54
1 TUGAS MAKALAH MODUL II GANGGUAN IRAMA JANTUNG DAN CARDIAC ARREST NAMA : NADRA DWI SILVANA NIM : 090610035 CRASH PROGRAM BLOK 15

GANGGUAN IRAMA JANTUNG

  • Upload
    aankoas

  • View
    48

  • Download
    3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

aan

Citation preview

Page 1: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

1

TUGAS MAKALAHMODUL II

GANGGUAN IRAMA JANTUNGDAN CARDIAC ARREST

NAMA : NADRA DWI SILVANANIM : 090610035

CRASH PROGRAM BLOK 15

Page 2: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

2

GANGGUAN IRAMA JANTUNG (ARITMIA)

Definisi

Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering

terjadi pada infark miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada

frekuensi dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal

atau otomatis (Doenges, 1999).

Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium.

Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial

aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel (Price, 1994). Gangguan irama

jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi juga termasuk

gangguan kecepatan denyut dan konduksi (Hanafi, 1996).

Etiologi

Etiologi aritmia jantung dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh :

1. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard

(miokarditis karena infeksi)

2. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri

koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.

3. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obat-obat

anti aritmia lainnya

4. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia)

5. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi

kerja dan irama jantung

Page 3: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

3

6. Ganggguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.

7. Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis)

8. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme)

9. Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung

10.Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem konduksi

jantung)

Manifestasi klinis

` Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur;

defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit

pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung

menurun berat.

Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi,

perubahan pupil. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan

obat antiangina, gelisah, nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan atau

kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada

menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru)

atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.demam; kemerahan kulit

(reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus

otot/kekuatan

Riwayat penyakit

Faktor resiko keluarga contohnya penyakit jantung, stroke, hipertensi

Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup

jantung, hipertensi

Page 4: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

4

Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya

kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi

Kondisi psikososial

Fisik

Aktivitas : kelelahan umum

Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak

teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut

menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis,

berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah jantung menurun

berat.

Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut,

menolak,marah, gelisah, menangis.

Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap

makanan, mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban

kulit

Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung,

letargi, perubahan pupil.

Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau

tidak dengan obat antiangina, gelisah

Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan

kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki,

mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada

Page 5: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

5

gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal;

hemoptisis.

Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema,

edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan

Pemeriksaan Penunjang

1. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan

tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.

2. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk

menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif

(di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu

jantung/efek obat antidisritmia.

3. Foto dada : Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung sehubungan

dengan disfungsi ventrikel atau katup

4. Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan

miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu

gerakan dinding dan kemampuan pompa.

5. Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang

menyebabkan disritmia.

6. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat

mnenyebabkan disritmia.

7. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat

jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.

Page 6: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

6

8. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat

menyebabkan.meningkatkan disritmia.

9. Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut

contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.

10.DA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi

disritmia.

Penatalaksanaan Medis

Terapi farmakologi

Klas I (sodium channel blocker) à mengurangi arus natrium.

Kelas 1A : Quinidine (mencegah berulangnya atrial fibrilasi.

Kelas 1 B : Lignokain (untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard,

ventrikel takikardia.

Kelas 1 C : Flecainide (untuk ventrikel ektopik dan takikardia).

Klas I1 (beta adrenergik blokade)

Blokade saluran calcium.

Propanolol, metoprolol à aritmia jantung, angina pectoris, dan hipertensi

Klas III (prolong repolarization)

Prolong potensial aksi

Amiodarone à indikasi VT dan SVT berulang.

Klas IV (calcium channel blocker)

Blokade reseptor beta.

Verapamil à indikasi supraventrikular aritmia.

QUINIDIN(1A)

Page 7: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

7

Quinidin merupakan obat antiaritmia oral yang sering dipakai

efektif dalam hampir semua bentuk aritmia

Quinidin mendepresi kecepatan pacu jantung serta mendepresi hantaran

dan cepat dapat dirangsang (terutama pada jaringan terpolarisasi)

diberikan per oral dan cepat diabsobsi di saluran cerna, 80% terikat ke

protein plasma

Waktu paruhnya sekitar 6-7 Jam

PROKAINAMID(1A)

Efek elektrofisiologik prokainamid hampir mirip dengan quinidin

Efektif terhadap kebanyakan antiaritmia atrium dan ventrikel

Metabolit pertamanya N-asetilprokainamid mempunyai aktivitas

antiaritmia

Waktu paruh prokainamid hanya 3-4 jam sehingga perlu sering diberikan

Prokainamid dan N-asetilprokainamid terutama dibuang melalui ginjal

DISOPIRAMIDE(1A)

Disopiramide posfat merupakan obat yang relatif baru

Efek elektrofisiologik disopiramid hampir tidak dapat dibedakan dengan

quinidin

Bioaviabilitasnya hanya sekitar 50%

Obat ini banyak terikat dalam protein

Obat dieksresikan melalui ginjal

Waktu paruh kira kira 6-8 jam.

Dosis oral yang lazim bagi disopiramid adalah 150 mg, 3 kali sehari

Page 8: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

8

LIDOKAIN (1B )

Lidokain suatu obat antiaritmia yang terlazim digunakan intravena

Mempunyai insiden toksisitas yang sangat rendah dan kemanjuran yang

tinggi pada aritmia yang berhubungan dengan infark miokardium

Bekerja pada saluran natrium

Waktu paruhnya 0,5-4 jam

Pada orang dewasa dosis awal 150-200 yang diberikan dalam 15 menit

harus diikuti infus penunjang 2-4 mg/menit.

TOKAINID DAN MEKSILETIN (1B)

Tokainid dan meksiletin merupakan turunan lidokain yang tahan terhadap

metabolisme lintasan pertama hati

Kerja elektrofisiologik dan anti aritmianya sama dengan lidokain

Waktu paruh kedua obat ini 8-20 jam

Dosis harian meksiletin:600-1200 mg/hari, dan untuk tokainid:800-2400

mg/hari

Efek samping neurologi: tremor, penglihatan yang kabur dan latargi

Rash, demam dan agronulositosis timbul pada sekitar 0,5% pasien yang

menerima tokainid

FLEKAINID DAN ENKAINID (1C)

Flekainid dan enkainid merupakan penghambat saluran natrium yang kuat

Kedua obat ini sangat efektif menekan kontraksi ventrikel prematur

Dosis efektif enkainid berkisar dari 25-75 mg 3 kali sehari. Dosis biasa

flekainid berkisar 100-200 mg 3 kali sehari

Page 9: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

9

Keduanya bisa menyebabkan eksaserbasi aritmia yang parah bila dosis

lebih tinggi diberikan ke pasien takiaritmia ventrikel

PROPANOLOL (11) :

Propanolol dan obat serupa mempunyai efek antiaritmia berkat kerja

menghambat reseptor betanya dan efek langsung atas membran.

Indikasi untuk aritmia jantung, angina pectoris, dan hipertensi.

AMIODARON (III)

Amiodaron telah lazim dipakai sebagai obat antiaritmia dan anti angina

Sangat efektif terhadap arimia supraventrikuler maupun ventrikuler

Merupakan penghambat saluran natrium yang sangat efektif

Mempunyai waktu paruh yang sangat panjang (13- 103 hari)

Dosis awal 0,8-1,2 g sehari selama 2 minggu, diikuti dosis penunjang 0,2-

1 g sehari

VERAPAMIL (IV)

Verapamil menghambat saluran kalsium yang teraktivasi maupun yang

tidak teraktivasi

Verapamil dapat menekan efter potensial osilasi akibat keracunan digitalis

Verapamil menyebabkan vasodilatasi perifer yang dapat menguntungkan

pada hipertensi dan gangguan vasospastik perifer

Waktu paruh sekitar 7 jam

Dosis oral efektif 120-600 mg/ hari dibagi dalam 3-4 dosis

Terapi mekanis

Page 10: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

10

Kardioversi : mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan

disritmia yang memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur

elektif.

Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat

darurat.

Defibrilator kardioverter implantabel : suatu alat untuk mendeteksi dan

mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada

pasien yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel.

Terapi pacemaker : alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik

berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.

Page 11: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

11

CARDIAC ARREST

Kematian jantung mendadak (SCD) adalah kematian akibat kehilangan

fungsi jantung. Korban mungkin atau mungkin tidak memiliki didiagnosa

penyakit jantung. Waktu dan cara kematian yang tak terduga. Hal ini terjadi dalam

beberapa menit setelah gejala muncul. Alasan yang mendasari paling umum untuk

pasien mati mendadak dari serangan jantung adalah penyakit jantung koroner

(buildups lemak dalam arteri yang memasok darah ke otot jantung). Sehingga

pembuluh darah sempit, otot jantung bisa berhenti karena kekurangan suplai

darah.

Dari 90 %  korban dewasa sudden cardiac death (SCD), dua atau lebih dari

korban disebabkan karena arteri koroner utama menyempit oleh lemak.

Sedangkan dua-pertiga dari korban ditemukan bekas luka dari serangan jantung

sebelumnya. Ketika kematian mendadak terjadi pada orang dewasa muda,

kelainan jantung lainnya merupakan penyebab yang lebih mungkin. Adrenalin

dilepaskan selama aktivitas fisik atau olahraga yang sering menjadi pemicu

munculnya SCD. Dalam kondisi tertentu, berbagai obat jantung dan obat lainnya,

serta penyalahgunaan obat terlarang dapat menyebabkan irama jantung abnormal

yang juga dapat menyebabkan kematian SDC.

Serangan tiba-tiba jantung (SCA) adalah suatu kondisi dimana jantung

tiba-tiba dan tak terduga berhenti berdetak. Ketika ini terjadi, darah berhenti

mengalir ke otak dan organ vital lainnya. SCA biasanya menyebabkan kematian

jika tidak dirawat dalam beberapa menit.

Page 12: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

12

SCA tidak sama dengan serangan jantung . Serangan jantung terjadi ketika darah

mengalir ke bagian dari otot jantung tersumbat. Selama serangan jantung, jantung

biasanya tidak tiba-tiba berhenti berdetak. SCA, bagaimanapun mungkin dapat

terjadi setelah atau selama pemulihan dari serangan jantung.

Sebanyak 75 persen orang yang meninggal karena tanda-tanda

menunjukkan SCA serangan jantung sebelumnya. Delapan puluh persen memiliki

tanda-tanda penyakit arteri koroner. 

SCAs dicatat 10.460 (75,4 persen) dari seluruh 13.873 kematian penyakit

jantung pada orang berusia 35-44 tahun, dan proporsi penangkapan jantung yang

terjadi out-of-rumah sakit meningkat dengan usia, dari 5,8 persen pada orang usia

0-4 tahun 61,0 persen pada orang usia lebih dari 85 years.

Orang yang memiliki penyakit jantung akan meningkatkan risiko untuk

SCA. Namun, kebanyakan SCA terjadi pada orang yang tampak sehat dan tidak

memiliki penyakit jantung atau faktor risiko lain untuk SCA. Seorang yang

memiliki riwayat keluarga dengan penyakit jantung atau ada anggota keluarga

yang pernah meninggal mendadak perlu mewaspadai terjadinya cardiac arrest.

Upaya pencegahan lain adalah dengan menjalankan gaya hidup sehat dan rutin

berolahraga. 

Definisi

Kematian jantung mendadak merupakan kematian yang tidak terduga atau

proses kematian yang terjadi cepat, yaitu dalam waktu 1 jam sejak timbulnya

gejala. Sekitar 93 persen SCD adalah suatu kematian aritmik. Artinya, kematian

terjadi akibat timbulnya gangguan irama jantung yang menyebabkan kegagalan

Page 13: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

13

sirkulasi darah. Jantung tiba-tiba mati (juga disebut Sudden Cardiac Arrest)

adalah kematian yang tiba-tiba akibat hilangnya fungsi hati (perhentian jantung).

Korban mungkin atau tidak ada diagnosis penyakit jantung. Waktu dan cara

kematian yang tidak terduga. Itu terjadi beberapa menit setelah gejala muncul.

Yang paling umum yang alasan pasien mati mendadak dari perhentian jantung

adalah penyakit jantung koroner (fatty buildups dalam arteries bahwa pasokan

darah ke otot jantung).

Mati jantung mendadak harus didefinisikan dengan hati-hati. Dalam

konteks waktu, kata “mendadak” batasan dahulu adalah kematian dalam waktu 24

jam setelah timbulnya kejadian klinis yang menyebabkan henti jantung (cardiac

arrest) yang fatal; batas waktu ini untuk kepentingan klinis dan epidemiologic

dipersingkat menjadi 1 jam atau kurang yang terdapat di antara saat timbulnya

keadaansakit terminal dan kematian.

Etiologi

Insiden CD meningkat dengan bertambahnya usia bahkan pada pasien

yang bebas dari CAD simtomatik.

1. Jenis kelamin

Tampak bahwa pria mempunyai insiden SCD yang lebih tinggi dibandingkan

wanita yang bebas dari CAD yang mendasari.

2. Merokok

Merokok telah dilibatkan sebagai suatu factor yang meningkatkan insiden SCD

(ada efek aritmogenik langsung dari merokok sigaret atas miokardium ventrikel).

Tetapi menurut pengertian Framingham, peningkatan resiko akibat merokok

Page 14: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

14

hanya terlihat pada pria. Yang menarik, peningkatan resiko ini menurun pada

pasien yang berhenti merokok. Merokok juga meningkatkan insiden CAD yang

tampil pada kebanyakan pasien yang menderita henti jantung.

3. Penyakit jantung yang mendasari

Tidak ada penyakit jatung yang diketahui

Pasien ini mempunyai pengurangan resiko SCD, bila dibandingkan dengan pasien

CAD atau pasien dengan pengurangan fungsi ventrikel kiri.

Penyakit arteri koronaria (CAD)

Data dari penelutian Framingham telah memperlihatkan pasien CAD mempunyai

frekuensi SCD Sembilan kali pasien dengan usia yang sama tanpa CAD yang

jelas. The Multicenter Post Infarction Research Group mengevaluasi beberapa

variable pada pasien yang menderita MI. Kelompok ini berkesimpulan bahwa

pasien pasca MI dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang kurang dari 40%, 10 atau

lebih kontraksi premature ventrikel (VPC) per jam, sebelum MI dan ronki dalam

masa periinfark mempunyai peningkatan mortalitas (1-2 tahun) dibandingkan

dengan pasien tanpa masalah ini. Jelas pasien CAD (terutama yang menderita MI)

dengan resiko SCD yang lebih besar.

Sindrom prolaps katup mitral (MVPS)

Tes elektrofisiologi (EP) pada pasien MVPS telah memperlihatkan tingginya

insiden aritmia ventrikel yang dapat di induksi, terutama pada pasien dengan

riwayat sinkop atau prasinkop. Terapi anti aritmia pada pasien ini biasanya akan

mengembalikan gejalanya.

Page 15: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

15

Hipertrofi septum yang asimetrik (ASH)

Pasien ASH mempunyai peningkatan insiden aritmia atrium dan ventrikel yang

bisa menyebabkan kematian listrik atau hemodinamik (peningkatan obstruksi

aliran keluar). Riwayat VT atau bahkan denyut kelompok ventrikel akan

meningkatkan risiko SCD.

Sindrom Wolff-Parkinson-White (WPW)

Perkembangan flutter atrium dengan hantaran AV 1:1 melalui suatu jalur

tambahan atau AF dengan respon ventrikel sangat cepat (juga karena hantaran

jalur tambahan antegrad) menimbulkan frekuensi ventrikel yang cepat, yang dapat

menyebabkan VF dan bahkan kematian mendadak.

Sindrom Q-T yang memanjang

Pasien dengan pemanjangan Q-T yang kongenital atau idiopatik mempunyai

peningktan resiko SCD. Kematian sering timbul selama masa kanak-kanak.

Mekanisme ini bisa berhubungan dengan kelainan dalam pernafasan simpatis

jantung yang memprodisposisi ke VF.

4. Lainnya

Hipertensi: peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolic merupakan

predisposisi SCD

Hiperkolesteremia: tidak ada hubungan jelas antara kadar kolesterol serum

dan SCD yang telah ditemukan

Diabetes mellitus: dalam penelitian Framingham hanya pada wanita

ditemukan peningkatan insiden SCD yang menyertai intoleransi glukosa.

Page 16: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

16

Ketidakaktifan fisik: gerak badan mempunyai manfaat tidak jelas dalam

mengurangi insiden SCD.

Obesitas: menurut data Framingham, obesitas meninggkatkan resiko SCD

pada pria, bukan wanita.

5. Riwayat aritmia

Aritmia supraventrikel

Pada pasien sindrom WPW dan ASH, perkembangan aritmia supraventrikel

disertai dengan peningkatan insiden SCD. Pasien CAD yang kritis juga beresiko,

jika aritmia supraventrikel menimbulkan iskemia miokardium. Tampak bahwa

iskemia dapat menyebabkan tidak stabilnya listrik, yang mengubah sifat

elektrofisiologi jantung yang menyebabkan VT terus-menerus atau VF. Tetapi

sering episode iskemik ini asimtomatik.

Aritmia ventrikel

Pasien dengan penyakit jantung yang mendasari dan VT tidak terus-menerus

menpunyai peningkatan insiden SCD dibandingkan pasien dengan VPC tersendiri.

Kombinasi VT yang tidak terus-menerus dan disfungsi ventrikel kiri disertai

tingginya resiko SCD. Pasien CAD dan VT spontan mempunyai ambang VT yang

lebih rendah dibandingkan pasien CAD dan tanpa riwayat VT. Sehingga pasien

CAD dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang rendah dan VF atau VT terus-

menerus yang spontan mempunyai insiden SCD tertinggi.

Page 17: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

17

6. Faktor pencetus

Aktivitas

Hubungan antara SCD dan gerak badan masih tidak jelas. Analisis 59 pasien yang

meninggal mendadak memperlihatkan bahwa setengah dari kejadian ini timbul

selama atau segera setelah gerak badan. Tampak bahwa gerak badan bisa

mencetuskan SCD, terutama jika aktivitas berlebih dan selama tidur SCD jarang

terjadi.

Iskemia

Pasien dengan riwayat MI dan Iskemia pada suatu lokasi yang jauh (iskemia

dalam distribusi arteri koronaria noninfark) mempunyai insiden aritmia ventrikel

yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien iskemia yang terbatas pada zona

infark. Daerah iskemia yang aktif disertai dengan tidak stabilnya listrik dan pasien

iskemia pada suatu jarak mempunyai kemungkinan lebih banyak daerah beresiko

dibandingkan pasien tanpa iskemia pada suatu jarak.

Spasme arteri koronaria

Spasme arteri koronaria (terutama arteri koronaria destra) dapat menimbulkan

brakikardia sinus, blok AV yang lanjut atau AF. Semua aritmia dapat menyokong

henti jantung. Tampak bahwa lebih besar derajat peningkatan segmen S-T yang

menyertai spasme arteri koronaria, lebih besar resiko SCD. Tetapi insiden SDC

pada pasien spasme arteri koronaria berhubungn dengan derajat CAD obsruktif

yang tetap. Yaitu pasien CAD multipembuluh darah yang kritis ditambah spasme

arteri koronaria lebih mungkin mengalami henti jantung dibandingkan pasien

spase arteri koronaria tanpa obstuksi koronaria yang tetap.

Page 18: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

18

Patofisiologi

Patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya.

Namun, umumnya mekanisme terjadinya kematian adalah sama. Sebagai akibat

dari henti jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darah

mencegah aliran oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan

mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak.

Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban

kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas normal. Kerusakan otak mungkin

terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan selanjutnya akan

terjadi kematian dalam 10 menit (Sudden cardiac death).

Berikut akan dibahas bagaimana patofisiologi dari masing-masing etiologi yang

mendasari terjadinya cardiac arrest.

1. Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner menyebabkan Infark miokard atau yang

umumnya dikenal sebagai serangan jantung. Infark miokard merupakan salah satu

penyebab dari cardiac arrest. Infark miokard terjadi akibat arteri koroner yang

menyuplai oksigen ke otot-otot jantung menjadi keras dan menyempit akibat

sebuah materia(plak) yang terbentuk di dinding dalam arteri. Semakin meningkat

ukuran plak, semakin buruk sirkulasi ke jantung. Pada akhirnya, otot-otot jantung

tidak lagi memperoleh suplai oksigen yang mencukupi untuk melakukan

fungsinya, sehingga dapat terjadi infark. Ketika terjadi infark, beberapa jaringan

jantung mati dan menjadi jaringan parut. Jaringan parut ini dapat menghambat

Page 19: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

19

sistem konduksi langsung dari jantung, meningkatkan terjadinya aritmia dan

cardiac arrest.

2.Stress Fisik

Stress fisik tertentu dapat menyebabkan sistem konduksi jantung gagal

berfungsi, diantaranya:

perdarahan yang banyak akibat luka trauma atau perdarahan dalam

sengatan listrik

kekurangan oksigen akibat tersedak, penjeratan, tenggelam ataupun

serangan asma yang berat

Kadar Kalium dan Magnesium yang rendah

Latihan yang berlebih. Adrenalin dapat memicu SCA pada pasien yang

memiliki gangguan jantung.

Stress fisik seperti tersedak, penjeratan dapat menyebabkan vagal refleks

akibat penekanan pada nervus vagus di carotic sheed.

1. Kelainan Bawaan

Ada sebuah kecenderungan bahwa aritmia diturunkan dalam keluarga.

Kecenderungan ini diturunkan dari orang tua ke anak mereka. Anggota keluarga

ini mungkin memiliki peningkatan resiko terkena cardiac arrest. Beberapa orang

lahir dengan defek di jantung mereka yang dapat mengganggu bentuk(struktur)

jantung dan dapat meningkatkan kemungkinan terkena SCA.

2. Perubahan struktur jantung

Perubahan struktur jantung akibat penyakit katup atau otot jantung dapat

menyebabkan perubahan dari ukuran atau struktur yang pada akhirnrya dapat

Page 20: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

20

mengganggu impuls listrik. Perubahan-perubahan ini meliputi pembesaran

jantung akibat tekanan darah tinggi atau penyakit jantung kronik. Infeksi dari

jantung juga dapat menyebabkan perubahan struktur dari jantung.

5. Obat-obatan

Antidepresan trisiklik, fenotiazin, beta bloker, calcium channel blocker,

kokain, digoxin, aspirin, asetominophen dapat menyebabkan aritmia. Penemuan

adanya materi yang ditemukan pada pasien, riwayat medis pasien yang diperoleh

dari keluarga atau teman pasien, memeriksa medical record untuk memastikan

tidak adanya interaksi obat, atau mengirim sampel urin dan darah pada

laboratorium toksikologi dapat membantu menegakkan diagnosis.

6. Tamponade jantung

Cairan yang yang terdapat dalam perikardium dapat mendesak jantung

sehingga tidak mampu untuk berdetak, mencegah sirkulasi berjalan sehingga

mengakibatkan kematian.

7.Tension pneumothorax

Terdapatnya luka sehingga udara akan masuk ke salah satu cavum pleura.

Udara akan terus masuk akibat perbedaan tekanan antara udara luar dan tekanan

dalam paru. Hal ini akan menyebabkan pergeseran mediastinum. Ketika keadaan

ini terjadi, jantung akan terdesak dan pembuluh darah besar (terutama vena cava

superior) tertekan, sehingga membatasi aliran balik ke jantung.

 

Page 21: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

21

Manifestasi Klinis

Manifestasi Klinis Cardiac Arrest :

1. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya

suplai oksigen, termasuk otak.

2.  Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban

kehilangan kesadaran (collapse).

3. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5

menit, selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit.

4. Napas dangkal dan cepat bahkan bisa terjadi apnea (tidak bernafas).

5. Tekanan darah sangat rendah (hipotensi) dengan tidak ada denyut nadi

yang dapat terasa pada arteri.

6. Tidak ada denyut jantung.

 Pemeriksaan Diagnostik

a. Elektrokardiogram

` Biasanya tes yang diberikan ialah dengan elektrokardiogram (EKG).

Ketika dipasang EKG, sensor dipasang pada dada atau kadang-kadang di bagian

tubuh lainnya missal tangan dan kaki. EKG mengukur waktu dan durasi dari tiap

fase listrik jantung dan dapat menggambarkan gangguan pada irama jantung.

Karena cedera otot jantung tidak melakukan impuls listrik normal, EKG bisa

menunjukkan bahwa serangan jantung telah terjadi. ECG dapat mendeteksi pola

listrik abnormal, seperti interval QT berkepanjangan, yang meningkatkan risiko

kematian mendadak.

Page 22: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

22

b. Tes darah

1. Pemeriksaan Enzim Jantung

Enzim-enzim jantung tertentu akan masuk ke dalam darah jika jantung

terkena serangan jantung. Karena serangan jantung dapat memicu sudden cardiac

arrest. Pengujian sampel darah untuk mengetahui enzim-enzim ini sangat penting

apakah benar-benar terjadi serangan jantung.

2. Elektrolit Jantung

Melalui sampel darah, kita juga dapat mengetahui elektrolit-elektrolit yang

ada pada jantung, di antaranya kalium, kalsium, magnesium. Elektrolit adalah

mineral dalam darah kita dan cairan tubuh yang membantu menghasilkan impuls

listrik. Ketidak seimbangan pada elektrolit dapat memicu terjadinya aritmia dan

sudden cardiac arrest.

3. Test Obat

Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang memiliki potensi untuk

menginduksi aritmia, termasuk resep tertentu dan obat-obatan tersebut merupakan

obat-obatan terlarang.

4. Test Hormon

Pengujian untuk hipertiroidisme dapat menunjukkan kondisi ini sebagai

pemicu cardiac arrest.

c. Imaging tes

1. Pemeriksaan Foto Torak

          Foto thorax menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta pembuluh

darah. Hal ini juga dapat menunjukkan apakah seseorang terkena gagal jantung.

Page 23: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

23

2. Pemeriksaan nuklir

          Biasanya dilakukan bersama dengan tes stres, membantu mengidentifikasi

masalah aliran darah ke jantung. Radioaktif yang dalam jumlah yang kecil, seperti

thallium disuntikkan ke dalam aliran darah. Dengan kamera khusus dapat

mendeteksi bahan radioaktif mengalir melalui jantung dan paru-paru.

3. Ekokardiogram

Tes ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambaran

jantung. Echocardiogram dapat membantu mengidentifikasi apakah daerah

jantung  telah rusak oleh cardiac arrest dan tidak memompa secara normal atau

pada kapasitas puncak (fraksi ejeksi), atau apakah ada kelainan katup.

d. Electrical system (electrophysiological) testing and mapping

             Tes ini, jika diperlukan, biasanya dilakukan nanti, setelah seseorang sudah

sembuh dan jika penjelasan yang mendasari serangan jantung Anda belum

ditemukan. Dengan jenis tes ini, dokter mungkin mencoba untuk menyebabkan

aritmia, sementara dokter memonitor jantung Anda. Tes ini dapat membantu

menemukan tempat aritmia dimulai. Selama tes, kemudian kateter dihubungkan

denga electrode yang menjulur melalui pembuluh darah ke berbagai tempat di

area jantung. Setelah di tempat, elektroda dapat memetakan penyebaran impuls

listrik melalui jantung pasien. Selain itu, ahli jantung dapat menggunakan

elektroda untuk merangsang jantung pasien untuk mengalahkan penyebab yang

mungkin memicu - atau menghentikan – aritmia. Hal ini memungkinkan dokter

untuk mengamati lokasi aritmia.

Page 24: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

24

e. Ejection fraction testing

           Salah satu prediksi yang paling penting dari risiko sudden cardiac arrest

adalah seberapa baik jantung Anda mampu memompa darah. Dokter dapat

menentukan kapasitas pompa jantung dengan mengukur apa yang dinamakan

fraksi ejeksi. Hal ini mengacu pada persentase darah yang dipompa keluar dari

ventrikel  setiap detak jantung. Sebuah fraksi ejeksi normal adalah 55 sampai 70

persen. Fraksi ejeksi kurang dari 40 persen meningkatkan risiko sudden cardiac

arrest. Dokter Anda dapat mengukur fraksi ejeksi dalam beberapa cara, seperti

dengan ekokardiogram, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dari jantung Anda,

pengobatan nuklir scan dari jantung Anda atau computerized tomography (CT)

scan jantung.

f. Coronary catheterization (angiogram)

Pengujian ini dapat menunjukkan jika arteri koroner Anda terjadi

penyempitan atau penyumbatan. Seiring dengan fraksi ejeksi, jumlah pembuluh

darah yang tersumbat merupakan prediktor penting sudden cardiac arrest. Selama

prosedur, pewarna cair disuntikkan ke dalam arteri hati Anda melalui tabung

panjang dan tipis (kateter) yang melalui arteri, biasanya melalui kaki, untuk arteri

di dalam jantung. Sebagai pewarna mengisi arteri, arteri menjadi terlihat pada X-

ray dan rekaman video, menunjukkan daerah penyumbatan. Selain itu, sementara

kateter diposisikan, dokter mungkin mengobati penyumbatan dengan melakukan

angioplasti dan memasukkan stent untuk menahan arteri terbuka.

Page 25: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

25

Penatalaksanaan

            Pasien yang mendadak kolaps ditangani melalui 5 tahap, yaitu:

1. Respons awal

2. Penanganan untuk dukungan kehidupan dasar (basic life support)

3. Penanganan dukungan kehidupan lanjutan (advanced life support)

4. Asuhan pasca resusitasi

5. Penatalaksanaan jangka panjang

Respons awal dan dukungan kehidupan dasar dapat diberikan oleh dokter,

perawat, personil paramedic, dan orang yang terlatih. Terdapat keperluan untuk

meningkatkan keterampilan saat pasien berlanjut melalui tingkat dukungan

kehidupan lanjut, asuhan pascaresusitasi, dan penatalaksanaan jangka panjang.

1. Respons Awal

Respons awal akan memastikan apakah suatu kolaps mendadak benar-

benar disebabkan oleh henti jantung. Observasi gerakan respirasi, warna kulit, dan

ada tidaknya denyut nadi pada pembuluh darah karotis atau arteri femoralis dapat

menentukan dengan segera apakah telah terjadi serangan henti jantung yang dapat

membawa kematian. Gerakan respirasi agonal dapat menetap dalam waktu yang

singkat setelah henti jantung, tetapi yang penting untuk diobservasi adalah stridor

yang berat dengan nadi persisten sebagai petunjuk adanya aspirasi benda asing

atau makanan. Jika keadaan ini dicurigai, maneuver Heimlich yang cepat dapat

mengeluarkan benda yang menyumbat. Pukulan di daerah prekordial yang

dilakukan secara kuat dengan tangan terkepal erat pada sambungan antara bagian

sternum sepertiga tengah dan sepertiga bawah kadang-kadang dapat memulihkan

Page 26: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

26

takikardia atau fibrilasi ventrikel, tetapi tindakan ini juga dikhawatirkan dapat

mengubah takikardia ventrikel menjadi fibrilasi ventrikel. Karena itu, telah

dianjurkan untuk menggunakan pukulan prekordial hanya pada pasien yang

dimonitor; rekomendasi ini masih controversial. Tindakan ke tiga selama respons

inisial adalah membersihkan saluran nafas. Gigi palsu atau benda asing yang di

dalam mulut dikeluarkan, dan maneuver Heimlich dilakukan jika terdapat indikasi

mencurigakan adanya benda asing yang terjepit di daerah orofaring. Jika terdapat

kecurigaan akan adanya henti respirasi (respiratory arrest) yang mendahului

serangan henti jantung, pukulan prekordial kedua dapat dilakukan setelah saluran

napas dibersihkan.

2. Tindakan Dukungan Kehidupan Dasar (Basic Life Support)

Tindakan ini yang lebih popular dengan istilah resusitasi kardiopulmoner

(RKP;CPR;Cardiopulmonary Resuscitation) merupakan dukungan kehidupan

dasar yang bertujuan untuk mempertahankan perfusi organ sampai tindakan

intervensi yang definitive dapat dilaksanakan. Unsur-unsur dalam tindakan RKP

terdiri atas tindakan untuk menghasilkan serta mempertahankan fungsi ventilasi

paru dan tindakan kompresi dada. Respirasi mulut ke mulut dapat dilakukan bila

tidak tersedia perlengkapan penyelamat yang khusus misalnya pipa napas

orofaring yang terbuat dari plastic, obturator esophagus, ambu bag dengan

masker. Teknik ventilasi konvensional selama RKP memerlukan pengembangan

paru yang dilakukan dengan menghembuskan udara pernapasan sekali setiap 5

detik, kalau terdapat dua orang yang melakukan resusitasi dan dua kali secara

Page 27: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

27

berturut, setiap 15 detik kalau yang mengerjakan ventilasi maupun kompresi

dinding dada hanya satu orang.

Kompresi dada dilakukan berdasarkan asumsi bahwa kompresi jantung

memungkinkan jantung untuk mempertahankan fungsi pemompaan dengan

pengisian serta pengosongan rongga-rongganya secara berurutan sementara katup-

katup jantung yang kompeten mempertahankan aliran darah ke depan. Telapak

yang satu diletakkan pada sternum bagian bawah, sementara telapak tangan yang

lainnya berada pada permukaan dorsum tangan yang di sebelah bawah. Sternum

kemudian ditekan dengan kedua lengan penolong tetap berada dalam keadaan

lurus. Penekanan ini dilakukan dengan kecepatan kurang lebih 80 kali per menit.

Penekanan dilakukan dengan kekuatan yang cukup untuk menghasilkan depresi

sternum sebesar 3 hingga 5 cm, dan relaksasi dilakukan secara tiba-tiba. Teknik

RKP konvensional ini sekarang sedang dibandingkan dengan teknik baru yang

didasarkan pada ventilasi dan kompresi simultan. Sementara aliran arteri karotis

yang dapat diukur dapat dicapai dengan RKP konvensional, data eksperimental

dan pemikiran teoritis mendukung bahwa aliran dapat dioptimalkan melaui kerja

pompa yang dihasilkan oleh perubahan tekanan pada seluruh rongga torasikus,

seperti yang dicapai dengan kompresi dan ventilasi simultan. Namun, tidak jelas

apakah teknik ini menyebabkan impedansi aliran darah koroner dan apakah

peningkatan aliran karotis menghasilkan peningkatan yang ekuivalen pada perfusi

serebral.   

Langkah-langkah penting dalam resusitasi kardiopulmoner. A. Pastikan

bahwa saluran nafas korban dalam keadaan lapang/ terbuka. B. Mulailah resusitasi

Page 28: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

28

respirasi dengan segera. C. Raba denyut nadi karotis di dalam lekukan sepanjang

jakun (Adam’s apple) atau kartilago tiroid. D. Jika denyut nadi tidak teraba, mulai

lakukan pijat jantung. Lakukan penekanan sebanyak 60 kali per menit dengan satu

kali penghembusan udara untuk mengembangkan paru setelah setiap 5 kali

penekanan dada. (Isselbacher: 228)

3. Tindakan Dukungan Kehidupan Lanjut (Advance Life Support)

Tindakan ini bertujuan untuk menghasilkan respirasi yang adekuat,

mengendalikan aritmia jantung, menyetabilkan status hemodinamika (tekanan

darah serta curah jantung) dan memulihkan perfusi organ. Aktivitas yang

dilakukan untuk mencapai tujuan ini mencakup:

Tindakan intubasi dengan endotracheal tube

Defibrilasi/ kardioversi, dan/atau pemasangan pacu jantung

Pemasangan lini infuse.

Ventilasi dengan O2 atau udara ruangan bila O2 tidak tersedia dengan

segera, dapat memulihkan keadaan hipoksemia dan asidosis dengan segera.

Kecepatan melakukan defibrilasi atau kardioversi merupakan elemen penting

untuk resusitasi yang berhasil. Kalau mungkin, tindakan defibrilasi harus segera

dilakukan sebelum intubasi dan pemasangna selang infuse. Resusitasi

kardiopulmoner harus dikerjakan sementara alat defibrillator diisi muatan arusnya.

Segera setelah diagnosis takikardia atau fibrilasi ventrikel ditentukan, kejutan

listrik sebesar 200-J harus diberikan. Kejutan tambahan dengan kekuatan yang

lebih tinggi hingga maksimal 360-J, dapat dicoba bila kejutan pertama tidak

berhasil menghilangkan takikardia atau fibrilasi ventrikel. Jika pasien masih

Page 29: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

29

belum sadar sepenuhnya setelah dilakukan reversi, atau bila 2 atau 3 kali

percobaan tidak membawa hasil, maka tindakan intubasi segera, ventilasi dan

analisis gas darah arterial harus segera dilakukan. Pemberian larutan NaHCO3

intravena yang sebelumnya diberikan dalam jumlah besar kini tidak dianggap lagi

sebagai keharusan yang rutin dan bisa berbahaya bila diberikan dalam jumlah

yang lebih besar. Namun, pasien yang tetap mengalami asidosis setalah defibrilasi

dan intubasi yang berhasil harus diberikan 1 mmol/kg NaHCO3 pada awalnya dan

tambahan 50% dosis diulangi setiap 10-15 menit.

Setelah upaya defibrilasi pendahuluan tanpa mempedulikan apakah upaya

ini berhasil atau tidak, preparat bolus 1mg/kg lidokain diberikan intravena dan

pemberian ini diulang dalam waktu 2 menit pada pasien-pasien yang

memperlihatkan aritmia ventrikel yang persisten atau tetap menunjukkan fibrilasi

ventrikel. Penyuntikan lidokain ini diikuti oleh infuse lidokain dengan takaran 1-4

mg/menit. Jika lidokain tidak berhasil mengendalikan keadaan tersebut,

pemberian intravena prokainamid (dosis awal 100mg/5 menit hingga tercapai

dosis total 500-800mg, diikuti dengan pemberian lewat infuse yang kontinyu

dengan dosis 2-5mg/menit). Atau bretilium tosilat (dosis awal 5-10mg/kg dalam

waktu 5 menit; dosis pemeliharaan (maintanance) 0,5-2 mg/menit), dapat dicoba.

Untuk mengatasi fibrilasi ventrikel yang per sisten, preparat epinefrin (0,5-1,0

mg) dapat diberikan intravena setiap 5 menit sekali selama resusitasi dengan

upaya defibrilasi pada saat-saat diantara setiap pemberian preparat tersebut. Obat

tersebut dapat diberikan secara intrakardial jika cara pemberian intravena tidak

dapat dilakukan. Pemberian kalsium glukonat intravena tidak lagi dianggap aman

Page 30: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

30

atau perlu untuk pemakaian yang rutin. Obat ini yang hanya digunakan pada

pasien dengan hiperkalemia akut dianggap sebagai pencetus VF resisten, pada

keadaan adanya hipokalsemia yang diketahui, atau pada pasien yang menerima

dosis toksik antagonis hemat kalsium.

Henti jantung yang terjadi sekunder akibat bradiaritmia atau asistol

ditangani dengan cara yang berbeda. Setelah diketahui jenis aritmianya, terapi

syok dari luar tidak memiliki peranan. Pasien harus segera diintubasi, resusitasi

kardiopulmoner diteruskan dan harus diupayakan untuk mengendalikan keadaan

hipoksemia serta asidosis. Epinefrin dan atau atropine diberikan intravena atau

dengan penyuntikan intrakardial. Pemasangan alat pacing eksternal kini sudah

dapat dilakukan untuk mencoba menghasilkan irama jantung yang teratur, tetapi

prognosis pasien pada bentuk henti jantung ini umumnya sangat buruk. Satu

pengecualian adalah henti jantung asistolik atau bradiaritmia sekunder terhadap

obstruksi jalan napas. Bentuk henti jantung ini dapat memberikan respons cepat

untuk pengambilan benda asing dengan maneuver Heimlich atau, pada pasien

yang dirawat di rumah sakit. Dengan intubasi dan penyedotan sekresi yang

menyumbat di jalan napas.

1. Perawatan Pasca Resusitasi

Fase penatalaksanaan ini ditentukan oleh situasi klinis saat terjadinya henti

jantung. Fibrilasi ventrikel primer pada infark miokard akut umumnya sangat

responsive terhadap teknik-teknik dukungan kehidupan (life support) dan mudah

dikendalikan setelah kejadian permulaan. Pemberian infuse lidokain

dipertahankan dengan dosis 2-4 mg/menit selama 24-72 jam setelah serangan.

Page 31: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

31

Dalam perawatan rumah sakit, bantuan respirator biasanya tidak perlu atau

diperlukan hanya untuk waktu yang singkat dan stabilisasi hemodinamik yang

terjadi dengan cepat setelah defibrilasi atau kardioversi. Dalam fibrilasi ventrikel

sekunder pada IMA (kejadian dengan abnormalitas hemodinamika menjadi

predisposisi untuk terjadinya aritmia yang dapat membawa kematian), upaya

resusitasi kurang begitu berhasil dan pada pasien yang berhasil diresusitasi, angka

rekurensinya cukup tinggi. Gambaran klinis didominasi oleh ketidak stabilan

hemodinamik. Dalam kenyataan, hasil akhir lebih ditentukan oleh kemampuan

untuk mengontrol gangguan hemodiunamik dibandingkan dengan gangguan

elektrofisiologi. Disosiasi elektromekanis, asitol dan bradiaritmia merupakan

peristiwa sekunder yang umum pada pasien yang secara hemodinamis tidak stabil

dan kurang responsive terhadap intervensi.

Hasil akhir (outcome) setelah serangan henti jantung di rumah sakit yang

menyertai penyakit nonkardiak adalah buruk, dan pada beberapa pasien yang

berhasil diresusitasi, perjalanan pasca resusitasi didominasi oleh sifat penyakit

yang mendasari serangan henti jantung tersebut.  Pasien dengan kanker, gagal

ginjal, penyakit system saraf pusat akut dan infeksi terkontrol, sebagai suatu

kelompok, mempunyai angka kelangsungan hidup kurang dari 10 persen setelah

henti jantung di rumah sakit. Beberapa pengecualian utama terhadap hasil akhir

henti jantung yang buruk akibat penyebab bukan jantung adalah pasien dengan

obstruksi jalan nafas transien, gangguan elektrolit, efek proaritmia obat-obatan

dan gangguan metabolic yang berat, kebanyakan mereka yang mempunyai

Page 32: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

32

harapan hidup baik jika mereka mendapat resusitasi dengan cepat dan

dipertahankan sementara gangguan transien dikoreksi.

2. Penatalaksanaan Jangka Panjang

Bentuk perawatan ini dikembangkan menjadi daerah utama aktivitas

spesialisasi klinis karena perkembangan system penyelamatan emergency

berdasar-komunitas. Pasien yang tidak menderita kerusakan system saraf pusat

yang ireversibel dan yang mencapai stabilitas hemodinamik harus dilakukan tes

diagnostik dan terapeutik yang ekstensif untuk tuntutan penatalaksanaan jangka

panjang. Pendekatan agresif ini dilakukan atas dasar dorongan fakta bahwadata

statistikdari tahun 1970 mengindikasikan kelangsungan hidup setelah henti

jantung di luar rumah sakit diikuti oleh angka henti jantung rekuren 30 persen

pada 1 tahun, 45 persen pada 2 tahundan angka mortalitas total hampir 60 persen

pada 2 tahun. Perbandingan historis mendukung bahwa statistik buruk ini dapat

diperbaiki dengan intervensi yang baru. Tetapi seberapa besar perbaikannya idak

diketahui karena kurangnya uji intervensi bersamaan yang terkendali.

Diantara pasien ini dengan penyebab henti jantung di luar rumah sakit

adalah MI akut dan transmural, penatalaksanaan sama dengan semua pasien lain

yang menderita henti jantung selama fase akut MI yang nyata. Untuk hampir

semua kategori pasien, bagaimanapun, uji diagnostic ekstensif dilakukan

menentukan etiologi, gangguan fungsional dan ketidakstabilan elektrofisiologik

sebagai penuntun penatalaksanaan selanjutnya. Secara umum, pasien yang

mempunyai henti jantung di luar rumah sakit akibat penyakit jantung iskemik

kronik, tanpa MI akut, dievaluasi untuk menetukan apakah iskemia transien atau

Page 33: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

33

ketidakstabilan elektrofisologik merupakan penyebab yang lebih mungkin dari

peristiwa ini. Jika terdapat alas an untuk mencurigai suatu mekanisme iskemik,

pembedahan anti-iskemik atau Intervensi medis (seperti angiografi, obat)

digunakan untuk mengurangi beban iskemik. Ketidakstabilan elektrofisiologik

paling baik diidentifikasi dengan menggunakan stimulasi elektris terprogram

untuk menentukan apakah VT atau VF tertahan dapat diinduksi pada pasien. Jika

ya, informasi ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk mengevaluasi

efektifitas obat untuk pencegahan kekambuhan. Informasi ini juga dapat

digunakan untuk menentukan kecocokan untuk pembedahan antiaritmik dengan

tuntunan peta. Menggunakan teknik ini untuk menegakkan terapi obat pada pasien

dengan fraksi ejeksi 30 persen atau lebih, angka henti jantung rekuren adalah

kurang dari 10 persen selama tahun pertama tindak lanjut. Hasil akhir tidak sebaik

untuk pasien fraksi dengan fraksi ejeksi dibawah 30 persen, tetapi tetap lebih baik

dibandingkan riwayat alami yang tampak dari kelangsungan hidup setelah henti

jantung. Untuk pasien yang keberhasilan dengan terapi obat tidak dapat

diidentifikasi dengan teknik ini, pengobatan empirik dengan amiodaron,

penanaman defibrillator/kardioverter (ICD, implantable

cardioverter/defibrillator) dalam tubuh, atau pembedahan antiaritmia (seperti

bedah pintas koroner, aneurismektomi, kriobliasi), dapat dianggap sebagai pilihan.

Sukses pembedahan primer, diartikan sebagai mempertahankan hidup prosedur

dan kembali pada keadaan yang tak dapat diinduksi tanpa terapi obat, adalah lebih

baik dari 90 persen bila pasien dipilih untuk kemampuan dipetakan dalam ruang

operasi. Terapi ICD juga dikembangkan menjadi sistem yang lebih menarik,

Page 34: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

34

termasuk kemampuan untuk memacu lebih baik dibandingkan mengejutkan

(shock out) beberapa aritmia pada pasien terpilih. Susunan Intervensi tersedia

untuk pasien ini, digunakan dengan pantas, menunjukkan perbaikan perbaikan

yang berlanjut pada hasil akhir jangka panjang.

 

Page 35: GANGGUAN IRAMA JANTUNG

35

DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Alih bahasa Peter Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4. Jakarta : EGC ; 1994.

Santoso Karo karo. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 1996

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.

Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999

Hanafi B. Trisnohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2001