37
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Fisik Keseluruhan anjing yang dipergunakan pada penelitian diperiksa secara klinis dan dinyatakan sehat sesuai dengan klasifikasi status klas I yang telah ditetapkan oleh American Society of Anaesthesiologist (ASA), yaitu anjing yang sehat dan bebas dari penyakit seperti parasit interna maupun eksterna (Lumb dan Jones 1996; Muir et al. 2000; McKelvey dan Hollingshead 2003). Pemeriksaan respirasi, kardiovaskuler, status dehidrasi, dan refleks-refleks secara keseluruhan menunjukkan hasil yang baik dan 18 ekor anjing layak dipergunakan untuk perlakuan penelitian. Hasil pemeriksaan rata-rata 18 ekor anjing yang dipergunakan pada penelitian seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Rata-rata Hasil Pemeriksaan 18 ekor Anjing yang Dipergunakan untuk Penelitian Parameter Pemeriksaan Rata-rata Hasil Pemeriksaan (18 ekor anjing) Berat badan 10 ± 1 kg Umur anjing 19 ± 2 bulan Denyut jantung 105± 9 kali/menit Respirasi 20 ± 4 kali/menit Suhu tubuh 38,4 ± 0,4 0 C Turgor kulit Baik Refleks-refleks Baik Pemberian Preanestesi dan Induksi Anestesi Penelitian tahap pertama dilakukan untuk melihat gambaran elektrokardiogram (EKG) anjing yang diberikan kombinasi preanestesi atropin sulfatxylazin HCl dan induksi anestesi ketamin HCl, propofol, dan kombinasi ketamin HCl-propofol. Penelitian dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok I, II, dan III yang diberikan preanestesi kombinasi atropin sulfat dosis 0,03 mg/kgBBxylazin HCl dosis 2 mg/kgBB secara intramuskular (IM) dan 10 menit

HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

  • Upload
    lengoc

  • View
    259

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

32

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemeriksaan Fisik

Keseluruhan anjing yang dipergunakan pada penelitian diperiksa secara

klinis dan dinyatakan sehat sesuai dengan klasifikasi status klas I yang telah

ditetapkan oleh American Society of Anaesthesiologist (ASA), yaitu anjing yang

sehat dan bebas dari penyakit seperti parasit interna maupun eksterna (Lumb dan

Jones 1996; Muir et al. 2000; McKelvey dan Hollingshead 2003). Pemeriksaan

respirasi, kardiovaskuler, status dehidrasi, dan refleks-refleks secara keseluruhan

menunjukkan hasil yang baik dan 18 ekor anjing layak dipergunakan untuk

perlakuan penelitian. Hasil pemeriksaan rata-rata 18 ekor anjing yang

dipergunakan pada penelitian seperti ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata Hasil Pemeriksaan 18 ekor Anjing yang Dipergunakan untuk

Penelitian

Parameter Pemeriksaan Rata-rata Hasil Pemeriksaan

(18 ekor anjing)

Berat badan 10 ± 1 kg

Umur anjing 19 ± 2 bulan

Denyut jantung 105± 9 kali/menit

Respirasi 20 ± 4 kali/menit

Suhu tubuh 38,4 ± 0,4 0C

Turgor kulit Baik

Refleks-refleks Baik

Pemberian Preanestesi dan Induksi Anestesi

Penelitian tahap pertama dilakukan untuk melihat gambaran

elektrokardiogram (EKG) anjing yang diberikan kombinasi preanestesi atropin

sulfat–xylazin HCl dan induksi anestesi ketamin HCl, propofol, dan kombinasi

ketamin HCl-propofol. Penelitian dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok

I, II, dan III yang diberikan preanestesi kombinasi atropin sulfat dosis 0,03

mg/kgBB–xylazin HCl dosis 2 mg/kgBB secara intramuskular (IM) dan 10 menit

Page 2: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

33

kemudian masing-masing diinduksi secara intravena (IV) dengan ketamin HCl

dosis 4 mg/kgBB (kelompok I), propofol dosis 4 mg/kgBB (kelompok II), dan

kombinasi ketamin HCl dosis 4 mg/kgBB–propofol dosis 4 mg/kgBB (kelompok

III). Pengambilan data dilakukan sebelum perlakuan atau menit ke-0 dan setiap 10

menit sampai menit ke-90. Parameter yang diamati adalah amplitudo gelombang

P, R, dan T; interval gelombang QRS, PQ, QT masing-masing pada sadapan II;

serta denyut jantung dan aksis jantung. Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-

rata ± SD) dari hasil penelitian seperti ditunjukkan pada Tabel 4.

Page 3: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

30

Tabel 4

Parameter Perlakuan Waktu Pengamatan (menit)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Amplitudo

Gelombang

P (mV)

Klp I 0,16±0,02 0,14±0,03 0,12±0,02 0,15±0,04 0,16±0,05 0,18±0,06 0,19±0,05 0,19±0,02 0,19±0,03 0,16±0,04

Klp II 0,14±0,04 0,12±0,04 0,10±0,03 0,12±0,05 0,11±0,06 0,13±0,02 0,12±0,03 0,14±0,02 0,11±0,03 0,11±0.05

Klp III 0,08±0,02 0,06±0,04 0,04±0,05 0,10±0,03 0,14±0,01 0,15±0,03 0,12±0,05 0,13±0,05 0,12±0,04 0,09±0,03

Amplitudo

Gelombang

R (mV)

Klp I 1,63±0,14 1,39±1,00 1,63±0,51 1,72±0,53 1,73±0,48 1,69±0,53 1,80±0,41 1,81±0,34 1,77±0,29 1,80±0,30

Klp II 1,62±0,60 1,46±0,73 1,25±0,68 1,13±0,60 1,21±0,69 1,20±0,72 1,23±0,72 1,31±0,76 1,34±0,74 1,48±0,72

Klp III 1,48±0,86 1,08±0,58 1,19±0,66 1,62±0,61 1,29±0,43 1,31±0,54 1,13±0,79 1,06±0,82 1,25±0,61 1,24±0,61

Amplitudo

Gelombang

T (mV)

Klp I -0,36±0,17 -0,23±0,17 -0,13±0,24 -0,12±0,23 -0,07±0,31 -0,08±0,34 -0,13±0,29 -0,04±0,32 -0,08±0,27 -0,22±0,17

Klp II -0,25±0,20 -0,23±0,14 -0,09±0,20 -0,10±0,19 -0,11±0,18 -0,19±0,12 -0,10±0,15 -0,11±0,15 -0,11±0,16 -0,22±0,16

Klp III -0,08±0,12 -0,03±0,20 -0,08±0,19 0,13±0,26 0,13±0,27 0,12±0,26 -0,06±0,13 -0,04±0,13 -0,07±0,12 -0,08±0,11

Interval

Gelombang

QRS (detik)

Klp I 0,05±0,01 0,04±0,02 0,04±0,00 0,04±0,01 0,05±0,01 0,04±0,01 0,04±0,01 0,05±0,00 0,05±0,01 0,05±0,00

Klp II 0,05±0,00 0,05±0,00 0,05±0,00 0,05±0,01 0,04±0,00 0,04±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,00 0,05±0,00

Klp III 0,04±0,01 0,04±0,01 0,04±0,00 0,04±0,00 0,04±0,01 0,04±0,01 0,05±0,00 0,05±0,01 0,04±0,01 0,04±0,01

Interval PQ

(detik)

Klp I 0,09±0,06 0,08±0,05 0,09±0,06 0,10±0,07 0,10±0,07 0,12±0,02 0,11±0,01 0,11±0,01 0,12±0,01 0,11±0,02

Klp II 0,11±0,01 0,09±0,01 0,12±0,02 0,14±0,04 0,13±0,01 0,13±0,01 0,13±0,01 0,13±0,02 0,12±0,01 0,12±0,01

Klp III 0,07±0,05 0,05±0,06 0,06±0,07 0,06±0,06 0,08±0,06 0,11±0,01 0,10±0,00 0,13±0,01 0,08±0,06 0,08±0,05

Interval QT

(detik)

Klp I 0,15±0,01 0,15±0,01 0,22±0,01 0,24±0,06 0,23±0,01 0,17±0,01 0,23±0,02 0,18±0,01 0,23±0,01 0,22±0,03

Klp II 0,19±0,01 0,20±0,01 0,21±0,01 0,19±0,02 0,20±0,00 0,22±0,01 0,21±0,01 0,21±0,02 0,20±0,02 0,19±0,01

Klp III 0,22±0,04 0,22±0,03 0,20±0,01 0,21±0,01 0,21±0,01 0,22±0,02 0,22±0,02 0,22±0,02 0,23±0,04 0,22±0,05

Denyut

Jantung

(kali/menit)

Klp I 107±14,24 87±11,20 95±12,28 97±18,04 98±17,26 111±12,62 93±18,34 85±16,91 84±11,96 81±19,28

Klp II 112±11,25 93±17,10 83±16,77 105±18,50 95±15,13 114±16,50 96±12,39 87±11,41 85±16,44 91±7,09

Klp III 105±16,88 67±12,43 106±15,99 105±17,33 118±14,45 94±9,98 90±12,07 81±14,85 84±12,26 91±7,80

Aksis

Jantung

(derajat)

Klp I 72±4,76 66±4,62 72±8,16 76±9,22 75±9,60 75±10,78 76±6,13 75±5,68 76±4,57 78±5,35

Klp II 67±12,36 62±15,00 62±12,77 62±12,26 62±13,48 62±14,45 62±14,90 63±12,39 63±13,18 65±12,23

Klp III 74±8,81 76±5,45 74±7,72 77±9,11 76±5,97 76±8,04 76±8,29 79±3,00 79±2,99 79±2,36

Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

amplitudo gelombang T, interval gelombang QRS, interval PQ, interval QT, denyut jantung, dan aksis jantung sebelum teranestesi; preanestesi

atropin sulfat-xylazin HCl; induksi anestesi ketamin HCl, propofol, dan kombinasinya

Page 4: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

35

Amplitudo Gelombang P

Gelombang P merupakan gambaran perubahan arus listrik jantung pada

saat terjadi depolarisasi atrium. Rangsangan normal untuk depolarisasi atrium

berasal dari nodus sinus. Besarnya arus listrik yang berhubungan dengan eksitasi

nodus sinus terlalu kecil untuk dapat terlihat pada EKG. Gelombang P dalam

keadaan normal berbentuk melengkung dan arahnya ke atas pada kebanyakan

hantaran. Nilai normal amplitudo gelombang P pada anjing adalah maksimum 0,4

mV (Nelson 2003; Tilley et al. 2008). Gambaran hasil pengamatan seperti

ditunjukkan pada Gambar 13.

Gambar 13

Pada kelompok I, setelah pemberian preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl

terjadi penurunan amplitudo P dari 0,16±0,02 mV ke 0,14±0,03 mV, begitu pula

pada kelompok II dari 0,14±0,04 mV ke 0,12±0,04 mV, dan pada kelompok III

dari 0,08±0,02 mV ke 0,06±0,04 mV. Secara umum penurunan amplitudo pada 10

menit pertama relatif sama yaitu 0,02 mV. Penurunan masih berlanjut setelah

pemberian anestesi pada menit ke-10. Pada kelompok I turun sampai 0,12±0,02

mV, pada kelompok II sampai 0,10±0,03 mV, dan kelompok III sampai 0,04±0,05

mV pada menit ke-20. Penurunan gelombang P pada preanestesi berlangsung

0 0,02 0,04 0,06 0,08

0,1 0,12 0,14 0,16 0,18

0,2 0,22

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Ge

lom

ban

g P

(m

V)

Waktu (menit)

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

Perubahan rata-rata gelombang P sadapan II sebelum teranestesi,

setelah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl dan induksi

anestesi ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan

kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)

Page 5: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

36

selama 20 menit pertama dengan pola dan kekuatan yang sama. Hal ini

menunjukkan bahwa preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl memberikan pengaruh

terhadap depolarisasi atrium. Xylazin HCl yang merupakan golongan alpha-2

adrenergic receptor agonist bekerja melalui mekanisme penghambatan tonus

syaraf simpatik yang dapat menyebabkan relaksasi otot, konduksi impuls dan

denyut jantung, relaksasi saluran cerna, dan sedasi. Pemberian xylazin HCl

seolah-olah dapat menyebabkan terjadinya penghambatan konduksi listrik pada

atrioventrikular (AV block). Terjadinya AV block dapat menyebabkan

keterlambatan penyebaran konduksi listrik di atrium (Avdosko et al. 2010).

Pemberian atropin sulfat yang merupakan antimuskarinik, digunakan untuk

mengurangi sekresi bronkial serta mencegah kejadian aritmia terutama

bradikardia karena prosedur anestesi. Pemakaian atropin sulfat dosis tinggi dapat

mengakibatkan peningkatan frekuensi jantung. Atropin sulfat dapat mencegah

terjadinya penghambatan konduksi listrik di atrium (Conti-Patara et al. 2009;

O’Grady dan O’Sullivan 2004).

Perubahan gelombang P tiap tahap anestesi terlihat setelah menit ke-20.

Pada kelompok I, setelah pemberian anestesi ketamin HCl terjadi kenaikan

menjadi 0,15±0,04 mV pada menit ke-30 dengan kenaikan tertinggi terjadi pada

menit ke-60 sampai dengan menit ke-80 sebesar 0,19±0,05 mV, 0,19±0,02 mV,

dan 0,19±0,03 mV. Rata-rata peningkatan pada kelompok I adalah sebesar 0,07

mV dan pada menit ke-90 amplitudo gelombang P kelompok I sebesar 0,16±0,04

mV. Pada kelompok II, setelah pemberian anestesi ketamin HCl mengalami

peningkatan menjadi 0,12±0,05 mV menit ke-30 dengan kenaikan tertinggi pada

menit ke-70 sebesar δ 0,04 mV (0,14±0,02 mV) dan pada saat anjing siuman

sebesar 0,11±0.05 mV. Pada kelompok III, setelah pemberian anestesi terjadi

kenaikan yang tajam pada menit ke-30 sebesar 0,06 mV (0,10±0,03 mV) dengan

kenaikan tertinggi pada menit ke-50 sebesar 0,09 mV(0,15±0,03 mV), kemudian

terjadi penurunan sampai dengan anjing siuman pada menit ke-90 sebesar

0,09±0,03 mV (0,05 mV).

Setelah dianestesi dengan ketamin HCl dan kombinasi ketamin HCl–

propofol, terjadi kenaikan amplitudo gelombang P. Ketamin HCl dapat

menstimulasi pelepasan norepineprin pada syaraf simpatik dan menghambat

Page 6: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

37

perangsangan pada syaraf vagus (Adams 2001). Perangsangan syaraf simpatik dan

penghambatan pada syaraf vagus dapat mengakibatkan peningkatan denyut

jantung (kronotropik positif), peningkatan konduksi impuls (dromotropik positif),

dan peningkatan kontraksi otot jantung (inotropik positif). Pemberian anestesi

propofol memberikan sedikit pengaruh terhadap kenaikan amplitudo gelombang

P. Pemberian anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol perlu diwaspadai

pengaruhnya terhadap kenaikan gelombang P yang tajam dibandingkan pemberian

anestesi ketamin HCl maupun propofol segera setelah menit ke-20 terlampaui.

Perbedaan potensial aksi pada syaraf akibat pengaruh pemberian anestesi

kombinasi ketamin HCl-propofol seolah-olah mengakibatkan terjadinya AV block

menyebabkan terkumpulnya impuls listrik dan akan segera mencetuskan impuls

listrik cukup besar yang akan menyebar ke seluruh dinding atrium. Kekuatan

impuls listrik atrium yang berasal dari nodus sinoatrial (NSA) lebih besar

dibandingkan pengaruh anestesi yang diberikan, setelah menit ke-30 terlampaui.

Ini berarti bahwa stabilitas EKG pada ketiga kelompok dapat terlihat setelah

pemberian anestesi baik dengan ketamin HCl, propofol, maupun kombinasinya.

Amplitudo Gelombang R

Amplitudo gelombang R menunjukkan kekuatan listrik saat terjadi

depolarisasi ventrikel. Kekuatan listrik pada dinding ventrikel berasal dari nodus

atrioventrikular (NAV), berkas His, dan serabut Purkinje. Amplitudo gelombang

R juga merupakan amplitudo gelombang QRS, yang dibentuk bersama-sama oleh

gelombang Q, R, dan gelombang S. Amplitudo gelombang R cukup besar karena

banyak massa otot yang harus dilalui oleh impuls listrik. Hasil yang diperoleh dari

pengamatan penelitian seperti ditunjukkan pada Gambar 14.

Page 7: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

38

Gambar 14

HCl dan induksi anestesi ketamin HCl, propofol, dan kombinasi in Cl

Pada kelompok I, setelah preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl terjadi

penurunan amplitudo gelombang R dari 1,63±0,14 mV ke 1,39±1,00 mV, begitu

pula pada kelompok II dari 1,62±0,60 mV ke 1,46±0,73 mV, dan pada kelompok

III dari 1,48±0,86 mV ke 1,08±0,58 mV. Setelah pemberian anestesi masing-

masing kelompok memberikan gambaran yang berbeda, kelompok I mengalami

peningkatan menjadi 1,63±0,51 mV dengan kenaikan tertinggi terjadi pada menit

ke-70 (1,81±0,34 mV) sampai anjing siuman pada menit ke-90 dengan amplitudo

gelombang R sebesar 1,80±0,30 mV. Begitu pula dengan kelompok III terjadi

peningkatan pada menit ke-20 (1,19±0,66 mV) sampai menit ke-50 (1,31±0,54

mV), dan menit ke-90 dengan amplitudo gelombang R sebesar 1,48±0,72 mV.

Sedangkan pada kelompok II, setelah pemberian anestesi propofol, penurunan

amplitudo gelombang R masih berlanjut sampai dengan menit ke-30 (1,13±0,60

mV), yang kemudian perlahan meningkat sampai anjing siuman pada menit ke-90

dengan amplitudo gelombang R sebesar 1,48±0,72 mV.

Penurunan amplitudo gelombang R pada menit ke-0 sampai menit ke-10

disebabkan pemberian preanestesi atropin sulfat–xylazin HCl. Atropin sulfat–

xylazin HCl dapat menghambat konduksi listrik pada ventrikel jantung dan

serabut Purkinje. Penghambatan konduksi listrik diventrikel digambarkan dengan

0 0,2 0,4 0,6 0,8

1 1,2 1,4 1,6 1,8

2 2,2

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Ge

lom

ban

g R

(m

V)

Waktu (menit)

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

Perubahan rata-rata amplitudo gelombang R sadapan II sebelum

teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin

HCl dan induksi anestesi ketamin HCl (kelompok I), propofol

(kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)

Page 8: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

39

menurunnya kekuatan impuls listrik di ventrikel (Carareto et al. 2008). Kestabilan

EKG mulai terlihat pada menit ke-20 terlampaui, yaitu pada saat pemberian

induksi anestesi, terutama pada pemberian anestesi ketamin HCl dan kombinasi

ketamin HCl-propofol. Kestabilan amplitudo gelombang R diperoleh setelah

menit ke-30 terlampaui dengan induksi anestesi propofol. Penghambatan

konduksi listrik tidak terlalu berpengaruh karena besarnya kekuatan impuls listrik

yang bersumber dari NSA dan nodus atrioventrikuler (NAV), sehingga berkas His

dan serabut Purkinje tidak terpengaruh oleh perbedaan potensial aksi pada sistem

syaraf yang menginervasi jantung akibat pengaruh pemberian anestesi. Otot

jantung mampu berkontraksi sendiri akibat aliran listrik dari NSA sebagai

pacemaker, NAV, berkas His, dan serabut Purkinje. Sedangkan sistem syaraf

hanya dapat memodifikasi aliran listrik pada jantung, sehingga perubahan

potensial aksi pada sistem syaraf akibat perlakuan anestesi belum mampu

memodifikasi aliran listrik pada ventrikel jantung yang bersumber dari NAV,

berkas His, dan serabut Purkinje.

Interval Gelombang QRS

Gelombang QRS dibentuk bersama-sama oleh gelombang Q, R, dan S.

Standar penamaan kompleks QRS adalah jika defleksi pertama ke bawah (defleksi

negatif) disebut gelombang Q, defleksi pertama ke atas (defleksi positif) disebut

sebagai gelombang R, dan defleksi ke bawah pertama yang mengikuti defleksi ke

atas disebut sebagai gelombang S (Thaler 2009).

Interval gelombang QRS menggambarkan adanya depolarisasi yang terjadi

pada ventrikel. Impuls listrik di ventrikel menyebar cukup cepat dengan lamanya

interval gelombang QRS pada anjing normal adalah antara 0,04 sampai 0,05 detik

(Nelson 2003; Tilley et al. 2008). Repolarisasi atrium terjadi selama masa

depolarisasi ventrikel. Tetapi besarnya gelombang QRS tersebut akan menutupi

gambaran pemulihan atrium yang tercatat pada sadapan EKG. Hasil pengamatan

interval gelombang QRS seperti ditunjukkan pada Gambar 15.

Page 9: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

40

Gambar 15

Pada kelompok I, setelah preanestesi terjadi penurunan interval gelombang

QRS dari 0,05±0,01 detik ke 0,04±0,02 detik. Sedangkan pada kelompok II tidak

terjadi perubahan interval gelombang QRS sampai dengan menit ke-30, begitu

pula pada kelompok III tidak terjadi perubahan interval gelombang QRS sampai

dengan menit ke-50. Hal ini berarti pemberian preanestesi kombinasi atropin

sulfat-xylazin HCl tidak mempengaruhi waktu depolarisasi pada ventrikel.

Pada kelompok I dan II setelah menit ke-30 sampai dengan menit ke-60

terjadi ketidakstabilan interval gelombang QRS dan baru mencapai kestabilan

setelah menit ke-60 sampai dengan anjing siuman pada menit ke-90 dengan

interval gelombang QRS masing-masing 0,05±0,00 detik (kelompok I) dan

0,05±0,00 detik (kelompok II). Sedangkan pada kelompok III terjadi peningkatan

interval gelombang QRS pada menit ke-60 dari 0,04±0,01 ke 0,05±0,00 detik dan

turun kembali ke 0,04±0,01 detik pada menit ke-80. Perubahan interval

gelombang QRS pada kelompok I dan II menunjukkan bahwa pemberian anestesi

ketamin HCl dan propofol dapat memberikan ketidakstabilan gambaran interval

gelombang QRS terlihat pada menit ke-30. Setelah menit ke-60 terlampaui,

gambaran interval gelombang QRS terlihat kembali stabil. Pada kelompok III,

0

0,01

0,02

0,03

0,04

0,05

0,06

0 20 40 60 80

Inte

rval

Ko

mp

leks

QR

S (d

eti

k)

Waktu (menit)

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

Perubahan rata-rata interval gelombang QRS sadapan II sebelum

teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin

HCl dan induksi anestesi ketamin HCl (kelompok I), propofol

(kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok

III)

Page 10: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

41

ketidakstabilan gambaran interval gelombang QRS terlihat pada menit ke-60 dan

kembali stabil setelah menit ke-70 terlampaui. Gambaran interval gelombang

QRS dapat dipengaruhi oleh kondisi teranestesi sempurna baik dengan induksi

ketamin HCl, propofol, dan kombinasinya. Namun karena impuls listrik yang

dihasilkan oleh NSA begitu kuat dan sangat cepat dilewatkan ke NAV melalui

berkas His menuju ke serabut Purkinje yang akan mengadakan kontak dengan

seluruh sel-sel ventrikel untuk dialiri impuls listrik maka kestabilan gambaran

interval gelombang QRS dapat tercapai. Di ventrikel sendiri juga tersebar sel-sel

Pacemaker yang dapat menghasilkan impuls listrik sendiri.

Interval Gelombang PQ

Interval gelombang PQ atau kadang disebut interval gelombang PR diukur

dari permulaan gelombang P hingga awal kompleks QRS. Dalam interval ini

mencakup penghantaran impuls listrik melalui atrium (depolarisasi atrium) dan

hambatan impuls melalui nodus atrioventrikular (NAV). Interval gelombang PQ

pada anjing normal adalah berkisar antara 0,06 sampai 0,13 detik (Nelson 2003;

Tilley et al. 2008). Perpanjangan interval gelombang PQ yang abnormal

menandakan adanya gangguan hantaran impuls (AV block). Gambaran hasil

pengamatan pada interval PQ seperti pada Gambar 16.

Gambar 16

0

0,03

0,06

0,09

0,12

0,15

0,18

0 20 40 60 80

Inte

rval

PR

(d

eti

k)

Waktu (detik)

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

Perubahan rata-rata interval PQ sadapan kedua sebelum teranestesi

dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat sulfat-xylazin HCl

dan induksi anestesi ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok

II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)

Page 11: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

42

Pada kelompok I, setelah preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl terjadi

penurunan interval gelombang PQ dari 0,09±0,06 detik ke 0,08±0,05 detik, begitu

pula pada kelompok II dari 0,11±0,01 detik ke 0,09±0,01 detik, dan pada

kelompok III dari 0,07±0,05 detik ke 0,05±0,06 detik. Rata-rata penurunan

interval gelombang PQ pada 10 menit pertama adalah 0,01-0,02 detik. Pemberian

xylazin HCl dapat menyebabkan terjadinya penghambatan pada NAV dan

menyebabkan terjadinya keterlambatan konduksi listrik di atrium dan

perpanjangan interval gelombang PQ. Seolah-olah terjadi AV block setelah

pemberian xylazin HCl yang menyabkan terjadinya penurunan interval

gelombang PQ (Avdosko et al. 2010; Conti-Patara et al. 2009).

Setelah 10 menit pertama terlampaui, yaitu setelah dianestasi dengan

ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasinya (kelompok

III) terjadi peningkatan interval gelombang PQ pada ketiga kelompok, yaitu

masing-masing 0,01 detik pada kelompok I, 0,02 detik pada kelompok II, dan

0,01 detik pada kelompok III. Peningkatan interval gelombang PQ masih terjadi

pada kelompok I dan II sampai dengan anjing siuman pada menit ke-90. Pada

kelompok III, terjadi peningkatan interval gelombang PQ yang tajam pada menit

ke-70 sebesar 0,13±0,01 detik, dan menit ke-80 kembali turun 0,05 detik sampai

dengan anjing siuman pada menit ke-90 dengan interval gelombang PQ sebesar

0,08±0,05 detik. Peningkatan interval gelombang PQ terjadi setelah pemberian

anestesi baik dengan ketamin HCl, propofol, maupun kombinasinya yang terjadi

pada ketiga kelompok pengamatan. Anjing yang teranestesi dengan kombinasi

ketamin HCl-propofol, setelah menit ke-70 akan berusaha memperoleh kestabilan

terhadap waktu depolarisasi atrium yang ditunjukkan dengan kembali

menurunnya nilai interval gelombang PQ sesuai dengan kondisi sebelum induksi

anestesi. Ini menunjukkan pemberian induksi anestesi baik dengan ketamin HCl,

propofol, maupun kombinasi ketamin HCl-propofol cenderung dapat

meningkatkan durasi interval gelombang PQ walaupun masih pada kisaran

normal. Aktivitas ketamin HCl dapat secara langsung menstimulasi pusat

adrenergik dan secara tidak langsung menghambat pengambilan catecholamine

terutama norepineprin. Ketamin HCl dapat mengubah aktivitas listrik jantung

dengan memperpanjang interval gelombang PQ, tetapi tidak mempengaruhi

Page 12: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

43

bentuk gelombang EKG (Adams 2001). Hal ini berarti bahwa pemberian induksi

anestesi belum menyebabkan perubahan yang signifikan terhadap waktu

depolarisasi atrium dan perlambatan impuls listrik yang melalui NAV. Perubahan

potensial aksi pada sistem syaraf akibat anestesi tidak mampu memodifikasi aliran

listrik pada dinding atrium jantung.

Interval Gelombang QT

Interval gelombang QT diukur dari awal kompleks QRS sampai akhir

gelombang T yang merupakan lamanya waktu depolarisasi dan repolarisasi oleh

ventrikel. Interval gelombang QT bervariasi sesuai dengan frekuensi jantung.

Rata-rata interval gelombang QT pada anjing normal adalah 0,15–0,25 detik

(Nelson 2003; Tilley et al. 2008). Gambaran hasil dari pengamatan seperti

ditunjukkan pada Gambar 17.

Gambar 17

Pada kelompok I, setelah preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl sampai

dengan menit ke-10 tidak terjadi perubahan yaitu 0,15±0,01 detik, begitu pula

dengan kelompok III sebesar 0,22±0,04 detik. Sedangkan pada kelompok III

terjadi sedikit peningkatan interval gelombang QT dari 0,19±0,01 detik ke

0

0,03

0,06

0,09

0,12

0,15

0,18

0,21

0,24

0,27

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Inte

rval

QT

(de

tik)

Waktu (menit)

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

Perubahan rata-rata interval QT sadapan II sebelum teranestesi dan

sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl dan induksi

anestesi ketamin HCl(kelompok I), propofol (kelompok II), dan

kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III).

Page 13: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

44

0,20±0,01 detik. Hal ini menunjukkan bahwa preanestesi dengan atropin sulfat-

xylazin HCl tidak memberikan pengaruh terhadap lamanya waktu depolarisasi

dan repolarisasi ventrikel.

Perubahan interval gelombang QT tiap tahap anestesi terlihat setelah menit

ke-20. Pada kelompok I setelah dianestesi dengan ketamin HCl terjadi

peningkatan interval gelombang QT menjadi 0,22±0,01 detik sampai dengan

menit ke-40 (0,23±0,01 detik) dan setelah menit ke-40 terlihat ketidakstabilan

interval gelombang QT sampai dengan anjing siuman pada menit ke-90 sebesar

0,22±0,03 detik. Pada kelompok II setelah dianestesi dengan propofol terjadi

penurunan interval gelombang QT pada menit ke-30 sebesar 0,21±0,01 detik dan

setelah menit ke-30 terlampaui, gambaran interval gelombang QT relatif stabil

sampai dengan anjing siuman pada menit ke-90 sebesar 0,19±0,01 detik. Begitu

pula dengan kelompok III, setelah dianestesi terjadi sedikit penurunan interval

gelombang QT pada menit ke-20 sebesar 0,21±0,01 detik, kemudian gambaran

interval gelombang QT relatif stabil sampai dengan anjing siuman pada menit ke-

90 dengan interval gelombang QT sebesar 0,22±0,05 detik. Peningkatan interval

gelombang QT setelah dianestesi dengan ketamin HCl berarti bahwa ketamin HCl

menyebabkan terjadinya perlambatan repolarisasi ventrikel sedangkan perlakuan

dengan anestesi propofol dan kombinasi ketamin HCl-propofol tidak

menyebabkan perubahan repolarisasi ventrikel. Perlakuan anestesi dengan

ketamin HCl dapat mempengaruhi waktu yang dibutuhkan jantung untuk

berdenyut terutama pada saat terjadinya repolarisasi ventrikel (interval gelombang

QT), sedangkan kemampuan atau kekuatan jantung untuk berdenyut tidak

terpengaruh.

Perpanjangan interval gelombang QT dapat disebabkan oleh beberapa

faktor antara lain obat-obatan antiaritmia, hipnotik dan penenang; gangguan

keseimbangan elektrolit seperti hipokalemia, hipomagnesemia, dan hipokalsemia;

serta oleh penyakit seperti gagal jantung kongestif, infark, dan miokarditis; dan

lain-lainnya seperti hipertensi dan hipotermia (Karim dan Kabo 2002).

Page 14: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

45

Amplitudo Gelombang T

Amplitudo gelombang T menggambarkan kekuatan impuls listrik pada

saat repolarisasi ventrikel. Gelombang T berkaitan dengan kejadian iskemia

miokardium serta hiperkalemia (peningkatan kadar kalium serum) yang akan

mempertinggi dan mempertajam puncak gelombang T. Tinggi gelombang T pada

anjing normal adalah tidak lebih dari 1/3 R (Nelson 2003; Tilley et al. 2008). Pada

anjing defleksi gelombang T dapat ke bawah (defleksi negatif), ke atas (defleksi

positif), maupun bifasik (Tilley et al. 2008). Hasil pengamatan terhadap tinggi

gelombang T terlihat seperti pada Gambar 18.

Gambar 18

Pada kelompok I, setelah pemberian preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl

terjadi kenaikan amplitudo gelombang T dari -0,36±0,17 mV ke -0,23±0,17 mV

pada menit ke-10. Demikian pula halnya dengan kelompok II terjadi kenaikan

amplitudo gelombang T dari -0,25±0,20 mV ke -0,23±0,14 mV, dan kelompok III

terjadi kenaikan amplitudo gelombang T dari -0,08±0,12 mV ke -0,03±0,20 mV.

Hal ini menunjukkan bahwa pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfat-

xylazin HCl dapat mempengaruhi kekuatan impuls listrik pada saat repolarisasi

ventrikel sehingga menyebabkan kenaikan amplitudo gelombang T.

-0,5

-0,4

-0,3

-0,2

-0,1

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Ge

lom

ban

g T

(mV

)

Waktu (menit)

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

Perubahan rata-rata amplitudo gelombang T sadapan kedua sebelum

teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin

HCl dan induksi anestesi ketamin HCl (kelompok I), propofol

(kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)

Page 15: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

46

Setelah pemberian anestesi ketamin HCl, pada kelompok I, kenaikan

amplitudo gelombang T masih berlanjut sampai dengan menit ke-40 sebesar

-0,07±0,31 mV. Dari menit ke-50 (-0,08±0,34 mV) perlahan terjadi penurunan

amplitudo gelombang T sampai dengan menit ke-70 sebesar -0,04±0,32 mV. Pada

menit ke-80 terjadi kenaikan gelombang T -0,08±0,27 mV dan terjadi penurunan

kembali pada menit ke-90 sebesar -0,22±0,17 mV. Pada kelompok II, setelah

pemberian anestesi propofol, kenaikan amplitudo gelombang T masih berlanjut

sampai dengan menit ke-20 sebesar -0,09±0,20 mV. Setelah menit ke-20

terlampaui, perlahan terjadi penurunan amplitudo gelombang T sampai dengan

menit ke-50 sebesar -0,19±0,12 mV, kemudian terjadi peningkatan amplitudo

gelombang T pada menit ke-60 sebesar -0,10±0,15 mV, dan perlahan mengalami

penurunan setelah menit ke-60 terlampaui sampai dengan menit ke-90 sebesar

-0,22±0,16 mV. Sedangkan pada kelompok III, setelah pemberian induksi anestesi

kombinasi ketamin HCl-propofol terjadi penurunan amplitudo gelombang T pada

menit ke-20 sebesar -0,08±0,19 mV, kemudian terjadi kenaikan amplitudo

gelombang T setelah menit ke-20 terlampaui sebesar 0,13±0,26 mV. Penurunan

amplitudo gelombang T kembali terjadi setelah menit ke-50 terlampaui sebesar

-0,06±0,13 mV sampai dengan hewan siuman pada menit ke-90 dengan amplitudo

gelombang T sebesar -0,08±0,11 mV.

Setelah induksi anestesi, terlihat bahwa pemberian anestesi baik dengan

ketamin HCl maupun propofol dan kombinasi ketamin HCl-propofol memberikan

gambaran amplitudo gelombang T yang relatif stabil. Pada pemberian anestesi

dengan kombinasinya perlu diwaspadai setelah menit ke-20 terlampaui sampai

dengan menit ke-50. Kekuatan impuls listrik pada saat repolarisasi ventrikel tidak

dipengaruhi oleh pemberian induksi anestesi ketamin HCl, propofol, dan kombinasi

ketamin HCl-propofol.

Denyut Jantung

Denyut jantung merupakan jumlah denyut per menit (beat per minute -

bpm). Jumlah denyut jantung dapat diperoleh dari EKG dengan menghitung

jumlah gelombang R selama satu menit. Jumlah rata-rata denyut jantung pada

Page 16: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

47

anjing normal adalah 70–160 bpm (Nelson 2003; Tilley et al. 2008). Hasil

pengamatan dapat digambarkan seperti ditunjukkan pada Gambar 19.

Gambar 19

Pada kelompok I, setelah preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl terjadi

penurunan denyut jantung dari 107±14,24 bpm ke 87±11,20 bpm, begitu pula

pada kelompok II dari 112±11,25 bpm ke 93±17,10 bpm, dan kelompok III dari

105±16,88 bpm ke 67±12,43 bpm. Semua kelompok pada menit ke-0 sampai

menit ke-10, terlihat mengalami penurunan denyut jantung. Xylazin HCl termasuk

golongan dari α2-adrenoceptor agonist yang dapat menyebabkan terjadinya

beberapa mekanisme reaksi seperti merangsang tonus pada syaraf vagus,

tertekannya pacemaker secara langsung, dan tertekannya sistem konduksi jantung

(Atalan et al. 2002 dan Kinjavdekar et al. 1999). Pemberian xylazin HCl dapat

menekan sistem kardiovaskuler dan menyebabkan penurunan tekanan darah

(Ozkan et al. 2010). Perangsangan syaraf vagus mengakibatkan pelepasan hormon

asetilkolin pada ujung syaraf vagus, yang menyebabkan penurunan denyut

jantung, penurunan konduksi impuls, dan penurunan kontraksi otot jantung. Untuk

menghindari penurunan denyut jantung terlalu rendah, digunakan atropin sulfat

yang dapat menghambat pelepasan hormon asetilkolin. Pemberian atropin sulfat

0

20

40

60

80

100

120

140

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

De

nyu

t Ja

ntu

ng

(be

at p

er

min

ute

)

Waktu (menit)

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

Perubahan rata-rata denyut jantung sebelum teranestesi dan sesudah

diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl dan induksi anestesi

ketamin HCl(kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi

ketamin HCl-propofol (kelompok III)

Page 17: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

48

dapat juga digunakan untuk mengurangi efek yang tidak diharapkan karena

pemberian xylazin HCl, diantaranya mengurangi efek muntah dan hipersalivasi.

Setelah dianestesi, penurunan masih terjadi pada kelompok II yaitu pada

menit ke-20 sebesar 83±16,77 bpm, namun pada kelompok I dan III terjadi

kenaikan denyut jantung yaitu masing-masing 95±12,28 bpm (kelompok I) dan

106±15,99 bpm (kelompok III). Masing-masing kelompok perlakuan mencapai

kestabilan denyut jantung setelah menit ke-20 terlampaui. Ini berarti kestabilan

denyut jantung diperoleh setelah pemberian anestesi baik dengan ketamin HCl,

propofol, maupun kombinasi ketamin HCl-propofol. Ketamin HCl dapat bekerja

sebagai inotropik positif, yaitu dapat meningkatkan kontraksi otot jantung.

Propofol tidak menimbulkan pengaruh terhadap denyut jantung (Mohamadnia et

al. 2008). Propofol mempunyai onset kerja yang cepat yaitu kurang dari satu

menit dan metabolisme tubuh terhadap propofol juga sangat cepat, sehingga

kurang baik dipergunakan untuk anestesi dalam jangka waktu panjang jika sekali

aplikasi dan dalam bentuk pemberian tunggal (Plumb 2005; Tsai et al. 2007).

Sehingga untuk aplikasi dengan propofol perlu dikombinasikan dengan ketamin

HCl guna memperoleh kestabilan yang lebih baik terhadap denyut jantung.

Aksis Jantung

Aksis jantung merupakan vektor rata-rata baik dari depolarisasi atrium

maupun ventrikel dapat digunakan untuk mengetahui abnormalitas perluasan

jantung yang diperoleh dari hasil sadapan ekstremitas, baik yang disebabkan oleh

perubahan posisi jantung atau oleh gangguan pada konduksi jantung. Aksis

jantung anjing normal ada pada kisaran 40o–100

o (Nelson 2003; Tilley et al.

2008). Gambaran rata-rata aksis jantung seperti ditunjukkan pada Gambar 20.

Page 18: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

49

Gambar 20

Setelah pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfat-xylazin HCl,

kelompok III mempunyai gambaran yang berbeda dengan kelompok I dan II. Pada

kelompok I, terjadi penurunan rata-rata aksis jantung dari 72±4,76 derajat ke

66±4,62 derajat. Begitu pula dengan kelompok II terjadi penurunan rata-rata aksis

jantung dari 67±12,36 derajat ke 62±15,00 derajat. Sedangkan pada kelompok III,

terjadi kenaikan rata-rata aksis jantung dari 74±8,81 derajat ke 76±5,45 derajat.

Hal ini berarti bahwa pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfat-xylazin HCl

tidak mempengaruhi rata-rata aksis jantung.

Setelah pemberian anestesi baik dengan ketamin HCl (kelompok I),

propofol (kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)

yaitu setelah menit ke-20 terlampaui, terlihat adanya kestabilan gambaran rata-

rata aksis jantung anjing. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian preanestesi

sulfat-xylazin HCl dan induksi anestesi ketamin HCl, propofol, dan kombinasi

ketamin HCl-propofol tidak mempengaruhi rata-rata aksis jantung, yang berarti

juga tidak menyebabkan terjadinya kelainan yang mengakibatkan perluasan

jantung.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Aks

is J

antu

ng

(de

raja

t)

Waktu (menit)

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

Perubahan rata-rata aksis jantung sebelum teranestesi dan sesudah

diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl dan induksi anestesi

ketamin HCl(kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi

ketamin HCl-propofol (kelompok III)

Page 19: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

50

Pemberian Preanestesi, Induksi, dan Pemeliharaan Anestesi

Penelitian kedua dilakukan untuk melihat gambaran EKG anjing yang

diberikan pemeliharaan anestesi dengan tetes infus intravena (IV) secara

gravimetrik. Anjing terlebih dahulu diberikan preanestesi kombinasi atropin sulfat

(0,03 mg/kgBB)–xylazin HCl (2 mg/kgBB) secara IM, 10 menit kemudian

diinduksi dengan kombinasi ketamin HCl (4 mg/kgBB)–propofol (4 mg/kgBB)

secara IV, dan 10 menit kemudian dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesi

dengan metode tetes infus IV secara gravimetrik masing-masing dengan ketamin

HCl (0,4 mg/kgBB/menit), propofol (0,4 mg/kgBB/menit), dan kombinasi

ketamin HCl (0,4 kg/kgBB/menit)–propofol (0,4 mg/kgBB/menit). Infus IV ini

diberikan sampai menit ke-120. Pengukuran EKG diambil dari menit ke-0 sampai

dengan menit ke-140. Parameter yang diamati adalah tinggi gelombang P, R, dan

T; interval gelombang QRS, PQ, dan QT; serta denyut jantung dan aksis jantung.

Nilai rata-rata dan simpangan baku dari hasil penelitian kedua seperti ditunjukkan

pada Tabel 5.

Page 20: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

41

Parameter Perlakuan Waktu Pengamatan (menit)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140

Amplitudo

Gelombang

P

Klp I 0,14±0,06 0,12±0,07 0,12±0,03 0,15±0,03 0,15±0,03 0,15±0,03 0,16±0,03 0,14±0,03 0,15±0,03 0,15±0,02 0,14±0,03 0,14±0,03 0,15±0,03 0,15±0,04 0,14±0,03

Klp II 0,13±0,03 0,11±0,06 0,10±0,05 0,14±0,04 0,15±0,04 0,13±0,04 0,12±0,03 0,15±0,02 0,14±0,01 0,12±0.01 0,12±0,01 0,12±0,01 0,13±0,02 0,13±0,04 0,12±0,03

Klp III 0,18±0,06 0,16±0,03 0,15±0,03 0,18±0,03 0,19±0,03 0,19±0,03 0,19±0,03 0,19±0,03 0,19±0,03 0,18±0,04 0,18±0,04 0,17±0,03 0,17±0,04 0,17±0,04 0,17±0,03

Amplitudo

Gelombang

R

Klp I 1,71±0,44 1,70±0,50 1,66±0,45 1,94±0,47 1,85±0,50 1,93±0,43 1,98±0,44 1,89±0,44 1,79±0,41 1,71±0,43 1,67±0,46 1,63±0,53 1,74±0,42 1,66±0,38 1,69±0,36

Klp II 1,43±0,13 1,38±0,17 1,32±0,25 1,62±0,28 1,18±0,50 1,51±0,23 1,47±0,25 1,49±0,20 1,44±0,19 1,45±0,16 1,52±0,15 1,44±0,30 1,44±0,16 1,41±0,13 1,34±0,10

Klp III 1,47±0,83 1,41±0,99 1,38±0,70 1,71±0,18 1,28±0,48 1,21±0,12 1,09±0,12 1,24±0,12 1,21±0,12 1,27±0,73 1,34±0,14 0,88±0,20 1,23±0,19 1,23±0,42 1,21±0,80

Amplitudo

Gelombang

T

Klp I -0,14±0,09 -0,10±0,08 -0,10±0,15 -0,12±0,17 -0,11±0,16 -0,07±0,22 -0,14±0,18 -0,15±0,21 -0,15±0,21 -0,14±o,22 -0,15±0,22 -0,16±0,19 -0,13±0,14 -0,13±0,17 -0,11±0,11

Klp II -0,23±0,16 -0,11±0,23 -0,05±0,28 -0,14±0,25 -0,13±0,20 -0,13±0,17 -0,16±0,13 -0,16±0,14 -0,17±0,11 -0,15±0,15 -0,14±0,14 -0,15±0,14 -0,17±0,13 -0,21±0,17 -0,23±0,15

Klp III -0,28±0,25 -0,26±0,09 -0,24±0,10 -0,22±0,07 -0,22±0,08 -0,27±0,07 -0,18±0,18 -0,21±0,18 -0,23±0,18 -0,27±0,14 -0,24±0,21 -0,25±0,20 -0,23±0,22 -0,14±0,20 -0,12±0,23

Interval

Gelombang

QRS

Klp I 0,04±0,00 0,04±0,00 0,04±0,00 0,04±0,00 0,04±0,00 0,04±0,01 0,05±0,01 0,04±0,00 0,05±0,00 0,04±0,01 0,05±0,01 0,06±0,01 0,04±0,00 0,06±0,01 0,07±0,01

Klp II 0,05±0,01 0,04±0,01 0,05±0,01 0,04±0,01 0,05±0,01 0,04±0,01 0,04±0,01 0,04±0,00 0,04±0,01 0,04±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01

Klp III 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,06±0,01 0,06±0,01 0,06±0,01 0,06±0,01

Interval

Gelombang

PQ

Klp I 0,11±0,01 0,11±0,01 0,12±0,02 0,11±0,01 0,10±0,02 0,12±0,01 0,12±0,01 0,12±0,01 0,12±0,01 0,11±0,01 0,11±0,01 0,11±0,01 0,11±0,01 0,11±0,01 0,11±0,01

Klp II 0,11±0,02 0,11±0,01 0,12±0,02 0,11±0,03 0,12±0,02 0,12±0,01 0,12±0,01 0,12±0,01 0,12±0,01 0,12±0,01 0,11±0,00 0,11±0,02 0,12±0,01 0,11±0,01 0,12±0,01

Klp III 0,11±0,00 0,11±0,01 0,12±0,01 0,12±0,01 0,12±0,01 0,12±0,02 0,13±0,02 0,12±0,02 0,12±0,02 0,12±0,02 0,13±0,02 0,13±0,02 0,13±0,02 0,13±0,02 0,13±0,02

Interval

Gelombang

QT

Klp I 0,20±0,02 0,20±0,03 0,21±0,10 0,13±0,10 0,12±0,10 0,14±0,02 0,21±0,09 0,18±0,09 0,19±0,09 0,19±0,12 0,15±0,04 0,23±0,04 0,23±0,04 0,19±0,10 0,22±0,06

Klp II 0,20±0,01 0,21±0,02 0,22±0,02 0,22±0,01 0,21±0,02 0,22±0,02 0,22±0,01 0,23±0,01 0,23±0,01 0,22±0,02 0,23±0,01 0,21±0,03 0,19±0,04 0,21±0,03 0,21±0,04

Klp III 0,21±0,02 0,22±0,01 0,22±0,02 0,22±0,02 0,21±0,05 0,24±0,02 0,24±0,01 0,24±0,02 0,22±0,02 0,22±0,01 0,23±0,02 0,21±0,05 0,19±0,10 0,21±0,05 0,21±0,05

Denyut

Jantung

Klp I 125±14,48 70±38,60 113±20,92 99±28,98 104±29,38 98±16,51 91±21,83 92±17,06 91±19,69 91±20,76 91±19,59 90±18,80 93±12,59 96±11,36 101±14,14

Klp II 118±16,68 72±35,85 115±39,03 89±16,40 87±18,31 82±14,60 82±23,81 88±24,60 81±17,63 74±8,15 68±5,54 68±6,11 76±12,51 82±13,88 87±9,27

Klp III 120±11,21 65±13,45 116±21,00 93±25,80 97±28,77 88±41,49 85±21,84 80±13,82 75±11,91 70±11,00 73±11,94 70±13,57 76±13,95 78±15,06 85±11,74

Aksis

Jantung

Klp I 72±7,90 65±7,27 74±6,15 76±9,37 72±4,75 65±7,53 69±12,27 69±12,37 70±11,91 70±11,48 70±11,82 69±11,37 68±14,14 69±13,65 70±15,46

Klp II 61±4,72 63±6,52 65±9,31 66±8,68 64±8,70 62±5,90 61±6,60 61±6,20 60±7,01 58±6,86 55±5,49 59±8,52 58±7,28 59±8,35 60±8,11

Klp III 75±4,72 76±6,52 80±9,31 75±8,68 79±8,70 67±5,60 68±6,60 70±6,20 70±7,01 71±6,86 68±5,49 68±8,52 76±7,28 76±8,35 65±8,11

Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata ± SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R, amplitudo

gelombang T, interval gelombang QRS, interval PQ, interval QT, denyut jantung, dan aksis jantung sebelum teranestesi, selama preanestesi atropin

sulfat-xylazin HCl, induksi anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol, dan pemeliharaan anestesi tetes infus intravena secara gravimetrik dengan

ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)

Tabel 5

Page 21: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

52

Amplitudo Gelombang P

Hasil pengamatan terhadap nilai amplitudo gelombang P seperti

ditunjukkan pada Gambar 21. Pada kelompok I, setelah diberikan preanestesi

kombinasi atropin sulfat–xylazin HCl, amplitudo gelombang P mengalami

penurunan dari 0,14±0,06 mV ke 0,12±0,07 mV. Begitu pula pada kelompok II

dari 0,13±0,03 mV ke 0,11±0,06 mV dan pada kelompok III dari 0,18±0,06 mV

ke 0,16±0,03 mV. Secara umum penurunan amplitudo gelombang P pada 10

menit pertama relatif sama yaitu 0,02 mV. Setelah pemberian anestesi kombinasi

ketamin HCl-propofol terutama pada kelompok II terjadi penurunan amplitudo

gelombang P sampai dengan 0,10±0,05 mV dan kelompok III turun sampai

dengan 0,15±0,03 mV. Sedangkan pada kelompok I menit ke-20 amplitudo

gelombang P relatif sama dengan menit ke-10 yaitu sebesar 0,12±0,03 mV.

Penurunan nilai amplitudo gelombang P ini dapat disebabkan karena pengaruh

pemberian xylazin HCl yang dipergunakan sebagai preanestesi. Xylazin HCl

seolah-olah dapat menyebabkan terjadinya penghambatan pada atrioventrikular

(AV block). Terjadinya penghambatan pada atrioventrikular dapat menyebabkan

terjadinya keterlambatan pada konduksi listrik di atrium jantung (Avdosko et al.

2010).

Gambar 21

0

0,05

0,1

0,15

0,2

0,25

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140

Ge

lom

ban

g P

(m

V)

Waktu (menit)

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

Perubahan rata-rata amplitudo gelombang P sadapan II sebelum

teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin

HCl, induksi anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol, dan

pemeliharaan anestesi dengan ketamin HCl (kelompok I), propofol

(kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)

Page 22: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

53

Setelah menit ke-20, yaitu setelah pemberian pemeliharaan anestesi

dengan tetes infus IV secara gravimetrik terlihat perubahan amplitudo gelombang

P. Pada kelompok I, setelah pemberian pemeliharaan anestesi dengan tetes infus

IV secara gravimetrik dengan ketamin terjadi kenaikan amplitudo gelombang P

menjadi 0,15±0,03 mV dengan kenaikan tertinggi terjadi pada menit ke-60

sebesar 0,16±0,03 mV. Pada menit ke-70 mengalami penurunan sebesar

0,14±0,03 mV. Setelah menit ke-70 terlampaui, gambaran amplitudo gelombang P

terlihat relatif stabil sampai dengan menit ke-140 sebesar 0,14±0,03 mV. Pada

kelompok II, setelah pemberian propofol sebagai pemelihara anestesi dengan tetes

infus IV secara gravimetrik terlihat ketidakstabilan amplitudo gelombang P

sampai dengan menit ke-80. Terjadi kenaikan amplitudo gelombang P pada menit

ke-30 sampai dengan menit ke-40 berturut-turut adalah 0,13±0,04 mV dan

0,15±0,04 mV. Pada menit ke-50 sampai dengan menit ke-60 terjadi penurunan

amplitudo gelombang P sebesar 0,13±0,04 mV dan 0,12±0,03 mV, kemudian

pada menit ke-70 mengalami kenaikan sebesar 0,15±0,02 mV. Setelah menit ke-

70 terlampaui, terjadi penurunan amplitudo gelombang P sebesar 0,14±0,01 mV

sampai dengan menit ke-140 sebesar 0,12±0,03 mV. Pada kelompok III, setelah

pemberian kombinasi ketamin-propofol sebagai pemeliharaan anestesi dengan

tetes infus IV secara gravimetrik gambaran amplitudo gelombang P relatif lebih

stabil dibandingkan dengan pemberian ketamin atau propofol saja. Setelah

pemberian pemeliharaan anestesi dengan kombinasi ketamin-propofol, yaitu pada

menit ke-20, terjadi peningkatan amplitudo gelombang P pada menit ke-30

menjadi 0,18±0,03 mV dengan kenaikan tertinggi terjadi pada menit ke-40 sampai

dengan menit ke-80 yaitu dengan amplitudo gelombang P berturut-turut sebesar

0,19±0,03 mV, 0,19±0,03 mV, 0,19±0,03 mV, 0,19±0,03 mV, dan 0,19±0,03 mV.

Setelah menit ke-80 terlampaui, secara perlahan terjadi penurunan amplitudo

gelombang P sampai dengan menit ke-140 menjadi 0,17±0,03 mV.

Kenaikan amplitudo gelombang P berhubungan dengan kenaikan denyut

jantung yang disebabkan karena pemberian ketamin HCl. Ketamin HCl

mempunyai pengaruh dapat meningkatkan denyut jantung, sehingga nilai

amplitudo gelombang P juga dapat meningkat (Avdosko et. al 2010). Ketamin

juga dapat menstimulasi pelepasan norepineprin pada syaraf simpatik dan

Page 23: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

54

menghambat perangsangan pada syaraf vagus (Adams 2001). Perangsangan

syaraf simpatik dan penghambatan pada syaraf vagus dapat mengakibatkan

peningkatan denyut jantung, peningkatan konduksi impuls listrik jantung, dan

peningkatan kontraksi otot jantung. Pemberian tetes infus IV secara gravimetrik

dengan propofol memberikan dinamika listrik jantung yang lebih dinamis

dibandingkan dengan pemberian ketamin HCl maupun kombinasi ketamin HCl-

propofol. Pemberian kombinasi ketamin HCl-propofol mampu memberikan

kestabilan listrik jantung yang paling baik.

Amplitudo Gelombang R

Amplitudo gelombang R adalah besarnya kekuatan arus listrik saat

terjadinya depolarisasi ventrikel. Arus listrik ventrikel berasal dari NAV yang

kemudian menyebar ke berkas His dan serabut Purkinje. Amplitudo gelombang R

terlihat paling besar pada gambaran EKG karena banyaknya massa otot yang

dilalui oleh impuls listrik yang dipergunakan untuk mendepolarisasi otot

ventrikel. Hasil pengamatan amplitudo gelombang R seperti ditunjukkan pada

Gambar 22.

Gambar 22

0

0,5

1

1,5

2

2,5

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140

Ge

lom

ban

g R

(m

V)

Waktu (menit)

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

Perubahan rata-rata amplitudo gelombang R sadapan II sebelum

teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin

HCl, induksi anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol, dan

pemeliharaan anestesi dengan ketamin HCl (kelompok I), propofol

(kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)

Page 24: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

55

Pada kelompok I, setelah pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfat-

xylazin HCl terjadi penurunan amplitudo gelombang R dari 1,71±0,44 mV ke

1,70±0,50 mV, demikian pula dengan kelompok II dari 1,43±0,13 mV ke

1,38±0,17 mV, dan kelompok III dari 1,47±0,83 mV ke 1,41±0,99 mV.

Penurunan amplitudo gelombang R masih berlanjut setelah pemberian anestesi

pada menit ke-10. Pada menit ke-20, kelompok I turun sampai dengan 1,66±0,45

mV, kelompok II 1,32±0,25 mV, dan kelompok III 1,38±0,70 mV. Penurunan

amplitudo gelombang R dari menit ke-0 sampai dengan menit ke-20 disebabkan

karena pengaruh pemberian preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl. Kombinasi

atropin sulfat-xylazin HCl menyebabkan penghambatan konduksi listrik di

ventrikel jantung dan serabut Purkinje, yang digambarkan dengan penurunan

kekuatan impuls listrik di ventrikel (Carareto et al. 2008).

Setelah pemberian pemeliharaan anestesi tetes infus IV secara gravimetrik,

baik pada kelompok I, II, dan III pada menit ke-30 terjadi kenaikan amplitudo

gelombang R, yaitu masing-masing menjadi 1,94±0,47 mV pada kelompok I,

1,62±0,28 mV pada kelompok II, dan 1,71±0,18 mV pada kelompok III.

Kemudian pada menit ke-40 masing-masing kelompok mengalami penurunan

amplitudo gelombang R menjadi 1,85±0,50 mV pada kelompok I, 1,18±0,50 mV

pada kelompok II, dan 1,28±0,48 mV pada kelompok III. Setelah menit ke-40

terlampaui, gambaran masing-masing kelompok terlihat berbeda. Pada kelompok

I, setelah menit ke-40 terlampaui, terjadi kenaikan amplitudo gelombang R secara

perlahan dengan kenaikan tertinggi terjadi pada menit ke-60 sebesar 1,98±0,44

mV dan kemudian kembali turun sampai dengan menit ke-140 menjadi 1,69±0,36

mV. Pada kelompok II, terjadi kenaikan amplitudo gelombang R pada menit ke-

50 menjadi 1,51±0,23 mV dan secara perlahan menurun sampai dengan menit ke-

140 menjadi sebesar 1,34±0,10 mV. Sedangkan pada kelompok III, setelah menit

ke-40 terlampaui, tetap terjadi penurunan amplitudo gelombang R sampai dengan

menit ke-60 menjadi sebesar 1,09±0,12 mV, kemudian perlahan mengalami

kenaikan sampai dengan menit ke-100 menjadi 1,34±0,14 mV. Pada menit ke-110

terjadi penurunan sebesar 0,88±0,20 mV, kemudian kembali naik menjadi

1,23±0,19 mV pada menit ke-120 dan relatif stabil sampai dengan menit ke-140

sebesar 1,21±0,80 mV.

Page 25: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

56

Setelah pemberian tetes infus IV secara gravimetrik baik dengan ketamin

HCl, propofol, dan kombinasinya mempunyai dinamika yang hampir sama pada

20 menit pertama. Setelah menit ke-40 terlampaui masing-masing kelompok

perlakuan mengalami gambaran amplitudo gelombang R yang berbeda-beda.

Secara umum gambaran amplitudo gelombang R yang diperoleh adalah relatif

stabil. Pada pemberian kombinasi ketamin HCl-propofol perlu diwaspadai pada

menit ke-110 dimana terjadi penurunan amplitudo gelombang R, namun pada

menit selanjutnya kembali naik dan mencapai kestabilan. Perbedaan potensial aksi

syaraf karena pemberian kombinasi ketamin HCl-propofol seolah-olah

menyebabkan terkumpulnya impuls listrik jantung dan akan segera mencetuskan

impuls listrik yang cukup besar pada dinding ventrikel jantung.

Interval Gelombang QRS

Interval gelombang QRS dibentuk dari gelombang Q, gelombang R, dan

gelombang S. Interval gelombang QRS menggambarkan terjadinya depolarisasi

pada ventrikel. Hasil pengamatan interval gelombang QRS seperti ditunjukkan

pada Gambar 23.

Gambar 23

0

0,01

0,02

0,03

0,04

0,05

0,06

0,07

0,08

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140

Inte

rval

QR

S (d

eti

k)

Waktu (menit)

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

Perubahan rata-rata interval gelombang QRS sadapan II sebelum

teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin

HCl, induksi anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol, dan

pemeliharaan anestesi dengan ketamin HCl (kelompok I), propofol

(kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)

Page 26: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

57

Pada kelompok I, setelah pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfat-

xylazin HCl, induksi anestesi dengan kombinasi ketamin HCl-propofol, dan

pemeliharaan anestesi dengan tetes infus IV secara gravimetrik dengan ketamin

HCl, interval gelombang QRS relatif stabil dari menit ke-10 sampai dengan menit

ke-50 sebesar 0,04±0,00 detik. Setelah menit ke-50 terlampaui gambaran interval

gelombang QRS terlihat tidak stabil sampai dengan menit ke-140. Pada kelompok

II, dari menit ke-10 sampai dengan menit ke-40 interval gelombang QRS terlihat

tidak stabil. Setelah menit ke-40 terlampaui, terlihat kestabilan interval

gelombang QRS yaitu sebesar 0,04±0,01 detik, kemudian pada menit ke-100

mengalami kenaikan menjadi 0,05±0,01 detik dan stabil sampai dengan menit ke-

140 sebesar 0,05±0,01 detik. Sedangkan pada kelompok III, kestabilan interval

gelombang QRS terlihat dari menit ke-10 sampai dengan menit ke-100 yaitu

sebesar 0,05±0,01 detik, kemudian mengalami kenaikan pada menit ke-110

menjadi 0,06±0,01 detik dan stabil kembali sampai dengan menit ke-140 sebesar

0,06±0,01 detik.

Pada kelompok I dan II terlihat gambaran gelombang QRS yang kurang

stabil dibandingkan dengan kelompok III. Hal ini disebabkan karena jantung

mengalami aritmia jantung, yang ditandai dengan denyut jantung yang tidak

beraturan akibat dari pemberian ketamin HCl atau propofol. Aritmia pada

ventrikel jantung dapat disebabkan karena adanya wandering pacemaker pada

ventrikel. Wandering pacemaker ditimbulkan oleh sekelompok sel yang dapat

bertindak sebagai pacemaker selain NSA, sehingga menimbulkan pergeseran

lokasi sumber arus listrik jantung. Wadering pacemaker diakibatkan karena

pengaruh syaraf vagus. Perangsangan oleh syaraf vagus menyebabkan terjadinya

kromotropik negatif, inotropik negatif, dan dromotropik negatif sehingga

merangsang sel-sel pacemaker selain NSA untuk menghasilkan impuls listrik

jantung. Kombinasi ketamin HCl-propofol dapat mengurangi kejadian aritmia

pada jantung. Impuls listrik yang dihasilkan oleh NSA begitu kuat dan sangat

cepat dilewatkan ke NAV sehingga akan melakukan kontak dengan seluruh sel-sel

ventrikel untuk dialiri impuls listrik, maka kestabilan gambaran interval

gelombang QRS dapat tercapai.

Page 27: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

58

Interval Gelombang PQ

Interval gelombang PQ menggambarkan adanya penghantaran impuls

listrik melalui atrium saat depolarisasi atrium serta terjadinya hambatan impuls

listrik melalui NAV. Interval gelombang PQ awal (menit ke-0) yang diperoleh

adalah 0,11±0,01, 0,11±0,02, dan 0,11±0,00. Hasil pengamatan nilai interval PQ

seperti ditunjukkan pada Gambar 24.

Gambar 24

Pada kelompok I, setelah pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfat-

xylazin HCl interval gelombang PQ terlihat stabil dari 0,11±0,01 detik ke

0,11±0,01 detik. Demikian pula halnya dengan kelompok II dari 0,11±0,02 detik

ke 0,11±0,01 detik, dan kelompok III dari 0,11±0,00 detik ke 0,11±0,01 detik.

Setelah pemberian anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol terjadi kenaikan

interval gelombang PQ, yaitu sampai dengan 0,12±0,02 detik pada kelompok I,

0,12±0,02 detik pada kelompok II, dan 0,12±0,01 detik pada kelompok III.

Setelah menit ke-20 terlampaui, yaitu setelah pemberian pemeliharaan

anestesi dengan infus IV secara gravimetrik masing-masing dengan ketamin HCl,

propofol, dan kombinasinya, gambaran interval gelombang PQ terlihat bervariasi.

Pada kelompok I, setelah menit ke-20 terlampaui terjadi penurunan interval

gelombang PQ pada menit ke-30 dan berlanjut sampai dengan menit ke-40

0

0,02

0,04

0,06

0,08

0,1

0,12

0,14

0,16

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140

Inte

rval

PQ

(d

eti

k)

Waktu (menit)

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

Perubahan rata-rata interval PQ sadapan II sebelum teranestesi dan

sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl, induksi

anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol, dan pemeliharaan anestesi

dengan ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan

kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)

Page 28: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

59

masing-masing menjadi 0,11±0,01 detik dan 0,10±0,02 detik. Kemudian terjadi

kenaikan dari menit ke-50 menjadi 0,12±0,01 detik, turun kembali pada menit ke-

80 menjadi 0,12±0,01 detik, dan mengalami kestabilan sampai dengan menit ke-

140 sebesar 0,11±0,01 detik. Pada kelompok II, terjadi penurunan interval

gelombang PQ pada menit ke-30 menjadi 0,11±0,03 detik, kemudian pada menit

ke-40 naik kembali menjadi 0,12±0,02 detik lalu stabil sampai menit ke-80

sebesar 0,12±0,01 detik. Setelah menit ke-80 terlampaui terjadi ketidakstabilan

interval gelombang PQ sampai dengan menit ke-140, yaitu mengalami kenaikan

sebesar 0,12±0,01 detik dan penurunan sebesar 0,11±0,01 detik. Pada kelompok

III, setelah menit ke-20 terlampaui tetap mencapai kestabilan sampai dengan

menit ke-50 sebesar 0,12±0,02 detik, kemudian pada menit ke-60 naik menjadi

0,13±0,02 detik, lalu pada menit ke-70 turun kembali menjadi 0,12±0,01 detik.

Setelah menit ke-90 terlampaui, terjadi peningkatan interval gelombang PQ

sebesar 0,13±0,02 detik pada menit ke-100 dan mencapai kestabilan sampai

dengan menit ke-140 sebesar 0,13±0,02 detik.

Gambaran interval gelombang PQ dari hasil pengamatan pada masing-

masing kelompok terlihat bahwa kestabilan interval gelombang PQ yang lebih

baik terlihat pada pemberian kombinasi ketamin HCl–propofol sebagai

pemelihara anestesi dengan tetes infus IV secara gravimetrik dibandingkan

dengan pemberian tunggal ketamin HCl atau propofol saja. Pemeliharaan anestesi

dengan kombinasi ketamin HCl-propofol kurang mempengaruhi penghantaran

impuls listrik melalui atrium dan hambatan impuls melalui NAV. Penghambatan

impuls listrik jantung pada atrium yang terlihat pada gambaran amplitudo

gelombang P tidak mempengaruhi interval gelombang PQ. Hal ini menunjukkan

bahwa pada pemeliharaan status anestesi dengan pemberian kombinasi ketamin

HCl–propofol belum mampu menyebabkan perubahan yang signifikan terhadap

waktu depolarisasi atrium dan perlambatan impuls listrik yang melalui NAV.

Perubahan potensial aksi pada sistem syaraf akibat induksi anestesi tidak mampu

memodifikasi aliran listrik pada dinding atrium jantung.

Page 29: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

60

Interval Gelombang QT

Interval gelombang QT merupakan rentang waktu ventrikel jantung untuk

melakukan depolarisasi dan repolarisasi. Rentang interval QT bervariasi

tergantung frekuensi denyut jantung. Hasil pengamatan terhadap interval

gelombang QT seperti ditunjukkan pada Gambar 25.

Gambar 25

Pada kelompok I, setelah pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfat-

xylazin HCl interval gelombang QT terlihat stabil dari 0,20±0,02 detik ke

0,02±0,03 detik. Gambaran berbeda terlihat pada kelompok II dan kelompok III.

Pada kelompok II, terjadi kenaikan interval gelombang QT dari 0,20±0,01 detik

ke 0,21±0,02 detik. Begitu pula halnya dengan kelompok III, dari 0,21±0,02 detik

ke 0,22±0,01 detik. Setelah pemberian anestesi dengan kombinasi ketamin HCl-

propofol, kelompok I tetap mengalami peningkatan menjadi 0,21±0,01 detik,

demikian pula dengan kelompok II tetap mengalami kenaikan menjadi 0,22±0,02

detik, sedangkan pada kelompok III mengalami kestabilan pada 0,22±0,02 detik.

Pada pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfat-xylazin HCl dan anestesi

0

0,05

0,1

0,15

0,2

0,25

0,3

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140

Inte

rval

QT

(de

tik)

Waktu (menit)

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

Perubahan rata-rata interval QT sadapan II sebelum teranestesi dan

sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl, induksi

anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol, dan pemeliharaan

anestesi dengan ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II),

dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)

Page 30: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

61

dengan kombinasi ketamin HCl-propofol tidak memberikan pengaruh terhadap

lamanya waktu depolarisasi dan repolarisasi ventrikel.

Setelah pemberian pemeliharaan anestesi dengan tetes infus IV secara

gravimetrik, pada kelompok I terlihat relatif stabil yaitu berkisar antara 0,12–0,14

detik sampai dengan menit ke-50 menjadi 0,14±0,02 detik. Setelah menit ke-50

terlampaui terlihat gambaran interval gelombang QT yang tidak stabil sampai

dengan menit ke-140. Pada kelompok II, setelah pemberian pemeliharaan anestesi

dengan tetes infus IV secara gravimetrik dengan propofol terlihat gambaran

interval gelombang QT yang relatif stabil sampai dengan menit ke-140, yaitu

berkisar pada 0,22–0,23 detik. Pada kelompok III, setelah pemberian

pemeliharaan anestesi dengan tetes infus IV secara gravimetrik dengan kombinasi

ketamin HCl-propofol, terlihat gambaran interval gelombang QT yang relatif

stabil sampai dengan menit ke-100 yaitu sebesar 0,23±0,02 detik, pada menit ke-

110 mengalami penurunan menjadi 0,21±0,05 detik dan kemudian relatif stabil

sampai menit ke-140 sebesar 0,21±0,05 detik.

Pemberian pemeliharaan anestesi dengan tetes infus IV secara gravimetrik

dengan ketamin HCl memberikan dinamika gambaran interval gelombang QT

yang kurang stabil dibandingkan dengan dengan propofol maupun kombinasi

ketamin HCl-propofol. Ketamin HCl dapat menyebabkan terjadinya perlambatan

repolarisasi ventrikel sedangkan propofol dan kombinasi ketamin HCl-propofol

tidak menyebabkan perubahan repolarisasi ventrikel. Perlakuan anestesi dengan

ketamin HCl dapat mempengaruhi waktu yang dibutuhkan jantung untuk

berdenyut terutama saat terjadinya repolarisasi ventrikel (interval gelombang QT),

sedangkan kemampuan atau kekuatan jantung untuk berdenyut tidak terpengaruh.

Amplitudo Gelombang T

Amplitudo gelombang T merupakan gambaran kekuatan impuls listrik

jantung saat terjadi repolarisasi ventrikel. Pada hewan anjing defleksi gelombang

T dapat ke bawah (defleksi negatif), ke atas (defleksi positif), maupun bifasik

(Tilley et al. 2008). Hasil pengamatan terhadap amplitudo gelombang T seperti

ditunjukkan pada Gambar 26.

Page 31: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

62

Gambar 26

Pada kelompok I, setelah pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfat-

xylazin HCl amplitudo gelombang T mengalami kenaikan dari -0,14±0,09 mV ke

-0,10±0,08 mV. Demikian pula halnya dengan kelompok II dari -0,23±0,16 mV

ke -0,11±0,23 mV dan kelompok III dari -0,28±0,25 mV ke -0,26±0,09 mV.

Setelah pemberian anestesi dengan kombinasi ketamin HCl-propofol, kelompok I

mencapai kestabilan pada -0,10±0,15 mV. Sedangkan pada kelompok II tetap

mengalami kenaikan menjadi -0,05±0,28 mV, demikian pula halnya dengan

kelompok III tetap mengalami kenaikan amplitudo gelombang T menjadi

-0,24±0,10 mV. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian preanestesi kombinasi

atropin sulfat-xylazin HCl dan anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol dapat

mempengaruhi kekuatan impuls listrik pada saat repolarisasi ventrikel sehingga

menyebabkan kenaikan amplitudo gelombang T.

Setelah menit ke-20 terlampaui, yaitu setelah pemberian pemeliharaan

anestesi dengan tetes infus IV secara gravimetrik, terlihat gambaran amplitudo

gelombang T yang bervariasi pada masing-masing kelompok perlakuan. Pada

kelompok I, mengalami sedikit penurunan pada menit ke-30 menjadi -0,12±0,17

mV, lalu mengalami peningkatan pada menit ke-50 menjadi -0,07±0,22 mV

-0,5

-0,4

-0,3

-0,2

-0,1

0

0,1

0,2

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140

Ge

lom

ban

g T

(mV

)

Waktu (menit)

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

Perubahan rata-rata amplitudo gelombang T sadapan II sebelum

teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin

HCl, induksi anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol, dan

pemeliharaan anestesi dengan ketamin HCl (kelompok I), propofol

(kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)

Page 32: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

63

kemudian pada menit ke-60 turun kembali menjadi -0,14±0,18 mV dan mencapai

kestabilan sampai dengan menit ke-140 menjadi -0,11±0,11 mV. Pada kelompok

II, menit ke-30 terjadi penurunan amplitudo gelombang T menjadi

-0,14±0,25 mV, lalu stabil sampai dengan menit ke-110 pada kisaran -0,15 mV.

Menit ke-120 mengalami penurunan sampai dengan menit ke-140 masing-masing

menjadi -0,17±0,13 mV dan -0,23±0,15 mV. Pada kelompok III, menit ke-30

tetap mengalami kenaikan menjadi -0,22±0,07 mV. Pada menit ke-50 terjadi

penurunan menjadi -0,27±0,07 mV kemudian mengalami kenaikan pada menit ke-

60 menjadi -0,18±0,18 mV. Setelah menit ke-60 terlampaui perlahan mengalami

penurunan sampai dengan menit ke-90 menjadi -0,27±0,14 mV dan kemudian

mengalami kenaikan sampai dengan menit ke-140 menjadi -0,12±0,23 mV.

Setelah pemberian pemeliharaan anestesi, terlihat bahwa pemberian tetes

infus IV secara gravimetrik baik dengan ketamin HCl, propofol maupun

kombinasnya memberikan gambaran amplitudo gelombang T yang relatif stabil.

Kekuatan impuls listrik pada saat repolarisasi ventrikel tidak dipengaruhi oleh

pemberian induksi anestesi ketamin HCl, propofol, dan kombinasi ketamin HCl-

propofol. Ini berarti kekuatan impuls listrik saat terjadi repolarisasi ventrikel tidak

dipengaruhi pemeliharaan status anestesi dengan tetes infus IV secara gravimetrik

dengan ketamin HCl, propofol, dan kombinasi ketamin HCl-propofol.

Denyut Jantung

Denyut jantung merupakan jumlah denyut per menit (beat per minute -

bpm). Jumlah denyut jantung dapat diperoleh dari EKG dengan menghitung

jumlah gelombang R selama satu menit. Hasil pengamatan terhadap denyut

jantung seperti ditunjukkan pada Gambar 27.

Page 33: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

64

Gambar 27

Setelah pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfat-xylazin HCl, pada

kelompok I mengalami penurunan denyut jantung dari 125±14,48 bpm menjadi

70±38,60 bpm. Demikian pula dengan kelompok II dari 118±16,68 bpm ke

72±35,85 bpm, dan kelompok III dari 120±11,21 bpm ke 65±13,45 bpm. Setelah

pemberian anestesi dengan kombinasi ketamin HCl-propofol pada menit ke-10,

kelompok I mengalami kenaikan denyut jantung menjadi 113±20,92 bpm,

demikian pula dengan kelompok II menjadi 115±39,03 bpm, dan kelompok III

menjadi 116±21,00 bpm pada menit ke-20.

Semua kelompok pada menit ke-0 sampai menit ke-10, terlihat mengalami

penurunan denyut jantung. Xylazin HCl termasuk golongan dari α2-adrenoceptor

agonist yang dapat menyebabkan terjadinya beberapa mekanisme reaksi seperti

merangsang tonus pada syaraf vagus, tertekannya pacemaker secara langsung, dan

tertekannya sistem konduksi jantung (Atalan et al. 2002; Kinjavdekar et al. 1999).

Pemberian xylazin HCl dapat menekan sistem kardiovaskuler dan menyebabkan

penurunan tekanan darah (Ozkan et al. 2010). Perangsangan syaraf vagus

mengakibatkan pelepasan hormon asetilkolin pada ujung syaraf vagus, yang

menyebabkan penurunan denyut jantung, penurunan konduksi impuls, dan

penurunan kontraksi otot jantung. Untuk menghindari penurunan denyut jantung

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 De

nyt

u J

antu

ng

(be

at p

er

min

ute

)

Waktu (menit)

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

Perubahan rata-rata denyut jantung sebelum teranestesi dan sesudah

diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl, induksi anestesi

kombinasi ketamin HCl-propofol, dan pemeliharaan anestesi dengan

ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi

ketamin HCl-propofol (kelompok III)

Page 34: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

65

terlalu rendah, digunakan atropin sulfat yang dapat menghambat pelepasan

hormon asetilkolin. Pemberian atropin sulfat dapat juga digunakan untuk

mengurangi efek yang tidak diharapkan karena pemberian xylazin HCl,

diantaranya mengurangi efek muntah dan hipersalivasi. Kenaikan denyut jantung

yang terlihat pada pengamatan menit ke-20 dapat disebabkan karena pengaruh

dari pemberian atropin sulfat sebagai preanestesi dan ketamin HCl sebagai induksi

anestesi. Pemberian atropin sulfat pada anjing yang teranestesi dapat mencegah

kejadian bradikardia selama 50 menit (Ko et al. 2001). Pemberian anestesi

kombinasi ketamin HCl-propofol juga dapat meningkatkan denyut jantung. Hal

ini disebabkan karena pengaruh dari ketamin HCl yang bekerja sebagai inotropik

positif, yaitu dapat meningkatkan kontraksi otot jantung.

Setelah pemberian pemeliharaan anestesi dengan tetes infus IV secara

gravimetrik, pada kelompok I yang diberikan tetes infus ketamin HCl mengalami

penurunan menjadi 99±28,98 bpm dan selanjutnya terlihat relatif stabil sampai

dengan menit ke-140 menjadi 101±14,14 bpm. Demikian pula halnya dengan

kelompok II menjadi 89±16,40 bpm, selanjutnya terlihat stabil sampai dengan

menit ke-140 menjadi 87±9,27 bpm, dan kelompok III menjadi 93±25,80 bpm,

selanjutnya terlihat stabil setelah menit ke-30 terlampaui sampai dengan menit ke-

140 menjadi 85±11,74 bpm. Kestabilan denyut jantung terlihat pada pemberian

pemeliharaan anestesi dengan tetes infus IV secara gravimetrik baik dengan

ketamin HCl, propofol, maupun kombinasinya.

Aksis Jantung

Aksis jantung dipergunakan untuk mengetahui abnormalitas perluasan

jantung, baik perubahan posisi jantung atau oleh gangguan pada konduksi jantung.

Hasil pengamatan awal terhadap aksis jantung pada masing-masing kelompok

yaitu 72±7,90 (kelompok I), 61±4,72 (kelompok II), dan 75±4,72 (kelompok III).

Hasil pengamatan yang diperoleh dari aksis jantung seperti ditunjukkan pada

Gambar 28.

Page 35: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

66

Gambar 28

Pada kelompok I, setelah pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfat-

xylazin HCl mengalami penurunan nilai rata-rata aksis jantung dari 72±7,90

derajat ke 65±7,27 derajat. Sedangkan pada kelompok II mengalami kenaikan dari

61±4,72 derajat ke 63±6,52 derajat, demikian pula dengan kelompok III

mengalami kenaikan dari 75±4,72 derajat ke 76±6,25 derajat. Setelah pemberian

anestesi dengan kombinasi ketamin HCl–propofol, pada kelompok I mengalami

kenaikan menjadi 74±6,15 derajat, demikian pula halnya dengan kelompok II

tetap mengalami kenaikan menjadi 65±9,31 derajat dan kelompok III juga tetap

mengalami kenaikan menjadi 80±9,31 derajat. Hal ini berarti bahwa pemberian

preanestesi kombinasi atropin sulfat–xylazin HCl dan pemberian anestesi

kombinasi ketamin HCl–propofol tidak mempengaruhi rata-rata aksis jantung.

Setelah pemberian pemeliharaan anestesi dengan tetes infus IV secara

gravimetrik, pada kelompok I yang diberikan tetes infus ketamin HCl masih

mengalami kenaikan menjadi 76±9,37 derajat, kemudian mengalami penurunan

rata-rata aksis jantung sampai 65±7,53 derajat pada menit ke-50 dan selanjutnya

mencapai kestabilan sampai dengan menit ke-140 menjadi 70±15,46 derajat. Pada

kelompok II yang diberikan tetes infus dengan propofol, setelah menit ke-20

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140

Aks

is J

antu

ng

(de

raja

t)

Waktu (menit)

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

Perubahan rata-rata aksis jantung sebelum teranestesi dan sesudah

diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl, induksi anestesi

kombinasi ketamin HCl-propofol, dan pemeliharaan anestesi dengan

ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi

ketamin HCl-propofol (kelompok III)

Page 36: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

67

terlampaui gambaran rata-rata aksis jantung terlihat stabil sampai dengan menit

ke-140 sebesar 60±8,11 derajat. Pada kelompok III, setelah diberikan tetes infus

dengan kombinasi ketamin HCl-propofol, terlihat terjadi penurunan pada menit

ke-30 menjadi 75±8,68 derajat dan berlanjut pada menit ke-50 menjadi 67±5,60

derajat. Setelah menit ke-50 terlampaui rata-rata aksis jantung terlihat stabil

sampai dengan menit ke-140 manjadi 65±8,11 derajat. Pemeliharaan status

anestesi dengan tetes infus IV secara gravimetrik baik dengan ketamin HCl,

propofol maupun kombinasinya tidak mempengaruhi nilai rata-rata aksis jantung.

Hal ini berarti bahwa pemeliharaan status anestesi dengan tetes infus IV secara

gravimetrik baik dengan ketamin HCl, propofol, dan kombinasinya tidak

menyebabkan terjadinya abnormalitas perluasan jantung yaitu perubahan posisi

jantung.

Pembahasan Hipotesis

Pemberian anestesi umum berpedoman pada trias anestesia, yaitu sedasia,

analgesia, dan relaksasi. Pemberian anestesi dapat mempengaruhi kelistrikan

jantung. Kestabilan listrik jantung dapat diperoleh dengan pemilihan bahan

anestesi yang sesuai, penentuan teknik anestesi yang tepat serta pemberian dosis

anestesi yang tepat.

Pada penelitan pertama dengan pemberian preanestesi kombinasi atropin

sulfat–xylazin HCl yang kemudian diberikan induksi anestesi ketamin HCl,

propofol, dan kombinasi ketamin HCl–propofol memberikan gambaran kestabilan

listrik jantung yang berbeda-beda. Pemberian induksi anestesi dengan ketamin

HCl memberikan gambaran listrik jantung yang kurang stabil. Hal ini terlihat pada

amplitudo gelombang P dan R yang memberikan gambaran amplitudo listrik

jantung yang tetap tinggi sampai dengan anjing siuman, serta pada interval

gelombang QRS, QT memberikan gambaran listrik jantung yang kurang stabil.

Pada pemberian induksi anestesi dengan propofol memberikan gambaran yang

relatif stabil, namun anjing telah siuman pada menit ke 60–70, sehingga kurang

baik jika dipergunakan untuk melakukan anestesi yang membutuhkan durasi

waktu relatif lama. Sedangkan pemberian induksi anestesi dengan kombinasi

ketamin HCl–propofol memberikan kestabilan listrik jantung yang lebih baik

Page 37: HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,

68

daripada pemberian anestesi dengan ketamin HCl atau propofol saja. Hal ini

terlihat dari gambaran amplitudo gelombang P, R; interval gelombang QRS, QT;

serta denyut jantung. Pemberian kombinasi ketamin HCl–propofol perlu

diwaspadai pada menit ke 40–60.

Pada penelitian kedua, yaitu dengan pemberian preanestesi atropin sulfat

(0,03 mg/kgBB)–xylazin HCl (2 mg/kgBB) secara IM, kemudian diinduksi

dengan kombinasi ketamin HCl (4 mg/kgBB)–propofol (4 mg/kgBB) secara IV

dan dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesi dengan metode tetes infus IV

secara gravimetrik masing-masing dengan ketamin HCl (0,4 mg/kgBB/menit),

propofol (0,4 mg/kgBB/menit), dan kombinasi ketamin HCl (0,4

kg/kgBB/menit)–propofol (0,4 mg/kgBB/menit). Pemberian pemeliharaan

anestesi dengan kombinasi ketamin HCl-propofol dengan metode infus IV secara

gravimetrik memberikan kestabilan listrik jantung yang lebih baik daripada

ketamin HCl atau propofol saja. Hal ini terlihat dari gambaran amplitudo

gelombang P dan T; interval gelombang QRS, PQ, dan QT; denyut jantung dan

aksis jantung. Pada pemberian pemeliharaan anestesi dengan ketamin HCl saja

dengan metode infus IV secara gravimetrik memberikan gambaran listrik jantung

yang kurang stabil terutama terlihat pada gambaran interval gelombang QRS dan

QT. Pada pemberian pemeliharaan anestesi dengan propofol saja dengan metode

infus IV secara gravimetrik memberikan kestabilan listrik jantung yang lebih baik

dari pemberian ketamin HCl saja, namun anjing telah siuman pada menit ke-90,

yaitu sebelum pemberian tetes infus dihentikan pada menit ke-100 yang ditandai

dengan terlihatnya gerakan-gerakan pada daun telinga dan adanya rasa sakit

setelah distimulasi pada daerah pedalnya.