26
7/21/2019 Higroma Subdural http://slidepdf.com/reader/full/higroma-subdural-56d9e83788145 1/26 LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIGROMA DI RUANG RAWAT INAP GARDENA RSD Dr. SOEBANDI JEMBER LAPORAN PENDAHULUAN disusun guna memenuhi tugas pada Program Pendidikan Profesi Ners (P3N) Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB) oleh Haidar Dwi Pratiwi, S.Kep NIM 112311101012 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2015

Higroma Subdural

Embed Size (px)

DESCRIPTION

seminar askep P3N

Citation preview

Page 1: Higroma Subdural

7/21/2019 Higroma Subdural

http://slidepdf.com/reader/full/higroma-subdural-56d9e83788145 1/26

LAPORAN PENDAHULUANASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIGROMA DI

RUANG RAWAT INAP GARDENARSD Dr. SOEBANDI JEMBER

LAPORAN PENDAHULUANdisusun guna memenuhi tugas pada Program Pendidikan Profesi Ners (P3N)

Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB)

oleh

Haidar Dwi Pratiwi, S.KepNIM 112311101012

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERSPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER2015

Page 2: Higroma Subdural

7/21/2019 Higroma Subdural

http://slidepdf.com/reader/full/higroma-subdural-56d9e83788145 2/26

2

A. Review Anatomi Fisiologi

1) Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit,

connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea

aponeurotika , loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan

pericranium (ATLS, 2011).

2) Tulang Tengkorak

Tengkorak adalah tulang kerangka dari kepala yang disusun menjadi dua

bagian yaitu kranium (kalvaria) yang terdiri atas delapan tulang dan kerangka

wajah yang terdiri atas empat belas tulang. Rongga tengkorak mempunyai

permukaan atas yang dikenal sebagai kubah tengkorak, licin pada permukaan luar

dan pada permukaan dalam yang terdapat lekukan supaya dapat sesuai dengan

otak dan pembuluh darah. Permukaan bawah dari rongga dikenal sebagai dasar

tengkorak atau basis kranii. Dasar tengkorak ditembusi oleh banyak lubang

supaya dapat dilalui oleh saraf dan pembuluh darah (ATLS, 2011).

Gambar 1. Tulang Kranium

Page 3: Higroma Subdural

7/21/2019 Higroma Subdural

http://slidepdf.com/reader/full/higroma-subdural-56d9e83788145 3/26

3

3) Meningeal

Meningeal merupakan selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang

belakang. Fungsi meningeal yaitu melindungi struktur saraf halus yang membawa

pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan serebrospinal), dan memperkecil

benturan atau getaran, yang terdiri atas 3 lapisan sebagai berikut (ATLS, 2011).

a) Durameter (Lapisan sebelah luar)

Durameter ialah selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan

ikat tebal dan kuat, dibagian tengkorak terdiri dari selaput tulang tengkorak

dan dura meter propia di bagian dalam. Di dalam kanalis vertebralis kedua

lapisan ini terpisah. Durameter pada tempat tertentu mengandung rongga

yang mengalirkan darah vena dari otak, rongga ini dinamakan sinus

longitudinal superior yang terletak diantara kedua hemisfer otak. Pada

durameter terdapat rongga yang dinamakan rongga subdural, yaitu rongga

potensial kecil yang terletak antara duramater bagian dalam dan araknoid

b) Selaput Arakhnoid (Lapisan tengah)

Selaput arakhnoid merupakan selaput halus yang memisahkan durameter

dengan piameter yang membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan

otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral.

c) Piameter (Lapisan sebelah dalam)

Piameter merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan

otak, piameter berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur-struktur

jaringan ikat yang disebut trebekel. Tepi falks serebri membentuk sinus

longitudinalis inferior dan sinus sagitalis inferior yang mengeluarkan darah

dari falks serebri. Tentorium memisahkan cerebrum dengan cerebelum .

Page 4: Higroma Subdural

7/21/2019 Higroma Subdural

http://slidepdf.com/reader/full/higroma-subdural-56d9e83788145 4/26

4

Gambar 2. Lapisan Otak

4) Otak

Otak merupakan suatu organ tubuh yang sangat penting karena merupakan

pusat komputer dari semua organ tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak di

dalam rongga tengkorak (kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat.

Otak terdiri dari otak besar ( cerebrum ), otak kecil ( cerebellum ), dan batang otak

(Trunkus serebri ). Besar otak orang dewasa kira-kira 1300 gram, 7/8 bagian berat

terdiri dari otak besar (ATLS, 2011).

Gambar 3. Bagian Otak

Page 5: Higroma Subdural

7/21/2019 Higroma Subdural

http://slidepdf.com/reader/full/higroma-subdural-56d9e83788145 5/26

5

a) Otak besar ( cerebrum )

Otak besar merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak,

berbentuk telur mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Masing-

masing disebut fosa kranialis anterior atas dan fosa kranialis media. Otak

besar terdiri dari dua belahan, yaitu belahan kiri yang mengendalikan tubuh

bagian kanan, dan belahan kanan yang mengendalikan tubuh bagian kiri.

Otak mempunyai 2 permukaan, permukaan atas dan permukaan bawah.

Kedua lapisan ini dilapisi oleh lapisan kelabu (zat kelabu) yaitu pada pada

bagian korteks serebral dan zat putih yang terdapat pada bagian dalam yang

mengandung serabut saraf. Fungsi otak besar yaitu sebagai pusat berpikir

(kepandaian), kecerdasan dan kehendak. Selain itu otak besar juga

mengendalikan semua kegiatan yang disadari seperti bergerak, mendengar,

melihat, berbicara, berpikir dan lain sebagainya (Shuqing, 2010).

Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut lobus

yaitu lobus frontal, lobus parietal, lobus occipital dan lobus temporal.

1) Lobus frontal merupakan bagian lobus yang terletak pada bagian

depan cerebrum. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat

alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian

masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol

perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.

2) Lobus parietal berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti

tekanan, sentuhan dan rasa sakit.

3) Lobus temporal berhubungan dengan kemampuan pendengaran,

pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.

Lobus occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan

rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan

interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata (Muttaqin, 2008)

b) Otak kecil ( cerebellum )

Otak kecil terletak dibawah otak besar. Terdiri dari dua belahan yang

dihubungkan oleh jembatan varol, yang menyampaikan rangsangan pada

kedua belahan dan menyampaikan rangsangan dari bagian lain. Fungsi otak

Page 6: Higroma Subdural

7/21/2019 Higroma Subdural

http://slidepdf.com/reader/full/higroma-subdural-56d9e83788145 6/26

6

kecil adalah untuk mengatur keseimbangan tubuh serta mengkoordinasikan

kerja otot ketika bergerak (ATLS, 2011). Apabila terjadi cedera pada

cerebelum, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak

otot sehingga gerakan menjadi tidak terkoordinasi (Muttaqin, 2008).

c) Batang Otak ( Trunkus serebri )

Batang otak terdiri dari :

Diensefalon , bagian batang otak paling atas terdapat diantara

serebellum dengan mensepalon, kumpulan dari sel saraf yang terdapat

dibagian depan lobus temporalis terdapat kapsula interna dengan sudut

menghadap kesamping. Diensefalon ini berfungsi sebagai vaso

konstruksi (memperkecil pembuluh darah), respiratori (membantu

proses pernafasan), mengontrol kegiatan reflex, dan membantu

pekerjaan jantung.

Mensefalon, atap dari mensefalaon terdiri dari empat bagian yang

menonjol ke atas, dua di sebelah atas disebut korpus kuadrigeminus

superior dan dua disebelah bawah disebut korpus kuadrigeminus

inferior. Mensefalon ini berfungsi untuk sebagai pusat pergerakan

mata, mengangkat kelopak mata, dan memutar mata.

Pons varolli , merupakan bagian tengah batang otak dan arena itu

memiliki jalur lintas naik dan turun seperti otak tengah. Selain itu

terdapat banyak serabut yang berjalan menyilang menghubungkan

kedua lobus cerebellum dan menghubungkan cerebellum dengan

korteks serebri.

Medula oblongata, merupakan bagian dari batang otak yang paling

bawah yang menghubungkan pons varolli dengan medulla spinalis.

Medulla oblongata memiliki fungsi yang sama dengan diensefalon

(Shuqing, 2010)

Page 7: Higroma Subdural

7/21/2019 Higroma Subdural

http://slidepdf.com/reader/full/higroma-subdural-56d9e83788145 7/26

7

5) Sistem Ventrikulus

Otak sangat lembut dan kenyal sehingga sangat mudah rusak. Selain lapisan

meninges, otak juga dilindungi oleh cairan serebrospinal (CSS) di subarachnoid

space. Cairan ini menyebabkan otak dapat mengapung sehingga mengurangi

tekanan pada bagian bawah otak yang dipengaruhi oleh gravitasi dan juga

meilndungi otak dari guncangan yang mungkin terjadi. CSS ini terletak dalarn

ruang-ruang yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Ruang-ruang ini

disebut dengan ventrikel ( ventricles) . Ventrikel berhubungan dengan bagian

subarachnoid dan juga berhubungan dengan bentuk tabung pada canal pusat

(central canal ) dari tulang belakang. Ruang terbesar yang berisi cairan terutama

ada pada pasangan ventrikel lateral ( lateral ventricle ). Ventrikel lateral

berhubungan dengan ventrikel ketiga ( third ventricle ) yang terletak di otak bagian

tengah ( midbrain ). Ventrikel ketiga dihubungkan ke ventrikel keempat oleh

cerebral aqueduct yang menghubungkan ujung caudal ventrikel keempat dengan

central canal. Ventrikel lateral juga membentuk ventrikel pertama dan ventrikel

kedua (Puspitawati, 2009).

CSS merupakan konsentrasi dari darah dan plasma darah yang diproduksi

oleh choroid plexus yang terdapat dalam keempat ventrikel tersebut. Sirkulasi

CSS dimulai dalam ventrikel lateral ke ventrikel ketiga, kemudian mengalir ke

cerebral aqueduct ke ventrikel keempat. Dari ventrikel keempat mengalir ke

lubang-lubang subarachnoid yang melindungi keseluruhan SSP. Volume total

CSS sekitar 125 ml dan daya tahan hidupnya (waktu yang dibutuhkan oleh

sebagian CSS untuk berada pada sistem ventrikel agar diganti oleh cairan yang

baru) sekitar 3 jam. Apabila aliran CSS ini terganggu, misalnya karena cerebral

aqueduct diblokir oleh tumor dapat menyebabkan tekanan pada ventrikel karena

dipaksa untuk mengurangi cairan yang terus menerus diproduksi oleh choroid

plexus sementara alirannya untuk keluar terhambat. Dalam kondisi ini, dinding-

dinding ventrikel akan mengembang dan menyebabkan kondisi hydrocephalus .

Bila kondisi ini berlangsung terus menerus, pembuluh darah juga akan mengalami

penyempitan dan dapat menyebabkan kerusakan otak (Puspitawati, 2009).

Page 8: Higroma Subdural

7/21/2019 Higroma Subdural

http://slidepdf.com/reader/full/higroma-subdural-56d9e83788145 8/26

8

Gambar 4. Sistem ventrikel otak

6) Cairan Serebrospinalis

Cairan serebrospinal adalah hasil sekresi plexus khoroid. Cairan ini bersifat

alkali, bening mirip plasma dengan tekanannya 60-140 mm air. Sirkulasi cairan

cerebrospinal yaitu cairan ini disalurkan oleh plexus khoroid ke dalam ventrikel-

ventrikel yang ada di dalam otak. Cairan itu masuk ke dalam kanalis sentralis

sumsum tulang belakang dan juga ke dalam ruang subarakhnoid melalui celah-

celah yang terdapat pada ventrikel keempat. Setelah itu cairan ini dapat melintasiruangan di atas seluruh permukaan otak dan sumsum tulang belakang hingga

akhirnya kembali ke sirkulasi vena melalui granulasi arakhnoid pada sinus

sagitalis superior. Oleh karena susunan ini maka bagian saraf otak dan sumsum

tulang belakang yang sangat halus terletak diantara dua lapisan cairan. Dengan

adanya kedua ‘bantalan air’ ini maka sistem persarafan terlindungi dengan baik.

Cairan cerebrospinal ini berfungsi sebagai buffer, melindungi otak dan sumsum

Page 9: Higroma Subdural

7/21/2019 Higroma Subdural

http://slidepdf.com/reader/full/higroma-subdural-56d9e83788145 9/26

9

tulang belakang dan menghantarkan makanan ke jaringan sistem persarafan pusat

(Shuqing, 2010).

B. Konsep Teori Higroma

1) Pengertian

Higroma subdural merupakan pengumpulan cairan liquor yang terbungkus

oleh kapsul dibawah duramater. Biasanya disebabkan oleh pecahnya arachnoid

sehingga liquor serebrospinalis mengalir dan membentuk kolam (Satyanegara,

2010).

Sebagian literatur juga menyatakan bahwa higroma subdural adalah

hematom subdural kronis/lama yang mungkin disertai oleh penumpukan/

pengumpulan cairan LCS di dalam ruang subdural. Kelainan ini agak jarang

ditemukan dan dapat terjadi karena robekan selaput araknoid yang menyebabkan

cairan LCS keluar ke ruang subdural. Dengan demikian higroma subdural serupa

dengan hematom subdural kronik (HSD kronik) (Vandenberg, et al ., 2002).

Gambar 4. CT Scan Higroma SubduralTampak penekanan pada ventrikel lateral kiri

Page 10: Higroma Subdural

7/21/2019 Higroma Subdural

http://slidepdf.com/reader/full/higroma-subdural-56d9e83788145 10/26

10

2) Epidemiologi

Higroma subdural biasanya didapatkan karena trauma kepala akibat

kecelakaan dengan persentase kasus 6%. Sumber lain menjelaskan bahwa

subdural hygroma ditemui pada <5% pasien dengan trauma kepala, dan lebih

umum ditemukan pada anak-anak dan usia lanjut.

3) Etiologi

Beberapa etiologi higroma subdural menurut beberapa sumber adalah

sebagai berikut.

a) Post-trauma kecelakaan

Pada umumnya higroma subdural disebabkan pecahnya araknoid

sehingga LCS mengalir dan terkumpul membentuk kolam. Post-traumatic

subdural higroma merupakan kasus yang umum terjadi (Satyanegara, 2011).

b) Post-operasi (pintasan ventrikuler, marsupialisasi kista araknoid, dan reseksi

kista)

Higroma subdural akut dan kronik merupakan komplikasi post-operasi

yang umum terjadi dari pintasan ventrikuler, marsupialisasi kista araknoid

dan reseksi kista. Shuqing et al ., (2010) melaporkan suatu kasus higroma

subdural setelah tindakan reseksi suatu lesi desak ruang pada ventrikel lateral

yang menyebabkan deformasi brainstem dekompresif. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat penting antara prosedur

pembedahan, pencegahan kehilangan LCS, dan fluktuasi yang cepat dalam

tekanan intrakranial (Zanini, 2010).

c) Komplikasi atau lanjutan dari hematom subdural akut

Kebanyakan subdural higromas (SDGs) atau higroma subdural terjadi

sekunder akibat trauma. Cofiar et al. (2007) melaporkan kejadian

perkembangan suatu higroma subdural pada pasien Acute Subdural

Hematoma (ASDH) atau hematom subdural akut, yang kemudian mengalami

resolusi spontan cepat dalam waktu 9 jam akibat kontribusi terhadap

pembesaran higroma subdural. Hematom subdural akut merupakan

kumpulan darah segar di bawah lapisan duramater, yang biasanya cukup

Page 11: Higroma Subdural

7/21/2019 Higroma Subdural

http://slidepdf.com/reader/full/higroma-subdural-56d9e83788145 11/26

11

besar untuk menekan otak dan menyebabkan kematian hingga 60-80%

kasus. Resolusi spontan cepat pada kasus hematom subdural akut sangat

jarang terjadi. Salah satu mekanisme resolusi spontan yang pernah

dilaporkan adalah melalui terbentuknya higroma subdural. Resolusi

hematom subdural akut dan dampaknya terhadap higroma subdural harus

dipertimbangkan selama penatalaksanaan hematom subdural akut (Shuqing,

et al ., 2011)

d) Komplikasi dari tindakan anestesi

Higroma subdural merupakan kumpulan cairan subdural berupa cairan

xanthochromic yang jernih atau disertai darah. Membedakan antara higroma

subdural dan hematom sulit dilakukan dan mungkin artifisial, sebab higroma

sering mengalami progresifitas menjadi hematom. Vandenberg et al ., (2002)

melaporkan suatu kasus higroma subdural yang terjadi setelah tindakan

anestesia spinal. Subdural hematoma dan higroma subdural merupakan

komplikasi yang jarang dari anestesia spinal. Penyebab komplikasi ini yang

mungkin terpikirkan adalah kebocoran LCS melalui fistula dural yang

terbentuk akibat tindakan punksi. Kebocoran ini menyebabkan pemisahan

otak bagian kaudal ( caudal displacement of the brain ), dengan konsekuensi

berupa peregangan dan rembesan dari vena-vena subdural intrakranial.

Berkurangnya tekanan otak akibat atrofi serebral, pengecilan otak pada

alkoholik dan pintasan ventrikuler juga merupakan faktor yang memberikan

kontribusi. Namun, pada kebanyakan kasus, mekanisme yang ada tetap

belum diketahui dengan jelas (Cofiar, 2007).

4) Tanda dan Gejala

Gambaran klinis menunjukkan tanda peningkatan tekanan intrakranial,

meski sering tanpa disertai tanda-tanda fokal. Penyembuhan cedera otak primer

yang biasanya berupa memar otak, terganggu akibat adanya higroma ini

(Sjamsuhidajat, 2009). Stein (2008) dalam penelitiannya menemukan berbagai

gejala terkait cedera kepala sebagai berikut.

Page 12: Higroma Subdural

7/21/2019 Higroma Subdural

http://slidepdf.com/reader/full/higroma-subdural-56d9e83788145 12/26

12

a) Nyeri kepala ( headache )

b) Perubahan status mental

c) Gejala pada ekstremitas

d) Kehilangan kesadaran atau epilepsi

e) Somnolen atau tampak mengantuk

f) Mual muntah

g) Hemiparesis

h) Papilledema

i) Neck Stiffness (kaku leher)

j) Hemianopsia (penyempitan lapang pandang)

k) Disfasia

5) Patofisiologi

Patogenesis terjadinya higroma subdural adalah akumulasi cairan dalam

waktu lama di ruang subdural dapat terjadi akibat salah satu dari tiga proses yang

berbeda. Patogenesis yang paling lazim terjadi adalah likuifikasi hematoma

subdural akut sehingga membentuk atau terjadinya hematoma subdural kronik.

Ada postulat yang menyatakan bahwa semakin kental cairan yang berakumulasi,

semakin cepat pula peningkatan volumenya. Hal ini terjadi karena gradien tekanan

onkotik yang tinggi pada cairan yang kental. Meskipun volumenya bisa menurun

akibat degradasi darah dan protein, namun adanya perdarahan ulang menyebabkan

volumenya menetap sehingga hematoma subdural tetap ada. Tipe akumulasi

cairan subdural yang kedua adalah terbukanya arachnoid sehingga cairan

serebrospinal dapat memasuki ruang subdural. Cairan serebrospinal bercampur

dengan darah sehingga berubah menjadi cairan xantokromatik yang encer, sering

disebut higroma subdural. Tipe akumulasi ketiga menghasilkan cairan yang lebih

purulen. Empiema subdural dapat disebabkan oleh perluasan langsung dari

sinusitis atau otitis media ke ruang epidural lalu ke ruang subdural. Akumulasi

cairan subdural yang purulen kadang-kadang juga terlihat setelah episode

meningitis bakterial, khususnya akibat Haemophilus influenzae (Swift, 2011).

Page 13: Higroma Subdural

7/21/2019 Higroma Subdural

http://slidepdf.com/reader/full/higroma-subdural-56d9e83788145 13/26

13

6) Komplikasi

Komplikasi pada pasien dengan higroma subdural adalah perdarahan dan

infeksi pasca pembedahan. Bisa juga terjadi adanya herniasi batang otak karena

penumpukan cairan serebrospinal yang banyak (Sjamsuhidajat, 2009).

7) Prognosis

Dari segi mortalitas dan morbiditas secara neurologis, mortalitas mencapai

10-20% pada pasien dengan GCS 8 atau kurang. Pada beberapa laporan, pasien

dengan GCS 5 atau lebih tanpa syok, mortalitas mencapai 10%, sedangkan pada

GCS dibawah 5, mortalitas mencapai 50-70%. Syok akan memperburuk hasil

akhir (Satyanegara, 2010). Berdasarkan literatur lain, prognosis higroma sendiri

berprognosis baik, tetapi prognosis lebih ditentukan oleh cedera otak primernya

(Vandenberg, 2002).

8) Pemerikasaan Penunjang

Untuk menegakkan diagnosis higroma subdural, selain anamnesis, gejala

klinis dan pemeriksaan fisik, diperlukan juga penunjang berupa radiologis

diagnostik yaitu CT Scan dan MRI. CT Scan kepala dengan atau tanpa kontras

memiliki nilai diagnostik. Akumulasi cairan subdural umumnya bersifat bilateral

pada hampir 77% kasus (Cardarelli, et al ., 2009). Ketebalan akumulasi cairan

subdural dapat bervariasi dari 4 mm hingga 42 mm. MRI juga terbukti bermanfaat

dalam membedakan akumulasi cairan subdural dari dilatasi subarachnoid jinak

atau hidrosefalus eksternal jinak yang tidak membutuhkan intervensi bedah pada

sebagian besar kasus. MRI dapat menunjukkan efek penekanan akumulasi

subdural terhadap korteks (Cardarelli, et al ., 2009).

Pada pemeriksaan neuroimaging , biasanya dengan CT scan dan MRI,

terlihat berbentuk seperti bulan sabit dengan adanya tumpukan cairan extraaxial

dengan CSF yang padat. Umumnya terjadi secara bilateral.

Page 14: Higroma Subdural

7/21/2019 Higroma Subdural

http://slidepdf.com/reader/full/higroma-subdural-56d9e83788145 14/26

14

Gambar 5. (A) Hygroma subdural kiri frontal (B) Peningkatan kepadatan dan bentuk yang heterogen, tanda-tanda perdarahan higroma pada ruang subdural

Gambar 6. (C) Pengurangan dari higroma, dengan kemungkinan adanyaneomembran (D) Resolusi dari kumpulan subdural

Gambar 7. Higroma subdural

Page 15: Higroma Subdural

7/21/2019 Higroma Subdural

http://slidepdf.com/reader/full/higroma-subdural-56d9e83788145 15/26

15

Gambar 7 (A) CT-scan menunjukkan hygroma subdural bilateral pada

bagian frontal (B) MRI ( T1-weighted , tanpa kontras) menunjukkan subdural

hematoma laminar, tanpa adanya kompresi pada otak yang mendasarinya (C) MRI

(T1-weighted , dengan kontras) menunjukkan peningkatan pada bagian perifer (D)

CT scan menunjukkan hilangnya kumpulan cairan di subdural.

9) Penatalaksanaan

Sejumlah modalitas terapi pernah dilaporkan, antara lain evakuasi dan

irigasi ruang subdural melalui burr-hole , tap subdural , drainase subdural secara

kontinyu dan penggunaan shunt subduroperitoneal . Pemasangan shunt telah

dilaporkan oleh sejumlah peneliti, namun terdapat komplikasi antara lain

obstruksi, migrasi, infeksi, drainase unilateral dan perforasi usus (Kumar, 2010).

Pada higroma yang simtomatik, khususnya dengan status klinis yang

memburuk disertai dengan peningkatan volume higroma dengan kompresi otak

yang menyebabkan herniasi, dilakukan tindakan operasi drainase burr-hole

eksternal. Namun tetap dilakukan drainase subdural selama 24-48 jam pasca

operasi, jika tidak terjadi resorpsi yang memadai shunting pada ruang subdural.

Kekambuhan setelah tindakan drainase burr-hole sederhana merupakan hal yang

sering terjadi, karena kasus yang berulang (Sjamsuhidajat, 2009).

Tindakan kraniotomi dilakukan untuk menemukan lokasi kebocoran CSF.

Juga dilakukan peletakan shunt subdural ke peritoneal, untuk mengalirkan cairan

yang berlebih menuju ruang peritoneum (Greaves dan Johnson, 2010).

Page 16: Higroma Subdural

7/21/2019 Higroma Subdural

http://slidepdf.com/reader/full/higroma-subdural-56d9e83788145 16/26

16

Gambar 8. Teknik Operasi Burrr-Holes

Page 17: Higroma Subdural

7/21/2019 Higroma Subdural

http://slidepdf.com/reader/full/higroma-subdural-56d9e83788145 17/26

17

C . Cli nical Pathway

Page 18: Higroma Subdural

7/21/2019 Higroma Subdural

http://slidepdf.com/reader/full/higroma-subdural-56d9e83788145 18/26

D. Asuhan Keperawatan

1) Pengkajian

a) Demografi

Higroma subdural dapat terjadi pada segala usia dan jenis kelamin.

Namun, biasanya laki-laki lebih rentan terjadi higroma subdural karena

aktivitas yang lebih sering di luar rumah sehingga rentan terjadi

kecelakaan.

b) Keluhan utama

Keluhan pada pasien higroma subdural biasanya nyeri kepala hingga

penurunan kesadaran.

c) Anamnesis

Dalam cedera kepala, poin-poin yang harus digali dari anamnesis

meliputi

Periode/waktu hilangnya kesadaran

Periode amnesia post trauma

Penyebab dan kasus cedera itu sendiri

Ada tidaknya nyeri kepala dan muntah

d) Riwayat penyakit sekarang

Kaji bagaimana pasien mengalami higroma subdural, sudah kemana saja

pasien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya, dan telah

mendapatkan pengobatan apa saja.

e) Riwayat penyakit dahulu

Kaji apakah pasien pernah dilakukan tindakan operasi (pintasan

ventrikuler, marsupialisasi kista araknoid dan reseksi kista), saat operasi

dilakukan pembiusan total (general anastesi), lokal anastesi, atau

regional anastesi, apakah pernah mengalami perdarahan pada kepala,

atau mengalami trauma kepala sebelumnya.

f) Pemeriksaan fisik (B1-B6)

Setelah melakukan anamnesa yang mengarah pada keluhan pasien,

pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari

pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik dilakukan secara persistem

Page 19: Higroma Subdural

7/21/2019 Higroma Subdural

http://slidepdf.com/reader/full/higroma-subdural-56d9e83788145 19/26

19

(B1-B6) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari

pasien (Muttaqin, 2009).

B1 ( Breathing ) Pernapasan

Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama

jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,

frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia

breathing . Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing (kemungkinana

karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada

jalan napas.

B2 ( Blood ) Kardiovaskuler

Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah

bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi

rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut

nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial.

Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi

dengan bradikardia, disritmia).

B3 ( Brain ) Persyarafan

Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap

dibandingkan pengkajian pada sistem lainya.

1) Tingkat kesadaran

Pasien dengan cedera otak biasanya akan mengalami gangguan

kesadaran, amnesia seputar kejadian, vertigo, dan sinkope

(pingsan). Perubahan status mental umumnya terjadi seperti

gangguan dalam orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,

pemecahan masalah, emosi, tingkah laku, dan memori.

Tingkat kesadaran dapat dinilai menggunakan GCS ( Glasgow Coma

Scale )

Penilaian GCS:

Membuka Mata (Eye) Nilai

4 Spontan3 Rangsang suara (pasien disuruh membuka mata)2 Rangsang nyeri

Page 20: Higroma Subdural

7/21/2019 Higroma Subdural

http://slidepdf.com/reader/full/higroma-subdural-56d9e83788145 20/26

20

1 Tidak membuka mataRespon Bicara (Verbal)

5 Baik dan tidak terdapat disorientasi4 Kacau (terdapat disorientasi tempat dan waktu)

3 Tidak tepat (mengucapkan kata-kata tetapi tidak dalam bentukkalimat dan kata-kata tidak tepat)

2 Mengerang (tanpa mengucapkan kata-kata)1 Tidak terdapat jawaban

Respon Gerakan (Motorik)6 Menuruti perintah5 Mengetahui lokasi nyeri4 Refleks menghindari nyeri3 Refleks fleksi2 Refleks ekstensi1 Tidak terdapat refleks

2) Pemeriksaan 12 saraf kranial

Saraf I (N.Olfaktorius)

Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan dan fungsi

penciuman tidak ada kelainan.

Saraf II (N.Optikus)

Pasien biasanya mengalami perubahan dalam penglihatan seperti

ketajaman penglihatan, diplopia (penglihatan ganda), kehilangansebagian lapang pandang (hemianopsia), fotofobia, dan papiledema

mungkin didapatkan.

Saraf III, IV & VI (N.Okulomotor, N.Troklearis, N.Abdusen)

Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada pasien cedera kepala

biasanya mengalami perubahan seperti respon terhadap cahaya dan

kesimetrisan pupil, dan dapat pula terjadi deviasi pada mata pasien.

Saraf V (N.Trigeminus)Umumnya tidak ditemukan paralisis pada otot wajah dan refleks

kornea biasanya tidak ada kelainan.

Saraf VII (N.Fasialis)

Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.

Saraf VIII (N.Vestibulo-Koklearis)

Pasien biasanya mengalami penurunan daya pendengaran dan

gangguan keseimbangan tubuh.

Page 21: Higroma Subdural

7/21/2019 Higroma Subdural

http://slidepdf.com/reader/full/higroma-subdural-56d9e83788145 21/26

21

Saraf IX dan X (N.Glosofaringeus dan N.Vagus)

Pasien cedera kepala biasanya akan mengalami hiccup (cegukan)

karena kompresi pada nervus vagus sehingga menyebabkan

kompresi spasmodik diafragma.

Saraf XI (N.Aksesorius)

Adanya usaha dari pasien untuk melakukan fleksi leher dan

biasanya terdapat kaku kuduk ( Neck Stiffness ).

Saraf XII (N.Hipoglosus)

Pasien biasanya mengalami gangguan pada kesimetrisan lidah yaitu

tampak lidah jatuh ke salah satu sisi (deviasi lidah), disfagia

(kesulitan menelan), disatria (gangguan bicara), disfasia (gangguan

perkembangan bahasa) sehingga pasien akan mengalami kesulitan

dalam berbicara maupun menelan.

3) Sistem motorik

Kekuatan otot menurun, perubahan pada kontrol keseimbangan dan

koordinasi.

B4 ( Bladder ) Perkemihan

Pada cedera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia

uri, dan ketidakmampuan menahan miksi.

B5 ( Bowel ) Pencernaan

Pasien biasanya mengalami gangguan menelan, mual, muntah, dan nyeri

lambung yang menyebabkan tidak nafsu makan. Apabila intake nutrisi

tidak adekuat dapat terjadi penurunan berat badan

B6 ( Bone ) Muskuloskeletal

Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi.

Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan

dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot

antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat

saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi

penurunan tonus otot. Pasien akan mengalami intoleransi aktivitas dan

gangguan pemenuhan ADL ( Activity Daily Living )

Page 22: Higroma Subdural

7/21/2019 Higroma Subdural

http://slidepdf.com/reader/full/higroma-subdural-56d9e83788145 22/26

22

g) Pemeriksaan laboratorium dan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien higroma adalah

sebagai berikut.

MRI dapat menunjukkan efek penekanan akumulasi subdural

terhadap korteks

CT scan terlihat berbentuk seperti bulan sabit dengan adanya

tumpukan cairan extraaxial dengan CSF yang padat

2) Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat sesuai dengan pathway adalah

sebagai berikut (NANDA, 2013).

a) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan

penurunan aliran darah ke otak akibat edema serebri

b) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kompresi pada batang otak

c) Nyeri akut (kepala) berhubungan dengan peningkatan TIK, pelepasan

mediator kimia

d) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran

e) Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran

f) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan kontraksi otot sekitar saraf

servikal

Page 23: Higroma Subdural

7/21/2019 Higroma Subdural

http://slidepdf.com/reader/full/higroma-subdural-56d9e83788145 23/26

23

3) Rencana Tindakan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil(NOC) Intervensi (NIC) Rasional

1 Resikoketidakefektifan

perfusi jaringan otak berhubungan dengan peningkatan TIK danedema serebral

Setelah dilakukan tindakankeperawatan selama ...x24 jamketidakefektifan perfusi

jaringan otak tidak terjadidengan kriteria hasil:1) Warna kulit pada

ekstremitas dalam batasnormal

2) Peningkatan tingkatkesadaran

3) TTV dalam batas normal(TD: 120/80, RR 16-20x/mnt, nadi 80-100x/mnt, suhu 36,5-37,5 oC)

Monitor TIK1) Monitor status neurologi pasien2) Monitor jumlah dan

karakteristik cairanserebrospinal

3) Monitor intake dan output pasien

4) Monitor suhu pasien5) Posisikan pasien dengan kepala

dan leher dalam posisi netral6) Monitor lingkungan yang dapat

menstimulus peningkatan TIK

1) Perubahan status neurologimenandakan adanya perubahanTIK dan penting untuk rencanaintervensi

2) Untuk menentukan lokasi, penyebaran, dan perkembangankerusakan serebral

3) Mencegah terjadinya kehilangancairan

4) Hipertermi dapat meningkatkanresiko dehidrasi

5) Perubahan posisi kepala dapatmeningkatkan TIK

6) Kebisingan, suhu, pencahayaandapat mempengaruhi TIK

2 Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan

kompresi batangotak

Setelah dilakukan tindakankeperawatan ....x 24jam polanapas kembali efektif dengan

kriteria hasil:1) RR normal (16-20x/menit)2) Pergerakan dada normal3) Penggunaan otot-otot

bantu pernapasan

Manajemen jalan napas1) Atur posisi pasien untuk

memaksimalkan ventilasi

2) Anjurkan bernafas yang pelandan dalam

3) Auskultasi suara nafas, catatarea penurunan atau ketiadaanventilasi dan adanya suara nafas

1) Memudahkan ekspansi paru danmenurunkan adanya

kemungkinan lidah jatuh yangmenyumbat jalan napas

2) Membantu keefektifan pernafasan pasien

3) Mengidentifikasi adanya

Page 24: Higroma Subdural

7/21/2019 Higroma Subdural

http://slidepdf.com/reader/full/higroma-subdural-56d9e83788145 24/26

24

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil(NOC) Intervensi (NIC) Rasional

berkurang tambahan4) Monitor respirasi dan

oksigenasi5) Kolaborasi pemberian oksigen

yang sudah terhumidifikasi

sumbatan jalan napas4) Menentukan kecukupan

pernapasan, keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan terapi

5) Memaksimalkan oksigen padadarah arteri dan membantu dalam

pencegahan hipoksia3. Nyeri akut (kepala)

berhubungan dengan peningkatan TIK, pelepasan mediatorkimia

Setelah dilakukan tindakankeperawatan selama ...x24 jam

pasien dapat mengontrol nyeridengan kriteria hasil:1) Menggunakan metode non-

analgetik untukmengurangi nyeri

2) Menggunakan analgetiksesuai kebutuhan

3) Melaporkan nyeri sudahterkontrol

Manajemen nyeri1) Lakukan pengkajian nyeri

secara komprehensif termasuklokasi, karakteristik, durasi,frekuensi, kualitas dan faktor

presipitasi2) Observasi reaksi non-verbal

dari ketidaknyamanan3) Gunakan teknik komunikasi

terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien

4) Kontrol lingkungan yang dapatmempengaruhi nyeri sepertisuhu ruangan, pencahayaan,dan kebisingan

5) Ajarkan teknik non-farmakologiuntuk mengatasi nyeri

6) Kolaborasi pemberian analgetik

1) Mengetahui karakteristik nyeriuntuk pemilihan intervensi

2) Mengetahui reaksi pasienterhadap nyeri yang dirasakan

3) Guna memilih intervensi yangtepat yang dapat digunakan

4) Mengurangi faktor yang dapatmemperparah nyeri pasien

5) Mengurangi nyeri tanpa obat-obatan

6) Mengurangi nyeri

Page 25: Higroma Subdural

7/21/2019 Higroma Subdural

http://slidepdf.com/reader/full/higroma-subdural-56d9e83788145 25/26

25

4) Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan berdasarkan masing-masing diagnosa keperawatan

dalam bentuk catatan perkembangan pasien, format catatan perkembangan pasien

mengikuti format yang ada diruangan dan sudah tersedia diruangan. Penulisan

catatan perkembangan dalam bentuk SOAP dilakukan setiap hari atau per 24 jam.

SOAP ini mengacu pada perkembangan kondisi pasien dan respon pasien.

5) Discharge Planning

Sebelum pasien pulang, perawat hendaknya memberikan rencana tindak

lanjut atau discharge planning kepada pasien agar penyakit pasien tidak

bertambah buruk. Rencana tindak lanjut yang dapat diberikan kepada pasien yaitu

sebagai berikut.

a) Anjurkan untuk minum obat sesuai petunjuk dokter dan menghubungi

petugas kesehatan terdekat apabila obat dirasa tidak dapat memperbaiki

gejala yang dirasakan. Bawalah obat saat melakukan kontrol ke pusat

kesehatan.

b) Anjurkan untuk istirahat yang cukup dengan pencahayaan yang redup

apabila kepala terasa nyeri.

c) Hubungi petugas kesehatan terdekat apabila terdapat gejala kaku kuduk atau

kejang pada pasien.

d) Anjurkan keluarga untuk memberikan dukungan kepada pasien untuk

mempercepat proses penyembuhan.

Page 26: Higroma Subdural

7/21/2019 Higroma Subdural

http://slidepdf.com/reader/full/higroma-subdural-56d9e83788145 26/26

26

DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeons. 2011. Advanced Trauma Life Support (ATLS) .United States of America: American College of Surgeons Commite onTrauma

Cofiar M, Eser O, Aslan A, Ela Y. 2012. Rapid Resolution of Acute Subdural Hematoma and Effects on the Size of Existent Subdural Hygroma: A Case Report Turkish . Jurnal Neurosurgery Vol 17 (3) :224-227. www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17939112 [05 Desember 2015]

Greaves, I., and Johnson, G. 2010. Head And Neck Trauma .

Kumar, Raj. 2010. Chronic Subdural Fliud Collection in Children . Journal ofMedical Education and Research Vol 7 (1)

Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

NANDA. 2014. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014 .Jakarta: EGC.

Puspitawati, Ira. 2009. Psikologi Faal . Jakarta: Universitas Gunadarma

Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf . Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Shuqing Y, Ji-sheng W, Nan J. 2010. Compressive Brainstem Deformation Resultingfrom Subdural Hygroma After Neurosurgery: A Case Report .Chinese Medical Journal. www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18706260 [05Desember 2015]

Sjamsuhidajat R, Jong WD. 2009. Buku Ajar Ilmu Bedah . Jakarta: EGC

Swift DM, McBride L. 2011. Chronic Subdural Hematoma in Children . Neurosurg Clin sof North Am Vol 3.

Vandenberg JSP, Sijbrandy SE, Meijer AH, Oostdijk AHJ. 2002. Subdural Hygroma: A Rare Complication of Spinal Anesthesia . Anesth Analg.www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12032041 [05 Desember 2015]