Upload
others
View
31
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
i
FENOMENA PEMBACAAN SURAH-SURAH PILIHAN UNTUK
MENAMBAH REZEKI PONDOK PESANTREN SAADATUL MUTTAQIN
(STUDY LIVING QUR’AN)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Stara Satu (S.1) Dalam Ilmu Al-Qur‟an Dan Tafsir
Fakultas Ushuluddin Dan Studi Agama
Oleh:
KHOLIL
UT. 160085
PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
2020
iv
KEMENTERIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
Jln. Raya Jambi-Ma.Bulian, Simp. Sungai Duren
Telp.(0741)582020
PENGESAHAN
Skripsi yang ditulis oleh (Kholil) NIM (UT.160085) dengan judul “Fenomena
Pembacaan Surah-Surah Pilihan Untuk Menambah Rezeki Pondok
Pesantren Saadatul Muttaqin” yang dimunaqashahkan oleh Fakultas
Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi Pada.
Hari :
Tanggal :
Jam :
Tempat :
Telah diperbaiki sebagaimana sidang Munaqashah dan telah diterima
sebagai bagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Program Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir pada Fakultas Ushuluddin dan Studi
Agama UIN STS Jambi.
Jambi, Maret 2021
TIM PENGUJI
Ketua Sidang
Sekretaris Sidang
Penguji I
Penguji II
Pembimbing I
Pembimbing II
Dekan Fak. Ushuluddin dan Studi Agama
Dr. Abdul Halim, M.Ag.
NIP.1972080919980310
v
MOTTO
ها رزقها ويعلم مستقر ة في الرض إل على الل وما من داب
ومستودعها كل في كتاب مبين
Dan tidak ada satupun makhluk bergerak (bernyawa) di muka bumi
melainkan semuanya telah dijamin rezekinya oleh Allah. Dia
mengetahui tempat kediaman dan tempat penyimpanannya. Semua itu
(tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). – (Q.S Hud: 6)
vi
PERSEMBAHAN
Bismillāhirrahmānirrahīm
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
Bapak , Ibu dan keluarga tercinta yang selalu mendukung dan memberi do‟a
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Almamater Fakultas Ushuludin dan Studi Agama UIN
Sulthan Thaha Saifuddi Jambi
Teman - teman Jurusan Ilmu Al-quran dan Tafsir
Seperjuangan khususnya kelas A.
Abi, Umi serta seluruh Ustadz/Ustadzah dan
Santriwan/Santriwati Yayasan Pondok Pesantren Saadatul Muttaqin.
Ucapan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua yang terlibat dalam
proses penyelesaian penulisan skripsi ini, semoga kita semuanya selalu dalam
bimbingan dan lindungan Allah swt.
vii
ABSTRAK
Penelitian living Qur‟an dalam skripsi ini membahas tentang pembacaan
al-Qur‟an surat-surat tentang rezeki. Dalam hal ini adalah Pondok Pesantren
Saadatul Muttaqin Desa Bakung Kec. Maro Sebo Kab. Muaro Jambi. Bagi seluruh
santri Pondok Pesantren Saadatul Muttaqin Desa Bakung Kec. Maro Sebo Kab.
Muaro Jambi diwajibkan untuk mengikuti kegiatan pembacaan surat-surat tertentu
yang dilaksanakan setiap hari rutin pada waktu selesai shalat. Adapun surat-surat
tertentu yang dimaksud adalah surat al-Wāqi„ah, dan surat al-Mulk dan surat ad-
Dukhon.
Penelitian living Qur‟an ini pembahsannya lebih difokuskan pada
bagaimana prosesi pembacaan al-Qur‟an ayat-ayat tentang rezeki di Pondok
Pesantren Saadatul Muttaqin Desa Bakung Kec. Maro Sebo Kab. Muaro Jambi.
dan apa makna pembacaan al-Qur‟an surat-surat tentang rezeki tersebut bagi para
pelaku tindakan. Dalam hal ini, sebagai para pelaku tindakan tersebut adalah para
santri secara umum, para ustadz, dan pengasuh Pondok Pesantren Saadatul
Muttaqin Desa Bakung Kec. Maro Sebo Kab. Muaro Jambi. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif. Adapun teknik pengumpulan data yang
penulis lakukan yaitu melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis
data yang digunakan dalam skripsi ini yaitu menggunakan analisis eksplanasi,
agar memudahkan penulis dalam memaparkan isi pembahasan.
Adapun hasil penelitian dalam skripsi ini yaitu, pembacaan al-Qur‟an
surat-surat tertentu ini dilaksanakan rutin setiap hari, untuk surat al-Wāqi‟ah
dibaca setelah selesai shalat shubuh dan surat al-Mulk dibaca setelah shalat Isya
surat ad-Dukhon setelah shalat Dzuhur dan surat ar-Rahman setelah shalat Ashar.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT,
yang telah memberikan nikmat dan karunianya berupa kesehatan, kesempatan dan
kekuatan lahir batin sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
judul, “Fenomena Pembacaan Surah-Surah Pilihan Untuk Menambah Rezeki
Pondok Pesantren Saadatul Muttaqin.”.
Sholawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi dan Rosul
kita, yakni Nabi Muhammad SAW. Seorang manusia mulia sebagai rahmat untuk
sekalian alam.
Selanjutnya penulis menyadari dalam proses penyelesaian skripsi ini,
penulis telah dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
rasa terima kasih yang tak terhingga kepada beberapa pihak yang telah membantu
penulisan skripsi ini sampai selesai. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua dan keluarga yang telah menjaga,
mendidik, menyayangi dan senantiasa mensupport serta mendoakan penulis
sehingga karya ini dapat disesaikan.
Dan pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan rasa terima kasih
yang sebesar-besar kepada
1. Bapak Drs. H. Abd Latif, M. Ag selaku pembimbing I yang telah banyak
memberikan kontribusi dan waktu demi terselesaikannya Penulisan Skripsi
ini.
2. Ibu Ermawati.S. Ag. MA selaku pembimbing II yang telah banyak
memberikan saran dan waktu demi terselesaikannya Penulisan Skripsi ini.
3. Bapak Bambang Husni Nugroho, S.Th.I.,M.H.I selaku ketua Prodi Ilmu
Al-Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS
Jambi.
4. Bapak Drs. H. Abd Latif, M. Ag selaku pembimbing akademik yang
senantiasa selalu memberi saran, semangat dan waktunya demi
terselesaikannya Skripsi ini.
5. Bapak Dr. Abdul Halim, S.Ag.,M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
dan Studi Agama UIN STS Jambi.
6. Bapak Dr. Masiyan M.Ag selaku Wakil dekan bidang Akademik Fakultas
Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi.
7. Bapak Dr. Edy Kusnaidi, M. Fil.I. selaku Wakil dekan bidang
Administrasi Umum Perencanaan dan Keuangan Fakultas Ushuluddin dan
Studi Agama UIN STS Jambi.
8. Bapak Dr. M.Ied Al-Munir, M.Ag selaku Wakil dekan bidang
Kemahasiswaan dan bidang Kerjasama luar Fakultas Ushuluddin dan
Studi Agama UIN STS Jambi.
9. Prof. Dr. H. Su‟aidi Asy‟ary, M.Ag. selaku Rektor Universitas Islam
Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi.
ix
10. Ibu Dr. Rofiqoh Ferawati, SE.M.EI, Bapak Dr. As‟ad Isma, M.Pd, Bapak
Bahrul Ulum, S.Ag.,MA, selaku Wakil Rektor I, II, dan III Universitas
Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi.
11. Para Dosen Ilmu Al-Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi
Agama UIN STS Jambi.
12. Bapak Ibu Karyawan dan Karyawati Fakultas Ushuluddin dan Studi
Agama UIN STS Jambi.
13. Ayah, Ibu, Kakak, Keluarga Besar, Sahabat-sahabat seperjuangan dan
teman-teman mahasiswa Jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir, yang
senantiasa memberikan dukungan dan semangat demi kelancaran
penulisan Skripsi ini.
14. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis
demi kelancaran penulisan Skripsi ini.
Semoga Allah SWT., membalas segala kebaikan dan bantuannya kepada
penulis selama ini. Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna untuk itu penulis mengharapkan masukan serta saran dari pembaca.
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan pada umumnya
kepada seluruh pembaca.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………...………i
SURAT PERNYATAAN ORIGINALITAS SKRIPSI……………….……….iii
PENGESAHAN………………………………………………………….………iv
MOTTO…………………………………………………......................................v
PERSEMBAHAN………………………………………………………..………vi
ABSTRAK…………………………………………………………………........vii
KATA PENGANTAR……………………………………………...…....……..viii
DAFAR ISI……………………………………………………………………….x
PEDOMANA TRANSLITERASI…………………………………………….xiii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………...………1
A. Latar Belakang………………………………………………………….1
B. Permasalahan…………………………………………………………...7
C. Batasan Masalah………………………………………………………..7
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian……………………………………….8
E. Kerangka Teori…………………………………………………………8
F. Metode Penelitian…………………………………………………..…14
G. Tinjauan Pustaka………………………………………………………16
H. Sistematika Penulisan…………………………………………………17
BAB II PROFIL PONDOK PESANTREN SAADATUL MUTTAQIN RT 03
DESA BAKUNG KEC. MARO SEBO KABUPATEN MUARO JAMBI.18 A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Saadatul Muttaqin……………..19
B. Keadaan dan Aktifitas Santri Pondok Pesantren……………………...20
C. Fasilitas, Sarana, dan Prasarana Pendidikan di Pondok Pesantren
Saadatul Muttaqin……………………………………………………..22
D. Struktur Organisasi Pondok Pesantren Saadatul Muttaqin……………25
BAB III PENJELASAN TENTANG AYAT-AYAT REZEKI……………...27
A. Gambaran Umum Tentang Ayat-Ayat Rezeki………………………..27
B. Pendapat Ulama Tentang Rezeki ……………………………..………29
C. Kontek Penggunaan Kata ”rizq”………………………………………32
D. Klasifikasi Rezeki……………………………………………………..40
E. Pandangan Mufassir Tentang Rezeki…………………………………42
BAB IV ANALISIS TERHADAP FENOMENA PEMBACAAN SURAH-
SURAH PILIHAN UNTUK MENAMBAH REZEKI PONDOK
PESANTREN SAADATUL MUTTAQIN.……………………………………45
xi
A. Macam-macam Rezeki………………………………………………..45
B. Upaya Mempermudah dalam Membuka Pintu Rezeki………………..52
C. Fenomena Pembacaan Surah-Surah Pilihan Untuk Menambah Rezeki
Pondok Pesantren Saadatul Muttaqin…………………………………64
BAB V PENUTUP………………………………………………………………67
A. Kesimpulan……………………………………………………………67
B. Rekomendasi Penelitian ………………………………………………67
LAMPIRAN-LAPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
xii
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Alfabet
gh = n = ؽ sh = ػ kh = خ =أ
f = w = ف ṣ = ؿ d = د b =ة
q = h = م ḍ = ض dh = ر t =د
‟=ء k = ى ṭ = ط r = س th = س
l = y = ل ẓ= ظ z =ص j = ط
m =و „ = ع s = ط ḥ = ح
B. Vokal dan Harkat
Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia
Ī ا Ā ىب A ا
Aw ا Á ا U ا
Ay ا Ū ا I ا
C. Syaddah atau Tasydid
Syaddah dilambangkan dengan tanda (-), dalam alih aksara ini
dilambangkan dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan
tetapi hal itu tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak
setelah huruf syamsiyyah
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur‟an dan hadis ibarat mata air yang tidak pernah kering,
keduanya sama-sama menjadi sumber pelepas dahaga ketika umat mengalami
kekeringan spiritualitas dan kerohaniannya. Secara teologis-normatif, al-qur‟an
dan hadis akan senantiasa menjadi rujukan bagi umat Islam dalam menjalani
kehidupannya di dunia. Sebagai sumber atau rujukan bagi umat, al-Qur‟an dan
hadis mengandung beragam aspek, mulai dari aspek keyakinan („aqidah), ibadah
(„ubudiyah), (mu‟amalah), pidana (jinayah) sampai dengan aspek siyasah. Hal
itulah yang mendasari pernyataan banyak ulama bahwa Islam adalah agama yang
mengatur seluruh kehidupan manusia secara komprehensif, integral, dan holist.
Kandungan al-Qur‟an dan hadis yang begitu luas, memberi ruang tafsir yang luas
pula. Karena memang keduanya ibarat sebuah permata yang sisi-sisinya
memancarkan sinar sehingga setiap orang atau kelompok selalu mendasarkan
argumen dan pandangannya kepada al-Qur‟an dan hadist, kendati pandangan
mereka saling berseberangan. Permasalahan yang kita hadapi dikehidupan nyata
ini adalah permasalahan ekonomi yang semua orang khawatir dengan keadaan
ekonominya, bagaimana mendapatkannya, memperolehnya dan
membelanjakannya, yang terjadi di kehidupan dunia ini, karena begitu pentingnya
kehidupan ekonomi ini di dalam sendi kehidupan untuk itu tafsiran al-Qur‟an
begitu pentingnya terhadap rezeki ini.1
Interaksi antara komunitas muslim dengan kitab sucinya, al-Qur`an, dalam
lintasan sejarah Islam, selalu mengalami perkembangan yang dinamis. Bagi umat
Islam, al-Qur`an bukan saja sebagai kitab suci yang menjadi pedoman hidup
(dustur), akan tetapi juga sebagai penyembuh bagi penyakit (syifa‟), penerang
(nur) dan sekaligus kabar gembira (busyra). Oleh karena itu, mereka berusaha
untuk berinteraksi dengan al-Qur`an dengan cara mengekpresikan melalui lisan,
1 Heddy Shri Ahimsa, “The Living Qur‟an: Beberapa Perspektif Antropologi,” dalam
Jurnal Walisongo Vol. 20, No. 1, Mei 2012, h. 107.
1
2
tulisan, maupun perbuatan, baik berupa pemikiran, pengalaman emosional
maupun spiritual. Setiap muslim berkeyakinan bahwa manakala dirinya
berinteraksi dengan al-Qur`an, maka hidupnya akan memperoleh kebahagiaan di
dunia dan akhirat. Untuk mendapatkan petunjuk al-Qur`an, muslim berupaya
untuk dapat membacanya dan memahami isinya serta mengamalkannya, meskipun
membacanya saja sudah dianggap sebagai ibadah. Pembacaan al-Qur`an
menghasilkan pemahaman yang beragam sesuai kemampuan masing-masing, dan
pemahaman tersebut melahirkan perilaku yang beragam pula sebagai tafsir al-
Qur`an dalam praksis kehidupan, baik pada dataran teologis, filosofis, psikologis,
maupun kultural.2
Dalam realitanya, fenomena pembacaan al-Qur`an sebagai sebuah
apresiasi dan respon umat islam ternyata sangat beragam. Ada berbagai model
pembacaan al-Qur`an, mulai yang berorientasi pada pemahaman dan pendalaman
maknanya seperti yang banyak dilakukan oleh para ahli tafsir, sampai yang
sekedar membaca al-Qur‟an sebagai ibadah ritual atau untuk memperoleh
ketenangan jiwa. Bahkan ada model pembacaan al-Qur‟an yang bertujuan untuk
mendatangkan kekuatan magis (supranatural) atau terapi pengobatan dan
sebagainya.3
Fazlur Rahman memetakan interaksi manusia dengan al-Qur`an dengan
menggunakan analogi sebuah negara. Menurut Rahman, ada tiga kelompok besar
pengkaji al-Qur`an, yakni citizens (penduduk asli, umat Islam), foreigners
(kelompok asing atau non-muslim yang mengkaji al-Qur‟an) dan invanders
(penjajah, kelompok yang ingin menghancurkan al-Qur‟an). Living Qur'an yang
dilakukan oleh umat Islam tidak melalui pendekatan teks atau bahasa al-Qur'an.
Sebab, mereka (orang-orang yang tidak mempunyai otoritas keagamaan dan tidak
mempunyai kemampuan dalam memahami bahasa al-Qur'an) tidak pernah
melakukan pendekatan terhadap bahasa atau teks al-Qur'an. Mereka hanya
mencoba secara langsung berinteraksi, memperlakukan, dan menerapkan al-
2 Ibid, h. 159.
3 Nasaruddin Umar, Permahaman Al-Qur‟an dan Hadist, Cek 1 ( Jakarta : Gramedia
2014) h. 21.
3
Qur'an dalam kehidupan sehari-hari mereka secara praktis.4 Interaksi terhadap al-
Qur'an semacam itu sudah menjadi budaya atau lebih tepatnya sudah mendarah
daging di kalangan masyarakat, yang pada akhirnya akan memproduk mode of
conduct (pola perilaku) tertentu. Pola perilaku ini didasarkan pada asumsi-asumsi
mereka terhadap objek yang dihadapi, yakni al-Qur'an.
Manusia diciptakan oleh Allah dengan sebaik-baiknya bentuk, memiliki
keindahan da lam tu buhnya yang tersusun dengan berbagai bagian yang berbeda,
dengan tidak memiliki fungsiyang sama. Apapun kelebihan yang dimilikinya
merupakan kemuliaan yang dimiliki manusia sebagai ciptaan Allah yang memiliki
ke lebihan diantara ciptaan yang lain. Yang tentunya dari semua bagian tersebut
memiliki hak yang harus dipenuhi yaitu salahsatunya hak memperoleh materi
sehingga dapat men jadikan tubuh kita kuat, sehat dan terhindar dari penyakit, hak
mendapatkan informasi yang baru, yaitu ilmu yang berfungsi sebagai pengetahuan
bagi manusia. Bumi yang di ciptakan Allah untuk menjadi hunian bagi manusia,
diciptakan oleh Allah serba terbaik dan lengkap untuk kebutuhan manusia sepan
jang sejarah kehidupan umat manusia.Air yang jernih, udara yang bersih, flora,
dan fauna yang beraneka ragam telah menghiasi bumi ini dalam jumlah yang
sangat banyak, sehingga terjadi pemandangan yang sangat indah, dan lain
sebagainya.5
Faktor ekonomi berpengaruh besar terhadap aspek kehidupan manusia,
jika ekonominya berantakan maka aspek lainnya turut hancur, seperti pendidikan,
kebudayaan, kesehatan, dan tehnologi. Intinya beragam program yang telah
dirancang dengan bagus bisa gagal lantaran faktor ekonomi, akan tetapi bagi umat
Islam, ekonomi bukanlah tujuan dan segalanya, materi hanyalah sarana untuk
menggapai tujuan, sarana bersifat insidental dan instrumental, sedangkan tujuan
bersifat permanen dan abadi. Karenanya menjadi penting bagi manusia untuk bisa
mengekspresikan dirinya demi untuk mengisi lubang-lubang yang ada dalam
4 Muhammad Zidni Ilman, E-Journal Ayat Tentang Rezeki Dalam perspektif Ruh Al-
Ma‟an,2019. h. 18
5 Fathurrosyid, “Tipologi Ideologi Resepsi Al-Qur‟an di Kalangan Masyarakat Sumenep
Madura”, dalam Jurnal el-Harakah Vol. 17, No. 2 Tahun 2015, h. 119.
4
memenuhi kebutuhannya untuk mendukung serangkaian kebu tuhan yang menjadi
penting bagi manusia, perintah ini menjadi penting dan merupakan sebuah
kewajiban bagi manusia yaitu dengan bekerja untuk mencari rezeki. Allah dengan
Rahman dan Rahim-nya memberikan hak kepada manusia, yaitu hak memperoleh
rezeki, hal ini dengan tujuan untuk tidak menafikan eksistensi Allah sebagai tuhan
yang memiliki nama Ar-razzaq yaitu maha pemberi rezeki.6 Rezeki adalah salah
satu permasalahan yang terjadi di kehidupan ini, siapapun itu ingin mendapatkan
rezeki, dalam hal ini penulis menemukan keberagaman dalam ritual prosesi
menggapai rezeki tersebut.
Asumsi-asumsi tertentu terhadap al-Qur‟an dari berbagai komunitas baru
inilah yang menjadi salah satu faktor pendukung munculnya praktik
memfungsikan al-Qur‟an dalam kehidupan praksis. Fenomena diatas, dalam
kajian metodologi ilmu tafsir disebut al-Qur‟an al-hay atau Studi Living Qur‟an,7
yakni fenomena yang hidup di masyarakat sebagai respon atas interaksinya
dengan al-Qur‟an.8
Secara etimologi (kebahasaan) living Qur‟an merupakan gabungan dari
dua kata yakni living yang dalam bahasa inggris berarti “hidup” dan kata Qur‟an
yang berarti kitab suci umat Islam. Sedangkan secara istilah living Qur‟an bisa
diartikan dengan “teks al-Qur‟an yang hidup di masyarakat”9
Disamping definisi tersebut, terdapat pula yang berpendapat bahwa Living
Qur‟an berarti sambutan pembaca terhadap ayat-ayat suci al-Qur‟an. Sambutan
tersebut bisaberupa cara masyarakat dalam menafsirkan pesan ayat-ayatnya, cara
masyarakat mengaplikasikan ajaran moralnya, serta cara masyarakat membaca
dan melantunkan ayat-ayatnya. Dengan demikian, pergaulan dan interaksi
pembaca dengan al-Qur‟an merupakan konsentrasi dari kajian ini, sehingga
6 Muhammad Zidni Ilman, E-Journal Ayat Tentang Rezeki Dalam Perspektif Rûh Al-
Ma'ân, 2019
7 M. Mansyur dkk, Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis, (Yogyakarta: TH
Press, 2007), h. 8.
8 Heddy Shri Ahimsa, “The Living Qur‟an: Beberapa Perspektif Antropologi,” dalam
Jurnal Walisongo Vol. 20, No. 1, Mei 2012, h. 237.
9dalam M. Mansur dkk, Metode Penelitian Living Qur‟an dan Hadis (Yogyakarta: TH
Press,
2007), h. xiv.
5
implikasi dari kajian tersebut, akan memberikan kontribusi tentang ciri khas dan
tipologi masyarakat dalam bergaul dengan al-Qur‟an.10
Berangkat dari hal diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk mengkaji
living Qur‟an yang ada di masyarakat, khususnya di pondok pesantren yang
berada di daerah Jambi, dalam hal ini Pondok Pesantren Saadatul Muttaqin.
Pondok Pesantren Saadatul Muttaqin ini merupakan salah satu lembaga
pendidikan agama yang berada di Desa Bakung Muaro Jambi. Lembaga ini di
dirikan oleh Ustadz M. Alfin Hisan
Dalam konteks memperlakukan al-Qur‟an di dalam kehidupan praksis,
para santri memiliki ragam praktik yang berbeda-beda. Salah satu contoh yang
bisa diangkat adalah adanya tradisi pembiasaan pembacaan surat-surat pilihan
(surat al-Wāqi„ah dan surat al-Mulk as-Sajadah). Surat al-Wāqi‟ah dan surah al-
Mulk rutin dibaca oleh santri setelah selesai melaksanakan shalat ashar dan Shalat
maghrib berjamaah, sedangkan surat Yāsīn rutin dibaca setiap malam jum‟at. Di
samping itu ada juga santri yang merespon kehadiran al-Qur‟an dengan cara
menjadikannya kaligrafi. Kaligrafi tersebut diletakkan di berbagai tempat, seperti
asrama santri.
Terhadap beragamnya pengamalan al-Qur‟an yang ada di Pondok
Pesantren Saadatul Muttaqin tersebut, pendekatan yang peneliti gunakan adalah
pendekatan fenomenologi. Pendekatan fenomenologi yaitu proses penelitian yang
menekankan “meaningfulness”, artinya peneliti tidak hanya mendeskripsikan
suatu fenomena yang n ampak, akan tetapi juga berusaha memahami makna yang
melakat di dalam fenomena tersebut. Peneliti akan berusaha mengungkap
kesadaran atas pengetahuan pelaku mengenai dunia tempat mereka berada, serta
kesadaran mereka mengenai perilaku-perilaku tersebut.11
Hal ini peneliti pandang sebagai sesuatu yang penting untuk dilakukan,
karena dengan memahami pandangan dunia ini lah kemudian peneliti akan dapat
memahami mengapa resepsi tersebut yang diwujudkan bukan yang lain. Maka
10 Fathurrosyid, “Tipologi Ideologi Resepsi Al-Qur‟an di Kalangan Masyarakat Sumenep
Madura”, dalam Jurnal el-Harakah Vol. 17, No. 2 Tahun 2015, h. 222.
11
Heddy Shri Ahimsa Putra, “The Living Qur‟an: Beberapa Perspektif Antropologi,” dalam Jurnal Walisongo, vol. 20, no. 1, Mei 2012, h. 256.
6
dari itu, judul yang peneliti buat dalam penelitian ini berjudul Fenomena
Pembacaan Surah-Surah Pilihan Untuk Menambah Rezeki Pondok
Pesantren Saadatul Muttaqin.
Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, pokok masalah yang
diangkat sebagai kajian utama peneletian ini adalah. Bagaimana Fenomena
Pembacaan Surah-Surah Pilihan Untuk Menambah Rezeki Pondok Pesantren
Saadatul Muttaqin.?
1. Bagaimana Konsep Rezeki Dalam al-Qur‟an?
2. Bagaimana Pandangan Pesantren Saadatul Muttaqin Tentang Ayat-ayat
Rezeki Dalam al-Qur‟an ?
3. Bagaimana Prosesi Pembacaan dan Pengamalan Ayat Rezeki di Pondok
Pesantren Saadatul Muttaqin?
B. Batasan Masalah
Untuk lebih terarahnya pembahasan penelitian ini maka penulis membatasi
pembahasan pada beberapa ayat tentang rezeki yang di pahami di Pesantren
Saadatul Muttaqin dalam hal-hal yang berkaitan dengan pandangan tentang
ayat-ayat rezeki.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian sebagai
berikut:
1. Ingin Mengetahui Bagaimana Konsep rezeki dalam al-Qur‟an.
2. Ingin Mengetahui Bagaimana Interprestasi Tafsir Ayat Rezeki Dalam
Pandangan Pesantren Saadatul Muttaqin.
3. Ingin Mengetahui bagaimana prosesi dan pengamalan ayat-ayat rezeki
dalam di Pondok Pesantren Saadatul Muttaqin.
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah : Pertama Sebagai suatu sarana
untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah, sistematis dan
metodologis penulis dalam menyusun berbagai kajian literatur mengenai
Interprestasi Tafsir Ayat Rezeki Dalam Pandangan Pesantren Saadatul Muttaqin.
Kedua agar dapat memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak
7
langsung bagi kepustakaan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir dan bagi kalangan penulis
lainnya yang tertarik untuk mengekplorasi kembali kajian tentang Interprestasi
Tafsir Ayat Rezeki Dalam Pandangan Pesantren Saadatul Muttaqin. Ketiga
Sebagai kelengkapan persyaratan bagi penulis dalam memperoleh gelar Sarjana
Strata Satu (S1) pada Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Jurusan Ilmu al-
Qur‟an dan Tafsir Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
D. Kerangka Teori
1. Study Living Al-Qur’an
a. Definisi Living Qur‟an
Banyak definisi yang ditawarkan untuk menentukan arah kajian
Living Qur‟an, salah satunya datang dari Sahiron Syamsuddin yang
menyatakan, “Teks al-Qur‟an yang „hidup‟ dalam masyarakat itulah
yang disebut Living Qur‟an, sedangkan manifestasi teks yang berupa
pemaknaan al-Qur‟an disebut dengan Living Tafsir. Adapun yang
dimaksud dengan teks al-Qur‟an yang hidup ialah pergumulan teks al-
Qur‟an dalam ranah realitas yang mendapat respons dari masyarakat
dari hasil pemahaman dan penafsiran. Termasuk dalam pengertian
respons masyarakat adalah resepsi mereka terhadap teks tertentu dan
hasil penafsiran tertentu. Resepsi sosial terhadap al-Qur‟an dapat
ditemui dalam kehidupan sehari-hari, seperti pentradisian bacaan surat
atau ayat tertentu pada acara dan seremoni sosial keagamaan tertentu.
Sementara itu, resepsi sosial terhadap hasil penafsiran terjelma dalam
dilembagakannya bentuk penafsiran tertentu dalam masyarakat, baik
dalam skala besar maupun kecil.12
Di sisi lain, Muhammad Mansur
berpendapat bahwa pengertian The Living Qur‟an sebenarnya bermula
dari fenomena Qur‟an in everyday life, yang tidak lain adalah “makna
dan fungsi al-Qur‟an yang real dipahami dan dialami masyarakat
Muslim”. Maksud Muhammad Mansur adalah “perilaku masyarakat
12
Sahiron Syamsuddin, “Ranah-Ranah Dalam Penelitian al-Quran Dan Hadist”, Kata
Pengantar Dalam Metodelogi Pnenelitian Living Quran Dan Hadist, (Yogyakarta: Teras, 2007), h.
Xviii-Xiv
8
yang dihubungkan dengan al-Qur‟an pada tataran. al-Qur‟an atau teks
mempunyai fungsi sesuai dengan apa yang bisa dianggap atau
dipersepsikan oleh satuan masyarakat dengan beranggapan akan
mendapatkan “fadilah” dari pengamalan yang dilakukan dalam tataran
realitas yang dijustifikasi dari teks al-Qur‟an.13
Living Qur‟an juga dapat diartikan sebagai fenomena yang hidup di
tengah masyarakat Muslim terkait dengan al-Qur‟an ini sebagai objek
studinya.14
Oleh karena itu, kajian tentang Living Qur‟an dapat
diartikan sebagai kajian tentang berbagai peristiwa sosial terkait dengan
kehadiran al-Qur‟an atau keberadaan al-Qur‟an di sebuah komunitas
Muslim tertentu.15
Dengan pengertian seperti ini, maka “dalam
bentuknya yang paling sederhana” The Living Qur‟an tersebut “pada
dasarnya sudah sama tuanya dengan al-Qur‟an itu sendiri. Definisi
yang ditawarkan di atas semuanya sudah memenuhi ruang lingkup yang
berhubungan dengan Living Qur‟an. Dengan bahasa yang sederhana,
dapat dikatakan bahwa Living Qur‟an adalah interaksi, asumsi,
justifikasi, dan perilaku masyarakat yang didapat dari teks-teks al-
Qur‟an.
2. Rezeki
a. Pengertian Rezeki
Secara bahasa Rezeki berasal dari kata سصهب -شصم–سصم , rezeki juga
bukan hanya berbentuk materi semata akan tetapi rezeki juga dapat
berbentuk non materi. Allah juga menjamin rezeki bagi orang yang
bertakwa, dari arah yang tidak disangka sangka. Namun disisi lain
Allah juga mengatakan Allah tidak akan merubah suatu kaum sebelum
ia merubahnnya. Dalil Syar'i tentang Rizki Beberapa nash (teks) al-
Qur'an. Di bawah ini beberapa nash dimaksud, Apa yang disebutkan
Allah tentang Nuh yang berkata kepada kaumnya :
13
Muhammad Mansur, Dkk., Metodologi Penelitian Living Quran Dan Hadist
(Yogyakarta: Teras, 2007), h. 5 14
Ibid., h. 7 15
Ibid., h 8
9
لشاسثكى ـ ؿلبسا﴿كوهذاعز كب ذساسا﴿إ كىي بءػه ذدكى﴾شعمانغ ﴾
بسا﴿ جؼمنكىأ جؼمنكىجبد ث ال ﴾ثأي
"Maka aku katakan kepada mereka, 'Mohonlah ampun kepada
Tuhanmu', sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya
Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan
membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu
kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-
sungai'." (QS. Nuh: 10-12).16
Imam al-Qurthubi berkata: "Dalam ayat ini, juga disebutkan dalam
(surat Hud) adalah dalil yang menunjukkan bahwa istighfar merupakan
salah satu sarana meminta ditu runkannya rizki dan hujan." Al-Hafizh
Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata: "Makna-nya, jika kalian bertaubat
kepada Allah, meminta ampun kepadaNya dan kalian senantiasa
mentaatiNya niscaya Ia akan membanyakkan rizki kalian dan menurunkan
air hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan untuk kalian berkah
dari bumi, menumbuhkan tumbuh tumbuhan untuk kalian, melimpahkan
air susu perahan untuk kalian, mem-banyakkan harta dan anak-anak untuk
kalian, menjadikan kebun-kebun yang di dalamnya bermacam-macam
buah-buahan untuk kalian serta mengalirkan sungai-sungai di antara
kebun-kebun itu (untuk kalian).17
Demikianlah, dan Amirul Mukminin
Umar bin Khaththab juga berpegang denganapa yang terkandung dalam
ayat ayat ini ketika beliau memohon hujan dari Allah.
Muthrif meriwayatkan dari Asy-Sya'bi: "Bahwasanya Umar
keluar untuk memohon hujan bersama orang ba-nyak. Dan beliau tidak
lebih dari mengucapkan istighfar (memohon ampun kepada Allah) lalu
beliau pulang.Maka seseorang bertanya kepadanya, 'Aku tidak mendengar
Anda memohon hujan'. Maka ia menjawab, 'Aku memohon diturunkannya
hujan dengan majadih langit yang dengannya diharapkan bakal turun air
hujan. Lalu beliau membaca ayat:
16
Departemen Agama RI, Al-qur‟an Dan Terjemahnya,591 17
Fadhl Ilâhî Zhâhir, Kuci Kunci Rezeki Menurut Al-Qur‟an dan Assunnah, (Jakarta :
Yayasan Alsafwa 2013).Hlm.11-12
10
ؿلبسا﴿ كب لشاسثكىإ ـ ذساسا﴿﴾كوهذاعز كىي بءػه ﴾شعمانغ
"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah
Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu
dengan lebat." (Nuh: 10-11).
Imam Al-Hasan Al-Bashri juga menganjurkan istighfar (memohon
ampun) kepada setiap orang yang mengadukan kepadanya tentang
kegersangan, kefakiran, sedikitnya keturunan dan kekeringan kebun-
kebun.
Imam al-Qurthubi menyebutkan dari Ibnu Shabih, bahwasanya ia
berkata: "Ada seorang laki-laki mengadu kepada Al-Hasan Al-Bashri
tentang kegersangan (bumi) maka beliau berkata kepadanya,
"Beristighfarlah kepada Allah!" Yang lain mengadu kepadanya tentang
kemiskinan maka beliau berkata kepadanya, "Beristighfarlah kepada
Allah!" Yang lain lagi berkata kepadanya, "Do'akanlah (aku) kepada
Allah, agar ia memberiku anak!" Maka beliau mengatakan kepadanya,
"Beristighfarlah kepada Allah!" Dan yang lainlagi mengadu kepadanya
tentang kekeringan kebunnya maka beliau mengatakan (pula) kepadanya,
"Beristighfarlah kepa-da Allah!" Dan kami menganjurkan demikian
kepada orang yang mengalami hal yang sama. Dalam riwayat lain
disebutkan:
"Maka Ar-Rabi' bin Shabih berkata kepadanya, 'Banyak orang
yang mengadukan bermacam-macam (perkara) dan Anda memerintahkan
mereka semua untuk beristighfar. Maka Al-Hasan Al-Bashri menjawab,
'Aku tidak mengatakan hal itu dari diriku sendiri. Tetapi sungguh Allah
telah berfirman dalam surat Nuh:
ؿلبسا﴿ كب لشاسثكىإ ـ ذساسا﴿﴾كوهذاعز كىي بءػه ذدكى﴾شعمانغ
جؼمنكى ث ال بساثأي جؼمنكىأ ﴾﴿جبد
"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah
Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirim-kan hujan
kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-
11
anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan
(pula di dalamnya) untukmu sungaisungai." (Nuh: 10-12).
Allahu Akbar! Betapa agung, besar dan banyak buah dari istighfar!
Ya Allah, jadikanlah kami termasuk hamba-hambamu yang pandai
beristighfar. Dan karuniakanlah kepada kami buahnya, di dunia maupun di
akhirat. Sesungguhnya engkau maha mendengar dan maha mengabulkan.
Amin, wahai yang maha hidup dan terus menerus mengurus
makhluknya.18
Ayat lain adalah firman Allah yang menceritakan ten-tang seruan
Hud kepada kaumnya agar beristighfar.
و و لشا ـ ٱعز شعم إن ا رث صى بءسثكى ٱنغ إن ح ه ضدكى ذساسا ي كى ػه
ركى ايجشيه ن لرز ﴿﴾
"Dan (Hud berkata), 'Hai kaumku, mohonlah ampun kepada
Tuhanmu lalu bertaubatlah kepadaNya, niscaya Dia menurunkan
hujan yang sangat lebat atasmu dan Dia akan menambahkan
kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling
dengan berbuat dosa'." ((QS. Hud: 52). 19
Al-Hafizh Ibnu katsir dalam menafsirkan ayat yang mulia di atas
menyatakan: "Kemudian Hud memerintahkan kaumnya untuk beristighfar
yang dengannya dosa-dosa yang lalu dapat dihapuskan, kemudian
memerintahkan mereka bertaubat untuk masa yang akan mereka hadapi.
Barangsiapa memiliki sifat seperti ini, niscaya Allah
akanmemudahkan rizkinya, melancarkan urusannya dan menjaga
keadaannya. Karena itu Allah berfirman: "Niscaya Dia menurunkan
hujan yang sangat lebat atas-mu".
Ayat yang lainadalah firman Allah:
أ لشا ـ رٱعز ؤدكم غ أجمي إن ؼبحغب ز زؼكىي إن ا رث صى سثكى
وكجش ۥكضمكضه كىػزاة أخبفػه اكئ ن إر ﴿﴾
"Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan
bertaubat kepadaNya. (jika kamu mengerjakan yang demikian),
niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus)
kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan, dan Dia
akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan
18
Ibid, Hlm.12 19
Departemen Agama RI, Al-qur‟an Dan Terjemahnya, 560
12
(balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya
aku takut kamu akan ditimpa siksa hari Kiamat." (QS. Hud: 3).20
Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan: "Inilah buah dari
istighfar dan taubat. Yakni Allah akanmemberi kenikmatan kepada kalian
dengan berbagai manfaat berupa kelapangan rizki dan kemakmuran hidup
serta Ia tidak akan menyiksa kalian sebagaimana yang dilakukannya
terhadap orang-orang yang dibinasakan sebelum kalian. Dan janji Tuhan
Yang Maha Mulia itu diutarakan dalam bentuk pemberian balasan sesuai
dengan syaratnya. Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi berkata:
"Ayat yang mulia tersebut menunjukkan bahwa beristighfar dan bertaubat
kepada Allah dari dosa-dosa adalah sebab sehingga Allah
menganugerahkan kenikmatan yang baik kepada orang yang
melakukannya sampai pada waktu yang ditentukan. Allah memberikan
balasan (yang baik) atas istighfar dan taubat itu dengan balasan
berdasarkan syarat yang ditetapkan.21
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk menelitian lapangan (fieldresearch). Selain
itu, penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Merupakan
sebuah penelitian yang berusaha untuk menuturkan masalah-masalah yang
diselidiki dengan menggambarkan keadaan subyek/obyek penelitian
berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Dalam
jenis penelitian kualitatif ini, metode yang penulis gunakan adalah
wawancara, pengamatan/observasi, dan dokumentasi.
2. Subjek Penelitian
a. Guru tahfīz Pesantren Pondok Pesantren Saadatul Muttaqin Rt 03
Dusun Lopak Pelang Desa Bakung Kec. Maro Sebo Kab. Muaro Jambi,
Jambi. Guru tahfīz merupakan orang yang paling mengerti seluk-beluk
tentang keadaan santri tahfiz dan yang berkaitan dengannya.
b. Para huffaz di Pondok Pesantren Saadatul Muttaqin Desa Bakung Kec.
Maro Sebo Kab. Muaro Jambi, Jambi.
3. Sumber dan Jenis Data
a. Sumber Data
20
Departemen Agama RI, Al-qur‟an Dan Terjemahnya, 591 21
Ibid, Hlm.13-15
13
Sumber data merupakan karya yang memiliki keterikatan dengan pokok
pembahasan dalam sebuah penelitian. Sumber data dalam penelitian ini
berupa wawancara dari beberapa sampel yang telah ditentukan dan
ditemukan atau peristiwa-peristiwa dilapangan.
b. Jenis Data
Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Data Primer
Adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama. Data
primer juga sebagai data asli dan peneliti harus mengumpulkan
secara langsung melalui observasi atau wawancara di lapangan.
2) Data Sekunder
Adalah data yang diperoleh dari sumber kedua, berupa dokumentasi
atau peristiwa bersifat lisan dan tertulis.22
4. Metode Pengumpulan Data
Adapun metode yang peneliti gunakan dalam pengumpulan data adalah
sebagai berikut:
1. Wawancara (Interview)
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara mendalam melalui wawancara tersruktur dan tidak
tersruktur Pengamatan/observasi
Pengamatan di dalam observasi ini, peneliti mengadakan
pengamatan dan ikut serta dalam kegiatan santri.
2. Dokumentasi
Dokumentasi yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
metode dokumenasi tertulis dan dokumentasi bentuk gambar, dan
audio.
3. Teknik Analisis Data
22 Mohd. Arifullah. Panduan Penelitian Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ushuluddin
Iain Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. (Jambi:Fak Ushuluddin IAIN STS Jambi. 2016). 44.
14
Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan teknik analisis
data deskriptif analitik (data yang berkaitan dengan tema yang
diteliti, dikumpulkan dan diklasifikasikan) yang kemudian
dilakukan deskripsi
G. Tinjauan Pustaka
Untuk menghindari terjadinya pengulangan dalam penelitian, maka penulis
melakukan kajian pustaka sebelumnya. Mengenai literatur yangmembahas
tema terkait dengan penelitian yang peneliti kaji adalah sebagaiberikut:
Mohd. Faishan Bin Razali dalam skripsi yang berjudul „‟Rezeki dalam
Perspektif Al-Qur‟ān„‟. Kajian Perbandingan Antara Ayat- Ayat Makkiyah
dan Madaniyah‟‟. Dalam skripsi ini menjelaskan tentang ayat-ayat Makkiyah
dan Madaniyah, menjelaskan perbedaan dan persamaan antara ayat-ayat
Makkiyah dan Madaniyah.23
Penafsiran Ayat-Ayat Rizq Menurut M. Quraish Shihab Telaah Kajian
Tafsir al-Misbah. Karya Skripsi Mahmuddin, 2009. Skripsi ini membagi
persoalan rezeki. Pertama, menjabarkan tentang ayat-ayat yang berbicara
tentang sumber rezeki. Kedua, menjabarkan ayat-ayat yang berbicara tentang
macam- macam rezeki. Ketiga,menjabarkan ayat-ayat cara memperoleh rezeki.
Keempat, menjabarkan ayat-ayat tentang penggunaan rezeki.24
Penafsiran Sayyid Qutub terhadap Rezeki dalam al-Qur‟an, karya skripsi
Mir‟atunnisa‟. 2005. Rezeki dalm skripsi ini tidak hanya menitik beratkan pada
materi yang berupa harta, uang dan kekayaan saja. Semua penyebab alRizq
yang diletakkan dalam tatanan alam sebagai sunnatullah yang telah diciptakan
Tuhan merupakan al-Rizq. Bukan hanya itu, kekuatan dan kemampuan
manusia sebagai khalifah dimuka bumi dalam mengolah dan memanfaatkan al-
Rizq juga dikaitkan sebagai al-Rizq. Sayyid Qutub melihat al-Rizq bukan
hanya sebagai karunia yang hanya diberikan untuik dirasakan manusia akan
tetapi adalah esensi dari pada al-Rizq itu sendiri.25
23 Mohd Faisan Bin Razali, Rezeki dalam Perspektif Al-Qur‟ān Kajian Perbandingan
Antara Ayat-Ayat Madaniyah dan Ayat-Ayat Makiyyah. (Banda Aceh: 2012).
24
Di akses melalui http://digilib.uinsby.ac.id/19473/4/Bab%201.pdf
25
Di akses melalui http://digilib.uinsby.ac.id/19473/4/Bab%201.pdf
15
Oleh karena itu, belum ditemukan sama sekali pembahasan / penelitian
yang lebih spesifik terkait dengan judul cara mudah menarik rezeki dalam
alQur‟an.
H. Sistematika Penulisan
Agar penelitian ini dapat dipaparkan secara runtut dan terarah maka
sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :
Bab pertama, adalah pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi
penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua, profil pondok pesantren antara lain letak geografis pondok
pesantren, latar belakang berdiri dan perkembangan pondok pesantren. Kedua,
sumber dana pondok pesantren. Ketiga, visi dan misi pondok pesantren. Keempat,
kondisi umum pondok pesantren antara lain tata tertib, struktur organisasi, jumlah
dan kegiatan santri.
Bab ketiga, gambaran umum tentang pengertian rezeki, respon santri
terhadap ayat-ayat pilihan yang di baca, dengan maksud untuk memberikan
informasi awal dan memberikan pemahaman terlebih dahulu perihal yang menjadi
pusat penelitian.,
Bab keempat, Prosesi dan Fenomena Pembacaan Surah-Surah Pilihan
Untuk Menambah Rezeki Pondok Pesantren Saadatul Muttaqin, Pertama, tata
laksana pembacaan dan pengamalan santri terhadap pemaknaan surah tersebut.
Bab kelima, atau bab yang terakhir adalah kesimpulan dari penelitian,
saran-saran dan penutup. Setelah penutup maka penulis akan menyajikan daftar
pustaka sebagai kejelasan dan pertanggung jawaban referensi.
16
BAB II
PROFIL PONDOK PESANTREN SAADATUL MUTTAQIN
RT 03 DUSUN LOPAK PELANG DESA BAKUNG
KEC. MARO SEBO KAB. MUARO JAMBI
PROFIL PONDOK.
Sejarah berdirinya pondok pesantren TQ Saadatul Muttaqin ini dimulai
ketika terjadi pembicaraan antara pimpinan ponpes Ar-Riyadh Kota Jambi dengan
salah satu tokoh Masyarakat Desa Bakung. Salah satu isi dalam pembicaraan
tersebut ialah masih kurangnya kepedulian lingkungan sekitar terhadap
pendidikan, baik umum maupun agama. Terutama bacaan al-Qur‟an. Oleh karena
itu Pimpinan Ponpes TQ Ar-Riyadh Kota Jambi mempunyai inspirasi untuk
membuka cabang Ponpes TQ Ar-Riyadh di Desa Bakung dengan nama “Saadatul
Muttaqin.” Alhamdulillah setelah berbagai kesepakatan, maka berdirilah pada
tahun 2019.
VISI DAN MISI
VISI
Membentuk generasi terbaik yang berakhlak mulia, berguna untuk ummat
dan bangsa berlandaskan nilai-nilai al-Qur‟an.
MISI
Membentuk generasi yang gemar membaca al-Qur‟an dengan baik dan
benar melalui penyelenggaran pengajian antara Magrib dan Isya‟.
Menanamkan nilai-nilai Islam kepada putra-putri melalui pendidikan di
Madrasah Dinniyah Takmiliyah Awwaliyah, Wustha dan Ulya.
Mendidik putra-putri penghafal al-Qur‟an.
Menghidupkan syi‟ar Islam dengan mengajarkan seni berupa sya‟ir dan
nasyid Islami.
A. Gambaran Umum Pondok Saadatul Muttaqin
Pondok Pesantren Saadatul Muttaqin berdiri pada tanggal 08 Mei 2019
Pondok Pesantren Saadatul Muttaqin ini dimulai ketika terjadi pembicaraan
antara pemimpin ponpes Ar-Riyadh kota jambi dengan salah satu toko
masyarakat di Desa Bakung. Salah satu isi dalam pembicaraan tersebut ialah
16
17
masih kurangnya kepedulian lingkungan sekitar terhadap pendidikan, baik
umum maupun agama. Terutama bacaan al-Qur‟an oleh karena itu pimpinan
pondok pesantren TQ Ar-Riyadh kota jambu memounyai inspirasi untuk
membuka cabang ponpes TQ Ar-Riyadh di desa Bakung Dengan nama
“Saadatul Muttaqin”.
Pondok Pesantren Saadatul Muttaqin, RT 03 Dusun Lopak Pelang Desa
Bakung kec. Maro Sebo Kab. Muaro Jambi merupakan cabang dari Pondok
pesantren TQ Ar-Riyadh Kota Jambi Sebagai salah satu studi Islam, pondok
pesantren ini tidak mempunyai sejarah yang panjang dikarenakan baru
didirikan dan memberi dampak posotif bagi perkembangan nilai-nilai Islam,
khususnya di Kec. Maro Sebo Kab. Muaro Jambi Bahkan, pondok pesantren
ini telah mengalami beberapa fase dan sampai saat ini terus berkembang
menuju pondok pesantren modern dan mandiri sesuai dengan titahnya
membentuk santriwan dan santriwati yang berakhlakul karimah, yang
mengusai ilmu pengetahuan dan teknologi.26
menjalankan rangkaian tiga
kegiatan, yaitu mondok, menghafal, dan sekolah.27
B. Keadaan dan Aktifitas Santri Pondok Pesantren
Santri yang belajar di Pondok Pesantren Saadatul Muttaqin adalah
santri dengan usia menjelang remaja, yaitu pada usia setelah lulus SD atau MI
kurang lebihnya seusia sebelas sampai lima belas tahun, jumlah tenaga
pendidik di Pondok pesantren Saadatul Muttaqin keseluruhanya berjumlah 7
orang, 2 ustadz dan 5 lainya ustadzah. Sedangkan jumlah santri pada tahun
ajaran 2019-2020 adalah berjumlah orang, semuanya meliputi santri laki-laki
dan santri perempuan.
Adapun kegiatan rutin sehari-hari santri Pondok Pesantren Saadatul
Muttaqin adalah dimulai pada pukul 03.30 WIB dengan pelaksanaan shalat
tahajud berjamaah kemudian dilanjutkan shalat subuh berjamaah, dan semua
kegiatan santri berakhir pada pukul 22.00 WIB. Pelaksanaan pendidikan
26
Ardhani Hasan, Penasehat Pondok Pesantren Saadatul Muttaqin , Wawancara dengan
Penulis, Maret 2020, kec. Muaro Sebo Kab. Muaro Jambi 27
Halima Tussa‟diah, Ustadzah Pondok Pesantren Saadatul Muttaqin , Wawancara
dengan Penulis, 09 Maret 2020, kec. Muaro Sebo Kab. Muaro Jambi
18
umum dilaksanakan pada waktu pagi hari sampai siang hari, sama dengan
sekolah pada umumnya, dan Madrasah Diniyah dimulai setelah jamaah Ashar
sampai pukul 17.00 WIB.
Secara umum kegiatan santri pondok Pesantren Saadatul Muttaqin sesuai
dengan jadwal kegiatan yang sudah ditetapkan pihak pengurus dan pengasuh,
seluruh santri diharuskan taat dan patuh mengikuti jadwal kegiatan tersebut
dan ada sanksi bagi santri yang tidak mengikuti jadwal kegiatan, terkecuali
bagi yang sedang uzur, seperti pulang, sakit, dan lain-lain.
Jadwal Kegiatan Sehari-Hari Santri Pondok Saadatul Muttaqin
WAKTU KEGIATAN
TEMPAT
03.30 Bangun Tidur Asrama
03.30 – 04.30 Tahajjud & Wirid Bersama Mushalla
04.30 – 05.00 Sholat Subuh Berjamaah Dan Tadarus
Qur‟an
Mushalla
05.00 – 05.30 Ilqa Mufradat Halaman
Mushalla
05.30 – 06.30 Hafalan Qur‟an Mushalla
06.30 – 07.15 Sarapan Pagi Dan Persiapan Sekolah Matbah
07.15 – 12.00 Sekolah Kelas
12.00 – 12.30 Sholat Dzuhur Berjamaah Mushalla
12.30 – 13.30 Makan Siang Matbah
13.30 – 14-15 Sekolah Kelas
14.15 – 15.30 Pengajian Kitab-Kitab Kuning Mushalla
15.30 – 16.00 Sholat Ashar Berjamaah Mushalla
16.00 – 16.45 Pembacaan Surat Al- Mulk Mushalla
16.45 – 17.30 Ekstrakulikuler Lapangan
17.30 – 18.00 Istirahat & Persiapan Sholat Magrib Asrama
18.00 – 18.30 Sholat Magrib Berjamaah Mushalla
18.30 – 19.45 Pembacaan Surat Al-Alwāqi‟ah Mushalla
19
19.45 – 20.00 Sholat Isya Berjamaah Mushalla
20.00 – 20.15 Makan Malam Matbah
21.00 – 22.00 Bimbingan Belajar Asrama
22.00 – 03.00 Istirahat Malam Asrama
C. Fasilitas, Sarana Prasarana Pendidikan di Pondok Pesantren Saadatul
Muttaqin
Pondok Pesantren Saadatul Muttaqin merupakan pesantren yang baru
berdiri dua tahun lalu maka fasilitas dan sarana prasarana di pesantren ini
belum begitu memadai. Namun di samping itu sama halnya dengan pondok
pesantren lainnya yang dilengkapi dengan fasilitas yang mendukung kegiatan
belajar-mengajar. Seperti asrama santri, gedung madrasah, mushalla pondok,
lapangan olahraga, yang semua itu sebagai penunjang kegiatan belajar
mengajar di pesantren.
NO NAMA BANGUNAN
JUMLAH
1 Ruang Tamu 1
2 Mushalla 1
3 Dapur 1
4 Ruang Kesehatan 1
5 Ruang Makan 1
6 Kamar Mandi Putra 1
7 Kamar Mandi Putri 1
8 Kamar Mandi Pengasuh 2
9 Kamar Tidur Putra 1
10 Kamar Tidur Putri 2
11 Kelas 2
12 Kantin 1
20
Daftar Nama-Nama Santri Pondok Pesantren Saadatul Muttaqin
NO
NAMA SANTRI
ASAL DAERAH
1 Andhika putra Kota Jambi
2 Bimo Sakti Kota Jambi
3 Muammar Khadafi Muaro Jambi
4 Muhammad Haikal Muaro Jambi
5 Hajarul Aswad Muaro Jambi
6 Muzammil Muaro Jambi
7 Khairia Muaro Jambi
8 Renita Kota Jambi
9 Raisya Khulwa Sungai Bengkal
10 Yunita Muaro Jambi
11 Dhea Monica Teluk Singkawang
12 Tara Amelia Muaro Jambi
13 Nur Hijatil Maula Muaro Jambi
14 Rika Amelia Muaro Jambi
15 Fania Rahmadani Muaro Jambi
16 Nadira Mangun Jayo
17 Elsa Olivia Muaro Jambi
18 Riza Nur Aulia Mangun Jayo
19 Zahratuddiniah Muaro Jambi
20 Rts. Melani Wulan Dari Muaro Jambi
21 Adelia Nofriza Az-Zahra Kota Jambi
22 Adelwis Cucu Mulani Dusun Tuo Sumai
23 Mustazilah Nurdin Tebo
24 Sari Atul Hikmah Muaro Jambi
25 Sumira Sepunggur
26 Saskia Prita Muaro Jambi
21
27 Mutia Reza Paula Muaro Jambi
28 Milsa Tri Wardani Jambi
29 Miatul Islamiah Muaro Jambi
30 Giani Fitri Muaro Jambi
31 Rts. Raudha Tus Salwa Dusun Tengah
32 Nofrianingsih Pulau Temiang
33 Nur Jannah Pulau temiang
34 Miftahul Jannah Muaro Jambi
35 Yulita Muaro Jambi
D. Stuktur Organisasi Pondok Pesantren Saadatul Muttaqin
NO
NAMA
JABATAN/PENGAJAR
1 M. Alfin Hisan Pimpinan/Tahfidz
2 Ardhani hasan Penasehat/Tahfidz
3 Khairul Azhar Pembimbing/Tafsir Al-Qur‟an
4 Mifta Hussa‟adah Ketua Pondok/nahu dan sorof
5 Halima Tussa‟diah Wakil Ketua/Bahasa Arab dan Tahfidz
6 Sindi Novita Sekretaris/Akhlaq dan tahsin
7 Witya Bendahara/tahfidz
22
BAB III
PENJELASAN TENTANG AYAT-AYAT REZEKI
A. Gambaran Umum Tentang Ayat-Ayat Rezeki
Secara umum, rezeki adalah segala sesuatu dari Allah Swt yang
bermanfaat dan yang dihalalkan, bisa berupa uang, makanan, pakaian, hingga
pasangan yang saling menentramkan. Rezeki juga bisa berupa keturunan yang
saleh dan salehah serta nikmat sehat, pendengaran, penglihatan dan lain
sebagainya.
Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa rezeki merupakan sesuatu
yang halal. Sehingga ketika ada seseorang yang mencuri, maka hasil curiannya itu
bukan termasuk bagian dari rezeki.
Dalam surah Ar-Rum ayat 40, Allah Swt berfirman,
لؼميرنك حكىميؽشكبئكىي زكىصى سصهكىصى انزخهوكىصى ءالل ؽ ىي
﴿ بؾشك رؼبنػ ﴾عجحب
Artinya: "Allah lah yang menciptakan kamu, kemudian memberikanmu rezeki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali).
Adakah di antara yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat
berbuat sesuatu dari yang demikian itu? Maha Sucilah Dia dan Maha
Tinggi dari apa yang mereka persekutukan."
Meski kita tahu bahwa Allah Swt adalah Zat yang Maha Memberi Rezeki
dan rezeki itu tidak mungkin salah alamat, tetapi bukan berarti kita layak untuk
pasrah dan bermalas-malasan. Sudah selayaknya rezeki harus kita usahakan. Allah
Swt berfirman,
كثيرا لعلك واذكروا الل لة فانتشروا في الرض وابتغوا من فضل الل م فإذا قضيت الص
﴾٠١تفلحون ﴿
Artinya: "Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak
supaya kamu beruntung." (QS. Al-Jumuah ayat 10)
22
23
Menurut tafsir Ar-Razi, perintah Allah agar manusia bertebaran di muka
bumi setelah salat bermakna mencari rezeki atau menyelesaikan pekerjaan yang
belum selesai. Tafsir Ar-Razi juga menambahkan bahwa alangkah baiknya setelah
selesai salat (sholat Jum‟at), kita tidak beristirahat di dalam masjid, bermalas-
malasan atau tidur melainkan berusaha meraih karunia Allah yang berlimpah di
muka bumi. Oleh karenanya, kita sebagai muslim yang yakin bahwa Allah Maha
Kaya sudah sewajarnya bekerja keras untuk meraih rezeki dengan cara-cara yang
baik. Selebihnya, ketika kita sudah memperoleh rezeki yang dicari, maka
seharusnya kita memanfaatkan rezeki itu dengan sebaik-baiknya. Misalnya,
dengan rezeki lebih yang kita dapat dari Allah kemudian kita bagikan kepada
orang lain yang membutuhkan, insyaAllah ini akan menjadi amalan yang tidak
pernah putus pahalanya meski kita sudah meninggal dunia.28
Ini dibuktikan dari jarangnya istilah itu dicantumkan dalam indeks
berbagai buku penting oleh penulis ternama. Barangkali sebabnya adalah istilah
“rizq” atau sehari-hari disebut dengan istilah “rezeki” sudah menjadi istilah
keseharian sehingga itu terkesan sepele. Kalau demikian halnya, maka terhadap
pengertian rezeki perlu dilakukan aktualisasi dalam konteks kehidupan yang
makin diwarnai oleh arus pemikiran dewasa ini.29
Pengertian riba maupun zakat sebenarnya berasal dari atau mendasarkan
diri dari asumsi-asumsi yang dapat ditarik dari teori tentang rezeki.30
Kata ar-rizq
dengan harakat kasrah merupakan pemberian yang didapat, baik dalam bentuk
duniawi maupun ukhrawi. Terkadang ar-rizq juga digunakan untuk peruntungan
dan makanan yang dikonsumsi. Bentuk pluralnya al-Arzȃq. Sementara ar-razq
dengan harakat fathah adalah masdar. Bentuk tunggalnya al-Razaqah dan bentuk
pluralnya al-Razaqȃh.31
28https://akurat.co/id-955049-read-makna-rezeki-menurut-alquran-dan-cara-
memperolehnya
29
Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Alquran, (Jakarta: paramadina, 1996), cet.I, h.574
30
Ibid. 575
31
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: PT.Mahmud Yunus wa ḍ urriyyah,
2010)
24
Allah juga berfirman dalam QS.Al-Hijr ayat 20:
جؼهب ﴿ ينغزىنثشاصه ﴾نكىكبيؼبؼ
“Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan keperluan hidup,
dan (Kami menciptakan pula) makhluk makhluk yang kamu sekali-kali
bukan pemberi rezeki kepadanya”.
Rezeki telah ditetapkan semenjak manusia berada diperut ibunya, tetapi
Allah SWT tidak menjelaskan secara detail. Tidak ada seorang manusiapun yang
mengetahui pendapatan rezeki yang akan ia peroleh pada setiap harinya ataupun
selama hidupnya. Dalam Alquran istilah “rizq” dengan perubahan katanya atau taṣ
rifnya, disebut sebanyak 112 kali dalam 41 surat. Lokus yang terbanyak memuat
kata itu adalah surat al-Baqarah (12 kali), an-Nahl (9 kali), dan Saba‟(7 kali).
Jumlah semua ayat-ayat Al-qur‟an tentang rezeki yaitu 92 ayat.32
Tabel berikut
memberi gambaran mengenai perubahan dan frekuensi penyebutan kata itu
menurut tempat turunnya.33
B. Pendapat Ulama Tentang Rezeki
1. Teori Ibn Khuldun : Sebenarnya istilah “rizq” itu tidak dilupakan dalam
pembahasan fiqih tradisional maupun teologi pada masa lalu. Setidaknya,
demikianlah kesan kita ketika membaca sebuah keterangan Ibn Khaldun
(lahir di Tunisia, 1337, meninggal di Kairo, 1404) dalam bukunya yang
masyhur, Muqaddimah. Dalam pembahasannya secara khusus mengenai
aspek perekonomian masyarakat (bagian V), ia tidak lupa membahas
konsep rezeki dalam kaitannya dengan konsep-konsep “penghasilan”,
keuntungan “kebutuhan”, penghidupan, hak milik, laba, dan akumulasi
modal.
Kesemuanya itu dikaitkan dengan peranan manusia sebagai
khalifah Allah di bumi, sebagai pengelola sumber-sumber alam.
Perwujudan peranan manusia itu, menurut Ibn Khaldun menghasilkan
32 Azharuddin Sahil, Indeks Alqurȃ n, (Bandung: Mizan, 1994), cet I, h. 508-510
33
Rahardjo, Ensiklopedi Alqurȃ n...,h.578
25
suatu nilai tertentu, yaitu nilai yang ditimbulkan oleh hasillkan oleh hasil
kerja.34
Teori Ibn Khaldun ini mengingatkan kita kepada berbagai teori
ekonomi modern. Teorinya dapat digambarkan dengan katakatanya
sendiri: “Nilai yang timbul dari kerja, tergantung dari nilai kerja, dan nilai
kerja ini sebanding dengan nilai kerja lain dan kebutuhan manusia
kepadanya”. Dan kebutuhan masyarakat akan suatu barang dan jasa itu
tergantung dari manfaatnya, atau penilaian orang tentang manfaat barang
dan jasa tersebut.
Konsep mengenai manfaat atau pemanfaatan dari hasil usaha atau
kerja manusia ini merupakan kunci dari pengertian “rezeki” menurut Ibn
Khaldun. Tafsir resmi Departemen Agama RI ternyata mendefinisikan
rezeki sebagai: “segala yang dapat diambil manfaatnya”. Bagi Ibn
Khaldun, pendapatan atau keuntungan yang tidak dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan tidak dapat disebut rezeki. Penghasilan atau
keuntungan merupakan pencerminan dari hasil kerja manusia, sebagian
atau seluruhnya. Tetapi hanya keuntungan atau penghasilan yang
dimanfaatkan saja yang disebut rezeki. Dalam persamaan matematik,
maka rezeki sama dengan penghasilan atau keuntungan yang
dimanfaatkan. Jadi, rezeki adalah bagian dari keuntungan atau
penghasilan. Sedangkan rezeki itu sendiri hanya bisa diperoleh, apabila
seseorang terjun ke dalam “lapangan penghidupan”. Itulah keterangan Ibn
Khaldun mengenai makna ayat 17 dalam surat al-Ankabȗt yang
mengatakan:
هإ ل الل يد رؼجذ انز إككبإ رخهو صبب أ الل يد برؼجذ ك
﴿ رشجؼ اؽكشانإن اػجذ صم انش اػذالل ـ ﴾١نكىسصهبكبثز
“Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah
berhala, dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu
sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezeki
34 Ibid. 575
26
kepadamu. Maka mintalah rezeki itu di sisi Allah, dan sembahlah
Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya-lah kamu
akan dikembalikan”. (QS. Al-Ankabȗt: 17)
Bagaimana halnya dengan pendapatan dan keuntungan yang tidak
dipergunakan? Ibn Khaldun menjawab bahwa jika sesuatu kekayaan tidak
dipergunakan sendiri, tetapi dibelanjakan untuk kemanfaatan orang lain,
maka hal itu disebut juga rezeki. Hanya kekayaan yang tidak dimanfaatkan
saja yang tidak disebut rezeki.
Bagaimana halnya dengan sisa dari penghasilan itu, (menurut
rumus Keynes, Income dikurangi Consumption atau YC): dan apa
kedudukannya? Menurut Ibn Khaldun sisa dari penghasilan menjadi apa
yang disebut “modal yang diakumulasikan”. Apabila modal itu
dibelanjakan (infaq) dan dapat dimanfaatkan oleh orang lain, maka hal itu
bisa disebut juga rezeki. Itulah pandangan Ibn Khaldun, pengertian rezeki
menurut paham ahl al-sunnah. 35
Ia menjelaskan juga perbedaan pengertian tentang rezeki, antara
paham ahl al-sunnah dan mu‟tazilah. Bagi yang terakhir ini, syarat untuk
bisa disebut rezeki adalah apabila barang atau jasa itu diperoleh dengan
cara yang sah. Jikalau ada unsur pemaksaan atau dipinjam tanpa izin
(ghasb) umpamanya, maka barang itu sekalipun memberikan manfaat
besar tetapi tidak bisa disebut rezeki.
Di sini Ibn Khaldun berbeda dengan kaum mu‟tazilah. Baginya,
Allah memberikan rezeki kepada siapapun juga, tidak peduli kepada orang
beriman atau kafir. Rezeki Allah itu berlaku kepada siapa saja. Syaratnya
adalah bahwa apabila seseorang itu memang berusaha atau bekerja untuk
mendapatkan rezeki yang telah disediakan oleh Allah itu melalui rahmat-
Nya.
35 Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Alqurȃ n...,h.577
27
Pendapat Ibn Khaldun ini sangat istimewa, karena di sini ia
menekankan berlakunya hukum-hukum kauniyah yang berlaku secara
universal. Dan karena itu, barang siapa mengetahui dan bisa
memanfaatkan hukum itu, maka ia atau mereka bisa memperoleh rezeki
dari Allah. Hanya saja Ibn Khaldun membedakan antara rezeki yang
diperoleh dengan cara yang baik. Dan yang diperoleh dengan upaya yang
tidak baik dan kurang seyogyanya. “segala sesuatu berasal dari Allah.
Tetapi kerja manusia merupakan syarat di dalam setiap keuntungan dan
pembentukan modal”, katanya.
2. Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah Sebagaimana yang dikutip oleh Nurfaizin
bahwasannya Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah pernah berkata: Allah SWT
memberi seluruh makhluk-Nya rezeki yang bersifat umum, meliputi segala
yang dibutuhkannya, memudahkan untuk mereka berbagai jenis rezeki,
dan mengaturnya untuk kehidupan mereka. Rezeki ini diberikan Allah
SWT kepada seluruh makhluk ciptaanNya tanpa terkecuali.” Rezeki inilah
yang diberikan kepada orang mukmin, kafir, shaleh, ahli maksiat,
malaikat, jin, bahkan kepada hewan maupun tumbuhan.36
C. Kontek penggunaan kata “rizq”
Contoh ayat yang menyebut kata benda “rizq” adalah seperti yang
disebut dalam Al-qur‟an Surat al-Baqarah/2:22 yang mengatakan:
انزجؼمنكى ي بءيبءكأخشطث انغ أضلي بءثبء انغ الأسضكشاؽب
﴿ أزىرؼه أذادا شادسصهبنكىكلارجؼهالل ﴾انض
“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan
langit sebagai atap dan Dia menurunkan (hujan) dari langit, lalu
Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai
rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu
sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui. (QS.Al-Baqarah:22)
Kata rezeki di situ menunjuk kepada segala buah-buahan yang
dihasilkan oleh pohon-pohonan yang tumbuh berkat air hujan. Di situ
36 11 Nur Faizin, Rezeki Alqurȃ n (Surakarta: AL-Quds, 2015), h.11
28
antara lain dikatakan bahwa Allah telah menyediakan bumi sebagai
hamparan. Manusia diminta berfikir tentang darimana sebenarnya sumber
rezeki itu. Hal itu sebenarnya sudah diketahui juga oleh manusia. Karena
itu, hendaknya manusia tidak menyekutukan-nya, misalnya dengan
mengatakan bahwa rezeki itu berasal dari sesuatu selain Allah.
Al-qur‟an surat al-Baqarah/2:57 menyajikan contoh dari kata kerja
“razaqa” dalam bentuk kata kerja:
ي كهايطجبديبسصهبكى ه انغ كىان أضنبػه بو ـ كىان ظههبػه ب
﴿ نككباألغىظه ب ﴾١ظه
“Dan Kami naungi kamu dengan awan dan Kami turunkan
kepadamu “manna” (buah-buahan yang sangat manis) dan “salwa”
(sebangsa burung puyuh). Makanlah dari bahan-bahan makanan
yang baik-baik (bermutu) yang telah Kami berikan kepadamu; dan
tiadalah mereka menganiaya Kami, tetapi merekalah yang
menganiaya diri mereka sendiri”
Kata “mȃ razaqnȃkum” dalam ayat tersebut diterjemahkan secara
bebas dengan kata-kata “yang telah Kami berikan (rezekikan) kepadamu.”
Maksudnya, bahan-bahan makanan yang begitu banyak di bumi ini,
memang berbeda-beda mutunya. Di antaranya, “manna” dan “salwȃ” yang
merupakan bahan makanan yang bermutu, baik karena enaknya maupun
karena kandungan gizinya. Itu semua mengandung manfa‟at bagi
kehidupan manusia dan karena itu bahan-bahan makanan tersebut
merupakan rezeki dari Allah. Dengan mengingat kepada rezeki Allah itu,
terkandung perintah bahwa manusia tidak perlu mengambil sembarang
makanan, karena ada terdapat cukup banyak bahan-bahan makanan yang
bermutu tinggi. Jadi dalam ayat tersebut terselip perintah bahwa
hendaknya manusia itu memilih yang baik-baik saja (ṭayyibah).37
Al-qur‟an Sȗrah an-Nȗr/24:38, menyebut kata “yarzuqu” dalam
anak kalimat “Allah memberi rezeki”. Kalimat utuhnya adalah “Dan Allah
memberi rezeki kepada siapa saja yang Ia kehendaki tanpa perhitungan,”
37 Rahardjo, Ensiklopedi Alquran...,h.580
29
yang menunjukkan kemurahan Allah kepada manusia dalam pemberian
rezeki. Tetapi pengertian yang lebih mendalam dari kata ini perlu dilihat
dalam konteks ayat secara seutuhnya, bahkan dengan ayat 37-38 yang
mengatakan:
يبسج كبحخبك إزبءانض لاح إهبوانص غػركشالل لث ىرجبسح ره بلل
الأثصبس انوهة ﴾١﴿رزوهتك كضه ضذىي ها يبػ أحغ نجضىالل
الل شحغبة﴿ ـ ﴾٣شصميؾبءث
“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula
oleh jual beli dari mengingat Allah dan dari mendirikan
sembahyang dan dari membayarkan zakat. Mereka takut pada suatu
hari yang (dihari itu)hati dan penglihatan menjadi goncang.
(mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah
memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih
baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah
menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki
kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas”.(AnNȗ r: 37-38)
Ayat tersebut menganjurkan optimisme manusia terhadap rezeki
Allah. Anggapan bahwa ingat kepada Allah dan menyisihkan waktu untuk
shalat menyebabkan rezeki seseorang berkurang (ditolak). Demikian pula
dinyatakan bahwa memberikan sebagian rezekinya untuk zakat
menyebabkan kekurangan, tidak beralasan. Ayat tersebut memberikan
lukisan tentang seorang lelaki yang senantiasa tidak lupa mengingat Allah,
shalat dan membayar zakat, sekalipun berada dalam suasana perniagaan
yang ramai dan sibuk melakukan transaksi jual beli.38
Ia bersikap demikian karena yakin bahwa rezeki Allah itu tiada
batasnya. Dalam Alqurȃn sȗrat Saba‟ ayat 39, dikatakan bahwa Allah
adalah pemberi rezeki yang sebaik-baiknya. Kata “Rȃziq” atau “Rȃziqȋ n”
ini dikemukakan dalam ayat ini:
خهل ءك ؽ يبألوزىي وذسن ػجبد ؾبءي صمن جغظانش سث همإ
﴿ اصه شانش خ ٣﴾
38 Rahardjo, Ensiklopedi Alqurȃ n...,h.581
30
Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi
siapa yang dikehendaki-nya di antara hamba-hambanya dan
menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-nya)". dan barang apa
saja yang kamu nafkahkan, Maka Allah akan menggantinya dan
dia-lah pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS.Saba‟: 39)
Disitu disebutkan bahwa “Allah adalah pemberi rezeki yang
sebaik-baiknya”. Hal yang lebih penting adalah implikasi dari pengakuan
itu, yaitu bahwasannya manusia itu tidak perlu khawatir bahwa barang
yang dinafkahkan untuk kebaikan itu akan mendatangkan kerugian. Allah
akan memberikan ganti, yaitu manfaat yang akan diterimanya baik secara
langsung atau tidak langsung. Disamping itu memberikan manfaat juga
terhadap orang lain. Dalam qur‟an surat at-Tholȃq ayat 3 dikatakan bahwa:
“Dan memberi rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.
Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan
mencukupkan keperluannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan
yang dikehendaki-nya. Sesungghnya Allah telah mengadakan ketentuan
bagi tiap-tiap sesuatu”.
Masih dalam konteks kata “rȃziq” ini, lebih lanjut dijelaskan dalam
ayat lain, bahwa Allah itu tidak hanya memberikan rezeki kepada makhluk
manusia, tetapi juga kepada makhluk-makhluk lainnya, seperti dinyatakan
dalam Alquran surat al-Hijr ayat 20-21. Walaupun demikian rezeki itu
ternyata ada ukuran-ukurannya juga, seperti dinyatakan dalam firman
Allah:
﴿ ينغزىنثشاصه جؼهبنكىكبيؼبؼ ػذبخضائ ءإل ؽ إي ﴾
يب ؼهو﴿ ثوذسي نإل ﴾ض
“Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi segala keperluan
hidup (ma‟ȃyisy), dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk
yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya. Dan tidak
ada sesuatupun melainkan kepada sisi Kami-lah khazanahnya, dan
Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang
tertentu”.(QS.Al-Hijr:20-21) Ayat kedua sebenarnya menyimpulkan maksud ayat yang pertama,
yaitu bahwa Allah sebenarnya merupakan sumber (ḥazanah) rezeki
manusia dan makhluk-makhluk lainnya ciptaan Allah juga mempunyai hak
atas rezeki, disini timbul keterangan tambahan dari ayat-ayat terdahulu,
31
bahwa sekalipun rezeki Allah melimpah tidak terbatas, namun
kesemuanya mempunyai takaran. Karena itu, manusia perlu berhitung
dalam mengambil manfaat terhadap sumber bahan keperluan hidup.
Mereka perlu pula memperhatikan hak makhluk-makhluk lainnya
dan melakukan kalkulus dalam memanfaatkan sumbersumber yang
tersedia. Dengan istilah ekonomi, manusia diperingatkan tentang adanya
kelangkaan dalam sumber-sumber, karena alat-alat pemuas kebutuhan itu
harus dibagi dengan makhluk-makhluk lainnya, yaitu alam itu sendiri yang
diberi “rezeki” sendiri oleh Allah untuk bisa mempertahankan
kelestariannya.
Setelah disadarkan bahwa sumber rezeki itu adalah Allah, maka
bagi orang yang beriman , Allah adalah orientasi kegiatan manusia dalam
upayanya memperoleh penghidupan. Sebagai konsekuensinya, timbul kata
imperatif “urzuq”. Imperatif pertama datang dari Allah kepada manusia,
misalnya agar membagi rezeki yang diperoleh seseirang dengan seirang
wanita yang dikawini, seperti yang terdapat dalam al-Qur‟an surat an-Nisa
ayat 5. Kata imperatif kedua berwujud permohonan dari manusia kepada
Tuhannya, misalnya terdapat dalam al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 126,
yang petikannya merupakan bagian dari do‟a Nabi dan Rasul Allah
Ibrahim a.s yang memohon kepada Tuhan antara lain sebagai berikut39
يىثبلل آي شادي انض هي اسصمأ اجؼمزاثهذاآيب ىسة إرهبلإثشا
ثئظ إنػزاةانبس أضطش يكلشكأيزؼههلاصى واخشهبل ان صش ان
﴿﴾
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdo‟a: “Ya Tuhanku jadikanlah
negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berilah rezeki dari buah-
buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka
kepada Allah dan hari kemudian”. Allah berfirman: Dan kepada
orang yang kafirpun aku beri kesenangan sementara, kemudian aku
paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat
kembali”. (QS.al-Baqarah: 126)
Termasuk dalam kesenangan yang diberikan kepada orang-orang
kafir adalah rezeki yang sifatnya umum. Allah memberikannya tapi hanya
dalam jangka waktu terbatas, maksimal selama mereka tinggal di dunia. Di
dalam ayat itu, Nabi Ibrahim memohon agar Allah menurunkan rezeki
39 Rahardjo, Ensiklopedi Alqurȃ n...,h.583-584
32
kepada orang-orang mukmin saja. Karena menurutnya, orang kafir tidak
berhak mendapat rezeki Allah SWT. Namun Allah membantahnya. Rezeki
tetap pantas diberikan kepada orang kafir di dunia ini sebagai istidrȃj
untuk mereka, sekaligus hujah yang tidak dapat dibantah oleh mereka
kelak di akhirat.
Meskipun manusia baik individu maupun masyarakat mempunyai
hak pemilikan dan diberi hak bebas untuk menggunakan harta miliknya
tersebut, namun semua harta itu bersumber dari yang Satu, yang Mutlak,
yaitu Allah SWT. Harta yang berada ditangan manusia itu lazim disebut
rezeki (ar-rizq) yang menurut bahasa berarti pemberian. Dengan demikian,
harta itu pada hakikatnya adalah milik Allah. Allah-lah pemilik Mutlak
atasnya.40
Di dalam Alquran banyak sekali ayat yang menegaskan pernyataan
yang demikian, seperti firman Allah dalam surah asy-Syȗrȃ:12
ءػهى﴿ ؽ ثكم وذسإ ؾبء صمن الأسضجغظانش اد ب ﴾نيوبنذانغ
“Kepunyaan Allah lah perbendaharaan langit dan bumi, Dia
melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendakinya dan
menyempitkannya. Sesungguhnya Dia maha mengetahui atas
segala sesuatu”.
Islam mengakui adanya proses perolehan harta melalui pemberian
pihak lain. Perolehan harta atau rezeki yang demikian bisa terjadi karena
adanya hubungan kekeluargaan atau persahabatan. Harta atau rezeki
tersebut bisa berupa warisan, hibah, sedekah sunat, dan sedekah wajib
(zakat). Namun rezeki atau harta semacam ini bersifat insidentil dan tidak
dapat dijadikan pegangan untuk meneruskan kehidupan masa depan.
40 Nur Faizin, Rezeki Alqurȃ n (Surakarta: AL-Quds, 2015), h.13
33
Cara yang paling utama untuk memperoleh rezeki menurut Islam
adalah dengan usaha atau kerja. Baik di dalam Alquran maupun al-Sunnah
terdapat pernyataan tentang keharusan dan keutamaan bekerja.41
Sedangkan ulama salafus ṣ alih menjelaskan, jika ingin banyak
diberikan rezeki bacalah surat al-Wȃqi‟ah, karena itu termasuk salah satu
zikir agar dimudahkan rezekinya.42
Ada lagi yang berpendapat bahwa
mengawali aktivitas dengan shalat dhuha juga merupakan salah satu cara
untuk membuka pintu rezeki, dan Allah akan mencukupkan rezekinya di
Dunia, dibangunkan istana di Surga.43
Banyak orang yang bekerja siang dan malam, bahkan ada yang
melakukan apa saja, tidak peduli mana yang halal dan mana yang haram,
tujuannya adalah agar mempunyai rezeki yang banyak. Bahkan, dalam
rangka mencari rezeki ada pula orang yang tega terhadap sesama dengan
cara menipu, memeras, bahkan merampok.
Sebagai seorang Muslim, sudah barang tentu bekerja dan mencari
rezeki tidaklah dilarang, bahkan merupakan sebuah ibadah bila bekerja
dan mencari rezeki diniatkan dalam rangka mencari anugerah Allah
sebagai bekal untuk mengabdi kepadanya. Dengan demikian, sudah barang
tentu seorang Muslim mempunyai aturan sesuai dengan syari‟at dan tidak
boleh menghalalkan segala macam cara. Rezeki yang dilapangkan dan
umur yang panjang adalah bagian dari anugerah Allah SWT untuk
manusia.
41 Abuddin Nata, Tema-Tema Pokok Alquran (Jakarta: Biro Bina Mental Spiritual: 1997),
h.97
42
Khotibul Umam, Zikir Tiada Akhir (Jakarta Selatan: Wahana Semesta Intermedia,
2010), Cet I, h.222
43
Akhmad Muhaimin Azzet, 7 Cara Agar Rezeki Semakin Bertambah Dan Barokah
(Jogjakarta: Diva Press, 2010), h.111
34
Untuk itu manusia diberikan kebebasan untuk meraihnya. Di
samping dengan cara bekerja dan berdo‟a, rezeki dapat diraih dengan cara
menyambung hubungan persaudaraan atau silaturahmi.44
Di dalam surat al-Jumu‟ah ayat 10, Allah menyuruh manusia
menyebar di muka bumi dan bekerja mencari rezeki melalui usaha dagang
sebagai berikut:
اي ـ اثز لاحكبزؾشاكالأسض كضشاكئراهضذانص اركشاالل كضمالل
﴿ ﴾نؼهكىرلهح
“Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di
muka bumi, dan carilah karunia (rezeki) Allah dan ingatlah Allah
sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung”.45
Demikianlah usaha atau kerja itu yang paling utama untuk mencari
rezeki Islam sangat menganjurkan kerja. Islam anti pengangguran dan
tidak menyukai perbuatan meminta-minta atau menunggu pemberian
orang lain. Islam sungguh membawa ajaran tentang etos kerja yang sangat
tinggi.
Kembali kepada persoalan usaha atau bekerja, al-Qur‟an membuka
kesempatan seluas-luasnya dan memberi kebebasan kepada manusia untuk
menentukan atau memilih jenis usaha, sejauh tidak menyimpang dari
ketentuan yang digariskan oleh Allah. Akan tetapi, al-Qur‟an tidak
membenarkan semua cara. Dari sekian banyak dan aneka ragam jenis
usaha dan cara yang mungkin dilakukan oleh manusia itu ada yang
dibolehkan dan ada yang dilarang. Jenis usaha dan cara yang dibolehkan
itu dikenal dengan sebutan cara yang ḥalȃl; sedangkan cara yang dilarang
disebut cara yang bȃṭil atau ḥarȃm.
Jadi kebebasan manusia untuk menentukan dan memilih cara
mendapatkan rezeki atau harta itu tergantung kepada sejauh mana cara
44 Muhaimin Azzet, Cara Agar Rezeki Bertambah...,h.145-146
45
Nata, Pokok Alqurȃ n...,h.100
35
tersebut dilihat ḥ alȃl-ḥ arȃmnya. Manusia bebas berusaha dengan berbagai
macam cara selagi itu halal, sebaliknya, dilarang memilih jenis usaha dan
menggunakan cara yang haram.
Perintah al-Qur‟an agar manusia itu berusaha mencari rezeki dengan
cara halal dapat dilihat dalam surat an-Nahl ayat 114.
﴿كك ذاللإكزىإبرؼجذ اؽكشاؼ بسصهكىاللحلالطجب ﴾هاي
“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah
diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu
hanya kepada-nya saja menyembah”
D. Klasifikasi Rezeki
Rahmat Allah SWT kepada makhluk-nya, terutama manusia terwujud
dalam rezeki yang bermacam-macam. Tidak mungkin kita mampu
menyebutkannya satu persatu. Jika ada yang mencoba menghitungnya satu per
satu dengan alat secanggih apapun niscaya tidak akan berhasil. Sebab terlalu
banyak nikmat rezeki yang diberikan Allah kepada manusia. Meskipun demikian,
secara garis besar rezeki dapat dikelompokkan ke dalam dua macam; rezeki yang
bersifat umum dan khusus.
Mungkin karena sudah terbiasa, kebanyakan manusia sering tidak
menyadari bahwa semua yang dirasakannya merupakan rezeki dari Allah. Mereka
menganggap hal itu merupakan sesuatu yang sudah sewajarnya karena semua
manusia memilikinya. Rezeki yang bersifat umum inilah yang sengaja diberikan
kepada semua makhluk, termasuk mereka yang membangkang dalam kekafiran.46
Kita pun sering mendengar bahwa ada rezeki yang halal dan haram.
Rezeki ini termasuk dalam kategori rezeki umum. Rezeki yang halal akan
mengantarkan penerimanya kepada amal kebajikan yang berakhir di dalam Surga.
Sebaliknya, rezeki yang haram akan menyeret penerima dan penggunanya ke
dalam kemaksiatan dan kesengsaraan di akhirat.
46 Nur Faizin, Rezeki Alquran...,h.11
36
Sedangkan rezeki yang khusus adalah rezeki yang bersifat langgeng
kebajikannya, baik di dunia maupun di akhirat. Rezeki khusus ini dibedakan
menjadi dua: rezeki yang berhubungan dengan rohani atau hati seseorang dan
rezeki yang berkaitan dengan tubuh, yaitu rezeki halal yang tidak mengandung
syubhat.
Ketika seorang Mukmin berdo‟a kepada Allah agar diberi rezeki, maka
sesungguhnya rezeki itulah yang diminta, yaitu rezeki keimanan penambah
kekuatan hatinya dan rezeki halal yang memberikan energi untuk tubuhnya dalam
melaksanakan perintah ketaatan kepada Allah SWT.47
Imam Zahidi mengatakan bahwa rezeki seorang hamba itu sebagaimana
keyakinan seorang hamba terhadap rezeki yang akan Allah berikan. Dalam
Ḥȃsiyatul kasyȃf dikatakan bahwa:
“Sesungguhnya rezeki itu merupakan anugerah dari Allah”
Dalam hal ini, lebih spesifik lagi bahwa rezeki dapat diklasifikasikan ke
dalam tiga bagian:
1. Rezeki yang ditentukan, yaitu setiap manusia semuanya memiliki rezeki, dan
masing-masing dari rezeki mereka itu semuanya sudah diatur dan ditentukan
oleh Allah, jadi jika rezeki seseorang itu sudah habis maka habis pula umurnya.
2. Rezeki yang dijanjikan, yaitu dalam hal ini ada kaitannya dengan al-Qur‟an
Surat at-Ṭolȃq ayat 3. Bahwasannya Allah akan memberikan rezeki dari arah
yang tidak disangka-sangka bagi orang-orang yang bertaqwa.
3. Rezeki milik, yang dimaksud dengan rezeki milik yaitu segala sesuatu yang
dipakai oleh manusia. Tidak mesti berupa materi, tetapi pakaian, rumah, anak,
dan yang semisalnya itu semua merupakan rezeki, namun yang sebagian tadi
disebutkan itu termasuk ke dalam kategori rezeki milik.48
47 Nur Faizin, Rezeki Alquran...,h.13
48
Utsman bin Hasan, Durrȃ tun Nȃ siḥ ȋ n, (Surabaya: al-Hidayah, 13 H), h.93
37
لؼميرنكىيالل حكىميؽشكبئكىي زكىصى سصهكىصى ءانزخهوكىصى ؽ
﴿ بؾشك رؼبنػ ﴾عجحب
Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki,
kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah
di antara yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat
sesuatu dari yang demikian itu? Maha Sucilah Dia dan Maha Tinggi dari
apa yang mereka persekutukan. (40)
Surat Ar-Rum ayat 40 ini menjelaskan bahwa Allah menciptakan manusia
sudah dijamin semuanya, mulai dari hidup hingga sampai akhir hayat, disini juga
kita harus menyakini bahwa hidup dan mati kita sudah ditentukan oleh Allah
SWT. Dan ayat ini juga menjelakan agar kita tidak menyekutukan Allah SWT.
Dimana dialah yang menghidupkan, mematikan ada yang memberi rezeki itu
hanya semeta Allah SWT.
E. Pandangan Mufassir Tentang Rezeki
Definisi Rezeki Memahami hakikat rezeki, sangat penting melihat konsep
rezeki dari beberapa tinjauan, baik rezeki secara bahasa maupun istilah. Setelah
melakukan pengkajian yang panjang tentang maknanya secara bahasa ternyata
istilah rezeki memiliki bayak makna, sebagai berikut: 1. Berkata Ibnu Mandzur
kata rizqu-al-Razzaq bagian dari sifat Allah. Dikarenakan Allah memberikan
rezeki kepada semua makhluknya. Allah yang menciptakan rezeki, memberikan
kepada makhluk-makhluknya rezeki-rezeki-nya dan menyampaikannya.
Sedangkan rezeki terbagi menjadi 2 macam, yang pertama rezeki untuk
badan atau fisik seperti bahan makanan, dan yang kedua rezeki batin bagi hati dan
jiwa seperti pengetahuan dan berbagaimacam ilmu. Dan Allah berfirman dalam
surat Hud, ayat 649
Berkata Raghib: kadang-kadang kata rizki diungkapkan sesuatu yang
bermakna pemberian, baik perkara keduniawiaan maupun perkara akhirat. Dan
49 1 Ibnu Mandhur al-Anshori, Lisanul Arab, juz : 10, (Mesir: Bairut, 1414 H), hlm. 115
38
kadang-kadang kata rezeki juga digunakan untuk makna bagian. Dan ungkapan
bagi apa yang masuk ke dalam tenggorokan dan dimakan oleh makhluk. Oleh
karena itu sering dikatakan: penguasa memberikan rezeki tentaranya, atau akan
diberikan rezeki berupa ilmu.50
Kata rizki dalam Mu‟jam al-Wasith jika berharakat fathah maka ia
merupakan masdar, dan jika berharakat kasrah ia sebagai nama bagi sesuatu yang
direzekikan. Rizki juga bermakna sesuatu yang bermanfaat bagi seseorang.
Masing-masing dari kedua pola kata tersebut dapat memiliki makna yang lain,
seperti ungkapan apa yang bermanfaat dari apa yang dimakan, atau dipakai seperti
pakaian. dan apa yang masuk ditenggorokan dan dimakan. Allah berfirman dalam
surah al-Kahfi ayat ke 19, dan hujan dikarenakan hujan sebagai sebab rezeki, dan
begitu pula pemberian yang berlangsung.51
Menurut Ibnu Faris al-Razi, kata rezeki bermakna pemberian, oleh karena
itu ada suatu ungkapan mengatakan yang artinya Allah memberinya rezeki.52
Berdasarkan beberapa pandangan mengenai rezeki dari segi bahasa di atas,
dapat disimpulkan bahwa makna rezeki secara bahasa meliputi dua makna, makna
pertama ialah pemberian, sedangkan makna kedua rezeki disebut sebagai apa-apa
yang dimanfaatkan manusia, baik apa yang ia makan dan yang ia pakai dari
pakaian.
Adapun makna rezeki secara istilah adalah ungkapan bagi setiap apa-apa
yang Allah sampaikan kepada para hewan, maka mereka memakannya. Maka
rezeki tersebut mencakup rezeki yang halal dan rezeki yang haram, dan jika
dihubungkan kepada hewan maka ia dapat berbentuk makanan atau minuman bagi
hewan tersebut. Adapun dalam pandangan Muktazilah rezeki adalah ungkapan
50 Al-Ashfahani, Mufrodat fii Ghoribil al-Quran, juz: 1, (Dimasyiq: Dar al-Qolam- al daar
asy Syamiyah, 1412 H)
51
Majma‟ al-Lughah al-Arabiyah, al-Mu‟jam al-Washit, (Kairo: Dar ad-Dakwah) hlm.
351
52
Ahmad ibnu Faris, Maqaayisil Lughah, juz :2, ( Daarul al-Fikr, 1979)
. 388.
39
dari sesuatu yang dimiliki seseorang dan orang tersebut memakannya.
Berdasarkan konsep tersebut, menurut pandangan Muktazilah rezeki hanyalah
rezeki halal saja, dan tidak ada rezeki yang haram.
Gugusan pembahasan rezeki di atas jika diperhatikan hubungan antara
makna rezeki secara bahasa dan istilah, dikandung maksud bahwa rezeki secara
bahasa adalah pemberian, sedangkan secara istilah adalah sesuatu yang
disampaikan, atau sesuatu yang disampaikan Allah kepada makhluk-nya dan yang
bermanfaat baginya.
40
BAB IV
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Macam-macam rezeki
1. Rezeki ditinjau dari bentuknya
Apabila rezeki ditinjau bentuknya, ada dua.
A. Material.
Rezeki yang material ini dapat ditarikan sebagai rezeki
yang berwujud dan dapat kita rasakan pula, seperti hal-hal yang
dapat mencukupi kebutuhan hidup kita diantaranya adalah pakaian,
makanan, rumah, dan lain sebagainya.
B. Non material
Sedangkan rezeki yang bersifat non material adalah yang
memang tidak tampak melainkan dapat kita rasakan kadar rezeki
tersebut, seperti Allah memberikan rezeki melalui kesehatan dalam
tubuh kita, anak yang sholeh-sholeha berbakti kepada kedua orang
tua, keberkahan dalam menjalani hidup.
1. Rezeki ditinjau dari sifatnya
A. Ibtila (Cobaan)
Rezeki diartikan sebagai cobaan adalah rezeki yang btidak
ada hubungannya sama sekali dengan Allah. Manakala rezeki
itu sudah dikuasai oleh diri manusia itu sendiri bahkan dapat
membuatnya terlena akan nikmatnya rezeki dan lupa bahwa
rezeki itu dari Allah. Dan bahkan dapat membuatnya jauh atau
ingkar terhadap Allah SWT. Selaku pemilik rezeki yang haq.
Seperti Allah mengisyaratkan pada al-Qur‟an al-Munafiqun: 10
Dan belanjkan sebagian dari apa yang telah kami berikan
kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang
diantara kamu, lalu ia berkata: “ya rabb ku, mengapa engkau
41
41
tidak menangguhkan ( kematianku ) sampai waktu yang dekat,
yang enyabkan aku dapat bersedekah dan aku termaksud orang-
orang yang saleh?53
B. Isthifa ( pilihan )
Adapun rezeki sebagai pilihan adalah rezeki yang memang
diperuntukkan bagi Allah. Dan Allah akan jadi pelindung bagi
orang yang benar-benar menyerahkan rezekinya pada Allah,
meyakini penuh bahwa Allah azza wa jalla adalah sang pemilik
rezeki dan hanya Allah lah satusatunya Tuhan yang dapat
memberikan dan menjamin rezeki itu pada hambanya. Artinya
Allah akan selalu berpihak padanya apabila ia pasrahkan semua
ketentuan itu pada Allah.
2. Rezeki ditinjau dari jenisnya
Dalam memahami sebuah rezeki perlu untuk mengetahui
jenis jenis rezeki yang telah Allah berikan pada hambanya agar
mudah termotifasi dan berusaha bangkit dan mengejar rezeki
tersebut.
Menurut Dr. Abad Badruzaman dalam bukunya “Ayat-ayat
Rezeki” mejelaskan, adapun dalam perspektif akidah rezeki itu
terdiri dari 3 jenis:
A. Rezeki yang dijamin
Rezeki yang dijamin adalah rezeki yang memang sudah
ditetapkan oleh Allah kepada setiap makhluknya. Ketetapan
tersebut bisa berupa apa saja baik berupa, kadarnya, waktunya,
macamnya, rupanya, dan temporalnya. Dengan kata lain Allah
telah memberikan jaminan rezeki pada setiap makhluknya.
Namun jaminan rezeki ini tidak sama banyak antara makhluk
yang satu dengan yang lain. Kadar yang telah Allah berikan
tidaklah sama. Ada seseorang yang kadar rezekinya banyak
53 QS.Al-Munafiqun 63:10
42
sehingga ia dapat bertahan hidup bertahun-tahun. Namun ada
juga bayi yang baru berumur beberapa jam sudah meninggal
karena jatah rezekinya sedikit. Allah tidak memberikan kadar
rezeki itu sama. Yang Allah berikan terkait rezeki yang dijamin
adalah berlakunya hukum alam dan sunnatullah. Terkait dengan
hal itu Allah berfirman dalam al-Qur‟an surat Hud Ayat 6:
دػب يغز ب ؼهىيغزوش ػهاللسصهب يبيدآثخكالأسضإل
﴿ ج ككزبةي ﴾كم
Dan tidak satupun makhluk yag bergerak (bernyawa) di
Bumi melainkan semuanya dijamin oleh Allah rezekinya.
Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat
penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam kitab yang nyata
(Lauh Mahfuzh).54
Ayat diatas telah mengisyaratkan bahwa Allah telah
menjamin rezeki, bahkan kepada binatang melata sekalipun.
Allah telah menetapkan rezeki kepada setiap makhluknya dan
hal itu termasuk suatu takdir yang telah ditetapkan oleh Allah.
Sebagaimana ayat diatas, semua itu telah tercatat di Lauh
Mahfuzh. Oleh karena itu, rezeki yang telah dijamin ini
merupakan realisasi dari takdir yang telah ditetapkan sehingga
sifatnya tidak dapat berubah karena ditakdirkan sebagaimana
mestinya. Rezeki yang dijamin itu merupakan takdir mubram
dan kita tidak bisa mengubahnya. Sedangkan rezeki yang
dibagikan dan dijanjikan adalah contoh dari takdir muallaq
yang bisa dirubah.355
B.Rezeki yang dibagikan
Rezeki yang dibagikan merupakan rezeki yang bisa berubah
kadarnya, alias bisa bertambah dari waktu ke waktu. Jika rezeki yang
dijamin merupakan ketetapan Allah yang tidak bisa kita rubah dan
54 2QS. Hud 11 : 6
55
3Ali Abdullah. Rumus Rezeki. (Tiga Serangkai. Solo: 2017), 36
43
sifatnya tetap, rezeki yang dibagikan itu bisa dirubah dan sifatnya
bergantung pada makhluk itu sendiri. Artinya, rezeki ini didapat
dengan cara bekerja.
Pepatah mengatakan bahwa jika tangan dan kaki bergerak,
mulutpun bisa mengunyah. Hal itu mengandung arti bahwa jika
seseorang itu mau bekerja, ia akan mendapatkan hasil dari apa yang
dikerjakannya cara itu. Dengan demikian rezeki yang dibagikan itu
bisa didapatkan dengan jalan bekerja.
Adapun penjelasan Allah yang tertera dalam potongan ayat
dibawah ini dalam Surat ar-Ra‟d ayat 11:
شيبثو ـ اللل أيشاللإ حلظي خهل ي ذ ث ونيؼوجبدي
شايب ـ حز د يبنىي ن وعءاكلايشد إراأساداللثو ى لغ ثأ
ال﴿ ﴾ي
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu
mengikutinya bergiliran, dimuka dan di belakangnya, mereka
menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
mengubah nasib suatu kaum, sehingga mereka merubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada
yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tak ada pelindung
bagi mereka selain Dia.456
Maksud pejelasan potongan ayat diatas bisa kita
singgungkan pada usaha etos kerja seorang hamba yang mana Allah
senantiasa memberikan penuh atau memasrahkan kepada hambanya
agar dapat mencari rezeki yang Allah bagikan untuk mereka dengan
merubah diri mereka sendiri untuk selalu berusaha mencari dan
merubah diri mereka menjadi yang lebih baik. Dan memberi
kesempatan pada hambanya untuk selalu bergerak agar tak diam dan
pasif menerima keadaan.
Dapat diperjelas kembali, bahwa jenis rezeki seperti inilah
yang paling banyak dicari oleh umat manusia. Mereka bekerja untuk
56 4QS. Ar-Ra‟d 13 : 11
44
mendapatkan rezeki dan meraih kebahagiaan. Dengan demikian jenis
rezeki ini didapatkan memalui jalan hukum alam yang berlaku; jika kita
mau bekerja maka akan mendapatkan hasilnya, sementara jikan
malasmalasan maka rezeki tidak kunjung datang. Rezeki yang
dibagikan tidaklah sama dengan rezeki yang dijamin. Jika rezeki yang
dijamin merupakan takdir mubram yang pasti dan tidak bisa dirubaha,
maka sebaliknya rezeki yang dibagikan merupakan takdir muallaq yang
ketentuannya bisa dirubah tergantung pada usaha yang dilakukan oleh
setiap makhluk, ia pun harus bersikap aktif dan melibatkan hal-hal lain
yang berada disekelilingnya. Artinya, rezeki ini bisa berubah sebagai
usaha seseorang untuk mengubahnya. Perubahannya tergantung juga
pada seberapa giat orang tersebut bekerja, seberapa potensial jenis
pekerjaannya, seberapa banyak yang dikerjakannya, dan faktor-faktor
yang terkait lainnya. Orang gilapun memperoleh rezeki, dan
kenyataannya dia bisa makan dan minum, hewan melatapun juga
mendapatkan rezeki, buktinya setiap hari ia selalu kenyang. Ikan kecil
yang kalah bersaing dengan ikan-ikan besarpun juga diberi rezeki.
Meskipun demikian, tetaplah itu rezeki yang dijamin pada ikan tersebut.
Rezeki mereka hanya sebatas itu. Jika jatah rezeki mereka habis, maka
habis pula riwayat mereka.
Lain halnya dengan manusia yang sehat dan berakal,
sebagaimana kita. Kitapun memperoleh jatah rezeki tertentu
sebagaimana orang gila, hewan melata, dan ikan kecil. Akan tetapi, kita
bisa mendapatkan rezeki yang lebih daripada itu semua. Caranya adalah
dengan bekerja yang sungguh-sungguh. Itulah perbedaan kita dan itu
semua. Jika kita bias mengusahakan rezeki, yang lain hanya bisa
menantikan rezeki yang dijamin tanpa bisa mengusahakan yang lebih.
Oleh karena itu, bekerja merupakan jalan untuk mencari dan
mendapatkan rezeki dibagikan itu. Bekerja merupakan sebuah
kewajaran dalam perkehidupan manusia sebagai jalan untuk
mendapatkan penghidupan. Sementara itu Allah telah menyediakan
45
bumi sebagai lahan untuk kita ambil manfaatnya. Bumi merupakan
ladang rezeki umat manusia. Selain Bumi yang diambil manfaatnya,
Bumi juga menjadi pijakan untuk mencari rezeki. Bumi telah diciptakan
oleh Allah untuk kita dan makhluk lainnya. Kehidupan manusia dimuka
Bumi ini merupakan perjuangan untuk hidup, yaitu berupa
mempertahankan kehidupan dengan cara mencari rezeki dengan jalan
bekerja. Sebab, Bumi adalah kehidupan kita, jadi di Bumi ini pulalah
kita mencari rezeki yang dibagikan dan caranya adalah bekerja dengan
bersungguh-sungguh.
Allah berfirman dalam al-Qura‟an Surat al-Mulk ayat 15:
انؾس إن صه كهايس انزجؼمنكىالأسضرنلكبيؾاكيبكجب
﴿﴾
Dialah yang menjadikan Bumi untuk kamu yang mudah
dijelajahi, maka jelajahilah disegala penjurunya dan makanlah
dari sebagaian dari rezekinya. Dan hanya kepadanyalah kamu
(kembali setelah) dibangkitkan.57
C. Rezeki yang dijanjikan
Rezeki yang dijanjikan merupakan rezeki yang termasuk dalam
kategori takdir muallaq. Dengan demikian, jenis rezeki seperti ini juga
bisa berubah kadarnya. Rezeki ini juga didapatkan dengan cara aktif
bukan pasif. Rezeki ini datang dengan sendirinya, alias otomatis, tetapi
dicari. Jika rezeki yang dibagikan itu dicari dengan cara bekerja, rezeki
yang dijanjikan itu dicari tidak dengan bekerja. Rezeki yang dijanjikan
ini dicari dengan jalur ketakwaan, keshalihan social, dan laku religious-
spiritual.
Rezeki yang dijanjikan adalah rezeki yang akan diberikan kepada
manusia, jika manusia itu memenuhi berbagai kriteria yang telah Allah
tetapkan. Kriteria itu sangatlah sederhana, yaki menjadi seorang
57 QS. Al-Mulk 67 : 15
46
mukmin yang senantiasa bertakwa, berbuat baik, beramal shalih, dan
senantiasa mengerjakan ajaran Islam.
Beberapa kriteria tersebut sifatnya sangat umum. Sementara itu,
kriteria tersebut akan menjadi sulit dipahami jika tidak berdasarkan
pada hal-hal yang gamblang. Oleh karena itu, harus ada rumusan
tertentu untuk mempermudah pengamalannya. Berdasarkan berbagai
ayat di dalam al-Qur‟an yang terkait rezeki, dapat dirumuskan bahwa
kriteria untuk bias.
mendapatkan rezeki yang telah dijanjikan oleh Allah itu setidaknya
ada tiga, yaitu takwa, istighfar, dan infak. Dari ketiga kriteria tersebut,
dapat dipahami bahwa tidak ada jalur bekerja untuk mendapatkan
rezeki yang dijanjikan. Namun, jika kita mengkategorikan dalam rumus
rezeki, ketiga kriteria tersebut termasuk laku ikhtiar dan tawakal
sekaligus. Hal itu kan terlihat dan tampak ketiak ketiga kriteria tersebut
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.58
B. Upaya Mempermudah dalam Membuka Pintu Rezeki
1. Takwa & berserah diri kepada Allah
Dalam mencari rezeki, manusia terkadang sampai tidak bisa
nyenyak tidur dan tidak enak makan. Tidak hanya siang, sering kali
diteruskan hingga malam. Seluruh anggota keluarga ikut mencari rezeki;
suami, istri, dan anak yang sudah bisa diajak untuk mencari rezeki. Istilah
lainnya yang populer, kepala dijadikan kaki, kaki dijadikan kepala. Mereka
mengejar rezeki dengan segala daya dan upaya. Namun apa yang
diusahaknnya setengah mati itu, tidak kunjung didapat, atau diperoleh tapi
tidak sebanding dengan usaha yang dikeluarkannya, kadang-kadang kita
sampai putus asa. Pikiran kita kadangkadang menjadi buntu, bahkan saking
pepatnya, timbul keinginan untuk gantung diri sampai mati. Adapula
diantaranya kita yang tidak putus asa, tetapi berusaha terus meksipun dalam
keadaan payah dan rumit, begitu perusahaan bangkrut, ia keluar dari
58
Ali Abdullah. Rumus R ezeki. (Tiga Serangkai. Solo: 2017), 51
47
perusahaan, lalu berusaha bangun berdiri hingga akhirnya berhasil memiliki
usaha sendiri.
Ada suatu cara untuk mempermudah menarik rezeki. Cara itu
disebutkan oleh Allah dalam al-Qur‟an Surat at-Thalaq ayat 2 dan 3:
كبسه ؼشفأ ث كأيغك أجه ـ كىكئراثه ػذلي ذار أؽ ؼشف ث
يزنالل خش وا ان ثبلل ؤي يكب رنكىػعث بدحلل اانؾ أه جؼم
يخشجب﴿ كن يز شلحزغت ح شصهي ثبنؾ﴾ الل حغجإ ك مػهالل
ءهذسا﴿ ؽ نكم هذجؼمالل ﴾أيش
Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya dia akan
mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah
yang tiada disangkasangkanya. Dan barang siapa yang bertawakkal
kepada Allah niscaya Alla akan mencukupkan (keperluan)-nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-nya.
Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiaptiap
sesuatu.59
Pada suatu hari, seorang yang bernama Malik dari kabilah Asyja‟I
berkunjung kepada Rasulullah SAW mengadu bahawa anaknya yang
bernama „Auf, menurut berita yang diterimanya, tertawan musuh. Ia
memohon pertolongan pada Rasulullah SAW. Nabi menasehatinya agar
bersabar, karena niscaya Allah akan memberikannya jalan keluar. Nabi
menyuruhnya mengirim pesan kepada‟Auf. Bahwa Rasulullah SAW
memerintahkan ia memperbanyak bacaan, “La> h}aula wa la> quwwata
illa> billa>h.” „Auf melaksanakan perintah Nabi itu meskipun ia dalam
keadaan dibelenggu oleh musuh. Tak beberapa lama datanglah pertolongan
Allah, belenggu itu lepas dan ia berhasil lolos, kemudian lari ke Madinah.
Ditengah jalan bertemu dengan segerombolan domba atau unta,
lalu digiringnya sekumpulan ternak itu lalu dibawa ke Madinah dan
mengetuk pintu rumah orang tuanya, Malik al-Asyja‟i. mendengar suara
„Auf, orang-orang yang berada di dalam rumahnya saling berebut untuk
membukakan pintu. Alangkah terkejutnya mereka karena pekarangan
mereka penuh dengan binatang ternak. „Auf menceritakan kepada orang
59
QS. At-Thalaq 65 : 2-3
48
tuanya tentang semua kejadian yang dialaminya. Malik masih ragu-ragu
tentang hukum binatang ternak itu, lalu segera menanyakannya pada
Rasulullah. Nabi menerangkan padanya bahwa boleh bagi Malik melakukan
apa saja yang ia mau sebagaimana layaknya harta sendiri.
Dari keterangan tersebut kita mengetahui bahwa bertakwa kepada
Allah dan berserah diri padanya, dalam segala hal, benar-benar memudahkan
dalam mencari dan menarik rezeki, yakni rezeki itu mudah diperoleh, tak
usah dan tak perlu sampai tak makan dan tak tidur. Walaupun rezeki itu
mungkin tidak banyak, namun mengandung berkah.60
2, Istighfar
Sesungguhnya istighfar itu merupakan suatu kesempatan atau
peluang bagi kita untuk membersihkan dosa. Jika Allah menerima taubat
kita, maka kita akan menjadi hamba yang dikasihinya. Kalau seorang hamba
sudah dikasihi Allah, maka sudah tentu segala keinginannya akan
dikabulkan. Termasuk keinginan untuk mendapatkan rezeki yang barokah
dan terus bertambah.
Lantas apa kaitannya istighfar dengan bertambahnya rezeki?
Didalam alQur‟an dijelaskan bahwa barang siapayang memohon ampunan
maka akan dimudahkan segala urusannya.
Seperti yang sudah tertera dalam QS. Nuh ayat 10-12:
ؿلبسا﴿ كب لشاسثكىإ ـ ذساسا﴿كوهذاعز كىي بءػه ذدكى﴾شعمانغ ﴾
بسا﴿ جؼمنكىأ جؼمنكىجبد ث ال ﴾ثأي
Maka aku katakan kepada mereka, memohonlah ampun kepada
Tuhanmu. Sesungguhnya dia maha pengampun. Niscaya dia akan
mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat dan membanyakkan
60
M. Ali Usman, Rezeki dalam al-Qur‟an, (PT Kiblat Buku Utama. Bandung : 2010),
110
49
harta dan anak-anakmu. Dan mengadakan kepadamu kebun-kebun
dan mengadakan di dalamnya sungaisungai.61
Apabila manusia mau bertaubat kepada Allah, memohon ampunan
dan beristighfar kepadanya, kemudian menaati segala perintah dan
larangannya, maka Allah akan memperbanyak rezeki. Yakni dengan
menurunkan air hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan
keberkahan dari Bumi. Selanjutnya karena siraman air hujan itu akan
tumbuh berbagai tanaman yang akan berbuah banyak.62
Seperti itulah Allah memberikan isyarat atau contoh bagi
hambanya yang mau beristighfar atau memohon ampunan padanya, maka
senantiasa Allah akan mendengar dan menerima taubat seseorang tersebut
dan akhirnya Allah ridho terhadap apa yang dia lakukan, sehingga
muncullah belas kasih Allah padanya untuk mewujudkan segala keinginan
dan permintaan hambanya. Maka dari itu disitulah letak kemudahan
seorang hamba untuk senantiasa mendapatkan cucuran kemurahan Allah
yakni rahmatnya senantiasa akan menyertainya. Dan belas kasih Allah
akan selalu berada dalam diri hambanya. Apapun yang diminta oleh
seorang hamba maka Allah senantiasa mengabulkannya, apalagi hanya
berupa rezeki. Tak kurang-kurangnya Allah berikan secara cuma-Cuma
pada hambanya.
3. Syukur
Syukur berarti menampakkan pengaruh kenikmatan yang Allah
berikan baik melalui lisan dengan cara mengakui dan memujinya, melalui
hati dengan cara menyaksikan kebesarannya dan mencintainya, melalui
anggota badan dengan cara menaati dan tunduk pada aturan
Allah.bersyukur kepada Allah menandakan kita sebagai hamba yang
bertakwa. Bersyukur berarti memuji Allah sebagai rasa terimakasih atas
61
QS. Nuh 71 : 10-12
62
Muhammad Fadlun, Agar Rezeki Berlimpah & Hidup Berkah. (Pustaka Media Press.
Suarabaya: 2014), 98
50
rahmat. Nikmat dan karunianya yang telah kita dapatkan. Seperti
firmannya dalam al-Qur‟an surat Ibrahim ayat 7:
ػزاثنؾذذ﴿ نئكلشرىإ سثكىنئؽكشرىلأصذكى إررأر ١﴾
Dan ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan, sesungguhnya jika
kamu bersyukur, niscaya aku akan menambah (nikmat)
kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmatku) maka pasti
adzabku akan sangat berat.63
Syukur adalah bentuk pengakuan yang keluar dari dalam hati yang
paling murni bahwa segala sesuatu yang diperoleh adalah dari Allah bukan
dari hasil kerja keras yang dilakukan.
Apabila seorang manusia melakukan rasa syukur demngan benar.
Maka Allah pasti akan menambah karunianya. Sebaliknya apabila manusia
itu tidak mau bersyukur, akan tetapi malah kufur terhadap nikmat, maka
Allah pasti akan memberinya adzab yang pedih.
Menurut al-Qusyairi bahwa syukur itu ada tiga macam:
a. Syukur dengan lisan, adalah syukurnya orang
yang berilmu, ini dapat direalisasikan dalam
bentuk ucapan. Yakni mengakui kenikmatan
yang telah diberikan oleh Allah dengan sikap
merendahkan diri.
b. Syukur dengan badan, adalah syukurnya orang
beribadah, ini dapat ditunjukkan dengan cara
perbuatan baik, yakni dengan beribadah atu
dengan memanfaatkan harta untuk bersedekah.
c. Syukur dengan hati, adalah syukurnya orang
ahli makrifat yang dapat diwujudkan dengan
semua hal ihwal secara konsisten.64
63
QS. Ibrahim 14 : 7
64
Fadlun, Agar Rezeki Berlimpah, 128
51
4. Infak
Infak adalah pemberian harta atau sumbangan dan lain sebagainya
untuk tujuan kebaikan dan meraih ridha Allah. Dalam hal ini kita
mengartikan infak secara pandang luas. Yaitu meliputi shadaqah,
menyumbang, wakaf, dan lain sebagainya yang termasuk tindakan
memberi kepada pihak lain dengan tujuan kebaikan dan ridha Allah.
Kedahsyatan infak ini telah digambarkan oleh Allah secara indah
melalui firmannya dalam al-Qur‟an Surat al-Baqarah Ayat 261:
عجهخ ضمحجخأجزذعجغعبثمككم انىكعجماللك أي لو ضمانز ي
اعغػهى﴿ الل ؾبء اللضبػقن ئخحجخ ﴾ي
Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya dijalan Allah
seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap
tangkai adaseratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang dia
kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.65
Dari ayat diatas jelas bahwa infak itu mempunyai kekuatan yang
dahsyat. Menginfakkan harta dijalan Allah itu sebagaimana sebiji benih
sawi yang tumbuh menjadi pohon. Pohon tersebut mempunyai tujuh
ranting. Sementara itu, pada masing-masing ranting mengeluarkan
seratus benih. Dengan begitu, dari satu benih itu memunculkan tujuh
ratus benih lagi. Itulah “investasi” rezeki dengan cara berinfak. Allah
menggantikan dengan cara melipatgandakan dari infak yang
dikeluarkan.66
Selain ayat diatas Allah juga memberikan motivasi pada ayat lain
bahwa rezeki yang diinfakkan maka akan kembali dengan jumlah
berlipat ganda, seperti pada Surat Saba‟ ayat 39
ءك ؽ يبألوزىي وذسن ػجبد ؾبءي صمن جغظانش سث همإ
ش خ ﴿خهل اصه ﴾٣انش
65 QS. Al-Baqarah 2 : 261
66 Abdullah, Rumus, 97
52
katakanlah, sungguh Tuhanku melapangkan rezeki dan
membatasinya bagi siapa yang dia kehendaki diantara
hamba-hambanya. Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah
akan menggantinya dan dialah pemberi rezeki yang terbaik.67
Pada ayat tersebut diatas juga merupakan dalil untuk berinfak.
Allah telah menjanjikan dan Allah akan menggantikan atas apa yag telah
kita infakkan (nafkahkan) di jalan Allah. Allah maha pemberi rezeki dan
tidak ada Tuhan selain Allah. Ayat tersebut juga member motivasi pada
kita agar kita senantiasa menjadi pribadi yang suka berbagi pada orang
lain sehingga kita bisa sekaligus melakukan kebaikan social dan
kebaikan spiritual.
Perlu diketahui juga bahwa berinfak memang menjadi sebuah
amalan pembuka pintu rezeki. Akan tetapi amalan ini sifatnya
penunjang. Jangan mentang-mentang sudah berinfak, kemudian tidak
bekerja dan bermalasmalasan di rumah. Padahal tidak bekerja dan
bermalas-malasan itu dilarang oleh islam. Rosulullah pun juga juga
menganjurkan agar umat islam menjadi pribadi yang giat bekerja dan
tidak bermalas-malasan.
Oleh karena itu, hubungan antara sedekah (infak) dan hari akhir
adalah erat sekali karena sebagaimaa diketahui, seseorang tak akan
mendapatkan pertolongan apapun dan dari siapapun pada hari akhirat itu,
kecuali dari hasil amalnya sendiri selagi masih di Dunia, antara lain
amalnya yang berupa infak dijalan Allah.68
5. Shalat
Dalam hal ini Allah berfirman dalam al-Qur‟an surat Thaha Ayat
132:
67 QS. Saba‟ 34 : 39
68
Muhammad Fadlun, Agar Rezeki Berlimpah & Hidup Berkah. (Pustaka Media
Press.Suarabaya: 2014), 120
53
لة واصطبر عليه قوى وأمر أهلك بالص حن نرزقك والعاقبة للت ا ل نسألك رزقا ن
﴿٠٢١﴾
Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan
bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta
rezeki kepadamu, kamilah yang member rezeki kepadamu dan
akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa.69
Shalat menurut bahasa berarti do‟a, sedangkan secara hakikat
berarti berharap hati (jiwa) kepada Allah dan mendatangkan takut
kepadanya serta menumbuhkan didalam jiwa raga keagungan,
kebesarannya, dan kesempurnaan kekuasaannya.70
Seperti Allah
menegaskan dalam firmannya pada al-Qur‟an Surat Adz-Dzariyat 56 – 58:
زق وما أريد أن ٦٥وما خلقت الجن والنس إل ليعبدون ﴿ ن ر ﴾ما أريد منهم م
ة المتين ﴿٦٥يطعمون ﴿ اق ذو القو ز هو الر ﴾٦٥﴾إن الل
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepadaku. Aku tidak menghendaki rezeki
sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki supaya mereka
memberiku makan. Sesungguhnya Allah dialah maha pemberi
rezeki. Yang memiliki kekuatan lagi sangat kokoh.71
Melalui shalat kita dibimbing oleh malaikat rizki untuk menempuh
jalan menjadi kaya. Dan Allah mengajarkan kita agar menjadi kaya dan
menghargai waktu. Selain shalat lima waktu, adapun shalat sunnah yang
dapat menyebabkan rezeki itu dimudahkan oleh Allah diantaranya seperti
shalat sunnah dhuha.
Orang yang mengerjakan shalat sunnah dhuha sebanyak empat
rakaat akan diberikannya rezeki yang sagat cukup untuk memenuhi
kebutuhannya seharihari oleh Allah.
Melalui shalat sunnah dhuha, setiap haba akan dituntun menuju
jalan menjadi kaya. Karena shalat dhuha sangat berpengaruh bagi
69 QS. Thaha 20 : 132
70
Fadlun, Agar rezeki, 111
71
QS. Adz-Dzariyat 51 : 56 - 58
54
kemurahan rezeki dan rahmat dari Allah. Orang yang mengerjakan shalat
dhuha, tentu tidak pernah mninggalkan shalat fardhu. Karena apabila
seseorang mengerjakan shalat sunnah dhuha,tetapi meniggalkan shalat
wajib tentu shalat sunnah dhuhanya pasti akan sia-sia. Disamping itu kita
harus dapat menjaga diri dari hal-hal yang dilarang oleh Allah. Karena
dengan menjahui larangannya dan mematuhi segala perintahnya, maka
akan menjadi hamba yang bertakwa. Dan bagi orang yang bertakwa
kepada Allah, maka Allah senantiasa akan mengasihinya dengan
memberikan rezeki yang lancar.72
Melakukan shalat dhuha juga menyebabkan seseorang akan
diampuni dosanya oleh Allah. Meski dosanya itu banyak sekali. Bahkan di
dalam hadis diibaratkan bak buih di lautan. Mengenai hal ini kita dapat
menegatahuinya dari sebuah hadis yang diceritakan dari Abu Hurairah
RA: “Barang siapa yang membiasakan diri melakukan shalat sunnah
dhuha dua rakaat maka diampunilah dosa-dosanya sekalipun dosa itu
laksana buih diatas lautan.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi).
Disamping menyebabkan diapuni segala dosanya, sholat sunnah
dhuha juga mempunyai fadhilah kelak orang yang melakukannya tidak
akan disentuh oleh api neraka. Selain itu orang yang melakukan shalat
sunnah dhuha kelak akan disuruh untuk masuk surge melalui sebuah pintu
yang berna adh-Dhuha. Bahkan, tidak hanya masuk surga, orang yang
melakukan shalat dhuha bahkan sampai dua belas rakaat akan dibuatkan
istana di dalam surga.73
6. Membaca Surat al-Waqi‟ah
Nabi menyebutkan surat al-Waqiah sebagai “surat ghina” surat
kaya, yakni surat yang menyebabkan pembacanya akan dilapangkan
72 Muhammad Fadlun, Agar Rezeki Berlimpah & Hidup Berkah. (Pustaka Media Press. Suarabaya: 2014), 168
73 Akhmad Muhaimin Azzet, 7 Cara Akselerasi Rezeki, (Diva Press. Yogyakarta: 2016),
134
55
rezekinya oleh Allah. Atas dasar ini maka keutamaan utama yang terdapat
dalam surat ini adalah dapat memperlancar rezeki bagi membacanya.74
Adapun amaliah selain diatas sebagaimana seperti amaliah dengan
membaca al-Qur‟an terutama pada surat al-Waqi‟ah yag mana pernah
disabdakan oleh nabi pada hadisnya yang diriwayatkan oleh Baihaqi no.
2397
Barang siapa yang membaca surat al-Waqiah setiap malam maka ia tidak
akan tertimpa kemiskinan selamanya.
Adapun beberapa fadhilah selain kekayan materi dalam membaca
surat itu pada tiap malam, ialah supaya yang membaca akan memahamkan
isinya, lalu mengamalkan sekedar tenaga yang ada padanya, dan dia pun
berusaha sekedar tenaga pula, hatinya pun terbuka. Ilham Allah datang dan
hatinya pun tidak akan canggung menghadapi hidup ini, dan diapun akan
mengenal dari mana dia datang, dimana dia hidup sekarang dan kemana
dia hidup kelak, maka apabila kit abaca surat ini, kita perhatikan dengan
seksama, jiwa kita akan merasa kuat dan kita tidak merasa rendah diri,
kecuali kepada Allah. Namun kepada sesame manusia ia tidak akan
menggantungkan harapan. Itulah kekayaan sejati, kekayaan jiwa. Dan
itulah yang paling penting dalam hidup kita ini.75
Arti hadis diatas memang berisi tentang keutamaan dari surat al-
Waqi‟ah. Keutamaan dari membaca surat tersebut adalah orang yang
membacanya setiap malam secara istiqamah akan dicukupkan rezekinya
oleh Allah. Dengan demikian salah satu jalan untuk menggapai rezeki
adalah membaca surat al-Waqi‟ah secara istiqamah setiap malam hari.
Benar atau tidak karena status hadisnya tidak shahih hendaknya
kita tidak usah membingungkan untuk pengamalannya. Mari kita
mengamalkan isi dari hadis tersebut. Jika memang surat al-Waqi‟ah
menjadi salah satu cara untuk membuka pintu rezeki makin lebar, Allah
akan memberikan rezekinya pada kita. Dan jika tidak seperti itu adanya
74 Muhammad Fadlun, Agar rezeki berlimpah & hidup berkah. (Pustaka Media Press.
Suarabaya: 2014), 161 75 Hamka, Tafsir al-Azhar, (Pustaka Panji Mas. Jakarta: 1982)
56
karena status hadis diatas adalah lemah, bacaan kita terhadap surat al-
Waqi‟ah yang merupakan dari al-Qur‟an itu akan menjadi sebuah pahala
apabila kita mambacanya.76
7. Silaturrahim
Salah satu keberkahan hidup dan dapat mengundang keberkahan
rezeki adalah gemar menyambung silaturrahim. Oleh sebab itu sering-
sering pula seorang hamba hendaknya menyambung silaturrahim.
Dari Hurairah RA. Rasulullah bersabda; “siapa yang ingin
diluaskan rezekinya, dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah tali
silaturrahim.” (HR. Bukhori) Barang siapa yang menyabung tali
silaturrahim maka Allah juga akan menyambung hubungan dengannya.
Dan bentuk penyambungan Allah kepada hambanya adalah dengan
menambahkan rezeki dan umur baginya, serta senantiasa memberikan
pertolongan padanya.77
Sebaliknya siapa saja yang memutuskan tali silaturrahi, maka
Allah akan memutuskan hubungan dengannya. Allah tidak akan peduli lagi
dengannya, Allah akan menjadikannya buta dan tuli, serta menimpahkan
laknat padanya. Dan barang siapa yang mendapatkan laknat, maka
sungguh ia dijauhkan dari kebaikan dan rahmat Allaha yang maha kuasa.
Hadis yang agung ini memberi gambaran bahwa dalam keutamaan
menyambung silaturrahim sang pelaku akan dipanjangkan umurnya begitu
juga dengan rezekinya.
Adapun dalam hal mengenai bertabahnya umur para ulama
berbeda-beda dalam hal menafsirkannya. Pertama, yang dimaksud tambah
disini adalah tambah nilai keberkahan dalam sebuah umur tersebut.
Kemudahan melakukan ketaatan dan menyibukkan diri dengan hal yang
bermanfaat baginya di Akhirat. Kedua, berkaitan dengan pengetahuan
malaikat yang ada di Lauh Mahfuzh atau lainnya. Umur yang melekat pada
diri makhluk akan bertambah sesuai dengan nilai tambah yang nyata, akan
76 Ali Abdullah. Rumus Rezeki. (Tiga Serangkai. Solo: 2017),120
77 Muhammad Fadlun, Agar rezeki berlimpah & hidup berkah. (Pustaka Media Press.
Suarabaya: 2014), 107
57
tetapi jika ditinjau dari ilmu Allah, maka sesuatu yang telah ditakdirkan itu
tidak aka nada nilai tambahnya. Sedangkan kalu ditinjau dari pemikiran
makhluk maka benar-benar ada nilai tambah pada usia tersebut. Ketiga,
yang dimaksud nilai tambah dalam usia adalah namanya tet dikenang
kebaikannya. Sehingga seolah-olah ia tidak pernah mati.78
C. Pemahaman Tentang Rezeki di Pondok Pesantren Saadatul Muttaqin
Sebenarnya ayat ini boleh dikatakan diterapkan, boleh dikatakan
tidak juga, karena kita hanya membacanya saja, kita tidak mengharapkan
rezeki, kita hanya mengharap ridho serta petunjuknya Allah SWT. Ayat-ayat
tentang rezeki sebenarnya banyak, kita yakin saja yang memberi rezeki sehat,
kekuatan semuanya hanya Allah SWT.79
Mengenai ayat-ayat rezeki itu cuma amalan, sebenarnya semua
ayat-ayat al-Qur‟an itu kalau kita hanya mengharap Ridho Allah SWT. Rezeki
itu datang sendiri, cuman bagi kita orang awam kadang tidak tau, karena bagi
kita orang awam rezeki itu hanya berupa duit (uang) sebenarnya rezeki itu
selain uang juga banyak.80
Kalau masalah ayat, yang lebih tepatnya, tapi ini hanya amalan ya,
atau yang sering digunakan yaitu ada juga ayat atau surah ali-Imron ayat 37,
an-Naml ayat 64, Yunus ayat 31, al-Ankabut ayat 60, Saba ayat 24, Fathir
ayat 3, dan banyak juga ayat-ayat yang lainnya lagi. Masalah penerapanya,
sebenarnya ini buka penerapan, ini Cuma seperti bacaan. Sebabnya santri ini
kan khususnya hafalan al-Qur‟an, mereka Cuma sering dibaca saja atau
disebut istilah santri yaitu meroja‟ah, jadi sering diulang-ulang membacanya.81
Kami dipondok pesantren Saadatul Muttaqin ini, santri tahfidz al-
Qur‟an, jadi kami disini hanya membaca dan menghafal al-Qur‟an, kalau
78Ibid. 107
79
Wawancara dengan Ustadz muzamil pada tanggal 3-Desember-2020
80
Wawancara dengan Ustadz amran pada tanggal 3-Desember-2020
81
Wawancara dengan Ustadz abdul hay pada tanggal 3-Desember-2020
58
masalah menerapkan atau menggunakan ayat-ayat rezeki itu sebenarnya ada,
tapi kami hanya menganggap semua ayat-ayat yang ada didalam al-Qur‟an itu,
bisa mendatangkan rezeki, yang penting kita yakin bahwa yang memberi
rezeki itu hanya Allah SWT.82
Tentunya ayat-ayat yang kami amalkan tentu banyak, karena kami
memang santri tahfiz Qur‟an, jadi kami tiap waktu membaca al-Qur‟an, kalau
masalah ayat atau surah yang kita amalkan seperti, An-nisa , al-Baqoroh, al-
Qosos, ali-Imron, Lukman dan lain-lain. Kalau waktu mengamalkan atau
membacanya setelah selesai sholat lima waktu, tapi selain surah-surah yang
tersebut, juga ada tambahan surah-surah yang lainnya seperti setelah sholat
magrib ditambah surah Yassin, Hadist Isya‟ ditambahkan surah al-mulk,
setelah sholat subuh surah al-Waqia‟ah setelah sholat zuhur ditambah surah
ad-Dukhon, setelah selesai sholat asar ditambah surah ar-Rahman.83
82 Wawancara dengan Ustadz amran pada tanggal 11-Desember-2020
83
Wawancara dengan Ustadz m.alfin hisan pada tanggal 24-Desember-2020
59
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum, rezeki adalah segala sesuatu dari Allah Swt yang
bermanfaat dan yang dihalalkan, bisa berupa uang, makanan, pakaian,
hingga pasangan yang saling menentramkan. Rezeki juga bisa berupa
keturunan yang saleh dan salehah serta nikmat sehat, pendengaran,
penglihatan dan lain sebagainya.
B. Rekomendasi Penelitian
1. Setelah penulis melakukan penelitian tentang kajian living Qur‟an
yang terkait pembacaan al-Qur‟an surat-surat tertentu bagi santri
Saadatul Muttaqin tentu masih banyak objek penelitian living Qur‟an
lainnya yang belum dikaji. Dalam penelitian ini, penulis menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan.
2. Semoga dalam penelitian ini bermanfaat bagi penulis dan segenap
pembaca, serta dapat memberi kontribusi dalam khazanah studi al-
Qur‟an.
60
60
Lampiran-Lampiran
61
62
DAFTAR PUSTAKA
Nasaruddin Umar, Deradikalisasi Pemahaman Alqur‟an & Hadist, Cet 1
(Jakarta : Gramedia 2014)
Muhammad Zidni Ilman, E-Journal Ayat Tentang Rezeki Dalam
Perspektif Rûh Al-Ma'ân, 2019
Fadhl Ilâhî Zhâhir, Kuci Kunci Rezeki Menurut Al-Qur‟an dan Assunnah,
(Jakarta : Yayasan Alsafwa 2013)
Nur Habib Hidayatullah, Universitas Islam Negeri Sunan Kali Jaga 2015,
Konsep Rezeki Menurut Buya Hamka Dalam Tafsir Al-Azhar.
Siti Latipah, Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Jurusan Ilmu Al
Qur-an dan Tafsir Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Darussalam - Banda
Aceh 2018, Rezeki Min Ḥaīthu Lā Yaḥtasīb Menurut Al Qur-an
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Pendekatan Praktek,(Jakarta:
Rineka Cipta, 2002).
L. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2002).
Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta:Rajawali,1992).
Saifuddin Azwar, Metode penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013).
Rianto Adi, Metode Penelitian Sosial dan Hukum,(Jakarta: Granit. 2004).
Djam‟an Satori dan Aan Komariah,Metodologi Penelitian Kualitatif.
cet.ke-5, (Bandung:Alfabeta,2013).
Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial & Ekonomi, (Jakarta:Premanada
Media Group, 2013).
Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis ”Pendekatan Kuantitatif dan
Kualitati., R&D, (Bandung:Alfabeta,2013).