27
Tugas Farmakognosi Flavonoid dan Isoflavon Disusun oleh: Nama : Sindy Elfas Cinthya NPM : 260110080129 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR

Flavonoid Dan Isoflavon

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Flavonoid Dan Isoflavon

Tugas Farmakognosi

Flavonoid dan Isoflavon

Disusun oleh:

Nama : Sindy Elfas Cinthya

NPM : 260110080129

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2010

Page 2: Flavonoid Dan Isoflavon

Flavonoid dan Isoflavon

Flavonoida dan isoflavonoida adalah salah satu golongan senyawa

metabolit sekunder yang banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan,

khususnya dari golongan Leguminoceae (tanaman berbunga kupu-kupu).

Kandungan senyawa flavonoida sendiri dalam tanaman sangat rendah,

yaitu sekitar 0,25%. Senyawa-senyawa tersebut pada umumnya dalam

keadaan terikat/konjugasi dengan senyawa gula (Snyder dan Kwon,

1987).

Senyawa isoflavon terdistribusi secara luas pada bagian-bagian tanaman,

baik pada akar, batang, daun, maupun buah, sehingga senyawa ini secara

tidak disadari juga terikut dalam menu makanan sehari-hari. Bahkan,

karena sedemikian luas distribusinya dalam tanaman maka dikatakan

bahwa hampir tidak normal apabila suatu menu makanan tanpa

mengandung senyawa flavonoid. Hal tersebut menunjukkan bahwa

senyawa flavon tidak membahayakan bagi tubuh dan bahkan sebaliknya

dapat memberikan manfaat pada kesehatan.

Senyawa flavonoida untuk obat mula-mula diperkenalkan oleh seorang

Amerika bernama Gyorgy (1936) yang sekaligus sebagai pionir (pembuka)

penggunaan senyawa tersebut di bidang terapeutik. Secara tidak sengaja,

beliau memberikan ekstrak vitamin C (asam askorbat) ke seorang dokter

untuk mengobati penderita pendarahan kapiler subkutaneus dan ternyata

pasien dapat disembuhkan. Namun, pada pengobatan terhadap pasien

yang lain dengan menggunakan ekstrak vitamin C yang dimurnikan,

ternyata ekstrak ini tidak dapat menyembuhkan penderita. Kembali pada

ekstrak tidak murni tersebut, akhirnya Gyorgy menemukan senyawa yang

disebut sebagai senyawa "bioflavonoids" atau vitamin P yang dinyatakan

sebagai anti-hemorrhage (pendarahan).

Page 3: Flavonoid Dan Isoflavon

Kedelai Sebagai Sumber Senyawa Isoflavon

Senyawa isoflavon merupakan senyawa metabolit sekunder yang banyak

disintesa oleh tanaman. Namun, tidak sebagai layaknya senyawa

metabolit sekunder karena senyawa ini tidak disintesa oleh

mikroorganisme. Dengan demikian, mikroorganisma tidak mempunyai

kandungan senyawa ini. Oleh karena itu, tanaman merupakan sumber

utama senyawa isoflavon di alam. Di berbagai antara tanaman,

kandungan isoflavon yang lebih tinggi terdapat pada tanaman

Leguminoceae, khususnya pada tanaman kedelai. Pada tanaman kedelai,

kandungan isoflavon yang lebih tinggi terdapat pada biji kedelai,

khususnya pada bagian hipokotil (germ) yang akan tumbuh menjadi

tanaman. Sebagian lagi terdapat pada kotiledon yang akan menjadi daun

pertama dari tanaman (Anderson, 1997).

Kandungan isoflavon pada kedelai berkisar 2--4 mg/g kedelai. Senyawa

isoflavon ini pada umumnya berupa senyawa kompleks atau konjugasi

dengan senyawa gula melalui ikatan glukosida. Jenis senyawa isoflavon

ini terutama adalah genistin, daidzin, dan glisitin. Bentuk senyawa

demikian ini mempunyai aktivitas fisiologis kecil.

Selama proses pengolahan, baik melalui proses fermentasi maupun

proses non-fermentasi, senyawa isoflavon dapat mengalami transformasi,

terutama melalui proses hidrolisa sehingga dapat diperoleh senyawa

isoflavon bebas yang disebut aglikon yang lebih tinggi aktivitasnya.

Senyawa aglikon tersebut adalah genistein, glisitein, dan daidzein.

Masyarakat Indonesia yang secara tradisi telah lama mengkonsurnsi

kedelai dalam bentuk produk-produk olahan seperti tahu, tempe, tauco,

dan kecap, banyak diuntungkan dalam berbagai faktor karena produk

tersebut mengandung nilai gizi tinggi, khususnya sebagai sumber protein;

harganya relatif murah; mengandung senyawa aktif, khususnya isoflavon

Page 4: Flavonoid Dan Isoflavon

yang banyak mempunyai aktivitas fisiologis; serta produk yang dikonsumsi

merupakan produk hasil olahan sehingga telah terjadi proses dekomposisi

senyawa isoflavon kompleks menjadi senyawa isoflavon aglikon yang

aktif.

Bentuk-bentuk produk olahan makanan tersebut sekaligus merupakan

sumber isoflavon potensial untuk menunjang kesehatan tubuh kita.

Berdasarkan hal tersebut maka mengkonsumsi kedelai dalam bentuk

produk olahan terfermentasi lebih dianjurkan. Berbagai contoh kandungan

isoflavon pada kedelai dan produk olahan terdapat pada Tabel 1.

Mengingat berbagai potensi kedelai sebagai sumber gizi dan senyawa

aktif serta prospeknya untuk dikembangkannya produk-produk baru,

kedelai banyak disebut sebagai the golden bean, the miracle bean, food

for the future, dan sebagainya.

Isoflavon pada Tempe dan Prospek Pemanfaatannya

Tempe adalah salah satu makanan tradisional yang dibuat dari kedelai

melalui proses fermentasi kapang, terutama Rhizopus oligosporus. Di

Indonesia terdapat berbagai jenis tempe sesuai dengan jenis bahan baku

yang digunakan sehingga dijumpai tempe kecipir, tempe kara, tempe

benguk, tempe gembus, tempe bongkrek, dan sebagainya. Bila disebut

tempe saja, maka pada umumnya diartikan sebagai tempe kedelai.

Tempe merupakan makanan bergizi tinggi sehingga makanan ini

mempunyai arti strategis dan sangat penting untuk pemenuhan gizi. Lebih

dari itu, tempe mempunyai keunggulan-keunggulan lain, yaitu mempunyai

kandungan senyawa aktif; teknologi pembuatannya sederhana; harganya

murah; mempunyai citarasa yang enak; dan mudah dimasak.

Senyawa isoflavon merupakan salah satu komponen yang juga

mengalami metabolisme. Senyawa isoflavon ini pada kedelai berbentuk

Page 5: Flavonoid Dan Isoflavon

senyawa konjugat dengan senyawa gula melalui ikatan -O- glikosidik.

Selama proses fermentasi, ikatan -0- glikosidik terhidrolisa, sehingga

dibebaskan senyawa gula dan isoflavon aglikon yang bebas. Senyawa

isoflavon aglikon ini dapat mengalami transformasi lebih lanjut membentuk

senyawa transforman baru.

Hasil transformasi lebih lanjut dari senyawa aglikon ini justru

menghasilkan senyawa-senyawa yang mempunyai aktivitas biologi lebih

tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh Murata (1985) yang membuktikan bahwa

Faktor-II (6,7,4' tri-hidroksi isoflavon) mempunyai aktivitas antioksidan dan

antihemolisis lebih baik dari daidzein dan genistein. Selain itu, Jha (1985)

menemukan bahwa senyawa isoflavon lebih aktif 10 kali dari senyawa

karboksikroman. Hasil akhir dari transformasi isoflavon selama fermentasi

tempe dan potensi pemanfaatanya untuk obat terlihat pada tabel 2.

Transformasi Pembentukan Faktor-II

Faktor-II (6,7,4' tri-hidroksi isoflavon) merupakan senyawa yang sangat

menarik perhatian, karena senyawa ini tidak terdapat pada kedelai dan

hanya terdapat pada tempe. Senyawa ini terbentuk selama proses

fermentasi oleh aktivitas mikroorganisme. Senyawa ini mula-mula

ditemukan kembali oleh Gyorgy (1964) pada ekstrak tepung tempe.

Perkembangan selanjutnya terbukti bahwa Faktor-II tersebut pada kedelai

jumlahnya sangat kecil. Ia merupakan senyawa konjugat/terikat dengan

senyawa karbohidrat melalui ikatan glikosidik. Setelah fermentasi oleh

Faktor-II, akan dibebaskan walaupun jumlahnya sangat kecil.

Faktor-II dipandang sebagai senyawa yang sangat prospektif sebagai

senyawa antioksidan (10 kali aktivitas dari vitamin A atau karboksi kroman

dan sekitar 3 kali dari senyawa isoflavon aglikon lainnya pada tempe)

serta antihemolitik (Jha, 1985). Dengan demikian, karakterisasi

mikroorganisme transforman Faktor-II perlu diteliti. Menurut penelitian

Page 6: Flavonoid Dan Isoflavon

Barz dkk. (1993) biosintesa Faktor-II dihasilkan melalui demetilasi glisitein

oleh bakteri Brevibacterium epidermis dan Micrococcus luteus atau

melalui reaksi hidroksilasi daidzein. Reaksi biosintesa Faktor-II terlihat

pada gambar 1

Biosintesa Senyawa Flavon/Isoflavon

Flavon/isoflavon yang terdiri atas struktur dasar C6-C3-C6, secara alami

disintesa oleh tumbuh-tumbuhan dan senyawa asam amino aromatik fenil

alanin atau tirosin. Biosintesa ini berlangsung secara bertahap dan melalui

sederetan senyawa antara, yaitu asam sinnamat, asam kumarat, calkon,

dan flavon serta isoflavon.

Berdasarkan biosintesa tersebut maka flavon/isoflavon digolongkan

sebagai senyawa metabolit sekunder. Pada umumnya, senyawa metabolit

sekunder disintesis oleh mikroba tertentu dan tidak merupakan kebutuhan

fisiologis pokok dari mikroba itu sendiri, baik untuk pertumbuhan maupun

untuk aktivitas kehidupannya. Meskipun tidak dibutuhkan untuk

pertumbuhan, senyawa metabolit sekunder dapat juga berfungsi sebagai

nutrien darurat untuk mempertahankan hidup. Senyawa metabolit

sekunder biasanya terbentuk setelah fase pertumbuhan logaritmik atau

pada fase stationer, sebagai akibat keterbatasan nutrien dalam medium

pertumbuhannya. Keterbatasan nutrien dalam medium akan merangsang

dihasilkanya enzim-enzim yang berperan untuk pembentukan metabolit

sekunder dengan memanfaatkan metabolit primer guna mempertahankan

kelangsungan hidup. Isoflavon termasuk dalam golongan flavonoid (1,2-

diarilpropan) dan merupakan bagian kelompok yang terbesar dalam

golongan tersebut. Senyawa isoflavon dalam tanaman kacang-kacangan

atau Legummoceae merupakan salah satu karakteristik/sifat yang dapat

digunakan untuk identifikasi/klasifikasi tanaman.

Page 7: Flavonoid Dan Isoflavon

Meskipun isoflavon merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder,

namun ternyata pada mikroba seperti bakteri, algae, jamur, dan lumut

tidak mengandung isoflavon, karena mikroba tersebut ternyata tidak

mempunyai kemampuan untuk mensintesa. Meskipun demikian, mikroba-

mikroba tertentu mampu untuk melakukan transformasi senyawa isoflavon

(Luckner, 1984).

Bioaktivitas dan Struktur

Aktivitas fisiologis senyawa isoflavon telah banyak diteliti dan ternyata

menunjukkan bahwa berbagai aktivitas berkaitan dengan struktur

senyawanya (Oilis, 1962). Aktivitas suatu senyawa ditentukan pula oleh

gugus-gugus yang terdapat dalam struktur tersebut. Dengan demikian,

dengan cara derivatisasi secara kimia dan secara biologis, dapat dibentuk

senyawa-senyawa aktif yang diinginkan. Murakami (1984)

mengemukakan bahwa aktivitas antioksidan ditentukan oleh bentuk

struktur bebas (aglikon) dari senyawa.

Selanjutnya, Hudson (dalam Achmad, 1990) menyatakan bahwa aktivitas

tersebut ditentukan oleh gugus -OH ganda, terutama dengan gugus C=0

pada posisi C-3 dengan gugus -OH pada posisi C-2 atau pada posisi C-5.

Hasil transformasi isoflavon selama fermentasi tempe daidzein, genistein,

glisitein, dan Faktor-II, ternyata memenuhi kriteria tersebut. Sistem gugus

fungsi demikian memungkinkan terbentuknya kompleks dengan logam.

Aktivitas estrogenik isoflavon ternyata terkait dengan struktur kimianya

yang mirip dengan stilbestrol, yang biasa digunakan sebagai obat

estrogenik. Bahkan, senyawa isoflavon mempunyai aktivitas yang lebih

tinggi dari stilbestrol. Oilis (1962) menunjukkan bahwa daidzein

merupakan senyawa isoflavon yang aktivitas estrogenik-nya lebih tinggi

dibandingkan dengan senyawa isoflavon lainnya.

Page 8: Flavonoid Dan Isoflavon

Aktivitas antiinflamasi ditunjukkan oleh gugus C=0 pada posisi C-3 dan

gugus -OH pada posisi C-5 yang dapat membenluk kompleks dengan

logam besi, seperti quersetin. Sedang aktivitas anti-ulser ditunjukkan oleh

struktur gugus -OH yang bersebelahan, seperti pada mirisetin.

Sebagaimana diperlihatkan oleh Graham dan Graham (1991) bahwa

senyawa formononitin dan gliseolin berpotensi untuk membunuh kapang

patogen sehingga berpotensi sebagai senyawa pestisida (biopestisida). Di

atas disebutkan bahwa senyawa isoflavonoida banyak mempunyai

aktivitas biologis. Mekanisme aktivitas senyawa ini dapat dipandang

sebagai fungsi "alat komunikasi" (molecular messenger) dalam proses

interaksi antar sel yang selanjutnya mempengaruhi proses metabolisma

sel atau makhluk hidup yang bersangkutan. Dalam hal ini, dapat secara

negatif (menghambat) maupun secara positif (menstimulasi).

Oilis (1962) memperlihatkan fungsi isoflavon sebagai pengendali

pertumbuhan (hormonal) seperti genistein dan daidzein yang juga

mempunyai sifat estrogenik. Proteksi terhadap makhluk patogen yang

berpotensi untuk membunuh kapang patogen ditunjukkan oleh senyawa

formononitin dan gliseolin (Graham dan Graham, 1991).

Potensi Pemanfaatan Senyawa Isoflavon untuk Kesehatan

Setelah senyawa flavonoida diperkenalkan oleh Gyorgy pada untuk

penyembuhan perdarahan kapiler sub-kutan, senyawa ini makin banyak

diteliti untuk terapi. Dikemukakan pula oleh Mc. Clure (1986) bahwa

senyawa flavonoid yang diekstrak dan Capsicum anunuum serta Citrus

limon juga dapat menyembuhkan pendarahan kapiler sub-kutan.

Mekanisme aktivitas senyawa ini dapat dipandang sebagai fungsi "alat

komunikasi" (molecular messenger) dalam proses interaksi antar sel, yang

selanjutnya dapat berpengaruh terhadap proses metabolisme sel atau

Page 9: Flavonoid Dan Isoflavon

makhluk hidup yang bersangkutan. Dalam hal ini, pengaruh tersebut dapat

bersifat negatif (menghambat) maupun bersifat positif (menstimulasi).

Jenis senyawa isoflavon di alam sangat bervariasi. Di antaranya telah

berhasil diidentifikasi struktur kimianya dan bahkan telah diketahui fungsi

fisiologisnya dan telah dapat dimanfaatkan untuk obat-obatan. Berbagai

potensi senyawa isoflavon untuk keperluan kesehatan antara lain:

Anti-inflammasi

Berbagai senyawa flavonoid telah banyak diteliti dan bahkan beberapa

senyawa sudah diproduksi sebagai obat anti-inflammasi.

Loggia dkk., (1986) mengekstraksi apiginin dan luteolin dari tanaman

Chamomilla recutita yang terkenal mempunyai potensi anti-inflammasi dan

banyak digunakan baik sebagai obat tradisional maupun obat resmi yang

telah diformulasikan oleh industri farmasi. Kedua senyawa flavonoida

tersebut mampunyai aktivitas anti-inflamasi serupa dengan indomethacin,

yaitu jenis obat anti-inflammasi yang telah banyak dipasarkan. Dari hasil

penelitiannya, dapat dicatat pula bahwa senyawa flavonoid tersebut harus

dalam keadaan "bebas" atau aglikon. Artinya, tidak dalam keadaan terikat

dengan senyawa lain, misalnya dalam bentuk ikatan glikosida.

Di samping senyawa flavonoida alami, terdapat pula senyawa flavonoid

sintesis atau semi-sintesis yang berpotensi sebagai obat anti-inflammasi,

yaitu O-ß- hidroksiethil rutin dan derivat quercetin.

Mekanisme anti-inflammasi menurut Loggia, dkk., (1986), terjadi melalui

efek penghambatan pada jalur metabolisme asam arakhidonat,

pembentukan prostaglandin, pelepasan histamin, atau aktivitas "radical

scavenging" suatu molekul. Melalui mekanisme tersebut, sel lebih

terlidung dari pengaruh negatif, sehingga dapat meningkatkan viabilitas

sel. Senyawa flavonoida lain yang dapat berfungsi sebagai anti-inflamasi

Page 10: Flavonoid Dan Isoflavon

adalah toksifolin, biazilin, haematoksilin, gosipin, prosianidin, nepitrin, dan

lain-lain.

Anti-tumor/Anti-kanker

Senyawa flavonoida dan isoflavonoida banyak disebut-sebut berpotensi

sebagai antitumor/antikanker. Proses pembentukan penyakit kanker dapat

dibagi dalam 2 (dua) fase, yaitu fase inisiasi dan fase promosi. Senyawa

flavonoida seperti quercetin dan kaemferol terbukti sebagai senyawa

mutagenik pada sel-sel prokariotik dan eukariotik (Fujiki, dkk., 1986).

Karena sifat inilah maka senyawa-senyawa flavonoida tersebut semula

diduga sebagai inisiator terbentuknya sel tumor. Hal ini berkenaan dengan

realitas bahwa semua inisiator bersifat mutagenik (menyebabkan mutasi

pada DNA atau kerusakan irreversibel). Namun, dugaan tersebut ternyata

salah mengingat tidak terbukti pada tikus. Bahkan, senyawa flavonoida

tersebut terbukti menghambat aktivitas senyawa promotor terbentuknya

tumor, sehingga senyawa-senyawa di atas disebut sebagai antitumor.

Dari sejumlah senyawa flavonoida dan isoflavonoida tersebut, yang

banyak disebut-sebut berpotensi sebagai antitumor/antikanker adalah

genestein yang merupakan isoflavon aglikon (bebas). Potensi tersebut

antara lain menghambat perkembangan sel kanker payudara

(Lamastiniere dkk., 1997) dan sel kanker hati (Hendrich, dkk., 1997).

Penghambatan sel kanker oleh senyawa flavon/isoflavon ini terjadi

khususnya pada fase promosi (Fujiki dkk., 1986).

Genestein yang merupakan salah satu komponen isoflavon tersebut juga

terdapat pada kedelai dan tempe. Penghambatan sel kanker oleh

genestein ini diterangkan oleh Peterson dkk., (1997) melalui mekanisma

sebagai berikut:

Penghambatan pembelahan/proliferasi sel (baik sel normal, sel

yang terinduksi oleh faktor pertumbuhan sitokinin, maupun sel

Page 11: Flavonoid Dan Isoflavon

kanker payudara yang terinduski dengan nonil-fenol atau bi-fenol A)

yang diakibatkan oleh penghambatan pembentukan membran sel,

khususnya penghambatan pembentukan protein yang mengandung

tirosin.

Penghambatan aktivitas enzim DNA isomerase II

Penghambatan regulasi siklus sel

Sifat antioksidan dan anti-angiogenik yang disebabkan oleh sifat

reaktif terhadap senyawa radikal bebas

Sifat mutagenik pada gen endoglin (gen transforman faktor

pertumbuhan betha atau TGFß). Mekanisme ini dapat berlangsung

apabila konsentrasi genestein lebih besar dari 5 µM.

Gambaran umum menunjukkan bahwa yang isoflavon berfungsi sebagai

antikanker adalah suatu realita bahwa di negara-negara ASEAN dan

Jepang di mana konsumsi kedelai relatif tinggi dibandingkan dengan

negara lain, misalnya Amerika dan Australia, penyakit kranker payudara,

kanker prostat, dan uterus lebih rendah.

Anti-virus

Senyawa flavonoid sebagai anti-virus mula-mula diketemukan pada

senyawa quercetin yang berefek "propilaktik" apabila diberikan pada tikus

putih yang terinfeksi intraserebral dengan berbagai lenis virus (Selway,

1986). Pengaruh antivirus apabila dikaitkan dengan strukturnya maka

terlihat adanya korelasi di mana sifat antivirus terutama ditunjukkan oleh

senyawa aglikon. Sebaliknya, senyawa isoflavon dalam bentuk ikatan o-

glikosida tidak mempunyai efek antivirus (eg: rutin dan naringin).

Mekanisme penghambatan senyawa flavonoida pada virus diduga terjadi

melalui penghambatan sintesa asam nukleat (DNA atau RNA) dan pada

translasi virion atau pembelahan dari poliprotein. Percobaan secara klinis

menunjukkan bahwa senyawa flavonoida tersebut berpotensi untuk

Page 12: Flavonoid Dan Isoflavon

penyembuhan pada penyakit demam yang disebabkan oleh rhinovirus,

yaitu dengan cara pemberian intravena dan juga terhadap penyakit

hepatitis-B. Sementara itu, berbagai percobaan lain untuk pengobatan

penyakit liver masih terus berlangsung.

Anti-allergi

Senyawa flavonoida khellin (dimethoxy-methyl-furano-chromone) yang

terdapat pada tanaman Ammi visnaga, telah berhasil diformulasikan

menjadi obat (FPL-670: disodium kromoglikat), antara lain untuk penyakit

asma, rhinitis, konjunctivitis, dan gastro-intestinal (Gabor, 1986).

Aktivitas anti-allergi bekerja melalui mekanisme sebagai berikut:

Penghambatan pembebasan histamin dari sel-sel "mast", yaitu sel

yang mengandung granula histamin, serotinin, dan heparin.

Penghambatan pada enzim oxidative nukleosid-3', 5' siklik

monofosfat fosfodiesterase, fosfatase alkalin, dan penyerapan Ca.

Berinteraksi dengan pembentukan fosfoprotein.

Senyawa-senyawa flavonoid lainnya yang digunakan sebagai anti-allergi

antara lain adalah terbukronil, proksikromil, dan senyawa kromon.

Pengaruh pada Sistem Sirkulasi dan Penyakit Jantung Koroner

Berbagai pengaruh positif isoflavon terhadap sistem peredaran darah dan

penyakit jantung banyak ditunjukkan oleh para peneliti pada aspek yang

berlainan. Hasil penelitian Chen dkk., (1986) menyatakan bahwa isoflavon

dan poli-metoksiflavone yang diekstrak dari tanaman Leguminosa Milletha

riticalata dan Baishinia champiomi yang terikat pada protein, mempunyai

sifat menghambat agregasi platelet (keping-keping sel darah), dilatan

koroner, dann menghambat introphy otot jantung (cardio trophyc)

sehingga dapat memperlancar sistem sirkulasi darah.

Page 13: Flavonoid Dan Isoflavon

Murata dan Ikehata (1968) mengatakan bahwa efek antihemolisis

(pecahnya sel-sel darah merah) dari ekstrak tempe naik berbanding lurus

dengan waktu inkubasi. Hasil ekstraksi tersebut, setelah dikristalisasi dan

diidentifikasi, ternyata mempunyai struktur 6, 7, 4'-trihidroksi isoflavon

(Faktor-II) dengan daya antihemolisis setaraf dengan vitamin E dalam

percobaannya pada darah yang tanpa atau telah diinduksi lebih dulu

dengan asam dialurat.

Di samping aktivitas tersebut, senyawa flavon mempunyai aktivitas

vasodilator yang telah dijual dalam bentuk obat, yaitu Crataegut

(Schwabe) dan Cratylene (Madaus) yang diekstrak dari tanaman Citaegus

oxycantha. Obat lain yang berpotensi pula untuk melancarkan sirkulasi

darah yaitu Tebonin (Schwabe) yang diekstrak dari tanaman Ginko biloba

(Achmad, 1990).

Studi di Universitas Yale menunjukkan bahwa pasien penderita (Osler-

Weber-Rendu atau OWR) dengan diet kedelai hampir dapat

menghentikan perdarahan hidung. OWR adalah penyakit keturunan

dimana pasien menderita perdarahan hidung pada periode tertentu karena

mutasi genetik yang menyebabkan kerusakan protein yang berfungsi

sebagai signal terhadap hormon TGF-ß (transforming growth factor-

betha). Penghentian perdarahan ini dapat diteranngkan melalui fungsi

isoflavon sebagai interface dengan TGF-ß.

Khususnya isoflavon pada tempe yang aktif sebagai antioksidan, yaitu

6,74' tri hidroksi isoflavan, terbukti berpotensi sebagai anti-kontriksi

pembuluh darah (konsentrasi 5 µg/ml) dan juga berpotensi menghambat

pembentukan LDL (low density lipoprotein). Dengan demikian, isoflavon

dapat mengurangi terjadinya arteriosclerosis pada pembuluh darah (Jha,

1985; Jha, 1997).

Page 14: Flavonoid Dan Isoflavon

Pengaruh isoflavon terhadap penurunan tekanan darah dan risiko CVD

(cardio vascular desease) banyak dihubungakan dengan sifat

hipolipidemik dan hipokholesteremik senyawa isoflavon (Teramoto, dkk.

2000).

Estrogen dan Osteoporosis

Estrogen merupakan hormon yang diproduksi terutama oleh ovarium dan

sebagian oleh ginjal pada bagian korteks adrenalis. Dalam tubuh kita

berfungsi antara lain untuk pertumbuhan secara normal, serta untuk

memelihara kesehatan tubuh pada orang dewasa, baik pada wanita

maupun pada pria. Khusus pada wanita, hormon ini peranannya lebih

luas, tidak saja berfungsi sebagai sistem reproduksi, tetapi juga berfungsi

untuk tulang, jantung, dan mungkin juga otak (Barnes dan Kein, 1998).

Pada wanita menjelang menopause, produksi estrogen menurun

sehinngga dapat menimbulkan berbagai gangguan. Untuk itu, perlu

dipikirkan bagaimana mensubstitusi hormon agar fungsi hormonalnya

masih dapat dipertahankan. Dalam keadaan demikian, penggunaan

estrogen yang dikombinasikan dengan progesteron sinttetik (hormon RT)

dapat mencegah proses osteoporosis. Di sisi lain, dikatakan bahwa

estrogen juga dapat mencegah risiko kanker.

Dalam melakukan kerjanya, estrogen membutuhkan estrogen reseptor

(ERs) yang dapat "on/off" di bawah kendali gen pada kromosom yang

disebut _-ER. Beberapa target organ seperti pertumbuhan dada, tulang,

dan empedu bersifat responsif terhadap _-ER ini. Isoflavon, khususnya

genistein, dapat terikat dengan _-ER. Walaupun ikatannya lemah, tetapi

dengan ß-ER mempunyai ikatan sama dengan estrogen.

Senyawa isoflavon terbukti juga mempunyai efek hormonal, khususnya

efek estrogenik. Efek estrogenik ini terkait dengan struktur isoflavon yang

dapat ditransformasikan menjadi equol, dimana equol ini mempunyai

Page 15: Flavonoid Dan Isoflavon

struktur fenolik yang mirip dengan hormon estrogen. Mengingat hormon

estrogen berpengaruh pula terhadap metabolisme tulang, terutama proses

klasifikasi, maka adanya isoflavon yang bersifat estrogenik dapat

berpengaruh terhadap berlangsungnya proses klasifikasi. Dengan kata

lain, isoflavon dapat melindungi proses osteoporosis pada tulang sehingga

tulang tetap padat dan masif.

Anti-kolesterol

Efek isoflavon terhadap penurunan kolesterol telah terbukti tidak saja

pada binatang percobaan seperti tikus dan kelinci, tetapi juga pada

manusia. Efek yang lebih luas terbukti pula pada perlakuan terhadap

tepung kedelai, di mana tidak saja kolesterol yang turun, tetapi juga

trigliserida VLDL (very low density lipoprotein) dan LDL (low density

lipoprotein). Di sisi lain, tepung kedelai dapat meningkatkan HDL (high

density lipoprotein) (Amirthaveni dan Vijayalaksha, 2000). Menurut Zilliken

(1987), Faktor-II (6,7,4' tri-hidroksi isoflavon) merupakan senyawa

isoflavon yang paling besar pengaruhnya.

Mekanisme lain penurunan kolesterol oleh isoflavon diterangkan melalui

pengaruh terhadap peningkatan katabolisme sel lemak untuk

pembentukan energi, yang berakibat pada penurunan kandungan

kolesterol (Sekiya, 2000).

Penutup

Mengingat potensi kandungan isoflavon pada kedelai dan produk-produk

turunannya, maka pengembangan produk dalam bentuk makanan

fungsional/makanan kesehatan dipandang sebagai upaya terobosan yang

mempunyai arti strategis, baik ditinjau dan segi tekno-ekonomi maupun

dan segi kesehatan. Berdasarkan potensi senyawa isoflavon maka

berbagai jenis produk dapat didesain, baik kandungan maupun bentuknya,

sesuai dengan tujuan pembuatan produk. Untuk itu, penelitian terapan

Page 16: Flavonoid Dan Isoflavon

dan investasi diperlukan untuk realisasi pengembangan produk-produk

tersebut.

Sumber :

Suyanto, Pawiroharsono. 2008. Prospek dan Manfaat Isoflavon pada

Kesehatan, Direktorat Teknologi Bioindustri, Badan Pengkajian dan

Penerapan Teknologi.

KOMBINASI TRAIL-QUERCETIN : SEBAGAI JAWABAN ATAS

PERMASALAHAN RESISTENSI PADA SEL KANKER KOLON

By: Nunuk A Nurulita

TRAIL (tumor necrosis factor-related apoptosis-inducing ligand) dapat

menginduksi apoptosis pada sel kanker kolon, tetapi penggunaannya

dibatasi oleh permasalahan resistensi. Terapi kombinasi dibutuhkan untuk

mengatasi permasalahan tersebut. Flavonoid Quercetin digunakan

sebagai kombinasi TRAIL dalam penelitian ini, diharapkan dapat

meningkatkan sensitivitas sel kanker yang resisten terhadap TRAIL,

sehingga terjadi induksi apoptosis lagi. Quercetin dapat menyebabkan

akumulasi DR4 dan DR5 di lipid rafts pada permukaan membrane sel.

Pemberian quercetin sebagai kombinasi TRAIL dapat memfasilitasi

pembentukan death-inducing signaling complex/DISC dan aktivasi

caspases yang merupakan respon dari stimulasi DR. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa quercetin mampu meningkatkan efisiensi terapi

menggunakan TRAIL.

Quercetin telah banyak diteliti sebagai agen kemopreventif pada berbagai

jenis sel kanker, khususnya kanker kolon. Senyawa flavonid ini telah

terbukti mempunyai efek kemopreventif pada proses karsinogenesis yang

diperantarai oleh mutasi gen RAS, melalui mediasi degradasi protein Ras

Page 17: Flavonoid Dan Isoflavon

onkogenik. Quercetin juga mampu mensensitisasi apoptosis oleh CD95

dan meningkatkan efek apoptosis TRAIL melalui defosforilasi Akt.

TRAIL merupakan anggota tumor necrosis factor yang dapat memacu

apoptosis dengan cara membentuk homotrimerik dengan DR4 dan DR5

yang menjadi awal aktivasi signal kematian sel. selanjutnya menarik

protein adaptor, fas-associated death domain sehingga terjadi aktivasi

jalur signal kematian melalui aktivasi procaspase 8 dan 10. selain itu

TRAIL juga dapat berikatan dengan decoy receptor (DcR) tetapi tidak

menimbulkan aktivasi signal kematian sel. penelitian terdahulu

menunjukkan bahwa presentasi  DR4 dan DR5 hanya terdapat pada

permukaan membrane sel kanker, sedang pada sel normal hanya DcR

saja.

Pada penelitian ini digunakan 3 (tiga) jenis sel kanker kolon, yaitu: HT-29,

SW-620, dan Caco-2. HT-29 dan SW-620 merupakan sel

adenokarsinoma, sedangkan Caco-2 adalah sel intermeat adenoma.

Kombinasi TRAIL dengan quercetin tampak memberikan efek sensitisasi

yang siqnifikan pada sel HT-29 dan SW-620. efek yang muncul tampak

sebagai efek sinergis kedua agen yang termanifestasi sebagai potensiasi

efek apoptosis. Sedangkan pada sel Caco-2 hanya memberikan efek

aditif.

Pemberian TRAIL dapat menyebabkan peningkatan ekspresi DR4 dan

DR5, sedangkan pada pemberian quercetin tidak menimbulkan efek

tersebut. Kombinasi antara TRAIL dengan quercetin tidak menunjukkan

adanya efek sinergisme peningkatan ekspresi. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa quercetin tunggal maupun kombinasi tidak berefek

pada ekspresi DR. tetapi pada saat dilakukan konfirmasi pada protein-

protein proapoptosis tampak adanya peranan quercetin dalam memacu

apoptosis baik diberikan tunggal dan semakin nyata pada saat sebagai

kombinasi TRAIL. Protein tersebut yaitu PARP, Bid, t-Bid, Bax, Cyt C, dan

Page 18: Flavonoid Dan Isoflavon

caspase 3. Tetapi data flowcytometry dengan pengecatan Anexin V

menunjukkan pemberian quercetin tunggal belum mampu menginduksi

apoptosis secara signifikan, walaupun pada level protein telah terjadi

nduksi ekspresi beberapa protein proapoptosis.

Gambar 1. Perkiraan mekanisme sensitisasi quercetin pada sel yang

diberi perlakuan TRAIL (von Haefen, C., et al., 2004, Multidomain Bcl-2

homolog Bax but not Bak mediates synergistic induction of apoptosis by

TRAIL and 5-FU through the mitochondrial apoptosis pathway, Oncogene,

23, 8320–8332).

Karena tidak berefek pada ekspresi DR4 dan DR5, maka diduga

quercetimn mempunyai peran pada pembentukan komplek DISC sebagai

respon stimulasi TRAIL. Eksperimen dengan metode imunopresipitasi dan

wester blot menunjukkan bahwa quercetin memacu pembentukan agregat

DR4 dan DR5 pada permukaan membrane sel, yang selanjutnya menarik

FADD dan procaspase 8 pada komplek tersebut. Penelitian terbaru

menunjukkan bahwa bagian plasma membrane yang banyak

mengandung kolestrol dan glikospingolipid (Lipid rafts) mempunyai peran

Page 19: Flavonoid Dan Isoflavon

dalam inisiasi kematian sel yang diinduksi DR. quercetin terbukti mampu

menginduksi akumulasi DR4 dan DR5 dengan mekanisme redistribusi

pada lipid rafts tersebut.

Redistribusi DR4 dan DR5 oleh quercetin tunggal pada plasma membrane

belum cukup untuk memacu kematian sel, tetapi mempunyai kontribusi

yang sangat berarti dalam mensensitisasi sel kanker terhadap TRAIL.

Efek induksi apoptosis kombinasi TRAIL dengan quercetin tampak

mengaktifkan 2 (dua) jalur signaling dari apoptosis jalur eksternal, yaitu

aktivasi procaspase 8 mengaktivasi caspase efektor memacu apoptosis,

dan caspase 8 menyebabkan pemotongan Bid menjadi bentuk aktif t-Bid,

yang dapat menginduksi pelepasan Cytocrome C dan aktivasi caspase 9,

7, dan 3.

Kombinasi TRAIL dan quercetin menghasilkan efek sinergisme dalam

induksi apoptosis sel kanker kolon melalui aktivasi jalur intrinsic

(mitokondia) dan ekstrinsik (death receptor). Data penelitian ini dapat

digunakan sebagai dasar usulan terapi kombinasi TRAIL-quercetin

sebagai solusi dari permasalahan resistensi TRAIL pada sel kanker kolon.