335

Click here to load reader

HUKUM PIDANA HPI 10102 3 SKS - FHUI GUIDE · PPT file · Web viewHUKUM PIDANA HPI 10102 3 SKS Tim Pengajar Hukum Pidana Fakultas Hukum Uiniversitas Indonesia Penyelesaian di Luar

  • Upload
    lyminh

  • View
    308

  • Download
    7

Embed Size (px)

Citation preview

HUKUM PIDANAHPI 101023 SKS

Tim Pengajar Hukum Pidana

Fakultas Hukum Uiniversitas Indonesia

KULIAH 1

Arti dan Ruang Lingkup Hukum Pidana

Sumber-sumber Hukum Pidana Di Indonesia

Pembagian Hukum Pidana :

Pengertian Hukum Pidana Prof. Moeljatno

Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yg berlaku di suatu negara, yg mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk :

1) menentukan perbuatan-perbuatan mana yg tidak boleh dilakukan, yg dilarang, dg disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tsb; Criminal Act

2) menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yg telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yg telah diancamkan ; Criminal Liability/ Criminal Responsibility

1) dan 2) = Substantive Criminal Law / Hukum Pidana Materiil

3) menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tsb. Criminal Procedure/ Hukum Acara Pidana

Pengertian Hukum Pidana Prof. Pompe

Hukum Pidana adalah semua aturan-aturan hukum yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah macamnya pidana itu

Pengertian Hukum Pidana Prof. Simons

Hukum Pidana adalah kesemuanya perintah-perintah dan larangan-larangan yang diadakan oleh negara dan yang diancam dengan suatu nestapa (pidana) barangsiapa yang tidak mentaatinya, kesemuanya aturan-aturan yg menentukan syarat-syarat bagi akibat hukum itu dan kesemuanya aturan-aturan untuk mengadakan (menjatuhi) dan menjalankan pidana tersebut.

Pengertian Hukum Pidana Prof. Van Hamel

Hukum Pidana adalah semua dasar-dasar dan aturan-aturan yang dianut oleh suatu negara dalam menyelenggarakan ketertiban hukum (rechtsorde) yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa kepada yang melanggar larangan-larangan tersebut

Pembagian Hukum Pidana

Hukum Pidana Materiil (Hukum Pidana)

Hukum Pidana Formil (Hukum Acara Pidana)

Ilmu Hukum Pidana & Ilmu-ilmu lainnya

Kriminologi

Kriminalistik

Ilmu Forensik

Psikiatri Kehakiman

Sosiologi Hukum

KUHP dan Sejarahnya

Andi Hamzah

- Jaman VOC

- Jaman Hindia Belanda

- Jaman Jepang

- Jaman Kemerdekaan

Utrecht

-Jaman VOC

-Jaman Daendels

-Jaman Raffles

-Jaman Komisaris Jenderal

-Tahun 1848-1918

-KUHP tahun 1915 -sekarang

Jaman VOC

Statuten van Batavia

Hk. Belanda kuno

Asas2 Hk. Romawi

Di daerah lainnya berlaku Hukum Adat

mis. Pepakem Cirebon

Jaman Hindia Belanda

Dualisme dalam H. Pidana

1. Putusan Raja Belanda 10/2/1866 (S.1866 no.55) --> Orang Eropa

2. Ordonnantie 6 Mei 1872 (S.1872) --> Orang Indonesia & Timur Asing

Unifikasi :

Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch - Indie

- Putusan Raja Belanda 15/10/1915 Berlaku 1/1/1918 disertai

- Putusan Raja Belanda 4/5/1917 (S.1917 no. 497) : mengatur peralihan dari H. Pidana lama --> H. Pidana baru.

Jaman Jepang

WvSI masih berlaku

Osamu Serei (UU) No. 1 Tahun 1942, berlaku 7/3/1942

H. Pidana formil yang mengalami banyak perubahan

Jaman Kemerdekaan

UUD 1945 Ps. II Aturan Peralihan

Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini

Jaman Kemerdekaan

UU No. 1 Tahun 1946 : Penegasan tentang Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia

Berlaku di Jawa-Madura (26/2/1946)

PP No. 8 Tahun 1946 : Berlaku di Sumatera

UU No. 73 Tahun 1958 : Undang-undang tentang menyatakan berlakunya UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana untuk seluruh wilayah RI dan mengubah Kitab Undang-undang Hukum Pidana

SUMBER-SUMBER HUKUM PIDANA DI INDONESIA

KUHP (beserta UU yang mengubah & menambahnya)

PerUU Pidana (perUU Hk Pidana ?) di luar KUHP

Ketentuan Pidana dalam Peraturan perundang-undangan non-hukum pidana

KUHP

Buku I : Ketentuan Umum (ps 1 ps 103)

Pasal 103 Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku I juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain

Buku II : Kejahatan (ps 104 488)

Buku III : Pelanggaran (ps 489 569)

Beberapa UU yang mengubah KUHP (1)

UU No.1/1946 : berlakunya KUHP, perubahan beberapa istilah, penghapusan beberapa pasal, penambahan pasal-pasal baru : Bab IX - XVI

UU No. 20/1946 : tambahan jenis pidana Ps 10 a KUHP --> pidana Tutupan

UU drt No. 8/1955 : menghapus Ps 527

UU No. 73/1958 : menyatakan UU No. 1/1946 berlaku di seluruh Indonesia, tambahan Ps 52a, 142a, 154a

UU drt No. 1/1960 : menambah ancaman pidana dari Ps 188, 359, 360 menjadi 5 Tahun penjara atau 1 tahun kurungan

Beberapa UU yang mengubah KUHP (2)

Perpu No. 16/1960 : penambahan nilai terhadap beberapa kejahatan ringan : Ps 364, 373, 379, 384, 407 (1)

Perpu No. 18/1960 : pidana denda dilipatgandakan 15 X (ditetapkan mjd UU melalui UU No. 1/1961-check)

UU No. 1/PNPS/1965 : tambahan Ps 156 a

UU No. 7/1974 : tambahan sanksi untuk judi Ps 303 menjadi 10 juta & denda 25 juta, Ps 542 (1) menjadi Kejahatan, Ps 303 bis pidana menjadi 4 tahun, denda 10 juta.

UU No. 4/1976 perubahan dan penambahan tentang Kejahatan penerbangan : Ps 3, Ps 4 angka 4, Ps 95a, 95b,95c, Bab XXIX A.

UU No. 20/2001 : menghapus pasal-pasal tentang korupsi dari KUHP

UU Hukum Pidana di luar KUHP

UU Pemberantasan T.P. Korupsi, UU No. 31/1999 sebagai mana diubah oleh UU No. 20/2001

UU Tindak Pidana Ekonomi, UU No.7/drt/1955

UU 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang UU No ./2010

Contoh UU non hukum pidana yang memuat sanksi pidana

UU Lingkungan

UU Pers

UU Pendidikan Nasional

UU Perbankan

UU Pajak

UU Partai Politik

UU pemilu

UU Merek

UU Kepabeanan

UU Pasar Modal

etc

Hukum Pidana Umum & Khusus

Dasar Pembedaan???Hukum Pidana UmumHukum Pidana KhususSubyekH.Pidana non militerH. Pidana militer

SubstansiKUHP & UU yg mengubahTPE, TPK, TPS, H.Pid. militer, H.Pid. FiskalTempat pengaturan ???UU Hukum Pidana yg. Berlaku umum (KUHP, TPE,TPK, TPS, dll)UU non hukum pidana yg. Bersanksi pidana

KULIAH 2

Berlakunya Hukum Pidana Menurut Waktu

Berlakunya Hukum Pidana Menurut Tempat

Pasal 1 KUHP

(1) Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada sebelumnya.

(2) Jika ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan .

ASAS YG TERCAKUP DLM PASAL 1 (1) KUHP

Nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali :

Tiada delik, tiada hukuman tanpa suatu peraturan yg terlebih dahulu menyebut perbuatan yang bersangkutan sebagai suatu delik dan yang memuat suatu hukuman yg dapat dijatuhkan atas delik itu

3 prinsip, sbb:

Asas legalitas mengandung 3 prinsip:

1. Aturan hukum pidana harus tertulis

2. Larangan berlaku surut

3. Larangan penggunaan Analogi

1. Aturan hukum pidana harus tertulis (lex scripta)

Aturan hukum pidana harus mrpkn atauran yg dibuat oleh badan legislatif (produk legislatif)

Produk legislatif yg dimaksud adl dlm bentuk UU atau Perda

Aturan tsb harus jelas rumusannya (lex certa) dan tdk multi tafsir

Hukum adat ? Merupakan pengecualian ? Lihat UU Drt No.1/1951 dan R-KUHP Ps. 1 ayat (3)

2. LARANGAN BERLAKU SURUT (non retroaktif)

Undang-undang pidana berjalan ke depan dan tidak ke belakang :

Xmundur(ke belakang) harus ke depan (maju)

(Dilarang) ---------- UU Pidana ---------------

Perlu diketahui kapan suatu tindak pidana terjadi (wkt terjadinya tindap pidana = tempus delicti.

Teori2 Tempus Delicti

1. Teori Perbuatan fisik (de leer van de lichamelijke daad)

2. Teori bekerjanya alat yg digunakan (de leer van het instrument)

3. Teori Akibat (de leer van het gevolg)

4. Teori waktu yg jamak (de leer van de meervoudige tijd)

Tempus delicti penting diketahui dalam hal2 :

Kaitannya dg Ps 1 KUHP

Kaitannya dg aturan tentang Daluwarsa

Kaitannya dg ketentuan mengenai pelaku tindak pidana anak : UU Pengadilan Anak

Larangan berlaku surut dalam berbagai ketentuan selain yang diatur dalam Ps. 1 ayat (1) KUHP

Internasional:

Ps 15 (1) ICCPR: hukum tidak berlaku surut

Ps 15 (2) ICCPR pengecualian, untuk kejahatan menurut hukum kebiasaan international: boleh berlaku surut

Ps 22, 23, dan 24 ICC (Statuta Roma)

Nasional

Ps 28i UUD 1945

Ps 18 (2) dan Ps 18 (3) UU No. 39 Tahun 1999

Ps 28i UUD 1945

Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.

UU No. 39/ 1999 ttg HAM

Ps 18 (2)

Setiap orang tidak boleh dituntut untuk dihukum atau dijatuhi pidana, kecuali berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum tindak pidana itu dilakukan

Ps 18 (3)

Setiap ada perubahan dalam peraturan perundang-undangan maka berlaku ketentuan yang paling menguntungkan bagi tersangka

Pengecualian Larangan Berlaku Surut

Ps 1 ayat (2) KUHP dalam hal tjd perubahan UU yg meringankan bagi tdkw, digunakan UU yg baru

Ps 43 UU No. 26 Tahun 2000 (UU Pengadilan HAM) diperlukan syarat2 ttt, al: pembentukan pengadilan HAM ad hoc dgn persetujuan DPR

Perpu 1/2002 & 2/2002 UU 15/2003 (UU Pemberantasan TP Terorisme) ; UU 16/2003 yang memberlakukan UU No. 15/2003 untuk kasus Bom Bali (UU No. 16/2003 dibatalkan oleh MK)

UU No. 26/ 2000 ttg Pengadilan HAM (bisa berlaku surut )

(1) Pelanggaran hak asasi manusia yg. Berat yg. terjadi sebelum diundangkannya UU ini, diperiksa dan diputus oleh pengadilan HAM ad hoc.

(2) Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk atas usul DPR Indonesia berdasarkan peristiwa tertentu dg. Keputusan presiden.

Penjelasan Ps 43 (2)

Dalam hal DPR Indonesia mengusulkan dibentuknya Pengadilan HAM ad hoc, DPR Indonesia mendasarkan pada dugaan telah terjadinya pelanggaran HAM yang berat yg dibatasi pada locus dan tempus delicti tertentu yg terjadi sebelum diundangkannya undang-undang ini.

UU Pemberantasan TP Terorisme dan Putusan MK

MK membatalkan ketentuan berlaku surut dalam UU Pemberantasan TP Terorisme (UU No.16/2003) karena bertentangan dengan UUD 1945

3. Larangan penggunaan analogi

Penafsiran diperbolehkan dalam hukum pidana karena diperlukan utk memahami UU hukum pidana yang tidak selalu jelas rumusannya

Analogi tdk diperbolehkan krn analogi bukan penafsiran melainkan metode konstruksi

Penafsiran yg dikenal dalam huk pidana, sbb:

JENIS-JENIS PENAFSIRAN

- Otentik

- Sistematis

- Gramatikal

- Historis

- Sosiologis

- Teleologis

- Ekstensif

Penafsiran Ekstensif Vs Analogi ?

Putusan HR 23 Mei 1921 (kasus pencurian listrik di Gravenhage)

Putusan Rechtbank Leeuwarden, 10 Des 1919 (pencurian sapi)

Taverne Vs para sarjana pidana lainnya (Van Hattum, Simons, Zevenbergen, Van Hamel)

Pendapat Scholten (dan juga Utrecht)

Pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara penafsiran ekstensif dan analogi. Dalam kedua hal itu hakim membuat konstruksi , yaitu membuat (mencari) suatu pengertian hukum yang lebih tinggi. Hakim membuat suatu kaidah yang lebih tinggi dan yang dapat dijadikan dasar beberapa ketentuan yang mempunyai kesamaan.

Mis.

Mengambil = mengadakan suatu perbuatan yang bermaksud memindahkan sesuatu benda dari tangan yang satu ke tangan yang lain

Pendapat Scholten (dan Utrecht)

PENAFSIRAN EKSTENSIF

Hakim meluaskan lingkungan kaidah yang lebih tinggi sehingga perkara yang bersangkutan termasuk juga di dalamnya

ANALOGI

Hakim membawa perkara yang harus diselesaikan ke dalam lingkungan kaidah yang lebih tinggi

Pasal 1 Ayat (2) KUHP

UU dimungkinkan utk berlaku surut

3 syarat memberlakukan surut suatu UU

a. terjadi perubahan UU

b. perubahan tjd setelah tindak pidana dilakukan

c. perubahan menguntungkan bg TSK/TDW

3. Disebut sbg hukum transitoir

Pasal 1 ayat (2) KUHP

-+-----------+---------------+---->

UU Perbuatan Perubahan UU

Apa yg dimaksud dgn Perubahan UU ?

Teori : (1) Teori formil (2) Teori materiil terbatas (3) Teori materiil tidak terbatas

Apa yg dimaksud dgn Paling menguntungkan bg tersangka/terdakwa?

Yg menguntungkan bg TSK/TDKW

Hal ini tidak dapat ditentukan sec. Umum

(in abstracto), dan hanya dapat ditentukan untuk masing2 perkara sendiri (in concreto).

Yang menguntungkan bagi TSK/TDKW:

sanksi menjadi lebih ringan, diubah menjadi delik aduan, unsur- unsur pokok delik menjadi lebih banyak (ditambah)

(Periksa : Utrecht h.228)

Perubahan UU yg dimaksud Pasal 1 ayat (2) KUHP

Teori Formil :Ada perubahan undang-undang kalau redaksi undang-undang pidana berubah (Simons)

ditolak oleh Putusan HR 3 Des 1906 , kasus ps 295 sub 2 KUHP, batas dewasa 23 21 tahun dlm BW

Teori Materiil Terbatas : Tiap perubahan sesuai dg suatu perubahan perasaan (keyakinan) hukum pada pembuat undang-undang (jadi tidak boleh diperhatikan perubahan keadaan karena waktu)

Teori Materiil tidak Terbatas : tiap perubahan baik dalam perasaan hukum dari pembuat undang-undang maupun dalam keadaan karena waktu boleh diterima sebagai suatu perubahan dalam undang-undang

Sesuai HR 5 Des 1921

Perubahan kesadaran/perasaan hukum

Menjadi tidak dapatnya dihukum suatu perbuatan

Menjadi dapat dihukumnya suatu perbuatan

Diperberat/diperingan pidana atas suatu perbuatan.

(Baca lebih lanjut dalam buku Lamintang Putusan MA, dalam bag. Berlakunya UU Pidana Menurut Waktu)

Perubahan UU terjadi setelah tindak pidana dilakukan

Yang harus diperhatikan:

Waktu terjadinya tindak pidana (tempus delictie)

Teori2 tempus delicti

Berlakunya Hukum Pidana menurut tempat

Berlakunya Hukum Pidana menurut Tempat

Untuk mengetahui hukum pidana negara mana yang digunakan: hukum pidana Indonesia atau hukum pidana negara lain.

Asas2 Berlakunya Hukum Pidana menurut tempat(1)

Indonesia menganut asas2 di bawah dibuktikan dgn dasar hukum yg terdapat dalam KUHP:

Asas Teritorialitas/ wilayah :

Ps 2 --> Ps 3 KUHP --> Ps 95 KUHP , UU No 4/1976

Asas Nasionalitas Pasif/ perlindungan : Ps 4 :1,2 dan 4 --> Ps 8 KUHP , UU No. 4/1976 , Ps 3 UU No. 7/ drt/ 1955 Lihat Ps 16 UU 31/1999

Asas Personalitas/ Nasionalitas Aktif :

Ps 5 KUHP --> Ps 7 KUHP --> Ps 92 KUHP

Asas Universalitas :

Ps 4 :2 , Ps 4 sub 4 , Ps 1 UU 4/ 1976

melakukan kejahatan ttg mata uang, uang kertas negara atau uang kertas Bank

Asas-asas Berlakunya Hukum PidanaMenurut Tempat

Asas teritorial/wilayah

berlakunya hukum pidana sesuai tempat terjadinya tindak pidana

Pasal 2 dan 3 KUHP

KUHP Indonesia

TP terjadi di Indonesia

Pelaku WNA/WNI

Berlaku teori2 locus delicti

UU No.43/2008 tentang Wilayah Negara

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang selanjutnya disebut dengan Wilayah Negara adalah salah satu unsur negara yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya.

Batas Wilayah

Pasal 5

Batas Wilayah Negara di darat, perairan, dasar laut dan tanah di bawahnya serta ruang udara di atasnya ditetapkan atas dasar perjanjian bilateral dan/atau trilateral mengenai batas darat, batas laut, dan batas udara serta berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.

Pasal 6

(1) Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, meliputi:a. di darat berbatas dengan Wilayah Negara: Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste;

b. di laut berbatas dengan Wilayah Negara: Malaysia, Papua Nugini, Singapura, dan Timor Leste; dan

c. di udara mengikuti batas kedaulatan negara di darat dan di laut, dan batasnya dengan angkasa luar ditetapkan berdasarkan perkembangan hukum internasional.

(2) Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk titik-titik koordinatnya ditetapkan berdasarkan perjanjian bilateral dan/atau trilateral.

(3) Dalam hal Wilayah Negara tidak berbatasan dengan negara lain, Indonesia menetapkan Batas Wilayah Negara secara unilateral berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.

Asas-asas Berlakunya Hukum Pidana

2. Asas Nasionalitas Aktif/Personalitas

Pasal 5 6 (perluasan Ps. 5) & 7 KUHP

KUHP Indonesia

TP terjadi di luar Indonesia

Pelaku WNI (perlindungan terhadap WNI)

Utk jenis delik kejahatan ( ..?..)

Asas-asas Berlakunya Hukum Pidana

3. Asas Nasionalitas Pasif/Perlindungan

Pasal 4 dan 8 KUHP

KUHP Indonesia

TP terjadi di mana saja (di luar Ind)

Pelaku WNA/WNI

Melindungi kepentingan negara/nasional

4. Asas universal

Ps 4 :2 , Ps 4 sub 4 , Ps 1 UU 4/ 1976

melakukan kejahatan ttg mata uang, uang kertas negara atau uang kertas Bank

Untuk melindungi kepentingan dunia

Teori2 Locus Delicti

1. Teori Perbuatan fisik (de leer van de lichamelijke daad)

2. Teori bekerjanya alat yg digunakan (de leer van het instrument)

3. Teori Akibat (de leer van het gevolg)

4. Teori Tempat yg jamak (de leer van de meervoudige tijd)

Locus delicti penting diketahui dalam hal2 :

Hukum pidana mana yang akan diberlakukan?

- Hukum Indonesia atau Hukum negara lain

Kompetensi relatif suatu pengadilan

- contoh : PN Jakarta Selatan atau PN Bogor

Teori mana yg dipilih ?

Van Hamel, Simons :

Bergantung sifat dan corak perkara konkret yang hendak diselesaikan

Hazewinkel-Suringa, Zevenbergen, Noyon-Langemejer :

Mempergunakan 3 teori secara teleologis

Periksa buku Utrecht hal 239

Surabaya Semarang Cirebon---- racun --> ----diminum ---> ----- mati A --> B B B

Meervoudige locus delicti

Hakim diberi kemerdekaan memilih di antara 3 locus delicti ini

Asas2 berlakunya H. Pidana : Beberapa masalah

Kapal :

a) kapal Indonesia

b) kapal perang

c) kapal dagang

Prinsip ius passagii innoxii (thdp kapal, maka berlaku hk pidana di wilayah mana kapal melintas/lewat)

Asas Universalitas :

- Kejahatan Terorisme ?

- Kejahatan HAM berat ?

-tindak pidana terjadi di ZEE dan landas kontinen ?

Asas2 Berlakunya H. Pidana : Pengecualian (2)

Ps 9 KUHP : Hukum publik internasional membatasi berlakunya Ps 2,3,4,5, 7, dan 8 KUHP

Termasuk yg memiliki imunitas h.pidana : Sesuai perjanjian Wina 18/4/1961

Yg memiliki imunitas :

1) Kepala-kepala negara & keluarganya (sec. resmi, bukan incognito/singgah)

2) Duta negara asing & keluarganya --> konsul : tergantung traktat antar negara.

3) Anak buah kapal perang asing : termasuk awak kapal terbang militer

4) Pasukan negara sahabat yg berada di wilayah negara atas persetujuan negara

Menurut perjanjian Wina 18/4/1961, maka keluarga termasuk memiliki imunitas (hak eksteritorial)

Untuk ketua organisasi internasional biasanya dilindungi (tergantung traktat antar negara).

KULIAH 3

Istilah

Definisi

Cara Merumuskan Tindak Pidana

Subjek Tindak Pidana

Unsur-Unsur Tindak Pidana

Tindak Pidana Istilah

Tindak pidana

Perbuatan pidana

Peristiwa pidana

Strafbaar feit

Delict / Delik

Criminal act

Jinayah

Apa alasan dan implikasi penggunaan istilah tindak pidana, perbuatan pidana dan peristiwa pidana ?

Tindak Pidana Definisi

Simons : kelakuan yg diancam dg pidana, yg bersifat melawan hukum yg berhubungan dg kesalahan & dilakukan oleh orang yg mampu bertanggung jawab

Van Hamel : kelakuan manusia yg dirumuskan dalam UU, melawan hukum, yg patut dipidana & dilakukan dg kesalahan

Vos : suatu kelakuan manusia yg oleh per UU an diberi pidana; jadi suatu kelakuan manusia yg pada umumnya dilarang & diancam dengan pidana

Aliran Monistis ...

Aliran Dualistis ..

Aliran Monistis

Tidak memisahkan antara perbuatan dan pertanggungjawaban

Dalam rumusan tindak pidana sekaligus tercakup unsur perbuatan/akibat dan unsur kesalahan/pertanggungjawaban

Aliran Dualistis

Memisahkan secara tegas antara perbuatan (pidana) dan pertanggungjawaban pidana

Dalam rumusan tindak pidana hanya tercantum unsur perbuatan/akibat tanpa unsur kesalahan

TINDAK PIDANA: Pada dasarnya ada 3 cara merumuskan Tindak Pidana

Disebutkan unsur-unsurnya & disebut kualifikasinya (namanya) --> mis, Ps 362 KUHP

disebutkan kualifikasinya tanpa disebut unsur-unsurnya --> mis. Ps 184, Ps 297, Ps 351

disebutkan unsur-unsurnya, tidak disebut kualifikasinya --> mis. Ps 167, Ps 209, Ps 322

Subjek Tindak Pidana

Manusia (natuurlijk persoon)

a) Cara merumuskan

Barangsiapa .

b) Hukuman : mati, penjara, kurungan (Ps 10 KUHP), hanya dapat dikenakan pada manusia

c) Pertanggungjawaban pidana disandarkan pada kesalahan, yang hanya mungkin dimiliki oleh manusia (orang)

Korporasi

adanya kebutuhan untuk memidana korporasi:

R-KUHP, UU Hk. Pidana Khusus dan UU non H. Pidana, korporasi:

- Badan Hukum

- Bukan badan hukum

UU TPE, UU Pemberantasan T.P. Korupsi, UU Pencucian Uang ,UU Pemberantasan TP Terorisme

Badan Usaha (UU ITE: 11/2008)Badan Publik (UU KIP: No. 14/2008)

Unsur-Unsur Tindak Pidana

Unsur2 dalam perumusan

A. Unsur Obyektif

- perbuatan (aktif/pasif) atau

akibat

melawan hukum

B. Unsur Subyektif

-Manusia (pelaku)

- kesalahan :

(a) kesengajaan; atau

(b) kealpaan

C. Keadaan

D. Syarat tambahan untuk pemidanaan

Unsur2 di luar perumusan

- melawan hukum (materil)

- Kesalahan dalam arti materiil dapat dipersalahkan (dicela)

sehingga dapat dipertanggungjawabkan

(verwijtbaarheid)

Apa gunanya unsur (tertulis) ?

Secara umum:

Untuk memberikan ciri/kekhasan antara satu delik dgn delik lainnya

Untuk pembeda suatu delik dgn delik2 yang lain

Untuk dibuktikan di persidangan oleh JPU

Tindak Pidana Unsur-unsur (van Bemmelen)

Di dalam perumusan (bagian)

dimuat dalam surat dakwaan

semua syarat yg dimuat dalam rumusan delik merupakan bagian-bagian, sebanyak itu pula, yang apabila dipenuhi membuat tingkah laku menjadi tindakan yang melawan hukum

Tingkah laku/akibat yang dilarang /diharuskan (Bagian Obyektif)

Bagian yang terkait dengan bagian obyektif: melawan hukum

3. Manusia/pelaku (Bagian subyektif)

4. Bagian yang terkait dengan pelaku: kesalahan (kesengajaan atau kealpaan)

5. Keadaan (keterangan mengenai bagian obyektif atau bagian subyektif)

6. Syarat tambahan untuk pemidanaan

4. Bagian yg dapat memperberat/memperingan pidana

Di luar perumusan (unsur) : syarat dapat dipidana

1. Melawan hukum (materil)

2. Dapat dipersalahkan (dicela) sehingga dapat dipertanggungjawabkan

Umumnya dianggap ada/terpenuhi sehingga tdk perlu dibuktikan, kecuali ada alasan yang kuat bahwa unsur/syarat tsb perlu dibuktikan bhw unsur tsb tdk ada/tdk terpenuhi akan dibahas lbh lanjut di materi dasar penghapus pidana.

Contoh unsur2 dalam rumusan tindak pidana

Pasal 362 KUHP

barangsiapa

mengambil

barang

- yg sebagian/ seluruhnya kepunyaan orang lain

dengan maksud memiliki

secara melawan hukum

Pasal 338 KUHP

barangsiapadengan sengajamenghilangkan nyawa orang lain

Contoh unsur dalam rumusan tindak pidana

Pasal 285

barangsiapa

dengan kekerasan atau

ancaman kekerasan

memaksa

seorang wanita

bersetubuh dengan dia

di luar perkawinan

Pasal 359

barangsiapakarena kealpaannyamenyebabkan orang lain mati

KULIAH 4

Tentang Penggolongan Tindak Pidana

Tindak Pidana Pembagian Tindak Pidana (Jenis Delik)

Delik Kejahatan & Delik pelanggaran

Delik Materiil & Delik Formil

Delik Komisi & Delik Omisi

Delik Dolus & Delik Culpa

Delik Biasa & Delik Aduan

Delik yg Berdiri sendiri & Delik Berlanjut

Delik Selesai & Delik yg diteruskan

Delik Tunggal & Delik Berangkai

Delik Sederhana & Delik Berkualifikasi; Delik Berprivilege

Delik Politik & Delik Komun (umum)

Delik Propia & Delik Komun (umum)

Pembagian delik menurut kepentingan yg dilindungi :

Lihat judul-judul bab pada Buku II dan Buku III KUHP

Jenis Delik

Kejahatan

(misdrijf)

dlm. MvT : sebelum ada UU sudah dianggap tidak baik (recht-delicten)

Hazewinkel-Suringa : tidak ada perbedaan kualitatif, hanya perbedaan kuantitatif

a) Percobaan : dipidana

b) Membantu : dipidana

c) Daluwarsa : lebih panjang

d) Delik aduan : ada

e) Aturan ttg Gabungan berbeda

KUHP : Buku II

Pelanggaran

(overtreding)

dlm MvT : baru dianggap tidak baik setelah ada UU (wet delicten)

Perbedaan dg kejahatan:

a) Percobaan : tidak dipidana

b) Membantu : tidak dipidana

c) Daluwarsa : lebih pendek

d) Delik aduan : tidak ada

e) Aturan ttg Gabungan berbeda

KUHP : Buku III

Jenis Delik

D. Materiil : Yang dirumuskan akibatnya

Ps 338, 368, Ps 187, dll

Perhatikan dgn seksama unsur2 dalam pasal dlm menentukan delik materiil dan delik formil, krn sering terjadi kerancuan. Secara sekilas spt delik formil tp ternyata delik materiil atau sebaliknya

D. Komisi : melanggar larangan dg perbuatan aktif

D. Dolus : delik dilakukan dg sengaja, mis. Ps 338, Ps 310, Ps 368

D. Formil : yang dirumuskan bentuk perbuatannya --> Ps 362, Ps 263, dll

D. Omisi : melakukan delik dg perbuatan pasifa) D. Omisi murni : melanggar perintah dg tidak berbuat, mis. Ps 164, Ps 224 KUHP

b) D. Omisi tak murni : melanggar larangan dg tidak berbuat, mis Ps 194 KUHP

D. Culpa : Delik dilakukan dg kealpaan, mis. Ps205, Ps 359

Delik Pro Parte Dolus Pro Parte Culpa

Delik yang dalam perumusannya sekaligus mencantumkan unsur kesengajaan dan unsur kealpaan

Contoh: Ps 287, Ps480

Jenis Delik

Delik Biasa (bukan aduan)

penuntutannya tidak memerlukan pengaduan, mis. Ps 340, Ps 285

Cukup dengan laporan dari setiap orang yang melihat/ mengetahui tindak pidana tsb., tidak harus dengan pengaduan dari korban atau orang2 tertentu

Delik Aduan

penuntutannya memerlukan pengaduan, mis. Ps 310, Ps 284, Ps 367 (2)

Harus ada pengaduan dari korban atau orang tertentu yang ditetapkan UU

Delik Aduan

Ada 2 jenis:

Delik Aduan Absolut

Delik Aduan Relatif

Ad.1. Delik Aduan Absolut:

Delik yang pada hakekatnya/mutlak memerlukan pengaduan untuk penuntutannya

Mis. Ps. 284, Ps.351

2. Delik Aduan Relatif:

Delik yang pada dasarnya merupakan delik biasa (bukan delik

aduan), tetapi karena ada hubungan tertentu antara pelaku dan korban, maka berubah jenisnya menjadi delik aduan

Mis. Ps.367 ayat (2)

Delik Berdiri Sendiri

Delik Berlanjut

Terdiri atas dua atau lebih delik, yang karena kaitannya yang erat mengakibatkan dikenakan satu sanksi kepada terdakwa

Untuk pemidanaannya menggunakan ketentuan tentang gabungan TP, yaitu Pasal 64 KUHP

Terdiri atas satu delik yang berdiri sendiri

Untuk pemidanaannya tidak perlu menggunakan ketentuan tentang gabungan TP; tinggal melihat berapa ancaman pidana dari Pasal yang dilanggar

Delik Berlanjut

Masih menjadi perdebatan apakah delik berlanjut (voortgezette delict) sama dengan perbuatan berlanjut (voortgezette handeling)

Sebagian sarjana (termasuk Utrecht) menyamakan voortgezette delict dengan voortgezette handeling) dan untuk pemidanaannya memakai ketentuan Pasal 64 KUHP, dengan syarat:

Perbuatan perbuatan timbul dari 1 kehendak

Perbuatannya harus sejenis

Tenggang waktu antara 1 perbuatan dengan perbuatan yang lain, tidak terlalu lama

Delik Selesai

Satu atau beberapa perbuatan tertentu yang selesai dalam suatu waktu tertentu yang singkat

Mis: Pasal 362, Pasal 338

Delik Berlangsung terus

satu atau beberapa perbuatan yang melangsungkan suatu keadaan yang dilarang

Mis: Pasal 221, Pasal 261, Pasal 333

Delik Tunggal

Delik di mana untuk dapat dipidananya si pelaku maka ybs. cukup melakukan perbuatan tersebut sebanyak satu kali

Mis: Pasal 362, Pasal 338

Delik Berangkai

Delik di mana untuk dapat dipidananya si pelaku maka ybs. harus melakukan perbuatan tersebut beberapa kali (berulang-ulang, berturut-turut)Karena harus dilakukan berulang-ulang: bisa berupa pencaharian atau kebiasaan (sebagai unsur yang menentukan untuk dipidananya pelaku)Mis: Pasal 296, Pasal 481

Delik Pokok/sederhana

Delik yang dalam perumusannya mencantumkan unsur2 pokok yang menentukan pemidanaannya

Pasal 362, Pasal 351 ayat (1)

Delik Berkualifikasi

Delik pokok yang ditambah dengan unsur yang memperberat pemidanaan

mis: Pasal 351 ayat (2), Pasal 363, Pasal 365 ayat (4)

Delik Berprevilege

Delik pokok yang ditambah dengan unsur yang meringan pemidanaan

Mis: Pasal 308. Pasal 364

Delik Politik

Delik yang mengandung unsur politik

Mis: Makar untuk menggulingkan pemerintah (Pasal 107), makar untuk membunuh kepala negara (Pasal 104)

Delik Komuna (bukan delik politik)

Delik yang tidak mengandung unsur politik

Mis: pembunuhan orang biasa (Pasal 338), Pencurian mobil (Pasal 362)

Delik Propria

Delik yang hanya dapat dilakukan oleh orang2 tertentu (subjeknya adalah orang-orang tertentu)Mis: Pasal 308, Pasal 346, Pasal 449

Delik Komuna

Delik yang dapat dilakukan oleh setiap orang Cirinya: Subjeknya adalah barang siapaMis: Delik Pencurian (Pasal 362), Delik Pembunuhan (Pasal 338)

KULIAH 5

Tentang Ajaran Kausalitas

Sifat Melawan Hukum

KAUSALITAS

1. Pengertian ?

2. Kapankah diperlukan ajaran kausalitas ?

3. Ajaran Kausalitas ?

Ilustrasi :

B pinjam uang ke rumah A, karena kedatangan B, maka A terlambat ; karena terlambat A mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi; A menubruk C sehingga luka-luka; C dibawa ke RS dan dioperasi oleh dokter D; D meminta E merawat dengan suntikan tertentu; E salah memberikan obat pada C; C mati.

Pengertian Kausalitas

Hal sebab-akibat

Hubungan logis antara sebab dan akibat

Persoalan filsafat yang penting

Setiap peristiwa selalu memiliki penyebab sekaligus menjadi sebab peristiwa lain

Sebab dan akibat membentuk rantai yang bermula di suatu masa lalu

Yang menjadi fokus perhatian ahli hukum pidana (bukan makna di atas), tetapi makna yang dapat dilekatkan pada pengertian kausalitas agar mereka dapat menjawab persoalan siapa yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas suatu akibat tertentu

Pengertian Ajaran Kausalitas

Ajaran yang berupaya untuk mencari sebab dari timbulnya akibat

Dalam hukum pidana, sebab yang dicari adalah suatu perbuatan

Dengan ditemukannya sebab, maka dapat ditemukan siapa yang dapat dipersalahkan dan diminta pertanggungjawabannya

Kapankah diperlukan ajaran Kausalitas/ Jenis delik apa yang memerlukan ajaran kausalitas?

Delik Materiil : Delik yang perumusannya melarang timbulnya akibat. Delik ini selesai ketika akibat timbul. mis. Ps. 338, Ps 359, Ps 360, Ps. 368

Delik Omisi tak murni/semu (delicta commissiva per omissionem/ Oneigenlijke Omissiedelicten) : Delik yang terjadi dengan dilanggarnya suatu larangan yang menimbulkan akibat yang dilakukan dengan perbuatan pasif. Ps. 194 KUHP

Delik yang dikwalifisir : Delik yang sanksinya mjd lebih berat krn ada penambahan unsur berupa timbulnya akibat. Misal: Ps 351 (1) Ps 351 (2)/ Ps 351 (3)

Ajaran Kausalitas

Conditio Sine Qua Non/ Ekuivalensi (Von Buri)

Teori-teori Individualisasi / Causa Proxima : Birkmeyer , Mulder

Teori-teori menggeneralisasi : teori Adekuat (Von Kries, Simons, Pompe, Rumelin)

Teori Relevansi : Langemeijer

Ajaran Conditio Sine Qua Non

Semua faktor yaitu semua syarat, yang turut serta menyebabkan suatu akibat dan yang tidak dapat dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor ybs. Harus dianggap causa (sebab) akibat itu.

Semua syarat nilainya sama (ekuivalensi)

Ada beberapa sebab

Syarat = sebab

Pembatasan Ajaran Von Buri

Pembatasan ajaran Von Buri oleh Van Hamel [dibatasi dg ajaran kesalahan (dolus/culpa)]

Pengkesampingan semua sebab yang terletak di luar dolus atau culpa; dalam banyak kejahatan dolus atau culpa merupakan unsur-unsur perumusan delik.

Teori-teori Individualisasi / Causa Proxima

Birkmeyer :

Teori ini berpangkal dari teori Conditio Sine Qua Non .

Di dalam rangkaian syarat-syarat yang tidak dapat dihilangkan untuk timbulnya akibat, lalu dicari syarat manakah yang dalam keadaan tertentu itu, yang paling banyak membantu untuk terjadinya akibat.

G.E Mulder : Sebab adalah syarat yang paling dekat dan tidak dapat dilepaskan dari akibat.

Teori-teori menggeneralisasiVon Bar

Teori Von Bar ini tidak menyoal tindakan mana atau kejadian mana yang in concreto memberikan pengaruh (fisik/psikis) paling menentukan. Yang dipersoalkan adalah apakah satu syarat yang secara umum dapat dipandang mengakibatkan terjadinya peristiwa seperti yang bersangkutan mungkin ditemukan dalam rangkaian kausalitas yang ada

Teori-teori menggeneralisasiVon Kries (Teori Adequat Subjectif)

Sebab adalah keseluruhan faktor positif & negatif yang tidak dapat dikesampingkan tanpa sekaligus meniadakan akibat. Namun pembatasan demi kepentingan penetapan pertanggungjawaban pidana tidak dicari dalam nilai kualitatif/kuantitatif atau berat/ringannya faktor dalam situasi konkret, tetapi dinilai dari makna semua itu secara umum, kemungkinan dari faktor-faktor tersebut untuk memunculkan akibat tertentu.

Sebab = syarat-syarat yang dalam situasi dan kondisi tertentu memiliki kecenderungan untuk memunculkan akibat tertentu, biasanya memunculkan akibat itu, atau secara objectif memperbesar kemungkinan munculnya akibat tersebut.

Apakah suatu tindakan memiliki kecenderungan memunculkan akibat tertentu hanya dapat diselesaikan apabila kita memiliki 2 bentuk pengetahuan :

(a) hukum umum probabilitas dalam peristiwa yg terjadi / pengetahuan Nomologis yg memadai

(b) situasi faktual yg melingkupi peristiwa yg terjadi/ pengetahuan Ontologis/ pemahaman fakta (empirik)

Teori-teori menggeneralisasi

Rumelin (Teori Adequat Objectif) :

Faktor yang ditinjau dari sudut objektif , harus (perlu) ada untuk terjadinya akibat. Ihwal probabilitas tidak berdasarkan pada apa yang diketahui atau mungkin diketahui pada waktu melakukan tindakannya, melainkan pada fakta yang objektif pada waktu itu ada, entah diketahuinya atau tidak jadi pada apa yang kemudian terbukti merupakan situasi dan kondisi yang melingkupi peristiwa tersebut.

Simons :

Sebab adalah tiap-tiap kelakuan yang menurut garis-garis umum pengalaman manusia dapat menimbulkan akibat

Pompe :

Sebab adalah hal yang mengandung kekuatan untuk dapat menimbulkan akibat

Teori Relevansi

Langemeijer

Teori ini ingin menerapkan ajaran von Buri dengan memilih satu atau lebih sebab dari sekian yang mungkin ada, yang dipilih sebab-sebab yang relevan saja , yakni yang kiranya dimaksudkan sebagai sebab oleh pembuat undang-undang.

Sifat Melawan Hukum(Wederrechtelijkheid)

Arti :

- tanpa hak sendiri (zonder eigen recht)

- bertentangan dg hak orang lain (tegen eens anders recht)

tanpa alasan yg wajar

Bertentangan dengan hukum positif

Alasan Pencantuman unsur Melawan Hukum

Pada umumnya dalam perundang-undangan , lebih banyak delik yang tidak memuat unsur melawan hukum dalam rumusannya

Alasan pencantuman sifat melawan hukum dalam perumusan tindak pidana :

- untuk melindungi orang2 yg memiliki hak dari tuntutan pidana.

AJARAN SIFAT MELAWAN HUKUM

Melawan hukum :

- aliran formil : melawan hukum = melawan UU, sebab hukum adalah UU.

- aliran materiil : melawan hukum adalah perbuatan yg oleh masyarakat tidak dibolehkan.

Perbedaan Ajaran Materiil dan Formil

AJARAN FORMIL

melawan hukum tidak selalu menjadi unsur delik, hanya jika dalam rumusan delik disebutkan dengan nyata-nyata barulah menjadi unsur delik

hanya mengakui pengecualian yang tersebut dalam undang-undang saja/ mis, Ps. 49.

AJARAN MATERIIL

melawan hukum adalah unsur mutlak dari tiap-tiap tindak pidana, juga bagi yang dalam rumusannya tidak menyebut unsur tersebut

mengakui adanya pengecualian / penghapusan dari sifat melawan hukumnya perbuatan menurut hukum yang tertulis dan yang tidak tertulis

Pembuktian Unsur Melawan Hukum

Dengan mengakui bahwa sifat melawan hukum selalu menjadi unsur delik, ini tidak berarti bahwa karena itu harus selalu dibuktikan adanya unsur tersebut oleh penuntut umum

Soal apakah harus dibuktikan atau tidak, adalah tergantung dari rumusan delik. Bila unsur tersebut tercantum dlm rumusan pasal, maka hrs dibuktikan, sedangkan jika tidak tercantum maka tidak perlu dibuktikan.

Akan tetapi bila seorang hakim berpendapat bahwa tidak ada unsur melawan hukum dalam arti materiil, maka unsur tersebut harus dibuktikan (dasar penghapus pidana di luar KUHP)

KULIAH 6

Kesalahan dan Pertanggungjawaban Pidana

Pengantar

Kesalahan merupakan unsur yg melekat pada pelaku tindak pidana

4 pengertian kesalahan

Bentuk-bentuk kesalahan

Asas penting dalam pertanggung jawaban pidana

Pengertian Kesalahan

Ada 4 pengertian kesalahan (Utrecht):

Kesalahan sebagai unsur delik; dalam arti kumpulan (nama generik) yang mencakup dolus dan culpa

Kesalahan dalam arti pertanggungjawaban pidana: ketercelaan (verwijtbaarheid) seseorang atas perbuatan melawan hukum yang telah dilakukannya

3. Kesalahan dalam arti bentuk khusus, yang hanya berupa culpa

4. Kesalahan yang digunakan dalam rumusan delik untuk menetapkan bahwa pidana dapat diancamkan pada pelaku yang bersalah karena telah melakukan tindakan tertentu; mis. Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain dipidana karena bersalah melakukan pembunuhan

Kesalahan sebagai Unsur Delik

Dolus

Culpa

Dolus/ opzet/ sengaja

Apakah sengaja itu ?

Sengaja = willen (menghendaki) en

weten (mengetahui) (MvT- 1886)

Teori2 sengaja :

(a) teori kehendak (wils theorie)

opzet ada apabila perbuatan & akibat suatu delik dikehendaki si pelaku

(b) teori bayangan (voorstellings-theorie)

opzet ada apabila si pelaku pada waktu mulai melakukan perbuatan, ada bayangan yg terang bahwa akibat yg bersangkutan akan tercapai, maka dari itu ia menyesuaikan perbuatannya dengan akibat itu

Dolus/ opzet/ sengaja istilah2 dalam rumusan tindak pidana

Dengan sengaja : Ps 338 KUHP

Mengetahui bahwa : Ps 220 KUHP

tahu tentang : Ps 164 KUHP

dengan maksud : Ps 362, 378, 263 KUHP

niat : Ps 53 KUHP

dengan rencana lebih dahulu : Ps 340, 355 KUHP

- dengan rencana : (a) saat pemikiran dg tenang ; (b) berpikir dg tenang; ( c ) direnungkan lebih dahulu.

- ada tenggang waktu antara timbulnya niat dengan pelaksanaan delik

Bentuk-Bentuk Dolus

1. Dolus sebagai maksud /tujuan (als oogmerk)

2. Dolus dengan kesadaran/keinsyafan kepastian (noodzakelijkheidsbewustzijn)

3. Dolus dengan kesadaran/keinsyafan kemungkinan (opzet met waarschijnlijkheids bewustzijn/ awareness of probability)

4. Dolus eventualis (kesengajaan bersyarat; opzet met mogelijkheidsbewustzijn/voorwaardelijk opzet/awareness of possibility)

Kesengajaan bersyarat: dengan mengetahui dan menghendaki menerima risiko yang besar

Ada sarjana yang membedakan bentuk-bentuk dolus menjadi 3 macam,yaitu: sebagai maksud, berkeinsyafan kepastian dan berkeinsyafan kemungkinan (misalnya PAF Lamintang, Tresna, Moeljatno)

Mereka menyamakan dolus eventualis dengan kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan

Dolus eventualis merupakan perkembangan dalam hukum pidana, khususnya dalam hal bentuk-bentuk kesengajaan dan HR Belanda baru menerima kesengajaan bentuk ini setelah PD II

lanjutan ..

Bentuk-bentuk kesengajaan

Sengaja sebagai maksud/ tujuan :

- apabila pembuat menghendaki perbuatan dan/akibat perbuatannya;

tidak dilakukan perbuatan itu jika pembuat tahu akibat perbuatannya tidak terjadi

Tidak harus berupa tindak pidana

Sengaja sebagai keinsyafan kepastian :

- pembuat yakin bahwa akibat yg dimaksudkannya tidak akan tercapai tanpa terjadinya akibat yg tidak dimaksud

Sengaja sebagai keinsyafan kemungkinan:

pembuat sadar bahwa mungkin akibat yg tidak dikehendaki akan terjadi untuk mencapai akibat yg dimaksudnya

Kesengajaan berkeinsyafan kepastian dan kemungkinan tidak dapat berdiri sendiri. Selalu bersifat accesoir terhadap kesengajaan sebagai maksud

Dolus eventualis

Pelaku dengan kehendak dan kesadaran menerima kemungkinan munculnya akibat yang buruk.

Di Jerman disebut billigend in Kauf nehmen: menerima penuh risiko terwujudnya sesuatu kemungkinan

Contoh: metro mini maut di Jakarta Utara, naik kuda di jalan ramai di kota London, memainkan pistol meletus DOOR! dan mengenai org

Arti dan diantara unsur dengan sengaja & unsur melawan hukum

Van Hamel, simons, pompe : perbedaan itu mempunyai arti. Mis. Ps 406 KUHP : dengan sengaja dan melawan hukum ; Ps 333 KUHP : dengan sengaja melawan hukum

Vos, zevenbergen, langemeijer :

tiadanya kata dan tidak berarti apa2, semuanya mesti dibaca dengan sengaja dan melawan hukum

Remelink, van Bemmelen :

kata penghubung dan tidak mempunyai arti, jadi istilah dengan sengaja meliputi pula melawan hukum.

Culpa Istilah2

- culpa - schuld - nalatigheid - sembrono

- teledor

istilah 2 yg digunakan dalam rumusan :

- kelalaian

- kealpaan

- kesalahan

- seharusnya diketahuinya

- sepatutnya diketahuinya

Pengertian, Jenis, Syarat

KUHP : tidak ada definisi ttg culpa

MvT : kealpaan di satu pihak berlawanan benar2 dg kesengajaan dan di pihak lain dengan hal yg kebetulan

Pada culpa, unsur menghendaki selalu tidak ada; sedangkan unsur mengetahui sering tidak ada

Macam2 Culpa :

(a) culpa levis ; culpa lata

(b) culpa yg disadari (bewuste) : culpa yg tidak disadari (on bewuste)

Syarat adanya kealpaan :

(a) Hazewinkel-Suringa : 1) kekurangan menduga-duga; 2) kekurangan berhati-hati

(b) van Hamel : 1) tidak menduga-duga sebagaimana diharuskan hukum; 2) tidak berhati-hati sebagaimana diharuskan hukum

( c) Simons : pada umumnya kealpaan mempunyai 2 unsur : 1) tidak berhati-hati; 2) dapat diduganya akibat.

Culpa

Untuk menentukan ada atau tidaknya culpa pada seseorang, maka harus digunakan tolok ukur yang normal (upaya dan kehati-hatian dari orang yang sama kemampuan dan kecerdasannya dengan pelaku).

Apabila pada situasi dan kondisi yang sama dengan pelaku, orang yang sama kemampuan dan kecerdasannya dengan pelaku pada umumnya tidak melakukan perbuatan seperti yang dilakukan oleh pelaku; berarti pelaku culpa telah melakukan culpa lata (Kelalaian yang besar/berat)

Culpa

Culpa Levis (Kelalaian yang kecil/ringan)--- apabila tolok ukurnya adalah upaya dan kehati-hatian yang luar biasa

Culpa yang disadari (bewuste culpa) : Apabila pelaku sudah membayangkan kemungkinan timbulnya suatu akibat yang dilarang, dan karena itu ia juga sudah berupaya agar tidak timbul akibat tsb. (dia tidak menghendaki akibat), namun akibat tetap terjadi

Culpa yang tidak disadari (onbewuste culpa): Pelaku sama sekali tidak pernah membayangkan kemungkinan timbulnya akibat yang dilarang; tetapi ternyata terjadi akibat

Yang dapat dipidana adalah Culpa Lata, baik yang disadari maupun tidak disadari

Asas penting dalam masalah pertanggungjawaban

Geen straf zonder schuld

Tiada Pidana tanpa kesalahan :

meskipun seseorang telah melakukan perbuatan yang melawan hukum; namun tanpa adanya kesalahan maka dia tidak dapat dipidana

Dapat dipersalahkan sehingga dapat dipertanggungjawabkan

3 syarat yang harus dipenuhi:

Kemampuan bertanggungjawab

Ada hubungan psikis antara pelaku dan perbuatannya , dalam bentuk dolus atau culpa

Tidak ada dasar penghapus kesalahan

Kemampuan Bertanggungjawab (toerekeningsvatbaarheid)

Dengan menggunakan penafsiran a-contrario dari MVT tentang tidak mampu bertanggungjawab; maka mampu bertanggungjawab artinya:

- pelaku melakukan perbuatannya dengan bebas; tanpa paksaan

- pelaku menginsyafi bahwa perbuatannya melawan hukum dan ia mengerti akibat perbuatannya

Dalam praktik, setiap pelaku dianggap mampu bertanggungjawab ; kecuali dapat dibuktikan bahwa pelaku sakit jiwa atau tidak sempurna pertumbuhan akalnya atau cacat dlm pertumbuhan jiwanya.

KULIAH 7

Percobaan Tindak Pidana

Percobaan Tindak Pidana

Pengertian

Syarat

Jenis-jenis percobaan

PERCOBAAN (POGING)

PASAL 53

(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.

(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.

(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama 15 tahun.

(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.

Pasal 54

Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana

POGING (PERCOBAAN)

Permulaan kejahatan yang belum selesai

Poging bukan suatu delik, tetapi poging dilarang dan diancam hukuman oleh undang-undang

Poging adalah perluasan pengertian delik

Suatu perbuatan dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang sebab perbuatan itu melanggar kepentingan hukum atau membahayakan kepentingan hukum

KUHP tidak memberi perumusan/ definisi

Harus diketahui kapan suatu delik dianggap selesai

Delik selesai berbeda antara delik formil dan delik materiil

Pada delik formil : delik selesai apabila perbuatan yang dilarang telah dilakukan

Pada delik materiil : delik selesai apabila akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang telah timbul atau terjadi

Percobaan dapat Dipidana

Percobaan Tindak pidana merupakan lembaga yang memperluas pertanggungjawaban pidana.

Pada dasarnya seseorang baru bisa dipidana apabila ia memenuhi semua unsur suatu tindak pidana (delik selesai), tetapi meskipun delik belumk selesai (belum semua unsur dipenuhi), seseorang sudah dapat dipidana jika memenuhi syarat-syarat percobaan sebagaimana diatur dalam Pasal 53 KUHP.

Jenis tindak pidana yang percobaannya dapat dihukum adalah hanya kejahatan.

Sanksi pidana untuk percobaan lebih ringan 1/3 jika dibandingkan dengan sanksi untuk delik yang selesai.

Pengecualian

Dalam KUHP terdapat pasal-pasal yg merupakan percobaan tindak pidana yg dipidana sbg delik selesai. Hal ini terdapat juga dalam UU Pidana di luar KUHP.

Ada juga delik-delik khusus dlm KUHP yg mirip dgn percobaan yaitu makar (ps. 87) dan permufakatan jahat (ps. 88), namun ada syarat dr Ps. 53 yg belum dipenuhi tapi sudah dapat dihukum

Melakukan percobaan kejahatan akan tetapi tidak dihukum

Pasal 184 ayat 5 KUHP perkelahian tanding

Pasal 302 ayat 4 KUHP penganiayaan ringan terhadap binatang

Pasal 351 ayat 5 dan Pasal 352 ayat 2 KUHP penganiayaan biasa dan ringan

Syarat Percobaan yg dapat dipidana

Niat

Permulaan Pelaksanaan

Tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri

Syarat PertamaNIAT atau Voornemen

Menurut doktrin dan yurisprudensi :voornemen harus ditafsirkan sebagai kehendak, willen atau opzet

Seseorang harus mempunyai kehendak, yaitu kehendak melakukan kejahatan

Karena ada 3 macam opzet, apakah opzet di sini harus dtafsirkan dalam arti luas atau hanya opzet dalam arti pertama (sebagai ogmerk atau tujuan) ?

Syarat KeduaPermulaan Pelaksanaan

Niat sudah terwujud dengan adanya permulaan pelaksanaan een begin van uitvoering

Harus ada suatu perbuatan(handeling)

apa yang dimaksud perbuatan sebagai permulaan pelaksanaan ?

Undang-undang tidak merumuskan pelaksanaan atauuitvoering dan bagaimana bentuknya

Perlu digunakan penafsiran

Pelaksanaan Kehendak atauPelaksanaan Kejahatan ?

Secara gramatika, harus dihubungkan dengan kata yang mendahuluinya yaitu voornemen/ niat/kehendak Niat sudah terwujud dengan adanya permulaan pelaksanaan. Jadi : pelaksanaan itu ditafsirkan sebagai pelaksanaan kehendak TEORI POGING SUBYEKTIF

Tetapi, jika dihubungkan dengan anak kalimat berikutnya tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri maka secara sistematis maka ditafsirkan sebagai pelaksanaan kejahatan TEORI POGING OBYEKTIF

PENDAPAT PARA AHLI DALAM MASALAH TERSEBUT

1.Van Hamel : apabila dari perbuatan itu telah terbukti kehendak yang kuat dari si pelaku untuk melaksanakan perbuatannya

2.Simons melihat dari jenis deliknya : delik materiil atau delik formil.

Pada delik formil apabila perbuatan itu merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh UU, apabila perbuatan itu merupakan sebagian dari perbuatan yang dilarang; jika ada beberapa unsur maka jika sudah melakukan salah satu unsur

Pada delik materril apabila perbuatan itu dianggap sebagai perbuatan yang menurut sifatnya adalah sedemikian rupa , sehingga secara langsung dapat menimbulkan akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh UU

3.Vos : ada permulaan pelaksanaan apabila perbuatan itu mempunyai sifat terlarang terjadap suatu kepentingan hukum.

4.Pompe : ada permulaan pelaksanaan apabila suatu perbuatan yang bagi orang normal memungkinkan terjadinya suatu delik.

Pendapat Hoge Raad

Ada permulaan pelaksanaan apabila antara perbuatan yang dilakukan dan kejahatan yang dkehendaki oleh seseorang itu terdapat hubungan erat langsung; yaitu apabila seorang melakukan sesuatu perbuatan untuk melaksanakan kejahatan , perbuatan itu baru dianggap sebagai permulaan pelaksanaan apabila disamping perbuatan itu tidak dibutuhkan lagi perbuatan-perbuatan yang lain untuk menyelesaikan kejahatan.

Teori Subyektif - subjectieve pogingsleer

seseorang yang melakukan percobaan untuk melakukan kejahatan itu pantas dihukum, oleh karena orang tersebut telah menunjukkan perilaku yang tidak bermoral yang bersifat jahat ataupun yang bersifat berbahaya

Terdapat sikap batin atau watak yang berbahaya dari si pelaku

Teori Obyektif - objectieve pogingsleer

Seseorang yang melakukan percobaan untuk melakukan suatu kejahatan itu dapat dihukum oleh karena tindakan-tindakannya dinilai telah membahayakan kepentingan-kepentingan hukum.

Teori Objectif ini dibagi menjadi:

Teori objectif formil

Teori objecti materiil

Pengklasifikasian Teori Objektif

Teori Obyektif Formil

Seseorang yang melakukan percobaan untuk melakukan suatu kejahatan itu dapat dihukum oleh karena tindakan-tindakannya telah bernilai membahayakan bagi kepentingan-kepentingan hukum. Teori ini tidak membedakan antara percobaan pada delik formil dan delik materiil

Teori Obyektif Materiil membedakan percobaan pada jenis deliknya (delik formil atau delik materiil)

Teori Obyektif Materiil pada Delik Formil

apabila telah dimulai perbuatan/tindakan yang disebut dalam rumusan delik

Teori Obyektif Materiil pada Delik Materiil

segera setelah tindakan yang dilakukan oleh pelakunya itu, menurut sifatnya secara langsung dapat menimbulkan akibat yang terlarang oleh UU tanpa pelakunya tersebut harus melakukan suatu tindakan yang lain

Teori Campuran

Teori Subyektif - subjectieve pogingsleer

dan

Teori Obyektif - objectieve pogingsleer

(lihat: Barda Nawawi Arief, Sari Kuliah Hukum Pidana II)

PEMBATASAN TERHADAP TEORI SUBYEKTIF

Perbuatan dibedakan :

1. tindakan atau perbuatan persiapan (belum dapat dihukum)

2. tindakan atau perbuatan pelaksanaan (sudah dapat dihukum)

Tetapi, pertanyaannya : mana yang merupakan perbuatan persiapan dan mana yang merupakan perbuatan pelaksanaan ?

CONTOH KASUS

A menghendaki untuk membunuh B , untuk melaksanakan maksudnya, A harus melakukan beberapa perbuatan, yaitu :

a. A pergi ke tempat penjualan senjata api

b. A membeli senjata api

c. A membawa senjata api ke rumahnya

d. A berlatih menembak

e. A menyiapkan sebjata apinya dengan membungkusnya rapat-rapat

f. A menuju rumah B

g. Sesampai di rumah B, A mengisi senjata itu dengan peluru

h. A mengarahkan senjata kepada B

i. A melepaskan tembakan ke arah B

MANA YANG MERUPAKAN PELAKSANAAN ? APAKAH TIAP2 PERBUATAN DALAM KASUS TSB DAPAT DIHUKUM ?

1. Menurut Teori Poging Subyektif : perbuatan a sudah merupakan permulaan pelaksanaan karena telah menunjukkan kehendak yang jahat

2. Menurut Teori Poging Obyektif : perbuatan a f belum merupakan permulaan pelaksanaan karena semua perbuatan itu belum membahayakan kepentingan hukum si B

Percobaan delik formil

apabila telah dimulai perbuatan/tindakan yang disebut dalam rumusan delik

Hoge Raad arrest tanggal 8 Maret 1920 N.J.1920

perbuatan menawarkan untuk dibeli dan perbuatan menghitung uang kertas yang telah dipalsukan di depan orang lain adalah tindakan permulaan dari tindakan pelaksanaan

Percobaan delik materiil

segera setelah tindakan yang dilakukan oleh pelakunya itu, menurut sifatnya secara langsung dapat menimbulkan akibat yang terlarang oleh undang-undang, tanpa pelakunya tersebut harus mel;akukan suatu tindakan yang lain

Hoge Raad Arrest 19 Maret 1934, N.J 1934 Eindhovense Brandstichting - arrest

Syarat KetigaTidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri

Kapan dikatakan bahwa tidak selesainya pelaksanaan itu bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri?

Tidak selesainya pelaksanaan bukan kehendaknya sendiri. (tidak secara sukarela).

Apabila ia membatalkan niatnya secara sukarela/kehendak sendiri vrijwillige terugterd maka syarat ke-3 ini tidak terpenuhi.

Contoh terpenuhinya syarat ke-3: Tertangkap tangan, korban memberikan perlawanan, dalam kasus pembunuhan korban tidak meninggal karena bantuan medis

Coba bandingkan dengan Pasal 18 RUU KUHP (versi 2008)

(1) Dalam hal setelah permulaan pelaksanaan dilakukan, pembuat tidak menyelesaikan perbuatannya karena kehendaknya sendiri secara sukarela, maka pembuat tidak dipidana.

(2) Dalam hal setelah permulaan pelaksanaan dilakukan, pembuat dengan kehendaknya sendiri mencegah tercapainya tujuan atau akibat perbuatannya, maka pembuat tidak dipidana.

(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah menimbulkan kerugian atau menurut peraturan perundang-undangan telah merupakan tindak pidana tersendiri, maka pembuat dapat dipertanggungjawabkan untuk tindak pidana tersebut.(percobaan yang dikwalifisir)

Macam2 Percobaan (Doktrin)

Percobaan yg Sempurna : Voleindigde Poging --> apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan, ia telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi selesainya kejahatan, tetapi kejahatan tidak selesai karena suatu hal

Percobaan yg Tertangguh : Geschosrte Poging --> apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan, ia telah melakukan beberapa perbuatan yg diperlukan bagi tercapainya kejahatan, tetapi kurang satu perbuatan ia terhalang oleh suatu hal

Percobaan yg Tidak Sempurna (tidak wajar) : Ondeugdelijke Poging --> apabila seseorang berkehendak melakukan suatu kejahatan, dimana ia telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi selesainya kejahatan, namun tidak berhasil disebabkan alat (sarana) tidak sempurna atau obyek (sasaran) tidak sempurna.

Tidak sempurna : mutlak atau relatif

Percobaan Tidak Sempurna telah dirumuskandalam Pasal 20 R-KUHP (versi 2008)

Dalam hal tidak selesai atau tidak mungkin terjadinya tindak pidana disebabkan ketidakmampuan alat yang digunakan atau ketidakmampuan objek yang dituju, maka pembuat tetap dianggap telah melakukan percobaan tindak pidana dengan ancaman pidana tidak lebih dari 1/2 (satu per dua) maksimum pidana yang diancamkan untuk tindak pidana yang dituju.

Kasus 1

Seorang yang sedang berdiri di bordes KA, ketika akan diperiksa karcisnya oleh kondektur, ia telah menendang kaki petugas tersebut. Sehingga apabila kondektur tidak dengan cepat berpegang pada tiang besi KA, pasti ia jatuh keluar dan terlindas KA (Arrest HR Tgl 12 Maret 1942)

Kasus 2

Seorang POLANTAS memberi tanda agar sebuah kendaraan bermotor berhenti, karena tidak menyalakan lampu. Pengemudi tetap tancap gas, sehingga kalau petugas tidak menghindar dengan cara melompat ia akan tertabrak (Arrest HR 6 Pebruari 1951)

Kasus 3Percobaan Pembunuhan Berencana

KASUS

A bermaksud menghabisi nyawa B dengan meletakkan bom di mobil B. Bom meledak sebelum B masuk mobil dan mengakibatkan B luka-luka parah.

PASAL YG DIDAKWAKAN

Pasal 340 jo Pasal 53 KUHP ( Percobaan pembunuhan berencana)

ANCAMAN PIDANA

15 tahun penjara (lihat Ps. 53 ayat 3)

Mangel am tatbestand (gebrek aan feitelijk tosdracht v/e zaak)

Kejadian-kejadian yang mirip dengan percobaan yang tidak sempurna/ tidak wajar di mana salah satu unsur dari kejahatan tertentu itu sebenarnya tidak mungkin ada atau tidak mungkin terjadi

Misal:

menggugurkan kandungan seorang perempuan yang tidak pernah hamil;

mencuri barang yang pencurinya tidak tahu bahwa barang tersebut sebelum dicuri telah diwariskan/diberikan padanya.

Putatif Delict

Seseorang mengira bahwa apa yang dilakukan merupakan suatu tindak pidana, padahal tindakan tersebut tidak dilarang

Contoh:

Seseorang masuk ke Indonesia dan membawa sejumlah uang kertas asing. Semula ia beranggapan telah mencoba atau melakukan suatu kejahatan. Namun ternyata uang yang ia bawa masih dalam batas ketentuan yang tidak dilarang

Percobaan dalam kealpaanmungkinkah????

Pasal 287 KUHP

yang sepatutnya ia harus dapat menduga bahwa wanita itu belum cukup umurnya

Pasal 480 KUHP

yang sepatutnya ia harus dapat menduga bahwa barang itu diperoleh si penjual dari kejahatan

PIDANA dan PEMIDANAANBahan kuliah untuk :Program Reguler kelas A, B, C dan D dan Program Ekstensi kelas A dan B

Bidang Studi Hukum Pidana

FHUI 2009

Pembahasan:

Istilah

Pengertian

Teori-teori pemidanaan

Jenis-jenis pidana

Istilah PIDANA

Hukum penitensier

Sanksi

Straf

Hukuman

Punishment.

PIDANA

Nestapa/derita

Yang dijatuhkan dengan sengaja oleh negara (melalui pengadilan)

Dikenakan pada seseorang

Yang secara sah telah melanggar hukum pidana

Melalui proses peradilan pidana

Sistem peradilan pidanaTujuan :

Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan (preventif)Menyelesaikan kasus2 kejahatan yg terjadi,shg masy puas bhwa keadilan telah ditegakkan dan yg bersalah dipidana (represif)Mengusahakan agar pelaku tidak mengulangi lagi kejahatan (tidak recidive)

Proses Peradilan Pidana (the criminal justice process)

Struktur, fungsi, dan proses pengambilan keputusan

Oleh sejumlah lembaga (kepolisian, kejaksaan, pengadilan & lembaga pemasyarakatan)

Yang berkenaan dengan penanganan & pengendalian

Kejahatan dan pelaku kejahatan.

Pidana sebagai pranata sosial

Sebagai bagian dari reaksi sosial manakala terjadi pelanggaran terhadap norma2 yang berlaku

Mencerminkan nilai & struktur masyarakat

Merupakan reafirmasi simbolis atas pelanggaran terhadap hati nurani bersama

Sebagai bentuk ketidaksetujuan terhadap perilaku tertentu

Selalu berupa konsekwensi yang menderitakan, atau setidaknya tidak menyenangkan.

Pengertian

Hukum Penitentier (Utrecht II hal. 268) :

Segala peraturan positif mengenai sistem hukuman dan sistem tindakan yang memuat:

Jenis sanksi atas tindak pidana yang dilakukan

Beratnya sanksi itu

Lamanya sanksi itu dijalankan oleh pelaku

Cara sanksi itu dilakukan

Tempat sanksi itu dijalankan

Hukuman, menurut pendapat :

Moeljatno : Lebih tepat pidana untuk menerjemahkan straf.

Sudarto : Idem.

R. Soesilo : Suatu perasaan tidak enak/sengsara yang dijatuhkan oleh Hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar UU Hukum Pidana.

Unsur-unsur atau ciri-ciri pidana

Merupakan suatu pengenaan penderitaan/nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan;

Diberikan dengan sengaja oleh badan yang memiliki kekuasaan (berwenang);

Dikenakan pada seseorang penanggung jawab peristiwa pidana menurut UU (orang memenuhi rumusan delik/pasal).

(Muladi & Barda Nawawi Arief, 1982)

PEMIDANAAN

Penjatuhan Pidana/sentencing :

Upaya yang sah

Yang dilandasi oleh hukum

Untuk mengenakan nestapa penderitaan

Pada seseorang yang melalui proses peradilan pidana

Terbukti secara sah dan meyakinkan

Bersalah melakukan suatu tindak pidana.

Sejarah

a. Utrecht I Bab 1

b. Utrecht II Bab 5

Mulai WvS diundangkan yaitu tahun 1915

UU No. 1/1946 tentang KUHP (berlaku berdasarkan asas konkordansi).

Jenis-jenis hukuman yg dpt dijatuhkan oleh Pengadilan berdasarkan plakat tgl. 22 April 1808

Dibakar hidup, terikat pada suatu tiang (hanya utk pelaku pembakar/pembunuh)

Dimatikan dgn suatu keris

Dicap bakar

Dipukul, dipukul dgn rantai (pidana badan/corporal punishment)

Ditahan/dimasukkan dlm penjara

Kerja paksa pada pekerjaan2 umum.

Utrecht I Bab 1 hal. 19 R. Soesilo hal. 36

Dasar-Dasar Hukuman :

Hukum pidana sebagai suatu sanksi yang bersifat istimewa: terkadang dikatakan melanggar HAM melakukan perampasan terhadap harta kekayaan (pidana denda), pembatasan kebebasan bergerak/ kemerdekaan orang (pidana kurungan/penjara) dan perampasan terhadap nyawa (hukuman mati).

Merupakan Ultimum Remedium (senjata pamungkas, jalan terakhir, jalan satu-satunya/tiada jalan lain).

Siapakah yang berhak menuntut, menjatuhkan, dan menjalankan pidana itu ?

Utrecht I Bab V, hal. 149 dst :

Beysens, pada dasarnya negaralah yang berhak,

krn perbuatan tsb bertentangan dgn tata tertib negara (sudut obyektif) & perbuatan yg dpt dipertanggung-jawabkan oleh pelaku (sudut subyektif);

Utrecht :

Negara sebagai organisasi sosial tertinggi o.k.i. sangat logis jika negara diberi tugas mempertahankan tata tertib masyarakat;

Negara sebagai satu-satunya alat yang dapat menjamin kepastian hukum.

Teori-Teori Pemidanaan/Tujuan Pemidanaan menurut doktrin

TeoriAbsolut/Retributif/Pembalasan

(lex talionis):

Hukuman adalah sesuatu yang harus ada sebagai konsekwensi dilakukannya kejahatan;

Orang yang salah harus dihukum

(E. Kant, Hegel, Leo Polak).

Menurut Leo Polak (aliran retributif), hukuman harus memenuhi 3 syarat :

Perbuatan tersebut dapat dicela (melanggar etika)

Tidak boleh dengan maksud prevensi tp utk represif.

Beratnya hukuman seimbang dengan beratnya delik.

Contoh di Indonesia: Qisas dalam Hukum Islam, Carok dalam masyarakat Madura, Siri dalam masy Ujung Pandang

Teori Relatif/Tujuan (utilitarian)

Menjatuhkan hukuman untuk tujuan tertentu, bukan hanya sekedar sebagai pembalasan:

Hukuman pd umumnya bersifat menakutkan, o.k.i, seyogyanya : Hukuman bersifat memperbaiki/merehabilitasi orang yang sakit moral harus diobati.

Tekanan pada treatment/pembinaan.

Rehabilitasi, individualisasi pemidanaan.

Anti punishment, model medis.

Prevensi: hukuman dijatuhkan utk pencegahan

Prevensi Umum :

sebagai contoh pada masyarakat secara luas agar tidak meniru perbuatan/kejahatan yang telah dilakukan.

Prevensi Khusus:

Ditujukan bagi pelaku sendiri, supaya jera/kapok, tidak mengulangi perbuatan/kejahatan serupa; atau kejahatan lain.

Deterrence : menakut/nakuti serupa dengan prevensi

Perlindungan: agar orang lain/masyarakat pada umumnya terlindungi, tidak disakiti, tidak merasa takut dan tidak mengalami kejahatan

Teori Gabungan :

Berdasarkan hukuman pada tujuan (multifungsi) retributive/pembalasan dan relative/tujuan.

Berdasarkan teori gabungan maka pidana ditujukan untuk:

Pembalasan, membuat pelaku menderita

Upaya Prevensi, mencegah terjadinya tindak pidana

Merehabilitasi Pelaku

Melindungi Masyarakat.

Retributive Justice :

Pemidanaan untuk tujuan pembalasan

Restorative Justice :

Keadilan yang merestorasi pelaku harus mengembalikan kepada kondisi semula; Keadilan yang bukan saja menjatuhkan sanksi yang seimbang bagi pelaku namun juga memperhatikan keadilan bagi korban.

Tujuan Pemidanaan :

Berdasarkan Pasal 54 R-KUHP tahun 2012:

Prevensi umum, mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman kepada masyarakat

Rehabilitasi & Resosialisasi, memasyarakatkan terpidana, dengan melakukan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna.

Supaya mereka bisa kembali ke masyarakat (

LP = Lembaga Pemasyarakatan):

Mereka bukan penjahat, hanya tersesat, masih ada waktu untuk bertobat ..

Tujuan Pemidanaan

Restorasi, menyelesaikan konflik, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai

Membebaskan rasa bersalah pada terpidana

Pemidanaan tidak dimaksudkan utk menderitakan dan merendahkanmartabat manusia (CAT ... )

Sampai saat ini Hukum Pidana Indonesia belum memiliki Sentencing Guidelines (pedoman yang memuat tentang pemidanaan), tp sudah dirumuskan dalam Pasal 55 R-KUHP 2012.

Jenis - Jenis

KUHP (UU No. 1/1946)Pidana

R-KUHP (2012)Bab II Buku I Pasal 10Bab III Buku I Pasal 65Hukuman/Pidana Pokok :Hukuman mati (death penalty/capital punisment)Hukuman penjaraHukuman kurunganHukuman dendaHukuman tutupan (khusus utk perbuatan yang patut dihormati) UU No. 20/1946

B.Hukuman/Pidana Tambahan:Pencabutan hak-hak tertentuPerampasan barang-barang tertentuPengumuman putusan hakimA. Pidana Pokok :Pidana penjaraPidana tutupanPidana pengawasanPidana dendaPidana kerja sosial

B. Pidana Tambahan :Pencabutan hak-hak tertentuPerampasan barang-barang tertentu dan/atau tagihan3.Pengumuman putusan hakim4. Pembayaran ganti kerugian5. Pemenuhan kewajiban adat setempat dan/atau kewajiban menurut hukum yang hidup dalam masyarakat

R-KUHP

Pasal 66 dan 87 : pidana mati bersifat khusus, diancamkan secara alternatif. ............ diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup. Dan dijatuhkan sbg upaya terakhir utk mengayomi masyarakat

Pasal 101dan psl. 129/ps.132 : Double track system : individualisasi hukuman, orang yang dalam situasi/kondisi tertentu dapat dijatuhi tindakan : Penempatan di RSJ, bagi orang yang tidak mampu bertanggung jawab karena jiwanya cacat pertumbuhannya atau terganggu karena penyakit (psl. 44 ayat 2 KUHPTindak pidana yang dilakukan oleh anak yg masih di bawah umur.Berdasarkan UU 3/1997 dan RKUHP, anak yg dpt dipidana adlh yg berusia 12-18 thn. Psl. 45-46 KUHP diganti dengan pasal2 dalam UU No.3/1997 : dikembalikan pada orang tuanya, diserahkan pada negara utk dididik, atau diserahkan pada Dep.Sos, organisasi sosial

HUKUMAN/PIDANA MATI Pasal 11 jo Pasal 10 KUHP

Tindak Pidana yang diancam dengan hukuman mati:

A. Dalam KUHP :

Pembunuhan berencana

Kejahatan terhadap keamanan negara

Pencurian dengan pemberatan

Pemerasan dengan pemberatan

Pembajakan di laut dengan pemberatan.

B. Di luar KUHP :

Terorisme

Narkoba

Korupsi

Pelanggaran HAM Berat : kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida yang dilakukan secara meluas dan sistematis.

HUKUMAN/PIDANA MATI :

Hukuman mati dijalankan oleh algojo di tiang gantungan (ps. 11 KUHP), tp bdsrkn Penpres No. 2/1964 ditembak di bagian jantung dan/atau kepala dan tdk dilakukan di muka umum (rahasia, baik waktu dan tempat eksekusinya).

Astini (Maret 2005) : ditembak 3 peluru di dada.

Tibo cs. Diluar negeri: kamar gas, penggal, kursi listrik, suntik mati, dsb.

Hukuman mati tdk dapat dijatuhjkan pada anak; Pidana mati tidak dapat dilakukan pada org yg setelah dihukum menjadi gila dan wanita hamil. Eksekusi dpt dilakukan jika org gila itu sembuh dan wanita tsb melahirkan.

PIDANA PENJARA

Psl. 12 KUHP :

Hukuman penjara lamanya seumur hidup atau sementara/ pidana penjara dilakukan dalam jangka waktu tertentu

( min 1 hari selama2nya 15 thn atau dpt dijatuhkan selama 20 thn, tp tdk boleh lebih dr 20 thn).

Pidana penjara dilakukan di penjara (prison/jail), di Indonesia disbt sebagai Lembaga Pemasyarakatan (LP/Lapas). Untuk pemulihan kembali hubungan antara narapidana dan masyarakat.

Penghuninya disebut narapidana/napi (inmates): Warga Binaan Pemasyarakatan (UU NO. 12/1995).

Catatan

Lihat juga Pasal 14a KUHP : (reclassering/lembaga yg mengawasi BAPAS, Balai Pemasyarakatan) penghukuman/pidana bersyarat/pidana percobaan, dan pelepasan bersyarat.

Larangan Kumulasi hukuman, mis. melakukan pencurian, pemerkosaan dan pembunuhan lalu mayat korban dibuang. Ancaman pidananya mengikuti prinsip gabungan tindak pidana

Sistem penjatuhan pidana: stelsel kumulasi murni, stelsel kumulasi terbatas, absorsi murni, absorsi yang dipertajam.

PIDANA PENJARA

Pidana bersyarat (ps. 14 a-14 f KUHP):

Bila hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama 1 tahun atau kurungan, tidak termasuk kurungan pengganti, maka dalam putusan dapat memerintahkan untuk tidak menjalani pidana tersebut; kecuali jika di kemudian hari ada putusan hakim yg menentukan lain, karena terpidana melakukan tindak pidana sebelum masa percobaannya selesai atau tidak memenuhi syarat-syarat khusus yg ditentukan.

PIDANA PENJARA

Sistem Penjara gevangenisstelsel

(Utrecht II hal. 291 - dst):

Sistem Pennsylvania, AS :

Para hukuman terus menerus ditutup sendiri-sendiri dalam satu kamar sel

Terhukum hanya melakukan kontak dgn penjaga sel/sipir penjara

Dilakukan peringanan: terhukum diperkenankan melakukan pekerjaan tangan dan secara terbatas dpt menerima tamu, tp ia tetap dilarang bergaul dgn terhukum lain.

Sistem Auburn, New York, AS :

Disebut juga sebagai silent system

Para hukuman pada siang hari disuruh bekerja bersama2 tapi tidak boleh saling bicara, malam hari kembali ke sel.

PIDANA PENJARA

Sistem Irlandia (Irish System)

Berasal dr mark system - penilaian

Para hukuman mula2 ditutup terus-menerus, diterapkan hukum yg keras

Jika berkelakuan baik, maka hukumannya diperingan: mulai dimasyarakatkan the rise of Reformatory (Utrecht I, hal. 294-dst): Probation, public work prison, dan ticket to leave.

Kemudian diperkenankan kerja sama2

Secara bertahap diberi kelonggaran utk bergaul satu sama lain

Pelepasan bersyarat dapat dilakukan jika telah menjalani dari hukumannya

Penutupan terus-menerus bertujuan:

Terhukum diberikan waktu utk merenung, menyelesali perbuatannya perbaiki diri

Kalau dibiarkan bergaul dgn napi lain bisa saja menjadi bertambah jahat.

PIDANA PENJARA

Sistem Elmira (NY, AS):

Utk org terhukum yg berusia tdk lbh dr 30 thn.

Disbt sbg penjara Reformatory : tempat utk memperbaiki org, mjd warga masyarakat yg berguna.

Mirip dgn sistem Irlandia tp titik berat pd usaha2 utk memperbaiki si pelaku: diberikan pengajaran, pendidikan dan pekerjaan yg bermanfaat bg masyarakat.

Sistem Borstal (LONDON, UK):

Ada ketentuan khusus dr Menkeh, ada perjanjian

Khusus utk pelaku yg masih muda yt < dr 19 thn

Spt LP Pemuda dan LP Anak laki2 di Tangerang, Banten

Sistem Osborne (NY, US)

Memilih BOS mandor dr kalangan napi sendiri utk mengatur napi : Tamping / building tender.

PIDANA PENJARA

Di Indonesia dilakukan ke 5 nya:

Beberapa hukuman dimasukkan dalam satu sel atau 1 org/1 sel. Minimum security/ Maximum security/Super Maximum Security (SMS).

Napi pd umumnya boleh keluar dr sel pd pagi dan/atau siang hari, sore masuk sel sampai besok pagi. Ada jadwalnya.

Pidana berat berkelakukan tdk baik, melanggar aturan : dimasukkan dlm sel sendiri = Tutupan sunyi.

Boleh bekerja di luar sel secara bersama2 = kerja di kebun/taman, masak di dapur, bersihkan kolam, kerja di bengkel LP utk buat kerajinan/furniture, menjahit, menyulam, merangkai bunga dsb. Boleh belajar/sekolah dlm LP, boleh membaca, dengar radio/nonton TV, olah raga dsb.

PIDANA PENJARA

Boleh saling berinteraksi.

Pelepasan bersyarat (PB reclassering), jika telah menempuh 2/3 dr hukumannya.

Meskipun hukuman penjara dilakukan bersama2 tp tetap ada pemisahan mutlak :

Laki-laki dan perempuan

Orang dewasa dan anak di bawah umur

Org yg dihukum/ tahanan - org yg dihukum krn upaya preventif

Orang militer dan org sipil.

PIDANA KURUNGAN

Dilaksanakan di penjara, tp lebih bebas, ada hak pistole fasilitas lebih.

Pidana bersyarat/hukuman percobaan (ps. 14a KUHP)

Pelepasan bersyarat (ps. 15 KUHP).

PIDANA TUTUPAN

UU No. 20/1946

Pidana yg dijatuhkan oleh Hakim dgn mempertimbangkan bhw perbuatan yg dilakukan didasari oleh suatu motivasi yg patut dihormati/dihargai.

Tempatnya dipenjara, fasilitas lbh baik, boleh membawa dan menikmati: buku bacaan, radio/tape.

1 yurisprudensi di Jogja

PIDANA DENDA

Pasal 30 ayat (1) KUHP

Dgn adanya pidana denda seringkali penerapan Hukum Pidana menjadi kabur krn pidana denda dianggap bukan pidana karena pelaku td ada di LP

Kontroversi nilai mata uang

Pidana Denda

Jika denda tdk dibayar, maka diganti dgn pidana kurungan

Kurungan penganti denda:

Minimal 1 hari dan maksimal 6 bulan

Bila ada pemberatan denda, maka kurungan pengganti denda dapat menjadi 8 bulan

Pidana denda

Perma:No.2 tahun 2012batasan tindak pidana ringan (pasal 364,pasal 373,379,384,408 dan 482 Kuhp ) menjadi rp. 2.500.000Pidana denda yg diancamkan dalam kuhp dikalikan 1000 kali

Pidana Tambahan

Pencabutan Hak: psl. 35-38 KUHP

Perampasan barang: berupa barang yg diperoleh dr kejahatan atau yg sengaja digunakan utk melakukan kejahatan Ps. 39 KUHP

Pengumuman Putusan Hakim: Ps. 43 KUHP

Tindakan

Juga merupakan sanksi pidana

Tujuannya lebih bersifat menolong terpidana

Menurut KUHP: penempatan org di RSJ

Untuk anak2: (menurut UU No. 3/1997 tentang Pengadilan Anak)

SISTEM PERADILAN PIDANA

Criminal Justice System (SPP)

Prof. Mardjono Reksodiputro :

SISTEM DLM SUATU MASY UTK MENANGGULANGI KEJAHATAN YG TERDIRI DR LEMBAGA2 (Kepolisian,Kejaksaan,Pengadilan, Pemasyaralatan)

SERTA SISTEM PENGENDALIAN KEJAHATAN AGAR BERADA DLM BATAS2 TOLERANSI MASY.

SISTEM PERADILAN PIDANA

TUJUAN :

MENCEGAH MASY MJD KORBAN KEJAHATAN (preventif);

MENYELESAIKAN KASUS2 KEJAHATAN YG TJD, SHG MASY PUAS BHW KEADILAN TLH DITEGAKKAN & YG BERSALAH DIPIDANA (represif);

MENGUSAHAKAN AGAR PELAKU TDK MENGULANGI LAGI KEJAHATANNYA (TDK RECIDIVE).

TUJUAN SPP

TUJUAN2 SPP YG HARUS DICAPAI :

MENEGAKKAN KEADILAN

MELINDUNGI MASY

MENYELESAIKAN KASUS2 KEJAHATAN

RESOSIALISASI PELAKU KEJAHATAN.

Integrated Criminal Justice System (ICJS) Terpadu Online Access to justice

ASAS-ASAS DLM SPP :

EQUALITY BEFORE THE LAW

DUE PROCESS OF LAW

PROSES YG SEDERHANA & CEPAT

EFEKTIF & EFISIEN

AKUNTABILITAS :

CONTROL MECHANISM & TRANSPARANCY

PENGHORMATAN THDP HAM

ASAS-ASAS DLM SPP :

MEKANISME PENGAWASAN :

INTERNAL

EKSTERNAL

HORIZONTAL (sesama aparat)

VERTIKAL (atasan)

PENYELENGGARAAN PIDANA BLM MAKS

HKM BERPIHAK PD KEKUASAAN

HKM BERPIHAK PD ORG2 YG BERDUIT

Dasar-Dasar Penghapus Pidana(Strafuitsluitingsgronden)

Pengertian

Hal-hal atau keadaan yg dpt mengakibatkan seseorang yang telah melakukan perbuatan yg dgn tegas dilarang & diancam dengan pidana oleh UU, namun tidak dipidana,

karena:

Orangnya tidak dapat dipersalahkan

Perbuatannya tdk lagi melawan hukum

Dasar Penghapus Pidana didalam KUHP dapat diklasifikasi:

Dasar Penghapus Umum

Dasar2 penghapus pidana yang berlaku terhadap tiap-tiap delik

Dasar Penghapus Khusus

Dasar2 penghapus pidana yang hanya berlaku pada delik2 tertentu.

Pembagian Dasar Penghapus Pidana Menurut KUHP

Dasar Penghapus UmumDasar Penghapus KhususPasal 44 KUHPPasal 48 KUHPPasal 49 KUHPPasal 50 KUHPPasal 51 KUHPBeberapa contoh:

Pasal 166 (2) KUHPPasal 221 (2) KUHPPasal 310 (2) KUHP

Pembagian Dasar Penghapus Pidana Menurut Doktrin yang Diatur Di Luar KUHP berdasarkan keberlakuan

Berlaku khusus:

Hak mengawas dan mendidik anak dan anak didikl

Hak jabatan: dokter yang melakukan terapi

Ijin korban: olah raga bela diri

(tinju, karate, taekwondo, wushu dll).

Berlaku Umum:

Tiada sifat melawan hukum dalam arti materiil

Tiada kesalahan dalam arti materiil

(mis: AVAS= Afwezigheid van alle Schuld/tidak ada kesalahan sama sekali)

Pembagian Dasar Penghapus Pidana Menurut Doktrin (berdasarkan unsur yg dihapus)

Dasar Pembenar:

Melawan hukum dihapuskan

Kesalahan -> dihapuskan

Dasar Pemaaf:

Melawan hukum tetap ada

Kesalahan dihapuskan

Pembagian Dasar Penghapus Pidana Menurut Doktrin

Dasar Pembenar:

Melawan hukum dihapuskan

Dalam hal ini perbuatannya dianggap tidak melawan hukum, walaupun perbuatannya itu dilarang dan diancam hukuman oleh UU/KUHP. Jadi dlm hal ini perbuatan pelaku dibenarkan/dibolehkan:

a. Pasal 48 KUHP (perluasan): Noodtoestand/Keadaan Darurat

b. Pasal 49 ayat (1): Noodweer/Bela Paksa

c. Pasal 50: Melaksanakan perintah UU

d. Pasal 51 ayat (1): Perintah jabatan yang sah, yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang.

e,tiada kesalahan dalam arti materil

Pembagian Dasar Penghapus Pidana Menurut Doktrin

Dasar Pemaaf:

Melawan hukum tetap ada

Kesalahan dihapuskan

Dalam hal ini perbuatan pelaku tetap dianggap melawan hukum, namun unsur kesalahannya dimaafkan:

a. Pasal 44 KUHP: ketidakmampuan utk bertanggung jawab krn sakit jiwa/idiot/imbisil.

b. Pasal 48 KUHP: Overmacht/Daya Paksa dalam arti sempit-relatif

c.Pasal 49 ayat2 : bela paksa lampau batas

d. Pasal 51 ayat (2): Melakukan perintah jabatan yg tidak sah, namun yg diperintah dgn itikad baik menganggap bahwa perintah tersebut sah.

Dasar Penghapus PidanaDasar PembenarDasar PemaafMelawan hukum dihapuskanDalam hal ini perbuatannya tidak dianggap melawan hukum, walaupun perbuatannya itu dilarang dan diancam hukuman oleh UU/KUHP. Jadi dlm hal ini perbuatan pelaku dibenarkan/dibolehkan:a. Pasal 48 KUHP b. Pasal 49 ayat (1)c. Pasal 50d. Pasal 51 ayat (1)Melawan hukum tetap adaKesalahan dihapuskanDalam hal ini perbuatan pelaku tetap dianggap melawan hukum, namun unsur kesalahannya dimaafkan:

a. Pasal 44 KUHPb. Pasal 4b KUHPc. Pasal 51 ayat (2

Pasal 48 KUHP

Overmacht

(daya paksa dalam arti relatif/sempit)

Noodtoestand (keadaan darurat)

(perluasan overmacht)

Paksaan (Dwang)

Dorongan/kekuatan/paksaan baik psikis maupun fisik yg tidak bisa dilawan

Paksaan:

a. Vis Absoluta (paksaan absolut): paksaan yang tidak mungkin untuk dilawan (pelaku hanya sebagai alat belaka)

b. Vis Compulsiva (paksaan relatif): paksaan yang masih mungkin untuk dilawan, tetapi orang pada umumnya tidak dapat menghindari paksaan itu tanpa membahayakan dirinya

Overmacht (Pasal 48 KUHP)

Dorongan/kekuatan/paksaan baik psikis maupun fisik dr manusia yg tidak bisa dilawan (secara relatif)

Secara relatif dalam arti paksaan itu masih mungkin untuk dilawan, tetapi orang pada umumnya tidak dapat menghindari paksaan tersebut tanpa membahayakan dirinya

Harus memenuhi asas:

Subsidaritas & Proporsionalitas

Dua Asas Penting

Subsidaritas

Tiada jalan lain, tindakan tsb adalah satu-satunya jalan

Proporsionalitas

Keseimbangan antara paksaan dengan tindakan yang dilakukan.

Noodtoestand (Keadaan Darurat)(Pasal 48 KUHP)

Pembuat melakukan suatu delik, terdorong oleh suatu paksaan dari luar, pembuat dipaksa untuk memilih, tapi pilihannya seringkali ditentukan oleh situasi/keadaan dan terkadang alam. Terjadi :

1. Pertentangan antara kepentingan hukum

2. Pertentangan antara kewajiban hukum

3. Pertentangan antara kepentingan hukum dengan kewajiban hukum

Pasal 49 KUHP

Pasal 49 ayat (1)

Noodweer Bela Paksa

Pasal 49 ayat (2)

Noodweer Excess

Bela Paksa Lampau Batas

Noodweer - Bela Paksa Pasal 49 ayat (1) KUHP

Syarat serangan:

Melawan hukum

Seketika/langsung atau dikhawatirkan segera akan terjadi

Terhadap: badan/tubuh, nyawa, kehormatan seksual, dan harta bendadiri sendiri/orang lain

Ditujukan pada diri sendiri/oranglain

Syarat pembelaan:

Seketika/langsung

Memenuhi asas subsidiaritas & proporsionalitas

Dua Asas Penting

Subsidiaritas

Tiada jalan lain, tindakan tsb adalah satu-satunya jalan

Proporsionalitas

Keseimbangan antara ancaman serangan/serangan dengan pembelaan yang dilakukan.

Noodweer Excess - Bela Paksa Lampau BatasPasal 49 ayat (2) KUHP

Pembelaan tidak memenuhi asas subsidaritas dan proporsionalitas:

asas subsidaritas & proporsionalitas dilampaui

Yang harus dibuktikan:

Pelampauan batas pembelaan diri itu terjadi karena goncangan jiwa

Goncangan itu terjadi krn adanya serangan yang melawan hukum (Adanya hubungan kausal antara keguncangan jiwa tsb dgn serangan yg dilakukan).

Pasal 50 KUHP

Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana

Melaksanakan perintah UU

contoh:

polisi yang berpatroli menangkap seseorang yang tertangkap tangan melakukan pencurian.

Polisi yang menembak seorang perampok bersenjata disebuah bank yang tengah beraksi

Pasal 51

(1) Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.

(2) Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.

Syarat-syarat

Menjalankan perintah pejabat yang berwenang

Perintah yang diberikan oleh pejabat tersebut dalam lingkup hukum publik

Contoh:

juru sita pengadilan,

penangkapan/penyitaan/penahanan yg sah yg dilakukan oleh polisi

Perintah Pejabat

Pasal 51 ayat (2) KUHP:

Perintah yg dikeluarkan oleh pejabat/atasan yg tidak berwenang, jadi perintahnya tidak sah:

Yang diperintah sama sekali tidak tahu bahwa perintah yang dikeluarkan adalah perintah yang tidak sah

Dalam batas-batas lingkungan yg diperintah

Ada hubungan antara atasan dan bawahan

Pembedaan Dasar Pembenar & Dasar Pemaaf terkait dgn masalah :

Penyertaan: salah satu peserta memiliki dasar pembenar maka peserta lain jg dibenarkan (kolektif), namun dasar pemaaf hanya dimiliki peserta yg punya dasar pemaaf (individual)

Bunyi putusan hakim: lihat catatan

Dasar Peringan Pidana

Dasar Peringan

Pengertian

Bentuk-bentuk peringan pidana

(masukkan pasal 45-47)

Dasar Peringan Pidana

Umum

Khusus

Dasar Peringan Pidana

Delik selesai

Pelaku memenuhi semua unsur tindak pidana

Pelaku diancam dengan pidana lebih ringan dr yg seharusnya/ lebih ringan dr pelaku yang lain

Alasan hkm menjatuhkan pidana < (kurang dari) ancaman pid. Utk anak, pengurangan sudah dimulai sejak ancaman pidana.

Dasar Peringan Pidana

1. UMUM:

- usia belum dewasa

-Tindak pidana yang dilakukan oleh anak/ orang yg blm dewasa

Diatur dalam UU No. 3/1997 tentang Pengadilan Anak mengganti ps. 45-47 KUHP (lihat ps. 103 KUHP).

Ps. 45-47 KUHP tdk berlaku lagi,

tp asas2 umum dan aturan2 lain dalam KUHP serta KUHAP ttp dipergunakan jk tdk diatur scr menyimpang oleh UU NO. 3/1997.

2. KHUSUS :

Delik yang diperingan (diprevilisir). Contoh: ps. 308.

Permasalahan

Percobaan melakukan t.p. (ps. 53 KUHP) ?

Membantu melakukan t.p. (ps. 57 KUHP) ?

Mnrt Utrecht dan RKUHP mrpk dsr peringan.

Namun msh diperdebatkan oleh para ahli huk.pid

Bkn mrpk dsr peringan karena deliknya belum selesai atau pelaku tdk memenuhi unsur

Membantu melakukan t.p. dlm praktek bs dipid lbh berat, krn pelaku bperan penting (R.Soesilo hlm. 77): Hanya merupakan perluasan dr dpt dipidananya seseorang

Child Delinquency Juvenile Delinquency (usia dewasa sbg dasar peringan pidana)

Tindak Pidana yang dilakukan oleh org yang masih di bawah umur:

Anak tsb mampu btanggung jawab tp tdk secara penuh mampu, tapi tdk secara penuh.

Orang dewasa kecil : ada perlakuan khusus

Tidak mampu: ps. 44 KUHP (org gila, imbisil/ idiot)

Child Delinquency Juvenile Delinquency

Alasan anak diancam pidana < ancaman thd dewasa :

Ada pengaruh lingkungan

(meniru tingkah laku ortu, teman, saudara mudah dibujuk, kurang kasih sayang dan didikan ortu)

Masa remaja :

suka main, nongkrong/kumpul2 tanpa aturan, suka melak perbuatan yg mnrt org dws sbg kenakalan/krg ajar, ingin lepas dr aturan,

ingin eksistensinya diakui, ingin hidup dgn gayanya sendiri

Pengaruh globalisasi dan modernisasi

(perilaku konsumtif-media)

Child Delinquency Juvenile Delinquency

Aspek psikologis : Kurang peduli thdp akibat dr perbuatannya (tdk pikir2 dulu) = ketidakstabilan emosi dan kurang matang cara berpikirnya.

Suka coba-coba & ikut2an teman.

Contoh : minum2an keras, mabuk, corat-coret tembok, kebut2an di jalan, mencuri, memeras, dsb.

Istilah :

anak nakal anak delinkuen (anak yang mengalami penyimpangan perilaku).

Child Delinquency Juvenile Delinquency

I. BATAS USIA

Anak : seseorang blm cukup umur- msh di bwh umur

Terdapat berbagai ba