Fly Ash Dalam Semen

Embed Size (px)

Citation preview

Fly Ash dalam SemenMateri-materi mengenai pengaruh kandungan Fly Ash dalam semen

Sabtu, 04 September 2010Fly Ash dalam SemenHy guys.... salam blogger. Baiklah sebelumnya saya dihadapkan pada sebuah pilihan, tujuannya satu yaitu membuat blog, tetapi yang menjadi plihan adalah tema yang akan saya bahas di blog saya ini.

Ada 3 Pilihan, pertama mengutip suatu materi dari webpage lain dan memasukkannya di blog ini dengan sedikit modifikasi (mobil kalee mas). Kedua membuat isi blog ini asal-asalan, yang penting jadi (enak amat), Ketiga membuat blog yang didalamnya terdapat informasi yang bisa membantu orang lain dalam mencapai tujuannya. hayoo gan pilih yang mana???? yang pilih ketiga kelihatan sok jadi superhero tuh. hha

Nah kan sudah pilih opsi yang ketiga, sekarang tinggal informasi apa yang kita masukkan, (*yah tentu saja informasi yang kita ketahui dan kita kuasai lah). Kebetulan background saya di bidang Kimia membuat saya memilih informasi ini, pengalaman saya di lapangan membuat saya berani mengulas materi ini (al4y am4t daH), saya juga mempunyai hak cipta dalam materi ini karena pembuat laporannya sendiri adalah satu-satunya orang.yang menautkan blog ini dengan situs jejaring sosialnya. hha Informasi yang saya berikan mungkin tak selengkap dengan file originnya, ini karena menyangkut aset dan kerahasiaan suatu perusahaan. OK, Here We Go

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kemajuan zaman yang sangat pesat menuntut adanya kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebagai faktor penggerak utama, khususnya dalam memasuki pasar global. Salah satu contoh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah dengan adanya pembangunan. Salah satu contoh kebutuhan manusia sebagai dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah diantaranya mengenai semen. Manusia membutuhkan bangunan yang memiliki kekuatan menahan tekanan dan dapat dibuat sesuai selera baik sebagai tempat untuk beristirahat maupun untuk beraktifitas lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan ini maka diperlukan bahan perekat, dalam hal ini semen. Semen merupakan suatu perekat anorganik yang dapat merekatkan bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan massa yang kokoh dan dapat membentuk suatu bangunan dengan berbagai macam model. Kemampuan semen sebagai perekat ini merupakan contoh konkrit perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dengan perlakuan tertentu bahan-bahan dari alam ( tanah liat dan batu serta bahan-bahan pembantu lainnya ) dicampur dengan komposisi tertentu sehingga membentuk semen. Seiring dengan bertumbuhkembangnya industri semen yang dipacu oleh pertumbuhan pembangunan maka semakin banyak pula industri semen yang ada di dunia. Tak dapat dihindari pertumbuhan industri semen ini akan berdampak bagi lingkungan, khususnya mengenai limbahlimbah industri yang akhir-akhir ini mendapatkan perhatian pemerintah. Oleh karena itu pemerintah berusaha mengembangkan industri yang ramah lingkungan dan mengembangkan penelitian dalam penggunaan dan peningkatan daya guna limbah industri serta pemanfaatan sumber daya alam sebaik mungkin.

Masalah yang ditimbulkan dari adanya industri semen bukan hanya dari emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari berbagai proses, juga sumber daya alam yang terbatas. Alam tidak selamanya dapat menyediakan bahan baku yang dibutuhkan. Untuk itu penggunaan sumber daya alam harus seefektif mungkin. Demi mengurangi emisi CO2 dari pabrik semen, yaitu melalui produksi semen jenis baru yaitu blended hydraulic cement jenis Portland Composite Cement PCC (semen portland komposit). Semen komposit mulai diluncurkan tahun 2005, sejalan dengan mulai dilaksanakannya proyek CDM (Clean Development Mechanism Mekanisme Pembangunan Bersih) PT. Semen Tonasa (Persero) yang disebut sebagai Proyek Blended Cement, dalam rangka partisipasinya sebagai warga dunia untuk menurunkan pemanasan global. Sumber daya alam yang digunakan dalam proses pembuatan semen merupakan sumber daya alam yang tak dapat diperbaharui. Sebagai perusahaan yang bijak, penggunaan sumber daya ini harus secara efisien tanpa mengurangi kualitas dari hasil produksi yang dihasilkan. Untuk itu pemilihan sumber daya yang tepat dinilai penting untuk produktivitas perusahaan. Tetapi tidak selamanya alam memberikan sumber daya dengan komposisi sesuai keinginan. 1.2. Identifikasi Masalah Batubara merupakan salah satu bahan bakar yang digunakan dalam proses pembuatan klinker (bahan campuran pembentuk semen) dalam kiln. Untuk memenuhi komposisi klinker sesuai yang ditargetkan diperlukan pengaturan komposisi kiln feed. Kandungan ash yang merupakan sisa pembakaran batubara dalam kiln yang bersifat pozzolan dapat mempengaruhi kualitas klinker yang dihasilkan. Dengan menggunakan komposisi yang tepat antara batubara dan kiln feed dapat menghasilkan klinker yang berkualitas.

Untuk itu pemilihan batu bara yang tepat dan pengaturan komposisi kiln feed dapat menjaga target kualitas dari klinker. 1.3. Batasan Masalah Data ash batubara yang digunakan sebagai bahan analisa terdiri dari 12 variabel dengan kandungan yang berbeda. Metode yang digunakan sebagai bahan analisa hanya terbatas pada penetapan batubara.

BAB III LANDASAN TEORI

3.1.

TEORI SEMEN

3.1.1. Sejarah Semen dan Perkembangan Semen Kata semen berasal dari bahasa latin Caementum yang artinya perekat. Semen sudah dikenal sejak zaman dahulu kala yang dibuat dari kalsinasi kapur yang tidak murni oleh bangsa Mesir untuk konstruksi pyramid. Orang Yunani dan Romawi menggunakan slug vulkanik yang berasal dari gunung merapi yang letaknya dekat Vonselly disekitar gunung Visivius yang dicampur kapur gamping (Quicklime) dan gipsum sebagai semen, dan diberi nama Pozzoluoana/ Pozzolan Cement.

No 1

Nama Penemu John Smeaton

Tahun 1756

Kebangsaan Inggris

Hasil Temuan Hydraulic Cement dan memakai bahan membangun tersebut kembali untuk gedung

Eddystone Light House.

2

Joseph Parker

1796

Kent(Inggris)

Butiran-butiran (septaria) dari batu kapur yang dipakai untuk memproduksi semen. Memproduksi semen dari butiran

1802 4 5 Edgar Dobbs L.J Vicat 1810 1813

Prancis Inggris Prancis

(nodule). Membuat semen dari batu kapur. Membuat semen yang tahan air, harus ditambahan batuan yang mengandung alumina silika yang mempunyai komposisi tertentu.

6

James frost

1822

Inggris

Mulai membuat semen dari batu kapur dan tanah liat.

7

Joseph Aspidin

1824

Inggris

Membuat semen modern yang terbuat dari batu kapur dan tanah liat setelah melalui proses

pembakaran. 8 James Frost 1825 Swancombe Mendirikan pabrik Semen

Portland yang pertama berdiri di Inggris. 1855 Pennsylavia Mendirikan pabrik semen

Portland di Belgia dan Jerman 9 David O. Saylor 1850 Pennsylavia Menemukan Semen Alam

(Natural Cement) yang berupa

batuan semen yang mengandung alumina silika dan diproduksi dengan tungku tegak di USA dan lebih kuat dari pada Hidroaulic Cement 1871 Pennsylavia Memproduksi Semen Portland di USA. 1875 Memproduksi Semen Portland di Jepang. 10 Frederick Ransome 1885 Memperkenalkan Rotary Kiln dalam semen tekhnologi dengan pembuatan kapasitas

produksi 50 ton Klinker per hari. Panjang Kilnnya adalah 25 meter dengan diameter 2 meter.

Pada tahun 1824, Joseph Aspidin (Inggris) yang mendapat hak paten pertama kali atau proses pembuatan semen hasil penemuannya. Aspidin melakukan proses kalsinasi sampai tingkat tertentu terhadap campuran batu kapur dan tanah liat. Semen ini dinamakan Portland karena Beton yang dibuat dengan semen ini sangat menyerupai batuan-batuan alam yang terdapat di pulau Portland, Inggris. Di Indonesia pabrik semen pertama yaitu: Sumatera Portland Werk didirikan di Indarung, Padang dan Sumetera Barat. Pada tahun 1910 kemudian menyusul di Gresik, Jawa Timur dan

pada tahun 1957 disusul dengan berdirinya pabrik Semen Tonasa, Sulawesi Selatan dan pada tahun 1968, pabrik Semen Cibinong dan Indocement pada tahun 1975, Semen Bosowa pada tahun 1998 dan pabrik semen lainnya, sehingga saat ini di Indonesia terdapat 10 pabrik semen dengan kapasitas terpasang 27,5 juta ton pertahun. 3.1.1. Defenisi dan Jenis-Jenis Semen Portland A. Semen dapat didefenisikan sebagai berikut : Secara umum semen merupakan suatu bahan perekat yang dapat menyatukan benda padat menjadi satu kesatuan yang kokoh,yang terdiri dari senyawa oksida Calsium dengan oksida Silika. Semen umumnya berbentuk tepung dengan warna, jenis dan type semen bermacammacam tergantung dari jenis bahan penyusunan serta kegunaan dalam konstruksi bangunan Jika dalam pemakaiannya harus ditambah air, maka semen disebut semen hidrolis. Semen adalah perekat suatu yang berbentuk halus jika ditambahkan air akan terjadi reaksi hidrasi dan dapat mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan massa yang kokoh. B. Adapun jenis-jenis semen antara lain sebagai berikut: 1. Semen Portland Menurut SNI No. 15-2049 tahun 1994, semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen Portland yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa yang biasa adalah gypsum (CaSO4.2H2O) dan boleh ditambahkan bahan tambahan lain. Menurut SNI No. 15-2049 tahun 1994, semen Portland diklasifikasikan dalam 5 (lima) jenis sebagai berikut : Tipe I (Ordinary Portland Cement)

Ordinary Portland Cement adalah Semen Portland yang dipakai untuk segala macam kontruksi apabila tidak diperlukan sifat-sifat khusus, misalnya ketahanan terhadap sulfat, panas hidrasi, dan sebagainya. Ordinary Portland Cement mempunyai C3S 59,3%, C2S 17%, C3A 8%, C4AF 11,9% dan komposisi limit sebgai berikut : Tabel 3.3. Komposisi limit Semen Tipe I Oksida Komposisi 62.0 % Berat 20.5 5.5 3.9 5.3 2.8 CaO SiO2 Al2O3 Fe2O3 MgO SO3

Tipe II (Moderat Heat Portland Cement) Moderat Heat Portland Cement dalah Semen Portland yang dipakai untuk segala macam kontruksi yang memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang, biasanya digunakan untuk daerah pelabuhan dan bangunan sekitar pantai, batasan kandungan sulfat yang direkomendasikan (sebagai SO3) adalah 0,8 0,17 ppm unti ground water,125 ppm unit tanah. Moderat Heat Portland Cement mempunyai C3A 8%, C4AF 11,9% dan komposisi limit sebagai berikut : Tabel 3.4. Komposisi limit Semen Tipe II Oksida Komposisi 66.0 % Berat 21.5 5.5 3.9 5 2.7 CaO SiO2 Al2O3 Fe2O3 MgO SO3

Tipe III (High Early Portland Cement)

High Early Portland Cement dalah Semen Portland yang dipakai untuk keadaan-keadaan darurat dan dipakai pada pengecoran untuk keadaan khusus musim dingin, juga dipakai untuk produksi beton tekan. Semen tipe III ini mempunyai kandungan C3S lebih tinggi dibanding semen tipe lainnya sehingga lebih cepat mengeras dan lebih cepat mengeras dan lebih cepat mengeluarkan kalor juga mempunyai pengembangan kekuatan awal tinggi. High Early Portland Cement mempunyai C3S 35%, C2S 40%, C3A 15%, dan komposisi limit sebagai berikut : Tabel 3.5. Komposisi limit Semen Tipe III Oksida Komposisi 65 % Berat 20 4 0.55 6 4 CaO SiO2 Al2O3 Fe2O3 MgO SO3

Tipe IV (Low Heat Portland Cement) Low Heat Portland Cement adalah Semen Portland yang dipakai untuk bangunan dengan panas hidrasi rendah misalnya pada bangunan besar dan tebal, baik sekali untuk mencegah keretakan. Semen tipe IV ini mempunyai kandungan C3S dan C3A lebih rendah tetapi belite (C2S ) lebih banyak dibanding OPC. Sehingga beton yang dibuat dari semen ini mempunyai sifat : Panas hidrasi rendah, sehingga cocok untuk concerate construction. Kuat tekan awal rendah, tetapi kuat tekan akhir hampir sama dengan OPC tahan terhadap sulfat. Low Heat Portland Cement mempunyai C3S 35%, C2S 40%, C3A 7%, dan komposisi limit sebagai berikut Tabel 3.6. Komposisi limit Semen Tipe IV Oksida Komposisi CaO 63 SiO2 21 Al2O3 5 Fe2O3 6.5 MgO 6 SO3 2.3

% Berat

Tipe V (Sulfate Resistance Portland Cement) Sulfate Resistance Portland Cement adalah Semen Portland yang mempunyai kekuatan tinggi terhadap sulfat dan mempunyai kandungan C3A lebih rendah dibandingkan semen tipe lainnya. Sering digunakan untuk bangunan di daerah dengan kadar sulfat. (sebagai SO3) tinggi yaitu 0,17 1,67 ppm until ground water,125 1250 ppm unit tanah. Sulfate Resistance Portland Cement mempunyai C3A 5%, dan komposisi limit sebagai berikut : Tabel 3.7. Komposisi limit Semen Tipe V Oksida Komposisi 65 % Berat 21 5 6.5 6 2.3 CaO SiO2 Al2O3 Fe2O3 MgO SO3

Semen Turunan dari Semen Portland Semen Non Portland terdiri atas :

a. Semen Portland Pozzoland Pozzoland adalah bahan yang mengandung senyawa silica dan alumina dimana bahan pozzoland itu sendiri tidak mempunyai sifat seperti semen, akan tetapi dalam bentuknya yang halus dan dengan adanya air, maka senyawa-senyawa tersebut akan bereaksi membentuk kalsium aluminat hidrat yang bersifat hidraulis 3CaO.Al2O3 + H2O 3CaO.Al2O3. 3H2O

Semen Portland Pozzolan merupakan suatu bahan pengikat hidraulis yang dibuat dengan menggiling bersama-sama terak semen Portland dan bahan yang bersifat pozzoland, atau

mencampur secara merata bibuk semen Portland dan bubuk bahan lain yang mempunyai sifat pozzoland. Bahan pozzoland ditambahkan besarnya antara 15-40% b. Portland Blast Furnace Slag Cement Portland Blast Furnace Slag Cement adalah semen yang dibuat dengan cara menggiling campuran klinker semen Portland dengan kerak dapur tinggi (Blast Furnace Slag) secara homogen. Semen Non Portland Semen Alam (Natural Cement) Semen Alam merupakan semen yang dihasilkan dari proses pembakaran batu kapur dan tanah liat pada suhu 850 1000 oC yang dibuat didalam tungku putar maupun gerak, kemudian tanah yang dihasilkan digiling menjadi semen halus. Semen Alumina Tinggi Semen Alumina Tinggi pada dasarnya adalah suatu semen kalsium aluminat yang dibuat dengan melebur campuran batu gamping, bauksit, dan bauksit ini biasanya mengandung oksida besi, silica, magnesia, dan ketakmurnian lain. Cirinya terhadap air laut dan air yang mengandung sulfat lebih baik. Semen Sorel Semen Sorel adalah semen yang dibuat melalui rekasi eksotermik larutan magnesium klorida terhadap suatu ramuan magnesia yang didapat dari kalsinasi magnesit dan magnesia dari larutan garam. 3MgO + MgCl2 + 11 H2O 3MgO.MgCl2 .11 H2O

Semen Sorel mempunyai sifat yang keras dan kuat, mudah terserang air dan sangat korosif. Penggunaaanya terutama sebagai lantai, dan sebagai dasar pelantai dasar seperti ubin atau teras.

3.1.3. Komponen Penyusun Semen A. Bahan Baku Semen Pada prinsipnya Bahan Baku utama dalam proses pembuatan semen hanya ada 2 yaitu batu kapur dan tanah liat sebab semua senyawa senyawa utama dalam semen berasal dari kedua bahan tersebut. Bila digunakan bahan lainnya, maka bahan tersebut hanya sebagai bahan pengoreksi komposisi saja. 1. Batu Kapur Batu Kapur merupakan sumber utama senyawa Kalsium. Batu kapur murni umumnya merupakan kalsit atau aragonite yang secara kimia keduanya dinamakan CaCO3. Senyawa Karbonat dan Magnesium dalam batu Kapur umumnya berupa dolomite (CaMg(CO3)2. Dalam proses pembuatan Semen, CaCO3 akan berubah menjadi oksida Kalsium (CaO) dan dolomite berubah bentuk menjadi kristal oksida magnesium (MgO) bebas (Periclase) yang dapat merendahkan mutu semen yang dihasilkan, sebab jika jumlah MgO bebas melebihi 5% (berdasarkan SNI No. 15-2049 tahun 2004) maka bangunan yang menggunakan semen tersebut hasilnya akan pecah pecah. 2. Tanah Liat Tanah Liat merupakan sumber utama senyawa silikat. Disamping itu, juga merupakan sumber senyawa senyawa penting lainnya seperti senyawa besi dan alumina. Dalam jumlah amat kecil kadang kadang juga didapati senyawa senyawa alkali (Na dan K) yang dapat mempengaruhi mutu semen. Senyawa-senyawa tersebut diatas dalam tanah liat umumnya terdapat dalam bentuk kelompok-kelompok mineral, seperti : 1) Kelompok kaolomit (Al2O3.2SiO2.2H2O) terdiri dari kaolinit dickit, rakit dan alloysit. 2) Kelompok montmorillonit terdiri dari :

a) Montmorillonit b) Nontronit c) Saponit

= Al2O3.4SiO2.H2O + NH2 = (Al2,Fe)2O3.3SiO2. NH3 = 2MgO. 3SiO2. NH2

3) Kelompok illit, K2O. MgO. Al2O3. SiO2 Selain mineral-mineral tersebut diatas, dalam tanah liat sering dijumpai juga SiO2 bebas dalam bentuk kuarsa, kalsit, pirit dan lemonit. B. Bahan Baku Korektif Bahan Baku korektif adalah bahan baku yang dipakai hanya apabila pada pencampuran bahan baku utama komposisi oksida oksidanya belum memenuhi persyaratan secara kualitatif dan kuantitatif. Pada umumnya, bahan baku korektif yang digunakan mengandung oksida silika, oksida alumina dan oksida yang diperoleh dari pasir Silika (Sand), Tanah Liat (Clay), dan Pasir Besi/Iron ore/ pyrite cinder. Misalnya, kekurangan: CaO : bisa ditambahkan limestone, Marble (90% CaCO3). Al2O3: bisa ditambahkan tanah liat SiO2 : bisa ditambahkan quatz dan sand Fe2O3: bisa ditambahkan pasir besi, pyrite : Digunakan sebagai pengoreksi kadar SiO2 yang rendah dalam tanah liat : Digunakan sebagai pengoreksi kadar Fe2O3 atau pengoreksi perbandingan antara Al2O3 dan Fe2O3. : Digunakan sebagai pengkoreksi kadar Al2O3 yang rendah dalam tanah liat.

a) Pasir Silika

Pasir Besi

Bauksit

Pada PT. Semen Tonasa bahan koreksi yang digunakan adalah pasir silika dan pasir besi. Gypsum juga biasanya ditambahkan sebagai bahan tambahan setelah terbentuk klinker. 3.1.4. Fungsi Senyawa Kimia Dalam Bahan Baku Jika dinyatakan dalam bentuk oksidanya, ada 7 senyawa kimia penting yang terdapat dalam bentuk bahan baku. Senyawa kimia tersebut adalah sebagai berikut: 1. Oksida Kalsium (CaO) Sumber utama oksida kalsium adalah CaCO3 dalam batu kapur. Dalam proses semen CaO merupakan oksida terpenting, sebab disamping merupakan senyawa terbesar jumlahnya juga merupakan senyawa bereaksi dengan senyawa-senyawa silikat, aluminat dan besi membentuk senyawa-potensial penyusun senyawa semen. CaO dalam batu kapur tidak semuanya berikatan membentuk mineral potensial biasanya tidak berikatan dengan senyawa lain yang biasa disebut CaO bebas. 2. Oksida Silica (SiO2) SiO2 terutama diperoleh dari peruraian mineral-mineral kelompok montmorillonit yang berasal dari tanah liat. Disamping itu juga SiO2 bebas yang berasal dari pasir silika. Dalam semen, SiO2 selalu terdapat dalam keadaan berikatan dengan CaO. 3. Oksida Alumunium (Al2O3) Al2O3 juga terdapat di dalam tanah liat yaitu pada kelompok mineral nontronik, bersama CaO merupakan oksida pembentuk mineral potensial kalsium alumina, bersama CaO dan Fe2O3 akan membentuk senyawa alumina ferri. Al2O3 berperan sebagai fluks (penurunan titik leleh) campuran bahan-bahan baku. 4. Oksida ferrum (Fe2O3)

Fe2O3 juga terdapat dalam tanah liat yaitu dalam kelompok mineral kaolonit. Bersamasama CaO dan Al2O3, Fe2O3 akan bereaksi membentuk senyawa alumina ferrit. Selain berperan dalam reaksi pembentuk mineral potensial juga berperan sebagai fluks. 5. Oksida Magnesium (MgO) MgO terutama diperoleh dari peruraian dolomite (CaCO3) kadang-kadang MgO bisa juga berasal dari mineral-mieneral tanah liat. MgO tidak berfungsi sebagai salah satu mineral potensial sebab dalam proses pembuatan semen, MgO tidak bereaksi dengan oksida-oksida lainnya. Peranannya hanya sebagai fluks dan pewarna semen. 6. Oksida alkali (Na2O dan K2O) Oksida alkali umumnya berasal dari dekomposisi mineral-mineral tanah liat yaitu kelompok illit dan jumlahnya relative kecil. Oksida alkali bukan merupakan pembentuk mineral potensial tetapi sebagai fluks saja. 7. Oksida belerang (SO3) Oksida belerang dalam semen terutama diperoleh dari penambahan senyawa CaSO4.2H2O. Selain itu ada juga SO3 yag berasal dari bahan bakar yang digunakan dalam proses pembuatan semen. Senyawa oksida belerang sama sekali tidak berpengaruh dalam pembentukan mineral potensial penyusun semen, tetapi fungsinya terutama pada pemakaian semen. 8. Oksida Fosfar (P2O5) Umumnya kandungan P2O5 pada semen tidak lebih dari 0,2%. Adanya P2O5 dapat memperlambat pengerasan semen, karena turunnya kadar C3S dimana terbentuk P2O5 dan CaO. Kadar P2O5 yang tinggi dapat menyebabkan unsoundness karena terbentuknya kapur bebas pada P2O5 2,5%. 3.1.5. Fungsi Senyawa Utama Semen

Senyawa senyawa utama semen (mineral mineral potensial/penyusun semen adalah: 1. Trikalsium Silikat (C3S). Merupakan komponen penentu utama kekuatan awal semen. Hal ini disebabkan karena selain jumlah yang besar, reaksi hidrasinya juga berlangsung cepat. Pemuaian C3S lebih kecil dibanding dengan C3A tetapi lebih besar bila dibanding dengan C4AF. Panas Hidrasi yang ditimbulkan oleh C3S adalah kedua terbesar setelah C3A. 2. Dikalsium Silikat (C2S). Merupakan Komponen penentu kekuatan akhir semen. Reaksi Hidrasinya yang lambat menyebabkan pengembangan kekuatan juga berlangsung lambat, yakni baru terlihat 28 hari setelah pengikatan. Seperti C3S, C2S juga tidak memberi pengaruh yang berarti pada pemuaian semen. Panas hidrasinya adalah yang terendah dibandingkan dengan komponen-komponen lainnya. 3. Trikalsium Aluminat (C3A). Merupakan komponen yang sangat menentukan ketahanan semen terhadap senyawasenyawa sulfat. Makin rendah kadar C3A dalam semen, makin tahan semen terhadap serangan sulfat. Reaksi hidrasi C3A merupakan sumber panas terbesar diantara reaksi hidrasi senyawasenyawa lainnya. 4. Tetrakalsium Aluminoferrit (C4AF) C4AF hampir tidak berpengaruh terhadap kekuatan semen.Panas hidrasi yasng ditimbulkan C4AF rendah,hanya sekitar 420 joule per gram.C4AF merupakan komponen yang menentukan warna semen.Nilai C4AF dapat dihitung menurut persamaan sebagai berikut: C4AF = 3,043.Fe2O3 3.1.6. Senyawa yang tak diinginkan di dalam semen (Negative Component)

Negative komponen adalah senyawa-senyawa yang tidak dengan sengaja ditambahkan atau terbentuk dalam proses dan menimbulkan pengaruh-pengaruh yang tidak menguntungkan, baik pada proses pembuatan semen maupun dalam pemakaian semen. 1. Pada proses pembuatan semen Beberapa senyawa yang dapat menimbulkan gangguan-gangguan dalam proses pembakaran terak antara lain: 1. Alkali Sebagian besar senyawa alkali berasal dari bahan baku tanah liat ataupun dari bahan bakar, khususnya batu bara. Pada suhu sekitar 800 1000o C, senyawa alkali dalam raw mill yang masuk ke dalam tanur putar mulai menguap. Uap alkali ini akan bereaksi dengan gas-gas CO3 (baik dari bahan baku atau dari bahan bakar), CO2 dan klorida membentuk senyawa-senyawa alkali sulfat (Na2SO4 dan K2SO4), alkali karbonat (Na2CO3 dan K2CO3) dan alkali klorida (NaCl dan KCl). Tetapi pada suhu dibawah 7000C sebagian besar garam-garam alkali yang terbentuk akan mengembun dan cairannya akan menempel pada butir-butir umpan tanur membentuk bahan yang bersifat sticky (terutama alkali sulfat dan klorida). Bahan yang sticky ini dapat menempel pada dinding preheater, sebagian akan ikut terbawa debu meninggalkan preheater dan sebagian lagi terbawa kedalam tanur putar. 2. Belerang Seperti halnya alkali, senyawa-senyawa belerang kebanyakan berasal dari bahan baku tanah liat ataupun bahan bakar yang digunakan. Dalam bahan bakar, senyawa belerang umumnya berupa senyawa pirit dan markasit (FeS2) dengan kadar 0,1 % dinyatakan sebagai SO3. Bahan bakar sendiri, khususnya minyak bunker-C mengandung senyawa belerang dalam bentuk senyawa merasptan (RSH), tiopen (C4H4S) dan lain-lain. Jika jumlah SO3 cukup banyak, maka

kelebihan gas SO3 akan bereaksi dengan kalsium karbonat (CaCO3) umpan tanur di preheater membentuk senyawa CaSO4. Senyawa ini kemudian masuk ke dalam tanur bersama lainnya, dan sesampainya di burning-zone sebagian akan terurai. CaSO4 CaO + SO3

SO3 yang terbentuk akan menambah atau meningkatkan sirkulasi belerang. Sebagian CaSO4 lainnya akan terbawa keluar bersama terak. Anhidrat CaSO4 ini daya larutnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan daya larut gypsum, sehingga terak dapat berfungsi sebagai pengatur waktu pengikatan semen. Selain itu, adanya anhidrat CaSO4 menyebabkan jumlah gypsum yang ditambahkan pada penggilingan terak menjadi berkurang. Persyaratan kadar maksimum SO3 total bukan hanya berasal dari gypsum saja, lebih dari setengah jumlah belerang yang masuk ke dalam proses keluar bersama terak dengan kadar 0,1 0,5 % jika dinyatakan sebagai SO3. 3. Klorida Kadar senyawa klorida dalam umpan tanur bervariasi antara 0,001 0,10 %, sedangkan dalam debu bahan bakar batu bara berkisar 0,4 %. Seperti yang telah dijelaskan di atas, senyawa klorida bereaksi dengan senyawa alkali dalam tanur putar membentuk senyawa alkali klorida. Senyawa ini keluar dari tanur bersama gas hasil pembakaran, dan kemudian mengembun di preheater. Embun alkali klorida bersama umpan tanur masuk kembali kedalam tanur, dan sesampainya di burning-zone hampir semuanya teruapkan, karena pengembunan alkali klorida di preheater cukup sempurna maka senyawa ini akan selalu bersirkulasi ( naik-turun) antara burning-zone dan preheater dengan jumlah yang semakin lama semakin banyak. Coating yang terbentuk di preheater makin lama makin banyak. Untuk mencegah gas ini, sebagian gas tanur (10 25 %) di by-pass dapat diperlukan bila kadar senyawa klorida dalam

raw mix melebihi 0,015%. coating adalah massa padat yang terbentuk dan menempel pada suatu permukaan bahan karena adanya daya tarik-menarik antara massa dengan bahan bahan. 2. Pada pembakaran semen

1. Kapur bebas (free lime)

Kapur bebas yang terdapat dalam terak atau semen adalah CaO yang tidak bersenyawa atau berikatan dengan oksida-oksida lainnya, SiO2, Al2O3 dan Fe2O3. adanya kapur bebas disebabkan oleh 2 hal sebagai berikut: a. Jumlah kapur yang digunakan berlebihan dengan kebutuhan untuk bereaksi dengan SiO2, Al2O3, dan Fe2O3.

b. Reaksi yang berlangsung dalam tanur putar kurang sempurna. Walaupun CaO sesuai dengan kebutuhan, tetapi tidak dapat bersenyawa dengan oksida-oksida SiO2, Al2O3, dan Fe2O3. Seperti telah diketahui, proses pembakaran dalam tanur putar berlangsung pada suhu yang tinggi dari suhu disosiasi CaCO3 (896 0C lalu CaO hasil disosiasi dibakar keras (hard-bund). Disamping itu CaO mengkristal dan tercampur bersama kristal-kristal materi lainnya (intercristallised). Kedua kejadian ini menyebabkan CaO yang dihasilkan lambat bereaksi dengan air. Pada waktu semen digunakan, selain reaksi hidrasi senyawasenyawa mineral potensial juga terjadi hidrasi CaO bebas.

CaO + H2O

Ca(OH)2

Reaksi hidrasi berlangsung lambat sekali, baru selesai pada waktu pengikatan akhir semen sudah terlampaui. Padahal Ca(OH)2 yang terbentuk mempunyai volume lebih besar dari CaO.

Pertambahan volume ini (ekspansi) terjadi pada saat semen sudah tidak plastis lagi. Akibatnya timbul keretakan yang dapat merendahkan mutu semen. 2. Magnesium Oksida, MgO (periclase). Dalam tanur MgCO3 yang terdapat dalam umpan akan terdisosiasi menurut reaksi: MgCO3 MgO + CO2

MgO yang terbentuk tidak bereaksi dengan oksida-oksida utama seperti SiO2, Al2O3, dan Fe2O3, sebagian akan terlarut dalam mineral-mineral potensial terak sebagian lagi membentuk kristal perisicle. Seperti halnya CaO bebas, perisicle juga terkena hard-bund. Akibat reaksinya perisicle dengan air berjalan sangat lambat dan pada suhu kamar akan berlangsung terus dalam jangka waktu setahun. Pertambahan volume akibat terbentuknya Mg(OH)2, seperti halnya Ca(OH)2 akan menyebabkan keretakan-keretakan (cracking) pada semen yang digunakan. Bentuk relative senyawa-senyawa silikat yang relatif dalam agregant, akan bereaksi dengan senyawa-senyawa alkali semen. Hasil reaksi berupa gel alkali silikat dapat menyebabkan terjadinya pemuaian ataupun keretakan-keretakan pada beton. Proses pemuaian ini berlangsung lambat dan pengaruhnya baru terlihat dalam jangka waktu 1 tahun. 3.1.7. Proses Pembuatan Semen Proses pembuatan semen ada 2 (dua) macam yaitu: A. Proses Basah Disebut proses basah karena campuran bahan baku mulai dari proses penggilingan sampai masuk ke dalam tanur putar berupa luluhan dengan kadar air sekitar 30-40%. Adapun keuntungan dari proses basah : Komposisi umpan sangat homogen Debu yang keluar sangat sedikit

-

Peralatan untuk feeding, sampling, penyimpanan, transport bahan dan alat untuk homogenisasi lebih murah. Adapun kerugian dari proses basah :

-

Banyak memerlukan air Sangat korosif dipipa-pipa, digrinding media dan rantai kiln Kebutuhan bahan bakar relative banyak Kiln yang digunakan sangat panjang

B. Proses kering Disebut proses kering karena campuran bahan baku mulai dari proses penggiling sampai masuk ke dalam tanur putar ( Raw Mill) dengan kadar air kurang dari 1%. Adapun keuntungan dari proses kering yaitu : - Pemakaian kalori bahan bakar rendah (700-800 kkal/kg klinker) - Tanpa putar lebih pendek Adapun kerugian dari proses kering yaitu : - Biaya untuk alat operasi, tempat penyimpanan, alat homogenisasi sangat mahal - Banyak diperlukan alat penangkap debu dan menimbulkan polusi. - Campuran kurang homogeny. 3.1.8. Proses Pembuatan Semen PT. Semen Tonasa A. Pemecahan/Crushing Batu kapur yang berasal dari quarry mengalami dua tahap proses penghancuran, yakni dengan primary crusher dan secondary crusher. Batu kapur yang keluar dari primary crusher berukuran lebih kecil dari 125 mm dan setelah melawati secondary crusher berukuran lebih kecil dari 80 mm. Bersamaan dengan itu, di lain pihak tanah liat yang berasal dari Ammessanggeng/

Bunga Eja juga mengalami proses penghancuran. Material batu kapur dan tanah liat yang telah dihancurkan dicampur dalam mix crusher selanjutnya ditampung dalam mix pile strorage. Disamping itu, bahan-bahan korektif seperti pasir silika dan pasir besi juga mengalami proses penghancuran terlebih dahulu sebelum ditampung di additive strorage. Untuk mengantisipasi kekurangan batu kapur dalam proses penggilingan maka di additive strorage juga tersedia batu kapur murni yang juga melewati dua tahap penghancuran. Semua material yang ada dalam gudang penyimpanan tersebut ditampung didalam empat bin masing-masing untuk memudahkan pengontrolan komposisi pengumpanan pada saat diumpankan ke dalam Raw Mill untuk proses penggilingan. Komposisi material yang diumpankan ke dalam Raw Mill diatur sesuai rekomendasi Quality Assurance dan Control Departement. B. Penggilingan/homogenisasi Di dalam Raw Mill semua material yang diumpankan mengalami proses penggilingan material-material yang sangat halus (berbentuk tepung baku). Disamping mengalami proses penggilingan, material yang ada di Raw Mill juga mengalami proses pengeringan (karena adanya kontak langsung dengan gas tinggi yang keluar dari tanur bakar) sampai kandungan airnya maksimal 1%. Material tepung yang keluar dari Raw Mill ditampung di dalam Blending Silo dan mengalami proses homogenisasi sebelum diumpankan ke dalam tanur (rotary kiln). Material tepung (raw meal) yang keluar dari Blending Silo dan siap untuk diumpan ke dalam tanur bakar (kiln) disebut Kiln feed. C. Pembakaran

Kiln feed mula-mula mengalami pemanasan awal preheater yang dilengkapi dengan dua buah calsiner (ILC dan SLC) sehingga Kiln Feed mengalami proses kalsinasi antara 85-95% di dalam kedua kalsiner tersebut. Setelah mengalami proses kalsinasi (pelepasan CO2), material akan melewati masa transisi (reaksi antara oksida-oksida penyusun senyawa klinker) kemudian dilanjutkan dengan proses klinkernisasi (perubahan fase dari padat ke fase cair untuk membentuk senyawa-senyawa klinker yang lebih lanjut). Proses ini berlanjut pada suhu tinggi 14500C. Senyawa-senyawa utama pembentukan klinker dapat dilihat pada table 3.8: Tabel 3.8 Senyawa-senyawa utama pembentukan klinker Senyawa Mineral Potensial : Trikalsium Silikat Dikalsinasi Silikat Trikalsium Aluminat Tetrakalsium Alumino ferrit 3CaO.SiO2 2CaO.SiO2 3CaO.Al2O3 4CaO.Al2O3.Fe2O3 C3 S C2 S C3 A C4AF Alite Belite Ferrite Rumus Singkatan Nama Lain

Karena tingginya suhu dalam tanur putar, maka terjadilah reaksi-reaksi kimia antara senyawa-senyawa yang terdapat dalam kiln feed. Reaksi-reaksi tersebut berlangsung secara bertahap sesuai dengan tingkat suhu yang dilalui bahan dalam kiln (Tabel 3.9). Tabel 3.9 Reaksi Pembentukan Klinker Suhu (oC) 2,3 kiln feed suklit dibakar, kebutuhan energi tinggi. Karakteristik semen yang dihasilkan adalah mempunyai kadar CaO bebas cenderung tinggi, kuat tekan awal dan panas hidrasi tinggi, tidak tahan terhadap senyawa asam dan stabilitas volume yang rendah. Pengaruh HM 99 Kiln feed sulit dibakar, kebutuhan energi tinggi. Sulit membentuk coating, sehingga panas hidrasi yang hilang dari dinding tanur naik. Temperatur gas keluar tanur naik Kadar CaO bebas cenderung naik Kadar C3S naik, sehingga kuat tekan awal dan panas hidrasi naik. Batu bara yang tinggi.

Biasanya digunakan untuk mengantisipasi kadar abu dan komposisi kimia kadar abu batu bara yang tinggi. Pengaruh LSF 3,2 Kiln feed sulit dibakar dan memerlukan energi tinggi. Fase cair rendah, thermal load tinggi, terak dusty dan kadar CaO bebas cenderung tinggi. Sifat coating tidak stabil. Coating yang terbentuk tidak tahan terhadap thermal shock sehingga radiasi dan dinding tanur tinggi. Merusak bata tahan api. Memperlambat pengerasan semen. Kuat tekan semen cenderung tinggi.

Pengaruh SM < 1,9 Selalu membentuk ring. Klinker terbentuk bola dan sulit dingin. Waktu pengikatan semen pendek dan panas hidrasi naik. Kuat tekan awal semen (3-7 hari) rendah. Tanur tidak stabil, kebutuhan energi rendah. Mudah dibakar, fase cair tinggi, dapat merusak bata tahan api. d) Aluminium Modulus (AM) atau Iron Modulus (IM) Alumina Modulus atau Iron Modulus adalah perbandingan antara Al2O3 dan Fe2O3. Nilai Alumina modulus/ iron Modulus dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :

IM = AM = Batasan nilai IM/AM adalah 1,5-2,5, pengaruh nilai IM/AM terhadap proses dan kualitas semen adalah sebagai berikut : Pengaruh IM > 2,5 Kiln feed sulit dibakar. Viskositas fase cair pada temperatur tetap akan naik. Semen yang dihasilkan mempunyai kuat tekan awal tinggi, waktu pengikatan pendek, panas hidrasi tinggi, ketahanan terhadap sulfur rendah. Kadar C3A naik, C4AF turun,sedangkan C3S dan C2S rendah. Pengaruh IM