14
TIKET MASUK PRAKTIKUM ILMU BEDAH UMUM “Handling dan Restrain, Anestesi, IV Catheter” Oleh: Dita Wahyuning Tyas (125130101111028) PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015

Handling dan Restrain, Anestesi, IV Catheter

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Ilmu Bedah Umum

Citation preview

TIKET MASUK PRAKTIKUM

ILMU BEDAH UMUM

Handling dan Restrain, Anestesi, IV Catheter

Oleh:

Dita Wahyuning Tyas

(125130101111028)

PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anjing dan kucing merupakan hewan yang dekat dengan manusia, bahkan dijadikan hewan peliharaan oleh manusia. Oleh karenanya, sangat perlu bagi kita untuk bisa melakukan handling maupun restrain pada anjing dan kucing. Dalam ilmu kedokteran hewan, handling dan restrain anjing sangat diperlukan untuk meminimalisir terjadinya cedera pada hewan maupun pada manusia saat akan melakukan pemeriksaan, penngambilan darah, ataupun untuk persiapan melakukan prosedur operasi. Tentunya sebagai dokter hewan kita jga tidak ingin terkena gigitan atau cakaran hewan yang akan kita tangani karena itu akan bisa mengakibatkan cedera pada diri sendiri.

Sebelum melakukan prosedur operasi, penting bagi kita untuk mengetahui tentang anestesi. Yaitu prosedur yang dilakukan untuk menghilangkan kesadaran hewan, baik secara penuh maupun sebagian. Pada umumnya, dikenal 3 jenis anestesi yaitu anestesi local, regional dan umum. Anestesi ini dilakukan agar hewan kehilangan kesadaran saat tindakan operasi dilakukan , sehingga tidak membahayakan operator maupun hewan itu sendiri.BAB II

PEMBAHASAN

A. Handling dan Restrain

1. Anjing

Pemasangan brangus1. Anjing harus berada pada posisi duduk pada meja periksa atau lantai, tergantung ukuran anjing. Kadang-kadang dibutuhkan seorang asisten untuk memasangkan brangus.

2. Berdiri disamping anjing dengan memegang brangus pada tangan.

3. Letakkan brangus pada moncong anjing dan tarik tali dengan kedua tangan dan ikatkan di belakang.

4. Ikatan yang tepat akan memungkinkan untuk menyelipakn satu jari pada tali

Restrain anjing

1. Tempatkan tali jerat pada anjing.

2. Lingkarkan lengan kanan di bagian bawah dagu anjing hingga menyentuh punggungnya, dan tangan kiri melingkar pdari bagian bawah perut hingga punggungnya. Jauhkan moncong anjing dari orang yang melakukan prosedur agar terhindar dari gigitan.

3. Pegang tubuh anjing hingga merapat pada tubuh. Pindahkan salah satu lengan tergantung pemeriksaan apa yang akan dilakukan. Apakah pemeriksaan pada dubur atau pada muka.

Restrain Anjing Posisi Lateral

1. Letakkan tali jerat pada anjing dan posisikan anjing berdiri.

2. Tempatkan lengan kanan di leher anjing hingga melewati antara kaki depan anjing dan genggam kaki depan kanan anjing. Sedangkan tangan kiri melingkar dari punggung anjing dan menggenggam kaki kanan belakang (pada posisi ini, anjing siap untuk direbahkan lateral).

.3. Dengan posisi anjing yang merapat pada tubuh, angkat tungkai dengan pelan yang memungkinkan anjing rebah lateral pada meja.

4. Jangan lepaskan kaki dari genggaman hingga anjing tidak merasa stress. Lengan kanan dapat digunakan untuk memberi tekanan pada leher jika dibutuhkan dan memberi control lebih.

5. Jika anjing berukuran besar, diperlukan 2 orang untuk menahannya. Satu orang menahan bagian tubuh depan, dan satu lagi menahan bagian belakang.

2. Kucing

Pemasangan Burrito pada Kucing

1. Siapkan handuk yang sesuai dengan ukuran tubuh kucing.

2. Lipat bagian ujung handuk dari ekor hingga punggung. Lanjutkan membungkus kucing dengan menyelipkan handuk di sisi bawah kucing.

3. Bawa kedua sisi handuk ke bagian punggung kucing

Restrain Kucing Posisi Lateral

1. Posisikan kucing pada meja periksa

2. Pegang tengkuk kucing dengan satu tangan dan angkat dari meja, gunakan tangan lain untuk mengekang kaki belakang.

3. Letakkan kucing pada meja operasi dengan posisi rebah lateral dan pegangi bagian kaki.

B. Anestesi Anestesi berarti suatu keadaan dengan tidak ada rasa nyeri. Bisa juga diartikan bahwa, anestesi ialah suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya persepsi terhadap semua sensasi akibat induksi obat. Dalam hal ini, selain hilangnya rasa nyeri, kesadaran juga hilang. Obat anestesi umum terdiri atas golongan senyawa kimia yang heterogen, yang mendepresi SSP secara reversibel dengan spektrum yang hamper sama dan dapat dikontrol. Obat anastesi umum dapat diberikan secara inhalasi dan secara intravena. (Munaf, 2008). Obat bius memang diciptakan dalam berbagai sediaan dan cara kerja. Namun, secara umum obat bius atau istilah medisnya anestesi ini dibedakan menjadi tiga golongan yaitu anestesi lokal, regional, dan umum (Joomla, 2008).Anestesi lokal adalah tindakan pemberian obat yang mampu menghambat konduksi saraf (terutama nyeri) secara reversibel pada bagian tubuh yang spesifik (Dobson, 1994). Pada anestesi umum, rasa nyeri hilang bersamaan dengan hilangnya kesadaran penderita. Sedangkan pada anestesi lokal (sering juga diistilahkan dengan analgesia lokal), kesadaran penderita tetap utuh dan rasa nyeri yang hilang bersifat setempat (lokal) (Bachsinar, 1992). Pembiusan atau anestesi lokal biasa dimanfaatkan untuk banyak hal. Misalnya, sulam bibir, sulam alis, dan liposuction, kegiatan sosial seperti sirkumsisi (sunatan), mencabut gigi berlubang, hingga merawat luka terbuka yang disertai tindakan penjahitan (Brunner & Suddarth, 2001).Anestesi regional biasanya dimanfaatkan untuk kasus bedah yang pasiennya perlu dalam kondisi sadar untuk meminimalisasi efek samping operasi yang lebih besar, bila pasien tak sadar. Misalnya, pada persalinan Caesar, operasi usus buntu, operasi pada lengan dan tungkai. Caranya dengan menginjeksikan obat-obatan bius pada bagian utama pengantar register rasa nyeri ke otak yaitu saraf utama yang ada di dalam tulang belakang. Sehingga, obat anestesi mampu menghentikan impuls saraf di area itu.Anestesi umum (general anestesi) atau bius total disebut juga dengan nama narkose umum (NU). Anestesi umum adalah meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel (Miharja, 2009). Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan lebih panjang, misalnya pada kasus bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah rekonstruksi tulang, dan lain-lain (Brunner & Suddarth, 2001). Cara kerja anestesi umum selain menghilangkan rasa nyeri, menghilangkan kesadaran, dan membuat amnesia, juga merelaksasi seluruh otot. Maka, selama penggunaan anestesi juga diperlukan alat bantu nafas, selain deteksi jantung untuk meminimalisasi kegagalan organ vital melakukan fungsinya selama operasi dilakukan (Brunner & Suddarth, 2001). Namun, pada dunia kedokteran hewan, anestesi yang umum digunakan adalah anestesi umum, yaitu menghilangkan kesadaran hewan secara penuh.Stadium anestesi dibagi dalam 4 yaitu; Stadium I (stadium induksi atau eksitasi volunter), dimulai dari pemberian agen anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran. Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi. Stadium II (stadium eksitasi involunter), dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan stadium pembedahan. Pada stadium II terjadi eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pernafasan tidak teratur, inkontinensia urin, muntah, midriasis, hipertensi, dan takikardia. Stadium III (pembedahan/operasi), terbagi dalam 3 bagian yaitu; Plane I yang ditandai dengan pernafasan yang teratur dan terhentinya anggota gerak. Tipe pernafasan thoraco-abdominal, refleks pedal masih ada, bola mata bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva dan kornea terdepresi. Plane II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata ventro medial semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut. Plane III, ditandai dengan respirasi regular, abdominal, bola mata kembali ke tengah dan otot perut relaksasi. Stadium IV (paralisis medulla oblongata atau overdosis),ditandai dengan paralisis otot dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan gambaran seperti mata ikan karena terhentinya sekresi lakrimal (Munaf, 2008).

Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu jenis obat yang digunakan sebagai anestetika lokal, antara lain: tidak merangsang jaringan, tidak mengakibatkan kerusakan permanen terhadap susunan saraf, toksisitas sistemik yang rendah, efektif dengan jalan injeksi atau penggunaan setempat pada selaput lendir, mula kerjanya sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang cukup lama, dapat larut dalam air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga tahan terhadap pemanasan/sterilisasi, anestetika yang ideal adalah anestetika yang memiliki sifat antara lain tidak iritatif/merusak jaringan secara permanen, onset cepat, durasi cukup lama, larut dalam air, stabil dalam larutan, dan dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan. Contohnya: Tetrakin, Benzokain, Kokain, dan Prokain. Senyawa amida contohnya adalah Dibukain, Lidokain, Mepivakain dan Prilokain. Senyawa lainnya contohnya fenol, Benzilalkohol, Etilalkohol, Etilklorida, dan Cryofluoran ( Siahaan, 2000).Obat anestesi umum yang ideal menurut Kumala (2008), mempunyai sifat-sifat antara lain : pada dosis yang aman mempunyai daya analgesik relaksasi otot yang cukup, cara pemberian mudah, mula kerja obat yang cepat dan tidak mempunyai efek samping yang merugikan. Selain itu obat tersebut harus tidak toksik, mudah dinetralkan, mempunyai batas keamanan yang luas, tidak dipengaruhi oleh variasi umur dan kondisi pasien. Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah N2O, halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi umum yang ideal haruslah tidak mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam lemak, larut dalam darah, tidak meracuni end-organ (jantung, hati, ginjal), efek samping minimal, tidak dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak mengiritasi pasien.

C. Pemasangan IV Catheter

Menurut Scales (2005), tahap-tahap pelaksanaan pemasangan infuse adalah

sebagai berikut :

1. Letakkan pasien pada posisi yang nyaman2. Identifikasi vena yang akan dikanulasi3. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan non4. Pasang torniket pada lengan yang akan dikanulasi, nadi harus tetap teraba.6. Bersihkan bagian kulit dengan larutan alcohol 70%, biarkan sampai kering dan jangan raba atau sentuh lagi bagian tersebut.

7. Buka iv-catheter yang sudah dipilih ukurannya, pegang dengan posisi bevel stylet menghadap keatas.

8. Pegang tangan pasien dengan tangan kiri, gunakan ibu jari menekan dan fiksasi (untuk stabilisasi) distal vena yang akan dikanulasi

9. Pegang iv-catheter sejajar vena, dan membentuk sudut 100-300 dengan permukaan kulit, lakukan insersi (tusukan). Bila iv-catheter sudah masuk yang ditandai dengan adanya darah yang masuk kedalam chamber (flash back), kemudian datarkan iv-catheter untuk mencegah tertusuknya dinding posterior dari vena, sorong masuk 1 mm.

10. Tarik stylet perlahan dan darah harus terlihat masuk kedalam iv-catheter, hal ini memberi konfirmasi bahwa kanula berada dalam vena.

11. Sorong masuk iv-catheter kedalam vena dengan perlahan, bebaskan torniket, masukkan stylet kedalam kantong sampah benda tajam.

12. Flush iv-catheter untuk memastikan patensi dan mudahnya penyuntikan tanpa adanya rasa sakit, resistensi, dan timbulnya pembengkakan.

13. Fixasi iv-catheter dengan moisture-permeable transparent dressing ( supaya bila ada phlebitis atau dislodge dapat terlihat)

BAB IIIPENUTUP

3.1 KesimpulanTekhnik handling dan restrain pada hewan sangatlah penting dipelajari oleh seorang dokter hewan, karena dengan melakukan restrain pada hewan dapat meminimalisir terjadinya injury pada hewan maupun dokter hewan. Begitu pula dengan cara pemasangan IV catheter dan pemberian anestesi. IV catheter diperlukan saat pemasangan infus, dan pengetahuan mengenai anestesi sangat perlu saat akan melakukan operasi.DAFTAR PUSTAKA

Bachsinar. 1992. Bedah Minor. Jakarta: hipokratesBrunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGCDobson, (1994). Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta: EGC

E.B.C, et al., 2008. Anestesiologi. Edisi 10. Jakarta: EGC.Kumala. 1994. Anestesi lokal. seri farmakologi. Medan: Pustaka WidyasaranaMunaf, S., 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Palembang: EGC.Scales, K. 2005. Vascular access:a guide to peripheral venous cannulation

Siahaan. 2000. Anestesi lokal dan regional. Medan: USU Press