95
TESIS AKUPUNTUR MENURUNKAN SKOR HAMILTON ANXIETY RATING SCALE PADA PENGGUNA METADON GABRIELLA TANTULAR PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

gabriella t

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: gabriella t

TESIS

AKUPUNTUR MENURUNKAN SKORHAMILTON ANXIETY RATING SCALE

PADA PENGGUNA METADON

GABRIELLA TANTULAR

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2015

Page 2: gabriella t

i

TESIS

AKUPUNTUR MENURUNKAN SKORHAMILTON ANXIETY RATING SCALE

PADA PENGGUNA METADON

GABRIELLA TANTULARNIM 1014058102

PROGRAM MAGISTERPROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2015

Page 3: gabriella t

ii

AKUPUNTUR MENURUNKAN SKORHAMILTON ANXIETY RATING SCALE

PADA PENGGUNA METADON

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister,Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana

GABRIELLA TANTULARNIM 1014058102

PROGRAM MAGISTERPROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2015

Page 4: gabriella t

iii

Lembar Persetujuan Pembimbing

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL

2 MARET 2015

Pembimbing I, Pembimbing II,

dr. I Wayan Westa SpKJ(K) Prof.Dr.dr. Wimpie I. Pangkahila SpAnd, FAACSNIP 195102151980031007 NIP 194612131971071001

Mengetahui

Ketua Program Magister Biomedik DirekturProgram Pascasarjana Program PascasarjanaUniversitas Udayana, Universitas Udayana,

Prof.Dr.dr. Wimpie I. Pangkahila SpAnd, FAACS Prof.Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K)NIP.194612131971071001 NIP. 195902151985102001

Page 5: gabriella t

iv

Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai

oleh Panitia Penguji pada

Program Pascasarjana Universitas Udayana

Pada Tanggal 2 Maret 2015

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

No. 402/UN14-4/HK/2015 tanggal 3 Maret 2015

Panitia Penguji Tesis adalah:

Ketua : dr. I Wayan Westa, SpKJ(K)

Anggota : 1. Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila,Sp.And,FAACS

2. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila,M.SC, Sp. And

3. Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK, M.Kes

4. Prof. Dr. dr. N. Adiputra,M.OH

Page 6: gabriella t

v

Pernyataan Bebas Plagiat

Page 7: gabriella t

vi

UCAPAN TERIMAKASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan

Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas karunia-Nya, tesis yang berjudul ” Pemberian

Akupuntur Menurunkan Skor Hamilton Anxiety Rating Scale (Ham A pada Pengguna

Metadon” dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan tugas akhir pendidikan untuk

memperoleh gelar Magister pada Program Magister Program Studi Ilmu Kedokteran

Biomedik, Kekhususan Combined Degree, Program Pascasarjana Universitas Udayana serta

gelar Spesialis Kedokteran Jiwa pada Program Pendidikan Dokter Spesialis I Psikiatri FK

UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa hormat,

penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

Yang terhormat Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD selaku Rektor, yang

terhormat Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) selaku Direktur Program

Pascasarjana, dan yang terhormat Prof Dr. dr. Putu Astawa, M.Kes, Sp.OT, FICS selaku

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Universitas Udayana

Yang terhormat dr. Anak Ayu Sri Saraswati, M.Kes selaku Direktur Utama Rumah

Sakit Umum Pusat Sanglah yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk

melaksanakan penelitian di lingkup RSUP Sanglah.

Yang terhormat Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS selaku Ketua

Program Magister Ilmu Biomedik Kekhususan Combined Degree, Program

Page 8: gabriella t

vii

Pascasarjana Universitas Udayana, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada

penulis untuk mengikuti pendidikan.

Yang terhormat dr. Anak Ayu Sri Wahyuni, SpKJ selaku Kepala Bagian Psikiatri

FK UNUD/RSUP Sanglah dan yang terhormat dr. Wayan Westa, SpKJ(K) selaku Ketua

Program Studi Psikiatri FK UNUD/RSUP Sanglah yang telah mengijinkan penulis

mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I Psikiatri.

Yang terhormat dr. Wayan Westa SpKJ(K) sebagai pembimbing satu yang dengan

penuh perhatian, ketelitian dan telah meluangkan waktu dalam memberikan arahan,

bimbingan dan saran kepada penulis dalam pembuatan tesis ini, juga sebagai

pembimbing akademis yang dengan penuh perhatian telah meluangkan waktu dalam

memberikan arahan, bimbingan, semangat dan saran kepada penulis dalam

menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Psikiatri serta sebagai kepala

klinik PTRM Sandat RSU Sanglah atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada

penulis untuk melakukan penelitian.

Yang terhormat Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS sebagai

pembimbing dua yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah meluangkan waktu

untuk membimbing, memberikan nasehat dan masukan kepada penulis dalam

menyeselaikan penulisan tesis ini.

Seluruh staf pengajar bagian Psikiatri yang telah memberikan saran dan motivasi

dalam menyelesaikan tesis ini.

Seluruh staf pengajar Program Magister Ilmu Biomedik Kekhususan Kedokteran

Klinik (Combined Degree) Program Pascasarjana Universitas Udayana angkatan ketiga

Page 9: gabriella t

viii

penulis ucapkan banyak terimakasih atas ilmu yang telah diberikan sehingga berguna

dalam menyelesaikan tesis ini.

Kepada seluruh teman sejawat residen PPDS I Psikiatri FK UNUD/RSUP Sanglah

Denpasar atas segala bantuan dan semangat yang diberikan selama ini.

Tak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada staf administrasi

bagian psikiatri dan staf klinik PTRM Sandat yang telah memberikan bantuannya.

Terimakasih kepada orang tua, keluarga, suami dr. Dwi Haryadi, M.Kes, SpA dan

putra putri kami, Khrisna Haryadi dan Serena Haryadi atas pengorbanan dan dorongan

moril serta materil yang sudah diberikan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dengan segala keterbatasan yang ada

tesis ini jauh dari sempurna sehingga kritik dan saran sangat diharapkan demi

penyempurnaan tesis ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan berkat

pada semua yang terlibat dalam penyelesaian tesis ini dan dengan semakin sempurnanya

tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Denpasar, Januari 2015

Penulis

Page 10: gabriella t

ix

ABSTRAK

AKUPUNTUR MENURUNKAN SKOR HAMILTON ANXIETY RATING SCALEPADA PENGGUNA METADON

Penyalahgunaan NAPZA merupakan kasus yang cukup sering dijumpai dikalangan remaja dan dewasa muda. Penyalahgunaan NAPZA sering ditemukanbersamaan dengan gangguan psikiatri lain di antaranya kecemasan. Salah satu terapipenyalahgunaan NAPZA yang dapat ditemukan di rumah sakit Sanglah adalah terapimetadon. Terapi metadon adalah terapi harm reduction yang digunakan untukmengatasi ketergantungan terhadap opioid. Bila klien metadon mengalami kecemasan,maka hal ini dapat mempengaruhi keberhasilan terapi dan kepatuhan pengobatan. Untukmengatasi hal ini salah satu terapi alternatif yang dapat dilakukan adalah akupuntur.Dengan mengukur skor Ham A maka dapat diketahui efek terapi akupuntur dalammengatasi kecemasan yang timbul pada klien metadon.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental, memakai desain randomized pretest-post test control group yang dilakukan di klinik PTRM Sandat RSUP Sanglah.Sebanyak 62 orang klien metadon memenuhi kriteria inklusi yang setuju mengikutipenelitian kemudian dinilai skor Hamilton Anxiety Rating Scale (Ham A) awal dankemudian dibagi menjadi 2 kelompok secara acak, kelompok kontrol yang hanyamendapatkan metadon saja dan kelompok perlakuan yang mendapatkan terapiakupuntur selama 6 minggu. Setelah 6 minggu kemudian dilakukan penilaian ulang skorHam A untuk menilai kecemasan.

Dari penelitian ini didapatkan rerata skor Ham A pre test kelompok kontroladalah 15,44,3 dan rerata kelompok perlakuan adalah 16,64,5. Rerata skor Ham Asesudah perlakuan pada kelompok perlakuan adalah 12,83,8 dan rerata kelompokkontrol adalah 15,34,1. Analisis kemaknaan dengan uji t-independen menunjukkanbahwa nilai t = 9,251 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata skor Ham A padake dua kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05). Padaanalisis masing-masing item skor Ham A didapatkan pada item kecemasan, insomniadan gejala somatik didapatkan penurunan secara bermakna pada kelompok perlakuan.

Kesimpulan penelitian ini adalah akupuntur dapat menurunkan skor kecemasanyang dinilai dengan Ham A pada klien metadon terutama pada rasa kecemasan,gangguan tidur dan gejala somatik.

Kata kunci : Akupuntur, kecemasan, skor Ham A, metadon

Page 11: gabriella t

x

ABSTRACT

ACUPUNCTURE REDUCE HAMILTON ANXIETY SCALE SCORE INMETHADON CLIENT

Substance use disorder is a common disorder found in adolescence and adults.This disorder is commonly found with other psychiatric disorder such as anxiety. One oftherapy for substance disorder available in Sanglah hospital is methadon therapy.Methadon therapy is a harm reduction therapy for overcoming opioid dependence.Methadon client experiencing anxiety could influence therapy outcome and compliance.One of alternative therapy for these situations is acupuncture. Hamilton Anxiety RatingScale (Ham A) score measurement was used to evaluate anxiety reduction in methadonclient.

This study was an experimental study, with randomized pre-post test controlgroup design conducted in Sanglah Hospital PTRM Sandat clinic. 62 study subjects metinclusion criteria who agree to participate in this study were measured pre test Ham Ascore and then divided into two seperated groups, control group which only receivemethadon therapy, and treatment group which received acupuncture for 6 weeks. After6 weeks post test Ham A score were obtained to measure anxiety.

From this study, pre test Ham A score mean in control group were 15,4 ± 4,3and treatment group mean score were 16,6 ± 4,5. Post test Ham A score in control groupwere 15,3 ± 4,1, in treatment group were 12,8 ±3,8. T-Independent test result that twogroup differ significantly (p<0.05) t = 9,251 and p value 0,001.In each item analysis,significant reduction were found in anxious feeling, insomnia and somatic symptoms intreatment group.

This study concluded that acupuncture reduced anxiety score measured byHam A test in methadon client most significantly in anxious feeling, sleep disorder andsomatic symptoms.

Keyword : Acupuncture, anxiety, Ham A score, methadon

Page 12: gabriella t

xi

DAFTAR ISI

Sampul Dalam.......................................................................................................... i

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister................................................................ ii

Lembar Persetujuan Pembimbing .......................................................................... iii

Lembar Penetapan Panitia Ujian............................................................................ iv

Pernyataan Bebas Plagiat ........................................................................................ v

UCAPAN TERIMAKASIH................................................................................... vi

ABSTRAK ............................................................................................................. ix

ABSTRACT............................................................................................................ x

DAFTAR ISI......................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv

DAFTAR TABEL................................................................................................ xvi

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xvii

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 4

1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4

Page 13: gabriella t

xii

1.3.1 Tujuan Penelitian Umum .......................................................................4

1.3.2 Tujuan Penelitian Khusus .......................................................................4

1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA.................................................................................. 6

2.1 Ketergantungan NAPZA............................................................................... 6

2.2 Kecemasan yang berhubungan dengan penyalahgunaan NAPZA.............. 17

2.2.1 Klasifikasi dan Diagnosis Kecemasan ..................................................19

2.3 Hamilton Anxiety Rating Scale (Ham A) .................................................... 21

2.4 Terapi Akupuntur pada kecemasan............................................................. 23

BAB 3 KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS........................ 34

3.1 Kerangka Berpikir ....................................................................................... 34

3.2 Kerangka Konsep ........................................................................................ 35

3.3 Hipotesis Penelitian..................................................................................... 36

BAB 4 METODE PENELITIAN......................................................................... 37

4.1 Rancangan Penelitian ................................................................................. 37

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 38

4.2.1 Lokasi Penelitian...................................................................................38

4.2.2 Waktu Penelitian ...................................................................................38

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian .................................................................. 38

4.3.1 Populasi penelitian ................................................................................38

Page 14: gabriella t

xiii

4.3.2 Kriteria Inklusi, eksklusi dan drop out.................................................38

4.3.3 Jumlah Sampel ......................................................................................39

4.3.4 Teknik Penentuan Sampel.....................................................................40

4.4 Pemberian terapi akupuntur ........................................................................ 41

4.5 Variabel dan Definisi Operasional .............................................................. 41

4.5.1 Identifikasi Variabel..............................................................................41

4.5.2 Definisi Operasional..............................................................................41

4.6 Bahan dan Instrumen Penelitian.................................................................. 43

4.7 Prosedur Penelitian...................................................................................... 44

4.8 Analisis Data ............................................................................................... 44

4.9 Alur Penelitian ............................................................................................ 45

BAB V HASIL PENELITIAN ............................................................................ 46

5.1 Karakterisitik Subjek Penelitian.................................................................. 46

5.2 Uji Normalitas Data .................................................................................... 48

5.3 Hasil Uji Statistik Penurunan Skor Ham A Pre dan Post Test .................... 49

5.4 Hasil Rerata Selisih Skor Masing-masing Item Ham A.............................. 49

5.5 Hasil Uji T Test Pada Selisih Skor Masing-masing Item Pada Ham A...... 50

BAB VI PEMBAHASAN.................................................................................... 52

6.1 Subjek Penelitian......................................................................................... 52

6.2 Akupuntur Dapat Menurunkan Skor Ham A .............................................. 52

Page 15: gabriella t

xiv

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 59

7.1 Simpulan ..................................................................................................... 59

7.2 Saran............................................................................................................ 59

Daftar Pustaka ....................................................................................................... 60

Lampiran ................................................................................................................63

Page 16: gabriella t

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Sistem Limbik............................................................................ 15

2.2 Efek Opioid pada Jalur Reward ................................................. 16

2.3 Teori 5 Siklus............................................................................. 25

2.4 Efek Akupuntur pada Nukleus Akumbens ................................ 27

2.5 Letak Titik Akupuntur Shen Men Pada Telinga ........................ 32

2.6 Letak Titik Akupuntur He gu..................................................... 32

2.7 Letak Titik Akupuntur Zu San Li .............................................. 33

2.8 Letak Titik Akupuntur Chize .................................................... 33

3.1 Kerangka Berpikir...................................................................... 35

4.1 Alur Penelitian ........................................................................... 37

4.2 Alur Penelitian ........................................................................... 45

5.1 Hasil Pengukuran Rerata Skor Ham A Pre Test dan

Post Test Kelompok Kontrol dan Perlakuan.............................. 48

Page 17: gabriella t

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian .................................... 36

Tabel 5.2 Hasil Rerata Selisih Skor Kelompok Kontrol dan

Kelompok Perlakuan ..................................................... 38

Tabel 5.3 Selisih Skor Masing-masing Item Ham A .................... 39

Page 18: gabriella t

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Ethical Clearance Penelitian .......................................................65

Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian .....................................................................66

Lampiran 3 Form Informed Consent Subyek Penelitian................................68

Lampiran 4 Kuesioner Ham A ........................................................................70

Lampiran 5 Kartu Data Peserta Penelitian ......................................................72

Lampiran 6 Data dan Analisis Penelitian........................................................73

Lampiran 7 Foto Penelitian.............................................................................75

Page 19: gabriella t

xviii

DAFTAR SINGKATAN

PTRM : Program Terapi Rumatan Metadon

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

NAPZA : Narkotika,alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya

HAM-A : Hamilton Anxiety Rating Scale

GABA : Gama Aminobutyric Acid

WHO : World Health Organization

DSM V : Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Fifth Edition

Text Revision

ICD : International Classification of Disease

HIV : Human Immuno-deficiency Virus

PPDGJ : Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia

Page 20: gabriella t

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Permasalahan yang saat ini terjadi di seluruh negara di dunia antara lain

adalah adiksi terhadap narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya

(NAPZA) atau yang lebih dikenal dengan istilah narkoba. Penyalahgunaan ini

merupakan pola penggunaan yang bersifat patologik, berlangsung dalam jangka

waktu tertentu dan menimbulkan gangguan fungsi sosial dan okupasional serta

seringkali disertai dengan komorbiditas lain yang merupakan penyulit dalam

terapi adiksi.

Menjelang akhir milenium kedua, di seluruh dunia terdapat 1,1 milyar

orang yang mengalami ketergantungan nikotin, 250 juta orang mengalami

ketergantungan alkohol, dan 15 juta orang yang mengalami ketergantungan zat

psikoaktif lain (Joewana, 2004). Survei yang dilakukan oleh Badan Narkotika

Nasional pada tahun 2011 menunjukkan estimasi penyalahguna NAPZA adalah

3,7 juta hingga 4,7 juta orang yang berusia antara 10-59 tahun dan kerugian

ekonomi yang diperkirakan akibat penyalahgunaan NAPZA adalah berkisar Rp

57,0 trilyun di tahun 2013(Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kemenkes RI, 2014).

Salah satu jenis ketergantungan terhadap narkoba adalah ketergantungan terhadap

opioid, yaitu suatu zat yang telah digunakan selama 3500 tahun yang lalu baik

untuk tujuan medis ataupun tujuan kesenangan semata. Opioid mempunyai

berbagai macam bentuk antara lain morfin, heroin (narkoba suntik), codein,

metadon dan lain-lain (Joewana, 2004).

Page 21: gabriella t

2

Pengguna narkoba suntik di Indonesia yang terinfeksi HIV cukup banyak

ditemukan, yaitu berkisar 44%. Dengan tingginya angka ini maka perlu dilakukan

program pengurangan dampak buruk penularan narkoba suntik (harm reduction).

Salah satu kegiatan pendekatan harm reduction adalah terapi substitusi dengan

metadon yang dilakukan dalam Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM).

PTRM ini adalah program yang terutama ditujukan untuk mengatasi masalah

adiksi namun belum dapat mengatasi gangguan psikiatri lain yang muncul

bersamaan dengan adiksi terhadap NAPZA itu sendiri (Departemen Kesehatan RI,

2006).

Lebih kurang 90% orang dengan ketergantungan opioid mempunyai

gangguan psikiatri. Diagnosis psikiatri yang paling sering ditemukan adalah

depresi, gangguan akibat penggunaan alkohol, gangguan kepribadian antisosial,

dan gangguan cemas (anxietas). Sekitar 15 persen orang dengan ketergantungan

opioid pernah setidaknya satu kali melakukan percobaan bunuh diri. Tingginya

komorbiditas dengan diagnosis psikiatri lain tentunya memerlukan program terapi

yang berbasis luas sehingga gangguan tersebut dapat ditangani dengan baik

(Sadock dkk., 2009). Kecemasan sebenarnya adalah emosi manusia normal yang

meningkat ataupun menurun sebagai respon dari eksternal maupun internal namun

bila intensitas dan durasinya berlebihan disertai juga dengan adanya gangguan

otonomi dan fungsional serta perubahan perilaku maka kecemasan tersebut

menjadi patologis (Lingford-Hughes dkk., 2002). Salah satu alat yang dapat

dipakai untuk mengukur berat ringannya kecemasan yang saat ini sudah

divalidasi adalah dengan Hamilton Anxiety Rating Scale (Ham A). Kuesioner ini

Page 22: gabriella t

3

terdiri dari 14 item penilaian yang menilai gejala cemas secara subjektif dan

objektif serta menilai komponen keluhan somatik dari gangguan cemas. Dari

wawancara yang dilakukan oleh pengamat yang terlatih maka dapat diperoleh

skala tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien, dengan melakukan penilaian

ini maka dapat dinilai pula keberhasilan suatu terapi (Sadock dkk., 2009).

Salah satu cara yang kini sering digunakan untuk mengurangi kecemasan

yang dianggap tidak mempengaruhi pengobatan ketergantungan NAPZA adalah

dengan penggunaan akupuntur, yaitu suatu teknik pengobatan tradisional yang

memakai jarum. Titik-titik yang ditusuk adalah titik-titik tertentu pada tubuh

ataupun telinga yang disebut titik akupuntur. Jika titik-titik ini ditusuk dan

dirangsang baik secara mekanis maupun dengan elektroakupuntur maka

diharapkan terdapat perubahan pada neurotransmitter di otak yang akan

mengurangi gejala-gejala cemas dan dengan demikian diharapkan akan

berpengaruh positif pula terhadap ketergantungannya terhadap opioid (Yang dkk.,

2007).

Pemilihan titik akupuntur bila dilakukan dengan tepat disertai dengan

stimulasi yang tepat maka diharapkan akan memberikan hasil yang bermakna.

Teknik akupuntur ini sendiri dapat memberikan hasil yang bermakna bila

diberikan dalam jangka waktu tertentu dan biasanya dalam 10-12 kali terapi yang

dilakukan tiap 3-4 hari sekali (Pilkington dkk., 2013). Terapi yang dilakukan

kurang dari 10 kali ataupun dengan jarak waktu yang panjang serta durasi yang

kurang dari 15 menit setiap sesi akupuntur biasanya kurang memberikan hasil

yang signifikan (Berman dkk., 2004).

Page 23: gabriella t

4

Penelitian sekarang ini adalah untuk menilai efektivitas akupuntur untuk

menurunkan kecemasan pada pengguna metadon yang diukur dengan

menggunakan Ham A . Pengguna metadon adalah populasi yang cukup luas,

namun pada penelitian kali ini peneliti mengambil populasi terjangkau adalah

klien PTRM Sandat di RSUP Sanglah yang diharapkan dapat mewakili populasi

pengguna metadon secara umum.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah akupuntur dapat menurunkan skor Hamilton Anxiety Rating Scale pada

pengguna metadon di PTRM Sandat RSUP Sanglah?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian Umum

Untuk menghitung besarnya efek terapi komplementer dalam mengatasi

kecemasan yang dialami oleh pengguna metadon PTRM Sandat RSUP Sanglah.

1.3.2 Tujuan Penelitian Khusus

Untuk menghitung besarnya penurunan skor Ham A setelah dilakukan

tindakan akupuntur pada pengguna metadon di PTRM Sandat RSUP Sanglah.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat Pelayanan :

Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam penentuan penambahan

program terapi komplementer bagi pengguna metadon di PTRM Sandat RSUP

Sanglah.

Page 24: gabriella t

5

Manfaat Pendidikan :

Diharapkan dapat memberikan bukti ilmiah objektif efektivitas intervensi

terapi akupuntur terhadap pengguna metadon di PTRM Sandat RSUP Sanglah.

Manfaat Penelitian :

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan untuk

mengembangkan/ memperbaiki penelitian untuk terapi komplementer pada

pengguna metadon selanjutnya.

Page 25: gabriella t

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Ketergantungan NAPZA

Masalah penyalahgunaaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya

(NAPZA) merupakan masalah yang sangat kompleks, memerlukan

penanggulangan secara menyeluruh yang multidispliner, multisektoral dan

mengikutsertakan masyarakat secara aktif, dilaksanakan semua pihak secara

kesinambungan dan konsisten. Masalah ini di masyarakat pada umumnya dan

kalangan generasi muda khususnya telah mencapai taraf yang memprihatinkan.

Menurut survei WHO di 14 negara, 24% pengunjung fasilitas pelayanan

kesehatan umum menderita gangguan jiwa dan 6% adalah pengguna NAPZA

(Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 2006).

Pada tahun 2004 survei nasional yang dilakukan di Amerika Serikat

memperkirakan adanya 22,5 juta orang di atas usia 12 tahun (10% dari total

populasi Amerika Serikat) yang menderita akibat penyalahgunaan zat. Sebanyak

67,8% mengalami ketergantungan heroin, 17,6 ketergantungan marijuana, 27,8%

ketergantungan kokain, dan 12,3% tergantung pada obat penghilang rasa sakit

(Sadock dkk, 2009). Sedangkan di Indonesia diperkirakan sekitar 800 ribu hingga

2 juta orang terutama masyarakat usia produktif terjerat oleh ketergantungan

heroin yang tesebar pada berbagai tingkat sosio-ekonomi (Thaib dkk., 2006).

Kerugian yang diakibatkan oleh penyalahgunaan zat juga tidaklah sedikit, di

antaranya adalah pecahnya keluarga, hilangnya pekerjaan, kegagalan dalam

Page 26: gabriella t

7

sekolah, kekerasan domestik, penyiksaan terhadap anak, dan kejahatan lainnya

(Zahm, 2010).

Ketergantungan NAPZA mempunyai aspek fisik dan perilaku. Pada

ketergantungan NAPZA perilaku, aktivitas mencari zat dan adanya penggunaan

yang berlebihan sangat jelas, sedangkan pada aspek fisik mengacu pada efek

fisiologis dari penggunaan zat yang berulang (Sadock dkk, 2009).

Zat psikoaktif adalah zat/bahan yang apabila masuk ke dalam tubuh

manusia berkhasiat mempengaruhi tubuh, terutama susunan saraf pusat, sehingga

mengakibatkan perubahan aktivitas mental-emosional dan perilaku pengguna dan

seringkali menyebabkan ketagihan dan ketergantungan zat tersebut (Departemen

Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 2006).

DSM V membagi gangguan berkaitan zat psikoaktif (substance related

disorder) menjadi 2 kategori : penyalahgunaan zat (substance use disorder) dan

gangguan yang diinduksi zat (substance induced disorder) (APA, 2013).

Penyalahgunaan zat didefinisikan sebagai adanya minimal satu dari gejala-

gejala spesifik berikut ini yang mengindikasikan bahwa penggunaan zat tersebut

telah mengganggu kehidupan orang tersebut.

Kriteria diagnosis berdasarkan PPDGJ III:

1. Pola maladaptif dari penggunaan zat psikoaktif yang mengarah pada

gangguan klinis yang nyata. Hal ini dimanifestasikan dengan satu atau

lebih hal-hal berikut ini, dan muncul dalam kurun waktu 12 bulan:

Page 27: gabriella t

8

a. Penggunaan zat secara berulang yang mengakibatkan kegagalan

untuk memenuhi kewajibannya dalam pekerjaan, di sekolah, atau

di rumah.

b. Penggunaan zat secara berulang dalam kondisi yang berbahaya

secara fisik.

c. Masalah hukum yang berhubungan dengan zat dan terjadi secara

berulang.

d. Penggunaan zat yang berkelanjutan walaupun mengalami masalah

sosial atau interpersonal yang berulang dan disebabkan atau

diperparah oleh efek zat psikoaktif.

2. Gejala – gejala di atas tidak pernah memenuhi kriteria ketergantungan

obat.

Sedangkan kriteria diagnostik untuk ketergantungan zat adalah pola yang

salah dari penggunaan zat sehingga terdapat gangguan yang signifikan dari 3 hal

atau lebih berikut dan muncul kapanpun dalam kurun waktu 12 bulan (Sadock

dkk, 2009):

1. Toleransi :

a. meningkatnya jumlah zat yang dibutuhkan untuk mencapai efek

yang diinginkan atau intoksikasi

b. efek yang sangat jelas berkurang dengan penggunaan zat

tersebut dalam jumlah yang sama

2. Lepas zat :

a. terdapat karakteristik lepas zat

Page 28: gabriella t

9

b. zat yang sama atau mirip harus dipakai untuk meringankan atau

menghindari gejala lepas zat

3. Zat tersebut sering dikonsumsi dalam jumlah besar atau lebih lama dari

yang direncanakan

4. Terdapat keinginan terus menerus atau usaha yang gagal untuk

mengurangi atau mengontrol penggunaan zat

5. Banyak waktu yang dihabiskan untuk mendapatkan zat tersebut,

menggunakan zat tersebut dan pulih dari efek zat tersebut

6. Aktivitas sosial, pekerjaan, ataupun rekreasi dikorbankan ataupun

menurun karena penggunaan zat

7. Penggunaan zat tetap dilakukan walaupun sudah mengetahui adanya

problem fisik maupun psikologis berulang yang diakibatkan

penggunaan zat tersebut.

Penggolongan penggunaan narkoba menurut ICD 10 dibagi menjadi intoksikasi,

penggunaan yang membahayakan, sindrom ketergantungan dan gejala putus zat :

Intoksikasi :

1. Harus ada bukti jelas penggunaan zat psikoaktif dalam waktu dekat

pada dosis yang cukup tinggi agar konsisten dengan kriteria

intoksikasi.

2. Harus ada gejala-gejala atau tanda-tanda intoksikasi yang sesuai

dengan kerja dari suatu zat tertentu dan keparahan yang cukup untuk

menimbulkan gangguan kesadaran, kognisi, persepsi, dan sikap yang

secara klinis signifikan.

Page 29: gabriella t

10

3. Gejala atau tanda yang ada tidak terjadi karena gangguan medis lain

yang tidak berhubungan dengan penggunaan zat atau karena gangguan

mental lainnya.

Penggunaan yang membahayakan :

a. Harus ada bukti yang kuat bahwa penggunaan zat psikoaktif

bertanggung jawab untuk bahaya fisik maupun psikis, termasuk

gangguan dalam pengambilan keputusan atau gangguan perilaku, yang

dapat mengarah pada kecacatan atau konsekuensi buruk terhadap

hubungan antar personal

b. Sifat dari bahaya harus dikenali dengan jelas

c. Pola penggunaan menetap sekurang-kurangnya satu bulan atau muncul

berulang dalam jangka waktu 12 bulan

d. Gangguan yang terjadi tidak memenuhi kriteria gangguan mental dan

perilaku lain yang berhubungan dengan zat yang sama dalam periode

waktu yang sama (kecuali untuk intoksikasi).

Sindrom ketergantungan

Terdapat tiga atau lebih dari manifestasi berikut ini dan harus muncul

bersamaan sekurang-kurangnya 1 bulan, atau jika menetap kurang dari 1

bulan, maka harus muncul bersamaan berulang kali selama jangka waktu

12 bulan.

1. Keinginan yang sangat kuat atau kompulsif untuk mendapatkan zat

2. Terganggunya kapasitas untuk mengendalikan perilaku konsumsi zat

Page 30: gabriella t

11

3. Keadaan putus zat saat penggunaan zat dikurangi atau dihentikan

4. Adanya toleransi terhadap efek zat, dibuktikan dengan adanya

peningkatan jumlah zat yang digunakan secara signifikan untuk

memperoleh efek intoksikasi yang sama

5. Sebagian besar waktu didedikasikan untuk penggunaan zat

Gejala Putus zat

1. Harus ada bukti jelas dari penghentian atau pengurangan penggunaan

zat psikoaktif setelah penggunaan zat berulang, berkepanjangan

dan/atau dosis tinggi

2. Gejala yang muncul sesuai dengan gejala dari tiap zat yang

bersangkutan

3. Gejala yang ada tidak dikarenakan oleh adanya gangguan medis

lainnya yang tidak berkaitan dengan penggunaan zat, atau karena

gangguan mental atau tingkah laku lainnya.

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,

baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa

nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Psikotropika adalah zat atau obat

baik alamiah atau sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui

pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas

pada aktivitas mental dan perilaku (Lumbantobing, 2007).

Page 31: gabriella t

12

Faktor Predisposisi

Alasan penggunaan NAPZA berbeda-beda, namun biasanya merupakan

interaksi beberapa faktor. Beberapa orang mempunyai risiko yang lebih besar

menggunakannya karena sifat atau latar belakangnya yang disebut faktor risiko

tinggi atau faktor kontributif yang dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

faktor individu dan faktor lingkungan (Moesono, 2006).

Faktor individu :

- Rasa ingin tahu yang kuat dan ingin mencoba

- Tidak bersikap tegas terhadap tawaran/pengaruh teman sebaya

- Penilaian diri yang negatif (low self esteem) seperti merasa kurang

mampu dalam pelajaran, pergaulan, penampilan diri atau tingkat/

status sosial ekonomi yang rendah

- Rasa kurang percaya diri dalam menghadapi tugas

- Mengurangi rasa tidak enak, ingin menambah prestasi

- Tidak tekun dan cepat jenuh

- Sikap memberontak terhadap peraturan/tata tertib

- Pernyataan diri sudah dewasa

- Identitas diri yang kabur akibat proses identifikasi dengan orang

tua/penggantinya yang kurang berjalan dengan baik, atau gangguan

identitas jenis kelamin, merasa diri kurang jantan

- Depresi, cemas, hiperkinetik

- Persepsi yang tidak realistik

- Kepribadian dissosial

Page 32: gabriella t

13

- Penghargaan sosial yang kurang

- Keyakinan penggunaan zat sebagai lambang keperkasaan atau

kemodernan

- Kurang menghayati ajaran agama

Faktor lingkungan:

- Mudah diperolehnya zat NAPZA

- Komunikasi orangtua dan anaknya yang kurang efektif

- Hubungan antar orangtua (ayah-ibu) yang kurang harmonis

- Orangtua atau keluarga lainnya menggunakan zat NAPZA

- Lingkungan keluarga terlalu permisif atau bahkan sebaliknya terlalu

ketat dalam displin

- Orangtua yang otoriter atau dominan

- Berteman dengan pengguna NAPZA

- Tekanan kelompok sebaya yang sangat kuat

- Ancaman fisik dari teman atau pengedar

- Lingkungan sekolah yang tidak tertib

- Lingkungan sekolah yang tidak memberi fasilitas bagi penyaluran

bakat dan minat para siswanya.

Etiologi

Banyak faktor yang berpengaruh sehingga seseorang bisa menjadi

tergantung terhadap suatu zat, seperti ketersediaan zat, faktor sosial, tekanan

dalam pergaulan, mungkin adalah faktor utama dalam eksperimen pertama namun

Page 33: gabriella t

14

faktor lain seperti kepribadian dan biologis individual mungkin lebih berpengaruh

terhadap efek zat dan jenis zat. Penelitian lain tentang faktor-faktor yang dapat

menyebabkan penggunaan narkoba menunjukkan bahwa faktor kepribadian,

kelompok teman sebaya dan keluarga sangat menentukan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa dengan karakteristik, kepribadian tertentu seseorang mudah

menjadi pengguna narkoba, meskipun kelompok sebaya dan orang tua

menentangnya. Remaja yang mempunyai hubungan yang buruk dengan

orangtua/keluarga, dapat menjadi pengguna narkoba, meskipun nilai-nilai

kepribadian dan teman sebaya menentangnya. Sedangkan tekanan kelompok

teman sebaya dapat mengalahkan nilai pribadi yang anti narkoba dan hubungan

keluarga yang baik (Moesono, 2006).

Faktor psikodinamik

Menurut teori klasik, penyalahgunaan zat adalah setara dengan masturbasi

(sebagian pemakai heroin menggambarkan awal penggunaan mirip seperti

orgasme seksual), pertahanan melawan impuls kecemasan, atau manifestasi dari

regresi oral. Formulasi psikodinamik yang baru menyimpulkan penyalahgunaan

zat sebagai refleksi dari fungsi ego yang terganggu (Joewana, 2004).

Pembelajaran dan pengkondisian

Setiap kali penggunaan NAPZA menghasilkan umpan balik positif, baik

dari efek zat itu sendiri maupun pengabaian efek samping, pengabaian gejala

lepas zat, ataupun kombinasi efek-efek tersebut. Pengguna NAPZA merespon

rangsang yang berhubungan dengan NAPZA dengan meningkatnya aktifitas di

daerah limbik, termasuk amygdala dan cingulatum anterior (Stahl, 2013).

Page 34: gabriella t

15

Gambar 2.1 Sistem Limbik (Scott dan Scott, 2007)

Faktor genetik

Adanya polimorfisme pada penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA

dan hubungannya dengan gen yang mempengaruhi produksi dopamin akhir-akhir

ini sedang diteliti (Joewana, 2004).

Faktor neurokimia

Neurotransmiter yang mungkin terlibat dalam penyalahgunaan NAPZA

adalah opioid, katekolamin (terutama dopamin) dan sistem gama aminobutyric

acid (GABA). Neuron dopaminergik pada area tegmental sangat penting karena

berhubungan dengan area korteks dan limbik terutama nukleus akumbens. Jalur

ini berperan dalam sensasi reward (Sadock dkk., 2009).

Page 35: gabriella t

16

Gambar 2.2 Efek Opioid pada Jalur Reward (Carvalho dkk., 2013)

Opioid selain mempunyai efek analgesik yang sangat kuat juga dapat

menyebabkan keadaan eforia, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, rasa

mengantuk. Zat ini juga dapat menekan pusat pernafasan sehingga bernafas

menjadi pelan dan dangkal (Ghodse, 2002).

Banyak cara yang telah dilakukan untuk menanggulangi ketergantungan

NAPZA, yaitu salah satunya adalah dengan metadon, yaitu terapi farmakologis

dengan harm reduction pada ketergantungan opioid. Metadon adalah terapi

substitusi untuk heroin dengan efek agonis penuh yang menyerupai efek

menyenangkan yang didapat dari heroin. Metadon mempunyai waktu paruh yang

lebih lama dari heroin dan setelah dikonsumsi, rasa ketagihan akan berkurang

(Lingford-Hughes dkk., 2007).

Dosis harian metadon adalah 20-80 mg, cukup untuk menstabilkan

pasien,namun dosis sampai 120 mg pernah digunakan. Durasi aksi metadon

melebihi 24 jam, dengan demikian pemberian 1x sehari sudah adekuat. Rumatan

Page 36: gabriella t

17

(maintenance) metadon dilanjutkan sampai pasien dapat ditarik dari metadon,

yang dapat juga mengakibatkan ketergantungan. Gejala henti obat pada metadon

dapat terjadi, namun proses detoksifikasinya lebih mudah diatasi daripada heroin

(Sargo dan Subagyo, 2014).

Rumatan dengan metadon mempunyai beberapa keuntungan :

1. Pecandu opioid tidak perlu menyuntikkan obat, dengan bahaya yang

terkait (penularan hepatitis, HIV)

2. Metadon menyebabkan eforia minimal dan jarang menyebabkan

mengantuk atau depresi bila digunakan jangka panjang

3. Metadon membuat penggunanya dapat ikut serta dengan kegiatan-

kegiatan yang bermanfaat (Depkes RI Direktur Jendral Pelayanan

Medik, 2000).

2.2 Kecemasan yang berhubungan dengan penyalahgunaan NAPZA

Penelitian di bidang psikiatri menunjukkan gangguan cemas dan

penyalahgunaan NAPZA sering terjadi secara bersamaan. Kecemasan dapat

menyebabkan penyalahgunaan NAPZA dan sebaliknya penyalahgunaan NAPZA

juga dapat menimbulkan kecemasan yang diinduksi oleh penyalahgunaan NAPZA

itu sendiri (Smith dan Book, 2008). Remaja dengan gangguan jiwa kecemasan

mempunyai risiko relatif 13,8 kali untuk menyalahgunakan NAPZA dibandingkan

dengan mereka yang tidak mengalami gangguan kecemasan (Hawari, 2006).

Ketergantungan NAPZA sendiri dapat menyebabkan kecemasan yaitu respon

yang sebenarnya normal dan adaptif terhadap ancaman yang mempersiapkan

Page 37: gabriella t

18

individu untuk fight atau flight (Lingford-Hughes dkk., 2002). Namun jika

kecemasan ini berlebihan mengenai beberapa kejadian atau aktivitas yang terjadi

hampir setiap hari selama minimal 6 bulan maka kecemasan ini dapat digolongkan

menjadi gangguan cemas menyeluruh. Kecemasan ini menjadi sangat sulit untuk

dikendalikan dan sering ditemukan bersama dengan gejala somatis, seperti

ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur dan kegelisahan (Sadock dkk., 2009).

Gangguan kecemasan sering dihubungkan dengan beratnya kemungkinan untuk

gangguan pemakaian alkohol dan zat-zat adiktif lainnya, beratnya gejala lepas zat

alkohol, dan tingginya kekambuhan setelah terapi lepas zat. Sebaliknya adanya

pemakaian zat adiktif dapat menurunkan angka kesembuhan dan meningkatkan

kemungkinan kekambuhan gangguan cemas menyeluruh, dan meningkatnya

angka kejadian bunuh diri pada penderita gangguan cemas (Smith dan Book,

2008).

Gejala kecemasan sendiri berperan penting dalam penanganan adiksi

karena dengan adanya gejala-gejala seperti kegelisahan, kesulitan berkonsentrasi

dapat mempengaruhi kepatuhan terhadap pengobatan dan kemampuan untuk lepas

zat (Charney dkk., 2005). Jenis gangguan cemas yang paling sering ditemukan

bersamaan dengan penyalahgunaan zat adalah gangguan cemas menyeluruh dan

gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia (Smith dan Book, 2008).

Pasien dengan gangguan penggunaan zat yang ditemukan bersamaan

dengan gangguan kejiwaan mempunyai prognosis yang lebih buruk, kemungkinan

remisi yang menurun, meningkatnya kemungkinan untuk relaps, dan lebih banyak

membutuhkan perawatan daripada jika tidak ditemukan gangguan psikiatri

Page 38: gabriella t

19

(Charney dkk., 2005). Bila gangguan komorbiditas diatasi, baik depresi maupun

kecemasan dapat diatasi maka prognosis ketergantungan zat pun akan membaik

(Hesse, 2009).

2.2.1 Klasifikasi dan Diagnosis Kecemasan

Kriteria diagnostik untuk gangguan kecemasan yang diinduksi oleh

penggunaan zat berdasarkan DSM V:

a. Kecemasan yang jelas, serangan panik, obsesi atau kompulsi

mendominasi gambaran klinis.

b. Adanya bukti yang jelas dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau hasil

laboratorium dari:

1. Gejala dari kriteria a mulai muncul dalam 1 bulan dari intoksikasi

zat atau lepas obat

2. Penggunaan zat dapat menyebabkan gangguan mental

c. Gangguan tersebut tidak disebabkan oleh gangguan kecemasan yang

tidak diinduksi oleh penggunaan zat. Gejala tersebut muncul setelah

penggunaan zat atau gejala tersebut menetap selama beberapa waktu

setelah penghentian penggunaan zat secara tiba-tiba atau intoksikasi

berat atau tidak adanya bukti kecemasan tersebut tidak diinduksi oleh

penggunaan zat.

d. Gangguan tidak terjadi selama adanya delirium

e. Gangguan tersebut menyebabkan gangguan klinik atau gangguan fungsi

sosial, pekerjaan atau fungsi lainnya.

Page 39: gabriella t

20

Menurut DSM V, yang dimasukkan ke dalam gangguan cemas adalah

gangguan cemas perpisahan, mutisme selektif, fobia spesifik, fobia sosial,

gangguan panik, agorafobia, gangguan cemas menyeluruh, gangguan cemas yang

diinduksi zat/ pengobatan, gangguan cemas yang berhubungan dengan kondisi

medis, dan gangguan cemas tidak khas. Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria

yang sudah dibakukan (DSM V, ICD-10 atau PPDGJ III). Gangguan cemas

biasanya sering dijumpai pada masa tumbuh kembang yang diakibatkan rasa takut

akan perpisahan dengan figur yang melekat. Mutisme selektif adalah kegagalan

ketika berbicara dalam situasi tertentu, di mana pada situasi lain orang tersebut

dapat berbicara. Fobia spesifik ditandai dengan adanya rasa takut atau cemas

disertai dengan perilaku menghindar dari objek atau situasi tertentu. Pada fobia

sosial ditemukan rasa takut atau cemas tehadap interaksi sosial tertentu di mana

terdapat kemungkinan adanya ketidaknyamanan seperti bertemu dengan orang

asing, ataupun situasi di mana orang tersebut harus tampil di depan orang banyak.

Pada gangguan panik ditandai dengan serangan panik tak terduga dan sering takut

akan munculnya kembali serangan panik. Agorafobia berarti ketakutan patologik

tehadap tempat terbuka atau tempat umum. Pada gangguan cemas menyeluruh

terdapat kecemasan umum yang berlangsung sekurang-kurangnya selama satu

bulan dan tidak ada hubungan dengan objek tertentu (APA, 2013).

Pada gangguan cemas, yang paling berperan adalah amygdala dan sirkuit

cortico striato talamo ccrtical (CTSC) yang berperan dalam gejala cemas.

Neurokimia yang paling berperan adalah GABA, sehingga psikofarmaka yang

paling sering digunakan untuk mengatasi kecemasan adalah benzodiazepin yang

Page 40: gabriella t

21

mempunyai efek anxiolitik, walaupun akhir-akhir ini sedang dikembangkan juga

penelitian mengenai efek serotonin dan norepinefrin pada kecemasan (Stahl,

2013). Pada gangguan cemas yang berhubungan dengan penggunaan NAPZA

terdapat ketidakseimbangan antara norepinefrin dan dopamin yang mengakibatkan

pengaktifan hormon kortikoid dan inilah yang kemudian akan memperberat gejala

kecemasan (Hesse,2009).

2.3 Hamilton Anxiety Rating Scale (Ham A)

Definisi yang akurat dan pengukuran gejala psikiatri sangat penting dalam

bidang klinis dan penelitian. Setelah wawancara dilakukan kepada pasien dan

kemudian gejala yang ada didapatkan sesuai dengan kriteria diagnosis maka

diagnosis cemas dapat ditegakkan. Dalam melakukan suatu terapi perlu dilakukan

pengamatan yang objektif untuk menilai perkembangan penyakit ataupun respon

terapi, salah satunya yaitu dengan suatu instrumen berupa kuesioner pertanyaan

mengenai gejala kecemasan yang kemudian dinilai derajatnya oleh tenaga

kesehatan yang telah terlatih dengan teknik wawancara. Banyak instrumen yang

dapat dipakai untuk menilai kecemasan, di antaranya Hamilton Anxiety Rating

Scale (Ham A), Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) , dan Overall

Anxiety Severity and Impairment Scale (OASIS).

Hamilton Rating Scale for Anxiety (Ham A) adalah instrumen yang dinilai

oleh klinisi yang didesain untuk menilai dan menghitung beratnya kecemasan.

Setiap skala bervariasi antara 0 sampai 4, dengan nilai yang lebih tinggi

menandakan lebih beratnya kecemasan. Instrumen ini telah banyak dipakai dalam

Page 41: gabriella t

22

penelitian baik di Amerika maupun di negara lainnya termasuk Indonesia dan

instrumen ini telah divalidasi.

Ham A terdiri dari subskala psikik dan somatik. Sub skala psikis (bagian 1-6

dan 14) menandai kognisi subyektif dan keluhan afektif kecemasan (contoh rasa

kecemasan, tegang, takut, kesulitan berkonsentrasi) dan sangat penting untuk

menilai beratnya kecemasan. Skor Ham 1 (sub skala dalam Ham A) mengukur

perasaan cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, dan mudah tersinggung.

Ham 2 mengukur perasaan tegang, lesu, tidak bisa istirahat tenang, mudah

terkejut, mudah menangis, gemetar, gelisah. Ham 3 mengukur beratnya fobia

yang dalam hal ini ditandai dengan adanya rasa takut pada gelap, pada orang

asing, tinggal sendiri, pada binatang besar, pada keramaian, dan pada kerumunan

orang banyak. Ham 4 mengukur beratnya gangguan tidur yaitu gejala sulit masuk

tidur, terbangun malam hari, tidak pulas, bangun dengan lesu, mimpi-mimpi,

mimpi buruk, mimpi yang menakutkan. Ham 5 menanyakan mengenai gangguan

kecerdasan yang didapatkan dari gejala sulit konsentrasi atau daya ingat yang

buruk. Ham 6 menanyakan mengenai perasaan depresi yang ditandai dengan

hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih, bangun dini hari,

dan adanya perasaan yang berubah-ubah sepanjang hari. Ham 14 adalah

pengamatan dari pewawancara dalam menilai psikomotor dari klien saat

dilakukan penilaian Ham A. Penilaian dilakukan terhadap tingkah laku klien yaitu

apakah ada kegelisahan, tidak tenang, jari gemetar, kening berkerut, muka tegang,

tonus otot meningkat, nafas pendek dan cepat, dan muka merah.

Page 42: gabriella t

23

Pada orang dengan gangguan kecemasan, seringkali ditemukan komponen

gangguan somatik di antaranya sakit dan nyeri di otot, kaku, gangguan sensorik

seperti penglihatan kabur, merasa lemas, muka merah/pucat, merasa ditusuk-

tusuk, gejala kardiovaskuler seperti takikardi, berdebar, nyeri di dada,rasa

lesu/lemas seperti mau pingsan, gejala respiratori seperti perasaan tercekik, nafas

pendek, sering menarik nafas, rasa tertekan di dada, gejala gastrointestinal seperti

sulit menelan, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah

makan, perasaan terbakar di perut, rasa penuh atau kembung, muntah, buang air

besar lembek, kehilangan berat badan, konstipasi, gejala urogenital seperti sering

buang air seni, tidak dapat menahan air seni, amenorrhe, menorrhagia, ejakulasi

prekoks, impotensi, gejala otonom di antaranya mulut kering, muka merah, mudah

berkeringat, pusing, sakit kepala. Komponen somatik (bagian 7-13)

menggambarkan gejala pada fungsi otonomik, pernafasan, gastro intestinal, dan

kardiovaskular. Klasifikasi gejala pada tiap sub skala dapat dinilai dengan 0 bila

tidak ada, 1 bila ringan, 2 bila sedang, 3 bila berat dan 4 bila sangat berat. Sedang

skor Ham A secara keseluruhan setelah dijumlahkan adalah bila jumlah total < 17

maka digolongkan kecemasan ringan, 18-24 : kecemasan ringan sampai sedang,

25-30 : kecemasan sedang sampai berat (Kummer dkk., 2010).

2.4 Terapi Akupuntur pada kecemasan

Salah satu cara yang dianjurkan untuk menangani kecemasan pada

pengguna NAPZA tanpa mempengaruhi terapi ketergantungan NAPZAnya adalah

dengan akupuntur. Akupuntur sendiri adalah stimulasi dari titik-titik tertentu pada

kulit, biasanya menggunakan jarum metalik, dengan teknik- teknik tertentu seperti

Page 43: gabriella t

24

listrik, laser maupun manual. Pada pengobatan tradisional, kesehatan sendiri

didefinisikan sebagai energi qi, sebuah konsep metafisik yang bersirkulasi antar

organ dengan jalur yang disebut meridian. Pada meridian inilah terdapat 365 titik

akupuntur yang dapat digunakan sebagai titik stimulasi dengan jarum ataupun

moksibasi untuk menyeimbangkan dan harmonisasi yin dan yang dengan

menghilangkan blokade aliran qi. Energi qi harus mengalir dengan kekuatan dan

kualitas yang baik melalui meridian dan organ-organ supaya kesehatan tetap

terjaga. Titik akupuntur terletak pada meridian dan merupakan cara untuk

merubah aliran qi. Sehingga akupuntur pada pengobatan tradisional adalah cara

untuk mengoreksi aliran qi yang tidak seimbang dan tidak harmonis dengan cara

menstimulasi titik yang relevan pada permukaan tubuh. Peran akupuntur untuk

mempertahankan keadaan homeostasis ditunjukkan dengan manipulasi dan

mempertahankan keseimbangan yin dan yang ( Yang dkk, 2007). Selain itu

menurut falsafah wuxing setiap kesatuan bulat dalam alam terdapat 5 unsur,

kayu,api, logam, tanah dan air yang berhubungan satu dengan yang lain mengikuti

hukum hubungan tertentu sehingga membentuk suatu keseimbangan dinamis yang

harmonis. Hilangnya harmoni keseimbangan dinamis menimbulkan keadaan

patologik yaitu sakit (Kiswojo, 2007).

Pada teori Cina kuno, kecemasan mempengaruhi unsur logam dalam

manusia, yang dalam hal ini organ yang mengatur adalah paru dan usus besar,

sehingga untuk melancarkan blokade qi akibat kecemasan maka dipilih titik pada

meridian usus besar yang berpotongan dengan meridian paru yaitu titik he gu

(Kiswojo, 2007).

Page 44: gabriella t

25

Gambar 2.3 Teori 5 Siklus (D’Alberto, 2006)

Titik-titik akupuntur merupakan kumpulan sel yang berbeda aktivitasnya

dibanding dengan sel di luar titik akupuntur dan secara listrik mempunyai

karakteristik tegangan tinggi hambatan rendah, mempunyai profil tegangan

berkorelasi dengan faal organ tubuh, dan konduktivitas tinggi dibandingkan

dengan titik kontrol yang mempunyai hambatan tinggi, tegangan rendah dan

konduktivitas rendah (Saputra, 2005).

Akupuntur dapat merangsang perubahan kelistrikan tubuh dengan

inflamasi terencana untuk merangsang aktivitas sel, karena titik akupuntur adalah

daerah aktif listrik yang sudah dikenal trial and error ribuan tahun, titik ini juga

mempunyai efek khusus terhadap jaringan atau morfofungsional organ, inflamasi

terencana ini kemudian akan mempengaruhi skin activating lymphoid tissue

(SALT) sesuai reaksi imunologi yang menguntungkan terhadap penyakit, titik ini

juga akan mempengaruhi kelenjar pinel di mana kelenjar ini memproduksi

Page 45: gabriella t

26

hormon-hormon yang penting dalam HPA axis yang pada akhirnya juga akan

mempengarhui psikis (psikoneuroimunologi) (Saputra, 2012).

Penelitian lain yang telah ada selama ini adalah tentang respon

neurokimia terhadap akupuntur. Hasil-hasil ini menyimpulkan bahwa akupuntur

dapat memperbaiki kerusakan yang terjadi pada tubuh dengan aktifasi jalur pada

otak dan mempertahankan keseimbangan biokimia pada sistem susunan saraf

pusat dengan mengatur neurotransmiter yang mengatur kesehatan dan penyakit.

Nukleus akumben dengan hubungannnya pada jalur desenden dari hipotalamus ke

nukleus raphe dorsalis dan substansia grisea periaquaduktal mempunyai peran

penting karena di nukelus ini NAPZA yang disalahgunakan menghasilkan

dopamin dalam jumlah banyak yang diduga menyebabkan perilaku adiksi (Yang

dkk., 2007).

Pada penelitian lain dikemukakan konsep unit akupuntur neural, yaitu

suatu kumpulan saraf dan komponen neuroaktif yang teraktivasi ketika jarum

akupuntur ditusukkan pada titik akupuntur. Setelah titik akupuntur ditusuk maka

terjadi pelepasan mediator termasuk histamin, serotonin, sitokin, nitrit oksida,

prostaglandin yang akan terlihat sebagai vasodilatasi dan hiperemi pada daerah

kulit di sekitar jarum akupuntur.Mediator ini termasuk endorfin, enkephalin,

morfin, asetilkolin, GABA yang akan mempengaruhi juga kadar neurotransmitter

tersebut dalam otak. Dengan fMRI ditemukan bahwa ketika terdapat stimulasi

pada titik Hegu dan Zusanli dapat ditemukan adanya peningktan aktivitas otak

pada talamus, hipotalamus serta pengurangan aktivitas pada sistem limbik yang

juga mempengaruhi kecemasan (Xiang dan Chang, 2008).

Page 46: gabriella t

27

Akupuntur pada titik shen men telinga dilaporkan dapat memberikan efek

sedatif yang dapat mengatur eksitasi kortikal sehingga dapat mengatasi gejala

kecemasan. Perangsangan pada titik ini juga dapat memperlancar sirkulasi darah

melalui saraf dan menstimulai saraf bermyelin pada medula spinalis, hipofise dan

hipotalamus sehingga membuat pelepasan endorfin ke pembuluh darah. Dengan

efek seperti ini pada beberapa pasien yang memakai benzodiazepin untuk

mengatasi kecemasan, dilaporkan dapat mengalami penurunan dosis setelah

dilakukan tindakan akupuntur (Lowe, 2012).

Stimulasi akupuntur juga dapat menghasilkan efek inhibisi melalui neuron

GABAergik. Selain itu juga akupuntur mempengaruhi jalur sistem reward dengan

mengaktivasi neuron serotonergik. Elektroakupuntur dapat mencegah penurunan

level serotonin di nukleus akumbens. Serotonin juga diduga mempunyai peran

dalam perantara efektivitas akupuntur pada terapi lepas NAPZA dan mekanisme

ini juga dapat mempengaruhi kecemasan pada pengguna NAPZA ( Yang dkk.,

2007).

Gambar 2.4 Efek Akupuntur pada Nukleus Akumbens (Yang dkk.,2007)

Page 47: gabriella t

28

Pada kondisi normal, jalur reward dimulai dari pelepasan serotonin oleh

neuron eksitasi di hipotalamus. Serotonin mengaktifkan peptida opioid metionin-

enkefalin. Met-enkefalin dilepaskan pada bagian ventral tegmental dan

berinteraksi untuk menghambat pelepasan gamma amino butyric acid (GABA)

oleh substansia nigra. Peran utama GABA adalah mengontrol pengeluaran

dopamin pada bagian ventral tegmental. Adanya disinhibisi oleh GABA

meningkatkan penyediaan dopamin. Dopamin yang dilepaskan dari inhibisi

GABA mempunyai efek langsung pada nukleus akumbens dan efek tidak

langsung pada hipokampus lewat amygdala, dan menyebabkan pelepasan

dopamin pada kedua tempat tersebut, sehingga jalur reward menjadi lengkap

(Scott dan Scott, 1997).

Penelitian menunjukkan akupuntur mengaktifkan jalur serotonergik

desenden melalui traktus anterolateral. Ketika stimulasi akupuntur dilakukan pada

titik yang tepat, impuls diterima oleh cornu dorsalis medula spinalis. Impuls ini

diteruskan melalui serabut saraf traktus spinoretikuler dan spinomesensefalik,

yang kemudian berakhir di otak tengah yang mempunyai umpan balik yang

berhubungan dengan jalur neuron modulasi. Sehingga dengan menstimulasi jalur

serotonergik dengan akupuntur, serotonin dalam jalur reward langsung

dipengaruhi dan kemudian akan meningkatkan dopamin pada nukleus akumben

dan amygdala, dan menghasilkan perasaan subyektif berupa rasa aman dan

nyaman (Scott dan Scott, 1997). Akupuntur juga dapat menurunkan efek samping

dan dosis agonis opioid pada saat detoksifikasi ketergantungan NAPZA (Hui dkk.,

2010). Mekanisme lain yang memungkinkan akupuntur dapat mengurangi

Page 48: gabriella t

29

kecemasan adalah dengan mengurangi kadar CRH (Corticotropin Releasing

Hormon) yang diketahui meningkat saat terjadi kecemasan (Zhao dkk.,2013),

menurunkan level dopamin yang meningkat serta meningkatkan kadar

norepinefrin yang menurun pada nukleus sentral amygdala. Kadar norepinefrin

dan dopamin pada pasien cemas yang tidak seimbanglah yang menimbulkan

gejala kecemasan (Zhao.dkk. , 2011).

Pada penelitian yang memakai fMRI didapatkan bahwa akupuntur dengan

stimulasi elektrik selama 15 menit pada titik Zu San Li dapat menurunkan aliran

darah pada nucleus acumben, amygdala, hipocampus, parahipocampus,

hipotalamus, ventral tegmental area, putamen. Hal yang berbeda didapatkan bila

penusukan jarum dilakukan bukan pada titik akupuntur. Jalur perangsangan saraf

pada titik akupuntur dilakukan melalui traktus spinocervical, spinoreticular dan

spinomesencephalic, yang akan mempengaruhi aktivitas amydala dalam mengatur

rasa takut dan cemas (Hui dkk., 2010).

Bila akupuntur dilakukan dengan teknik yang tepat, yaitu dengan

mencapai te qi ( perasaan tumpul, kesemutan, hangat pada stimulasi di titik

akupuntur yang tepat) maka stimulasi akupuntur akan berjalan melalui serabut Aᵟ

dan Aᵠ pada serabut saraf perifer, akan terjadi juga peningkatan endorfin

enkephalin dan endomorfin bila dilakukan dengan stimulasi frekuensi rendah dan

hal ini kemudian akan menurunkan aktivitas amydala yang berperan dalam rasa

takut berlebihan pada penderita gangguan cemas dan dengan meningkatkan opioid

endogen, maka pada pengguna NAPZA yang mengalami ketergantungan pada

Page 49: gabriella t

30

opioid eksogen, akupuntur dapat mengurangi gejala withdrawal yang mungkin

timbul (Xiang dan Zhang, 2008).

Pada kecemasan, seringkali ditemukan gangguan tidur yang akan

memperberat gejala kecemasan itu sendiri, oleh karena itu gangguan tidur juga

merupakan gejala yang penting untuk diatasi. Akupuntur dikatakan dapat

mengatasi gejala insomnia melalui peningkatan serotonin dan enkephalin pada

plasma dan sistem susunan saraf pusat, serta meningkatkan rapid eye movement

dan tidur gelombang lambat yang ditimbulkan melalui aktivitas vagal dan reseptor

muskarinik pada traktus nukleus kaudal (Fai, 2009).

Akupuntur dapat dilakukan pada tubuh (body acupuncture) dan telinga

(auricular acupunture). Akupuntur telinga dilaporkan dapat menurunkan

kecemasan sebelum operasi pada ibu yang anaknya akan menjalani operasi (Wang

dkk, 2005). Penelitian yang dilakukan di Cina mendapatkan hasil bahwa 1 bulan

setelah diterapi akupuntur maka 70% sampel penelitian mengalami penurunan

skala kecemasan (Dong,1993), sedangkan pada veteran yang mengalami

ketergantungan NAPZA, akupuntur juga dilaporkan dapat menurunkan tingkat

kecemasan yang hampir sama bila dilakukan dengan terapi relaksasi (Chang dan

Sommer, 2014). Akupuntur juga telah diteliti dapat menghasilkan relaksasi pada

pasien dengan gangguan cemas menyeluruh. Namun efek akupuntur bukan efek

yang akut. (Wang dan Kain, 2001) sehingga diperlukan beberapa kali terapi

akupuntur untuk mendapatkan efek yang baik. Pilikington dkk melaporkan bahwa

kelompok perlakuan akupuntur dapat menurunkan kecemasan dibandingkan

kelompok kontrol setelah dilakukan akupuntur sebanyak 10 kali namun efek

Page 50: gabriella t

31

tersebut tidak ditemukan bila akupuntur baru dilakukan sebanyak 5 kali

(Pilkington dkk., 2007). Banyaknya rangsang yang diberikan kepada pasien

sesuai dengan tuntunan diagnosis dan mengikuti pedoman pengobatan. Umumnya

pengobatan dapat diberikan setiap hari atau dua hari sekali atau seminggu dua

kali, 10-12 kali sebagai satu seri terapi (Kiswojo, 2007). Akupuntur yang

dilakukan pada telinga dilaporkan dapat menurunkan kecemasan dan

menimbulkan efek sedasi (Wang dkk, 2005). Penelitian lain yang meneliti wanita

dengan kecemasan saat menjalani in vitro fertilization (IVF) mendapatkan hasil

bahwa akupuntur dapat menurunkan kecemasan, mengurangi stress dan dapat

memperbaiki mekanisme koping (Grant dan Cochrane, 2014).

Titik akupuntur yang biasanya dipakai pada telinga adalah titik senmen,

sedangkan pada tubuh adalah titik he gu, cu san li dan chize (Avants dkk., 1995).

Pada penelitian ini akan digunakan titik akupuntur pada telinga yaitu titik senmen

yang terletak pada sudut inferior titik percabangan antiheliks, sedangkan titik

tubuh yang akan dipakai yaitu titik he gu – LI 4 yang terletak di antara tulang

metacarpal pertama dan kedua kira-kira di pertengahan tulang metacarpal kedua

pada sisi radius, titik zu san li-ST 36 yang terletak tiga cun di bawah patella,satu

cun lateral dari krista tibia, titik chi ze LU 5 yang terletak pada lipat melintang

kulit volar siku sisi radial dari tendon m.biceps brachii (D’Alberto, 2006). Titik-

titik ini dipilih juga pada penderita cemas yang resisten terhadap terapi lain, dan

letak titik-titik ini relatif mudah dijangkau (Errington-Evans, 2009).

Page 51: gabriella t

32

Gambar 2.5 Letak Titik Akupuntur Shen Men Pada Telinga (Wang dkk., 2005)

Gambar 2.6 Letak Titik Akupuntur He gu (D’Alberto, 2006)

Page 52: gabriella t

33

Gambar 2.7 Letak Titik Akupuntur Zu San Li (Dong, 1993)

Gambar 2.8 Letak Titik Akupuntur Chize (Dong,1993)

Namun penelitian mengenai efek akupuntur terhadap kecemasan yang dialami

pengguna metadon masih sangat jarang dan belum pernah dilakukan di Bali

sehingga hal ini menarik minat penulis untuk meneliti efek akupuntur ini.

Page 53: gabriella t

34

BAB 3

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Berpikir

Dari uraian tinjauan pustaka di atas telah diketahui bahwa ada beberapa

faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengalami ketergantungan NAPZA,

faktor-faktor tersebut antara lain faktor internal dan eksternal. Faktor neurokimia

yang berperan dalam ketergantungan NAPZA adalah menurunnya GABA,

ketidakseimbangan antara norepinefrin dan dopamine yang kemudian akan

meningkatkan CRH yang akan mengakibatkan gejala kecemasan yang akan

memperberat keadaan ketergantungan NAPZA.

Opioid yang dibutuhkan otak untuk perasaan bahagia dan ketenangan pada

ketergantungan NAPZA harus diperoleh secara eksogen. Bila kandungan opioid

dalam otak kurang maka akan timbul perilaku mencari NAPZA untuk melengkapi

jalur reward. Salah satu terapi yang digunakan untuk mengatasi kekurangan

opioid pada terapi ketergantungan NAPZA adalah metadon. Namun metadon

yang diberikan seringkali tidak dapat mengatasi gangguan komorbiditas psikiatri

yang menyertai sehingga perlu dipikirkan untuk memberikan terapi tambahan

yang dapat mengatasi komorbiditas ini.

Akupuntur sebagai salah satu terapi komplementer dikatakan dapat

mengatasi gejala kecemasan pada situasi tertentu dengan cara menurunkan

dopamin, meningkatkan GABA, meningkatkan serotonin dan norepinefrin hingga

Page 54: gabriella t

35

meningkatkan melatonin yang diharapkan dapat mengurangi gejala kecemasan

pada klien metadon

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir

3.2 Kerangka Konsep

Dari data tersebut maka dapat dibuat kerangka konsep sebagai berikut:

Gambar 3.2 Kerangka Konsep

35

meningkatkan melatonin yang diharapkan dapat mengurangi gejala kecemasan

pada klien metadon

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir

3.2 Kerangka Konsep

Dari data tersebut maka dapat dibuat kerangka konsep sebagai berikut:

Gambar 3.2 Kerangka Konsep

35

meningkatkan melatonin yang diharapkan dapat mengurangi gejala kecemasan

pada klien metadon

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir

3.2 Kerangka Konsep

Dari data tersebut maka dapat dibuat kerangka konsep sebagai berikut:

Gambar 3.2 Kerangka Konsep

Page 55: gabriella t

36

3.3 Hipotesis Penelitian

Akupuntur dapat menurunkan skor Ham A pada pengguna metadon di PTRM

Sandat RSUP Sanglah.

Page 56: gabriella t

37

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah klinikal

eksperimental, randomized pre test-post test control group disain paralel (Pocock,

2008).

Gambar 4.1 Alur Penelitian

Catatan:

P: Populasi pengguna metadon

S : Sampel yang dirandomisasi

O1 = Pengukuran skor Ham A pre test kelompok klien metadon tanpa akupuntur

O2 = Pengukuran skor Ham A post test kelompok klien metadon tanpa akupuntur

O3 = Pengukuran skor Ham A pre test kelompok klien metadon yang diberi

akupuntur

O4 = Perlakuan skor Ham A post test kelompok klien metadon yang diberi

akupuntur

P0 = Perlakuan kelompok pengguna metadon yang tidak diberi akupuntur

P1 = Perlakuan kelompok pengguna metadon yang diberi terapi akupuntur

37

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah klinikal

eksperimental, randomized pre test-post test control group disain paralel (Pocock,

2008).

Gambar 4.1 Alur Penelitian

Catatan:

P: Populasi pengguna metadon

S : Sampel yang dirandomisasi

O1 = Pengukuran skor Ham A pre test kelompok klien metadon tanpa akupuntur

O2 = Pengukuran skor Ham A post test kelompok klien metadon tanpa akupuntur

O3 = Pengukuran skor Ham A pre test kelompok klien metadon yang diberi

akupuntur

O4 = Perlakuan skor Ham A post test kelompok klien metadon yang diberi

akupuntur

P0 = Perlakuan kelompok pengguna metadon yang tidak diberi akupuntur

P1 = Perlakuan kelompok pengguna metadon yang diberi terapi akupuntur

37

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah klinikal

eksperimental, randomized pre test-post test control group disain paralel (Pocock,

2008).

Gambar 4.1 Alur Penelitian

Catatan:

P: Populasi pengguna metadon

S : Sampel yang dirandomisasi

O1 = Pengukuran skor Ham A pre test kelompok klien metadon tanpa akupuntur

O2 = Pengukuran skor Ham A post test kelompok klien metadon tanpa akupuntur

O3 = Pengukuran skor Ham A pre test kelompok klien metadon yang diberi

akupuntur

O4 = Perlakuan skor Ham A post test kelompok klien metadon yang diberi

akupuntur

P0 = Perlakuan kelompok pengguna metadon yang tidak diberi akupuntur

P1 = Perlakuan kelompok pengguna metadon yang diberi terapi akupuntur

Page 57: gabriella t

38

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini bertempat di klinik PTRM Sandat RSUP Sanglah ,Denpasar,

Bali.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian berlangsung dari tanggal 1 Agustus 2014 sampai dengan 5

November 2014 dengan rincian sebagai berikut:

1. Dua minggu untuk persiapan dan informed consent subyek penelitian,

wawancara dengan kuesioner Ham A

2. Sembilan minggu untuk perlakuan akupuntur pada subyek penelitian,

kemudian setelah perlakuan dilakukan penilaian kembali dengan

wawancara memakai kuesioner Ham A

3. Tiga minggu untuk analisis statistik dan penyusunan hasil penelitian

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi penelitian

Subjek penelitian adalah pengguna metadon di PTRM Sandat

4.3.2 Kriteria Inklusi, eksklusi dan drop out

Kriteria Inklusi :

Pengguna metadon aktif

Bersedia mengikuti penelitian

Setelah diwawancara terdapat gejala-gejala yang memenuhi

diagnosis cemas yang ditegakkan berdasarkan PPDGJ III

Page 58: gabriella t

39

Kriteria Eksklusi:

Pengguna metadon yang memakai anti cemas dalam jangka

waktu 2 minggu sebelum mengikuti penelitian

Terdapat cacat fisik yang tidak memungkinkan dilakukan terapi

akupuntur

Kriteria Drop out:

Pengguna metadon yang tidak mengikuti program akupuntur

secara teratur.

Pengguna metadon yang tidak lagi aktif mengikuti program

metadon

4.3.3 Jumlah Sampel

Besarnya sampel dihitung dengan rumus Pocock (2008):

2δ²

n = x f (α,β)

(μ1-μ2)²

n = jumlah sampel.

μ1 = rerata hasil pada kelompok post test kontrol (tanpa akupuntur)

μ2 = rerata hasil pada kelompok post test perlakuan akupuntur

δ = simpang baku (standar deviasi) kelompok kontrol

α = tingkat kesalahan 1 (ditetapkan 0,05)

β = tingkat kesalahan II (ditetapkan 0,1)

Page 59: gabriella t

40

ƒ(α,β) = besarnya didapat dari tabel (Pocock, 2008, tabel 9.1 pp.125).

Dengan menetapkan nilai α = 0,05 dan nilai β = 0,1 maka nilai ƒ(α,β) =

10,5

Data skor Ham A simpang baku untuk kelompok kontrol adalah 6,2 , μ1 =

13 dan μ2 = 8 (Carvalho dkk., 2013) jumlah sampel adalah :

2 δ²

n = x f (α,β)

(μ2-μ1)²

2 (6.2)²

n = x 10,5

( 13-8)²

n = 29,5

Dari rumus di atas didapat jumlah sampel = 30 orang untuk 1 kelompok.

Dengan memperhitungkan kemungkinan drop out selama penelitian maka jumlah

pasien per kelompok ditambah 3 orang menjadi 33 orang per kelompok.

4.3.4 Teknik Penentuan Sampel

Dari populasi pengguna metadon di PTRM Sandat diadakan pengambilan

sampel secara acak sederhana yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dari

sampel yang dipilih kemudian dibagi 2 kelompok menjadi Kelompok Kontrol P0,

Kelompok Perlakuan P1, masing-masing kelompok ada 33 orang

Page 60: gabriella t

41

4.4 Pemberian terapi akupuntur

Terapi akupuntur diberikan selama 12 kali pertemuan masing-masing 15

menit, seminggu sebanyak 2 kali pertemuan selama 6 minggu dan dilakukan di

titik sen men pada telinga dan titik he gu, cu san li,chize pada tubuh.

4.5 Variabel dan Definisi Operasional

4.5.1 Identifikasi Variabel

Variabel bebas : terapi akupuntur

Variabel tergantung : skor Ham A

Variabel terkontrol : waktu pemberian akupuntur

Variabel perancu : penggunaan multipel zat

4.5.2 Definisi Operasional

1. Terapi akupuntur adalah terapi yang diberikan di titik-titik akupuntur tertentu

dengan menggunakan stimulasi elektro akupuntur dengan teknik tonifikasi

selama 15 menit dan kekuatan arus 2-5 mAmp.

2. Skor Ham A adalah hasil penilaian derajat kecemasan berdasarkan skala yang

diperoleh dari wawancara terhadap pengguna metadon yang dilakukan oleh

tenaga kesehatan yang terlatih melakukan penilaian dan wawancara

berdasarkan kuesioner Ham A. Skor Ham A ini dinilai sebanyak dua kali,

yaitu sebelum perlakuan akupuntur dan sesudah perlakuan akupuntur

sebanyak 12 kali untuk Kelompok Perlakuan, sedangkan untuk Kelompok

control penilaian skor Ham A dilakukan dua kali dengan jarak 6 minggu.

3. Skor Ham 1 adalah item dalam Ham A yang mengukur perasaan cemas, firasat

buruk, takut akan pikiran sendiri, dan mudah tersinggung.

Page 61: gabriella t

42

4. Ham 2 adalah item dalam Ham A untuk mengukur perasaan tegang, lesu, tidak

bisa istirahat tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar, gelisah.

5. Ham 3 adalah item dalam Ham A untuk mengukur rasa takut pada gelap, pada

orang asing, tinggal sendiri, pada binatang besar, pada keramaian, dan pada

kerumunan orang banyak.

6. Ham 4 adalah item dalam Ham A untuk mengukur beratnya gangguan tidur

yaitu gejala sulit masuk tidur, terbangun malam hari, tidak pulas, bangun

dengan lesu, mimpi-mimpi, mimpi buruk, mimpi yang menakutkan.

7. Ham 5 adalah item dalam Ham A yang mengukur gangguan kecerdasan yang

didapatkan dari gejala sulit konsentrasi atau daya ingat yang buruk.

8. Ham 6 adalah item dalam Ham A yang mengukur perasaan depresi yang

ditandai dengan hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih,

bangun dini hari, dan adanya perasaan yang berubah-ubah sepanjang hari.

9. Ham Somatik adalah item dalam Ham A yang mengukur gangguan somatik di

antaranya sakit dan nyeri di otot, kaku, gangguan sensorik seperti penglihatan

kabur, merasa lemas, muka merah/pucat, merasa ditusuk-tusuk, gejala

kardiovaskuler seperti takikardi, berdebar, nyeri di dada,rasa lesu/lemas seperti

mau pingsan, gejala respiratori seperti perasaan tercekik, nafas pendek, sering

menarik nafas, rasa tertekan di dada, gejala gastrointestinal seperti sulit

menelan, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah

makan, perasaan terbakar di perut, rasa penuh atau kembung, muntah, buang

air besar lembek, kehilangan berat badan, konstipasi, gejala urogenital seperti

sering buang air seni, tidak dapat menahan air seni, amenorrhe, menorrhagia,

Page 62: gabriella t

43

ejakulasi prekoks, impotensi, gejala otonom di antaranya mulut kering, muka

merah, mudah berkeringat, pusing, sakit kepala.

10. Ham 14 adalah item dalam Ham A yang merupakan pengamatan dari

pewawancara dalam menilai psikomotor dari klien saat dilakukan penilaian

Ham A. Penilaian dilakukan terhadap tingkah laku klien yaitu apakah ada

kegelisahan, tidak tenang, jari gemetar, kening berkerut, muka tegang, tonus

otot meningkat, nafas pendek dan cepat, dan muka merah.

11. Pengguna metadon adalah klien yang datang ke PTRM Sandat dan

menggunakan metadon secara aktif.

12. Drop out pengguna metadon adalah tidak minum obat dalam waktu 7 hari

berturut-turut tanpa alasan.

13. Waktu pemberian akupuntur adalah saat peserta penelitian dilakukan tindakan

akupuntur yaitu pada saat sebelum diberikan metadon.

14. Penggunaan multipel zat yaitu penggunaan NAPZA selain metadon pada

peserta PTRM, dilakukan pemeriksaan urin secara acak untuk menyingkirkan

penggunaan multipel zat

4.6 Bahan dan Instrumen Penelitian

1. Jarum akupuntur ukuran 0.25x2.5 mm (sekali pakai)

2. Alat elektroakupuntur untuk stimulasi elektrik akupuntur

3. Kapas alkohol

4. Kartu catatan masing-masing pengguna

5. Kuesioner Ham A

Page 63: gabriella t

44

4.7 Prosedur Penelitian

1. Diambil secara acak sampel dari populasi pengguna sesuai kriteria inklusi dan

eksklusi

2. Dilakukan informed consent mengenai tindakan penelitian yang akan dilakukan

3. Terhadap semua kelompok dilakukan penilaian skor Ham A dengan teknik

wawancara oleh dokter yang terlatih melakukan penilaian skor Ham A

4. Dilakukan tindakan akupuntur pada kelompok sampel perlakuan, yang

dilakukan selama 12 kali pertemuan, tiap 3-4 hari, selama 6 minggu. Teknik

akupuntur dengan melakukan perangsangan elektroakupuntur di titik yang

ditentukan dengan memakai alat elektro akupuntur yang telah dikalibrasi pada

jarum akupuntur ukuran 0,25x 25 mm dengan teknik tonifikasi selama 15 menit

setelah semua jarum terpasang

5. Setelah 12 kali perlakuan akupuntur yang dilaksanakan selama 6 minggu

selesai maka kemudian dilakukan kembali penilaian skor Ham A terhadap

semua kelompok dengan teknik wawancara oleh dokter yang telah ahli dalam

melakukan penilaian Ham A.

4.8 Analisis Data

Data hasil penelitian akan dianalisis secara statistik. Analisis dan

penyajian data untuk mendeskripsikan variabel-variabel sebagai berikut :

1. Analisis deskriptif digunakan untuk melihat gambaran karakteristik

sampel, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan. Data kuantitatif

dinyatakan dalam rerata (mean + SD).

Page 64: gabriella t

45

2. Uji normalitas data dengan uji Shapiro-WilkData berdistribusi normal

dilanjutkan dengan melakukan uji statistik parametrik T-test tidak

berpasangan

3. Data berdistribusi tidak normal, dilanjutkan dengan uji statistik non

parametrik Mann-Whitney

4. Dalam penelitian ini derajat kemaknaan p< 0,05 (two-tailed)

4.9 Alur Penelitian

Gambar 4.2 Alur Penelitian

45

2. Uji normalitas data dengan uji Shapiro-WilkData berdistribusi normal

dilanjutkan dengan melakukan uji statistik parametrik T-test tidak

berpasangan

3. Data berdistribusi tidak normal, dilanjutkan dengan uji statistik non

parametrik Mann-Whitney

4. Dalam penelitian ini derajat kemaknaan p< 0,05 (two-tailed)

4.9 Alur Penelitian

Gambar 4.2 Alur Penelitian

45

2. Uji normalitas data dengan uji Shapiro-WilkData berdistribusi normal

dilanjutkan dengan melakukan uji statistik parametrik T-test tidak

berpasangan

3. Data berdistribusi tidak normal, dilanjutkan dengan uji statistik non

parametrik Mann-Whitney

4. Dalam penelitian ini derajat kemaknaan p< 0,05 (two-tailed)

4.9 Alur Penelitian

Gambar 4.2 Alur Penelitian

Page 65: gabriella t

46

BAB V

HASIL PENELITIAN

Dari hasil penelitian ini didapatkan sebanyak 66 orang pengguna metadon

aktif yang menjadi klien di PTRM Sandat mulai tanggal 1 Agustus 2014 sampai

30 September 2014. Penelitian ini menggunakan rancangan uji klinis dengan

membagi subjek penelitian menjadi 2 grup, perlakuan dan kontrol , untuk

mengetahui tambahan terapi akupuntur dapat menurunkan skor HAM-A pada

pengguna metadon aktif di PTRM Sandat.

5.1 Karakterisitik Subjek Penelitian

Pengguna metadon yang menjadi terdaftar menjadi klien di PTRM Sandat

berjumlah 98 orang. Pengamatan dilakukan pada 66 orang subjek penelitian yang

bersedia mengikuti penelitian, telah diwawancara dan ditegakkan diagnosis cemas

berdasarkan PPDGJ III, dilakukan penilaian skor Ham A dan kemudian dibagi

dalam 2 kelompok, yaitu Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol. Selama

pengamatan dua orang dieksklusi karena berhenti menjadi klien aktif metadon,

sedangkan dua orang klien pindah keluar kota. Subjek penelitian yang dianalisis

sebanyak 62 orang. Karakteristik subjek antar kelompok disajikan pada Tabel 5.1.

Page 66: gabriella t

47

Tabel 5.1

Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik Kelompok Perlakuan

n (%)

Kelompok

Kontrol

n (%)

Umur (tahun)

Jenis kelamin

Laki-laki

Pekerjaan

Pegawai

Swasta

Tidak bekerja

Tingkat pendidikan

SD

SMP

SMA

Perguruan Tinggi

34,7 ± 6,2

33 (100)

7 (21,2)

14 (42,4)

12 (36,4)

2 (6,0)

4 (12,1)

15 (45,5)

12 (36,4)

34,7 ± 6,3

33 (100)

8 (24,2)

10 (30,3)

15 (45,5)

3 (9,1)

7 (21,2)

13 (39,4)

10 (30,3)

Tabel 5.1 menunjukkan data karakterisitik klien PTRM Sandat dengan

rerata umur subjek Kelompok Perlakuan 34,7 tahun ( SD± 6,2) sedangkan rerata

umur subjek Kelompok Kontrol adalah 34,7 tahun (SD ±6,3). Semua subjek

berjenis kelamin laki-laki. Pada Kelompok Kontrol lebih banyak tidak bekerja

(45,5%) sedangkan pada kelompok perlakuan lebih banyak bekerja swasta

(42,4%). Tingkat pendidikan yang terbanyak adalah SMA pada kedua kelompok.

Page 67: gabriella t

48

Pada pengukuran nilai HAM A didapatkan pada Kelompok Kontrol adalah

15,4 (SD ± 4,3) saat pre test dan 15,3 (SD ± 4,1) saat post test sedangkan pada

Kelompok Perlakuan adalah 16,6 (SD ± 4,5) saat pre test dan 12,8 (SD ± 3,8) saat

post test.Hasil ini disajikan pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1 Hasil Pengukuran Rerata Skor Ham A Pre Test dan Post Test

Kelompok Kontrol dan Perlakuan

5.2 Uji Normalitas Data

Data Ham A pre dan post test perlakuan serta kontrol diuji normalitasnya

dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Pada Kelompok Perlakuan pre test

didapatkan hasil p = 0,106 dan Kelompok Kontrol p = 0,085. Pada saat post test

didapatkan Kelompok Perlakuan p = 0,039 dan Kelompok Kontrol p = 0,108.

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Kontrol Perlakuan

Pre Test

Post Test

Page 68: gabriella t

49

Karena nilai yang didapatkan p < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal

sehingga untuk uji statistik digunakan uji non parametrik yaitu uji Mann Whitney.

5.3 Hasil Uji Statistik Penurunan Skor Ham A Pre dan Post Test

Setelah data-data diuji dengan Mann Whitney test maka didapatkan hasil

p<0,01 perbedaan rerata (mean difference) 3,548, rentang kepercayaan (CI) 2,776

– 4,320) (t = 9,251, df =46,424) sehingga dapat disimpulkan bahwa akupuntur

dapat menurunkan skor Ham A total pada Kelompok Perlakuan bila dibandingkan

dengan Kelompok Kontrol dan penurunan skor ini bermakna.

5.4 Hasil Rerata Selisih Skor Masing-masing Item Ham A

Hasil rerata selisih skor masing-masing item Ham A disajikan dalam bentuk

Tabel 5.2.

Tabel 5.2

Hasil Rerata Selisih Skor Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan

Kelompok Kontrol (SD) Kelompok Perlakuan (SD)

HAM 1

HAM 2

HAM 4

HAM 5

HAM 6

HAM Somatik

-0,65 (±0,98)

0,32 (±0,41)

-0,12 (±0,56)

-0,97 (±0,65)

-0,38 (±0,56)

0,97 (±1,82)

-0,87 (±0,56)

-0,68 (±0,74)

-1,07 (±0,77)

-0,39 (±0,41)

-0,38 (±0,56)

-1,94 (±0,37)

Page 69: gabriella t

50

Pada penelitian ini tidak ditemukan gejala fobia pada subjek penelitian,

sehingga skor Ham 3 tidak dicantumkan dalam tabel.

Hasil rerata selisih skor didapatkan penurunan skor pada Kelompok

Perlakuan, namun pada item HAM 2 dan HAM Somatik tidak didapatkan

penurunan rerata skor pada Kelompok Kontrol, bahkan terjadi peningkatan skor,

sedangkan untuk item HAM 2, 4, dan somatik terdapat perbedaan selisih

penurunan skor rerata pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol.

5.5 Hasil Uji T Test Pada Selisih Skor Masing-masing Item Pada Ham A

Setelah dilakukan hasil uji t test selisih skor pada tiap item Ham A maka

didapatkan nilai p yang disajikan pada Tabel 5.3

Tabel 5.3

Selisih Skor Masing-masing Item Ham A

Selisih skor Sig (2 tailed)

HAM 1

HAM 2

HAM 4

HAM 5

HAM 6

HAM Somatik

0,115

0,000*

0,000*

0,076

1.000

0,023*

Pada selisih skor Ham A 1, 5 dan 6 didapatkan p >0.05 sehingga walaupun

terdapat penurunan rerata perbedaan skor Ham A pada Kelompok Kontrol dan

Kelompok Perlakuan sesudah perlakuan namun tidak berbeda secara signifikan.

Page 70: gabriella t

51

Sebaliknya pada skor Ham A 2, 4 dan Ham A Somatik didapatkan hasil p <

0.05 yang berarti bahwa pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan

terdapat perbedaan secara bermakna.

Page 71: gabriella t

52

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Subjek Penelitian

Pada penelitian ini subjek penelitian adalah 62 klien PTRM Sandat yang

semua berjenis kelamin laki-laki berumur 19 hingga 53 tahun yang memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan dengan cara pemilihan sampel dengan

cara consecutive sampling, kemudian subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi diacak dan dibagi menjadi dua kelompok, Kelompok Perlakuan dan

Kelompok Kontrol.

Pada penelitian ini didapatkan rerata usia subjek 34,7 tahun ± 6,3 tahun. Hal

ini sesuai dengan umur rata-rata pengguna NAPZA yang rata-rata adalah dewasa

muda.

6.2 Akupuntur Dapat Menurunkan Skor Ham A

Akupuntur pada beberapa penelitian lain dilaporkan dapat menurunkan

kecemasan. Pada penelitian dengan subyek pasien PMDD (Premenstrual

Dysphoric Disorder) yang dilakukan perlakuan akupuntur terdapat penurunan

skor Ham A total sebanyak 59% bila dibandingkan dengan Kelompok Kontrol

yang mengalami penurunan sebanyak 21 % (Carvalho dkk, 2013). Pada penelitian

ini didapatkan pula penurunan skor Ham A total setelah perlakuan akupuntur

namun tidak sebesar penelitian yang dilakukan Carvallo dkk dan hal ini mungkin

disebabkan angka Ham A total pada saat sebelum dilakukan penelitian pada

Page 72: gabriella t

53

pengguna metadon menunjukkan kecemasan sedang sehingga penurunan yang

didapatkan tidak sebesar penelitian sebelumnya. HAM 2,4 dan somatik juga

mengalami penurunan yang signifikan pada Kelompok Akupuntur dibandingkan

dengan Kelompok Kontrol. Hal ini diduga karena akupuntur dapat menurunkan

aktivitas simpatik, menurunkan pelepasan katekolamin, yang merupakan

mekanisme analgetik dari akupuntur (Carvalho dkk, 2013).

Pada penelitian lain yang meneliti pemakaian akupuntur pada

ketergantungan NAPZA, maka belum didapatkan hasil yang mendukung

penggunaan akupuntur dalam mengatasi ketergantungan terhadap NAPZA (Hesse,

2008). Sedangkan penelitian lain yang memakai subjek penelitian narapidana

dengan riwayat penggunaan NAPZA mendapatkan akupuntur telinga yang

dilakukan dapat membantu mengatasi ketergantungan NAPZA bila dibandingkan

Kelompok Kontrol yang hanya mendapatkan latihan kemampuan koping saja

(Berman, 2004). Penelitian lain mendapatkan pada subjek dengan subjek pemakai

metadon yang juga memakai kokain ditemukan pada kelompok yang

menggunakan akupuntur angka penurunan pemakaian kokain yang cukup

bermakn, serta adanya penurunan gejala craving (Jordan, 2006). Pada penelitian

ini tujuan akupuntur dan pemilihan titik akupuntur yang dilakukan pada telinga

dan tubuh ditujukan untuk mengatasi kecemasan yang biasanya timbul pada

pengguna NAPZA, sehingga didapatkan hasil yang berbeda dibanding penelitian

sebelumnya yang menemukan bahwa akupuntur tidak bermakna dalam mengatasi

ketergantungan NAPZA.

Page 73: gabriella t

54

Courbasson dkk menemukan bahwa akupuntur yang dilakukan bersamaan

dengan psikoterapi dan konseling selama 9 kali dalam 3 minggu pada subjek

penelitian wanita yang sedang menjalani rehabilitasi ketergantungan NAPZA

secara signifikan dapat menurunkan depresi dan cemas yang diderita

dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan akupuntur dan

hanya mendapatkan psikoterapi dan konseling saja (Courbasson dkk., 2007).

Penelitian sebelumnya yang mengambil subjek penelitian pasien mengalami

kecemasan sebelum operasi (Wu dkk., 2010) ataupun pasien dengan PMDD

(Carvalho dkk., 2013) ditemukan skor Ham A yang cukup tinggi pada saat

sebelum dilakukan penelitian, sedangkan pada penelitian ini skor Ham A rata-rata

menunjukkan kecemasan tingkat sedang dan tidak ada yang menunjukkan

kecemasan berat, sehingga penurunan skor yang dilakukan tidak sebesar

penelitian lain.

Pada pasien dengan gangguan cemas menyeluruh ketika diukur kadar

plasma ACTH setelah dilakukan tindakan akupuntur maka didapatkan penurunan

yang cukup bermakna, sehingga diperkirakan efek akupuntur yang dapat

menurunkan kecemasan karena dapat menurunkan kadar ACTH (Pilkington dkk.,

2007). Pada penelitian ini tidak dilakukan pengukuran secara biologis dan hanya

dilakukan penilaian kecemasan melalui skor klinis namun dengan didapatkannya

penurunan gejala yang bermakna serta rasa cemas yang secara subyektif dirasakan

berkurang maka diperkirakan bahwa kadar ACTH juga menurun.

Pada skor Ham A 1 dan 2 yang mengukur ketegangan dan perasaan cemas

yang sering ditemukan dalam gangguan cemas, pada penelitian ini didapatkan

Page 74: gabriella t

55

hasil bahwa akupuntur dapat ketegangan otot secara bermakna yang sering timbul

pada pasien cemas dan dapat menurunkan rasa cemas walaupun penurunan skor

ini tidak bermakna secara statistik. Rasa tegang yang menurun mungkin terjadi

karena akupuntur dapat melepaskan ketegangan pada otot yang kemudian dapat

meningkatkan aliran darah, lymph, dan impuls saraf pada area yang merasakan

ketegangan, sehingga hal ini kemudian dapat menurunkan tingkat stress (Boucher

dkk., 2011). Penelitian lain yang memakai skala lain yaitu Zung Self Rating Scale

(SAS) pada pasien yang cemas saat akan menjalani operasi juga didapatkan hasil

yang sama bahwa akupuntur yang dilakukan pada telinga dan tubuh dapat

menurunkan secara signifikan skor kecemasan dalam item rasa tegang (Wu dkk.,

2010).

Perasaan cemas pada kelompok perlakuan akupuntur yang menurun namun

tidak bermakna mungkin disebabkan pemilihan subjek pada penelitian ini adalah

klien metadon yang aktif sehingga rasa cemas yang dirasakan lebih rendah pada

awal penelitian dibandingkan penelitian lain yang dilakukan Carvalho dkk. yang

meneliti pada subjek PMDD ataupun pada penelitian yang dilakukan Wu dkk.

yang memilih subjek pasien yang akan menjalani operasi.

Akupuntur dapat menormalkan pelepasan dopamin dalam sistem

mesolimbik serta dapat meningkatkan level serotonin dan enkephalin pada plasma

dan sistem saraf pusat (Spence dkk. 2004). Di samping itu akupuntur juga dapat

menurunkan denyut jantung dan menghambat aktivitas saraf simpatik. Pada

penelitian dengan memakai tikus, akupuntur juga dapat meningkatkan gelombang

REM dan gelombang lambat pada saat tikus tidur. Di samping itu akupuntur juga

Page 75: gabriella t

56

dapat meningkatkan sekresi melatonin nokturnal pada pasien dengan insomnia

(Fai, 2009). Hal inilah yang dapat menyebabkan penurunan skor insomnia pada

item Ham 4 pada klien metadon yang telah diberikan perlakuan akupuntur. Hal

yang sama juga ditemukan oleh Ze-Jun dkk. yang menyimpulkan penggunaan

akupuntur dapat memperbaiki kualitas tidur yang ditunjukkan dengan perbaikan

skor PSQI (Pittsburg Sleep Quality Index) pada penderita gangguan cemas dan

depresi (Ze-Jun dkk., 2013). Walaupun pada penelitian lain dengan memakai

sampel pasien dengan diagnosis Pre Menstrual Dysphoric Disorder (PMDD)

ditemukan bahwa kelompok yang diberikan akupuntur tidak berbeda secara

bermakna bila dibandingkan dengan Kelompok Kontrol, namun pada penelitian

ini ternyata ditemukan hasil yang bermakna. Hal ini mungkin disebabkan karena

pemilihan sampel yang berbeda, di mana pada pasien PMDD yang lebih

terganggu adalah mood dan gejala somatik, namun insomnia lebih jarang

ditemukan pada PMDD hingga hasil yang ditemukan tidak bermakna.

Kecemasan diketahui dapat mengganggu kemampuan matematika,

membaca dan gangguan dalam konsentrasi. Akupuntur yang dalam beberapa

penelitian dapat mengurangi kecemasan, ternyata dapat juga memperbaiki

gangguan kognitif pada manusia. Pada penelitian dengan menggunakan tes

memori setelah dilakukan akupuntur dan dibandingkan dengan Kelompok Kontrol

yang tidak dilakukan akupuntur maka didapatkan hasil tes memori yang lebih baik

pada Kelompok Akupuntur (Bussell, 2013). Penelitian ini juga mendapatkan hasil

pada Kelompok Akupuntur pada skor HAM 5 terdapat penurunan skor yang

Page 76: gabriella t

57

cukup bermakna, namun untuk meneliti lebih jauh tentang pengaruh akupuntur

pada daya ingat dan kognitif diperlukan tes yang lebih spesifik.

Pada skor Ham 6 yang mengukur tentang gejala depresi yang sering

ditemukan bersamaan dengan kecemasan, pada penelitian ini tidak ditemukan

perbedaan yang signifikan pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol. Hal

ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zhang dkk. yang

menemukan bahwa walaupun tidak ditemukan adanya perbedaan bermakna pada

kelompok perlakuan akupuntur dibandingkan dengan pemberian anti depresan

namun akupuntur tidak terbukti lebih baik dari antidepresan dalam mengatasi

gejala-gejala depresi, sehingga efektifitas akupuntur dalam mengatasi gejala

depresi masih perlu diteliti lebih lanjut (Zhang dkk.,2010).

Pada orang dengan gangguan kecemasan, seringkali ditemukan gangguan

somatik di antaranya sakit dan nyeri di otot, kaku, gangguan sensorik seperti

penglihatan kabur, merasa lemas, muka merah/pucat, merasa ditusuk-tusuk, gejala

kardiovaskuler seperti takikardi, berdebar, nyeri di dada,rasa lesu/lemas seperti

mau pingsan, gejala respiratori seperti perasaan tercekik, nafas pendek, sering

menarik nafas, rasa tertekan di dada, gejala gastrointestinal seperti sulit menelan,

perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan

terbakar di perut, rasa penuh atau kembung, muntah, buang air besar lembek,

kehilangan berat badan, konstipasi, gejala urogenital seperti sering buang air seni,

tidak dapat menahan air seni, amenorrhe, menorrhagia, ejakulasi prekoks,

impotensi, gejala otonom di antaranya mulut kering, muka merah, mudah

berkeringat, pusing, sakit kepala. Pada penelitian lain yang menggunakan

Page 77: gabriella t

58

akupuntur untuk menurunkan kecemasan, didapatkan juga penurunan dalam

gejala fisik dan hal ini mungkin diakibatkan oleh berkurangnya aktivitas simpatik,

menurunkan aktivitas katekolamin, adanya opioid endogen juga berperan cukup

penting dalam menghilangkan gejala somatik pada kecemasan (Carvalho dkk.,

2013). Isoyama dkk. juga menemukan penurunan gejala somatik pada penelitian

yang menggunakan subjek wanita yang mengalami kecemasan saat akan

menjalani terapi in vitro fertilization (IVF) bila dibandingkan dengan Kelompok

Kontrol yang diberikan akupuntur sham (stimulasi akupuntur yang diberikan

bukan pada titik akupuntur) (Isoyama dkk., 2012). Pada penelitian ini juga

ditemukan pada skala somatik Ham A pasien yang mendapatkan perlakuan

akupuntur juga mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan dengan

Kelompok Kontrol (p<0,05) yang menandakan pada klien PTRM Sandat setelah

dilakukan terapi akupuntur terdapat perbaikan gejala somatik yang diharapkan

dapat meningkatkan kepatuhan berobat pada klien PTRM Sandat.

Page 78: gabriella t

59

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian pemberian terapi akupuntur pada pengguna

metadon maka dapat diambil simpulan :

Akupuntur menurunkan skor Ham A total secara bermakna sehingga

kecemasan yang dialami oleh pengguna metadon dapat berkurang dan hal ini

dapat meningkatkan kepatuhan berobat pada pengguna metadon.

7.2 Saran

Pemberian akupuntur dapat direkomendasikan sebagai terapi

komplementer dalam mengatasi kecemasan yang timbul pada pengguna NAPZA.

Penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar perlu dilakukan untuk melihat

penurunan skor yang mungkin akan jauh lebih signifikan.

Penelitian dengan menggunakan akupuntur sebagai terapi komplementer

perlu dilakukan dengan skala yang lebih luas, dengan lokasi multi senter sehingga

hasil yang didapatkan akan lebih bermakna.

Page 79: gabriella t

60

Daftar Pustaka

American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual ofMental Disorder. Fifth Edition. Washington DC: American PsychiatricPublishing. p. 481-550

Avants, S., Kelly, M., Chang, A., Kosten, P., Thomas, R., and Birch, S. 1995.Acupuncture for the Treatment of Cocaine Addiction, Journal ofSubstance Abuse Treatment 38(4):456-458

Berman, A.H., Lundberg, U., Krook, A.L., Gyllenhammar, C. 2004. TreatingDrug Using inmates with Auricular Acupuncture : A RandomizedControlled Trial. Journal of Substance Abuse Treatment 26:95-102

Book, S.W., Thomas, S.E., Dempsey, J.P., Randall, P.K., Randall, C.L. 2009.Social Anxiety Impacts Willingness to Participate in AddictionTreatment. Addict Behaviour 34(5):474-476

Boucher, C., Griffith, L., Siepler, D., Tilley, L. 2011. The Effect of TraditionalChinese Medical Acupuncture (TCM) on Test Anxiety (A Pilot Study).Journal of Medicine Publications 92(2):548-553

Bussel, J. 2013. The Effect of Acupuncture on Working Memory and Anxiety.Journal of Acupuncture and Meridian Studies 6(5): 241-246

Carvalho, F., Weires, K., Ebling, M., Padilha, M., Ferrao, Y., Vercelino, R. 2013.Effects of Acupunture on the Symptoms of Anxiety and DepressionCaused by Premenstrual Dysphoric Disorder. Acupunt Med 31:358-363

Chang, B. and Sommers, E.2014. Acupuncture and Relaxation Response forCraving and Anxiety Reduction Among Military Veterans in Recoveryfrom Substance Use Disorder. The American Journal on Addictions23:129-136

Charney, Dara A., Palacios-Boix, J., Negrete, Juan, C.D., Patricia, L., Gill, K.2005. Association Between Concurrent Depression and Anxiety and Six-Month Outcome of Addiction Treatment, J. Phsychiatric Times.Augustvol 56 no 8

Courbasson, C.M., deSorkin, A.A., Dullerud, B., Van Wyk, L. 2007. AcupunctureTreatment for women With Concurrent Substance Use andAnxiety/Depression: An Effective Alternative Therapy? Fam CommunityHealth 30(2): 112-120

D’Alberto, A. 2006. Understanding Cocaine Addiction According to ChineseMedicine Theory. Chinese Medicine Times vol.1, Issue 1

Page 80: gabriella t

61

Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 2006. PedomanTerapi Pasien Ketergantungan Narkotika dan Zat Adiktif Lainnya.Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Nasional Program Terapi RumatanMetadon. Jakarta

Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementrian Kesehatan RI. 2014. Asesmen danRencana Terapi Gangguan Penggunaan Narkoba. Jakarta

Dong, T.J. 1993. Research on the Reduction of Anxiety and Depression withAcupuncture, American Journal of Acupuncture 21(4):327-329

Errington-Evans, N. 2009. Acupunture in Chronic Non-RespondingAnxiety/Depression Patients : A Case Series. Acupunct Med 27:133-134

Fai, Y.W. 2009. Acupuncture for Insomnia, A Systematic Review andRandomized Placebo-Controlled Trials. HK Library p.68-70

Ghodse, H. 2002. Drugs and Addictive Behaviour. New York:CambridgeUniversity Press. p. 95

Grant, L. dan Cochrane, S. 2014. Acupuncture for the Mental and EmotionalHelath of Women Undergoing IVF Treatment: A ComprehensiveReview, Aust J Acupunct Chin Med 9(1):5-12.

Hawari, D. 2006. Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA (Narkotika,Alkohol dan Zat Adiktif). Jakarta: FKUI. p. 4

Hesse, M. 2009. Integrated Psychological Treatment for Substance Use and Co-morbid Anxiety or Depression vs. Treatment for Substance Use Alone.BMC Psychiatry 9:6

Hui, K., Marina, O., Liu, J., Rosen, B., Kwong, K. 2010. Acupuncture, the LimbicSystem, and The Anticorrelated Networks of the Brain. AutonomicNeuroscience : Basic and Clinical 157:81-90

Isoyama, D., Cordts, E.B., de Souza van Niewegen, A.M., Carvalho, A.P, BarbosaC.P. 2012. Effects of Acupuncture on Symptoms of Anxiety in womenUndergoing in vitro fertilization: A Prospective Randomized ControlledTrial. Acupunct Med 30 (2):85-88

Joewana, S. 2004. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan ZatPsikoaktif : Penyalahgunaan NAPZA/Narkoba. Edisi ke 2. Jakarta: EGC

Page 81: gabriella t

62

Jordan, J.B. 2006. Acupuncture Treatment for Opiate Addiction: A SystematicReview. Journal of Substance Abuse Treatment 30: 309-314

Kiswojo. 2007. Pengetahuan Dasar Ilmu Akupuntur, Jakarta: Penerbit AkupunturIndonesia. p. 277

Kummer, A., Cardoso, F., Teixeira, A. 2010. Generalized anxiety disorder and theHamilton Anxiety Rating Scale in Parkinson’s disease, ArqNeuropsiquiatr; 69:4

Lingford-Hughes, A., Potokar, J., and Nutt, D. 2002. Treating AnxietyComplicated by Substance Misuse. Adv. Psychiatr. Treat. 8: 107-116

Lowe, L. 2012. Anxiety and Acupuncture. Ana-Med Acupuncture. Availablefrom:URL:http://www.ana-med.co.nz/uploads///AnxietyAcupuncture.pdf

Lumbantobing, S. M. 2007. Serba Serbi Narkotika. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.p 150-153

Moesono, A. 2006. Penanggulangan Korban Narkoba: Meningkatkan PeranKeluarga dan Lingkungan. Jakarta: FKUI.p.50-53

Nutt, D. and Lingford-Hughes, A. 2008. Addiction : the Clinical Interface, BritishJournal of Pharmacology 10: 306-310

Pilkington, K., Kirkwood, G., Rampes, H., Cummings, M., Richardson, J. 2007.Acupuncture for Anxiety and Anxiety Disorders – A SystematicLiterature Review, Acupunture in Medicine, 25 (1-2):1-10

Pocock, S.J., 2008. ClinicalTrials : A Practical Approach. John Wiley & Sons.Ltd The Atrium, Southtern Gate, Cjicester, West Sussex, England

Sadock, B., Sadock, V., Ruiz, P. 2009. Kaplan & Sadock’s ComphrehensiveTexbook of Psychiatry. Ninth Edition. New York: Lippincott Williams &Wilkins

Saputra, K, Idayanti, A. 2005. Akupuntur Dasar. Surabaya: Airlangga UniversityPress.p. 322-323

Saputra, K. 2012. Buku Ajar Biofisika Akupuntur Dalam Konsep KedokteranEnergi. Jakarta : Salemba Medika. p.50-52

Sargo, S, dan Subagyo, R. 2014. Farmakoterapi Penyalahgunaan Obat danNAPZA. Surabaya: Airlangga University Press.p.112-118

Page 82: gabriella t

63

Scott, S. dan Scott, W.N. 1997. A Biochemical Hypothesis for the Effectivenessof Acupuncture in the Treatment of Substance Abuse : Acupuncture andthe Reward Cascade. American Journal of Acupuncture. vol 25. no.1

Smith, J.P. dan Book, S.W. 2008. Anxiety and Substance Use Disorder. PsychiatrTimes. 25(10):19-23

Spence, D.W., Kyumov, L.,Lowe, A., Jain, U., Chen, A., Katzman, M.A., Shen,J., Perelman, B., Shapiro, C.M., 2004. Acupuncture Increases NocturnalMelatonin Secretion and Reduces Insomnia and Anxiety. Journal ofNeuropsychiatry and Clinical Neurosciences.16:19-28

Stahl, S.M. 2013. Essential Psychopharmacology, New York: CambridgeUniversity Press. p. 979

Thaib, M.R., Mulyono, I., Nizar, R. 2006. Penanggulangan Korban Narkoba.Jakarta; Balai Penerbit FKUI.p.1-2.

Wang, S.H. dan Kain, Z.N. 2001. Auricular Acupuncture: A Potential Treatmentfor Anxiety. Anesth Analg. 92:548-53

Wang, S.H., Gaal, D., Maranets, I, Caldwell-Andrews, A., Kain, Z.N. 2005.Accupressure and Preoperative Parental Anxiety: A Pilot Study. AnesthAnalg. 101:666-9

Wu, S., Liang, J., Zhu, X., Liu, X., Miao, D. 2010. Comparing the TreatmentEffectiveness of Body Acupuncture and Auricular Acupuncture inPreoperative Anxiety Treatment. JRMS. 16(1):39-42

Xiang, X.C. dan Zhang, P. 2008. How Acupuncture Works? Neuroscientific BasicUnderlying Acupuncture Analgesia. Available from URL :http://www.chineseacupuncturedoc.com/how-acupuncture-works.pdf.

Yang, C.H., Lee, B.H., dan Sohn, S.H. 2007. A Possible Mechanism Underlyingthe Effectiveness of Acupuncture in the Treatment of Drug Addiction.Advance Access Publication. 5(3):257-266

Zahm, D.S. 2010. Pharmacotherapeutic Approach to the Treatment of Addiction :Persistent Challenges. Mo Med. 107(4):276-280

Ze-Jun, H., Jia, G., Dong, L. 2013. Effects of Acupuncture with MeridianAcupoints and Three Anmian Acupoints on Insomnia and RelatedDepression and Anxiety State. Chin J Integr Med 19(3): 187-191

Page 83: gabriella t

64

Zhang, Z.J., Chen, H.Y., Yip, K.C., Wong, V.T. 2010. The effectiveness andSafety of Acupuncture Therapy in Depressive Disorders : SystematicReview and Meta Analysis. Journal of Affective Disorders 124:9-21

Zhao, Z.L., Jin, X.D., Wu, Y.Y., Yang, X.D., Xu, Y.J., Jiang, J.Z.J., Kim, S. C.,Lee, B.H., Yang, C.H., Zhao, R.J. 2013. Amygdaloid CorticotropinReleasing Factor is Involved in the Anxiolytic Effect of Acupunctureduring Ethanol Withdrawal in Rats. J Acupunct Meridian Stud 6(5):234-240

Zhao, Z.L., Zhao, G.W., Li, H.Z.,Yang, X.D., Wu, Y.Y., Lin, F., Guan, L.X.,Zhai, F.G., Liu, J.Q., Yang, C.H., Kim, S.C., Kim, K.W., Zaho, R. J.2011. Acupunture Attenuates Anxiety-Like Behavior by NormalizingAmygdaloid Catecholamines During Ethanol Withdrawal in Rats.Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine 20:1-8

Page 84: gabriella t

65

Lampiran 1 Ethical Clearance Penelitian

Page 85: gabriella t

66

Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian

Page 86: gabriella t

67

Page 87: gabriella t

68

Lampiran 3 Form Informed Consent Subyek Penelitian

INFORMED CONSENT

Kepada yth.

Bapak/ibu

Kecemasan adalah respon emosional yang normal yang dapat terjadi pada

setiap orang, namun bila berlebihan terjadi hampir setiap hari selama minimal 6

bulan maka kecemasan ini dapat digolongkan menjadi gangguan. Salah satu cara

untuk mengetahui tingkat kecemasan yang dialami adalah dengan wawancara

yang dilakukan dokter yang telah terlatih untuk menilai kecemasan.

Salah satu cara untuk mengatasi kecemasan ini adalah dengan akupuntur,

untuk itu kami mohon kesediaan bapak/ibu sekalian untuk mengikuti program

akupuntur ini. Manfaatnya mengikuti penelitian ini adalah mengetahui tingkat

kecemasan yang dialami dan dapat merasa lebih nyaman. Penelitian ini

menggunakan jarum akupuntur sekali pakai untuk menghindari kemungkinan

penularan penyakit. Pada penelitian ini jika dilakukan akupuntur efek samping

yang mungkin ditemukan adalah memar pada tempat tusukan serta rasa nyeri yang

dirasakan saat dilakukan akupuntur dengan jarum. Bapak/Ibu dapat mengikuti

penelitian ini dengan syarat bahwa bapak-ibu adalah pengguna metadon aktif fase

rumatan dan bersedia mengikuti penelitian.

Bapak/ibu tidak akan dibebani biaya apapun untuk pemeriksaan ini dan

berhak bertanya pada dokter dan petugas paramedis yang merawat. Apabila ada

hal yang ingin bapak/ibu sampaikan kepada peneliti, bapak/ibu dapat

menghubungi kami (dr. Gabriella, dengan no Hp: 08123858677).

Page 88: gabriella t

69

Pernyataan Persetujuan Mengikuti Penelitian

Setelah membaca dan memahami apa yang telah diterangkan dalam

lembar mengenai keterangan penelitian, maka saya yang bertanda tangan di

bawah ini :

Nama :

Tempat/Tanggal Lahir :

Alamat :

Menyatakan bersedia mengikuti penelitian, memahami dan dapat menerima risiko

yang terjadi bila dilakukan tindakan akupuntur pada saya.

Demikian saya memberikan pernyataan persetujuan ini tanpa adanya paksaan dari

pihak manapun.

Denpasar,

Bapak/Ibu

Page 89: gabriella t

70

Lampiran 4 Kuesioner Ham A

HAMILTON RATING SCALE FOR ANXIETY (HAM-A)

TANGGAL :NAMA : UMUR :JENIS KEL :ALAMAT :

Gejala-gejala ini (satu /lebih) merupakan apa yang diungkapkan pasien. Nilaiyang didapatkan merupakan gambaran tingkat kecemasan pasien saat ini. Pilihsalah satu dari lima (5) pilihan yang tersedia, yaitu: 0 = tidak ada, 1 = ringan,2 = sedang, 3 = berat, 4 = sangat berat

1. Perasaan Anxiety (kecemasan)Cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung

2. KeteganganMerasa tegang,lesu, Tidak bisa istirahat tenang, Mudah terkejut, Mudahmenangis, Gemetar, Gelisah

3. KetakutanPada gelap, pada orang asing, di tinggal sendiri, pada binatang besar, padakeramaian lalu lintas, pada kerumunan orang banyak

4. Gangguan TidurSukar masuk tidur, terbangun malam hari, tidak pulas, bangun dengan lesu,mimpi-mimpi, mimpi buruk, mimpi yang menakutkan

5. Gangguan kecerdasanSulit berkonsentrasi, daya ingat buruk

6. Perasaan DepresiHilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih, bangun dini hari,perasaan berubah-ubah sepanjang hari

7. Gejala Somatik (otot)Sakit dan nyeri di otot-otot, kaku, kedutan otot,gigi gemerutuk, suara tidak stabil

0 1 2 3 4

0 1 2 3 4

0 1 2 3 4

0 1 2 3 4

0 1 2 3 4

0 1 2 3 4

0 1 2 3 4

0 1 2 3 4

Page 90: gabriella t

71

8. Gejala Somatik (sensori)Tinitus, penglihatan kabur, muka merah/pucat, merasa lemas, perasaan ditusuk-tusuk

9. Gejala KardiovaskulerTakikardi, berdebar, nyeri di dada, denyut nadimengeras, rasa lesu/lemas seperti mau pingsan, detak jantung hilang/berhentisekejap

10. Gejala Respiratori (Pernafasan)Rasa tertekan atau sempit di dada, perasaantercekik, sering menarik nafas, nafas pendek/sesak

11. Gejala GastrointestinalSulit menelan, perut melilit, gangguanpencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar di perut, rasapenuh atau kembung (enek), muntah, buang air besar lembek, kehilangan beratbadan, konstipasi.

12. Gejala UrogenitalSering buang air seni, tidak dapat menahan airseni, amenorrhoe, menorrhagia, menjadi dingin (frigid), ejakulasi prekoks,ereksi hilang, impotensi

13. Gejala OtonomikMulut kering, muka merah, mudah berkeringat,pusing, sakit kepala, bulu-bulu badan terasa berdiri

14. Tingkah laku pada wawancaraGelisah, Tidak tenang, Jari gemetar, kening berkerut, muka tegang, tonus ototmeningkat, nafas pendek dan cepat, muka merah

TOTAL SKOR:

Skor tingkat kecemasan:< 17 : kecemasan ringan18 – 24 : kecemasan ringan-sedang25 – 30 : kecemasan sedang-berat

0 1 2 3 4

0 1 2 3 4

0 1 2 3 4

0 1 2 3 4

0 1 2 3 4

0 1 2 3 4

Page 91: gabriella t

72

Lampiran 5 Kartu Data Peserta Penelitian

KARTU PESERTA PENELITIAN

No. rekam medik :Nama : Umur :Jenis kelamin :Alamat rumah :Pekerjaan :Pendidikan :Telepon/HP :

Tanggal Terapi

ke-

Dosis

(mg)

Tanda tangan

Pasien

Tanda tangan

petugas

Catatan

Page 92: gabriella t

73

Lampiran 6 Data dan Analisis Penelitian

Data selisih skor Ham A total pre dan post test

Data analisis statistik selisih skor Ham A total

Data Deskriptif masing-masing item Ham A

Page 93: gabriella t

74

Data selisih skor masing-masing item Ham A

Uji T test pada selisih item pada Ham A

Page 94: gabriella t

75

Lampiran 7 Foto Penelitian

Perlakuan akupuntur dengan memakai titik Chi ze dan He qu

Perlakuan akupuntur dengan memakai titik Zu san li

Page 95: gabriella t

76

Perlakuan akupuntur pada telinga dengan memakai titik shen men