Upload
imam-syahuri-gultom
View
267
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
orthopedi
Citation preview
Referat
PENANGANAN FRAKTUR FEMUR PADA ANAK
Oleh :
Imam Syahuri Gultom
NIM. I1A008065
Pembimbing
Dr. Andreas M.H. Siagian, Sp.OT (K)
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT BEDAH ORTHOPEDI
FK UNLAM – RSUD ULIN
BANJARMASIN
September, 2013
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ………………………………………………………….... i
Daftar Isi …………………………………………………………………. ii
BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………… 1
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA …………………….………………. 2
BAB IV. PENUTUP….. ..………………………………………..……. 28
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Sama dengan pandangan medis, bedah, begitu juga orthopedi, anak
bukanlah miniatur dewasa. Fraktur dan reaksi jaringan terhadap fraktur pada anak
berbeda dengan dewasa. Perbedaan tersebut berupa jenis fraktur, periosteum yang
kuat dan lebih aktif, penyembuhan fraktur yang cepat, variasi radiographic
appereance, perbedaan komplikasi, perbedaan metode tatalaksana, robek dan
dislokasi lebih jarang pada anak, dan toleransi kehilangan darah lebih rendah.1
Cedera ortopedi pada anak yang paling umum dan memerlukan rawat inap
adalah fraktur femur. Penelitian epidemiologi dari Indiana tahun 2006
menyebutkan dari hampir 10.000 patah tulang paha, 1076 (11%) terjadi pada
anak-anak kurang dari 2 tahun, 2119 (21%) pada anak usia 2 sampai 5 tahun,
3237 (33%) pada anak usia 6 sampai 12 tahun, dan 3528 (35 %) pada remaja
berusia 13 sampai 18 tahun. Yang paling banyak (71%) terjadi pada pasien laki-
laki. Jatuh dan tabrakan kendaraan bermotor penyebab dua pertiga dari kasus.
Kejadian jatuh lebih besar pada anak yang lebih muda dan tabrakan kendaraan
bermotor lebih umum pada anak yang lebih dewasa. Lima belas persen dari patah
tulang femur pada anak kurang dari 2 tahun akibat child abuse.2
Penting dilakukan tatalaksana khusus serta peningkatkan keamanan bagi
anak mengingat komplikasi akibat fraktur femur secara serius dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan jika terdapat cedera lempeng epifisis.1 Berikut akan
dibahas lebih jauh mengenai penanganan fraktur femur pada anak.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. FRAKTUR KHUSUS PADA ANAK
Selain fraktur akibat trauma dan fraktur akibat proses patologis, pada
anak terdapat fraktur tipe khusus yaitu fraktur yang melibatkan epipisial plate
dan fraktur saat proses kelahiran.1
1. Fraktur Epipisial Plate
Area terlemah dari epifisial plate adalah zona kalsifikasi cartilago. Ketika
epifisis terpisah akibat injuri, garis patahan melewati area ini. Epifisis yang
terlihat radiolusen mengacu pada epifisial pate.1
Suplai darah epifisial plate masuk melalui permukaan. Jika epifisis
kehilangan suplai dan menjadi nekrotik, plate juga menjadi nekrotik dan
pertumbuhan menjadi berhenti. Pada epifisis daerah proksimal femoral dan
proksimal radial, pembuluh darah melewati sepanjang leher femur dan
melintas epifisis plate. Akibatnya pemisahan epifisis didaerah ini sering
merusak suplai darah dan mengakibatkan avaskular nekrosis epifisis dan
epifisis plate berhenti tumbuh.1
Diagnosis epifisis plate injuri
Kita harus menduga terjadi fraktur epifisial plate pada anak yang secara
klinis menunjukkan tanda pembengkakan terlokalisir dan nyeri tekan pada
fraktur di daerah akhir tulang panjang, trauma dislokasi, atau ligamen injuri
seperti sprain. Diagnosa tergantung dari pemeriksaan radiografi minimal 2
2
proyeksi. Jika tidak yakin apakah garis radiolusen merupakan garis fraktur
atau hanya epifisial plate, sebaiknya ditambah proyeksi pembanding dengan
ekstremitas normal didaerah yang sama.1
Klasifikasi Salter-Harris
Pengelompokan cidera fisis yang sering digunakan adalah klasifikasi
Shalter Harris (SH), yang mendriskipsikan dalam 5 (lima) tipe yaitu :2.4
1. SH I : Fraktur pada zona hipertropi kartilago fisis, memisahkan epifisis
dan metafisis secara longitudinal. Prognosis baik karena periosteal masih
intact, biasanya hanya dengan closed reduction.
2. SH II : Fraktur sebagian mengenai fisis dan fragmen segitiga metafisis;
75% dari semua fraktur fisis. Closed reduction dapat dilakukan. Masih
adanya bagian periosteal yang intact dan fragmen metafisis dapat
mencegah terjadinya overreduction. Prognosis baik karena masih ada
suplai darah ke epifisis yang utuh.
3. SH III : Fraktur pada fisis dengan diskontinuitas artikular. Mengenai
sebagian fisis, epifisis, dan permukaan sendi. Tipe ini sering terjadi pada
remaja dimana salah satu bagian epipisial plate telah menutup dan bagian
lain masih terbuka. Sering memerlukan ORIF untuk memastikan
realignment anatomis dan memperbaiki permukaan sendi. Prognosis baik
akibat masih ada suplai darah ke bagian yang terpisah dari epifisis yang
masih baik.
4. SH IV: Fraktur berjalan oblik melewati permukaan sendi, epifisis, epifisial
plate, dan metafisis. Paling banyak terjadi pada fraktur condilus lateral
3
humerus. ORIF harus dilakukan untuk memperbaiki permukaan sendi dan
posisi epifisial plate. Prognosis pertumbuhan jelek kecuali dilakukan
reduction secara sempurna.
5. SH V: Lesi kompresi pada fisis; sulit untuk mendiagnosis pada saat cidera.
Tidak tampak garis fraktur pada awal rontgen; jarang terjadi; Risiko besar
terjadi gangguan pertumbuhan.
Gambar 1. Fraktur Shelter Haris2.4
4
2. Birth fracture1
Birth fracture pada tulang femur sering terjadi pada persalinan bayi dengan
letak sungsang tipe frank breech. Bentuk klinis berupa adanya deformitas dan
terkulainya kaki bayi dikonfirmasi dengan radiografi adanya fraktur yang
umumnya terjadi di midshaft. Bryant’s skin traksi pada kedua kaki dapat
menyatukan fraktur selama 3 minggu. Sebagai alternatif, penggunaan hip
spica cast untuk bayi cukup bulan atau pavlik harness untuk bayi premature.
Gambar 2. Spica cast
Gambar 3. Pavlik harness
Trauma lahir yang menyebabkan terpisahnya epifisis femur distal lebih sulit
ditemukan dengan klinis dan mungkin tidak terdeteksi hingga lutut tumbuh
5
besar oleh karena proses pembentukan tulang baru ekstensif yang
memerlukan waktu 10 hari disertai bengkak pada lutut. Bryant’s skin traksi
dapat dipakai selama 10 hari dan memberikan prognosis baik.1
Gambar 4. Gambar formasi tulang baru dengan peningkatan proses periostium dapat terdeteksi setalah 10 hari. Pusat ossifikasi lebih terlihat di daerah posterior (secara normal, pusat ossifikasi sejajar dengan aksis sentral shaft femur)
Trauma lahir yang menyebabkan terpisahnya epifisis femur proksimal sulit
dibedakan secara klinis dengan dislokasi panggul, tetapi lebih jarang
disebabkan karena proses trauma lahir. Secara radiografi, perbedaan juga sulit
disebabkan saat lahir, kepala, leher, dan trochanter major belum terosifikasi
sempurna. Untuk membedakan dengan dislokasi hip saat lahir dapat
menggunakan MRI atau orthrogram setelah 3 minggu akan terlihat ossifikasi
tulang baru. Tatalaksana dengan imobilisasi hip dengan abduksi dilanjutkan
fleksi dengan spica cast selama 2 minggu. Prognosis pertumbuhan baik
karena saat lahir, terpisahnya epifisis proksimal femur yang terdiri atas
kepala, leher, dan trokanter major tidak membahayakan suplai darah.1
6
Gambar 5. A. 6 hari setelah kelahiran terlihat perpindahan ke lateral metafisis femur kiri. Secara klinis bayi menderita dislokasi kongenital hip kiri. Pusat osifikasi baru terlihat setelah 6 bulan disekitar metafisis hal ini yang membedakan dengan epifisis plate injury dengan dislokasi hip. B. 8 minggu kemudian terbentuk formasi tulang baru dengan remodeling lebih awal.
B. FRAKTUR FEMUR PADA ANAK
1. Fraktur Batang Femur (Femoral Shaft Fracture)
a. Frekuensi dan Mekanime Cedera
Fraktur batang femur termasuk di antaranya subtrokanter dan suprakondilar
yang berkisar 1.6% pada semua fraktur pada anak dan paling banyak umumnya
fraktur di 1/3 tengah. Rasio anak laki – laki dan perempuan adalah 2 : 1. Angka
kejadian tahunan fraktur batang femur adalah 19 per 100.000 anak.2.6
Etiologi fraktur batang femur bergantung pada usia. Pada infant, diafisis tulang
femur relative lemah dan mungkin patah karena beban karena terguling. Pada
usia anak taman kanak – kanak dan usia sekolah, sekitar setengah dari fraktur
7
batang femur disebabkan oleh kecelakaan berkecepatan rendah seperti terjatuh
dari ketinggian, misalnya dari sepeda, pohon, tangga atau sesudah tersandung
dan terjatuh pada level yang sama dengan atau tanpa tabrakan. Seiring dengan
meningkatnya kekuatan tulang femur, dengan maturitas selanjutnya pada masa
anak – anak dan remaja, trauma berkecepatan tinggi sering mengakibatkan
fraktur pada femur.2.3.6
Fraktur pada batang femur jarang terjadi akibat trauma kelahiran, dengan
pengecualian tersebut, maka fraktur ini dapat juga disebabkan oleh
arthrogryposis multiplex congenital, myelomeningocele, dan osteogenesis
imperfect. Kontraktur yang kaku pada panggul dan lutut pada anak – anak
dengan arthtogrypotic dapat menyebabkan fraktur batang femur selama proses
persalinan atau selama penanganan selanjutnya. Kelompok risiko lainnya
adalah bayi baru lahir dengan penyakit neuromuscular seperti
myelomeningocele, osteopenia. Dan osteogenesis imperfect yang
menyebabkan fraktur multipel.2.6
Fraktur batang femur yang terjadi selama 12 bulan pertama kehidupan jarang
terjadi. Kebanyakan 30 – 50% merupakan non – accidental dari child abuse. 2
b. Temuan Klinis
Tanda – tanda umum pada fraktur batang femur antara lain nyeri, shortening
(pemendekan), angulasi, bengkak, dan krepitasi. Seorang anak dengan fraktur
femur yang masih baru biasanya tidak dapat berdiri atau berjalan. Semua anak
harus diperiksa termasuk tungkai bawah dan lingkar pelvik dan abdomen, jadi
tidak mengabaikan tibia, pelvik, abdomen, atau trauma ginjal. Pemeriksaan
8
neuromuskular harus diperiksa secara hati – hati. Walaupun cedera
neuromuskular jarang terjadi akibat fraktur batang femur. Perdarahan
merupakan masalah utama pada fraktur batang femur, rata-rata darah yang
hilang dapat lebih dari 1200 mL dan 40% memerlukan transfusi. Penilaian
kondisi hemodinamik pra operasi mutlak harus dilakukan.2.6
c. Temuan Radiologi
Pemeriksaan radiografi seharusnya dilakukan sepanjang femur dalam dua plane
foto dan berdekatan dengan lingkar pelvik dan juga sendi lutut. Jika ada
keraguan, tungkai bawah seharusnya diperiksa juga. Computed tomography
(CT) atau magnetic resonance imaging (MRI) scan biasanya tidak diperlukan.
Indikasi untuk MRI akan digunakan jika dicurigai adanya fraktur yang
tersembunyi atau cedera ligament pada lutut.2.6.7
d. Diagnosa
Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik tunggal karena
tipikal deformitas yang khas yaitu angulasi, eksternal rotasi dan pemendekan.
Karena fraktur ini tidak stabil, penting dilakukan splint awal sebelum
dilakukan pemeriksaan radiologi untuk menghindari nyeri dan menghindari
injuri arteri femoralis.1
e. Penatalaksanaan
Fratur batang femur diterapi menurut usia dan besar anak. Penyesuaian dengan
pengobatan dan faktor sosioekonomik harus dipertimbangkan.2,7,8
Fraktur Shaft Femur dari Usia Awal Kehidupan hingga Usia 5 Tahun
9
Inisial skin traksi selama beberapa hari diikuti dengan hip spica cast dengan
posisi hip dan lutut sedikit fleksi (Gambar 6). 1
Gambar 6. Posisi hip dan lutut sedikit fleksi pada spica cast
Untuk initial skin traksi anak hingga usia 2 tahun dapat menggunakan Bryant’s
traction (Gambar 7). Untuk anak 2-5 tahun, skin traksi dengan menggunakan
Thomas splint (Gambar 8).1
Gambar 7. Bryant’s skin traksi. Kedua tungkai ditegakkan ke atas, ditarik dengan tali yang diberi beban 1-2 kg, sampai kedua bokong anak tersebut terangkat dari tempat tidur.
10
Komplikasi Bryan traksi adalah terjadi iskemik paralisis. Hal ini disebabkan
karena terganggunya aliran darah pada tungkai yang ditinggikan. 2,7,10
Gambar 8. Skin traksi kombinasi dengan Thomas splint sedikit bengkok pada lutut digunakan pada unstable fraktur shaft femur.
Anak kemudian diizinkan pulang dengan hip spica cast. Kontraindikasi
penggunaan hip spica lebih awal adalah terjadi pemendekan tulang lebih dari 3
cm dari tempat fraktur, multiple injuri, dan adanya cedera kepala.1
Spica cast setelah reduksi, merupakan pilihan pengobatan pada kebanyakan
ahli bedah ortopedik pediatric. Posisi fraktur tungkai diatur pada fleksi 90o
pada panggul dan lutut. Dalam hal mencegah deformitas varus sekunder,
fraktur tungkai dijaga agar tetap dalam abduksi yang netral. Radiografi rutin
dalam dua plane disarankan setelah pemasangan cast. Jika ibu atau keluarga
diinformasikan baik tentang perawatan terhadap bayi dengan spica cast, anak
tidak perlu dirawat di rumah sakit. Selama kontrol ulang di klinik selama 1
minggu, radiografi rutin akan mendeteksi angular deviasi. Karena konsolidasi
11
pembentukan callus yang cepat dalam 2 – 3 minggu, setelah pelepasan cast
perbaikan fungsi terjadi cepat.2,3,8,9
Pavlik harness digunakan selama periode 3 – 5 minggu merupakan alternatif
pengobatan untuk bayi yang sangat kecil. Pemasangan alat ini tidak
membutuhkan anestesi dan waktu hospitalisasi dapat diminimalkan.2
Traksi kulit overhead (overhead skin traction) memiliki risiko berupa efek
yang merugikan pada sirkulasi ekstremitas. Traksi kulit sebaiknya dipilih
bahan yang hipoalergenik untuk pasien yang alergi dengan bahan yang biasa
atau pada orang tua dimana kulitnya telah rapuh. 2,7,10.
Kontraindikasi traksi kulit yaitu bila terdapat luka atau kerusakan kulit serta
traksi yang memerlukan beban > 5 kg. Akibat traksi kulit yang kelebihan beban
di antaranya adalah nekrosis kulit, obstruksi vaskuler, oedem distal, serta
peroneal nerve palsy pada traksi tungkai 2,7,10.
Fraktur Shaft Femur pada Usia 5 sampai 10 tahun
Setelah beberapa hari dilakukan skin traksi, dilakukan closed reduction baik
dengan hip spica, flexible intramedullary nail. Atau alternative lain dengan
external skeletal fiksasi.1
Flexible intramedullary nail atau wayer Kirschner intramedular kadang
digunakan untuk fraktur femur pada kelompok anak pra sekolah. Indikasi
utama adalah gagalnya penanganan dengan menggunakan spica cast. Titanium
nail berdiameter dua millimeter dimasukkan dari medial dan lateral metafisis
dari femur distal untuk menstabilisasi intramedular pada fraktur. Waktu
12
konsolidasi relative singkat, rentang waktu sekitar 2 – 5 bulan tergantung pada
usia pasien. Implant dicabut pada 3 – 6 bulan setelah pemasangan.2,7,11
Gambar 9. Flexible intramedullary nail of Nancy type, alternetif terapi setelah dilakukan closed reduction.
Fraktur Shaft Femur pada Usia >10 tahun
Dilakukan pemasangan Russel traksi, untuk traksi ini diperlukan frame, katrol,
tali, dan plester. Anak tidur terlentang, lalu dipasang plester dari batas lutut,
dipasang sling di daerah poplitea, sling dihubungkan dengan tali, dimana tali
tersebut dihubungkan dengan beban penarik. Untuk mempersingkat waktu
rawat setelah 4 minggu ditraksi, callus sudah terbentuk, tetapi belum kuat
benar. Traksi dilepas kemudian dipasang gip hemispika. 2,7,11
13
Gambar 10. Russel traksi
Setelah dilakukan traksi, dilakukan pemasangan rigid, locked intramedullary
nails. Nail terfiksir di daerah proximal dan distal fraktur oleh screw yang
melewati kedua sisi tulang sehingga dapat mengontrol jika adanya rotasi tulang
di daerah fraktur. Keuntungan metode ini adalah selain dapat digunakan pada
dewasa, dapat menahan berat badan secara penuh penuh.1
Fiksasi eksternal merupakan pilihan jika terjadi fraktur terbuka pada pasien
poli trauma atau untuk fraktur segmental, yang juga pada kelompok ini. Jika
fiksator dilepaskan lebih awal dengan pembetukan callus yang masih kurang,
maka akan berisiko terjadi fraktur kembali. Seperti semua penggunaan fiksator
lainnya, infeksi pemasangan pin sering terjadi dan diobati dengan antibiotik.
14
Namun penanganan fraktur batang femur tertutup tidak dianjurkan pemasangan
fiksator eksternal pada anak – anak pra sekolah.2,11
Gambar 11. A. Eksternal skeletel fiksasi. B. Locked intramedullary nails
Overgrowth Sementara Setelah Fraktur Shaft Femur
Overgrowth dapat terjadi setelah fracture shaft femur displaced. Rata-rata
pertumbuhan berlebihan ini sebesar 1 cm dan ketidakseimbangan panjang ini
terjadi 1 tahun setelah fraktur.1
Posisi yang ideal agar fragmen bersatu dengan baik tanpa pengobatan
nonoperative adalah dengan metode sisi ke sisi (bayonate apposition) dengan
saling overriding antartulang sekitar 1 cm saling untuk kompensasi saat terjadi
pertumbuhan berlebih selama 1 tahun.1
15
Gambar 12. Boyanate apposition
f. Komplikasi
Komplikasi serius terbanyak dari fraktur shaft femur pada anak adalah
kompartemen sindrom saraf dan otot baik karena spasme arteri femoralis atau
perdarahan dan edema disertai soft tissue kompartemen. Manifestasi klinis
yang muncul berupa nyeri, pucat, bengkak, pulselessness, parastesia, dan
paralisis. Anak sebaiknya tidak mendapat analgetik. Kontrol fraktur yang baik
tidak akan menimbulkan nyeri, dan jika anak merasa nyeri hebat dan konstan
terutama nyeri di betis bisa jadi disebabkan impending iskemi (kompartemen
sindrom). Analgetik akan menutupi tanda penting ini dan dikontraindikasikan.1
Jika diduga terdapat kompartemen sindrom, semua perban yang melekat
dilepas. Skin traksi diganti dengan skeletal traksi melalui metafisis femur distal
dengan hip dan lutut difleksikan. Jika sirkulasi perifer tidak adekuat selama
setengah hingga satu jam, lakukan eksplorasi arteri dan faciotomi segera.1
16
2. Fraktur Subtrokanter Femur
Ketika terjadi fraktur femur daerah subtrokanter, otot masuk ke dalam
fragmen proximal, terutama sebagian illiopsoas dan otot gluteus sehingga
membentuk posisi fleksi, eksternal rotasi, dan abduksi.
Gambar 13. Foto anteroposterior, fragmen proximal fleksi 90 derajat sehingga terlihat medullary cavity dengan gambaran radiolucent yang melingkar
Untuk mengkoreksi alignmen fraktur, skeletal traksi secara kontinyu harus
diberikan untu menarik bagian distal ke dalam in line posititon. Posisi skeletal
traksi masuk ke dalam tulang distal metafisis femur dengan paha posisi fleksi,
eksternal rotasi, dan abduksi. Kebanyakan fraktur femur subtrokanter terjadi
pada anak yang usianya lebih dari 10 tahun. Di usia ini, dapat menggunakan
locked intramedullary rod atau ORIF dengan nail plate.
17
Gambar 14. Skeletal traksi dengan pin dimasukkan kedalam distal metafisis femur
Gambar 15. Fraktur subtrokanter femur dikoreksi dengan ORIF denagn screw dan plate nail
18
3. Fraktur Leher Femur
a. Frekuensi dan Mekanisme Cedera
Leher femur pada anak sangat kuat tidak seperti orang dewasa, hanya trauma
yang hebat yang dapat menyebabkan fraktur. Fraktur leher femur adalah jenis
fraktur yang jarang tetapi memerlukan penanganan serius. Fraktur disekitar
sendi panggul disebabkan suatu paksaan seperti trauma energi tinggi atau
pada keadaan yang jarang sering dikaitkan dengan kondisi patologis. Fraktur
leher femur juga sering dikaitkan dengan kekerasan terhadap anak (child
abuse). Insidensi fraktur leher femur pada anak – anak adalah kurang dari
1%. Fraktur ini dapat terjadi pada anak – anak semua usia, tetapi insidensi
tertinggi pada usia 11 tahun dan 12 tahun, dengan 60 – 70% terjadi pada anak
laki – laki. Di negara berkembang penyebab paling sering adalah kecelakaan
lalu lintas sedangkan pada negara maju umunya penyebabnya adalah jatuh
dari ketinggian seperti dari pohon dan atap rumah. 30% pasien – pasien ini
mengalami cedera yang berkaitan dengan dada, kepala, dan abdomen. Cedera
pada ekstremitas seperti fraktur femur, tibia – fibula, dan pelvik juga sering.
Hal lain yang sering menyebabkan fraktur femur pada anak adalah child
abuse.1,2,4
b. Klasifikasi
Fraktur panggul pada anak – anak diklasifikasikan berdasarkan lokasi dan
morfologi. Cromwell pertama sekali menjelaskan fraktur pada leher femur
pada anak. Delbet mempublikasikan klasifikasi standar dari fraktur femur
proksimal pada tahun 1907. Klasifikasi ini tidak dikenal dengan baik hingga
19
Collona (1929) melaporkan 12 kasus dengan menggunakan klasifikasi Delbet.
Klasifikasi Delbet digambarkan dalam Tabel 1. Tabel 2 menggambarkan
karakterisitik penting pada fraktur femur pediatric berdasarkan tipe Delbet.2.4
Tabel 1. Klasifikasi pada fraktur panggul pada anak – anak (Delbet)2
Tipe I Pemisahan transepiphyseal (dengan atau tanpa dislokasi kepala
femur dari asetabulum)
Tipe II Transervikal
Tipe III Servikotrochantrik
Tipe IV Intertrokanter
Tabel 2. Fraktur leher femur pediatric – tipe dan karakteristik pentingnya2
Tipe
Delbet
Insidensi Penyebab Karakteristik penting
Tipe I 8% Trauma energi
tinggi
Child abuse
Persalinan letak
sungsang yag sulit
50% kasus terjadi dengan dislokasi kaput
epifisis
Risiko tinggi AVN (20 – 100%) jika
dikaitakan dengan dislokasi epifisis
Diagnosis banding septik artritis, dislokasi
panggul, lepasnya kaput femur epifisis.
Tipe II 45% Trauma berat Variasi yang paling banyak
70 – 80% terjadi displace
Risiko tinggi AVN (sampai 50%)
Pada fraktur displace, hilangnya reduksi,
malunion, non- union, deformitas varus,
Tipe III 35% Trauma berat AVN 20 – 25% tergantung pada penempatan
saat waktu cedera.
Tipe IV 12% Trauma Nonunion dan AVN jarang
20
Gambar 16. Klasifikasi dari fraktur femur proksimal pada anak, berdasarkan klasifikasi Colonna dan Delbet.2
c. Assesment dan Diagnosis
Selain itu secara klinis diagnosis sering membingungkan. Anak – anak
biasanya yang mengalami trauma berat sering mengalami nyeri pada region
panggul dan pemendekan, ektremitas terotasi ke arah luar. Anak – anak
biasanya ketakutan karena pergerakan ekstremitas yang pasif dan tidak dapat
bergerak secara aktif. Diagnosis ditegakkan dengan bantuan radiografi, yang
umunya dilakuakan pada dua plane foto, jika memang tidak nyeri. Sonografi
juga sering digunakan pada kondisi yang menimbulkan keraguan misalnya
nyeri panggul pada anak. Garis fraktur atau hematom intrakapsular dapat
dideteksi dengan menggunakan ultrasound. Dengan fraktur yang tidak
diketahui letak pasti pada femur, maka radiografi tidak dapat digunakan
sebagai penunjang diagnostik. Computed tomography (CT) dapat digunakan
untuk menilai derajat fraktur dan hematoma intrakapsular lainnya. Scan
tulang pada 3 bulan post cedera juga membantu dalam mendeteksi nekrosis
21
kaput femur, yang merupakan komplikasi yang paling mungkin. Magnetic
resonance imaging (MRI) mendeteksi avaskular sebelumnya.2.3.4.5
Pada keadaan fraktur femur pulsasi arteri dorsalis pedis dipalpasi. Pada
fraktur femur juga harus dilakukan pemeriksaan sekunder karena umumnya
pasien hanya mengeluhkan nyeri sehingga hal – hal yang mengancam nyawa
seperti perdarahan internal pada rupture spleen sering terlewatkan. Karena itu
tekanan darah juga penting untuk diawasi.4
d. Penatalaksanaan
Fraktur leher femur pada anak sama dengan dewasa sangat tidak stabil dan
tidak dapat dilakukan penanganan secara adekuat baik dengan closed
reduction, imobilisasi eksternal, ataupun traksi terus-menerus.1 Prinsip
penatalaksanaan termasuk di antaranya :2
Minimalkan komplikasi yang potensial pada avascular necrosis (AVN).
Hindari cedera pada lempeng fisis.
Reduksi fragmen – fragmen secara anatomis
Stabilisasi dengan pin atau sekrup mengakibatkan proteksi dini menahan
berat.
Dekompresi terhadap hemarthrosis dan fiksasi internal stabil merupakan
aspek penting terhadap treatment untuk semua fraktur dengan pergeseran.
Fraktur yang tidak mengalami pergeseran dapat ditangani secara konservatif
dengan cast immobilisasi menggunakan hip spica. 2
Berdasarkan studi yang dilakukan pada 71 kasus dari British Orthopedic
Association yang dilaporkan pada tahun 1962, Ratliff menyebutkan bahwa
22
insidensi tinggi non union terjadi pada fraktur tipe II atau tipe III yang
diterapi secara konservatif. Canale dan Bourland pada tahun 1974,
melaporkan bahwa dengan operasi fiksasi yang diamati menunjukan hasil
yang lebih baik.4
Menurut Anil Arora (2006) penanganan fraktur leher femur traumatic pada
anak didasari oleh tipe dan jumlah pergesaran akibat fraktur, dan maturitas
skeletal pada anak. Untuk internal fiksasi pada fraktur leher femur tipe I, tipe
II, dan tipe III, pin halus dapat digunakan pada infant, sekrup kanul 4.0 mm
pada anak – anak; sekrup kanul 6.5 mm pada remaja. Untuk fiksasi fraktur
tipe IV, secara teori sekrup panggul pediatric (pediatric hip screw) lebih baik
pada anak – anak dan sekrup panggul dewasa untuk anak remaja. Hip spica
cast yang digunakan untuk imobilisasi post operasi banyak terutama pada
anak – anak < 10 tahun. Untuk anak – anak yang lebih tua, imobilisasi dengan
pin lebih dianjurkan.4
23
Gambar 17. A sampai D: Follow up pasien berusia 2.5 tahun dengan fraktur tipe I.(A) X – ray menunjukan fraktur tipe I. (B) pasien berbaring dengan coxa vara setelah penanganan selama 3 bulan dengan spica. (C) Osteotomi subtrokanter selesai dilakukan untuk koreksi coxa vara. (D) follow up selama 12 tahun mengungkapkan adanya fisis terbuka. Pasien tidak mengeluhkan rasa sakit saat melakukan pergerakan dan ada pemendekan 0.5 cm.4
e. Komplikasi
Adanya trauma yang hebat dan letak suplai pembuluh darah femur berada di
kepala femur, risiko terjadinya posttraumatic avascular necrosis dapat terjadi.
Berikut ini merupakan komplikasi yang dapat berkembang dan ditetapkan
sesuai urutan kejadian : 1,2
1. Avascular necrosis (AVN)
AVN, pertama sekali dijelaskan pada tahun 1927 yang merupakan komplikasi
yang paling ditakuti dikarenakan hal ini mengakibatkan dampak yang sangat
buruk. AVN terjadi pada kebanyakan fraktur (47%) sebelum penanganan
24
sekarang ditetapkan. Hal ini dianggap sebagai akibat dari rupture atau
tamponade dari salah satu atau kedua arteri sirkumfleksa.2
Sejumlah pergeseran awal merupakan faktor prognostik yang penting ketika
dipertimbangkan efeknya terhadap suplai vaskular pada leher femur dan
kaput femur tetapi hal ini tidak dijelaskan mengapa AVN mengikuti fisura
fraktur pada leher femur. 2
Nekrosis dapat berakibat pada epifisis secara terpisah, seluruh fragmen
proksimal, atau hanya bagian pada leher femur antara fraktur dan lempeng
pertumbuhan (growth plate). Iskemik epifisis menyerupai seperti yang terlihat
pada penyakit Perthes dan oleh karena itu terapinya mengikuti prinsip –
prinsip yang ditetapkan untuk penyakit ini. Bagaimanapun, penyembuhan dan
remodeling setelah AVN post trauma pada anak – anak biasanya lebih lama
dan tidak pernah lengkap. Dekompresi dan fiksasi interna stabil merupakan
dasar terhadap pencegahan AVN.2
25
Gambar 18. (a) fraktur leher femur transservikal dengan hanya pergeseran minimal pada anak – anak laki – laki usia 8 tahun. Follow up jangka panjang setelah penanganan konservatif. (b) Tampak lateral pada leher femur mendemontrasikan morfologi fraktur yang lebih baik. (c) 30 bulan kemudian, AVN tampak jelas dengan kolaps pada kaput femur yang memberikan gambaran seperti Legg – Calve – Perthes. (d) 30 tahun setelah fraktur sekunder awal osteoarthritis grade 2 tampak jelas. (diadaptasi dari arsip Rumah Sakit Universitas Ortopedik Balgrist di Zurich, Swiss. Dipergunakan dengan izin).2
2. Berhentinya pertumbuhan/Coxa vara
Coxa vara diakibatkan oleh fusi fisis yang premature atau oleh reduksi yang
tidak adekuat. Hal ini terjadi pada 15% kasus. 2
3. Nonunion
26
Keterlambatan penyembuhan dan nonunion jarang dijumpai sekarang.
Direkomendasikan dilakukan reduksi dan stabilisasi terbuka, fiksasi internal
comprehensif.2
4. Osteoartritis
Osteoarthritis sekunder pada sendi panggul berkembang sebagai akibat
inkongruitas. Komplikasi pada awal masa kanak – kanak biasanya
terkompensasi dengan baik dengan remodeling sebelum terjadinya maturitas
skeletal. Pemburukan pada sendi panggul terutama pada bentuk penyakit sendi
degenerative dan gangguan fungsi yang mungkin terjadi lebih dari beberapa
tahun.
BAB III
27
PENUTUP
Femur merupakan tulang terpanjang pada tubuh manusia. Hal ini
memerlukan perkembangan yang sesuai pada bagian proksimal dan distal
sehingga memungkinkan koordinasi aktifitas musculoskeletal pada panggul dan
lutut. Perkembangan pada femur proksimal khususnya pada epifisis dan fisis
adalah sangat kompleks di antara region pertumbuhan skeletal apendikular.
Akibat kerusakan pada leher femur, misalnya akibat fraktur leher femur,
mungkin secara serius akan mengganggu kapasitas kartilago region leher femur
untuk berkembang secara normal.
Pada anak – anak, fraktur leher femur dan intertrokanter merupakan cedera
yang paling sering terjadi. Ratliff mengulas kembaki 71 kasus fraktur leher femur
pada pasien – pasien berusia di bawah 17 tahun. Insidensi tertinggi cedera tampak
pada rentang usia 11 – 13 tahun.
Fraktur di sekitar sendi panggul merupakan akibat paksaan seperti trauma
akibat enrgi tinggi atau yang paling jarang dikaitkan dengan kondisis patologis.
Fraktur pada leher femur juga dapat sebagai gambaran yang tidak khas pada
kekerasan terhadap anak (child abuse) yang juga sering terjadi akhir – akhir ini.
insidensi secara keseluruhan dari fraktur leher femur pada anak – anak kurang dari
1%.
Fraktur batang femur (femoral shaft fracture) termasuk diantaranya region
subtrokanter dan suprakondilar berkisar 1,6% pada semua fraktur pada anak.
Rasio antara anak laki – laki dan perempuan adalah 2 : 1.
28
Diagnosis ditegakkan dengan gejala klinis, radiologi, sonografi, CT scan,
dan MRI. Namun dengan gejala klinis dan radiologi biasanya sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis fraktur femur pada anak.
Penatalaksanaan didasari pada usia anak. Terapi operasi dengan fiksasi lebih
dianjurkan dan keberhasilan akan lebih besar jika penatalaksanaan hanya secara
konservatif.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Salter RB. Textbook of Disorder and Injuries of The Musculoskeletal system, Third Editon. Maryland: Lippincott William & Wilkins, 1999.
2. Loder RT, O’Donnell PW, Feinberg JR. Epidemiology and mechanisms of femur fracture in children. J Pediatr Orthop 2006; 26(5):561-6.
3. Ogden. JA, 2000. Skeletal Injury In The Child Second Edition. New York : W. B Saunders Company. p.857 – 872
4. Engelhardt PW. 2010. Femoral Neck Fracture In : Benson M, Fixsen J, Macnicol M, Parsch Klaus (eds) Children’s Orthopaedics and Fractures Third Edition. London : Springer. p. 759 – 764
5. Gottlieb JR. 2006. SOAP for orthopedics. Philadelphia : Williams and Wilkins Publisher. p. 82 – 83
6. Arora A. 2006. Pediatrics Femoral Neck Fracture In : Kulkarni GS (eds) Textbook of Orthopedics and Trauma 2nd Edition. New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publisher p. 3314 – 3333
7. Hübner .U, Schlicht .W, Outzen .S, Barthel .M, Halsband. H. 2000. Ultrasound in the diagnosis of fractures in children. The Journal of Bone and Joint Surgery 82-B:1170-3.
8. Benson M, Fixsen J, Macnicol M, Parsch K. 2010. Femoral Shaft Fracture In : Parsch K (eds) Children’s Orthopaedics and Fractures Third Edition. London : Springer. p. 765 – 771
9. Pring M, Newton P, Rang M. 2005. Femoral Shaft In : Wenger D.R, Pring M.E (eds) Rang’s Children’s Fractures. Philadelphia : Lippincot Williams and Wilkins. p. 181 – 199
10. Egol KA, Koval KJ, Zuckerman JD.2010. Hand Book of Fracture. Philadelphia : Lippincot Williams and Wilkins. p. 400 – 418
11. Cui F. Z , Wen H. B,and Su X. W. 1996. Microstructures of External Periosteal Callus of Repaired Femoral Fracture in Children. Journal of Structural Biology 117, 204–208
30