20
Hubungan Antara Penyesuaian Diri Di Perguruan Tinggi Dan Stres Psikologis Pada Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Fitri Tasliatul Fuad Miranda Diponegoro Zarfiel Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan antara penyesuaian diri di perguruan tinggi dan stres psikologispada mahasiswa tahun pertama Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan alat ukur Student Adaptation to College Questionnaire (SACQ) untuk mengetahui gambaran penyesuaian diri di perguruan tinggi partisipan dan alat ukur Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25) untuk mengetahui tingkat stres psikologis partisipan. Partisipan dalam penelitian ini adalah 94 orang mahasiswa tahun pertama Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Teknik analisis data menggunakan pearson correlation untuk menjawab permasalahan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan antara penyesuaian diri di perguruan tinggi dan stres psikologis (r = -.284). Kata Kunci: penyesuaian diri; perguruan tinggi; stres psikologis; mahasiswa tahun pertama ABSTRACK This research was conducted to determine the correlation between college adjustment and psychological distress on Faculty of Psychology University of Indonesia First-year Students. This research method use quantitative approach using Student Adaptation to College Questionnaire (SACQ) to get the descriptive data about participant’s college adjustment and Hopnkins Sympton Checklist-25 (HSCL-25) to determine the level of psychological distress on participants. Participants in this study were 94 Faculty of Psychology University of Indonesia first-year students. Pearson Correlation analysis technique was used to answer the research problem. Result showed that there is negative and significant correlation between college adjustment and psychological distress on Faculty of Psychology University of Indonesia first-year students (r = -.284). Keyword: college adjustment, psychological distress, first-year college student Hubungan antara..., Fitri Tasliatul Fuad, FPsi UI, 2013

Hubungan Antara Penyesuaian Diri Di Perguruan Tinggi Dan

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Hubungan Antara Penyesuaian Diri Di Perguruan Tinggi Dan

Hubungan Antara Penyesuaian Diri Di Perguruan Tinggi Dan Stres

Psikologis Pada Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas Psikologi Universitas

Indonesia

Fitri Tasliatul Fuad

Miranda Diponegoro Zarfiel

Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi

Universitas Indonesia

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang

signifikan antara penyesuaian diri di perguruan tinggi dan stres

psikologispada mahasiswa tahun pertama Fakultas Psikologi Universitas

Indonesia. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif

dengan menggunakan alat ukur Student Adaptation to College

Questionnaire (SACQ) untuk mengetahui gambaran penyesuaian diri di

perguruan tinggi partisipan dan alat ukur Hopkins Symptom Checklist-25

(HSCL-25) untuk mengetahui tingkat stres psikologis partisipan. Partisipan

dalam penelitian ini adalah 94 orang mahasiswa tahun pertama Fakultas

Psikologi Universitas Indonesia. Teknik analisis data menggunakan

pearson correlation untuk menjawab permasalahan penelitian. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan

antara penyesuaian diri di perguruan tinggi dan stres psikologis (r = -.284).

Kata Kunci: penyesuaian diri; perguruan tinggi; stres psikologis;

mahasiswa tahun pertama

ABSTRACK

This research was conducted to determine the correlation between college

adjustment and psychological distress on Faculty of Psychology University

of Indonesia First-year Students. This research method use quantitative

approach using Student Adaptation to College Questionnaire (SACQ) to get

the descriptive data about participant’s college adjustment and Hopnkins

Sympton Checklist-25 (HSCL-25) to determine the level of psychological

distress on participants. Participants in this study were 94 Faculty of

Psychology University of Indonesia first-year students. Pearson Correlation

analysis technique was used to answer the research problem. Result showed

that there is negative and significant correlation between college adjustment

and psychological distress on Faculty of Psychology University of Indonesia

first-year students (r = -.284).

Keyword: college adjustment, psychological distress, first-year college

student

Hubungan antara..., Fitri Tasliatul Fuad, FPsi UI, 2013

Page 2: Hubungan Antara Penyesuaian Diri Di Perguruan Tinggi Dan

PENDAHULUAN

Saat memasuki perguruan tinggi mahasiswa akan dihadapkan dengan banyak tantangan

baru dan harus menghadapi tantangan akademis yang berbeda dengan yang sebelumnya

(Goodwin, 2008). Mahasiswa baru sering memiliki masalah dalam beradaptasi dengan situasi

sosial, personal dan emosional yang baru (Chickering, 1969, dalam Downey, 2005). Selain itu

mahasiswa juga memiliki berbagai tugas perkembangan yang baru (Medalie, 1981, dalam

Downey, 2005) Berdasarkan teori perkembangan mahasiswa menurut Chickering dan

Schlossberg (1995) terdapat tujuh tugas perkembangan yang harus dijalani oleh mahasiswa,

yaitu mengembangkan kompetensi, mengatur emosi, berkembang dari autonomy menuju

interdependence, mengembangkan hubungan interpersonal yang lebih matang, menetapkan

identitas, mengembangkan tujuan hidup, dan mengembangkan integritas.

Pendidikan tinggi adalah masa yang menekan bagi sebagian besar mahasiswa dimana

mereka harus melewati proses adaptasi pada lingkungan pendidikan dan sosial yang baru

(Misra & Castillo, 2004). Walaupun banyak mahasiswa yang berhasil menyesuaikan diri

dengan kehidupan perkuliahan, masih banyak yang mengalami gangguan emosi jangka

panjang dan depresi (Gall, Evans, & Bellerose, 2000; Wintre & Yaffe, 2000). Tinjauan

literatur menunjukkan bahwa terdapat mahasiswa sangat rentan mengalami stres (Ross,

Neibling, Heckert, 1999) dan berdasarkan hasil penelititan yang dilakukan Misra & McKean

(2000) ditemukan bahwa mahasiswa tahun pertama lebih mudah mengalami stres daripada

seniornya (Misra & McKean, 2000).

Mahasiswa, khususnya mahasiswa baru, merupakan kelompok yang paling mudah

mengalami stres (D’Zurilla & Sheedy, 1991, dalam Ross, Niebling, & Heckert, 1999). Stres

adalah bagian dari kehidupan mahasiswa dan dapat memberikan dampak yang besar pada

kemampuan mahasiswa untuk bertahan dengan kehidupan kampus (Dusselier, Dunn, Wang,

Shelley and Whalen, 2005; Greenberg, 1993, dalam Ong, Yap, Pun, 2008). Sebagian besar

mahasiswa mengalami psychological distress dikarenakan beberapa perubahan, seperti harus

meninggalkan rumah (tinggal sendiri), mandiri dalam mengambil keputusan, berkompetensi

dengan standar yang baru, perubahan jadwal tidur, perubahan kebiasaan makan,

meningkatnya beban tugas, semakin tingginya tuntutan akademis, berada pada lingkungan

yang baru dengan tanggung jawab baru, perubahan interaksi dengan keluarga dan perubahan

kehidupan sosial, adanya tanggung jawab finansial, bertemu orang baru, ide-ide baru, serta

godaan baru, semakin tingginya tingkat keputusan yang harus dipilih, merokok atau

penggunaan obat-obat terlarang, mulai menyadari identitas dan orientasi seksual, harus

mempersiapkan kehidupan setelah lulus kuliah, faktor-faktor psikologis seperti self esteem

Hubungan antara..., Fitri Tasliatul Fuad, FPsi UI, 2013

Page 3: Hubungan Antara Penyesuaian Diri Di Perguruan Tinggi Dan

yang rendah (Altmaier, 1983, dalam Pfeiffer, 2001; National Health Ministries USA, 2006;

Ross, Niebling, & Heckert, 1999). Beberapa dapat melihat perubahan tersebut sebagai

pengalaman yang positif, akan tetapi masih banyak yang merasa terancam oleh perubahan

tersebut (Pfeiffer, 2001).

Psychological distress dapat berakibat negatif pada kesehatan mahasiswa dan prestasi

akademisnya (Campbell & Svenson, 1992; Misra, McKean, West & Russo, 2000). Hasil

penelitian Fogle (2012) menyebutkan bahwa mahasiswa dengen tingkat stres tinggi memiliki

kebiasaan sehat dan prestasi akademis yang lebih buruk daripada mahasiswa dengan tingkat

stres rendah. Hasil penelitian ini juga didukung oleh berbagai penelitian lainnya yang

menyatakan bahwa stres berdampak negatif terhadap prestasi akademik mahasiswa (Hatcher

and Prus, 1991; Hammer, Grigsby and Woods, 1998; Trockel, Barnes and Egget, 2000;

Calderon, Hey and Seabert, 2001; Kelly, Kelly and Clanton, 2001, dalam Fogle, 2012). Hal

ini dikarenakan mahasiswa dengan tingkat stres tinggi kurang dapat fokus pada kegiatan

belajar dan tugas-tugas akademis. Dampak negatif stres lainnya adalah mahasiswa dengan

tingkat stres tinggi memiliki konflik harian yang lebih tinggi serta kesenangan harian yang

lebih rendah daripada mahasiswa dengan tingkat stres rendah.

Stres terjadi ketika adanya tuntutan yang membebani atau di luar batas kemampuan

seseorang. Terdapat dua sumber stres, yaitu physical stressor yang bersumber dari fisik

(demam tinggi, invasi mikroorganisme, luka fisik) dan pshychosocial stressor yang

bersumber dari kondisi sosial lingkungan, dapat merusak saat itu juga atau di masa

mendatang. Berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa perubahan kondisi

lingkungan dari SMA ke pendidikan tinggi dapat digolongkan menjadi psychosocial stressor

bagi mahasiswa. Dengan adanya berbagai perubahan tersebut mahasiswa dituntut untuk dapat

menyesuaikan dirinya dengan lingkungan yang baru. Boyer (1987, dalam Fanti, 2005)

menyatakan bahwa kesuksesan mahasiswa dalam menyesuaikan diri di perguruan tinggi baru

secara signifikan dapat mempengaruhi keseluruhan kegiatan perkuliahannya.

Menurut Lazarus (1976) penyesuaian diri merupakan proses-proses psikologis dimana

individu mengatur atau mengatasi berbagai tuntutan atau tekanan. Sedangkan menurut Eshun

(2006) penyesuaian diri merupakan sebuah respon individu terhadap perubahan yang terjadi

di lingkungan sekitarnya, serta dapat membantu individu mengatasi tuntutan-tuntutan dalam

kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pandangan Allport (1937, dalam Lazarus, 1976)

mengenai pengertian personality dalam adjustment, dapat diketahui bahwa setiap individu

memiliki cara penyesuaian diri yang unik terhadap lingkungannya. Hal ini berarti ada

individu yang dengan mudah dan cepatnya dapat menyesuaikan diri dan ada individu yang

Hubungan antara..., Fitri Tasliatul Fuad, FPsi UI, 2013

Page 4: Hubungan Antara Penyesuaian Diri Di Perguruan Tinggi Dan

membutuhkan waktu lama untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungannya.

Proses penyesuaian diri tersebut dapat memunculkan berbagai macam emosi yang kuat,

khususnya stress emotions, seperti marah, takut, cemas, merasa bersalah, dan malu (Lazarus,

1976).

Penyesuaian diri di perguruan tinggi (college adjustment) merupakan suatu proses

psikososial yang menjadi sumber stres pada mahasiswa dan membutuhkan kemampuan

coping pada berbagai area, yaitu area akdemis, sosial, personal-emosional, dan keterikatan

pada institusi (Baker & Siryk, 1989, dalam Hutz, Martin, & Beitel, 2007).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh L. M. Dahyan Davis pada tahun 2011

ditemukan bahwa mahasiswa tahun pertama memang banyak mengalami masalah

penyesuaian diri. Masalah penyesuaian diri yang paling banyak terjadi pada mahasiswa tahun

pertama antara lain mencemaskan ujian-ujian, tidak tahu bagaimana cara belajar yang efektif,

tidak bisa berkonsentrasi dengan baik, bermasalah ketika berbicara di depan kelas, mudah

sekali kehilangan konsentrasi saat bekerja, tidak memberi cukup waktu untuk belajar, lemah

dalam karya tulis, ingatan yang buruk, takut gagal di perguruan tinggi, mempunyai terlalu

banyak minat di luar bidang akademis, dan melupakan hal-hal yang sudah pernah dipelajari di

sekolah. Penelitian Davis (2011) hanya melihat apa saja masalah-masalah penyesuaian diri

yang dialami oleh mahasiswa akan tetapi belum mengelompokkan masalah-masalah tersebut

paling banyak terjadi pada area mana.

Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana gambaran penyesuaian diri

di perguruan tinggi dan stress psikologis yang dialami oleh mahasiswa tahun pertama

Psikologi UI dan apakah pernyesuaian diri di perguruan tinggi tersebut berkorelasi dengan

stres psikologis yang mereka alami. Beratnya beban akademis di Fakultas Psikologi membuat

mahasiswa Psikologi UI memiliki kecenderungan mengalami stres psikologis yang tinggi.

Dari pengalaman peneliti selama berkuliah di Fakultas Psikologi UI, sangat banyak

mahasiswa mengeluh merasa tertekan dengan beratnya beban akademis dan sedikitnya waktu

yang tersisa untuk dirinya sendirir. Selain itu juga banyak mahasiswa yang mengaku tidak

nyaman dan tidak betah berkuliah di Fakultas Psikologi UI bahkan setelah menjalani 7

semester perkuliahan. Hal ini dapat disebabkan karena masalah penyesuaian diri yang belum

teratasi sejak berada di tahun pertama perkuliahan.

Selain ingin mengetahui apakah penyesuaian diri di perguruan tinggi berhubungan stres

psikologis yang dialami oleh mahasiswa tahun pertama Psikologi UI, peneliti juga ingin

mengetahui masalah penyesuaian diri yang sering muncul pada mahasiswa tahun pertama.

Peneliti ingin melanjutkan penelitian sebelumnya agar mendapatkan gambaran pada area

Hubungan antara..., Fitri Tasliatul Fuad, FPsi UI, 2013

Page 5: Hubungan Antara Penyesuaian Diri Di Perguruan Tinggi Dan

mana masalah penyesuaian diri paling banyak dialami oleh mahasiswa tahun pertama

Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

TINJAUAN TEORITIS

Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi

Penyesuaian diri di perguruan tinggi (college adjustment) merupakan suatu proses

psikososial yang menjadi sumber stres pada mahasiswa dan membutuhkan kemampuan

coping pada berbagai area. Mahasiswa diharapkan untuk dapat menyesuaikan diri pada area

akademis, sosial, personal-emosional, dan keterikatan pada institusi (Baker & Siryk, 1989,

dalam Hutz, Martin, & Beitel, 2007).

Dimensi Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi

1. Academic adjustment, yaitu dimensi yang berhubungan dengan faktor akademis dan

pengalaman pembelajaran yang dialami mahaisiswa di pendidikan tinggi. Academic

adjustment juga dapat diartikan sebagai kesuksesan mahasiswa dalam melakukan

coping terhadap berbagai tuntutan dibidang akademis universitas termasuk motivasi,

peforma, dan lingkungan akademis (Baker & Siryk, 1999 dalam Taylor & Pastor,

2005). Skor yang rendah pada dimensi ini menunjukkan bahwa individu memiliki nilai

akademis yang rendah, kurang mampu mengatur dan mengontrol tuntutan akademis,

serta kurang realistis dalam menilai dirinya (Baker & Siryk, 1999, dalam Abdullah,

Elias, Mahyuddin & Uli, 2009)

2. Social adjustment, yaitu dimensi yang berhubungan dengan aspek sosial dari

lingkungan perguruan tinggi dan bagaimana mahasiswa berinteraksi di dalamnya.

Dimensi ini mengukur keberhasilan mahasiswa dalam melakukan coping terhadap

tuntutan interpersonal-sosial yang berhubungan dengan pengalaman di perguruan

tinggi (Baker & Siryk, 1989b, dalam Abe, Talbot, & Geehoed, 1998). Dimensi ini

meliputi kecenderungan mahasiswa untuk berinteraksi, sejauh mana mahasiswa

membina hubungan sosial dengan orang lain di kampusnya, bagaimana pengaturan

lingkungan sosial di sekitar mahasiswa, bagaimana ia mengatasi rasa rindunya dengan

keluarganya, serta bagaimana perasaan mahasiswa akan pengalaman-pengalaman

yang baru. Skor yang rendah pada dimensi ini menunjukkan bahwa mahasiswa kurang

berpartisipasi dalam kegiatan sosial di kampus, kurang memiliki keterampilan sosial,

memiliki rasa kesepian yang besar, memiliki social avoidance yang besar, sosial

distress, memiliki social self-concept yang rendah, serta merasa tidak memiliki

Hubungan antara..., Fitri Tasliatul Fuad, FPsi UI, 2013

Page 6: Hubungan Antara Penyesuaian Diri Di Perguruan Tinggi Dan

dukungan sosial (Baker & Siryk, 1999, dalam Abdullah, Elias, Mahyuddin & Uli,

2009).

3. Personal-Emotional Adjustment, yaitu dimensi yang berhubungan dengan aspek

psikologis dan fisik dari mahasiswa. Dimensi ini berfokus pada kondisi intrapsikis

mahasiswa selama penyesuainnya ke pendidikan tinggi, dan sejauh mana ia

mengalami tekanan psikologis secara umum serta gejala somatik seiring dengan

adanya masalah (Baker & Siryk, 1989b, dalam Abe, Talbot, & Geehoed, 1998).

Mahasiswa yang memiliki skor rendah pada dimensi ini menunjukkan bahwa ia lebih

emosional, memiliki tingkat psychological distress yang tinggi, memiliki lebih banyak

pengalaman hidup negatif (Baker & Siryk, 1999, dalam Abdullah, Elias, Mahyuddin

& Uli, 2009).

4. Goal Commitment / Institutional Adjustment, yaitu dimensi yang berkaitan dengan

komitmen mahasiswa demi mencapai tujuan akademisnya serta keterikatan mahasiswa

kepada institusi kampusnya. Dimensi ini melihat kepuasan mahasiswa secara

keseluruhan mengenai keberadaan mahasiswa di perguruan tinggi serta emosi atau

perasaan mahasiswa mengenai peruruan tinggi tempatnya menimba ilmu saat ini.

Mahasiswa yang memiliki skor rendah pada dimensi ini berkemungkinan besar keluar

dari perguruan tinggi sebelum lulus dan kurang puas dengan pengalamannya di

perguruan tinggi (Baker & Siryk, 1999, dalam Abdullah, Elias, Mahyuddin & Uli,

2009).

Keberhasilan Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi

Menurut Baker, McNeil & Siryk (1985, dalam Waller 2009) ada beberapa kriteria

perilaku yang menunjukkan berhasilnya penyesuaian diri di perguruan tinggi pada seorang

mahasiswa, antara lain:

1. Mencapai performa akademis yang wajar bahkan baik.

2. Memanfaatkan sarana bantuan psikologis dan konseling yang ada di fakultas saat

diperlukan.

3. Menyelesaikan masa studi dalam rentang waktu yang ditentukan oleh fakultas.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri di perguruan tinggi.

Faktor-faktor tersebut dalam digolongkan menjadi faktor pendukung dan faktor penghambat.

Menurut (Brag, Kim, & Rubin, 2005; Maton, Hrabowski, & Schmitt, 2000; Robbins &

Hubungan antara..., Fitri Tasliatul Fuad, FPsi UI, 2013

Page 7: Hubungan Antara Penyesuaian Diri Di Perguruan Tinggi Dan

Smith,1993; dalam Waller, 2009) faktor-faktor yang mendukung penyesuaian diri di

perguruan tinggi pada mahasiswa antara lain:

1. Prestasi akademis yang baik

Mahasiswa yang memiliki prestasi akademis yang baik cenderung memiliki kemampuan

penyesuaian diri di perguruan tinggi yang lebih baik daripada mahasiswa yang memiliki

prestasi akademis yang buruk. Mahasiswa yang memiliki prestasi akademis yang baik

tidak akan terlalu terkejut dengan perubahan tuntutan akademis yang berbeda di perguruan

tinggi sehingga mereka dapat menyesuaikan diri di perguruan tinggi dengan lebih baik.

2. Kesiapan masuk perguruan tinggi (college readiness)

Mahasiswa yang lebih siap untuk memsuki pendidikan tinggi memiliki kemampuan

penyesuaian diri yang lebih baik daripada mahasiswa yang belum siap memasuki

pendidikan tinggi. Kesiapan tersebut dapat berupa informasi yang dimilikinya mengenai

bagaimana sistem perkuliahan, informasi mengenai perguruan tinggi dan jurusan yang

akan dimasukinya, serta kesiapan mental mahasiswa tersebut untuk mengahadapi berbagai

perbedaan antara sekolah dan kuliah.

3. Hubungan yang dekat dan suportif, dan perasaan keterikatan dengan komunitas di kampus

Mahasiswa yang memiliki hubungan yang dekat dan suportif dengan keluarga, teman, dan

orang-orang di sekiltarnya akan memiliki kemampuan penyesuaian diri di perguruan

tinggi yang lebih baik daripada mahasiswa yang tidak memiliki hubungan yang dekat dan

suportif dengan orang-orang di sekitarnya. Hubungan yang dekat dan suportif tersebut

dapat memabntu mahasiswa melewati perubahan-perubahan yang dialaminya di

perguruan tinggi sehingga ia dapat menyesuaikan diri di perguruan tinggi dengan lebih

baik.

Faktor yang menghambat mahasiswa untuk menyesuaikan diri di perguruan tinggi dengan

baik (Orfield & Paul, 1988; dalam Waller 2009) antara lain:

1. Adanya pemisahan atau tidak baurnya pergaulan kampus

Adanya pemisahan atau tidak baurnya pergaulan di kampus dapat disebabkan oleh

terlalu ketatnya persaingan antar peer-group, tekanan senioritas, dan lain-lain.

2. Biaya kuliah yang mahal dan beban tanggungan hidup semasa kuliah

Masalah keuangan, yaitu biaya kuliah yang mahal dan besarnya beban tanggungan

hidup semasa kuliah dapat menghambat mahasiswa untuk dapat menyesuaikan dirinya

di perguruan tinggi dengan baik.

3. Tidak memadainya asistensi bagi mahasiswa yang tidak siap (unprepared)

Hubungan antara..., Fitri Tasliatul Fuad, FPsi UI, 2013

Page 8: Hubungan Antara Penyesuaian Diri Di Perguruan Tinggi Dan

Tidak semua mahasiswa tahun pertama siap untuk mulai berkuliah. Banyak

mahasiswa yang belum siap untuk menghadapi perubahan di pendidikan tinggi,

terutama bagi mahasiswa yang berasal dari daerah. Tidak adanya asistensi atau

bantuan bagi mahasiswa yang belum siap tersebut dapat menghambatnya dalam

menyesuaikan diri di perguruan tinggi.

Stres Psikologis

Stres merupakan kondisi psikologis yang muncul dan dirasakan lebih kuat ketika

seseorang merasa tidak memiliki kapasitas unuk menghadapi tantangan lingkungannya secara

efektif (Lazarus, 1999). Menurut Selye (1979, dalam Rice, 1999) stres dapat dibagi menjadi

dua, yaitu eustress dan distress. Eustress merupakan pengalaman menyenangkan dan

memuaskan. Misalnya berpartisipasi dalam acara pernikahan, kompetisi dalam pertandingan

olahraga, dan ikut serta dalam produksi pertunjukan drama atau teater. Eustress dapat

meningkatkan kesadaran, kesiagaan, dan sering mengarah pada penampilan kognitif dan

tingkah laku tinggi. Sedangkan distress merupakan stress yang merusak atau tidak

menyenangkan. Pengalaman yang dialami dirasakan sebagai sesuatu yang negatif,

menyakitkan, dan sesuatu yang harus dihindari.

Distress memiliki berbagai dampak negatif bagi penderitanya. Salah satunya yaitu

individu yang mengalami distress mengalami sulit tidur dan tetap terjaga di malam hari

sehingga ia tidak bisa berkonsentrasi pada siang hari dan mengganggu pekerjaannya atau

menganggu sosialisasi dengan orang lain. Dampak lainnya adalah individu yang mengalami

distress dapat merasakan dampaknya berupa penyakit fisik seperti sakit kepala, sakit perut,

sakit punggung, dan berbagai bentuk malaise lainnya. Mereka biasanya menghabiskan banyak

biaya untuk mencari pertolongan medis padahal pihak media tidak dapat mendeteksi

penyebab fisik dari penyakit tersebut.

Bentuk Utama Stres Psikologis

Menurut Mirowsky & Ross (1989) distress dapat terlihat dalam dua bentuk utama,

yaitu depresi dan kecemasan. Depresi dapat berupa perasaan sedih, tidak bersemangat,

kesepian, putus asa, merasa tidak berharga, berharap mengalami kematian, sulit tidur,

menangis, dan merasa segala sesuatu yang dilakukannya adalah hal yang susah. Kecemasan

dapat berupa merasa tegang, gelisah, khawatir, mudah tersinggung, dan ketakutan. Depresi

dan kecemasan memiliki dua komponen, yaitu mood dan malaise. Mood merujuk pada

perasaan negatif seperti kesedihan dari depresi atau kekhawatiran dari kecemasan. Sedangkan

Hubungan antara..., Fitri Tasliatul Fuad, FPsi UI, 2013

Page 9: Hubungan Antara Penyesuaian Diri Di Perguruan Tinggi Dan

malaise merujuk pada kondisi tubuh, seperti lesu dan gangguan dari depresi atau penyakit

otonomi (sakit kepala, sakit perut, pusing) dan lesu dari kecemasan. Depresi dan kecemasan

saling berhubungan satu sama lain. Individu yang mengalami depresi biasanya juga

mengalami kecemasan, dan begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu para ahli biasanya

meneliti kedua hal tersebut dan tidak membedakan keduanya sebagai dua hal yang berbeda.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres Psikologis

Menurut Mirowsky & Ross (2003) terdapat lima pola dasar yang memengaruhi stres

psikologis, yaitu:

1. Gender.

Wanita memiliki kecenderungan mengalami stres psikologis yang lebih tinggi

daripada laki-laki. Hal ini bisa jadi disebabkan adanya perbedaan pilihan, nilai,

kepercayaan, kegiatan yang mereka lakukan, serta peran gender yang berbeda. Wanita

lebih dituntut untuk dapat mengurus rumah tangga dan membesarkan anak dengan

baik daripada laki-laki sehingga hal tersebut dapat menimbulkan stress psikologis.

Resiko munculnya stres psikologis pada wanita juga akan semakin besar apabila

wanita tersebut bekerja.

2. Status Pernikahan.

Orang yang belum menikah memiliki kecenderungan yang lebih besar mengalami

stres psikologis daripada orang yang belum menikah. Hal ini dikarenakan orang yang

belum menikah akan terhindar dari keterikatan hubungan sosial dan tanggung jawab

ekonomi pada keluarga. Keterikatan ini dapat membantu terbentuknya rasa aman,

perasaan memiliki, dan arah hidup bagi seseorang. Tanpa hal-hal tersebut seseorang

akan merasa kesepian, hidup tanpa arah, dan merasa tidak aman. Orang yang belum

menikah biasanya juga tinggal sendiri sehingga mereka memiliki kecenderungan yang

lebih tinggi dalam mengalami stres psikologis.

3. Perubahan yang tidak diinginkan

Stres psikologis dapat diasosiasikan dengan perubahan dari satu situasi ke siatusi

lainnya. Perubahan situasi yang tidak diinginkan pada seseorang dapat menimbulkan

stres psikologis. Aktivitas yang biasa dilakukan sehari-hari cenderung membentuk

suatu pola tertentu (kebiasaan) sehingga meminimalkan jumlah energi dan sumber

daya yang harus digunakan. Kebiasaan merupakan sesuatu yang mudah sehingga tidak

menimbulkan stres psikologis pada seseorang. Perubahan situasi yang muncul

Hubungan antara..., Fitri Tasliatul Fuad, FPsi UI, 2013

Page 10: Hubungan Antara Penyesuaian Diri Di Perguruan Tinggi Dan

menekan seseorang untuk menggunakan energi yang lebih besar untuk dapat

beradaptasi dengan perubahan tersebut. Mirowsky & Ross (1989) menemukan bahwa

semakin banyak perubahan negatif yang dialami seseorang maka akan semakin tinggi

stres psikologis yang dialaminya

4. Status sosial ekonomi.

Orang dengan status sosial ekonomi yang tinggi memiliki kecenderungan lebih rendah

dalam mengalami stres psikologisdaripada orang dengan status sosial ekonomi yang

rendah. Status sosial ekonomi yang tinggi akan meningkatkan kesehatan psikologis

seseorang, sedangkan status sosial ekonomi yang rendah akan meningkatkan stres

psikologis seseorang. Mirowsky & Ross (1989) menjelaskan bahwa anak yang berasal

dari keluarga dengan status sosial ekonomi yang rendah memiliki sedikit keuntungan,

sumber daya, dan kesempatan dibanding anak yang berasal dari keluarga dengan

sosial ekonomi yang tinggi. Mereka cenderung lebih sering menemui kegagalan

sehingga hal ini dapat menimbulkan stres psikologis.

5. Usia

Remaja merupakan tahapan usia yang paling sering mengalamai kecemasan dan

depresi, sedangkan dewasa madya paling sedikit mengalami depresi dan lansia paling

sedikit mengalami kecemasan. Remaja merupakan tahapan usia dimana banyak terjadi

berbagai perubahan sehingga remaja paling rentan mengalami stres. Orang berusia

dibawah 20 tahun cenderung memiliki tingkat anxiety dan anger yang tinggi dan

cenderung semakin menurun pada orang yang berusia lebih tua. Hal ini dikarenakan

pada usia muda mereka belum sejahtera secara ekonomi dan umumnya belum

menikah sehingga tidak mendapatkan dukungan emosional dari pasangan hidupnya.

METODE PENELITIAN

Variabel dalam penelitian ini adalah penyesuaian diri di perguruan tinggi dan stres

psikologis. Berdasarkan tipe aplikasinya, penelitian ini tergolong ke dalam applied research

karena teknik, prosedur, dan metode penelitian yang digunakan bertujuan untuk

mengumpulkan informasi mengenai berbagai aspek dari suatu situasi, permasalahan, atau

fenomena, sehingga informasi yang terkumpul dapat diaplikasikan untuk kegunaan lainnya.

Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian ini merupakan correlational research karena

penelitian ini bertujuan untuk menemukan hubungan/asosiasi/ interdependensi antara dua atau

lebih aspek dari suatu situasi. Berdasarkan tipe informasi yang diperoleh, penelitian ini

Hubungan antara..., Fitri Tasliatul Fuad, FPsi UI, 2013

Page 11: Hubungan Antara Penyesuaian Diri Di Perguruan Tinggi Dan

merupakan penelitian kuantitatif karena informasi dikumpulkan melalui variabel-variabel

yang diolah dengan analisis kuantitaifKumar, 2005).

Partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswa tahun pertama Fakultas Psikologi

Universitas Indoensia. Jumlah partisipan adalah 94 orang. Alat ukur yang digunakan dalam

penelitian ini berbentuk kuesioner yang terdiri dari Student Adaptation to College

Questionnaire (SACQ) untuk mnegukur penyesuaian diri di perguruan tinggi dan Hopkins

Symptopm Checklist-25 (HSCL-25) untuk mengukur stres psikologis. Alat ukur SACQ

dikembangkan oleh Baker dan Siryk (1984) 59 item dengan rincian 24 item mengukur

dimensi academic adjustment, 13 item mengukur dimensi social adjustment, 15 item

mengukur dimensi personal-emotional adjustment, dan 7 item mengukur dimensi goal

commitment / instutional attachment. Skor total didapatkan dengan menjumlahkan skor

semua item alat ukur SACQ. Alat ukur HSCL-25 merupakan alat ukur stres psikologis yang

dikenal dan banyak digunakan sebagai alat screening untuk mendeteksi gejala anxiety dan

depresi yang dirasakan kurang lebih seminggu terakhir (Ventevogel, et al., 2007). HSCL

terdiri dari 25 item yang terdiri dari 10 item yang mengukur gejala anxiety dan 15 item yang

mengukur gejala depresi. Setiap item diukur menggunakan skala Likert mulai dari 1 (gejala

tersebut tidak mengganggu sama sekali) hingga 4 (gejala tersebut sangat mengganggu). Skor

HSCL-25 didapatkan dengan membagi jumlah skor tiap item dengan jumlah item yang

dijawab. Jika skor lebih besar atau sama dengan 1.75, maka partisipan memiliki stres

psikologis yang tinggi (Ventevogel, et al., 2007).

Metode analisi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode statistik uji

korelasi Pearson untuk melihat adanya hubungan diantara kedua variabel, dengan alat bantu

yang digunakan untuk analisis adalah program komputer SPSS versi 18.

HASIL PENELITIAN

Perhitungan korelasi antara variabel penyesuaian diri di perguruan tinggi dan stres

psikologis dihitung menggunakan metode Pearson Correlation. Berikut ini adalah hasil

perhitungan korelasi antar dua variabel tersebut.

Tabel total skor Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi dan Stress Psikologis

Skor

Pearson Correlation -,284

Sig. (2-tailed) ,006

N 94

Hubungan antara..., Fitri Tasliatul Fuad, FPsi UI, 2013

Page 12: Hubungan Antara Penyesuaian Diri Di Perguruan Tinggi Dan

Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

penyesuaian diri di perguruan tinggi dan stres psikologis pada mahasiswa tahun pertama

Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (p<0.05). Nilai minus menunjukkan bahwa arah

hubungan tersebut negatif, yang artinya semakin tinggi kemampuan penyesuaian diri di

perguruan tinggi seseorang, maka akan semakin rendah stres psikologis yang dialaminya,

begitu pula sebaliknya

Tabel Distribusi Skor Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi

Kelompok Skor Jumlah Partisipan Persentase

Di bawah rata-rata 13 13. 8%

Rata-rata 74 78.7%

Di atas rata-rata 7 7.4%

Total 94 100%

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa subjek yang memiliki distribusi skor penyesuaian diri di

perguruan tinggi rentang rata-rata merupakan jumlah terbanyak. Jumlah kedua terbanyak

adalah subjek yang memiliki distribusi skor penyesuaian diri di perguruan tinggi rentang di

bawah rata-rata. Subjek yang memiliki distribusi skor penyesuaian diri di perguruan tinggi

rentang di atas rata-rata merupakan jumlah yang paling sedikit.

Tabel Distribusi Skor Stres Psikologis

Kelompok Skor Jumlah Partisipan Persentase

Distress tinggi 32 34%

Distress rendah 62 66%

Total 94 100%

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa subjek yang mengalami stres psikologis yang tinggi

lebih banyak daripada subjek yang mengalami stres psikologis yang rendah.

Table Korelasi Dimensi Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi dan Stress Psikologis

Pearson

Correlation

Sig. (2-

tailed)

Academic adjustment -.269 .009

Social adjustment -.194 .061

Personal-emotional adjustment -.221 .003

Goal commitment/institutional adjustment -.160 .123

Hubungan antara..., Fitri Tasliatul Fuad, FPsi UI, 2013

Page 13: Hubungan Antara Penyesuaian Diri Di Perguruan Tinggi Dan

Pada hasil analisa person correlation antara dimensi academic adjustment dan stres

psikologis didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi

academic adjustment dan stres psikologis (p<0.05). Nilai minus menandakan bahwa

hubungan tersebut negatif, yang berarti semakin baik kemampuan academic adjustment

seseorang maka akan semakin rendah stres psikologis yang dialaminya, begitu pula

sebaliknya. Dari hasil analisa pearson correlation antara dimensi personal-emotional

adjustment dan stres psikologis ditemukan terdapat hubungan yang signifikan antara dimesi

personal-emotional adjustment dan stres psikologis pada mahasiswa tahun pertama Fakultas

Psikologi Universitas Indonesia (p<0.05). Nilai minus menunjukkan arah hubungan tersebut

negatif, yang artinya semakin baik kemampuan personal-emotional adjustment seseorang

maka akan semakin rendah stres psikologis yang dialaminya. Tidak adanya hubungan yang

signifikan ditemukan dari hasil analisa pearson correlation antara dimensi social adjustment

dan stres psikologis serta hasil analisa pearson correlation antara dimensi goal commitment /

institutional adjustment dan stres psikologis pada mahasiswa tahun pertama Fakultas

Psikologi Universitas Indonesia (p>0.05).

Tabel Korelasi Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi dengan Faktor Lain

Pearson Chi-Square

Gender .204

Tempat Tinggal .018

Dari tabel di atas dapat lihat bahwa hasil analisa chi-square antara penyesuaian diri dan

gender memiliki nilai p > 0.05. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara penyesuaian diri di perguruan tinggi gender. Hasil analisa chi-square antara

penyesuaian diri dan tempat tinggal memiliki nilai p<0.05. Dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara penyesuaian diri di perguruan tinggi dan tempat tinggal.

Tabel Korelasi Stres Psikologis dan Faktor Lain

Pearson Chi-Square

Gender .039

Usia

Pengeluaran dalam sebulan

.831

.035

Hubungan antara..., Fitri Tasliatul Fuad, FPsi UI, 2013

Page 14: Hubungan Antara Penyesuaian Diri Di Perguruan Tinggi Dan

Berdasarkan tabel di atas pada hasil analisa chi-square antara stres psikologis dan gender

dapat dilihat bahwa nilai p < 0.05. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara stres psikologis dan gender pada mahasiswa tahun pertama

Fakultas Psikologi UI. Pada hasil analisa chi-square antara stres psikologis dan usia dapat

dilihat bahwa nilai p > 0.05. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan anatar stres psikologis dan usia pada mahasiswa tahun pertama Fakultas Psikologi

Universitas Indonesia. Pada hasil analisa chi-square antara stres psikologis dan pengeluaran

dalam sebulan dapat dilihat bahwa nilai p < 0.05. Dapat disimpulkan terdapat hubungan yang

signifikan antara stres psikologis dan pengeluaran dalam sebulan pada mahasiswa tahun

pertama Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian dirtemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

penyesuaian diri di perguruan tinggi dan stres psikologis pada mahasiswa Psikologi UI tahun

pertama. Masa kuliah merupakan masa transisi dari SMA ke perguruan tinggi. Dalam masa

transisi tersebut terdapat banyak perubahan-perubahan yang dialami mahasiswa. Banyak yang

menganggap perubahan tersebut sebagai pengalaman yang positif akan tetapi masih banyak

pula yang menganggap perubahan tersebut sebagai pengalaman negatif yang menekan

sehingga mahasiswa tahun pertama sangat rentan akan stres psikologis. Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang juga menemukan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara penyesuaian diri di perguruan tinggi dan stres psikologis.

Selain mengukur hubungan penyesuaian diri di perguruan tinggi dan stres psikologis,

peneliti juga mengukur hubungan masing-masing dimensi dalam alat ukur penyesuaian diri di

perguruan tinggi dan stres psikologis. Dimensi-dimensi tersebut adalah academic adjustment,

social adjustment, personal-emotional adjustment, dan goal commitment / institutional

adjustment. Dari hasil pengukuran statistik ditemukan bahwa terdapat hubungan negatif dan

signifikan antara dimensi academis adjustment dan stres psikologis pada mahasiswa Psikologi

UI tahun pertama. Hal tersebut berarti semakin baik penyesuaian diri di perguruan tinggi

seseorang maka akan semakin rendah tingkat stres psikologis yang dialaminya. Hal ini dapat

terjadi karena tingginya beban akademis yang dialami oleh mahasiswa Psikologi UI. Selain

itu mahasiswa-mahasiswa yang terpilih berkuliah di Universitas Indonesia merupakan

mahasiswa dengan kemampuan akademis yang baik sehingga ketika mereka mengalami

Hubungan antara..., Fitri Tasliatul Fuad, FPsi UI, 2013

Page 15: Hubungan Antara Penyesuaian Diri Di Perguruan Tinggi Dan

kesulitan menyesuaikan diri dengan siatuasi akademis di kampus akan lebih mudah untuk

mengalami stres psikologis.

Selain itu juga terdapat hubungan negatif dan signifikan antara dimensi personal-

emotional adjustment dan stres psikologis pada mahasiswa Psikologi UI tahun pertama. Hal

tersebut berarti semakin baik personal-emotional adjustment seseorang maka akan semakin

rendah tingkat stres psikologis yang dialaminya. Personal-emotional adjustment juga

mengukur tekanan psikologis yang dialami oleh mahasiswa sehingga memang seharusnya

terdapat hubungan antara dimensi personal-emotional adjustment dan stres psikologis pada

mahasiswa tahun pertama.

Sedangkan untuk dimensi social adjustment dan goal commitment / institutional

adjustment ditemukan hubungan yang tidak signifikan dengan stres psikologis. Hal ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Kenny (1995) yang juga hanya menemukan hubungan

negatif dan signifikan pada dimensi academic adjustment dan personal-emotional adjustment

dan tidak menemukan hubungan yang signifikan pada dimensi social adjustment dan goal

commitment / institutional adjustment. Tidak adanya hubungan antara kedua dimensi tersebut

dengan stres psikologis berarti tinggi atau rendahnya social adjustment dan goal commitment /

institutional adjustment seseorang tidak berhubungan dengan tinggi atau rendahnya stres

psikologis yang dialaminya.

Dari hasil tambahan penelitian ditemukan beberapa faktor yang berhubungan dengan

penyesuaian diri di perguruan tinggi dan stres psikologis. Faktor pertama adalah gender. Dari

hasil pengukuran statistik menggunakan teknik korelasi Chi-Square, ditemukan hubungan

yang signifikan antara gender dan stres psikologis pada mahasiswa Psikologi UI tahun

pertama. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Mirowsky dan Ross (2003)

yang menyatakan bahwa gender merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya

stres psikologis pada seseorang. Mirowsky dan Ross (2003) menyatakan bahwa perempuan

lebih mudah mengalami distress daripada laki-laki. Hal ini dikarenakan perbedaan pilihan,

nilai, kepercayaan, kegiatan yang mereka lakukan, serta peran gender yang berbeda. Wanita

lebih dituntut untuk dapat mengurus rumah tangga dan membesarkan anak dengan baik

daripada laki-laki sehingga hal tersebut dapat menimbulkan distress. Dalam pengukuran

hubungan gender dan penyesuaian diri di perguruan tinggi, ditemukan tidak ada hubungan

yang signifikan antara gender dan penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa

Psikologi UI tahun pertama.

Hubungan antara..., Fitri Tasliatul Fuad, FPsi UI, 2013

Page 16: Hubungan Antara Penyesuaian Diri Di Perguruan Tinggi Dan

Faktor kedua adalah usia. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, terdapat empat

kelompok usia, yaitu 17, 18, 19, dan 20 tahun. Dari hasil pengukuran statistik ditemukan

bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia dan stres psikologis. Hal ini

dikarenakan rentang usia subjek penelitian yang sangat sempit dan masih berada dalam tahap

perkembangan yang sama.

Faktor ketiga adalah tempat tinggal. Tempat tinggal subjek penelitian dikelompokkan

menjadi rumah orang tua, rumah kerabat, asrama UI, kos, dan lainnya. Berdasarkan hasil

pengukuran statistik ditemukan hubungan yang signifikan antara tempat tinggal dan

penyesuaian diri di perguruan tinggi. Tempat tinggal merupakan faktor yang mempengaruhi

penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa tahun pertama Fakultas Psikologi

Universitas Indonesia. Dari kelima kelompok tempat tinggal tersebut, hanya kelompok yang

tinggal di asrama UI yang semuanya memiliki distribusi skor penyesuaian diri di perguruan

tinggi rentang di bawah rata-rata. Namun hal ini dapat disebabkan karena sangat sedikitnya

jumlah subjek yang berada pada kelompok ini, yaitu hanya dua orang. Pada empat kelompok

tempat tinggal lainnya, semuanya memiliki pola yang sama. Jumlah subjek terbanyak berada

pada distribusi skor penyesuaian diri di perguruan tinggi rentang rata-rata, kemudia rentang di

bawah rata-rata, dan rentang di atas rata-rata. Berdasarkan hasil pengukuran statistik

mengenai hubungan tempat tinggal dan stres psikologis, tidak ditemukan adanya hubungan

yang signifikan antara tempat tinggal dan stres psikologis pada mahasiswa tahun pertama

Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Faktor keempat adalah pengeluaran dalam sebulan. Peneliti membagi subjek penelitian dalam

tiga kelompok, yaitu kelompok yang pengeluaran dalam sebulan kurang dari Rp 1.000.000,

antara Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000, dan lebih dari Rp 2.000.000. Dari hasil pengukuran

statistik ditemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan anatar pengeluaran dalam

sebulan dan stres psikologis. Kelompok yang pengeluarannya dalam sebulan lebih dari Rp

2.000.000 semuanya mengalami tingkat stres psikologis yang tinggi. Namun hal ini dapat

disebabkan karena sangat sedikitnya subjek penelitian yang pengeluarannya dalam sebulan

lebih dari Rp 2.000.000. Sedangkan untuk dua kelompok lainnya memiliki pola yang sama,

yaitu jumlah subjek yang mengalami stres psikologis yang tinggi lebih banyak daripada yang

mengalami stres psikologis yang rendah. Hal ini sesuai dengan teori mengenai stres

psikologis dari Mirowsky dan Ross (2003) yang menyatakan bahwa faktor sosial-ekonomi

merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan stres psikologis.

Hubungan antara..., Fitri Tasliatul Fuad, FPsi UI, 2013

Page 17: Hubungan Antara Penyesuaian Diri Di Perguruan Tinggi Dan

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian mengenai hubungan penyesuaian diri di perguruan tinggi dan

stres psikologis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan terdapat hubungan yang negatif dan

signifikan antara penyesuaian diri di perguruan tinggu dan stres psikologis pada mahasiswa

tahun pertama Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Hal tersebut berarti semakin baik

penyesuaian diri di perguruan tinggi seseorang maka akan semakin rendah tingkat satres

psikologis yang dialaminya. Berdasarkan hasil perhitungan statistik ditemukan bahwa nilai

penyesuaian di perguruan tinggi memiliki sumbangan sebesar 8.41 % pada stres psikologis,

dan 91.59% lainnya dari faktor lain.

SARAN

Terkait dengan segala keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti, maka peneliti memberikan

beberapa saran atas kekurangan-kekurangan peneliti dalam penelitian ini, yaitu sebagai

berikut:

1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya jumlah subjek penelitian ditambah dan proporsi

subjek laki-laki dan perempuan seimbang agar lebih mudah dibandingkan.

2. Pada penelitian selanjutnya sebaiknya jumlah subjek penelitian untuk setiap faktor

tambahan (usia, tempat tinggal, status sosial-ekonomi) diseimbangkan sehingga

didapatkan hasil penelitian yang lebih valid

3. Penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan pengukuran untuk setiap angkatan, sehingga

dapat diketahui apakah angkatan atau lama berkuliah merupakan faktor yang berhubungan

dengan penyesuaian diri di perguruan tinggi dan stres psikologis, dan dapat diketahui

angkatan manakah yang paling berhubungan dengan penyesuaian diri di perguruan tinggi

dan stres psikologis.

4. Apabila penelitian selanjutnya tetap pada mahasiswa tahun pertama, sebaiknya dilakukan

pengukuran pada saat baru masuk perguruan tinggi dan satu tahun setelahnya agar dapat

diketahui apakah terdapat perubahan setelah satu tahun menjalani kuliah.

5. Sebaiknya pihak fakultas memberikan informasi mengenai gambaran kehidupan

perkuliahan di fakultas Psikologi UI sehingga mahasiswa tahun pertama tidak kekurangan

informasi dan menjadi lebih mudah beradaptasi dengan situasi perkuliaan.

6. Sebaiknya pihak fakultas mensosialisasikan adanya pusat konsultasi di fakultas Psikologi

sehingga mahasiswa yang mengalami stres psikologis yang tinggi dapat segera

mendapatkan bantuan.

Hubungan antara..., Fitri Tasliatul Fuad, FPsi UI, 2013

Page 18: Hubungan Antara Penyesuaian Diri Di Perguruan Tinggi Dan

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. C., Elias, H., Mahyuddim, R., & Uli, J. (2009). Adjustment amongst first tear

students in a Malaysian University. European Journal of Social Sciences Vol. 8,

No. 3

Abe, Jin., Talbot, D. M. & Geelhoed, R. J. (1998). Effects of a peer program on international

student adjustment. Journal of College Student Development Vol. 39, No. 6

Al-Qaisy, Lama M. (2010). Adjustment of College Freshmen: the Importance of Gender and

the Place of Residence. International Journal of Psychological Studies Vol. 2,

No. 1; June 2010

Baker, R. W. & Siryk, B. (1984). Measuring adjustment to college. Journal of Counseling

Psychology Vol. 31, No. 2, 179-189

Chickering, A.W.,& Schlossberg, N.K. (1995). Getting the Most out of College. Needham

Heights, MA: Allyn and Bacon.

Davis, D.L. (2011). Gambaran Masalah Penyesuaian Diri Pada Mahasiswa Tahun Pertama

Universitas Indonesia. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia.

Downey, Paul. (2005). An exploration of the adjustment processes of freshmen student-

athletes and non-athlete students. Disertasi: West Virginia University

Eshun, S. (2006). Realtionship between outlook to life and college adjustment: an analysis of

the role of optimism in stress appraisal and overall mental health among college

students. Nova Science Publisher, Inc, page 187-201.

Fanti, Kostas Andrea. (2005). The parent-adolescent relationship and college adjustment over

the freshman year. Psychology Theses. Paper 4

Fogle, Gretchen. (2012). Stress and Health in College Students. Thesis: Ohio State University

Gall, T.L., Evans, D.R., & Bellerose, S. (2000). Transition to first-year university: pattern of

change in adjustment across life domains and time. Journal of Social and

Clinical Psychology, Vol. 19 (4), 544-567.

Goodwin, C.J. (2008). A History of Modern Psychology. Hoboken: John Wiley & Sons, Inc.

Hutz, A., Martin, W. E.., & Beitel, M. (2007). Ethnocultural Person-Environment Fit and

College Adjusment: Some Implications for College Counselors. Journal of

College Counseling Volume 10

Hubungan antara..., Fitri Tasliatul Fuad, FPsi UI, 2013

Page 19: Hubungan Antara Penyesuaian Diri Di Perguruan Tinggi Dan

Kumar, R. (2005). Research methodology: A step by step guide for beginners. London: Sage

Publications.

Lazarus, R. S. (1976). Pattern of Adjusment 3rd

ed. Tokyo: McGraw-Hill, Inc

Markam, S.S. (2005). Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia

(UI-Press)

Misra, R. & Castillo, L. G. (2004). Academic Stress Among College Students: Comparison of

American and International Students. International Journal of Stress

Management , Vol. 11, No. 2, 132–148

Misra, R & McKean, M. (2000). College students' academic stress and its relation to their

anxiety, time management, and leisure satisfaction. American Journal of Health

Studies 16. 1 (2000): 41-51.

Mirowsky, J. & Ross, C. E. (1989). Social cause of psychological distress. New York: Aldine

de Gruyter.

Mirowsky, J. & Ross, C.E. (2003). Social cause of psychological distress. New York: Aldine

de Gruyter

National Health Ministries. (2006). Stress & The College Student. PC(USA) Rev. 2.2006

Pallant, J. (2011). SPSS Survival Manual (4th

Ed.). New South Wales: Allen Unwin.

Pfeiffer, Denise. (2001). Academic and environmental stress among undergraduate and

graduate college students: a literature review. The Graduate School University

of Wisconsin-Stout Menomonie, WI 54751

Rice, P. L. (1999). Stress and Health 3rd

Edition. California: Brooks/Cole Publishing

Company.

Rose, S. E., Niebling, B. C., & Heckert, T. M. (1999). Sources of stress among college

students. College Student Journal; Jun99, Vol. 33 Isuue 2, p312, 6p, 1 chart.

Taylor, M. A. & Pastor, D. A. (2005). A confirmatory factor analysis of the student adaptation

to college questionnaire. Association of Institutional Research, San Diego, CA.

Waller, Tremayne. O. (2009). A mixed method approach for assessing the adjustment of

incoming first-year engineering students in a summer bridge program.

Dissertation: Graduate Faculty of The Virginia Polytechnic Institute and State

University.

Winter, M.G. & Yaffe, M. (2000). First year student adjustment to university life as a

function of relationship with parents. Journal of Adolescent Research, 15: 19-37.

Hubungan antara..., Fitri Tasliatul Fuad, FPsi UI, 2013

Page 20: Hubungan Antara Penyesuaian Diri Di Perguruan Tinggi Dan

Journal of College Student Development, 41, 202–214; Winter M.G., Yaffe M. (2000)

Young, Kimball. (1940). Personalitiy and problems of adjustment. New York:

Appleton Century Crofts.

Hubungan antara..., Fitri Tasliatul Fuad, FPsi UI, 2013