18
HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KECEMASAN MATEMATIKA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Program Studi Sains Psikologi Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Psikologi Oleh: MUH EKHSAN RIFAI S. 300 120 009 MAGISTER SAINS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DAN DUKUNGAN KELUARGA

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DAN DUKUNGAN KELUARGA

i

HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DAN DUKUNGAN

KELUARGA DENGAN KECEMASAN MATEMATIKA

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Kepada Program Studi Sains Psikologi

Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

Gelar Magister dalam Ilmu Psikologi

Oleh:

MUH EKHSAN RIFAI S. 300 120 009

MAGISTER SAINS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

Page 2: HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DAN DUKUNGAN KELUARGA

ii

HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DAN DUKUNGAN

KELUARGA DENGAN KECEMASAN MATEMATIKA

NASKAH PUBLIKASI

Disusun dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Mencapai derajat Magister Sains Psikologi Kekhususan Psikologi Pendidikan

Oleh:

MUH EKHSAN RIFAI S. 300 120 009

MAGISTER SAINS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2014

Page 3: HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DAN DUKUNGAN KELUARGA

iii

Page 4: HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DAN DUKUNGAN KELUARGA

1

HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DAN DUKUNGAN

KELUARGA DENGAN KECEMASAN MATEMATIKA

Muh Ekhsan Rifai/NIM S.300120009 Magister Sains Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta

ABSTRACT. The aim of the study is to determine the relationship between confidence and family support with math anxiety. The hypothesis tested is, there is a relationship between confidence and parents’ support with math anxiety. Kind of research used is quantitative correlation with data collection technique using a scale. Sampling technique used is cluster random sampling. The research location is in the city of Sukoharjo. The data is collected by three scales, namely confidence, parents’ support and math anxiety. Based on the analysis of the data using multiple regression analysis on confidence, there is a significant relationship between confidence and family support to math anxiety is 60,3%. The result of the research is also obtained a correlation between the value of the confidence with math anxiety (rxly) of -0,758 with the effective contribution of 54, 27%. The value of the correlation between family support with math anxiety (rx2y) is -0,250 with the effective contribution of 6,03%. The result showed that there is a significant relationship between confidence and family support with math anxiety. The result of relationship between confidence and family support is negative to math anxiety. The implication of the research in education is, math anxiety can be reduced by increasing confidence and family support.

Keywords: confidence, family support, math anxiety

PENDAHULUAN

Pendidikan mempunyai

peran yang penting bagi peningkatan

kualitas sumber daya manusia. Suatu

bangsa akan tertinggal dari bangsa

lain apabila pendidikan rakyatnya

rendah dan tidak berkualitas.

Sebaliknya, suatu negara dan bangsa

akan menjadi maju apabila rakyatnya

memiliki pendidikan yang tinggi dan

berkualitas. Tanpa sumber daya

manusia yang berkualitas, suatu

bangsa akan tertinggal dari bangsa

lain dalam percaturan dan persaingan

kehidupan global yang makin

kompetitif. Kualitas sumber daya

manusia salah satunya dapat

diketahui berdasarkan kualitas

pendidikan suatu bangsa. Maju dan

mundurnya suatu bangsa juga dapat

Page 5: HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DAN DUKUNGAN KELUARGA

2

diketahui berdasarkan kualitas

pendidikan.

Salah satu wujud dari

kemajuan suatu negara adalah

dengan adanya kemajuan di bidang

teknologi. Kemajuan teknologi akan

ada ketika kemajuan dalam bidang

science juga mengalami kemajuan,

termasuk di dalamnya ilmu

matematika. Matematika merupakan

salah satu disiplin ilmu yang sangat

berkembang pesat dalam mening-

katkan kemajuan suatu negara.

Pengembangan matematika

tidak lepas dari bagaimana

matematika diajarkan lembaga

pendidikan. Pendidikan matematika

di sekolah merupakan fondasi kuat

dalam pengembangan matematika di

suatu negara, termasuk Indonesia.

Usaha Indonesia dalam pengembang-

an sains dan matematika terlihat dari

pemberian mata pelajaran

matematika sejak dini. Nawangsari

(2001) berpendapat pemfokusan

pelajaran matematika disebabkan

matematika merupakan dasar untuk

mengembangkan ilmu sehingga

mutlak diperlukan tenaga yang

terampil dan pandai dalam

matematika. Bila perkembangan ilmu

matematika dapat berjalan sesuai

dengan yang diharapkan maka akan

diperoleh generasi yang berkualitas

di masa yang akan datang. Namun,

usaha tidak selalu sama dengan yang

diharapkan. Terkadang hambatan

tersebut muncul, baik dari dalam diri

peserta didik maupun dari

lingkungan sekitar atau bahkan dari

matematika itu sendiri karena sudah

tidak dapat disangkal lagi bahwa

matematika bukan ilmu yang mudah

untuk dipelajari. Bila hambatan-

hambatan tersebut tidak segera

ditanggulangi maka hambatan-

hambatan tersebut dapat menim-

bulkan kecemasan pada bidang

matematika.

Russel (2010) menyatakan

bahwa kecemasan matematika tidak

jauh berbeda dengan demam

panggung (stagefright), atau dapat

digambarkan ketika seorang artis

merasa takut untuk menghadapi

banyak orang. Sedangkan kecemasan

matematika muncul ketika kurang

percaya diri dalam menyelesaikan

masalah-masalah matematika.

Seringkali kecemasan matematika

muncul karena pikiran-pikiran

negatif siswa atau pengalaman yang

memalukan ketika belajar matema-

tika ataupun juga karena guru yang

Page 6: HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DAN DUKUNGAN KELUARGA

3

mengajar di tahun sebelumnya.

Kecemasan matematika ini dapat

menjadi hambatan bagi seseorang

untuk bisa memahami matematika.

Hasil studi pendahuluan pada

tanggal 16 Desember 2013 di SMA

XX Sukoharjo yang dilakukan

dengan meminta siswa kelas XI IPS

mengisi angket tentang jenis mata

pelajaran yang paling sulit

menunjukkan bahwa sebanyak 34 %

siswa menganggap matematika

sebagai pelajaran yang sulit.

Matematika memiliki persentase

paling besar jika dibandingkan

dengan mata pelajaran yang lain.

Urutan pelajaran dari pelajaran yang

paling sulit adalah matematika,

bahasa Inggris, sejarah, pendidikan

kewarganegaraan, bahasa Indonesia,

pendidikan agama, penjasorkes, seni

budaya, dan TIK. Persentase mata

pelajaran yang sulit menurut siswa

kelas XI IPS SMA XX Sukoharjo

tersaji pada Tabel 1.1.

Tabel 1. Persentase Mata Pelajaran yang Sulit Menurut Siswa Kelas XI

IPS SMA XX Sukoharjo.

Kode Jenis Mata Pelajaran (dalam %)

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Persentase 34 5 5 11 21 13 3 3 5

Keterangan: 1: Matematika, 2: Bahasa Indonesia, 3: Pendidikan Agama, 4: Pendidikan Kewarganegaraan, 5: Bahasa Inggris, 6: Sejarah, 7: Seni Budaya, 8: TIK, dan 9: Penjasorkes.

Berdasarkan hasil peng-

ukuran juga menunjukkan bahwa

sebanyak 88 % siswa mengalami

kecemasan ketika menghadapi mata

pelajaran matematika. Adapun 12 %

siswa tidak mengalami kecemasan

ketika menghadapi mata pelajaran

matematika.

Tabel 2. Persentase Kecemasan Ketika Menghadapi Mata Pelajaran

Matematika Menurut Siswa Kelas XI IPS SMA XX Sukoharjo.

Kondisi Siswa

Cemas Tidak Cemas Persentase 88 % 12 %

Sebagian besar anak meng-

anggap matematika sebagai mata

pelajaran yang sulit. Selain itu,

beberapa anak minder dan tidak

percaya diri dalam mengikuti

pelajaran matematika. Jika mereka

diminta maju untuk mengerjakan

soal di papan tulis, mereka dengan

cepat mengatakan tidak bisa sebelum

mencobanya atau bahkan meminta

agar teman lain saja yang menger-

jakan. Berdasarkan hal-hal inilah,

penulis menduga bahwa kepercayaan

diri siswa terhadap mata pelajaran

matematika rendah. Kepercayaan diri

yang rendah tersebut dapat

menyebabkan terjadinya ketakutan

pada matematika.

Page 7: HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DAN DUKUNGAN KELUARGA

4

Ketakutan pada pelajaran

matematika pada akhirnya memicu

terjadinya kecemasan. Hal ini juga

dirasakan oleh siswa-siswi di SMA

XX Sukoharjo. Terlebih lagi,

matematika merupakan salah satu

mata Ujian Nasional (UN). Harapan

untuk lulus dalam mata pelajaran

tersebut datang bukan hanya dari

siswa saja, tetapi juga dari guru

maupun orang tua. Keinginan untuk

mewujudkan harapan tersebut

seringkali menambah beban

kecemasan pada siswa, di mana

mereka merasa tertekan dengan

banyaknya latihan-latihan dan tugas-

tugas yang diberikan oleh guru,

tambahan-tambahan pelajaran di

sekolah maupun di rumah. Siswa

yang mengalami kecemasan

matematika menunjukkan sikap

enggan belajar, merasa rendah diri,

merasa tidak ada artinya belajar

matematika, kebingungan, gugup,

gelisah, khawatir, serta mengalami

gangguan fisiologis (Nawangsari,

2001).

Dukungan keluarga sangat

bermanfaat dalam pengendalian

seseorang terhadap tingkat

kecemasan dan dapat pula

mengurangi tekanan-tekanan yang

ada pada konflik yang terjadi pada

dirinya. Dukungan tersebut berupa

dorongan, motivasi, empati, ataupun

bantuan yang dapat membuat

individu yang lainnya merasa lebih

tenang dan aman. Dukungan

didapatkan dari keluarga yang terdiri

dari suami, orang tua, ataupun

keluarga dekat lainnya. Dukungan

keluarga dapat mendatangkan rasa

senang, rasa aman, rasa puas, rasa

nyaman dan membuat orang yang

bersangkutan merasa mendapat

dukungan emosional yang akan

mempengaruhi kesejahteraan jiwa

manusia. Dukungan keluarga

berkaitan dengan pembentukan

keseimbangan mental dan kepuasan

psikologis.

LANDASAN TEORI

Zbornik (2001) mendefinisi-

kan kecemasan matematika sebagai

gejala spesifik yang tersusun dari

komponen kecemasan terhadap tes

meliputi kekhawatiran (worry)

merupakan aspek kognitif dari

kecemasan, dan aspek emosional

(emotionality) serta sebuah aspek

unik yaitu kecemasan yang

berhubungan dengan bilangan.

Kecemasan pada tes matematika

Page 8: HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DAN DUKUNGAN KELUARGA

5

menunjuk pada kecemasan akan

antisipasi, mengambil, dan menerima

hasil tes.

Math anxiety sering diartikan

sebagai perasaan cemas terhadap

matematika. Kecemasan matematika

(math anxiety) didefinisikan sebagai

perasaan ketegangan dan kecemasan

yang mengganggu terkait manipulasi

angka dan pemecahan masalah

matematika dalam berbagai

kehidupan sehari-hari maupun situasi

akademik. Kecemasan matematika

dapat menyebabkan lupa dan

kehilangan akan kepercayaan diri

(Tobias. S, 1993). Menurut Wood

(2012), kecemasan matematika

adalah fenomena yang relatif sering

berhubungan dengan prestasi

matematika. Adapun menurut

Ashcraft (2009) kecemasan

matematika adalah reaksi negatif

seseorang terhadap situasi yang

melibatkan angka, matematika, dan

perhitungan matematika.

Kecemasan matematika

dapat diketahui berdasarkan gejala

yang terjadi. Gejala kecemasan

matematika menurut Cavanagh &

Sparrow (2011) adalah:

1. Gejala secara psikologis,

meliputi perasaan dari

ketegangan, ketakutan dan

kehawatiran kepercayaan diri

yang rendah, cara pandang

negatif terhadap pembelajaran

matematika, merasa terancam,

gagal untuk meraih potensi,

sertaterjadi reduksi dalam daya

ingat.

2. Gejala secara fisik, meliputi

tangan berkeringat, jantung

berdebar, muak, serta kesulitan

dalam bernapas.

Haber dan Runyon (dalam

Suryani, 2007) bahwa jika seseorang

mengalami perasaan gelisah, gugup,

atau tegang dalam menghadapi suatu

situasi yang tidak pasti, berarti orang

tersebut mengalami kecemasan, yaitu

ketakutan yang tidak menyenangkan,

atau suatu pertanda sesuatu yang

buruk akan terjadi. Harber dan

Runyon mengemukakan empat

dimensi kecemasan, yaitu:

1. Dimensi kognitif, yaitu perasaan

tidak menyenangkan yang

muncul dalam pikiran seseorang

sehingga ia mengalami rasa risau

dan khawatir. Kekhawatiran ini

dapat terbentang mulai dari

tingkat khawatir yang ringan, lalu

panik, cemas, dan merasa akan

terjadi malapetaka. Saat individu

Page 9: HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DAN DUKUNGAN KELUARGA

6

mengalami kondisi ini ia tidak

dapat berkonsentrasi, mengambil

keputusan, dan mengalami

kesulitan untuk tidur.

2. Dimensi motorik, yaitu perasaan

tidak menyenangkan yang

muncul dalam bentuk tingkah

laku, seperti meremas jari,

menggeliat, menggigit bibir,

menjentikkan kuku, dan gugup.

3. Dimensi somatik, yaitu perasaan

tidak menyenangkan yang

muncul dalam reaksi fisik

biologis, seperti mulut terasa

kering, kesulitan bernapas,

berdebar, tangan dan kaki dingin,

pusing seperti hendak pingsan,

banyak keringat, tekanan darah

naik, otot tegang terutama kepala,

leher, bahu, dan dada, serta sulit

mencerna makanan.

4. Dimensi afektif yaitu perasaan

tidak menyenangkan yang

muncul dalam bentuk emosi,

perasaan tegang karena luapan

emosi yang berlebihan seperti

dihadapkan pada suatu teror.

Luapan emosi ini biasanya

berupa kegelisahan atau

kekhawatiran bahwa ia dekat

dengan bahaya padahal

sebenarnya tidak terjadi apa-apa.

Menurut Alsa (2006),

kepercayaan diri diartikan sebagai

suatu keyakinan seseorang untuk

mampu berperilaku sesuai dengan

yang diharapkan dan diinginkan.

Apabila seseorang tidak memiliki

kepercayaan diri maka banyak

masalah akan timbul karena

kepercayaan diri merupakan aspek

kepribadian dari seseorang yang

berfungsi penting untuk

mengaktualisasikan potensi yang

dimilikinya. Kepercayaan diri adalah

satu aspek kepribadian yang

terbentuk melalui interaksi individu

dengan lingkungannya.

Menurut George dan

Cristian, kepercayaan pada diri

sendiri adalah kemampuan berpikir

rasional (rational belief) berupa

keyakinan-keyakinan, ide-ide dan

proses berpikir yang tidak

mengandung unsur keharusan yang

menuntut individu sehingga

menghambat proses perkembangan

dan ketika menghadapi problem atau

persoalan mampu berpikir, menilai,

menimbang, menganalisa, memu-

tuskan, dan melakukan. Rasa percaya

diri (self-confidence) adalah dimensi

evaluatif yang menyeluruh dari diri.

Rasa percaya diri juga disebut

Page 10: HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DAN DUKUNGAN KELUARGA

7

sebagai harga diri atau gambaran diri

(Santrock, 2003).

Kepercayaan diri terdiri atas

beberapa aspek. Menurut Lauster

(2002), aspek-aspek kepercayaan

diri meliputi:

1. Optimis, merupakan sikap positif

seseorang yang selalu berpan-

dangan baik dalam menghadapi

segala hal tentang diri, harapan

dan kemampuan.

2. Keyakinan pada kemampuan

sendiri, merupakan sikap positif

seseorang yang mengerti dengan

sungguh-sungguh akan apa yang

dilakukannya.

3. Toleransi, adalah sikap meng-

hargai, menenggang, tidak mau

capur tangan serta membiarkan

tindakan, sikap dan pendapat

orang lain.

4. Ambisi normal, adalah suatu

keadaan seseorang yang memiliki

keinginan untuk mencapai segala

sesuatu yang dicita-citakan.

5. Tanggung jawab, merupakan

kesediaan seseorang untuk

menanggung segala sesuatu yang

telah menjadi konsekuensinya.

6. Rasa aman, adalah keadaan

seseorang yang merasa tidak

takut dan khawatir mengenai

pemuasan kebutuhannya

dikemudian hari dan mampu

menghadapi segala sesuatu

dengan tenang.

7. Mandiri, adalah sikap positif

seseorang untuk tidak bergantung

pada orang lain.

8. Mudah menyesuaikan diri,

merupakan sikap positif yang

dimiliki oleh seseorang

untukmelakukan interaksi dengan

lingkungan sekitarnya sehingga

merasa sesuai dan cocok dengan

lingkungan tersebut.

Dukungan keluarga diartikan

sebagai bantuan yang diberikan oleh

anggota keluarga yang lain sehingga

akan memberikan kenyamanan fisik

dan psikologis pada orang yang

dihadapkan pada situasi stres

(Taylor, 2006). Aspek dukungan

keluarga menurut Sarafino (2004),

Hensarling (2009) adalah:

1. Aspek empathethic (emosional)

Aspek dukungan ini

melibatkan ekspresi, rasa empati

dan perhatian terhadap

seseorang sehingga membuatnya

merasa lebih baik, memperoleh

kembali keyakinannya, merasa

dimiliki dan dicintai pada saat

stres. Komunikasi dan interaksi

Page 11: HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DAN DUKUNGAN KELUARGA

8

antara anggota keluarga

diperlukan untuk memahami

situasi anggota keluarga.

2. Aspek encouragement (peng-

hargaan)

Aspek ini terjadi melalui

ekspresi berupa sambutan yang

positif dengan orang-orang di

sekitarnya, dorongan atau

pernyataan setuju terhadap ide-

ide atau perasaan individu.

Perbandingan yang positif

dengan orang lain seperti

pernyataan bahwa orang lain

mungkin tidak dapat bertindak

lebih baik. Dukungan ini

membuat seseorang merasa

berharga, kompeten dan

dihargai.

3. Aspek facilitative (instrumental)

Aspek facilitative (instru-

mental) merupakan dukungan

yang bersifat nyata, di mana

dukungan ini berupa bantuan

langsung, contoh seseorang

memberikan/meminjamkan

uang. Dukungan ini dapat juga

berupa bantuan mengerjakan

tugas tertentu pada saat

mengalami stres. Aspek ini

memperlihatkan dukungan dari

keluarga dalam bentuk nyata

terhadap ketergantungan anggota

keluarga.

4. Aspek participative (partisipasi)

Dukungan ini berupa

pemberian saran percakapan

atau umpan balik tentang

bagaimana seseorang melakukan

sesuatu, misalnya ketika

seseorang mengalami kesulitan

dalam pengambilan keputusan,

dia akan menerima saran dan

umpan balik tentang ide-ide dari

keluarganya. Menurut Peterson

& Bredow (2009), aspek

partisipasi ini terdiri dari

pemberian nasihat, pengarahan,

atau keterangan yang diperlukan

oleh individu yang bersangkutan

serta untuk mengatasi masalah-

masalah pribadinya.

Berdasarkan beberapa teori

yang telah diuraikan, maka hipotesis

dalam penelitian ini adalah Ada

hubungan kepercayaan diri dan

dukungan keluarga dengan

kecemasan matematika. Adapun

hipotesis minornya adalah:

1. Ada hubungan negatif

kepercayaan diri dengan

kecemasan matematika. Artinya,

Page 12: HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DAN DUKUNGAN KELUARGA

9

makin tinggi kepercayaan diri,

maka kecemasan matematika

makin rendah.

2. Ada hubungan negatif dukungan

keluarga dengan kecemasan

matematika. Artinya, makin

tinggi dukungan keluarga, maka

kecemasan matematika makin

rendah.

METODE PENELITIAN

Variabel bebas dalam

penelitian ini adalah kepercayaan diri

dan dukungan keluarga. Adapun

variabel tergantungnya adalah

kecemasan matematika.

Populasi adalah seluruh

subyek penelitian (Arikunto, 2010).

Populasi pada penelitian ini adalah

peserta didik kelas XI IPS di SMA

XX Sukoharjo yang terbagi dalam 5

kelas.

Sampel dalam penelitian ini

berjumlah 132 siswa yang terkumpul

dalam 4 kelas XI IPS Sekolah

Menengah Atas di SMA XX

Sukoharjo Tahun Ajaran 2013/2014.

Sampel dipilih secara acak.

Teknik pengambilan sampel

dalam penelitian ini menggunakan

teknik studi populasi, yaitu teknik

pengambilan sampel yang dilakukan

dengan mengambil semua elemen

yang ada dalam wilayah penelitian

(Sabar, 2007).

Metode pengumpulan data

dalam penelitian ini adalah meng-

gunakan kuesioner, sedangkan

instrumen penelitian dalam

penelitian ini dengan menggunakan

skala.

Skala yang digunakan dalam

penelitian ini adalah skala kecemasan

matematika, skala kepercayaan diri,

dan skala dukungan keluarga yang

akan dibuat sendiri oleh peneliti.

Skala kecemasan matematika dibuat

berdasarkan aspek kognitif dan aspek

emosional (Zbornik, 2001). Skala

kepercayaan diri dibuat berdasarkan

aspek optimis, keyakinan pada

kemampuan sendiri, toleransi, ambisi

normal, tanggung jawab, rasa aman,

mandiri, dan mudah menyesuaikan

diri (Lauster, 2002). Adapun skala

dukungan keluarga diperoleh

berdasarkan aspek emosional, aspek

penghargaan, aspek instrumental,

dan aspek partisipasi (Hensarling,

2009).

Analisis data dilakukan

dengan bantuan program komputer

Statistical Packages for Social

Science (SPSS) Versi 17.0.

Page 13: HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DAN DUKUNGAN KELUARGA

10

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil analisis data menggunakan SPSS Versi 17.0 dapat

dirangkum pada Tabel 3.

Tabel 3.Rangkuman Hasil Analisis Data. Analisis Variabel Nilai Interpretasi

Hasil Anareg

Kecemasan matematika dengan kepercayaan diri dan dukungan keluarga Kepercayaan diri dengan kecemasan matematika

Koefisien R=0,776 (p=0.000;p<0,01) R2 =0,603 (60,3%) Koofisien rx1y= -0,758 (p=0,000; p<0,01)

Ada korelasi sangat signifikan Ada korelasi negatif sangat signifikan

Dukungan keluarga dengan kecemasan matematika

Koofisien rx2y= -0,250 (p=0,002; p<0,01)

Ada korelasi negatif sangat signifikan

Sumbangan efektif

X1 dan Y X2 dan Y

SE X1 = 54,27% SE X2 = 6,03%

Sumbangan efektif total 60,3%

Kategorisasi X1 X2 Y

Rerata Empirik = 86,9848 Rerata Hipotetik = 75 Rerata Empirik = 62,6515 Rerata Hipotetik = 52,5 Rerata Empirik = 34,1061 Rerata Hipotetik = 39

Kategori tinggi Kategori tinggi Kategori sedang

Hasil analisis data menya-

takan bahwa: 1) Ada hubungan

antara kepercayaan diri dan

dukungan keluarga dengan

kecemasan matematika; 2) Ada

hubungan negatif yang sangat

signifikan antara kepercayaan diri

dengan kecemasan matematika.

Makin tinggi kepercayaan diri siswa,

maka makin rendah kecemasan

matematika pada siswa; 3) Ada

hubungan negatif yang signifikan

antara dukungan keluarga dengan

kecemasan matematika. Makin tinggi

dukungan keluarga, maka makin

rendah kecemasan matematika.

Page 14: HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DAN DUKUNGAN KELUARGA

11

PEMBAHASAN

Hasil analisis regresi

berganda dengan menggunakan

program SPSS 17 for Windows,

diperoleh nilai koefisien korelasi R =

0,776; F regresi = 97,773; p = 0,000

(p < 0,01). Berarti ada hubungan

yang sangat signifikan antara

kepercayaan diri dan dukungan

keluarga dengan kecemasan

matematika. Berdasarkan hasil

analisis tersebut menunjukkan bahwa

hipotesis yang berbunyi “ada

hubungan antara kepercayaan diri

dengan kecemasan matematika”

diterima.

Menurut Lauster (2002),

kepercayaan diri merupakan suatu

sikap atau keyakinan atas

kemampuan diri sendiri sehingga

dalam tindakan-tindakannya tidak

terlalu cemas, merasa bebas untuk

melakukan hal-hal yang sesuai

keinginan dan tanggung jawab atas

perbuatannya, sopan dalam

berinteraksi dengan orang lain,

memiliki dorongan prestasi, serta

dapat mengenal kelebihan dan

kekurangan diri sendiri. Lauster

menggambarkan bahwa orang yang

mempunyai kepercayaan diri

memiliki ciri-ciri tidak memen-

tingkan diri sendiri (toleransi), tidak

membutuhkan dorongan orang lain,

optimis, dan gembira.

Hakim (2002), memperkuat

penelitian ini dengan mengung-

kapkan ciri-ciri yang tampak pada

individu yang kurang memiliki

kepercayaan diri, seperti mudah

cemas dalam menghadapi persoalan

dengan tingkat kesulitan tertentu,

gugup dan terkadang bicara gagap,

sering bereaksi negatif dalam

menghadapi masalah, misalnya

dengan menghindari tanggung jawab

atau mengisolasi diri, yang

menyebabkan rasa tidak percaya

dirinya semakin buruk. Untuk

meningkatkan kepercayaan diri,

dapat dilakukan dengan cara-cara

berikut.

1. Mengenali kepribadian klien

dengan baik dengan segala

kelebihan dan kekurangannya.

2. Menelusuri pemahaman klien

terhadap kelebihan-kelebihan

yang dimiliki dan keyakinannya

untuk berbuat sesuatu dengan

memanfaatkan kelebihan yang

dimiliki itu.

3. Pemahaman dan reaksi positif

klien terhadap kelemahan-

kelemahan yang dimilikinya.

Page 15: HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DAN DUKUNGAN KELUARGA

12

4. Pengalaman responden dalam

menjalani berbagai aspek

kehidupan dengan menggunakan

segala kelebihan yang ada pada

dirinya sehingga tidak menim-

bulkan rasa sulit menyesuaikan

diri.

Kecemasan timbul karena

keadaan di mana individu merasa

terancam oleh salah satu hal yang

dianggapnya menakutkan dan

menyakitkan yang berasal dari luar

maupun dari dalam (di sini individu

mengalami kecemasan ketika

menghadapi pelajaran matematika).

Akibatnya, timbul kekhawatiran,

kegelisahan yang menganggu

ketenangan dan kesehatan yang

terkadang menimbulkan kekacauan

fisik.

Berkaitan pula dengan salah

satu faktor yang memengaruhi

kecemasan, yaitu faktor kognitif di

mana faktor ini menjelaskan bahwa

kecemasan dititikberatkan pada

proses persepsi atau tingkah laku

yang mungkin menganggu

pertimbangan atau perkiraan

seseorang tentang bahaya yang dia

hadapi. Seseorang mungkin juga

berlebihan dalam mempertimbang-

kan alam atau kenyataan dari

ancaman atau ketidakmampuan

dirinya untuk mengatasi ancaman

dengan cara yang efektif.

Ketika seseorang yang

mengalami kecemasan yang

dipengaruhi oleh faktor kognitif

maka orang tersebut akan mengalami

proses persepsi atau tingkah laku

yang mungkin menganggu

pertimbangan atau perkiraan

seseorang tentang bahaya yang

dihadapi. Secara sederhana, orang

tersebut mengalami sebuah

perubahan dalam hal berpikir dan

berperilaku. Begitu juga pada orang

yang yang mengalami kecemasan

terhadap pelajaran matematika di

mana orang tersebut dapat

kehilangan rasa percaya dirinya.

Pelajaran matematika dapat dianggap

sebagai sebuah bahaya yang sedang

dihadapi sehingga timbul kecemasan

dan hilangnya kepercayaan diri.

Ketika seseorang meng-

alami kecemasan terhadap pelajaran

matematika maka kepercayaan diri

yang kurang dapat memperkuat

kecemasan yang sedang dialami

karena salah satu hal yang

berhubungan dengan kecemasan

adalah tingkat kepercayaan diri

seseorang. Namun, bagi orang yang

Page 16: HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DAN DUKUNGAN KELUARGA

13

memiliki tingkat kepercayaan diri

yang tinggi, kecemasan menjadi

lemah atau berkurang karena

gangguan kecemasan berupa

kurangnya rasa percaya diri itu tidak

memperkuat kecemasan atau

mengkondisikan kecemasan.

Hasil analisis koefisien

determinasi didapat nilai R2 = 0,603

(60,3 %). Hal ini menunjukkan

bahwa peranan atau sumbangan

efektif dari kepercayaan diri dan

dukungan keluarga terhadap

kecemasan matematika adalah

sebesar 60,3 %. Sedangkan sisanya

(39,7 %) dapat dipengaruhi atau

dijelaskan oleh variabel-variabel lain

di luar variabel kepercayaan diri dan

dukungan keluarga, misalnya peran

dan model guru mengajar, serta

konsep diri siswa.

Berdasarkan perhitungan

menunjukkan bahwa sumbangan

efektif kepercayaan diri terhadap

kecemasan matematika adalah 54,27

%. Adapun sumbangan dukungan

keluarga terhadap kecemasan

matematika sebesar 6,03 %. Total

sumbangan efektif kepercayaan diri

dan dukungan keluarga terhadap

kecemasan matematika adalah

sebesar 60,3 %.

Sumbangan efektif dukung-

an keluarga terhadap kecemasan

matematika rendah dapat

dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu

karena orang tua yang memang

jarang memberikan dukungan kepada

anak-anaknya dan siswa yang kurang

memperhatikan bentuk dukungan

orang tua kepada dirinya. Beberapa

siswa merasa orang tuanya tidak

pernah menanyakan kesulitannya

pada pelajaran di sekolah, orang

tuanya tidak memberi bantuan ketika

mereka menemui kesulitan pada

pelajaran di sekolah, dan orang

tuanya tidak pernah member-

kan penghargaan baik berupa hadiah

maupun pujian ketika mereka

mencapai prestasi. Hal ini

mengindikasikan rendahnya persepsi

siswa mengenai dukungan sosial

orang tua.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis

data dan pembahasan dari penelitian

ini, maka dapat disimpulkan bahwa

hipotesis mayor yang diajukan teruji.

Ada hubungan yang sangat

signifikan antara kepercayaan diri

dan dukungan keluarga dengan

kecemasan matematika. Makin tinggi

Page 17: HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DAN DUKUNGAN KELUARGA

14

kepercayaan diri dan dukungan

keluarga, maka makin rendah

kecemasan matematika.

Hipotesis minor pertama

yang diajukan penelitian juga teruji.

Ada hubungan negatif yang sangat

signifikan antara kepercayaan diri

dengan kecemasan matematika.

Makin tinggi kepercayaan diri siswa,

maka makin rendah kecemasan

matematika pada siswa. Hipotesis

minor kedua juga teruji. Ada

hubungan negatif yang sangat

signifikan antara dukungan keluarga

dengan kecemasan matematika.

Makin tinggi dukungan keluarga,

maka makin rendah kecemasan

matematika.

Hasil penelitian ini diha-

rapkan mampu memberikan kons-

tribusi bagi siswa, orang tua, dan

sekolah. Siswa diharapkan dapat

mempertahankan kepercayaan diri

yang tinggi. Caranya, antara lain

dengan yakin terhadap kemampuan

diri sendiri, memiliki penilaian yang

positif terhadap diri sendiri, serta

bertindak mandiri. Berbekal

kepercayaan diri yang baik maka

dapat membantu siswa dalam meng-

atasi kecemasan matematika.

Orang tua diharapkan lebih

memperhatikan, membimbing, dan

memberikan dukungan terhadap

anaknya dalam masalah pendidikan.

Ketika mengalami krisis percaya diri

dan kecemasan terhadap masalah

pendidikan, orang tua harus mampu

memberikan dukungan (mensuport).

Orang tua juga diharapkan senantiasa

menghargai prestasi putra-putri yang

telah mereka raih.

Sekolah mempunyai peran

yang sangat penting terhadap

perkembangan siswa-siswinya. Pihak

sekolah diharapkan dapat membantu

meningkatkan kepercayaan diri pada

setiap siswanya, khususnya ketika

mengalami kecemasan menghadapi

suatu jenis mata pelajaran. Salah

satunya adalah ketika mengalami

kecemasan matematika.

DAFTAR PUSTAKA Alsa, A. (2006). Hubungan Antara

Dukungan Sosial Orang Tua dengan Kepercayaan Diri Remaja Penyandang Cacat Fisik. Jurnal Psikologi, 1, 47-58.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Ashcraft, M.H., and Alex M. Moore. (2009). Mathematics Anxiety and the Affective Drop in

Page 18: HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DAN DUKUNGAN KELUARGA

15

Performance. Journal of Psychoeducational Assessment, 27; 197-207 DOI: 10.1177/0734282908330580

Cavanagh & Sparrow, (2011). Mathematics Anxiety: Scaffolding A New Construct Model. Mathematics: Traditions and [New] Practices. http://www.questia.com

Hakim, T. (2002). Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri. Jakarta: Puspa Swara.

Hensarling, J. (2009). Development and psychometric Testing of Henserlings Diabeter Family Support Scale, a Dissertation. Degree of Doctor of Psilodophy in The Graduate School of The Texa’s Women’s University. Diakses dari www.proquest.com pada tanggal 8 Agustus 2013

Lauster, P. (2002). Tes Kepribadian (Alih Bahasa: D.H Gulo). Edisi Bahasa Indonesia. Cetakan Ketigabelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Nawangsari, N.A.F. (2001). Pengaruh Self Efficacy dan Expectancy-Value terhadap Kecemasan Menghadapi Pelajaran Matematika. Jurnal Insan Media Psikologi, 3, 75-88.

Peterson, Sandra J. & Bredow, Timothy S. (2009). Middle Range Theories, Application to Nursing Research. Second edition. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins.

Russel, D. (2010). Math Anxienty (online). Tersedia http://math.

about.com

Safarino, E.P. (2004). Health Psychology: Biopsychosocial Interaction. (2 nd). New York: John Wilky and Sons Inc.

Santrock, J.W. (2003). Adolecense (Perkembangan Remaja). Terjemahan oleh Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.

Suryani, A.O. (2007). Gambaran Sikap terhadap Hidup Melajang dan Kecemasan akan Ketidakhadiran Pasangan pada Wanita Lajang Berusia di Atas 30 Tahun. Jurnal Ilmiah Psikologi Manasa, 1, 75-93.

Taylor, S. (2006). Psikologi Sosial. Jakarta: Kencana Predana Media.

Tobias, Sheila. (1993). Overcoming Math Anxiety: Revised and Expanded. New York: W.W.Norton & Company.

Wood, G., Pedro Pinheiro-Chagas, Annelise J´ulio-Costa, Let´ıcia RettoreMicheli, Helga Krinzinger, Liane Kaufmann, KlausWillmes, and Vitor Geraldi Haase. (2012). Math Anxiety Questionnaire: Similar Latent Structure in Brazilian and German School Children. Hindawi Publishing Corporation Child Development Research. 2012, 1-10 DOI:10.1155/2012/610192

Zbornik, J. (2001). Make Sure Your Math Anxiety Diagnosis, Remediation Add Up. http://www.lkwpdl.org/schools/specialed/zbornik2.htm.12/8/2007.