Upload
trinhhuong
View
265
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
HARDI ALUNAZA SD
Toga Wisuda Untuk Ibu
(Kumpulan Cerpen)
Nulisbuku.com
Toga Wisuda Untuk Ibu
(Kumpulan Cerpen)
Oleh: Hardi Alunaza SD
Copyright © 2013 by (Hardi Alunaza SD)
Penerbit
(Nulisbuku.com)
(www.nulisbuku.com)
Editor dan Desain Sampul:
(Fery Frandana Putra)
Diterbitkan melalui:
www.nulisbuku.com
Kata Pengantar
Terobsesi dari mereka para penulis handal, saya
memberanikan diri untuk menuliskan beberapa cerita yang
kini akhirnya dapat saya hadirkan di tengah-tengah
pembaca. Ini adalah buku keempat setelah buku pertama
yang berjudul “Diary Demokrasi : Aku Berdemokrasi,
Aku Berprestasi” dan buku kedua saya 22 Days to
Remember (catatan tentang Aku, Kamu, Kalian dan
Mereka), dan Januari Dua Dimensi (Goresan Cerita Cinta
Sahabat Bintang).
Jika Anda merasa terhibur dan terinspirasi dari
tulisan ini, saya mengucapkan alhamdulillah, karena saya
bisa bermanfaat bagi Anda. Jika Anda menemukan hal yang
tidak bermanfaat, maka saya minta maaf atas hal itu.
Selamat membaca, siapkan hati dan pikiran yang jernih
ketika membaca tulisan ini.. Terima kasih yang tak terhingga
untuk yang berkenan membaca
Situbondo, 18 Agustus 2013
Your Best Regard,
Hardi Alunaza SD
Ucapan Terima kasih:
1. Alhamdulillah atas ridho Allah SWT dan cinta
Baginda Rasulullah SAW
2. Alm. Bapak, yang telah menjadi sosok pahlawan
yang sangat berarti bagi hidupku.
3. Ibuk, Umi, Bundo, Ayah dan Nenek yang telah
memberikan banyak cinta dan sayangnya untukku
dalam bentuk yang sederhana sehingga aku bisa
menjadi seperti sekarang. Kalian telah menjadi
sosok yang sangat berarti dalam hidupku.
4. Bang Azwin, Bang Azwan, Kak Ela, Kak Sumar, Kak
Rahmi, Bang Ipak, Bang Adi, Bang Gia, Dek Encu,
Keponakanku Andi Setiawan, Silviana Nandini,
Fakhry Riski, dan Nadifa Zahira.
5. Buat Dara Jelita “Rina Dwi Jayanti” terima kasih
untuk segala support dan kebaikanmu.
6. Semua sahabat terbaikku Fery Frandana Putra,
Agung Wicaksono, Ali Ashad, Ma’moen Mohammad
Syafi’i, Wahyu Adi Pramono, Gusti Ramadani
7. Bagi para pembaca yang kuat menahan diri tetap
memilih untuk membaca buku ini, hahaha…
Selama nafas berhembus, aku akan tetap
menulis, semauku, semampuku, dan selama
itu bermanfaat, aku akan berusaha
memberikan yang terbaik. Begitu pun dengan
buku ini, ini adalah salah satu karya yang aku
berikan untuk mereka yang memiliki
keinginan tinggi untuk terus berkarya. Tak
sudi jika nanti ada yang berkata ini jelek atau
apapun, aku akan terima selama itu
membangun dan demi kebaikan, fine-fine
saja…!!!
Daftar Isi
Pengantar Penulis…………………………….
Daftar Isi…………………………………….........
Toga Wisuda Untuk Ibu……………………. 1
Sahabat (aku trauma) Cinta………………37
Cuma Kamu Yang Bisa……………………...64
Pround to be Yours…………………………..79
Alfarabi, Sahabat Baruku………………….109
Banyuwangi With Love…………………….138
Tentang Penulis…………………………….....171
Toga Wisuda Untuk Ibu
Jarum jam sudah menunjukkan pukul Sembilan
malam...
Malam ini sunyi. Tiada banyak kata yang
terdengar di ruang tamu. Ibu sudah lama tertidur
pulas. Ayah sedang keluar rumah menemui
temannya. Aku bergegas meninggalkan kamar Ibu.
Ibu butuh istirahat.
Sebenarnya tubuhku juga ingin sekali kurebahkan.
Tapi aku takut Ibu terbangun. Jika ia
membutuhkan sesuatu, aku harus ada disana.
Beberapa hari lagi aku akan mengetahui hasil
ujian akhirku. Setelah itu, aku akan meneruskan
kuliahku di pulau seberang.
2
Aku ingin memastikan bahwa keadaan Ibu baik-
baik saja ketika aku berangkat kuliah nanti.
Sebulan terakhir Ibu memang suka jatuh sakit.
Usianya sudah tua. Ibu butuh istirahat. Daya tahan
tubuhnya sudah mulai melemah. Walaupun sudah
tua, aku yakin jika Ibu bahagia, dia akan sembuh.
Ibu akan sembuh. Semua akan baik-baik saja.
Waktu berjalan begitu cepat...
Tak terasa pengumuman kelulusan sudah
tertempel di mading sekolah. Aku berhasil lulus
dengan nilai memuaskan. Berada di peringkat
kedua, setelah Putri. Nilai kami hanya selisih dua
angka. Putri memang pantas menjadi lulusan
terbaik tahun ini. Dia anak yang pintar. Dia
tetangga terdekatku.
3
Dia akan meneruskan kuliah di Perguruan Tinggi
ternama di Pulau Jawa. Menurut penuturannya,
dia akan mengambil program studi matematika.
Selain pintar, dia memang anak orang kaya.
Ayahnya pemilik perusahaan terkenal di
Denpasar. Dia selangkah lebih beruntung
dibandingkan denganku. Aku mendesah!
“Selamat ya Zet, kamu menang!”
“Selamat? Buat apa Put? Bukannya kamu yang
menang,” balasku sambil menggaruk kepalaku
yang tidak gatal. Aku bingung. Jelas-jelas Putri
yang menang dalam kompetisi kali ini. Kenapa
juga dia memberikan ucapan selamat kepadaku.
Putri aneh!
4
“Aku menang dengan nilai tertinggi dalam ujian
ini Zet. Tapi, kau tahu bukan? Untuk pelajaran
Kimia aku selalu berada jauh di bawahmu. Bahkan
kau mampu mendapatkan nilai istimewa. Seratus,”
sambung Putri dengan nada sedikit agak kecewa.
Putri selalu begitu. Dia terlalu menuntut nilai
sempurna. Bukankah selama tiga tahun di Sekolah
Menengah dia dua kali berturut-turut
mendapatkan gelar predikat Juara Umum di
sekolahku. Lantas, Kenapa harus merendah di
depanku?
Aku juga berhak dong mendapatkan nilai itu.
Meskipun aku tak sepintar Putri, tapi setidaknya
aku juga pernah menerima predikat Juara Umum
di Sekolah Menengah. Aku juga tidak mau kalah
5
dengannya. Ya, hanya selisih satu. Dia memang
anak terpandang. Aku bisa terima.
Setengah dua siang
Ibu mengetuk pintu kamarku. Ibu terlihat masih
lemas. Wajahnya masih pucat. Aku mendekat
membuka pintu
“Sudah kamu kemasi semua barang-barangmu
Zet?” suara Ibu terbata-bata sambil menahan
batuknya.
“Sebentar lagi Bu. Ibu istirahat saja di kamar. Zet
bisa melakukan sendiri kok Bu. Ibu tidak usah
khawatir.”
Begitulah Ibuku. Tak sedikit pun kurang rasa
sayangnya padaku. Aku kemudian bengong.
6
Pikiranku terbang jauh membayangkan
bagaimana aku akan meninggalkan Ibu. Ibu masih
sakit. Surat penerimaan mahasiswa baru telah
kugenggam saat itu. Inikah yang dinamakan
dilema? Dilema antara harus tetap berangkat dan
menetap di rumah untuk menemani Ibu. Ibu
membutuhkanku.
Ayah tidak mungkin bisa melakukan semuanya.
Membersihkan rumah, merawat Ibu, memasak,
dan berangkat kerja. Ibu akan kesepian jika Ayah
keluar rumah. Aku terdiam. Menoleh kanan kiri.
Tidak ada jawaban yang kudapatkan.
Kebingungan masih bersangkar di benakku. Ini
semua demi Ibu.
7
Kalau pun harus membatalkan kuliahku, aku akan
lakukan itu demi Ibu. Tapi, ibu pasti kecewa. Aku
coba memantapkan hati. Esok aku akan pergi jauh.
Itu semua demi Ibu. Demi membahagiakan dan
mengabulkan permintaan Ibu.
Makan malam terakhir bersama Ibu.
“Besok berangkat jam berapa Zet?” sayup-sayup
terdengar suara Ibu keluar dari dalam kamar.
Belum sempat aku menjawab, Ayah sudah
menambahi pertanyaan Ibu.
“Berangkat sendiri saja ke terminal ya nak,” pinta
Ayah.