Hematoma Subdural

Embed Size (px)

DESCRIPTION

.

Citation preview

  • Pembimbing : dr. Abdul haris, Sp.BsPresentasi kasus Subdural HematomIlmu kedokteran Bedah SarafRumkital dr. Midiyato SurataniTanjung Pinang2015

  • KASUS IDENTITASNama: Tn RA Jenis kelamin : Laki Laki Umur : 54 TahunAgama: IslamStatus perkawinan: MenikahPekerjaan: Swasta (PLTU)Alamat : Tanjung UbanMasuk rumah sakit: 04 06 - 2015

  • ANAMNESAKeluhan Utama : Penurunan Kesadaran Riwayat penyakit sekarangPasien datang ke UGD dengan keluhan penurunan kesadaran setelah mengeluh sakit kepala sejak 1 jam SMRS. nyeri kepala sejak 5 hari yang lalu dan memberat tadi siang sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan pelan-pelan lalu makin memberat. Nyeri seperti tertekan (+), berdenyut (+), frekuensi nyeri kepala sering dan menghilang 1-2 jam. Keluarga pasien mengatakan sebelum mengalami gejala tersebut pasien juga merasakan kebas- kebas pada tangan bagian kiri. Riwayat Penyakit terdahuluHipertensi (-) tidak pernah checkDiabetes melitus (-) Penyakit jantung (-) tidak pernah checkRiwayat trauma (-)

  • Riwayat penyakit keluarga Penyakit serupa, hipertensi, diabetes mellitus, jantung di sangkal oleh keluarga pasien Riwayat penggunaan obat-obatan dan kebiasaan Sebelumnya pernah berobat ke puskesmas, pasien merokok dan mengosumsi kopi secara rutin

    ANAMNESIS SISTEMSistem serebrospinal: nyeri kepala Sistem kardiovaskuler: nyeri dada (-), cepat lelah (-)Sistem respirasi: sesak (-), batuk (-)Sistem gastrointestinal: mual (+), muntah (+), nyeri uluhati (-)Sistem muskuloskeletal: Tidak ada kelainanSistem integumentun: kebas kebas pada tangan kiriSistem urogenital: BAK (+) tidak ada keluhan

  • Status GeneralisBB : 115 Kg TB : 184 cmTekanan darah: kanan 130/90 mmHg kiri 130/90 mmHgDenyut nadi : kanan 88 x/menit kiri 88 x/menitPernafasan : 22 x/menitSuhu : 36 CKeadaan umum: lemahKesadaran kualitatif : CMKesadaran kuantitatif : GCS (E4V5E6)Status gizi: Baik

    Kepala leherKepala : tampak terbungkus perban Mata : bentuk : normal, simetris, Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/- reflek pupil +/+, oedema palpebra +/-Leher : simetris, massa (-), pembesaran KGB (-).

  • Thorax-kardiovaskularInspeksi : pergerakan dinding dada simetris (+), massa (-) dan RR 22x/menit.Palpasi : nyeri tekan (-) Pergerakan dinding dada simetris, fremitus vocal (+) Perkusi :Sonor di lapang paru +/+AuskultasiCor : BJI/BJII (+) regular, suara murmur (-), Gallop (-)Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/- AbdomenInspeksi : Distensi (-), kembung (+)Auskultasi : bising usus (+) normalPalpasi : Nyeri tekan (-), massa (-)Perkusi : Timpani diseluruh lapang abdomenGenital Terpasang selang kateter

  • Status NeurologisFUNGSI LUHUR

    Tingkah laku ( baik ) Perasaan hati ( Gelisah (+) )Orientasi : Tempat ( baik ) Waktu ( baik ) Orang ( baik ) Sekitar ( baik )Jalan pikiran ( tidak dilakukan ) Kecerdasan ( tidak dilakukan )Daya ingat kejadian baru ( baik ) lama ( baik ) Kemampuan bicara ( cadal ) Sikap tubuh ( normal ) Cara berjalan ( Tidak dilakukan pemeriksaan )Gerakan abnormal (-) tremor (-)

  • Kanan Kiri NI olfaktorius Daya pembauDalam batas normalTerpasang NGTNII optikus Daya penglihatan Dalam batas normalDalam batas normal Pengenalan warna Dalam batas normal Dalam batas normal Medan penglihatan Dalam batas normal Dalam batas normal NIII okulomotorius Ptosis --Gerak medial++Gerak atas bawah++R. cahaya langsung++R. Chaya tak langsng++Reflek akomodatif ++Diplopia --

  • Kanan Kiri NIV troklearisGerak mata medial bwah++Strabismus konvergen--Diplopia--NV trigeminus Mengigit ++Membuka mulut++Sensibilitas atas++Reflek kornes++Reflek bersinTidak dilakukan Tidak dilakukan Trismus--NVI abdusenGerak mata lateral ++

  • Kanan Kiri NVII fasialis Kerutan kulit dahi ++Kedipan mata ++Lipatan nasobial++Sudut mulut ++Mengerutkan dahi ++Lakrimasi --Daya kecap lidah depanTidak dilakukan Tidak dilakukan Reflek fisuopalpebra ++Mengerutkan alis ++Menutup mata++Meringis ++Menggembungkan pipi++Bersiul -Reflek glabella --Reflek aurikulopalpebra ++

  • Kanan Kiri NVIII akustikus Mendengar suara berisik++Mendengar detik arloji++Tes rinne Tidak dilakukanTidak dilakukanTes weber Tidak dilkukanTidak dilakukanTes schwabach Tidak dilakukanTidak dilakukanNIX glosofaringeus Arkus faring ++Daya kecap lidah belakangTidak dilakukanTidak dilakukanReflek muntah Tidak dilkukanTidak dlakukanSengau-Tersedak -NX vagus Arkus varing++Nadi ++Bersuara + (cadal)Menelan +

  • Kanan Kiri NXI aksesorius Memalingkan kepala ++Mengangkat bahu ++Sikap bahuSimetris Simetris Trofi otot bahuDalam batas normalDalam batas normalNXII hipoglosus Sikap lidah Simetris Simetris ArtikulasiKurangKurangTremor lidah --Menjulurkan lidah++Kekuatan lidah++Trofi otot lidahDalam batas normal dalam batas normalFasikulasi lidah--

  • KEKUATAN MOTORIK

    Lengan atas Lengan bawahTangan Kanan Kiri Kanan KiriKanan KiriGerakan BTBTBTKekuatan 545454Tonus DbnDbnDbnDbnDbnDbnSensitifitasNyeri ++++++Termis tidak dilakukan Taktil ++++++

    Reflek fisiologisKanan Kiri Biseph +3+3Trisep +3+3

    Reflek patosiologisKanan Kiri Hofman--

  • KEKUATAN MOTORIK

    tungkai atas Tungkai bawahKaki Kanan Kiri Kanan KiriKanan KiriGerakan BTBTBTKekuatan 545454Tonus DbnDbnDbnDbnDbnDbnSensitifitasNyeri ++++++Termis tidak dilakukan Taktil ++++++

    Reflek fisiologisKanan Kiri Patella +2+2Achilles+2+2

    Reflek patosiologisKanan Kiri Babinsky--Chaddock --Oppenheim --Gordon--

  • Gerakan abnormal: tremor ( - ) khorea ( - ) balismus ( - ) atetose ( - )

    Koordinasi, langkah, dan keseimbanganCara berjalan : tidak dilakukanTes Romberg : tidak dilakukan pemeriksaanDisdiadokokinesis : tidak dilakukanReboud Phenomen : tidak dilakukan Menulis : tidak dilakukan Fungsi VegetatifMiksi: inkontinensia urin ( - ) retensi urin ( - ) anuria ( - ) poliuria ( - )Defekasi: inkontinensia alvi ( - ), retensi alvi (- )

  • RESUME PASIENPasien laki laki umur 54 tahun dengan keluhan penurunan kesadaran setelah mengeluh sakit kepala sejak 1 jam SMRS. nyeri kepala sejak 5 hari yang lalu dan memberat tadi siang sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan pelan-pelan lalu makin memberat. Nyeri seperti tertekan (+), berdenyut (+), frekuensi nyeri kepala sering dan menghilang. Keluarga pasien mengatakan sebelum mengalami gejala tersebut pasien juga merasakan kebas- kebas pada tangan bagian kiri. Riwayat Penyakit terdahuluHipertensi (-) tidak pernah checkDiabetes melitus (-) Penyakit jantung (-) tidak pernah checkRiwayat trauma (-)Pasien belum pernah mengalami hal ini sebelumnya

  • Keadaan umum : lemahKesadaran : Compos mentisGCS : E4 V5 M 6Tanda vital : TD : 130/90 mmhgHR : 88 x/iRR : 22 x/i T : 36, 7 C Dari hasil pemeriksaan neurologis, kekuatan motorik didapatkan kelemahan anggota gerak bagian kiri.Kekuatan motorik :

    Gerakan :

    Reflek fisiologis :

    555444555444

    BebasTerbatasBebas Terbatas

    + 3+3+2+2

  • - Gerakan patologis :PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium

    NegativeNegativeNegativeNegative

    HB 11,6 gr%GDP 124 mg/dlLeukosit 10.100GDS86 mg/dlTrombosit 205.000 Albumin 3.0 grHematokrit 33 %Ureum 23 mg/dlNatrium 146 Meq/lCreatinin 0,6 mg/dlKalium 4.5 Meq/l

  • Radiologi

  • DIAGNOSA AKHIRDiagnosis klinis: stroke hemoragik Diagnosis topis: Subdural Hematom frontotemporalDiagnosis etiologis: subdural hematom

    PENATALAKSANAANIVFD NaCl 0,9%O2 3L/hariManitol 3 x 100ccCefotaxime 2x 2gCiticoline 3x 500 Phenitoin 3x 100mgOmeprazole 2x1Keren 3x1 Transamin 3x1

    PROGNOSISQuo ad vitam: Dubia at bonamQuo ad functionam: Dubia at malamQuo ad sanationam: Dubia at malam

  • HEMATOMA SUBDURAL

  • DEFINISIPenimbunan darah di dalam rongga subdural (di antara durameter dan arakhnoid)

    Sering terjadi akibat robeknya bridging veins yang terletak antara cortex serebri dan sinus venosus , namun dapat juga akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaan otak.

    Paling sering terjadi pada permukaan lateral hemisferium dan bagian temporal (sesuai dengan distribusi bridging veins)

  • Lapisan-lapisan Meningens

  • EPIDEMIOLOGISDH Akut dilaporkan terjadi pd 5-25% pasien dengan trauma kepala beratSDH Kronik terjadi pada 1-3 kasus per 100.000 populasiLaki-laki memiliki insiden yang lebih tinggi daripada perempuanLebih sering ditemukan pada umur 50-70 tahun (bridging veins mulai rapuh mudah ruptur bila trauma)Pada bayi perdarahan subdural bilateral

  • KLASIFIKASI

  • ETIOLOGITRAUMA- Trauma Kapitis- Trauma tempat lain pada badan yang mengakibatkan terjadinya geseran atau putaran otak terhadap duramater (JATUH TERDUDUK)NON TRAUMA- Pecahnya aneurysma atau malfomasi PD di dalam ruangan subdural- Gangguan pembekuan darah dan keganasan maupun perdarah dari tumor- Orang tua- Alkoholik- Gangguan hati- Penggunaan antikoagulan

  • Manifestasi KlinisGambaran klinis ditentukan oleh dua faktor: - beratnya cedera otak yang terjadi pada saat benturan trauma - kecepatan pertambahan volume SDH

    pada penderita dengan cedera berat dapat menderita kerusakan parenkim otak difus yang membuat mereka tidak sadar dengan tanda-tanda gangguan batang otak. Penderita dengan SDH yang lebih ringan akan sadar kembali pada derajat kesadaran tertentu sesuai dengan beratnya benturan trauma pada saat terjadi kecelakaan (initial impact) atau beratnya pendarahan.

  • Pada penderita dengan benturan trauma atau pendarahan yang ringan tidak akan kehilangan kesadaran pada waktu terjadinya trauma. SDH dan lesi massa intrakranial lainnya yang dapat membesar hendaklah dicurigai bila ditemukan penurunan kesadaran setelah kejadian trauma.

    Gejala yang timbul tidak khas dan merupakan manisfestasi dari peninggian tekanan intrakranial seperti: sakit kepalamualmuntahvertigopapil edemadiplopia akibat kelumpuhan n. IIIepilepsi, anisokor pupil, dan defisit neurologis lainnya, kadang kala dengan riwayat trauma yang tidak jelas.

  • PEMERIKSAAN PENUNJANGLaboratorium Pemeriksaan laboratorium minimal meliputi, pemeriksaan darah rutin, elektrolit, profil hemostasis/koagulasi. Foto Tengkorakfoto tengkorak tidak dapat dipakai untuk memperkirakan adanya SDH. Fraktur tengkorak sering dipakai untuk meramalkan kemungkinan adanya perdarahan intrakranial tetapi tidak ada hubungan yang konsisten antara fraktur tengkorak dan SDH.

  • CT Scanmodalitas pilihan utama bila disangka terdapat suatu lesi pasca-trauma, karena prosesnya cepat, mampu melihat seluruh jaringan otak dan secara akurat membedakan sifat dan keberadaan lesi intra-aksial dan ekstra-aksial

  • HASIL CT SCANSDH AkutPerdarahan subdural akut pada CT-scan kepala (non kontras) tampak sebagai suatu massa hiperdens (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit sepanjang bagian dalam (inner table) tengkorak dan paling banyak terdapat pada konveksitas otak di daerah parietal.

  • SDH Sub Akut

    Di dalam fase subakut perdarahan subdural menjadi isodens terhadap jaringan otak sehingga lebih sulit dilihat pada gambaran CT. Oleh karena itu pemeriksaan CT dengan kontras atau MRI sering dipergunakan pada kasus perdarahan subdural dalam waktu 48 72 jam setelah trauma. Pada gambaran T1-weighted MRI lesi subakut akan tampak hiperdens. Pada pemeriksaan CT dengan kontras, vena-vena kortikal akan tampak jelas dipermukaan otak dan membatasi subdural hematoma dan jaringan otak.

    Perdarahan subdural subakut sering juga berbentuk lensa (bikonveks) sehingga membingungkan dalam membedakannya dengan epidural hematoma. Pada alat CT generasi terakhir tidaklah terlalu sulit melihat lesi subdural subakut tanpa kontras

  • SDH KRONIK

    Pada fase kronik lesi subdural menjadi hipodens dan sangat mudah dilihat pada gambaran CT tanpa kontras. Sekitar 20% subdural hematom kronik bersifat bilateral dan dapat mencegah terjadi pergeseran garis tengah. Seringkali, hematoma subdural kronis muncul sebagai lesi heterogen padat yang mengindikasikan terjadinya perdarahan berulang dengan tingkat cairan antara komponen akut (hyperdense) dan kronis (hipodense).

  • MRI

    Magnetic resonance imaging (MRI) sangat berguna untuk mengidentifikasi perdarahan ekstraserebral. Akan tetapi CT-scan mempunyai proses yang lebih cepat dan akurat untuk mendiagnosa SDH sehingga lebih praktis menggunakan CT-scan ketimbang MRI pada fase akut penyakit. MRI baru dipakai pada masa setelah trauma terutama untuk menetukan kerusakan parenkim otak yang berhubungan dengan trauma yang tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan CT-scan. MRI lebih sensitif untuk mendeteksi lesi otak nonperdarahan, kontusio, dan cedera axonal difus. MRI dapat membantu mendiagnosis bilateral subdural hematom kronik karena pergeseran garis tengah yang kurang jelas pada CT-scan.

  • DIAGNOSIS BANDING

    a. Stroke b. Encephalitis c. Abses otak e. Tumor otak f. Perdarahan subarachnoid g. Hydrocephalus

  • PENATALAKSANAANDalam menentukan terapi apa yang akan digunakan untuk pasien SDH, tentu kita harus memperhatikan antara kondisi klinis dengan radiologinya. Didalam masa mempersiapkan tindakan operasi, perhatian hendaknya ditujukan kepada pengobatan dengan medikamentosa untuk menurunkan peningkatan tekanan intrakrania (PTIK). Seperti pemberian manitol 0,25gr/kgBB, atau furosemid 10 mg intravena, dihiperventilasikan.

  • TINDAKAN OPERATIFBaik pada kasus akut maupun kronik, apabila diketemukan adanya gejala- gejala yang progresif, maka jelas diperlukan tindakan operasi untuk melakukan pengeluaran hematoma. Tetapi sebelum diambil keputusan untuk dilakukan tindakan operasi, yang tetap harus kita perhatikan adalah airway, breathing dan circulation (ABCs). Tindakan operasi ditujukan kepada: a. Evakuasi seluruh SDH b. Merawat sumber perdarahan c. Reseksi parenkim otak yang nonviable d. Mengeluarkan ICH yang ada.

  • Kriteria penderita SDH dilakukan operasi adalah: a. Pasien SDH tanpa melihat GCS, dengan ketebalan > 10 mm atau pergeseran midline shift > 5 mm pada CT-scan b. Semua pasien SDH dengan GCS < 9 harus dilakukan monitoring TIK c. Pasien SDH dengan GCS < 9, dengan ketebalan perdarahan < 10 mm dan pergeeran struktur midline shift. Jika mengalami penurunan GCS > 2 poin antara saat kejadian sampai saat masuk rumah sakit d. Pasien SDH dengan GCS < 9, dan/atau didapatkan pupil dilatasi asimetris/fixed e. Pasien SDH dengan GCS < 9, dan/atau TIK > 20 mmHg.

  • Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah burr hole craniotomy, twist drill craniotomy, subdural drain. Trepanasi atau kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif.

  • PERAWATAN PASCA BEDAHMonitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Jahitan dibuka pada hari ke 5-7. Tindakan pemasangan fragmen tulang atau kranioplasti dianjurkan dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian. Setelah operasipun kita harus tetap berhati hati, karena pada sebagian pasien dapat terjadi perdarahan lagi yang berasal dari pembuluh darah yang baru terbentuk, subdural empiema, irigasi yang kurang baik, pergeseran otak yang tiba-tiba, kejang, tension pneumoencephalus, kegagalan dari otak untuk mengembang kembali dan terjadinya reakumulasi dari cairan subdural. Maka dalam hal ini hematoma harus dikeluarkan lagi dan sumber perdarahan harus ditiadakan. Serial skening tomografi pasca kraniotomi sebaiknya juga dilakukan.

  • FOLLOW UPCT scan kontrol diperlukan apabila post operasi kesadaran tidak membaik dan untuk menilai apakah masih terjadi hematom lainnya yang timbul kemudian.

  • KOMPLIKASI OPERASIPasca operasi dapat terjadi rekurensi atau masih terdapat sisa hematom yang mungkin memperlukan tindakan pembedahan lagi. Sebanyak sepertiga pasien mengalami kejang pasca trauma setelah cedera kepala berat. Infeksi luka dan kebocoran CSF bisa terjadi setelah kraniotomi. Meningitis atau abses serebri dapat terjadi setelah dilakukan tindakan intrakranial. Pada pasien dengan subdural hematom kronik yang menjalani operasi drainase, sebanyak 5,4-19% mengalami komplikasi medis atau operasi. Komplikasi medis, seperti kejang, pneumonia, empiema, dan infeksi lain, terjadi pada 16,9% kasus. Komplikasi operasi, seperti massa subdural, hematom intraparenkim, atau tension pneumocephalus terjadi pada 2,3% kasus.

  • PROGNOSISPada beberapa kasus, perdarahan tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat menyebabkan kompresi pada otak, sehingga hanya menimbulkan gejala-gejala yang ringan. Pada beberapa kasus yang lain, memerlukan tindakan operatif segera untuk dekompresi otak. Tindakan operasi pada hematoma subdural kronik memberikan prognosis yang baik, karena sekitar 90 % kasus pada umumnya akan sembuh total. Hematoma subdural yang disertai lesi parenkim otak menunjukkan angka mortalitas menjadi lebih tinggi dan berat dapat mencapai sekitar 50 %.

  • pada penderita dengan perdarahan subdural yang luas dan menyebabkan penekanan (mass effect) terhadap jaringan otak, menjadi lebih kecil apabila dilakukan operasi dalam waktu 4 jam setelah kejadian. Walaupun demikian bila dilakukan operasi lebih dari 4 jam setelah kejadian tidaklah selalu berakhir dengan kematian. Pada kebanyakan kasus SDH akut, keterlibatan kerusakan parenkim otak merupakan faktor yang lebih menentukan prognosa akhir (outcome) daripada tumpukan hematoma ekstra axial di ruang subdural.

  • TERIMA KASIH