42
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sebagai mahasiswa farmasi, sudah seharusnya kita mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan obat, baik dari segi farmasetik, farmakodinamik, farmakokinetik, dan juga dari segi farmakologi dan toksikologinya. Farmakologi merupakan ilmu yang berbeda dari ilmu lain secara umum pada keterkaitannya yang erat dengan ilmu dasar maupun ilmu klinik sangat sulit mengerti farmakologi tanpa pengetahuan tentang fisiologi tubuh, biokimia, dan ilmu kedokteran klinik. Toksikologi berkembang luas ke bidang kimia, kedokteran hewan, kedokteran dasar klinik, pertanian, perikanan, industri, etimologi hukum dan lingkungan. Perkembangan ini memungkinkan terjadinya reaksi dalam tubuh dalam jumlah yang kecil. Sistem saraf merupakan struktur pusat pengaturan yang tersusun oleh milyaran sel- sel neuron yang berorganisasi dengan berbagai macam 1

Gabungan Bab

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Gabungan Bab

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sebagai mahasiswa farmasi, sudah seharusnya kita mengetahui hal-hal

yang berkaitan dengan obat, baik dari segi farmasetik, farmakodinamik,

farmakokinetik, dan juga dari segi farmakologi dan toksikologinya.

Farmakologi merupakan ilmu yang berbeda dari ilmu lain secara umum

pada keterkaitannya yang erat dengan ilmu dasar maupun ilmu klinik sangat

sulit mengerti farmakologi tanpa pengetahuan tentang fisiologi

tubuh, biokimia, dan ilmu kedokteran klinik. Toksikologi berkembang luas

ke bidang kimia, kedokteran hewan, kedokteran dasar klinik, pertanian,

perikanan, industri, etimologi hukum dan lingkungan. Perkembangan ini

memungkinkan terjadinya reaksi dalam tubuh dalam jumlah yang kecil.

Sistem saraf merupakan struktur pusat pengaturan yang tersusun oleh

milyaran sel- sel neuron yang berorganisasi dengan berbagai macam

jaringan. Sistem saraf terbagi menjadi dua tipe sel, yaitu neuron dan

neuroglia.

Pada obat-obatan tertentu bekerja pada sistem saraf yang merupakan

jaringan paling rumit dan paling penting yang terdiri dari jutaan sel saraf

(neuron) yang saling terhubung dan vital. Sistem saraf manusia lazimnya

mengkoordinir sistem-sistem lainnya didalam tubuh dan dibagi dalam dua

kelompok, yakni sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Sistem saraf

pusat merupakan bagian terpenting dalam tubuh yang terbagi menjadi dua

1

Page 2: Gabungan Bab

yakni otak/cerebrum (ensenphalon) dan sumsum tulang belakang (medulla

spinalis) (Rahardja, K., 2010).

Dimana pada percobaan kali ini adalah mengenai obat-obat yang

berhubungan dengan sistem saraf pusat dan juga berkaitan dengan obat-obat

golongan psikotropik, hipnotik-sedative, antikonvulsi dan analgetik seperti

obat karbamazepin, parasetamol dan haloperidol.

I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

I.2.1 Maksud Percobaan

Untuk mengetahui pengaruh berbagai obat sistem saraf pusat dalam

pengendalian fungi-fungsi vegetatif tubuh pada hewan coba.

I.2.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dalam percobaan kali ini adalah:

1. Mahasiswa dapat mengetahui efek yang ditimbulkan dari obat

psikotropika secara oral, terhadap Mencit (Mus musculus) yang

diamati dengan melihat lebar kelopak mata pada Mencit.

2. Mahasiswa dapat mengetahui efek analgesik dari obat paracetamol

Mencit (Mus musculus)

2

Page 3: Gabungan Bab

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori

Dalam arti luas farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa

terhadap sel hidup, lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam

ilmu kedokteran senyawa tersebut disebut obat, dan lebih menekankan

pengetahuan yang mendasari manfaat dan resiko penggunaan obat. Karena

itu dikatakan farmakologi merupakan seni menimbang ( the art of

weighing). Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk

mencegah, mengobati, mendiagnosis penyakit/gangguan, atau menimbulkan

suatu kondisi tertentu, misalnya membuat seseorang infertil, atau

melumpuhkan otot rangka selama pembedahan hewan coba. Farmakologi

mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu ilmu cara

menyediakan obat (Marjono,M. 2011).

Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap

tubuh dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika,

karena efek teraupetis obat berhubungan erat dengan efek dosisnya. Pada

hakikatnya setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja sebagai

racun dan merusak organisme (“sola dosis facit venenum”; hanya dosis

membuat racun. Paracelcus) (Tjay Hoan, Dkk 2007).

II.2 Saraf

Saraf adalah serat-serat yang menghubungkan organ-organ tubuh

dengan sistem saraf pusat (yakni otak dan sumsum tulang belakang) dan antar

bagian sistem saraf dengan lainnya. Saraf membawa impuls dari dan ke otak

3

Page 4: Gabungan Bab

atau pusat saraf. Neuron kadang disebut sebagai sel-sel saraf, meski istilah

ini sebenarnya kurang tepat karena banyak sekali neuron yang tidak

membentuk saraf (Campbel, Reece dan Mitchell. 2006).

Saraf adalah bagian dari sistem saraf periferal. Saraf aferen membawa

sinyal sensorik ke sistem saraf pusat, sedangkan saraf eferen membawa sinyal

dari sistem saraf pusat ke otot-otot dan kelenjar-kelanjar. Sinyal

tersebut seringkali disebut impuls saraf, atau disebut potensial

akson.Sel saraf yang dinamakan pula sel neron berbeda dengan sel-sel

dari jaringan dasar lainnya karena adanya tonjolan-tonjolan yang panjang

dari badan selnya. Semua jaringan mencerminkan sejarahnya dengan

memeperlihatkan berbagai kemampuannya untuk penyesuaian dri pada

keadaan baru selama hidup mereka. Jaringan saraf juga menspesialisasikan

diri dalam kemampuan sepeti ini, menuju kea rah fungsi belajar dan ingat

yang tidak begitu banyak dipahami. Meskipun banyak sifat khas organissi

pesarafan itu telah terprogram secara genetik, namun detail dari

kontak–kontak seluler dan pembentukan sirkuit fungsional untuk

populasi sel tampaknya terpengaruh oleh keadaan yang biasanya terdapat

apabila sel-selnya memperoleh kontak mereka yang pertama (Campbel,

Reece dan Mitchell. 2006).

Sistem saraf itu dapat dibagi dalam suatu system saraf peripheral

(peripheral nervous  sistem) dan suatu system saraf sentral (central vernous

sistem–CNS). Sistem saraf peripheral mengumpulkan informasi dari

permukaan tubuh, dari organ–organ khusus, dan dari isi perut, dan

4

Page 5: Gabungan Bab

menghantarkan sinyal–sinyal ke sistem saraf sentral, ia juga mengandung

saluran keluar yang membawa suatu arus sinyal ke organ–organ efektor

(pelaksana) dalam tubuh (otot dan kelenjar, system penggerak), yang bereaksi

terhadap perubahan–perubahan dalam lingkungan dalam dan luar

(H.Fried,ph.D, George,2000).

II.3 SISTEM SARAF PUSAT (SSP)

Sistem saraf merupakan struktur pusat pengaturan yang tersusun oleh

milyaran sel-sel neuron yang berorganisasi dengan berbagai macam

jaringan. Sistem saraf terbagi menjadi dua tipe sel, yaitu neuron dan

neuroglia. Neuron merupakan stuktur dasar dan unit fungsional pada sistem

saraf. Sel neuroglia merupakan sel penunjang tambahan neuron yang

berfungsi sebagai jaringan ikat dan mampu menjalani mitosis yang

mendukung proses proliferasi pada sel saraf otak (Pearce, 2002).

Sistem saraf yang dapat mengendalikan system saraf lainnya di

dalam tubuh dibagi dua golongan, yaitu (Malole, 1989) :

1. Sistem saraf pusat (SSP) atau system saraf sentral (SSS), terdiri dari

otak dan sum – sum tulang belakang (spinal cord)

2. Sistem saraf perifer yang terdiri dari:

a. Saraf otak dan sumsum tulang belakang

b. Susunan saraf otonom

Rangsangan seperti sakit, panas, rasa, cahaya, suara , mula–mula

diterima oleh sel penerima (reseptor), kemudian dilanjutkan ke otak dan

sumsum tulang belakang. Sistem saraf pusat dapat ditekan seluruhnya oleh

penekan saraf pusat yang tidak spesifik midalnya sedative – hipnotik. Obat

5

Page 6: Gabungan Bab

yang dapat merangsang SSP disebut analeptic (wekamin) dan obat

antidepresi.

Gambar 2.1 Sistem Saraf pada manusia

Sistem saraf merupakan pusat koordinasi keseimbangan fisiologi

dalam tubuh, saraf membawah informasi dari reseptor sensori menuju obat

dan sumsum tulang belakang reseptor sensori merupakan bagian tubuh yang

paling peka dan mampu mendeteksi rangsangan, baik yang berasal dari

dalam berupa rasa lapar, haus, dan nyeri sedangkan rangsangan eksternal

berupa cahaya secara panas dan dingin. Selanjutnya saraf menyampaikan

perintah dari otak dan sumsum tulang belakang, ke efektor sehingga tubuh

bereksi misalnya pada saraf tekanan darah, reaksi timbul suatu rangsangan

internal pada reseptor (Olson, James, 2002).

Sistem saraf memungkinkan makhluk hidup tanggap dengan cepat

terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan luar maupun

dalam. Untuk menanggapi rangsangan, ada tiga komponen yang harus

dimiliki oleh sistem saraf, yaitu (Olson, James. 2002).:

6

Page 7: Gabungan Bab

Reseptor, adalah alat penerima rangsangan atau impuls. Pada tubuh kita

yang bertindak sebagai reseptor adalah organ indera.

Penghantar impuls, dilakukan oleh saraf itu sendiri. Saraf tersusun dari

berkas serabut penghubung (akson). Pada serabut penghubung terdapat

sel-sel khusus yang memanjang dan meluas. Sel saraf disebut neuron.

Efektor adalah bagian yang menanggapi rangsangan yang telah

diantarkan oleh penghantar impuls. Efektor yang paling penting pada

manusia adalah otot dan kelenjar.

Impuls yang diterima oleh reseptor dan disampaikan ke efektor akan

menyebabkan terjadinya gerakan atau perubahan pada efektor. Gerakan

tersebut adalah sebagai berikut (Bertram G. 2001):

a. Gerak sadar

Gerak sadar atau gerak biasa adalah gerak yang terjadi karena disengaja

atau disadari. Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan

melalui jalan yang panjang. Bagannya adalah sebagai berikut:

Gambar II.2 Proses Terjadinya gerak sadar

b. Gerak refleks

Gerak refleks adalah gerak yang tidak disengaja atau tidak disadari.

Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan melalui jalan yang

7

Page 8: Gabungan Bab

sangat singkat dan tidak melewati otak. Bagannya sebagai berikut:

Gambar II.3 Proses Terjadinya gerak refleks

Susunan sistem saraf manusia tersusun dari sistem saraf pusat dan

sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan sumsum tulang

belakang (Bertram G. 2001).

II.4 Obat Yang Bekerja Pada Sistem Saraf Pusat (SSP)

Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat terbagi menjadi obat depresan

saraf pusat yaitu anastetik umum (memblokir rasa sakit), hipnotik sedatif

(menyebabkan tidur), psikotropika (menghilangkan gangguan jiwa),

antikonvulsi (menghilangkan kejang), analgetik (mengurangi rasa sakit). Rasa

sakit di sebabkan oleh perangsangan rasa sakit di otak besar dan reaksi

emosional. analgetik menaikkan ambang rasa sakit di otak besar, sedangkan

analgetik narkotik menekan reaksi emosional (psikis) yang di timbulkan oleh

rasa sakit tersebut (Myceck J Mary, 2002).

Neurotransmisi Dalam SSP

Dalam banyak hal, fungsi dasar neuron dalam SSP sama dengan

sistem saraf otonom (SSO). Misalnya, transmisi informasi dalam SSP dan

di perifer keduanya menyangkut lepasnya neurotransmiter yang melintas

pada celah sipnatik untuk kemudian terikat pada reseptor spesifik neuron

post sipnatik. Dalam kedua sistem pengenalan neurotransmiter oleh

8

Page 9: Gabungan Bab

membran reseptor neuron postsinaptik memberikan perubahan intraselular.

Beberapa perbedaan utama terdapat antara neuron dalam SSO perifer yang

ada pada SSP. Percabangan SSP lebih kompleks dari SSA, dan jumlah

sinaps dalam SSP jauh lebih banyak. SSP beda dengan SSA perifer,

mempunyai anyaman neuron inhibitif yang kuat, aktif dalam modulasi

kecepatan transmisi neuron. Selain itu, SSP menggunakan lebih dari 10

dan barangkali sampai 50 neurotransmiter yang berbeda. Sebaliknya

sistem otonom hanya menggunakan dua neurotransmiter utama asetilkolin

dan norepinefrin (Pearce, 2002).

1. Obat Anastetik

Anastesi umum diperlukan untuk pembedahan karena dapat

menyebabkan penderita mengalami analgesia, amnesia, dan tidak

sadar sedangakn otot–otot mengalami relaksasi dan penekanan refleks

yang tak dikehendaki. Tak ada obat tunggal yang dapat mencapai

efek–efek ini secara cepat dan aman. Walaupun, beberapa kategori

obat yang berbeda digunakan untuk menghasilkan “keseimbangan

anestesi”. Misalnya tambahan terhadap anastesi terdiri dari

pengobatan preanestetik, dan pelemas otot rangka. Pengobatan

preanestetik menyebabkan penderita tenang, menghilangkan sakit, dan

melindungi terhadapp efek yang tidak dikehendaki dari pemberian

anestetik atau prosedur pembedahan yang berikutnya. Pelemas otot

rangka ,memelihara intubasi dan menekan tonus otot sampai pada

tingkat yang diperlukan untuk operasi. Anastetik umum yang paten

diberikan secara inhalasi atau suntikan intravena.

9

Page 10: Gabungan Bab

Tahap – tahap anastesi (Myceck J Mary, 2002) :

1. Analgesia : kesadaran berkurang, rasa nyeri hilang, dan terjadi

euphoria (rasa nyaman) yang disertai impian – impian yang

menyerupai halusinasi. Ester dan nitrogen monoksida memberikan

analgesia yang baik pada tahap ini sedangkan halotan dan thiopental

tahap berikutnya.

2. Eksitasi : kesadaran hilang dan terjadi kegelisahan (tahap edukasi)

3. Anestesi : pernapasan menjadi dangkal dan cepat, teratur seperti

tidur (pernapasan perut), gerakan bola mata dan refleks mata hilang,

otot lemas.

4. Pangumpulan sumsum tulang : kerja jantung dan pernapasan

berhenti. Tahap ini harus dihindari.

Anastetik umum yang ideal, adalah mempunyai sifat analgetik,

relaksasi otot, onset cepat, tidak ada efek samping seperti gelisah dan

perangsangan mukosa, kembalinya kesadaran cepat tanpa rasa kacau,

mual, muntah, tidak memperbesar pendarahan. Karena tidak ada

anastetik local yang ideal, maka ditambah obat lain sebagai premedikasi

dan postmedikasi untuk mencapai keadaan ideal tersebut, misalnya

morfin, petidin, klorpromazin, diazepam, pentobarbital, untuk

menghilangkan kegelisahan, atropine, skopolamin untuk menghilangkan

sekresi ludah dan dahak ditenggorokan, tubokurarin dan galamin untuk

mendapatkan relaksasi otot. Klorpromazin untuk mual dan gelisah.

10

Page 11: Gabungan Bab

2. Obat depresansia SSP

Obat yang termasuk golongan ini adalah obat yang berefek

menghambat aktifitas SSP secara spesifik maupun umum. Yang

termasuk menghambat SSP secara umum adalah obat dalam kelompok

anastesi umum, dalam bab ini hal tersebut tidak dibahas. Yang dibahas

adalah (Widjajanti. 1996):

a) Golongan obat sedative-hipnotik

Yang termasuk dalam golongan ini ialah obat yang yang

menyebabkan depresi ringan (sedative) sampai terjadi efek tidur

(hipnotika). Pada efek sedative penderita akan menjadi lebih tenang

karena kepekaan kortek serebri berkurang. Disamping itu

kewaspadaan terhadap lingkungan, aktivitas motorik dan reaksi

spontan menurun. Kondisi tersebut secara klinis gejalanya

menunjukkan kelesuan dan rasa kantuk. Yang termasuk golongan

obat sedative-hipnotik adalah:

- Ethanol (alcohol)

- Barbiturate: i) Longacting: Fenobarbital

- Benzodiazepam

- Methaqualon

b) Golongan analgesic

Analgesic adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk

mengurangi rasa sakit atau nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.

Kesadaran akan perasaan sakit terdiri dari dua proses, yakni

11

Page 12: Gabungan Bab

penerimaan rangsangan sakit di bagian otak besar danreaksi-reaksi

emosional dan individu terhadap perangsang ini (Anief, 2000).

Berdasarkan kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua

kelompok besar yaitu:

a. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat

yang tidak bersifatnarkotik dan tidak bekerja sentral.

b. Analgetika narkotik, khusus digunakan untuk mengahalau rasa

nyeri hebat, sepertipada fractura dan kanker

Obat analgesik beragam macamnya diantaranya obat analgesik

narkotik (opioid) dan obat analgesik non narkotik (non-opioid). Obat

analgesik narkotik contohnya morphin sedangkan contoh obat analgesik

non-narkotik adalah parasetamol, aspirin, dan masih banyak yang lain.

Dalam penggunaan obat analgesik narkotik harus mempertimbangkan

banyak hal, karena obat analgesik narkotik memiliki banyak efek

samping yang tidak diinginkan, misalnya depresi pernafasan,dan adiksi

(ketagihan). Akan tetapi obat analgesik golongan narkotik memiliki

kemampuan analgesik yang cukup kuat untuk mengurangi atau

menghilangkan nyeri derajat sedang keatas (Kusuma, 2010).

3. Obat stimulansia SSP

Obat yang termasuk golongan ini pada umumnya ada dua

mekanisme yaitu: -Memblokade system penghambatan dan

meninggikan perangsangan synopsis (Widjajanti. 1996).

Obat stimulansia ini bekerja pada system saraf dengan

meningkatkan transmisi yang menuju atau meninggalkan otak.

12

Page 13: Gabungan Bab

Stimulan tersebut dapat menyebabkan orang merasa tidak dapat tidur,

selalu siaga dan penuh percaya diri. Stimulan dapat meningkatkan

denyut jantung, suhu tubuh dan tekanan darah. Pengaruh fisik lainnya

adalah menurunkan nafsu makan, pupil dilatasi, banyak bicara, agitasi

dan gangguan tidur (Widjajanti. 1996).

Bila pemberian stimulant berlebihan dapat menyebabkan

kegelisahan, panik, sakit kepala, kejang perut, agresif dan paranoid.

Bila pemberian berlanjut dan dalam waktu lama dapat terjadi gejala

tersebut diatas dalam waktu lama pula. Hal tersebut dapat menghabat

kerja obat depresan seperti alcohol, sehingga sangat menyulitkan

penggunaan obat tersebut (Widjajanti. 1996).

Obat yang bersifat stimulansia sedang adalah:

a) Cafein dalam kopi, teh dan minuman kokakola

b) Ephedrin yang digunakan untuk pengobatan bronchitis dan asthma

c) Nikotin dalam tembakau, selain bagi perokok berat yang digunakan

untuk relaks/istirahat

Obat yang bersifat stimulansia kuat:

a) Amphetamine, termasuk amphetamine yang illegal seperti “Shabu”

b) Kokaine atau coke atau crack

c) Ecstasy

d) Tablet diet seperti Duromine dsb.

Obat-obat tersebut yang termasuk dalam kelompok obat yang

bersifat stimulasi kuat adalah obat yang termasuk golongan obat

13

Page 14: Gabungan Bab

terlarang karena mengakibatkan pengguna menjadi orang yang

bersifat dan berkelakuan melawan hukum dan ketagihan.

4. Obat halusinogenik

Obat halusinogenik berpengaruh terhadap persepsi bagi

penggunanya. Orang yang mengkonsumsi obat tersebut akan menjadi

orang yang sering berhalusinasi, misalnya mereka mendengar atau

merasakan sesuatu yang ternyata tidak ada. Pengaruh obat

halusinogenik ini sangat bervariasi, sehingga sulit diramalkan

bagaimana atau kapan mereka mulai berhalusinasi (Widjajanti. 1996).

Pengaruh lain dari obat halusinogenik ini ialah pupil dilatasi,

aktifitas meningkat, banyak bicara atau tertawa, emosionil, psykologik

euphoria, berkeringat, panik, paranoid, kehilangan kesadaran terhadap

realitas, irasional, kejang lambung dan rasa mual (Widjajanti. 1996).

Yang termasuk obat halusinogenik ialah (Widjajanti. 1996):

- Datura

- Ketamine atau”K”

- LSD (“Lysergik acid diethylamide”)

- Muscakine (peyote cactus)

- PCP(Phencyclidine)

Beberapa ahli saraf dewasa ini melakukan penelitian mengenai

mekanisme molekuler dari obat tersebut yang dapat mengganggu sirkuit.

Mereka juga mempelajari bagaimana dopamin diproduksi dan bagaimana

transmisi diterima. Dopamin adalah pembawa berita (messenger) kimiawi,

mereka menduga obat tersebut berpengaruh terhadap mekanisme tersebut,

14

Page 15: Gabungan Bab

terutama pada perubahan sistem neuron bekerja. Laju dari proses toksisitas

tersebut berlanjut bergantung pad tipe obat, rute pemberian dan pengaruh

psikologiknya. Sehingga terjadinya proses adiksi menjadi terpusat pada

kelebihan penggunaan obat, oleh sebab itu kebiasaan orang yang

bertingkah laku tidak normal, terlihat pada individu tersebut (Santoso,

Nindia. (2001).

Epilepsi

Epilepsi dalah suatu gangguan pada susunan saraf pusat yang

timbul secara spontan dalam episode singkat dengan gejala utama

kesadaran menurun sampai hilang dan biasanya disertai kejang (konvulsi).

Kejang yang dialami oleh pasien epilepsi disebabkan adanya perubahan

aktivitas syaraf yang berupa pelepasan muatan listrik secara berlebihan

Rowe, R.C., Sheckey, 2006).

Beberapa kejadian seperti trauma fisik (benturan atau memar) pada

otak, berkurangnya aliran darah yang membawa oksigen ke otak,

pendesakan karena tumor, sclerosis jaringan otak dipercaya sebagai

penyebab terjadinya perubahan anatomis (meliputi bentuk dan struktur)

dan perubahan biokimiawi pada sel-sel atau lingkungan sekitarnya.

Perubahan anatomis dan biokimiawi ini yang nantinya akan menyebabkan

perubahan aktivitas syaraf yang kemudian menyebabkan kejang (Rowe,

R.C., Sheckey, 2006)

Serangan epilepsi pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yaitu

serangan kejang sebagian, (partial seizure) dimana jenis kejang ini

melibatkan sebagian kecil daerah di otak, dan serangan kejang merata

15

Page 16: Gabungan Bab

(generalized seizure) dimana jenis ini melibatkan seluruh otak sejak otak

aktif. Serangan atonik, klonik, tonik, tonik-klonik, dan unilateral adalah

tipe serangan epilepsi generalized seizure yang sering terjadi pada anak-

anak. Tipe serangan klonik adalah campuran gelombang cepat dan lambat

dengan hilangnya ketegangan dan ketegapan sikap diikuti klonik

bilateral.Ciri serangan tipe klonik adalah aktivitas cepat, voltase rendah

atau irama cepat (Rowe, R.C., Sheckey, 2006)

Carbamazepine

Carbamazepin diindikasikan untuk kejang sebagian dengan gejala

yang kompleks (psychomotor, temporal lobe), kejang tonik-klonik (grand

mal), pola kejang campuran, neuralgia trigeminal. Unlabelled use:

mengobati schizophrenia resisten, penghentian alcohol, gangguan atau

stress traumatis (Anonim, 2006).

II.5 Antipsikotika

Haloperidol

Haloperidol adalah obat yang dikategorikan ke dalam agen

antipsikotik, antidiskinetik, dan antiemetik. Obat ini diindikasikan untuk

kelainan psikotik akut dan kronik, seperti skizofrenia, gangguan manik,

dan psikosis yang diinduksi obat misalnya psikosis karena steroid.

Haloperidol juga berguna pada penanganan pasien agresif dan teragitasi.

Selain itu, obat ini dapat digunakan pada pasien sindrom mental organik

dan retardasi mental. Pada anak haloperidol sering digunakan untuk

mengatasi gangguan perilaku yang berat dopaminergik (M.J, Neal. 2006)

16

Page 17: Gabungan Bab

Secara umum haloperidol menghasilkan efek selektif pada sistem

saraf pusat melalui penghambatan kompetitif reseptor dopamin (D2)

postsinaptik pada sistem dopaminergik mesolimbik. Selain itu,

haloperidol bekerja sebagai antipsikotik dengan meningkatkan siklus

pertukaran dopamin otak. Pada terapi subkronik, efek antipsikotik

dihasilkan melalui penghambatan depolarisasi saraf dopaminergik (M.J,

Neal. 2006).

Analgetik

Analgetik adalah senyawa yang dalam dosis terapeutik meringankan

atau menekan rasa nyeri, tanpa memiliki kerja anestesiumum Nyeri

adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun

nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering

memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebaga ihal yang tak

mengenakkan.

Berdasarkan potensi kerja, mekanisme kerja dan efek samping

analgetika dibedakan dalam dua kelompok (Farmakologi Medis, 2006):

Analgetik yang berkhasiat kuat, bekerja pada pusat (hipnoanalgetika,

”kelompokopiat”)

Analgetika yang berkhasiat lemah (sampai sedang), bekerja terutama

pada perifer dengan sifat antipiretika dan kebanyakan juga

mempunya isi anti inflamasi dan antireumatik.

II.7 Uraian bahan

1. Na CMC (Dirjen POM. 1979)

Nama resmi : Natrii carboksimetilselulosa

17

Page 18: Gabungan Bab

Sinonim : Natrium karboksil metil selulosa, cethylone, thislose,

selolax dan polise

BM : 90.000-700.000 (8)

Rumus struktur :

Pemerian : Serbuk atau butiran putih atau kering gading tidak

berbau atau hampir tidak berbau hidrofobik

Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk seperti

koloidal, tidak larut dalam etanol 95% dalam eter dan

dalam organik lain.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai kontrol

2. Air Suling (Dirjen POM. 1979)

Nama resmi : Aquadestillata

Sinonim : Aqua,Air suling

RM/BM : H2O/18,02

Pemerian : Cairan Jenih,tidak berwarna,dan berasa

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai pelarut

3. Haloperidol (Dirjen POM. 1979)

Nama Resmi : Haloperidolum

18

Page 19: Gabungan Bab

Sinonim : 4 - (4 - (p - klorpfenil) – 4 - hidroksipiperidino) – 4 -

fluorobutirofenon

RM/BM : C12H23ClFNO2/375,87

Pemerian : Serbuk amorf atau serbuk hablur halus, putih hingga

agak kekuningan. Larutan jenuh bereaksi netral

terhadap lakmus

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam kloroform,

agak sukar larut dalam etanol, sukar larut dalam eter

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya

4. Carbamazepin (Dirjen POM. 1979)

Nama resmi : Carbamazepinum

Sinonim : Karbamazepina

RM/BM : C15H12N2O/236,26

Pemerian : Serbuk hablur; putih atau putih kekuningan; tidak

berasa atau sedikit pahit.

Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air dan dalam eter, larut

dalam 10 bagian etanol (95%) dan dalam 10 bagian

kloroform.

Khasiat : Antiepilepsi

5. Parasetamol

Nama resmi : Paracetamolum

Sinonim : Asetaminofen, 4-hidroksiasetanilida

Rumus molekul : C8H9NO2

Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit.

19

Page 20: Gabungan Bab

Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium

hidroksida 1 N, mudah larut dalam etanol.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus cahaya.

Khasiat : analgetik dan antipiretik

II.8 Uraian Hewan Coba

Mencit (Mus musculus)

Mencit adalah hewan pengerat yang cepat berkembang biak, mudah

dipelihara dalam jumlah banyak dan variasi genetikanya cukup besar

(Malole, 1989).

Klasifikasi

Mencit (Mus musculus) merupakan salah satu jenis rodensia atau hewan

pengerat dengan klasifikasi sebagai berikut (Malole, 1989):

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Family : Muridae

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus

20

Page 21: Gabungan Bab

BAB III

METODE PERCOBAAN

III. 1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah Dispo 1 mL,

Gelas kimia 100 mL (Pyrex), Gelas ukur 10 mL (Pyrex), Lumpang dan

Alu, Neraca analitik (O’haus), Plat panas, Stopwatch, dan Waterbath

(Shellab).

III.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah Alkohol

70%, Aquadest, Carbamazepin, Haloperidol, Na- CMC dan Parasetamol.

III.1.3 Hewan coba yang digunakan

Hewan coba yang digunakan adalah mencit (Mus musculus) jantan,

sehat, dewasa, sebanyak 5 ekor.

III.2 Cara Kerja

III.2.1 Pembuatan suspensi Na-CMC 1% b/v

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Ditimbang Na-CMC sebanyak 1 gr

3. Dipanaskan aquades pada waterbath kemudian diukur sebanyak 100

mL

4. Dimasukkan Na-CMC sedikiti demi sedikit kedalam lumpang dan

ditambahkan aquades hangat, digerus cepat hingga terbentuk

mucilago

5. Dimasukkan suspensi Na-CMC kedalam gelas kimia

21

Page 22: Gabungan Bab

III.2.2 Percobaan obat psikotropik (uji ptosis)

1. Dipuasakan mencit selama 8 jam

2. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan

3. Mencit dibagi untuk 3 perlakuan yaitu:

a. Mencit 1 (kontrol negatif) : diberi Na-CMC peroral

b. Mencit 2 (kontrol penginduksi) : diberi suspensi haloperidol

peroral

c. Mencit 3 (perlakuan) : diberi suspensi haloperidol peroral

kemudian diberi suspensi karbamazepin peroral

4. Ditimbang berat badan mencit dan dihitung dosis pemberian serta

volume pemberiannya

5. Dibuat suspensi haloperidol dan suspensi karbamazepin dengan

cara : ditimbang masing-masing 5,031 mg haloperidol dan 12,9 mg

karbamazepin kemudian masing-masing disuspensikan kedalam 10

mL suspensi Na-CMC

6. Diambil masing-masing suspensi tersebut sesuai bobot badan

mencit, kemudian diberikan kepada mencit sesuai perlakuan

7. Dicatat lebar permukaan kelopak mata mencit

III.2.3 Percobaan obat analgesik paracetamol

1. Ditimbang berat badan mencit dan dihitung dosis pemberian serta

volume pemberiannya

2. Ditimbang paracetamol sebanyak 2,58 mg dan diletakkan pada

kertas perkamen

22

Page 23: Gabungan Bab

3. Disuspensikan paracetamol kedalam mucilago Na-CMC 10 mL

hingga homogen

4. Diambil suspensi tersebut dengan menggunakan dispo sebanyak 0,7

mL

5. Diberikan secara oral pada mencit

6. 15 menit kemudian, mencit diletakkan diatas plat panas

7. Dicatat waktu mencit diletakkan sampai mencit mengangkat kaki

8. Pengamatam dilakukan pada 5, 10, 15 dan 20 menit setelah

pemberian obat

23

Page 24: Gabungan Bab

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil pengamatan

Tabel IV.1 Pengujian Obat Psikotropika

Mencit perlakuan Berat Mencit

Voleme pemberian

Pengamatan permukaan

kelopak mata1 Na-CMC 14,86 g 0,49 mL -

2 Haloperidol 17,40 g 0,58 mL +

3 Haloperidol+Karbamazepin

21,72 g 0,7 mL +

Keterangan : (-) = kelopak mata terbuka ; (+) = kelopak mata tertutup

Tabel.IV. 2. Pengujian Obat Analgesik

Tabel IV.1 Pengujian Obat Analgesik

Mencit Perlakuan Berat Mencit

Waktu pengangkatan kaki

5 menit 10 menit 15 menit 20 menit

1 Na-CMC 17,91 g 27 detik 45 detik 49 detik 38 detik

2 Paracetamol 21,25 g 2,14 menit

1,20 menit

1,10 menit

1,05 menit

IV.2 Pembahasan

Sistem saraf merupakan struktur pusat pengaturan yang tersusun oleh

milyaran sel- sel neuron yang berorganisasi dengan berbagai macam

jaringan. Sistem saraf terbagi menjadi dua tipe sel, yaitu neuron dan

neuroglia. Neuron merupakan stuktur dasar dan unit fungsional pada sistem

saraf. Sel neuroglia merupakan sel penunjang tambahan neuron yang

berfungsi sebagai jaringan ikat dan mampu menjalani mitosis yang

mendukung proses proliferasi pada sel saraf otak (Pearce, 2002).

24

Page 25: Gabungan Bab

Percobaan ini bertujuan untuk mengamati pengaruh berbagai obat

psikotropika, dan analgesik dalam pengendalian fungsi-fungsi vegetatif

tubuh serta pengaruhnya terhadap sistem saraf pusat. Obat yang digunakan

yaitu haloperidol dan karbamazepin untuk percobaan analgesik dan

parasetamol untuk percobaan analgesik yang diberikan secara per oral.

Pada langkah pertama yang dilakukan yaitu disiapkan alat dan bahan,

setelah itu ditimbang 5 ekor mencit dengan menggunakan neraca Ohauss,

kemudian dikelompokkan.

Pada percobaan obat psikotropik menggunakan 3 ekor mencit. Mencit

1 (Kontrol Negatif) diberi suspensi Na-CMC peroral. Mencit ke 2 (Kontrol

Penginduksi) diberi suspensi haloperidol peroral yang merupakan

penginduksi ptosis. Mencit ke 3 (Perlakuan) diberi suspensi haloperidol

peroral kemudian diberi suspensi karbamazepin. Setelah itu, diamati lebar

permukaan kelopak mata mencit.

Untuk percobaan obat analgesik menggunakan 2 ekor mencit. Mencit 1

(Kontrol Negatif) diberi suspensi Na-CMC peroral. Mencit ke 2 (Perlakuan)

diberi suspensi parasetamol peroral. 15 menit kemudian mencit diletakkan

diatas plat panas 550C, kemudian dicatat waktu mencit diletakkan sampai

mencit mengangkat kakinya. Pengamatan dilakukan pada 5, 10, 15, dan 20

menit setelah pemberian obat.

Dari hasil pengamatan untuk percobaan obat psikotropik diperoleh bahwa

pada mencit pertama dengan berat 14, 86 g yang diberikan suspensi Na-

CMC sebanyak 0,49 mL tidak terlihat efek apapun yang terjadi pada

tersebut dimana kelopak mata pada mencit besar. Selanjutnya mencit kedua

25

Page 26: Gabungan Bab

dengan berat 17,40 g yang didispo suspensi haloperidol sebanyak 0,58 mL

permukaan kelopak mata mencit mengecil (midriasis). Pada mencit ketiga

yang diberikan suspensi haloperidol dan suspensi karbamazepin sebanyak

0,7 mL dapat dilihat permukaan kelopak mata pada mencit mengecil

(midriasis). Haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang

yang mengalami ekstasi. Haloperidol berguna untuk menenagkan keadaan

pasien psikosis. Sedangkan karbamazepin merupakan antiepilepsi utama,

selain mengurangi kejang efeknya pada perbaikan psikis yaitu perbaikan

kewaspadaan dan perasaan. Efek samping yang terjadi setelah pemberian

obat jangka lama dapat terjadi penglihatan kabur (Gunawan, 1997).

Selanjutnya hasil pengamatan untuk percobaan obat analgesik

diperoleh bahwa pada mencit pertama yang diberikan suspensi Na-CMC

sebanyak 0,59 mL. Setelah mencit diletakkan diatas plat panas waktu yang

diperlukan untuk mengangkat kaki. Pada menit ke 5, 10, 15, 20 waktu yang

diperlukan mencit untuk mengangkat kaki yaitu 27 detik, 45 detik, 49 detik,

dan 38 detik. Selanjutnya untuk mencit kedua diberikan suspensi

paracetamol sebanyak 0,7 mL, kemudian mencit diletkkan keatas plat panas.

Pada menit ke 5, 10, 15, 20 setelah mencit diletakkan diatas plat panas

waktu yang diperlukan untuk mengangkat kaki yaitu 2.14 menit, 1.20 menit,

1.10 menit, dan 1.05 menit. Efek analgesik parasetamol serupa dengan

salsilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang.

Parasetamol dapat menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga

juga berdasarkan efek sentral (Gunawan, 1997).

26

Page 27: Gabungan Bab

BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Pada mencit dilihat tidak terlihat efek yang terjadi pada mencit yang

diberikan Na-CMC. Mencit kedua, dapat dilihat permukaan kelopak

mata pada mencit mengecil (midriasis). Pada perlakuan mencit ketiga,

dapat dilihat permukaan kelopak mata pada mencit mengecil (midriasis)

2. Mencit pertama diberikan Na-CMC dapat dilihat tidak memberikan efek

analgesik sehingga mencit cepat mengangkat kaki. Untuk mencit kedua

diberikan paracetamol dapat dilihat memberikan efek analgesik dimana

mencit memiliki waktu yang lama saat mengangkat kaki.

V.2 Saran

Disarankan untuk laboratorium farmakologi toksikologi kedepannya

untuk lebih dilengkapi baik dari segi alat maupun bahan agar tercapainya

praktikum yang efisien.

27