23
Fraktur pada Tulang Hidung Oleh: David Christian RonaldTho (102012210) Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] PENDAHULUAN Latar Belakang Fraktur pada tulang hidung merupakan salah satu jenis fraktur terbuka yang sering terjadi pada manusia akibat dari benturan langsung pada wajah. Bentuk dan struktur dari hidung yang menonjol serta rapuh mengakibatkan hidung sangat rentan dan mudah untuk mengalami fraktur karena benturan, hal inilah yang menyebabkan fraktur tulang hidung sering terjadi.Olah raga, jatuh kecelakaan dan perkelahian merupakan penyebab benturan yang paling sering pada sebagian besar fraktur tulang hidung, dengan konsumsi alkohol menjadi faktor pendukung dalam banyak kasus. Angka kejadian pada pria sekitar dua kali lebih sering dibandingkan wanita baik di populasi usia dewasa dan anak- anak. Fraktur nasal menduduki peringkat ketiga dari senua angka kejadian fraktur yang terjadi pada manusia. Angka kejadian dari fraktur ini berkisar 40 % dari semua jenis fraktur tulang..Meskipun cedera ini sering terlihat bukan merupakan

Fraktur Pada Tulang Hidung_Blok7_David

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Blok Respiratory

Citation preview

Page 1: Fraktur Pada Tulang Hidung_Blok7_David

Fraktur pada Tulang HidungOleh:

David Christian RonaldTho (102012210)

Fakultas Kedokteran Universitas Krida WacanaJl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Email : [email protected]

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Fraktur pada tulang hidung merupakan salah satu jenis fraktur terbuka yang sering

terjadi pada manusia akibat dari benturan langsung pada wajah. Bentuk dan struktur dari

hidung yang menonjol serta rapuh mengakibatkan hidung sangat rentan dan mudah untuk

mengalami fraktur karena benturan, hal inilah yang menyebabkan fraktur tulang hidung

sering terjadi.Olah raga, jatuh kecelakaan dan perkelahian merupakan penyebab benturan

yang paling sering pada sebagian besar fraktur tulang hidung, dengan konsumsi alkohol

menjadi faktor pendukung dalam banyak kasus. Angka kejadian pada pria sekitar dua kali

lebih sering dibandingkan wanita baik di populasi usia dewasa dan anak- anak. Fraktur

nasal menduduki peringkat ketiga dari senua angka kejadian fraktur yang terjadi pada

manusia. Angka kejadian dari fraktur ini berkisar 40 % dari semua jenis fraktur

tulang..Meskipun cedera ini sering terlihat bukan merupakan cedera yang berat dan

mengancam jiwa namun kesalahan dalam menangani trauma hidung dapat menyebabkan

masalah jangka panjang yang signifikan.1

Page 2: Fraktur Pada Tulang Hidung_Blok7_David

Struktur Makroskopis

Hidung secara anatomi dibagi menjadi dua bagian yaitu:

1. Hidung bagian luar

Hidung luar berbentuk pyramid dengan bagian- bagiannya yaitu pangkal hidung,

dorsum nasi, puncak hidung, ala nasi, kolumela dan rongga hidung (nares anterior).

Hidung bagian luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan. Kerangka tulang

terdiri dari sepasang os nasalis, processus nasalis os frontalis, sedangkan kerangka tulang

rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terdiri dari sepasang kartilago

nasalis lateralis inferior (kartilago ala mayor) dan tepi anterior kartilago septum nasi.

Kerangka tulang dan tulang rawan ini dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot

yang berfungsi untuk pergerakan dari nasal tip ala nasi.1,2

Gambar 1. Hidung bagian luar

2. Hidung bagian dalam

Hidung bagian dalam dibagi menjadi kavum nasi kanan dan kavum nasi kiri yang

dipisahkan oleh septum nasi. Lubang dari hidung bagian belakang disebut nares posterior

atau koana. Bagian dari rongga hidung yang letaknya sesuai dengan ala nasi disebut

vetibulum yang dilapisi oleh kulit yang mempunyai kelenjar keringat, kelenjar sebasea

dan rambut- rambut yang disebut vibrissae. Rongga hidung dilapisi oleh membran

mukosa yang melekat erat pada periosteum dan perikondrium, sebagian besar mukosa dan

kelenjar keringat serosa dan ditutupi oleh epitel thorax berlapis semu bersilia.1,2

Kavum nasi terdiri dari:1,2

1. Dasar hidung

Page 3: Fraktur Pada Tulang Hidung_Blok7_David

Dibentuk oleh prosesus palatine os maxila dan prosesus horizontal os palatum.

2. Atap hidung

Terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, processus frontalis os nasal, os

maksila, korpus etmoid, dan korpus os sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk

oleh lamina fibrosa

3. Dinding lateral

Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam processus frontalis os maksila, os

lakrimalis, konka superior, konka media, konka inferior, lamina perpendikularis os

palatum dan lamina pterigoides medial.

4. Konka

Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka yaitu konka inferior, konka media, konka

superior, dan konka suprema. Konka suprema biasanya rudimenter. Konka inferior

merupakan konka yang terbesar dan merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os

maksila. Sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari etmoid.

5. Meatus nasi

Diantara konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus.

Meatus inferior terletak diantara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral

rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara ductus nasolacrimalis. Meatus media

terletak diantara konka media terdapat muara sinus maxila, frontalis dan etmoid anterior.

Pada meatus superior yang merupakan ruang antara konka superior dan konka media

terdapat sinus etmoid posterior dan sphenoid.1,2

6. Dinding medial

Dinding medial hidung adalah septum nasi

Gambar 2. Hidung bagian dalam

Page 4: Fraktur Pada Tulang Hidung_Blok7_David

Sinus paranasalis terdiri atas frontalis, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries. Sinus

berfungsi untuk meringankan tulang kranial, memberi area permukaan tambahan pada saluran

nasal untuk menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk, memproduksi mukus, dan

memberi efek resonansi dalam produksi wicara.1,2

a. Sinus frontalis. Letak kedua sinus frontalis di sebuah posterior terhadap arcus superficialis,

antara tabula externa dan tabula interna os.frontale. Pendarahan disuplai oleh cabang-cabang A.

opthalmica, yakni A. supraorbitalis, dan A. ethmoidalis anterior. Darah balik bermuara ke dalam

vena anastomotik pada incisura supraorbitalis yang menghubungkan vena-vena supraorbitalis

dan opthalmica superior. Persarafannya disuplai oleh N. supraorbitalis. 1,2

b. Sinus ethmoidalis. Tersusun sebagai rongga-rongga kecil tak beraturan, sehingga disebut juga

cellulae ethmoidales. Rongga-rongga kecil ini berdinding tipis di dalam labyrinth ossis

ethmoidalis, disempurnakan oleh tulang-tulang frontale, maxilla, lacrimale, sphenoidale, dan

palatinum. Pendarahan disuplai oleh Aa. ethmoidales anterior dan posterior serta A.

sphenopalatina. Pembuluh baliknya lewat vena-vena yang senama dengan arteri. Persarafannya

oleh, Nn. Ethmoidales anterior dan posterior serta cabang orbital ganglion pterygopalatinum.1,2

c. Sinus sphenoidalis. Kedua sinus ini terletak di sebelah posterior terhadap bagian atas rongga

hidung, di dalam corpus ossis sphenoidalis, bermuara ke dalam recessus spheno-ethmoidalis.

Pendarahan disuplai oleh A. ethmoidalis posterior dan cabang pharyngeal A. maxillaries interna.

Persarafannya oleh N. ethmoidalis posterior dan cabang orbital ganglion pterygopalatinum.1,2

d. Sinus maxillaries. Sebagian besar sinus ini menempati tulang maxilla. Berbentuk pyramid,

berbatasan dengan dinding lateral rongga hidung. Puncaknya meluas ke dalam processus

zygomaticus ossis maxillae. Atap berbatasan dengan dasar orbita, sedangkan lantai berbatasan

dengan processus alveolaris ossis maxillae. Pendarahan disuplai oleh A. facialis, A. palatine

major, A. infraorbitalis yang merupakan lanjutan A. maxillaries interna dan Aa. alveolaris

superior anterior dan posterior cabang A. maxillaris interna. Persarafannya oleh N. infraorbitalis

dan Nn. Alveolaris superior anterior, medius dan posterior.1,2

Faring adalah tabung muskular berukuran 12,5 cm yang merentang dari bagian dasar tulang

tengkorak sampai esophagus. Faring terbagi menjadi nasofaring, orofaring, dan laringofaring.1,2

1. Nasofaring adalah bagian posterior rongga nasal yang membuka ke arah rongga nasal

melalui melalui dua naris internal (koana). Dua tuba eustachius menghubungkan nasofaring

dengan telinga tengah. Tuba ini berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara pada kedua sisi

gendang telinga. Amandel faring adalah penumpukan jaringan limfatik yang terletak di dekat

naris internal. Pembesaran adenoid dapat menghabat aliran udara. 1,2

2. Orofaring dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak muskular, suatu perpanjangan

palatum keras tulang. Uvula adalah prosessus kerucut kecil yang menjulur ke bawah dari

Page 5: Fraktur Pada Tulang Hidung_Blok7_David

bagian tengah tepi bawah palatum lunak. Amandel palatinum terletak pada kedua sisi

orofaring posterior. 1,2

3. Laringofaring mengelilingi mulut esophagus dan laring, yang merupakan gerbang untuk

sistem respiratorik selanjutnya.

Gambar 3. Pharynx potongan Sagital

Laring merupakan saluran udara yang bersifat sphincter dan juga organ pembentuk suara,

membentang antara lidah sampai trachea. Laring berada di antara pembuluh-pembuluh besar

leher dan di sebelah ventral tertutup oleh kulit, fascia-fascia dan otot-otot depressor lidah lidah.

Laring juga menghubungkan faring dengan trachea. Laring ditopang oleh kartilago, tiga kartilago

berpasangan dan tiga kartilago tidak berpasangan.1,2

1. Kartilago tidak berpasangan1,2

a. Kartilago tiroid terletak di bagian proksimal kelenjar tiroid. Biasanya berukuran lebih besar

dan lebih menonjol pada laki-lakiakibat hormon yang di sekresi saat pubertas.

b. Kartilago krikoid adalah cincin anterior yang yang lebih kecil dan lebih tebal, terletak di

bawah kartilago tiroid.

c. Epiglotis adalah katup kartilago elastic yang melekat pada tepian anterior kartilago tiroid.

Saat menelan, epiglotis secara otomatis menutupi mulut laring untuk mencegah masuknya

makanan dan cairan.

2. Kartilago berpasangan1,2

a. Kartilago aritenoid terletak di atas dan di kedua sisi kartilago krikoid. Kartilago ini melekat

pada pita suara sejati, yaitu lipatan berpasangan dari epithelium squamosa bertingkat.

b. Kartilago kornikulata melekat pada bagian ujung kartilago aritenoid.

c. Kartilago kuneiform berupa batang-batang kecil yang membantu menopang jaringan lunak.

Page 6: Fraktur Pada Tulang Hidung_Blok7_David

Gambar 4. Larynx tampak Anterior

Trachea adalah tuba dengan panjang 10 cm-12 cm dan diameter 2,5 cm serta terletak di atas

permukaan anterior esophagus. Tuba ini merentang dari laring pada area vertebra serviks keenam

sampai area vertebra toraks kelima tempatnya membelah menjadi dua bronkus utama. Trachea

dapat tetap terbuka karena adanya 16-20 cincin kartilago berbentuk C. Ujung posterior mulut

cincin dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot sehingga memungkinkan ekspansi esophagus.

Trachea juga dilapisi oleh epithelium respiratorik yang mengandung banyak sel goblet.1,2

Bronkus primer kanan berukuran lebih pendek, lebih tebal, dan lebih lurus dibandingkan

bronkus primer kiri karena arcus aorta membelokkan trachea bawah ke kanan. Objek asing yang

masuk ke dalam trachea kemungkinan ditempatkan dalam bronkus kanan. Setiap bronkus primer

bercabang 9-12 kali untuk membentuk bronki sekunder dan tertier dengan diameter yang

semakin kecil. Saat tuba semakin menyempit, batang atau lempeng kartilago mengganti cincin

kartilago. Bronki disebut juga ekstrapulmonar sampai memasuki paru-paru, setelah itu disebut

intrapulmonar. Struktur mendasar dari kedua paru-paru adalah percabangan bronchial yang

selanjutnya bronchi, bronchiolus, bronchiolus terminal, bronchiolus respiratorik, duktus alveolar,

dan alveoli.1,2

Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan

rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian

yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo

sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut

pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura

visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk

disebut pleura luar (pleura parietalis).1,2

Page 7: Fraktur Pada Tulang Hidung_Blok7_David

Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi

sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara

eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain.1,2

Gambar 5. Bagian Sistem Pernapasan

Gambar 6. Paru Bagian Dalam

MUKOSA HIDUNG

Rongga hidung dilapisi oleh selaput lendir. Epitel organ pernapasan yang biasanya berupa

epitel toraks bersilia, bertingkat palsu, berbeda-beda pada berbagai bagian hidung. Pada ujung

anterior konka dan septum sedikit melampaui os internum masih dilapisi oleh epitel berlapis

gepeng tanpa silia, lanjutan epitel kulit vestibulum nasi. Sepanjang jalur utama arus inspirasi

epitel menjadi toraks, silia pendek agak ireguler. Sel- sel meatus media dan inferior yang

terutama menangani arus ekspirasi memiliki silia yang panjang yang tersusun rapi.1,2

VASKULARISASI

Pendarahan pada hidung berasal dari arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna

yang memperdarahi septum dan dinding lateral hidung.1,2

Page 8: Fraktur Pada Tulang Hidung_Blok7_David

1. Pendarahan arteri carotis interna

Arteri oftalmika yang berasal dari arteri karotis interna bercabang menjadi arteri

etmoidalis anterior dan arteri etmoidalis posterior masuk ke kavum nasi. Arteri etmoidalis

posterior memperdarahi septum bagian superior posterior dan dinding lateral hidung.1,2

2. Pendarahan arteri carotis eksterna

Arteri maksilaris interna yang berasal dari arteri karotis eksterna kemudian bercabang

menjadi arteri sphenopalatina dan arteri palatina mayor. Arteri sphenopalatina masuk ke

dalam rongga hidung bagian belakang ujung posterior konka medial melalui foramen

sphenopalatina. Di dalam rongga hidung arteri sphenopalatina bercabang menjadi arteri

facialis lalu menjadi arteri labialis superior.1,2

Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang- cabang arteri

sphenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatine mayor

yang disebut plexus kieselbach letaknya superficial dan mudah cedera oleh trauma

sehingga menjadi sumber pendarahan hidung.1,2

Gambar 7. Vaskularisasi hidung

PERSARAFAN

Bagian anterosuperior septum nasi mendapat persarafan sensoris dari nervus

etmoidalis anterior yang merupakan cabang dari n. Nasosiliaris yang berasal dari n.

Oftalmicus. Sebagian kecil septum nasi pada bagian anteroinferior mendapatkan persarafan

sensoris dari cabang maksilaris n. Trigeminus.1,2

N. nasopalatina mempersarafi septum bagian tulang, memasuki rongga hidung

melalui foramen sfenopalatina berjalan ke septum bagian superior, selanjutnya ke bagian

anteroinferior dan mencapai palatum durum melalui kanalis insisivus.1,2

Page 9: Fraktur Pada Tulang Hidung_Blok7_David

Nervus olfaktorius turun melalui lamina kribiformis dan permukaan bawah bulbus

olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfactorius

di daerah sepertiga atas hidung.1,2

Gambar 8. System persyarafan hidung

Struktur Mikroskopis

Jika dilihat pada mikroskop rongga hidung terdiri dari :3,4

Tulang

Tulang rawan hialin

Otot bercorak

Jaringan ikat

Kulit luar Hidung, secara mikroskopis nampak:3,4 

Mempunyai lapisan sel yaitu Epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk

Terdiri atas Rambut -rambut halus

Mengandung Kelenjar sebasea dan kelenjar keringat

Vestibulum nasi

Secara anatomi  Vestibulum nasi  merupakan bagian dari cavum nasi yang terletak tepat di

belakang nares anterior.3,4

Secara histologi, vestibulum nasi terdiri atas :

 

Page 10: Fraktur Pada Tulang Hidung_Blok7_David

Epitel berlapis gepeng

Terdapat vibrissae  yaitu rambut-rambut kasar yang berfungsi menyaring udara pernafasan

Terdapat kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.3,4

Konka nasalis

Secara anatomi Pada dinding lateral cavum nasi terdapat tiga tonjolan tulang disebut konka,

dimana ada empat buah konka yaitu Konka nasalis superior yang tersusun atas epitel khusus,

Konka nasalis media, Konka nasalis inferior dan konka nasalis suprema yang kemudian akan

rudimenter.3,4

Konka nasalis superior tersusun atas epitel khusus yaitu epitel olfaktorius untuk

penciuman

Konka nasalis media dan Konka nasalis inferior dilapisi epitel bertingkat torak bersilia

bersel goblet.

Epitel yang melapisi konka nasalis inferior banyak terdapat plexus venosus yang disebut

swell bodies yang berperan untuk menghangatkan udara yang melalui hidung. Bila alergi

akan terjadi pembengkakan swell bodies yang abnormal pada kedua konka nasalis ,sehingga

aliran udara yang masuk sangat terganggu.

Dibawah konka inferior terdapat Plexus venosus berdinding tipis ,sehingga mudah

perdarahan

Mukosa Hidung

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologis dan fungsional dibagi atas

mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius).3,4

Regio Respiratorius

Tersusun atas Epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet:3,4

Silia berperan mendorong lendir kearah belakang yaitu nasofaring sehingga kemudian

lendir tertelan atau dibatukkan

Pada lamina propria

Terdapat glandula nasalis yang  merupakan kelenjar campur dimana Sekret kelenjar

disini menjaga kelembaban kavum nasi dan menangkap partikel partikel debu yang

halus dalam udara inspirasi

Terdapat noduli limfatisi

Page 11: Fraktur Pada Tulang Hidung_Blok7_David

Lamina propria ini menjadi satu dengan periosteum / perikondrium (dinding konka

nasalis) oleh karena itu membran mukosa di hidung sering disebut mukoperiosteum /

mukoperikondrium / membrana Schneider

Terdapat serat kolagen, serat elastin, limfosit, sel plasma , sel makrofag

Jadi Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya

dilapisi oleh  Epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Dalam keadaan normal mukosa

berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir pada

permukaannya.3,4

Regio Olfaktorius3,4

Bagian dinding lateral atas dan atap posterior kavum nasi mengandung organ olfaktorius

Pada konka nasalis superior terdapat epitel khusus / epitel olfaktorius yang terdapat pada

pertengahan kavum nasi

Daerah epitel olfaktorius ini mencakup 8 – 10 mm ke bawah pada tiap sisi septum nasi

dan pada permukaan konka nasalis superior, dengan batas tidak teratur dan luas 500 mm2

dengan mukosa warna coklat kekuningan

Tunika mukosa terdapat epitel olfaktorius yang tersusun atas empat macam sel, yaitu

Sel olfaktorius

Terletak diantara sel basal dan sel penyokong

Merupakan neuron bipolar dengan dendrit kepermukaan dan akson ke lamina propria

Ujung dendrit menggelembung disebut vesikula olfaktorius

Dari permukaan keluar 6 – 8 silia olfaktorius

Akson tak bermyelin dan bergabung dengan akson reseptor lain di lamina propia

membentuk Nervus Olfaktorius / N. II

Sel sustentakuler / sel penyokong

Bentuk sel silindris tinggi dengan bagian apex lebar dan bagian basal menyempit

Inti lonjong

Pada permukaan terdapat mikrovili

Sitoplasma mempunyai granula kuning kecoklatan

Sel basal

Bentuk segitiga

Inti lonjong

Page 12: Fraktur Pada Tulang Hidung_Blok7_David

Merupakan reserve cell / sel cadangan yang akan membentuk sel penyokong dan

mungkin menjadi sel olfaktorius

Sel sikat

Sel yang mempunyai mikrovili di bagian apikal

Lamina propria:

Mempunyai banyak vena

Mengandung kelenjar terutama jenis serosa / kelenjar Bowman,berperan untuk

membasahi epitel dan silia, dan juga sebagai pelarut zat – zat kimia yang dalam bentuk bau /

dapat melarutkan bau-bauan.3,4

Transpor Oksigen

Sistem pengangkut O2 di tubuh terdiri atas paru dan sistem kardiovaskular.

Pengangkutan O2 menuju jaringan tertentu bergantung pada jumlah O2 yang masuk ke dalam

paru, adanya pertukaran gas di paru yang adekuat, aliran darah yang menuju jaringan, dan

kapasitas darah untuk mengangkut O2. Aliran darah bergantung pada derajat konstriksi jalinan

vaskular di jaringan serta curah jantung. Jumlah O2 di dalam darah ditentukan oleh jumlah O2

yang larut, jumlah hemoglobin dalam darah, dan afinitas hemoglobin terhadap O2.

Terdapat tiga keadaan penting yang memengaruhi kurva disosiasi hemoglobin-oksigen yaitu

pH, suhu dan kadar 2,3-bifosfogliserat (BPG; 2,3-BPG). Peningkatan suhu atau penurunan pH

mengakibatkan PO2 yang lebih tinggi diperlukan agar hemoglobin dapat mengikat sejumlah

O2. Sebaliknya, penurunan suhu atau peningkatan pH dibutuhkan PO2 yang lebih rendah untuk

mengikat sejumlah O2. Suatu penurunan pH akan menurunkan afinitas hemoglobin terhadap

O2, yang merupakan suatu pengaruh yang disebut pergeseran Bohr. Karena CO2 bereaksi

dengan air untuk membentuk asam karbonat, maka jaringan aktif akan menurunkan pH di

sekelilingnya dan menginduksi hemoglobin supaya melepaskan lebih banyak oksigennya,

sehingga dapat digunakan untuk respirasi selular.5,6

Difusi Gas

Bagi suatu gas, baik yang ada di udara maupun yang terlarut dalam air, difusi bergantung

pada perbedaan dalam suatu kuantitas yang disebut tekanan parsial (partial pressure). Gas akan

selalu berdifusi dari daerah dengan tekanan parsial yang lebih tinggi. Darah yang sampai ke

paru-paru melalui arteri pulmoner mempunyai nilai PO2 yang lebih rendah dan nilai PCO2 yang

lebih tinggi dibandingkan dengan udara di dalam ruangan alveoli. Ketika darah memasuki

hamparan kapiler di sekitar alveoli, karbon dioksida akan berdifusi dari darah ke udara di dalam

alveoli. Oksigen dalam udara akan larut dalam cairan yang melapisi epithelium dan berdifusi

Page 13: Fraktur Pada Tulang Hidung_Blok7_David

menembus permukaan dan masuk ke dalam kapiler. Ketika darah telah meninggalkan paru-paru

dalam vena pulmoner, nilai PO2 nya telah naik dan PCO2 nya telah turun. Setelah kembali ke

jantung, darah tersebut dipompa melalui sirkuit sistemik. Dalam kapiler jaringan, gradient

tekanan parsial lebih menyukai terjadinya difusi oksigen keluar dari darah dan karbon dioksida

ke dalam darah. Hal ini terjadi karena respirasi seluler dengan cepat menghabiskan kandungan

oksigen dalam cairan interstisial dan menambahkan karbon dioksida ke cairan itu (melalui

difusi). Setelah darah melepaskan oksigen dan memuat karbon dioksida, darah tersebut

kemudian dipompa ke paru-paru lagi, tempat darah akan mempertukarkan gas dengan udara di

alveoli.5,6

KESEIMBANGAN ASAM-BASA TUBUH

Keseimbangan asam basa adalah homeostasis dari kadar ion hidrogen dalam tubuh Kadar normal ion hidrogen (H) arteri adalah: 4x10-8 atau pH = 7,4 (7,35 – 7,45) Asidosis = asidemia → kadar pH darah <7,35 Alkalemia = alkalosis → kadar pH

darah >7,45 Kadar pH darah <6,8 atau >7,8 tidak dapat diatasi oleh tubuh.7,8

Sistem Buffer Tubuh7,8

Sistem buffer ECF → asam karbonat-bikarbonat (NaHCO3 dan H2CO3) Sistem buffer ICF → fosfat monosodium-disodium (Na2HPO4 dan NaH2PO4) Sistem buffer ICF eritrosit → oksihemoglobin-hemoglobin (HbO2- dan HHb) Sistem buffer ICF dan ECF → protein (Pr- dan HPr)

Pertahanan pH darah normal tercapai melalui kerja gabungan dari buffer darah, paru dan ginjal

Persamaan Handerson Hasselbach:

20 [HCO3-]pH = 6,1 + log ---------------------                           1PaCO2

[HCO3-] → faktor metabolik, dikendalikan ginjal PaCO2 → faktor respiratorik, dikendalikan paru pH 6,1 → efek buffer dari asam karbonat-bikarbonat Selama perbandingan [HCO3-] : PaCO2 = 20 : 1 → pH darah selalu = 6,1 + 1,3 =

7,4.7,8

Gangguan Asam Basa darah7,8

Asidosis metabolik [HCO3-] ↓ dikompensasi dengan PaCO2 ↓ Alkalosis metabolik [HCO3-] ↑ dikompensasi dengan PaCO2↑ Asidosis respiratorik PaCO2↑ dikompensasi dengan [HCO3-] ↑ Alkalosis respiratorik PaCO2↓ dikompensasi dengan [HCO3-] ↓

Page 14: Fraktur Pada Tulang Hidung_Blok7_David

Asidosis Metabolik7,8

Ciri: [HCO3-] ↓ <22mEq/L dan pH <7,35 → kompensasi dengan hiperventilasi PaCO2↓, kompensasi akhir ginjal → ekskresi H+, sebagai NH4+ atau H3PO4 

Penyebab: Penambahan asam terfiksasi: ketoasidosis diabetik, asidosis laktat (henti jantung atau syok), overdosis aspirin Gagal ginjal mengekskresi beban asam Hilangnya HCO3- basa → diare 

Gejala Asidosis Metabolik Tidak jelas dan asimptomatis Kardiovaskuler: disritmia, penurunan kontraksi jantung, vasodilatasi perifer dan serebral Neurologis: letargi, stupor, koma Pernafasan: hiperventilasi (Kussmal) Perubahan fungsi tulang: osteodistrofi ginjal (dewasa) dan retardasi pada anak 

Penatalaksanaan Asidosis Metabolik Tujuan: meningkatkan pH darah hingga ke kadar aman (7,20 hingga 7,25) dan mengobati penyakit dasar NaHCO3 dapat digunakan bila pH <7,2 atau [HCO3-] <15mEq/L 

Risiko NaHCO3 yang berlebihan: penekanan pusat nafas, alkalosis respiratorik, hipoksia jaringan, alkalosis metabolik, hipokalsemia, kejang, tetani Alkalosis Metabolik Ciri: [HCO3-] ↑ >26mEq/L dan pH >;7,45 → kompensasi dengan hipoventilasi PaCO2↑, kompensasi akhir oleh ginjal → ekskresi [HCO3-] yang berlebihan.7,8

Penyebab:7,8  Hilangnya H+ (muntah, diuretik, perpindahan H+dari ECF ke ICF pada hipokalemia) Retensi [HCO3-] (asidosis metabolik pasca hiperkapnia)

Gejala Alkalosis Metabolik: 7,8

Gejala dan tanda tidak spesifik Kejang dan kelemahan otot → akibat hipokalemia dan dehidrasi Disritmia jantung, kelainan EKG → hipokalemi Parestesia, kejang otot → hipokalsemia

Penatalaksanaan Alkalosis Metabolik:7,8

Tujuan: menghilangkan penyakit dasar Pemberian KCl secara IV dalam salin 0,9% → (diberikan jika Cl- urine <10mEq/L)

menghilangkan rangsangan aldosteron → ekskresi NaHCO3 Jika Cl- urine >20mEq/L → disebabkan aldosteron yang berlebihan → tidak dapat diobati dengan salin IV, tapi dengan diuretik

Asidosis Respiratorik: 7,8

Ciri: PaCO2 ↑ >45mmHg dan pH <7,35 → kompensasi ginjal retensi dan peningkatan [HCO3-] 

Penyebab: hipoventilasi (retensi CO2), inhibisi pusat nafas (overdosis sedatif, henti jantung), penyakit dinding dada dan otot nafas (fraktur costae, miastemia gravis), gangguan pertukaran gas (COPD), obstruksi jalan nafas atas 

Gejala Asidosis Respiratorik Tidak spesifik Hipoksemia (dominan) → asidosis respiratorik akut akibat obstruksi nafas Somnolen progresif, koma → asidosis

Page 15: Fraktur Pada Tulang Hidung_Blok7_David

respiratorik kronis Vasodilatasi serebral → meningkatkan ICV → papiledema dan pusing 

Penatalaksanaan Asidosis Respiratorik Pemulihan ventilasi yang efektif sesegera mungkin → pemberian O2 dan mengobati penyebab penyakit dasar PaO2 harus ditingkatkan >60mmHg dan pH >7,2

Alkalosis Respiratorik:7,8

Ciri: penurunan PaCO2 <35mmHg dan peningkatan pH serum >7,45 → kompensasi ginjal meningkatkan ekskresi HCO3-

Penyebab: hiperventilasi (tersering psikogenik karena stress dan kecemasan), hipoksemia (pneumonia, gagal jantung kongestif, hipermetabolik (demam), stroke, stadium dini keracunan aspirin, septikemia

Gejala Alkalosis Respiratorik:7,8

Hiperventilasi (kadar gas, frekuensi nafas) Menguap, mendesak, merasa sulit bernafas Kecemasan: mulut kering, palpitasi, keletihan, telapak tangan dan kaki dingin dan

berkeringat Parastesia, otot berkedut, tetani Vasokontriksi serebal → hipoksia cerebral → kepala dingin dan sulit konsentrasi

Penatalaksanaan Alkalosis Respiratorik:7,8

Menghilangkan penyebab dasar Kecemasan dapat dihilangkan dengan pernafasan kantong kertas yang dipegang erat

disekitar hidung dan mulut dapat memulihkan serangan akut Hiperventilasi mekanik → diatasi dengan menurangi ventilasi dalam satu menit,

menambah ruang hampa udara atau menghirup 3% CO2 dalam waktu singkat.

KESIMPULAN:

Page 16: Fraktur Pada Tulang Hidung_Blok7_David

Fraktur os.nasal adalah trauma tulang rawan pada nasal yang disebabkan oleh misalnya: kecelakaan, benturan hebat yang ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas dan lain-lain. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya continuitas jaringan tulang yang disebabkan oleh tekanan dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari pada yang diabsorbsinya. Fraktur nasal adalah jenis trauma wajah yang paling sering terjadi, posisinya yang berada ditengah dan proyeksi anterior pada wajah menjadi faktor predisposisi terjadinya trauma.

DAFTAR PUSTAKA

1. Veldman J. Anatomi dan Fisiologi untuk pemula. Terjemahan. Sloane E. Anatomy and Physiology : an easy learner. Jakarta : EGC. 2004. hal. 266-77.

2. Gunardi S. Anatomi sistem pernapasan. Jakarta : FKUI. 2009. hal. 2-94.3. Arifin FG. Penuntun praktikum kumpulan foto mikroskopik histologi. Jakarta:

Universitas Trisakti; 2009.h.160-9

4. Pendit B U. Buku ajar Fisiologi kedokteran. Terjemahan. Ganong W F. Review of medical Physiology. Edisi 22. Jakarta : EGC. 2008. hal. 669-83, 689-93.

5. Linardakis N M. Physiology. Singapore : McGraw-Hill. 1998. p.83-97.6. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 2. Jakarta : EGC. 2001.7. Cameron John R, Grant Roderick M, Skofronick James G. Fisika tubuh manusia.

Edisi ke-2. Jakarta: CV. Sagung Seto; 2006.h.157-9, 171-4, 187-9.

8. Manalu W. Biologi jilid 3. Terjemahan. Campbell N A. Biology. Edisi 5. Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama. 2004. hal. 65-8.