Upload
sabriyani-permatasari
View
51
Download
5
Embed Size (px)
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan suasana perasaan merupakan suatu kelompok gangguan jiwa
dengan gambaran utama terdapatnya gangguan mood yang disertai dengan
sindroma manik atau depresif yang lengkap atau tidak lengkap yang tidak
disebabkan oleh gangguan fisik atau gangguan jiwa lain.
Dua bentuk gangguan mood yang dikenal yaitu depresi dan mania.
Keduanya terjadi sebagai bentuk kelanjutan dari keadaan normal ke bentuk yang
benar-benar patologik dan pada beberapa pasien gejala-gejalanya bisa menjadi
bentuk psikotik. Gejala-gejala ringan dapat merupakan perluasan dari kesedihan
atau kegembiraan normal sedangkan gejala-gejala berat dikaitkan dengan sindrom
yang jelas (gangguan mood) yang tampaknya berbeda secara kualitatif dari
keadaan normal.
Kriteria utama untuk klasifikasi gangguan afektif dipilih berdasarkan
alasan praktis, yaitu untuk memungkinkan gangguan klinis yang lazim ditemukan
mudah diidentifikasi. Episode tunggal dibedakan dari gangguan bipolar dan
gangguan yang berepisode multipel lainnya oleh karena sebagian besar dari pasien
hanyan mengalami satu episode penyakit.
Istilah “mania” dan “depresi berat” digunakan dalam klasifikasi ini untuk
menunjukan kedua ujung yang berlawanan dalam spektrum afektif. “Hipomania”
digunakan untuk menunjukan suatu keadaan pertengahan tanpa waham,
halusinasi, atau kekacauan menyeluruh dari aktivitas normal, yang sering
0
( meskipun tidak semata – mata) dijumpai pada pasien yang berkembang ke arah
mania atau dalam penyembuhan dari mania.
Dasar umum untuk gangguan ini tidak diketahui. Penyebabnya merupakan
interaksi antara faktor biologis, faktor genetika, dan faktor psikososial. Kelainan
metabolit amin biogenic dalam darah, urin dan cairan serebrospinal ditemukan
pada pasien, pola penurunan terjadi melalui mekanisme yang kompleks.
Norepinefrin dan serotonin dipercaya mengambil peranan dalam gangguan
afektif dari sisi biologis. Sedangkan banyak klinisi menyatakan bahwa psikososial
juga sangat mengambil peranan penting dalam kejadian ini.
Tingginya angka kejadian gangguan afektif di Indonesia menjadi hal
penting untuk mengetahui gangguan afektif lebih dalam lagi .
1
BAB II
DEFINISI GANGGUAN AFEKTIF
Afektif menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah berkenaan dengan
rasa takut atau cinta, mempengaruhi keadaan, perasaan dan emosi, mempunyai
gaya atau makna yang menunjukkan perasaan.
Seseorang individu dalam merespon sesuatu diarahkan oleh penalaran dan
pertimbangan tetapi pada saat tertentu dorongan emosional banyak campur tangan
dan mempengaruhi pemikiran-pemikiran dan tingkah lakunya.
Afek adalah ekspresi eksternal dari isi emosional saat itu. Sedangkan
Mood adalah keadaan emosi internal yang meresap dari seseorang.
Gangguan afektif ialah gangguan dengan gejala utama perubahan suasana
perasaan (mood) atau afek, biasanya ke arah depresi, atau ke arah elasi (suasana
perasaan meningkat). Perubahan suasana perasaan ini biasanya disertai dengan
suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas, dan kebanyakan gejala
lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu, atau mudah dipahami dengan
perubahan tersebut. Sebagian besar dari gangguan ini cenderung berulang, dan
timbulnya episode tersendiri sering berkaitan dengan peristiwa atau situasi yang
menegangkan.
2
BAB III
KLASIFIKASI GANGGUAN AFEKTIF
Menurut buku Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III
(PPDGJ-III) gangguan suasana perasaan yaitu afektif dan mood diklasifikasikan
dalam diagnosis multiaksial aksis I, yaitu termasuk gangguan klinis dan kondisi
lain yang menjadi fokus perhatian klinis. Berikut klasifikasinya :
3.1 Episode Manik
3.1.1 Hipomania
Hipomania ialah derajat lebih ringan daripada mania yang kelainan
suasana perasaan (mood) dan perilakunya terlalu menetap dan menonjol sehingga
tidak dapat dimasukan dalam siklotimia, namun tidak disertai halusinasi atau
waham. Peningkatan ringan dari suasana perasaan (mood) yang menetap
(sekurang – kurangnya selama beberapa hari berturut – turut), peningkatan energi
dan aktivitas. Konsentrasi dan perhatiannya dapat mengalami hendaya, sehingga
krang bisa duduk dengan tenang untuk bekerja, atau bersantai menikmati hiburan.
3.1.2 Mania tanpa gejala psikotik
Ialah suasana perasaan (mood) meninggi tidak sepadan dengan keadaan
individu, dan dapat bervariasi antara keriangan (seolah – olah bebas dari masalah
apapun) sampai keadaan eksitasi yang hampir tak terkendali. Elasi ( suasana
perasaan yang meningkat) itu disertai dengan energi yang meningkat sehingga
3
terjadi aktivitas berlebihan, percepatan dan banyak bicara dan berkurangnya
kebutuhan tidur. Pemikiran yang serba hebat dan terlalu optimis dinyatakan
dengan bebas. Individu itu mungkin mulai membuat rencana yang tidak praktis
dan boros, membelanjakan uang secara serampangan dan menjadi agresif.
Serangan ini sering terjadi pada usia 15 – 30 tahun.
3.1.3 Mania dengan gejala psikotik
Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat daripada
keadaan yang digambarkan pada mania tanpa gejala psikotik. Harga diri yang
membumbung dan gagasan kebesaran dapat berkembang menjadi waham.
Percepatan pembicaraannya mengakibatkan individu tidak dapat dipahami lagi.
Aktivitas dan eksitasi fisik yang hebat dan terus menerus dapat menjurus kepada
agresi dan kekerasan.pengabaian makan, minum, dan kesehatan pribadi dapat
berakibat dehidrasi dan kelalaian berbahaya. Terkadan timbul suara – suara yang
berbicara dengan individu yang tidak mengandung arti emosional khusus.
3.1.4 F30.8 Episode manik lainnya
3.1.5 F30.9 Episode manik YTT
3.2 Episode Depresif
Pada semua variasi dari episode depresif khas (ringan, sedang, dan berat)
individu biasanya mengalami suasana perasaan (mood) yang depresif, kehilangan
minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menimbulkan perasaan
mudah lelah dan berkurangnya aktivitas. Gejala lazim diantaranya adalah :
4
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan tentang perasaan tidak bersalah dan tidak berguna (bahkan pada
episode tipe ringan sekali pun)
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f. Tidur terganggu
g. Nafsu makan berkurang
3.2.1 Episode depresif ringan
Individu yang mengalami episode Depresif ringan biasanya resah tentang
gejadalanya dan agak sukar baginya untuk meneruskan pekerjaan biasa dan
kegiatan sosial, namun mungkin ia tidak akan berhenti berfungsi sama sekali.
Pada depresi ringan, mood yang rendah datang dan pergi dan penyakit
datang setelah kejadian stressfull yang spesifik. Individu akan merasa cemas dan
juga tidak bersemangat. Perubahan gaya hidup biasanya dibutuhkan untuk
mengurangi depersi jenis ini. Minor depression ditandai dengan adanya dua gejala
pada depressive episode namun tidak lebih dari lima gejala depresi muncul selama
dua minggu berturut-turut, dan gejala itu bukan karena pengaruh obatan-obatan
atau penyakit.
5
3.2.2 Episode depresif sedang
Individu dengan episode depresif taraf sedang biasanya menghadapi
kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah
tangga.
Pada depresi sedang mood yang rendah berlangsung terus dan individu
mengalami simtom fisik juga walaupun berbeda-beda tiap individu. Perubahan
gaya hidup saja tidak cukup dan bantuan diperlukan untuk mengatasinya
3.2.3 Episode depresif berat
Pada episode depresif berat, penderita biasanya menunjukan ketegangan
atau kegelisahan yang amat nyata, kecuali apabila retardasi merupakan ciri
terkemuka. Kehilangan harga diri dan perasaan dirinya tak berguna mungkin
mencolok, dan bunuh diri merupakan bahaya nyata terutama pada beberapa kasus
berat. Anggapan disini adalah bahwa sindrom somatik selalu ada pada episode
depresif berat.
Depresi berat adalah penyakit yang tingkat depresinya parah. Individu
akan mengalami gangguan dalam kemampuan untuk bekerja, tidur, makan, dan
menikmati hal yang menyenangkan dan penting untuk mendapatkan bantuan
medis secepat mungkin. Deperesi ini dapat muncul sekali atau dua kali dan
beberapa kali selama hdup. Major depression ditandai dengan adanya lima atau
lebih simtom yang ditunjukan dalam major depressive episode dan berlangsung
selama 2 minggu berturut-turut.
6
3.2.4 Episode Depresfi lainnya
3.2.5 Episode Depresif YTT
3.3 Gangguan Afektif Bipolar
Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (yaitu sekurang – kurangnya 2
) yang menunjukan suasana perasaan (mood) pasien terganggu. Dalam gangguan
afektif bipolar pada waktu tertentu terdapat peninggian suasana perasaan (mood)
serta peningkatan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu
lain berupa penurunan suasana perasaan (mood) serta pengurangan energi dan
aktivitas (depresi).
Episode manik biasanya mulai dengan tiba – tiba dan berlangsung 2
minggu – 4 bulan. Depresi cenderung lebih lama sekitar 6 bulan.
Frekuensi dan kekaambuhan episode masing – masing amat bervariasi.
Klasifikasinya :
3.3.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Hipomanik
3.3.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Tanpa Gejala Psikotik
3.3.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan Gejala Psikotik
3.3.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau Sedang
3.3.5 Gangguan Afektif Bipolar,Episode Kini Depresif Berat Tanpa Gejala
Psikotik
3.3.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala
Psikotik
3.3.7 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran
7
3.3.8 Gangguan Afektif Bipolar, Kini dalam Remisi
3.3.9 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
3.3.10 Gangguan Afektif Bipolar YTT
3.4 Gangguan Depresif Berulang
Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari depresi sebagaimana
dijabarkan dalam episode depresif diatas, tanpa riwayat adanya episode tersendiri
dari peninggian suasana perasaan (mood) dan hiperaktivitas yang memenuhi
kriteria mania. Namun, kategori ini masih harus tetap digunakan jika ternyata ada
episode singkat dari peningkatan suasana perasaan (mood) segera sesudah episode
depresif, karena kadang – kadang bisa juga dicetus oleh obat – obatan anti-
depresan.
Episode masing – masing lamanya antara 3 dan 12 bulan ( rata – rata
lamanya sekitar 6 bulan) akan tetapi frekuensinya lebih jarang. Pemulihan
keadaan biasanya sempurna diantara episode, namun pada sebagian kecil pasien
terutama pada pasien lanjut usia akan mendapat depresi yang akhirnya menetap.
Sekurang – kurangnya 2 episode telah berlangsung masing – masing
selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan
suasana perasaan (mood) yang bermakna. Terbagi dalam :
3.4.1 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Ringan
3.4.2 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Sedang
8
3.4.3 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat Tanpa Gejala
Psikotik
3.4.4 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat dengan Gejala
Psikotik
3.4.5 Gangguan Depresif Berulang, Kini dalam Remisi
3.4.6 Gangguan Depresif Berulang Lainnya
3.4.7 Gangguan Depresif Berulang YTT
3.5 Gangguan Suasana Perasaan (Mood [Afektif]) Menetap
Merupakan gangguan suasana perasaan (mood) yang menetap dan
biasanya berfluktuasi, namun masing – masing episodenya jarang atau tidak
pernah cukup parah untuk disebut hipomanik atau depresif ringan. Karena masing
– masing berlangsung bertahun – tahun lamanya, bahkan kadang – kadang selama
sebagian besar masa hidup orang dewasa. Terbagi dalam :
3.5.1 Siklotimia
Siklotimia adalah Gangguan Bipolar ringan yang awitannya berangsu –
angsur, biasanya sebelum usia 21 tahun. Perjalanan siklotimia biasanya
berkelanjutan atau intermiten. Jarang sekali ditemukan periode eutimik diantara
episode. Perpindahan mood dapat terjadi akibat faktor presipitasi yang tidak
begitu bermakna.
9
Siklotimia, pada beberapa pasien, diduga disebabkan oleh faktor
sirkardian. Misalnya pasien sangan bersemangat ketika akan tidur, namun muncul
keinginan bunuh diri ketika pagi hari.
3.5.2 Distimia
Gangguan distimik adalah gangguan mood yang terdepresi, dengan
karakteristik perjalanan penyakit kronik dengan onset yang tidak tiba –
tiba.Gangguan distimik harus dibedakan dengan gangguan depresi kronik, karena
pada gangguan distimik tidak pernah ditemukan episode gangguan depresi mayor.
Hampir sepanjang hari pasien mengeluhkan mood yang terdepresi,dsn keluhsn ini
sudah berlangsung selama sedikitnya 2 tahun.Apabila kondisi ini terjadi pada
anak dan remaja, yang perlu diperhatikan manifestasinya adalah dalam bentuk
mudah marah.
10
BAB IV
PATOFISIOLOGI GANGGUAN AFEKTIF
Dahulu virus sempat dianggap sebagai penyebab penyakit ini. Serangan
virus pada otak berlangsung pada masa janin dalam kandungan atau tahun
pertama sesudah kelahiran. Namun, gangguan bipolar bermanifestasi 15 – 20
tahun kemudian. Telatnya manifestasi itu karena diduga pada usia 15 tahun
kelenjar timus dan pineal yang memproduksi hormon yang mampu mencegah
gangguan psikiatrik berkurang fungsinya 50 %.
Penyebab gangguan afektif multifaktor. Mencakup aspek bio-psikososial.
Secara biologis dikaitkan dengan faktor genetika dan gangguan neurotransmitter
di otak. Secara psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa kanak – kanak, stress
yang menyakitkan, stress kehidupan yang berat dan berkepanjangan.
Sejak ditemukannya obat yang meringankan gejala gangguan afektif,
peneliti mulai menduga adanya hubungan antara gangguan neurotransmitter
dengan gangguan afektif. Neurotransmitter tersebut adalah dopamine, serotonin,
noradrenaline.
11
BAB V
ETIOLOGI
Dasar umum untuk gangguan ini tidak diketahui. Penyebabnya merupakan
interaksi antara faktor biologis, faktor genetik, dan faktor psikososial. Kelainan
metabolit amin biogenik seperti hydroxyindoleacetic acid (5 HIAA), homovanillic
acid (HVA), 3-metoksi-4-hidroksifenilglikol (MHPG) dalam darah, urin, dan
cairan serebrospinal dilaporkan ditemukan pada pasien. Pola penurunan genetika
terjadi melalui mekanisme yang kompleks. Bukan hanya tidak mungkin untuk
menyingkirkan faktor psikososial, namun faktor nongenetik mungkin memainkan
peranan kausatif dalam perkembangan gangguan ini pada sekurangnya beberapa
orang pasien.
Faktor biologi
Hingga saat ini neurotransmitter monoamine seperti norepinefrin, dopamine,
serotonin,dan histamine menjadi focus teori dan masih diteliti hingga saat ini.
Sebagai biogenik aminnorepinefrin dan serotonin adalah neurotransmitter yang
paling berpengaruh dalam patofisiologi gangguan mood ini.
Norepinefrin. Teori ini merujuk pada penurunan regulasi dan penurunan
sensitivitas dari reseptor β adrenergik dan dalam klinik hal ini dibuktikan oleh
respon pada penggunaan anti depresan yang cukup baik sehingga mendukung
adanya peran langsung dari system noradrenergik pada depresi. Bukti lainnya
melibatkan reseptor presinaps pada depresikarena aktivasi pada reseptor ini
menghasilkan penurunan dari pelepasan norepinefrin.
12
Serotonin.
Teori ini didukung oleh respon pengobatan SSRI (selective serotonin
reuptakeinhibitor ) dalam mengatasi depress. Rendahnya kadar serotonin dapat
menjadi factor resipitat depresi, beberapa pasien dengan dorongan bunuh diri
memiliki konsentrasiserotonin yang rendah dalam cairan cerebropinalnya dan
memiliki kadar konsentrasirendah uptake serotonin pada platelet.
Dopamine.
Selain dari norepinefrin dan serotonin, dopamine juga diduga memiliki
peran.Data memperkirakan bahwa aktivitas dopamine dapat mengurangi depresi
dan meningkat pada mania. Dua teori mengenai dopamine dan depresi adalah
bahwa jalur mesolimbicdopamine tidak berfungsi terjadi pada depresi dan
dopamine reseptor D hipoaktif pada keadaan depresi.
Faktor genetik
Studi pada keluarga. Data dari studi ini mengatakan 1 orang tua dengan
gangguan mood,anaknya akan memiliki risiko antara 10-25% untuk menderita
gangguan mood. Jikakedua orang tuanya menderita gangguan mood, maka
kemungkinannya menjadi 2 kalilipat. Risiko ini meningkat jika ada anggota
keluarga dari 1 generasi sebelumnya daripadakerabat jauh. Satu riwayat keluarga
gangguan bipolar dapat meningkatkan risiko untuk gangguan mood secara umum,
dan lebih spesifik pada kemungkianan munculnya bipolar.
13
Studi pada anak kembar. Studi ini menunjukan bahwa gen hanya
menjelaskan 50-70%etiologi dari gangguan mood. Studi ini menunjukan rentang
gangguan mood padamonozigot sekitar 70-90% dibandingkan dengan kembar
dizigot sekitar 16-35%.
Faktor psikososial
Stress dari lingkungan dan peristiwa dalam hidup seseorang. Penelitian telah
membuktikan faktor lingkungan memegang peranan penting dalam Gangguan
perkembangan bipolar. Faktor lingkungan yang sangat berperan pada kehidupan
psikososial dari pasien dapat menyebabkan stress yang dipicu oleh faktor
lingkungan. Stress yang menyertai episode pertama dari Gangguan bipolar dapat
menyebabkan perubahan biologik otak yang bertahan lama. Perubahan bertahan
lama tersebut dapat menyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai
neurotransmitter dan sistem pemberian signal intraneuronal. Perubahan mungkin
termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar dalam kontak sinaptik.
Hasilakhir perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang berada pada resiko
yanglebih tinggi untuk menderita Gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa
adanyastressor eksternal.
14
BAB VI
EPIDEMIOLOGI
Gangguan afektif adalah masalah yang bisa dialami oleh siapapun di dunia
ini. Menurut sebuah penelitian di Amerika, 1 dari 20 orang di Amerika setiap
tahun mengalamigangguan afektif, dan paling tidak 1 dari 5 orang pernah
mengalami gangguan afektif sepanjang sejarah kehidupan mereka. Di Indonesia,
banyak kasus depresi terjadi sebagai akibat dari krisis yang melanda beberapa
tahun belakangan ini. Masalah PHK, sulitnya mencari pekerjaan, sulitnya
mempertahankan pekerjaan dan krisis keuangan adalah masalah yang sekarang ini
sangat umum menjadi pendorong timbulnya gangguan afektif di kalangan
profesional.
Didapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) baik tipe bipolar
(adanya episode manik dan depresi) dan tipe unipolar (hanya depresi saja)
memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya, berdasar etiologi biologik.
Gangguan bipolar lebih kuat menurun ketimbang unipolar. 50% pasien bipolar
mimiliki satu orangtua dengan gangguan alam perasaan/gangguan afektif, yang
tersering unipolar (depresi saja). Jika seorang orangtua mengidap gangguan
bipolar maka 27% anaknya memiliki risiko mengidap gangguan alam perasaan.
Bila kedua orangtua mengidap gangguan bipolar maka 75% anaknya memiliki
risiko mengidap gangguan alam perasaan. Selain itu,menurut hasil penelitian, Di
Amerika, tercatat 10%-26% wanita mengalami depresi saat hamil.
15
BAB VII
MANIFESTASI KLINIS
7.1 Manifestasi Klinis Episode Manik
Episode Manik
Kesamaan karakteristik dalam afek yang meningkat, disertai peningkatan
dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mental, dalam berbagai derajat
keparahan. Kategori ini hanya untuk satu episode manik tunggal ( yang pertama ),
termasuk gangguan afektif bipolar, episode manik tunggal.
7.1.1 Hipomania
Derajat gangguan yang lebih ringan dari mania, afek yang meninggi atau
berubah disertai peningkatan aktivitas, menetap selama sekurang – kurangnya
beberapa hari berturut – turut, pada suatu derajat intensitas dan yang bertahan
melebihi apa yang digambarkan bagi siklotimia, dan tidak disertai halusinasi atau
waham.
Pengaruh nyata atas kelancaran pekerjaan dan aktivitas sosial memang
sesuai dengan diagnosis hipomania, akan tetapi bila kakacauan itu berat atau
menyeluruh, maka diagnosis mania harus ditegakkan
16
7.1.2 Mania Tanpa Gejala Psikotik
Episode harus berlangsung sekurang – kurangnya 1 minggu, dan cukup berat
sampai mengacaukan seluruh atay hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial
yang biasa dilakukan.
Perubahan afek harus disertai dengan energiu yang bertambah sehingga
terjadi aktivitas berlabihan, percepatan dan kebanyakan bicara, kebutuhan tidur
yang berkurang, ide – ide perihal kebesaran/ “grandiose ideas” dan terlalu
optimistik.
7.1.3 Mania Dengan Gejala Psikotik
Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat dari mania tanpa
gejala psikotik. Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesaran dapat
berkembang menjadi waham kejar ( delusion of grandeur ), iritabilitas dan
kecurigaan menjadi waham kejar ( delusion of persecution ). Waham dan
halusinasi “sesuai” dengan keadaan afek tersebut ( mood congruent ).
7.2 Manifestasi Klinis Episode Depresif
Gangguan Depresif
Episode Depresi :
Gejala utama ( pada derajat ringan, sedang, dan berat ) :
- Afek depresif
- Kehilangan minat dan kegembiraan
17
- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya :
- Kosentrasi dan perhatian berkurang
- Harga diri dan kepercayaan berkurang
- Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
- Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
- Gagasan atau perbuatan membahayakan diri sendiri atau bunuh diri.
- Tidur terganggu
- Nafsu makan berkurang
7.2.1 Episode Depresif Ringan
Sekurang – kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi ditambah
sekurang – kurangnya 2 dari gejala lainnya. Tidak boleh ada gejala yang
berat diantaranya.
Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang – kurangnya sekitar 2
minggu.
Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya.
7.2.2 Episode Depresif Sedang
Sekurang – kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi ditambah
sekurang – kurangnya 3 ( dan sebaiknya 4 ) dari gejala lainnya.
Lamanya seluruh episode berlangsung minimunm sekitar 2 minggu
18
Menghadapi kesulitan nyata untuk menruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan
urusan rumah tangga.
7.2.3 Episode Depresif Berat Tanpa gejala Psikotik :
Semua 3 gejala utama dari depresi harus ada
Ditambah sekurang – kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan diantaranya harus
berintensitas berat.
Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor ) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejalanya secara rinci.
Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurangnya 2 minggu, bila
gejala sangat berat dan beronset sangat cepat maka masih dibenarkan
untuk menegakkan diagnosis dalam waktu kurang dari 2 minggu.
Sangat tidak mungkin bagi pasien meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan
atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
7.2.4 Episode Depresif Berat Dengan Gejala Psikotik :
Memenuhi kriteria eposode depresi berat
Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan, atau malapetaka yang
mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab akan hal itu.
Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina
atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk
Reteardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor
19
Jika diperlukan, waham tau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau
tidak serasi dengan afek ( mood congruent )
7.2.5 Gangguan Depresif Berulang
Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari : episode depresif ringan,
episode depresif sedang, episode depresif berat.
Episode masing – masing rata – rata lamanya sekitar 6 bulan akan tetapi
frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan afektif bipolar.
Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peningkatan afek dan
hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania. Namun kategori ini tetap
harus digunakan jika ternyata ada episode singkat dari peninggian afek dan
hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria hipomania segera sesudah
suatu episode depresif.
Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode namun sebagian
kecil pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap terutama
pada usia lanjut.
Episode masing – masing dalam berbagai tingkat keparahan seringkali
dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh stress dan trauma mental
lain.
7.2.6 Gangguan depresif berulang episode kini ringan :
Kriteria untuk gangguan depresif berulang harus dipenuhi dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan.
7.2.7Gangguan depresif berulang episode kini sedang :
20
Kriteria untuk gangguan depresif berulang harus dipenuhi dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif sedang.
7.2.8 Gangguan depresif berulang episode kini berat tanpa gejala psikotik :
Kriteria untuk gangguan depresif berulang harus dipenuhi dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa
gejala psikotik.
7.2.9 Gangguan depresif berulang episode kini berat tanpa gejala psikotik :
Kriteria untuk gangguan depresif berulang harus dipenuhi dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan
gejala psikotik.
7.2.10 Gangguan depresif berulang kini dalam remisi :
Kriteria untuk gangguan depresif berulang harus pernah dipenuhi masa
lampau tetapi keadaan sekarang seharusnya tidak memenuhi kriteria untuk
episode depresif dengan derajat keparahan apapun atau gangguan lain
apapun.
Pada semua episode, sekurangnya ada dua episode telah berlangsung masing –
masing selama minimal 2 minggu dengan ada waktu beberapa bulan tanpa
gangguan afektif yang bermakna.
21
7.3 Gangguan Bipolar
Gangguan ini tersifat oleh episode berulang ( sekurang – kurangnya dua episode)
dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu
terdiri dari peningkatan afek disertai penmabhan energi dan aktivitas ( mania atau
hipomania ), dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan
energi dan aktivitas ( depresi ) . Yang khas adalah bahwa biasanya ada
penyembuhan sempurna antar episode.
Episode manik biasanya mulai dengan tiba – tiba dan beralngsung antara 2
minggu sampai 4 – 5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama
( rata – rata sekitar 6 bulan ) meskipun jarang melebihi 1 thun kecuali pada orang
usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terajdi setelah peristiwa hidup
yang penuh stres atau trauma mental lain ( adanya stres tidak esensial untuk
penegakan diagnosis).
7.3.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Hipomanik
Episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania
7.3.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Tanpa Gejala Psikotik
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala
psikotik
7.3.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Dengan Gejala Psikotik
Episode yang sekarang harus memenuhu kriteria untuk mania dengan gejala
psikotik.
22
7.3.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau sedang
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
ringan ataupun sedang
7.3.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat Tanpa Gejala
Psikotik
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
tanpa gejala psikotik
7.3.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat Dengan Gejala
Psikotik
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
berat dengan gejala psikotik
7.3.7 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran
Episode yang sekarang menunjukkan gejala – gejala manik, hipomani, dan
depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat ( gejala
mania/hipomania dan depresi sama – sama mencolok selama masa terbesar
dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung sekurang –
kurangnya 2 minggu )
Pada semua episode harus ada sekurang – kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik, manik, depresif atau campuran) di masa lampau.
7.3.8 Gangguan afektif bipolar episode kini dalam remisi :
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa
bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurangnya 1 episode afektif
dimasa lampau dan ditambah sekurangnya 1 episode lainnya
23
BAB VIII
DIAGNOSIS
8.1 Anamnesis
Sebagai tambahan pada pertanyaan yang rutin ditanyakan kepada pasien
gangguan afektif, seorang ahli kesehatan jiwa hendaknya menanyakan perihal
tentang pengalaman atau trauma yang menyebabkan seseorang terkena gangguan
afektif.
Ditemukannya gejala gangguan afektif saat anamnesa dapat diketahui
bagaimana reaksi penderita, arus fikir, peningkatan atau penurunan minat,
peningkatan atau penuruan aktifitas, peningkatan atau penurunan nafsu makan
dan gejala-gejala fisiknya, pun ketika penderita berhadapan dengan sesuatu yang
menjadi impulsnya. Juga, bagaimana, bagaimana gangguan afektif dapat
mempengaruhi aktifitas sehari-harinya, termasuk pekerjaan dan interaksi
sosialnya.
8.2 Pemeriksaan Fisik
Manifestasi termasuk yang berikut (yang harus ditanya tentang dan
diperiksa):
Peningkatan/penurunan
denyut jantung
Peningkatan/Penurunan
tekanan darah
Peningkatan / Penurunan
Berat Badan
Pemeriksaan Neurologis
24
8.3 Pemeriksaan Status Mental
Episode Depresif :
Deskripsi umum : Retradasi psikomotor menyeluruh merupakan gejala yang paling umum, walaupun agitasi psikomotor juga sering ditemukan khususnya pada pasien lansia. Secara klasik, seorang pasien depresi memiliki postur yang membungkuk tidak terdapat pergerakan spontan, pandangan mata yang putus asa dan memalingkan pandangan.
Mood, afek dan perasaan : Pasien tersebut sering kali dibawa oleh anggota keluarganya atau teman kerjanya karena penarikan sosial dan penurunan aktifitas secara menyeluruh.
Bicara : Banyak pasien terdepresi menunjukkan suatu kecepatan dan volume bicara yang menurun, berespon terhadap pertanyaan dengan kata tunggal dan menunjukkan yang lambat terhadap suatu pertanyaan.
Gangguan Persepsi : Pasien terdepresi dengan waham atau halusinasi dikatakan menderita episode depresi berat dengan ciri psikotik. Waham sesuai mood pada pasien terdepresi adalah waham bersalah, memalukan, tidak berguna, kemiskinan, kegagalan, kejar, dan penyakit somatik terminal.
Pikiran : Pasien terdepresi biasanya memiliki pandangan negatif tentang dunia dan dirinya sendiri. Isi pikiran mereka sering kali melibatkan perenungan tentang kehilangan, bersalah, bunuh diri, dan kematian. Kira – kira 10% memiliki gejala jelas gangguan berpikir, biasanya penghambatan pikiran dan kemiskinan isi pikiran.
Sensorium dan Kognisi : Daya ingat, kira – kira 50 – 70% dari semua pasien terdepresi memiliki suatu gangguan kognitif yang sering kali dinamakan pseudodemensia depresif, dengan keluhan gangguan konsentrasi dan mudah lupa.
Pengendalian Impuls : Kira – kira 10 – 15% pasien terdepresi melakukan bunuh diri dan kira – kira dua pertiga memiliki gagasan bunuh diri. Resiko meninggi untuk melakukan bunuh diri saat mereka mulai membaik dan mendapatkan kembali energi yang diperlukan untuk merencanakan dan melakukan suatu bunuh diri (bunuh diri paradoksikal / paradoxical suicide).
Reliabilitas : Semua informasi dari pasien terlalu menonjolkan hal yang buruk dan menekankan yang baik.
Episode Manik :
Deskriksi Umum : Pasien manik adalah tereksitasi, banyak bicara, kadang – kadang mengelikan dan sering hiperaktif. Suatu waktu mereka jelas
25
psikotik dan terdisorganisasi, memerlukan pengikatan fisik dan penyuntikan intra muskular obat sedatif.
Mood, afek dan perasaan : Pasien manik biasanya euforik dan lekas marah. Mereka memiliki toleransi frustasi yang rendah, yang dapat menyebabkan perasaan kemarahan dan permusuhan. Secara emosional adalah labil, beralih dari tertawa menjadi lekas marah menjadi depresi dalam beberapa menit atau jam.
Bicara : Pasien manik tidak dapat disela saat mereka bicara dan sering kali rewel dan penganggu bagi orang – orang disekitarnya. Saat keadaan teraktifitas meningkat pembicaraan penuh gurauan, kelucuan, sajak, permainan kata – kata dan hal – hal yang tidak relefan. Saat tingkat aktifitas meningkat lagi, asosiasi menjadi longgar, kemampuan konsentrasi menghilang, menyebabkan gagasan yang meloncat – loncat (flight of idea), gado – gado kata dan neologisme. Pada kegembiraan manik akut pembicaraan mungkin sama sekali inkoheren dan tidak dapat membedakan dari pembicaraan skizofrenik.
Gangguan Persepsi : Waham ditemukan pada 75% dari semua pasien manik. Waham sesuai mood seringkali melibatkan kesehatan, kemampuan atau kekuatan yang luar biasa. Dapat juga ditemukan waham dalam halusinasi aneh yang tidak sesuai mood.
Pikiran : Isi pikirannya termasuk tema kepercayaan dan kebesaran diri, sering kali perhatiannya mudah dialihkan. Fungsi kognitif ditandai oleh aliran gagasan yang tidak terkendali cepat.
Sensorium dan Kognisi : Secara kasar orientasi dan daya ingat adalah intak walaupun beberapa pasien manik mungkin sangat euforik sehingga mereka menjawab secara tidak tepat. Gejala tersebut disebut “mania delirium” (delirious mania) oleh Emil Kraepelin.
Pengendalian Impuls : Kira – kira 75% pasien manik adalah senang menyerang atau mengancam.
Perimbangan dan Tilikan : Gangguan pertimbangan merupakan tanda dari pasien manik. Mereka mungkin melanggar peraturan dengan kartu kredit, aktifitas seksual dari finansial, kadang melibatkan keluarganya dalam kejatuhan finasial.
Reliabilitas : Pasien manik terkenal tidak dapat dipercaya dalam informasinya.5
8.4 Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap
26
Darah lengkap dengan diferensiasi digunakan untuk mengetahui anemia
sebagai penyebab depresi. Penatalaksanaan, terutama dengan antikonvulsan, dapat
mensupresi sumsum tulang, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan sel darah
merah dan sel darah putih untuk mengecek supresi sumsum tulang. Lithium
dapat menyebabkan peningkatan sel darah putih yang reversibel.
Elektrolit
Konsentrasi elektrolit serum diukur untuk membantu masalah diagnostic,
terutama dengan natrium, yang berkaitan dengan depresi. Hiponatremi dapat
bermanifestasi sebagai depresi. Penatalaksanaan dengan lithium dapat berakibat
pada masalah ginjal dangangguan elektrolit. Kadar natrium rendah dapat berakibat
pada peningkatan kadar lithium dan toxisitas lithium. Oleh karena itu, skrining
kandidat untuk terapi litium maupun yang sedang dalam terapi lithium, mengecek
elektrolit merupakan indikasi.
Kalsium
Kalsium serum untuk mendiagnosis hiperkalsemi dan hipokalsemi yang
berkaitandengan perubahan status mental (e.g hiperparatiroid). Hiperparatiroid, ya
ng dibuktikan dengan peningkatan kalsium darah, mencetuskan depresi. Beberapa
antidepresan, sepertinortriptyline, mempengaruhi jantung, oleh karena itu,
mengecek kadar kalsium sangat penting.
Protein
27
Kadar protein yang rendah ditemukan pada pasien depresi sebagai hasil
dari tidak makan.Kadar protein rendah, menyebabkan meningkatkan
bioavailabilitas beberapa medikasi,karena obat-obat ini hanya memiliki sedikit
protein untuk diikat.
Hormone tiroid
Tes tiroid dilakukan untuk menentukan hipertiroid (mania) dan hipotiroid
(depresi).Pengobatan dengan lithium dapat menyebabkan hipotiroid, yang
berkontribusi pada perubahan mood secara cepat.
Skrining zat dan alkohol
Penyalahgunaan alkohol dan berbagai macam obat dapat memperlihatkan
sebagai maniaatau depresi. Contohnya, penyalahgunaan amfetamin dan kokain
dapat timbul sebagaimania, dan penyalahgunaan barbiturate dapat timbul sebagai
depresi.
EKG
Banyak antidepresan, terutama trisiklik dan beberapa antipsikotik, dapat berefek
pada jantung dan membuat masalah konduksi. Lithium juga dapat berakibat pada
perubahan reversibel flattening atau inversi pada T wave pada EKG.
EEG
Alasan untuk penggunaan EEG pada pasien bipolar:
28
EEG menyediakan garis dasar dan membantu mengesampingkan masalah
neurologi.Menggunakan tes ini untuk mengesampingkan kejang dan tumor otak.
Bila dilakukan ECT. Monitoring EEG saat ECT digunakan untuk
mendeterminasitimbulnya dan durasi kejang.
Beberapa studi memperlihatkan abnormalitas dari penemuan EEG sebagai
indikasiefektivitas antikonvulsan. Lebih spesifik, penemuan abnormal dari EEG
dapatmemprediksi respons dari asam valproate. Beberapa pasien dapat mengalami
kejang saat pengobatan, terutama antidepresan
29
BAB IX
TATALAKSANA
9.1 Farmakoterapi
9.1.1 Episode Depresi
Penggunaan farmakoterapi spesifik kira – kira menggandakan kemungkinan
bahwa seorang pasien yang terdepresi akan pulih dalam satu bulan.1 Obat – obat
anti depresi digolongkan dalam5 :
1. Obat anti depresi Trisiklik = Amitriptylin, Imipramine, Clomipramine,
Tianeptin.
2. Obat anti depresi Tetrasiklik = Maprotilin, Mianserin, Amoxapine
3. Oabat anti depresi MAOI – Reversible = Moclobemide
4. Obat anti depresi SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) =
Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Duloxetine, Citalopram.
5. Obat Anti depresi “Atypical” = Trazodone, Mirtazapine, Venlafaxine
Mekanisme obat anti depresi adalah menghambat “re – uptake aminergic
neurotransmitter” dan menghambat penghancuran oleh enzim “monoamine
oxidase”. Sehingga terjadi peningkatan jumlah “aminergic neurotransmitter” pada
celah sinaps neuron tersebut yang dapat meningkatkan aktivitas reseptor
serotonin.
30
Pemilihan obat antidepresi tergantung pada toleransi pasien terhadap efek
samping dan penyesuaian efek samping terhadap kondisi pasien.
Urutan (step care) pemilihan obat anti depresi :
Step 1 = Golongan SSRI
Step 2 = Golongan Trisiklik
Step 3 = Golongan Tetrasiklik, Atypical, MAOI reversible.
Pertimbangkan juga bahwa pergantian SSRI ke MAOI atau sebaliknya
membutuhkan waktu 2-4 minggu istirahat untuk “wash out period” guna
mencegah timbulnyah “Serotonin Malignant Syndrom”. Yaitu suatu gejala yang
timbul akibat dari interaksi obat SSRI+MAOI dengan gejala : gastrointestinal
distress (mual, muntah, diare), agitasi (mudah marah, ganas), gelisah, gerakan
kedutan otot, dll. 4
Pengaturan dosis perlu dipertimbangkan:
Onset efek primer : sekitar 2-4 minggu.
Onset efek sekunder : sekitar 12-24 jam
Waktu paruh : 12-48 jam (pemberian 1-2x perhari)
Proses dalam pengaturan dosis :
1. Initiating dosage (test dose); untuk mencapai dosis anjuran selama 1
minggu.
2. Titrating dosage (optimal dose); mulai dosisi anjuran sampai mencapai
dosis efektif (dosis optimal)
3. Stabilizing dosage (stabilization dose); dosis op[timal yang dipertahankan
selaam 2-3 bulan.
31
4. Maintaining dosage (maintenance dose); selama 3-6 bulan. Biasanya dosis
pemeliharaan = ½ dosis optimal.
5. Tappering dosage (tappering dose); selama 1 bulan. Kebalikan dari proses
“initiating dosage”.
9.1.2 Episode Manik
Sediaan Obat :
1. Lithium Carbonate (Frimania) [Tab] 250 – 500mg/h
2. Haloperidol (Haloperidol/Haldol) [Tab] 4.5 - 15 mg/h
3 Carbamazepine (Tergetol/Bamgetol) [Tab/Caplet] 400 – 600 mg/h
4. Valproic Acid (Depakene) [Syrup] 3x250 mg/h
5. Divalproex Na. (Depakote) [Tab] 3x250 mg/h
Penggolongan:
- Mania Akut : Haloperidol, Carbamazepine, Valproic Acid,
Divalproex
- Profilaksis Mania : Lithium Carbonate
Indikasi penggunaan
Gejala sasaran sindrom mania yaitu :
1. Peningkatan aktifitas
2. Lebih banyak bicara dari biasanya atau adanya dorongan untuk berbicara
lebih
3. Adanya Flight of ideas
32
4. Rasa harga diri melambung
5. Berkurangnya kebutuhan tidur
6. Mudah teralih perhatian
7. Keterlibatan dalam aktifitas yang mengandung resiko tinggi
Terapi psikososial
Tiga jenis psikoterapi jangak pendek yaitu : terapi kognitif, terapi
interpersonal, dan terapi perilaku.
Tujuan terapi kognitif adalah menghilangkan episode depresif dan
mencegah rekurennya dengan membantu pasien mengidentifikasi dan uji
kognitif negatif; mengembangkan cara berpikir alternatif, fleksibel, dan
positif; dan melatih kembali respon kognitif dan perilaku yang baru.
Terapi interpersonal efektif di dalam pengobatan gangguan
depresif berat. Program tersebut terdiri dari 12-16 sesi mingguan. Terapi
ditandai dengan pendekatan terapetik aktif .
Terapi perilaku didasarkan pada hipotesisi bahwa pola perilaku
maladaptif menyebabkan seseorang mendapatkan sedikit umpan balik
positif dari masyarakat dan kemungkinan penolakan yang palsu. Dengan
demikian pasien belajar untuk berfungsi di dunia dengan cara tertentu di
mana mereka mendapatkan dorongan positif.
33
BAB X
PENCEGAHAN
1. Dapatkan pendidikan tentang cara mengatasi gangguan. Pelajari sebanyak
yang Anda bisa tentang bipolar. Semakin banyak Anda tahu, semakin baik
Anda akan berada dalam membantu pemulihan Anda sendiri.
2. Jauhkan stress. Hindari stres tinggi dengan menjaga situasi keseimbangan
antara pekerjaan dan hidup sehat, dan mencoba teknik relaksasi seperti
meditasi, yoga, atau pernapasan dalam.
3. Buatlah pilihan yang sehat. Sehat tidur, makan, dan berolahraga kebiasaan
dapat membantu menstabilkan suasana hati Anda. Menjaga jadwal tidur
yang teratur sangat penting.
4. Monitor suasana hati Anda. Melacak gejala Anda dan perhatikan tanda-
tanda bahwa suasana hati Anda berayun di luar kendali sehingga Anda
dapat menghentikan masalah sebelum dimulai.
34
BAB XII
PROGNOSIS
Prognosa baik apabila :
- Episodenya ringan, tidak ada gejala psikotik
- Perawatan di rumah sakit hanya singkat
- Selama masa remaja, pasien mempunyai hubungan psikososial yang
baik
- Tidak ada gangguan psikiatri komorbiditas
- Tidak ada gangguan kepribadian.5
Prognosa buruk apabila :
- Adanya penyerta gangguan distimik
- Penyalahgunaan NARKOBA
- Gejala gangguan cemas
- Riwayat lebih dari satu episode depresi
- Laki – laki lebih sering menjadi kronis dan mengganggu
dibandingkan perempuan.5
Gangguan depersif berat bukan merupakan gangguan yang ringan. Keadaan
ini cenderung merupakan gangguan kronis, dan pasien cenderung mengalami
relaps. Pasien dengan gangguan bipolar I memiliki prognosis yang lebih buruk
dibandingkan pasien dengan gangguan depresif berat. Sepertiga dari semua pasien
gangguan bipolar I memiliki gejala kronis dan bukti – bukti penurunan sosial yang
bermakna. 1
35
DAFTAR PUSTAKA
Adariian Preda, MD. 2011 Fobik disorder. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/288016 tanggal 22 Desember 2011
Maslim Rusdi, Dr.”Diagnosis Gangguan Jiwa. Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III”.
Pedoman Diagnostik : F 30-39 : gangguan suasana perasaan/mood (gangguan
afektif). Jakarta, Bagian Ilmu Kedokteran jiwa FK – Unika Atmajaya. 2001. H;
58-69.
Maslim Rusdi, Dr. “Panduan praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik”. Obat
Anti depresi. Ed III. Jakarta, Bagian Ilmu Kedokteran jiwa FK – Unika Atmajaya.
2007. H; 23-30
http.//www.geocities.com.fkupn.Diunduh: 19 Mei 2008
.
36