35
http://farizderpanzer.wordpress.com PENGARUH FISIOGRAFI LAUT PADA KAWASAN KOTA PANTAI BY FARIZ DERPANZER http:// farizderpanzer.wordpress.com http://facebook.com/fariz.agriawan

fisiografi laut.docx

Embed Size (px)

Citation preview

http://farizderpanzer.wordpress.com

PENGARUH FISIOGRAFI LAUT PADA KAWASAN KOTA

PANTAI

BY FARIZ DERPANZERhttp://

farizderpanzer.wordpress.com

http://facebook.com/fariz.agriawan

http://farizderpanzer.wordpress.com

PENGARUH KARAKTERISTIK LAUT DAN PANTAI TERHADAP

PERKEMBANGAN KAWASAN KOTA PANTAI

Pantai di Indonesia memiliki bentang dan ekosistim yang terbentuk oleh gejala alam yang

berbeda dalam kurun waktu lama, yang dengan demikian menghasilkan lingkungan yang sangat

berbeda. Proses geologi maupun perubahan garis pantai seiring perubahan paras muka laut

mengiringi perkembangan pantai di Indonesia. Maka, dapat dikatakan bahwa pantai merupakan

ekosistim dimana kondisi darat dan laut berinteraksi, menghasilkan lingkungan unik dan rentan

dari setiap perubahan.

Sebagian besar kota-kota penting di Indonesia terletak di kawasan pantai - atau dekat

dengan laut - tumbuh dengan cepat sebagaimana kota besar di dunia lainnya seiring

perkembangan peradaban. Keberadaan dan perkembangan kota pantai tidak lepas dari fungsinya

saat awal pembukaan dan didirikannya, yaitu sebagai akses hubungan antara pedalaman dengan

dunia luar. Ciri utamanya adalah, diawali sebagai suatu pemukiman atau pos yang tumbuh di

pantai yang terlindung disekitar muara sungai – yang juga rentan dari genangan banjir - sebagai

tempat berlabuh kapal dan alur-alur jalan yang menghubungkannya dengan pedalaman dari mana

hasil bumi dihasilkan dari pertanian atau perambahan hutan. Masing-masing kota pantai tumbuh

di bentang alam yang berbeda dengan gejala alam maupun sumberdaya pendukung yang

tersedia, menyangkut: lahan, air maupun bahan konstruksi (batuan, kayu, dll) untuk keperluan

pertumbuhan kota. Kebutuhan ruang yang meningkat tajam menyebabkan diabaikannya

kapasitas daya dukung maupun sifat asli dari kawasan pantai, demikian halnya gejala alam yang

sebetulnya memang sudah lazim terjadi, dapat berdampak negatif sebagai ancaman bencana.

Perambahan sumberdaya di luar kawasan kota menyebabkan terganggunya keseimbangan alam

yang berdampak pada timbulnya berbagai bencana (banjir, longsor, erosi pantai, gelombang

pasang, dll).

Setiap upaya mengembangkan kota pantai, haruslah mengenali potensi sumberdaya

maupun daya dukung lingkungan (karakteristik pantai) serta gejala alam di sekitarnya, berdasar

apa kemudian, dapat dilakukan penyesuaian untuk memperkecil biaya ataupun resiko dampak di

kemudian hari seiring perkembangan kota.

1. PENDAHULUAN

Benua Maritim Indonesia terletak diantara benua Australia dan Asia serta membatasi

Samudra Pasifik dan Hindia (Gambar 1-1). Busur kepulauan Indonesia merupakan untaian pulau

di suatu perairan dalam maupun dangkal, terdiri dari 17.805 buah pulau yang memiliki garis

pantai sepanjang lebih dari 80.000 km. Kepulauan terbentuk oleh berbagai proses geologi yang

berpengaruh kuat pada pembentukan morfologi pantai, sementara letaknya di kawasan iklim

tropis memberi banyak ragam bentang rupa pantai dengan banyak ragam pula tutupan biotanya.

http://facebook.com/fariz.agriawan

Gambar 1-1. Fisiografi Benua Maritim Indonesia

http://farizderpanzer.wordpress.com

Penggolongan pantai dirasakan tidak cukup dengan hanya berdasar bentang rupa dan tutupan

biotanya, namun perlu mempertimbangkan pula beberapa hal lain, seperti sumber daya yang

mendukung disekelilingnya, gejala alam yang mengendalikan pembentukan (genesa)nya serta

perubahan yang mengiringinya khususnya dari pengaruh kegiatan manusia (antropogenik).

Pengenalan melalui penggolongan pantai dari berbagai alasan ini dapat membantu

pemahaman saling keterkaitan dari proses pembentukan pantai, biotanya sumberdaya alamnya,

peruntukan hingga usaha konservasi dan pengelolaan berkelanjutannya.

Memahami genesa seutuhnya suatu morfologi pantai, di atas mana kemudian kegiatan

manusia tumbuh, akan dapat membantu dalam penataannya lebih lanjut sebagai kota yang bukan

hanya saja nyaman dan aman karena terdukung kebutuhannya, namun juga tidak menelan

sumberdaya sekitarnya.

2. LATAR BELAKANG MASALAH

Pesatnya pertumbuhan kota pantai sejak 10 tahun terakhir diikuti oleh sejumlah masalah, antara

lain yang berkaitan dengan problem lingkungan dan keterbatasan sumberdaya (lahan, air, bahan

konstruksi, dll.).

Kota-kota pantai di Indonesia tumbuh dan berkembang dari awal dengan kesamaan

fungsi. Perkembangan berikutnya diwarnai oleh keragaman berdasar fungsi kota, sebagai kota

administratif, perdagangan, industri, atau campurannya. Perluasan kota mulai melampaui batas

daya dukung lahan, fungsi alami lingkungannya terabaikan dan sumberdayanya terpakai

berlebihan. Berlebihnya pengambilan sumber daya air tanah menimbulkan penurunan muka

tanah (kompaksi) dan air tanahnya sendiri, sementara kemampuan resapan air meteorik jauh

berkurang oleh tutupan bangunan dan jalan. Sedikit penyimpangan gejala alam - bahkan tanpa

penyimpanganpun - pada perioda tertentu, gejala alam dapat menimbulkan bencana bagi

manusia. Rusaknya kawasan hulu tangkapan hujan menyebabkan tidak terkendalinya aliran

http://facebook.com/fariz.agriawan

Gambar 2-1. Model GCM untuk pemanasan global

http://farizderpanzer.wordpress.com

permukaan yang berdampak pada air bah dan banjir. Saat bersamaan antara terjadinya curah

hujan berlebih dengan saat terjadinya pasang naik maksimum menyebabkan banjir, akibat

tertahannya air sungai masuk ke laut, atau saat pasang maksimum dengan badai musim (barat)

menyebabkan erosi pada pantai yang sudah tidak terlindungi (bakau) dan mengalami kekurangan

asupan sedimen. Pengerukan sedimen laut mengubah titik hempasan enersi maksimum

gelombang yang berdampak pada erosi pantai, terlebih bila tidak ada lagi pelindungnya, seperti

bakau dan atau terumbu karang. Kenaikan suhu atmosfer global yang akan diikuti oleh naiknya

paras muka laut adalah salah satu ancaman serius walau masih memerlukan waktu cukup lama

(skenario GCM: 1-4C) (Gambar 2-1).

3. FISIOGRAFI & IKLIM

Wilayah Indonesia memiliki perairan laut dalam yang dialasi kerak samudra dan laut

dangkal tepian dari paparan benua. Paparan tepian kontinen memiliki kedalaman kurang dari 100

m, merupakan bagian dari apa yang disebut sebagai cekungan busur dalam dan inti kraton yang

relatif stabil. Sejumlah sungai besar bermuara ke perairan ini, dan merupakan bagian dari sistim

aliran sungai purba (Gambar 3-1). Kondisi demikian memberi sifat dari kawasan ini berpantai

http://facebook.com/fariz.agriawan

Indian Ocean

Sunda Land

http://farizderpanzer.wordpress.com

landai, bahkan di pantai timur Sumatra dan selatan Irian, ditandai oleh kawasan ber-rawa

(wetland) limpahan banjir dengan rataan tebal bakau yang berfungsi pula sebagai pelindung

pantai. Hal sama ada pada pesisir barat dan selatan Kalimantan, namun sedikit berbeda di pesisir

utara Jawa yang umumnya merupakan bagian dari kompleks sistim endapan volkanik kaki

gunung api, kecuali jalur Rembang-Tuban yang berupa perbukitan dengan pantai batu gamping.

Pulau-pulau lebih kecil di jalur Sunda Kecil (Bali-Flores), terbentuk oleh untaian gunung api,

memiliki pantai landai atau bertebing dari endapan volkanik di perairan laut dalam. Hal sama

pada pulau-pulau di Laut Banda, laut dalam yang beralas sisa dari kerak samudra. Perairan

hangat menunjang tumbuh luasnya terumbu karang di pulau-pulau tersebut, yang sama fungsinya

dengan bakau, melindungi pantai dari hempasan gelombang.

Perairan laut dalam di jalur tunjaman dari Sumatra hingga Jawa-Bali, Irian Jaya Utara,

Sulawesi Utara dan Ceram memiliki bentang alam curam pada pesisirnya, namun adakalanya

memiliki pesisir landai yang sempit dan berpasir karbonat hasil rombakan terumbu karang.

Pesisir dan pantainya terbuka dari hempasan gelombang kuat perairan samudra luas (Samudra

Pasifik, Laut Zulu, Laut Banda, dll). Kawasan ini juga berada pada pengaruh gerak tegak

(vertikal) tektonik. Pesisir di bagian busur yang mengalami tumbukan (Sumba-Timor) juga

ditandai oleh pantai curam dari batuan keratan tektonik di pesisir selatan, namun dicirikan pula

oleh gerak pengangkatan (0,5 – 1 mm/th) yang memberikan bentang alam teras terumbu karang

terangkat di pesisir utara pulau-pulau.

Secara geografis, benua Maritim Indonesia terletak pada suatu kawasan yang rentan

namun berkaitan dengan mekanisme perubahan iklim global. West Pacific Warm Pool (Perairan

http://facebook.com/fariz.agriawan

Gambar 3-1. Pola aliran sungai purba di daratan paparan tepian kontinen SundaGambar 3-1. Pola aliran sungai purba di daratan paparan tepian kontinen Sunda

http://farizderpanzer.wordpress.com

Hangat Pasisk Barat) dan pembubungan (upwelling) di Samudra Hindia saling berpengaruh

dengan cuaca di Indonesia. Arus lintas global (Arlindo) dari Pasifik ke Samudra Hindia melalui

perairan Indonesia, memberi pengaruh timbal balik pada cuaca lokal dan global. Mekanisme

iklim antara Asia dan Australia mengatur musim kering dan basah di Indonesia. Beberapa gejala

dan regulator iklim dan cuaca penting global melibatkan sistim cuaca di Indonesia, antara lain:

La Nina, El Nino, ENSO dan yang juga tak kurang penting adalah apa yang disebut sebagai

"Indian Ocean Dipole" yang berdasar data proksi, terbukti berperan cukup penting dalam

mengontrol cuaca di lintas Samudra Hindia Barat dan Timut (Gambar 3-2a.b)(Hantoro et.al.,

2001). Gejala-gejala iklim tersebut berikut penyimpangan (anomali) nya bersama dengan gejala

geologi membentuk dan menghasilkan bentang pantai sekarang melalui proses yang adakalanya

di saat ini diselingi oleh tekanan lingkungan akibat kegiatan manusia. Kawasan yang memiliki

curah hujan tinggi dalam waktu lama menghasilkan bentang pantai yang berbeda dibanding

dengan kawasan kering. Gelombang dan arus yang arah dan kekuatannya berubah seiring

putaran musim mengontrol sedientasi pantai dan pertumbuhan terumbu karang.

4. GEOLOGI INDONESIA

Benua Maritim Indonesia terletak pada dan terbentuk oleh pertemuan dari beberapa kerak

dan lempeng benua yang bergerak saling mendekat, yaitu lempeng Australia, Pasifik dan

Eurosia. Batas tumbukan antar lempeng menghasilkan evolusi geologi (Gambar 4-1), antara lain

ditandai oleh penunjaman lempeng Indo-Australia di jalur Sumatra hingga Jawa-Bali (Moore et

al., 1980) dengan kecepatan bervariasi (7-7,5 cm th-1(McCaffrey, 1991). Tunjaman menyudut

terhadap poros dan dangkal di sisi Sumatra menghasilkan gugusan pulau busur luar (Nias,

Menatawai, Enggano) dan sesar Semangko, sementara tunjaman tegak lurus dan lebih terjal

berlangsung di selatan Jawa-Bali. Penunjaman kerak diikuti oleh penebalan magma yang

menghasilkan kegiatan volkanisma dan gerak vertikal (pengangkatan & penurunan).

r 4-1. Geologi regional Asia Tenggara dan tektonik di Indonesia

Konvergensi lempeng dan kerak di busur Sunda timur (Flores-Sumba-Timor) berbeda,

ditandai dengan kerapatan kegempaan lebih dangkal (McCaffrey et al., 1985) sebagai salah satu

ciri konvergensi yang bersifat sebagai gerak tumbukan, yang menghasilkan keratan-keratan

struktur tektonik sangat kompleks. Kerak tertunjaman dari batuan berkerapatan lebih kecil di

bawah batuan berkerapatan lebih besar menghasilkan (isostasi) gerak vertikal lebih kuat berupa

pengangkatan dengan kecepatan mencapai 1 mm/th di Alor dan 0,5 mm/th di Sumba (Gambar 3-

1).

Konvergensi yang melibatkan gerak lempeng pasifik dan Australia menghasilkan sesar

mendatar dan pengangkatan lemah di pesisir utara Papua, namun pengangkatan di pegunungan

Jayawijaya mencapai 2 mm/th. Konvergensi di bagian ini menghasilkan pula bentuk jalur

tunjaman yang berarah barat timur di Timor berbelok, setelah Tanimbar, menuju utara dan ke

barat di perairan Ceram. Di segmen ini, pengangkatan akibat gerak tektonik menempatkan

http://facebook.com/fariz.agriawan

X

X

X

XX

X

X

INDIAN OCEAN

PACIFIC OCEAN

Sahul Platform

Sunda Platform

X site of fauna’s fossils and artefacts

Australia

Asia South ChinaSea

http://farizderpanzer.wordpress.com

endapan gamping terumbu muncul menumpang diatas batuan volkanik dan batuan terobosan di

perairan Maluku.

5. VARIASI PARAS MUKA LAUT: GEJALA TEKTONIK DAN EUSTATIK

Garis pantai adalah rata-rata batas antara air dan darat saat pasang dan surut. Wilayah

pesisir adalah kawasan dimana proses laut dan darat masih saling berpengaruh. Dengan

demikian, garis atau wilayah ini, dapat bergeser seiring perubahan paras muka laut. Pergeseran

tersebut dapat terjadi oleh susutnya permukaan air laut atau gerak vertikal dari darat (proses

tektonik, dll). Sementara itu, perubahan paras muka laut disebabkan oleh berubahnya volume air

atau berubahnya volume cekungan samudra. Pelelehan atau penumpukan (tudung) es di wilayah

kutub (eustatik) adalah salah satu penyebab utama berubahnya volume air laut seiring perubahan

cuaca global (Gambar 5-1). Gejala pemekaran samudra atau penurunan cekungan adalah

penyebab perubahan volume cekungan (Gambar 5-2).

Gambar 5-1. Pola migrasi manusia purba dan fauna di perairan Indonesia

http://facebook.com/fariz.agriawan

http://farizderpanzer.wordpress.com

Gambar 5-2. Pemekaran benua, ditandai oleh pegunungan bawah laut di tengah samudra

Gejala estatik relatif berulang pada perioda lebih singkat dibanding kurun waktu geologi yang

mengubah volume cekungan lautan (pemekaran samudra). Semua hal tersebut adalah gejala yang

mengendalikan proses berubahnya posisi garis pantai.

Seiring dengan variasi paras muka laut eustasik, pada masa puncak perioda selang

zaman es (interglasial) dan zaman es (glasial), terjadi perubahan tutupan muka bumi yang berada

pada jangkauan amplitudo variasi tersebut. Posisi paras muka laut pada puncak interglasial -

sementara ini dapat diterima oleh para ahli - berada pada posisi 5 m di atas posisi muka laut saat

ini. Berdasar jejak yang ditinggalkan oleh lingkungan pantai yang ditemukan berada pada

kedalaman hingga -145 m, dapat diduga, paling tidak turunnya paras muka laut sedikit kurang

rendah dari posisi tersebut. Koreksi dapat dilakukan dengan persamaan:

D = h (1 + w/m)

dimana D = kedalaman atau posisi terkoreksi paras muka laut

h = tinggi kolom air

w = densitas air

m = densitas alas cekungan/ batuan dasar

Koreksi detil dengan variasi perubahan paras muka laut berdasar regresi linier data isotop

dari foram bentos Uvigerina senticosa: (Hantoro, 1992)

Y= 18O =-0,01036 X + 3,742, dimana x = h,

-Y + 3,742

http://facebook.com/fariz.agriawan

http://farizderpanzer.wordpress.com

D = (1 + w/m —————

0,01036

Dari padanya dapat diartikan bahwa jejak paras muka laut yang ditemukan pada kedalaman

tertentu saat genang laut seperti saat ini, pada dasarnya ketika susut laut berlangsung, ia akan

berada pada posisi lebih tinggi akibat oleh adanya mekanisme pelentingan lithosfer (isostatic

rebound) oleh terbebasnya pembebanan air.

Turunnya paras muka laut berakibat pada keringnya tepi paparan kontinen (Sahul dan Banda).

Luas daerah yang mengalami perubahan tersebut mencakup kurang lebih 4.074.836 km2

(Gambar 5-a)(Hantoro & Handayani, 1993, Wang et al., 1996).

Daratan baru tersebut diperkirakan segera ditutupi oleh tumbuhan hutan tropis dataran rendah

dan rawa. Sejumlah perubahan gejala alamiah segera menyusul kemudian akibat perubahan

tergenang dan keringnya paparan ini, antara lain menyangkut (Hantoro et al., 1993):

- Evolusi wilayah pesisir membentuk karakter pantai

- Perubahan neraca geo-hidrologi yang mencakup wilayah luas paparan Sunda dan Sahul

- Neraca produksi primer total di kawasan kepulauan maritim (lautan dan daratan)

- Energi total matahari yang terpantul atau terserap menjadi cadangan di darat atau lautan

- Mekanisme putaran bahang antara lautan, atmosfer dan daratan

- Mekanisme putaran arus udara dan kelembabannya akibat perubahan mekanisme putaran

bahang.

- Mekanisme dan produksi proses pelapukan batuan, pengangkutan sedimen dan

penegndapan sedimen

- Mekanisme putaran arus samudra (permukaan maupun laut dalam)

- Produksi karbonat di paparan tepi kontinen

- Migrasi flora, fauna dan manusia purba di kepulauan maritim

- Dan lain-lain mekanisme proses alamiah berikut neracanya.

Suatu hal perlu dipikirkan seberapa besar perubahan beban (kolom) air hingga setinggi 100-

150 m ini terhadap rheologi cekungan dan lebih jauh lagi; pengaruhnya kemudian pada

mekanisme dinamika kulit bumi antara lain proses pelentingan atau yang tercermin kemudian

pada pola struktur yang berkembang di kawasan pesisir.

6. EVOLUSI KOTA PANTAI DI INDONESIA

Puncak zaman es ditandai oleh susut laut yang mencapai – 145 m dibawah muka laut

sekarang, zaman ini berakhir pada 14.000 tahun lalu (BP), diikuti dengan mulai naiknya paras

muka laut (Gambar 6-1)(Hantoro W.S, 1992). Walaupun belum ditemukan situs pemukiman

purba, sejumlah titik diperkirakan sempat menjadi tempat tinggal sementara manusia purba

http://facebook.com/fariz.agriawan

http://farizderpanzer.wordpress.com

Indonesia sebelum mulai menyeberang selat sempit menuju lokasi berikutnya (Gambar 6-2)

(Hantoro W.S., 2001). Tempat inilah yang dapat dianggap sebagai awal pemukiman pantai di

Indonesia. Seiring naiknya paras muka laut, yang mencapai puncaknya pada zaman Holosen

6.000 tahun (BP) pada 3 m lebih tinggi dari muka laut sekarang, lokasi-lokasi tersebut juga

bergeser ke tempat yang lebih tinggi masuk ke dalam hilir sungai. Berkembangnya budaya

manusia, pola berpindah, berburu dan meramu (hasil) hutan lambat laun berubah menjadi

penetap, beternak dan berladang serta menyimpan dan bertukar hasil dengan kelompok lain.

Kemampuan berlayar dan menguasai navigasi samudra sudah lebih baik, memungkinkan

beberapa suku bangsa Indonesia mampu menyeberangi Samudra Hindia ke Afrika dengan

memanfaatkan pengetahuan cuaca dan astronomi (Gambar 3-2b).

Gambar 6-1. Kurva variasi paras muka laut Holosen-Resen di Indonesia.

Pemukiman di darat (pedalaman) lebih cepat berkembang dan menjadi penting karena

pertanian merupakan kegiatan terpenting disaat itu serta lebih aman dan nyamannya pedalaman

(kering), sementara pemukiman pantai masih belum dianggap penting karena sifatnya hanya

sebagai pemukiman sementara atau titik bertolak atau berniaga dan tidak nyaman dihuni.

Sebagai bandar niaga, ia menghubungkan kotaraja dengan perdagangan Asia Tenggara (Cina,

Campa, dll), menyisakan kemudian tinggalan tempat ibadah (kelenteng, dll). Keadaan ini

berlangsung hingga pada masa puncak zaman kerajaan Hindu, disusul kemudian oleh lebih

berkembangnya hubungan maritim di awal penyebaran Islam, yang ikut pula mengembangkan

pemukiman pantai sebagai bandar, pusat pendidikan (pesantren) dan pasar yang lebih penting

dari ibukota kerajaan, selain tumbuhnya bandar baru diluar jangkauan naungan kekuasaan

kerajaan. Masa penyebaran dan pemantapan pengaruh kerajaan Islam saat tersebut dapat

dianggap sebagai masa gemilang perkembangan kota pesisir berikut kegiatannya seiring

http://facebook.com/fariz.agriawan

http://farizderpanzer.wordpress.com

meningkatnya kegiatan pelayaran dan perdagangan antar pulau (hasil bumi dan ternak, rempah-

rempah, sutera, porselin, dll.). Ruang kota memilih di sisi muara di perairan terlindung di tempat

mana pusat niaga dibangun berikut sarana ibadah (masjid, pesantren). Ciri demikian ditemukan

di hampir seluruh tempat di Indonesia.

Kedatangan pedagang Eropa dengan cara pemaksaan monopoli memakai kekerasan,

mulai menekan atmosfer perdagangan bebas, berakibat pula berubahnya pola sosial hingga

perkembangan kota pantai. Retensi penduduk lokal dan pedagang lama ditandai oleh penanganan

represif perusahaan dagang Eropa yang kemudian melanjutkannya dengan menguasai secara

penuh kedaulatan kerajaan lokal. Pendirian benteng yang dibuat di tempat strategis menandai

pergeseran pola pengembangan kota pesisir. Kota dengan dataran pantai luas lebih dianggap

aman dengan kelengkapan benteng sebagai pertahanan dari pada kota pantai berbukit (Jakarta,

Makassar, Bengkulu, Cilacap, dll). Di pulau-pulau kecil, sistim pertahanan benteng di bukit juga

diterapkan untuk menghadapi serangan dari laut (Ambon, Banda, Saparua, dll) sambil

mempertahankan monopoli dan menguasai perdagangan rempah (cengkeh, pala, dll.). Semakin

kokohnya kekuasan penjajah, dicirikan oleh perluasan kegiatan pembangunan kota keluar dari

lingkungan benteng seiring pembukan pertanian/perkebunan (tebu di dataran rendah dan teh,

kopi, kina, dll di dataran tinggi). Sejumlah kota besar pantai di Indonesia berkembang dengan

ciri kota Eropa dengan sedikit penyesuaian pada arsitektur dan tata ruang menurut kondisi

lingkungannya. Di sejumlah kota pantai berdataran sempit, perluasan mulai merambah bukit,

dicirikan oleh pendirian tempat ibadah (gereja) dan tempat tinggal, sementara bandar dan

kegiatan niaga masih berpusat di sekitar muara (Sibolga, Semarang, Menado, Kupang, Ambon,

dll). Bentuk kepulauan wilayah Indonesia dengan satu-satunya transportasi laut yang dianggap

aman dan efisien menyebabkan kota pantai lebih berkembang di masa tersebut dan pendudukan

kolonial Belanda dalam waktu sangat lama memberi warna kuat ciri kota pantai. Masa

pendudukan Jepang tidak memberikan perubahan pada kota-kota pantai keciali meninggalkan

bunker atau benteng kecil di beberapa tempat di perbukitan sebagai upaya pertahanan.

Satu dua dekade setelah kemerdekaan, saat konsolidasi kedaulatan republik, tidak banyak

meninggalkan perubahan kota pantai yang masih kental dicirikan atmosfer kota kolonial. Tiga

dekade akhir abad 20 mulai terjadi perubahan pesat ruang wilayah kota pantai. Terkesan

terjadinya lepas kendali dalam pengelolaan kota pantai sehingga batas daya dukung lingkungan

kota pesisir sudah sangat jauh terlampaui, dengan rupa dan akibat yang saat ini bisa kita lihat dan

rasakan.

7. GENESA DAN TIPOLOGI PANTAI

Kepulauan Indonesia terbentuk oleh proses (endogen) rumit geologi dari gejala

konvergensi lempeng (litosfer) menghasilkan bentang alam (fisiografi) yang sangat kompleks.

Demikian halnya dengan pantai pulau-pulaunya, terbentuk seiring evolusi geologi dengan ciri

masing-masing berdasar proses dan mandala geologinya, yang kemudian terlihat pada

http://facebook.com/fariz.agriawan

http://farizderpanzer.wordpress.com

keragaman jenis batuan, struktur dan kelurusan, lereng pantai dan perairan bentuk muara sungai

dan lain-lain bagian bentang pantai. Kondisi iklim/cuava (atmosfer) dan laut (biosfer) mengiringi

evolusi tersebut memberi pengaruh (eksogen) pada proses pembentukan bentang alam. Kegiatan

manusia (biosfer) mulai ikut berpengaruh pada proses evolusi mengubah bentang alam melalui

upaya (anthropogenic) mengubah lingkungan untuk kepentingannya sejak zaman Anthroposen.

Berdasar kenyataan demikian, klasifikasi wilayah pesisir dan pantai di Indonesia akan

lebih sempurna bila didasarkan atas beberapa hal yang menyangkut proses pembentukan

(genesa) dan perubahannya yang melibatkan unsur-unsur di atas. Berdasar klasifikasi ini, dapat

lebih mudah mengenali sifat dan potensi hingga kerawanan yang dimilikinya, yang bermanfaat

sebagai dasar dalam upaya pengelolaannya berdasar keseimbangan dan kelestarian, di masa yang

akan datang.

Suatu pengkelasan pantai berdasar genesa, morfologi serta kondisi perairannya diusulkan

sebagai berikut, mengikuti kriteria-kriteria:

7. 1. Kendali Tektonik:

Proses tektonik akibat konvergensi gerak lempeng dan kerak adalah sebagai kendali

utama proses yang menghasilkan geologi dan bentang alam pesisir dan pantai saat ini.

a. Penunjaman (Subduction):

Gerak relatif kerak Samudra Hindia dan benua Australia ke utara menghasilkan

penunjaman di bawah Sumatra, Jawa dan sebagian Sunda Kecil (NTB). Penunjamann

dicirikan oleh palung dalam samudra, lereng depan curam, jalur busur luar dan jalur

volkanik. Pesisir dan pantai jalur ini umumnya dibentuk oleh perbukitan terjal dengan tebing

lereng depan curam tanpa tutupan tumbuhan. Pantai umumnya menerima langsung

hempasan gelombang dan erosi, sementara teluk terbentuk dikontrol oleh struktur geologi

yang rumit dan batas antar litologi. Pasir pantai terbentuk di dataran sempit hasil akumulasi

sedimen sungai. Terumbu karang tumbuh di perairan yang terlindung di pantai pulau utama

dan pulau-pulau kecil.

Ciri morfologi pantai dan pesisir lainnya adalah:

- Tebing curam perbukitan pantai

- Erosi dan abrasi kuat pada tebing curam

- Pantai datar berpasir relatif lurus dengan asupan sedimen dari sungai kadang membentuk

bukit pasir (sand dune) dengan selingan rawa.

- Pola aliran sungai hampir tegak lurus pantai dengan gradient tebing curam lambah

sungai

- Kegempaan kuat dan sering kejadiannya, adakalanya diikuti tsunami

- Penenggelaman bergantian dengan pengangkatan pantai atau terumbu karang mengiringi

proses penunjaman

http://facebook.com/fariz.agriawan

http://farizderpanzer.wordpress.com

Curah hujan tinggi dan gejala geologi di kawasan ini memberikan bentang alam

dengan tebing dan lereng curam. Contoh kota pantai di jalur ini adalah: Sibolga, Padang,

Bnegkulu, Cilacap, dll.

b. Tumbukan (collision):

Gerak lempeng yang saling bertumbukan menghasilkan batuan yang tercampur aduk

(chaotic) yang terkerat kuat oleh struktur geologi patahan dan rekahan. Proses tumbukan

dapat diamati hasilnya di kawasan antara Flores hingga Wetar sebagai sisa jalur volkanik

dengan ciri pantai kaki volkanik dengan tutupan batu gamping terangkat, Sumba sebagai

busur luarnya dengan morfologi pantai teras terumbu terangkat, dan jalur Sabu-Rote dan

Timor sebagai jalur tumbukan dengan ciri pantai curam serta singkapan batu gamping

terangkat dengan terobosan lumpur endapan tua. Contoh kota di jalur ini adalah: Kupang,

Waingapu, Baa, dll

c. Gerakan Lateral :

Jenis konvergensi yang menghasilkan batas pertemuan dari lempeng yang saling

geser ini di Indonesia tidak begitu mudah dilihat gejalanya di daratan, kecuali di kepala

burung Irian Jaya yang menghasilkan sesar geser Sorong dengan pegunungan terjal

menghadap langsung ke laut membentuk pantai curam berbukit. Patahan dan rekahan

menandai jalur ini menyebabkan batuan pantai bertebing curam bertambah rentan longsor

dan terabrasi. Pantai di jalur ini umumnya sangat labil dan rawan bencana, mengingat

kegempaan juga relatif tinggi (gempa dan tsunami di. P Biak). Contoh kota di mandala ini:

Biak, Manokwari, Sorong.

d. Kraton Stabil :

Inti atau kraton di Indonesia ditandai oleh hampir absennya kegempaan, sebagaimana

dicatat di Kalimantan (barat dan selatan) yang dianggap sebagai kraton dari busur kepulauan

Indonesia saat ini. Stabilnya kawasan ini dari kerjaan gejala geologi menyebabkan gaya

eksogen (cuaca, dll) mengontrol lebih jauh dengan gejala denudasi atau pendataran

(peneplain) dari bentang alam pegunungan tua menghasilkan wilayah pesisir sangat luas

yang ditempati rawa dataran (lahan) basah (wet land) dari bentang alam hilir yang telah

lanjut. Dataran basah ditutupi rawa atau hutan tropis basah. Estuari terbentuk lebar di bagian

yang memiliki beda pasang tinggi, yang pasang naiknya dapat dirasakan di pedalaman jauh

dari muara. Rataan tebal bakau menutup pantai, menahan gempuran gelombang dan

menangkap sedimen dari muara yang menyebar, menghasilkan akresi pantai. Contoh kota di

jalur ini adalah: Pontianak, Banjarmasin.

e. Pantai terangkat dan tenggelam :

http://facebook.com/fariz.agriawan

http://farizderpanzer.wordpress.com

Jenis pantai yang mengalami pengangkatan dan penuruan dapat ditemukan di

berbagai pulau di kawasan yang saat ini berada pada jalur aktif tektonik yang menghasilkan

gerak tegak, di jalur tumbukan atau penunjaman. Di darat, gejala ini terlihat di pantai yang

bertutupan tumbuhan adalah tenggelamnya sebagian tumbuhan (Cassuarina sp, mangrove,

dll) atau bentuk khusus terumbu karang yang menandai gejala ini (out side stepping) dan

gejala erosi pantai. Adanya pengangkatan dapat terlihat dari bentuk undak teras pantai dan

adanya akresi pantai sementara munculnya terumbu karang membentuk daratan merupakan

tanda di bagian perairan. Penurunan daratan dapat diakibatkan oleh adamya kompaksi

endapan di pesisir, atau memang ada gejala kenaikan permukaan air laut. Contoh kota di

pulau ini adalah: Waingapu (Sumba), Tuah Pejat (Mentawai)

f. Volkanik:

Jalur gunung api menempati suatu kelurusan, yang di pulau besar seperti Sumatra dan

Jawa, hasil kegiatannya membentuk kerucut yang kakinya tidak mencapai pesisir (kecuali

beberapa: Muria, Rajabasa, dll), namun di Sunda Kecil, pulau volkanik relatif kecil dan

memiliki gugusan gunung api yang muntahan kegiatannya mencapai pesisir dan masuk ke

laut (Bali-Flores, Alor).

Batuan padat dan keras hasil kegiatan volkanik membentuk tebing curam pantai pulau

gunung api, diseling lereng landai kaki gunung berbatuan lepas dan pasir membentuk pantai

sempit datar. Aliran lava atau lahar seringkali langsung masuk ke laut, membentuk lereng

dasar laut dengan kemiringan dan jenis batuannya tergantung dari komposisi magmanya.

Pantai sempit landai dengan sungai kecil disekitarnya memungkinkan bakau tumbuh,

adakalanya bersisian atau menumpang di atas substrat pasiran dan terumbu karang. Kota-

kota pantai di mintakat ini antara lain: Jepara, Denpasar, Larantuka, dll.

7. 2. Pantai dan pesisir berdasar fisiografi kepulauan:

a. Pulau/daratan menghadap ke arah samudera lepas :

Pantai dan pesisir yang menghadap ke arah laut/samudera lepas ditandai oleh tebing

perbukitan curam, pantai berbentang alam kasar, berbukit terjal menerima hempasan kuat

gelombang. Pantai datar berpasir adakalanya menyelingi pesisir ini, terbentuk oleh endapan

sedimen sungai. Jalur ini umumnya erat kaitannya dengan jalur tumbukan atau penunjaman.

Gelombang besar merupakan bagian dari sistim gelombang samudra, namun tsunami

adakalanya terjadi menyusul gempa kuat yang sering terjadi di jalur ini. Contoh kota di

pesisir ini antara lain: Sibolga, Padang, Bengkulu, Cilacap, dst.

b. Pantai – pesisir yang menghadap cekungan belakang (tepian paparan)

Cekungan belakang dari jalur konvergensi tektonik ditandai oleh paparan landai luas

dengan alur sungai (dendritic) panjang dan dataran tangkapan hujan luas, mengalir berkelok-

http://facebook.com/fariz.agriawan

http://farizderpanzer.wordpress.com

kelok melalui rawa dan dataran limpahan banjir, ke pantai berawa dan ber tutupan tebal

bakau membentuk muara delta luas dengan pulau pulau delta di depannya. Jenis pesisir ini

dijumpai di perairan timur Sumatra utara Jawa dan selatan Irian. Contoh kota yang mewakili

dan berada di mintakat ini adalah: Lhokseumawe, Palembang, Jakarta, Semarang, dll.

c. Pesisir menghadap tepian kontinen.

Indonesia memiliki dua tepian kontinen, Sunda dan Sahul yang ke arah mana

beberapa pulau menghadapnya dengan ciri pantai landai dan sangat stabil dari gejala

geologi. Dua paparan tersebut menyisakan bentang alam dataran saat sempat kering ketika

susut laut hingga –145 m dari muka laut sekarang. Bentang alam saat susut laut memiliki

kemiripan dengan bentang pesisir sekarang, ditandai oleh daerah limpahan banjir, rataan

terumbu karang dan bakau serta endapan pasir pantai. Beberapa sisa bentang alam tinggian

masih terlihat berupa pulau pulau di perairan ini (Senayang-Lingga-Bangka-Natuna-

Karimata dll). Landai dan dangkalnya perairan seringkali menyebabkan kekeruhan akibat

agitasi laut saat musim barat sulit hilang. Rataan tipis bakau menutup pesisir perairan. Sisa

pematang pantai purba membentuk rataan tipis oleh endapan pasir kuarsa. Terumbu karang

kurang pertumbuhannya di perairan ini yang umumnya ditandai oleh air keruh siltasi

sedimen agitasi gelombang. Kota-kota yang mewakili antara lain: Tanjung Pinang, Pangkal

Pinang, dll.

d. Jalur pulau busur luar:

Jalur pulau non volkanik busur luar terbentuk hampir menerus di barat dari pulau

Sumatra menghadap ke lepas Samudra Hindia. Di bagian timur busur Sunda, busur luar

terbentuk kembali sebagai pulau Sumba dan Sabu. Pulau-pulau tersebut terbentuk dari

terangkatnya sedimen laut oleh proses penunjaman dan tumbukan lepeng, dicirikan oleh

lapisan batuan yang terlipat membentuk perbukitan dan terpotong patahan. Adakalanya batu

gamping terumbu karang ikut terangkat keluar membentuk perbukitan di pantai bertebing

curam. Teluk terbentuk oleh struktur geologi, umumnya padanya bermuara sungai

membentuk endapan pasir disekelilingnya atau tutupan bakau. Dangkalan akibat

terangkatnya batuan, ditumbuhi terumbu karang yang di atasnya seringkali kemudian

tumbuh bakau. Sedimen lepas atau keras terkomkakan dari endapan karbonat di pantai

terbentuk dari hasil rombakan terumbu karang. Pulau-pulau di barat Sumatra mengalami

gerak pengangkatan mengiringi kegempaan yang adakalanya diikuti tsunami, namun

ditengarai pula adanya penurunan. Di Sumba dan Sabu, pengangkatan lebih dominan dan

menerus menghasilkan undak teras. Kota-kota yang mewakili, antara lain: Muara Siberut,

Waingapu, Seba, Baa, dll.

http://facebook.com/fariz.agriawan

http://farizderpanzer.wordpress.com

e. Pulau gunung api:

Pantai pulau ini dicirikan oleh endapan bahan volkanik yang dimuntahkan hingga ke

perairan membentuk pesisir pantai landai di bagian mana sering ditumbuhi bakau dan

terumbu karang di perairannya. Endapan lahar atau lava sering mencapai rataan bakau dan

terumbu, namun dapat segera tumbuh pulih kembali setelah 5-6 tahun kemudian. Pulau-

pulau ini membentuk jajaran dari Bali hingga Flores. Pantai curam terbentuk oleh terobosan

batuan volkanik atau batuan tufa lelehan dan lahar konglomeratan yang tersemenkan.

Lembah sungai dalam di hulu berakhir pada muara yang berpantai landai pada pesisir datar,

namun sering berupa muara sempit. Contoh kota yang mewakili mintakat ini antara lain:

Denpasar, Mataram, Bima, Banda, Maumere, dll.

f. Pulau kecil di laut dalam :

Guyot dan kerucut gunung api aktif banyak ditemukan di perairan Laut Banda,

membubung naik dari kedalaman membentuk pulau yang terisolasi. Pulau-pulau ini

dicirikan oleh lereng perairan curam, namun lereng atas dekat permukaannya sering

dikelilingi oleh terumbu karang yang menempel pada batuan volkanik. Terumbu karang

adakalanya terangkat membentuk undak sempit batu gamping karang dengan takik ombak,

sebagai bukti adanya pengangkatan. Pantai sempit landai adakalanya ditumbuhi bakau.

Contoh kota yang mewakili pemukiman di pulau ini antara lain adalah Banda.

g. Pulau-pulau kecil di paparan tepian kontinen.

Pulau terbentuk oleh tinggian batuan yang resistan dari kerjaan cuaca di kawasan

geologi yang stabil bagian dari paparan kontinen. Perubahan paras muka laut lebih

mengontrol evolusi morfologi perairan ini membentuk alur perairan dangkal yang ditutupi

endapan pantai dan sungai purba. Dangkalnya perairan menyebabkan kekeruhan tidak

mudah hilang, menyebabkan kualitas terumbu karang kurang baik namun endapan pantai di

perairan tenang mengalasi rataan tebal bakau. Pantai purba sempit terbentuk di pesisir yang

menghadap ke periaran bebas yang bergelombang kuat yang membantu pembentukan

endapan pasir kuarsa putih. Contoh kota yang menempati gugusan pulau ini adalah: Pangkal

Pinang, Tanjung Pinang, dll.

http://facebook.com/fariz.agriawan

http://farizderpanzer.wordpress.com

h. Pulau Delta:

Pulau-pulau delta terbentuk di bagian perairan landai di muara sungai yang mengalir

jauh dari pedalaman mengangkut sedimen yang diendapkan dan membentuk pulau-pulau ini.

Hampir seluruh pulau umumnya ditutupi bakau atau hutan tropis dataran basah pada kisaran

supra tidal atau intertidal. Kota-kota di pesisir timur Sumatra dari Riau hingga Jambi

menempati kawasan ini (Rumbai, dst).

7. 3. Morfologi:

Kerjaan langsung dari proses geologi (endogen), laut dan cuaca (eksogen) menghasilkan

bentang (morfologi) lanjut pantai dan pesisir. Kenampakannya di lapangan dapat dibedakan

dalam beberapa kelompok, antara lain:

a. Pantai curam singkapan batuan :

Jenis pantai ini umumnya ditemukan di pesisir yang menghadap laut lepas dan

merupakan bagian jalur tunjaman/tumbukan, berupa pantai curam singkapan batuan

volkanik, terobosan, malihan atau sedimen. Jenis pantai ditemukan pantai barat Sumatra,

Pulau Simeuleule hingga Enggano, Pantai Selatan Jawa, Nusa Dua-Bali, Pantai selatan

Lombok - Flores, Sumba, Sabu, Rote, Timor, Solor - Wetar, Pantai timur Tanimbar, Pantai

utara Ceram Irian Jaya.

b. Pantai landai atau datar:

Pesisir datar hingga landai menempati bagian mintakat kraton stabil atau cekungan

belakang. Absennya gejala geologi berupa pengangkatan dan perlipatan atau volkanisme,

pembentukan pantai dikendalikan oleh proses eksogen cuaca dan hidrologi.

Estuari lebar menandai muara dengan tutupan tebal bakau. Bagian pesisir dalam ditandai

dataran rawa atau lahan basah. Sedimentasi kuat terjadi di perairan bila di hulu mengalami

erosi. Progradasi pantai atau pembentukan delta sangat lazim. Kompaksi sedimen diiringi

penurunan permukaan tanah, sementara air tanah tawar sulit ditemukan.

c. Pantai dengan bukit atau paparan pasir:

Pantai menghadap perairan bergelombang dan angin kuat dengan asupan sedimen

sungai cukup, umumnya membentuk rataan dan perbukitan pasir. Kondisi kering dan

berangin kuat dapat membentuk perbukitan pasir. Air tanah seringkali terkumpul dari air

meteorik yang terjebak. Sementasi sedimen terbentuk bila terdapat cukup kelembaban dari

air laut (spray) dan terik matahari. Jenis pantai ini berkembang baik di perairan yang

menghadap samudra Hindia (Sumatra pantai barat, Jawa, dst.).

http://facebook.com/fariz.agriawan

http://farizderpanzer.wordpress.com

Paparan pasir juga terbentuk di perairan yang menghadap cekungan dalam di pulau

kecil atau gunung api sejauh cukup landai lereng pantai dan sedimen sungai serta agitasi

gelombangnya.

d. Pantai lurus dan panjang dari pesisir datar:

Pantai tepian samudra dengan agitasi kuat gelombang serta memiliki sejumlah muara

sungai kecil berjajar padanya dengan asupan sedimen, dapat membentuk garis lurus dan

panjang pantai berpasir. Erosi terjadi bila terjadi ketidak seimbangan lereng dasar perairan

dan asupan sedimen.

e. Pantai berbukit dan tebing terjal:

Bentang pantai ini ditemukan di berbagai mintakat berbeda, yaitu di jalur

tumbukan/tunjaman, jalur volkanik, pulau-pulau sisa tinggian di paparan tepi kontinen, jalur

busur luar atau jalur tektonik geser. Batuan keras yang terkerat patahan dan rekahan umun

dijumpai di kawasan yang gejala tektoniknya kuat. Batuan terobosan atau bekuan tufa dapat

membentuk tebing terjal di pantai pulau volkanik. Di kawasan dengan proses pengangkatan

dan pelipatan, kecuraman lereng pantai atau bukit adakalanya tergantung arah lipatan dan

kemiringan perlapisan dan kekerasan maupun kestabilan batuannya. Terjalnya tebing pantai

dan kuatnya agitasi gelombang meniadakan peluang terumbu karang tumbuh, demikian

halnya dengan bakau. Tutupan tumbuhan masih mampu tumbuh di lapukan batuan, terutama

di kawasan dengan curah hujan memadai.

f. Pantai erosi

Terjadinya erosi terhadap pantai disebabkan oleh adanya: batuan atau endapan yang

mudah tererosi, agen erosi berupa air oleh berbagai bentuk gerak air. Gerak air dalam hal ini

bisa berupa arus yang mengikis endapan atau agitasi gelombang yang menyebabkan abrasi

pada batuan. Erosi tidak hanya berlangsung di permukaan, namun juga yang terjadi di

permukaan sedimen dasar perairan.

Erosi maksimum terjadi bila enersi dari agen erosi mencapai titik paling lemah materi

tererosi. Pada sedimen lepas di pantai, arus sejajar pantai oleh adanya gelombang atau arus

pasang surut sudah mampu menjadi penyebab erosi. Erosi yang terjadi pada dasar perairan

akan mengubah lereng yang berdampak pada perubahan posisi jatuhnya enersi gelombang

pada pantai. Berikutnya, agitasi gelombang dapat merusak titik terlemah dari apapun yang

ditemukan dengan enersi maksimal. Pencapaian titik terlemah dapat terjadi bila saat badai

dengan gelombang kuat terjadi bersamaan dengan posisi paras muka laut jatuh pada sisi

paling lemah, yaitu permukaan rataan pasir pantai. Erosi diperparah bila sedimen sungai

yang menjadi penyeimbang tidak cukup mengganti sedimen yang tererosi.

Jenis pantai dengan ancaman seperti ini terdapat di pesisir barat Sumatra, selatan

Jawa dan beberapa tempat yang menghadap perairan dengan agitasi gelombang kuat.

http://facebook.com/fariz.agriawan

http://farizderpanzer.wordpress.com

Pada tebing pantai batuan keras, abrasi terjadi pula namun memerlukan waktu lama

untuk menghasilkan dampak yang terlihat. Takik pada batuan di ketinggian tertentu

diakibatkan kerjaan abrasi ini, bila takik terlalu dalam dan beban tidak dapat tertahan lagi,

bagian atas tebing runtuh. Pada beberapa kejadian, takik juga dipercepat dalamnya oleh

kegiatan pelubangan biota.

g. Pantai akresi:

Proses akresi terjadi di pesisir yang menerima asupan sedimen lebih dari jumlah yang

kemudian dierosi oleh laut. Dengan demikian, akresi merupakan kebalikan dari proses erosi.

Keseimbangan yang menyebabkan dua proses tersebut berlangsung bergantian adalah

kondisi: berubahnya paras muka laut, perubahan enersi agen erosi, perubahan jumlah

sedimen yang tersedia, dan lereng dari dasar perairan. Akresi pantai oleh sedimen halus

sering diikuti tumbuhnya bakau yang berfungsi kemudian sebagai penguat endapan baru dari

erosi atau longsor. Kecepatan akresi di beberapa pantai dikendalikan oleh intensifnya

sedimentasi hasil erosi di hulu.

7.4. Ekosistem tutupan biota:

a. Bakau

Tutupan bakau memerlukan pesisir landai dengan substrat lumpur atau sedimen

halus, serta dekat muara sungai agar tersedia cukup air tawar. Bakau dapat membentuk

rataan sangat luas di pesisir tepian pulau kraton atau cekungan belakang yang landai dan

luas. Bakau juga tumbuh di pulau-pulau kecil bila menemukan pantai landai dan cukup air

tawar. Adakalanya bakau tumbuh di atas rataan terumbu karang.

b. Terumbu karang

Terumbu karang tumbuh di perairan hangat, jernih dan terlindung dari agitasi kuat

gelombang. Sifat tumbuhnya yang memerlukan sinar matahari, ia selalu berusaha dekat

dengan permukaan air laut. Tingkat keragaman komponen terumbu dan kualitas individunya

tergantung dari kualitas lingkungan yang dikontrol oleh kondisi fisiko-kimia perairan dan,

saat ini, kualitas terumbu karang menurun akibat dampak kegiatan manusia dalam

penangkapan ikan. Terumbu karang memiliki banyak fungsi, antara lain: secara fisis

melindungi pesisir dari agitasi gelombang, menghasilkan sedimen karbonat penyeimbang

dasar perairan dan perlindungan bagi biota laut.

c. Bakau di atas terumbu karang:

Dinamika perubahan relatif paras muka laut, suplai air tawar dan kemampuan

adaptasi biota laut menghasilkan gejala simbiosa antara bakau dan terumbu karang (dan

ikan) yang tumbuh di satu ekosistim.

http://facebook.com/fariz.agriawan

http://farizderpanzer.wordpress.com

d. Rumput laut :

Rataan luas pasir karbonat di terumbu karang pada perairan intertidal memberi

peluang tumbuhnya rumput laut (segrass dan seaweed) memperkaya keragaman habitat

wilayah perairan. Perairan relatif jernih dengan substrat pasir halus karbonat disukai oleh

biota ini.

e. Estuari dan paparan intertidalnya:

Pasang naik dan pasang surut tinggi membentuk estuari, namun meninggalkan juga

endapan lumpur luas yang tebal namun muncul saat surut. Rataan ini merupakan habitat

subur bagi jenis kerang-kerangan (bivalve)

f. Pantai kering batu gamping:

Di kawasan dengan curah hujan tahunan tipis, lembah dalam sungai mengiris

perbukitan undak pantai dengan aliran air hanya saat hujan tiba. Akresi pantai hanya terjadi

oleh terangkatnya rataan terumbu membentuk undak pantai baru. Sedimen hasil rombakan

terumbu karang terakumulasi di bagian cerukan pantai atau pantai landai membentuk

paparan datar. Terbatasnya suplai air tawar dan sedimen sungai menyebabkan perairan

terjaga bersih, namun membatasi bakau di periaran yang memperoleh air tawar dari sungai

yang lebih teratur aliran air tawarnya. Pantai kering dapat terbentuk pulau dari batuan

volkanik di kawasan bercurah hujan rendah. Jatuhan batu di tebing sering menandai jenis

pantai ini.

g. Lahan basah (wetland):

Dapat berupa delta atau pesisir berawa bagian pulau yang menghadap mintakat stabil

geologi. Kawasan pesisir ini dicirikan oleh dataran berawa tumbuhan tropis di limpahan

banjir sungai yang alirannya berkelok hingga dataran supratidal-intertidal di mintakat bakau.

http://facebook.com/fariz.agriawan

http://farizderpanzer.wordpress.com

7.5. Pantai dengan pengaruh kegiatan manusia:

a. Pemukiman Tradisional:

Pantai dan pesisir telah terubah dari bentang dan bentuk semula oleh kebutuhan

manusia yang dibangun sepanjang pantai atau pesisir. Pemukiman dan pelabuhan

merupakan perubahan yang paling awal dilakukan di pantai.

- Diatas perairan:

Manusia yang kehidupannya tergantung pada laut merasa nyaman tinggal dan

membangun pemukimannya di atas air (Suku Bajo, Orang Laut, dll). Pemukiman dibangun

dan disangga oleh tiang kayu di atas batas pasut tertinggi.

- Diatas pematang pantai :

Pemukiman dapat juga dibangun diatas rataan pasir pantai yang terbebas dari

pasang tertinggi, di tempat mana manusia dapat memperoleh air tawar dari sumber atau

dengan membuat sumur. Kegiatan meramu hutan dan bercocok ringan mulai dilakukan.

b. Pemukiman baru

Pembangunan pemukiman baru dilakukan di pesisir dengan memperkuat pantai,

membuat perlindungan dari erosi dan limpasan gelombang. Pembuatan turap pelindung

mengubah sama sekali bentang pantai. Bakau dihilangkan untuk memperoleh pandangan ke

laut lepas.

c. Pelabuhan

Tempat berlabuh memerlukan perairan tenang terbebas setiap saat dari kesulitan

sandar dan memrlukan perairan dalam. Perluasan pelabuhan untuk ukuran kapal lebih besar

mengubah bentang alam, yang semula hanya terbuat dari dermaga kayu sederhana menjadi

demikian masif terbuat dari bangunan beton dengan turap. Pembangunan pelabuhan

mengubah bentang pantai.

d. Kota Besar Pesisir

Pembangunan pemukiman berskala besar dari perluasan kota cenderung berdampak

pada terubahnya bentang alam wilayah pesisir menjadi blok-blok perumahan yang

penataannya lebih didasarkan pada efisiensi ruang semaksimal mungkin. Kondisi demikian

tidak lagi mengindahkan keperluan keseimbangan estetika mupun daya dukung lingkungan.

Adakalanya pengelolaan limbah pemukiman juga terabaikan dengan dampak semakin

buruknya kualitas pantai dan perairan.

http://facebook.com/fariz.agriawan

http://farizderpanzer.wordpress.com

e. Pantai Reklamasi:

Reklamasi pantai demi memperoleh lahan lebih luas merupakan kegiatan palingburuk

yang mengubah bentang alam asli pantai dan wilayah pesisir. Penataan ruang bentang alam

yang diperoleh harus dilakukan dengan perhitungan dan perencanaan yang matang sehingga

ruang baru dapat menyatu dengan bentang alam asli disekelilingnya.

f. Tambak (ponds):

Tambak dibangun diperairan intertidal dengan membuka tutupan lahan asli berupa

bakau dan lahan rawa. Kegiatan ini mengubah bentang alam dalam skala luas di pesisir datar

dengan kisaran pasut tidak terlalu kuat. Seringkali tambak dibuat langsung di perairan

pinggir laut, namun seringkali menyisakan rataan tipis bakau sebagai pelindung dan

penangkap sedimen. Pertambakan luas dikembangkan di perairan tepian kontinen.

g. Hunian wisata:

Beberapa tempat terpilih sebagai kegiatan hunian wisata, dalam format besar dan

modern maupun kecil bernuansa ekowisata. Bentang alam umumnya terubah pada hunian

wisata masif dan modern berupa hotel atau bungalow, sementara nuansa asli seringkali

justru dipertahankan pada hunian ekowisata.

8. KESIMPULAN DAN SARAN

Menutup ulasan mengenai karakeristik pantai dan pengaruhnya pada perkembangan kota,

dapat disampaikan beberapa catatan, saran dan kesimpulan, antara lain:

1. Bentang alam wilayah pesisir dan pantai dibentuk oleh gejala endogen geologi. Tiga

gejala utama tektonik yang mengontrol awal bentang alam adalah tunjaman dan

tumbukan lempeng, gerak geser antar lempeng, gunung api dengan komponen gerak

tegaknya. Cekungan belakang busur ditandai oleh penurunan yang membentuk sedimen

tebal. Jenis batuan menentukan kestabilan pantai dan kemampuan bertahan dari kerjaan

laut dan cuaca.

2. Di perairan stabil tanpa gejala geologi (endogen), di bagian yang mengalami pengaruh

kuat perubahan paras muka laut, di pesisir dan di pantai, selanjutnya pembentukan

bentang alam lebih dipengaruhi oleh gejala cuaca (erosi) dan laut (erosi, sedimentasi).

3. Pantai yang menghadap perairan terbuka dengan agitasi kuat memiliki kota pantai yang

berkembang di rataan pasir pantai, berawal dari pemukiman dan pelabuhan sebagai

bandar niaga di muara sungai. Pemilihan muara di bentang manapun sebagai awal

pemukiman sangat umum dijumpai di Indonesia, di dataran alluvial, di kaki gunung pulau

volkanik, di pesisir perairan paparan tepian kontinen atau di pantai dataran limpah banjir.

4. Kota pantai tumbuh dan berkembang sesuai status dan fungsinya dari saat ke saat melalui

beberapa perioda masa penjajahan dan kemudian masa setelah kemerdekaan.

Perkembangan dan perluasan kota yang berstatus kota pusat pemerintahan terlihat lebih

pesat.

http://facebook.com/fariz.agriawan

http://farizderpanzer.wordpress.com

5. Perluasan kota untuk pemukiman mulai terasa sejak 30 tahun terakhir. Demikian halnya

dengan pembangunan sarana pelabuhan dan transportasi lain.

6. Sejumlah besar kota pantai berkembang pesat oleh peningkatan usaha ekonomi

perniagaan, pertanian/perkebunan dan industri, sementara marikultur dan industri hilirnya

hanya berkembang di beberapa kota pantai saja atau hanya sebagai suplemen kecil usaha

ekonomi. Perlu peningkatan usaha ekonomi kelautan di segala lini (industri rekayasa,

budidaya dan tangkap, pengolahan, wisata, dll)

7. Pertumbuhan kota-kota pantai di akhir abad 20 an cenderung mangabaikan daya dukung

lingkungan di sekelilingnya serta ancaman bencana yang berpotensi merusak.

Keterbatasan ruang yang layak dikembangkan menyebabkan perluasan merambah

lingkungan yang seharusnya dipertahankan sebagai penyangga, antara lain yang berada di

hulu, hilir, pantai dan perairan dengan pulau-pulau di depannya.

8. Cuaca, kondisi laut dan tektonik merupakan gejala-gejala yang mengontrol bentang alam

dari awal pembentukan hingga bentuk saat ini. Mengingat demikian kuat pengaruhnya

hingga saat ini seiring perkembangan kota, maka gejala tersbut harus diperhitungkan

sebagai potensi alam dalam upaya mempertahankan kelestarian lingkungan kota pantai.

9. Jenis ancaman bencana pada kota-kota pantai beragam tergantung pada gejala alam apa

saja yang mengontrolnya. Namun secara regional, ancaman kenaikan muka air laut

estatik - walaupun akan dirasakan hampir semua kota pantai dengan besaran dampak

berbeda tergantung bentang alam dan gelogi di atas mana kota dibangun. Kota pantai

berbukit hampir tidak terpengaruh oleh gejala ini sementara kota di pesisir delta atau

pulau kecil, akan merasakan akibat gejala ini dengan ancaman sangat serius pada

kerusakan langsung pada pantai oleh erosi dan penenggelaman.

http://facebook.com/fariz.agriawan