Pesiar Internasional”. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pemaknaan pengalaman culture shock oleh para ABK pemula

dan bagaimana mereka memaknai kerja setelah melalui masa culture

shock dalam proses penyesuaian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman culture shock

merupakan pengalaman penyesuaian yang didalamnya terjadi dinamika

psikolois yang muncul dalam diri individu sebagai bentuk respon

terhadap situasi baru yang harus dihadapi. Dinamika psikologis ABK

pemula terhadap pengalaman culture shock merupakan interaksi antara

elemen-elemen di dalamnya baik itu elemen yang mencetuskan respon

terhadap penyesuaian yang harus dihadapi, maupun elemen yang menjadi

faktor anti yang bersifat mereduksi respon negatif terhadap penyesuaian

yang harus dihadapi.

Ketika faktor anti dapat memberikan pengaruh yang lebih besar

dibandingkan faktor pendorong dan pencetus, maka dampak pengalaman

culture shock yang timbul dapat diminimalisir. Dinamika psikologis

tersebut menghasilkan suatu pemaknaan ABK pemula terhadap

pengalaman culture shock yaitu sebagai suatu proses yang harus dijalani,

sebagai suatu kebanggaan karena mampu menghadapi proses yang berat

tersebut, sebagai suatu pengalaman yang menyenangkan, menyedihkan,

dan sekaligus melegakan, serta adanya penghargaan dari lingkungan

terhadap hasil kerja yang dicapainya. Pemaknaan tersebut membatu ABK

pemula dalam memaknai kerja mereka di kapal pesiar internasional

Page 48: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

secara menyeluruh. ABK pemula yang memaknai pekerjaannya sebagai

upaya mencari materi memandang pekerjaan sebgai suatu mata

pencaharian baik untuk memenuhi kebutuhan saat ini maupun di masa

mendatang.

ABK pemula yang memaknai pekerjaannya sebagai sarana untuk mencari

modal usaha di masa mendatang melatih kedewasaan sebagai batu

loncatan dan sebagai bentuk harga diri memandang pekerjaan mereka

sebagai karir dimana pekerjaan tersebut merupakan salah satu cara untuk

menstimulasi kebutuhan mereka untuk bersaing atau meningkatkan

prestise dan kepuasan. ABK pemula yang memaknai pekerjaannya bahwa

meskipun pekerjaannya dianggap sepele tapi besar manfaatnya bagi orang

lain memandang pekerjaannya sebagai sumber dari fulfillment atau

keutuhan. Ia memandang pekerjaannya sebagai suatu panggilan dan

memaknainya sebagai suatu bentuk kontribusi mereka pada lingkkungan

sosial.

Dari penelitian relevan di atas, telah digunakan sebagai bahan

pembanding sekaligus referensi bagi penelitian yang akan peneliti lakukan

dengan fokus penelitian yang sama yaitu tentang fenomena culture shock.

C. Kerangka Pikir

Kerangka pikir dibuat untuk mempermudah proses penelitian karena

mencakup tujuan dari penelitian itu sendiri. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui fenomena culture shock pada mahasiswa perantauan di

Yogyakarta.

Page 49: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu bentuk miniatur dari

Negara Indonesia, karena di dalamnya terdapat berbagai kebudayaan dari

provinsi yang ada di nusantara Indonesia yang di wakili oleh berbagai pelajar

dan mahasiswa yang datang hendak meneruskan studi ke jenjang pendidikan

perguruan tinggi yang banyak tersedia di kota ini. Mahasiswa perantauan asal

luar Jawa sebagai pendatang baru yang berasal dari luar daerah Yogyakarta,

dituntut untuk dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru, masyarakat

yang baru dan perubahan dalam lingkungan fisik, biologis, budaya dan

psikologis.

Perubahan dalam lingkungan fisik seperti lingkungan tempat tinggal.

Perubahan dalam hal biologis antara lain meliputi makanan yang bergizi,

tingkatan kebersihan, perubahan suhu, dan perbedaan iklim. Perubahan dalam

hal budaya antara lain perubahan cara bicara seperti bahasa daerah, kebiasaan,

ekspresi atau gerak tubuh, rasa masakan, adat, dan nilai norma yang berlaku.

Sedangkan perubahan psikologis yaitu proses yang harus dihadapi karena

berpisahnya individu dengan orang tua, sanak saudara dan teman-teman di

daerah asal oleh jarak geografis. Perubahan-perubahan tersebut menimbulkan

culture shock (gegar budaya) yang dapat menghambat mahasiswa perantau

untuk mampu menempatkan dirinya di dalam lingkungan budaya masyarakat

yang baru di tempat rantauan.

Individu sebagai makhluk sosial, dituntut untuk mampu mengatasi

masalah perbedaan budaya yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan

Page 50: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Culture Shock (Gegar Budaya)

Mahasiswa Perantau asal Luar Pulau Jawa

Budaya Yogyakarta

Penyebab

Reaksi

Gejala

Dampak

Berkuliah di universitas

Yogyakarta

lingkungan sosial dan mampu menyelaraskan diri sesuai dengan norma yang

berlaku baik di lingkungan tempat tinggal sementara (kos) maupun di

lingkungan kampus universitasnya. Penyesuaian diri terhadap lingkungan baru

yang berbeda budaya ini kemudian mengarahkan mahasiswa perantau tersebut

untuk mampu bersosialisasi serta terdorong melakukan adaptasi budaya yang

terlebih dahulu melalui berbagai bentuk fenomena sosial, salah satunya yang

akan peneliti bahas secara khusus berupa fenomena culture shock yang pada

prosesnya akan tetap menghantarkan mahasiswa perantau terhadap

pembelajaran kebudayaan yang berlaku di lingkungan baru sebagai tempat

rantauan dimana ia tinggal sekarang yaitu Yogyakarta.

Bagan 1. Kerangka Pikir

Menciptakan sosialisasi baru sebagai hasil adaptasi budaya di Yogyakarta

Page 51: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian tentang “Fenomena Culture Shock Pada Mahasiswa Perantauan

di Yogyakarta” dilaksanakan di Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui faktor hingga reaksi atau gejala yang melatarbelakangi terjadinya

culture shock serta akibat yang ditimbulkan terhadap mahasiswa perantauan di

Yogyakarta.

B. Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian tentang fenomena culture shock (gegar budaya) pada

mahasiswa perantauan di Yogyakarta ini dilaksanakan dalam kurun waktu

kurang lebih pada bulan September 2013 sampai dengan selesai, terhitung

sejak pemilihan judul dan pelaksanaan penelitian sampai pada penyusunan

laporan penelitian sebagai hasil dari penelitian.

C. Metode Penelitian

Suatu penelitian, diperlukan adanya pendekatan penelitian. Pendekatan

dalam penelitian yang berjudul Fenomena Culture Shock (Gegar Budaya)

Pada Mahasiswa Perantauan Di Yogyakarta ini menggunakan metode

penelitian kualitatif yaitu pengamatan, wawancara dan penelaah dokumen.

Metode penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis, kata-kata lisan dari orang-orang dan

perilaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian secara utuh dengan

Page 52: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus

yang alamiah (Moleong, 2006: 4).

Pembangunan dan pengembangan teori sosial khususnya sosiologi dapat

dibentuk dari empiris melalui berbagai fenomena atau kasus yang diteliti.

Dengan demikian teori yang dihasilkan mendapatkan pijakan yang kuat pada

realitas, bersifat kontektsual dan historis. Pada penelitian kualitatif ini, peneliti

menyajikan hasil penelitian secara kualitatif deskriptif yaitu data yang

dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka, misalnya data dari

naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, arsip dan dokumen

resmi lainnya.

Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah

yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau

obyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak

sebagaimana adanya (Hadari Nawari, 2007:67). Pemikiran dalam metode ini

tidak sekedar melihat gejala atau fakta-fakta, tetapi perlu dikembangkan

dengan mengemukakan hubungannya satu sama lain di dalam aspek-aspek

yang diselidiki serta memberikan penafsiran yang akurat terhadap fakta-fakta

yang ditemukan.

Penelitian deskriptif bukan saja memberikan gambaran tentang fenomena

tetapi juga menerangkan hubungan, membuat prediksi, serta mendapatkan

makna dari fenomena yang dikaji. Data yang disajikan dalam penelitian ini

berupa data deskriptif yang berupa kata-kata, gambar dan bukan berupa

angka-angka. Laporan penelitian ini berupa kutipan-kutipan yang diperoleh

Page 53: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

dari observasi langsung, catatan lapangan, wawancara langsung, foto, buku,

jurnal dan internet yang tentunya relevan dengan mahasiswa perantauan di

Yogyakarta.

Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan penelitian secara bertahap,

agar data yang diambil merupakan data lengkap dan benar. Peneliti juga akan

terjun langsung ke lapangan guna memperoleh data yang sesuai dengan hasil

wawancara dan data yang diperoleh dari para informan, kemudian

dideskripsikan dengan menggunakan kata-kata sehingga mudah untuk

dimengerti. Peneliti juga akan mengambil gambar pada saat pelaksanaan

wawancara sebagai arsip/dokumen-dokumen yang dianggap penting untuk

mempertegas hasil penelitian. Peneliti mempelajari juga dari buku-buku serta

berbagai tulisan-tulisan mengenai culture shock (gegar budaya).

D. Sumber Data Penelitian

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, bahasa dan

tindakan, selebihnya adalah data tambahan yang mendukung seperti dokumen,

foto dan lain-lain (Moleong,2007:157). Tindakan orang-orang yang

diamati/diwawancarai merupakan sumber data utama yang dicatat melalui

catatan tertulis maupun melalui perekam video/audio tape. Data dari informan

yang digunakan atau diperlukan dalam penelitian, dikaji dari sumber data

penelitian antara lain sebagai berikut:

1. Sumber Data Primer

Data primer diperoleh langsung dari subjek penelitian yang diambil,

dikumpulkan atau diperoleh langsung oleh peneliti kepada sumbernya

Page 54: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

tanpa ada perantara dengan cara menggali sumber asli secara langsung

melalui responden. Data ini diperoleh melalui wawancara dengan subjek

atau informan dan pengamatan langsung di lapangan. Data atau informasi

tersebut dilakukan dengan metode wawancara. Berkaitan dengan hal

tersebut, pada penelitian ini jenis datanya dibagi ke dalam kata-kata dan

tindakan sumber data tertulis.

Sumber data primer pada penelitian ini, peneliti mengambil data

secara langsung melalui observasi dan wawancara dengan beberapa

informan mahasiswa perantauan dari luar Jawa yang sedang menempuh

kuliah semester awal di universitas-universitas Yogyakarta sebagai

informan lapangan penelitian ini. Serta diperkuat oleh data dan informasi

dari beberapa informan mahasiswa perantauan dari luar Jawa yang sedang

menempuh kuliah semester lanjut di universitas-universitas Yogyakarta.

2. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder merupakan sumber data kedua di luar kata dan

tindakan yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya, namun

data ini tidak diabaikan dan memiliki kedudukan penting yang mampu

memberikan tambahan serta penguatan terhadap data penelitian. Sumber

data sekunder biasanya diperoleh dari mengumpulkan referensi dan kajian

kepustakaan dan dokumen dari kegiatan objek penelitian yang sedang

dilaksanakan. Data sekunder dalam penelitian ini berasal dari sumber

tertulis, majalah, surat kabar, jurnal, internet dan hasil penelitian yang

relevan dengan fenomena culture shock pada mahasiswa perantauan di

Page 55: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Yogyakarta. Data sekunder juga dapat berupa data statistik mengenai

jumlah mahasiswa perantauan di Yogyakarta yang akan diteliti.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara memperoleh data-data

yang diperlukan dalam penelitian.Teknik pengumpulan data yang digunakan

oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data dengan Observasi

Observasi merupakan aktivitas penelitian dalam rangka

mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah penelitian melalui

proses pengamatan langsung di lapangan. Peneliti berada ditempat itu,

untuk mendapatkan bukti-bukti yang valid dalam laporan yang akan

diajukan. Menurut Sanafiah Faisal (dikutip dari Sugiyono, 2007: 266)

mengklasifikasikan observasi menjadi beberapa bagian yaitu, observasi

partisipasi (participant observation), observasi secara terang-terangan dan

tersamar (overt observation and covert observation) dan observasi yang

tak terstruktur (unstructured observation).

Dalam hal ini peneliti melakukan penelitian overt observation and

covert observation dengan jenis observasi non partisipasi atau pengamatan

secara langsung terhadap suatu fenomena yang dikaji. Dalam observasi

non partisipasi ini, pengamat berada diluar subjek yang diamati dan tidak

ikut dalam kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan. Dengan demikian

pengamat akan lebih mudah mengamati kemunculan tingkah laku yang

diharapkan (Irawan Suhartanto, 2002:69).

Page 56: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Dalam penelitian ini peneliti mengamati secara langsung fenomena

culture shock pada mahasiswa perantauan di Yogyakarta. Peneliti

melakukan observasi dalam tiga tahap, tahap pertama observasi dilakukan

untuk mengetahui kemampuan penyesuaian diri hingga bentuk sosialisasi

mahasiswa perantau di Yogyakarta akibat fenomena culture shock. Tahap

kedua observasi dilakukan untuk mengetahui komunikasi yang terjadi di

lingkungan tempat tinggal sementara (kos) baik terhadap masyarakat

sekitar kos maupun sesama penghuni kos lainnya. Tahap ketiga observasi

dilakukan untuk mengetahui interaksi pertemanan antar mahasiswa yang

terjadi di lingkungan kampus.

2. Pengumpulan Data dengan Wawancara

Wawancara dimaksudkan untuk mengkontruksi mengenai orang,

kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain.

Wawancara atau interview merupakan percakapan denganmaksud tertentu.

Percakapan dilakukan oleh kedua pihak yaitu pewawancara yang

mengajukan pertanyaan atau sebagai pihak penanya, dan terwawancara

yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan oleh pihak

penanya.

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan

penelitian dengan cara tanya jawab. Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan wawancara semi terstruktur dan tidak terstruktur.

Wawancara semi terstruktur memiliki pedoman wawancara namun apabila

sudah terjun ke lapangan akan berkembang sesuai dengan kondisi

Page 57: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

lapangan. Sedangkan wawancara tidak terstruktur, yaitu peniliti tidak

terikat waktu dan biasanya informan karena memiliki sifat khas.

Pelaksanaan ini mengalir seperti percakapan sehari-hari (Moleong, 2007:

190-191).

Metode wawancara sering digunakan untuk mendapatkan informasi

dari orang atau masyarakat. Wawancara merupakan cara utama yang

digunakan dalam penelitian ini jika seseorang ingin mendapatkan data-

data atau keterangan secara lisan dari seorang informan. Wawancara

dilakukan dengan membuat pedoman wawancara yang relevan dengan

permasalahan yang kemudian digunakan untuk tanya jawab. Sebelum

melakukan wawancara, peneliti harus menyiapkan instrumen wawancara

terlebih dahulu. Didalam pedoman wawancara ini berisi sejumlah

pertanyaan yang wajib ditanya atau direspon oleh responden. Isi

pertanyaan tersebut meliputi fakta, realita, data, konsep, pendapat, persepsi

yang berkenaan dengan permasalahan yang dikaji dalam penelitian.

Teknik wawancara menjadi cara yang digunakan jika seseorang ingin

mendapatkan data-data atau keterangan secara lisan dari seorang

responden. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan

berusaha menggali data, informasi dan keterangan dari subjek yang

diperlukan, yaitu para mahasiswa perantauan di Yogyakarta.

3. Teknik Pengumpulan Data dengan Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan

menghimpun data dan menganalisis dokumen-dokumen baik dokumen

Page 58: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

tertulis, dokumen visual berupa foto dan gambar, maupun data yang

terdapat dalam media elektronik. Teknik kegiatan pengumpulan data

khusus berupa pengumpulan data, pengolahan, penemuan kembali dan

penyebaran dokumen dengan sumber yang dapat diperinci dengan jalan

melihat, mencatat, dan mengabadikan dalam gambar untuk memperoleh

informasi atau gambaran mengenai objek yang diteliti. Dokumen yang

dihimpun dan dipilih sesuai dengan tujuan penelitian sebagai sumber data

yang dimanfaatkan untuk menguji data. Sebagai sesuatu yang tertulis,

tercetak atau terekam yang dapat dipakai sebagai bukti atau keterangan.

Hal ini dilakukan dengan cara mengkaji sumber-sumber tertulis yang

berkaitan dengan pokok bahasan permasalahan. Dokumentasi untuk

penelitian yang dilakukan dengan mengambil gambar secara langsung

keadaan informan pada saat wawancara berlangsung, dan mencari

dokumen yang berkaitan dengan data fisik yang peneliti peroleh berupa

data jumlah mahasiswa perantauan di Yogyakarta pertahun ajaran

berdasarkan asal yang diperoleh dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang dikumpulkan selama

penelitian sebagai bahan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan

wawancara dalam penelitian kualitatif.

F. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik sampling merupakan cara yang digunakan dalam pengambilan

sampel penelitian. Maksud dari sampling dalam penelitian kualitatif adalah

untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai sumber untuk

Page 59: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

merinci kekhususan yang ada ke dalam konteks yang unik dan juga untuk

menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang

muncul (Moleong, 2006: 165). Pengambilan informan dilakukan secara

purposive yaitu berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian dan

pada umumnya informan berjumlah kecil tetapi sebanyak mungkin menjaring

informasi untuk tujuan penelitian dan tetap dalam batasan masalah penelitian.

Purposive sampling adalah teknik pengumpulan subyek berdasarkan ciri-

ciri atau sifat tertentu yang diperkirakan mempunyai sangkut paut erat dengan

ciri-ciri atau sifat-sifat yang ada dalam populasi yang sudah diketahui

sebelumnya. Sampel bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subyek

bukan didasarkan atas srata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya

tujuan tertentu. Teknik ini biasanya didasarkan pada pertimbangan alasan

keterbatasan waktu, tenaga dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel

yang besar dan jauh.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam menggunakan purposive

sampling adalah sebagai berikut.

1. Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat atau

karakteristik tertentu yang merupakan ciri-ciri pokok populasi.

2. Subyek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subyek

yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi.

3. Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat di dalam studi

pendahuluan (Suharsimi Arikunto, 2010:128).

Page 60: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa perantau yang sedang

berkuliah di Yogyakarta. Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini

dilakukan dengan teknik purposive sampling. Pengambilan sampel ini

dilakukan berdasarkan adanya tujuan tertentu yang ingin dicapai oleh peneliti.

Subjek yang diambil merupakan subjek yang memiliki banyak kemiripan, atau

ciri umum dari populasi. Pertimbangan dalam penentuan sampel adalah

Peneliti menetapkan beberapa informan mahasiswa perantau yang sedang

berkuliah di universitas-universitas Yogyakarta.

Peneliti telah memilih informan yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan

peneliti dengan karakteristik sebagai berikut:

a. Mahasiswa laki-laki atau perempuan usia sekitar 18-22 tahun (remaja-

dewasa),

b. Berkuliah di universitas-universitas yang terdapat Yogyakarta,

c. Mahasiswa perantauan yang berasal dari luar pulau Jawa, hal ini

disebabkan karena peneliti beranggapan bahwa propinsi di luar pulau Jawa

memiliki perbedaan kebudayaan, yang sangat mencolok dan kurangnya

pemahaman mengenai kehidupan multikultural sehingga semua hal ini

yang dapat memicu terjadinya gegar budaya.

d. Belum pernah memiliki pengalaman tinggal di Yogyakarta sebelum

akhirnya datang ke Yogyakarta untuk berkuliah di universitas-universitas

Yogyakarta,

e. Sejak awal masuk kuliah tinggal di sekitar kampus (hanya tinggal di kos,

tidak tinggal di rumah saudara yang berada di Yogyakarta).

Page 61: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

G. Validitas Data

Validitas data atau keabsahan data pada penelitian kualitatif (Moleong,

2004:178), pemeriksaan terhadap keabsahan data selain digunakan untuk

menyanggah balik ada yang dituduhkan terhadap penelitian kualitatif yang

mengatakan tidak ilmiah, juga merupakan sebagai unsur yang tidak dipisahkan

dari tubuh pengetahuan penelitian kualitatif ini diperiksa dengan metode

triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain diluar data untuk kepentingan pengecekan data atau sebagai

pembanding terhadap data itu.

Triangulation menurut Patton dibagi menjadi 4 (empat), yaitu:

1. Triangulasi Sumber, yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat

kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang

berbeda dalam metode kualitatif. Data yang diperoleh berupa wawancara

yang dilakukan lebih dari satu kali dalam periode waktu tertentu.

2. Triangulasi Metode, yaitu dengan menggunakan dua strategi; (a)

pengecekan terhadap derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian

dengan beberapa teknik pengumpulan data, (b) pengecekan derajat

kepercayaan beberapa sumber dengan metode yang sama.

3. Triangulasi Peneliti, yakni dengan memanfaatkan peneliti atau pengamat

lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan.

Pengambilan data dilakukan oleh beberapa orang.

Page 62: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

4. Triangulasi Teori, yakni melakukan penelitian tentang topik yang sama

dan datanya dianalisa dengan menggunakan beberapa perspektif teori yang

berbeda (dikutip dari Moleong, 2004:178-179):.

Dalam penelitian ini variasi teknik yang digunakan adalah triangulasi

sumber. Hal ini dilakukan karena pengambilan data dalam penelitian ini

membandingkan data observasi dengan hasil wawancara terhadap informan,

membandingkan perspektif subjek dengan pendapat orang lain yang menjadi

sumber data pendukung, serta membandingkan hasil wawancara dengan isi

suatu dokumen yang berkaitan. Teknik triangulasi dengan sumber berarti

membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan atau informasi

untuk menguji keabsahan data yang diperoleh, diharapkan data yang

terkumpul dalam seluruh rangkaian proses pengumpulan data merupakan data-

data yang valid dan dapat dianalisa dengan baik.

Teknik triangulasi dalam penelitian ini dilakukan dengan

membandingkan informasi yang peneliti peroleh dari masing-masing sampel.

Peneliti akan memeriksa keabsahan data dengan cara melakukan kembali

wawancara kepada informan lain yang paham akan permasalah yang berkaitan

dengan culture shock (gegar budaya) pada Mahasiswa perantauan di

Yogyakarta. Wawancara dengan informan lain ini dilakukan tanpa

sepengetahuan informan sebelumnya.

Teknik triangulasi dalam penelitian ini yaitu informasi dari mahasiswa

perantauan asal luar pulau Jawa yang sedang menempuh semester awal

dibandingkan dengan mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa yang sedang

Page 63: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

berkuliah semester lanjut di Perguruan Tinggi Yogyakarta, kemudian apabila

terjadi ketidakcocokan atau kurang relevan dibandingkan lagi dengan data

hasil observasi yang dilakukan peneliti hingga diperoleh informasi yang

mendukung data sehingga dapat diambil suatu hasil akhir. Sesuai dengan

prinsip penelitian kualitatif, yaitu pencarian informasi jika sudah menemui

sampai titik jenuh maka dapat ditarik kesimpulan hasil. Kemudian untuk

memperkuat validitas data yaitu dengan cara membandingkan data berupa

informasi yang berasal dari dokumentasi, gambar dan sumber internet.

H. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah proses pengumpulan data secara sistematis

untuk mempermudah peneliti dalam memperoleh kesimpulan. Analisis data

menurut Bogdan yaitu proses mencari dan menyusun secara sistematik data

yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain

sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada

orang lain (Sugiyono,2009:334).

Proses analisis data dilakukan melalui 4 tahap kegiatan yang terjadi

secara bersama-sama yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data,

penarikan kesimpulan/ verifikasi (Miles dan Huberman, 1992:15-21) yakni:

1. Pengumpulan data

Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi

yang kemudian dituliskan dalam catatan lapangan yang berisi tentang apa

yang dilihat, didengar, disaksikan, dialami dan juga temuan tentang apa

yang dijumpai selama penelitian yang kemudian ditulis dalam catatan

Page 64: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

lapangan, memanfaatkan dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto

dan lain sebagainya.

Penelitian tentang fenomena culture shock pada mahasiswa

perantauan di Yogyakarta dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu tahap

wawancara kepada mahasiswa perantau di universitas-universitas

Yogyakarta yang kemudian dicatat serta diambil bagian-bagian yang

dianggap relevan dengan pokok permasalahan. Tahap kedua adalah

melakukan aktivitas browsing untuk mencari informasi umum tentang

culture shock pada mahasiswa perantauan. Tahap berikutnya dilakukan

dokumentasi data berupa foto-foto.

2. Reduksi data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang

muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung

terus menerus selama penelitian di lapangan. Selama pengumpulan data

reduksi selanjutnya membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema,

membuat gugus-gugus, membuat partisi, menulis memo. Reduksi data/

proses transformasi ini berlanjut terus sesudah peneliti lapangan, sampai

laporan akhir lengkap tersusun. Reduksi data bertujuan untuk memberi

gambaran dan mempertajam hasil dari pengamatan yang sekaligus untuk

mempermudah kembali pencarian data yang diperoleh.

Reduksi data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara membuat

coding hasil wawancara dengan tujuan menyeleksi data. Pemberian kode

Page 65: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

dalam hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa informan

dikumpulkan menjadi satu. Kemudian data setiap kode yang telah

dikumpulkan tersebut dianalisis sesuai dengan masalah yang dikaji. Selain

itu, juga membuat ringkasan hasil wawancara tentang fenomena culture

shock pada mahasiswa perantauan dan membuang bagian-bagian yang

tidak penting sehingga dihasilkan gambaran yang fokus pokok penelitian

dan untuk memperkuat data peneliti membandingkan data hasil

wawancara dengan data yang berasal dari dokumentasi, gambar, serta

sumber internet.

3. Penyajian data

Setelah data direduksi, langkah berikutnya adalah penyajian data.

Penyajian data cenderung mengarah pada penyederhanaan data kompleks

kedalam kesatuan bentuk yang sederhana dan selektif sehingga mudah

dipahami. Penyajian data merupakan rangkaian kalimat yang disusun

secara logis dan sistematis sehingga mudah dipahami. Kemampuan

manusia sangat terbatas dalam menghadapi catatan lapangan yang bias,

jadi mencapai ribuan halaman. Oleh karena itu diperlukan sajian data yang

jelas dan sistematis dalam membantu peneliti menyelesaikan

pekerjaannya. Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan informasi yang

tersusun dan memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan.

Setelah proses transformasi data, selanjutnya yang telah dilakukan

adalah menyusun data dalam satuan-satuan. Satuan-satuan tersebut

Page 66: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

kemudian dikategorisasikan pada langkah berikutnya. Kategorisasi

termasuk di dalamnya terdapat pemeriksaan keabsahan data melalui

triangulasi sumber. Melalui penyajian data akan dipahami apa saja yang

telah terjadi, apa yang harus dilakukan, dan apa lebih lanjut lagi

mengambil tindakan berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari

penyajian data tersebut. Langkah yang ketiga ini, peneliti menyusun

informasi-informasi tentang mahasiswa perantauan yang memberikan

kemungkinan penarikan kesimpulan tentang fenomena culture shock di

Yogyakarta. Penyajian data dalam penelitian ini mengacu pada rumusan

masalah yang ada pada BAB I.

4. Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan proses untuk merangkum data-data

yang telah direduksi ataupun telah disajikan peneliti berusaha

menyimpulkan data hasil penelitian, serta menganalisis data dan membuat

kesimpulan. Kesimpulan yang ditarik segera diverifikasikan dengan cara

melihat dan mempertanyakan pemahaman yang lebih tepat, dilakukan

dengan mengdiskusikannya. Hal tersebut dilakukan agar data yang

diperoleh dan penafsiran terhadap data tersebut memiliki validitas

sehingga kesimpulan yang ditarik menjadi kokoh. Kesimpulan dalam

penelitian ini berupa deskripsi dari objek yang pada awalnya belum jelas,

sehingga terlihat hubungan sebab akibat yang terkait dengan penelitian

atau jawaban dari masalah penelitian ini yaitu tentang fenomena culture

shock pada mahasiswa perantauan. Dalam penarikan kesimpulan tentunya

Page 67: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

peneliti sudah merasa terpenuhi akan data yang sesuai dengan

permasalahan yang sedang ia teliti sebagai langkah akhir dalam pembuatan

suatu laporan.

Model analisis data yang dipergunakan dalam penelitian tentang

fenomena culture shock pada mahasiswa perantauan di Yogyakarta ini

adalah model analisis interaktif dari Miles dan Huberman. Adapun siklus

dari keseluruhan proses analisis data Miles dan Huberman tersebut

digambarkan pada skema berikut (Miles dan Huberman, 1992:20).

Bagan 2. Komponen-komponen Analisis data

Sajian Data Pengumpulan Data

Verifikasi/

Penarikan

Kesimpulan

Reduksi

Data

Page 68: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

1. Deskripsi Umum D.I. Yogyakarta

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi dari 33

provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian

tengah. Berdasarkan informasi dari Badan Pertanahan Nasional, D.I.

Yogyakarta tercatat memiliki luas 3.185,80 km² atau 0,17 persen dari

luas Indonesia (1.860.359,67 km²), merupakan provinsi terkecil setelah

Provinsi DKI Jakarta (BPS Provinsi D.I. Yogyakarta, Dalam Angka,

2014: 3). D.I. Yogyakarta secara administratif terbagi menjadi lima

daerah tingkat II yaitu; Kotamadya Yogyakarta, Kabupaten Sleman,

Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten

Kulonprogo (BPS Provinsi D.I. Yogyakarta, Dalam Angka, 2014: 7).

Kualitas pendidikan yang memadai sangatlah diperlukan oleh

penduduk untuk meningkatkan kualitas hidup. Tingginya permintaan

jasa pendidikan menuntut tersedianya penyelenggara pendidikan yang

makin bermutu sejalan dengan visi Daerah Istimewa Yogyakarta pada

tahun 2025 sebagai Pusat Pendidikan, Pusat Budaya, dan Daerah

Tujuan Wisata Terkemuka di Asia Tenggara dalam Lingkungan

Masyarakat yang Maju, Mandiri, dan Sejahtera (BPS Provinsi D.I.

Yogyakarta, Dalam Angka, 2014: 106). Secara nasional, pendidikan

diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun swasta.

Page 69: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Pada tahun 2013/2014 untuk jenjang Perguruan Tinggi tercatat

pada jenjang perguruan tinggi negeri (PTN), D.I. Yogyakarta memiliki

10 perguruan tinggi negeri, dengan jumlah mahasiswa keseluruhan

sebanyak 110.437orang dan jumlah dosen sebanyak 4.828 orang.

Adapun perguruan tinggi swasta (PTS) tercatat sebanyak 107, dengan

rincian sebanyak 18 universitas, 37 sekolah tinggi, 4 institut, 41

akademi dan 7 politeknik. Didalamnya tergabung mahasiswa sebanyak

74.165 orang yang diasuh oleh 5.539 orang dosen tetap (BPS Provinsi

D.I. Yogyakarta, Dalam Angka, 2014: 107).

Bermunculannya berbagai instansi pendidikan tinggi baik negeri

hingga swasta yang tersedia di propinsi DIY dengan misi pendidikan

berkualitas, berdaya saing, yang didukung oleh sumber daya

pendidikan yang handal ini pun menambah dampak besarnya arus

mahasiswa yang datang dari hampir seluruh penjuru daerah di

Indonesia untuk merantau ke Yogyakarta dengan tujuan melanjutkan

pendidikan, sehingga tidak akan berlebihan bila Yogyakarta sering

disebut sebagai kota miniatur Indonesia.

Berdasarkan informasi dari hasil proyeksi penduduk dari SP2010,

jumlah penduduk DIY tahun 2013 tercatat 3.594.854 jiwa. Menurut

daerah, persentase penduduk kota mencapai 66,09 persen dan

penduduk desa mencapai 33,91 persen. Dengan luas wilayah 3.185,80

km², kepadatan penduduk di DIY tercatat 1.128 jiwa per km2. D.I.

Yogyakarta termasuk ke dalam kota dengan laju pertumbuhan

Page 70: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

penduduk yang rendah di Indonesia, namun bukan berarti kota ini

terlepas dari permasalahan kependudukan. Tingginya angka para

perantau yang datang dari berbagai wilayah untuk menempuh

pendidikan di Yogyakarta menjadi salah satu hal penyebab utama pada

tingginya kepadatan penduduk yang hanya memusat pada lokasi-lokasi

tertentu, khususnya pada lingkungan sekitar daerah sentra pendidikan

di Yogyakarta seperti daerah perguruan tinggi baik negeri maupun

swasta, terlebih pada saat musim awal tahun ajaran baru (BPS Provinsi

D.I. Yogyakarta, Dalam Angka, 2014: 63).

Hal ini tidak terlepas dari sejarah pendidikan berdirinya salah satu

Perguruan Tinggi Islam tertua di Indonesia pada tanggal 08 Juli 1945

yang kemudian menjadi UII, serta konsep pendidikan pada “National

Onderwijs Institut Taman Siswa” yang didirikan oleh Ki Hajar

Dewantara pada tanggal 03 Juli 1992 di Yogyakarta. Di sinilah

keunggulan Yogyakarta sebagai Kota Pelajar yang kemudian berubah

sebutan menjadi Kota Pendidikan karena dari Yogyakarta inilah

kemudian lahir hari pendidikan Nasional yang mengambil hari lahir Ki

Hajar Dewantara, Sang Pendiri Tamansiswa inilah yang kemudian

menjadikan Yogyakarta sejak dulu santar dikenal oleh masyarakat luas

di seluruh Indonesia sebagai kota pelajar, dengan nuansa akademik

yang menonjol, kota yang maju dalam dunia ilmu pendidikan dan

banyak menarik minat para pelajar hingga mahasiswa perantau untuk

datang kemudian menetap sementara waktu selama menuntut ilmu di

Page 71: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Yogyakarta begitu terus dari dahulu hingga saat ini (Budi Wibowo,

2015:8).

Lingkungan hidup merupakan sejumlah benda dan kondisi yang

ada dalam ruangan yang kita tempati, serta mempengaruhi kehidupan

kita. Semua saling berinteraksi dengan lingkungan hidup dan

sebaliknya individu juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya

(Ihromi, 1990:69). Oleh karena itu mau tidak mau dalam kehidupan

kesehariannya manusia senantiasa bergantung pada lingkungannya,

termasuk lingkungan sosial dan budaya. Mahasiswa maupun pelajar

perantau mereka tinggal di Yogyakarta dengan tujuan utama dalam hal

pendidikan yang bersifat sementara waktu menciptakan fenomena

mobilitas penduduk yang cukup tinggi.

Mobilitas penduduk mempunyai pengertian pergerakan penduduk

dari satu daerah ke daerah lain. Mobilitas penduduk dari ada tidaknya

niatan untuk menetap di daerah tujuan, mobilitas penduduk dapat pula

dibagi menjadi dua, yaitu mobilitas penduduk permanen dan mobilitas

non-permanen. Mobilitas penduduk permanen adalah gerak penduduk

yang melintas batas wilayah asal menuju ke wilayah tujuan dengan

niatan menetap. Sebaliknya mobilitas penduduk non-permanen adalah

gerak penduduk yang melintas batas wilayah asal menuju ke wilayah

tujuan dengan tidak ada niatan menetap didaerah tujuan (Mantra, 2003:

172). Sehingga para mahasiswa pendatang atau perantau ini termasuk

dalam mobilitas penduduk non-permanen yang biasanya tidak banyak

Page 72: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

terikat dengan hak dan kewajiban atas aturan yang ada dilingkungan

tempat yang mereka tinggali, atau bersifat longgar.

Jumlah Penduduk menurut Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta

yang didapat dari sumber proyeksi penduduk Indonesia 2010-2035,

yaitu; Kulonprogo 403.203, Bantul 947.066, Gunungkidul 700.192,

Sleman 1.141.684, Kotamadya Yogyakarta 402.709. Penduduk asli

D.I. Yogyakarta pada dasarnya telah mempunyai hak dan kewajiban

terhadap tempat tinggalnya (tanah-bangunan milik pribadi), serta hak

dan kewajiban terhadap masyarakat sekitar mereka (bertetangga,

sosialisasi, perasaan berkelompok), sehingga kecenderungan untuk

melakukan perpindahan pun bisa dikatakan minim bahkan tidak ada

sama sekali (BPS Provinsi D.I. Yogyakarta, Dalam Angka, 2014: 70).

a. Karakter Sosial Budaya Yogyakarta

Menurut E. B Taylor dalam bukunya “Primitive Culture” , bahwa

kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang ada di dalamnya

terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,

adat istiadat dan kemampuan lain, serta kebiasaan yang didapat

manusia sebagai anggota dari masyarakat yang dialihkan dari generasi

ke generasi berikutnya melalui proses belajar (Koentjaraningrat, 1980:

195). D.I. Yogyakarta merupakan suatu wilayah otonomi provinsi

yang memiliki keistimewaan tersendiri. Masyarakat Yogyakarta

mempunyai beberapa karakteristik yang membedakan dengan

masyarakat dari daerah lain. Di antara karakteristik sosial dari

Page 73: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

masyarakat Yogyakarta yang menonjol adalah sikap berbudaya yang

tinggi, menunjang nilai-nilai budaya, norma-norma sosial serta moral

kehidupan berbudaya yang terkandung dalam adat istiadat Jawa dan

hingga saat ini masih melekat mengiringi perkembangan sosial

masyarakatnya. Meskipun perkembangan jaman yang semakin modern

dan keadaan kota yang semakin didominasi mayoritas oleh para

pendatang perantauan, tidak lantas membuat masyarakat Yogyakarta

luput untuk tetap menghormati serta memelihara nilai-nilai luhur sosial

dan budaya yang dimilikinya. Nilai-nilai sosial budaya sebagai orang

jawa masih tetap ada dan terpelihara sampai sekarang dalam mengatur

jalannya kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut tampak dari perilaku

dan tindakan mereka sehari-hari yang amat terasa nilai paguyubannya

serta tradisi yang rutin dilakukan oleh kraton setiap tahunnya. Interaksi

antara sesama warga masyarakat Yogyakarta di warnai dengan suasana

yang penuh kekeluargaan dan kebersamaan. Hubungan dan kedekatan

antar warga cukup baik dan saling menghargai atau tepo seliro satu

sama lainnya.

Luwig Wittgenstein mengatakan bahwa manusia akan mengikuti

aturan-aturan dalam mengerjakan sesuatu melalui bahasa seperti

memberikan dan mentaati perintah, bertanya dan menjawab

pertanyaan, serta menjelaskan kejadian. Bahasa adalah salah satu alat

yang digunakan oleh manusia untuk bekomunikasi dan memulai

Page 74: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

interaksi satu dengan yang lainnya (Stephen, Littlejohn andFoss,

2012: 67).

Begitu pula dengan masyarakat Yogyakarta, dalam kesehariannya

dalam berkomunikasi mereka menggunakan bahasa Jawa. Dalam

menggunakan bahasa Jawa ada beberapa hal yang diperhatikan oleh

warga pribumi Yogyakarta, yaitu: siapa yang menjadi lawan bicara dan

jenis tingkatan bahasa jawa yang kemudian akan digunakan. Jika

berhadapan dengan orang yang lebih tua atau orang yang dihormati,

bahasa yang digunakan ialah bahasa Jawa krama alus/ inggil, namun

apabila berhadapan dengan teman sebaya atau dibawah umurnya maka

bahasa yang akan digunakan adalah bahasa Jawa ngoko yang biasa

dipergunakan oleh orang Jawa pada umumnya yang sangat familiar di

dengar.

Budaya masyarakat D.I. Yogyakarta dengan tutur kata yang

lembut, sopan dan ramah merupakan salah satu bukti terjaganya

kelestarian budaya kota Yogyakarta. Akan tetapi hak ini tidak lantas

membuat suatu dominasi tertentu terhadap pihak lainnya mengenai

adanya perbedaan komposisi penduduk antara pribumi dengan

perantau di Yogyakarta. Warga lokal Yogyakarta memiliki sikap

fleksibel dalam usaha menerima dan beradaptasi dengan pendatang

yang memiliki perbedaan latar belakang budaya.

Dengan adanya percampuran tersebut tercipta suatu hubungan

toleransi budaya dan nuansa khas multikultural di kota Yogyakarta.

Page 75: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Penduduk lokal senantiasa bergerak mengikuti perkembangan jaman

tanpa melalaikan identitas sejatinya sebagai pribumi Yogyakarta yang

berbudaya hal ini terlihat dari pola kehidupan masyarakatnya yang

masih menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan, kekeluargaan,

unggah-ungguh, nilai norma dan adat istiadat Yogyakarta sebagai

orang Jawa. Dipihak lain, warga Yogyakarta juga tidak

mengesampingkan adanya perubahan-perubahan yang terjadi setelah

banyaknya pendatang yang tinggal untuk merantau di Yogyakarta,

antara lain: sikap toleransi, menghargai dalam pergaulan dan

penggunaan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi, terutama bagi

pendatang luar Jawa yang tidak paham bahasa Jawa.

b. Mahasiswa perantauan di Yogyakarta

Menurut Kato Tsuyushi istilah merantau berarti meninggalkan

kampung halaman atau tanah kelahiran. Keluar dari kampung sendiri

untuk pergi ke kota lain dalan kurun waktu tertentu sudah disebut

sebagai merantau. Permulaan merantau bertujuan untuk mencari

penghidupan yang lebih baik. Sekarang ini untuk melanjutkan

pendidikan ke negeri lain juga disebut dengan pergi merantau (Kato

Tsuyushi, 2005:13).

Para mahasiswa perantau yang berasal dari berbagai daerah

propinsi di Indonesia yang memilih merantau ke Yogyakarta karena

tertarik akan kualitas pendidikan yang tersedia di Yogyakarta ini

datang hanya dengan tujuan utama dalam hal pendidikan. Para

Page 76: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

mahasiswa perantau tersebut tergolong sebagai penduduk musiman

tinggal di Yogyakarta dan bersifat sementara waktu. Secara tidak

langsung hal ini berdampak pada suatu keadaan yang akhirnya

menimbulkan suatu fenomena mobilitas penduduk di Indonesia yang

cukup tinggi pada kota-kota besar tertentu yang dianggap oleh

masyarakat umum merupakan tempat yang memiliki daya tarik sebagai

pusat pendidikan. Fenomena mobilitas penduduk musiman dengan

kepentingan pendidikan seperti ini pastinya hanya akan berlangsung

dalam kurun waktu tertentu atau sementara waktu demi keperluan

menimba ilmu, bukan untuk migrasi yang menetap secara permanen.

Tingginya daya tarik yang mampu di berikan oleh Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta yang sejak duhulu santar dikenal oleh

khalayak umum dari sabang hingga merauke masyarakat luas di

seluruh Indonesia sebagai kota pelajar, dengan nuansa akademik yang

menonjol, kota yang maju dalam dunia ilmu pendidikan dan banyak

menyedot minat para pelajar hingga mahasiswa perantau untuk datang

kemudian menetap sementara waktu selama menuntut ilmu di

Yogyakarta hingga saat ini di kuatkan dengan tabel jumlah mahasiswa

di Perguruan Tinggi Yogyakarta tahun 2015 yang didapat dari Dinas

Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Daerah Istimewa

Yogyakarta sebagai pengukur secara nyata yang tertulis dalam data

sekunder yang diperoleh peneliti untuk menjadi salah satu data resmi

seperti tabel dibawah ini.

Page 77: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Jumlah Mahasiswa Di Perguruan Tinggi Yogyakarta 2015

No. Asal Daerah Jumlah

1 DKI 9.141

2 Jawa Barat 14.886

3 Jawa Tengah 82.331

4 DIY 99.610

5 Jawa Timur 9.415

6 NAD 2.889

7 Sumatera Utara 17.832

8 Sumatera Barat 3.882

9 Riau 14.221

10 Jambi 4.114

11 Sumatera Selatan 7.993

12 Lampung 7.116

13 Kalimantan Barat 5.821

14 Kalimantan Tengah 3.882

15 Kalimantan Selatan 3.225

16 Kalimantan Timur-Kalimantan Utara 8.221

17 Sulawesi Utara 2.110

18 Sulawesi Tengah 2.577

19 Sulawesi Selatan 7.322

20 Sulawesi Tenggara 2.241

21 Sulawesi Barat 6.541

22 Maluku 1.447

23 Bali 2.792

24 NTB 4.472

25 NTT 13.822

26 Papua 7.889

27 Bengkulu 3.221

28 Banten 1.221

29 Maluku utara 1.227

30 Bangkabelitung 2.551

31 Gorontalo 1.261

32 Papua Barat 4.221

33 Kepuluan Riau 3.354

34 Luar Negeri 4.882

Jumlah Kumulatif 394.117

Tabel 2. Jumlah Mahasiswa Di Perguruan Tinggi Yogyakarta 2015

Sumber: Data Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga

Daerah Istimewa Yogyakarta, dalam Angka 2015

Page 78: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Dari tabel jumlah mahasiswa di Yogyakarta berdasarkan asal daerah dari

sumber data Dikpora Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka 2015 diatas

menunjukkan besarnya jumlah mahasiswa perantau yang datang ke

Yogyakarta terdiri dari berbagai daerah luar D.I. Yogyakarta, provinsi-

propinsi di luar pulau Jawa hingga luar Negeri sebesar 294.507. Mahasiswa-

mahasiswa perantau tersebut datang dengan tujuan utama yang sama yaitu

demi menempuh pendidikan tingkat lanjut yang berkualitas, menambah

pengalaman, mampu berkembang secara luas dan melatih kemandirian diri di

tengah kentalnya budaya etnis Jawa yang menonjol sebagai identitas budaya

Yogyakarta. Tidak terelakkan jika hal ini kemudian memicu tingginya

fenomena culture shock yang disebabkan oleh perbedaan karakteristik budaya

diatas kemajemukan latarbelakang budaya yang dimiliki oleh para mahasiswa

perantau dengan keadaan sosial budaya yang ada di Yogyakarta.

Kedatangan mahasiswa-mahasiswa perantau ini kemudian mendorong

munculnya suatu keadaan dimana identitas kebudayaan, etnis/ suku, bahasa

akan terasa begitu heterogen, hal ini disebabkan oleh masuknya budaya-

budaya luar Yogyakarta yang terbawa oleh setiap mahasiswa perantau

kedalam D.I.Yogyakarta sedangkan jika dilihat dari tabel data Dikpora tahun

2015 mahasiswa pribumi lokal asli D.I. Yogyakarta sendiri sebesar 99.610

yang tersebar di PTN maupun PTS yang terdapat di Yogyakarta, hal ini

memberikan kemungkinan bahwa disetiap perguruan tinggi di D.I.Yogyakarta

baik PTN maupun PTS akan terdapat mahasiswa pribumi Yogyakarta.

Page 79: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Kenyataan lain datang dari data Badan Pusat Statistik Provinsi D.I.

Yogyakarta dalam angka 2014 menunjukkan dosen pengajar menurut jenis

PTN memiliki jumlah total 4.828 dan Jumlah dosen pengajar menurut Jenis

PTS di D.I.Yogyakarta memiliki jumlah total 6.379 (BPS Provinsi D.I.

Yogyakarta, Dalam Angka, 2014: 131 dan 177) kesemuanya merupakan

penduduk pribumi lokal D.I. Yogyakarta sebagai tuan rumah yang memiliki

ciri khas dari identitas kearifan budayanya.

2. Deskripsi Umum Informan Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah seluruh mahasiswa perantauan yang

berasal dari luar pulau Jawa yang berkuliah di universitas-universitas yang

terdapat di Yogyakarta. Mahasiswa perantauan yang berasal dari luar

pulau Jawa yang didapat terbagi dalam dua katagori yaitu mahasiswa

perantauan asal luar jawa yang sedang menempuh semester awal dan

mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa yang sudah menjalani

beberapa semester (semester lanjut) berkuliah di Perguruan Tinggi

Yogyakarta. Dalam penelitian untuk mendapatkan data-data dan informasi,

peneliti melakukan wawancara dengan informan atau responden yang

sengaja dipilih oleh peniliti untuk menjadi sampel yang bisa mewakili

populasi yang ada.

Menurut peneliti mahasiswa perantauan asal luar jawa yang sedang

menempuh semester awal berkuliah di Perguruan Tinggi Yogyakarta

bahwa sebagai individu pendatang mereka akan mulai mengalami tahap

awal fenomena culture shock dimana muncul perasaan asing terhadap

Page 80: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

tempat baru atau tempat rantauan, tidak nyaman dengan segala kondisi

lingkungan baru dan tidak mudah menyesuaikan diri dalam kehidupan

sehari-hari terhadap lingkungan tempat tinggal mereka yang baru di

Yogyakarta, hal ini yang kemudian akan berpengaruh dengan hasil

penelitian yang didapat. Informan-informan yang didapat dari katagori

mahasiswa perantauan yang baru saja memasuki semester awal

perkuliahan berasal dari beberapa daerah di luar pulau Jawa, seperti

Padang, Mamuju (Sulawesi Barat), Papua Barat dan Papua Pegunungan

Wamina.

Sedangkan untuk mahasiswa perantauan yang sudah menjalani

beberapa semester (semester lanjut), mereka ialah individu pendatang yang

telah melalui fenomena culture shock dan telah menemukan cara dimana

individu mulai dapat menerima dan menyesuaikan diri terhadap situasi-

situasi di kehidupan sehari-hari dengan lingkungan tempat tinggal mereka

yang baru di Yogyakarta. Informan-informan yang didapat dari katagori

mahasiswa perantauan yang sudah menjalani beberapa semester (semester

lanjut) berasal dari beberapa daerah di luar pulau Jawa, yaitu Pematang

Siantar, Bedugul Bali, dan Kalimantan Utara Kabupaten Malinau.

Penelitian ini mengambil informan sebanyak 8 orang yang terdiri dari 4

orang mahasiswa perantauan asal luar jawa yang sedang menempuh

semester awal berkuliah di Perguruan Tinggi Yogyakarta dan 4 orang

informan mahasiswa perantauan dari luar jawa yang sudah menjalani

beberapa semester (semester lanjut) berkuliah di Yogyakarta.

Page 81: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Deskripsi umum informan mahasiswa perantauan asal luar jawa yang

sedang menempuh semester awal berkuliah di Perguruan Tinggi

Yogyakarta tersebut antara lain sebagai berikut:

1. SC (Perempuan, 18 tahun)

SC adalah salah seorang mahasiswi perantau yang berasal dari

Padang. SC datang ke Jogja sekitar bulan september 2013. SC baru

saja memasuki semester awal perkuliahan di Universitas Gajah Mada.

SC tidak memiliki saudara di Yogyakarta. SC sengaja memilih tempat

kos yang dekat dengan kampusnya, kini ia bertempat tinggal di daerah

Karang Bendo Yogyakarta. SC masih tergolong sebagai mahasiswi

baru dan belum terlalu lama tinggal di Jogja. SC memiliki sifat yang

sedikit tertutup, sosok yang pendiam serta pemalu, sehingga karena

sifatnya tersebut membuatnya enggan untuk memulai interaksi dengan

orang-orang baru atau teman-teman barunya kecuali jika mereka yang

memulai berinteraksi dengannya maka ia akan menanggapinya.

2. WLLY (Perempuan, 17 tahun)

WLLY adalah mahasiswa perantau yang berasal dari Mamuju

Sulawesi Barat. WLLY datang ke Jogja sekitar bulan Agustus 2013.

WLLY baru saja memasuki semester awal perkuliahan di Universitas

Islam Indonesia. WLLY tidak memiliki saudara di Yogyakarta, WLLY

sengaja memilih tempat kos yang dekat dengan kampusnya, WLLY

bertempat tinggal di daerah Seturan. Sama seperti SC, WLLY pun

mengaku bahwa ia merupakan sosok yang sedikit tertutup, pendiam

Page 82: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

dan pemalu. WLLY mengakui dengan sifatnya tersebut membuatnya

enggan untuk memulai interaksi dengan orang-orang baru atau teman-

teman barunya kecuali jika mereka yang memulai berinteraksi

dengannya maka ia akan menanggapinya. Dalam sosoknya yang

pendiam, ia mengamati bagaimana karakter teman-teman barunya di

lingkungan barunya ini.

3. MNDL ( Pria, 18 tahun)

MNDL adalah mahasiswa perantau yang berasal dari Papua Barat.

MNDL datang ke Jogja sekitar bulan Juli tanggal 15 tahun 2015.

MNDL baru saja memasuki semester awal perkuliahan di Universitas

Negeri Yogyakarta. MNDL merupakan mahasiswa dari jalur program

kerjasama daerah yang antara dinas pendidikan di daerahnya dengan

Universitas Negeri Yogyakarta. MNDL memiliki merupakan sosok

yang pendiam, sehingga karena sifatnya tersebut membuatnya enggan

untuk memulai interaksi dengan orang-orang baru atau teman-teman

barunya kecuali jika mereka yang memulai berinteraksi dengannya

maka ia akan memberikan respon baik untuk menanggapinya.

4. SN (Pria, 18 tahun)

SN adalah mahasiswa perantau yang berasal dari Papua,

Pegunungan Wamena. SN datang ke Jogja sekitar pertengahan tahun

ini, tepatnya tanggal 07 bulan delapan 2015. SN baru saja memasuki

semester awal perkuliahan di Universitas Negeri Yogyakarta. SN

merupakan mahasiswa dari jalur program kerjasama daerah yang

Page 83: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

antara dinas pendidikan di daerahnya dengan Universitas Negeri

Yogyakarta.

Deskripsi umum informan mahasiswa perantauan dari luar jawa

yang sudah menjalani beberapa semester (semester lanjut) berada di

Yogyakarta adalah sebagai berikut:

5. ADTY (Pria, 21 tahun)

ADTY adalah mahasiswa perantau yang berasal dari Pematang

Siantar Sumatera Utara dengan etnis Simalungun-Batak. ADTY datang

ke Jogja sekitar bulan April 2011. ADTY sudah menjalani beberapa

semester perkuliahan di Universitas Pembangunan Nasional. ADTY

sengaja memilih tempat kos yang dekat dengan kampusnya, di daerah

Nologaten Selokan Mataram Yogyakarta. ADTY merupakan

mahasiswa semester lanjut dan sudah beberapa tahun tinggal di Jogja.

ADTY mengatakan bahwa suasana perbedaan budaya yang begitu

terasa di Jogja membuatnya enggan untuk mengawali perkenalan

dengan teman-teman barunya dan menjalin pertemanan di Jogja karena

rasa canggung akan perbedaan kebudayaan yang ada diantara mereka.

ADTY mengakui bahwa pada awal kehidupannya di Jogja ia jarang

berinteraksi dengan teman-teman barunya dikampus maupun di

lingkungan kos kecuali hanya untuk sekedar bertanya hal sekedarnya.

ADTY adalah sosok yang sedikit individual, sehingga karena sifatnya

tersebut membuatnya tidak mudah untuk memulai interaksi dengan

teman-teman barunya kecuali jika teman-teman barunya itu yang

Page 84: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

memulai berinteraksi dengannya, itupun ia hanya menanggapinya

dengan datar.

6. KMG (Pria, 20 tahun)

KMG adalah mahasiswa perantau beragama hindu yang berasal

dari Bedugul Bali. KMG datang ke Jogja sekitar bulan April 2011.

KMG sudah menjalani beberapa semester perkuliahan di STIE YKPN.

Meskipun KMG memiliki saudara di Banguntapan Yogyakarta, KMG

tetap lebih memilih untuk kos. KMG kos di daerah Maguwoharjo

Yogyakarta, tempat ini terbilang jauh dari kampus, namun KMG

memilih tempat kos didaerah tersebut karena merupakan kos khusus

yang dihuni oleh orang-orang beragama Hindu dan mayoritas berasal

dari daerah yang sama dengannya. KMG merupakan mahasiswa

semester lanjut dan sudah beberapa tahun tinggal di Jogja.

7. UI (Perempuan, 20 tahun)

UI adalah mahasiswa perantau yang berasal dari Kabupaten

Malinau, Kalimantan Utara. UI datang ke Jogja sekitar september

2012. UI telah memasuki beberapa semester perkuliahan di Universitas

Negeri Yogyakarta. UI merupakan mahasiswa dari jalur program

kerjasama daerah yang antara dinas pendidikan di daerahnya dengan

Universitas Negeri Yogyakarta. UI memiliki sifat yang sedikit tertutup,

sosok yang pendiam serta pemalu namun mampu memberikan respon

baik bagi yang baik kepadanya.

Page 85: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

8. ERN (Perempuan, 20 tahun)

ERN adalah mahasiswa perantau yang berasal dari Kabupaten

Malinau, Kalimantan Utara. ERN datang ke Jogja sekitar 31 Agustus

2012. ERN telah memasuki beberapa semester perkuliahan di

Universitas Negeri Yogyakarta. ERN merupakan mahasiswa dari jalur

program kerjasama daerah yang antara dinas pendidikan di daerahnya

dengan Universitas Negeri Yogyakarta.

B. Analisis dan Pembahasan

1. Penyebab Yang Melatarbelakangi Proses Terjadinya Culture Shock

Pada Mahasiswa Perantauan Di Yogyakarta

Dalam penelitian ini, konsep mahasiswa perantauan menggunakan

definisi Mochtar Naim, ia menyebutkan merantau merupakan tipe khusus

dari migrasi dengan konotasi budaya tersendiri yaitu seorang individu yang

datang dari luar daerah, meninggalkan kampung halaman atau tanah

kelahiran untuk pergi merantau ke kota, wilayah atau bahkan luar negeri,

dengan kemauan sendiri, dalam kurun waktu tertentu/untuk jangka waktu

lama atau tidak biasanya dengan maksud kembali pulang, dan dengan tujuan

melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Berbagai alasan

mengapa mereka melanjutkan studi diluar daerah, antara lain memperluas

wawasan, memperoleh pendidikan yang lebih baik, memperoleh

pengalaman baru dan mengharapkan tingkat kehidupan yang lebih baik

(Mochtar Naim, 1984: 2).

Page 86: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Menjadi hal umum bahwa para pelajar di berbagai provinsi di luar

pulau Jawa banyak yang lebih memilih perguruan tinggi di pulau Jawa untuk

meneruskan pendidikan tingginya. Hingga akhirnya kumpulan pelajar

tersebut memusat di beberapa kota besar di Indonesia untuk satu tujuan yang

sama yaitu berkuliah melanjutkan pendidikan ketingkat yang lebih tinggi

setelah selesai menempuh pendidikan di bangku sekolah menengah atas.

Selain banyaknya perguruan tinggi, kualitas perguruan tinggi di pulau Jawa

dinilai lebih baik dibandingkan perguruan tinggi di luar pulau Jawa.

Beberapa daerah yang menjadi pilihan bagi pelajar dari berbagai daerah di

Indonesia untuk meneruskan studi ke tingkat pendidikan perguruan tinggi

yaitu kota Jakarta, Bandung, Bogor, Yogyakarta, Semarang, Solo, Malang

dan Surabaya. Daerah-daerah tersebut dikenal memiliki sarana dan

prasarana perkuliahan lengkap, didukung dengan tempat yang kondusif

dalam proses belajar mengajar dan mampu menghasilkan daya saing prestasi

tinggi antar universitas. Seperti pada pernyataan dari informan SC

mahasiswa perantau asal luar jawa mengenai alasannya menjadi perantau

sebagai berikut:

“Keinginan sendiri lalu didukung oleh orang tua, agar aku bisa mandiri,

mampu berkembang lalu tahu dunia luar. Lagi pula orang-orang

didaerah kami menganggap kalau kualitas perguruan tinggi di pulau

Jawa itu lebih baik dibanding perguruan tinggi di luar pulau Jawa. Jadi

orang tua semakin antusias agar aku merantau ke Jawa demi prospek

kedepannya yang penuh peluang begitu kak” (Berdasarkan hasil

wawancara dengan SC, informan asal Padang pada tanggal 13

November 2013 pukul 14.00 WIB).

Page 87: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Sama halnya dengan keadaan kota Yogyakarta yang sudah sejak lama

dikenal sebagai kota dengan nuansa akademik yang menonjol, kota yang

berjamur dan berkembang pesat berbagai lembaga pendidikan yang maju

dalam dunia ilmu pendidikan sehingga banyak menarik minat para pelajar

hingga mahasiswa perantau untuk datang kemudian menetap sementara

waktu selama menuntut ilmu di Yogyakarta begitu terus dari dahulu hingga

saat ini. Wajar jika Yogyakarta telah banyak menyedot minat pelajar dari

seluruh Indonesia untuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat perguruan

tinggi berkualitas yang banyak terdapat di Yogyakarta.

Yogyakarta sebagai kota pelajar didukung oleh pemerintah daerah

D.I.Yogyakarta dengan di dirikannya perpustakaan sebagai salah satu sarana

mendapatkan informasi pada tahun 2013 tercatat sebanyak 3.408 unit.

Sebagian besar merupakan perpustakaan sekolah yaitu 85,45%, sedangkan

perpustakaan desa 12,85%, perpustakaan umum 0,18%, perpustakaan

keliling 0,56% dan perpustakaan internet sebesar 0,97% (BPS Provinsi D.I.

Yogyakarta, Dalam Angka, 2014: 110). Selain sebagai kota pendidikan,

Yogyakarta dikenal dengan kota bersejarah, kota wisata juga merupakan

kota besar dengan sarana prasarana dan fasilitas kota bervariasi yang

kesemuanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduknya.

Sehingga dapat dibayangkan tingginya daya tarik yang mampu diberikan

untuk menyedot minat para pendatang dengan tujuannya masing-masing,

baik dari pendatang yang sekedar berkunjung ketempat-tempat wisata di

Yogyakarta hingga pendatang untuk merantau ke Yogyakarta.

Page 88: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Hal ini diperkuat dengan sumber data sekunder yang peneliti

dapatkan dari majalah campusmagz mengenai beberapa alasan

mengapa Wilayah D.I.Yogyakarta, dengan Perguruan Tinggi

Negeri dan Perguruan Tinggi Swasta di Daerah Istimewa

Yogyakarta yang tersebar baik di kota hingga ke beberapa

kabupaten di DIY seperti Sleman, Bantul, Gunung Kidul

semuanya tidak surut dari minat mahasiswa perantau untuk

meneruskan pendidikannya sehingga Yogyakarta layak disebut

sebagai kota pendidikan dengan julukan surganya pelajar

mengenyam pendidikan kejenjang perguruan tinggi yaitu:

a. Aman dan nyaman. Jika dibandingkan dengan kota-kota besar

yang juga merupakan kota pendidikan lainnya seperti Jakarta

serta bandung, tingkat kriminalitas atau tindak kejahatan di

Yogyakarta jauh lebih minim dan terkendali. Sehingga kota

Yogyakarta terbilang cukup mampu menciptakan rasa tenang

dan nyaman bagi para mahasiswa perantau yang datang

melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi yang banyak

terdapat di Yogyakarta (Majalah campusmagz no.36, edisi

april 2014: 38).

b. Biaya hidup murah. Indekos yang tersedia di Yogyakarta harga

semanya sangat bervariatif dari yang paling murah sampai

yang paling mahal tergantung tipe dan fasilitasnya. Harga

makanan dan kebutuhan mahasiswa lainnya juga terbilang

murah, sesuai dengan kantong mahasiswa.

c. Akses transportasi mudah. Di Yogyakarta dapat dengan mudah

berpergian dengan angkutan umum yang tersedia dari fasilitas

kota bus transyogya, bus PPD, bus antar kota antar provinsi,

kereta api listrik, hingga taxi, ojek motor, becak, delman dan

lain-lain.

d. Asrama mahasiswa. Yogyakarta menjalin kerjasama dengan

berbagai pemerintah daerah lain baik tingkat kabupaten, kota,

maupun propinsi untuk secara resmi mendirikan asrama

mahasiswa di Yogyakarta yang bertujuan untuk memudahkan

mahasiswa perantauan di Yogyakarta yang ingin bergabung

dengan orang-orang dari daerah sendiri dapat mengakses

asrama mahasiswa yang banyak terdapat di Yogyakarta.

e. Akses kuliner variatif. Di Yogyakarta banyak terdapat penjaja

makanan dari berbagai harga, jenis, dan fasilitas yang dapat

disesuaikan dengan selera serta kondisi keuangan. Warung

burjo, angkringan, warteg, rumah makan Padang, cafe, resto

sampai kedai makan franchise pun ada di Yogyakarta.

f. Komunitas kreatif. Komunitas-komunitas kreatif hadir

meramaikan kota Yogyakarta seperti komunitas pecinta

sepeda, pecinta binatang, pecinta olahraga ekstrim dan

berbagai komunitas lain yang dapat di akses secara khusus di

Page 89: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

kampus masing-masing atau diluar kampus seperti di tempat

umum (Majalah campusmagz no.36, edisi april 2014: 39).

g. Acara-acara menarik. Di Yogyakarta sering di gelar berbagai

pameran seni, pertunjukan teater, konser musik, performing

arts, dan sebagaianya. Ada acara yang bersifat rutin di gelar

setiap setahun sekali, ada acara yang hanya incidental.

Kawasan malioboro dan alun-alun merupakan tempat favorit

para penggelar acara karena kawasan ini memang titik wisata

paling ramai di Yogyakarta.

h. Akses pergaulan yang luas. Di Yogyakarta tidak hanya

menemukan mahasiswa-mahasiswa perantau dari segala

penjuru Indonesia saja, tetapi juga dari luar negeri. Orang-

orang asing dari negeri tetangga ini juga tercatat sebagai

mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta.

Sehingga terdapat banyak kesempatan untuk melebarkan

sayap pergaulan dengan menjalin hubungan baik dengan

orang-orang yang sama-sama memiliki status mahasiswa

perantauan dari berbagai daerah di Indonesia bahkan luar

negeri.

i. High Quality Campus. Dari seratus lebih kampus yang

tersebar di Yogyakarta terbukti menelurkan generasi-generasi

yang berprestasi dan mampu bersaing secara kualitas dengan

lulusan dari kampus luar daerah Yogyakarta lainnya.

j. Pariwisata yang variatif. Yogyakarta merupakan daerah wisata

kedua setelah Bali yang sangat ramai dikunjungi oleh

wisatawan baik domestic maupun mancanegara. Yogyakarta

memiliki berbagai obyek wisata baik alam maupun buatan,

dari pantai, gunung merapi, dataran tinggi, sungai, goa, dan

tebing, candi, museum kraton dan lain-lain (Majalah

campusmagz no.36, edisi april 2014: 40).

Hal tersebut sama seperti pada pernyataan yang peneliti peroleh dari

informan mahasiswa perantauan mengenai alasan mengapa mereka

memilih untuk merantau ke Yogyakarta:

“...Yogyakarta memang sudah lama dikenal sebagai kota pelajar

dengan banyak pilihan universitas dan jurusan yang tersedia, tidak

hanya itu kualitas perguruan tingginya jauh lebih baik dibanding

perguruan tinggi didaerahku. Biaya hidup di Jogja juga lebih

terjangkau dari kota-kota pendidikan lain seperti kota Bogor,

Bandung, Semarang, Surabaya, Malang, dan Jakarta…” (Berdasarkan

Page 90: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

hasil wawancara dengan KMG, informan asal Bedugul Bali pada

tanggal 23 November 2013 pukul 10.00 WIB).

Sehingga menjadi fenomena wajar jika Yogyakarta terlihat sebagai

daerah yang multietnik, tingginya tingkat karakteristik sosial budaya di

Yogyakarta ini disebabkan oleh arus datang budaya asing yang ikut

terbawa masuk oleh individu perantau ke dalam Yogyakarta. Terkadang

mereka datang merantau secara berkelompok dengan orang-orang satu

daerah yang saling mengenal, banyak juga yang datang hanya seorang diri

ke Yogyakarta, bahkan tidak sedikit ada mereka datang menghimpun

kelompok pertemanan mahasiswa daerah khusus tertentu baik secara resmi

maupun yang hanya sekedar mengelompok tanpa dikoordinir secara resmi

di Yogyakarta.

Mahasiswa perantauan sendiri peneliti menyimpulkan sebagai yaitu

seorang mahasiswa yang berasal dari lingkungan yang secara budaya

berbeda dengan daerah tempat rantauan. Mereka datang dengan tujuan

berkuliah, menetap dalam kurun waktu tertentu/untuk jangka waktu lama

atau tidak yang biasanya dengan maksud kembali pulang dan dengan satu

hal yang menjadi motivasi utama yaitu untuk menyelesaikan studinya di

perguruan tinggi yang terdapat di lingkungan barunya tersebut.

Culture shock atau dalam bahasa Indonesia disebut gegar budaya,

adalah istilah untuk menggambarkan keadaan dan perasaan seseorang

dalam menghadapi kondisi lingkungan sosial budaya yang berbeda.

Kalervo Oberg mendefinisikan culture shock sebagai penyakit kecemasan

Page 91: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

yang diderita oleh individu dalam usaha menyesuaikan diri terhadap

lingkungan baru yang berbeda dengan budaya asal, dipicu oleh kecemasan

yang timbul akibat hilangnya tanda dan simbol hubungan sosial yang

selama ini familiar dikenalnya dalam interaksi sosial, terutama terjadi

ketika individu tersebut hidup di luar lingkungan kulturnya dan tinggal

dalam budaya baru dalam jangka waktu yang relatif lama (dikutip dari

Mulyana dan Rahman, 2006: 174).

Sebagai makhluk sosial mereka dituntut untuk mampu menyesuaikan

diri terhadap lingkungan sekitarnya yang baru. Dalam lingkungan yang

baru tersebut akan memungkinkan terdapatnya tuntutan-tuntutan untuk

dapat mampu memahami budaya yang berlaku, dan respon yang mereka

berikan tidak selalu dapat langsung menunjukkan hasil yang dikehendaki

dikarenakan adanya perbedaan bahasa, adat-istiadat, tata cara dalam

berhubungan atau berkomunikasi, yang kesemuanya memerlukan proses

dalam mempelajari suatu hal baru yang kemudian akan dipahami dan

diterapkan oleh individu perantau dalam kehidupan sehari-harinya

ditempat rantauan. Hal inilah yang menimbulkan gegar budaya bagi

mahasiswa perantau, menghasilkan sejumlah reaksi yang berpotensi

mengakibatkan masalah yang mengganggu pada diri Individu perantau.

Paling tidak gegar budaya dapat menyebabkan perasaan tidak nyaman,

lelah hingga putus asa. Hal ini seperti yang disebutkan oleh informan

mahasiswa perantauan asal luar jawa semester awal dari hasil wawancara

sebagai berikut:

Page 92: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

“…Sangat menyakitkan bagi aku karena orang-orang Yogyakarta

tidak mengerti aku, orang-orang disini memandang aku dengan

tatapan yang membuatku tak nyaman, itu tersirat dari mata lho kak

bagaimana cara mereka melihatku dengan tatapan yang aneh yang

otomatis membuatku kesal, risih, benci, dan akhirnya malas untuk

berinteraksi dengan orang-orang yang ada di lingkungan baru ini, buat

apa capek-capek memahami mereka kalau mereka saja tidak bisa

menghargai perbedaan pada diri aku. Jangan mentang-mentang ini

tanah merekalah.” (Berdasarkan hasil wawancara dengan SC,

informan asal Padang pada tanggal 13 November 2013 pukul 14.00

WIB)

Dari hasil wawancara dan pengamatan yang peneliti lakukan terhadap

informan mahasiswa perantauan di Yogyakarta, peneliti menyimpulkan

mahasiswa yang mengalami gegar budaya paling besar dialami oleh

mahasiswa perantau yang masih berkatagori sebagai mahasiswa baru,

dimana mereka berada diantara transisi budaya yang berbeda, serta

dituntut untuk segera beradaptasi dengan lingkungan baru. Sedangkan bagi

sebagian besar mahasiswa rantauan, untuk mengatasi masalah transisi

budaya dengan baik mereka membutuhkan beberapa waktu dalam proses

menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kebudayaan baru yang

ditemuinya saat ini baru kemudian mereka dapat hidup normal terbebas

dari ketidaknyamanan baik secara fisik maupun psikis. Hanya saja tingkat

gegar budaya ini bebeda-beda tergantung seberapa jauh perbedaan antara

budaya asal yang dimilikinya terhadap kebudayaan yang berlaku di

lingkungan baru yang ia datangi. Seperti pada hasil wawancara dengan

beberapa orang informan mahasiswa perantauan asal luar Jawa semester

awal antara lain sebagai berikut:

Page 93: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

“Sepertinya aku terlalu angkuh sok berani memutuskan untuk

merantau ke Jogja sendirian jauh dari keluargaku hanya demi

pendidikan yang berkualitas, tapi ya bagaimana lagi mau tidak mau

bisa tidak bisa aku harus benar-benar mempertanggungjawabkan

keputusanku merantau. Karena sebelumnya aku tidak pernah punya

pengalaman merantau dan ini kali pertamaku, mungkin wajar kalau

aku tidak bisa segera menyesuaikan diri dengan segala perbedaan

dengan orang-orang sekitar dilingkungan baruku disini. Bahkan untuk

saat ini aku belum memiliki teman yang cocok, paling ya cuma

sebatas kenal biasa kalau yang benar-benar dekat dan mengerti

bagaimana aku masih belum ada. Setiap kali akan memulai mencoba

membaur itu selalu saja timbul perasaan cemas, canggung, dengan

orang-orang lokal alhasil maju mundur dan amannya milih untuk

nutup diri. Di Jogja aku menjadi sedikit pendiam, bukan karena aku

berprilaku sombong tapi aku sering bingung, kurang percaya diri saat

hendak memulai pembicaraan dengan orang-orang sekitarku, rasa

malu, takut dan ragu bercampur menjadi satu...”(Berdasarkan hasil

wawancara dengan WLLY, informan perempuan asal Mamuju,

Sulawesi Barat pada tanggal 27 November 2013 pukul 14.00 WIB)

“…karena masih ditemani bapak ibu jadi aku tenang-tenang saja nah

setelah mereka nak balik ke Padang langsung ya masuk babak baru

nusuk sedihnya! Disini benar-benar sendiri kesepian ditengah kota

besar, merasa benar-benar berada ditempat asing, tersesat! rasanya

campur aduk jadi satu susah jelasinnya. Mendadak melankolis sama

kenyataan kalau inilah yang namanya merantau jauh dari rumah, dari

keluarga, dari apapun itu ya mungkin karena masih baru-baru saja

tinggal di Jogja jadi masih belum terima kenyataan” (Berdasarkan

hasil wawancara dengan SC, informan asal Padang pada tanggal 13

November 2013 pukul 14.00 WIB)

Pengalaman culture shock (gegar budaya) ini sebenarnya merupakan

hal wajar dialami oleh individu ketika sedang berada di dalam daerah

dengan lingkungan baru yang secara budaya berbeda dari lingkungan

asalnya. Aspek-aspek yang terdiri dari ketegangan, perasaan kehilangan,

tidak menyukai perbedaan, perasaan tidak berdaya berada jauh dari budaya

asal, adanya kebingungan terhadap peran, perasaan, identitas diri, nilai

yang dianut dan tidak mudah membaur atau berinteraksi hingga penolakan

Page 94: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

terhadap hubungan sosial orang-orang yang ada dilingkungan baru, dapat

mengakibatkan individu merasa tertekan.

Mahasiswa perantau yang mengalami culture shock akan merasakan

tahap kecemasan akan hal-hal baru yang belum pernah ia jumpai selama

ini, hal ini terkait dengan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan

asing, hanya saja tingkat gangguan yang dialami oleh individu tersebut

berbeda antara satu individu dengan individu yang lain, tergantung dari

seberapa jauh penyebab culture shock dapat mempengaruhi diri individu

tersebut.

Culture shock terjadi biasanya dipicu oleh salah satu atau lebih dari

tiga penyebab berikut ini, yaitu:

4) Kehilangan cues atau tanda-tanda yang dikenalnya. Padahal cues

adalah bagian dari kehidupan sehari-hari seperti tanda-tanda, gerakan

bagian-bagian tubuh (gestures), ekspresi wajah ataupun kebiasaan-

kebiasaan yang dapat menceritakan kepada seseorang bagaimana

sebaiknya bertindak dalam situasi-situasi tertentu.

5) Putusnya komunikasi antar pribadi baik pada tingkat yang disadari

yang mengarahkan pada frustasi dan kecemasan. Halangan perbedaan

bahasa adalah penyebab jelas dari gangguan ini.

6) Krisis identitas dengan pergi keluar daerahnya seseorang akan kembali

mengevaluasi gambaran tentang dirinya (dikutip dari Dayakisni, 2012:

265).

Page 95: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Berdasarkan hasil dari wawancara dengan delapan orang informan

mahasiswa perantau di Yogyakarta maka peneliti menemukan penyebab

culture shock serta gejala dan reaksi culture shock pada mahasiswa

perantauan yaitu sebagai berikut:

a) Penyebab Internal,

Psikologis yang menunjukkan kemampuan intrapsikis untuk

menghadapi lingkungan baru yang di kehendaki. Hal ini di kehendaki oleh

pusat kendali internal (Dayakisni, 2012: 270). Adanya pengaruh

intrapersonal dalam diri individu, diantaranya keterampilan

berkomunikasi, pengalaman dalam setting lintas budaya, kemampuan

bersosialisasi dan ciri karakter individu (toleransi atau kemandirian berada

jauh dari keluarga sebagai orang-orang penting dalam hidupnya yang

berperan dalam sistem dukungan dan pengawasan). Seperti pada hasil

wawancara dari WLLY informan mahasiswa perantauan asal luar pulau

Jawa yang sedang menempuh semester awal berkuliah di Perguruan

Tinggi Yogyakarta yang menunjukkan penyebab internal pembentuk

culture shock yaitu sebagai berikut:

“Yang membuat stress itu jarak, karena jarak membuatku merasa

kehilangan orang-orang yang telah ku kenal sebelumnya, sedih berada

di lingkungan yang tidak kukenali ini, terlebih jauh dari orang tua itu

sangat menyiksa dan sering membuatku gampang menangis, bahkan

bisa sampai jatuh sakit saat tidak terbendung lagi rasa rinduku.

Sekarang amat terasa sekali kalau ternyata jauh dari orang tua itu

sangat berat, dampaknya hingga membuat moodku berantakan, apa-

apa jadi malas, tidak ada yang menyemangati. Saat rasa itu mulai

datang dan tak terbendung, aku akan lebih memilih untuk menyendiri

di kamar kosku bahkan bisa sampai nafsu makanku hilang kadang

juga bisa sampai jatuh sakit karena tak terbendung rasa rinduku

Page 96: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

dengan rumah kampung halaman terlebih dengan keluargaku. Disini

apa-apa harus mengurus sendiri, saat sakit pun harus pintar merawat

diri sendiri pergi berobat sendiri itu sangat memilukan kak, semua

itulah yang membuatku merasa tertekan karena jarak. Aku merasa

sebatang kara disini ditempat asing ini.”(Berdasarkan hasil

wawancara dengan WLLY, informan perempuan asal Mamuju,

Sulawesi Barat pada tanggal 27 November 2013 pukul 14.00 WIB)

Dan hasil wawancara dari ADTY informan mahasiswa perantauan

asal luar pulau Jawa yang telah menempuh semester lanjut berkuliah di

Perguruan Tinggi Yogyakarta yang menunjukkan penyebab internal

pembentuk culture shock yaitu sebagai berikut:

“…diawal datang itu butuh waktu untuk rileks, tidak dipungkiri ya

walau aku cowok tapi perasaan gerogi, gugup, tidak percaya diri

karena berada ditempat asing, merasa sendiri tidak ada kelompok

teman-teman yang biasanya bersamaku itu ada. Aku merasa

kehilangan jati diri selama berada di lingkungan baru ini, tidak ada

orang tua hanya ada pacar itupun berbeda jurusan denganku, disini

aku kehilangan semuanya ya walau tidak secara langsung tapi aku

kehilangan sosok orang-orang yang lama kukenal sebelumnya orang-

orang yang familiar dikampung halaman. Ini hal-hal yang tidak

kuperhitungkan saat memutuskan untuk merantau, tapi kalau aku

tidak merantau bagaimana pacarku kasian dia jika tanpaku menjalani

semua ini sendiri di sini bisa gila dia nanti. Semua ini berat dan

beratnya tidak seperti yang kami berdua bayangkan saat memutuskan

untuk merantau, dari yang kami kira mudah ternyata tidak semudah

perkiraan”(Berdasarkan hasil wawancara dengan ADTY informan

pria asal Pematang Siantar, Sumatera Utara pada tanggal 19

November 2013 pukul 12.00 WIB)

Dari hasil wawancara yang peneliti peroleh menunjukkan bahwa

pengaruh intrapersonal dalam diri individu, seperti keterampilan

berkomunikasi, pengalaman dalam setting lintas budaya, kemampuan

bersosialisasi dan ciri karakter individu (toleransi atau kemandirian berada

jauh dari keluarga sebagai orang-orang penting dalam hidupnya yang

Page 97: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

berperan dalam sistem dukungan dan pengawasan) benar berpengaruh

pada besar-kecil terjadinya penyebab culture shock pada diri individu.

Peneliti menyimpulkan bahwa pada umumnya individu yang belum

pernah melakukan pengalaman lintas budaya dan kurangnya informasi

faktual tetang lingkungan dan lokasi tempat rantauan akan lebih mudah

mengalami gegar budaya, yang dikarenakan individu tersebut belum cukup

siap mempersiapkan strategi terhadap semua hal mengenai seperti

pemahaman lintas budaya pada dirinya di tempat rantauan sebagai

lingkungan barunya yang kemudian dapat menjalar pada masalah

ketidaknyamanan secara luas dan lebih kompleks (mood).

b) Penyebab Eksternal,

Adanya variasi sosiokultural yaitu kemampuan yang berhubungan

dengan tingkat perbedaan budaya yang mempengaruhi tinggi rendahnya

transisi antara budaya asal ke budaya baru ( Dayakisni, 2012: 270). Gegar

budaya terjadi lebih cepat jika budaya tersebut semakin berbeda, hal ini

meliputi perbedaan sosial, budaya, adat istiadat, agama, iklim, rasa

makanan, bahasa, gerak tubuh/ ekspresi tubuh hingga mimik wajah, cara

berpakaian/ gaya hidup, teknologi, pendidikan, aturan-aturan dan norma

sosial dalam masyarakat serta perbedaan perilaku warga tuan rumah.

Seperti pada hasil wawancara dari delapan orang informan

mahasiswa perantauan yang menunjukkan penyebab eksternal pembentuk

culture shock yaitu sebagai berikut:

Page 98: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

(1) Pola, jenis, rasa dan porsi makan

Salah satu perbedaan terbesar antara pendatang dengan tuan

rumah yang biasanya menjadi masalah bagi individu pendatang

itu ialah makanan. Pola, jenis, rasa dan porsi makan seseorang

sangat berkaitan erat dengan kultur dimana ia tinggal dan telah

melekat pada diri individu. Oleh karenanya, ketika individu

berada di daerah tuan rumah dengan pola, jenis, rasa dan porsi

makan yang berbeda, ia akan mengalami kekagetan dan frustasi

yang mengarah pada terjadinya culture shock,

“…disini khasnya manis dan sama sekali tidak pedas

sedangkan selera lidah cenderung pedas asin. Buruknya lagi

disini warung-warung makan rasanya sama saja semuanya

dominan manis sepertinya mereka memasak tanpa cabai

namun memasukkan gula ke setiap masakannya ya heran

betul sama orang sini makanan manis seperti itu mereka bisa

suka. Repot pilih-pilih makanan sampai akhirnya kalau

makan larinya ke warung makan Padang atau burjo makan

mie instan buatan sunda yang amazing rasanya kalau tidak ya

sedia ganjalan perut dikamar itu roti kan kalau roti rasanya

dimana-mana sama saja atau hunting kemana-mana sampai

ketempat mahal pun jadilah tak mengapa sekalian hunting

jalan-jalan sama pacar. ”(Berdasarkan hasil wawancara

dengan ADTY, informan asal Pematang Siantar pada tanggal

19 November 2013 pukul 12.00 WIB)

“Waktu awal langsung kaget dengan rasa manis masakan

Jogja sampai kehilangan selera makan dan sempat kurus

setengah tahunan kalau tidak salah itu penyebab vitalnya ya

karena malas makan dimana-mana rasa masakannya sama

saja terlalu manis. Yang akhirnya karena masalah perbedaan

selera lidah itulah sehingga membuatku jadi lebih kuat

merokok dan ngopinya…”(Berdasarkan hasil wawancara

dengan KMG, informan asal Bedugul Bali pada tanggal 23

November 2013 pukul 10.00 WIB)

Page 99: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

“Menu masakan susah untuk menyesuaikan karena sini

khasnya manis sedangkan lidahku tidak terbiasa dengan

masakan manis, kalau makan larinya ke warung makan

Padang, makan roti, membuat roti tawar selai, nyemil snack-

snack, kalau tidak yaa buat mie instan sendiri, atau kalau pas

ada temannya yang mengajak nyari makan bareng ya hunting

warung makan yang sambalnya ekstra pedas, sekalian wisata

kuliner segala tempat kami coba sampai habis referensi

tempat makan terus kebanyakan makan ditempat JunkFood

berkelas internasional seperti PH, starbucks, J.Co, KFC,

Dunkin donuts yang sebenarnya menguras kantong dan

akhirnya tidak bisa keseringan hang out ditempat-tempat

mahal seperti itu karena membuatku selalu kehabisan uang

bulanan. Cuma ya itu tadi pola makanku berantakan jadinya

sering malas mau makan, ini saja aku kurusan turun berapa

kilogram sendiri gara-gara pilih-pilih makanan, jadi susah

makan. Akhirnya kesini-kesininya harus bisa paksa sedikit-

sedikit tidak pilih-pilih makan meski setiap kali memaksa

makan selalu mual sampai muntah pula, masih berusaha ya

untuk tidak pilih-pilih makan lagi cuma ya carinya tetap

ketempat makan yang rasanya lumayan bisa cocok di lidahlah

sedih kalau makan tapi tak bisa kuhabiskan karena tidak

selera.”(Berdasarkan hasil wawancara dengan SC, informan

asal Padang pada tanggal 13 November 2013 pukul 14.00

WIB)

Penyebab eksternal pembentuk culture shock yang peneliti

dapatkan dan terbesar karena rata-rata semua informan paling

keluhkan berupa perbedaan rasa masakan yang dirasakan oleh

mahasiswa perantauan asal luar pulau jawa,

(2) Bahasa

Penyebab eksternal pembentuk culture shock berupa

perbedaan bahasa yang dirasakan oleh mahasiswa perantauan

asal luar pulau Jawa,

“Cuma masihlah aku heran orang disini yang asli Jogja itu

senang sekali berbahasa Jawa kepada siapapun. Dari para

penjualnya, tukang parkir, teman kampusku yang asli Jogja

pun begitu sama saja mereka memang sih kalau disini tanah

milik mereka tapi harusnya jangan sengaja lupa kalau disini

Page 100: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

juga banyak pendatang yang campur-campur asal

daerahnya, bukannya kenapa tapi aku cuma bisa bengong

kalau diajak mereka mengobrol pakai bahasa Jawa,

meskipun mereka jelas tahu aku pakai bahasa Indonesia

itulah yang membuatku merasa tidak nyaman setiap harinya

ketika berinteraksi dengan mereka yang egois. Aku sudah

loh mencoba memahami mereka dengan tidak mengajak

mereka bicara dengan bahasa minang yang pastinya tidak

mereka pahami… tapi tidak kan? Justru mereka yang masih

saja cuek dan tetap berbahasa Jawa memangnya mereka

pikir aku tahu paham gitu artinya.” (Berdasarkan hasil

wawancara dengan SC, informan asal Padang pada tanggal

13 November 2013 pukul 14.00 WIB)

Bahasa merupakan cerminan dari sebuah kebudayaan yang

beradab. Bahasa tidak bisa dianggap mudah dengan sebelah

mata dewasa ini. Individu yang mengalami kekagetan terhadap

budaya baru sering kali dihubungkan dengan masalah bahasa

sebagai salah satu penghambat yang cukup besar ketika menetap

ditempat yang baru. Tidak menguasai atau bahkan tidak

mengerti sama sekali bahasa merupakan suatu hal yang wajar

yang menyebabkan timbulnya culture shock.

(3) Adat Istiadat

Penyebab eksternal pembentuk culture shock berupa

perbedaan adat istiadat yang dirasakan oleh mahasiswa

perantauan asal luar pulau Jawa,

“Kalau di papua itu jika di jalan bertemu dengan orang

yang kita kenal maka kita hanya akan menyapa dengan

melambaikan tangan, tersenyum dan berkata hai atau

bersalaman, kalau di Jogja itu saya kaget karena berbeda

mereka menyapanya itu menunduk-nunduk sambil

tersenyum dan berkata menggo saya bingung, saya masih

sering membalas mereka dengan melambaikan tangan saja

Page 101: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

sudah dan tersenyum menjawab iya, wah itu saya belum

bisa ikuti kebiasaan disini yang menunduk–menunduk

seperti itu tadi, saya merasa aneh.”(Berdasarkan hasil

wawancara dengan MNDL, informan asal Papua Barat

pada tanggal 16 November 2015 pukul 10.25 WIB)

Merujuk pada tradisi-tradisi yang biasa dilakukan oleh

masyarakat di setiap daerah yang notebene memiliki ciri khas

kebudayaan yang berbeda satu sama lain. Adannya suatu

tuntutan bagi individu perantau untuk mampu beradaptasi

dengan adat istiadat di daerahnya yang baru sebagai bentuk

menghargai di lingkungan tuan rumah dan cara agar mampu

untuk membaur. Namun sayangnya, beradaptasi dengan adat

istiadat yang baru bukanlah hal yang mudah bagi seorang

pendatang, maka individu cenderung mengalami kekagetan

budaya terutama dalam hal adat istiadat tersebut.

(4) Gerak tubuh/ ekspresi mimik wajah

Penyebab eksternal pembentuk culture shock berupa

perbedaan gerak tubuh/ ekspresi mimik wajah yang dirasakan

oleh mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa,

“…Sudah aku tidak paham bahasa jawa aku juga masih

belum pintar membaca isyarat, dan mimik wajah orang

Jogja jadi masalah kuadrat takut kalau-kalau nanti salah

dalam mengartikannya malah timbul ketersinggungan atau

apalah.” (Berdasarkan hasil wawancara dengan WLLY,

informan asal Mamuju pada tanggal 13 November 2013

pukul 14.00 WIB)

Page 102: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

(5) Pendidikan

Penyebab eksternal pembentuk culture shock berupa

perbedaan pendidikan yang dirasakan oleh mahasiswa

perantauan asal luar pulau Jawa,

“Iya ada saya merasa terlambat dari mereka yang orang

Jawa, mereka pandai presentasi di depan kelas tapi saya

tidak karena di Papua tidak di ajarkan seperti itu. Kami di

SMA Papua hanya datang kesekolah, belajar, terima materi

pelajaran, baca, tulis, mengerjakan tugas soal-soal di buku

sudah begitu saja, dan itu tugasnya biasa saja tapi berbeda

dengan kuliah, kalau di perkuliahan tugas itu banyak sekali

tugas tiada henti, intensitasnya lebih tinggi dibandingkan

waktu di SMA dulu dan kalau kuiah ada banyak tugas yang

harus di prsentasikan di depan kelas kita membaca,

menjelaskan hasilnya lalu tanya jawab pertanyaan teman-

teman serta dosen itu saya masih kacau. Di SMA tidak ada

presentasi kalau tugas saja saya bisa mengerjakan, ini saya

kaget, saya bingung, harus banyak berlatih. Ya saya

terkesan dengan teman-teman yang lain mereka langsung

mampu tapi saya belum. Saya banyak belajar dari mereka

bagaimana caranya agar bisa, saya juga diajari oleh dosen

mereka memahami saya kalau kita pendidikan memang

masih lebih jauh, lebih bawah dari yang di luar Papua.”

(Berdasarkan hasil wawancara dengan SN, informan asal

Papua, Pegunungan Wamena pada tanggal 03 Desember

2015 pukul 13.00 WIB)

Seiring berjalannya waktu bertambahnya jaman,

perkembangan pendidikan pun semakin melaju pesat.

Perkembangan pendidikan yang semakin mutakhir ini

menyebabkan masyarakat harus selalu ingin berusaha untuk

mengikuti perkembangan pendidikan agar mampu bersaing di

dunia global. Pendidikan juga merupakan hal penting dalam

mempengaruhi timbulnya masalah culture shock atau gegar

Page 103: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

budaya. Individu perantau merasa gelisah, cemas atau bahkan

takut tidak bisa mengikuti perkembangan pendidikan di tempat

tinggal barunya sehingga individu cenderung merasakan kurang

percaya diri. Individu perantau disini dituntut untuk berpikir

keras bagaimana caranya untuk dapat mengikuti perkembangan

pendidikan serta mampu mengaplikasikannya dikehidupannya.

(6) Pergaulan

Penyebab eksternal pembentuk culture shock berupa

perbedaan pergaulan yang dirasakan oleh mahasiswa perantauan

di tempat yang baru asal luar pulau Jawa,

“…punya kelompok teman-teman sendiri ya walau tidak

murni dari daerahku tapi setidaknya kami satu pulau yang

samalah ada yang dari Lampung, Padang, Riau, Jambi

macam-macamlah awalnya cuma kenal sama satu orang

saja lama-lama bertambahlah link kami karena waktu ya

tidak sengaja bertemu di gereja kita berkenalan ada juga

yang dikenalkan lalu kami saling mengenalkan satu sama

lain kan dan akhirnya sekarang teman-teman sumateraku

banyak. Itu berkat tetap cari teman yang satu pulau jadinya

seru, tidak mainstream, ”(Berdasarkan hasil wawancara

dengan ADTY, informan asal Pematang Siantar pada

tanggal 19 November 2013 pukul 12.00 WIB)

“Walau dosen selalu menganjurkan biar yang Kalimantan

seperti kami berlima lainnya untuk membaur, mendekatkan

diri dengan yang Jawa tapi yang Jawa juga sama kami

masih aneh saja tidak welcome jadi kalau sama teman

sekelas memang kenal tapi cuma sebatas kenal biasa, hafal

sama wajahnya tahu namanya ya sudah gitu saja tidak lebih

tidak sampai dekat yang akrab bahkan itu sampai sekarang

aku sudah semester 7, ada yang baik mau welcome sama

aku tapi jarang malah bisa di hitung pakai jari tangan jadi

mau apa-apa aku terbiasa sendiri tidak gabung mereka yang

sekelas paling cuma yang sama-sama program kerjasama

saja, yang sama-sama Kalimantan saja aku punya intensitas

Page 104: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

yang lebih di banding dengan yang Jawa kalau nongkrong

juga banyak sama yang sama-sama Kalimantan kan tidak

enak ya kalau sama yang Kalimantan tidak gabung tidak

dekat, masalahnya kami senasib kan”( Berdasarkan hasil

wawancara dengan UI, informan asal Malinau, Kalimantan

Utara pada tanggal 18 November 2015 pukul 11.00 WIB)

Ketakutan ini menjadikan individu merasa canggung dalam

menghadapi situasi yang baru, tempat tinggal yang baru dan

suasana yang baru. Akibat ketidak pahaman mengenai pergaulan

ini, individu juga akan merasa terasing dengan orang-orang

disekelilingnya yang dirasa baru baginya. Pada keadaan seperti

ini berpotensi timbulnya suatu pandangan yang mengarahkan

individu untuk cenderung memilih berinteraksi menurut

kelompok dengan identitas kebudayaan yang sama sebagai

solusi yang paling tepat bagi individu perantau untuk

menghindari dari perbedaan adat istiadat, kebiasaan, tingkah

laku yang umumnya terjadi dimasyarakat di lingkungan yang

baru. Dengan cara tersebut individu perantau berharap dapat

lebih merasa nyaman yang setidaknya sama seperti saat di

kampung halamannya.

(7) Geografis

Penyebab eksternal pembentuk culture shock berupa

perbedaan lingkungan secara fisik, misalnya perbedaan cuaca,

iklim, perbedaan letak wilayah yang dirasakan oleh mahasiswa

perantauan asal luar pulau Jawa,

Page 105: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

“...Cuacanya Jogja itu ekstrim, terlebih cuaca di Jogja itu

sangat berbeda dengan daerah asalku sehingga waktu

pertama di Jogja dulu badan saya ini kaget lalu sering sakit

radang tenggorokan atau batuk, Yogyakarta kan teriknya

terasa menyengat sekali di kulit sampai harus rajin-rajin

pakai handbody kalau tidak ingin kulit menjadi hitam, perih

dan kering, lalu kemaraunya disini terasa lebih lama benar-

benar tanpa ada hujan walau gerimis sekalipun itu, musim

kemarau kemarin benar-benar terasa sangat panas

menyengat....” (Berdasarkan hasil wawancara dengan SC,

informan asal Padang pada tanggal 13 November 2013

pukul 14.00 WIB)

Penyebab geografis ini berkaitan erat dengan kondisi fisik

lingkungan maka hal ini dapat berpengaruh secara langsung

terhadap kondisi fisik individu yaitu kondisi kesehatan yang

cenderung menurun ketika individu tersebut tinggal di suatu

tempat tinggal yang baru, yang tentunya jauh berbeda dengan

tempat tinggal semula sebagai proses penyesuaian secara fisik.

(8) Agama

Penyebab eksternal pembentuk culture shock berupa perbedaan

agama yang dirasakan oleh mahasiswa perantauan asal luar

pulau Jawa,

“…Kenapa aku serius mencari kos yang sesuai dengan

agama dan suku budayaku itu karena menurutku orang-

orang Yogyakarta yang mayoritas muhammadiyah tidak

mengerti nilai-nilai budaya aku jadi agar terhindar dari

perselisihan masalah budaya, etnik dan suku bangsa aku

memilih untuk mencari kos yang khusus bali saja agar aku

leluasa dalam menjalankan ibadahku sehari-harinya. Kan

kami orang hindu kalau bersembahyang pasti menggunakan

dupa, bunga dan lain sebagainya takutnya kalau aku kos di

sembarang tempat yang biasa mereka akan memberikan

peraturan ini itu karena terganggu kan bisa saja itu terjadi,

sudah aku terganggu mereka juga terganggu jadi sama-

Page 106: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

sama terganggu maka baiknya antisipasi dengan carilah kos

yang homogen kalau tidak ada perbedaan kan

meminimalisir terjadinya masalah.” (Berdasarkan hasil

wawancara dengan KMG, informan asal Bedugul, Bali

pada tanggal 23 November 2013 pukul 10.00 WIB)

Agama dianggap sebagai salah satu penghambat individu

dalam usahanya menyesuaikan di tempat tinggal yang baru,

namun dengan kadar yang sangatlah kecil. Individu mengalami

ketakutan tersendiri terhadap agama yang menjadi perbedaan

yang sangat rentan dan tidak bisa disatukan dengan mudahnya.

Ketika individu mulai menyadari akan kenyataan dari ruang lingkup

yang berbeda, beberapa masalah ketidaknyamanan ini mulai berkembang,

individu seringkali dihadapkan pada berbagai macam perbedaan yang belum

pernah dihadapi sebelumnya dan akhirnya hal inilah yang dapat memicu

persoalan-persoalan lintas budaya dan munculnya suatu krisis diri. Individu

menemukan dirinya dalam situasi kekecewaan atau penolakan dari budaya

baru sebagai hasil dari ketidak sesuaian antara harapan dan kenyataan, yang

menurut penulis berdasarkan hasil pemaparan diatas mengenai penyebab

internal maupun eksternal terjadinya culture shock sesuai dengan pendapat

Furnham dan Bochner yang mengatakan bahwa culture shock ialah ketika

seseorang tidak mengenal kebiasaan-kebiasaan dari budaya tuan rumah

karena adanya perbedaan dengan dari mana individu perantauan tersebut

berasal sehingga individu mulai merasa bingung, cemas dan heran dengan

lingkungan yang barunya maka ia tidak dapat menampilkan perilaku yang

Page 107: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan baru tersebut. Hal

ini kemudian berpengaruh pada kesulitan dalam beradaptasi dan

berkomunikasi yang muncul kepermukaan.

c) Gejala dan Reaksi Culture Shock

Budaya atau kebiasaan yang berbeda dapat menimbulkan

ketidaknyamanan bagi individu dalam hidupnya sebagai akibat

perubahan besar yang dialami individu yang biasanya ia tidak siap

menghadapi perubahan tersebut. Merujuk pada banyaknya tuntutan

penyesuaian yang dialami individu pada level kognitif, perilaku,

emosional, sosial dan fisiologis yang dapat memicu gejala-gejala

gangguan mental yang diawali dengan timbulnya perasaan

kebingungan pada diri individu yang disertai dengan sikap tidak

terorganisasi, menarik diri dari pergaulan dengan warga setempat,

cenderung menghabiskan waktu seorang diri atau hanya nyaman

bergaul dengan orang-orang yang memiliki kultur yang sama

dengannya.

Harry Triandis, seorang psikolog terkenal memandang gegar

budaya sebagai hilangnya kontrol seseorang saat ia berinteraksi

dengan orang lain dari kultur yang berbeda. Kehilangan kontrol

umumnya memang menyebabkan kesulitan penyesuaian tetapi tidak

selalu merupakan gangguan psikologis (Shiraev dan Levy, 2012:

443). Pedersen mengemukakan dalam salah satu teori gegar budaya

melihat gegar ini sebagai penyesuaian awal kelingkungan baru atau

Page 108: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

asing yang diasosiasikan dengan perkembangan individu, pendidikan,

dan bahkan pertumbuhan personal. Secara singkat bahwa segala

bentuk stress mental maupun fisik yang dialami individu pendatang

selama berada di lokasi asing disebut sebagai gejala culture shock,

akan tetapi gejala culture shock yang terjadi pada setiap individu

memiliki tingkatan atau kadar yang berbeda mengenai sejauhmana

culture shock mempengaruhi kehidupannya. Ada beberapa gejala

membentuk reaksi yang biasanya ditunjukkan individu saat

mengalami culture shock (Shiraev dan Levy, 2012: 444) yaitu:

(1) Gejala gegar budaya sebagai nostalgia. Reaksi yang biasanya

ditunjukkan individu yakni merasa rindu keluarga, kawan dan

pengalaman lain yang familiar.

(2) Gejala gegar budaya sebagai disorientasi dan hilangnya kontrol.

Reaksi yang biasanya ditunjukkan yakni hilangnya hal-hal yang

familiar tentang perilaku orang lain. Disorientasi menimbulkan

kecemasan, depresi, dan merasa putus asa.

(3) Gejala gegar budaya sebagai ketidakpuasan atas hambatan

bahasa. Reaksi yang biasanya ditunjukkan yakni kurangnya

komunikasi atau sulitnya komunikasi bisa menimbulkan frustasi

dan perasaan terasing.

(4) Gejala gegar budaya sebagai hilangnya kebiasaan dan gaya

hidup. Reaksi yang biasanya ditunjukkan yakni individu tidak

Page 109: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

mampu melakukan banyak aktifitas yang sebelumnya ia nikmati :

ini menyebabkan kecemasan dan perasaan kehilangan.

(5) Gejala gegar budaya sebagai anggapan adanya perbedaan. Reaksi

yang biasanya ditunjukkan yakni perbedaan antara budaya baru

dengan budaya kampung halaman biasanya dilebih-lebihkan dan

sulit diterima.

(6) Gejala gegar budaya sebagai anggapan adanya perbedaan nilai.

Reaksi yang biasanya ditunjukkan yakni perbedaan ini biasanya

dilebih-lebihkan: nilai-nilai baru tampaknya sulit diterima.

Pada diri individu mahasiswa perantau yang mengalami culture

shock dapat kita lihat gejala membentuk reaksi yang ditunjukkan

mengarah pada bentuk stress mental maupun fisik selama berada di

lokasi asing sebagai penyesuaian awal kelingkungan baru atau asing

yang diasosiasikan dengan perkembangan individu, pendidikan, dan

bahkan pertumbuhan personal sesuai dengan pandangan Harry

Triandis pada setiap point yang telah disebutkan diatas yaitu:

(a) Orang merasa rindu keluarga, kawan, dan pengalaman lain yang

familiar.

Kerinduan yang teramat besar terhadap keluarga, teman,

kerabat, suasana/ keadaan lingkungan kampung halaman,

serta hal-hal yang biasa ia jumpai di tempat individu tersebut

berasal (homesick).

Page 110: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Seperti pada hasil wawancara dari salah seorang informan

mahasiswa perantauan asal luar Jawa semester awal sebagai

berikut:

“jauh dari orang tua itu saat ini sebenarnya terasa masih

sangat menyiksa dan sering membuatku mudah

menangis atau menyendiri saat tidak terbendung lagi

rasa rinduku. Jauh dari kampung halaman membuatku

kurang percaya diri memulai pembicaraan dengan orang

baru, belum lagi setiap bangun pagi pasti muncul

perasaan seperti belum terbiasa kaget ini bukan kamarku

aku dimana apa ya kak semacam belum bisa menerima

tidak memiliki rasa memiliki sama lingkungan baruku

yang sekarang ini, merasa kurang minder dan kurang

bebas mengekspresikan diri di lingkungan baru ini juga,

yang semua itu pada intinya mengacu pada perasaan

sedih karena berada di lingkungan yang tidak biasa...”

(Berdasarkan hasil wawancara dengan SC, informan asal

Padang pada tanggal 13 November 2013 pukul 14.00

WIB)

(b) Hilangnya hal-hal yang familiar tentang perilaku orang lain.

Disorientasi menimbulkan kecemasan, depresi, dan merasa putus

asa.

Merasakan kehilangan tanda-tanda yang biasa individu kenal

dikehidupan sehari-hari seperti gerakan bagian-bagian tubuh

(gestures), ekspresi wajah ataupun kebiasaan-kebiasaan yang

dapat menceritakan kepada seseorang bagaimana sebaiknya

bertindak dalam situasi-situasi tertentu.

Seperti pada hasil wawancara dari salah seorang informan

mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa semester lanjut

sebagai berikut:

Page 111: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

“…masih awal belum tahu apa-apa entah gimana

adatnya, bahasanya juga gerak tubuh isyarat-isyarat yang

menghormati bagaimana yang tidak bagaimana, benar-

benar masih bingung mau bagaimana mau seperti apa di

sini kan wajar bukan? karena kan adatnya memang

berbeda dengan tempat asalku kalau tempatku kan

memang cuek-cuek orangnya nah kalau di Jogja ternyata

di tuntut ramah kalau tidak di bilang sombong, kaku,

inilah itulah…”(Berdasarkan hasil wawancara dengan

UI, informan asal Malinau, Kalimantan Utara pada

tanggal 18 November 2015 pukul 11.00 WIB)

Perasaan kesepian/ merasa sendirian, tidak nyaman,

kecemasan, sedih, melankolis, disorientasi, rapuh tidak

berdaya, keletihan, merasa diri lemah, tidak mudah untuk

berinteraksi dengan orang lain, mudah lupa namun sering

mengingat masa lalu dan penyesalan atau bahkan sebaliknya

yaitu timbul adanya perubahan temperamen, kemarahan,

mudah tersinggung, kesulitan tidur, frustasi hingga depresi.

Seperti pada hasil wawancara dari salah seorang informan

mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa semester awal

yang menggambarkan dari beberapa pernyataan diatas yaitu

sebagai berikut:

“…Di Jogja masih merasa kaku ya kan karena adatnya

memang berbeda dengan tempat asalku, masih merasa

aneh dengan kebiasaan di daerah baruku sekarang,

terlebih disini sendirian tidak kenal baik dengan warga

sekitar tempat tinggal atau kosku ini. Jauh dari bapak ibu

kakak itu rasanya membuatku kesepian dan sering

bingung harus bagaimana dengan segala hal yang masih

asing dimataku, kalau ada mereka kan ada yang memberi

semangat, ada yang menemani, berlindung, bermanja ya

mungkin karena belum pernah merantau seperti ini, jadi

belum memiliki banyak pengalaman tentang

Page 112: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

penyesuaian lingkungan, yang tadinya terbiasa dengan

segala kegiatan dan keadaan rumah, sekarang harus jauh

dari kebiasaan-kebiasaan itu. (Berdasarkan hasil

wawancara dengan WLLY, informan asal Mamuju,

Sulawesi Barat pada tanggal 27 November 2013 pukul

14.00 WIB)

Perasaan pesimis, tidak mampu bersaing atau memecahkan

masalah sederhana akibat kehilangan rasa kepercayaan diri,

kehilangan identitas, mempertanyakan kembali identitas diri

yang selama ini diyakininya. Misalnya; sebelumnya individu

tersebut meyakini bahwa dirinya adalah orang yang memiliki

rasa percaya diri dan bebas mengekspresikan diri di

daerahnya namun ketika berada di daerah baru kini ia merasa

telah kehilangan jati diri, aneh atau tidak menarik.

Seperti pada hasil wawancara dari salah seorang informan

mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa semester awal

sebagai berikut:

“…terasa berat ya memulai dari awal namanya juga

mencoba mengenal budaya baru di lingkungan yang

masih asing, dengan orang-orang yang belum benar-

benar kukenal, apalagi orang-orang disini berbeda latar

belakang budayanya denganku jadi untuk saat ini aku

masih susah berbaur. Perasaan ragu, takut itu selalu

mucul ya setiap akan berinteraksi atau ketika akan

memulai beradaptasi dengan lingkungan baru, ditambah

bingung bagaimana memulai perkenalan dan memulai

pembicaraan dengan teman baru” (Berdasarkan hasil

wawancara dengan SC, informan asal Padang pada

tanggal 13 November 2013 pukul 14.00 WIB)

Page 113: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

(c) Kurangnya komunikasi atau sulitnya komunikasi bisa

menimbulkan frustasi dan perasaan terasing.

Timbul perasaan sensitif atau prasangka yang berlebihan

pada diri individu perantau akibat masalah perbedaan bahasa

daerah asal dengan bahasa di daerah baru dan perbedaan cara

bicara.

Seperti pada hasil wawancara dari salah seorang informan

mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa semester awal

sebagai berikut:

“…dalam keseharian sering sekali mendengar mereka

aktif berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa

kesesama mereka yang suku Jawa, walau aku bukan

lawan bicara mereka tapi aku mendengarnya merasa

aneh, penasaran apa yang sedang seru mereka bahas, nah

jangan-jangan mereka sedang membahas kejelekanku

siapa yang tahu kan kalau dibalik sikap dan tuturkata

lembut tersimpan kebusukan, bukannya apa tapi berjaga-

jaga itu perlu apalagi disini aku sendiri tidak akrab

dengan siapa-siapa di tanah orang pula…”(Berdasarkan

hasil wawancara dengan WLLY, informan asal Mamuju,

Sulawesi Barat pada tanggal 27 November 2013 pukul

14.00 WIB)

(d) Individu tidak mampu melakukan banyak aktifitas yang

sebelumnya ia nikmati : ini menyebabkan kecemasan dan

perasaan kehilangan.

Perasaan kehilangan dan letih karena harus selalu

menggunakan bahasa umum sehingga merindukan bahasa

daerahnya yang biasa individu gunakan tanpa ada hambatan

Page 114: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

masalah pehamanan bahasa saat masih di kampung

halamannya dalam aktivitasnya berkomunikasi dengan

keluarga dan teman.

Seperti pada hasil wawancara dari salah seorang informan

mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa semester awal

sebagai berikut:

“…bahasa disini berbeda, karena di tanah Jawa jadi aku

harus berbahasa Indonesia terus setiap hari 24 jam full

jika berkomunikasi dengan orang lain yang jelas berbeda

budaya gini tapi lama-lama juga capek ya rindu bahasa

daerah yang lebih mudah di ucapkan bukan bahasa

Indonesia tidak mudah di ucapkan tapi berbahasa

Indonesia saja mereka masih bilang tidak mereka

mengerti kan kesal juga rasanya…”(Berdasarkan hasil

wawancara dengan EN, informan asal Malinau,

Kalimantan Utara pada tanggal 19 November 2015

pukul 11.00 WIB)

(e) Perbedaan antara budaya baru dengan budaya kampung halaman

biasanya dilebih-lebihkan dan sulit diterima.

Selalu membandingkan kultur asalnya, mengidolakan kultur

asal secara berlebihan dan perasaan bergantung pada orang-

orang lain dari daerah atau negara asal yang sama dengannya.

Seperti pada hasil wawancara dari salah seorang informan

mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa sebagai berikut:

“lebih nyaman berinteraksi dengan teman-teman kosku

yang juga sama-sama dari Bali sehingga tahun pertama

di Jogja kebanyakan kuhabiskan dengan mereka, main-

main berkeliling wisata Jogja ya itu ramai-ramai dengan

mereka, kalau nongkrong kebanyakan ya di kos itu lebih

seru ya aku sangat nyaman berinteraksi dengan teman

yang sedaerah denganku. Jadi hanya saat di kos saja

Page 115: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

yang membuatku merasa tidak asing berada di

Yogyakarta, karena bagiku kos adalah wilayah Bali

kecilku dan aku bisa menjadi diri aku sesungguhnya dari

pada harus tegang, canggung, susah-susah menyesuaikan

diri dengan orang yang berbeda budayanya denganku…”

(Berdasarkan hasil wawancara dengan KMG, informan

asal Bedugul, Bali pada tanggal 23 November 2013

pukul 10.00 WIB)

Menjadi lebih khawatir tentang kesehatan. Pada orang-orang

yang datang dari suatu daerah biasanya menjadi lebih sensitif

terhadap masalah kebersihan di tempat yang baru. Perasaan

bahwa apa yang baru dan asing adalah “kotor” berkaitan

dengan air minum, makanan, peralatan makan dan

perlengkapan tidur; khawatir akan kebersihan dari penduduk

setempat.

Seperti pada hasil wawancara dari beberapa informan

mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa sebagai berikut:

“…Jogja cuacanya panas membuatku sering mengalami

radang tenggorokan karena suka coba-coba jajan ini itu

yang mungkin penjaja makanannya pakai pemanis

buatan berlebihan, tidak bersih atau apa kurang paham

ya aku, dulu aku memang benar-benar butuh proses

untuk bisa menyesuaikan diri di lingkungan yang baru.”

(Berdasarkan hasil wawancara dengan UI, informan asal

Malinau, Kalimantan Utara pada tanggal 18 November

2015 pukul 11.00 WIB)

“…jarak tempat antar rumah itu dekat-dekat sekali,

kotor, kumuh menjijikkan banyak tikus berkeliaran

karena padat perumahan penduduk disini, beda dengan

kampung halamanku yang jarak antar rumah itu jauh dan

setiap rumah memiliki halaman yang luas. Lalu Jogja itu

kota yang ramai, panas, kering, gerah, Jogja padat

kendaraan jadi disini terasa sekali polusi udaranya,

berdebu pula kalau disini harus wajib pakai masker kalau

Page 116: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

tidak mau rusak paru-parunya.”(Berdasarkan hasil

wawancara dengan WLLY, informan asal Mamuju,

Sulawesi Barat pada tanggal 27 November 2013 pukul

14.00 WIB)

Menderita rasa sakit di berbagai area tubuh, muncul berbagai

iritasi disebabkan alergi, serta gangguan-gangguan kesehatan

lainnya, seperti diare, maag, sakit kepala, hingga demam.

Seperti pada hasil wawancara dari beberapa orang informan

mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa sebagai berikut:

“…Sering mudah lelah, tenaga terporsir mungkin karena

tegang tidak rileks, sering kembung, masuk angin, yang

lain mudah terkena flu, sariawan, masalah gangguan

pencernaan dulu sering sekali sembelit, daya tahan itu

menurun ya mungkin karena tidak dirumah sendiri ya

jadi tidak ada yang merawat kalau dirumah kan ada ibu

jadi apa-apa sudah tersedia. ”(Berdasarkan hasil

wawancara dengan ADTY, informan asal Pematang

Siantar pada tanggal 19 November 2013 pukul 12.00

WIB)

“…Yogyakarta itu lebih panas ya dari Bedugul, musim

panasnya berlangsung cukup lama, kalau di sana musim

kemarau pun masih ada hujan turun juga tapi kalau disini

memang benar-benar terasa panasnya, jadi awal dulu

sering sekali ganti kulit, kulitnya mengelupas seperti itu,

kulit jadi kasar bersisik yang dulunya di Bedugul aku

tidak menggunakan handbody, disini jadinya harus pakai

itu biar tidak perih karena kasar kulitnya. Terus mudah

dehidrasi juga ya disini sampai aku sering bawa bekal air

minum dari kos agar dikampus tidak harus bolak balik

kekantin hanya untuk sekedar membeli air minum. Panas

dan udara keringnya jogja itu selain membuatku

dehidrasi juga ngefek juga kepanas dalam, sariawan,

gangguan pencernaan mudah buang air kecil, kulit

kepala juga mudah berketombe karena gerah dan

berdebu. Apalagi Jogja itu termasuk tinggi ya polusi

udaranya karena jumlah kendaraan di Jogja yang padat.

Terlebih untuk daerah sleman perkembangan kotanya

pesat banyak bangunan raksasa dibangun disana sini

Page 117: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

menimbulkan debu semakin menyesakkan pernafasan

yang akhirnya sering membuat alergi debuku mudah

kambuh dan semua itu tidak terelakkan membuatku

sedikit terganggu…”(Berdasarkan hasil wawancara

dengan KMG, informan asal Bedugul Bali pada tanggal

23 November 2013 pukul 10.00 WIB)

“Dulu karena masih merasa tidak nyaman dengan semua

hal di Jogja, mungkin pengaruh pikiran yang mindsetnya

sudah jelek duluan jadi ya suka mengait-ngaitkan dengan

homesick jadi pernah karena terlalu rindu rumah ingin

sekali lekas pulang ke kampung halaman yang teramat

parah akhirnya aku terkena demam tinggi menggigil

sampai masuk rumah sakit RSCC, terus kesininya sering

sakit kepala migrenlah, maaglah…” (Berdasarkan hasil

wawancara dengan UI, informan asal Malinau,

Kalimantan Utara pada tanggal 18 November 2015

pukul 11.00 WIB)

(f) Perbedaan ini biasanya dilebih-lebihkan: nilai-nilai baru

tampaknya sulit diterima.

Munculnya pemikiran dan pandangan buruk terhadap budaya

baru di lingkungan baru atas apa yang individu tersebut lihat

dan rasakan, meski sebenarnya tidak semua penduduk lokal

di daerah rantauannya dapat dikatakan buruk.

Seperti pada hasil wawancara dari salah seorang informan

mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa semester awal

sebagai berikut:

“…Ternyata Jogja sama saja dengan daerah-daerah

lainnya ya walau terkenal ramah, nada bicara yang

lembut, menjunjung tatakrama tapi tetap saja tuh ada

yang wataknya keras, sikapnya seenaknya, seperti

preman penguasa, kalau tertawa memekakkan telinga

jadi tak menjamin ya walau mungkin hanya minoritas

Page 118: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

yang seperti itu. Aku juga sering merasa terganggu

dengan cara candaan orang Jawa ya, atau cara mereka

memperhatikan penampilan serta logat bicaraku yang

terdengar asing bagi mereka, padahal logat bicara

mereka sendiri aneh bagiku hanya tidak kutampakkan

reaksiku, mungkin disini aku merasa menjadi lebih

mudah tersinggung jika ada yang menyinggung masalah

budayaku walau untuk sekedar iseng-iseng

humor”(Berdasarkan hasil wawancara dengan WLLY,

informan asal Mamuju, Sulawesi Barat pada tanggal 27

November 2013 pukul 14.00 WIB)

Timbul rasa takut dibohongi oleh orang lain yang akan

berbuat curang padanya karena ketidaktahuannya, dirampok

atau dilukai yang berlebihan oleh orang-orang asing yang ia

temui di daerah baru terhadapnya dan mencegah kontak

dengan orang yang terasa berbeda kultur.

Seperti pada hasil wawancara dari salah seorang informan

mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa semester awal

sebagai berikut:

“…Aku memang tidak ingin asal dekat dengan orang-

orang baru, kan tidak tahu bagaimana dia, asal-usulnya,

latar belakangnya juga, takutnya kalau salah berteman

aku sama dianya terlanjur longgar taunya nanti akan

mengundang masalah tersendiri untukk kan repotu,

seperti misalnya jika aku asal berteman dengan orang

yang ternyata kleptomania saat aku teledor bisa saja

mengundang kesempatan bagi dia untuk mencuri

barangku yang menurut dia menarik. Kita kan ya tidak

tahu sejarah gimana-gimananya orang baru.”

(Berdasarkan hasil wawancara dengan SC, informan asal

Padang pada tanggal 13 November 2013 pukul 14.00

WIB)

Bagi para mahasiswa perantau khususnya, berbagai gangguan dari efek

culture shock yang mereka alami di tempat rantauan menimbulkan banyak

Page 119: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

persoalan-persoalan perasaan ketidaknyamanan emosional meliputi

ketidaknyamanan fisik sebagai reaksi yang diderita individu perantau ketika

mereka datang ke daerah lain atau suatu lingkungan dengan kondisi sosial

budaya yang berbeda dengan tempat asal mereka. Cara hidup yang dipakai

oleh mahasiswa perantauan di tempat yang sebelumnya menjadi kurang

efektif digunakan di Yogyakarta karena bukan hanya budaya dan norma-

norma masyarakat yang berbeda, tetapi juga karena iklim, makanan, gaya

hidup, bahkan teknologi pun menjadi berbeda dari tempat asalnya dengan

tempat yang kini didatanginya.

Apabila individu tersebut tidak segera menemukan hal yang mampu

membuatnya merasa nyaman selama berada di Yogyakarta maka akan

datang hal berkelanjutan seperti kehilangan selera humor yang disebabkan

oleh perasaan sensitif/ mudah tersinggung yang nantinya dapat

mempengaruhi output dari perilaku individu dalam kehidupan sehari-hari

yang berhubungan dengan kemampuan bersosialisasi terhadap masyarakat

sekitar lingkungan jangkauan aktivitasnya, kehilangan selera makan

(mengalami perilaku makan dan minum yang kompulsif), kehilangan

semangat dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari yang disebabkan oleh

perasaan rindu kampung halaman/ home sick, perubahan pola tidur, kurang

energi dan kesulitan untuk berkonsentrasi dalam pekerjaannya.

Dalam keadaan yang tidak nyaman ini, individu tersebut terancam tidak

dapat menjalani kehidupan sebagai seorang perantau secara maksimal, hal

ini terkait dengan kemampuan menyesuaikan diri dalam proses adaptasi

Page 120: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

sosial yang merupakan beban tersendiri bagi individu perantau dan efek

yang paling kuat dalam pengalaman lintas budaya yang akan diperoleh.

Dalam penelitian ini bahwa fenomena culture shock dialami oleh individu-

individu yang berasal dari kebudayaan yang berbeda dari generasi ke

generasi berikutnya dengan beberapa tanda-tanda culture shock yang

diketahui diantaranya adalah: (i) Merasa sedih dan sendiri/ terasingkan, (ii)

Temperamen cepat berubah, merasa sering goyah dan tidak berdaya, (iii)

Terkadang disertai masalah kesehatan, seperti demam, flu, diare, (iv) Sering

merasa mudah marah, kesal, dan enggan berinteraksi dengan masyarakat

sekitar, (v) Mengait-ngaitkan dengan kebudayaan di tempat asal dan bahkan

menganggap kebudayaan asal lebih baik dari budaya lain, (vi) Merasa

kehilangan identitas/ ciri-ciri pribadi sebelumnya, (vii) Bingung Berusaha

keras menyerap dan memahami semua kebiasaan yang ada ditempat

barunya, (xi ) Menjadi kurang percaya diri, (xii) Membentuk suatu stereotip

(Pencitraan yang buruk) terhadap kebudayaan baru. Penyebab, gejala dan

reaksi yang mendorong bagaimana munculnya culture shock juga akan

sangat spesifik tergantung pada dari daerah mana individu perantau tersebut

berasal, seberapa jauh jarak asal daerahnya dengan daerah rantauannya dan

pada tahun atau masa seperti apa, akan sangat bervariasi.

2. Dampak Culture Shock Pada Mahasiswa Perantauan Di Yogyakarta

Bentuk-bentuk permasalahan di atas merupakan kondisi seseorang yang

mengalami culture shock ketika berpindah ke lingkungan dengan budaya baru.

Page 121: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Seorang individu perantau mungkin mengalami lebih dari satu dari masalah

tersebut di atas bahkan mungkin dapat mengalami ke semua bentuk

permasalahan akibat culture shock di atas.

Mengenai keempat fase culture shock yang dikemukakan Samovar pada

kajian pustaka sebelumnya yakni fase optimistik (fase pertama), masalah

kultural (fase kedua), fase recovery (fase ketiga) dan fase penyesuaian (fase

terakhir). Hal tersebut sesuai seperti hasil pengamatan yang peneliti lakukan

terhadap ke delapan orang informan asal luar pulau Jawa bahwa dalam

kehidupan mereka di Yogyakarta ketika di awal bulan-bulan pertama

kehidupannya sebagai perantau, sebelumnya ia akan terlebih dahulu

mengalami masa perasaan terisolasi dari budayanya yang lama dalam kurun

waktu tertentu. Proses disintegrasi terjadi saat individu semakin sadar

adanya berbagai perbedaan antara budaya lama dan budaya baru yang diikuti

dengan penolakan terhadap budaya baru inilah masa culture shock atau

gegar budaya inilah fase ke dua culture shock mengenai masalah

kebudayaan.

Pada fase ke dua, masa dimana seorang individu perantau yang

mengidap culture shock menjadi rentan akan dampak negatif dari culture

shock seperti membentuk suatu stereotip (pencitraan yang buruk) terhadap

kebudayaan baru hingga timbulnya paham etnosentris pada diri individu

mahasiswa perantau dengan memandang rendah budaya tuan rumah di

tempat rantauanya. Persoalan-persoalan yang nyata ini menimbulkan

perasaan agresif seperti mudah tersinggung dan marah pada keadaan budaya

Page 122: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

yang ada di daerah barunya karena dianggap asing yang akhirnya mereka

mencoba mengatisipasinya dengan cara berpaling kepada teman-teman

sedaerah dengannya yang dianggap akan lebih familiar dan dapat

memberikan kenyamanan ketika berkomunikasi dengan cara pandang yang

sama. Seringkali muncul pendewaan terhadap budaya asal, menganggap

budaya asalnya adalah budaya yang paling baik dan mengkritik budaya

barunya sebagai budaya yang tidak masuk akal, tidak menyenangkan dan

aneh atau mungkin sebaliknya merasa dipandang aneh oleh pihak mayoritas

yang disini merupakan tuan rumah rantauan. Kondisi mengkritik budaya

baru ini bisa termanifestasi rasa kesal terhadap budaya baru, menunda-nunda

untuk mempelajari bahasa yang terdapat di daerah barunya atau menolak

terlibat dengan orang-orang di baru tersebut dan juga muncul stereotip -

stereotip (pencitraan yang buruk) tentang orang-orang dari budaya baru

yang bisa menghalangi interaksi yang efektif dengan orang-orang yang ada

di tempat yang baru dan bukan sedaerah dengannya. Seperti pada hasil

wawancara pada informan mahasiswa perantauan seperti berikut ini:

“…Ya memang tidak dipungkiri kalau lebih santai untuk berteman

dengan orang yang berasal dari daerah yang sama mudah dipahami,

kami sama-sama perantau sama-sama dari sumatera kalau pas lagi

kumpul bareng, ngerumpi bisa lepas bahas terang-terangan mengolok-

ngolok mereka- mereka yang menyebalkan sesuka hati kami ibarat

menahan muntah nah ini adalah waktu untuk memuntahkan semuanya

sampai merasa puas dan lega, mau bagaimanapun memandang budaya

kami dikampung halaman itu jauh lebih baik daripada budaya baru yang

kami hadapi sekarang dalam tanda kutip Yogyakarta dan segala

isinya...”(Berdasarkan hasil wawancara dengan SC, informan asal

Padang pada tanggal 13 November 2013 pukul 14.00 WIB)

Page 123: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Namun demikian, oleh berjalannya waktu dan tingkat kebutuhan serta

kodrat alami manusia yang merupakan makhluk sosial, secara alami hal ini

akan diikuti oleh proses integrasi dari budaya baru yang akan

menghantarkan individu pada perasaan luluh, naiknya tingkat toleransi pada

diri yang ditandai dengan timbulnya perasaan tertarik untuk dapat

memahami arti bahasa setempat, yang kemudian dapat berlanjut pada

keadaan menegosiasikan kebutuhannya sehingga tumbuh perasaan otonomi

dalam dirinya. Hingga akhirnya ia hampir mencapai kemandirian, dimana ia

mulai menciptakan makna dari berbagai situasinya dan perbedaan yang ada

akhirnya berangsur dinikmati dan bertahap mulai diterima oleh diri individu

tersebut inilah fase recovery atau fase ketiga culture shock.

Apabila krisis diri telah mulai teratasi dengan baik, maka individu akan

bersedia untuk belajar budaya baru, memahami berbagai perbedaan norma

dan nilai-nilai antara budaya asli yang melekat pada dirinya dengan budaya

baru yang saat ini dimasukinya yaitu adaptasi. Hingga akhirnya ia mulai

menemukan arah untuk perilakunya dan bisa memandang peristiwa-

peristiwa di tempat barunya dengan rasa humor karena individu mulai

mengerti dari budaya barunya yang mencakup nilai-nilai, pola komunikasi,

kenyakinan, perilaku dan lain sebagainya. Dimana individu telah mulai

menemukan rasa makanan yang lebih cocok dengan lidah dan perutnya,

serta mengatasi iklim yang berbeda, timbul perasaan puas, mandiri,

menikmati pada diri individu yang bersangkutan sehingga ia mulai nyaman

Page 124: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

dan dapat berfungsi dengan baik secara efektif di lingkungan barunya

tersebut inilah fase penyesuaian fase terakhir culture shock.

Individu perantau tersebut akan tiba pada titik dimana ia menyadari

bahwa budaya barunya tidak lebih baik atau lebih buruk antara satu dengan

yang lainnya, karena sekarang muncul pemikiran jika pada setiap budaya

memiliki ciri berbeda yang berbeda pula dalam menangani setiap masalah

dalam kehidupannya. Individu juga dapat menyadari bahwa budaya barunya

memiliki banyak hal baik maupun hal buruk yang dapat berpotensi untuk

mempengaruhi diri individu selama ia berada di tempat baru tersebut, agar ia

tahu harus bagaimana menyikapinya dengan tepat sebagai pengalaman

hidupnya. Pada masa ini akan terjadi proses integrasi dari hal-hal baru yang

telah dipelajarinya dari budaya baru dengan hal-hal lama yang selama ini dia

miliki sehingga muncul perasaan menentukan, memiliki dan menetapkan

sebagai tahap dalam proses pencarian jati diri dalam diri individu. Ini

memungkinkan munculnya definisi baru mengenai dirinya sendiri. Biasanya

pada saat seperti ini individu telah matang dalam pengalaman lintas

budayanya dan memiliki kemampuan untuk hidup dalam budaya barunya

yang berbeda dengan budaya asalnya inilah dampak positif dari culture

shock. Seperti pada hasil wawancara pada informan mahasiswa perantauan

asal luar pulau Jawa semester lanjut yang telah lama melewati masa culture

shock seperti berikut ini:

“Dulu iya canggung ya tapi sekarang sudah baik kok, aku kenal lalu

akrab sama temen-temen kampus itu kalau tidak salah semester 2 atau

semester 3 an, karena 1 semester sendiri aku merasa belum butuh teman

Page 125: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

ya…sampai akhirnya sosialisasi sama temen-temen jadi terabaikan dan

terlambat, malas memulai perkenalan dengan orang-orang baru, takut

ini takut itu namanya juga merasa asing dilingkungan baru jadi perasaan

negative dengan mereka itu gampang muncul. Sekarang setelah aku

mulai berinteraksi, mau berkomunikasi dengan orang lokal itu sedikit

banyak muncul pemahaman akan hal-hal yang dulunya aku tidak tahu

sekarang jadi oh begitu ya ternyata jadi ini semua masalah toleransi,

menghargai perbedaan, tidak semua orang jawa itu freak. Orang Jawa

pada dasarnya sama seperti kami di Sumatera ada yang tahu sopan

santun ada yang tidak, ada yang seenaknya ada yang tidak dan yang

selama ini aku pikir jika ia berbahasa Jawa maka ia adalah orang lokal

Jogja ternyata salah…setiap kota atau daerah memiliki perbedaannya

masing-masing entah itu kelebihannya maupun kekurangannya…”

(Berdasarkan hasil wawancara dengan ADTY, informan asal Pematang

Siantar pada tanggal 19 November 2013 pukul 12.00 WIB)

Dengan beradaptasi atau meyesuaikan diri dengan budaya di

Yogyakarta, mahasiswa perantau akan dapat merasa nyaman tinggal di

Yogyakarta dan permasalahan culture shock yang terjadi terselesaikan.

Sehingga untuk terjalinnya komunikasi yang efektif dan lancar kita harus

menerima serta menyesuaikan diri dengan budaya tempat dimana seorang

individu kini berada. Sikap menghargai dan menerima segala keanekaan/

keheterogenan budaya yang ada akan mempermudah usaha dalam

beradaptasi dengan budaya yang baru. Hal ini akan memperlancar

komunikasi yang terjadi diantara individu pendatang dan individu tuan

rumah menjadi lebih nyaman.

Dibawah ini merupakan tabel perbedaan culture shock yang dialami oleh

mahasiswa perantauan asal luar Jawa antara mahasiswa semester awal

perkuliahan dengan mahasiswa semester lanjut perkuliahan di Yogyakarta

yang peneliti dapat kerucutkan sebagai pembanding yang dapat diperhatikan

Page 126: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

bagaimana fase culture shock menjangkit seorang individu perantau di

daerah baru atau asing sebagai tempat rantauannya yaitu sebagai berikut:

Mahasiswa Perantauan Semester Awal Perkuliahan Mahasiswa Perantauan Semester Lanjut

Perkuliahan

1. Baru menjalani bulan awal berada di Yogyakarta

sebagai mahasiswa perantau, Telah melewati lebih dari satu semester

tinggal di Yogyakarta sebagai mahasiswa

perantauan,

2. Masih mengalami tahap awal culture shock, akan

tetapi gejala culture shock yang terjadi pada

setiap individu memiliki tingkatan atau kadar

yang berbeda sejauhmana culture shock

mempengaruhi kehidupannya di tempat rantauan,

Hampir menyelesaikan tahap awal culture

shock dengan cara masing-masing yang

individu temukan dalam menghadapi

ketegangan karena adanya usaha

beradaptasi secara psikis maupun sosial,

3. Bagi sebagian individu perantauan efek culture

shock menghadapkan individu dalam kondisi

ketidaknyamanan serta kebingungan akibat

berpindah hidup ke lingkungan baru/ daerah

rantauan dan menimbulkan berbagai hal

kemungkinan reaksi penolakan terhadap orang-

orang asing sekitar dan kultur di daerah baru

hingga dapat menyebabkan individu tersebut

menjadi pribadi yang tertutup, atau jika mereka

menemukan orang yang sedaerah asalnya di

tempat rantauan maka mereka akan cenderung

bergantung dengan orang-orang tersebut. Meski

begitu,hal-hal tersebut tidak membuat mereka

melalaikan tanggung jawab pribadi yang sejak

awal merupakan tujuan utama mereka pergi

merantau,

Perasaan tidak berdaya mencakup

perasaan bingung, frustasi, ketergantungan

dengan orang-orang sedaerah di tempat

rantauan dan bayang-bayang tidak mampu

menyesuaikan diri terhadap lingkungan

baru semakin terkikis seiring berjalannya

waktu, walau diawal mereka menghadapi

berbagai reaksi culture shock sebagai

permasalahan pengalaman lintas budaya

yang tidak terelakkan namun lambat laun

menjadi terbiasa dengan perbedaan yang

ada disekitarnya. Jika mereka belum

benar-benar dapat menerima perbedaan

setidaknya akan timbul perasaan

tertantang untuk dapat menyesuaikan diri

dengan baik di tempat rantauan,

4. Bagi beberapa individu perantau dengan perasaan

yang masih belum stabil maka culture shock akan

mudah mempengaruhi pengalaman lintas budaya

di bulan-bulan awal perkuliahan karena pada saat

ini mereka sedang sibuk dan terhanyut pada

perasaan ketidaknyamanan akan berbagai hal

perbedaan yang ada di lingkungan baru baik

reaksi penolakan, pesimis akan tetap bertahan

pada situasi yang mengganggu yang secara

bersamaan dihadapkan pada rasa tanggungjawab

akan niat awal mereka untuk merantau yaitu

kesuksesan akademik dan pendidikan berkualitas.

Jika di awal bulan-bulan culture shock

mereka lebih terbawa oleh kesibukan

pelarian ke hal-hal yang berbau streotip

budaya maka pada masa ini mereka mulai

sadar pada tujuan awal mereka merantau

yaitu demi keberhasilan akademik

perkuliahan, mereka akan dihadapkan

pada keadaan membutuhkan teman-teman

baru sebagai suatu kesatuan informasi

yang didesak oleh kepentingan kesuksesan

akademik.

Tabel 3. Perbedaan Culture Shock Yang Dialami Oleh

Mahasiswa Perantauan Di Yogyakarta

Page 127: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Dari tabel perbedaan culture shock yang dialami oleh mahasiswa

perantauan di yogyakarta yang terdiri mahasiswa baru semester awal

perkuliahan dan mahasiswa tengah semester lanjut diatas menunjukkan

bahwa mahasiswa baru memiliki peluang mengalami culture shock karena

pada mahasiswa perantau semester awal yang baru saja melakukan tahap

awal pengalaman lintas budaya atau melakukan mobilitas penduduk yang

kita kenal dengan istilah bermigrasi atau merantau secara tiba-tiba untuk

kepentingan pendidikan berkuliah di Yogyakarta.

Ketika seorang individu mahasiswa perantau dengan latar belakang

budaya yang berbeda memasuki budaya Yogyakarta yang jelas berbeda

dengan budaya asalnya sama saja dengan menghadapkan individu tersebut

dengan situasi-situasi yang berpotensi menimbulkan keterkejutan,

ketidaknyamanan serta kecemasan temporer tidak beralasan dalam diri

individu yang berakibat pada terguncangnya konsep diri dan identitas

budaya. Kondisi ini dapat menyebabkan sebagian besar mahasiswa

perantauan semester awal mengalami gangguan mental dan fisik.

Mahasiswa perantau yang sebelum merantau selalu terbiasa

menjalankan dan mengembangkan budayanya dalam kehidupan sehari-hari

di daerah asalnya masing-masing, saling berinteraksi satu sama lain setiap

harinya dengan orang-orang yang mayoritas memiliki kebudayaan sama dan

hidup bersama dalam satu daerah dalam kurun waktu yang lama. Maka

keseluruhan cara hidup tersebut termasuk nilai-nilai, kepercayaan, standar

estetika, ekspresi, linguistik/ bahasa, pola berpikir, nilai-norma, tata

Page 128: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

perilaku, gaya komunikasi yang kesemuanya terjalin secara terus menerus

mengiringi kelangsungan hidup masyarakat dalam kelompok lingkungan

fisik beserta lingkungan sosial suatu kebudayaannya, hingga tanpa disadari

kemudian membentuk karakter dan menjadi ciri khas yang melekat pada diri

masing-masing individu sejak ia lahir. Akibatnya mahasiswa-mahasiswa

perantauan semester awal tersebut masih terpelihara dan terbiasa dengan

kebudayaan mereka sendiri.

Bertemu dengan seseorang yang berasal dari kebudayaan lain baik

secara kebetulan atau disengaja secara langsung akan menghadapkan pada

suatu kenyataan perbedaan seperti bahasa, tingkah laku atau gerakan tubuh,

ekspresi mimik wajah, yang kesemuanya sangat berbeda dengan bahasa

yang selama ini familiar untuk didengar, tingkah laku atau gerakan tubuh

serta ekspresi mimik wajah yang selama ini dikenal atau dilakukan.

Berdasarkan pengamatan ternyata dalam peristiwa tersebut, dapat

diketahui bahwa dalam benak individu perantau tersirat jika “ada banyak

yang salah, tidak sesuai dan berbeda” sehingga menimbulkan perasaan tidak

nyaman, walaupun kadang-kadang mereka sebenarnya tidak tahu secara

pasti mengapa mereka dapat merasa demikian. Terbiasa dengan kebudayaan

sendiri membuat kebanyakan orang menjadi tidak sadar akan hakekat

subbudayanya dan mudah mengkonsumsi bahwa, apa yang ada atau terjadi

adalah memang seharusnya akan tetap selalu demikian meski sebenarnya

kebudayaan atau subbudaya dari unit sosial apapun selalu berubah dengan

berjalannya waktu. Inilah masa culture shock yang harus dihadapi oleh

Page 129: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

mahasiswa perantauan semester awal setidaknya hanya berlangsung untuk

jangka waktu tertentu

Mahasiswa semester lanjut yang telah melalui masa culture shock

melalui proses waktu akan menemukan dirinya dalam keadaan dapat menilai

serta mampu membedakan hal yang positif dan negatif secara seimbang.

Mereka mulai sadar bahwa sebagai mahasiswa perantau yang memasuki

Yogyakarta dengan suatu situasi baru yang menghadapkannya pada

kenyataan segala perbedaan yang ada diantaranya dengan lingkungan

barunya, selain menjadi mahasiswa ia juga harus menyesuaikan diri dengan

budaya masyarakat setempat.

Proses adaptasi secara alami akan dialami oleh setiap mahasiswa etnik

pendatang sebagai seorang individu perantau. Dengan memasuki suatu

kebudayaan baru yang tidak familiar, meski pada awalnya terasa tidak

menyenangkan, muncul ketidakpuasan, ketidaksabaran, ketidaknyamanan,

kegelisahan, bahkan kesulitan untuk berkomunikasi akibat segalanya yang

terasa asing. Untuk mengatasi rasa ini ada beberapa cara yang ditempuh.

Hingga timbul cara melawan yaitu dengan mengejek, memandang rendah

dan bertindak secara etnosentrik, namun kesemua ini akan mereda seiring

berjalannya waktu oleh hakekat kebutuhan utama manusia sebagai makhluk

sosial yang tidak akan terlepas dari interaksi sosial setiap harinya dan

semakin mendesak individu perantau mengadakan penyaringan serta

pelenturan untuk menyesuaikan bahkan mulai menerima sebagian budaya

Page 130: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

dari etnik budaya setempat melalui proses adaptasi yang pastinya

membutuhkan waktu melalui proses belajar.

Adaptasi budaya akan berlangsung baik jika seorang perantau tersebut

memiliki kepekaan kultural. Kepekaan ini dapat diasah melalui kemauan

untuk berpikir dalam pola pikir mereka. Kepekaan budaya ini merupakan

modal yang amat besar dalam membangun toleransi, rasa pengertian yang

akan tercipta antara perantau dengan budaya masyarakat setempat.

Singkatnya culture shock yang terjadi pada setiap individu perantauan

berbeda-beda mengenai sejauh mana culture shock mempengaruhi hidupnya.

Pada mahasiswa semester lanjut yang telah melewati lebih dari satu

tahun tinggal di tempat rantauan banyak mengalami perubahan sebagai

penyesuaian diri yang individu temukan dalam menghadapi ketegangan

karena adanya usaha beradaptasi secara psikis maupun sosiologis dan pada

masa ini culture shock telah beralih menjadi pengalaman lintas budaya.

Dari data yang peneliti kumpulkan dan pengamatan yang peneliti

lakukan terhadap kedelapan informan mahasiswa perantauan asal luar Jawa,

maka peneliti menemukan hasil bahwa individu perantau pasti akan

mengalami culture shock dibulan-bulan pertama kedatangannya sebagai fase

awal dari culture shock, seiring berjalannya waktu kebutuhan serta tuntutan

keadaan akan memaksa individu tersebut melakukan perubahan pada cara

pandangnya selama ini sekaligus yang akan menghadapkannya pada fase

recovery (fase ketiga) yang kemudian diikuti dengan fase penyesuaian diri

atau fase terakhir dalam culture shock sehingga gegar budaya yang individu

Page 131: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

alami dipastikan akan mulai berangsur teratasi secara maksimal sampai satu

tahun pertama kehidupannya dilingkungan daerah yang baru sebagai

dampak pada mahasiswa perantau dalam mempelajari banyak hal tentang

kebudayaan baru di luar kebudayaannya yang di tunjukkan dengan

kemampuan adaptasi budaya yang dilakukan oleh individu perantau tersebut

gunakan dan diaplikasikan dalam kehidupannya di lingkungan barunya kini.

Mengenai seberapa lama atau tidaknya culture shock dialami oleh seorang

individu perantau peneliti beranggapan hal tersebut tergantung dengan

sejauh mana seorang individu perantau mampu menyadari akan pentingnya

sikap menghargai dan menerima segala keanekaragaman/ keheterogenan

budaya yang ada. Hal ini berarti, jika ingin hidup nyaman dan berhasil di

lingkungan yang baru maka mau tidak mau individu perantau tersebut harus

menyesuaikan dirinya dengan lingkungan baru saat ini, sesuai dengan pepatah

tua yang mengatakan di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Untuk

mendapatkan hasil merantau yang baik dan lancar maka usaha yang efektif

dilakukan adalah menciptakan sikap menghargai dan memahami serta

menerima budaya orang lain. Terlebih, kita akan tinggal sementara waktu di

budaya itu.

C. Pokok-pokok Temuan

Pokok-pokok temuan yang didapat oleh peneliti dalam penelitian yang

telah dilakukan tentang fenomena culture shock (gegar budaya) pada

mahasiswa perantauan di Yogyakarta antara lain, sebagai berikut:

Page 132: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

1. Kebanyakan pelajar dari luar propinsi Jawa memilih melanjutkan studi ke

Jawa karena mereka menilai kualitas perguruan tinggi di pulau Jawa lebih

baik dibanding perguruan tinggi di luar pulau Jawa.

2. Yogyakarta sejak dahulu dikenal sebagai kota pelajar atau kota pendidikan

serta memiliki suasana yang sangat mendukung dalam proses

pembelajaran sehingga menarik minat para pelajar untuk menjadi

mahasiswa perantauan di Yogyakarta.

3. Semua mahasiswa perantauan yang diteliti tinggal seorang diri ditempat

rantauan tanpa ditemani orang tua, mereka memiliki tanggungjawab yang

besar terhadap diri mereka sendiri di tempat rantauan.

4. Penyebab internal yang menyebabkan culture shock mahasiswa perantauan

yaitu kemampuan berdasarkan kematangan secara psikis yang dimiliki

pada diri individu untuk dapat hidup mandiri,

5. Penyebab eksternal yang merupakan masalah utama pemicu terjadinya

culture shock mahasiswa perantauan adalah perbedaan sosial budaya.

6. Penyebab internal dan eksternal saling memberikan pengaruh yang besar

pada diri individu perantauan yang melatarbelakangi terjadinya culture

shock.

7. Culture shock memiliki gejala dalam bentuk kecemasan akibat

ketidaknyamanan psikis maupun fisik yang akan dialami individu

pendatang selama berada di daerah rantauan/ daerah asing akan tetapi

reaksi culture shock yang terjadi pada setiap individu memiliki berbeda-

beda mengenai sejauhmana culture shock mempengaruhi kehidupannya.

Page 133: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

8. Adaptasi budaya akan berlangsung baik jika seseorang individu memiliki

kepekaan budaya. Kepekaan budaya dapat diasah melalui kemauan untuk

berpikir positif dalam pola pikir individu. Kepekaan budaya ini merupakan

modal yang amat besar dalam membangun toleransi atau rasa saling

pengertian dan menghormati serta sikap keterbukaan ditengah-tengah

situasi perpedaan yang ada.

Page 134: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil wawancara yang telah peneliti lakukan pada delapan orang

informan mahasiswa perantauan asal luar Jawa yang terdiri atas mahasiswa

perantauan semester awal perkuliahan serta mahasiswa perantauan semester

lanjut dan berkuliah di Yogyakarta, menunjukkan bahwa masa culture shock

akan dialami oleh setiap mahasiswa perantauan yang baru memasuki tahap

semester awal perkuliahan, hanya saja culture shock yang terjadi pada setiap

individu berbeda-beda mengenai sejauh mana culture shock mempengaruhi

hidupnya. Dalam penelitian ini peneliti setuju dengan pendapat samovar

bahwa individu akan mengalami culture shock saat satu minggu pertama

kedatangannya dan akan teratasi sampai satu tahun pertama. Mahasiswa baru

memiliki peluang mengalami tahap culture shock yaitu tahap optimistik

hingga tahap crisis culture dan mahasiswa semester lanjut yang sudah lebih

lama tinggal di Yogyakarta telah melalui tahap yang lebih jauh baik tahap

recovery hingga tahap penyesuaian integration.

Dari hasil yang peneliti kumpulkan menyatakan bahwa culture shock

yang dialami informan mahasiswa perantau ternyata tidak benar-benar

menimbulkan rasa putus asa permanen dalam menyelesaikan akademiknya.

Berbagai rasa ketidaknyamanan akibat perbedaan lingkungan sosial budaya

yang dialami oleh mahasiswa perantau di Yogyakarta akan terkikis dengan

sendirinya oleh berjalannya waktu. Kondisi individu yang setiap harinya

Page 135: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

selalu berada di tengah orang-orang berbeda karakter budaya didukung dengan

padatnya aktivitas perkuliahan lambat laun menghadapkan individu pada

proses pembauran dengan individu lainnya sebagai dorongan kebutuhan

berinteraksi dan kembali pada kodrat bahwa individu merupakan makhluk

sosial yang saling membutuhkan satu sama lain dalam pengumpulan informasi

guna mencapai keberhasilan tujuannya.

Seorang individu perantau penderita culture shock yang mulai

melakukan interaksi dengan orang-orang baru disekitar budaya baru akan

mendorong terjadinya analisa yang diarahkan kepada diri sendiri yang

memungkinkan individu untuk menemukan wawasan baru yang dalam dari

aspek psikis mengenai dirinya sendiri. Struktur baru ini akan semakin tampak

melalui pengalaman emosional saat berinteraksi dengan budaya baru. Dalam

hal ini, pengalaman interaksi dengan budaya baru tidak selamanya negatif,

namun sebaliknya akan mendorong individu untuk mengenali dirinya secara

lebih dalam agar mampu menjadikan dirinya lebih fleksibel untuk

menyesuaikan diri dengan budaya baru. Proses penemuan makna baru yang

disebabkan oleh pengaruh budaya baru akan berlangsung secara alami dan

menghantarkan individu pada penyesuaian diri dengan lingkungan baru.

Pengalaman culture shock bersifat normal terjadi pada mahasiswa perantauan

yang memulai kehidupannya di daerah baru dengan situasi dan kondisi

lingkungan sosial budaya yang berbeda dengan daerah asalnya. Tingkat

keberhasilan dalam mengatasi masalah culture shock sangatlah bergantung

Page 136: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

dengan usaha dan kesungguhan dari masing-masing individu dalam

memegang teguh tujuan awal merantau.

Sehingga berdasarkan hasil penelitian mengenai “Fenomena Culture

Shock (Gegar Budaya) Pada Mahasiswa Perantauan di Yogyakarta” dapat

disimpulkan bahwa jalan keluar atau solusi dari culture shock yang baiknya

dilakukan oleh mahasiswa perantau adalah dengan beradaptasi, yaitu sikap mau

menerima dan memahami budaya di Yogyakarta. Dengan beradaptasi atau

menyesuaikan diri dengan budaya di Yogyakarta, mahasiswa pendatang atau

perantau dapat menciptakan perasaan lebih nyaman tinggal di Yogyakarta dan

permasalahan ketegangan akibat perbedaan budaya yang terjadi dapat

terselesaikan. Selain itu, terjalinnya suatu komunikasi yang efektif dan lancar

hanya akan terjadi jika individu mau menerima dan menyesuaikan diri dengan

budaya tempat kita berada. Menghargai dan menerima segala keanekaan/

keheterogenan budaya yang ada mempermudah usaha dalam beradaptasi dengan

budaya yang baru dan akan menghasilkan suatu komunikasi yang berlangsung

secara nyaman ditengah perbedaan budaya.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian tentang fenomena culture

shock (gegar budaya) mahasiswa perantauan di Yogyakarta, peneliti memberi

saran untuk mengatasi culture shock dengan baik sebagai berikut:

Page 137: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

1. Bagi jurusan Sosiologi

Memberikan gambaran mengenai fenomena culture shock dalam

membantu mahasiswa perantauan beradaptasi dengan lingkungan budaya

baru.

2. Bagi mahasiswa jurusan Sosiologi

Ditinjau dari hasil penelitian, penulis menyarankan kepada mahasiswa

jurusan sosiologi hendaknya selalu berpikir positif mengenai masalah

kultural yakni perbedaan budaya. Terus mengasah kemampuan diri yang

dimiliki (proaktif) agar menjadi mahasiswa yang mandiri, adaptive dan

mampu menghargai serta menerima segala keanekaragaman/

keheterogenan budaya yang ada.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan guna menambah wawasan

dasar bagi peneliti selanjutnya untuk lebih menyempurnakannya dan perlu

dilakukan penelitian lebih lanjut secara lebih mendalam sesuai dengan

kajian sosiologi mengingat culture shock (gegar budaya) lebih cenderung

pada gambaran keadaan dan perasaan psikis individu yang mengarah pada

ilmu psikologi, agar diperoleh hasil penelitian sosiologi yang tepat serta

lebih maksimal dari penelitian ini. Penulis berharap, akan makin banyak

lagi penelitian yang berkaitan dengan fenomena culture shock (gegar

budaya) pada mahasiswa perantau di Yogyakarta.

Page 138: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

4. Bagi calon mahasiswa perantau

a) Sebelum berangkat ke daerah baru yang akan dimasukinya sebaiknya

terlebih dahulu mencari informasi pada sumber yang terpercaya

tentang keadaan, situasi sosial dan budaya yang ada di daerah

tersebut. Hal ini akan membantu individu untuk lebih familiar dengan

daerah yang akan dimasukinya dan memunculkan gambaran akan

lingkungan barunya.

b) Memiliki tujuan merantau yang jelas. Selalu menjaga prioritas utama,

berjuang dan berdoa akan membantu individu mengatasi culture

shock. Tingkat keberhasilan akademik sangat bergantung dengan

konsentrasi, usaha serta kesungguhan dari masing-masing individu

dalam memegang teguh tujuan awal merantau.

c) Kesiapan diri merupakan salah satu syarat yang harus terpenuhi

sebelum individu memutuskan untuk memulai hidup di daerah

rantauan, terlebih jika seorang individu memang belum pernah

mengenal secara nyata bagaimana kondisi sosial budaya yang ada di

daerah rantauan tersebut. Kesiapan diri sangat diperlukan sebagai

bekal yang menentukan keberhasilan penyesuaian diri yang baik

dalam menghadapi banyak hal perbedaan ketika mulai hidup dalam

suatu daerah baru dengan budaya.

Page 139: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

d) Memiliki kepekaan budaya, kepekaan budaya dapat diasah melalui

kemauan untuk berpikir positif dalam pola pikir individu. Kepekaan

budaya ini merupakan modal yang amat besar dalam membangun

toleransi atau rasa saling pengertian dan menghormati serta sikap

keterbukaan ditengah-tengah situasi perpedaan yang ada.

e) Menghargai budaya yang ada di tempat rantauan, bersikap terbuka

dengan menerima lingkungan sosial budaya yang baru disekitarnya,

menciptakan interaksi yang efektif dan meluaskan jaringan

pertemanan yang baru baik di lingkungan perkuliahan maupun

lingkungan tempat tinggal akan membantu menumbuhkan perasaan

nyaman pada diri individu sehingga dapat meminimalisir kecemasan

yang berkelanjutan yang disebabkan oleh efek culture shock.

Page 140: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

DAFTAR PUSTAKA

Dayakisni, Tri. (2012). Psikologi lintas budaya. Malang : UMM Press.

Dwi Siswoyo. (2007). Ilmu pendidikan. Yogyakarta: UNY Press

Hadari Nawawi. (2007). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press

Idianto. (2004). Sosiologi SMA. Jakarta: Erlangga

Ihromi. T.O. (1990). Pokok-pokok antropologi budaya. Jakarta : Gramedia

Irawan Suhartono. (2002). Metode penelitian Sosial. Bandung: Remaja Rosda

Karya

Kato Tsuyushi. (2005). Adat Minangkabau & Merantau. Jakarta: Balai

Pustaka

Koentjaraningrat. (1980). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru

Larry A. Samovar, Richard. L. Porter & Edwin. R. Mcdaniel. (2010). Komunikasi

Lintas Budaya. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika

Lexy. J. Moleong. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya

Lexy. J. Moleong. (2004). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosda Karya

Lexy. J. Moleong. (2007). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya

Mantra (2003). Pengantar Ilmu Demografi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Milles, Matthew B. and A. Michael Huberman. (1992). Analisis Data

Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia Press

Mulyana, D, Rahman, J. (2006). Komunikasi antar budaya panduan

berkomunikasi dengan orang-orang berbeda budaya. 7th Ed. Bandung:

Rosda Karya

Mochtar Naim. (1984). Merantau pola migrasi suku Minangkabau.

Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Page 141: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Poerwadarminta. (2005). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka

Rahyono, F.X. (2009). Kearifan Budaya dalam Kata. Jakarta: Wedatama

Widya Sastra

Soekanto, Soerjono. (1990). Sosiologi suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers

Soekanto, Soerjono. (2006). Sosiologi suatu Pengantar. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Soekanto, Soerjono. (1985). Kamus Sosiologi. Jakarta: Rajawali Pers

Sugiyono. (2009). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Sugiyono. (2007). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Suharsimi Arikunto. (2010). Proses Penelitian Suatu Pendekatan Praktikan.

Jakarta: Rineka Cipta

Shiraev. Eric B, David A. Levy. (2012). Psikologi Lintas Kultural Pemikiran

Kritis dan Terapan Modern (Edisi Keempat). Jakarta: Prenada Media

Group

Stephen W. Littlejohn and Karen A. Foss. (2012). Teori Komunikasi Edisi 9.

Jakarta: Penerbit Salemba Humanika

Tilaar. H. A. R. (2004). Multikulturalisme: tantangan-tantangan global masa

depan dalam transformasi pendidikan nasional. Jakarta: Grasindo

Fransiska Ani Dewanti. (2008). Pengalaman Culture Shock Pada Anak Buah

Kapal (ABK) Pemula Di Kapal Pesiar Internasional. Tesis. Yogyakarta:

Program Magister Psikologi UGM

Yulian Susanti. (2012). Dukungan Teman Sebaya Sebagai Mediator

Hubungan Antara Culture Shock Dengan Prestasi Belajar. Tesis.

Yogyakarta: Program Magister Psikologi UGM

Jogja Kota, tersedia pada: http://www.jogjakota.go.id/index/extra.detail/22.

Diakses pada tanggal 30 November 2013

Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka, (2014). Kerjasama dengan BAPPEDA

Provinsi D.I.Yogyakarta: Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta

Page 142: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Tabel Jumlah Mahasiswa Di Perguruan Tinggi Yogyakarta Dalam Angka,

(2015). Sumber Data Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda dan

Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Budi Wibowo. (2015). Katalog Pameran Arsip Menyusuri Potret Pasang

Surutnya Kelembagaan, Menelusuri Dinamika Masyarakat Yogyakarta

Untuk Membangun Indonesia. Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah

DIY. Siti Hinggil, Alun-alun Utara, Yogyakarta. 12-27 Desember.

Halaman 8.

Majalah Campusmagz no.36, edisi april 2014 Halaman 38-40

Page 143: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA
Page 144: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Lampiran 1

PEDOMAN OBSERVASI

CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA

PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

No. Aspek yang diamati Keterangan

1. Lokasi observasi

2. Waktu observasi

3. Nama Perguruan Tinggi Yogyakarta tempat

mahasiswa perantau tersebut berkuliah

4. Asal daerah mahasiswa perantau tersebut

5. Hal yang melatarbelakangi individu untuk

merantau

6. Penyebab yang melatarbelakangi proses

terjadinya culture shock pada mahasiswa

perantauan asal luar Jawa di Yogyakarta

7. Gejala hingga reaksi Culture shock yang

dialami mahasiswa perantauan asal luar Jawa

di Yogyakarta

8. Dampak yang ditimbulkan culture shock pada

mahasiswa perantauan asal luar Jawa di

Yogyakarta

Page 145: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Lampiran 2

PEDOMAN WAWANCARA

CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA

PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Tanggal wawancara :

Waktu :

Lokasi wawancara :

A. Identitas Informan

Nama :

Jenis kelamin :

Umur :

Agama :

Asal daerah :

Suku/ etnis :

Bahasa daerah :

Universitas :

Mahasiswa semester :

B. Daftar wawancara dengan mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa

yang sedang menempuh semester awal berkuliah di Perguruan Tinggi

Yogyakarta

1. Berasal dari daerah mana, suku atau etnik, bahasa daerah dan sejak kapan

anda merantau ke Yogyakarta?

2. Mengapa anda memilih untuk merantau ke Yogyakarta? Apa alasan dan

motivasi anda memilih menjadi seorang mahasiswa perantauan? Apakah

anda sebelumnya pernah memiliki pengalaman merantau kedaerah/

propinsi lain?

3. Siapakah yang mendorong anda untuk melakukan merantau? Lalu apakah

anda sudah memperkirakan bagaimana tempat yang akan anda rantau

tersebut?

4. Sebelum anda merantau apakah anda sudah pernah datang mengunjungi

Yogyakarta atau memiliki bayangan bagaimana lingkungan baru anda?

Page 146: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Lalu bagaimanakah perasaan anda saat sudah berada di tempat

perantauan? Merasa kagetkah?

5. Jalur penerimaan mahasiswa apa yang anda tempuh untuk akhirnya anda

bisa masuk dan di terima di Perguruan Tinggi Jogja?

6. Dimana dan dengan siapa anda tinggal di tempat perantauan kota

Yogyakarta ini? Berikan alasannya?

7. Bahasa apa yang biasa di pakai dalam keluarga? Lalu bahasa apa yang

anda gunakan untuk berkomunikasi dengan orang-orang baru di

Yogyakarta?

8. Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman baru di lingkungan

kampus anda pada saat anda memasuki semester awal perkuliahan?

9. Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman baru di lingkungan

tempat tinggal (kos) anda?

10. Apakah anda menemukan kendala mengenai penyesuaian belajar yang

anda temukan selama berada di lingkungan baru (kota rantauan

Yogyakarta)?

11. Apakah terdapat kesenjangan kebudayaan yang anda rasakan selama

berada di lingkungan baru (kota rantauan Yogyakarta)?

12. Bagaimana cara anda memahami adat istiadat budaya orang-orang pribumi

Yogyakarta saat bulan-bulan pertama tinggal di Yogyakarta? Apakah anda

merasakan adanya perbedaan yang mencolok dengan daerah asal anda?

13. Saat berada dibulan-bulan pertama perantauan apakah anda sering

membandingkan lingkungan baru di Yogyakarta tempat rantauan dengan

daerah asal dari tempat anda sendiri?

14. Sesampainya di tempat rantauan apakah anda dapat segera

mengkondisikan diri anda dengan lingkungan baru anda? Apakah anda

merasa nyaman dengan lingkungan rantauan anda?

15. Bagaimana kondisi kesehatan anda pada bulan-bulan awal di tempat

rantauan?

Page 147: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

16. Mengenai pola makan, menu dan rasa masakan khas Yogyakarta apakah

anda menemukan kendala di tempat rantauan?

17. Mengenai pola tidur anda pada bulan-bulan awal di Yogyakarta, apakah

anda menemukan kendala di tempat perantauan?

18. Bagaimana komunikasi anda di tempat perantauan dengan keluarga anda

di kampung halaman? Tiap berapa bulan anda pulang kekampung

halaman? Apakah anda sering merasa home sick atau mudah rindu

kampung halaman?

19. Adakah pengalaman sosial budaya di Yogyakarta yang membuat anda

stress pada bulan-bulan awal di Yogyakarta?

20. Jika anda mengalami kendala di daerah rantauan mengenai sosialisasi

terhadap masyarakat pribumi Yogyakarta lalu bagaimana anda

mengatasinya?

21. Pernahkah ada masalah dengan teman-teman baru anda yang merupakan

masyarakat pribumi Yogyakarta?

22. Dengan teman kampus anda yang merupakan masyarakat pribumi

Yogyakarta apakah mereka membantu anda untuk bersama-sama

menghadapi persoalan penyesuaian diri pada saat awal kedatangan anda di

tempat rantauan (Yogyakarta)?

23. Ceritakan bagaimana hubungan anda dengan teman-teman baru di

Yogyakarta? Apakah ada kendala?

24. Apakah anda mengalami berbagai permasalahan ketidaknyamanan dengan

daerah rantauan? Apakah anda merasa yakin dapat menyesuaikan diri

dengan di tempat rantauan tersebut?

Page 148: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Lampiran 3

PEDOMAN WAWANCARA

CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA

PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Tanggal wawancara :

Waktu :

Lokasi wawancara :

A. Identitas Informan

Nama :

Jenis kelamin :

Umur :

Agama :

Asal daerah :

Suku/ etnis :

Bahasa daerah :

Universitas :

Mahasiswa semester :

B. Daftar wawancara dengan mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa

yang sedang menempuh semester lanjut berkuliah di Perguruan Tinggi

Yogyakarta

1. Berasal dari daerah mana, suku atau etnik, bahasa daerah dan sejak kapan

anda merantau ke Yogyakarta?

2. Mengapa anda memilih untuk merantau ke Yogyakarta? Apa alasan dan

motivasi anda memilih menjadi seorang mahasiswa perantauan? Apakah

anda sebelumnya pernah memiliki pengalaman merantau kedaerah/

propinsi lain?

3. Siapakah yang mendorong anda untuk melakukan merantau? Lalu apakah

anda sudah memperkirakan bagaimana tempat yang akan anda rantau

tersebut?

Page 149: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

4. Sebelum anda merantau apakah anda sudah pernah datang mengunjungi

Yogyakarta atau memiliki bayangan bagaimana lingkungan baru anda?

Lalu bagaimanakah perasaan anda saat sudah berada di tempat

perantauan? Merasa kagetkah?

5. Jalur penerimaan mahasiswa apa yang anda tempuh untuk akhirnya anda

bisa masuk dan di terima di Perguruan Tinggi Jogja?

6. Dimana dan dengan siapa anda tinggal di tempat perantauan kota

Yogyakarta ini? Berikan alasannya?

7. Bahasa apa yang biasa di pakai dalam keluarga? Lalu bahasa apa yang

anda gunakan untuk berkomunikasi dengan orang-orang baru di

Yogyakarta?

8. Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman baru di lingkungan

kampus anda pada saat anda memasuki semester awal perkuliahan?

9. Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman baru di lingkungan

tempat tinggal (kos) anda?

10. Apakah anda menemukan kendala mengenai penyesuaian belajar yang

anda temukan selama berada di lingkungan baru (kota rantauan

Yogyakarta)?

11. Apakah terdapat kesenjangan kebudayaan yang anda rasakan selama

berada di lingkungan baru (kota rantauan Yogyakarta)?

12. Bagaimana cara anda memahami adat istiadat budaya orang-orang pribumi

Yogyakarta saat bulan-bulan pertama tinggal di Yogyakarta? Apakah anda

merasakan adanya perbedaan yang mencolok dengan daerah asal anda?

13. Saat berada dibulan-bulan pertama perantauan apakah anda sering

membandingkan lingkungan baru di Yogyakarta tempat rantauan dengan

daerah asal dari tempat anda sendiri?

14. Sesampainya di tempat rantauan apakah anda dapat segera

mengkondisikan diri anda dengan lingkungan baru anda? Apakah anda

merasa nyaman dengan lingkungan rantauan anda?

Page 150: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

15. Bagaimana kondisi kesehatan anda pada bulan-bulan awal di tempat

rantauan?

16. Mengenai pola makan, menu dan rasa masakan khas Yogyakarta apakah

anda menemukan kendala di tempat rantauan?

17. Mengenai pola tidur anda pada bulan-bulan awal di Yogyakarta, apakah

anda menemukan kendala di tempat perantauan?

18. Bagaimana komunikasi anda di tempat perantauan dengan keluarga anda

di kampung halaman? Tiap berapa bulan anda pulang kekampung

halaman? Apakah anda sering merasa home sick atau mudah rindu

kampung halaman?

19. Adakah pengalaman sosial budaya di Yogyakarta yang membuat anda

stress pada bulan-bulan awal di Yogyakarta?

20. Pernahkah ada masalah dengan teman-teman baru anda yang merupakan

masyarakat pribumi Yogyakarta?

21. Jika anda mengalami kendala di daerah rantauan mengenai sosialisasi

terhadap masyarakat pribumi Yogyakarta lalu bagaimana anda

mengatasinya?

22. Dengan teman kampus anda yang merupakan masyarakat pribumi

Yogyakarta apakah mereka membantu anda untuk bersama-sama

menghadapi persoalan penyesuaian diri pada saat awal kedatangan anda di

tempat rantauan (Yogyakarta)?

23. Ceritakan bagaimana hubungan anda dengan teman-teman baru di

Yogyakarta? Apakah ada kendala?

24. Apakah anda mengalami berbagai permasalahan ketidaknyamanan dengan

lingkungan rantauan anda? Apakah kini anda dapat menyesuaikan diri

dengan di tempat rantauan tersebut?

25. Bagaimana sikap dan pandangan anda tentang berbagai masalah

kemampuan beradaptasi dalam berusaha mengurangi pengaruh culture

shock pada diri anda selama ini?

Page 151: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Lampiran 4

HASIL OBSERVASI

CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA

PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

No. Aspek yang diamati Keterangan

1. Lokasi observasi Di lingkungan kampus masing-masing informan yang

terdiri 8 orang informan mahasiswa perantauan asal

luar Jawa:

SC : Gedung Perpustakaan Pusat UGM

WLLY : Perpustakaan Jurusan FE UII

MNDL : Teras Gedung Dekanat FIS

SN : Halaman parkir Fakultas Ilmu Sosial

UNY

ADTY : Gedung Auditorium UPN

KMG : Gedung Rektorat STIE YKPN

UI : Halaman Fakultas Ilmu Sosial UNY

ERN : Halaman Parkir Fakultas Ilmu Sosial

UNY

2. Waktu observasi SC :13 November 2013

WLLY :27 November 2013

MNDL :16 November 2015

SN :03 Desember 2015

ADTY :19 November 2013

KMG :23 November 2013

UI :18 November 2015

ERN :19 November 2015

3. Nama Perguruan

Tinggi Yogyakarta

tempat mahasiswa

perantau tersebut

berkuliah

SC : UGM

WLLY : UII

MNDL : UNY

SN : UNY

ADTY : UPN

KMG : STIE YKPN

UI : UNY

Page 152: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

ERN : UNY

4. Asal daerah, suku

dan bahasa daerah

mahasiswa perantau

tersebut,

SC : Padang, Minang/ Melayu, Minang

WLLY : Mamuju, Sulawesi Barat, Mandar

MNDL : Papua Barat, Papua

SN : Papua, Pegunungan Wamena, Hupla,

Nayak

ADTY : Pematang Siantar, Sumatera Utara,

Simalungun, Batak

KMG : Begudul Bali, Bali

UI : Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara,

Dayak, Dayak Kenyah Lepoke

ERN : Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara,

Dayak, Dayak Lundayeh

4. Hal yang

melatarbelakangi

individu untuk

merantau

Hal yang melatarbelakangi individu untuk merantau

rata-rata sama yaitu agar lebih berkembang,

menambah pengalaman dan banyak perguruan tinggi

di Yogyakarta serta pemahaman bahwa kualitas

perguruan tinggi di pulau Jawa dinilai lebih baik

dibanding perguruan tinggi di luar pulau Jawa pada

umumnya menjadi latar belakang terjadinya

fenomena merantau saat ini

6. Penyebab yang

melatarbelakangi

proses terjadinya

culture shock pada

mahasiswa

perantauan asal luar

Jawa di Yogyakarta

a) Penyebab Internal, Adanya pengaruh

intrapersonal dalam diri individu, diantaranya

keterampilan berkomunikasi, pengalaman dalam

setting lintas budaya, kemampuan bersosialisasi

dan ciri karakter individu (toleransi atau

kemandirian berada jauh dari keluarga sebagai

orang-orang penting dalam hidupnya yang

berperan dalam sistem dukungan dan

pengawasan).

Page 153: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

b) Penyebab Eksternal, Gegar budaya terjadi lebih

cepat jika tingkat perbedaan budaya budaya

tersebut semakin tinggi, hal ini meliputi

perbedaan sosial, budaya, adat istiadat, agama,

iklim, rasa makanan, bahasa, gerak tubuh/

ekspresi tubuh hingga mimik wajah, cara

berpakaian/ gaya hidup, teknologi, pendidikan,

aturan-aturan dan norma sosial dalam masyarakat

serta perbedaan perilaku warga tuan rumah.

7. Gejala hingga reaksi

Culture shock yang

dialami mahasiswa

perantauan asal luar

Jawa di Yogyakarta

Segala bentuk stress mental maupun fisik yang

dialami individu pendatang selama berada di lokasi

asing sebagai hilangnya kontrol seseorang saat ia

berinteraksi dengan orang lain dari kultur yang

berbeda yang menyebabkan kesulitan penyesuaian.

8. Dampak yang

ditimbulkan culture

shock pada

mahasiswa

perantauan asal luar

Jawa di Yogyakarta

Setelah melalui masa culture shock maka individu

perantau akan tiba pada titik dimana ia menyadari

bahwa budaya barunya tidak lebih baik atau lebih

buruk antara satu dengan yang lainnya, karena mulai

muncul pemikiran jika pada setiap budaya memiliki

ciri berbeda yang berbeda pula dalam menangani

setiap masalah dalam kehidupannya. Individu juga

mulai menyadari bahwa kultur barunya memiliki

banyak hal baik maupun hal buruk yang dapat

berpotensi untuk mempengaruhi diri individu selama

ia berada di tempat baru tersebut, agar ia tahu harus

bagaimana menyikapinya dengan tepat sebagai

pengalaman hidupnya. Pada masa ini akan terjadi

proses integrasi dari hal-hal baru yang telah

dipelajarinya dari kultur baru dengan hal-hal lama

yang selama ini dia miliki sehingga muncul perasaan

menentukan, memiliki dan menetapkan sebagai tahap

dalam proses pencarian jati diri dalam diri individu.

Ini memungkinkan munculnya definisi baru

mengenai dirinya sendiri. Biasanya pada saat seperti

ini individu telah matang dalam penglaman lintas

budayanya dan memiliki kemampuan untuk hidup

dalam budaya barunya yang berbeda dengan budaya

asalnya.

Page 154: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Lampiran 5

HASIL WAWANCARA

CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA

PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Informan 1

Tanggal wawancara : 13 November 2013

Waktu : 14.00 WIB

Lokasi wawancara : Gedung Perpustakaan Pusat UGM

Keadaan informan

C. Identitas Informan

Nama : SC

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 18 Tahun

Agama : Islam

Asal daerah : Padang

Suku/ etnis :Minang/ Melayu

Jenis bahasa daerah :Minang

Universitas : UGM

Mahasiswa semester : 1

D. Hasil wawancara dengan mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa

yang sedang menempuh semester awal berkuliah di Perguruan Tinggi

Yogyakarta.

25. Peneliti :Berasal dari daerah mana, suku atau etnik, bahasa daerah

dan sejak kapan anda merantau ke Yogyakarta?

Informan :Padang, sukunya minang atau melayu, bahasa daerahnya

pun minang datangnya kejogja sekitar september 2013

kemarin.

26. Peneliti :Mengapa anda memilih untuk merantau ke Yogyakarta?

Apa alasan dan motivasi anda memilih menjadi seorang

mahasiswa perantauan? Apakah anda sebelumnya pernah

memiliki pengalaman merantau kedaerah/ propinsi lain?

Informan :Karena tujuan utamanya memang ingin kuliah di UGM,

UGM juga terkenal sebagai universitas tertua di Indonesia,

Comment [CS1]: Asl

Comment [CS2]: Sk etnk

Comment [CS3]: Bhs Daerh

Page 155: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

pastinya Jogja menjadi kota yang ramai akan perantau

yang sama sepertiku yang bertujuan menempuh jenjang

pendidikan perguruan tinggi, itu berarti akan banyak

perasaan senasib sepertiku, berjuang demi pendidikan. Aku

memang niat banget bisa masuk ke UGM. Berhubung UGM

memang adanya hanya di Jogja jadi mau tidak mau sejak

awal sudah bertekad untuk menjadi perantau ke Jogja yang

notabene Jawa budayanya demi berkuliah ke UGM.

Lagipula didaerahku itu sudah lumayan banyak dan

kebanyak yang merantau, merantaunya itu ya ke Pulau

Jawa. Ada yang ke UI, ITB, bahkan sepupuku saja ada

yang kuliah ke Universitas Brawijaya Malang Jawa Timur

itu kan lebih jauh dari saya merantaunya. Belum pernah

merantau ya jadi ini kali pertamanya aku membuat

perjalanan perantauan dihidupku, tapi tekad sudah bulat

jalan sajalah. Coba-coba cari pengalaman baru, resikonya

pikir belakangan.

27. Peneliti :Siapakah yang mendorong anda untuk melakukan

merantau? Lalu apakah anda sudah memperkirakan

bagaimana tempat yang akan anda rantau tersebut?

Informan :Keinginan sendiri lalu didukung oleh orang tua, agar

aku bisa mandiri, berkembang lalu tahu dunia luar. Lagi

pula orang-orang didaerah kami menganggap kalau

kualitas perguruan tinggi di pulau Jawa itu lebih baik

dibanding perguruan tinggi di luar pulau Jawa. Jadi

orang tua semakin antusias agar aku merantau ke Jawa

demi prospek kedepannya yang penuh peluang begitu kak.

Karena belum pernah ke Jogja sebelumnya, jadi aku tidak

memperkirakan bagaimana Jogja. Yaa mungkin aku tahu

Jogja hanya dari Tv atau internet. Waktu itu gara-gara

ingin sekali kuliah di UGM yang menjadi satu-satunya

alasan dan membuatku sangat bersemangat untuk

merantau ke Jogja.

28. Peneliti :Sebelum anda merantau apakah anda sudah pernah

datang mengunjungi Yogyakarta atau memiliki bayangan

bagaimana lingkungan baru anda? Lalu bagaimanakah

perasaan anda saat sudah berada di tempat perantauan?

Merasa kagetkah?

Comment [CS4]: Alsn

Comment [CS5]: Alsn

Page 156: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Informan :Belum pernah kesini juga mengenal Jogja juga belum jadi

ini pure baru yang pertama kalinya buat aku, cuma waktu

pas pertama jatuh cinta dengan UGM itu bayangannya

kalau daya saing masuk universitas Jogja pasti tinggi. Yang

aku persiapkan dari rumah itu hanya fokus belajar demi

lolos ujian masuk UGM, kalau persiapan hidup di Jogja

kan bisa sambil jalan saja bagaimana nantinya.

alhamdulillah, ternyata lolos keterima di universitas

harapan juga, sisanya jadi tantangan tersendiri untukku

mampu atau tidak menyesuaikan diri di Jogja lalu sanggup

atau tidak aku untuk mendapatkan prestasi akademik dan

menjadi sarjana lulusan terbaik, ambisiku cuma buat

kesuksesan akademik, lekas lulus wisuda, kembali kerumah,

lalu cari pekerjaan. Jadi waktu itu perasaannya campur-

campur, bahagianya karena aku lolos seleksi ujian masuk

UGM dan akhirnya terwujud juga impian merantau demi

UGM terus kan karena masih ditemani bapak ibu jadi aku

tenang-tenang saja nah setelah mereka nak balik padang

langsung ya masuk babak baru nusuk sedihnya! Disini

benar-benar sendiri kesepian ditengah kota besar, merasa

benar-benar berada ditempat asing tersesat tapi itu

settinganku sendiri rasanya campur aduk jadi satu susah

jelasinnya. Mendadak melankolis sama kenyataan kalau

inilah yang namanya merantau jauh dari rumah, dari

keluarga, dari apapun itu.

29. Peneliti :Jalur penerimaan mahasiswa apa yang anda tempuh

untuk akhirnya anda bisa masuk dan di terima di Perguruan

Tinggi Jogja?

Informan :Waktu itu saya ikut jalur SMPTN. Benar-benar full rasa

cemas bukan kepalang waktu itu karena aku tahu berapa

banyak calon mahasiswa yang berminat untuk masuk

UGM, dari jumlah peserta yang ada saja membuatku harus

super serius giat belajar agar mampu bersaing dan tembus

seleksi masuk perguruan tinggi negeri, sampai sembahyang

malam pun aku gencarkan demi masuk UGM.

30. Peneliti :Dimana dan dengan siapa anda tinggal di tempat

perantauan kota Yogyakarta ini? Berikan alasannya?

Informan :Kos, waktu itu stay dulu di hotel, kami bagi tugas aku

fokus ngurus ini itunya masuk UGM dari daftar-ujian-

Comment [CS6]: Intr

Page 157: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

pemberkasan, bapak ibu yang bagian mencarikan kos jadi

aku tidak tahu menahu ya tahu-tahunya mereka carikan kos

yang dekat sama kampus dengan segala pertimbangan

mereka tapi memang intinya sengaja cari kos yang dekat

sama kampus biar aku jalannya tidak terlalu jauh.

31. Peneliti :Bahasa apa yang biasa di pakai dalam keluarga? Lalu

bahasa apa yang anda gunakan untuk berkomunikasi

dengan orang-orang baru di Yogyakarta?

Informan :Kalau bahasa yang dipakai di keluarga itu bahasa minang

karena keluargaku memang asli padang, sama teman-

teman juga kebanyakan bahasa minang ya mungkin karena

faktor berada di tanah Padang sih menurutku. Nah sejak

disini aku tidak mau gegabah ya kak, nanti malah dikira

sok-sokan perantau tidak tahu diri apa gimana, dari yang

biasanya yang kupakai dalam keseharianku 60%

berbahasa minang ini beralih 90% bahasa Indonesia kan

bahasa persatuan ya jadi aku disini sadar untuk

menggunakan bahasa Indonesia yang efesien jika

berkomunikasi dengan orang-orang baru. Hanya saja aku

merasa tidak nyaman berkomunikasi dengan orang-orang

Jogja yang mereka masih saja menggunakan bahasa Jawa

dalam berkomunikasi dengan aku, masalahnya aku tidak

mengerti bahasa yang dipakai oleh orang-orang di

lingkungan baruku ini, aku belum mengenal bahasa Jawa

sebelumnya jadi mana kutahulah apa artinya, itulah yang

membuat aku merasa canggung ketika bertemu dengan

orang-orang lokal yang kurang peka perbedaan (orang

Yogyakarta) pasti nanti aku akan diajaknya bicara bahasa

Jawa kan itu buat jadi malas rasanya kesal.

32. Peneliti :Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman baru di

lingkungan kampus anda pada saat anda memasuki

semester awal perkuliahan?

Informan :Sampai sejauh ini ya mungkin karena masih baru-baru

saja tinggal di Jogja jadi terasa berat ya memulai dari

awal namanya juga mencoba mengenal budaya baru di

lingkungan yang masih asing, dengan orang-orang yang

belum benar-benar kukenal, apalagi orang-orang disini

berbeda latar belakang budayanya denganku jadi untuk

saat ini aku masih susah berbaur. Perasaan ragu, takut itu

Comment [CS7]: Bhs Daerh

Comment [CS8]: Ekstnl

Page 158: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

selalu mucul ya setiap akan berinteraksi atau ketika akan

memulai beradaptasi dengan lingkungan baru, ditambah

bingung bagaimana memulai perkenalan dan memulai

pembicaraan dengan teman baru, perbedaan budaya

sedikit membuatku merasa kesulitan berkomunikasi dengan

orang di daerah baru. Untungnya waktu ospek kemarin

kebetulan aku bisa dapat beberapa kenalan teman-teman

baru walau kami berbeda kelas namun satu jurusan dan

sepertinya kami bisa menjadi teman yang lumayan akrab

karena kami sama-sama dari Sumatera merasa dialek kami

tidak terlalu jauh berbeda membuat kami merasa ada

kecocokan, kami sudah sering jalan bareng sampai shoping

bareng juga akhir-akhir ini. Kalau dengan teman-teman

baru di kelas justru aku masih merasa canggung, dikelas

paling aku hanya melakukan aktivitas keperluanku saja

tanpa banyak bercakap hal-hal lain diluar dari tanya-tanya

mengenai pembahasan materi yang susah dimengerti.

Pokoknya berhati-hati saja tidak boleh sembarangan, takut

akan keamanan diri karena perbedaan latar belakang

budaya gimana kalau aku salah mendapat kenalan teman

baru, atau mungkin tanpa disadari bisa saja perilaku dan

bahasaku tidak sengaja menyinggung perasaan orang yang

lalu akhirnya menimbulkan masalah yang mengganggu

konsentrasi berkuliah. Aku tidak mau mengambil resiko

yang akhirnya menyusahkanku jadi lebih baik aku disini

biasa-biasa saja, tidak banyak teman juga tidak masalah

bagiku yang penting tujuanku tercapai.

33. Peneliti :Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman baru di

lingkungan tempat tinggal (kos) anda?

Informan :Kalau dengan penghuni kos kamar lain itu ya biasa saja,

kenal pun hanya sebagian saja sama beberapa yang

kamarnya berdekatan dengan kamarku itupun yang

sekiranya bersahabat yang orangnya ramah yang ngajak

kenalan duluan ke aku, yang kamarnya jauh-jauh paling

cuma hafal wajah penghuni kamarnya saja, namanya

siapa itu aku tidak tahu. Sama penghuni kamar kos yang

aku kenal kalau kebetulan bertemu dijalan ya

komunikasinya sebatas basa-basi saling bertegur sapa,

atau kalau lagi nonton televisi kebetulan bareng sama

Comment [CS9]: Gjl &Rea

Comment [CS10]: Gjl &Rea

Page 159: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

penghuni kos lain yang juga nonton acara televisi diruang

nonton ya kalau aku diajak ngobrol ya ngobrol, kalau

tidak diajak ngobrol ya aku diam saja. Aku itu kaku

orangnya, tidak pintar mencari bahan pembicaraan, lebih

senang jadi pendengar saja. Lagipula di kos aku lebih

sering menyendiri menghabiskan waktu dikamar, untuk

istirahat, belajar dan lain-lain, kalau keluar kamar paling

untuk nonton televisi saat bosan itupun jarang. Aku

memang tidak ingin asal dekat dengan orang-orang baru,

kan tidak tahu bagaimana dia, asal-usulnya, latar

belakangnya juga, takutnya kalau salah berteman aku

sama dianya terlanjur longgar taunya nanti akan

mengundang masalah tersendiri untukk kan repotu,

seperti misalnya jika aku asal berteman dengan orang

yang ternyata kleptomania saat aku teledor bisa saja

mengundang kesempatan bagi dia untuk mencuri

barangku yang menurut dia menarik. Kita kan ya tidak

tahu sejarah gimana-gimananya orang baru.

34. Peneliti :Apakah anda menemukan kendala mengenai penyesuaian

belajar yang anda temukan selama berada di lingkungan

baru (kota rantauan Yogyakarta)?

Informan :Karena kuliahku masih awal, lagi susah-susahnya, masih

merupakan tahap penjajakan materi, pengenalan sistem

perkuliahan dan banyak praktikumnya jadi sejauh ini seisi

kelas termasuk aku sama-sama kebakaran jenggot

menghadapi persoalan penyesuaian belajar karena kan

wajarlah kalau masih bingung kaget pula kan dengan

sistem belajar di perkuliahan yang jelas sangat berbeda

dengan sistem belajar saat masih duduk dibangku SMA.

Walau kami sekelas tidak saling akrab namun akhirnya

kami dapat menyingkirkannya demi kebutuhan serta

kelancaran prestasi akademik perkuliahan hingga

sendirinya kami mampu berperan aktif dan mandiri, yaa

hanya dengan bermodal mau untuk bertanya dengan teman

satu sama lain, sedikit menyingkirkan gengsi pada diri

guna mendapatkan pemahaman dari hasil bertukar pikiran

dengan teman-teman satu kelas. Kalau di luar kelas amat

sangat kebetulan itu dengan teman-teman baru yang aku

kenal saat ospek itu kan kami lumayan sangat dekat ya

Comment [CS11]: Gjl &Rea

Comment [CS12]: Ekstrnl

Page 160: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

walau beda kelas tapi kami satu jurusan jadi materi kami

sama hanya mungkin berbeda dosen saja, kami sama-sama

menghadapi bersama dengan belajar kelompok, bertukar

pikiran, berbagi pemahaman, saling mengajak mencari

buku-buku sumber bersama saat ada tugas dari usaha

mencari buku penunjang keperpus pusat, perpus fakultas

sampai hunting kepasar buku murah. Insyaallah pasti bisa

aku lewati masalah pembelajaran ini, hais ini juga baru

mid semester, aku yakin aku pasti bisa, karena masuk UGM

saja aku bisa, maka melanjutkan perjuanganku aku juga

harus bisa dengan baik. Tujuan utamaku merantau bukan

untuk hal lain kecuali berkuliah jadi pikiranku tidak boleh

bercabang harus fokus disatu hal yaitu prestasi akademik,

aamiin.

35. Peneliti :Apakah terdapat kesenjangan kebudayaan yang anda

rasakan selama berada di lingkungan baru (kota rantauan

Yogyakarta) ?

Informan :Aku agak gimana di sini karena kebiasaan logatnya

Padang yang notabene melayu tapi intonasi tinggi jadi tiap

kelepasan suka pakai bahasa atau logat Padang nah tiba-

tiba teman-teman kampus melihat aku aneh lalu ngejek

bilang “uni nasi padangnya seporsi ya!” lalu mereka

tertawa terbahak-bahak jadikan aku bahan olokan nah

kalau sudah begitu malulah aku. Jadi sebenarnya wajar

kenapa orang kami berintonasi tinggi atau keras itu karena

rumah kami memang jaraknya jauh bertanah lapang jadi

terbiasalah kami bernada tinggi sehari-harinya. Beda

situasinya dengan disini yang jarak tempat antar rumah

itu dekat-dekat sekali, padat perumahan penduduk. Itulah

yang kadang membuat aku merasa tidak diterima oleh

orang-orang lokal di budaya yang baru ini. Sangat

menyakitkan bagi aku karena orang-orang Yogyakarta

tidak mengerti nilai-nilai budaya saya. Seakan orang-

orang di lingkungan baru memandang aneh terhadap nilai-

nilai budaya aku, bahkan itu tersirat dari mata lho kak

bagaimana cara mereka melihatku dengan tatapan aneh.

Membuatku marah, benci, dan enggan untuk berinteraksi

dengan orang-orang yang ada di lingkungan baru saya ini.

36. Peneliti :Bagaimana cara anda memahami adat istiadat budaya

Comment [CS13]: Ekstrnl

Comment [CS14]: Gjl &Rea

Page 161: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

orang-orang pribumi Yogyakarta saat bulan-bulan pertama

tinggal di Yogyakarta? Apakah anda merasakan adanya

perbedaan yang mencolok dengan daerah asal anda?

Informan :Sebenarnya mungkin budayanya Jogja sendiri mudah

dipahami ya mengingat orang-orang Jawa banyak yang

sudah menyebar kemana-mana bahkan di Padang juga

banyak perantau dari Jawa, nah bedanya dengan di sini

orang Jawa yang merantau di Padang itu aktif berbahasa

Indonesiaan sehingga dari awal merantau mereka itulah

yang aku garis bawahi sebagai bayanganku jika bertemu

dengan orang-orang lokal disini, yang penting disini aku

sopan, berusaha tahu tatakrama, tidak ikut campur urusan

orang lain itu saja sudah cukup sebagai modal

menyesuaikan diri bermasyarakat dengan baik disini walau

dalam kondisi yang berbeda dari daerah asalku tapi aku

tidak mau ambil pusing. Sayangnya teori hanya sekedar

teori. Cuma masihlah aku heran orang disini yang asli

Jogja itu senang sekali berbahasa Jawa kepada siapapun.

Dari para penjualnya, tukang parkir, teman kampusku

yang asli Jogja pun begitu sama saja mereka kadang lupa

kalau disini memang tempat milik mereka tapi

pendatangnya kan banyak campur-campur asal daerahnya,

bukannya kenapa tapi aku cuma bisa bengong kalau diajak

mereka mengobrol pakai bahasa Jawa, meskipun aku

menjawabnya dengan bahasa Indonesia itulah yang

membuatku merasa tidak nyaman setiap harinya ketika

berinteraksi dengan mereka yang egois. Aku sudah loh

mencoba memahami mereka dengan tidak mengajak

mereka bicara dengan bahasa minang yang pastinya tidak

mereka pahami… tapi tidak kan? Justru mereka yang

masih saja cuek dan tetap berbahasa Jawa memangnya

mereka pikir aku tahu paham gitu artinya.

37. Peneliti :Saat berada dibulan-bulan pertama perantauan apakah

anda sering membandingkan lingkungan baru di

Yogyakarta tempat rantauan dengan daerah asal dari tempat

anda sendiri?

Informan :Iya sering, suka malas ya kalau masalah selera masakan.

Nah jogja itu terkenal gudegnya. Tahu kan gudeg itu apa?

Gudeg itu kan sayur nangka yang manisnya luar biasa

Comment [CS15]: Ekstrnl

Page 162: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

ternyata tidak cuma gudeg yang rasanya manis tapi

masakan lain-lain pun manis rasanya itu berbeda sama

rasa masakan khas kami yang pedas kental dengan rempah.

Sebenarnya tertarik untuk mencoba tapi sayangnya

memang tidak berjodoh dengan rasa manis setiap kali

mencoba rasanya ingin muntah. Akhirnya susuah move on

dari rumah makan padang, makanan cepat saji fast food,

mie instan, roti dan cemilan snack-snack. Mempunyai

masalah dengan pola makan selama beradaptasi di

lingkungan baru ini membuat nafsu makanku berkurang

membuat stres! baru berapa lama di sini saja sudah

membuat berat badanku menurun.

38. Peneliti :Sesampainya di tempat rantauan apakah anda dapat

segera mengkondisikan diri anda dengan lingkungan baru

anda? Apakah anda merasa nyaman dengan lingkungan

rantauan anda?

Informan :Aku masih sering merasa kesepian sih, masih sering

merasa asing belum terbiasa. Masih banyak menarik diri

orang lain (tertutup) karena sering merasa tidak dihargai

oleh orang di lingkungan baru. Masih malas buat

mengkondisikan secara paten, kadang suka merasa berat

harus menghilangkan kebiasaan yang sudah tahunan

melekat hanya untuk menyesuaikan diri, ya dibawa

mengalir saja karena aku baru juga kan disini agar tidak

begitu stress, sepertinya sepele tapi kok berat jalaninya.

Umm, gimana ya Jogja itu kota yang ramai, berisik, panas,

gerah, Jogja padat penduduk, padat kendaraan jadi disini

terasa sekali sesaknya kalau masalah kenyamanan sih tetap

menyenangkan kampung halamanku. Lagipula kan tidak

mudah langsung sigap sama perubahan. Mungkin aku

masih butuh waktu sebagai proses untuk membiasakan diri

saja sih.

39. Peneliti :Bagaimana kondisi kesehatan anda pada bulan-bulan

awal di tempat rantauan?

Informan :Cuacanya Jogja itu ekstrim, terlebih cuaca di Jogja itu

sangat berbeda dengan daerah asalku sehingga waktu

pertama di Jogja dulu badan saya ini kaget lalu sering

sakit radang tenggorokan atau batuk, Yogyakarta kan

teriknya terasa menyengat sekali di kulit sampai harus

Comment [CS16]: Ekstrnl

Comment [CS17]: Gjl &Rea

Page 163: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

rajin-rajin pakai handbody kalau tidak ingin kulit menjadi

hitam, perih dan kering, lalu kemaraunya disini terasa

lebih lama benar-benar tanpa ada hujan walau gerimis

sekalipun itu, musim kemarau kemarin benar-benar terasa

sangat panas menyengat. Padatnya kendaraan bermotor di

Jogja menyebabkan polusi udara menjadi tinggi yang

mengharuskanku pakai masker ketika sedang berada di

perjalanan. Disini aku sering mengalami alergi flu tiap

bangun pagi, kembung/ mual setiap setelah makan selama

berada di lingkungan baru ini, yang sebelumnya tidak

pernah mengalaminya. Lalu ini sepertinya mulai masuk

musim penghujan, menurutku juga sedikit ekstrim, hujan

lebat, angin kencang dan banyak petir benar-benar

membuatku takut, apalagi Jogja dikenal dengan sering

adanya gempa bumi, belum lagi isunya merapi akan erupsi

kembali seperti tahun 2010 kemarin jadi semakin

menambah rasa was-was.

40. Peneliti :Mengenai pola makan, menu dan rasa masakan khas

Yogyakarta apakah anda menemukan kendala di tempat

rantauan?

Informan :Menu masakan susah untuk menyesuaikan karena sini

khasnya manis sedangkan lidahku tidak terbiasa dengan

masakan manis, kalau makan larinya ke warung makan

Padang, makan roti, membuat roti tawar selai, nyemil

snack-snack, kalau tidak yaa buat mie instan sendiri, atau

kalau pas ada temannya yang mengajak nyari makan

bareng ya hunting warung makan yang sambalnya ekstra

pedas, sekalian wisata kuliner segala tempat kami coba

sampai habis referensi tempat makan terus kebanyakan

makan ditempat JunkFood berkelas internasional seperti

PH, starbucks, J.Co, KFC, Dunkin donuts yang sebenarnya

menguras kantong dan akhirnya tidak bisa keseringan

nongkrong ditempat-tempat mahal seperti itu karena

membuatku selalu kehabisan uang bulanan. Cuma ya itu

tadi pola makanku berantakan jadinya sering malas mau

makan, ini saja aku kurusan turun berapa kilo sendiri

gara-gara pilih-pilih makanan, jadi susah makan.

Akhirnya kesini-kesininya harus bisa paksa sedikit-sedikit

tidak pilih-pilih makan meski setiap kali memaksa makan

Comment [CS18]: Ekstrnl

Page 164: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

selalu mual sampai muntah pula, masih berusaha ya

untuk tidak pilih-pilih makan lagi cuma ya carinya tetep

ketempat makan yang rasanya lumayan bisa cocok di

lidahlah sedih kalau makan tapi tak bisa kuhabiskan

karena tidak selera.

41. Peneliti :Mengenai pola tidur anda pada bulan-bulan awal di

Yogyakarta, apakah anda menemukan kendala di tempat

perantauan?

Informan :Pola tidur berantakan sekarang mau tidak mau susah tidur

cepat, tidak tenang, masih merasa kalau ini bukan kamarku

sendiri dan memang tidak sedang tidur dirumah, masih

mudah menangis karena jauh dari keluarga. Kadang

siasati kalau tidak bisa tidur ku alihkan untuk

menyelesaikan tugas kuliah, kalau banyak tugas kan

memang harus aku nyicil, belum lagi aku juga harus

belajar dulu untuk materi kuliah yang susah dipahami jadi

ya akhirnya tidurnya semakin sampai larut malam.

42. Peneliti :Bagaimana komunikasi anda di tempat perantauan

dengan keluarga anda di kampung halaman? Tiap berapa

bulan anda pulang kekampung halaman? Apakah anda

sering merasa home sick atau mudah rindu kampung

halaman?

Informan :Komunikasi lancar justru malah hampir setiap hari

telfon untuk cerita banyak hal ke mama, dari yang hal

tidak penting sampai keluhan merajuk menangis minta

ditengok juga. Gara-gara tugas banyak jadi rindu sama

mama, kalau dirumah setiap aku banyak tugas pasti

ditemani mama. Kalau sakit mama yang merawat,

rasanya ingin sering pulang tapi mengingat ongkos PP

yang tidak sedikit membuatku terjepit pada situasi yang

menyebalkan karena harus bersabar dan mengurungkan

keinginanku mudikku yang menggebu-gebu. Selalu sangat

ingin pulang ke rumah, bertemu keluarga dan teman-

teman di Padang tapi semua itu harus menunggu sampai

liburan panjang tiba.

43. Peneliti :Adakah pengalaman sosial budaya di Yogyakarta yang

membuat anda stress pada bulan-bulan awal di

Yogyakarta?

Informan :Jarak mungkin, karena jauh dari orang tua itu saat ini

Comment [CS19]: Ekstrnl

Comment [CS20]: Estrnl

Comment [CS21]: Gjl &Rea

Page 165: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

sebenarnya terasa masih sangat menyiksa dan sering

membuatku mudah menangis atau menyendiri saat tidak

terbendung lagi rasa rinduku. Jauh dari kampung

halaman membuatku kurang percaya diri memulai

pembicaraan dengan orang baru, belum lagi setiap

bangun pagi pasti muncul perasaan seperti belum terbiasa

kaget ini bukan kamarku aku dimana apa ya kak semacam

belum bisa menerima tidak memiliki rasa memiliki sama

lingkungan baruku yang sekarang ini, merasa kurang

minder dan kurang bebas mengekspresikan diri di

lingkungan baru ini juga, yang semua itu pada intinya

mengacu pada perasaan sedih karena berada di

lingkungan yang tidak biasa.

44. Peneliti :Jika anda mengalami kendala di daerah rantauan

mengenai sosialisasi terhadap masyarakat pribumi

Yogyakarta lalu bagaimana anda mengatasinya?

Informan :Hmm kendala di daerah rantauan mengenai sosialisasi ya

untuk tahap awal paling akan aku simpan sendiri kalau

sudah terasa keterlaluan, menyesakkan didada dan sangat

mengganggu baru cerita ke orang tua biar perasaanku bisa

lebih lega itu saja sih kan uneg-uneg itu jika dilepaskan dia

akan sangat membantu. Nah beda ya sama teman-teman

dekatku yang sudah aku bilang tadi yang kami sama-sama

perantau sama-sama dari sumatera kalau pas lagi kumpul

bareng, ngerumpi mereka bisa lepas, bahas terang-

terangan mengolok-ngolok mereka mereka yang

menyebalkan sesuka hati kami ibarat menahan muntah nah

ini adalah waktu untuk memuntahkan semuanya sampai

merasa puas dan lega, mau bagaimanapun memandang

budaya kami dikampung halaman itu jauh lebih baik

daripada budaya baru yang kami hadapi sekarang dalam

tanda kutip Yogyakarta dan segala isinya kalau sudah

begitu aku jelas tidak ikut-ikutan karena terlalu frontal ya

memang kebebasan bicara dan menilai tapi cukup tidak

untu dibesar-besarkan ya mungkin karena aku anaknya

kaku, lebih banyak diam, lebih senang sebagai pendengar

dan menilai mengumpat dalam hati itu lebih aman jadi

tidak terlalu banyak bicara yang tidak penting dan tidak

ikut campur urusan orang ya apalagi disni asing jadi bukan

Comment [CS22]: Intr

Comment [CS23]: Gjl &Rea

Page 166: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

porsiku untuk melibatkan diri pada hal-hal yang dirasa

dapat menimbulkan masalah atau dapat mengganggu

konsentrasi kuliah tapi selama disini aku dominan merasa

benar-benar kehilangan jati diri aku yang sudah kubentuk

selama ini dan itu diam-diam menyakitkan bagi aku. Ya

paling sembari menjalani hari sebagai rantauan juga

selalu ingat untuk berusaha jaga sikap, jaga etika sebagai

pendatang, ikuti aturan yang berlaku, berusaha bersikap

biasa saja agar tidak menjadikan hal yang tidak penting

sebagai beban pikiran.

45. Peneliti :Pernahkah ada masalah dengan teman-teman baru anda

yang merupakan masyarakat pribumi Yogyakarta?

Informan :Aku sering merasa terganggu dengan cara candaan orang

lokal Jogja ya mungkin disini aku merasa menjadi lebih

sentimen apabila ada yang menyinggung budaya ku walau

untuk sekedar humor belaka, tapi dibalik itu nada orang

lokal Jogja yang halus ya kadang malah aku merasa

karakterku yang kaku bisa nih membuat mereka tergangu,

aku juga belum bisa memahami ekspresi wajah dan bahasa

Jogja, karena terkadang antara ekspresi wajah dengan

perkataan sering kali berbeda terlebih karena perbedaan

latarbelakang budaya yang ada diantara kami. Ya memang

tidak dipungkiri kalau lebih santai untuk berteman dengan

orang yang berasal dari daerah yang sama mudah

dipahami, disini apa-apa sedikit-sedikit harus dipelajari

untuk menyesuaikan. Membuatku merasa kehilangan

orang-orang yang telah kukenal sebelumnya yang bisa

menerima apa adanya aku tanpa harus pencitraan segala.

46. Peneliti :Dengan teman kampus anda yang merupakan masyarakat

pribumi Yogyakarta apakah mereka membantu anda untuk

bersama-sama menghadapi persoalan penyesuaian diri pada

saat awal kedatangan anda di tempat rantauan (Yogyakarta)

?

Informan :Karena kuliahku masih awal, lagi susah-susahnya

menyesuaikan diri secara kilat, masih merupakan tahap

penjajakan lingkungan baru, pengenalan akan banyak hal

baru, budaya baru, kebiasaan baru, system baru, nilai,

norma, tata tertib baru jadi sejauh ini masih benar-benar

kebakaran jenggot menghadapi persoalan penyesuaian diri

Comment [CS24]: Ekstrnl

Page 167: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

karena aku amat sangat bingung dengan situasi kondisi

sosial budaya yang sangat berbeda dengan sistem saat aku

masih di kampung halaman. Walau kami sekelas kami

masih cenderung mengelompok, masing-masing seakan

tidak saling peduli. Mungkin mereka sepertiku ya karena

aku sendiri saja masih memandang budaya asli aku lebih

baik daripada budaya Jogja yang aku hadapi sekarang bisa

saja mereka berpikir sebaliknya kalau budaya Jogja lebih

baik dari budayaku.

47. Peneliti :Ceritakan bagaimana hubungan anda dengan teman-

teman baru di Yogyakarta? Apakah ada kendala?

Informan :Untuk saat ini biasa saja mungkin karena masih awal

jadi belum nampak bagaimana aslinya teman-teman

baruku dikelas. Mungkin mereka sama sepertiku masih

malu-malu, jaga jarak, jaga sikap, lebih banyak menahan

diri, menahan emosional demi menghimpun teman yang

cocok dengan karakter masing-masing dan kemudian

membentuk kelompok pertemanan tersendiri. Dikelas aku

termasuk sebagai pihak netral yang tidak condong dengan

salah satu dari mereka, mungkin karena aku pendiam dan

biasa saja menanggapi mereka. Ada beberapa teman orang

lokal yang kritis bertanya tentang daerahku namun aku

terlalu pasif bertukar informasi yang berkaitan dengan

budaya ya, akan percuma jika aku susah payah

menjelasnya tapinya mereka tidak mau benar-benar

menghargai. Rugilah kita capek bicara jelasin panjang

lebar kalau cuma masuk kuping kanan keluar kuping kiri

doang. Tujuanku merantau hanya satu yaitu berkuliah, aku

tidak ingin terlalu banyak terlibat pada hal-hal pertemanan

yang rumit,banyak menyita waktu dan bisa saja

mengalihkan konsentrasi berkuliahku.

48. Peneliti :Apakah anda mengalami berbagai permasalahan

ketidaknyamanan dengan daerah rantauan? Apakah anda

merasa yakin dapat menyesuaikan diri dengan di tempat

rantauan tersebut?

Informan :Iya pasti itu, ini saja baru sampai di mid semester tapi

rasanya sudah begitu sangat lama berada disini seperti

berabad-abad ya mau bagaimana lagi keputusanku sih

yang memilih untuk merantau ke Jogja mau bagaimanapun

Comment [CS25]: Gjl &Rea

Comment [CS26]: Gjl &Rea

Page 168: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

aku harus bertanggung jawab dong! Harus yakin aku pasti

bisa lalui ini semua, karena masuk UGM saja aku bisa,

maka masalah menyesuaikan diri pun aku juga harus bisa

tangani dengan baik, tidak mungkin kan mau menghindar

terus menerus. Inget kalau tujuan utamaku merantau bukan

untuk hal lain kecuali berkuliah jadi pikiranku tidak boleh

bercabang harus fokus disatu hal yaitu prestasi akademik.

Untuk sampai detik ini aku mungkin masih memberikan

jarak sama lingkungan baru disekitarku tapi tetap pada

kodratnya bahwa aku adalah seorang makhluk sosial yang

pasti akan butuh orang-orang yang ada disekelilingku,

cepat atau lambat tapi pasti aku akan terdesak kebutuhan

untuk berinteraksi lalu akhirnya bersosialisasi sama

sekeliling terus juga disini posisinya aku itu tamu, berada

disuatu daerah tuan rumah yang memiliki sistem norma

aturan dan nilai yang berlaku pula, maka jika aku ingin

tidak ada masalah ya sebaiknya aku harus mengikuti dan

mempelajari sistem masyarakat yang dipakai disini yaah

harusnya memang dibuat fleksibel saja dan kuncinya sama-

sama welcome, sama-sama sadar diri tapi itu baru teori,

prakteknya nunggu ilham datang semua kan butuh proses.

Comment [CS27]: Kemungkinan Hsl Adpt

Page 169: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

HASIL WAWANCARA

CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA

PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Informan 2

Tanggal wawancara : 27 November 2013

Waktu : 14.00 WIB

Lokasi wawancara : Perpustakaan Jurusan FE UII

Keadaan informan

A. Identitas Informan

Nama : WLLY

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 17 tahun

Agama : Islam

Asal daerah : Mamuju, Sulawesi Barat

Suku/ etnis : Mandar

Jenis bahasa daerah : Mandar

Universitas : UII

Mahasiswa semester : 1

B. Hasil wawancara dengan mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa

yang sedang menempuh semester awal berkuliah di Perguruan Tinggi

Yogyakarta.

1. Peneliti :Berasal dari daerah mana, suku atau etnik, bahasa daerah

dan sejak kapan anda merantau ke Yogyakarta?

Informan :Dari Mamuju, Sulawesi Barat, Mandar bahasanya ya

Mandar. Sejak Agustus 2013 lalu..

2. Peneliti :Mengapa anda memilih untuk merantau ke Yogyakarta?

Apa alasan dan motivasi anda memilih menjadi seorang

mahasiswa perantauan? Apakah anda sebelumnya pernah

memiliki pengalaman merantau kedaerah/ propinsi lain?

Informan :Ya kan dimana-mana semua orang tahu kalau Jogja

sangat terkenal sebagai Kota pendidikan dengan kualitas

perguruan tinggi yang tidak diragukan lagi, banyak

Comment [CS28]: Asl

Comment [CS29]: Sk/ etnk

Comment [CS30]: Bhs Daerh

Page 170: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

jurusan yang ditawarkan tersedia disana, selain itu jauh

lebih baik dibanding perguruan tinggi yang ada

didaerahku. Biaya hidup di Jogja juga kata banyak orang

lumayan serba pas terjangkau di kantong menengah

kebawah ya dibandingkan dengan kota-kota besar lain

seperti kota Bogor, Bandung, Semarang, Malang, dan

Jakarta terutama. Dan akhirnya karena stimulus dari kata

orang yang di kaitkan dengan ini itu seperti demi kualitas

pendidikan juga di dukung dengan biaya kehidupan yang

sesuai dengan kemampuan penghasilan orang tua jadi

terpilihlah Jogja. Jawa yang sudah dinilai oleh masyarakat

umum sebagai Propinsi dengan kualitas pendidikan yang

diakui jauh lebih baik dibandingkan luar Jawa menjadi

motivasi utama dalam memutuskan diri menjadi mahasiswa

perantau, lalu kemudian tujuan pendukung lain biar aku

mandiri, tahu dunia luar, menjadi pribadi yang kuat dan

berkembang semakin membulatkan tekat merantau. Belum

pernah ini kali pertama aku untuk mencoba pengalaman

merantau tapi kupikir tidak perlu takut ya lagipula

fenomena merantau demi pendidikan berkualitas sepertiku

ini kan sudah bukan hal baru lagi, pastinya di Jogja akan

banyak orang-orang dengan nasib sama sepertiku

merantau demi pendidikan itu artinya aku tidak sendiri.

Siapkan tekad bulat saja jadi modal, selebihnya serahkan

pada proses waktu.

3. Peneliti :Siapakah yang mendorong anda untuk melakukan

merantau? Lalu apakah anda sudah memperkirakan

bagaimana tempat yang akan anda rantau tersebut?

Informan :Kalau aku merantau itu keinginan sendiri, sebelumnya

juga sudah kupikir dengan segala pertimbangan kuatku

sebagai alasan merantau, walau orang tua pertamanya

menentang tidak mendukung karena aku anak perempuan,

kata mereka Jawa itu jauh dan mereka mencemaskanku.

Tapi setelah aku memberi mereka penjelasan akhirnya

mereka memberikanku izin. Kalau memperkirakan

bagaimana-bagaimananya Jogja karena ini kan pertama

kalinya aku ke Jogja jadi sejak awal kedatanganku disini ya

benar-benar tidak tahu sama sekali bagaimana Jogja.

4. Peneliti :Sebelum anda merantau apakah anda sudah pernah

Comment [CS31]: Alsn

Page 171: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

datang mengunjungi Yogyakarta atau memiliki bayangan

bagaimana lingkungan baru anda? Lalu bagaimanakah

perasaan anda saat sudah berada di tempat perantauan?

Merasa kagetkah?

Informan :Datang langsung sih belum, cuma aku tahu Jogja itu dari

searching internet dari berita di Televisi, atau pas

menonton sinetron juga kadang lokasi shootingnya ka nada

yang di Jogja, selebihnya bayanganku tentang Jogja simple

kalau Jogja itu merupakan kota pusat budaya Jawa, adat

istiadat Jawa, dan bahasa Jawa. Karena waktu awal

sebelum datang ke Jogja anggapanku semua hal di Jogja

itu pasti berkaitan dengan apapun yang berbau ke Jawaan,

dari logat bahasa, orang-orangnya juga semuanya pasti

bakal Jogja paten.

5. Peneliti :Jalur penerimaan mahasiswa apa yang anda tempuh

untuk akhirnya anda bisa masuk dan di terima di Perguruan

Tinggi Jogja?

Informan :Awalnya ikut SNMPTN tapi aku tuju ke UGM dan UNY

sayangnya tidak beruntung. Sudah malas jadinya kecewa,

sedih, untungnya waktu berangkat ke Jogja itu aku bawa

foto copy nilai raport yang sudah di legalisir dan ternyata

benar itu terpakai, sebelum berangjat ke Jogja salah satu

guruku menyarankanku membawa bekal raportku untuk

cadangan keberuntungan, sekedar mendaftar ke universitas

swasta terbaik di Jogja dan menyarankan ke UII beliau

mengatakan inshAllah bisa, karena nilai-nilainya bagus

jadi waktu itu aku coba-coba bertaruh keberuntungan

mendaftar ke UII pakai jalur masuk yang melalui nilai

raport saja seperti saran guruku tersebut, kan lumayan

tidak usah repot-repot ikut test segala dan Alhamdulillah

berjodoh untuk berkuliah di Jogja aku diterima padahal

aku benar-benar pasrah saja mau bagaimana nasibku,

kalau gagal ya sudahlah kembali saja ke Sulawesi tapi

ternyata tidak.

6. Peneliti :Dimana dan dengan siapa anda tinggal di tempat

perantauan kota Yogyakarta ini? Berikan alasannya?

Informan :Disini aku ngekos karena memang disini tidak ada

saudara, jangankan saudara bahkan teman seperjuangan

dari daerah asalku pun sampai saat ini belum kutemukan.

Page 172: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Sedih sih, ini benar-benar tempat asing buatku tapi ya tadi

mencoba menguatkan diri sendiri berusaha masukkan

sugesti kalau Jogja itu kota yang ramai oleh perantau

dengan tujuan yang sama sepertiku yaitu untuk

menyelesaikan jenjang pendidikan perguruan tinggi. Di

lingkungan kos pun penghuni kamar lainnya juga berasal

dari berbagai daerah dan berstatus mahasiswa itu berarti

banyak perasaan perantau yang senasib sepertiku,

berjuang demi pendidikan, aku harus semangat seperti

yang lain.

7. Peneliti :Bahasa apa yang biasa di pakai dalam keluarga? Lalu

bahasa apa yang anda gunakan untuk berkomunikasi

dengan orang-orang baru di Yogyakarta?

Informan :Bahasa Mandar ya karena memang kita orang asli

Mandar. Jadi orang kami di Mamuju sama seperti Jogja ya

kalau orang asli Jogja kan dalam kesehariannya pasti akan

berbahasa Jawa jika berkomunikasi dengan sanak saudara,

keluarga maupun teman sepermainan. Kami pun di

Mamuju dalam kesehariannya berbahasa Mandar baik

dengan keluarga, tetangga dan teman tapi hanya yang

sesama suku. Disini jelas berbahasa Indonesia lah

pastinya, tidak mungkin kan kalau aku tetap menggunakan

bahasa mamuju diJogja, kecuali kalau memang disini ada

perantau yang juga dari daerah asal yang sama denganku,

kalau memang bertemu kenal dekat secara alami kami pasti

akan berkomunikasi dengan mereka dengan bahasa

daerah. Sayangnya sampai saat ini belum kutemukan itu

masalahnya hahaha.

8. Peneliti :Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman baru di

lingkungan kampus anda pada saat anda memasuki

semester awal perkuliahan?

Informan : Sepertinya aku terlalu angkuh sok berani memutuskan

untuk merantau ke Jogja sendirian jauh dari keluargaku

hanya demi pendidikan yang berkualitas, tapi ya

bagaimana lagi mau tidak mau bisa tidak bisa aku harus

benar-benar mempertanggungjawabkan keputusanku

merantau. Karena sebelumnya aku tidak pernah punya

pengalaman merantau dan ini kali pertamaku, mungkin

wajar kalau aku tidak bisa segera menyesuaikan diri

Comment [CS32]: Bhs Daerh

Page 173: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

dengan segala perbedaan dengan orang-orang sekitar

dilingkungan baruku disini. Bahkan untuk saat ini aku

belum memiliki teman yang cocok, paling ya cuma sebatas

kenal biasa kalau yang benar-benar dekat dan mengerti

bagaimana aku masih belum ada. Setiap kali akan

memulai mencoba membaur itu selalu saja timbul

perasaan cemas, canggung, dengan orang-orang lokal

alhasil maju mundur dan amannya milih untuk nutup diri.

Di Jogja aku menjadi sedikit pendiam, bukan karena aku

berprilaku sombong tapi aku sering bingung, kurang pede

saat hendak memulai pembicaraan dengan orang-orang

sekitarku, rasa malu, takut dan ragu bercampur menjadi

satu. Aku bisa mempunyai beberapa kenalan teman

kampus pun karena mereka yang berbaik hati mengajakku

berkenalan terlebih dahulu, lalu mengajak belajar

kelompok, cari sumber referensi tugas keperpustakaan,

mengajak untuk beli buku tambahan ke toko buku tapi aku

masih kaku jaga sikap juga jaga diri takutnya ada niat

lain tersembunyi dibalik kebaikan seseorang kan kita tidak

bisa pastikan ya apa yang ada didalam hati dan pikiran

orang.

9. Peneliti :Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman baru di

lingkungan tempat tinggal (kos) anda?

Informan :Sama saja ya aku itu memang sering bingung saat

hendak memulai pembicaraan dengan orang-orang baru

di sekitarku, lagipula aku tidak pandai mencari bahan

pembicaraan, selama ini kebanyakan mereka yang

mengajakku berkenalan atau mengobrol terlebih dahulu.

Aku orangnya sedikit pemalu dan tertutup ya, kalau di kos

juga aku jarang berinteraksi dengan penghuni kamar kos

lainnya, hanya sebatas basa-basi bertegur sapa dan jika

diajak mengobrol baru aku akan merespon. Aku lebih

banyak menghabiskan waktu dengan menyendiri dikamar

menghibur diri sendiri, mengistirahatkan badan yang

lelah seharian di kampus, entah baca-baca buku,

mengerjakan tugas, menyalin hasil catatan di kelas hasil

kuliah hari itu dan lain sebagainya yang penting apa-apa

ku alihkan ke prioritas utama yaitu kesuksesan akademik.

10. Peneliti :Apakah anda menemukan kendala mengenai penyesuaian

Comment [CS33]: Gjl & Rea

Comment [CS34]: Gjl &Rea

Page 174: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

belajar yang anda temukan selama berada di lingkungan

baru (kota rantauan Yogyakarta)?

Informan :Sebelum UTS kemarin itu aku memang mengalami

kesulitan penyesuaian belajar yang membuatku bingung,

sistem belajar di perkuliahan sangat berbeda dengan

sistem belajar saat aku masih duduk dibangku SMA.

Lagipula disini aku dituntut untuk mandiri jadi segala

sesuatunya aku lakukan sendiri,aku mensiasatinya dengan

menulis jadwal secara lengkap, menulis apa saja tugas

perminggunya dan semua itu sengaja aku tempel di dinding

kamar untuk mengingatkan dan mendisiplinkan diri. Setiap

hari selalu berusaha mencari bahan-bahan materi melalui

perpustakaan jurusan bahkan sampai ke perpustakaan

pusat, kadang juga ke warnet atau area wifi untuk mencari

bahan secara on line. Yah, intinya aku berusaha sendiri,

tidak terlalu mengaharapkan bantuan dari orang lain, lagi

pula belum tentu teman kita benar-benar membantu kan.

Disela lelah aku selalu berusaha kupikir ini baru mid

semester awal di awal perkuliahanku kan, jadi aku harus

yakin aku pasti bisa, karena akulah yang memilih untuk

meneruskan pendidikanku sampai ke Jawa begini maka aku

harus melanjutkan perjuanganku dengan maksimal dan

membuat orang tuaku bangga atas kerja kerasku.

Harapannya aku bisa segera lulus kuliah tepat waktu dan

cum laude.

11. Peneliti :Apakah terdapat kesenjangan kebudayaan yang anda

rasakan selama berada di lingkungan baru (kota rantauan

Yogyakarta) ?

Informan :Ada, kesenjangan di bahasa jelas dalam keseharian sering

sekali mendengar mereka aktif berkomunikasi

menggunakan bahasa Jawa kesesama mereka yang suku

Jawa, walau aku bukan lawan bicara mereka tapi aku

mendengarnya merasa aneh, penasaran apa yang sedang

seru mereka bahas, nah jangan-jangan mereka sedang

membahas kejelekanku siapa yang tahu kan kalau dibalik

sikap dan tuturkata lembut tersimpan kebusukan, bukannya

apa tapi berjaga-jaga itu perlu apalagi disini aku sendiri

tidak akrab dengan siapa-siapa di tanah orang pula.

Namanya juga Jawa dengan Sulawesi jelas berbeda

Comment [CS35]: Ekstrnl

Comment [CS36]: Ekstrnl

Page 175: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

daerah, berbeda bahasa, berbeda pula cara bicaranya

bagiku ya disitulah perbedanya. Ya walau kita tahu bahasa

Jawa itu hampir sudah menusantara kan ya sebenarnya

karena mereka banyak merantau kemana-mana, nah

setelah disini baru benar-benar tahu secara langsung

sehingga wajarlah kalau aku masih sering kurang paham

maksud/ artinya kalau lawan bicara menggunakan bahasa

Jawa, nada bicaranya juga berbeda sekali dengan nada

bicara orang-orang didaerah asalku yang tinggi seakan

berteriak jadi sering merasa kesal karena menurutku

mereka kalau bicara kurang jelas, mungkin karena di

Sulawesi terbiasa mendengar nada bicara yang tinggi.

Pokoknya jauh berbeda dengan tempatku sana yang

cenderung tegas. Jogja itu kota yang komplit ya. Kota

besar, kota Budaya yang banyak tempat-tempat bersejarah

disini seperti Istana kepresidenan RI, monumen Jogja

kembali dan Benteng Vredeburg, Kraton sebagai istana

kesultanan yang masih melangsungkan kegiatan tradisi

secara rutin diselenggarakan setiap tahunnya seperti kirab

budaya, sekaten, dan lain sebagainya yang di dukung

penuh dari antusias warganya. Jadi tradisi dan budaya

Jawa kota ini menurutku hidup, masih sangat kental dan

dilestarikan sehingga terasa sekali nilai-nilai history disini

membuatku merasa kagum, takjub tapi juga merasa benar-

benar sedang berada jauh-jauh sekali dengan daerah

asalku tak bisa lagi kuberbagi dengan keluarga dan

saudara, hanya bisa sebatas berbagi cerita saja tidak lah

mereka dapat melihat langsung, takut ku dikira hanya

bersombong diri karena sudah jauh ke Jogja menghabiskan

dana hanya untuk berkuliah mengejar cita.

12. Peneliti :Bagaimana cara anda memahami adat istiadat budaya

orang-orang pribumi Yogyakarta saat bulan-bulan pertama

tinggal di Yogyakarta? Apakah anda merasakan adanya

perbedaan yang mencolok dengan daerah asal anda?

Informan :Di Jogja masih merasa kaku ya kan karena adatnya

memang berbeda dengan tempat asalku, masih merasa

aneh dengan kebiasaan di daerah baruku sekarang,

terlebih disini sendirian tidak kenal baik dengan warga

sekitar tempat tinggal atau kosku ini. Jauh dari bapak ibu

Comment [CS37]: Gjl &Rea

Page 176: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

kakak itu rasanya membuatku kesepian dan sering bingung

harus bagaimana dengan segala hal yang masih asing

dimataku, kalau ada mereka kan ada yang memberi

semangat, ada yang menemani, berlindung, bermanja ya

mungkin karena belum pernah merantau seperti ini, jadi

belum memiliki banyak pengalaman tentang penyesuaian

lingkungan, yang tadinya terbiasa dengan segala kegiatan

dan keadaan rumah, sekarang harus jauh dari kebiasaan-

kebiasaan itu. Perbedaan yang mencolok ya kalau

dikampus diam-diam aku senang mengamati teman kampus

satu kelas yang orang pribumi Jogja itu sepertinya mereka

tipe yang bersahabat ya karena dari cara mereka berbicara

saja dengan nada suara yang lembut, jadi kedengaran

ramah dan mudah merapuh. Berbeda dengan daerahku

disana meski nada kami tidak selembut Jogja tapi kami

tetap ramah, kelantangan suara ditempat kami

menandakan bahwa kami memiliki jiwa yang bersemangat

dan tidak menyembunyikan rahasia ya mungkin berbeda

budaya berbeda juga pemahaman. Entahlah bagaimana

nanti jadinya akan seperti apa, aku masih belum tahu

selain jalani dulu saja apa yang ada semampunya ya paling

yang penting disini bermodalkan kesopanan, jaga sikap,

tahu tata etika, mengikuti aturan yang berlaku

dilingkungan sekitarku itu saja sudah cukup untuk

memahami adat Jogja dengan aman.

13. Peneliti :Saat berada dibulan-bulan pertama perantauan apakah

anda sering membandingkan lingkungan baru di

Yogyakarta tempat rantauan dengan daerah asal dari tempat

anda sendiri?

Informan :Kalau lingkungan ya paling terasa ya disini itu terasa

sempit mungkin karena aku tinggal di daerah kotanya

Jogja di daerah sentral pendidikan sehingga jarak tempat

antar rumah itu dekat-dekat sekali, kotor, kumuh

menjijikkan banyak tikus berkeliaran karena padat

perumahan penduduk disini, beda dengan kampung

halamanku yang jarak antar rumah itu jauh dan setiap

rumah memiliki halaman yang luas. Lalu Jogja itu kota

yang ramai, panas, kering, gerah, Jogja padat kendaraan

jadi disini terasa sekali polusi udaranya, berdebu pula

Comment [CS38]: Ekstrnl

Page 177: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

kalau disini harus wajib pakai masker kalau tidak mau

rusak paru-parunya. Tapi untuk fasilitas kota ya khususnya,

banyak sekolah sampai universitas-universitas unggulan,

yang didukung dengan tersedianya banyak perpustakan

pusat baik di setiap universitas-universitas tersebut,

perpustakaan daerah juga tidak ketinggalan selalu ramai

pengunjung, banyak toko buku dari toko-toko buku dengan

harga miring seperti pasar buku murah Shoping sampai

toko buku besar seperti Gramedia, Togamas, dan banyak

lagi toko-toko buku lainnya yang mudah ditemukan

tersebar di Jogja. Terlebih saat butuh browsing mencari

bahan atau referensi tugas yang tidak ditemukan di buku,

tersedia jaringan via selular internet yang luas dan fasilitas

warnet juga banyak ditemukan dimana-mana dengan

tarifnya yang murah serta tempatnya nyaman, intinya Jogja

sangat kondusif dan nyaman untuk belajar yang menjawab

alasan predikat yang disandang oleh kota Jogja sebagai

kota pelajar.

14. Peneliti :Sesampainya di tempat rantauan apakah anda dapat

segera mengkondisikan diri anda dengan lingkungan baru

anda? Apakah anda merasa nyaman dengan lingkungan

rantauan anda?

Informan :Untuk saat ini karena aku baru beberapa bulan di Jogja

jadi belum bisa langsung mengkondisikan, masih sering

merasa kesepian, merasa asing, merasa aneh, yang jelas

aku butuh waktu sebagai proses membiasakan dengan

semua ini, mungkin karena aku belum pernah merantau

seperti ini, jadi belum memiliki banyak pengalaman tentang

penyesauaian lingkungan, yang tadinya aku terbiasa

dengan segala kegiatan dan keadaan rumah, sekarang

harus jauh dari kebiasaan-kebiasaan itu. Kalau dirumah

apa-apa ada yang membantu menyiapkan sekarang serba

dilakukan sendiri dan itu melelahkan tapi ya aku sadar

disini aku sebagai tamu maka aku yang harus

menyesuaikan diri dan menghargai aturan Jogja sebagai

tuan rumah, sebisa mungkin di buat santai saja sih dibuat

nyaman biar betah. Karena aku harus ingat tujuan

utamaku untuk kuliah jadi ya tidak apa bersusah-susah

dahulu selama kuliah yang penting tujuan utama tercapai

Comment [CS39]: Gjl &Rea

Page 178: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

dengan baik, lulus tepat waktu agar lekas pula hengkang

dari tempat ini.

15. Peneliti :Bagaimana kondisi kesehatan anda pada bulan-bulan

awal di tempat rantauan?

Informan : Cuacanya Jogja itu ekstrim musim panas yang panjang

jarang sekali hujan bahkan gerimis sekalipun tak ada jadi

musim kemaraunya benar-benar tanpa ampun, terasa

sangat panas, kering dan polusi udara sering membuatku

batuk-batuk tersedak debu. Lalu ini baru saja mulai

masuk musim penghujan namun juga terasa ekstrim dalam

sehari pasti ada hujan lebat hingga membuatku demam

panas tinggi, sudah memakai jas hujan namun tetap saja

basah kuyup kedinginan kalau sudah sakit begitu terasa

sekali derita merantaunya. Hujan disini kacau ya

derasnya sampai membuat jalan-jalan tertentu banjir dan

beraliran deras mendadak menjadi sungai sesaat hingga

hujan mereda, anginnya pun kencang merubuhkan

batang-batang pohon dijalan, belum lagi banyak petir itu

membuatku takut, apalagi Jogja sering ada gempa bumi

yang membuat jadi semakin was-was dan tidak nyaman

berada disini.

16. Peneliti :Mengenai pola makan, menu dan rasa masakan apakah

anda menemukan kendala di tempat perantauan?

Informan :Iya kendala sekali ya karena itu akhirnya aku mempunyai

masalah dengan pola makan selama beradaptasi di

lingkungan baruku ini nafsu makanku berkurang karena

stres rasa masakan Jogja yang jauh berbeda sama selera

lidahku, terlalu manis dan tidak pedas sama sekali,

sedangkan aku itu orangnya penggila pedas. Dari awal

datang sampai saat ini masih pilih-pilih makanan karena

susah makan, keseringan makan ke rumah makan Padang,

atau buat mie rebus dengan tambahan cabe-cabe serta saos

sendiri, sampai lama-kelamaan rasanya bosan sekali.

Akhirnya berusaha masak sendiri menggunakan dapur

bersama untuk memasak tapi perasaanku aneh, karena

setelah memasak lalu ku bawa kekamar kuhabiskan sendiri

kadang aku menangis sambil mengunyah makanan karena

rindu ingin makan bersama berkumpul bersama lagi

Comment [CS40]: Gjl &Rea

Comment [CS41]: Ekstrnl

Page 179: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

dengan keluargaku tidak makan sendiri dikamar seperti ini

menyakitkan rasanya.

17. Peneliti :Mengenai pola tidur apakah anda menemukan kendala di

tempat perantauan?

Informan :Tergantung kalau banyak tugas ya mau tidak mau

menyicil sampai larut malam, kalau dibandingkan dengan

pola tidur saat masih di rumah dulu memang jadi sedikit

berantakan yaa karena kan intensitas tugas yang tinggi

membuat harus banyak begadang, tuntutan kebutuhannya

sudah berbeda. Sering sekali kudengar lewat telpon ibuku

memarahiku karena tak pandai mengatur waktu. Kalau

sedang akhir pekan tidak ada tugas atau tugasku sudah

kuselesaikan itu berarti saatnya untuk menonton koleksi

film-film yang ku dapat dari rental film atau copy di

warnet. Belum lagi saat rindu rumah yang benar-benar

membuatku aku susah tidur kuminta ibu segera

menelponku dan mengobrol hingga akhirnya aku tertidur

itu sangatlah membantu untuk mengalihkan kesepianku

setidaknya suaranya masih terdengar dekat ditelingaku.

18. Peneliti :Bagaimana komunikasi anda di tempat perantauan

dengan keluarga anda di kampung halaman? Tiap berapa

bulan anda pulang kekampung halaman? Apakah anda

sering merasa home sick atau mudah rindu kampung

halaman?

Informan :Dulu waktu masih satu rumah sama keluarga itu malah

komunikasinya biasa saja terus pas sudah merantau gini

jadi hampir tiap malam jika tak tertahankan kesepianku

aku sangat suka menelepon mereka untuk pengantar

tidurku karena rindu. Ibu sering takut aku kenapa-kenapa

jadi sering sekali telepon aku. Intinya disini jadi lebih

banyak ngobrol semenjak aku merantau. Kemarin juga

habis mudik kok, pas libur lebaran Idhul Fitri. Kalau mau

jujur aku sebenarnya ingin sering-sering mudik karena

rindu sekali sama bapak, ibu, rumah dan teman-temanku

disana. Tapi aku juga tidak bisa sering mudik mengingat

tugas masih banyak-banyaknya, jadwal masih padat-

padatnya, ongkos mudik juga mahal. Yaa paling libur

lebaran atau libur semester genap saja aku baru bisa

mudik.

Comment [CS42]: Ekstnl

Comment [CS43]: Ekstrnl

Page 180: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

19. Peneliti :Adakah pengalaman sosial budaya di Yogyakarta yang

membuat anda stress pada bulan-bulan awal di

Yogyakarta?

Informan :Yang membuat stress itu jarak, karena jarak membuatku

merasa kehilangan orang-orang yang telah ku kenal

sebelumnya, sedih berada di lingkungan yang tidak

familiar yang tidak kukenali ini, terlebih jauh dari orang

tua itu sangat menyiksa dan sering membuatku gampang

menangis, bahkan bisa sampai jatuh sakit saat tidak

terbendung lagi rasa rinduku. Sekarang amat terasa sekali

kalau ternyata jauh dari orang tua itu sangat berat,

dampaknya hingga membuat moodku berantakan, apa-apa

jadi malas, tidak ada yang menyemangati. Saat rasa itu

mulai datang dan tak terbendung, saya sengaja menyendiri

di kamar kosku bahkan tidak nafsu makan sampai jatuh

sakit karena tak terbendungnya rasa rinduku dengan

rumah kampung halaman terlebih keluargaku. Disini apa-

apa harus mengurus sendiri, saat sakit pun harus pintar

merawat diri sendiri pergi berobat sendiri itu sangat

memilukan kak, semua itulah yang membuatku merasa

tertekan karena jarak. Aku merasa sebatang kara disini

ditempat asing dengan mayoritas etnis Jawa membuatku

minder karena latar belakang budayaku yang berbeda,

kasarnya aku disini itu numpang ditanah orang Jawa jadi

bagaimana bisa aku memiliki rasa memiliki terhadap

lingkungan disini ya ngefeknya jadi kurang percaya diri

dan kurang bebas mengekspresikan diri. Selama disini aku

merasa kehilangan diri aku yang dulu.

20. Peneliti :Jika anda mengalami kendala di daerah rantauan

mengenai sosialisasi terhadap masyarakat pribumi

Yogyakarta lalu bagaimana anda mengatasinya?

Informan :Masalah sosialisasi terhadap masyarakat lokal secara

luas sih sejauh ini masih pada bahasa, terus terang aku

tidak mengerti bahasa Jawa yang dipakai oleh orang-

orang di lingkungan Jogja ini karena aku belum pernah

mengenal ataupun datang ke Jogja lalu tahu bahasa Jawa

sebelumnya, akupun merasa tidak nyaman jika ada orang

lokal yang tetap mengajakku berkomunikasi menggunakan

bahasa Jawa dalam keseharian ku disini, meskipun ia tahu

Comment [CS45]: Gjl & Rea

Page 181: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

kalau aku selalu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia.

Sudah aku tidak paham bahasa jawa aku juga masih belum

pintar membaca isyarat, dan mimik wajah orang Jogja jadi

masalah kuadrat takut kalau-kalau nanti salah dalam

mengartikannya malah timbul ketersinggungan atau

apalah. Kalau mengalami kendala untuk saat ini semua

kusimpan sendiri saja, yaa karena aku juga tidak ingin

terlalu banyak bicara apalagi aku belum mengenal dengan

dekat orang-orang disekitarku. Untuk saat ini aku kurang

tertarik ya untuk bertukar informasi yang berkaitan dengan

budayaku walau terkadang ada teman pribumi Jogja yang

suka sombong berbangga diri akan eksotiknya Jogja

mereka belum tahu saja kalau Mamuju seperti apa dan

bagaimana. Ah tapi sudahlah tidak penting melayani hal-

hal yang dirasa dapat menimbulkan masalah lalu akhirnya

dapat mengganggu konsentrasi kuliah.

21. Peneliti :Pernahkah ada masalah dengan teman-teman baru anda

yang merupakan masyarakat pribumi Yogyakarta?

Informan :Ternyata Jogja sama saja dengan daerah-daerah lainnya

ya walau terkenal ramah, nada bicara yang lembut,

menjunjung tatakrama tapi tetap saja tuh ada yang

wataknya keras, sikapnya seenaknya, seperti preman

penguasa, kalau tertawa memekakkan telinga jadi tak

menjamin ya walau mungkin hanya minoritas yang seperti

itu. Aku juga sering merasa terganggu dengan cara

candaan orang Jawa ya, atau cara mereka memperhatikan

penampilan serta logat bicaraku yang terdengar asing bagi

mereka, padahal logat bicara mereka sendiri aneh bagiku

hanya tidak kutampakkan reaksiku, mungkin disini aku

merasa menjadi lebih mudah tersinggung jika ada yang

menyinggung masalah budayaku walau untuk sekedar

iseng-iseng humor.

22. Peneliti :Dengan teman kampus anda yang merupakan masyarakat

pribumi Yogyakarta apakah mereka membantu anda untuk

bersama-sama menghadapi persoalan penyesuaian diri pada

saat awal kedatangan anda di tempat rantauan

(Yogyakarta)?

Informan :Mungkin karena ini hitungannya masih bulan-bulan awal

kali ya, jadi lagi sama-sama ngerasain susah-susahnya

Comment [CS46]: Ekstrnl

Comment [CS47]: Gjl & Rea

Page 182: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

menyesuaikan diri secara kilat, kalau aku masih

merupakan tahap penjajakan lingkungan baru, pengenalan

akan banyak hal baru, baik budaya baru, kebiasaan baru,

sistem baru, nilai, norma peraturan, tata tertib baru dan

sejauh ini masih benar-benar kebakaran jenggot

menghadapi persoalan penyesuaian diri karena bingung

dengan situasi kondisi sosial budaya yang sangat berbeda

dengan sistem saat aku masih di kampung halaman. Kalau

teman kampus yang pribumi juga menurut pengamatanku

mereka juga masih ada beberapa yang masih segan, ada

yang cuek, ada yang sering menyapaku, ada yang diam,

ada pula yang suka iseng macam-macam ya. Lagipula

dikelas pecah-pecah ya ada yang menyendiri seperti aku

ini, masih cenderung mengelompok, masing-masing seakan

tidak saling peduli, masih flat ya masih ngurusin diri

sendiri masing-masing ya sepertinya. Mungkin mereka

sepertiku ya karena aku sendiri saja masih memandang

budaya asli aku lebih baik daripada budaya Jogja yang aku

hadapi sekarang bisa saja mereka berpikir sebaliknya

kalau budaya Jogja lebih baik dari budayaku lalu mereka

enggan atau bagaimana ya tidak tahu.

23. Peneliti :Ceritakan bagaimana hubungan anda dengan teman-

teman baru di Yogyakarta? Apakah ada kendala?

Informan :Untuk saat ini aku anggap masih normal biasa saja

mungkin karena masih awal semester jadi belum kelihatan

bagaimana sifat aslinya teman-teman baruku dikelas.

Mungkin saja mereka sama sepertiku masih malu-malu,

jaga jarak, jaga sikap, lebih banyak menahan diri,

menahan emosi demi menghimpun teman yang cocok

dengan karakter masing-masing dan kemudian membentuk

kelompok pertemanan tersendiri. Dikelas aku termasuk

penyendiri ya aku tidak terlalu peduli dengan salah satu

dari mereka, jadi biasa saja menanggapi mereka. Ada

beberapa teman orang lokal ada yang mengajakku

mengobrol dia tertarik dan berani untuk bertanya padaku

tentang daerahku namun aku terlalu malas untuk bertukar

informasi yang berkaitan dengan budaya ya, akan

percuma jika aku susah payah menjelasnya namun mereka

tidak mau benar-benar menghargai. Lagipula aku tidak

Comment [CS48]: Gjl & Rea

Page 183: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

ingin terlalu banyak terlibat pada hal-hal yang namanya

pertemanan, itu pasti akan rumit,banyak menyita waktu

dan bisa saja mengalihkan konsentrasi berkuliahku.

Memulai suatu hal yang baru dari awal itu tidaklah mudah

terlebih ini dengan hal-hal yang semuanya nyaris berbeda

pasti akan dua kali susahnya.

24. Peneliti :Apakah anda mengalami berbagai permasalahan

ketidaknyamanan dengan daerah rantauan? Apakah anda

merasa yakin dapat menyesuaikan diri dengan di tempat

rantauan tersebut?

Informan :Iya sudah jelas pasti itu, ini saja rasanya sudah begitu

sangat lama berada disini seperti sudah seribu tahun

lamanya dan liburan rasanya seperti kilat begitu saja

berlalu ah menyebalkan sekali tapi ya mau bagaimana lagi

keputusanku untuk merantau, karena akulah yang memilih

untuk merantau ke Jogja mau bagaimanapun aku harus

selesaikan sampai finish, orang tuaku pun menuntut agar

aku dewasa dalam mempertanggungjawabkan keputusanku.

Walau sulit tapi berusaha ya tanam sugesti pada diri kalau

aku harus yakin pasti bisa lalui ini semua, menyesuaikan

diri dengan baik, jalani kehidupan merantau dengan baik,

tidak mungkin akan seperti ini terus hidup dalam

ketegangan ketidaknyamanan terus menerus. Mau sekuat

apapun aku untuk hidup sendiri tiada berkawan tetap saja

aku pasti akan membutuhkan orang-orang yang ada

disekelilingku entah untuk ku mintai pertolongan, untuk ku

ajak mengobrol dan lain sebagainya, harusnya memang

dibuat fleksibel saja jika sama-sama bisa terbuka, sama-

sama sadar diri, tidak emosional sebenarnya aku akan

luluh juga, semua kan butuh proses yang masalahnya itu

entah kapan siapa yang tahu. Yah intinya dibuat senyaman-

nyaman saja, kan niat awalnya memang untuk tambah

pengalaman pisah jauh dari orang tua, yang mengambil

keputusan merantau juga aku sendiri, jadi aku harus

tanggungjawab, belajar dewasa, memaksa menanamkan

rasa nyaman dalam diri agar tidak memberikan celah

untuk merajuk minta pulang saja karena menyerah,

berusaha tidak bermanja-manja walau aku sendiri

sebenarnya orang yang sedikit manja. Kata orang tua pun

Comment [CS49]: Gjl & Rea

Comment [CS50]: Kemungkinan Hsl Adpts

Page 184: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

aku harus ingat biaya yang sudah mereka keluarkan untuk

aku merantau ini jadi aku harus kuat.

Page 185: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

HASIL WAWANCARA

CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA

PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Informan 3

Tanggal wawancara : 16 November 2015

Waktu : 10.25 WIB

Lokasi wawancara : Teras Gedung Dekanat FIS

Keadaan informan

A. Identitas Informan

Nama : MNDL

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 18 tahun

Agama : Kristen

Asal daerah : Papua Barat

Suku/ etnis : Papua

Jenis bahasa daerah : Papua

Universitas : UNY

Mahasiswa semester : 1

B. Hasil wawancara dengan mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa

yang sedang menempuh semester awal berkuliah di Perguruan Tinggi

Yogyakarta.

1. Peneliti :Berasal dari daerah mana, suku atau etnik, bahasa daerah

dan sejak kapan anda merantau ke Yogyakarta?

Informan :Papua Barat, suku papua bahasa kami orang papua.

Sekitar bulan Juli tanggal 15 tahun 2015.

2. Peneliti : Mengapa anda memilih untuk merantau ke Yogyakarta?

Apa alasan dan motivasi anda memilih menjadi seorang

mahasiswa perantauan? Apakah anda sebelumnya pernah

memiliki pengalaman merantau kedaerah/ propinsi lain?

Informan :Sebenarnya Jogja itu pilihan satu-satunya yang di

tawarkan jadi saya tidak bisa memilih, nasib baik masih

bisa berkuliah begini kan dibiayai pemerintah daerah.

Yang pasti ingin mandiri, berkembang, menambah

wawasan agar lebih luas dengan pengalaman dari

Comment [CS51]: Asl

Comment [CS52]: Sk/ entk

Comment [CS53]: Bhs Daerh

Comment [CS54]: Alsn

Page 186: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

merantau dan yang pasti demi masa depanku sendiri

karena masa depan sayalah yang menentukan akan seperti

apa entah akan sukses atau malah merugi.

3. Peneliti :Siapakah yang mendorong anda untuk melakukan

merantau? Lalu apakah anda sudah memperkirakan

bagaimana tempat yang akan anda rantau tersebut?

Informan :Itu 100% kenginan sendiri lalu orang tua dan keluarga

sangat mendukung. Belum, karena memang belum pernah

ke Jogja sebelumnya lagi pula sudah punya tekad besar

jadi apapun yang akan terjadi di Jogja saya harus siap

hadapi demi masa depan.

4. Peneliti :Sebelum anda merantau apakah anda sudah pernah

datang mengunjungi Yogyakarta atau memiliki bayangan

bagaimana lingkungan baru anda? Lalu bagaimanakah

perasaan anda saat sudah berada di tempat perantauan?

Merasa kagetkah?

Informan :Sebelumnya waktu tahu saya lolos test program dikti itu

saya pernah lihat ditelevisi tentang bagaimana Jogja jadi

saya piker itu saja sudah cukup. Perasaan sampai di Jogja

itu senang karena jauh-jauh dari Papua, perjuanganku

untuk kuliah akhirnya tercapai, waktu sudah masuk UNY

itu kaget, ternyata banyak pendatang dari penjuru

Indonesia, fasilitas kota juga memadai, banyak tempat-

tempat wisata yang menarik, saya bisa mencoba datang

untuk sekedar refreshing ketika pikiran sedang berat.

Apalagi disini apa-apa harganya jauh lebih murah

dibandingkan di Papua saya disini jadi bisa hidup lebih

mewah dari di Papua. Harga nasi ayam itu jika di Papua

Rp 75.000 di Jogja hanya Rp.20.000 itu masih ada

kembalian uang. Aku senang sekali.

5. Peneliti :Jalur penerimaan mahasiswa apa yang anda tempuh

untuk akhirnya anda bisa masuk dan di terima di Perguruan

Tinggi Jogja?

Informan :Puji Tuhan aku bisa masuk dan ikut mewakili Papua Barat

dengan teman 7 orang untuk berkuliah dari jalur

kerjasama daerah namanya Firmasidikti dari Dirjen Dikti

pusat daerah Papua.

6. Peneliti :Dimana dan dengan siapa anda tinggal di tempat

perantauan kota Yogyakarta ini? Berikan alasannya?

Page 187: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Informan :Di Jogja sebenarnya aku tahu ada asrama Papua, tapi

kalau di asrama saya pikir malah tidak enak, walau sama-

sama dari Papua tapi kami punya kepentingan yang

berbeda mereka banyak membuang waktu untuk banyak

berkumpul yang kita tahu mereka banyak suka mabuk

minuman keras, berisik, saya akan susah belajar belum lagi

jika mereka rayu bujuk saya ikut serta berkumpul dan

minum jadi saya lebih memilih untuk sendiri saja ngekos

agar lebih nyaman, dapat konsentrasi untuk belajar fokus,

sehingga tujuan awal tidak dipengaruhi hal-hal yang bisa

membuatku lupa dengan misi kuliah ke Jogja. Tapi walau

begitu saya tetap ikut himpunan jika ada acara resmi

seperti perkumpulan dan jika saya ada waktu aku akan ikut

hadir.

7. Peneliti :Bahasa apa yang biasa di pakai dalam keluarga? Lalu

bahasa apa yang anda gunakan untuk berkomunikasi

dengan orang-orang baru di Yogyakarta?

Informan :Bahasa sehari-hari dengan orang tua dan saudara-

saudara saat dirumah, dengan teman di sekolah yang kami

pakai bahasa Papua. Kalau disini menggunakan bahasa

yang umum yaitu bahasa Indonesia.

8. Peneliti :Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman baru di

lingkungan kampus anda pada saat anda memasuki

semester awal perkuliahan?

Informan :Saya tahu jika Papua dengan Jogja itu berbeda banyak

hal, saya tidak mau ada masalah terjadi untuk saya jadi

saya selalu berusaha tenang di kelas, saya jauh dari rumah

jauh dari Papua dari bapak serta saudara tidak tahu siapa-

siapa disini sendiri, bicara lewat telepon pun tiada guna

sudah, sekarang saya memang pendiam, saya piker itu

akan lebih baik akan tetapi kalau diajak orang lain untuk

berkenalan ya saya pasti akan merespon dengan baik, jika

diajak ngobrol ya saya akan ngobrol. Saya percaya kalau

diri sudah berusaha baik balasannya juga pasti akan baik

pula, orang jadinya menghargai kita itu saja.

9. Peneliti :Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman baru di

lingkungan tempat tinggal (kos) anda?

Informan :Sama teman-teman kos juga sama saja ya seperti yang

saya lakukan di kampus, walau memang saya pendiam

Comment [CS55]: Bhs daerh

Comment [CS56]: Intrnl

Page 188: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

akan tetapi kalau diajak untuk berkenalan ya saya pasti

akan merespon dengan baik, jika diajak ngobrol ya saya

akan ngobrol. Saya selalu berusaha ingat kalau diri sudah

berusaha baik balasannya juga pasti akan baik pula, orang

lain akan menghargai kita itu saja.

10. Peneliti :Apakah anda menemukan kendala mengenai penyesuaian

belajar yang anda temukan selama berada di lingkungan

baru (kota rantauan Yogyakarta)?

Informan :Itu jelas sangat-sangat kendala, karena kami berbeda

pendidikannya antara Jawa dengan Papua. Kalau di Jogja

luar biasa semangat belajarnya, mahasiswanya semangat,

ada kelompok belajar membuat makalah lalu presentasi,

banyak sekali tugas yang diberikan, kalau di Papua hanya

belajar saja tidak banyak tugas, atau kelompok belajar

untuk membuat tugas makalah belum lagi banyak yang

namanya presentasi. Jika presentasi di depan kelas begitu

kalau lihat teman lain yang dari Jawa mereka itu mudah

sekali ya menjawab pertanyaan yang diajukan dan lancar

ya menjelaskan hasil makalahnya tanpa banyak membaca.

Saya ini yang dari Papua kalau di depan kelas untuk

presentasi masih banyak tidak lancar seperti teman yang

lain yang dari tanah Jawa. Jadi memang yang tanah Jawa

atau Jogja itu lebih pintar, lebih berani dalam presentasi

mereka sangat pintar berkata dari pada saya karena itu

saya masih sering merasa mudah tidak percaya diri. Jadi

setiap akan menerima materi saya selalu berusaha

membaca ulang yang akan di jelaskan oleh dosen,

berusaha memahami lebih dulu, kalau jam jeda seperti ini

saya selalu coba ke perpus membaca buku-buku materi,

kadang saya juga banyak beli buku ke toko buku untuk saya

baca pahami, tapi kalau masalah hal-hal lisan macam

presentasi sampai sekarang aku masih belum bisa percaya

diri kalau sudah di depan kelas itu minder lupa yang mau

di sampaikan tadi apa. Tapi sudah tidak apa saya jauh-

jauh dari Papua untuk maju terus maka saya akan

berusaha lagi dan lagi jangan mudah menyerah.

11. Peneliti :Apakah terdapat kesenjangan kebudayaan yang anda

rasakan selama berada di lingkungan baru (kota rantauan

Yogyakarta) ?

Comment [CS57]: Ekstrnl

Page 189: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Informan :Ada, untuk perbedaan antara Jogja dengan di Papua itu

logat bicaranya. Masalahku disini itu yang membuat cukup

kaget itu orang-orang disini semua senang berbahasa

Jawa, kalau di Papua itu di saat di kelas kami selalu pakai

bahasa umum bahasa Indonesia kalau di Jogja di kelaspun

mereka masih berbahasa Jawa, terkadang dosen juga

senang berbahasa Jawa, jadi saya kaget kenapa bisa

seperti ini kalau di Papua berbahasa umum, sama teman

juga berbahasa umum, kami walau sama-sama orang

papua bukan lalu menggunakan bahasa daerah dimanapun

kami berada, bahasa daerah hanya di gunakan di rumah

saja jika diluar rumah tidak lagi di gunakan bahasa daerah

itu. Berbeda dengan di Jogja, saya tidak paham bahasa

Jawa jadi sering bingung jika mereka mengajakku

berbicara, intinya saya tidak tahu bahasa Jawa yang

dipakai orang asli suku Jawa untuk berkomunikasi begitu,

lalu kalau cari kos atau kontrakan di Jogja ternyata agak

susah karena banyak yang tidak menerima orang Timur

seperti aku ini jadi orang Timur banyak yang memusat di

Seturan dan Babarsari saja karena hanya di daerah-

daerah sana sajalah yang mau menerima orang Timur

seperti aku ini, sedang aku disini tidak ada kendaraan jika

harus kekampus UNY kan jauh jadi kemarin aku sangat

berusaha sekali untuk dapat kos dekat kampus saja

akhirnya Puji Tuhan aku bisa dapat hanya saja tempatnya

tidak nyaman sekali tapi dari pada tidak maka tidak

mengapa.

12. Peneliti :Bagaimana cara anda memahami adat istiadat budaya

orang-orang pribumi Yogyakarta saat bulan-bulan pertama

tinggal di Yogyakarta? Apakah anda merasakan adanya

perbedaan yang mencolok dengan daerah asal anda?

Informan :Kalau di papua itu jika di jalan bertemu dengan orang

yang kita kenal maka kita hanya akan menyapa dengan

melambaikan tangan, tersenyum dan berkata hai atau

bersalaman, kalau di Jogja itu saya kaget karena berbeda

mereka menyapanya itu menunduk-nunduk sambil

tersenyum dan berkata menggo saya bingung, saya masih

sering membalas mereka dengan melambaikan tangan saja

sudah dan tersenyum menjawab iya, wah itu saya belum

Comment [CS58]: Ekstrnl

Page 190: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

bisa ikuti kebiasaan disini yang menunduk–menunduk

seperti itu tadi, saya merasa aneh. Jadi untuk saat ini masih

belum bisa benar-benar memahami adat Jogja karena juga

baru beberapa bulan saya disini, masih harus adaptasi.

Saya jalani saja dulu dan tidak saya jadikan beban pikiran

untuk harus sama dengan mereka yang penting saya

nyaman dan fokus dengan tujuan awal yang membuatku

harus berada disini. Masalah kebiasaan lama-lama juga

saya pasti akan bisa mengikuti. Perbedaannya itu kalau

Jogja kan kota pelajar yaa disini banyak perantaunya yang

membuat jadi majemuk, banyak suku dan budaya dari

mahasiswa pendatang dengan karakteristik yang berbeda-

beda dari daerah-daerah di nusantara, namun banyaknya

pendatang itu tidak lalu membuat perselisihan antar beda

suku atau bahkan yang asli Jogja tersingkir seperti itu,

justru di sini harmonis.

13. Peneliti :Saat berada dibulan-bulan pertama perantauan apakah

anda sering membandingkan lingkungan baru di

Yogyakarta tempat rantauan dengan daerah asal dari tempat

anda sendiri?

Informan :Jogja mungkin kota yang tidak terlalu besar tapi disini

tersedia fasilitas perpustakaan dari perpustakaan kampus

sendiri saja sudah sangat besar lalu perpustakaan daerah

juga tersedia, banyak toko-toko buku, pameran buku

hingga bedah buku pun banyak terselenggara disini,

bervariasinya fasilitas, baik sarana maupun prasarananya

yang bervariasi macamnya dan memadai terus Jogja itu

tempatnya selalu ramai terus dari pagi, siang, sore, malam,

ke pagi lagi tetap ramai jadi tidak perlu takut jika ada

kegiatan yang hingga larut. Kalau mau kemana-mana

letak-letaknya tidak jauh-jauh disini juga transportasi

umum tersedia,butuh angkutan kota ada transJogja, mau

yang 24 jam juga ada, disini aman sentosa tidak ada

perampokan apalagi perang antar suku. Jogja juga jelas

dikenal sebagai kota surganya pelajar, biaya hidup disini

terjangkau, harganya murah-murah dari pada di Papua,

saya sangat senang.

14. Peneliti :Sesampainya di tempat rantauan apakah anda dapat

Comment [CS59]: Ekstrnl

Page 191: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

segera mengkondisikan diri anda dengan lingkungan baru

anda? Apakah anda merasa nyaman dengan lingkungan

rantauan anda?

Informan :Karena disini saya masih awal, jadi saya juga masih

belum benar-benar bisa segera mengkondisikan bagaimana

lingkungan baruku yang sekarang, pada dasarnya saya

orangnya tidak terlalu memusingkan hal-hal justru saya

jadikan tantangan untuk saya hadapi, jadi dibawa santai

saja, lama-kelamaan juga saya pasti akan terbiasa,

lagipula semua butuh proses dan waktu, yang penting disini

saya tidak membuat masalah saja. Ikut aturan tidak lantas

seenaknya, semua tetap saya pertimbangkan sebelum saya

lakukan. Saya saja tidak ingin di ganggu maka saya jangan

mengganggu siapapun bahkan lingkungan sekitarku ini.

15. Peneliti :Bagaimana kondisi kesehatan anda pada bulan-bulan

awal di tempat rantauan?

Informan :Kondisi kesehatan selama saya datang di Jogja hingga

saat ini sudah beberapa bulan itu Puji Tuhan sekali saya

tidak mengalami masalah kesehatan apa-apa, saya baik-

baik saja di sini.

16. Peneliti :Mengenai pola makan, menu dan rasa masakan khas

Yogyakarta apakah anda menemukan kendala di tempat

rantauan?

Informan :Kebiasaan di Papua itu rasa makananannya banyak

menggunakan rempah,enak, ada pedas, waktu sampai di

Jogja saya sebenarnya kaget tapi tidak masalah itu bisa

diatasi. Yang terpenting biaya makan di Jogja itu lebih

murah, lagipula disini ada banyak pilihan tempat makan,

dengan banyak pilihan rasa makan yang bervariasi

sehingga masalah makan di sini jadi tidak perlu terlalu

dipikirkan.

17. Peneliti :Mengenai pola tidur anda pada bulan-bulan awal di

Yogyakarta, apakah anda menemukan kendala di tempat

perantauan?

Informan :Pola tidur juga Puji Tuhan sekali saya tidak mengalami

masalah apa-apa, pola tidur saya baik-baik saja di sini

paling hanya sebelum tidur saya harus banyak membaca

buku mengenai materi agar saya bisa mengimbangi dan

mengejar ketertinggalan.

Comment [CS60]: Ekstrnl

Page 192: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

18. Peneliti :Bagaimana komunikasi anda di tempat perantauan

dengan keluarga anda di kampung halaman? Tiap berapa

bulan anda pulang kekampung halaman? Apakah anda

sering merasa home sick atau mudah rindu kampung

halaman?

Informan :Kalau komunikasi saya selalu menghubungi orang rumah

melalui sms atau telpon, kalau tidak saya yang telpon maka

mereka yang telpon. Untuk saat ini homesick karena jarak

sehingga menimbulkan rindu rumah itu pasti, apa lagi pas

kalau saya sedang tidak enak badan karena disini tidak ada

yang mengurus dan merawatku, tidak ada yang

menyiapkan makan sehingga walau sedang sakit, semua

harus diurus sendiri, periksa ke dokter ya harus berangkat

sendiri disitu saya merasa disini memang sendiri dan harus

mandiri tidak boleh merepotkan orang lain. Kalau pulang

kampung ya nantinya hanya pas liburan semester genap

saja atau hari besar seperti natal saja mungkin, tapi nanti

bisa juga menyesuaikan.

19. Peneliti :Adakah pengalaman sosial budaya di Yogyakarta yang

membuat anda stress pada bulan-bulan awal di

Yogyakarta?

Informan :Sampai saat ini belum ada, ya saya tidak berharap ada

kendala yang tidak baik untuk saya. Semua orang pasti

berharap hidupnya baik-baik saja begitu juga saya. Semua

hal macam perbedaan budaya yang ada tidak terlalu saya

ambil pusing cukup hormati, perhatikan baiknya seperti

apa dan pelajari, intinya jalani secara alami saja sudah.

Hal yang perlu saya ingat itu, saya disini adalah pendatang

dengan kepentingan menyelesaikan kuliah lalu segera

kembali ke Papua bersama keluarga saya.jadi segala yang

terjadi baik itu perbedaan apapun itu harus saya terima,

kenyataannya memang seperti itu.

20. Peneliti :Jika anda mengalami kendala di daerah rantauan

mengenai sosialisasi terhadap masyarakat pribumi

Yogyakarta lalu bagaimana anda mengatasinya?

Informan :Tetap berusaha memberi kesan yang baik saja sudah pada

mereka, jika mereka baik kepada saya maka tidak ada

alasan untuk saya bermusuhan dengan mereka begitu. Jadi

begini saya itu memang susah mencari tempat tinggal

Comment [CS61]: Ekstrnl

Page 193: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

sementara macam mengontrak seperti itu karena mungkin

orang Timur Leste atau Papua yang berkulit hitam seperti

saya ini dulu ada yang pernah membuat masalah dengan

orang Jogja nah lalu berita itu di sebarkan ke orang-orang

Jogja pemilik tempat tinggal sementara lainnya sehingga

mereka menganggap semua orang Timur Leste atau Papua

yang berkulit hitam itu sama saja padahal kan tidak semua.

Saya selalu berusaha menjelaskan tapi ada yang mau

dengar ada yang tidak begitulah.

21. Peneliti :Pernahkah ada masalah dengan teman-teman baru anda

yang merupakan masyarakat pribumi Yogyakarta?

Informan :Untuk saat ini Puji Tuhan belum ada masalah ya sama

mereka paling hanya masalah perbedaan bahasa daerah

ya, aku tidak paham mereka bicara apa jika sedang

menggunakan bahasa Jawanya itu dengan saya. Lalu kalau

memang saya sedang serius menanyakan materi atau tugas

terkadang saya meminta tolong agar mereka menggunakan

bahasa Indonesia saja saat menjelaskan ke saya. Lalu

kadang juga suka mereka tegur saya karena kata mereka

lafalnya tidak jelas karena saya sering berbicara dengan

cepat, intonasiku juga terlalu tinggi mengagetkan mereka,

ya tak mengapa memang saya akui perbedaan yang ada di

antara kami itu sangat jelas, mereka jika berkata suaranya

lirih berbeda denganku yang seperti ini.

22. Peneliti :Dengan teman kampus anda yang merupakan masyarakat

pribumi Yogyakarta apakah mereka membantu anda untuk

bersama-sama menghadapi persoalan penyesuaian diri pada

saat awal kedatangan anda di tempat rantauan (Yogyakarta)

?

Informan :Apa ya, terkadang ada pemikiran kalau saya ingin sekali

minta tolong les privat sama mereka yang suku Jawa untuk

mengajariku bahasa Jawa sedikit-sedikit agar saya sedikit

bisa membaur. Kadang saya juga suka memberanikan diri

bertanya dengan mereka mengenai budaya Jogja secara

umum saja tidak perlu detail mereka mau bercerita pada

saya.

23. Peneliti :Ceritakan bagaimana hubungan anda dengan teman-

teman baru di Yogyakarta? Apakah ada kendala?

Comment [CS62]: Gjl & rea

Comment [CS63]: Ekstrnl

Page 194: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Informan :Tidak ada kendala, semua baik-baik saja dan semoga akan

terus baik-baik saja. Dibuat fleksibel saja ya asal disini

saya tahu posisi saya apa, saya tidak membuat masalah

dengan mereka,mereka juga pasti tidak akan membuat

masalah pada saya, tetap jaga diri, jaga perkataan dan

sikap agar tidak menyinggung orang lain sebenarnya

perbedaan itu memang rentan perselisihan dan sebabnya

adalah karena kita suka asal, sembarangan berkata dan

bersikap angkuh. Tergantung bagaimana cara pikir kita

saja. Kita juga harus bisa pintar membaca lawan bicara

kita seperti apa dia orang yang bagaimana.

24. Peneliti :Apakah anda mengalami berbagai permasalahan

ketidaknyamanan dengan lingkungan rantauan anda?

Apakah kini anda dapat menyesuaikan diri dengan di

tempat rantauan tersebut?

Informan :Malah saya nyaman berada disini, karena apa-apa lebih

murah dari Papua jadi saya bisa menikmati fasilitas yang

ditawarkan oleh Jogja sebagai kota besar Jogja yang

menurut saya menarik. Untuk saat ini belum benar-benar

serius untuk masalah segera menyesuaikan ya, walau saya

tahu sedang dalam fase penjajakan tapi semua akan saya

jalani dengan baik.

Page 195: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

HASIL WAWANCARA

CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA

PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Informan 4

Tanggal wawancara : 03 Desember 2015

Waktu : 13.00 WIB

Lokasi wawancara : Halaman parkir Fakultas Ilmu Sosial UNY

Keadaan informan

1. Identitas Informan

Nama : SN

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 18 Tahun

Agama : Kristen

Asal daerah : Papua, Pegunungan Wamena

Suku/ etnis : Hupla

Jenis bahasa daerah : Nayak

Universitas : Universitas Negeri Yogyakarta

Mahasiswa semester : 1

2. Hasil wawancara dengan mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa

yang sedang menempuh semester awal berkuliah di Perguruan Tinggi

Yogyakarta.

a. Peneliti : Berasal dari daerah mana, suku atau etnik, bahasa daerah

dan sejak kapan anda merantau ke Yogyakarta?

Informan :Papua, Pegunungan Wamena Hupla. Jenis bahasa daerah

saya itu Nayak. Sekitar pertengahan tahun ini, tepatnya

tanggal 07 bulan delapan 2015.

b. Peneliti : Mengapa anda memilih untuk merantau ke Yogyakarta?

Apa alasan dan motivasi anda memilih menjadi seorang

mahasiswa perantauan? Apakah anda sebelumnya pernah

memiliki pengalaman merantau kedaerah/ propinsi lain?

Informan :Mengapa Jogja karena saya ikut program farmasi dikti

memang harus keluar Papua, harus merantau seperti ini.

Lagipula tidak apa karena disini biaya hidup di Jogja lebih

terjangkau dari pada di Papua begitu. Ya karena setelah

Comment [CS64]: Asl

Comment [CS65]: Sk/ etnk

Comment [CS66]: Bhs Daerh

Comment [CS67]: Alsn

Page 196: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

saya lulus SMA saya tidak segera melanjutkan untuk

berkuliah seperti teman-teman seangkatan saya yang lain,

mereka sudah berangkat berkuliah ke jaya pura, tapi bapak

saya bilang saya harus menunggu bapak terima gaji dulu

baru saya bisa berangkat mendaftar kuliah. Jadi waktu itu

saya narik ojek, saya bawa ke pangkalan lalu disitu saya

bertemu dengan adik kelas saya dia kelas dua, dia bilang

dia tahu informasi penerimaan mahasiswa di luar Papua

yang di kabarkan di SMA N 01 saya itu lalu saya jalan,

daftar, ikut test di provinsi Papua, kita test dengan 500

orang yang di terima hanya 22 orang. Puji Tuhan saya

masuk di dalamnya. Belum ini kali pertamaku merantau.

3. Peneliti :Siapakah yang mendorong anda untuk melakukan

merantau? Lalu apakah anda sudah memperkirakan

bagaimana tempat yang akan anda rantau tersebut?

Informan :Jadi setelah saya coba cek ke SMA saya mengenai

informasi dari teman saya itu saya segera pulang, saya

beritahu bapak, saya minta ijin kepada bapak saya dulu.

Bapak bilang sana segera daftar dan banyak belajar agar

lulus masuk seleksi, dari pada bapak yang bayar lebih baik

pemerintah yang membayar kuliahmu, itu kesempatan baik

sekali. Bapak setuju, mama setuju, mereka mendoakan saya

lulus, saya mendaftar, ikut test dan saya lulus sehingga bisa

sampai disini. Dukungan orang tua, sama keinginan sendiri

biar saya tahu dunia luar sana, punya pengalaman, dan

saya bisa memiliki wawasan luas biar lebih berkembang itu

dengan merantau. Belum, paling cuma tahu kalau Jogja itu

tempat yang penuh dengan etnik suku Jawa itu saja.

4. Peneliti :Sebelum anda merantau apakah anda sudah pernah

datang mengunjungi Yogyakarta atau memiliki bayangan

bagaimana lingkungan baru anda? Lalu bagaimanakah

perasaan anda saat sudah berada di tempat perantauan?

Merasa kagetkah?

Informan :Belum pernah, karena Jogja itu jauh dari Papua untuk

perjalanan panjang itu butuh dana yang tidaklah sedikit.

Dulu hanya tahu dari televisi mengenai seperti apa itu

Jogja. Saat menuju Jogja perasaanku sangat bosan, di

perjalanan itu delapan jam ya saya naik pesawat terbang

dari Papua ternyata memang jauh jaraknya, sempat kaget

Page 197: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

karena sejauh mata memandang itu benar-benar asing, hei

aku tidak mengenali siapapun disini, takut jika tersesat

atau di tipu orang jahat disini tapi senang karena sudah

datang dengan selamat ditanah Jogja. Hanya saja setiba

saya di Jogja tidak ada yang menjemput saya seperti yang

di informasikan oleh orang farmasi dikti Papua. Saya

terlantar di bandara sampai jam 06 sudah mau gelap,

Pemerintah hanya beri saya tiket, uang jalan saja. Saya

sudah coba telfon mereka tapi mereka tidak menjawab

telfon saya. Untung saya segera telfon balik ke Papua

tanya bapak saya, lalu akhirnya bapak beri jalan ada

kenalan bapak yang membantu saya mencari tempat

tinggal jika tidak entah akan bagaimana jadinya dan

akhirnya saya bisa tinggal di asrama Papua wamena.

5. Peneliti :Jalur penerimaan mahasiswa apa yang anda tempuh

untuk akhirnya anda bisa masuk dan di terima di Perguruan

Tinggi Jogja?

Informan :Farmasi Dikti Papua. Seperti yang saya katakan tadi

setelah saya lulus SMA saya tidak segera melanjutkan

untuk berkuliah seperti teman-teman seangkatan saya yang

lain, mereka sudah berangkat berkuliah ke jaya pura, tapi

bapak saya bilang saya harus menunggu bapak terima gaji

dulu baru saya bisa berangkat mendaftar kuliah. Jadi

waktu itu saya narik ojek, saya bawa ke pangkalan lalu

disitu saya bertemu dengan adik kelas saya dia kelas dua,

dia bilang dia tahu informasi penerimaan mahasiswa di

luar Papua yang di kabarkan di SMA N 01 saya itu lalu

saya jalan, daftar, ikut test di provinsi Papua, kita test

dengan 500 orang yang di terima hanya 22 orang. Puji

Tuhan saya masuk di dalamnya.

6. Peneliti :Dimana dan dengan siapa anda tinggal di tempat

perantauan kota Yogyakarta ini? Berikan alasannya?

Informan :Saya disini sejak awal dulu saya tinggal di asrama Papua.

Karena kalau di Papua itu gratis. Biaya dari kabupaten

Papua sampai saat ini belum cair jadi dana semakin

terbatas.

7. Peneliti :Bahasa apa yang biasa di pakai dalam keluarga? Lalu

bahasa apa yang anda gunakan untuk berkomunikasi

dengan orang-orang baru di Yogyakarta?

Comment [CS68]: Gjl & rea

Page 198: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Informan :Kalau di Papua sana yang kugunakan dalam

berkomunikasi sehari-hari dengan teman, saat diluar

rumah saya menggunakan bahasa Indonesia karena bahasa

umum itu bahasa Indonesia semua orang tahu. Bahasa

daerah saya hanya digunakan dirumah saja dengan

keluarga. Kalau di Jogja saya kembali menggunakan

bahasa Indonesia tapi ternyata bahasa Indonesia yang

biasa saya pakai di Papua dengan di sini itu berbeda ya.

Banyak teman kelas bilang bahasa saya kurang jelas, itu

awalnya saya bingung dimana yang tidak jelasnya ternyata

sekarang saya sedikit paham.

8. Peneliti :Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman baru di

lingkungan kampus anda pada saat anda memasuki

semester awal perkuliahan?

Informan :Saya tidak pernah membedakan teman walau dari kulit

saja kami tampak berbeda, saya selalu mempunyai

keinginan yang mengharuskan saya untuk memiliki teman

yang banyak. Pertama kali masuk kelas itu tanggal 02 saya

langsung mengajak berkenalan dengan orang-orang yang

ada di kelas saya, membaur dengan mereka,

memperhatikan bagaimana mereka, untuk awal saya

banyak mengalami kesulitan dan nampak banyak diam

karena saya harus mempelajari bagaimana mereka dulu

tapi memang begitu kan caranya agar mudah dapat teman

baru disini, saya tidak boleh menjadi seseorang yang asal

dalam berkata atau berperilaku ya. Sama teman kelas

syukur Puji Tuhan sudah kenal semua seisi kelas bahkan

dengan kakak tingkat juga saya dikenal ya biar nyaman

mudah kedepannya. Baik ya anak-anak yang asli Jogja itu

ternyata orangnya ramah-ramah tapi permasalahanku ya

mereka kadang suka lupa mengajakku bicara bahasa Jawa,

sayangnya aku tidak paham bahasa Jawa jadi tidak tahu

maksud mereka. Terus waktu masuk lingkungan kampus

saya baru sadar kalau tenyata di kampusku banyak

mahasiswa yang sama-sama perantauan sepertiku dan itu

dari sabang sampai merauke dari aceh sampai papua ada

disini jadi terasa sekali multietniknya dan karakternya

disini.

9. Peneliti :Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman baru di

Comment [CS69]: Ekstrnl

Page 199: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

lingkungan tempat tinggal (kos) anda?

Informan :Dengan anak-anak asrama kami baik-baik saja ya. Kami

sama-sama dari Papua, jadi ada perasaan senasib di

antara kami. Sekamar itu kami ber 4 kadang sampai ber 5

orang tapi di dalam kamar itu kami ada kamar mandi

sendiri. Pertama kali di asrama itu saya memperkenalkan

diri sebagai penghuni kamar baru, itu agar mereka yang

baru saja melihatku tidak curiga atau bingung terhadapku.

Kan kalau ada apa-apa saya juga bisa minta bantuan

terhadap mereka namanya satu atap kan begitu. Cuma

sayangnya saya kurang suka dengan kebiasaan mereka

yang senang minum, mereka ada beli minuman mengajak

saya ikut tapi saya bilang aduh maaf saya tidak bisa, saya

menghindari minum-minuman keras karena adik bapak

saya meninggal sebab over dosis minuman alkohol, bapak

saya larang saya untuk meminum seperti itu, saya sendiri

juga tidak tertarik, paling saya hanya merokok seperti ini

tapi kalau bapak saya tahu bahaya, pasti dia akan marah

dan memarahi saya. Saya di asrama juga memasak sendiri

disana di sediakan dapur untuk kami memasak.

10. Peneliti :Apakah anda menemukan kendala mengenai penyesuaian

belajar yang anda temukan selama berada di lingkungan

baru (kota rantauan Yogyakarta)?

Informan :Iya ada saya merasa terlambat dari mereka yang orang

Jawa, mereka pandai presentasi di depan kelas tapi saya

tidak karena di Papua tidak di ajarkan seperti itu. Kami di

SMA Papua hanya datang kesekolah, belajar, terima

materi pelajaran, baca, tulis, mengerjakan tugas soal-soal

di buku sudah begitu saja, dan itu tugasnya biasa saja tapi

berbeda dengan kuliah, kalau di perkuliahan tugas itu

banyak sekali tugas tiada henti, intensitasnya lebih tinggi

dibandingkan waktu di SMA dulu dan kalau kuiah ada

banyak tugas yang harus di prsentasikan di depan kelas

kita membaca, menjelaskan hasilnya lalu tanya jawab

pertanyaan teman-teman serta dosen itu saya masih kacau.

Di SMA tidak ada presentasi kalau tugas saja saya bisa

mengerjakan, ini saya kaget, saya bingung, harus banyak

berlatih. Ya saya terkesan dengan teman-teman yang lain

mereka langsung mampu tapi saya belum. Saya banyak

Comment [CS70]: Ekstrnl

Page 200: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

belajar dari mereka bagaimana caranya agar bisa, saya

juga diajari oleh dosen mereka memahami saya. Kita

pendidikan memang masih lebih jauh, lebih bawah dari

yang di luar Papua.

11. Peneliti :Apakah terdapat kesenjangan kebudayaan yang anda

rasakan selama berada di lingkungan baru (kota rantauan

Yogyakarta) ?

Informan :Kesenjangan budaya itu bahasa ya, berbeda bahasa

kadang menyulitkanku saat berkomunikasi dengan yang

suku Jawa atau dengan orang pribumi Jogja. Saya lihat

mereka, disini mereka banyak menggunakan bahasa Jawa

jadi jika mereka ajak saya bicara pakai bahasa Jawa saya

diam, saya diam-diam saja sebab saya tidak mengerti,

kecuali mereka bicara bahasa Indonesia itu saya baru bisa

mengerti. Jika ada dosen berbahasa Jawa saat memberi

materi saya diam-diam saja nanti saat selesai mata

kuliahnya berakhir saya baru tanya pada ketua kelas atau

dengan teman-teman sebenarnya materinya seperti apa.

Saya banyak ketinggalan sebenarnya. Ibu bapak pedagang,

tukang foto copy juga kadang masih tidak peduli dan tetap

menggunakan bahasa Jawa saat melayani pembeli macam

saya yang kulit hitam seperti ini. Sebenarnya tidak

mengapa hanya saja saya bingung apalah artinya bahasa

Jawa.

12. Peneliti :Bagaimana cara anda memahami adat istiadat budaya

orang-orang pribumi Yogyakarta saat bulan-bulan pertama

tinggal di Yogyakarta? Apakah anda merasakan adanya

perbedaan yang mencolok dengan daerah asal anda?

Informan :Ayah ibuku berpesan agar saya disini tahu diri sebagai

tamu haruslah tahu diri, berlaku baik, bertutur kata baik,

dan berperilaku sopan jadi itu yang kujadikan pedoman

saat tinggal disini. Senang ya orang Jogja itu ramah dan

senang menyapa, seperti teman saya disini ini setiap kali

bertemu saat akan kekelas entah pulang kuliah mereka

selalu menyapa dengan ramah dan itu membuat suasana di

antara kami tidak kaku. Saya pun merasa diperhatikan

walau hanya dari sapaan mereka. Hanya saja kalau di

Papua cara kami menyapa itu dengan melambaikan

tangan, jika disini berbeda jadi kalau bertemu dijalan

Comment [CS71]: Ekstrnl

Page 201: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

mereka menundukkan badan dan tersenyum. Saya belum

bisa sesuaikan membalasnya masih saha dengan

melambaikan tangan. Saya belum sesuaikan tapi teman

malah yang sesuaikan saya.

13. Peneliti :Saat berada dibulan-bulan pertama perantauan apakah

anda sering membandingkan lingkungan baru di

Yogyakarta tempat rantauan dengan daerah asal dari tempat

anda sendiri?

Informan :Berbeda di intonasi suara ya kalau ditempatku sana

cerderung lebih cepat ya, kalau di Jogja suaranya lirih dan

lembut, kadang saya sering tidak dengar sering bertanya

ulang kepada mereka. Sempat salah paham ya saat

mengartikan maksud mereka dan memang perlu berhati-

hati dalam berkata jika disini agar tidak menimbulkan

masalah yang tidak diharapkan. Saya kaget karena biaya

hidup disini sangat murah, nasi ayam di Papua itu di atas

Rp 50.000, harga motor matic Rp. 25juta, handphone,

harga semen disana saja bisa Rp.800- 1juta, semua disana

pakai kayu untuk membangun rumah karena cuaca disana

berbeda, jika membangun menggunakan semen bisa

menimbulkan malaria karena dingin. Tapi di Jogja ini

semua rumah menggunakan semen, tidak ada rumah kayu

jarang sekali disini tapi Puji Tuhan saya disini tidak

pernah sekalipun sakit malaria walau bangunan asrama

saya menggunakan semen. Disini rumah sangat dekat, di

jalan ada banyak sekali warung makan, banyak kendaraan

umum, ada transjogja saya selalu pakai transjogja untuk

berangkat atau pulangdari kampus menuju ke asrama

papua itu murah hanya Rp.3.500 saja, kalau malam ada

taxi yang 24 jam mereka bisa layani, ada ojek motor, ada

gojek yang bisa di telpon ya sedang marak sekali itu

sepertinya, lalu disni ada rental motor mahasiswa banyak

sekali layanan yang diberikan disini saya suka sekali tapi

karena dana pemerintah wamina tidak turun hingga saat

ini saya tidak bisa apa-apa ecuali mencoba berhemat.

Bapak hanya kerja sebagai PLN, kami juga 3 bersaudara,

ibu rumah tangga saja jadi saya harus menjadi anak yang

mengerti harus bagaimana.

14. Peneliti :Sesampainya di tempat rantauan apakah anda dapat

Comment [CS72]: Ekstrnl

Comment [CS73]: Ekstrnl

Page 202: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

segera mengkondisikan diri anda dengan lingkungan baru

anda? Apakah anda merasa nyaman dengan lingkungan

rantauan anda?

Informan :Puji Tuhan saya sangat nyaman karena saya paham saya

di beri kesempatan besar oleh Tuhan dapat kuliah seperti

ini yang di biayai pemerintah meski saya harus merantau

keluar Papua yang bukan untuk waktu sehari dua hari saja

tapi disini sampai kuliahku selesai jadi saya harus terima

semua yang ada di sini, susah, senang, saya harus hadapi.

Kalau mengkondisikan saya perlu banyak belajar, saya

baru beberapa bulan disin mungkin setahun dua tahun saya

baru bisa, perlahan-lahan juga akan dapat mengkondisikan

dengan baik. Yang penting disini saya tetap fokus

konsentrasi utama hanya untuk berkuliah, lulus tepat waktu

dan tidak melakukan kegiatan tidak penting aneh-aneh

menghambur-hamburkan uang maupun waktu yang dapat

membuat masa kuliahku membengkak atau molor itu saja.

15. Peneliti :Bagaimana kondisi kesehatan anda pada bulan-bulan

awal di tempat rantauan?

Informan :Kondisi waktu pertama aku datang di Jogja itu musim

kemarau, panasnya sekali. Pertama disini kalau di asrama

pakaian saya buka terus, dalam satu hari saya bisa mandi

sampai 3 kali belum lagi malam saya sering mandi tengah

malam karena ampun panas sekali sampai teman kamar itu

tegur saya kenapa saya mandi sering nanti saya sakit tapi

saya tidak sakit. Selama di Jogja saya baik-baik saja tidak

ada sakit semoga saya akan selalu begini ya selalu sehat.

Saya tidak mau sakit, sakit itu merepotkan dan mahal.

16. Peneliti :Mengenai pola makan, menu dan rasa masakan khas

Yogyakarta apakah anda menemukan kendala di tempat

rantauan?

Informan :Nah ini masalah utamaku, walau harga makanan di Jogja

jauh lebih murah dari Papua, tapi saya ini senang

makanan pedas sedang saya kaget makanan di Jogja semua

kenapa serba manis tidak pedas sama sekali. Jadi saya

lebih sering memasak saja agar lebih hemat juga saya

memasak nasi dan mie rebus dengan saos atau bubuk cabai

begitu agar terasa pedas. Jika memasak sendiri saya bisa

atur rasanya akan jadi seperti apa.

Comment [CS74]: Ekstrnl

Comment [CS75]: Ekstrnl

Page 203: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

17. Peneliti :Mengenai pola tidur anda pada bulan-bulan awal di

Yogyakarta, apakah anda menemukan kendala di tempat

perantauan?

Informan :Pola tidur baik-baik saja seperti di rumah, tapi disini saya

sering sekali tidur jam 1 malam untuk menghabiskan

membaca buku materi pelajaran. Saya senang membaca

agar saya tidak terlambat dari teman-teman yang lainnya.

18. Peneliti :Bagaimana komunikasi anda di tempat perantauan

dengan keluarga anda di kampung halaman? Tiap berapa

bulan anda pulang kekampung halaman? Apakah anda

sering merasa home sick atau mudah rindu kampung

halaman?

Informan :Komunikasi kami baik-baik saja, bapak sering sekali

menelfonku karena dia merindukanku. Rindu rumah itu

pasti, saya sangat rindu masakan ibuku, bapakku serta

adik-adikku, rindu suasanya rumah dan teman-temanku

disana. Kalau pulang saya hanya akan menunggu libur

panjang saja ya karena mengingat jarak dan biaya pulang

kampung itu yang tidak sedikit serta membosankan

lagipula bapak suruh saya tidak banyak-banyak pulang dia

ingin saya fokus saja kuliah sudah.

19. Peneliti :Adakah pengalaman sosial budaya di Yogyakarta yang

membuat anda stress pada bulan-bulan awal di

Yogyakarta?

Informan :Awalnya sampai di Jogja karena saya terlantar langsung

saya sempat berpikir banyak juga sempat ragu bagaimana

nasib saya nanti karena saya belum pernah merantau di

luar Papua bagaimana nanti memposisikan diri diantara

perbedaan budaya yang ada dengan teman-teman kelas

saya, apakah saya akan diterima atau tidak dengan

lingkunganku di Jogja. Tapi saya berusaha untuk tetap

tenang, ingat dengan tugas utama yang membuat saya ada

disini, perjuangan yang telah peroleh untuk bisa berada

disini, paling utama saya bercerita tentang perasaanku

yang sempat serba bingung disini kepada bapak di Papua

melalui telfon dan mereka selalu mengajariku harus

bagaimana serta menenangkanku, memberikanku motivasi,

mengingatkanku untuk selalu beribadah ke gereja, baik

dengan orang lain, tidak boleh keras dengan siapa saja.

Comment [CS76]: Gjl & Rea

Comment [CS77]: Intrnl

Page 204: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Perlahan-lahan saya singkirkan perasaan bingung itu dan

memulai semua dari awal di tempat asing ini dan syukurlah

Puji Tuhan semua dapat kuatasi meski menjalaninya berat

penuh tantangan karena selalu muncul rasa tidak percaya

diri yang menghalang-halangi langkah untuk sukses.

20. Peneliti :Jika anda mengalami kendala di daerah rantauan

mengenai sosialisasi terhadap masyarakat pribumi

Yogyakarta lalu bagaimana anda mengatasinya?

Informan :Jangan ada kendala ya. Sejauh ini saya senang sharing

sama teman kampus yang asli Jogja kami bertukar

pendapat, meminta saran mereka baiknya saya harus

seperti apa dalam memposisikan diri di tengah masyarakat

Jogja. Untungnya mereka baik dan mau membantuku

mengatasi masalah sosialisasi terhadap lingkungan baruku

ini kata mereka saya harus terlihat ramah senang menyapa

mereka, karena orang Jawa senang sekali di sapa jadi saya

ikuti saja.

21. Peneliti :Pernahkah ada masalah dengan teman-teman baru anda

yang merupakan masyarakat pribumi Yogyakarta?

Informan :Tidak ada ya paling ya itu tadi mereka suka menegurku

karena bahasa indonesiaku kadang kurang jelas bagi

mereka, mungkin karena terlalu cepat atau bagaimana

saya jurang paham juga sebenarnya maksud mereka

bagaimana tapi tidak mengapa bagi saya.

22. Peneliti :Dengan teman kampus anda yang merupakan masyarakat

pribumi Yogyakarta apakah mereka membantu anda untuk

bersama-sama menghadapi persoalan penyesuaian diri pada

saat awal kedatangan anda di tempat rantauan (Yogyakarta)

?

Informan :Membantu sekali karena senang banyak bertanya dengan

mereka tadi juga saya sudah jelaskan kalau sejauh ini saya

senang sharing sama teman kampus yang asli Jogja tukar

pendapat, minta saran entah dalam hal dalam

memposisikan diri di tengah masyarakat Jogja atau

bagaimana menyesuaikan diri dengan mereka. Untungnya

mereka mau membantuku mengatasi masalah sosialisasi

terhadap lingkungan baruku ini. Mereka juga senang

mengajari saya untuk berlatih presentasi di depan kelas,

karena saya belum terbiasa seperti itu di Papua tidak ada.

Page 205: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

23. Peneliti :Ceritakan bagaimana hubungan anda dengan teman-

teman baru di Yogyakarta? Apakah ada kendala?

Informan :Hubungan kami baik-baik saja, syukur hingga saat ini

tidak ada kendala. Saya dekat dengan teman kelas dan

kakak tingkat saya kami sering nongkrong berkumpul untuk

meroko mengobrol bersama, atau minum kopi di warung.

Saya berusaha sebisa mungkin tidak membuat masalah,

tidak mengganggu, ikut campur mengusik, bersikap dan

berkata yang dapat menyinggung perasaan orang lain,

terlebih saya berada di tanah orang jadi saya harus bisa

membawa diri, menyadari jika jauh dari kampung halaman

maka tidak ada yang bisa menolongku kecuali diriku

sendiri.

24. Peneliti :Apakah anda mengalami berbagai permasalahan

ketidaknyamanan dengan lingkungan rantauan anda?

Apakah kini anda dapat menyesuaikan diri dengan di

tempat rantauan tersebut?

Informan :Ketidaknyamanan pasti ada tapi harus ditepis jauh agar

tidak mengganggu jalannya kegiatan perkuliahan yang

menjadi alasanku pergi merantau sejauh ini dari Papua.

Kalau menyesuaikan diri tidak bisa mudah itu butuh proses

dan belajar mungkin setahun atau dua tahun lagi saya

akan terbiasa dan malah bisa jawa sedikit lebih baik agar

memudahkan dalam berkomunikasi, paham maksud dosen

atau teman bahkan orang lain di sekitar saya yang saya

temui di sini. Jadi saya masih banyak belajar dan sedikit

perlahan pasti bisa menyesuaikan diri disini. Ini saja saya

sudah mulai banyak memperhatikan teman-teman untuk

belajar bahasa Jawa dari memperhatikan teman-teman

kelasku yang asli Jogja coba-coba tapi ternyata susah tapi

saya yakin suatu saat nanti saya pasti bisa kok.

Comment [CS78]: Kemungkinan Hsl Adpt

Page 206: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Lampiran 6

HASIL WAWANCARA

CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA

PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Informan 5

Tanggal wawancara : 19 November 2013

Waktu : 12.00 WIB

Lokasi wawancara : Gedung Auditorium UPN

Keadaan informan

A. Identitas Informan

Nama : ADTY

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 21 tahun

Agama : Katolik

Asal daerah : Pematang Siantar, Sumatera Utara

Suku/ etnis : Simalungun

Jenis bahasa daerah : Batak

Universitas : UPN

Mahasiswa semester : 5

B. Hasil wawancara dengan mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa

yang sedang berkuliah semester lanjut di Perguruan Tinggi Yogyakarta.

49. Peneliti : Berasal dari daerah mana, suku atau etnik, bahasa daerah

dan sejak kapan anda merantau ke Yogyakarta?

Informan :Aku dari Pematang Siantar, Sumatera Utara, Simalungun,

Batak. Sepertinya waktu itu aku datang ke Yogyakarta

sekitar

bulan April 2011.

50. Peneliti :Mengapa anda memilih untuk merantau ke Yogyakarta?

Apa alasan dan motivasi anda memilih menjadi seorang

mahasiswa perantauan? Apakah anda sebelumnya pernah

memiliki pengalaman merantau kedaerah/ propinsi lain?

Informan :Kalau kenapa merantau itu karena Yogyakarta kota besar,

kota pelajar banyak universitas berkualitas, kota wisata,

Comment [CS79]: Asl

Comment [CS80]: Sk etnk

Comment [CS81]: Bhs Daerh

Page 207: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

lalu yang terpenting biaya hidupnya tidak terlalu tinggi,

terus pacar juga milih kuliah ke Yogya. Jadi ya sudah aku

milih ngikut merantau ke Yogyakarta bareng pacar. Alasan

yang utama tambah-tambah pengalaman agar aku bisa jadi

lebih berkembang, tahu mana-mana tidak hanya di siantar

saja merantau juga membuat aku belajar hidup mandiri

berusaha tidak terlalu tergantung sama orang rumah, terus

juga pacar memang mau merantau ke Jogja, kuliah ke

Jawa. Ya sudah akhirnya pas komplitnya jadilah sudah

tekad bulat buatku pergi merantau ke Yogyakarta istimewa

ini. Kalau pengalaman pergi merantau selama ini belum

pernah, belum. Inilah pegalaman rantauan pertamaku

Yogyakarta istimewa. Merantaunya juga tidak

direncanakan, orang tua tuntut aku haruslah kuliah tapi

mereka membebaskan aku pilih kuliah dimana saja

kebetulan pacar yang punya tekad pilihannya Jogja aku

ikut sajalah sudah akhirnya.

51. Peneliti :Siapakah yang mendorong anda untuk melakukan

merantau? Lalu apakah anda sudah memperkirakan

bagaimana tempat yang akan anda rantau tersebut?

Informan :Keinginan sendiri ya pastinya walau cuma ikut-ikutan

pacar tapi orang tua tidak ikut campur yang memaksa aku

merantau kemana atau bagaimana, orang tua dukung-

dukung saja, bagi mereka yang penting setelah lulus SMA

aku harus lanjut kuliah, terus dari akunya sendiri juga

punya niat buat jalanin kuliahnya sampai selesai. Selama

ini sama sekali belum tapi walau belum pernah ke

Yogyakarta gambaran bagaimana Yogyakarta kan mudah

bisa cari tahu dari Tv, majalah, internet kalau tidak ya

tanya sama yang sudah pernah ke Jogja tapi itu kan tidak

cool laki-laki tidak butuh pakai bertanya-tanya untuk apa

itu? Yang jelas aku tahu kalau Jogja itu selain kota pelajar

Jogja juga merupakan kota budaya, ada kraton yang masih

aktif beroperasi dan berkuasa didalamnya sudah pasti

masyarakatnya menjunjung tinggi adat istiadat Jawa

dengan baik , diberita-berita hal itu kan sering muncul.

52. Peneliti :Sebelum anda merantau apakah anda sudah pernah

datang mengunjungi Yogyakarta atau memiliki bayangan

bagaimana lingkungan baru anda? Lalu bagaimanakah

Comment [CS82]: Alsn

Comment [CS83]: Intrnl

Page 208: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

perasaan anda saat sudah berada di tempat perantauan?

Merasa kagetkah?

Informan :Belum ada, tapi kan Yogyakarta itu kota besar yang sering

muncul di televisi entah acara sinetron FTV atau berita

wisata budaya jadi dari itu saja sudah cukup membuatku

merasa mengenal jogja dan dapat membayangkan kalau

Jogja itu kota besar terkenal yang menarik bagi wisatawan

datang dari berbagai daerah untuk berwisata disini dan

kalau begitu Jogja itu kota ramai pasti juga kota berisik

seperti kota-kota besar lain pada umumnya, seru tapi pasti

macet jalanannya jadi waktu sampai di Yogyakarta itu aku

hanya mengguman “Oh jadi ini rupa Yogyakarta yang dulu

aku cuma tahu dari Tv atau internet sekarang aku sendiri

ada di Yogyakarta, so welcome to Yogyakarta”. Hanya saja

sekilas muncul perasaan asing, aku tidak mengenal satu

orangpun kecuali pacar, aku tak paham bahasa mereka,

aku kehilangan orang-orang yang telah aku kenal sejak

lama sebelumnya di siantar, semua keadaan kini telah

berubah. Aku menyesatkan diri ditempat yang tak kukenal

sebelumnya.

53. Peneliti :Jalur penerimaan mahasiswa apa yang anda tempuh

untuk akhirnya anda bisa masuk dan di terima di Perguruan

Tinggi Jogja?

Informan :Aku masuk UPN itu dulu lewat test, mengerjakan soal-soal

ujian masuk secara komputerisasi

54. Peneliti :Dimana dan dengan siapa anda tinggal di tempat

perantauan kota Yogyakarta ini? Berikan alasannya?

Informan :Disini aku kos sendiri. Semua aku yang mempersiapkan

secara instan, tidak ada yang membantu. Mencari tempat

kos yang dekat dengan area kampus itu lewat internet jadi

malam sebelum beli tiket pesawat tujuan Jogja aku amat

sibuk hunting browsing info kos yang diunggah di internet

dan untungnya dapat kemudian hubungi contact personnya

transfer uang muka selesai sudah. Itupun aku juga yang

mencarikan kos pacarku.

55. Peneliti :Bahasa apa yang biasa di pakai dalam keluarga? Lalu

bahasa apa yang anda gunakan untuk berkomunikasi

dengan orang-orang baru di Yogyakarta?

Comment [CS84]: Ekstrnl

Page 209: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Informan :Aku ini orang batak kak. Siantar itu banyak orang batak

jadi jangankan dirumah sehari-haripun berbahasa batak

terus kami kecuali sekolah, kegereja, acara formal

tentunya. Aku tahu Jogja bukanlah Siantar jadi jelas

berbeda daerah, dan bahasa itu tergantung dengan siapa

lawan bicaranya, jelas pula kalau di sini bahasa yang

digunakan bukan bahasa batak tapi bahasa persatuan

bahasa Indonesia. Hanya saja aku kurang nyaman

berkomunikasi dengan orang-orang sini, ada dari mereka

yang masih menggunakan bahasa Jawa dalam

berkomunikasi dengan aku, tidak apa-apa jika aku paham

masalahnya aku tidak mengerti bahasa mereka jadi mana

kutahu apalah arti dan maksudnya aku tampak bodoh

dibuatnya! Heran aku, kupikir dengan berbahasa Indonesia

bisa membuat mereka peka kalau aku bukan orang Jogja

apalah logatku tidak nampak batak kan freak! Itulah yang

membuat tidak nyaman berkomunikasi jika diajak orang

lokal berbicara menggunakan bahasa Jawa dalam

keseharian aku di lingkungan baruku ini, meskipun aku

menjawabnya tetap dengan bahasa Indonesia itulah

susahnya perbedaan budaya, bahasanya saja sudah buat

pusing kepala.

56. Peneliti :Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman baru di

lingkungan kampus anda, pada saat anda memasuki

semester awal perkuliahan?

Informan :Kalau pas awal dulu dari ospek sampai kuliah semester 1

itu belum punya banyak kenalan, mungkin karena baru-

baru saja tinggal di Jogja jadi terasa malas ya memulai

dari awal apalagi mencoba mengenal budaya baru di

lingkungan yang masih asing, dengan orang-orang asing

yang masa sekali tidak kukenal, belum lagi aku tidak

mengerti bahasa yang dipakai oleh orang-orang disini

akibat perbedaan latar belakang budaya denganku jadi

kupikir wajar kalau saat itu aku masih susah berbaur

banyak menutup diri, pasif, jaga jarak dari orang-orang

baru itu biar-biarlah orang kata aku sombong,

kuterimalah. Karena jujur sajalah memilih diam, tidak

bergaul dengan mereka kupilih sebagai jalan keluar ya

karena untuk menutupi rasa tidak percaya diri aku saat

Comment [CS85]: Bhs Daerh

Comment [CS86]: Ekstrnl

Page 210: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

memulai pembicaraan berinteraksi atau ketika akan

memulai beradaptasi dengan lingkungan baru, nanti kalau

aku sudah terlanjur sok pendekatan dengan mereka

ternyata tidak diterima sama orang-orang lokal disini

bagaimana nasib aku. Waktu itu kupikir buat apa aku

pusing-pusing memulai pertemanan baru dengan orang

asing yang aku tidak paham bagaimana mereka, kalau

jam jeda kuliah lebih baik aku bersama pacarku saja yang

jelas kami berasal dari daerah yang sama, dia juga kasian

disini cuma punya aku jadi kami sama-sama saling

bergantung satu sama lain. Perbedaan budaya ini

membuatku merasa kesulitan berkomunikasi, sehingga

membatasi diri untuk kenal atau paling cuma tahu dengan

teman kampus itu beberapa saja, masalah tugas kuliah ya

asal saja numpang tanya sama teman satu kelas yang

wajahnya lumayan bersahabat, yang cara bicaranya

kedengaran ramah. Jadi kalau ingat jaman semester awal

itu kalau ada tugas kelompok ya masih pada kaku,

canggung-canggungan walaupun dari proses

mengerjakan sampai presentasikannya itu bersama-sama

tapi itu masih pecah masih ego-egoan belum bisa

membaur, mungkin karena masih awal jadi semua ya

sama saja sepertiku masih pada cupu, malu-malu, gengsi-

gengsian. Dulu juga pernah ilfeel dengan orang Jawa ya

yang ternyata mereka kadang senang bercandaan ala

Jawa yang menurutku cara itu sangat dan terlalu

berlebihan ya, aku tidak bisa menerima itu. Mereka

arogan seperti preman mungkin karena ini tanah mereka

jadi mereka merasa berkuasa, membuat aku merasa tidak

dihargai oleh orang di lingkungan baru ini.

57. Peneliti :Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman baru di

lingkungan tempat tinggal (kos) anda?

Informan :Karena ke Yogyakarta cuma berdua sama pacar jadi

pertama disini belum tahu mana-mana belum kenal siapa-

siapa, cari alamat kos keliling-keliling Jogja juga nyarinya

berdua sama pacar, apa-apa sama pacar walau memang

kita kosnya masing-masing tapi masih satu universitas

hanya berbeda jurusan saja, di kos juga sama penghuni

sebelah kamar paling cuma sebatas tahu gitu saja sampai

Comment [CS87]: Gjl &Rea

Comment [CS88]: Intrnl

Comment [CS89]: Gjl &Rea

Page 211: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

sekitar 1 semester tanpa deket sama teman kelas, lama-

lama itu bosan dengan keadaan seperti itu yang monoton,

karena tidak bersosialisasi, tidak berinterasi dengan

tetangga kamar kos makin terasa sepinya dan aku mulai

berpikir tidak bisa kalau begini terus nih, mau tidak mau

aku memang harus memulai perkenalan dengan siapa-

siapa untuk mengubah suasana agar punya teman, coba-

coba dari berkenalan sama satu orang tetangga kos yang

sekiranya punya logat yang sama sepertiku yang sumatera-

sumatera gimana kan aku paham sama ciri khas kami

paling ya tidak berbeda jauh tetaplah utamakan untuk

selalu mencari orang yang berasal dari daerah yang sama

dengan aku kalau pahit-pahitnya tidak dapat apa boleh

buat orang lokalpun terpaksa jadilah sudah tak mengapa.

Aku begitu kan karena tidak mau salah cari kenalan terus

malah garing, tak nyambung, kaku tidak meyenangkan

malah jadi tambah malas kan. Untungnya untuk saat ini

aku sudah berhasil kenal dengan tetangga kos dia dari

Bengkulu nah sekarang teman cari makan sudah tidak

100% dengan pacarku terus. Sekarang malah punya

kelompok teman-teman sendiri ya walau tidak murni dari

daerahku tapi setidaknya kami satu pulau yang samalah

ada yang dari Lampung, Padang, Riau, Jambi macam-

macamlah awalnya cuma kenal sama satu orang saja lama-

lama bertambahlah link kami karena waktu ya tidak

sengaja bertemu di gereja kita berkenalan ada juga yang

dikenalkan lalu kami saling mengenalkan satu sama lain

kan dan akhirnya sekarang teman-teman sumateraku

banyak. Itu berkat tetap cari teman yang satu pulau jadinya

seru, tidak mainstream, orang Jogja kadang suaranya

halus-halus ya takutnya logat aku kasar suara aku yang

tinggi ini membuat mereka ilfeel atau parah-parahnya

melukai mereka karena aku juga tabiatnya keras

berbanding terbaliklah rasanya.

58. Peneliti :Apakah anda menemukan kendala mengenai penyesuaian

belajar yang anda temukan selama berada di lingkungan

baru (kota rantauan Yogyakarta)?

Informan :Iya dulu benar-benar kaget ya kalau di SMA guru

berhalangan hadir mungkin hanya karena sakit atau ada

Comment [CS90]: Ekstrnl

Page 212: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

keperluan yang tidak akan lama tidak seperti di

perkuliahan dosen banyak tidak hadir mendadak karena

harus keluar kota, atau malah keluar negeri yang memakan

waktu berhari-hari dan gantinya adalah tugas yang

teramat menggunung yang di kelola oleh ketua kelas setiap

harinya untuk dikumpulkan tepat pada waktu yang di

tentukan, belum lagi aku merasa minder dengan teman

yang lain yang ku rasa mereka sangat mudah menerima

materi, memahami, dan menyerap materi yang diberikan

sehingga mereka tanpak begitu ringan mengikuti

pembelajaran dan mengerjakan tugas dari dosen, itu

sangat berpengaruh untukku membuatku kurang percaya

dengan hasil kerjaanku sendiri jadi setiap selesai

mengerjakan tugas semalam suntuk besok paginya aku

buru-buru cari teman untuk menyocokkan jika ada yang

beda aku akan banyak tanya ke dia kukejar terus dari mana

hasilnya dia bisa dapat segitu cuma lama-kelamaan aku

pasrah saja karena lelah dengan tugas. Aku juga kesal

dengan sistem pembelajaran di perkuliahan sebenarnya

memang baik setelah diberikan materi maka dosen

memberikan tugas sebagai praktik langsung sejauh mana

mahasiswa mampu memahami materi yang telah diberikan

cuma ya kalau satu makul saja sudah ada tugas dan makul

lain juga ada tugas yang ada tugas itu selalu mengalir

tiada jeda membuat mahasiswa kebanjiran tugas endingnya

mahasiswa kebingungan, kerepotan dan endingnya

mahasiswa yang pas-pasan macam aku ini jadi malas, dan

jurus terakhirnya mengandalkan teman untuk

mengerjakannya

59. Peneliti :Apakah terdapat kesenjangan kebudayaan yang anda

rasakan selama berada di lingkungan baru (kota rantauan

Yogyakarta)?

Informan :Yogyakarta itu adat Jawanya kental, kalau bicara dengan

orang pribumi, bahasa yang mereka pakai sudah pasti

bahasa Jawa, terus nada bicaranya lembut sampai nyaris

tak terdengar malah. Dulu aku sempat stres juga, serasa

jadi orang tuli sampai mesti tanya berkali-kali baru jelas.

Kupikir mereka belum makan jadi tidak punya tenaga untuk

berbicara lantang yang jelas didengar ternyata tidak

Comment [CS91]: Ekstrnl

Page 213: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

memang begitulah mereka. Aku ada pengalaman besar di

semester awal dulu sempat jadi kesalahpahaman antara

aku dengan salah satu teman kelas yang pribumi asli Jogja

dia itu cewek jadi gara-garanya karena aku masih

kebiasaan kan intonasiku yang kasar belum bisa langsung

menyesuaikan sama dia yang tuan rumah, mungkin aku

merasa itu biasa saja ternyata dia salah mengerti dia kaget

katanya saya membentaknya lalu menangislah dia, aku

langsung panik lalu minta maaf secepatnya menjelaskan

kalau bukan itu maksudku.

60. Peneliti :Bagaimana cara anda memahami adat istiadat budaya

orang-orang pribumi Yogyakarta saat bulan-bulan pertama

tinggal di Yogyakarta? Apakah anda merasakan adanya

perbedaan yang mencolok dengan daerah asal anda?

Informan :Ya awalnya aku memang sempat tidak paham terhadap

adat istiadat orang Jogja yang begitu kompleks bermacam-

macam ada yang terlalu ramah dan itu membuatku berpikir

jelek tentang mereka, mereka itu memang ramah atau mau

tahu urusan orang contohnya saja tuan rumah kos aku tiap

aku mau keluar kos kebetulan bertemu dia di gerbang dia

selalu dan pasti akan bertanya kepadaku mau pergi mas?

Atau mau kemana mas? Itu aku awalnya biasa saja lama-

lama risih dengarnya kok mau tahu saja urusan orang.

Diluar itu aku tetap berusaha memahami adat istiadat

budaya di Yogyakarta secara umum saja seperti berusaha

sopan, jaga sikap, ikut aturan, tidak terlibat urusan orang

lain, itu saja sudah titik aman walau dalam hati wah kok

begini kok begitu, malas, tidak rela dan sebagainya tapi

kita kan harus mengcover itu agar orang lain tidak tahu,

mau bagaimana pun aku harus ingat kalau aku disini tamu

jadi tidak bisa berbuat berperilaku seenaknya, ya berusaha

sadar diri saja, kalau masalah perbedaan kebiasaan

budaya antara sini dengan tempat asalku ya itu memang

pasti membingungkan cuma ya sudah mau bagaimana lagi

lama-lama juga paling akan bisa terbiasa, gampangannya

tidak terlalu dipikirkan mengalir saja. Bukan

menggampangkan hal yang harusnya memang aku

khawatirkan sih apalagi aku pendatang harus tau etika

pendatang apa saja. Kalau dipikir-pikir itu tambah-tambah

Comment [CS92]: Ekstrnl

Comment [CS93]: Ekstrnl

Comment [CS94]: Hsl Adpt

Page 214: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

pengalaman bukan? Bedanya kalau disini kan tanah Jawa

jadi semua-semuanya ya Jawa asli, bahasanya diantara

kami berbeda, karakter orangnya diantara kami juga beda

pokoknya semuanya berbeda jelas itu mencolok kalau kami

berbeda.

61. Peneliti :Saat berada dibulan-bulan pertama perantauan apakah

anda sering membandingkan lingkungan baru di

Yogyakarta tempat rantauan dengan daerah asal dari tempat

anda sendiri?

Informan :Yang jelas budaya ya itu beda sama sumatera, logatnya,

intonasinya, karakter orangnya, cuacanya disini panas,

kering sekali ditenggorokan sampai mudah dehidrasi berat

aku rasanya, debunya ampun Tuhan, jarang ada pohon,

kebun, rumah-rumah saling menempel, macet, jauhlah

tidak seperti di daerahku sana dipematang siantar, lebih

nyaman daerah sendiri dibandingkan sini. Belum lagi yang

membuat stress berat itu rasa makanannya, apa-apaan

masakan disini rasanya manis seperti kolak saja mual aku

dibuatnya. Bagaimana bisa tertelan kalau rasanya sudah

membuat perut menjadi mual. Susah betul mencari menu

yang cocok dengan lidah kami kalau tidak kerumah makan

padang atau rumah makan khusus yang punya menu

daerah sumatera. Walau mahal untuk kantong mahasiswa

tak mengapalah asal perut kami terisi tidak kurus karena

masalah mulut. Tapi dibalik itu fasilitas sarana-prasarana

kota Jogja memang jauh lebih bervariasi macamnya,

tempatnya memang ramai akan pengunjung persis seperti

berita di televisi, obyek wisatanya banyak, banyak hal baru

disini yang bisa dicoba untuk tambah pengalaman dan

cerita untuk dibagi dikampung halaman agar tidak kuper.

62. Peneliti :Sesampainya di tempat rantauan apakah anda dapat

segera mengkondisikan diri anda dengan lingkungan baru

anda? Apakah anda merasa nyaman dengan lingkungan

rantauan anda?

Informan :Di awal kedatanganku aku merasa bisa santai mau seperti

apa kondisi lingkungan baruku di Jogja yang penting disini

aku tidak sendiri kan ada pacarku yang sama budayanya,

jadi tidak benar-benar seakan tersesat ditempat asing,

kalau apa-apa aku hadapi berdua sama dia. Hanya

Comment [CS95]: Ekstrnl

Page 215: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

memang diawal datang itu butuh waktu untuk rileks, tidak

dipungkiri ya walau aku cowok tapi perasaan gerogi,

gugup, tidak percaya diri karena berada ditempat asing,

merasa sendiri tidak ada kelompok teman-teman yang

biasa bersamaku itu ada. Aku merasa benar-benar telah

kehilangan jati diri selama berada di lingkungan baru ini,

tidak ada orang tua hanya ada pacar itupun berbeda

jurusan denganku, disini aku kehilangan semuanya ya

walau tidak secara langsung tapi aku kehilangan sosok

orang-orang yang telah lama kukenal sebelumnya orang-

orang yang familiar dikampung halaman. Ini hal-hal yang

tidak kuperhitungkan saat memutuskan untuk merantau,

tapi kalau aku tidak merantau bagaimana pacarku kasian

dia jika tanpaku menjalani semua ini sendiri di sini bisa

gila dia nanti. Semua ini berat dan beratnya tidak seperti

yang kami berdua bayangkan saat memutuskan untuk

merantau, dari yang kami kira mudah ternyata tidak

semudah perkiraan. Masalah membiasakan diri dengan

budaya Jogja itu perlahan lahan ya sedikit-sedikit

berusaha menyesuaikan, disini kan merantau, bertamu

ditempat orang jadi harus berusaha tau bagaimana aturan

mainnyalah. Tujuan awal kan merantau gunanya memang

biar mandiri jadi ya hadapi dengan senyuman dan

berusaha adaptasi saja, kalah jumlah jangan bertingkah

konyol disini itu kalau tidak mau cari masalah. Sekarang

hasilnya juga aku bisa-bisa saja kan melewati berapa

semester walau memang jatuh bangun, rumit dan

menyebalkan. Dari awal dulu aku sudah berusaha untuk

semangat ya, apalagi kan disini berdua jadi saling

menyemangati memberikan motivasi. Aku tidak boleh

banyak mengeluh ya karena memberikan contoh untuk

pacar, apa jadinya jika pacar tidak semangat tidak nyaman

dan akupun demikian yang ada bisa-bisa kami balik

kekampung dan entah kembali ke Jogja atau tidak. Mau

bagaimanapu tetap berbeda ya baik budaya, suasana, dan

apapun itu antara tempat perantauan dengan kampung

halaman sendiri. Hal itu benar-benar berpengaruh dengan

masalah kenyamanan.

63. Peneliti :Bagaimana kondisi kesehatan anda pada bulan-bulan

Comment [CS96]: Intrnl

Page 216: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

awal di tempat rantauan?

Informan :Sering mudah lelah, tenaga terporsir mungkin karena

tegang tidak rileks, sering kembung, masuk angin, yang

lain mudah terkena flu, sariawan, masalah gangguan

pencernaan dulu sering sekali sembelit, daya tahan itu

menurun ya mungkin karena tidak dirumah sendiri ya jadi

tidak ada yang merawat kalau dirumah kan ada ibu jadi

apa-apa sudah tersedia.

64. Peneliti :Mengenai pola makan, menu dan rasa masakan khas

Yogyakarta apakah anda menemukan kendala di tempat

rantauan?

Informan :Karena sering menonton wisata kuliner jadi kalau soal

rasa masakan Jogja aku sedikit punya bayangan

bagaimana makanannya, masakan khasnya Yogyakarta

saja gudeg dan itu sudah terkenal sebagai masakan yang

memiliki rasa manis nah karena disini khasnya manis dan

sama sekali tidak pedas sedangkan selera lidah cenderung

pedas asin. Buruknya lagi disini warung-warung makan

rasanya sama saja semuanya dominan manis sepertinya

mereka memasak tanpa cabai namun memasukkan gula ke

setiap masakannya ya heran betul sama orang sini

makanan manis seperti itu mereka bisa suka. Repot pilih-

pilih makanan sampai akhirnya kalau makan larinya ke

warung makan Padang atau burjo makan mie instan

buatan sunda yang amazing rasanya kalau tidak ya sedia

ganjalan perut dikamar itu roti kan kalau roti rasanya

dimana-mana sama saja atau hunting kemana-mana

sampai ketempat mahal pun jadilah tak mengapa sekalian

hunting jalan-jalan sama pacar. Nah untungnya kalau

sekarang sudah bisa membiasakan lidah untuk nyesuaikan

masakan sini. Bosan kan kalau terus-terusan makan ke

warung makan Padang, ke burjo terus, kalau harus hunting

terus juga malas jalan makan jauh-jauh.

65. Peneliti :Mengenai pola tidur anda pada bulan-bulan awal di

Yogyakarta, apakah anda menemukan kendala di tempat

perantauan?

Informan :Waktu awal semester dulu aku insomnia, entah kenapa

jadi susah tidur. Padahal kalau dirumah paling malam aku

tidur jam 10 karena paginya harus sekolah tidak boleh

Comment [CS97]: Ekstrnl

Comment [CS98]: Ekstrnl

Page 217: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

terlambat. Disini walau mahasiswa kan jam kuliah tetap

ada yang pagi juga tapi entah kenapa susah aku

memanagenya. Aku tidur pasti larut kadang kalau sudah

susah tidur kupakai untuk mengerjakan tugas, baca-baca

hasil catatan dikampus tadi nah kalau sudah untuk

membaca barulah rasa kantuk datang dan tidurlah aku,

begitu terus sampai sekitar semester awal kuliah, tapi

hasilnya IPK disemester awalku diatas 3,5.

66. Peneliti :Bagaimana komunikasi anda di tempat perantauan

dengan keluarga anda di kampung halaman? Tiap berapa

bulan anda pulang kekampung halaman? Apakah anda

sering merasa home sick atau mudah rindu kampung

halaman?

Informan :Komunikasi sampai detik ini lancar-lancar saja kok,

selancar uang bulanan. Dari dulu sampai sekarang kalau

pulang yaa cuma pas liburan saja karena memang

menunggu libur yang benar-benar panjang, karena

mengingat ongkos PP mudik yang tidak murah sehingga

tidak bisa menyianyiakan besarnya dana mudik yang

keluar. Homesick itu pasti ya tidak dia anak kuat, tegar,

mandiri, anak manja, anak rumahan sama saja pasti akan

merasakan homesick, sangat ingin pulang, mendadak

melankolis, rindu dengan suasana rumah, teman-teman

dikampung halaman, rindu dengan masakan rumah, rindu

dengan kamar, bahkan hal kecil pun dapat kurindukan.

Kupikir wajar sekali itu terjadi pada kami perantau.

Kenyataan memang tidak selalu mudah utnuk dijalani.

67. Peneliti :Adakah pengalaman sosial budaya di Yogyakarta yang

membuat anda stress pada bulan-bulan awal di

Yogyakarta?

Informan :Pengalaman sosial budaya yang membuat stress itu

namanya merantau itu kan mau tidak mau menjalankan

aturan yang berlaku disini ya ditempat kos, daerah kos aku

itu daerah pemukiman yang padat, yang ada jam

siskamlingnya, ada plang jalan sesuai jam malam,

kebayang kan bagaimana sifat penduduknya tu mereka itu

kejawen. aku itu tipe orang yang cuek tapi disini dituntut

peka dengan lingkungan sekitar. Yang biasanya malas-

malasan untuk bertegur sapa disini karena bapak kosku

Comment [CS99]: Gjl & Rea

Comment [CS100]: Ekstrnl

Page 218: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

orang Jogja yang ramah dan punya hoby nyapa ya mau

tidak mau balas sapaannya, balas senyum pula, mungkin

karakter orang Jogja itu suka basa-basi. Apa ya mungkin

karena perbedaan budaya kadang suka jengkel sih pas

awal dulu kalau mengajak mereka bicara lalu menyelipkan

candaan yang biasa aku lakukan dengan teman-teman

disiantar itu juga aku lakukan agar obrolan aku dengan

orang sini bisa hangat eh ternyata mereka tidak nyambung,

garing. Kesini-kesini aku yang mulai sadar kenapa mereka

tidak nyambung ya karena mereka pun tidak paham dengan

maksud arah candaanku, dan itu berarti memang aku pun

salah.

68. Peneliti :Pernahkah ada masalah dengan teman-teman baru anda

yang merupakan masyarakat pribumi Yogyakarta?

Informan :Waktu awal dulu itu ya karena belum bisa menerima

karakter orang-orang disekitar baik dilingkungan kampus

maupun kos yang sering buat aku merasa kurang nyaman

yang cenderung kearah jengkel keorang-orang pribumi ya,

yang kadang mereka itu masih kebiasaan berbahasa Jawa

kesemua orang tanpa pandang bulu padahal jelas-jelas aku

bukan orang Jawa jadi aku tidak paham artinya, kalau

menurutku itu ya menyebalkan harusnya kan mereka

bisalah bedakan mana perantau mana bukan, kadang

pernah ada salah paham dengan mereka tapi tidak dalam

waktu lama, yaa semua itu mungkin karena aku masih

sensitif belum terbiasa dengan kemajemukan karakteristik

budaya dilingkungan baruku saja sih. Aku juga sering

bingung saat hendak memulai pembicaraan dengan teman-

teman yang jelas perbedaan karakternya diantara kami,

kikuk mau bagaimana mengawali pembicaraannya.

69. Peneliti :Jika anda mengalami kendala di daerah rantauan

mengenai sosialisasi terhadap masyarakat pribumi

Yogyakarta lalu bagaimana anda mengatasinya?

Informan :Jika ada kendala ya pasti karena masalah perbedaan,

perbedaan latar belakang budaya, perbedaan bahasa,

perbedaan ekspresi wajah, isyarat, perbedaan iklim cuaca,

masakan apapun itu semua begitu kompleks dan berkaitan

dengan respon balik dari individu perantau yaitu aku. Itu

berat tapi ya dihadapi, yang selama bisa diatasi ya segera

Comment [CS101]: Gjl & Rea

Comment [CS102]: Hsl Adpts

Comment [CS103]: Gjl & Rea

Comment [CS104]: Ekstrnl

Page 219: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

selesaikan dengan baik, yang penting tidak mengganggu

pikiran dan kuliah saja. Dulu pas awal masalah sosialisasi

ya berkutat pada masalah mencari link pertemanan entah

itu dikampus entah di kos. Dulu aku berpikir kalau

berteman dengan orang Jawa yang asli Jogja itu pasti ribet

ya karena mereka karakternya berbeda denganku, aku

malas untuk memahami mereka yang unik itu akhirnya

memberikan jarak dengan mereka dan berusaha mencari

kenalan orang perantau yang sama sepertiku namun

ternyata anggapanku itu salah. Penyesalan itu adanya

dibelakang.

70. Peneliti :Dengan teman kampus anda yang merupakan masyarakat

pribumi Yogyakarta apakah mereka membantu anda

untuk bersama-sama menghadapi persoalan penyesuaian

diri pada saat awal kedatangan anda di tempat rantauan

(Yogyakarta) ?

Informan :Kalau awal sih tidak ya karena kami masih cupu-cupunya,

malu-malu, masih gengsi-gengsian, jaga image, sama-sama

kurang nyaman satu sama lain, canggung, cemas, tegang,

grogi jadi itu menimbulkan jarak diantara kami kami

berinteraksi juga pas perlu penting saja ya seputar

menanyakan tugas, ruangan kuliah, jam kuliah selebihnya

kaku. Mungkin aku yang terkesan tidak mengungkapkan

diri terlalu banyak kepada orang lain, aku juga tidak

pernah membaur dengan salah satu diantara mereka

membuat mereka secara langsung sadar kalau aku tidak

mau terlalu banyak berinteraksi diluar kepentingan

perkuliahan, mereka jadi segan sama aku, menegur pun

hanya sekedar basa-basi. Bukan kenapa-kenapa tapi aku

bingung dan tidak nyaman ketika akan berinteraksi terlebih

itu dihadapkan pada konteks berbedaan budaya pula kan,

sehingga aku enggan untuk berinteraksi dengan orang-

orang yang ada di lingkungan baru

71. Peneliti :Ceritakan bagaimana hubungan anda dengan teman-

teman baru di Yogyakarta? Apakah ada kendala?

Informan :Dulu iya canggung ya tapi sekarang sudah baik kok, aku

kenal lalu akrab sama temen-temen kampus itu kalau tidak

salah semester 2 atau semester 3 an, karena 1 semester

sendiri aku merasa belum butuh teman ya kalau mau apa-

Comment [CS105]: Gjl & Rea

Page 220: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

apa cuma sama pacarku, keperpus cari buku, baca buku,

buat tugas, kekantin pun berdua, kami tinggal

menyesuaikan jam kuliah untuk bertemu ya sudah gitu terus

ya sampai akhirnya sosialisasi sama temen-temen jadi

terabaikan dan terlambat, malas memulai perkenalan

dengan orang-orang baru, takut ini takut itu namanya juga

merasa asing dilingkungan baru jadi perasaan negative

dengan mereka itu gampang muncul. Sekarang setelah aku

mulai berinteraksi, mau berkomunikasi dengan orang lokal

itu sedikit banyak muncul pemahaman akan hal-hal yang

dulunya aku tidak tahu sekarang jadi oh begitu ya ternyata

jadi ini semua masalah toleransi, menghargai perbedaan,

tidak semua orang jawa itu freak. Orang Jawa pada

dasarnya sama seperti kami di Sumatera ada yang tahu

sopan santun ada yang tidak, ada yang seenaknya ada yang

tidak dan yang selama ini aku pikir jika ia berbahasa Jawa

maka ia adalah orang lokal Jogja ternyata salah. Di Jawa

walau bahasanya sama-sama Jawa tapi setiap kota atau

daerah memiliki perbedaannya masing-masing entah itu

kelebihannya maupun kekurangannya. Kalau umumnya

yang benar-benar asli orang lokal Jogja itu malah

cenderung tinggi nilai toleransi, sopan santun, tutur kata

halus dan mau menghargai itu yang membedakan orang

Jawa sama orang Jogja, tidak semua orang Jawa itu orang

Jogja lho ternyata. Nah pusing kan tapi yang paling pusing

itu bahasanya, bahasa yang pribumi pakai itu kan bahasa

Jawa, itu disini ternyata ada variasinya kalau bahasa jawa

yang biasa dipakai untuk kalangan usia sepantaran beda

lagi sama bahasa Jawa yang dipakai kalau mereka yang

orang Jawa usia muda sedang berkomunikasi dengan

orang-orang tua dan itu rumit sekali aku angkat tangan

tidak paham artinya, mereka ngejek ngolok-ngolok parah

aku saja lah pakai bahasa itu berani bertaruh aku paling

cuma pasrah karena tidak paham paling kubalas mereka

dengan bahasa batak yang mereka tidak tahu artinya

sekarang jatuhnya dibuat becanda ya lucu-lucuan karena

urusan akademik saja sudah berat jadi buat apa seperti

anak kecil yang mempermasalahkan masalah kecil tentang

perbedaan, kasian Ir. Soekarno menangislah ia dalam

Comment [CS106]: Gjl & Rea

Page 221: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

kubur nanti susah-susah menyatukan Indonesia tapi

generasinya malah saling pecah. Kalau boleh berbangga

sekarang aku tahulah sedikit bahasa jawa dan bisa-bisaan

bicara bahasa Jawa tapi hanya bahasa Jawa yg kasar koko

apa ya namanya kalau tidak salah. Terus selain pribumi

Jogja yang unik, mereka mau mengajarkan aku budaya

mereka yang membuatku mengurangi pandangan burukku

selama ini dengan mereka.

72. Peneliti :Apakah anda mengalami berbagai permasalahan

ketidaknyamanan dengan lingkungan rantauan anda?

Apakah kini anda dapat menyesuaikan diri dengan di

tempat rantauan tersebut?

Informan :Waktu awal kuliah semester 1 dulu aku masih susah payah

untuk sosialisasi, jadi penyesuaian diri ya dijalani secara

alami ya karena itu butuh proses, aku juga tidak mau

terlalu tegang memaksakan diri untuk langsung bisa

adaptasi dengan daerah baru. Pastinya juga tidak cuma

aku yang bingung menyesuaikan diri dengan lingkungan

baru dengan suasana pertemanan yang berbeda di

perguruan tinggi yang serba didik untuk mampu berpikir

secara luas dan tanggap dengan masalah sosial yang

terjadi lingkungan sekitar, anak sekelas yang perantau juga

pastinya sama sepertiku kami mengalami masalah ganda

menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat tinggal kos

yang berbeda suasana dengan rumah dikampung halaman

belum lagi harus menyesuaikan diri dengan lingkungan

pertemanan dikampus dengan perbedaan budaya yang

melekat antara kami dengan pribumi daerah rantauan. Jadi

mungkin wajar jika ada mahasiswa perantau yang masih

membawa budayanya dan kelepasan masih menerapkan

budayanya di tanah Jogja bukan arogan tapi memang

mental setiap orang itu berbeda satu sama lainnya meski

kami sama-sama mahasiswa perantauan butuh waktu. Tapi

itu dulu setelah jalan semester 2 ya lumayanlah bisa saling

melunak, mau untuk saling menyesuaikan, mau saling

menghargai tidak kaget-kagetan seperti jaman awal

semester malah saling ejek-ejekan berpikir perbedaan ada

untuk dibesar-besarkan sekarang sudah mulai bisa tukar

pikiran sama teman-teman lokal dan itu membantu

Comment [CS107]: Hsl Adpts

Page 222: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

memperbaiki penyesuaian diri kearah yang lebih baik lagi

ya diatas kemajemukan budaya. Apa ya yang jelas tenyata

benar merantau itu membantu sangat sangat membantu

proses pendewasaan dan memantapkan jati diri karena

berkat merantau aku dapat pengalaman positif yang

bermanfaat berjalannya waktu merantau itu mengarahkan

aku untuk tahu sopan, nada bicara juga tidak seperti dulu

yang intonasi tinggi, kalau lagi mengobrol dengan orang

lokal jadi bisa santai aku bisa menyisipkan bahasa Jawa

sedikit-sedikit walau belum lancar setidaknya sekarang aku

tahu arti bahasa Jawa walau tidak banyak, tau tata krama,

yang kesemua itu karena terbawa dengan teman-teman

yang pribumi. Walau awalnya memang gengsi tapi

kelamaan mau tidak mau aku memang harus bisa merubah

kebiasaan di daerah asalku seperti mengurangi berbicara

dengan nada tinggi menjadi sedikit lembut, lalu kalau di

jalan bertemu dengan bapak atau ibu kosku yang cerewet

suka basa-basi bertanta, kebetulan mereka juga sudah

sangat berumur dan orang Jogja asli, ya harus timbale

balik ramah menyapa mereka tidak asal lewat begitu saja,

kalau tidak alhasil dulu pernah diceramahin, diomong-

omongin tidak baik juga dibilang tidak tau sopan santun

dsb, awalnya ya sangat kesal sekali kenapa harus

menyesuaikan sama lingkungan baru segala seakan

memaksa sekarang baru sadar kalau semua ada

manfaatnya buatku

73. Peneliti :Bagaimana sikap dan pandangan anda tentang

berbagai masalah kemampuan beradaptasi dalam berusaha

mengurangi pengaruh culture shock pada diri anda selama

ini?

Informan :Apa ya dibuat nyantai saja sih nanti juga lama-lama juga

akan terbiasa sendiri menerima perbedaan yang ada disini.

Seperti sekarang ini aku sudah lebih dari setahun tinggal

di Jogja, buktinya ya sudah tidak kaget, sama teman kelas

sekarang bisa jadi kenal semua, kalau dulu kan apa-apa

maunya sama yang sedaerah, kalaupun sama teman

kampus pun pilih yang sekiranya cocok dengan karakterku

tapi sekarang bisa ngobrol bareng, tidak pilih-pilih lagi. Di

kos juga sudah biasa saja, dengan budaya disini atau

Comment [CS108]: Hsl Adpts

Page 223: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

orang-orang asing disekitarku sekarang sudah terasa biasa

justru malah sedikit banyak mempelajari, mengikuti dan

lumayan terbawa dengan kebiasaan baru disini. Intinya

sudah nyaman sama semua-semua disini, kalau boros buat

makan atau nongkrong sudah tidak parah seperti awal-

awal dulu terus masalah rutinitas mudik sekarang jadi

lebih santai, malah kalau sudah di rumah ingin segera

kembali di Jogja. Di kampung itu sepi tidak ada tempat-

tempat hiburan. Pokoknya sekarang jadi kebalikannya.

Yang jelas dari diri kitanya juga harus mau ya mencoba

tidak batasi diri untuk bergaul dengan teman yang pribumi,

jauhkan pemikiran tentang budaya siapa yang lebih baik

diantara kita itu akan semakin membuat diri semakin

terlihat bodoh menyikapi perbedaan.

Page 224: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

HASIL WAWANCARA

CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA

PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Informan 6

Tanggal wawancara : 23 November 2013

Waktu : 10.00 WIB

Lokasi wawancara : Gedung Rektorat STIE YKPN

Keadaan informan

A. Identitas Informan

Nama : KMG

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 20 Tahun

Agama : Hindu

Asal daerah : Bedugul Bali

Suku/ etnis : Bali

Jenis bahasa daerah : Bali

Universitas : STIE YKPN

Mahasiswa semester : 5

B. Hasil wawancara dengan mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa

yang sedang berkuliah semester lanjut di Perguruan Tinggi Yogyakarta.

1. Peneliti :Berasal dari daerah mana, suku atau etnik, bahasa daerah

dan sejak kapan anda merantau ke Yogyakarta?

Informan :Asal daerah Bedugul Bali Suku Bali bahasa daerah ya

Bali. 2011 sekitar bulan April

2. Peneliti :Mengapa anda memilih untuk merantau ke Yogyakarta?

Apa alasan dan motivasi anda memilih menjadi seorang

mahasiswa perantauan? Apakah anda sebelumnya pernah

memiliki pengalaman merantau kedaerah/ propinsi lain?

Informan :Ya karena Yogyakarta memang sudah lama dikenal

sebagai kota pelajar dengan banyak pilihan universitas dan

jurusan yang tersedia, tidak hanya itu kualitas perguruan

tingginya jauh lebih baik dibanding perguruan tinggi

didaerahku. Biaya hidup di Jogja juga lebih terjangkau

dari kota-kota pendidikan lain seperti kota Bogor,

Comment [CS109]: Asl

Comment [CS110]: Sk Etnk

Comment [CS111]: Bhs Daerh

Page 225: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Bandung, Semarang, Surabaya, Malang, dan Jakarta. Lagi

pula kebetulan disini ada om di Banguntapan jadi kalau

misalnya disini aku kenapa-kenapa ada yang tolongin.

Juga karena memang ingin bisa lebih berkembang, tahu

mana-mana, tambah-tambah pengalaman luas. Yang pasti

selain disini terdapat banyak perguruan tinggi, kualitas

perguruan tinggi di pulau Jawa dinilai lebih baik

dibanding perguruan tinggi di luar pulau Jawa.

Pengalaman belum pernah jadi ini kali pertama aku

merantau seumur hidupku, lagipula merantau itu fenomena

biasa yang lumayan banyak dilakukan di Indonesia,

merantau keluar daerah yang tujuannya untuk berkuliah

ada juga yang merantau untuk bekerja jadi waktu itu aku

berpikir kalau walaupun ini pengalaman pertama merantau

buat aku, aku tidak perlu takut karena pasti ditempat

rantauanku nanti akan ada orang-orang yang senasib

denganku yang sama-sama perantauan.

3. Peneliti :Siapakah yang mendorong anda untuk melakukan

merantau? Lalu apakah anda sudah memperkirakan

bagaimana tempat yang akan anda rantau tersebut?

Informan :Keinginan sendiri, orang tua hanya memberi dukungan

dan motivasi saja karena mereka paham niatku sejak lulus

SMA untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih

tinggi, kalau untuk merantau mereka memberiku pilihan

penuh ditanganku. Ya walau pernah ke Jogja tapi kalau

memperkirakan seperti apa situasi dan keadaan di Jogja itu

belum, yang kutahu hanya Jogja itu pasti suatu daerah

yang akan Jawa sekali dan aku pun tidak paham bahasa

mereka tapi yang perlu aku akui adalah Jawa itu budaya

yang terkenal buktinya orang Jawa banyak yang merantau

menyebar kepenjuru nusantara.

4. Peneliti :Sebelum anda merantau apakah anda sudah pernah

datang mengunjungi Yogyakarta atau memiliki bayangan

bagaimana lingkungan baru anda? Lalu bagaimanakah

perasaan anda saat sudah berada di tempat perantauan?

Merasa kagetkah?

Informan :Dulu sekeluarga pernah berkunjung ke Jogja itu pun kami

tidak lama di Jogja, jadi bukan yang memang bisa kesana-

sini main-main berwisata keliling kota Yogyakarta karena

Comment [CS112]: Alsn

Comment [CS113]: Alsn

Page 226: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

kami ke Jogja untuk acara nikahan om yang terlibat cinlok

dengan teman kuliahnya lalu menikah dengan orang asli

Jogja dan menyaksikan acara nikahan om yang

menggunakan adat Jawa saja aku sudah bisa menilai

setidaknya ada gambaran kalau Jogja itu berada di Pulau

Jawa yang sudah pasti lingkungan baruku akan kental

dengan nuansa adat budaya Jawa selain itu Jogja adalah

kota besar dengan banyak pilihan perguruan tinggi

berkualitas. Kalau perasaan sudah sampai disini itu

senang, karena awalnya sempat takut tidak lulus seleksi

masuk STIE YKPN karena tetap ya Yogyakarta itu kan kota

pelajar yang jelas menarik perhatian para calon

mahasiswa perantau lain buat berkuliah disini, hal itu kan

pasti memicu tingginya tingkat daya saing masuk

perguruan tinggi di Yogyakarta. Kagetnya itu meski

Yogyakarta sudah menjadi kota yang maju, kota yang

multicultural karena efek pendatang yang beragam dari

penjuru nusantara bahkan turis asing pun juga datang

kemari namun kenyataannya masyarakat Jogja masih tetap

melestarikan budayanya ya dari bahasa, tatakrama, moral,

nilai, guyup rukun, lalu suasana adat yang kental masih

terpelihara dengan baik dan memusat di kraton Yogyakarta

yang terselenggaranya di dukung penuh oleh antusias

masyarakatnya jika ada buat aku itu hal yang keren!

Jarang-jarang kan apalagi ini jaman berkembang sedang

maju-majunya peradaban teknologi dan gaya hidup serba

hedonism yang membuat orang-orang ingin nampak

modern lalu mereka latah bergaya kebarat-baratanlah,

lupa adatlah, lupa jati dirilah.

5. Peneliti :Jalur penerimaan mahasiswa apa yang anda tempuh

untuk akhirnya anda bisa masuk dan di terima di Perguruan

Tinggi Jogja?

Informan :Waktu itu aku tidak pakai ujian macam seleksi test aku

masuk itu langsung saja tanpa basa-basipakai nilai raport

SMA, terdiri dari hasil nilai kelas X,XI dan XII lagi pula

nilaiku selama SMA termasuk bagus setidaknya tidak ada

angka di bawah 7. Lumayan untuk di banggakanlah.

6. Peneliti : Dimana dan dengan siapa anda tinggal di tempat

perantauan kota Yogyakarta ini? Berikan alasannya?

Page 227: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Informan :Walaupun disini ada om tapi aku lebih memilih kos

soalnya jadi lebih santai, beruntung aku mendapatkan

informasi dari internet ya browsing cari informasi kosnya

orang Hindu-Bali di Jogja lalu catat contact personnya,

ternyata benar aku mendapatkan kos dengan para

penghuni kos yang beragama sama sepertiku Hindu dan

rata-rata berasal dari daerah yang sama denganku ya

walaupun saat pertama kali datang di kos itu aku sendiri

belum mengenal satupun dari mereka sebelumnya, tapi

sejak awal mereka sangat welcome denganku dan itu

membuat aku nyaman berada disini, terlebih dengan

mereka membuat suasananya seperti masih sedang berada

di Bali, menjalankan ibadah sehari-harikupun aku jadi

lebih nyaman. Kenapa aku serius mencari kos yang sesuai

dengan agama dan suku budayaku ya itu karena menurutku

orang-orang Yogyakarta yang mayoritas muhammadiyah

tidak mengerti nilai-nilai budaya aku jadi agar terhindar

dari perselisihan masalah budaya, etnik dan suku bangsa

aku memilih untuk mencari kos yang khusus bali saja agar

leluasa dalam menjalankan ibadah sehari-harinya. Kan

kami orang hindu kalau bersembahyang pasti

menggunakan dupa, bunga dan lain sebagainya takutnya

kalau aku kos di sembarang tempat yang biasa mereka

akan memberikan peraturan ini itu karena terganggu kan

bisa saja itu terjadi, sudah aku terganggu mereka juga

terganggu jadi sama-sama terganggu maka baiknya

antisipasi dengan carilah kos yang homogen kalau tidak

ada perbedaan kan meminimalisir terjadinya masalah.

7. Peneliti :Bahasa apa yang biasa di pakai dalam keluarga? Lalu

bahasa apa yang anda gunakan untuk berkomunikasi

dengan orang-orang baru di Yogyakarta?

Informan :Karena berada ditanah bali dan kami sekeluarga besar

memang orang bali asli pribumi bali jadi bahasa yang

dipakai di keluarga itu ya bahasa bali. Kalau bahasa yang

dipakai disini agar tidak dikira gila itu pakai bahasa

Indonesia, berbahasa sebenarnya fleksibel tergantung

siapa lawan bicaranya saja, terutama saat di kampus yang

aku gunakan jelas bahasa Indonesia ya gampangannya

akal sehat dan logika dipakai, kan siapa yang akan paham

Comment [CS114]: Ekstrnl

Comment [CS115]: Gjl & Rea

Comment [CS116]: Bhs Daerh

Page 228: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

maksud pembicaraanku kalau aku tetap menggunakan

bahasa Bali? Siapalah yang tahu artinya aku bicara apa

kecuali jika aku bicara dengan sesama orang Bali. Beda

keadaannya jika lawan bicaranya anak-anak kosku yang

asalnya memang sama sepertiku dari Bali. Jadi selama di

Jogja aku masih bisa berkomunikasi menggunakan bahasa

Bali tapi itu baru bisa aktif aku pergunakan ya hanya saat

di kos saja diantara kami yang paham dan kami memang

sama-sama dari satu daerah, itulah yang membuat aku

merasa tidak kesepian didaerah rantauan ini bahkan hanya

dengan mereka aku tidak merasa kehilangan jati diri

selama berada di lingkungan baru ini.

8. Peneliti :Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman baru di

lingkungan kampus anda pada saat anda memasuki

semester awal perkuliahan?

Informan :Untuk awal semester aku terlambat beradaptasi dengan

teman baru dikampusku yang didominasi akan perbedaan

suku budayanya, karena aku lebih nyaman berinteraksi

dengan teman-teman kosku yang juga sama-sama dari Bali

sehingga tahun pertama di Jogja kebanyakan kuhabiskan

dengan mereka, main-main berkeliling wisata Jogja ya itu

ramai-ramai dengan mereka, kalau nongkrong kebanyakan

ya di kos itu lebih seru ya aku sangat nyaman berinteraksi

dengan teman yang sedaerah denganku. Jadi hanya saat di

kos saja yang membuatku merasa tidak asing berada di

Yogyakarta, karena bagiku kos adalah wilayah Bali kecilku

dan aku bisa menjadi diri aku sesungguhnya dari pada

harus tegang, canggung, susah-susah menyesuaikan diri

dengan orang yang berbeda budayanya denganku. Jadi

saat itu hubunganku dikampus monoton, canggung, grogi

kurang percaya diri memulai pembicaraan dengan orang

baru, tidak tahu akan bagaimana menentukan sikap,

bingung akan bicara apa, memulai dari mana, aku pasif

dan tertutup terhadap mereka.

9. Peneliti :Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman baru di

lingkungan tempat tinggal (kos) anda?

Informan :Teman kosku itu 2 in 1 ya selain teman kos juga mereka

merupakan teman-teman sesuku, seagama jadi mau apa-

apa aku lebih senang untuk melakukan banyak hal dengan

Comment [CS117]: Ekstrnl

Page 229: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

mereka. Meskipun berada di lingkungan baru tapi kalau

kumpul dengan teman yang berasal dari daerah yang

sama itu rasanya lebih percaya diri dan bebas

mengekspresikan diri, ketergantunganku dengan mereka

juga tinggi hingga timbul rasa memiliki dan keterikatan

diantara kami karena kami dari tempat yang sama,

mempunyai nasib merantau yang sama sehingga diantara

kami timbul perasaan saling membutuhkan, saling

menjaga, lagipula kalau dekat dengan mereka rasanya

familiar seperti sedang berada dirumah sendiri.

10. Peneliti :Apakah anda menemukan kendala mengenai penyesuaian

belajar yang anda temukan selama berada di lingkungan

baru (kota rantauan Yogyakarta)?

Informan :Ada, sangat-sangat ada ya. Kalau di SMA kan tugasnya

biasa saja, ya memang ada tugas yang di berikan pada

siswa tapi beda dengan kuliah, kalau di perkuliahan tugas

itu banyak sekali, intensitasnya lebih tinggi dibandingkan

waktu di SMA dulu. Dulu itu aku masih sangat ingat, kalau

menumpuknya tugas-tugas membuat aku benar-benar

kerepotan mengerjakannya bahkan sampai tidak tidur

untuk mengerjakan tugas yang tidak pernah putus selalu

tugas dan tugas setiap harinya, kalau mnejelang UTS dan

US juga membuatku tidur larut untuk belajar, membaca

ulang materi, memahami, menghapal rumus, karena juga

kan lebih susah materinya dari pada waktu di SMA dulu

apa lagi di kelas aku tidak dekat dengan siapa-siapa jadi

tidak ada yang bisa aku andalkan kecuali diri sendiri.

11. Peneliti :Apakah terdapat kesenjangan kebudayaan yang anda

rasakan selama berada di lingkungan baru (kota rantauan

Yogyakarta) ?

Informan :Iya ada, bahasa orang Jogja asli itu lebih halus dalam

penekanan nada bicaranya, dan itu sangat berbeda dengan

kebiasaan tempat asalku yang dari logatnya saja memiliki

penekanan nada bicara, bernada tinggi dan berintonasi

cepat bahkan saat kami yang orang Bali ini sedang

menggunakan bahasa Indonesia pun akan tetap tampak

logat Bali kami, yang seharusnya bagi orang awam akan

sangat mudah menebak dari mana asal budaya kami.

Hanya saja mungkin karena ini tanah kelahiran

Comment [CS118]: Ekstrnl

Comment [CS119]: Ekstrnl

Page 230: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

masyarakat Jogja jadi mereka terbiasa menggunakan

bahasa daerah mereka hingga lupa kalau Jogja juga

merupakan kota pelajar yang notabene tidak hanya orang

pribumi saja yang tinggal di Jogja tapi ada juga perantau

seperti aku ini, sayangnya sebagian besar dari mereka

masih kurang memperhatikan perbedaan budaya yang ada

di Jogja. Dalam keseharianku sering sekali menemukan

situasi dimana aku diajak berbicara oleh orang Jogja

namun mereka menggunakan bahasa Jawa, jelas ini

membuatku tidak nyaman meskipun aku tidak paham

maksud pembicaraan mereka aku tetap menjawabnya

dengan bahasa Indonesia. Pada saat itu aku belum

mengenal bahasa Jawa sebelumnya sehingga aku tidak

mengerti bahasa yang dipakai oleh orang-orang di

lingkungan baruku ini.

12. Peneliti :Bagaimana cara anda memahami adat istiadat budaya

orang-orang pribumi Yogyakarta saat bulan-bulan pertama

tinggal di Yogyakarta? Apakah anda merasakan adanya

perbedaan yang mencolok dengan daerah asal anda?

Informan :Awal di Jogja jelas aku tidak bisa langsung bisa paham

dengan adat istiadat budaya Jogja meskipun begitu akupun

mengamati, menilai, membaca adat yang dipakai secara

umum di Jogja. Memang kubuat santai tidak harus

memahami secara serius adat budaya Jogja, aku ambil

garis besar secara umum saja, salah satunya paling

dengan tetangga rumah kos yang pribumi Yogya saja ya

berusaha untuk tidak segan menyapa mereka jika kebetulan

berpapasan dijalan, lagipula mereka orang yang lebih tua

mereka juga ramah mudah merespon balik. Jalani saja

jangan dijadikan beban pikiran yang penting aku nyaman

dikos, masalah adat istiadat Jogja tidak terlalu dipikirkan

yang jelas disini tidak membuat masalah, tidak melanggar

aturan yang berlaku, mengenal waktu, tidak gaduh yang

berlebihan. Kalau merasakan adanya perbedaan yang

mencolok iya ada tapi itu cuma diawal-awal tahun saja

karena masih pertama jadi masih belum terbiasa dengan

perbedaan antara daerah asal dengan teman-teman

Yogyakarta karena merasa masih merasa asing baik

dengan lingkungan fisik maupun lingkungan sosial jadi

Comment [CS120]: Ekstrnl

Comment [CS121]: Ekstrnl

Page 231: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

masih merasa aneh saja, juga masih sulit memahami

ekspresi wajah dan bahasa teman-teman. Sebenarnya di

Bali memang juga banyak perantau-perantau dari Jawa,

yang tujuannya berwisata maupun untuk bekerja, namun

tidak begitu tampak aku pun kurang mengamati mereka

secara jelas lagipula kalau berwisata kan hanya sebentar

saja di Bali. Nah kalau perantau asal Jawa mereka ke Bali

biasanya untuk bekerja dan mereka di Bali bermukimnya

pun hidupnya tidak menyebar mereka hidupnya

mengelompok bersama orang Jawa lainnya, setelah datang

di Jogja barulah aku merasakan suasana budaya yang

berbeda dan mencolok disini.

13. Peneliti :Saat berada dibulan-bulan pertama perantauan apakah

anda sering membandingkan lingkungan baru di

Yogyakarta tempat rantauan dengan daerah asal dari tempat

anda sendiri?

Informan :Kalau dari lingkungan fisik bedanya dengan bali itu cuaca

ya kalau di bedugul itu daerah pegunungan jadi cuacanya

dingin, sejuk kalau di Jogja panas udaranya kering,

beruntung di bedugul itu tidak padat pemukiman jadi

tempatnya juga tenang tidak berisik oleh hirukpikuk kota.

Kalau disini pemukiman penduduknya juga sama seperti di

Bali bedanya kalau di Bali memusatnya di tempat-tempat

wisata terkenal, kalau di Jogja memusat di Kota dan

memusat didaerah universitas jadi hanya tempat-tempat

tertentu saja yang padat pemukiman penduduk seperti

didaerah kosku juga karena itu dekat dengan daerah

kampus jadi menurutku cukup berdempetan ya jaraknya

antara satu rumah dengan yang lain dan aku merasa

kurang nyaman sebenarnya karena terbiasa suasana di

bedugul yang luas. Kalau lingkungan sosial kembali lagi ya

ini tanah Jogja yang isinya orang-orang suku Jawa bahkan

ada kraton berdiri di Jogja yang jelas merupakan simbol

kekuasaan istana Jawa jadi dari logat, tatakrama, karakter,

bahasa, nilai, norma yang berlaku semua hal disini pekat

akan budaya Jawa bahkan rasa dari masakan pun khas

Jawa sekali ya yang rasanya serba manis sama seperti

gudeg yang menjadi mascot oleh-oleh khas Jogja.

14. Peneliti :Sesampainya di tempat rantauan apakah anda dapat

Comment [CS122]: Gjl & Rea

Comment [CS123]: Gjl & Rea

Page 232: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

segera mengkondisikan diri anda dengan lingkungan baru

anda? Apakah anda merasa nyaman dengan lingkungan

rantauan anda?

Informan :Awal kedatanganku di Jogja karena aku sangat nyaman

dengan teman-teman kos yang sesuku yang membuatku

sangat terhibur, aku merasa bisa santai mau seperti apa

kondisi lingkungan baruku di Jogja yang penting disini aku

tidak sendiri kan ada teman-teman satu kos yang sama

budayanya, jadi tidak benar-benar seakan tersesat

ditempat asing, kalau apa-apa aku bisa hadapi bersama-

sama dengan mereka, minta bantuan mereka, sehingga

tidak terlalu memusingkan masalah mengkondisikan,

adaptasi, sosialisasi, interaksi, komunikasi dengan orang-

orang pribumi Jogja maupun masalah lingkungan sosial di

Jogja. Selain itu dulu aku terlalu sibuk dengan jadwal

kuliah semester awal yang masih padat, belum lagi aku

harus banyak membiasakan dengan sistem pembelajaran

perguruan tinggi yang jauh berbeda dengan sistem

pembelajaran di sekolah jaman SMA jadi sebisa mungkin

aku harus bisa mengikuti kegiatan perkuliahan dengan

sebaik-baiknya karena tujuan merantauku memang untuk

berkuliah bukan untuk yang lainnya diluar konteks itu.

15. Peneliti :Bagaimana kondisi kesehatan anda pada bulan-bulan

awal di tempat rantauan?

Informan :Untuk kondisi kesehatan hanya kaget dengan iklim panas

Yogyakarta itu lebih panas ya dari Bedugul, musim

panasnya berlangsung cukup lama, kalau di sana musim

kemarau pun masih ada hujan turun juga tapi kalau disini

memang benar-benar terasa panasnya, jadi awal dulu

sering sekali ganti kulit, kulitnya mengelupas seperti itu,

kulit jadi kasar bersisik yang dulunya di Bedugul aku tidak

menggunakan handbody, disini jadinya harus pakai itu biar

tidak perih karena kasar kulitnya. Terus mudah dehidrasi

juga ya disini sampai aku sering bawa bekal air minum

dari kos agar dikampus tidak harus bolak balik kekantin

hanya untuk sekedar membeli air minum. Panas dan udara

keringnya jogja itu selain membuatku dehidrasi juga ngefek

juga kepanas dalam, sariawan, gangguan pencernaan

mudah buang air kecil, kulit kepala juga mudah

Comment [CS124]: Ekstrnl

Page 233: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

berketombe karena gerah dan berdebu. Apalagi Jogja itu

termasuk tinggi ya polusi udaranya karena jumlah

kendaraan di Jogja yang padat. Terlebih untuk daerah

sleman perkembangan kotanya pesat banyak bangunan

raksasa dibangun disana sini menimbulkan debu semakin

menyesakkan pernafasan yang akhirnya sering membuat

alergi debuku mudah kambuh dan semua itu tidak

terelakkan membuatku sedikit terganggu.

16. Peneliti :Mengenai pola makan, menu dan rasa masakan khas

Yogyakarta apakah anda menemukan kendala di tempat

rantauan?

Informan :Waktu awal langsung kaget dengan rasa manis masakan

Jogja sampai kehilangan selera makan dan sempat kurus

setengah tahunan kalau tidak salah itu penyebab vitalnya

ya karena malas makan dimana-mana rasa masakannya

sama saja terlalu manis. Yang akhirnya karena masalah

perbedaan selera lidah itulah sehingga membuatku jadi

lebih kuat merokok dan ngopinya, tetapi kesini-kesininya

lama kelamaan kalau lapar ya disiasati, dapur bersama di

pergunakan dengan sebaik-baiknya, masak ala-ala cowok

biarpun hasilnya berantakan tidak enak rasanya yang

penting buatan sendiri jadi bisa disesuaikan seleranya.

17. Peneliti :Mengenai pola tidur anda pada bulan-bulan awal di

Yogyakarta, apakah anda menemukan kendala di tempat

perantauan?

Informan :Dari dulu itu, malam biasa untuk mengerjakan tugas

kuliah, kalau tidak ada tugas kuliah baru aku bisa ikut

gabung anak-anak kos untuk nongkrong yang itu entah

nobar bola, main futsal, lalu kalau pagi hari sabtu dan

mingggu atau hari libur tidak kuliah ya biasanya aku

nobatkan sebagai hari untuk tidur sepuasnya. Kadang juga

anak-anak merencanakan membuat acara main kewisata

Jogja atau entah yang hanya sekedar seru-seruan main

kartu, catur, plastation dikamar salah satu teman kos yang

kadang sering seharian penuh sampai pagi, jadi pola

tidurnya disini berantakan karena tidak ada yang

mengawasi, kalau dirumah ka nada ibu yang selalu cerewet

mengatur agar aku disiplin.

18. Peneliti : Bagaimana komunikasi anda di tempat perantauan

Comment [CS125]: Ekstrnl

Comment [CS126]: Ekstrnal

Comment [CS127]: Ekstrnl

Page 234: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

dengan keluarga anda di kampung halaman? Tiap berapa

bulan anda pulang kekampung halaman? Apakah anda

sering merasa home sick atau mudah rindu kampung

halaman?

Informan :Tetap lancar kok, kami lumayan sering saling melepon

untuk menanyakan kabar maupun memberi kabar terutama

dengan ibu. Dari semester awal sampai sekarang hanya

menungggu liburan kuliah atau hari besar saja mengingat

ongkos balik mudik yang tidak sedikit dan tempat asal yang

jauh. Homesicknya ya karena disini tidak ada yang

mengawasi, semua aku yang manage mulai dari bangun

pagi aktivitas kampus, aktivitas dikos, pola makan hingga

malam lalu tidur kembali. Dirumah kan yang biasa ngomel

masalah tidur, makan, kesehatan, kebersihan, semua itu

urusan ibu, jauh dari rumah pun seakan jauh dari orang

yang berisik demi kepentinganku disitulah yang sering

membuatku merasa kesepian jauh dari keluarga.

Merindukan sosok yang selalu memerhatikanku dengan

cemas.

19. Peneliti :Adakah pengalaman sosial budaya di Yogyakarta yang

membuat anda stress pada bulan-bulan awal di

Yogyakarta?

Informan :Pengalaman apa ya aku ini kan sebenarnya tipe yang

tenang ya kalau orang cuek denganku maka akupun akan

cuek tapi jika orang berusaha menyapaku maka tidak

mungkin aku akan diam tak membalas sapaannya nah

disini itu orang Jogja ramah-ramah ya, bertemu dijalan

pun mereka pasti akan berusaha bertegur sapa, melempar

senyuman dengan gayanya yang khas malu-malu nada

lirih, awalnya sempat tidak paham kalau sering ditegur

sapa teman sekelas yang asli Jogja waktu dijalan yang

membuat mereka berpikir kalau aku karakter yang

sombong padahal ya tidak demikian, itupun aku tahunya

waktu sudah masuk semester ke dua mereka cerita sama

aku mengeluhkan sikapku yang dingin setelah sudah mulai

bisa akrab. Kaget dengarnya lalu mencoba flashback ingat-

ingat apa iya dulu aku begitu. Yang buat aku benar-benar

stress itu malah rasa masakannya, sampai jadi tertekan

sendiri. Konsumsi mie yang tidak baik untuk pencernaan,

Comment [CS128]: Ekstrnl

Page 235: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

kopi dan merokok aktif selama 2 semester membuatku

menderita masalah pencernaan. Lalu timbul perasaan jera,

bosan dan masalah perut kupikir tidak bisa hanya tinggal

diam tapi saat berusaha mencoba menelan masakan

Yogyakarta yang walaupun sudah berusaha keras paksa

ternyata tetap tidak tahan akhirnya muntah. Sehingga

kuputusan untuk masak sendiri mempergunakan dapur kos

dengan sebaik-baiknya lagipula malah lebih irit ya. Menu

andalanku telur dadar, kentang goreng, nasi goring karena

baru bisa itu masaknya tapi pas dilidah.

20. Peneliti :Pernahkah ada masalah dengan teman-teman baru anda

yang merupakan masyarakat pribumi Yogyakarta?

Informan :Waktu awal dulu itu belum bisa menerima karakter

sebagian orang-orang disekitar baik dilingkungan kampus

maupun kos yang sering buat aku merasa jengkel sendiri

karena terganggu dan tidak nyaman jika mereka

mengajakku berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa

dalam keseharianku meskipun aku menjawabnya dengan

bahasa Indonesia tapi seakan mereka tidak peka terhadap

perbedaan budaya. Hingga aku sempat berpikir kalau

hanya orang Jawa yang berpendidikan tinggi sajalah

yang memahami dan menghargaiku dengan menggunakan

bahasa Indonesia saat berkomunikasi denganku, ya

mungkin karena aku belum terbiasa dengan kemajemukan

karakteristik budaya dilingkungan baruku saja, kadang

pernah ada salah paham dengan mereka tapi tidak dalam

waktu lama. Aku juga sering bingung saat hendak

memulai pembicaraan dengan teman-teman yang jelas

perbedaan karakternya diantara kami, yang lucunya lagi

kalau orang Jogja itu kan lambat-lambat gerakannya ya,

suara mereka juga halus seakan tidak bertenaga ternyata

itu karakter mereka kadang suka heran memperhatikan

ekspresi mereka.

21. Peneliti : Jika anda mengalami kendala di daerah rantauan

mengenai sosialisasi terhadap masyarakat pribumi

Yogyakarta lalu bagaimana anda mengatasinya?

Informan :Iya sempat ada kendala dulu ya dikampus karena aku

memang sedikit membatasi ya untuk berinteraksi dengan

orang baru ternyata itu membuat imageku dilingkungan

Comment [CS129]: Ekstrnl

Comment [CS130]: Gjl & Rea

Comment [CS131]: Gjl & Rea

Page 236: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

kampus dikenal dengan karakter yang dingin walau aku

pun sudah berusaha untuk memberikan respon yang

menurutku sudah baik entah kepada orang-orang yang

menyapaku atau mengajakku mengobrol awalnya aku

mengacuhkan permasalahan itu namun lama kelamaan

tuntutan perkuliahan dengan SKS yang semakin padat

memaksaku untuk membaur dengan teman kelas disitulah

aku mulai melakukan pendekatan dengan mereka (tean

kampus) melunakkan ego, menerima perbedaan,

menghargai dan tidak menyinggung perasaan mereka

walau pada kenyataannya aku masih kurang nyaman. Akan

tetapi aku bisa merasa terdapat perubahan sikap setelah

terbiasa di tempat rantauan yang signifikan kini aku jadi

lebih tahu sopan santun, tata krama, sedikit demi sedikit

mulai mengerti bahasa jawa, nada bicara juga sudah tidak

tinggi karena pengaruh beberapa teman kampus yang

memang asli dari Jogja.

22. Peneliti :Dengan teman kampus anda yang merupakan masyarakat

pribumi Yogyakarta apakah mereka membantu anda untuk

bersama-sama menghadapi persoalan penyesuaian diri pada

saat awal kedatangan anda di tempat rantauan (Yogyakarta)

?

Informan :Untuk awal dulu aku masih lebih memilih untuk

berinteraksi dengan teman yang sedaerah denganku

akhirnya aku jadi terlalu asik berkumpul dengan teman

sesuku dikos dibanding dengan teman kampus. Dengan

teman kampus justru malah tidak akrab, hanya sebatas

kenal saja, tegur sapa biasa saja, mau mengobrol tanya-

tanya juga tidak nyaman yang penting aku tidak pasang

wajah sombong kalau ada yang mengajak ngobrol ya

ditanggapi. Mungkin sikapku yang terlihat individual

membuat mereka segan, walaupun sebenarnya dibalik

diamku aku menyembunyikan rasa tidak percaya diri,

gugup dan tegang yang berlebihan karena perasaan asing,

tetap ada perasaan ingin membaur namun selalu timbul

rasa canggung dan ragu setiap akan memulai berinteraksi

dengan mereka. Beruntung sekarang keadaan sudah jauh

berbeda karena kebutuhan akademik yang semakin

berjalan hingga masuk semester kelima itu tidak sebentar

Comment [CS132]: Hsl Adpts

Comment [CS133]: Intrnl

Page 237: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

sudah banyak perjalanan dan waktu yang membuat kami

mulai mengenal satu sama lain yang awalnya aku pikir

mereka menyusahkan sekarang jadi saling menerima saling

menyesuaikan diri.

23. Peneliti :Ceritakan bagaimana hubungan anda dengan teman-

teman baru di Yogyakarta? Apakah ada kendala?

Informan :Waktu masih semester awal masih ragu untuk membaur

dengan teman-teman baru berbeda budaya. banyak

menarik diri dari hal-hal yang membuatku berinteraksi

dengan mereka kecuali untuk kepentingan akademik. Aku

selalu mengandalkan teman-teman kos yang merupakan

orang yang berasal dari daerah yang sama denganku,

karena hanya dengan mereka aku tidak kehilangan jati diri

selama berada di lingkungan baru ini dan menutupi

perasaan kehilangan orang-orang yang telah aku kenal

sebelumnya di Bedugul. Ya tapi itu sudah lama berlalu,

hubunganku dengan teman baru yang merupakan orang

local Jogja yang semula kaku sekarang sudah membaik,

aku sudah mulai kenal lalu akrab sama temen-temen

kampus itu kalau tidak salah semester 2 atau semester 3 an,

karena 1 semester sendiri aku merasa belum butuh teman

ya kalau mau apa-apa cuma sama teman-teman kosku,

kekampus hanya fokus hanya untuk kepentingan akademik

ya sudah gitu terus ya sampai akhirnya sosialisasi dengan

teman jadi terisolasi, tercipta jarak dan terlambat, malas

memulai perkenalan dengan orang-orang baru, takut akan

banyak hal ini itu semua itu karena perasaan asing

dilingkungan baru menimbulkan perasaan negative

thinking tentang mereka dan dulu itu yang selalu

menghantui setiap akan membaur. Sekarang setelah aku

bisa mulai berkenalan lebih dekat, tidak hanya menilai tapi

juga mau untuk ikut membaur, bertoleransi, berinteraksi,

mau berkomunikasi dengan orang lokal itu sedikit banyak

muncul pemahaman tersendiri buat aku akan hal-hal yang

dulunya aku tidak tahu sekarang jadi tahu. Bahkan bahasa

Jawa pun akhirnya mulai aku pelajari untuk mengerti

artinya walau tidak banyak setidaknya aku mulai terbiasa

jika ada orang lokal yang tetap mengejakku berkomunikasi

menggunakan bahasa Jawa. Mereka juga mau untuk

Comment [CS134]: Intrnl

Page 238: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

mengajarkan aku budaya mereka yang membuatku

mengurangi pandangan burukku selama ini dengan

mereka.

24. Peneliti :Apakah anda mengalami berbagai permasalahan

ketidaknyamanan dengan lingkungan rantauan anda?

Apakah kini anda dapat menyesuaikan diri dengan di

tempat rantauan tersebut?

Informan :Dari awal dulu aku sudah semangat sekali disini ya 100%

mungkin karena tinggal di kos dengan suasana yang

menyenangkan seakan kampung halaman sendiri seakan-

akan tidak sedang merantau jadinya tidak sejadi tidak

terlalu kentara perbedaan yang ada, kalau sudah nyaman

dengan suasana tempat istirahat itu seterusnya mendukung

terciptanya mood yang bagus kan.Yang pasti dulu aku

memang tidak nyaman jika berbaur dengan yang jelas

berbeda budayanya denganku hingga memilih untuk

mencari kos dengan budaya dan daerah yang sama

denganku, ya walau tidak semua hal yang berbeda

membuatku tidak nyaman dengan Jogja tapi kebanyakan

aku merasa canggung jika berhadapan dengan mereka mau

bahas apa juga aku tidak tahu jadi banyak diamnya. Tapi

sekarang lama-kelamaan karena faktor keadaan kebutuhan

akademik mau tidak mau harus membuat kami aktif

berinteraksi agar tidak ketinggalan informasi seputar

akademik yang semakin rumit dan sumber informasinya

juga tidak banyak tahu sendirilah system kuliah itu kita

yang aktif mengejar nilai serta dosen beda dengan jaman

SMA yang masih dibimbing guru dan itu akhirnya

membuatku bisa menerima berada diantara mereka dan

aku juga jadi mulai nyaman dengan mereka. Ternyata seru,

tidak semua hal dari perbedaan itu menyebalkan,

tergantung bagaimana sudut pandang kita. Perubahanku

sekarang itu jadi sering menyelipkan bahasa Jawa sedikit-

sedikit saat berkomunikasi dengan mereka ya walau belum

lancar tapi itu untuk kebiasaan baik agar perbedaan

diantara kami tidak begitu jelas terlihat sebagai modal

agar mudah berteman. Sekarang jadi lebih banyak punya

teman ya tidak pilih-pilih seperti dulu lagi. Jadi lebih

banyak yang buat aku sadar diri akan perbedaan tapi tidak

Comment [CS135]: Hsl Adpts

Comment [CS136]: Ekstrnl

Comment [CS137]: Hsl Adpts

Page 239: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

menyesalah namanya juga pengalaman hidup jadikan

pelajaran yang sangatlah berharga.

25. Peneliti :Bagaimana sikap dan pandangan anda tentang

berbagai masalah kemampuan beradaptasi dalam berusaha

mengurangi pengaruh culture shock pada diri anda selama

ini?

Informan :Sikap dan pandangan dibuat simple aja sih ya kak. Kalau

kitanya mau welcome terbuka dengan orang-orang di

sekitar, mau sadar diri kalau disini kita itu perantau cuma

numpang jadi akan muncul sendiri tata etikanya tidak bisa

terus-terusan seenaknya sendiri ditanah rantauan lagi pula

beradaptasi itu proses alami kok cepat atau lambat pasti

akan menyingkirkan hal-hal ketidaknyamanan tentang

semua perbedaan disini.

Comment [CS138]: Hsl Adpts

Page 240: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

HASIL WAWANCARA

CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA

PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Informan 7

Tanggal wawancara : 18 November 2015

Waktu : 11.00 WIB

Lokasi wawancara : Halaman Fakultas Ilmu Sosial UNY

A. Identitas Informan

Nama : UI

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 20 tahun

Agama : Kristen

Asal daerah : Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara

Suku/ etnis : Dayak

Jenis bahasa daerah : Dayak Kenyah Lepoke

Universitas : Universitas Negeri Yogyakarta

Mahasiswa semester : 7

B. Hasil wawancara dengan mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa

yang sedang berkuliah semester lanjut di Perguruan Tinggi Yogyakarta.

1. Peneliti :Berasal dari daerah mana, suku atau etnik, bahasa daerah

dan sejak kapan anda merantau ke Yogyakarta?

Informan :Dari Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara. Suku Dayak

tapi di Kalimantan itu Dayak banyak macamnya. Kalau

bahasa itu Dayak Kenyah Lepoke. Sekitar September 2012

lalu kalau tidak salah.

2. Peneliti :Mengapa anda memilih untuk merantau ke Yogyakarta?

Apa alasan dan motivasi anda memilih menjadi seorang

mahasiswa perantauan? Apakah anda sebelumnya pernah

memiliki pengalaman merantau kedaerah/ propinsi lain?

Informan :Tidak memilih tapi karena program kerja sama kabupaten

Malinau dengan UNY jadi ya memang di tujukan ke Jogja

mau bagaimana lagi.Yaa gara-gara ikut program kerja

sama kabupaten Malinau dengan UNY jadi mau tidak mau

jadinya melanjutkan kuliah ke Jawa. Lagipula orang tua

Comment [CS139]: Asl

Comment [CS140]: Sk Etnk

Comment [CS141]: Bhs Daerh

Comment [CS142]: Alsn

Page 241: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

dan kakak bilang kalau kualitas perguruan tinggi di pulau

Jawa itu lebih baik dibanding perguruan tinggi di luar

pulau Jawa termasuk Kalimantan ya mereka berpikir ini

jadi pengalaman baik untukku.

3. Peneliti :Siapakah yang mendorong anda untuk melakukan

merantau? Lalu apakah anda sudah memperkirakan

bagaimana tempat yang akan anda rantau tersebut?

Informan :Yang jelas keinginan kakak dan orang tua. Soalnya setelah

lulus SMA juga aku diharuskan untuk meneruskan

pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, yaa sudah aku

menurut, menjalankan perintah sajalah. Kalau

memperkirakan belum ada karena memang tidak ada niat

ke Jogja jadi benar-benar di luar dugaan, yaa paling cuma

dari kata teman saja sama searching internet cari artikel

tentang Jogja, bagaimana Jogja, walau aku sendiri kan

memang belum pernah ke Jogja. Awalnya memang ragu,

nolak banget juga soalnya pesimis ya aku takut,

masalahnya selama ini belum pernah punya pengalaman

kesuatu tempat yang jauh dari rumah, jauh dari orang tua,

dari kakak-kakakku, tinggal sendirian tanpa mereka, malas

juga karena aku harus berpisah dengan teman-teman dekat

di Kalimantan, tapi tuntutan orang tua memaksa agar aku

tetap semangat melanjutkan pendidikan ikut program

pemda kabupaten malinau tadi kan akhirnya aku harus ke

tempat yang jauh walau aku tahu Jogja punya potensi

akademik yang lebih dari Kalimantan oke baiklah aku

terima, mau bagaimana lagi ya demi masa depan, hitung-

hitung sembari menyenangkan hati orang tua dan kakak

kan.

4. Peneliti :Sebelum anda merantau apakah anda sudah pernah

datang mengunjungi Yogyakarta atau memiliki bayangan

bagaimana lingkungan baru anda? Lalu bagaimanakah

perasaan anda saat sudah berada di tempat perantauan?

Merasa kagetkah?

Informan :Memang belum pernah ke Jogja tapi aku sempat tanya-

tanya, cari tahu informasi dari cerita teman atau searching

internet, biar aku tahu kan jadi sedikit banyak aku dapat

bayangan gambaran tentang bagaimana Jogja. Iya dulu itu

langsung wow speechless, berhubung aku belum pernah

Comment [CS143]: Alsn

Comment [CS144]: Intrnl

Page 242: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

keluar daerah sampai sejauh ini jadi shock sendiri kalau

ternyata Jogja itu jauh juga. Mana terasa asing sekali,

tidak ada keluarga disini juga jauh dari kakak, memang sih

kesini kan aku ber lima sama yang lain dengan anak-anak

program kerjasama kabupaten malinau lainnya tapi sama

mereka juga baru kenal tetap saja rasanya disini aku

seperti anak hilang, sebatangkara benar-benar tidak tahu

mana-mana di Kota besar ini, rasanya ingin segera

kembali ke rumah saja terus batal merantau kalau bisa.

Wah pokoknya kaget bangetlah semua disini itu kan beda

dari bahasa,budaya, rasa masakan juga aneh beda sama

yang biasanya di Kalimantan.

5. Peneliti :Jalur penerimaan mahasiswa apa yang anda tempuh

untuk akhirnya anda bisa masuk dan di terima di Perguruan

Tinggi Jogja?

Informan :Jalur kerja sama daerah Kabupaten Malinau dengan UNY

angkatan 2012, disini juga ada ikatan kerjasama

mahasiswa Malinau. Teman-teman beri info tentang

program kerja sama daerah Kabupaten Malinau, kakak

juga sangat mendorong agar aku ikuti. Tapi dari diri

sendiri aku tidak mau sebenarnya, jadi ikut tes ujian

program kerja sama itu terpaksa, tidak ada persiapan

belajar yang sungguh-sungguh, karena memang dari awal

tidak ada niat untuk merantau terlalu jauh sampai harus ke

Jawa yang jelas jauh dari Kalimantan belum lagi harus

jauh dari kakak dari orang tua teman juga sama sekali

tidak ada keluarga tapi Puji Tuhan kasih rejeki aku malah

lolos.

6. Peneliti :Dimana dan dengan siapa anda tinggal di tempat

perantauan kota Yogyakarta ini? Berikan alasannya?

Informan :Disini aku ngekos. Masalahnya asrama itu kan gratis jadi

hanya khususkan untuk yang program kesehatan saja.

Kalau yang seperti kami yang pendidikan malah

dibebaskan untuk ngekos karena sudah diberi biaya hidup

yang ditanggung sama daerah kami Kabupaten Malinau.

Jadi tak apalah kos sendiri sekalian biar bisa sekalian

belajar hidup mandiri. Yaa walaupun sebenarnya disini

ada beberapa orang anak cewek yang juga dari program

Comment [CS145]: Intrnl

Comment [CS146]: Intrnl

Page 243: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

kerja sama yang sama-sama Kalimantannya tapi aku tipe

orang yang tidak mau merepotkan orang lain sih.

7. Peneliti :Bahasa apa yang biasa di pakai dalam keluarga? Lalu

bahasa apa yang anda gunakan untuk berkomunikasi

dengan orang-orang baru di Yogyakarta?

Informan :Kalau dengan keluarga bahasa dayak ya namanya itu

bahasa dialek dayak kenyah lepoke yang dipakai. Kalau

disini fleksibel saja sih kalau bicara dengan orang-orang

baru yang asing buatku bahasa Indonesia yang pastinya

aku gunakan untuk berkomunikasi dengan mereka. Kalau

sama teman seangkatan ka nada lima orang yang sama-

sama dari program kerjasama daerah Kalimantan utara

walau memang sama-sama dayak tapi kan dayak banyak

macemnya itu beda-beda aku tetap berbahasa Indonesia

sama mereka. Ya paling kalau pas telpon kakak dan orang

tua saja terkhusus aku pasti dengan bangga mengeluarkan

bahasa asli daerahku itu hahaha untuk mengobati rasa

rindu sih capek juga disini berbahasa Indonesia terus

24jam.

8. Peneliti :Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman baru di

lingkungan kampus anda, pada saat anda memasuki

semester awal perkuliahan?

Informan :Lumayan bisa cepat akrab kok soalnya waktu awal-awal

di Jogja dulu itu pas ospek aku beruntung banget ya bisa

kebetulan dapat kenalan seorang kakak panitia ospek yang

baik yang ternyata bisa langsung saling nyambung kami

saling klop, cocok sama karakterku, padahal kami beda

daerah dia itu asli Jogja tapi aku nyaman sama dia. Dia

kakak tingkat dari jurusan IPS, dialah yang suka kasih

support, dukungan motivasi setiap kali aku merasa tidak

sanggup dan menyerah merantau ke Jogja. Tapi sayangnya

cuma sampai kemarin pas dia akhirnya lulus kuliah saja

kesininya jadi tak bisa cengeng lagi karena dikampus

sudah tidak bisa bertemu dia lagi dia sekarang juga dia

sudah menikah padahal selama ini bertemannya ya cuma

sama dia saja kalau buat dekat jadi seperti temen

akrabnya, pertama-pertamanya kuliah itu tiap pulang

kuliah atau pas libur suka janjian mau kemana-mana ya

sama dia, mengeluh juga sama dia itulah awal kuliah dulu

Comment [CS147]: Bhs Daerh

Comment [CS148]: Gjl & Rea

Page 244: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

saking dekatnya sama dia akhirnya membuatku kurang

tertarik berteman dengan teman-teman sekelasku yang lain

karena rasanya dengan teman sekelas itu malah beda kaya

kita yang Kalimantan di minoritaskan. Waktu awal dulu

tidak dekat karena sama-sama tidak kenal satu sama lain,

anak-anak sekelas itu betul-betul jaim-jaiman, diam-

diaman, gengsi-gengsian ya karena belum kenal saja

mungkin. Bahkan waktu awal masuk kuliah itu malah ingin

sekali segera pulang kembali ke Kalimantan saja karena

benar-benar tidak betah disini selalu kepikiran untuk

menyerah ingin pulang saja, tapi teman yang kakak kelas

dari IPS itulah yang memberi semangat, motivasi, dia yang

besarin hati aku, ngelarang aku yang sudah mau nekat

pulang kampung. Walau dosen selalu menganjurkan biar

yang Kalimantan seperti kami berlima lainnya untuk

membaur mendekatkan diri dengan yang Jawa tapi yang

Jawa juga sama kami masih aneh saja tidak welcome jadi

kalau sama teman sekelas memang kenal tapi cuma sebatas

kenal biasa, hafal sama wajahnya tahu namanya ya sudah

gitu saja tidak lebih tidak sampai dekat yang akrab bahkan

itu sampai sekarang aku sudah semester 7, ada yang baik

mau welcome sama kau tapi jarang malah bisa di hitung

jadi mau apa-apa aku terbiasa sendiri tidak gabung mereka

yang sekelas paling cuma yang sama-sama program

kerjasama pemda Kalimantan saja punya intensitas yang

lebih di banding dengan yang Jawa kalau nongkrong juga

banyak sama yang sama-sama Kalimantan kan tidak enak

ya kalau sama yang Kalimantan tidak gabung tidak dekat.

9. Peneliti :Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman baru di

lingkungan tempat tinggal (kos) anda?

Informan :Dulu memang belum terbiasa apa-apa sendiri. Kalau

dirumah kan selalu ramai ada bapak, ibu, kakak-kakakku

nah kalau disini sangat berubah drastis jadi sepi sekali.

Aku tidak tahan rasanya, jadi terhantui rasa rindu dengan

mereka. Akhirnya awal aku disini keseringan menyendiri.

Awalnya dengan penghuni kamar kosku lainnya aku kurang

kenal jelas ya karena jarang berinteraksi dan

berkomunikasi dengan mereka, jika kenal hanya sebatas

hafal sama wajahnya saja tanpa tau nama serta identitas

Comment [CS149]: Ekstrnl

Page 245: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

yang lain sebagainya. Lama kelamaan yang lain yang

mendekatkan ke aku yang mengajak kenalan duluan malah

mereka terus kupikir wah mereka malah yang welcome

sama aku padahal mereka orang Jawa lho, di kos aku

sendiri yang Kalimantan tapi karena mereka baik aku

akhirnya juga mengakrabkan diri sama mereka. Aku diam

diri apa itu mengurung diri di kamar kos paling kalau pas

lagi bad mood karena rindu rumah dengan teramat sangat

dan tidak terbendung sehingga aku memfungsikan kamar

kosku untuk menyendiri menjauhkan diri dari teman

lainnya kan ya malu juga agar mereka tidak terkena imbas

moodku yang sedang berantakan, di dalam kamar itu aku

biasanya sambil telpon kakak atau orang tua sambil

menangis habis-habisan ya cuma itu cara untuk

melampiaskannya kadang juga dengan menonton film di

laptop sambil makan es krim kesukaanku. Kalau aku sudah

kembali normal dan rasa galauku sudah lewat ya baru bisa

keluar kamar dengan normal kembali membaur dengan

penghuni kos lainnya teman-teman kos juga sudah hapal

kok kalau aku diam dikamar berarti aku lagi galau, ingin

sendiri mereka ternyata bisa mengerti dan memberikan

waktu privasi untukku. Sama teman kos itu malah lebih

dekat dari pada sama teman kelas. Kalau nongkrong-

nongkrong, ada rejeki lebih shoping ya sama mereka yang

teman kos.

10. Peneliti :Apakah anda menemukan kendala mengenai penyesuaian

belajar yang anda temukan selama berada di lingkungan

baru (kota rantauan Yogyakarta)?

Informan :Itu jelas kaget, kan memang ya beda pendidikannya antara

Jawa sama Kalimantan. Pas di dalam kelas itu pernah ada

dosen yang berkata walau kalian dari program kerja sama

tapi belum tentu kalian murni hasil seleksi test bisa saja

kalian itu lolos karena kerabat orang pemda yang sengaja

di rekrut, kalian itu belum tentu mampu. Mendengar itu

seketika aku langsung ingin menangis, beliau seperti

memandang kami sebelah mata dari yang lainnya dengan

kata-kata yang menurutku tajam. Pulang dari kuliah itu

langsunglah aku lapor telpon ke kakakku sambil nangis

merajuk minta pulang kampung saja sudahlah balik saja

Comment [CS150]: Ekstrnl

Page 246: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

tapi kakak masih memberikan semangat menyuruh agar

aku tahan banting dari cobaan. Padahal masalahnya

karena salah satu teman dari Kalimantan yang bermasalah

tapi kami semua yang terkena imbasnya. Tapi kita akui

memang yang asli Jogja itu lebih pintar, lebih berani

dalam presentasi mereka cakap berkata dari pada kami

yang mudah minder.

11. Peneliti :Apakah terdapat kesenjangan kebudayaan yang anda

rasakan selama berada di lingkungan baru (kota rantauan

Yogyakarta)?

Informan :Iya ada, kalau nada bicara orang asli Jogja itu lembut

berbeda dengan daerah asalku nada bicaranya tinggi atau

keras jadi belum terbiasa sekali kalau sedang

berkomunikasi dengan teman-teman baru yang asli Jogja

karena kurang terdengar jelas apa yang mereka sedang

bicarakan dan membuatku harus bertanya ulang.

Yogyakarta itu adat Jawanya kental, mungkin karena

sebagai daerah kesultanan keraton jadi adat dan tradisinya

benar-benar masih terjaga, terus orangnya kalem-kalem,

ramah-ramah, sopan-sopan, sederhana, berbeda dengan

daerahku yang cuek-cuek, acuh tak acuh. Sayangnya disini

banyak teman yang orang Jawa acap kali mengajak

mengobrol menggunakan bahasa Jawa padahal jelas aku

tidak bisa, tidak paham pula apalah artinya tapi mereka

tetap saja lupa kadang harus diingatkan kalau aku tidak

mengerti bahasa mereka ketika mereka menggunakan

bahasa Jawa kepadaku, dosen juga masih banyak yang

senang berbahasa Jawa kadang kami pun memberanikan

diri untuk mengingatkan kepada dosen kalau maaf kami

yang dari luar pulau Jawa tidak tahu artinya. Lalu Jogja

itu juga ramai akan banyaknya orang-orang perantau

khususnya mahasiswa rantauan seperti aku gini yang

akhirnya mendominasi budaya di Jogja. Semoga Jogja

tetap Jogja yang istimewa ya tidak luntur keasliannya

karena banyaknya para pendatang yang multikultural.

12. Peneliti :Bagaimana cara anda memahami adat istiadat budaya

orang-orang

Comment [CS151]: Ekstrnl

Comment [CS152]: Ekstrnl

Page 247: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

pribumi Yogyakarta saat bulan-bulan pertama tinggal di

Yogyakarta? Apakah anda merasakan adanya perbedaan

yang mencolok dengan daerah asal anda?

Informan :Waktu masih beberapa bulan di Jogja aku masih merasa

aneh ya karena kan adatnya memang berbeda dengan

tempat asalku kalau tempatku kan mereka memang cuek-

cuek nah kalau di Jogja banyak teman yang senang

menyapa saat bertemu dijalan sambil tersenyum dan

menundukkan badan, awalnya masih ngerasa aneh dengan

kebiasaan di daerah baruku disini sempat di komen

katanya aku sombong padahal kan tidak begitu aku cuma

belum tahu dan belum terbiasa saja. Dikos juga gitu aku

disini sendirian tidak kenal dengan warga kampung sekitar

tempat tinggal kosku jadi kalau keluar masuk rumah kos ya

biasa saja ternyata aku harus menyapa warga sekitarku

dengan tersenyum atau basa-basi agar mereka memberikan

respon baik untukku. Jauh dari bapak, ibu, kakak, itu

rasanya membuatku kesepian dan sering bingung harus

bagaimana dengan segala hal yang masih asing dimataku,

kalau ada mereka kan aku ada yang nuntun aku harus

bagaimana-bagaimana, menyemangatin aku, nemenin aku,

berlindung, bermanja, merawat istilahnya kalau ada

mereka aku bisa lebih pede mau ngapa-ngapain gitu. Yang

terlintas di pikiranku waktu awal dulu cuma ingin segera

pulang kampung saja terus-terusan sama pasrah sama

keadaan bagaimana nanti jadinya akan seperti apa yang

penting jalani dulu saja apa yang ada dihadapanku

semampuku.

13. Peneliti :Saat berada dibulan-bulan pertama perantauan apakah

anda sering membandingkan lingkungan baru di

Yogyakarta tempat rantauan dengan daerah asal dari tempat

anda sendiri?

Informan :Disini itu kan Jogja, jadi yang pertama jelas berbeda

adatnya, jelas berbeda seperti apa orang-orangnya, disini

terasa sekali kalau orang asli Jogja itu ramah-ramah sekali

ya, senang sekali untuk saling tegur sapa dengan ciri khas

Jogja seperti sopan, sederhana, nada suaranya rendah,

menundukkan kepala sambil tersenyum itu tadi setiap kali

dijalan bertemu dengan orang tua, mereka tahu

Comment [CS153]: Ekstrnl

Comment [CS154]: Ekstrnl

Page 248: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

menempatkan diri bagaimana mereka berperilaku saat

berhadapan dengan orang yang lebih tua atau orang yang

dihormati/ disegani. Kalau di daerah asalku itu justru cuek,

acuh tak acuh biasa saja, sopan dengan orang tua tapi

yang biasa saja. Terus Jogja itu kota yang komplit ya

banyak sekali teman dengan suku bangsa dari ujung barat

hingga ujung timur mereka ada disini menuntut ilmu tapi

aman tidak ada konflik, itu yang aku suka tempatnya

terkendali tidak ada pemetak-petakan. Kota besar, kota

Budaya yang banyak tempat-tempat bersejarah disini

seperti Istana kepresidenan RI, monumen Jogja kembali

dan Benteng Vredeburg, Kraton sebagai istana kesultanan

yang masih melangsungkan kegiatan tradisi secara rutin

diselenggarakan setiap tahunnya bersama masyarakat

Jogja dan kesemua itu seru, menurutku keren terasa sekali

nilai-nilai history disini. Selain itu Jogja juga daerah yang

kaya akan wisata alam. Pokoknya Jogja asik buat jalan.

Yang pasti Jogja itu kota yang jauh lebih maju dan modern

kalau dibandingkan dengan tempat asalku, Jogja kota

besar dengan fasilitas kota yang sangat beragam sesuai

dengan kehidupan yang modern, didukung dengan fasilitas

transportasi kota yang memadai seperti transJogja, ada

taxi car 24 jam nonstop, taxi motor, ada bandara

Adisucipto, dua terminal bus dan stasiun kereta yang

letaknya mudah dijangkau dan sangat memudahkan

mobilitas warganya.

14. Peneliti :Sesampainya di tempat rantauan apakah anda dapat

segera mengkondisikan diri anda dengan lingkungan baru

anda? Apakah anda merasa nyaman dengan lingkungan

rantauan anda?

Informan :Mengkondisikan kan butuh waktu, butuh proses ya jadi

untuk awal dulu benar-benar berat tidak bisa langsung

mengkondisikan. Aku perlu belajar memperhatikan,

mengamati gimana-gimananya lingkungan sini dulu.

Apalagi masalah nyaman aku masih sering merasa

kesepian, masih merasa asing sama lingkungan baruku,

masih besar sekali rasa menyerahnya untuk kembali saja

kekampung halaman tapi ya mungkin karena awal yang

namanya pertama kan jadi kaget soalnya aku belum pernah

Comment [CS155]: Ekstrnl

Page 249: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

merantau super jauh seperti ini sebelumnya, jadi belum

memiliki pengalaman tentang penyesauaian lingkungan,

yang tadinya aku terbiasa dengan segala kegiatan, suasana

keadaan rumah, sekarang harus jauh dari kebiasaan-

kebiasaan itu. Kalau dirumah apa-apa ada yang nyiapkan

sekarang serba dilakukan sendiri dan itu membuat aku

kerasa banget sepinya. Makannya aku lebih senang curhat

sama teman yang kakak tingkat jurusan IPS tadi itu untuk

mengurangi rasa sedih rindu rumah.

15. Peneliti :Bagaimana kondisi kesehatan anda pada bulan-bulan

awal di tempat rantauan?

Informan :Dulu karena masih merasa tidak nyaman dengan semua

hal di Jogja, mungkin pengaruh pikiran yang mindsetnya

sudah jelek duluan jadi ya suka mengait-ngaitkan dengan

homesick jadi pernah karena terlalu rindu rumah ingin

sekali lekas pulang ke kampung halaman yang teramat

parah akhirnya aku terkena demam tinggi menggigil

sampai masuk rumah sakit RSCC, sakit kepalalah,

maaglah. Jogja cuacanya panas membuatku sering

mengalami radang tenggorokan karena suka coba-coba

jajan yang mungkin penjaja makanannya pakai pemanis

buatan berlebihan, tidak bersih atau apa kurang paham ya

aku, dulu aku memang benar-benar butuh proses untuk

bisa menyesuaikan diri di lingkungan yang baru.

16. Peneliti :Mengenai pola makan, menu dan rasa masakan khas

Yogyakarta apakah anda menemukan kendala di tempat

rantauan?

Informan :Iya amat sangat jadi kendala, karena memang tidak cocok

dengan masakan jogja, lebih tepatnya karena tidak terbiasa

jadi aku harus sengaja hunting cari tempat makan yang

rasa pedasnya menonjol ya kadang masih sering makan

masakan Padang yang ternyata malah lebih bisa diterima

sama lidah daripada masakan Jogja yang manis, kalau

bosan ya keburjo pesan mie instan, nasi telor, nasi sarden,

hunting penyetan yang sambalnya pedas asin kalau malas

kemana-mana ya beli roti atau cemilan untuk dimakan

dikamar. Sering sih nyobain wisata kuliner Jogja bareng

teman Kalimantan itu ketempat makan masakan nusantara

ketempat-tempat JunkFood, tempat-tempat makan yang

Comment [CS156]: Intrnl

Comment [CS157]: Gjl & Rea

Page 250: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

rada mahal yang berakibat boros di hunting makanan tapi

tak mengapalah masalahnya sampai sekarang memang

tidak bisa terima rasa manis.

17. Peneliti :Mengenai pola tidur anda pada bulan-bulan awal di

Yogyakarta, apakah anda menemukan kendala di tempat

perantauan?

Informan :Iya karena waktu awal dulu sering merasa tertekan sekali

karena rindu rumah setiap mau tidur jadi kepikiran orang-

orang di rumah, ke inget suasana rumahku, suasana

kamarku disana lalu akibatnya jadi susah tidur cepatlah,

menangislah ujung-ujungnya harus telpon rumah dulu

menangis, merajuk, curhat sebagai penghantar tidur yang

kadang sampai ketiduran.

18. Peneliti :Bagaimana komunikasi anda di tempat perantauan

dengan keluarga anda di kampung halaman? Tiap berapa

bulan anda pulang kekampung halaman? Apakah anda

sering merasa home sick atau mudah rindu kampung

halaman?

Informan :Komunikasi amat sangat lancar sekali ya Puji Tuhan

sampai sekarang masih teramat sering telponan. Kalau

sudah telfonan aku selalu merengek ingin pulang, rindu

masakannya, rindu segalanya. Iya, sangat homesick.

Mungkin karena aku anak terakhir yang sangat manja, aku

sering sekali rindu rumah. Kalau rumahku dekat mungkin

aku akan pulang setiap akhir pekan. Tapi berhubung jarak

yang teramat jauh dan ongkos pulang yang tidak sedikit

membuatku tidak bisa merajuk egois kepada mereka.

Liburan semester genap cuma setahun sekali saja yang

pasti buat aku untuk pulang kampung karena liburnya kan

yang paling lumayan lama. Aku pulang lagi masih

menunggu libur semester genap tahun depan. Rasa rinduku

akan kubendung hingga saat itu tiba.

19. Peneliti :Adakah pengalaman sosial budaya di Yogyakarta yang

membuat anda stress pada bulan-bulan awal di

Yogyakarta?

Informan :Pengalaman sosial budaya di Yogyakarta sendiri sih biasa

saja ya cuma belum bisa mengatur perasaan melancholic

homesick saja. Tidak nyaman karena jarak. Dulu terbiasa

dekat setiap hari bertemu kebetulan aku juga tipe anak

Comment [CS158]: Ekstrnl

Comment [CS159]: Gjl & Rea

Comment [CS160]: Gjl & Rea

Page 251: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

rumahan yang jarang ngeluyur jadi peka sekali sama

suasana rumah tapi sekarang amat terasa sekali kalau jauh

dari orang tua itu sangat menyiksa dampaknya hingga

membuat moodku berantakan, apa-apa jadi malas, tidak

ada yang menyemangati terus aku juga jadi gampang

menangis. Saat rasa homesick itu mulai datang dan tak

terbendung, aku jadi tidak nafsu makan sampai kadang

jatuh sakit karena beratnya rasa rinduku dengan rumah

kampung halaman terlebih keluargaku, mudah emosi, bad

mood menguasai pikiranku.

20. Peneliti :Pernahkah ada masalah dengan teman-teman baru anda

yang merupakan masyarakat pribumi Yogyakarta?

Informan :Dari awal kedatanganku di Jogja sama sekali ya tidak ada

masalah dengan teman-teman baru disini yang asli Jogja

yang penting akunya juga sopan tidak membuat masalah,

jaga sikap, jaga perkataan dan menghargai yang lain harus

selalu ingatlah kalau di sini itu aku cuma tamu bukan tanah

kelahirannya jadi jagan macam-macam di tempat orang.

Menurutku baik-baik saja aku anggap welcome-welcome

saja kok, sopan, ramah, bersahabat, sederhana, suaranya

lembut, paling ya cuma pernah susah membedakan ya

masalahnya Jogja kan etnis Jawa terus Jawa kan luas

walau sama-sama etnis Jawa tapi ternyata ciri karakternya

beda nah kalau Jogja cenderung lebih tenang pemalu

sederhana penampilannya, sopan bicaranya dibanding

etnis Jawa lainnya tapi itu penilaianku sih. Sekarang aku

bisa bedakan kalau dulu belum bisa ya jadi kadang suka

menyamaratakan mereka asal dia berbahasa Jawa terus

aku anggap dia orang Jogja gitu ternyata salah. Terus

kebetulan dapat pacar orang asli Jogja juga dia suka

mengajarkan aku tatacara orang Jawa secara umum

seperti berbahasa Jawa dan sopan santun Jawa juga.

21. Peneliti :Jika anda mengalami kendala di daerah rantauan

mengenai sosialisasi terhadap masyarakat pribumi

Yogyakarta lalu bagaimana anda mengatasinya?

Informan :Dulu itu kendalanya karena beda budaya jadi beda juga

bahasa daerahnya, sering tiba-tiba ada yang mengajak

bicara pakai bahasa Jawa entah sama ibu-ibu penjual

makanan, atau bapak-bapak penjaja jajanan, tukang

Comment [CS161]: Gjl & Rea

Page 252: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

parkir, tukang foto copy, teman, karyawan fakultas dan

dosen yang orang Jawa juga terus aku bilang maaf saya

bukan orang Jawa tidak paham bahasa Jawa gitu saja sih.

Ya untuk awal dulu memang mengganggu tapi lama-lama

paham kok wajarlah dibuat santai saja.

22. Peneliti :Dengan teman kampus anda yang merupakan masyarakat

pribumi Yogyakarta apakah mereka membantu anda untuk

bersama-sama menghadapi persoalan penyesuaian diri pada

saat awal kedatangan anda di tempat rantauan (Yogyakarta)

?

Informan :Ya ada, waktu awal dulu sampai di buatkan kamus kecil-

kecilan bahasa umum saja yang biasa dipakai. Yang

membuatkanku kamus itu teman kakak kelas panitia ospek

jurusan IPS yang tadi aku ceritakan sama dia aku diajari

bahasa Jawa sedikit-sedikit yang mudah-mudah saja sih

jadi kalau ada yang mengajak aku bicara bahasa Jawa

akunya bisa tahu artinya dikit-dikitlah tidak cuma bengong

seperti orang bodoh. Kalau sama teman kelas malah ada

jarak.

23. Peneliti :Ceritakan bagaimana hubungan anda dengan teman-

teman baru di Yogyakarta? Apakah ada kendala?

Informan :Teman baru yang dikenal disini gitu maksudnya? Iya kan

diawal wawancara tadi aku sudah bilang langsung dapat

teman yang cocok terus akrab sampai akhirnya dia lulus

dan jadi lost contact karena dia kan sekarang sudah nikah

banyak urusannya jadi hubungan dengan teman baru di

Jogja yang berjalan dengan baik tinggal dengan teman-

teman kos yang orang Jawa itu tadi. Sama teman kos itu

akrab kok mereka baik sama aku, nongkrong kemana-mana

ya sama mereka, sampai les bahasa Jawa juga ya sama

mereka aku awalnya ada niat dari sendiri tanya sama

mereka duluan karena gemas kan keseringan diajak bicara

bahasa Jawa jadi kupikir aku harus bisa lah biar tidak ada

miss lagi pula penasaran kan pingin bisa juga biar paham

untungnya mereka baik ya mau gitu ajari padahal akunya

juga kan orangnya susah suka lupa-lupa terus tanya lagi

kalau lupa ya tanya lagi sampai lama-lama hapal dikit

diluar kepala Nah kalau dengan teman baru seperti teman

sekelas itu entah yang orang asli Jogja atau sama yang

Comment [CS162]: Ekstrnl

Page 253: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

statusnya perantauan juga ya lain cerita paling ya teman

biasa tidak sampai akrab dekat gitu cuma kami tetep bisa

sapa-sapaan tidak yang musuhan. Kalau kendala waktu

awal dulu memang ada masalahnya yang namanya

memulai sesuatu dari awal apalagi asing kan memang

butuh proses, butuh pengenalan, butuh pendekatan, jadi

dulu masih yang jaim-jaiman, tapi lama-lama ya ngemix

juga kok bisa saling baur tergantung gimana kita, kalau

kitanya baik sama orang ya bakal dapat balasan baik juga

kok, gitu saja.

24. Peneliti :Apakah anda mengalami berbagai permasalahan

ketidaknyamanan dengan lingkungan rantauan anda?

Apakah kini anda dapat menyesuaikan diri dengan di

tempat rantauan tersebut?

Informan :Ketidaknyamanan itu karena semua-semuanya sangat

berbedakan sama yang biasanya, nah menghadapi yang

tidak biasanya itu pasti ada rasa kaget, ada perasaan tidak

bisa langsung terima kenyataan yang sedang dihadapi,

setiap hari mendengar bahasa yang beda, melihat orang-

orang yang asing, tempatnya asing, rasa masakan yang

asing, menghadapi suasana yang asing nah disitu ketidak

nyamanannya. Paling parah kita jauh sama orang tua,

keluarga, teman-teman dekat yang biasa isi keseharianku

di sana kan, suka berkhayal aku bakal lebih bahagia kalau

orang-orang terdekatku semuanya ada disini hahaha

ngimpi aku. Sekarang sudah reda ya, sudah bisa atasi

rindu yang selalu meluap-luap seperti jaman awal

merantau dulu, karena proses waktu kebutuhan akhirnya

sekarang sudah banyak temannya, sudah tidak tegang

kaku-kakuan seperti dulu. Sudah mulai pintar bahasa Jawa

berkat teman-teman kampus yang orang Jogja mereka mau

mengajarkan aku sampai bisa ya walau tidak semua tapi

biar didengar akrab ya sama mereka kan bakal makin seru

itu.

25. Peneliti :Bagaimana sikap dan pandangan anda tentang berbagai

masalah kemampuan beradaptasi dalam berusaha

mengurangi pengaruh culture shock pada diri anda selama

ini?

Comment [CS163]: Hsl Adpts

Page 254: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Informan :Sikap dan pandangan duh gimana ya, susah sih

masalahnya aku anak terakhir yang selalu nempel diketiak

orang tua dan kakak-kakakku jadi jauh dikit langsung down

susah langsung move on yang mandiri, tegar, dewasa

hadapi perbedaan lingkungan atau jarak dengan kampung

halaman yang jauh dimata gitu-gitu. Paling ya serahin

semua sama Tuhan, jangan lupa mengadu dengan Tuhan

minta di tegarkan, minta waktu yang akan memberimu

proses, jangan angkuh dengan orang baru disekitar kita,

tapi kita juga harus bisa menilai, pintar-pintar membaca

karakter orang lain untu berjaga-jaga tidak semua orang

asing yang kita temui itu baik walau kita sudah berusaha

baik dengan dia, kalau rindu orang tuamu segeralah

menelpon mereka menangispun tak masalah itu dapat

melegakan hati, lama kelamaan ketidak nyamanan kita

pasti kan berkurang. Ada waktu dimana kita untuk mellow

sok melancholic tapi tidak baik jika terlalu terhayut

berlebihan, harus ada batasan dan selalu berpikir positif

saja kita harus maju kedepan dan Puji Tuhan sekarang aku

sudah stabil fokus untuk segeralah menyelesaikan studyku

Comment [CS164]: Hsl Adpts

Page 255: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

HASIL WAWANCARA

CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA

PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Informan 8

Tanggal wawancara : 19 November 2015

Waktu : 11.00 WIB

Lokasi wawancara : Halaman Parkir Fakultas Ilmu Sosial UNY

A. Identitas Informan

Nama : ERN

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 20 tahun

Agama : Kristen

Asal daerah : Malinau, Kalimantan Utara

Suku/ etnis : Dayak

Jenis bahasa daerah : Dayak Lundayeh

Universitas : Universitas Negeri Yogyakarta

Mahasiswa semester : 7

B. Hasil wawancara dengan mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa

yang sedang berkuliah semester lanjut di Perguruan Tinggi Yogyakarta.

1. Peneliti :Berasal dari daerah mana, suku atau etnik, bahasa daerah

dan sejak kapan anda merantau ke Yogyakarta?

Informan : Asal daerah Malinau, Kalimantan Utara. Suku/ etnisnya

Dayak. Jenis bahasa daerahnya Dayak Lundayeh. Akhir 31

Agustus 2012 sepertinya ya aku agak lupa tepatnya.

2. Peneliti :Mengapa anda memilih untuk merantau ke Yogyakarta?

Apa alasan dan motivasi anda memilih menjadi seorang

mahasiswa perantauan? Apakah anda sebelumnya pernah

memiliki pengalaman merantau kedaerah/ propinsi lain?

Informan :Sebenarnya tidak ada rencana untuk menjadi seorang

perantau ya jadi gini waktu SMA aku juga sudah pikirkan

untuk tidak berkuliah karena mengingat dana, kuliah itu

butuh dana yang tidak sedikit jadi dulu setelah lulus SMA

aku sempat berhenti istirahat tapi untung aku dengar berita

kalau pemerintah daerahku Kalimantan Utara gelar

Comment [CS165]: Asl

Comment [CS166]: Sk Etnk

Comment [CS167]: Bhs Daerh

Page 256: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

kerjasama dengan UNY itu harus melalui seleksi test jadi

ayah sangat senang dan antusias menyuruh aku ikut test

itu. Itupun Puji Tuhan aku sangat beruntung aku bisa lulus

test seleksi dari banyak sekali peserta yang ikut padahal

aku tidak ada persiapan sama sekali untuk menghadapi test

itu. Kenapa Jogja juga diluar rencana ya karena itu tadi

aku ikut program kerjasama daerah kebetulan tahun itu

kerjasamanya dengan UNY yaitu Jogja jadi baiklah yang

penting aku bisa kuliah tanpa memberatkan orang tua

masalah dana kan? Sekalian mencoba kota Jogja yang

mempunyai slogan Istimewa, waktu itu dengar-dengar kata

orang kalau disini tempatnya kondusif pas cocok sekali

untuk pelajar konsen belajar. Lagipula Jogja juga sudah

sejak lama dikenal oleh masyarakat luas sebagai Kota

pelajar berarti tidak diragukan lagi ya kualitas

pendidikannya disini. Butuh persiapan mental untuk kuliah

disini. Tidak ada, semua ini tanpa rencana ya. Aku tidak

ada pikiran mau kuliah jauh-jauh dari rumah seperti ini

apalagi sampai keluar dari pulau Kalimantan. Benar-benar

kejutan besar, tapi kau harus bersyukur pada Tuhan karena

di beri kesempatan besar lolos test seleksi diterima dalam

program kerjasama daerah seperti ini. Yang memberi

motivasi dan membesarkan hati itu ayah ya ayah selalu

bilang selain merantau demi pendidikan berkualitas aku

bisa sembari belajar hidup mandiri, bisa lebih

berkembang, bertambah pula wawasanku tentang dunia

luar. Ayah juga bilang agar aku menguatkan mental karena

kualitas pendidikan di pulau Jawa dinilai lebih baik

dibanding kualitas pendidikan di luar pulau Jawa, jadi aku

akan terpacu agar lebih giat lagi dalam berkuliah

mengejar prestasi agar sama setidaknya sejajarlah dengan

teman yang dari Jawa. Jadi kupikir positif saja ya selain

demi kuliah cari pengalaman di dunia luar yang jauh dari

keluarga gini aku juga dapat manfaat baik lain yang

berguna untuk diriku sebagai bekal. Belum pernah ada

pengalaman merantau ini benar-benar first, amat sangat

perdana bagi aku.

3. Peneliti : Siapakah yang mendorong anda untuk melakukan

Comment [CS168]: Alsn

Comment [CS169]: Intrnl

Page 257: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

merantau? Lalu apakah anda sudah memperkirakan

bagaimana tempat yang akan anda rantau tersebut?

Informan :Keinginan sendiri ya coba-coba keberuntungan ikut daftar

test seleksi program daerah Kalimantan yang bekerja sama

dengan UNY dengan harapan besar dan amat sangat

didukung orang tua, mereka sangat berharap agar aku bisa

menjadi seorang yang sukses, tidak lupa tetap beribadah

disini. Apa ya waktu itu perasaanku campur aduk antara

senang lulus test seleksi dengan astaga aku harus merantau

jauh dari kampung halaman paling aku hanya

memperkirakan kalau Jogja itu penuh dengan etnis Jawa,

budaya, bahasa, adat, semua-semuanya serba Jawa gitu.

4. Peneliti :Sebelum anda merantau apakah anda sudah pernah

datang mengunjungi Yogyakarta atau memiliki bayangan

bagaimana lingkungan baru anda? Lalu bagaimanakah

perasaan anda saat sudah berada di tempat perantauan?

Merasa kagetkah?

Informan :Belum, aku memang sama sekali belum pernah ke

Yogyakarta waktu itu tahunya dari cerita saudara saja

sama lihat di Tv kalau Yogyakarta itu kota besar yang

terkenal dengan banyak julukan ada julukan kota budaya,

kota wisata, kota pelajar, kota ramai akan pendatang

dengan tujuan mereka masing-masing yang membawa

mereka kesini dan benar pas sudah disini berbaur dengan

orang-orangnya di Yogyakarta iya disini ternyata banyak

sekali mahasiswa perantau dari berbagai daerah kagetnya

itu waktu lihat perbedaan karakteristik masing-masing

daerah dari mereka. Perasaanku benar-benar campur aduk

antara senang karena beruntung aku bisa lulus test seleksi

dengan perasaan mau tidak mau ya harus terima kenyataan

aku harus merantau jauh dari kampung halaman begini,

repot.

5. Peneliti :Jalur penerimaan mahasiswa apa yang anda tempuh

untuk akhirnya anda bisa masuk dan di terima di Perguruan

Tinggi Jogja?

Informan :Jalur kerja sama daerah Kalimantan Utara Kabupaten

Malinau dengan UNY angkatan 2012, disini juga ada

ikatan kerjasama mahasiswa Malinau. Teman-teman beri

info tentang program kerja sama daerah Kabupaten

Page 258: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Malinau, kakak juga sangat mendorong agar aku ikuti.

Tapi dari diri sendiri aku tidak mau sebenarnya, jadi ikut

tes ujian program kerja sama itu terpaksa, tidak ada

persiapan belajar yang sungguh-sungguh, karena memang

dari awal tidak ada niat untuk merantau terlalu jauh

sampai harus ke Jawa yang jelas jauh dari Kalimantan

belum lagi harus jauh dari kakak dari orang tua teman

juga sama sekali tidak ada keluarga tapi Puji Tuhan kasih

rejeki aku malah lolos.

6. Peneliti :Dimana dan dengan siapa anda tinggal di tempat

perantauan kota Yogyakarta ini? Berikan alasannya?

Informan :Waktu awal kedatangan itu kos tapi karena ada

keterlambatan turun dana akhirnya aku pindah saja sudah

ke asrama biar aman. Di Jogja aku sendirian tidak ada

sanak saudara disini tidak ada yang bisa kumintai tolong,

jadi apa boleh buat benar-benar hidup merantau sebatang

kara di Jogja, tak mengapalah karena suatu saat nanti

semua itu akan teratasi.

7. Peneliti :Bahasa apa yang biasa di pakai dalam keluarga? Lalu

bahasa apa yang anda gunakan untuk berkomunikasi

dengan orang-orang baru di Yogyakarta?

Informan :Kalau dirumah bahasa yang di pakai bahasa dayak

lundayeh, kalau dengan teman di kampung yang dayaknya

sama sepertiku ya dayak lundayeh juga masalahnya dayak

itu ada banyak ya beda-beda. Kalau bahasa disini aku

pakai bahasa umum yang jelas-jelas semua orang

Indonesia tahu ya bahasa persatuan bahasa Indonesia,

tidak mungkin kan jika aku tetap berbahasa dayak disini

karena tidak akan ada seorangpun yang tahu arti

perkataanku. Iya jadi disini 24jam penuh harus berbahasa

Indonesia terus itupun masih saja di ejek yang lain yang

asli tanah Jawa katanya aneh dan terbalik entah apa yang

terbalik. Jadi saat disini bahasa dayak lundayeh aku

gunakan saat-saat tertentu saja ya kalau aku sedang

berkomunikasi dengan orang tua, saudara atau teman saja

barulah bahasa daerahku yang kugunakan sembari

mengingat masa-masa masih di sana bahasa sehari-hari

yang selalu dipakai dikampung dulu kan pastinya rindu

berat.

Comment [CS170]: Intrnl

Comment [CS171]: Bhs Daerh

Comment [CS172]: Ekstrnl

Page 259: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

8. Peneliti :Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman baru di

lingkungan kampus anda, pada saat anda memasuki

semester awal perkuliahan?

Informan :Saat pertama perkuliahanku aku tidak segera mempunyai

banyak teman mungkin karena masalah latarbelakang yang

berbeda jadi butuh waktu untuk terbiasa menerima

perbedaan yang ada di sekitar, lagipula aku tipe orang

yang tidak banyak bicara, bukan cuek kalau ada yang

menyapa, mengajak bicara atau berkenalan baik-baik aku

pasti akan merespon dengan baik pula, dulu aku memang

menjaga jarak ya karena kurang percaya diri. Jadi di

kampus dari semester 1 aku lebih nyaman berinteraksi

sama yang sedaerah saja ya komunikasinya lebih gampang,

kalau sama yang Jawa malas karena sering tidak

nyambung hah apa hah apa terus kan bosan kalau terus-

terusan tidak nyambung seperti itu.

9. Peneliti :Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman baru di

lingkungan tempat tinggal (kos) anda?

Informan :Dari jaman masih pertama di Jogja, pertama kalinya aku

merasakan yang namanya hidup kos itu hubunganku

dengan tetangga kamar kos itu malah bisa dibilang lebih

intensif, lebih dekat ya mungkin karena kebetulan dapat

para tetangga kamar yang baik jadi interaksi diantara

penghuni kos lebih terbuka tidak hanya sekedar basa-basi,

sapa-sapa saja, mereka yang duluan mengajakku untuk

ngobrol, berkenalan, bercanda-canda padahal ada yang

asli Jawa juga tapi mereka paham bahasa Indonesiaku

tidak menganggapku aneh seperti teman di kelas, mereka

baik-baik ya sama aku jadi aku juga kasih respon baik

pula. Meski sekarang aku tinggal di asrama tapi aku sering

singgah ke kos ya menemui mereka masih sering

nongkrong bareng juga, seru-seru saja.

10. Peneliti :Apakah anda menemukan kendala mengenai penyesuaian

belajar yang anda temukan selama berada di lingkungan

baru (kota rantauan Yogyakarta)?

Informan :Itu jelas sangat-sangat kaget, kan memang ya beda

pendidikannya antara Jawa sama Kalimantan. Contohnya

begini ya kita kan sering ada makalah lalu presentasi di

depan kelas begitu kalau lihat teman lain yang dari Jawa

Comment [CS173]: Ekstrnl

Page 260: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

mereka itu mudah sekali ya menjawab pertanyaan yang

diajukan dan lancar ya menjelaskan hasil makalahnya nah

kita ini yang dari Kalimantan kalau di depan kelas untuk

presentasi masih banyak tersendat apalah itu tidak lancar

seperti teman yang lain yang dari tanah Jawa. Jadi kita

akui memang yang tanah Jawa atau Jogja itu lebih pintar,

lebih berani dalam presentasi mereka cakap berkata dari

pada kami ini karena itu kami mudah minder. Jadi jurus

utamanya ya setiap akan menerima materi aku selalu

berusaha membaca ulang yang akan di jelaskan oleh dosen

berusaha memahami lebih dulu tapi kalau masalah lisan

sampai sekarang aku masih belum bisa percaya diri kalau

sudah di depan kelas itu minder lupa yang mau di

sampaikan tadi apa. Sampai ada teman yang mengucilkan

aku karena aku tidak pandai bicara saat presentasi, adalah

teman dari Jawa tapi bukan dari Jogja kalau teman yang

Jogja malah ramah.

11. Peneliti :Apakah terdapat kesenjangan kebudayaan yang anda

rasakan selama berada di lingkungan baru (kota rantauan

Yogyakarta)?

Informan :Kesenjangannya terjadi pada bahasa ya disini yang asli

tanah Jawa apa yang etnis Jawa maksudku mereka gencar

sekali berbahasa Jawa bahkan denganku yang jela-jelas

bukan orang Jawa mereka mengajakku berkomunikasi

menggunakan bahasa Jawa jadi aku hanya bisa mematung

dan pasang wajah bodoh karena tidak tahu maksud

pembicaraan mereka. Sekali aku bicara mereka malah

tertawa karena bahasaku yang kata mereka aneh. Jadi

ngobrol di kelas itu teman-teman yang etnis Jawa 99%

berbahasa Jawa yang selalu mereka gunakan, paling kalau

pas presentasi saja barulah mereka berbahasa Indonesia.

Bahkan ada sedikit konflik itu malah sama dosen sekitar

semester dua kalau tidak salah ya setiap beliau

menjelaskan materi sering sekali berbahasa Jawa akhirnya

aku coba beranikan diri untuk menegur karena dalam kelas

itu isinya tidak hanya etnis Jawa saja tapi ada kami

beberapa orang mahasiswa yang dari etnis berbeda aku

yang dari Kalimantan, atau yang lainlah luar pulau Jawa

Comment [CS174]: Ekstrnl

Page 261: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

pun kan ya ada di dalam kelas itu beruntung beliau mau

mendengar kedepannya ada perubahan.

12. Peneliti :Bagaimana cara anda memahami adat istiadat budaya

orang-orang pribumi Yogyakarta saat bulan-bulan pertama

tinggal di Yogyakarta? Apakah anda merasakan adanya

perbedaan yang mencolok dengan daerah asal anda?

Informan :Dulu waktu pertama-pertama disini aku banyak

mengamati bagaimana keadaan lingkungan, bagaimana

memahami ekspresi wajah maupun bahasa teman di

Yogyakarta karena antara ekspresi wajah dengan

perkataan bisa saja salah dan menimbulkan salah

pengertian. Dulu juga agak susah ya karena harus

menyesuaikan nada bicara kan kalau di Kalimantan kami

bisa dibilang nadanya lebih kasar kalau dibandingkan

dengan Jogja yang bicaranya terlalu lembut sampai-

sampai kalau sedang mengobrol dengan teman yang asli

Jogja sering sekali aku seperti tuli saking tidak terbiasanya

mendengar lawan bicara yang bicaranya pelan seperti

mereka. Menyesuaikannya perlahan karena yang namanya

kebiasaan itu tidak bisa diubah dalam waktu sekejap. Yang

pasti karena disini aku adalah tamu jadi aku yang harus

mengikuti aturan Yogyakarta., menyesuaikan diri dalam

kondisi yang berbeda dengan segala kebiasaan dari

daerah asal.

13. Peneliti :Saat berada dibulan-bulan pertama perantauan apakah

anda sering membandingkan lingkungan baru di

Yogyakarta tempat rantauan dengan daerah asal dari tempat

anda sendiri?

Informan :Yang beda kebudayaan yaa. Kalau disini karena terasa

sekali majemuknya jadi terasa sekali perbedaan

karakteristiknya. Kalau di Kalimantan kan budayanya

mayoritas sama semua jadi interaksinya setiap hari hanya

dengan orang-orang yang sama, para pendatang dari Jawa

di Kalimantan saja mereka biasanya mengumpul tersendiri

disuatu kampung, kalau disini semua berbaur jadi satu

dengan tujuan yang sama yaitu sama-sama kuliah. Kalau

budaya asli tuan rumah memang terasa sekali, disini kan

yaa memang benar-benar Jawa jadi yang pribumi fasih

menggunakan bahasa Jawa dengan variasi yang berbeda-

Comment [CS175]: Gjl & Rea

Comment [CS176]: Gjl & Rea

Page 262: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

beda pula, seperti bahasa Jawa yang biasa dipakai sama

teman-teman saat bicara ke temen itu beda lagi sama yang

dipakai teman-teman kalau sedang bicara dengan orang-

orang yang lebih tua ternyata ada lagi tingkatannya juga

bahasa Jawa itu tergantung dengan siapa lawan bicaranya,

terus orang Jawa pribumi Yogyakarta itu orangnya juga

lebih kalem-kalem, sopan, nada bicaranya lembut dari

pada Jawa yang lainnya dan orang-orangnya lebih

bersahabat.Jogja merupakan tempat dengan kebudayaan

Jawa yang sangat kental namun juga masih didominasi

dengan kebudayaan mahasiswa perantau dari berbagai

daerah yang datang merantau di Jogja dengan tujuan

berkuliah disini sehingga kemajemukan karakter diantara

para mahasiswa sangat terasa. Tidak hanya aku

mahasiswa perantau yang ada dikelasku, bahkan dari

sabang sampai merauke semua hampir ada di

universitasku. Hal inilah yang membuatku ragu bagaimana

untuk memulai perkenalan dengan mereka, untuk awal aku

hanya bisa bersikap tenang, berusaha untuk sopan,

menekan cara dan nada bicaraku untuk memberikan

penilaian baik terhadap diri diantara orang-orang yang

ada disekitarku sembari memperhatikan dan mempelajari

bagaimana karakter teman-teman baru satu kelas

perkuliahanku. Yogyakarta itu kota besar dengan fasilitas

sarana-prasarana kota yang bervariasi macamnya dan

memadai terus tempatnya ramai. Toko buku, perpustakan,

tempat ibadah semuanya komplit tersedia kalau mau

kemana-mana letak-letaknya tidak jauh-jauh gampang

dijangkau disediakan fasilitas transportasi kota yang

sangat memadai ada bus kota transJogja yang jelas

memudahkan orang-orang yang tidak memiliki kendaraan

pribadi, atau ada sewa motor, ada taxi 24 jam nonstop juga

ada taxi motor. Pokoknya di Yogyakarta memang kota yang

lebih maju, ide-idenya kreatif. Jaringan internet/warnet

dimana-mana. Banyak tempat-tempat bersejarah juga

disini jadi bisa lihat langsung seperti Istana kepresidenan

RI yang sempat berada Yogyakarta, monumen Jogja

kembali dan monumen serangan 11 maret Benteng

Vredeburg juga. Lalu keraton Yogyakarta juga sering

Comment [CS177]: Hsl Adpts

Page 263: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

melangsungkan kegiatan tradisi yang rutin

diselenggarakan setiap tahunnya yang bisa disaksikan oleh

orang-orang umum seperti misalnya karnafal,

14. Peneliti :Sesampainya di tempat rantauan apakah anda dapat

segera mengkondisikan diri anda dengan lingkungan baru

anda? Apakah anda merasa nyaman dengan lingkungan

rantauan anda?

Informan :Paling yaa intonasi atau nada bicara yaa. Kalau aku yang

terbiasa di Kalimantan nadanya tinggi setelah disini

karena banyak teguran juga dari teman-teman jadi harus

sedikit menurunkan nada bicara agar terdengar lebih

lembut tidak terkesan kasar dan menimbulkan salah paham

jika bicara dengan teman-teman disini. Penyesuaian diri

itu butuh proses namun juga harus dijalani, yang pasti aku

sadar sebagai tamu maka aku harus menyesuaikan diri dan

menghargai aturan Jogja sebagai tuan rumah, sebisa

mungkin di buat santai saja dibuat nyaman biar betah.

Karena kan disini memang tujuannya untuk kuliah jadi ya

bersusah-susah dahulu selama kuliah yang penting tujuan

utama tercapai dengan baik, lulus tepat waktu sesuai

harapan ayah.

15. Peneliti :Bagaimana kondisi kesehatan anda pada bulan-bulan

awal di tempat rantauan?

Informan :Yogyakarta itu panas kering ya anginnya jadi awal dulu

sering sekali ganti kulit setiap pergantian musim, kulit jadi

kasar bersisik disini jadinya harus rajin-rajin pakai

pelembab kulit agar tidak perih karena kasar kulitnya. Tapi

lama kelamaan juga sudah mulai berkurang dan nyaris

berhenti, tidak sering ganti kulit seekstrim dulu. Kalau

yang lain ya masalah masakan sempat diare gara-gara

tidak cocok sama rasa masakan disini.

16. Peneliti :Mengenai pola makan, menu dan rasa masakan khas

Yogyakarta apakah anda menemukan kendala di tempat

rantauan?

Informan :Parah dulu malah sempat diare ya gara-gara rasa

masakan yang berbeda lidah dan perut ternyata tidak bisa

menerima. Menu masakan benar-benar butuh proses untuk

menyesuaikan karena disini khasnya manis buruknya lagi

disini warung-warung makan rasanya sama saja semuanya

Comment [CS178]: Ekstrnl

Comment [CS179]: Ekstrnl

Comment [CS180]: Gjl & Rea

Page 264: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

dominan manis sepertinya mereka memasak tanpa cabai

namun membubuhkan gula ke setiap masakannya yaa meski

tidak semua warung seperti itu, untuk tempat-tempat makan

tertentu dengan standar harga diatas warung-warung

makan biasa menyediakan menu masakan dan rasa yang

tidak biasa, hanya saja niatku merantau ke Jogja bukan

untuk hidup boros alhasil untuk awal di Jogja dulu sempat

repot pilih-pilih makanan sampai akhirnya kalau makan

larinya ke warung makan Padang karena hampir sama

rasa khasnya seperti Kalimantan pedas asin, sampai

sempat ya beli mie satu kardus dengan rice cooker jadi

makan mie dengan nasi saja di dominasi dengan makan

roti kan kalau roti rasanya dimana-mana sama saja lalu

minumnya susu, kadang suka menahan makan karena

malas terus lama-lama menguruslah badanku disebabkan

pola makan tidak sehat dan sering terlambat makan. Lalu

sekarang puji Tuhan sudah bisa walaupun

menyesuaikannya sendiri butuh waktu lama.

17. Peneliti :Mengenai pola tidur anda pada bulan-bulan awal di

Yogyakarta, apakah anda menemukan kendala di tempat

perantauan?

Informan :Karena kuliah itu tugasnya kadang sangat keterlaluan

sekali banyaknya dan tingkat kesusahannya melebihi waktu

masih di SMA sedangkan aku juga harus tetap belajar

mempelajari materinya yang susah, jadi yaa mau tidak mau

harus pintar-pintar membagi waktu antara belajar dengan

menyicil mengerjakan tugas dan mengharuskan untuk

mengulur jam tidur dan alhasil terbiasa tidur larut sampai

sekarang. Padahal waktu di SMA dulu aku tidak sampai

tidur larut-larut begini ya mungkin karena materinya yang

lebih mendalam lalu ilmunya lebih tinggi lagi membuatku

harus aktif tidak bisa bermalas-malasan mesti banyak

mengulang membaca materi juga kan agar tidak terlalu

tertinggal sama yang dari tanah Jawa lainnya.

18. Peneliti :Bagaimana komunikasi anda di tempat perantauan

dengan keluarga anda di kampung halaman? Tiap berapa

bulan anda pulang kekampung halaman? Apakah anda

sering merasa home sick atau mudah rindu kampung

halaman?

Comment [CS181]: Ekstrnl

Comment [CS182]: Gjl & Rea

Page 265: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Informan :Sama orang tua dari awal merantau sampai sekarang

tetap lancar komunikasinya saling tanya dan memberi

kabar, mereka pun tidak pernah absen selalu menyanyakan

tentang bagaimana jalannya kuliahku disini, mereka selalu

menunggu kabar baik tentang kemajuan IPK dan Puji

Tuhan mereka selalu puas atas prestasi yang sudah aku

usahakan karena mereka tahu batas kemampuanku, mereka

hanya berharap aku bisa membanggakan mereka dengan

segera wisuda sesuai target. Dari awal dulu hanya

menunggu setiap libur semester genap yang paling

lumayan lama liburnya biar qualitytime sama keluarga

juga semakin terasa, tidak pemborosan biaya perjalanan

pergi pulang kampung halaman yang tidak sedikit,

perjalanannya juga jauh malas dijalannya, aku pulangnya

paling pas itu saja sih sampai sekarang. Kalau homesick

itu amat pasti, bukannya manja atau bagaimana tapi jarak

Jogja-Kalimantan itu jauh dan itu nyata, terasa sekali saat

tiba di Jogja kalau disini tempat asing, bukan tanah

kelahiranku semuanya berbeda, disini aku sendiri tak ada

siapapun yang kukenal, tak ada keluarga disisi, tak ada

sahabat satupun untuk berbagi, wah rasanya sebatang kara

itu amazing kesepiannya. Belum lagi lihat kamar kos yang

tidak senyaman rumah, bahasa disini berbeda, karena di

tanah Jawa jadi aku harus berbahasa Indonesia terus

setiap hari 24 jam full jika berkomunikasi dengan orang

lain yang jelas berbeda budaya gini tapi lama-lama juga

capek ya rindu bahasa daerah yang lebih mudah di

ucapkan bukan bahasa Indonesia tidak mudah di ucapkan

tapi berbahasa Indonesia saja mereka masih bilang tidak

mereka mengerti kan kesal juga rasanya, rasa makanannya

juga aku tidak suka, disini aku harus memulai semua dari

awal pokoknya semuanya benar-benar paket komplit

special pengalaman merantau yang wow keren, dulu waktu

awal sering sekali terbesit keinginan untuk sudahlah

pulang saja itu sampai satu bulan lebih lho jadi badan aku

disini tapi pikiranku disana terus tapi aku ingat ambisi

ayahku karena ayahku yang sangat bersemangat aku ikut

dan lulus test program kerjasama daerah ini.

19. Peneliti :Adakah pengalaman sosial budaya di Yogyakarta yang

Comment [CS183]: Gjl & Rea

Page 266: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

membuat anda stress pada bulan-bulan awal di

Yogyakarta?

Informan :Yang paling buat aku stress itu rasa masakannya, sampai

jadi tertekan sendiri. Konsumsi mie yang tidak baik untuk

pencernaan, roti cemilan yang tidak mengenyangkan, nasi

Padang yang sangat berminyak, berlemak dan tinggi

kolesterol, semua itu selalu kupikir aku takut gemuk yang

tidak sehat karena pola makan akhirnya selama 2 semester

membuatku menderita kehilangan selera makan, malas,

bosan. Sehingga timbul penyakit perut yang kudapat disini

ya itu maag. Puji Tuhan sekarang sudah bisa walaupun

menyesuaikannya sendiri butuh waktu lama dan tidak

mudah untukku

20. Peneliti :Pernahkah ada masalah dengan teman-teman baru anda

yang merupakan masyarakat pribumi Yogyakarta?

Informan :Masalah dengan teman-teman baru itu.. aku sempet

merasakan masa bingung mau bagaimana memulai

perkenalan dengan orang baru, takut salah, males ribet

jadi waktu awal dulu aku masih belum punya teman baru

atau malah cuma sebatas tahu siapa namanya saja kalau

sampai benar-benar mengenal dan banyak mengobrol itu

belum, apalagi tanggapannya teman-teman yang di kampus

itu memandang aku ini unik atau malah aneh mereka

komentar kalau cara bicaraku terbaliklah, suaraku

keraslah, nadanya kasarlah, mereka juga terlalu sering

berbahasa etnis Jawa mereka juga kan, jadi itu membuat

aku jadi ckckck.. wah kalau begini kan aku mau bagaimana

lho wajarlah kalau malas jadinya mau membaur itu. Nah

anehnya itu tidak sama dengan yang di lingkungan kos,

kalau di kos walau kami berbeda-beda latar budaya tapi

kami lebih seru bisa membaur kalau yang di kelas jaga

jarak malahan mungkin orang akan berpikir jika aku ini

merupakan orang yang kurang terbuka karena terkesan

pendiam padahal sebenarnya aku tidak seperti itu aku

hanya menunggu orang lain yang mengawali dulu ke aku

barulah aku menanggapi. Jogja itu kan memang tinggi

tingkat karakternya apalagi bagi mahasiswa sepertiku yang

selalu berkutat dengan perbedaan budaya namun berada

ditengah-tengah mereka tanpa disadari membuatku

Comment [CS184]: Gjl & Rea

Comment [CS185]: Intrnl

Page 267: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

mengamati bagaimana-bagaimana orang-orang yang ada

disekitarku sehingga lama-kelamaan aku sedikit banyak

mulai belajar memahami karakter masing-masing orang

disekitar, ya siapa tahu suatu saat nanti ketika aku sudah

berani membaur dengan mereka aku bisa memperkirakan

harus bagaimana menentukan sikap bergaul.

21. Peneliti :Jika anda mengalami kendala di daerah rantauan

mengenai sosialisasi terhadap masyarakat pribumi

Yogyakarta lalu bagaimana anda mengatasinya?

Informan :Kalau yang di kelas sejak awal aku mau semua baik-baik

saja, semua harus kuawali dengan berhati-hati dalam

bersikap dalam berkata ya walau itu dalam arti menurutku

sih kan entah orang laian bagaimana menilai.. dan

akhirnya itu membuahkan hasil walaupun waktu awal dulu

aku memang pendiam, jarang komunikasi dengan orang

sekitar, apa-apa aku urus sendiri, tidak bergantung dengan

teman tapi kini aku mulai punya banyak teman ya walau

hanya sekedar teman bukan yang akrab seperti itu, kalau

yang intens ya tetap apa-apa diskusi sama yang sama-sama

Kalimantan sama mereka memang ku akui lebih nyaman

tapi setidaknya kalau sama yang etnik lain apa lagi sama

yang etnik Jawa aku bisa membawa diri dan sebisa

mungkin tidak ada masalah. Yang buat aku sangat jadi

pelajaran itu ya.. Yogyakarta kan sangat beragam dari

penjuru nusantara sabang sampai merauke nyaris

semuanya ada disini. Terkadang mereka yang pendatang

itu tidak bisa menyaring atau sadar diri kalau disini itu

bukan daerahnya. Ada banyak teman perantauan yang buat

aku heran dengan karakternya yang keras, seenaknya, mau

menangnya sendiri, tidak peka lingkungan sekitar.. yaa

mungkin karena dia dari daerah yang memang keras

sehingga membentuknya dengan karakter yang seperti itu

cuma yaa kan dia harusnya mawas diri kalau apa yang dia

lakukan itu banyak menyinggung teman-teman disekitarnya

yang berinteraksi dengannya itu sudah jadi contoh ya agar

aku tidak berlaku sama seperti dia. Karena aku saja yang

sama-sama hanya perantau yang notabene pendatang

merasa terganggu apa lagi yang lainnya?

22. Peneliti :Dengan teman kampus anda yang merupakan masyarakat

Comment [CS186]: Hsl Adpts

Page 268: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

pribumi Yogyakarta apakah mereka membantu anda untuk

bersama-sama menghadapi persoalan penyesuaian diri pada

saat awal kedatangan anda di tempat rantauan (Yogyakarta)

?

Informan :Iya lumayanlah sedikit banyak mereka membantu, kan

kesal ya kalau keseringan di ajak bicara pakai bahasa

Jawa dan aku tidak tahu artinya. Pertamanya iseng hanya

dari memperhatikan, lalu belajar menirukan kata perkata

yang mudah ditirukan saja ya, gara-gara awalnya hanya

iseng berbicara berbahasa Jawa akhirnya sekarang jadi

bisa berbahasa Jawa walaupun hanya bisa-bisaan saja

yang gampang-gampang saja. Lama-lama karena semakin

penasaran akhirnya kuberanikan diri tanya langsung sama

teman-teman tapi sengaja aku minta bantuan sama yang

lokal asli Jogja, kan kalau sama yang asli Jogja mereka

lebih ramah tidak main-main apa maksudku itu mereka

benar-benar baiklah mau mengajarkan sedikit-sedikit

kepada aku, nada bicara juga di tuntun jadi lebih lembut,

lebih ramah, tahu tatakrama dari pada awal datang di

Jogja. Semua itu aku dapat karena merantau.

23. Peneliti :Ceritakan bagaimana hubungan anda dengan teman-

teman baru di Yogyakarta? Apakah ada kendala?

Informan :Sekarang sama teman kos jadi lebih seru sering

nongkrong bareng atau jalan kemana bareng walau kami

berbeda latar belakang, universitas dan jurusan tapi

mereka menghormatiku kami saling menghargai. Dengan

yang di kampus setidaknya tidak terlalu ada jarak, kalau

dulu kan nampak sekali jarak yang tercipta antara kami

sekarang jadi samar ya walau masih ada jarak tapi sudah

di minimalisir begitu. Kendala yang mainstream Puji

Tuhan tidak ada, yang penting kita tidak terlalu ambil

pusing saja sih sebenarnya kuncinya itu cuma satu di bawa

enjoy-happy. Iya dulu sempat galau pinginnya balik

kampung terus sekarang sudah slow seperti air mengalir.

24. Peneliti :Apakah anda mengalami berbagai permasalahan

ketidaknyamanan dengan lingkungan rantauan anda?

Apakah kini anda dapat menyesuaikan diri dengan di

tempat rantauan tersebut?

Comment [CS187]: Hsl Adpts

Comment [CS188]: Hsl Adpts

Page 269: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Informan :Berbagai permasalahan ketidaknyamanan dengan

lingkungan rantauan itu kalau pas awal dulu jelas ada

complicated banget malah seperti tempatnya asing, orang-

orangnya asing, karakternya beda, bahasanya beda, cara

bicaranya beda, masakannya beda, iklimnya beda, cara

pergaulannya beda dulu sempat galau pinginnya balik

kampung terus sekarang sudah slow seperti air mengalir.

25. Peneliti :Bagaimana sikap dan pandangan anda tentang berbagai

masalah kemampuan beradaptasi dalam berusaha

mengurangi pengaruh culture shock pada diri anda selama

ini?

Informan :Apa ya paling menurutku yang penting kita tidak terlalu

ambil pusing saja sih sebenarnya kuncinya itu cuma satu di

bawa enjoy-happy, slow seperti air mengalir. Santai saja

tidak usah terlalu pesimis, menyerah dengan kenyataan,

larut dalam kesepian karena jarak yang terlalu jauh

dengan kampung halaman. Apa lagi ya yang penting

banyak-banyak curhat saja sama orang tua dan Tuhan

Yesus, rutin ibadah ke gereja jika sedang parah galau-

galaunya banyak pikiran itu sangat-sangat bisa membantu

agar kita bisa lebih lega.

Comment [CS189]: Gjl &Rea

Page 270: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Lampiran 7

Tabel Koding

1. Asal daerah, suku, bahasa daerah mahasiswa perantauan dan alasan menjadi

mahasiswa perantauan asal luar Jawa di Yogyakarta

Kode Keterangan Penjelasan

Asl Asal daerah Dari mana asal daerah mahasiswa perantau di

Yogyakarta

Sk etnk Suku/ Etnik Suku/ etnik sebagai latar belakang dari mahasiswa

perantau di Yogyakarta

Bhs

daerh

Bahasa

daerah

Bahasa daerah sebagai latar belakang dari mahasiswa

perantau di Yogyakarta

Alsn Alasan

Merantau

Alasan menjadi mahasiswa perantauan di Yogyakarta

2. Penyebab dan bentuk culture shock berupa gejala hingga reaksi yang terjadi pada

mahasiswa perantauan asal luar Jawa di Yogyakarta

Kode Keterangan Penjelasan

Intrnl Internal Penyebab internal yang melatarbelakangi terjadinya

culture shock pada mahasiswa perantauan asal luar

Jawa di Yogyakarta

Ekstrnl Eksternal Penyebab eksternal yang melatarbelakangi terjadinya

culture shock pada mahasiswa perantauan asal luar

Jawa di Yogyakarta

Gjl &

Rea

Gejala dan

Reaksi

Gejala hingga reaksi yang terjadi pada mahasiswa

perantauan asal luar Jawa di Yogyakarta

3. Dampak dari culture shock pada mahasiswa perantauan asal luar Jawa di

Yogyakarta

Kode Keterangan Penjelasan

Hsl

adpt

Hasil adaptasi Hasil adaptasi sebagai dampak dari culture shock

pada mahasiswa perantauan asal luar Jawa di

Yogyakarta

Page 271: FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) …eprints.uny.ac.id/30573/2/1. Skripsi Full MARSHELLENA DEVINTA... · FENOMENA CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI YOGYAKARTA

Jumlah Mahasiswa Tahun Akademik 2015

NO. PROVINSI JUMLAH PERSENTASE (%)

1 DKI 9.141 2,5

2 JAWA BARAT 14.886 4,1

3 JAWA TENGAH 82.331 22,4

4 DIY 99.610 27,1

5 JAWA TIMUR 9.415 2,6

6 NAD 2.889 0,8

7 SUMATERA UTARA 17.832 4,9

8 SUMATERA BARAT 3.882 1,1

9 RIAU 14.221 3,9

10 JAMBI 4.114 1,1

11 SUMATERA SELATAN 7.993 2,2

12 LAMPUNG 7.116 1,9

13 KALIMANTAN BARAT 5.821 1,6

14 KALIMANTAN TENGAH 3.882 1,1

15 KALIMANTAN SELATAN 3.225 0,9

16 KALIMANTAN TIMUR-

KALIMANTAN UTARA

8.221

2,2

17 SULAWESI UTARA 2.110 0,6

18 SULAWESI TENGAH 2.577 0,6

19 SULAWESI SELATAN 7.322 2,0

20 SULAWESI TENGGARA 2.241 0,6

21 SULAWESI BARAT 6.541 1,7

22 MALUKU 1.447 0,4

23 BALI 2.792 0,8

24 NTB 4.472 1,2

25 NTT 13.822 3,8

26 PAPUA 7.889 2,1

27 BENGKULU 3.221 0,9

28 BANTEN 1.221 0,3

29 MALUKU UTARA 1.227 0,3

30 BANGKABELITUNG 2.551 0,7

31 GORONTALO 1.261 0,3

32 PAPUA BARAT 4.221 1,1

33 KEPULUAN RIAU 3.354 0,8

LUAR NEGERI 4.882 1,3

JUMLAH KUMULATIF 394.117 100,0