51
BAB I DASAR TEORI Sistem mastikasi, yang mana merupakan unit fungsional dalam pengunyahan mempunyai komponen- komponen yang keseluruhannya harus dapat bekerja serentak secara dinamis dan sinergis dengan fungsi penelanan. Lebih jauh lagi, keterhubungan anatomis antara saluran pernafasan dan pencernaan baik pada tahap bukal maupun faringeal, harus dijadikan pertimbangan dalam pengkajian fungsi stomatognasi secara menyeluruh sehingga perjalanan makanan di sepanjang saluran cerna dapat berjalan lancar (Salleh, 2009). Selain bagian tubuh yang berperan langsung pada proses makan, secara fisiologis beberapa organ juga ikut berperan dalam menimbulkan keinginan dan selera makan yaitu: penglihatan, pendengaran, penciuman, dan keterlibatan susunan saraf pusat. 1.3.1. Komponen dalam proses makan Tubuh melakukan beberapa hal yang akan terlibat dalam upaya pencernaan makanan , antara lain pengunyahan, gerakan lidah, perasa, penelanan, dan salivasi.Proses makan sendiri diawali dengan 1

Gagging Refleks

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kmnkljknbkj

Citation preview

BAB IDASAR TEORI

Sistem mastikasi, yang mana merupakan unit fungsional dalam pengunyahan mempunyai komponen-komponen yang keseluruhannya harus dapat bekerja serentak secara dinamis dan sinergis dengan fungsi penelanan. Lebih jauh lagi, keterhubungan anatomis antara saluran pernafasan dan pencernaan baik pada tahap bukal maupun faringeal, harus dijadikan pertimbangan dalam pengkajian fungsi stomatognasi secara menyeluruh sehingga perjalanan makanan di sepanjang saluran cerna dapat berjalan lancar(Salleh, 2009).Selain bagian tubuh yang berperan langsung pada proses makan, secara fisiologis beberapa organ juga ikut berperan dalam menimbulkan keinginan dan selera makan yaitu: penglihatan, pendengaran, penciuman, dan keterlibatan susunan saraf pusat.

1.3.1. Komponen dalam proses makan Tubuh melakukan beberapa hal yang akan terlibat dalam upaya pencernaan makanan , antara lain pengunyahan, gerakan lidah, perasa, penelanan, dan salivasi.Proses makan sendiri diawali dengan keinginan organisme untuk makan , dimana hal ini melibatkan sistem insra serta susunan saraf pusat. Fungsi-fungsi dalam proses makan diatur oleh Nervus kranialis :a. Saraf Kranial VII (Nervus Facialis)Merupakan saraf sensoris dan motoris. Berasal dari Pons (sudut serebelopontin) di atas olive. Inti di nukleus facialis , nukleus solitarius, nukleus salivarius superior. Nervus facialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah, belly posterior otot-otot digastrik, dan otot stapedius. Saraf sensoris menerima rangsang rasa dari 2/3 anterior lidah, dan mempersarafi kelenjar liur (kecuali kelenjar parotis) dan kelenjar lakrimalis; terletak di kanalis akustikus internal, memanjang ke kanalis facialis dan keluar di foramen stilomastoideus.b. Saraf Kranial IX (Nervus Glossofaringeus)Merupakan saraf motorik dan sensoris. Berasal dari medulla. Inti ambiguus, inti salivarius inferior, inti solitarius. Nervus glossofaringeus menerima rangsang rasa dari 1/3 belakang lidah, mempersarafi kelenjar parotis, dan mempersarafi gerakan stilofaringeus. Beberapa sensasi juga di relay ke otak dari tonsila palatina. Sensasi di relay ke talamus sisi yang berlawanan dan beberapa inti hipotalamik. terletak di foramen jugularis.c. Saraf Kranial X (Nervus Vagus)Merupakan saraf sensoris dan motoris. Keluar dari sulkus posterolateral medulla. Inti ambiguus, inti vagal motor dorsal, inti solitarius. Nervus vagus mempersarafi gerakan brakhiomotorik untuk hampir semua otot-otot faringeal dan laringeral (kecuali otot stafilofaringeus, yang dipersarafi oleh nervus glossofaringeus); nervus vagus juga sebagai serat parasimpatik untuk hampir semua organ-organ viscera dada dan perut turun ke fleksura splenikus; dan nervus vagus juga menerima sensasi rasa khusus dari epiglotis. Fungsi utama : mengontrol otot-otot suara dan resonansi. Gejala kerusakan : disfagia (masalah menelan), insufisiensi velofaringeal. Terletak di foramen jugularis.d. Saraf Kranial XII (Nervus Hipoglosus)

Merupakan saraf motorik. Berasal dari medulla. inti hipoglosal. mempersarafi otot-otot pergerakan lidah (kecuali otot palatoglossus yang dipersarafi nervus vagus) dan otot-otot glossal lainnya. Penting untuk menelan (formasi bolus) dan artikulasi bahasa. terletak di kanal hipoglosal.

1.3.1.1 Struktur batang otak dalam control mastikasiPergerakan-pergerakan yang terlibat dalam mastikasi membutuhkan gabungan aktivitas beberapa otot, yaitu trigeminal, hypoglossal, fasial, dan nuclei motorik lain yang memungkinkan dari batang otak. Struktur batang otak lain seperti formasi reticular juga terlibat.a. Nukleus Trigeminal SensorikNukleus trigeminal sensorik merupakan kolom neuron yang berada di sepanjang batas lateral batang otak, dari pons sampai spinal cord. Porsi rostral paling banyak dari nucleus ini disebut nucleus sensorik principal (kadang lebih sering sering disebut nucleus sensorik utama) dan sisanya adalah nucleus spinal trigeminal. Nukleus spinal dibagi lagi dari rostral ke kaudal menjadi subnukleus oralis, interpolaris, dan kaudalis.Inervasi perifer dari kolom sel ini muncul dari nervus trigeminus. Cabang utama akan bercabang menjadi limb ascending dan descending, atau secara sederhana turun memasuki batang otak untuk membentuk traktus trigeminal menutupi sekeliling aspek lateral dari nucleus sensori utama, sementara secara kaudal limb descending membentuk traktus spinal trigeminal di sepanjang aspek lateral nucleus spinal. Cabang akson kolateral meninggalkan traktus trigeminal dan memasuki nucleus sensori untuk membentuk sumbu terminal pada beberapa nucleus dengan tingkat yang berbeda. Akson yang menginervasi rostral mulut dan wajah berakhir di medial dan akson yang menyuplai wajah kaudal berakhir lebih lateral.Nukleus terdiri dari kelas-kelas neuron yang berbeda. Sirkuit neuron local mempunyai akson yang dibatasi area batang otak; proyeksi neuron akan mengirimkan akson ke rostral nuclei batang otak yang lain; dan interneuron termasuk ke interkoneksi dalam nucleus sensorik. Berdasarkan pada perbedaan morfologi neuron dan pola proyeksi, subnukleus oralis terdiri dari 3 subdivisi utama: ventrolateral, dorsomedial, dan garis batas. Divisi ventrolateral terdiri dari interneuron dan 2 populasi neuron proyeksi (satu yang memproyeksi spinal cord, dan satu lagi yang mengirimkan akson ke tanduk dorsal medular). Di dalam subdivisi dorsomedial, terdapat seri neuron proyeksi korteks cerebral. Sedangkan grup neuron pada garis batas memproyeksi cerebellum dan tanduk dorsal medullar.Nukleus sensori utama berada pada tingkat nucleus trigeminal motorik, dan dikelilingi oleh akar trigeminal motorik di medial, serta oleh akar trigeminal sensorik di lateral. Nukleus sensori utama dapat dibedakan dengan nukleus spinal dari kepadatan neuronnya yang lebih rendah, dan rendahnya populasi neuron besar dengan dendrit primer yang tebal, panjang, dan lurus. Perbedaan lain antara nucleus spinal dan nucleus utama adalah adanya sejumlah gelondong akson bermyelin pada nucleus spinal. Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya dan electron menunjukkan adanya neuron berbentuk fusiform, triangular, dan multipolar pada nucleus sensori utama. Pada cabang dendritnya pun relative sederhana. Dendrit primer berasal dari sedikit perpanjangan badan sel atau secara langsung dari badan sel. Dendrit sekunder lebih panjang, tapi terlihat tidak melebihi batas nucleus.

b. Nukleus Trigeminal MesencefalicBadan sel dari serabut aferen yang menginervasi gelondong otot penutup rahang dan badan sel dari ligament periodontal, gingival, dan mekanoreseptor palatal berlokasi di dalam nucleus mesencefalic. Penyusunannya unik di dalam sistem saraf pusat. Nukleus neuron mesencefalic berupa unipolar; akson tunggal yang bercabang 2 menjadi cabang perifer dan sentral. Cabang sentral mengeluarkan sejumlah cabang kolateral yang berakhir di nucleus motorik, spinal cord, dan area lain dari batang otak. Badan sel neuron yang menginervasi gelondong otot, ditemukan di sepanjang nucleus, dan badan sel yang berasal dari reseptor ligament periodontal dibatasi setengah kaudalnya.

c. Nukleus Tigeminal MotorikMotoneuron yang mengatur otot-otot mastikasi terdapat pada nucleus trigeminal motorik. Analisis distribusi ukuran soma motoneuron menandakan bahwa nucleus trigeminal motorik terdiri dari motoneuron gamma dan alfa. Sejumlah studi pembuktian neural mendemostrasikan bahwa motoneuron gamma yang menginervasi otot-otot mastikasi dipisahkan secara anatomi di dalam nucleus; Motoneuron penutup rahang berlokasi di dorsolateral, sedangkan motoneuron pembuka rahang berlokasi di divisi ventromedial nucleus. Pengamatan intraselular dan ekstraselular terhadap motoneuron mastikasi menunjukkan bahwa input sinaps untuk motoneuron pembuka dan penutup rahang berbeda. Contohnya adalah aktivitas yang memulai gelondong otot untuk menutup rahang tidak mempengaruhi motoneuron pembuka rahang, tapi aktivitas neural yang memulai mekanoreseptor pada regio oral dan fasial akan menghambat otot penutup rahang dan meningkatkan aktivitas otot pembuka rahang.Dendrit dari motoneuron trigeminal ekstensif dan kompleks. Dendrit dari semua grup motoneuron yang berbeda, memperpanjang di luar batas nucleus motorik, tapi di sini terdapat sedikit tumpang tindih antara dendrite motoneuron di region dorsolateral dan ventromedial nucleus motorik. Teknik ini menghasilkan gambaran yang lebih rinci dari struktur mikro nucleus trigeminal motorik, dan penting untuk memahami mekanisme reflek mastikasi.

d. Nukleus Hipoglosal MotorikNukleus hipoglosal motorik yang mengatur otot lidah lebih homogen daripada nucleus trigeminal motorik. Ia terbentuk dari motoneuron yang besar dan multipolar dan sebuah populasi dari interneuron-interneuron kecil. Dendrit-dendrit motoneuron besar melintasi garis tengah ke nucleus hipoglosal kontralateral atau berseberangan dalam formasi reticular. Interneuron-interneuron kecil memiliki hanya satu atau dua dendrite yang terdiri oleh nucleus secara total.

e. Nukleus Fasial MotorikNukleus fasial motorik terdiri atas tiga kolom longitudinal motoneuron. Kolom-kolom medial dan lateral yang lebih besar terpisah oleh kolom intermediet yang lebih kecil. Studi pembuktan neural menunjukkan bahwa otot fasial direpresentasikan secara topografi di dalam nucleus. Otot yang mengontrol bibir atas dan nares mempunyai motoneuron sendiri pada bagian ventral dan dorsal kolom sel lateral. Otot bibir bawah disuplai oleh motoneuron pada kolom sel intermediet. Otot-otot yang berhubungan dengan telinga dikontrol oleh motoneuron pada kolom sel medial. Terdapat perbedaan utama pada pola dendrit antara motoneuron di 3 kolom sel. Dendrit pada motoneuron fasial secara luas berada di subdivisi yang sama yang mengandung soma, tapi terkadang meluas di luar batas nucleus fasial motorik.

f. Kontrol MastikasiNuclei sensori dan motorik yang terdapat pada brain stem memiliki peranan yang yang sangat penting dalam proses pengontrolan mastikasi. Pola dasar oscillatory pergerakan mastikasi berawal dari generator neural yang terdapat di brain stem. Input sensori afferent yang terjadi pada nuclei ini juga merupakan faktor yang tak kalah pentingnya dalam pembentukan proses mastikasi. Dan faktor yang berpengaruh besar lagi adalah pusat otak akan mempengaruhi system koordinasi brain stem mastikatori. Setelah sekian banyak penelitian dilakukan, tiga hal inilah yang merupakan faktor utama yang berpengaruh besar terhadap pengontrolan proses mastikasi.

1.3.1.2 Aktivitas brain stem selama mastikasi

Brain stem

Gerakan dasar mastikasi dapat terjadi tanpa adanya input sensori dalam kavitas oral, fakta menunjukkan bahwa gerakan mandibula ke atas dan bawah berasal dari dalam brain stem. Hasil percobaan juga membuktikan bahwa faktor-faktor pemicu gerakan mastikasi adalah adanya hubungan dari sirkuit neural yang membentuk jaringan neural oscillatory yang mampu merangsang terjadinya pola gerakan mastikasi. Neural oscillator ini disebut sebagai generator pola mastikasi atau pusat mastikasi. Selain mastikasi, brain stem juga bertanggung jawab dalam proses respiratori dan proses penelanan. Selain adanya neural generator, mastikasi juga terjadi karena aktivitas gerak reflex otot yang diinisiasi oleh stimulasi dari strukur orofacial.Gerak refleks yang timbul dari area orofacial bermacam-macam, termasuk juga gerak lidah, facial, dan berbagai gerak rahang. Dalam gerak refleks orofacial ini terdapat sekurang-kurangnya satu motor nucleus dan beberapa sinaps, dan prosesnya termasuk sederhana bila dibandingkan dengan refleks-refleks lain yang lebih kompleks (sebagai contohnya proses penelanan).Gerak refleks orofacial yang paling sering diteliti adalah gerak refleks pada jaw-closing dan refleks jaw-jerk, yang dapat terjadi dengan mengetuk ujung dagu. Saat mengetuk ujung dagu ini, muscle spindle pada otot-otot jaw-closing tertarik dan menhasilkan input sensori yang akan menginisiasi gerak refleks. Setelah waktu yang singkat (sekitar 6 detik) electromyography (EMG) menunjukkan adanya aktivitas yang terjadi pada otot masseter dan temporalis. EMG juga menunjukkan output berupa gerak motorik pada otot yang akan menutup rahang. Karena waktu terjadinya yang sangat singkat, gerak refleks ini sama dengan gerak knee-jerk refleks dimana hanya satu sinaps yang bekerja (refleks monosynaptic). Input refleks jaw-closing selain muscle spindle adalah stimulasi ligament periodontal, TMJ, dll dapat menimbulkan refleks jaw-closing dalam waktu singkat. Hal ini dibuktikan dengan percobaan anestesi yang diaplikasikan pada gigi dan rahang bawah menurunkan input tapi tidak menghentikan refleks.Proses jaw-opening diinisiasi oleh stimuli mekanik dari ligament periodontal dan mekanoreseptor pada mukosa. Stimuli ini menghasilkan eksitasi otot jaw-opening dan inhibisi pada otot jaw-closing. Proses ini tidak termasuk refleks monosynaptic dan sekurang-kurangnya satu interneuron bekerja.Proses mastikasi diinisiasi oleh stimuli elektrik dari cortex yang menyokong otot jaw-closing dan jaw-opening. Begitu kompleks proses terjadinya gerak mastikasi, pada intinya ritme mastikasi dihasilkan dari generator pada brain stem yang diaktivasi oleh pusat dibantu dengan input peripheral yang pada akhirnya menghasilkan output ritmikal dengan frekuensi yang sesuai dengan input yang terjadi. Aktivitas motoneuron trigeminal saat proses pengunyahan diteliti menggunakan aktivitas itrasel dari motoneuron yang mengontrol otot masseter (jaw-closing) dan digastrics (jaw-opening). Motoneuron masseter depolarisasi saat fase closing dan hiperpolarisasi (inhibisi) saat fase opening. Motoneuron digastrics depolarisasi saat opening, akan tetapi tidak hiperpolarisasi saat closing. I.3.2. Pengunyahan/MastikasiMastikasi atau pengunyahan merupakan upaya menggiling makanan dalam persiapan untuk menelan dan mencerna dimana melibatkan kerjasama antara peredaran darah, otot pengunyahan, saraf, tulang rahang, sendi temporo-mandibula, jaringan lunak rongga mulut, dan gigi-gigi. Adapun, organ tubuh yang terlibat dalam proses pengunyahan ini antara lain: bibir, palatum, gigi-gigi, kelenjar saliva, faring, dan laring. Pada umumnya, otot pengunyahan dipersarafi oleh cabang motorik N. Trigeminus khususnya saraf mandibularis yang dikontrol oleh nukleus di batang otak.Mengunyah terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap membuka mandibula, tahap menutup mandibula dan tahap berkontaknya gigi antagonis satu sama lain atau kontak gigi dengan bolus makanan, dimana setiap tahap mengunyah berakhir 0,5 sampai 1,2 detik(Andriyani, 2001).Proses mengunyah disebabkan oleh refleks mengunyah yang berlangsung terus menerus sebagaimana dijelaskan sebagai berikut.(1) Pada saat makanan akan masuk ke dalam mulut akan merangsang refleks inhibisi otot-otot pengunyahan, yang menstimulasi membukanya rongga mulut karena rahang bawah turun.(2) Penurunan ini segera menginisiasi refleks regang otot-otot rahang yang menyebabkan kontraksi otot di sekitar rongga mulut. Hal ini secara otomatis mengangkat rahang bawah sehingga terjadi penutupan rongga mulut dan oklusi gigi-gigi.(3) Oklusi gigi mengakibatkan terdorongnya bolus yang berada di atas permukaan oklusal gigi bergerak ke arah pipi.(4) Dorongan makanan ini akan menimbulkan penghambatan kontraksi otot-otot rahang sehingga mulut kembali terbuka.(5) Pada saat mulut terbuka, lidah dan pipi akan berfungsi mengangkat kembali makanan ke atas permukaan gigi-gigi dan mencampur makanan dengan enzim pencernaan di rongga mulut. Kondisi ini akan terus menerus terjadi sehingga terjadi pemecahan ukuran partikel makanan menjadi lebih kecil dan siap untuk ditelan. Kecepatan pencernaan makanan sangat tergantung pada luas permukaan total yang dapat menghasilkan getah lambung. Penghancuran makanan menjadi parikel-partikel halus berfungsi mncegah ekskorias/lukanya saluran pencernaan. Dalam hal ini, pergerakan lidah diatur oleh saraf kranialis ke-12, Hypoglossus.Pengunyahan juga membantu proses pencernaan makanan dengan alasan sebagai berikut: enzim pencernaan bekerja hanya di permukaan partikel makanan, sehingga tingkat pencernaan bergantung pada area permukaan keseluruhan yang dibongkar oleh sekresi pencernaan. Penghalusan makanan dalam konsistensi yang baik mencegah penolakan dari gastrointestinal tract dan meningkatkan kemudahan untuk mengosongkan makanan dari lambung ke usus kecil, kemudian berturut-turut ke dalam semua segmen usus.

I.3.3. PenelananMenelan merupakan suatu aktivitas yang terkoordinasi melibatkan beberapa macam otot dalam mulut , seperti otot palatum lunak , otot faring dan laring dan otot lainnya. Menelan juga salah satu bagian dari proses makan. Menelan pada dasarnya merupakan suatu mekanisme yang kompleks. Pada proses penelanan makanan digerakkan dari faring menuju esophagus. Proses penelanan terdiri dari tiga fase, yaitu:

(1) Fase VolunterMakanan ditelan secara sadar.Makanan ditekan atau didorong ke bagian belakang mulut oleh tekanan lidah yang bergerak ke atas dan kebelakang terhadap palatum sehingga lidah memaksa bolus makanan masuk ke dalam orofaring. Proses menelan pada fase ini seluruhnya atau hamper seluruhnya terjadi secara otomatis dan biasanya tidak dapat dihentikan.Peranan saraf kranial pada pembentukan bolus faseVolunterORGANAFFEREN (sensorik)EFFEREN (motorik)

MandibulaBibirMulut & pipiLidahn. V.2 (maksilaris)n. V.2 (maksilaris)n.V.2 (maksilaris)n.V.3 (lingualis)N.V : m. Temporalis, m. maseter, m. pterigoidn. VII : m.orbikularis oris, m. zigomatikum, m.levator labius oris, m.depresor labius oris, m. levator anguli oris, m. depressor anguli orisn.VII: m. mentalis, m. risorius, m.businatorn.XII : m. hioglosus, m. mioglosus

(2) Fase FaringealSetelah makanan didorong ke belakang mulut, ia merangsang daerah reseptor menelan yang semuanya terletak di sekitar orofaring, khususnya tonsil. Selanjutnya, impuls berjalan ke batang otak untuk memulai serangkaian kontraksi otot faring dengan jalan sebagai berikut.a. Palatum molle didorong ke atas menutup nares posterior, untuk mencegah refluks makanan ke rongga hidung.b. Arkus palato-faringeus pada tiap sisi faring tertarik ke tengah untuk saling mendekati hingga membentuk celah sagittal sebagai jalan masuk makanan ke posterior-faring.c. Pita suara larings menjadi berdekatan dan epiglottis terdorong ke belakang ke atas pintu superior larings. Kedua efek ini mencegah masuknya makanan ke dalam trakea.d. Seluruh laring ditarik ke bawah dan ke depan oleh otot-otot yang melekat pada os hyoideus. Pergerakan ini meregangkan pintu esophagus.e. Selanjutnya, bagian atas esophagus (sfingter esophagus atas) berelaksasi sehingga memungkinkan makanan berjalan dari posterior faring ke dalam esophagus bagian atas. Pada saat menelan sfingter tetap berkontraksi secara tonik dengan kuat untuk mencegah udara masuk ke dalam esophagus saat bernapas.f. Pada saat laring terangkat dan sfingter esophagus atas relaksasi, m. konstriktor faringis superior berkontraksi sehingga menimbulkan gelombang peristaltik cepat yang berjalan ke bawah melewati otot-otot faring dan masuk ke esophagus serta mendorong makanan masuk ke esophagus bagian bawah. Mekanisme menelan pada stadium faringeal ini berlangsung selama 1-2 detik.Peranan saraf kranial pada fase faringealOrganAfferenEfferen

LidahPalatumHyoidNasofaringFaringLaringEsofagusn.V.3n.V.2, n.V.3n.Laringeus superior cab internus (n.X)n.Xn.Xn.rekuren (n.X)n.Xn.V :m.milohyoid, m.digastrikusn.VII : m.stilohyoidn.XII,nC1 :m.geniohyoid, m.tirohyoidn.XII :m.stiloglosusn.IX, n.X, n.XI :m.levator veli palatinin.V :m.tensor veli palatinin.V : m.milohyoid, m. Digastrikusn.VII : m. Stilohioidn.XII, n.C.1 :m.geniohioid, m.tirohioidn.IX, n.X, n.XI : n.salfingofaringeusn.IX, n.X, n.XI : m. Palatofaring, m.konstriktor faring sup, m.konstriktor ffaring med.n.X,n.XI : m.konstriktor faring inf.n.IX :m.stilofaringn.X : m.krikofaring

Impuls saraf pada fase faringeal dihantarkan dari daerah-daerah tersebut melalui bagian sensoris N. Trigeminus dan N. Glosofaringeus menuju ke formasio retikularis medulla oblongata dan bagian bawah pons sebagai pusat penelanan, yang erat hubungannya dengan traktus solitaries sebagai penerima impuls sensoris dari mulut. Selanjutnya, impuls motoris dari pusat menelan ke faring dan bagian atas esophagus dihantarkan melalui saraf kranial ke V, IX, X dan XII serta beberapa nervous servicalis superior.(3) Fase EsofagusPada fase esofagus proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus makanan turun lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik. Fase ini terdiri dari beberapa tahapan :1.Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang peristaltik primer terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus bagian proksimal. Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti oleh gelombang peristaltik kedua yang merupakan respons akibat regangan dinding esofagus.2.Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf pleksus mienterikus yang terletak diantara otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus dan gelombang ini bergerak seterusnya secara teratur menuju ke distal esofagus.Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun karena gerak peristaltik dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal transit time bertambah pada lansia akibat dari berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk merangsang gelombang peristaltik primer.

Refleks Muntah (Gagging Refleks)Muntah merupakan proses pengeluaran isi lambung dengan kekuatan secara aktif akibat adanya kontraksi abdomen, pilorus, elevasi kardia, disertai relaksasi sfingter esofagus bagian bawah dan dilatasi esofagus. Refleks muntah (gagging refleks) sendiri dianggap suatu mekanisme fisiologis tubuh untuk melindungi tubuh terhadap benda asing atau bahan-bahan yang berbahaya bagi tubuh, masuk ke dalam tubuh melalui faring, laring atau trakea. Sumber refleks muntah secara fisiologis dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu (1) somatic (stimulasi saraf sensoris berasal dari kontak langsung pada area sensitive yang disebut trigger zone, mis : sikat gigi, makanan, meletakkan benda di dalam rongga mulut), dan (2) psikogenik (distimulasi di pusat otak yang lebih tinggi tanpa stimulasi secara langsung, mis : penglihatan, suara, bau, perawatan kedokteran gigi).Trigger area masing-masing orang berbeda letaknya , ada yang di lateral lidah , posterior palatum , dinding posterior faing , dan lainnya. Impuls rangsangan saraf ini akan diteruskan ke otak melalui N. Glosso-faringeus, dan motoriknya akan dibawa kembali oleh N. Vagus. Penyebab lain dari refleks muntah yakni , hidung tersumbat, gangguan saluran pencernaan, perokok berat, gigi tiruan, variasi anatomi dari palatum molle, perubahan posisi tubuh yang sangat cepat atau pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan.Mekanisme refleks muntah dapat diuraikan sebagai berikut :(1) Jika terjadi iritasi gastro-intestinal atau distensi yang berlebihan, akan terjadi gerakan anti peristaltis (2) Anti peristaltis dapat dimulai dari ileum dan bergerak naik menuju duodenum dan lambung dengan kecepatan 2-3 cm/detik dalam waktu 3-5 menit.(3) Kemudian pada bagian saat traktus gastro intestinal, terutama duodenum, menjadi sangat meregang, peregangan ini yang menjadi faktor pencetus yang menimbulkan tindakan muntah.(4) Pada saat muntah, kontraksi instrinsik kuat terjadi pada duodenum maupun pada lambung, bersama dengan relaksasi sebagian dari sfingter esophagus bagian bawah, sehingga mambuat muntahan bergerak ke esophagus. Selanjutanya kontraksi otot-otot abdomen akan mendorong muntahan keluar.(5) Distensi berlebihan atau adanya iritasi duodenum menyebabkan suatu rangsangan khususnya kuat untuk muntah, baik oleh saraf aferen vagal maupun oleh saraf simpatis ke pusat muntah bilateral di medulla (terletak dekat traktus solitaries). Reaksi motoris ini otomatis akan menimbulkan efek muntah. Impuls-impuls motorik yang menyebabkan muntah ditransmisikan dari pusat muntah melalui saraf kranialis V, VII, IX, X, dan XII ke traktus gastro intestinal bagian atas dan melalui saraf spinal ke diafragma dan otot abdomen.(6) Kemudian datang kontraksi yang kuat di bawah diafragma dengan rangsangan kontraksi semua dinding otot abdomen. Keadaan ini memeras perut diantara diafragma dan otot-otot abdomen, membentuk suatu tekana intragrastik sampai ke batas yang lebih tinggi. Akhirnya, sfingter esophagus bagian bawah berelaksasi secara lengkap, membuat isi lambung ke atas melalui esophagus.(7) Ketika reaksi muntah terjadi, timbul beberapa reflesk yang terjadi di ronggal mulut yaitu (1) bernafas dalam, (2) naiknya tulang lidah dan faring untuk mengangkat sfingter esophagus bagian atas hingga terbuka, (3) penutupan glottis, (4) pengangkatan palatum molle untuk menutup nares posterior (daerah yang paling sensitive di dalam rongga mulut berbagai rangsangan).Ringkasan :

Cara mencegah refleks gagging yaitu dengan diberikannya es balok (berkumur dengan air es berulang kali), karena es balok (air es) memiliki suhu rendah sehingga dapat menghambat kerja saraf untuk menyampaikan rangsang menuju pusat muntah.Sehingga sensitivitas pasien dapat berkurang. Selain itu, beberapa cara dapat digunalkan unutk menekan efek gagging refleks antara lain relaksasi, mengalihkan perhatian, metode desensitisasi, terapi psikologis dan perilaku, anetsei lokal, sedasi, general anestesi, terapi obat-obatan, hipnotik, dan akupuntur.

BAB IIHASIL PENGAMATAN1. Pengunyahana. Kekuatan Gigit MaksimalJenis kelamin orang cobaGigiKedalaman gigit

Kanan (cm)Kiri (cm)

Insisiv pertama0.450.3

Kaninus0.40.5

Molar pertama0,450.5

Insisiv pertama0.60.6

Kaninus0.60.7

Molar pertama0.30.35

b. Efisiensi KunyahPerhitungan efisiensi kunyah Pengunyahan 20 kaliBerat nasi:7,38 gBerat sisa makanan:11,85 g

Efisiensi kunyah= Berat sisa makanan : Berat nasi x 100%= 11,85 : 7,38 x 100 %= 160,5 % Pengunyahan 15 kaliBerat nasi:7,38 gBerat sisa makanan:8,59 g

Efisiensi kunyah= Berat sisa makanan : Berat nasi x 100%= 8,59 : 7,38 x 100 %= 116,3 % Pengunyahan 10 kaliBerat nasi:7,38 gBerat sisa makanan:9,53 g

Efisiensi kunyah= Berat sisa makanan : Berat nasi x 100%= 9,53 : 7,38 x 100 %= 129,1 %

Jenis kelaminorang cobaEfisiensi kunyah

20 kali15 kali10 kali

Perempuan160,5%116,3%129,1 %

c. Kelelahan pada Otot WajahJenis kelamin orang cobaWaktu kunyah (awal kunyah lelah)

Perempuan1 menit 30 detik

Laki laki3 menit 7 detik

d. Gerakan Lidah pada saat MengunyahJenis kelamin orang cobaPosisi lidahBentukUkuran (normal/tidak)WarnaTekstur

Laki-lakiRelaksasiNormalNormalPink,keputihanAgak kasar

AnteriorNormalNormalPink,keputihankasar

LateralNormalNormalPink,keputihanAgak kasar

PosteriorNormalNormalPink,keputihanhalus

MengunyahNormalNormalPinkAgak kasar

2. Pemeriksaan Proses Menelana. Pemeriksaan Palpasi pasa saat MenelanJenis kelamin orang cobaPola gerakan

PerempuanTidak ada hambatan, Pergerakan menelan normal

b. Pengaruh Peningkatan Sekresi Saliva terhadap PenelananPerlakuanRespon orang coba

Dengan pemijatanLebih mudah menelan

Tanpa pemijatanLebih sulit dibandingkan dilakukan pemijatan

Kemudahan menelan: Kemudahan menelan didapatkan ketika orang coba mengunyah dan menelan dengan pemijatan karena terjadi peningkatan sekresi saliva.

c. Pengaruh Jenis Makanan terhadap PenelananJenis kelamin orang cobaKemudahan menelan dan respon orang coba

1 : 11 : 21 : 3

Perempuan++++++

3. Prosedur Percobaan Refleks Muntah (Gagging Refleks)a. Pengaruh Sentuhan Terhadap Refleks Muntah.LokasiRespon orang coba (Refleks muntah)

Ujung LidahTidak terjadi refleks muntah

Dorsal LidahTidak terjadi refleks muntah

Lateral kiriTidak terjadi refleks muntah

Lateral kananTidak terjadi refleks muntah

AnteriorTidak terjadi refleks muntah

Posteriorterjadi refleks muntah

Posterior palatumterjadi refleks muntah

Uvulaterjadi refleks muntah

Tonsilterjadi refleks muntah

Faring atas (jika bisa)Tidak memungkinkan dilakukan percobaan pada orang coba

Yang paling sensitif adalahTonsil dan uvula

b. Pengaruh suhu dan Sentuhan terhadap Refleks muntahLokasiRespon orang coba (Refleks muntah)

Ujung LidahTidak terjadi refleks muntah

Dorsal LidahTidak terjadi refleks muntah

Lateral kiriTidak terjadi refleks muntah

Lateral kananTidak terjadi refleks muntah

AnteriorTidak terjadi refleks muntah

Posteriorterjadi refleks muntah

Posterior palatumTidak terjadi refleks muntah

Uvulaterjadi refleks muntah

Tonsilterjadi refleks muntah

Faring atas (jika bisa)Tidak memungkinkan dilakukan percobaan pada orang coba

Yang paling sensitif adalahTonsil dan uvula

c. Pengaruh rasa pahit terhadap refleks muntahJenis kelamin orang cobaDaerah yang ditetesReaksi orang coba

Laki-lakiPosterior lidahMual

PerempuanPosterior lidahRefleks muntah

PERTANYAAN1. Apa ada perbedaan lebar permukaan rongga mulut antara laki-laki dan perempuan? Jelaskan mengapa?2. Apa ada perbedaan kekuatan gigit maksimal laki-laki dan perempuan? Jelaskan mengapa?3. Mengapa makanan ada yang mudah di telan dan ada yang sukar? Jelaskan mengapa?4. Mengapa rasa pahit dapat merangsang refleks muntah?

JAWABAN PERTANYAAN

1. Ada , hal ini disebabkan laki-laki secara genetik memiliki fisik yang lebih besar dari perempuan. Hal ini dikarenakan pengaruh hormonal dan kegiatan serta aktivitas dari perbedaan kelamin tersebut. Sehingga , rahang laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan sehingga mempengaruhi lebar permukaan rongga mulut.

2. Ada, Laki-laki memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan perempuan. Biasanya laki-laki dapat menahan beban sedikit lebih besar daripada perempuan, kecuali pada gigi anterior kekuatan untuk menahan beban sama pada laki-laki dan perempuan. Faktor yang membatasi daya gigit tidak begitu jelas, namun refleks protektif mungkin saja dihasilkan oleh reseptor pada jaringan periodontal dan mengahalangi kontraksi dari otot-otot pengunyahan ketika beban menjadi sangat tinggi.

3. Hal ini tergantung pada kansungan air dalam makanan atau tekstur dari makanan tersebut. Makanan yang kering/keras atau sedikit mengandung air cendurung lebih sulit ditelan, sedangkan makanan yang lembut dan mengandung lebih banyak air akan lebih mudah tertelan dan tidak menimbulkan nyeri.

4. Rasa pahit dapat merangsang refleks muntah karena pahit dapat dirasakan pada bagian posterior lidah dan palatum molle dimana daerah tersebut merupakan daerah rangsang muntah atau Trigger Zone (CTZ). Bila pada CTZ ini terdapat adanya rangsang maka akan dapat menyebabkan gagging refleks, khususnya pada bagian posterior rongga mulut.

BAB IIIPEMBAHASAN

1. Pengunyahana. Kekuatan Gigit MaksimalKekuatan gigit laki-laki biasanya lebih besar dari perempuan . Kekuatan gigit maksimal merupakan kekuatan gigi untuk menggigit secara maksimal. Kekuatan gigit maksimal diukur antara gigi molar pertama dan sedikit demi sedikit berkurang untuk gigi sebelahnya, semakin ke proksimal, kekuatan gigit semakin berkurang pada gigi insisiv. Sumber lain menyatakan bahwa premolar dan insisiv memiliki kekuatan gigit 1/3 dari kekuatan gigit yang dihasilkan oleh gigi molar.Faktor yang membatasi daya gigit tidak begitu jelas, namun refleks protektif mungkin saja dihasilkan oleh reseptor pada jaringan periodontal dan mengahalangi kontraksi dari otot-otot pengunyahan ketika beban menjadi sangat tinggi, jaringan periodontal akan mendistribusikan tekanan lebih luas, sehingga menyebabkan mechanoreseptor pada jaringan periodontal beraksi.Pada praktikum kali ini, langkah pertama yang dilakukan adalah menyiapkan orang coba dan balok dari malam merah. Kemudian meletakkan balok malam pada gigi orang coba wanita yang akan diuji. Meminta kepada orang coba untuk menggigit dengan maksimal balok merah. Dan mengukur kedalaman gigit dengan menggunakan jangka baik pada bagian atas maupun bagian bawah. Kemudian melakukan dengan menggunakan prosedur yang sama namun pada gigi molar pertama, gigi caninus, dan gigi incisive pertama sebelah kanan.Kemudian melakukan pada gigi sebelah kiri, dan pada orang coba laki-laki. Kemudian melakukan pencatatan dari data yang didapatkan.

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan pada orang coba berjenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki hasil yang berbeda.Hal ini sesuai dengan teori bahwa kekuatan gigit maksimal antara laki-laki dengan perempuan lebih besar laki-laki. Namun pada gigi molar pertama , kekuatan gigit laki laki lebih kecil di banding perempuan, hal ini dapat terjadi karena tinggi mahkota klinis dan sudut kontak gigi molar 1 yang kurang baik sehingga membuat kekuatan gigit gigi di bawah normal.

b. Efisiensi KunyahSesuai dengan praktikum yang telah dilakukan, langkah pertama yaitu menjelaskan kepada orang coba mengenai apa yang akan dilakukan. Kemudian menimbang nasi putih dengan rasio satu banding satu dengan ukuran satu sendok makan. Lalu menimbang saringan dan mengunyah nasi putih dengan kecepatan satu kali kunyah per detik sebanyak dua puluh kali pengunyahan. Kemudian berkumur dengan menggunakan aqua, dan mengeluarkannya diatas saringan. Menyiram saringan dengan air mengalir sebanyak satu gelas. Setelah itu menghitung efisiensi kunyah dengan cara membagi berat sisa makanan dengan berat nasi kali 100%. Kemudian mengulangi prosedur diatas dengan pengunyahan sebanyak 10 dan 15 kali. Setelah itu melakukan pencatatan dari data yang didapatkan.Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa orang coba yang berjenis kelamin perempuan memiliki efisiensi kunyah sebesar 160,5% pada pengunyahan 20 kali, 116,3% pada pengunyahan 15, dan 129,1% pada pengunyahan 10 kali. Efisiensi yang melibihi 100% (batas maksimum efisiensi) ini disebabkan karena setelah kunyah, nasi mengandung banyak air dan saliva, serta adanya air dan saliva yang tertimbang sehingga membuat nasi sisa kunya menjadi lebih berat dari sebelum dikunyah.Jika kekuatan gigit meningkat maka jumlah kunyahan menurun, demikian sebaliknya jika kekuatan gigit menurun maka jumlah kunyah meningkat. Jika jumlah kunyahan meningkat maka lama penelanan menurun, demikian sebaliknya jika jumlah kunyah menurun maka lama penelanan meningkat. Hal ini disebabkan karena sifat manusia yang memiliki kemampuan beradaptasi yang besar dengan mengkompensir kekurangan dan kelebihan fungsi kunyahnya.

c. Kelelahan pada Otot WajahPada praktikum yang dilakukan , pertama-tama menginstruksikan kepada orang coba untuk mengunyah permen karet dengan kecepatan x/detik hingga otot mulut terasa benar-benar letih. Kemudian menghitung dan mencatat waktu serta jumlah kunyah yang diperlukan sejak kunyahan awal hingga terasa benar-benar letih.Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa orang coba yang berjenis kelamin perempuan merasakan otot mulutnya benar-benar letih (terasa kaku) pada menit ke 1 lebih 30 detik sedang pada orang coba laki laki kelelahan di rasakan pada menit ke 3 lebih 7 detik. Jumlah pergerakan mastikasi bergantung pada jenis makanan, contohnya pada pengunyahan telur dan daging. Jumlahnya pergerakan yang dihasilkan akan lebih banyak pada orang yang menguyah daging dibandingkan dengan orang yang menguyah telur. Dan permen karet merupakan suatu jenis makanan yang memiliki tekstur kenyal sehingga membutuhkan pergerakan mastikasi yang banyak.

d. Gerakan Lidah pada Saat PengunyahanPada praktikum kali ini tahapan pertama yang dilakukan adalah mengamati lidah orang coba pada posisi relaksasi di dasar ronga mulut, baik bentuk, ukuran, warna dan tekstur lidah. Kemudian orang coba diinstriuksikan untuk menggerakkan lidah ke anterior, lateral dan ujung lidah ke bagian paling posterior dari palatine. Stelah itu mengamati koordinasi gerakan lidah. Lalu mencatat apakah orang coba dapat melakukan dengan baik seluruh gerakan sesuai dengan instruksi operator.Orang coba diinstruksikan untuk mengunyah permen karet dengan perlahan. Memeriksa gerakan lidah saat dilkukan pengunyahan. Lalu mencatat secara rinci gerakan yang timbul.Berdasarkan percobaan yang dilakukan dengan orang coba berjenis kelamin laki-laki. Didapatkan hasil bahwasannya subjek digolongkan dalam kategori normal. Dikarenakan dari pengamatan yang dilakukan dengan menganalisi bentuk, warna, ukuran, dan tekstur didapatkan gerakan yang normal. Lidah dikatakan normal apabila pada gerakan ke samping secara refleks lidah tidak akan menyentuh gigi, melainkan melewati permukaan gigi dan menyentuh mukosa mulut.Pada posisi lidah di anterior bentuk lidah mengecil, ukuran normal, warna merah muda dan tekstur halus, pada posisi ini lidah mengalami sedikit kontraksi sehingga menyebabkan bentuk dan teksturnya berubah dari posisi relaksasi. Pada posisi lidah di lateral terlihat bentuk lidah mengecil dan menebal, ukurannya normal, warnanya merah muda, dan teksturnya kasar, hal ini disebabkan karena saat lidah mencapai lateral terjadi kontraksi yang sangat kuat. Pada posisi posterior terjadi perubahan bentuk dan ukuran yaitu melebar dan normal. Sedangkan pada saat mengunyah lidah bergerak ke anterior posterior.

2. Pemeriksaan Proses Menelana. Pemeriksaan Palpasi pasa saat MenelanLangkah pertama yang dilakukan adalah meminta orang coba untuk berdiri tegak. Kemudian menginstruksikan orang coba untuk minum. Lalu melakukan inspeksi dan palpasi pada leher bagian atas, apa yang telah dirasakan ketika orang coba melakukan penelanan dan bagaimana pola gerakannya.Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa orang coba yang berjenis kelamin laki laki memiliki pola gerakan saat melakukan penelanan yaitu bolus masuk lalu terjadi tekanan pada laring hingga terdorong ke depan disertai dengan prominensia thyroid yang terangkat sehingga bolus dapat lewat dan akhirnya prominensia thyroid kembali ke posisi semula. Pergerakan tersebut berjalan normal yaitu tanpa adanya hambatan.Sehingga dapat dikatakan bahwa orang coba memiliki gerakan pola penelanan yang normal.

b. Pengaruh Peningkatan Sekresi Saliva terhadap PenelananBerdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa orang coba yang berjenis kelamin perempuan merasakan bahwa pengunyahan yang disertai dengan pemijatan lebih memudahkan penelanan karena makanan lebih halus dan berair.Sedangkan pengunyahan yang tanpa disertai dengan pemijatan orang coba tetap dapat menelan tanpa hambatan.Berdasarkan literature pengunyahan yang disertai pemijatan justru lebih mudah atau lebih nyaman karena dengan pemijatan dapat mengurangi spasme otot yang terjadi akibat digunakan untuk mengunyah. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan telah sesuai dengan literature yang ada. Hal ini dapat disebabkan saat operator melakukan pemijatan pada orang coba pemijatannya sudah benar, sehingga tidak menimbulkan rasa mengganggu pada orang coba. Selain itu ketika dilakukan pemijatan juga dapat membantu dalam proses mengunyah karena di daerah pemijatan terdapat kelenjar saliva dimana jika dilakukan pemijatan pada daerah tersebut maka akan merangsang sekresi dari kelenjar saliva sehingga dapat membantu proses pengunyahan.

c. Pengaruh Jenis Makanan terhadap PenelananOrang coba dengan percobaan nasi dengan perbandingan air yang digunakan yaitu 1:1 memiliki pengunyahan yang paling susah, yaitu proses menelan lebih susah. Lalu pada percobaan nasi dengan perbandingan air yang digunakan yaitu 1:2 memiliki pengunyahan yang mudah dibandingkan dengan percobaan sebelumnya, proses menelan lebih mudah dari sebelumnya. Dan pada percobaan nasi dengan perbandingan air yang digunakan yaitu 1:3 memiliki pengunyahan yang paling mudah diantara ketiga percobaan yang dilakukan, yaitu dengan proses menelan yang paling mudah.Hal ini disebabkan karena tekstur dari makanan sangat mempengaruhi dari tingkat kemudahan maupun tingkat kesuliatan dari pengunyahan makanan itu sendiri. Dimana makin lembut tekstur suatu makanan akan makin mudah suatu makanan untuk dikunyah, sebaliknya makin kasar tekstur suatu makanan maka akan makin sulit suatu makanan untuk diikunyah.3. Percobaan Refleks Muntah (Gagging Refleks)a. Pengaruh Sentuhan terhadap Refleks MuntahBerdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa orang coba yang berjenis kelamin perempuan memiliki gangging refleks dengan spesifikasi sebagai berikut, pada bagian ujung lidah, lidah anterior bagian lidah lateral kiri, bagian lidah lateral kanan,dorsal lidah ketika dilakukan percobaan, orang coba tidak merasakan gagging refleks hanya terasa bahwa ada suatu sentuhan. Pada bagian lidah posterior, palatum bagian posterior orang coba merasakan gagging refleks sedang. Sedangkan pada uvula, faring atas dan tonsil orang coba merasakan gagging refleks yang kuat.Hali ini dikarenakan pada bagian posterior lidah merupakan daerah rangsang muntah atau Trigger Zone (CTZ). Bila pada CTZ ini terdapat adanya rangsang maka akan dapat menyebabkan gagging refleks, khususnya pada bagian posterior rongga mulut.b. Pengaruh Suhu dan Sentuhan terhadap Refleks MuntahBerdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa orang coba yang berjenis kelamin perempuan memiliki gangging refleks dengan spesifikasi sebagai berikut, pada bagian ujung lidah, lidah anterior bagian lidah lateral kiri, bagian lidah lateral kanan, palatum bagian posterior ,dorsal lidah ketika dilakukan percobaan, orang coba tidak merasakan gagging refleks hanya terasa bahwa ada suatu sentuhan. Pada bagian lidah posterior, orang coba merasakan gagging refleks sedang. Sedangkan pada uvula, faring atas dan tonsil orang coba merasakan gagging refleks yang kuat.Pada percobaan pengaruh suhu dan sentuhan terhadap gagging refeks digunakan dua jenis air, yaitu air es dan air panas. Hasil dari kedua air tersebut adalah sama seperti penjelasan kedua paragraph sebelumnya hanya yang membedakan adalah ketika menggunakan air dingin, gagging refleks yang diraskan tidak sekuat ketika sebelum diberi air dingin. Ketika diberi air hangat maka gangging refleks akan sama seperti ketika tidak diberi respon suhu.Hali ini dikarenakan pada bagian posterior palatum merupakan daerah rangsang muntah atau Trigger Zone (CTZ). Bila pada CTZ ini terdapat adanya rangsang maka akan dapat menyebabkan gagging refleks, khususnya pada bagian posterior rongga mulut. Juga disebabkan oleh adanya pengaruh suhu, yaitu suhu dingin yang dapat menekan respon gagging refleks karena pada suhu dingin sistem syaraf bekerja lebih lambat.

c. Pengaruh Rasa Pahit terhadap Refleks MuntahPada percobaan kali ini, awalnya orang coba diminta untuk duduk dengan tenang. Kemudian memasukkan obat yang rasanya pahit ke dalam siring. Kemudian meneteskannya pada daerah yang paling sensitive berdasarkan percobaan sebelumnya. Lalu mencatat reaksi yang terjadi pada orang coba.Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa orang coba yang berjenis kelamin laki laki pada saat ditetesi kina (rasa pahit) pada bagian posterior merasakan mual (gagging refleks). Penetesan ini dilakukan pada bagian yang paling sensitive. Kemungkinan reseptor rasa pahit pada orang coba sensitiv sehingga menimbulkan gangging refleks.Menurut teori yang ada, rasa pahit adalah rasa yang kuat dan dapat merangsang refleks muntah karena pahit dapat dirasakan pada bagian posterior lidah dimana daerah tersebut merupakan daerah rangsang muntah atau Trigger Zone (CTZ). Bila pada CTZ ini terdapat adanya rangsang maka akan dapat menyebabkan gagging refleks, khususnya pada bagian posterior rongga mulut.

BAB IVKESIMPULAN Dalam usaha mencerna makanan , terlibat beberapa fungsi yakni pengunyahan, gerakan lidah, perasa, penelanan, dan salivasi. Pengunyahan merupakan hasil kerja sama dari peredaran darah, otot mastikasi, saraf, tulang rahang, sendi temporo-mandibular, jaringan lunak rongga mulut, dan gigi-gigi serta organ tubuh yang terlibat dalam proses pengunyahan ini antara lain: bibir, palatum, gigi-gigi, kelenjar saliva, faring, dan laring.Dalam proses makan, terdapat mekanisme fisiologik tubuh untuk melindungi tubuh terhadap benda asing atau bahan-bahan yang berbahaya bagi tubuh yang disebut dengan reflek muntah. Cara mencegah refleks gagging yaitu dengan diberikannya es balok (berkumur dengan air es berulang kali), karena es balok (air es) memiliki suhu rendah sehingga dapat menghambat kerja saraf untuk menyampaikan rangsang menuju pusat muntah.Sehingga sensitivitas pasien dapat berkurang.

BAB VDAFTAR PUSTAKA

Chandra. 2004. Testbook of Dental and Oral Anatomy Physiology and Occlusion. New Delhi: Jaypee Brothers Publishers.Ganong, F. William. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Jilid I Edisi 17. Jakarta: EGC.Guyton AC, Hall JE. 1997. Textbook of Medical Physiology. 9th ed.Philadelphia,Pennsylvania: W. B. Saunders.Hamzah, Zahreni, dkk. 2013. Buku Petunjuk Praktikum Fisiologi Blok Stomatognasi II Edisi II. Jember: Universitas Jember.Murphy WM. 1971. The Effect of Complete Dentures Upon Taste Perception. Br Dent J. Hal.130, 201-205.Despopoulos & Silbernagl. 2003. Color Atlas Of Physiology Chapter 9. Elsevier: Philadelpia

32