29
BAB I PENDAHULUAN Penyakit cor pulmonale merupakan penyakit paru dengan hipertrofi dan atau dilatasi ventrikel kanan akibat gangguan fungsi dan atau struktur paru (setelah menyingkirkan penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung lain yang primernya pada jantung kiri). Cor pulmonale dapat terjadi secara akut maupun kronik penyebab akut tersering adalah emboli paru masif dan biasanya terjadi dilatasi ventrikel kanan. Penyebab kronik tersering adalah penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan biasanya terjadi hipertrofi ventrikel kanan. Insidens diperkirakan 6-7% dari semua penyakit jantung pada orang dewasa disebabkan oleh PPOK. Umumnya pada daerah dengan polusi udara yang tinggi dan kebiasaan merokok yang tinggi dengan prevalensi bronchitis kronik dan emfisema didapatkan peningkatan kekerapan cor pulmonale. Lebih banyak disebabkan exposure daripada predisposisi dan pria lebih sering terkena daripada wanita. 1

Fix Print Cpc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

rr

Citation preview

Page 1: Fix Print Cpc

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit cor pulmonale merupakan penyakit paru dengan hipertrofi dan atau

dilatasi ventrikel kanan akibat gangguan fungsi dan atau struktur paru (setelah

menyingkirkan penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung lain yang

primernya pada jantung kiri). Cor pulmonale dapat terjadi secara akut maupun kronik

penyebab akut tersering adalah emboli paru masif dan biasanya terjadi dilatasi

ventrikel kanan. Penyebab kronik tersering adalah penyakit paru obstruktif kronik

(PPOK) dan biasanya terjadi hipertrofi ventrikel kanan.

Insidens diperkirakan 6-7% dari semua penyakit jantung pada orang dewasa

disebabkan oleh PPOK. Umumnya pada daerah dengan polusi udara yang tinggi dan

kebiasaan merokok yang tinggi dengan prevalensi bronchitis kronik dan emfisema

didapatkan peningkatan kekerapan cor pulmonale. Lebih banyak disebabkan exposure

daripada predisposisi dan pria lebih sering terkena daripada wanita.

1

Page 2: Fix Print Cpc

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Anatomi Saluran Pernafasan

Paru-paru mempunyai sumber suplai darah dari Arteria Bronkialis dan

Arteria pulmonalis. Arteria Bronkialis berasal dari Aorta torakalis dan berjalan

sepanjang dinding posterior bronkus. Vena bronchialis yang besar mengalirkan

darahnya ke dalam sistem azigos, yang kemudian bermuara ke vena cava

superior dan mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena brochialis yang lebih

kecil akan mengalirkan darah vena pulmonalis, karena sirkulasi bronchial tidak

berperanan pada pertukaran gas, darah yang tidak teroksigenasi mengalami pirau

sekitar 2-3% curah jantung. Sirkulasi bronchial menyediakan darah

teroksigenisasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan

metabolisme jaringan paru-paru.

Arteri Pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengalirkan darah

vena campuran ke paru-paru dimana darah tersebut mengambil bagian dalam

pertukaran gas. Jalinan kapiler paru-paru yang halus mengitari dan menutup

alveolus, merupakan kontak erat yang diperlukan untuk proses pertukaran gas

antara alveolus dan darah. Darah yang teroksigenasi kemudian dikembalikan

melalui vena pulmonalis ke ventrikel kiri yang selanjutnya membagikannya

kepada sel-sel melalui sirkulasi sistemik.

2

Page 3: Fix Print Cpc

B. Anatomi Jantung Ventrikel Kanan

Letak ruang ventrikel kanan paling depan di dalam rongga dada yaitu

tepat di bawah manubrium sterni. Sebagian besar ventrikel kanan berada di

kanan depan ventrikel kiri dan medial atrium kiri. Berbentuk bulan sabit/setengah

bulatan berdinding tipis dengan tebal 4-5 mm yang disebabkan oleh tekanan di

ventrikel kiri yang lebih besar.

Dinding anterior dan inferior disusun oleh serabut otot yaitu trabekula

karnae yang sering membentuk persilangan satu sama lain. otot ini di bagian

apikal berukuran besar yaitu trabecula septo marginal (moderator band).

Ventrikel kanan secara fungsional dapat dibagi dua alur ruang yaitu alur masuk

ventrikel kanan (Righ ventricular out flow tract) berbentuk tabung atau corong,

berdinding licin terletak di bagaian superior ventrikel kanan yaitu

infundibulum/conus arteriosus. Alur masuk dan keluar dipisahkan oleh krista

supra ventrikuler yang terletak tepat di atas daun anterior katup triauspid.

C. Definisi

Cor pulmonale adalah pembesaran ventrikel kanan sekunder terhadap

penyakit paru, toraks atau sirkulasi paru. Kadang-kadang disertai dengan gagal

ventrikel kanan. Tipe cor pulmonale disebut akut jika dilatasi belahan jantung

kanan setelah embolisasi akut paru, tipe kronis ditentukan lamanya gangguan

pulmoner yang membawa ke pembesaran jantung. Berapa lama dan sampai tahap

apa jantung tetap membesar akan bergantung pada fluktuasi-fluktuasi pada

ketinggian tekanan arterial pulmoner.

3

Page 4: Fix Print Cpc

D. Etiologi

Penyebab penyakit cor pulmonale antara lain :

1. Penyakit paru menahun dengan hipoksia

- penyakit paru obstruktif kronik

- fibrosis paru

- penyakit fibrokistik

- cyrptogenik fibrosing alveolitis

- penyakit paru lain yang berhubungan dengan hipoksia

2. Kelainan dinding dada

- Kifoskoliosis, torakoplasti, fibrosis pleura

- Penyakit neuro muskuler

3. Gangguan mekanisme kontrol pernafasan

- Obesitas, hipoventilasi idiopatik

- Penyakit serebrovaskular

4. Obstruksi saluran nafas atas pada anak

- hipertrofi tonsil dan adenoid

5. Kelainan primer pembuluh darah

- hipertensi pulmonal primer, emboli paru berulang, vaskulitis pembuluh

darah paru.

E. Patogenesa

Apapun penyebab penyakit awalnya, sebelum timbul cor pulmonale

biasanya terjadi peningkatan resistensi vaskular paru-paru dan hipertensi

pulmonar. Hipertensi pulmonar pada akhirnya meningkatkan beban kerja dari

ventrikel kanan, sehingga mengakibatkan hipertrofi dan kemudian gagal jantung.

Titik kritis dari rangkaian kejadian ini nampaknya terletak pada peningkatan

resistensi vaskular paru-paru para arteria dan arteriola kecil.

4

Page 5: Fix Print Cpc

Dua mekanisme dasar yang mengakibatkan peningkatan resistensi

vaskular paru-paru adalah (1) vasokontriksi hipoksik dari pembuluh darah paru-

paru dan (2) obstruksi dan atau obliterasi anyaman vaskuler paru-paru.

Mekanisme yang pertama paling penting dalam patogenesis cor pulamale.

Hipoksemia, hipercapnea, asidosis merupakan ciri khas PPOM bronchitis lanjut

adalah contoh yang paling baik. Hipoksia alveolar (jaringan) memberikan

rangsangan yang elbih kuat untuk menimbulkan vasokonstriksi pulmonar

daripada hipoksemia. Hipoksia alveolar kronik memudahkan terjadinya hipertrofi

otot polos arteriola paru-paru sehingga timbul respon yang lebih kuat terhadap

hipoksia akut. Asidosis, hipercapnea dan hipoksemia bekerja secara sinergistrik

dalam menimbulkan vasokontriksi. Viskositas (kekentalan) darah yang

meningkat akibat polisitemia dan peningkatan curah jantung yang dirangsang

oleh hipoksia kronik dan hipercapnea juga ikut meningkatkan tekanan arteria

paru-paru.

Mekanisme kedua yang turut meningkatkan resistensi vaskular dan

tekanan arteria paru-paru adalah bentuk anatomisnya. Hilangnya pembuluh darah

secara permanen menyebabkan berkurangnya anyaman vaskuler. Selain itu pada

penyakit obstruktif, pembuluh darah paru-paru juga tertekan dari luar karena efek

mekanik dari volume paru-paru yang besar. Tetapi, peranan obstruksi dan

obliterasi anatomik terhadap anyaman vaskuler diperkirakan tidak sepenting

vasokontriksi hipoksik dalam patogenesa cor pulmonale. Kira-kira dua pertiga

sampai tiga perempat dari anyaman vaskuler harus mengalami obstruksi atau

rusak sebelum terjadi peningkatan tekanan arteria paru-paru yang bermakna.

Asidosis respiratorik kronik terjadi pada beberapa penyakit pernafasan dan

penyakit obstruktif sebagai akibat hipoventilasi alveolar umum atau akibat

kelainan perfusi ventilasi.

5

Page 6: Fix Print Cpc

Jadi setiap penyakit paru-paru yang mempengaruhi pertukaran gas,

mekanisme ventilasi atau anyaman vaskuler paru-paru dapat mengakibatkan cor

pulmonale.

F. Gambaran Klinis

Perlu dilakukan anamnesis yang teliti ada tidaknya penyakit paru yang

mendasari dan jenis kelainan paru seperti batuk kronik yang produktif, sesak

nafas waktu beraktifitas, nafas yang berbunyi, mudah fatig kelemahan. Pada fase

awal berupa pembesaran ventrikel kanan, tidak menimbulkan keluhan jadi lebih

banyak keluhan akibat penyakit parunya. Keluhan akibat pembesaran ventrikel

kanan baru timbul bila sudah ada gagal jantung kanan misalnya edema dan nyeri

parut kanan atas. Infeksi paru sering mencetuskan gagal jantung, hipersekresi

branchus, edema alveolar, serta bronkospasme yang menurunkan ventilasi paru

lalu timbul gagal jantung kanan.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan sianosis, jari tabuh, peningkatan

tekanan vena jugularis, heaving ventrikel kanan atau irama derap, pulsasi

menonjol di sternum bagian bawah atau epigastrium (parasternal lift),

pembesaran hepar dan nyeri tekan, ascites, edema.

Dispnea timbul sebagai gejala emfisema dengan atau tanpa cor

pulmonale. Dispnea yang memburuk dengan mendadak atau kelelahan, sinkop

pada waktu bekerja, atau rasa tidak enak angina pada substernal mengisyaratkan

keterlibatan jantung.

6

Page 7: Fix Print Cpc

G. Gambaran Radiologis

a). Rontgen Toraks

Terdapat kelainan disertai pembesaran ventrikel kanan, dilatasi arteri

pulmonal dan atrium kanan yang menonjol. Kardiomegali sering tertutup

oleh hiper inflasi paru yang menekan diafragma sehingga jantung tampaknya

normal karena vertikal. Pembesaran ventrikel kanan lebih jelas pada posisi

oblik atau lateral. Selain itu didapatkan juga diafragma yang rendah dan

datar serta ruang udara retrosternal yang lebih besar, sehingga hipertrofi dan

dilatasi ventrikel kanan tidak membuat jantung menjadi lebih besar dari

normal.

b). Ekokardiografi

Dimensi ruang ventrikel kanan membesar, tapi struktur dan dimensi

ventrikel kiri normal. Pada gambaran ekokardiografi katup pulmonal,

gelombang “a” hilang, menunjukkan hipertensi pulmonal. Kadang-kadang

dengan pemeriksaan ekokardiografi susah terlihat katup pulmonal karena

“accoustic window” sempit akibat penyakit paru.

c). Kateterisasi jantung

Ditemukan peningkatan tekanan jantung kanan dan tahanan pembuluh

paru. Tekanan atrium kiri dan tekanan kapiler paru normal, menandakan

bahwa hipertensi pulmonal berasal dari prekapiler dan bukan berasal dari

jantung kiri. Pada kasus yang ringan, kelainan ini belum nyata. Penyakit

jantung paru tidak jarang disertai penyakit jantung koroner terlebih pada

penyakit paru obstruksi menahun karena perokok berat (stenosis koroner

pada angiografi).

7

Page 8: Fix Print Cpc

H. Diagnosis

Diagnosis cor pulmonale biasanya menunjukkan kombinasi adanya gangguan

respirasi yang dihubungkan dengan hipertensi pulmonal dan adanya gangguan

pada ventrikel kanan yang didapat secara klinis, radiologis, elektrocardiogram.

Dalam praktek sehari-hari sering didapatkan kesulitan dalam membuat diagnosis

col pulmonal yakni bila keadaan pasien sedang stabil atau belum terjadi gagal

jantung kanan. Untuk itu dianjurkan membuatkan EKG dan pemeriksaan

radiologis dada secara serial.

Dari pemeriksaan fisik penyakit paru yang mendasari terjadinya cor

pulmonal, peningkatan ventrikel dada, sesak yang tampak dengan

retraksi dinding dada, distensi vena leher, dan sianosis dapat terlihat.

Pada auskultasi lapang paru dapat terdengar wheezing maupun ronkhi,

suara jantung 2 yang terpisah dapat terdengar pada tahap awal. Bising

jantung diatas area arteri pulmonalis dapat terdengar pada penyakit yang

lebih lanjut bersama dengan bising regugirtasi pulmonal.

Pada perkusi suara hipersonor dapat menjadi tanda PPOK yang mendasari

timbulnya cor pulmonal

I. Diagnosis Banding

Hipertensi vena pulmonal yang biasanya diderita penderita stenosis katup

mitral.

Gambaran foto toraks berupa pembesaran atrium kiri, pelebaran arteri

pulmonal karena peninggian tekanan aorta yang relatif kecil (pada fase

lanjut), pembesaran ventrikel kanan, pada paru-paru terlihat tanda-tanda

bendungan vena

Perikarditis konstriktifa

dapat dibedakan dengan test fungsi paru dan analisa gas dar

8

Page 9: Fix Print Cpc

J. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan cor pulmonale pada PPOK, ditinjau dari aspek jantung

sama dengan pengobatan cor pulmonale pada umumnya untuk :

1) Mengoptimalkan efisiensi pertukaran gas

2) Menurunkan hipertensi pulmonale

3) Meningkatkan kelangsungan hidup

4) Pengobatan dasar dan komplikasinya

Terapi Oksigen

Mekanisme bagaimana terapi oksigen dapat meningkatkan

kelangsungan hidup belum diketahui. Ditemukan 2 hipotesis : (1) terapi

oksigen mengurangi vasokontriksi dan menurunkan resistensi vaskular paru

yang kemudian meningkatkan isi sekuncup ventrikel kanan; (2) terapi

oksigen meningkatkan kadar oksigen arteri dan meningkatkan hantaran

oksigen ke jantung, otak, dan organ vital lain

Pemakaian oksigen secara kontinyu selama 12 jam (National Institute

of Health/NIH, Amerika); 15 jam (British Medical Research Council/MRC)

dan 24 jam (NIH) meningkatkan kelangsungan hidup dibandingkan dengan

pasien tanpa terapi oksigen

Vasodilator

Vasodilator (nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis alfa

adrenergik, inhibitor ACE, dan prostaglandin sampai saat ini belum

direkomendasikan pemakaiannya secara rutin. Rubin menemukan pedoman

untuk menggunakan vasodilator bila didapatkan 4 respon hemodinamik

sebagai berikut :

a) Resistensi vaskular paru diturunkan minimal 20%

b) Curah jantung meningkat atau tidak berubah

9

Page 10: Fix Print Cpc

c) Tekanan arteri pulmonal menurun atau tidak berubah

d) Tekanan darah sistemik tidak berubah secara signifikan

Kemudian harus di evaluasi setelah 4 atau 5 bulan untuk menilai

apakah keuntungan hemodinamik di atas masih menetap atau tidak.

Pemakaian sildenafil untuk melebarkan pembuluh darah paru pada Primary

Pulmonary Hipertension, sedang ditunggu hasil penelitian untuk cor

pulmanal lengkap

Digitalis

Digitalis hanya digunakan pada pasien cor pulmonal bila disertai gagal

jantung kiri. Digitalis tidak terbukti meningkatkan fungsi ventrikel kanan pada

pasien cor pulmonale dengan fungsi ventrikel kiri normal, hanya pada pasien

dengan fungsi ventrikel kiri yang menurunkan digoksin bisa meningkatkan

fungsi ventrikel kanan. Disamping itu pengobatan dengan digitalis

menunjukkan peningkatan terjadinya komplikasi aritmia.

Diuretika

Diuretika diberikan bila ada gagal jantung kanan. Pemberian diuretika

yang berlebihan dapat menimbulkan alkolosis metabolik yang bisa memicu

peningkatan hiperkapnia. Disamping itu dengan terapi diuretik dapatt terjadi

kekurangan cairan yang mengakibatkan preload ventrikel kanan dan curah

jantung menurun.

Antikoagulan

Pemberian antikoagulan pada cor pulmonale didasarkan atas

kemungkinan terjadinya tromboemboli akibat pembesaran dan disfungsi

ventrikel kanan dan adanya faktor imobilisasi pada pasien.

10

Page 11: Fix Print Cpc

K. Prognosis

Sangat bervariasi, tergantung perjalanan alamiah penyakit paru yang

mendasarinya dan ketaatan pasien berobat. Penyakit bronko pulmoner sistematis

angka kematian rata-rata 5 tahun sekitar 40-50%. Juga obstruksi vaskuler paru

kronis dengan hipertrofi ventrikel kanan mempunyai prognosis buruk. Biasanya

penderita dengan hipertensi pulmonal obstruksi vaskuler kronik hanya hidup 2-3

tahun sejak timbulnya gejala.

11

Page 12: Fix Print Cpc

BAB III

KASUS

Nama : Tn. A

Umur : 44 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Tanah garam

Pekerjaan : Wiraswasta

Tanggal/jam masuk : 29-05-2015/22.30 WIB

Ruangan : Tulip

Anamnesa

Keluhan utama :

Sesak nafas sejak 3 hari yang lalu

Riwayat penyakit sekarang :

- Sesak nafas sejak 3 hari yang lalu

- Sesak dirasakan makin hari makin bertambah

- Sesak berkurang saat pasien dalam posisi duduk

- Sesak bertambah saat pasien dalam aktivitas ringan dan berkurang saat pasien

istirahat

- Sesak malam hari ada, disertai batuk hingga susah bernafas

- Sesak saat tidur tidak ada, pasien merasa nyaman saat berbaring dan duduk

- Nyeri dada disangkal

- Perut dirasakan bertambah besar sejak 3 hari yang lalu

- Pasien juga merasakan nyeri perut

- Pasien diketahui memiliki riwayat batuk lama dan tidak teratur dalam pengobatan

12

Page 13: Fix Print Cpc

- Nyeri kepala dirasakan sejak 2 jam yang lalu dan berkurang setelah mendapat

pengobatan dari IGD

- Mual ada, muntah tidak ada

- Demam tidak ada

- Gangguan BAK dan BAB disangkal

Riwayat penyakit dahulu

- Pasien memiliki riwayat batuk lama dan tidak terkontrol

- Pasien tidak memiliki riwayat penyakit diabetes

- Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi

Riwayat penyakit keluarga

- Keluarga pasien tidak memiliki riwayat penyakit yang sama

Riwayat psikososial

- Pasien merupakan seorang yang memiliki kebiasan merokok dan jarang

berolahraga.

-

Pemeriksaan fisik

Vital Sign

- Keadaan umum : Sedang

- Kesadaran : Compos mentis cooperatif

- Tekanan darah : 140/90 mmHg

- Frekuensi nadi : 98x/menit

- Frekuensi nafas : 30x/menit

- Suhu : 36,8 °C

13

Page 14: Fix Print Cpc

Pemeriksaan fisik

a. Kepala

Bentuk bulat, normochepal,

b. Mata

Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

c. Leher

Deviasi trakea tidak ada

Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening

JVP 5+2

d. Thorak

- Paru-paru

Inspeksi : simetris kiri dan kanan, bentuk barrel chest dengan diameter

transversal > diameter anteroposterior, sela iga tampak menyempit.

Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama, meningkat.

Perkusi : hipersonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : bunyi vaskuler, wheezing pada kedua lapang atas paru, rhonki

pada kedua basal

- Jantung

Inspeksi : ictus cordis tampak linea mid clavicula RIC V

Palpasi : ictus cordis teraba 3 jari kuang angkat, thrill (-) wave (-)

Perkusi : batas jantung kanan melebar, batas jantung kiri normal

Auskultasi : irama teratur, bunyi jantung 1 diikuti bunyi jantung 2, tidak

ada bunyi jantung tambahan.

e. Abdomen

Inspeksi : perut distensi, warna sama dengan kulit sekitar, tidak tampak scar,

fenektasi, spider nervi

14

Page 15: Fix Print Cpc

Palpasi : nyeri tekan selarung abdomen terutama ulu hati, terdapat pembesara

hepar dengan ukuran 2 jari di bawah arcus costae, konsistensi kenyal padat,

permukaan licin, nyeri tekan.

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus normal

f. Ekstremitas

- Ekstremitas atas : jari clubbing finger (+) edema (-) sianosis (-) CRT baik ±2s

- Ekstremitas bawah : edema tungkai (+) sianosis (-) CRT baik ±2s

Pemeriksaan laboratorium

HB : 16,8 g/dL

HT : 51,7 %

Leukosit : 7850 mm3

Trombosit : 213.000 mm3

Ureum : 19,7 mg/dL

Creatinin : 0,86 mg/dL

Ad random : 112 mg%

Pemeriksaan penunjang anjuran

EKG

Foto rontgen thorak

Diagnosa kerja

Cor pulmonal chronicum

15

Page 16: Fix Print Cpc

Diagnosa banding

Congestive Heart Failure

Hipertensi vena pulmonal

Terapi

IVFD RL 12 jam/kolf

Injeksi furosemid 1 amp

Injeksi ranitidin 2x1 amp

Sukralfat 3x1 CTH

Ambroxol 3x1 tab

Follow up

Hari/Tanggal Subject Object Assessment Plan dan anjuran

Sabtu, 30

mei 2015

Sesak nafas (+)

Nyeri perut (+)

Mual muntah (-)

Demam (-)

Edem tungkai (-)

Gangguan BAK

BAB (-)

KU : sedang

Kes : CMC

TD : 130/70

Nadi : 95x

Nafas : 24x

Suhu : 37,3 °C

Cor

pulmonale

Chronicum

- Furosemid tab

1x40 mg

- Cefotaxime

- Sukralfat

- Ambroxol

Senin, 01

juni 2015

Sesak nafas (+)

Nyeri perut (+) ↓

Mual muntah (-)

Demam (-)

Gangguan BAK

BAB (-)

KU : sedang

Kes : CMC

TD : 130/80

Nadi : 92x

Nafas : 25x

Suhu : 37 °C

Cor

pulmonale

Chronicum

- Combivent 3x1

- Furosemid tab

1x40 mg

- Cefotaxime

- Sukralfat

- Ambroxol

16

Page 17: Fix Print Cpc

Selasa, 02

juni 2015

Sesak nafas (+)

Nyeri perut (-)

Mual muntah (-)

Demam (-)

Gangguan BAK

BAB (-)

KU : sedang

Kes : CMC

TD : 130/80

Nadi : 95x

Nafas : 22x

Suhu : 37 °C

Cor

pulmonale

Chronicum

- Combivent 3x1

- Furosemid tab

1x40 mg

- Cefotaxime

- Sukralfat

- Ambroxol

Rabu, 03 juni

2015

Sesak nafas (-)

Nyeri perut (-)

Mual muntah (-)

Demam (-)

Gangguan BAK

BAB (-)

KU : sedang

Kes : CMC

TD : 120/80

Nadi : 85x

Nafas : 20x

Suhu : 37,4 °C

Cor

pulmonale

Chronicum

- Furosemid tab

1x40 mg

- Cefotaxime

- Sukralfat

- Ambroxol

Kamis, 04

juni 2015

Sesak nafas (-)

Nyeri perut (-)

Mual muntah (-)

Demam (-)

Gangguan BAK

BAB (-)

KU : sedang

Kes : CMC

TD : 120/80

Nadi : 84x

Nafas : 20x

Suhu : 36,7 °C

Cor

pulmonale

Chronicum

Pasien boleh

pulang

Pembahasan

Telah dilaporkan seorang pasien laki – laki usia 44 tahun, datang ke IGD RSUD

Solok pada tanggal 29 Mei 2015 dengan Cor Pulmonale Chronicum. Diagnosis

ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan dilihat dari gejalanya. Dari

anamnesis di dapatkan pasien sesak nafas sejak 3 hari yang lalu.

17

Page 18: Fix Print Cpc

Dari pemeriksaan fisik umum, di dapatkan keadaan umum tampak sedang,

dengan kesadaran komposmentis kooperatif, TD 140/90 mmHg, frekuensi nadi

98x/menit, frekuensi napas 30x/ menit, dan suhu 36,80c. Terapi umum yang di

berikan pada pasien adalah RL 12 jam/kolf, Inj Furosemid 1 amp, Inj Ranitidin 2x1

amp, Sukrafat 3x 1cth, ambroxol 3x1 tam

18

Page 19: Fix Print Cpc

BAB IV

Kesimpulan

Cor pulmonale adalah pembesaran ventrikel kanan sekunder terhadap

penyakit paru, toraks atau sirkulasi paru. Kadang-kadang disertai dengan gagal

ventrikel kanan. Penyebab penyakit cor pulmonale antara lain : Penyakit paru

menahun dengan hipoksia, kelainan dinding dada, gangguan mekanisme kontrol

pernafasan, obstruksi saluran nafas atas pada anak, dan kelainan primer pembuluh

darah. Dimana sebelum timbul cor pulmonale biasanya terjadi peningkatan resistensi

vaskular paru-paru dan hipertensi pulmonar. Hipertensi pulmonar pada akhirnya

meningkatkan beban kerja dari ventrikel kanan, sehingga mengakibatkan hipertrofi

dan kemudian gagal jantung.

Diagnosis cor pulmonale biasanya menunjukkan kombinasi adanya gangguan

respirasi yang dihubungkan dengan hipertensi pulmonal dan adanya gangguan pada

ventrikel kanan yang didapat secara klinis, radiologis, elektrocardiogram.

Untuk penatalaksanaan cor pulmonale, dimana tujuan pengobatan cor pulmonale

pada PPOK, ditinjau dari aspek jantung sama dengan pengobatan cor pulmonale pada

umumnya untuk : mengoptimalkan efisiensi pertukaran gas, menurunkan hipertensi

pulmonale, meningkatkan kelangsungan hidup, pengobatan dasar dan komplikasinya.

19

Page 20: Fix Print Cpc

DAFTAR PUSTAKA

1. Isselbacher kurt, dkk, edis bahasa Indonesia; Ahmad H. Asdie Prof. dr. Sp.PD, ke

: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison, edisi 15, volume 3, 2002, hal.

1222-1226.

2. Arif, mansjoer dkk; Kapita Selekta Kedokteran Jilid I, edisi kelima, Penerbit

Media Acsculapius, FKUI, Jakarta 2010, hal. 453-454.

3. Soeparman dan Warpadji Sarwono : Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2, Edisi kelima,

FKUI, Jakarta, 2010.

4. Price Sylvia, Wilson Lorraine : Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Jilid 1 dan

2, edisi 6, EGC, Jakarta, 2010.

5. Lily Ismodiati, Faisal Baras, Santoso K, Popy S : Buku Ajar Kardiologi, FKUI,

Jakarta 2003.

20