gabungan baru

Embed Size (px)

Citation preview

23

BAB I PENDAHULUANA. Latar BelakangDiabetes Melitus (DM) merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad ke-21. World Health Organisation (WHO) membuat perkiraan bahwa pada tahun 2025, jumlah DM menjadi 300 juta orang. (Suyono, 2009). Demikian halnya dengan laporan statistik dari Internasional Diabetes Federation (IDF) melaporkan, bahwa saat ini ada sekitar 230 juta penderita DM. Angka ini terus bertambah hingga 3 persen atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya. Jumlah penderita DM diperkirakan akan mencapai 350 juta pada tahun 2025 dan setengah dari angka tersebut berada di Asia terutama India, Cina, Pakistan dan Indonesia (Tandra, 2008).Indonesia pada tahun 2030 diperkirakan prevalensi DM mencapai 21,3 juta orang. Penelitian epidemiologi yang dilaksanakan di Indonesia, melaporkan bahwa DM di Indonesia berkisar antara 1,4 sampai 1,6% kecuali di dua tempat yaitu di Pekajangan, suatu desa dekat Semarang, sebesar 2,3% dan di Manado sebesar 6% (Suyono, 2009). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45 - 54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan di daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8% (Depkes, 2009).Tingginya prevalensi DM yang sebagian besar tergolong dalam DM tipe 2 disebabkan oleh interaksi antara faktor-faktor kerentanan genetis dan paparan terhadap lingkungan. Faktor lingkungan yang diperkirakan dapat meningkatkan risiko DM tipe 2 adalah kebiasaan makan yang tidak seimbang akan menyebabkan obesitas. Kondisi obesitas tersebut akan memicu timbulnya DM tipe 2. Pada orang dewasa, obesitas akan memiliki risiko timbulnya DM tipe 2 empat kali lebih besar dibandingkan dengan orang dengan status gizi normal. Selain pola makan yang tidak seimbang dan gizi lebih, aktivitas fisik juga merupakan faktor risiko mayor dalam memicu terjadinya DM. Latihan fisik yang teratur dapat memperbaiki semua aspek metabolik, termasuk meningkatkan kepekaan insulin serta memperbaiki toleransi glukosa. Hasil penelitian di Indian Pima, orang-orang yang aktivitas fisiknya rendah 2,5 kali lebih berisiko mengalami DM dibandingkan dengan orang-orang yang lebih aktif (Wicaksono, 2011).Prevalensi DM adalah hampir 80 % DM tipe 2. Ini berarti gaya hidup yang tidak sehat menjadi pemicu utama meningkatnya prevalensi DM. Penduduk dengan obesitas mempunyai risiko terkena DM lebih besar dari penduduk yang tidak obes (Depkes, 2009).Olahraga teratur akan membakar kalori dalam tubuh, selain menurunkan berat badan, menurunkan lemak dan glukosa darah, memperbaiki resistensi insulin, perbaiki tekanan darah dan peredaran darah. Olahraga juga akan meningkatkan metabolisme, otot menjadi lebih besar, dan otot ini akan membakar kalori lebih banyak daripada lemak dan akan mencegah obesitas (Tandra, 2008).Survei awal yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara, angka kejadian DM pada tahun 2011 berjumlah 4091 kasus. Sedangkan pada tahun 2012 sampai triwulan kedua didapatkan angka kejadian sebanyak 2158 kasus.Berdasarkan semua uraian tersebut, maka penulis tertarik mengkaji lebih dalam tentang Hubungan Faktor Obesitas Dan Kurang Aktivitas Dengan Kejadian Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013.B. Rumusan MasalahBerdasarkan uraian dari latar belakang tersebut di atas, rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:1. Apakah obesitas berhubungan dengan kejadian penyakit DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara?2. Apakah kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan kejadian penyakit DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara?C. Tujuan Penelitian1. Tujuan UmumUntuk mengetahui hubungan faktor faktor risiko dengan kejadian penyakit diabetes melitus di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara. 2. Tujuan Khususa. Mengetahui hubungan obesitas dengan kejadian penyakit DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.b. Mengetahui hubungan kurangnya aktifitas fisik dengan kejadian penyakit DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.D. Manfaat Penelitiana. Bagi pemerintah, dapat dijadikan bahan informasi dalam pengambilan kebijakan yang berhubungan dengan pencegahan dan penanggulangan penyakit DM.b. Bagi masyarakat, menjadi masukan terhadap perbaikan pola kebiasaan hidup, sehingga bisa mengurangi angka kejadian penyakit DM.c. Manfaat ilmiah, Sebagai masukan bagi peneliti-peneliti selanjutnya khususnya bagi mereka yang berminat untuk meneliti lebih lanjut mengenai Penyakit DM.

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Diabetes Melitus Tipe 2 Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (PERKENI, 2011).Faktor risiko terjadinya DM sebagai berikut: 1) aktivitas fisik kurang, 2) riwayat keluarga mengidap DM, 3) masuk kelompok etnik risiko tinggi (African American, Latino, Native American, Asian American, Pacific Islander), 4) wanita dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat 4000 gram atau riwayat DM gestasional, 5) hipertensi (tekanan darah 140/90 mmHg atau sedang dalam terapi obat anti hipertensi), 6) kolesterol HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida 250 mg/dl, 7) wanita dengan sindrom polikistik ovarium, 8) riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT), 9) keadaan lain yang berhubungan dengan resistensi insulin (obesitas, akantosis nigrikans) dan 10) riwayat penyakit kardiovaskular (Purnamasari, 2009).DM tipe 2 ditandai dengan adanya gangguan sekresi insulin ataupun kerja insulin (resistensi insulin) pada organ target terutama hati dan otot. Resistensi insulin adalah kondisi dimana terjadi penurunan sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel beta pankreas. Pada awalnya resistensi insulin belum menyebabkan klinis DM. Sel pankreas masih dapat mengkompensasi, sehingga terjadi hiperinsulinemia, kadar glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi kelelahan sel pankreas, baru terjadi DM klinis, yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang meningkat, memenuhi kriteria diagnosis DM (Soegondo, 2009). Penelitian cross sectional studi telah menunjukkan abnormalitas pada DM tipe 2 adalah kegagalan kemampuan tubuh untuk merespon insulin. Kegagalan tubuh untuk merespon insulin dapat dilihat di jaringan otot, jaringan adiposa dan di hepar. Kegagalan ini akan menyebabkan peningkatan sekresi insulin dari sel beta langerhans untuk mengatasi kegagalan kerja dari insulin. Kompensasi hiperinsulinemia memelihara glukosa darah dalam keadaan normal, tapi pada individu dengan risiko tinggi terjadinya diabetes, sel beta pankreas terganggu dan mengakibatkan gangguan toleransi glukosa dan akhirnya mengakibatkan DM (Joseph, 2010).PERKENI membagi alur diagnosis DM menjadi dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM. gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia dan polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala DM yang tidak jelas terdiri dari lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria), pruritus vulva (wanita). Apabila di temukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM diperlukan 2 kali pemeriksaan glukosa darah abnormal (Purnamasari, 2009). Diagnosis DM juga dapat ditegakkan melalui cara berikut (Purnamasari,2009):a. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL.b. Atau gejala klasik DM + glukosa plasma puasa 126 mg/dL. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jamc. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL. TTGO dilakukan dengan standar World Health Organisation (WHO), menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.Menurut Nurhaedar (2009) Cara pelaksanaan TTGO menurut WHO 1985:1) 3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa2) Kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan3) Puasa semalam, selama 10-12 jam4) Kadar glukosa darah puasa diperiksa5) Diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgbb, dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum selama/dalam waktu 5 menit.Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa; selama pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.Faktor yang diduga menyebabkan terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia ini adalah adanya kombinasi antara kelainan genetik, obesitas, inaktifitas, faktor lingkungan dan faktor makanan (Tjekyan, 2007).Beberapa studi telah menemukan bahwa komponen genetik memainkan peran yang sangat penting dalam kejadian DM tipe 2. Beberapa studi prospektif dan dan studi cross sectional melaporkan bahwa jika terdapat riwayat keluarga yang terkena DM akan meningkatkan risiko terjadinya DM tipe 2 dan akan menjadi lebih besar jika kedua orang tuanya menderita DM. Data dari banyak laboratorium mendukung bahwa faktor genetik merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya DM tipe 2 dengan mengurangi sensitivitas insulin dan sekresi insulin yang diturunkan secara paralel pada kebanyakan pasien dengan kasus DM tipe 2. Studi terbaru telah mengidentifikasi ada 11 gen (TCF7L2, PPARG, FTO,KCNJ11, NOTCH2, WFS1, CDKAL1, IGF2BP2, SLC30A8, JAZF1, and HHEX) secara signifikan dikaitkan dengan risiko DM tipe 2 dari faktor klinik dan varian dalam 8 gen ini dikaitkan dengan gangguan sel fungsi sel beta pankreas. gen yang berhubungan dengan sel pankreas dan terlibat dalam gangguan sekresi insulin adalah transkrip faktor 7-like 2 (TCF7L2), adalah lokus dengan risiko tertinggi untuk terjadinya DM tipe 2 (Joseph, 2010).Berat badan berlebih adalah faktor risiko yang terpenting untuk perkembangan DM tipe 2, karena 85-90% orang yang menderita DM tipe 2 juga menderita overweight dan obesitas, sehingga obesitas merupakan penyebab utama terjadinya DM tipe 2. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa Indeks massa tubuh (IMT) adalah prediktor terkuat untuk DM tipe 2 (Micic, 2008).Jaringan lemak berada di seluruh tubuh, beberapa sel lemak bersifat struktural serta memberi dukungan mekanik tetapi sedikit berkontribusi untuk homeostasis energi. Beberapa kumpulan jaringan lemak berada di rongga tubuh mengelilingi jantung dan organ lain, terkait dengan mesenterium usus, dan di retroperitonium. Lemak viseral ini langsung ke sirkulasi portal dan telah dikaitkan dengan morbiditas, seperti penyakit jantung dan DM tipe 2. Jaringan adiposa memodulasi keseimbangan energi dengan mengatur asupan makanan dan pengeluaran energi. Lemak viseral juga memiliki pengaruh yang besar terhadap keseimbangan glukosa, yang dimediasi oleh endokrin (terutama melalui sintesis dan pelepasan hormon peptida, yang disebut adipokin) dan mekanisme non-endokrin ( Thvenod, 2008).Sel lemak yang diturunkan protein dengan kerja sebagai antidiabetik leptin, adinopektin, omentin dan vistatin. Selain berperan dalam keseimbangan energi, leptin juga berperan dalam mengatasi hiperglikemia dengan meningkatkan sensitivitas insulin di otot dan hepar. Faktor lain yang bisa menaikkan kadar glukosa darah termasuk resistin, tumor necrosis factor- (TNF-), interleukin-6 (IL-6) dan Retinol-Binding Protein 4 (RBP4). Tumor necrosis factor - diproduksi didalam makrofag dan mengurangi kerja insulin. Interleukin-6 diproduksi oleh sel lemak dan berpengaruh terhadap terjadinya resistensi insulin. Retinol binding protein 4 merupakan merupakan bagian dari lipocalin yang diatur oleh perubahan dalam sel lemak glucose transporter 4 (GLUT4). Beberapa studi telah memperlihatkan bahwa paparan yang lebih terhadap RBP4 akan mengganggu kerja insulin di hati dan di otot. Tingginya serum RBP4 dikaitkan dengan resistensi insulin pada orang-orang dengan obesitas dan orang dengan penyakit DM tipe 2 (Thvenod, 2008).Studi prospektif dan case control menunjukkan bahwa hipertensi adalah prediktor independen dari DM tipe 2. Beberapa kemungkinan hubungan faktor penyebab yang dikaitkan dengan DM tipe 2 dan hipertensi, disfungsi endotel merupakan patofisiologi yang menjelaskan hubungan kuat antara tekanan darah dan DM tipe 2. Beberapa studi memperlihatkan disfungsi endotel dikaitkan dengan onset diabetes dan disfungsi endotel sangat berhubungan terhadap tekanan darah dan hipertensi. Petanda dari inflamasi seperti C-reactive protein berhubungan dengan kejadian DM tipe 2 dan meningkatkan tekanan darah. Dari penelitian cross sectional dan cohort didapatkan hubungan yang kuat antara tekanan darah dan IMT dan risiko dari DM tipe 2 (Joseph, 2010).Beberapa studi prospektif melaporkan bahwa merokok adalah faktor risiko terjadinya DM tipe 2. Meta-analisis termasuk 25 studi prospektif menunjukkan merokok dikaitkan dengan meningkatnya kejadian DM tipe 2 sebanyak 44%. Hubungan antara perokok dan DM tipe 2 lebih kuat untuk perokok berat 20 batang / hari dibandingkan dengan perokok ringan. Merokok menyebabkan resistensi insulin dan mekanisme kompensasi sekresi insulin yang tidak memadai, ini dapat disebabkan karena pengaruh langsung nikotin atau komponen lain dari batang rokok terhadap sel beta dari pankreas (Joseph, 2010).B. Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 21. Obesitas Kegemukan didefinisikan sebagai akumulasi lemak yang berlebihan yang berisiko untuk kesehatan (WHO, 2009). Obesitas terjadi bila besar dan jumlah sel lemak bertambah pada tubuh seseorang. Bila seseorang bertambah berat badannya maka ukuran sel lemak akan bertambah besar dan kemudian bertambah banyak (Soegondo, 2009).Obesitas timbul karena jumlah kalori yang masuk melalui makanan lebih banyak daripada kalori yang dibakar. Keadaan ini, bila berlangsung bertahun-tahun akan mengakibatkan penumpukan jaringan lemak dalam tubuh sehingga terjadilah obesitas (Tandra, 2008).Obesitas merupakan masalah kesehatan kronik yang dan sekarang dikenal dengan global epidemic. Obesitas di india merupakan masalah kesehatan yang sangat penting terutama di wilayah perkotaan. Sekitar 30-65% orang dewasa di india yang berada di wilayah perkotaan menderita overweight atau obesitas atau memiliki obesitas abdominal. Meningkatnya prevalensi overweight dan obesitas di india memiliki korelasi langsung dengan meningkatnya prevalensi dari komorbiditas obesitas; hipertensi, sindrom metabolik, dislipidemia, DM tipe 2 dan penyakit kardiovascular (Singh, 2011).Penelitian Arora dkk, (2011) terdapat hubungan yang signifikan antara persen lemak tubuh dan berat badan pada DM selain itu prevalensi penyakit yang berhubungan dengan resistensi insulin (DM dan penyakit jantung koroner) meningkat bersamaan dengan meningkatnya IMT karena peningkatan jaringan adiposa yang ditandai dengan menurunnya High Density Lipoprotein cholesterol (HDL-C) dan meningkatnya trigliserida. Walaupun begitu, penyakit sindrom metabolik seperti DM tipe 2 juga dapat terjadi pada individu yang non-obesitas tetapi memiliki resistensi insulin dan faktor risiko metabolik, terutama pada individu yang memiliki kedua orangtua yang diabetes atau keluarga inti maupun tingkat kedua yang diabetes.Lemak tubuh terdistribusi pada dua tempat yang berbeda yaitu di abdomen dan gluteus. Pemeriksaan obesitas dengan cara mengukur IMT tidak dapat membedakan berat badan oleh karena otot atau lemak dan distribusi jaringan lemak. Pada pria lemak tubuh lebih banyak terdistribusi di bagian perut (obesitas sentral) sebaliknya pada wanita lebih banyak pada gluteofemoral. Pemeriksaan baku emas obesitas sentral adalah dengan pemeriksaan pencitraan dengan computed tommography (CT) scan, MRI (Magnetic Resonance Imaging) dan densitometri. World Health Organization dan National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel (NCEP-ATP) III merekomendasikan menggunakan lingkar pinggang untuk menentukan adanya obesitas sentral. Kesepakatan WHO, ukuran lingkar pinggang abnormal sebagai batasan obesitas sentral untuk orang Asia adalah 90 cm dan 80 cm untuk wanita (Adam, 2006).Obesitas abdominal merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM tipe 2, sindrom metabolik dan penyakit kardiovaskular dan khususnya prevalensi pada grup etnik di daerah Negara berkembang seperti Asia selatan. Studi tentang obesitas abdominal, diperoleh data lingkar pinggang dari 63 negara yang memperlihatkan prevalensi tertinggi untuk kejadian obesitas abdominal berada di Asia selatan dibandingkan dengan wilayah Eropa utara dan grup etnik lain yang berada di Asia (Misra, 2008).Wilayah Asia Pasifik pada saat ini telah mengusulkan kriteria dan klasifikasi obesitas sendiri pada tabel 1. di bawah ini.Tabel 1. Kriteria dan Klasifikasi Obesitasrisiko ko-morbiditas

klasifikasi IMTlingkar perut

< 90 cm pria 90 cm pria

4000 grObesitasSkema Kerangka Konsep Penelitian

Kurang Aktivitas Fisik

Riwayat Keluarga

Hipertensi

Gambar 2. Skema Kerangka KonsepKeterangan: = variabel independen yang di teliti = variable independen yang tidak di teliti = variabel dependen

D. Hipotesis Penelitian1. Hipotesis Nol (Ho)a. Obesitas bukan merupakan faktor risiko kejadian penyakit diabetes melitus.b. Kurang aktivitas fisik bukan merupakan faktor risiko kejadian penyakit diabetes melitus.2. Hipotesis Alternatif (Ha)a. Obesitas merupakan faktor risiko kejadian penyakit diabetes melitus.b. Kurang aktivitas fisik merupakan faktor risiko kejadian penyakit diabetes melitus.

BAB III METODOLOGI PENELITIANA. Jenis PenelitianPenelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan desain case control study. B. Waktu dan Tempat PenelitianPenelitian ini dilaksanakan pada awal bulan Februari sampai dengan Maret tahun 2013 di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.C. Populasi dan Sampel 1. PopulasiPopulasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang menderita DM tipe 2 yang berada di kota Kendari. Sedangkan Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang berkunjung dan memeriksakan diri di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara pada bulan Februari tahun 2013.2. SampelSampel terdiri dari 2 golongan yaitu :a. Kasus adalah penderita penyakit DM tipe 2 yang terdiagnosa oleh dokter dan tercatat dalam data rekam medik.b. Kontrol adalah bukan penderita penyakit DM tipe 2 yang berkunjung ke bagian poli dalam dan tercatat dalam rekam medik di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.D. Besar Sampel dan Metode Pengambilan Sampel1. Besar SampelPenarikan sampel menggunakan Purposive sampling. Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus Lemeshow dengan tingkat kepercayaan 95%, power penelitian 90%, perkiraan proporsi efek pada kontrol berdasarkan penelitian sebelumnya sebesar 30% dan odds ratio (OR) = 4,6 (Kaban, 2005).

Keterangan :n= besarnya sampel kasus maupun kontrolZ= tingkat kemaknaan Z= power penelitian P1= proporsi efek pada kelompok kasus P2= perkiraan proporsi efek pada kontrol (dari pustaka)P= (P1 + P2)R= odds ratio yang dianggap bermakna secara klinis (clinical judgment)Q= 1 PQ1= 1 P1Q2= 1 P2Dimana,

Sehingga,

Jadi besar sampel minimal adalah 73, kontrol 73 dan kasus 73 sehingga keseluruhan sampel berjumlah 146. 2. Metode Pengambilan Sampela. Kriteria inklusi1. Pasien yang menderita DM tipe 22. Tidak sedang mengkosumsi obat-obatan penurun berat badan3. Bersedia menjadi respondenb. Kriteria eksklusi1. Responden mempunyai riwayat fisik kronik seperti penyakit gagal jantung.2. Pasien yang mengkonsumsi NSAID.3. Data rekam medik tidak lengkap.4. Pasien yang menolak jadi responden.c. Kriteria kontrol1. Pasien yang mederita penyakit lain yag dating berobat ke poli dalam Rumah Sakit Umum Bahteramas provinsi Sulawesi Tenggara.2. Usia sesuai dengan kasus3. Jenis kelamin sesuai dengan kasus4. Bersedia menjadi respondenE. Cara Pengumpulan Data Cara pengumpulan data pada penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder.1. Data Primera. Data tentang faktor risiko obesitas dengan kejadian penyakit Diabetes Melitus diperoleh dengan cara melakukan pengukuran lingkar pinggang pada pinggang respondenb. Data tentang faktor risiko kurang aktifitas dengan kejadian diabetes mellitus diperoleh dengan cara melakukan wawancara langsung terhadap responden berdasarkan pedoman kuesioner

2. Data SekunderData sekunder diperoleh melalui pencatatan dan pelaporan atau dokumentasi yang ada di Rumah sakit Provinsi kota Kendari.F. Defenisi Operasional Dan Kriteria Objektif1. Kejadian Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia kronik yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (ADA, 2011). Diagnosis DM bila kadar glukosa darah puasa (GDP) 126 mg/dL dan atau glukosa darah 2 jam setelah pembebanan glukosa 75 gram 200 mg/dL atau pada pasien dengan gejala klasik hiperglikemia dengan gula darah sewaktu 200mg/dL (ADA, 2011).2. Obesitas adalah penimbunan jaringan lemak tubuh yang berlebihan, umumnya terjadi akibat ketidakseimbangan antara asupan dan penggunaan energi. Obesitas ditentukan dengan menggunakan:a. Lingkar pinggang (cm)Kriteria obesitas sentral untuk orang Asia bila lingkar pinggang 90 cm pada laki-laki dan 80 cm pada wanita (Adam, 2006).

3. Aktivitas fisik adalah kegiatan aktifitas yang dilakukan sehari-hari oleh responden yang diukur menggunakan indeks aktivitas baecke1. Kategori ringan: kurang dari 5,62. Kategori sedang: 5,6 7.93. Kategori berat : lebih dari 7,9(Baecke dkk., 1982)G. Instrumen Penelitian1. KuesionerAlat ukur penelitian yang dipakai menggunakan kuesioner dengan cara memberikan skor berdasarkan jawaban responden pada daftar pertanyaan yang tercantum dalam kuesioner.2. Meterline/ pita meterAlat ukur penelitian yang digunakan menggunakan meterline dengan merk butterfly brand untuk mengukur lingkar pinggang pada responden untuk mengetahui jika responden terkena obesitas.H. Tehnik Pengolahan dan Analisis Data1. Pengolahan DataTeknik pengolahan data diperoleh dengan program Software Statistical Package for Sosial Science (SPSS) 15,0 dan dianalisis melalui proses analisis dilakukan dengan menggunakan program analisis data yang telah tersedia dalam program SPSS, baik analisis univariat maupun bivariat.a. Analisis UnivariatVariabel yang di analisis secara univariat dalam penelitian ini adalah obesitas, aktivitas fisik dan DM tipe 2. Dengan menggunakan teknik komputerisasi.b. Analisis BivariatAnalisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel dependent dan independent. Karena rancangan penelitian ini adalah deskriptif analitik, hubungan antara variabel independent dengan variabel dependen digunakan uji statistik Chi Square (X2) dengan tingkat kepercayaan 95 % ( = 0,05). Dengan menggunakan teknik komputerisasi1) Jika nilai X2 hitung > X2 tabel maka Ho ditolak, berarti ada hubungan antara variabel dependent dengan independent.2) Jika nilai X2 hitung < X2 tabel, maka Ho diterima, berarti tidak ada hubungan antara variabel dependent dengan independent.I. Penyajian DataData yang telah diolah kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi berdasarkan variabel yang diteliti, selanjutnya dinarasikan.

J. Etika PenelitianPenelitian yang menggunakan manusia sebagai subyek tidak boleh bertentangan dengan etika, pada pelaksanaan peneliti harus mengajukan permohonan ijin pada institusi Fakultas Kedokteran Universitas Haluoleo Kendari untuk mendapat persetujuan.