36
Kecaruk: Komposisi Musik Etnis Banyuwangi Hari Wirawan Jurusan Karawitan, Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Jalan Klampis Anom II, Sukolilo, Surabaya Abstrak Caruk dalam pengertian masyarakat Osing, berarti memperadukan atau mempertemukan dua kelompok musik untuk saling berkompetisi, beradu kemampuan dalam berolah musikal. Namun, yang terjadi justru usaha saling menonjolkan antar satu kelompok. Misi yang dibawakan cenderung untuk mengalahkan atau merendahkan kelompok lain. Superioritas menjadi hal yang utama. Pada karya ini, caruk didekonstruksi menjadi Kêcaruk yang berarti bertemu, menyatu, dan melebur dalam sebuah kebersamaan. Tidak ada yang lebih tinggi atau rendah semuanya setara dalam membentuk kesatuan komposisi musikal yang indah. Kêcaruk pada acara ini dibagi menjadi 4 segmen, yaitu Arak-Arak`an, Pêncak`an, Kêndurèn, dan Hiburan. Kata Kunci: Kompetisi, Dekonstruksi, Peleburan, Banyuwangi A. Latar Belakang Banyuwangi, merupakan daerah paling ujung dari provinsi Jawa Timur. Secara administratif Banyuwangi terdiri atas 24 kecamatan dan terbagi menjadi beberapa desa. Penduduk Banyuwangi didominasi 3 etnis besar yakni Osing, Madura, dan Jawa. Ketiga etnis ini sudah mendiami wilayah Banyuwangi secara turun-temurun. Terutama etnis Osing yang tertua dan dianggap sebagai keturunan dari Kerajaan Blambangan.

HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Oleh : Hari WirawanJurusan Karawitan, Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Jalan Klampis Anom II, Sukolilo, SurabayaAbstrak Caruk dalam pengertian masyarakat Osing, berarti memperadukan atau mempertemukan dua kelompok musik untuk saling berkompetisi, beradu kemampuan dalam berolah musikal. Namun, yang terjadi justru usaha saling menonjolkan antar satu kelompok. Misi yang dibawakan cenderung untuk mengalahkan atau merendahkan kelompok lain. Superioritas menjadi hal yang utama. Pada karya ini, caruk didekonstruksi menjadi Kêcaruk yang berarti bertemu, menyatu, dan melebur dalam sebuah kebersamaan. Tidak ada yang lebih tinggi atau rendah semuanya setara dalam membentuk kesatuan komposisi musikal yang indah. Kêcaruk pada acara ini dibagi menjadi 4 segmen, yaitu Arak-Arak`an, Pêncak`an, Kêndurèn, dan Hiburan. Kata Kunci: Kompetisi, Dekonstruksi, Peleburan, Banyuwangi

Citation preview

Page 1: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

Kecaruk: Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

Hari Wirawan

Jurusan Karawitan, Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Jalan Klampis Anom II, Sukolilo, Surabaya

Abstrak

Caruk dalam pengertian masyarakat Osing, berarti

memperadukan atau mempertemukan dua kelompok musik untuk saling berkompetisi, beradu kemampuan dalam berolah musikal.

Namun, yang terjadi justru usaha saling menonjolkan antar satu kelompok. Misi yang dibawakan cenderung untuk mengalahkan atau merendahkan kelompok lain. Superioritas menjadi hal yang utama.

Pada karya ini, caruk didekonstruksi menjadi Kêcaruk yang berarti bertemu, menyatu, dan melebur dalam sebuah kebersamaan. Tidak

ada yang lebih tinggi atau rendah semuanya setara dalam membentuk kesatuan komposisi musikal yang indah. Kêcaruk pada acara ini dibagi menjadi 4 segmen, yaitu Arak-Arak`an, Pêncak`an,

Kêndurèn, dan Hiburan.

Kata Kunci: Kompetisi, Dekonstruksi, Peleburan, Banyuwangi

A. Latar Belakang

Banyuwangi, merupakan daerah paling ujung dari provinsi

Jawa Timur. Secara administratif Banyuwangi terdiri atas 24

kecamatan dan terbagi menjadi beberapa desa. Penduduk

Banyuwangi didominasi 3 etnis besar yakni Osing, Madura, dan

Jawa. Ketiga etnis ini sudah mendiami wilayah Banyuwangi secara

turun-temurun. Terutama etnis Osing yang tertua dan dianggap

sebagai keturunan dari Kerajaan Blambangan.

Page 2: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

Menurut kisah sejarah, Kerajaan Blambangan merupakan cikal

bakal dari lahirnya daerah Banyuwangi. Kerajaan Blambangan

diperkirakan sudah lahir sejak abad 15, namun secara bukti sejarah

baru diketahui pada abad 16 yakni masa pemerintahan Pangeran

Tawang Alun (1655-1691). Kerajaan Blambangan pernah berada di

bawah pemerintahan Kerajaan Bali (Buleleng) (1763-1767). Diyakini

pada masa itu, pengaruh budaya Bali masuk ke dalam budaya

masyarakat Blambangan, baik dari sistem kepercayaan sampai

kesenian. Ini terbukti dari corak kesenian masyarakat Osing yang

identik dengan kesenian masyarakat Bali. Sisa-sisa keturunan

Kerajaan Bali kini menetap di desa Patoman Banyuwangi. Sisa

penduduk Bali tersebut, diyakini merupakan keturunan dari prajurit

Kerajaan Bali, yang turut serta dalam peristiwa Puputan Bayu (Hadi

Sarjono, wawancara 16 Juli 2011).

Peristiwa Puputan Bayu merupakan perang besar yang terjadi

antara Kerajaan Blambangan terhadap VOC. Puncaknya terjadi pada

18 Desember 1771 dan kini tanggal itu diperingati sebagai hari jadi

Kota Banyuwangi. Peristiwa itu merenggut banyak korban dan

menyisakan sebagian kecil masyarakat Blambangan. Masyarakat

inilah yang kemudian melanjutkan kebudayaan dan masyarakat

pendatang menyebut mereka sebagai Wãng Osing.

Page 3: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

Disinyalir ungkapan Osing berasal dari kata ‘tidak’. Penyebutan

ini diberikan bagi kelompok masyarakat asli Banyuwangi yang

enggan untuk hidup dengan pendatang dari luar daerah. Penyebutan

Osing juga melekat pada hasil kebudayaan seperti bahasa dan seni

(Anoegrajekti, 2003: 17).

Sikap enggan untuk hidup dengan pendatang diakibatkan

proses penaklukan yang terus-menerus terjadi di Banyuwangi.

Penaklukan ini dilakukan Kerajaan Bali, Kerajaan Pasuruan,

Kerajaan Bugis, Mataram, hingga VOC (Suprapta, 1986: 9-10).

Peperangan yang terus-menerus berdampak pada perubahan sifat,

sikap, karakter Wãng Osing yang semula halus menjadi spontan,

keras, dan kasar. Sifat ini direpresentasikan pada perilaku

keseharian yang tidak memakai strata kebahasaan dan terkesan

‘kasar’ serta diwariskan secara turun temurun (Karsono, 2004: 27).

Pada kehidupan sosialnya, Wãng Osing mengembangkan

sistem kompetitif dalam varian perilaku pergaulan sosial.Misal,

adanya dialek khas dari tiap desa sebagai identitas. Tiap desa

meyakini dialeknya merupakan bentuk asli dari dialek Kerajaan

Blambangan. Kenyataan ini menggambarkan proses kompetisi lebih

dominan daripada bentuk kerjasama dalam kehidupan sosial Wãng

Osing. Sifat kompetitif ini mendominasi pada konteks kehidupan

Page 4: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

Wãng Osing,bahkan sampai perihal berkesenian yang mengenal

konsep caruk, yakni kegiatan bertemu untuk saling berkompetisi

secara virtuositas pada ajang kesenian.

Tidak jarang aksi caruk juga menjadi pondasi dari dendam

serta konflik di masyarakat. Ini terlahir dari gengsi sosial akibat

merasa kalah dalam kompetisi kesenian. Kemudian, dendam serta

konflik dimanifestasikan menjadi pertarungan ‘adu ilmu’. Alhasil

gelar masyarakat ‘ahli ilmu’ melekat kuat bagi masyarakat

Banyuwangi. Terlebih juga ditopang dengan banyaknya pendatang

yang pergi ke Banyuwangi untuk mencari ‘ilmu’, pesugihan, maupun

jimat sebagai ‘tameng diri’.

Jasa jual beli ‘ilmu’ Wãng Osing sudah terkenal sejak lama.

Bahkan beberapa partai politik acap menggunakan jasa ini dengan

tujuan tertentu. Hasil yang dituai masyarakat Osing tidak selaris

ilmu yang ia jual, bahkan justru membuahkan banyak eliminasi etnis

Osing yang dianggap ‘dukun’ pada tahun 1997-1999. Kejadian itu

juga menimbulkan keresahan bagi etnis lain yang merasa tak

nyaman. Akibatnya timbul kecurigaan pada kehidupan sosial sehari-

hari dan menjadikan tali kerukunan antar etnis kian mengendur

(Winandi, 2001: 166-170).

Page 5: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

Ekspedisi pembelajaran tentang kekayaan kultural ke tanah

Blambangan hanya terkait dengan ‘ilmu’. Pembelajaran murni

tentang kekayaan Wãng Osing misal kesenian dan ritual, termasuk

kegiatan yang langka. Padahal Wãng Osingmemiliki varian seni dan

ritual yang impresif, antara lain: (1) Pêtik laut Muncar; (2) Barong; (3)

Angklung Caruk; (4) Kuntulan; (5) Kêbo-kêboan; (6) Mãcãpatanpacul

gowang; (7) Sêblang; (8) Gandrung; (9) Gêdogan; (10) Jangèr;

(11)Êndhog-êndhogan; (12) Rêngganis; (13) Kundharan; dan lain-lain.

Belum lagi lagu vokal Osing yang memiliki genre tersendiri, tersebar

mulai dari etnik hingga populer, mulai dari Padang Wulan hingga

Gènjèr-Gènjèr besutan Moehammad Arif yang terkenal sebagai ‘lagu

terlarang’. Meskipun sebenarnya lagu tersebut lahir dari ungkapan

kultural tentang kelangkaan bahan pangan, namun dipolitisir dan

akhirnya membuahkan peristiwa berdarah di masa G30/S/PKI.

Gerusan globalisasi sedikit banyak turut mengeliminasi jenis

kesenian dan ritual di atas. Kesenian yang seharusnya mampu

menguatkan sisi patriotik secara positif lambat-laun mulai berkurang

secara kuantitasnya. Kesenian-kesenian ‘asli’ kini sudah tak dapat

dinikmati lagi, semisal Angklung Paglak yang merupakan embrio dari

Angklung Caruk sekarang sudah hilang.Pendirian sekolah sebagai

upaya konservasi seni Osing di Laban (Kec. Rogojampi), juga tak

Page 6: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

mampu mengakomodir kesenian-kesenian di atas, sekolah justru

kehilangan arah dan akhirnya tutup.

Seniman sebagai sumber daya utama banyak yang enggan

untuk ‘nakal’ dengan berinovasi. Padahal beberapa seniman

Banyuwangi yang ‘nakal’ banyak diburu aksinya untuk direkam dan

dijual produksi albumnya sampai manca negara. Tidak

mengherankan apabila nama-nama besar seperti Sahuni, Sunar, dan

Sayun laris menghiasi CD musik etnik Banyuwangi, itu merupakan

buah dari ‘kenakalan’ mereka. Style mereka diakui dan menjadi

panutan hierarki virtuositas di dunia seni Banyuwangi. Seniman-

seniman tersebut berasal dari Desa Rogojampi dan Singojuruh yang

mempunyai atmosfir kesenian yang kental dan merupakan tempat

kelahiran dari beberapa macam kesenian Banyuwangi. Kehidupan

seni di daerah lain dapat dikatakan tidak sebaik di kedua tempat

tersebut, dan cenderung defisit menghasilkan seniman dengan

virtuositas tinggi.

B. Pembicaraan Rujukan

Fenomena di atas mengusik jiwa komposer sebagai seniman.

Oleh karena itu, komposer berupaya untuk membuat komposisi

musik yang diberi nama Kêcaruk. Judul Kêcarukmenyerap dari istilah

Osing yakni caruk dengan ditambahkanawalan ke. Dengan

Page 7: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

menambahkan ke pada kata caruk, dimaksudkan adanya perubahan

makna. Apabila caruk dalam istilah Osing adalah bertemu untuk

berkompetisi, maka Kêcaruk dalam konteks ini diartikan sebagai

tindakan bertemu untuk berasimilasi dan berinteraksi dalam ikatan

musikal.Pemakaian judul dari serapan kata Osing juga bermaksud

menyatakan budaya Osing sebagai wadah yang menampung budaya-

budaya dari luar seperti Jawa dan Madura.Komposisi karya musik

Kêcaruk menggabungkan berbagai unsur dari ketiga etnis Osing,

Madura, dan Jawa. Unsurnya antara lain: seniman, alat musik,

dialog pertunjukan, properti, maupun unsur yang paling inti ialah

pola jalinan musikal yang diambil dari pola musikal ketiga etnis baik

vokabuler maupun teknik garap. Penyatuan ini merupakan usaha

menafsirkan bentuk komunikasi antar etnis yang bersatu padu

membentuk keharmonisan.

Page 8: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

A. Gagasan

Tata cara Islam acap digunakan sebagai bentuk ritual di

masyarakat Banyuwangi khususnya di Kalibaru Wetan. Berbagai hal

selalu dibungkus dengan selimut Islam. Kegiatan yang bernafaskan

Islami dipandang sebagai upaya pemersatu kerukunan dan diyakini

memiliki pahala apabila menjalankannya. Salah satu contohnya

ialah khitan. Kegiatan khitan merupakan pesan sunah dari Nabi

Muhammad S.A.W.; dan dijunjung tinggi sebagai tradisi secara

turun-temurun di KalibaruWetan.

Tradisi khitan di KalibaruWetan memiliki keunikan tersendiri.

Ini tercermin pada perlakuan anak yang akan dikhitan. Setiap anak

yang akan dikithan selalu diperlakukan istimewa. Anak tersebut

dinaikkan ke dokar yang ditarik kuda serta sudah dihiasi dengan

berbagai macam properti seperti balon, kertas warna-warni dan

aneka hiasan lainnya. Lalu dokar tersebut dikemudikan keliling

desa. Tidak cukup sampai disitu, orang tuanya di rumah

mempersiapkan jamuan istimewa sebagai ucapan syukur.

Bentuknya ialah acara kêndurènan,yakni upacara doa secara Islami.

Upacara ini melibatkan para tetangga dari berbagai etnis di

sekitar orang yang mengadakan hajatan tersebut. Keterlibatan

dibedakan menjadi dua jenis, yakni pekerjaan wanita dan pria.

Pekerjaan wanita spesifik pada urusan dapur, sedangkan pria pada

urusan acara. Pada proses hajatan(sejak pra sampai

Page 9: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

13

haripenyelanggaraan) inilah tampak nyata tentang asimilasi.

Contohnya etnis Jawa yang hadir apabila berbicara dengan etnis

Osing menggunakan bahasa Osing dengan aksen Jawa. Begitu pula

dengan etnis Madura apabila bercakap-cakap dengan etnis Jawa.

Masing-masing etnis fasih menuturkan dialek etnis lainnya.

Simbol dari asmilasi lainnya juga hadir dalam acara, yaitu

pada prosesi tãnjãkan, yakni sebuah kegiatan mendistribusikan

materi kepada para kolega atau handai taulan yang hendak

diundang. Ini umumnya dilakukan pada saat pra acara hajatan. Isi

dari materi tersebut acap terdiri dari 3 benda, yakni rokok

(tembakau simbol orang Madura), kue (manusia Osing), dan

makanan (pribadi Jawa).

Pada acara khitan, interaksi yang terjadi menggambarkan

tentang persatuan dan menyingkirkan perbedaan antara satu

dengan lainnya. Satu etnis yang berciri Jawa, Madura, dan Osing.

Semuanya saling mengait dalam kegotong-royongan pada acara

khitan yang dianggap sebagai upacara pendewasaan, pembelajaran

dan pembersihan. Konklusinya khitan adalah kunci utama bagi

seorang anakuntuk memasuki tahap dewasa dan kegiatan peleburan

bagi tiap etnis.

Fenomenakhitan yang terjadi di atas menjadi gagasan

pengkaryauntuk mewadahi karya Kêcaruk.Alhasil tidak hanya dialek

atau pun simbol materi sebagai wujud peleburan.Musik yang

Page 10: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

14

bersifatasimilatif tentunya jugamenjadi perlambangpeleburandari

sekat-sekat etnisitas di acara khitan tersebut.

B. Garapan

Fenomena peleburan etnis yang terjadi saat khitan menjadi

inspirasi dasar dalam menciptakan karya Kêcaruk.Simbol-simbol

serta perilaku yang hadir saat khitan tersebut dicoba diterjemahkan

pengkarya ke dalam bahasa bunyi. Penerjemahan dilakukan melalui

proses garap dan ditujukan bagi 3 unsur utama, bahasa, perilaku,

dan simbol.

Bahasa yang diucapkan tiap etnis pada acara khitan

diterjemahkan menjadi pola-pola melodis. Aspek kebahasaan

tersebut meliputiartikulasi, aksentuasi, dan intonasi. Artikulasi

adalah cara pengucapan, aksentuasi adalah penekanan pada suku

kata, dan intonasi adalah lagu kalimat. Cara menerjemahkan

tentunya dengan mengambil pola pelaguan kalimat dari tiap enis.

Misal dari kultur Madura, têmbèng pote mata, bengok pote tolang

(daripada hidup menanggung malu, lebih baik mati berkalang

tanah); kultur Osing aclak, ladak, bingkak (sok tahu, sombong, acuh

tak acuh); kultur Jawapokok`embonek, sumãnggã, injih (yang penting

bermodal tekad, silahkan, iya). Pola pelaguan ucapan dari tiap etnis,

pengkarya tafsirkan menjadi suatu bentuk melodi.

Perilaku meliputi ekspresi tubuh yang dilakukan,baik dari cara

berjalan maupun tingkah laku dari karakter tiap etnis. Semua

Page 11: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

15

perilaku tersebut ditafsirkan pada karakter musikal melalui

permainan ritme. Selain itu, juga melalui permainan warna bunyi

dari perpaduan instrumenmusik dari ketiga etnis. Tidak cukup

sampai disitu,penggunaan vokabuler teknik garapdari ketiga etnis

juga digunakan untuk dapat memperkaya penyajian.

Tembakau, kue, makanan, merupakan simbol-simbol yang

menjadi bagian dari upacara hajatan, ditransformasikan menjadi

pertunjukan Arak-Arak`an, Pêncak`an, dan Kêndurèn. Pada ketiganya

mengandung komposisi yang memiliki ciri musikal dari ketiga etnis.

Komposisi ketiganya berada pada domain acara hajatan yang disebut

Kêcaruk.

Pada dasarnya karya Kêcaruk merupakan acara hajatan

‘khitan’ yang digarap menjadi rangkaian pertunjukan dan terbagi

atas beberapa segmen. Segmen pertama ialah Arak-Arak`an, yaitu

prosesi mengarak anak yang akan dikhitan keliling desa

menggunakan tandu. Pertimbangan penggunaan tandu daripada

dokar seperti pada umumnya, karena dianggap memudahkan akses

di jalan sempit. Segmen kedua ialah Pêncak`an, yaitu sajian pencak

silat dan dipertontonkan bagi anak yang akan dikhitan. Segmen

ketiga ialah Kêndurèn, yaitu upacara mendoakan anak tersebut.

Segmen keempat ialah Hiburan, yaitu sajian pertunjukan musikal

yang dikemas dalam alur cerita.

Page 12: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

16

1. Repertoar Arak-Arak`an

Secara garap tradisi, prosesi mengarak anak disertai dengan

repertoar tradisi. Bentuk garapan tradisi memakai sejumlah

instrumen antara lain: kêndhang 2 buah, kêthuk 2 buah (slendro),

cèng-cèng4 pasang, kêmpul, gong dan slompret (slendro). Penyajian

dilakukan secara konvensional seperti kêndhang sebagai

pamurbãirãmã, slompret sebagai penghadir melodi lagu, kêmpul dan

gong sebagai penegas sruktur, cèng-cèng dan kêthuk sebagai

penghias. Musik yang disajikan terikat secara metris dan seluruh

instrumen (kecuali slompret, kêmpul dan gong) hanya memainkan 2

hingga 3 pola interlocking.

Pada garapan ini pengkarya mencoba menghadirkan

instrumen tambahan antara lain: bêdug, pantus, lincangan, saronen

Madura, patrol, dan vokal. Bêdug, pantus, dan lincangan merupakan

instrumen yang kerap digunakan pada sajian musikKuntulan.

Instrumen saronen (pelog) pengkarya hadirkan untuk menggantikan

slompret. Tujuan penggantian untuk memunculkan kesan Madura.

Instrumen patrol dihadirkan untuk memperkaya bunyi perkusi.

Vokal yang dihadirkan berasal dari tiga vokabuler,yaituMadura yang

berbentuk pantun, Banyuwangi berjenis lagu vokal, dan Jawa yang

berciri gêguritan. Selain penambahandan penggantian, pengkarya

juga mengurangi sejumlah instrumen. Pengurangan dilakukan

dengan menyingkirkan gong. Penggantian instrumen pengkarya

Page 13: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

17

lakukan pada kêthuk. Apabila pada garap tradisi kêthuk

menggunakan laras slendro bernada 1235 (ji, ro, lu, ma) atau 2356

(ro, lu, ma, nem), pada komposisi ini pengkarya ubah,yakni

mengganti kêthuk dengan instrumen bonang berlaras pelog

Jawatimuran dengan nada 23567 (ro, lu, ma, nem, pi). Ini

dimaksudkan untuk memunculkan kesan Jawa.

Pada karya ini, musik tidak disajikan secara terus menerus

seperti pada garap tradisi dan sesekali tidak terikat secara metris.

Pola jalinan beberapa instrumen seperti cèng-cèng, dirubah sehingga

tidak memunculkan kesan monoton. Selain itu cèng-cèng juga

menjadi penegas gerakan tari yang semula fungsi ini dipegang

kêndhang. Fungsi lain kêndhang, yakni sebagai pamurbã irãmã,

digantikan bêdug, pantus, lincangan, dan ketiga instrumen tersebut

juga difungsikan sebagai penegas gerakan tari. Teknik tabuh ketiga

instrumen tersebut yang semula hanya menggunakan satu tangan,

dirubah menggunakan kedua tangan. Kêmpul yang semula menjadi

penegas struktur, dirubah menjadi penegas dari melodi bonang.

Saronen dipakai sebagai penambah variasi melodi vokal.

Pada bagian ini, diawali dengan bunyi 5 Bonang yang dipukul

pinggirnya. Kemudian di sambung dengan bunyi cèng-cèngyang

dibunyikan dengan teknik timpalansecara dinamis. Selanjutnya,

diikuti dengan pantus dan lincangan serta diakhiri dengan jedor dan

Page 14: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

18

gong. Komposisi musik ini diatur pergerakan dinamikanya yaitu

keras pada bunyi awal dan lembut pada akhirnya.

Pola Bonang

_. X . X . X . X . X . X. X . X X X X X X X X X _

Tabuh keras Lirih mengeras

Pola Kecer

_. . . . . . . . . X . X . X . X . . . . . . . ._

Keras Lirih

Jalinan Kecer

Cèng-cèng 1

j.X. XX j.X. XX

Cèng-cèng 2

Xj.Xj.X. Xj.Xj.X.

Cèng-cèng 3

XX.X XX.X

Cèng-cèng 4

. Xj.Xj.X .Xj.Xj.X

Cèng-cèng 5

X . X. X . X.

Cèng-cèng 6

.XX. .XX.

Instumen bêdug dan lincangan memberikan penekanan kesan

perkusif.

Bedug, Lincangan, dan Pantus . . . . j.B j.B j.B j.B jBBjBB jBB jBB

Jedor . . . . . . . . B B B B

Page 15: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

19

Komposisi musik ini dilakukan 3 kali dan diakhiri dengan pola: . . . . B B B B

Pada bagian ini ketepatan pemain dalam membunyikan pola bagi

instrumen sangat diperlukanuntuk memunculkan jalinan untuk

mmunculkan kesan ceria. Komposisi bukã ini juga di selingi dengan

bunyi teriakan vokal.

Vokal

. o . o . o . ya . . . . . . . . . . . . . . . .

Pola pada awal komposisi musik ini arak-arak`an ini untuk

memunculkan kesan timpalan dengan tegas seperti akhiran yang

sudah di lakukan oleh bêdug. Belum ada jalinan melodi pada bagian

ini.

Komposisi ini dilanjutkan dengan jalinan bonang, kempul, gong serta

cèng-cèng pada bagian-bagian tertentu yang sebagai

pamurbãiramãadalah kêndhang,bêdug, pantus, lincangan dan jedor

ikut menimbulkan jalinan pada garap komposisi ini

Kêthuk 1 . 6 . 2 . 6 . 2 . 6 . 2 . 6 . 2

Kêthuk 2 j13 j.3 j13 j.3 j13 j.3 j13 j.3 j13 j.3 j13 j.3

j13 j.3 j13 j.3

Kêthuk 3 j.5 . . 1 j.1 . . 5 j.5 . . 1 j.5 . . 1

Page 16: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

20

Kêndhang 1 (8x) _. N B O . N B O . N B O . N B I_

Kêndhang 2 (8x) _O j.N jOB . O j.N jOB . O j.N jOB . O j.N jIN

._

Selanjutnya terdapat motif garap ritmik. Ini sengaja di munculkan

untuk pengkayaan warna. Serta alur garap yang tidak monoton

metris sehingga tidak terkesan membosankan. Garap metris ini di

awali bunyi bêdug yang membuat pola putus-putus diikuti cèng-cèng

dan bonang membuat jalinan sendiri Setelah bedung dan cèng-cèng

berhenti. Hal ini komposer lakukan pengkayaan bunyi supaya

nampak ketika alat musik itu mandiri tanpa di sertai instrumen lain.

Selanjutnya dalam tempo lãmbã dihadirkan jalinan beberapa

instrumen yaitu cèng-cèng,kêmpul,jedorserta vokal bersama.

cèng-cèng

jXX. jXX. jXX. jXX. jXX. jXX. jXX. jXX.

He lare lare ayo mrene rame rame Sorak sorak hore nglipur ati larene Barong ambek manuke kang dadi tontonane

Ugo penarine kang ayu-ayu rupane

Garap vokal ini dilantunkan dua kali agar sajian pada bagian ini

lebih terasa bangunan melodinya dan tidak melulu pada garap

perkusinya. Setelah itu pada bagian selanjutnya penari meneriakkan

yel-yel.

2. Repertoar Pêncak`an

Page 17: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

21

Sajian pencak pada umumnya hadir pada acara-acara hajatan

di masyarakat. Secara khusus pêncak`an hadir pada acara hajatan

seperti arisan. Pada karya ini pêncak`an, pengkarya hadirkan pada

acara khitan. Maksud penghadiran supaya pêncak`an dapat juga

disajikan dalam acara hajatan yang lain. Selain itu, pengkarya juga

mempertimbangkan aspek makna filosofis penghadiran pêncak`an.

Apabila selama ini hanya dihadirkan sebagai hiburan, pada karya ini

pêncak`an dihadirkan sebagai simbol kekuatan dari masyarakat.

Asumsi dasar penghadiran pencak, karena pengkarya meyakini

kekayaan tradisi salah satunya pêncak`an, merupakan ‘tameng’ bagi

masyarakat dari himpitan globalisasi yang terus menekan.

Konservasi dan inovasi dalam ruang kreativitas harus selalu

dilakukan sebagai upaya dalam menjaga ‘tameng’ tersebut.

Sajian pêncak`an pada umumnya menggunakan 2 buah

kêndhang yang saling berjalinan dalam permainannya. Juga terdapat

kêmpul dan bêdug, serta menghadirkan 3 kênong telok.Penyajian

repertoarnya hanya menggunakan 2 irama yakni lãmbã dan rangkêp.

Penyajian dilakukan secara berulang-ulang.

Pada komposisi sajian ini, dihadirkan instrumen tambahan

seperti têrbang, saron Banyuwangi (slendro), saronen Madura, suling

Banyuwangi, dan gong untuk menambah rasa sèlèhgêndhing. Irãmã

tetap mengunakan lãmbãdan rangkêp yang disajikan selang-seling,

tidak seperti garap tradisi yang berurutan dari lãmbã ke rangkêp.

Page 18: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

22

Pola ritme juga dihadirkan secara berbeda dengan menghadirkan

sajian 3/4 dan 4/4 untuk memunculkan kesan dinamis. Selan itu,

juga dimunculkan vokal pantun yang semula tidak pernah hadir

dalam sajian pencak`an.

Penyajian dibagi menjadi 3 yaitu pencak putra, putri, dan

ganda. Pencak putra ditekankan pada penghadiran volume pukulan

saron yang keras dan cepat sebagai perlambang maskulinitas. Pola

tersebut dihadirkan sebagai berikut.

Bagian III . j55 j.5 j33 j.3 j55 j.5 .

. j55 j.5 j33 j.3 j55 j.5 2

. j55 j.5 j33 j.3 j55 j.5 .

. j55 j.5 j33 j.3 j55 j.5 g1

Berbeda dengan pencak putra, pencak putri lebih ditujukan

pada pemunculan karakter feminis. Penyajian alur musik pencak

putri melalui irãmã lãmbãditujukan untuk dapat memunculkan

karakter tersebut. Bagian ini dimulai dari permainan bonangan

sebagai berikut.

Irãmã Lãmbã Bonang ! 6 ! 5 ! 6 ! . ! 6 ! p5 ! 6 ! .

Page 19: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

23

! 6 ! 5 ! 6 ! . ! 6 ! p5 ! 6 ! g.

Pada bagian irãmã lãmbã, komposer turut menghadirkan

permainan teknik timpal kêndhang. Bagian ini dimaksudkan untuk

memunculkan kesan kuat dari sifat feminis. Kesan kuat diperlukan

untuk menghias dinamika permainan musik. Teknik timpal

kêndhang dilakukan sebagai berikut.

Timpal Kêndhang

Kêndhang 1 O . O j.B j.B . j.I j.I j.O j.I j.I j.B j.B j.I

jBO

Kêndhang 2 . O . B B O I . I O I B B O B g.

Pencak ganda merupakan sajian pertarungan antara putra dan

putri. Penghadiran pertarungan antara dua gender yang berbeda

bukan dimaksudkan untuk menunjukkan siapa yang lebih kuat,

namun hanya sebagai bentuk permainan pertunjukan semata.

Alur musik yang dibangun lebih menonjolkan pada permainan

suasana musikal guna mendukung adegan pertarungan. Pertama

dimulai dari penghadiran seruan vokal tak bersyair melalui

improvisasi pemusik yang bebas menurut perspektifnya. Kemudian

disahut oleh permainan perkusi seperti pantus, têrbang, bêdung,

Page 20: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

24

bonang, kecer dan gong. Permaian perkusi ini terus dilakukan

sepanjang adegan pertarungan.

Menjelang akhir pertarungan disajikan vokal bersama oleh

para pemusik. Penyajian ini dimaksudkan untuk merubah suasana

dari adegan yang chaos pada pertempuran menuju pada bagian anti

klimaks atau selesaian, sekaligus penghantar menuju ke irama ¾

yang lebih cepat. Bentuk vokal tersebut sebagai berikut.

2 3 5 6 ! 6 5 6

Ho Ho Ho Ho Ho Ho Ho Ho 5 6 3 2 3 2 3 2 3 2 3 2 2 1 2

Ho Ho Ho Ho Ho Ho Ho Ho Ho Ho Ho Ho Ho Ho Ho @ #@ ! 6 5 @

Ho Ho Ho Ho Ho Ho Ho

Bagian ¾ merupakan kemasan akhir dari sajian pencak ganda.

Pada bagian ini juga kembali menonjolkan permainan perkusi.

Namun, dengan tempo yang lebih cepat dalam sukat yang lebih

sempit dari sebelumnya. Selesaian dari sajian ini dilakukan secara

bersama-sama oleh seluruh instrumen. Berikut notasi dari bagian ¾.

Irãmã ¾, saron, têrbang, dan bêdug P P P g1

j11 j23 1 j11 j23 1 j11 j23 1 . . 5

j55 j6! 5 j55 j6! 5 j55 j6! 5 . . 3

j33 j56 3 j33 j56 3 j33 j56 3 . . 1

Pantus jBB B P gB

Têrbang 1 P jPP P jPP

Têrbang 2 jPP j.P jPP j.P

Page 21: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

25

Têrbang 3 j.P jPP j.P jPP

Têrbang 4 j.P j.P j.P j.P

3. Repertoar Kêndurèn

Kêndurèn merupakan suatu upacara yang melantunkan

sholawatan sebagai bentuk ucapan syukur pada acara hajatan.

Namun, selama ini belum ditemukan ada yang

menggarapmusiksholawatan. Diduga ini terkait permasalahan musik

spiritual yang apabila digarap dapat mengendurkan nilai

spiritualnya. Namun, pengkarya justru tertarik untuk mengsisi celah

tersebut dengan menggarapmusiksholawatan.

Pada komposisi ini, pengkarya masih menggunakan instrumen

tradisi yang acap dipakai dalam sajian sholawatan, yakni têrbang.

Pengkarya hanya merubah bagian pola permainan. Perubahan pola

dilakukan pada bagianirãmãlãmbã dan rangkêp. Apabila dulu

seluruh insrumen berbunyi secara unison sekarang pengkarya rubah

dengan memasukkan unsur-unsur timpalan. Unsur-unsur timpalan

tersebut diwujudkan sebagai berikut.

Rangkêp

Têrbang I P jPB P B P jPB P B

Têrbang II P jPB B jBP P jPB B jBP

Têrbang III

Page 22: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

26

j.P j.B j.B j.P j.P j.B j.B j.P

Têrbang IV P jBB P B P jBB P B

4. Repertoar Hiburan

Pada bagian ini pengkarya tdak berangkat dari panggung

hiburan tradisi. Panggung hiburan tradisi yang berkembang di

masyarakat pada umunya merupakan panggung hiburan dengan

satu tema pertunjukan semisal, Angklung, Khuntulan, Gandrung, dan

lain sebagainya. Pada panggung hiburan yang pengkarya buat ialah

berupa panggung yang menyatukan ragam etnis musik Banyuwangi.

Alhasil mau tidak mau pengkarya pun mengakomodir beragam pola

serta gaya musik etnis yang disatukan. Diharapkan juga karya ini

dapat memunculkan berbagai rasa dalam satu kesatuan yang

berbeda ibarat sajianrujak buah.

Instrumen yang digunakan pada acara hiburan antara lain:

slênthêm, saron, pêking, kêndhang, bêdug, kêthuk, bonang, patrol

bambu dan kayu, kluncing, têrbang, kêmpul dan gong, angklung,

biola, kêcèr dan cèng-cèng, suling, klunthung, vokal. Pada garapan

ini juga dimunculkan pola-pola yang tidak selalu metris tapi juga

ritmis.

Komposisi pada bagian ini di awali hentakan melodi dari 4

buah saron, 2 pêking dan 1 slênthêm. Kemudian di padukan

jalinannya dengan instrumen patrol bambu dan bonang.

Page 23: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

27

Penghadiran instrumen berbeda material, yakni bambu dan besi

dalam komposisi ditujukan untuk memperkaya warna bunyi.

Bukã Saron, saron penerus, slênthêm (metris) _5 6 ! 2 ! 5 3 2 3 2 3 2 3 2 3 2

. 3 3 5 3 5 2 3 5 6 1 5 . 6 ! 5

. ! ! 6 ! 6 5 3 5 3 5 3 5 3 5 3

. 6 6 5 6 5 3 2 5 ! 5 ! 5 2 5 3

5 ! 5 ! 5 2 5 3 6 5 6 ! 6 5 6 3

6 5 6 3 6 5 6 3 . . . . 5 2 5 3_

3/ ! 3/ ! 3/ ! 3/ ! 3/ ! 3/ ! 3/ ! 3/ ! g3/

! g1/ 5

1 2 3 2 1 2 3 2 5 Ho`ha 1 1 2 1

j.g!

2 y 2 1 2 y 2 1 6 3 6 5 6 3 6 5

5 ! 5 2 5 ! 5 2 . . . . . . . .

Patrol Bambu

Patrol Bambu Patrol 1

X I X . X I X .

Patrol 2

jXX j.I I I jXX j.I I I

Patrol 3

X jII j.I . X jII j.I .

Patrol 4

j.X j.X j.X j.I j.I j.I j.I j.I

Patrol 5

j.X . X X j.I . I I

Patrol 6

. X . X . I . I

Page 24: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

28

5 ! 5 2 5 ! 5 2 . . . . . . . .

Pola Bonang . . . . . . . . . . . . . . . .

Pola Bonangan I dan III j56 j.5 j.6 5 j56 j.5 j.6 5 j56 j.5 j.6 5 j56 j.5 j.6

5

j6! j.6 j.! 6 j6! j.6 j.! 6 j56 j.5 j.6 5 j56 j.5 j.6

5

j6! j.6 j.! 6 j56 j.5 j.6 5 j.x . x j.x . x x x

Pola Bonangan II dan IV 2 1 j21 j.1 2 1 j21 . 2 1 j21 j.1 2 1 j21 .

3 2 j32 j.2 3 2 j32 . 3 2 j32 j.2 3 2 j32 .

2 1 j21 j.1 3 2 j32 j.x . x j.x j.x jxx . . .

1 5 6 3 5 2 3 1 j.1 . 1 j.1 . 1 1 g1

Suling dalam garap metris 1 . . . . 2 3 . . . . 5 . . . . 3 2 . . . .

2 . . 3 . . 5 2 3 . . . . 1 . . . . . 2 3 1 . . .

6 . . 1 . . .

Dilanjutkan oleh Bonang tunggal . # @ ! 6 ! ^ ^ @ # @ 6 @ # @ @

j.5 ! 5 2 5 ! 5 5 j.! 6 ! 5 ! 6 ! !

j.! 6 ! 5 ! 6 ! !

Dari bonang tunggal, dilanjutkan dengan garap bonang.

Pola Bonangan I j23 . 2 1 j23 . 2 1 j23 . 2 1 j23 . 2 1

j.5 j66 j.5 j66 j.5 j66 j.5 j66 j.5 j66 j.5 j66

j.5 j66 j.5 j66

j@! j.! j@! j.! j@! j.! j@! j.! j@! j.! j@! j.!

j@! j.! j@! j.!

j6! j5! j6! j5! j6! j5! j6! j5! j6! j5! j6! j5!

j6! j5! j6! j5!

Pola bonang di atas disajikan 4 kali. 2 putaran pertama dilakukan

dengan tempo pelan dan lirih. Selanjutnya dilakukan dengan tempo

Page 25: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

29

cepat dan keras. Selanjutnya, setelah komposisi bonang disajikan

vokal bersama.

_. . . . 3 2 6 ! . . . @ . . # !_

(4x) Le Lo La Lo O ya

Selanjutnya dibunyikan kluntung sapi untuk memperkaya warna

bunyi yang dilakukan secara metris.

X I X I I X I X X I X I I X I X

X X I X X I X X I X I

Pada bagian ini juga di ikuti oleh bunyi bonang yang ditabuh bagian

pinggirnya.

. . . . jxx x jxx x . . . . jxx x jxx x.

. . x . . x . . x . x

Kotekan Patrol

X I X . X I X .

Garap kotekan patrol ini dilakukan 4 putaran. Setelah itu menuju

peralihan untuk ke tempo cepat yang diikuti angklung dengan teknik

kintilan untuk menguatkan suasana dinamis.

Angklung . ! ! 5 5 ! ! 5 5 2 5 6 5 3 2 1

Garap angklung ini dilakukan 4 kali, setelah itu menuju peralihan ke

irãmã lãmbã.

_j11 1 j11 1 jxxx jxx jxx_

_j.x j.x j.x jg.x_ 4x

_j.x . x j.x . jxx jxx x _ 2x

_j.x . x . xx . 6 _ . . . j.! j56 j!5 j32 1

Page 26: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

30

j.! . 1 j.! . j56 j56 1

j.1 . 1 j.1 . j23 j23 1

1 3 2 5 3 6 5 ! ! 5 6 3 5 2 3 1

Sesudah itu, dilanjutkan dengan permainan bonang dan biola.

Permainan biola kemudian dilakukan secara berulang-ulang.

Bonang

2 5 2 j5xx g3

Biola 5 3 5 3 5 2 3 5 6 5 6 5 6 5 2 3

Pada bagian ini terdapat pola tabuhan saron. Dilakukan dua kali

putaran dan kembali lagi pada bagian sebelumnya dengan melodi

biola. Kemudian di lanjutkan dengan pola tabuhan kêndhang tiga

kali putaran. Berikutnya ke irãmã lãmbã.

Saron j.6 3 j.6 3 j.6 j31 j15 5 j.! 5 j.! 5 j.! j53 j36

3

Kêndhang jOP I jOP I jOP jIB O . jPP B jPP B jPP jBB O .

Masuk Irãmã Lãmbã . P . P B P P B

Pada garap lãmbã ini pola tabuhan bonang dilakukan imbal-imbalan

antara bonang satu dengan dua tiga dengan timpalan yang diselingi

oleh tabuh patrol. Melodi saron dilakukan empat putaran.

Bonang I dan III j.6 5 j.6 5 j.6 5 j.6 5

Page 27: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

31

Bonang II dan IV 3 j.2 3 j.2 3 j.2 3 j.2

Patrol Bambu

jxx x jII I jxx x jII I . x j.x j.x .

x x x

Saron j55 5 j!! ! j55 5 j@@ @ # @ ! 6 5 ! ^ 5

1 3 2 5 3 6 5 ! ! 5 6 3 5 2 3 1

j.5 j.5 j.6 5 j.2 j.2 j.3 2 j.3 j.3 j.5 3 j.1 j.1 j.2

1

Dilanjutkan garappatrol kayu yang diatur pola tabuhannya untuk

dapat memunculkan suasana Kemaduraan.

Patrol Kayu

Bas . P . . . P . B

Babonan . jPP j.P j.B B B B .

Ting-tung I P I . I P I .

Selingan 1 I P I P I P I P

Selingan 2 j.I j.P j.P j.I j.I j.P j.P j.I

Tek-tek

jPx j.x jPx j.x jPx j.x jPx j.x

Tabuh saron gaya Jawatimuran dilakukan empat kali putaran

Page 28: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

32

Saron 6 6 6 5 3 3 3 2 5 5 5 3 2 2 2 1

1 3 2 5 3 6 5 1 j.1 5 1 . 5 1 5 1

Kembali ke patrol kayu dan diakhiri dengan pola tabuhan saron

serta penyajian vokal.

Vokal j12 3 j23 5 j35 6 j56 !

oa e oa e oa e oa e j!6 5 j65 3 j53 2 j32 1

ea o ea o ea o ea o

Ilustrasi Biola dan Suling ! . . . . 6 . . . . @ @ # ! . . . 5 6 3 2 . .

6 . . . . ! . . . . 5 . . 2 . .5 . .3 2 1 . .

Pada bagian komposisi berikut ini pola tabuhan kêndhang tunggal

dan kêndhang rampak di padu dengan têrbang rampak di lakukan

secara bergantian.

Kêndhang tunggal dan têrbang rampak . . . jDD

j.D j.D O jPB jBP jBP P jDD

Kêndhang têrbang rampak

Kêndhang dan têrbang

Kêndhang j.O jOB jBO O j.O jOB jBO jOO jON jOO jNN jNO

Têrbang . . . P . . . P . . jPP P jON jOO jNN

N

. . jPP P

Kêndhang tunggal j.I N . jOO j.O j.D O .

Page 29: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

33

Rampak Kêndhang O O O O B B B B O O O O B B B B

Cèng Cèng

. . . . . . . x . . . . . . . x

Rampak Kêndhang O O B B O O B B O O B B O O B B

Cèng Cèng

. . . x . . . x . . . x . . . x

Pada bagian akhir dari sajian hiburan ini di tandai oleh melodi saron

¾ yang diisertai dengan instrumen têrbang dan patrol.

Saron j12 3 j23 5 j35 6 j56 !

j!6 5 j65 3 j53 2 j32 1

Patrol

jII x jII x jII x jII x

jxx I jxx I jxx I jxx I

Têrbang jPP B jPP B jPP B jBB P jBB P jBB P

Dilanjutkan vokal tunggal sebagai ucap mantra mohon keselamatan.

Diteruskan dengan vokal sindhènan gandrung yang maknanya

tentang ajakan bagi sesama untuk selalu berbuat kebaikan.

Vokal tunggal 1 2 3 3 3 3 3 3 3 5 2 1 2 3

Duh Gusti Kang Maha Kuasa 1 2 3 3 3 3 3 3 5 2 1 2 3

Paring rahmat kanggo panguripan 3 5 6 6 6 6 6 6 ! 2 6

Mugi mugi angsal berkahe 3 1 3 3 3 3 3 . . . .

Ugi keselamatan para tari

Page 30: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

34

Vokal bersama 6 6 ! 5 ! 5 6 . . .

Li li ro kantun 6 6 2 2 1 5 5 5 5 3 5

Sak kantune liliro yoga 3 2 5 ! 5 5 3 5 3 2 3

Yo sapanen dayok rika 3 2 5 6 5 5 5 6 3 2 2

Mbok sekurbo milu tama

Sesudah bagian ini pada prakteknya disajikan tarian jejer

gandrung dilanjutkan tarian paju. Meskipun sajian tersebut

sebenarnya bukan merupakan bagian yang turut untuk diujikan

sebagai karya komposisi. Namun, merupakan sajian yang dihadirkan

sebagai hiburan bagi masyarakat yang datang untuk menonton.

C. Penyajian Karya

Karya berjudul Kêcaruk ini disajikan di area terbuka dengan

luas 8 X 30 meter, di Kalibaru Wetan, Kabupaten Banyuwangi Jawa

Timur. Lokasi tersebut dipilih dengan alasan dekat dengan si

empunya acara khitan. Selain itu, lokasi tersebut sangat strategis

karena terletak di pusat kecamatan dan dekat dengan keramaian,

sehingga diharapkan dapat menyedot perhatian masyarakat luas.

Penyajian karya Kêcaruk ini memakan waktu sekitar 125

menit. Pertunjukan dimulai dari bentuk Arak-Arak`an, dilanjutkan

dengan Pêncak`an dan Kêndurènan serta terakhir acarahiburan.

Fokus utama dari penyajian ini ialah pada pertunjukan musikal.

Namun unsur lainnya yang sudah digarap, juga menjadi bagian

Page 31: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

35

yang urgen bagi pertunjukan secara integral. Sedangkan bagian yang

tidak tergarap seperti apresiasi penonton dalam berbagai bentuknya,

setidaknya dapat menjadi salah satu pilar bagi atmosfir pertunjukan.

Gambar 1. Arena pertunjukan

D. Media

Musik merupakan unsur dominan yang disuguhkan. Penyajian

musik melibatkan unsur-unsur dari ketiga etnis baik dari segi

instrumen maupun teknik garap. Khusus pada penggunaan

instrumen dan teknik yang berasal dari etnis Jawa, pengkarya

menggunakan insturmen Gamêlan Jawatimuranbeserta teknik

permainannya. Opsi ini dilakukan atas pertimbangan,laras dari

instrumen Jawatimuran memiliki kedekatan terhadaplarasGamêlan

Madura danGamêlan Osing, sehingga apabila dipadukan tidak

menimbulkan bunyi kontras yang terlalu lebar. Media instrumen

serta teknikgarapyang digunakan secara integral dipaparkan sebagai

berikut.

Page 32: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

36

Tabel 1. Instrumen

Instrumen

Osing Madura Jawa

Suling Perkusi Duk-duk Bonang

Biola Saronèn Têrbang

Kêthuk Kêndhang Bêndhe

Cèng-cèng Saron Banyuwangi Kêmpul dan Gong

Bêdug Kluncing Patrol

Slênthêm Pêking Angklung

Non Instrumen music

Klunthung Sapi

Tabel 2. Teknik dan Laras

Teknik

Osing Madura Jawa

Cacalan: Pola Daul Imbal

Page 33: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

37

- Lãmbã

- Rangkêp

Timpalan:

- Prapatan

- Tengahan

- Engselan

Pola Saronen Racik Bonang

Kinthilan

Laras

Slendro Banyuwangi Slendro Madura Slendro Jawatimuran

Vokal juga turut disajikan pada karya ini. Penyajian disajikan

sejak proses Arak-Arak`an sampai pada Kêcaruk, dengan bentuk

yang beragam. Pada Arak-Arak`an penyajian vokal meliputi lantunan

lagu Barong Manuk serta meneriakkan yel-yel namaanak yang

dikhitan oleh para penari. Kemudian pada pêncak`an penyajianvokal

berupa syairan yang berciri pantun. Selanjutnya

padaKêndurènan,disajikan vokalSholawat yang dikombinasikan

dengan musik Hadrahyang sudah digarap supaya berciri

Banyuwangi, Madura, dan Jawatimuran. Terakhir pada hiburan,

disajikan lantunan mantra dan lagu Lilirã Kantun.

E. Deskripsi Sajian

Penyajian dimulai dariprosesi Arak-arak`an.Formasi pada

prosesi ini diawali dari Barong, kemudian diikuti penari kelompok

Page 34: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

38

pertama, anak yang dikhitan, burung, penari kelompok kedua, dan

pemusik. Sajian musik pada bagian ini terbagi menjadi 6 bagian. 2

Bagian dibunyikan ketika prosesi berjalan. 2 Bagian lainnya

dibunyikan ketika rombongan berhenti pada tempat yang sudah

ditentukan. Dua bagian terakhir dibunyikan ketika penari, Barong

dan Burung membentuk formasi gerakan. Sesudah seluruh bagian

disajikan, kemudian para penari meneriakkan yel-yel nama anak

yang dikhitan. Selanjutnya, rombongan kembali berjalan dam musik

disajikan mulai dari bagian awal.

Pêncak`an, menampilkan atraksi sebuah pertunjukan

pertarungan. Bentuk pencak menampilkan sajian tunggal putra dan

putri serta pasangan ganda. Di dalamnya juga menampilkan

penggunaan senjata. Bentuk musik yang disajikan lebih kepada

penegasan gerakan pencak. Pola-pola perkusif yang membayangi

gerakan penari lebih dominan pada segmen ini. Berbeda dengan

musik pada segmen sebelumnya yang lebih menegaskan ke bentuk

musik prosesi.

Kêndurènan, menampilkan musik dalam upacara keagamaan.

Pada bagian ini pengkarya bermaksud untuk memunculkan

kekuatan musik spiritual dari hasil asimilasi garapdari vokabuler

ketiga etnis. Wadah penyajian musik pada bagian Kêndurènanjuga

bermaksud menggambarkan bungkus Islami yang selalu menjadi

Page 35: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

39

sampul dalam setiap kegiatan masyarakat, serta dapat menjadi

wadah persatuan yang solid bagi ketiga etnis.

Hiburan, menampilkan sebuah bentuk penyajian akulturasi

musik. Pertunjukan ini memakai berbagai macam instrumen musik

dari ketiga etnis. Selain itu, juga digarap dengan pola-pola musik

dari ketiga etnis, baik teknik memainkan instrumen hingga cengkok-

cengkok yang melambangkan dialek, karakter dari ketiga etnis

tersebut.

Page 36: HARI WIRAWAN ; Komposisi Musik Etnis Banyuwangi

a.Daftar Pustaka

Anoegrajekti, N. 2003. “Bahasa Using Bukan Bahasa Jawa”,

Ngaji Budaya, buletin bulanan, ed.03. Jakarta: Desantara Utama.

Karsono. 2004. “Membangun Identitas: Kompetisi Musikal Pertunjukan Angklung Caruk Banyuwangi”. Skripsi S-1 Etnomusikologi. Institut Seni Indonesia Surakarta.

Suprapta, D. 1986. “Geografi Dialek Bahasa Jawa di Daerah

Banyuwangi”, makalah dalam seminar kebudayaan Jawa di

Jogyakarta 23-26 Juni 1986. Banyuwangi: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjend. Kebudayaan, Proyek

Penelitian dan Pengkajian kebudayaan Nusantara (Javanologi).

Winandi, W. 2001. “Perlindungan Hukum Terhadap Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam Kerusuhan Massal Pada Kasus Pembantaian Dukun Santet di Banyuwangi. Tesis S-2

Hukum. Universitas Diponegoro Semarang. Daftar Narasumber

Hadi Sarjono (66), penilik kebudayaan. Desa Kalibaru Wetan.