Upload
ngominh
View
225
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
i
PENELITIAN MANDIRI
ANALISA SPEKTRA FTIR BAHAN SUPERKONDUKTOR
FASE Nd1Ba2Cu3O18 dan Nd3Ba5Cu8O18 YANG DISINTESA DENGAN
METODE SOLID STATE REACTION
OLEH
I Gusti Agung Putra Adnyana, S. Si., M. Si.
NIP. 197011191997021001
JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA 2015
ii
LEMBAR PENGESAHAN
PENELITIAN MANDIRI
1. Judul Penelitian : Analisa Spektra FTIR bahan Superkonduktor
Fase Nd1Ba2Cu3O18 dan Nd3Ba5Cu8O18 Yang
Disintesa Dengan Metode solid state reaction
2. Peneliti
a. Nama Lengkap : I Gusti Agung Putra Adnyana, S. Si., M. Si.
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. NIP/NIDN : 1970111919970210010019117004
d. Jabatan struktural : Sekretaris Jurusan
e. Jabatan Fungsional : Lektor
f. Fakultas/Jurusan : FMIPA/Fisika
g. Pusat Penelitian : Lab. Eksperimen Fisika Material
h. Alamat : Jurusan Fisika FMIPA UUD
Kampus Bukit Jimbaran Badung-Bali
i. Telpon/Faks : (0361)701954 Ext.226
j. Alamat Rumah : Jl. Batu Intan IIIA Blok 2 No. 17 Batubulan
Gianyar
h. Alamat surel (e-mail) : [email protected]
Denpasar, 28 Agustus 2015
Mengetahui, Ketua Peneliti
Ketua Jurusan Fisika ,
(Ir. S. Poniman, M. Si.) (I Gusti Agung Putra Adnyana, S. Si., M. Si..)
NIP: 195606061987031001 NIP: 197011191997021001
Menyetujui,
Dekan FMIPA
Universitas Udayana
(Ir. A. A. Gede Raka Dalem, M.Sc (Hons))
NIP: 196507081992031004
iii
RINGKASAN
Masalah utama dari superkonduktor sampai saat ini adalah belum ditemukannya
bahan superkonduktor ber Tc tinggi yang dapat beroperasi di dalam medan magnetik yang
tinggi. Oleh karenanya penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan bahan superkonduktor
bersuhu kritis (Tc) tinggi dengan unjuk kerja yang baik di dalam medan magnet.. Untuk itu
kami akan mengembangkan superkonduktor sistem NBCO, khususnya fase NBCO-123. Ini
didasari oleh : (1) Diketemukannya bahan superkonduktor baru dari famili YBCO yang
memiliki suhu kritis Tc ~109, yaitu fase Y3Ba5Cu8O18 (YBCO-358). Suhu kritis tersebut
lebih besar dari pada Tc fase Y1Ba2Cu3O7-δ (YBCO-123) yaitu ~92 K. Sementara itu, untuk
superkonduktor sistem NBCO telah ditemukan fase Nd1Ba2Cu3O7-δ (NBCO-123) dengan Tc
~ 97 K. (2). Superkonduktor sistem NBCO dapat memiliki sifat-sifat magnetik yang lebih
baik dari pada sistem YBCO. (3). Dilihat dari struktur kisi fase Nd1Ba2Cu3O7-δ serupa
dengan fase Y1Ba2Cu3O7-δ. Oleh karenanya sangat mungkin juga dapat dibuat fase
Nd3Ba5Cu8O18 (NBCO-358) dengan Tc yang tinggi. (4), Sejauh ini belum ada yang
melaporkan keberadaan fase NBCO-358 secara rinci.
Telah dilakukan sintesis bahan superkonduktor fase Nd1Ba2Cu3O7, Nd3Ba5Cu8O18 dan
Y3Ba5Cu8O18. Penelitian dilakukan untuk mengetahui apakah data dari fase Y1Ba2Cu3O7
dapat digunakan sebagai basis identifikasi bahan superkonduktor fase Nd3Ba5Cu8O18. Sintesis
dilakukan dengan metode reaksi padatan (solid state reaction) dengan pencampuran awal di
dalam larutan HNO3 dengan bahan awal. Y2O3, Nd2O3, BaCO3, CuO. Sampel disintering
9500C selama 24 jam di dalam lingkungan atmosfir di dalam tungku. Telah dilakukan
pengukuran FTR dengan standar KBr. Spektra hasil perhitungan secara teoritis dan data
modus vibrasi dari YBa2Cu3O7- dapat digunakan untuk mengidentifikasi fase Nd1Ba2Cu3O7,
Nd3Ba5Cu8O18 dan Nd3Ba5Cu8O18. Puncak absorbsi dari modus vibrasi pada Nd1Ba2Cu3O7,
Nd3Ba5Cu8O18 dan Y3Ba5Cu8O18 berada pada kisaran bilangan gelombang (frekuensi) yang
hampir sama.
Kata Kunci : Superkonduktor, reaksi padatan, FTIR, bilangan gelombang, fase Nd1Ba2Cu3O7, Nd3Ba5Cu8O18, Y3Ba5Cu8O18,
iv
PRAKATA
Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmatNya telah berhasil dilakukan penelitian mandiri ini dengan baik. Dalam tiga bulan ini
kami telah berhasil dapat disintesis sampel untuk fase Y3Ba5Cu8O18, dan fase Nd3Ba5Cu8Oy
untuk beberapa variasi suhu sintering.
Penulis berharap penelitian ini dapat dikembangkan lebih jauh lagi, sehingga dapat
diperoleh bahan superkonduktor yang semakin berkualitas baik dengan suhu kritis yang
semakin tinggi.
Akhir kata, peneliti mengucapkan banyak terima kasih pada semua pihak, yang telah
membantu kelacaran penelitian ini baik dalam administrasi maupun karakterisasinya.
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL …………………………………………………………. i
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………….. ii
RINGKASAN …………………………………………………………………... iii
PRAKATA……………………………………………………………………… iv
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. v
BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………………… 1
1.1. Latar Belakang ………………………………………………….. 1
1.2. Permasalahan ……………………………………………………. 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………… 2
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENEITIAN 9
BAB IV. METODE PENELITIAN …………………………………………….. 11
BAB V. PELAKSANAAN DAN HASIL …………………………………….. 15
BAB VI. KESIMPUAN DAN SARAN……………………………………… 22
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 23
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 5.1 Bahan yang ditimbang 15
Tabel 5.2 Bilangan gelombang dari modus vibrasi YBa2Cu3O7- perhitungan
teoritis*, dan hasil FTIR dari Nd1Ba2Cu3Oy, Nd3Ba5Cu8Oy dan
Nd3Ba5Cu8Oy
20
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Struktur umum dari HTS cuprate AmE2Can-1CunO2n+m+2+y
(Am2(n-1)n) untuk m = 1.
2
Gambar 2.2. Struktur Kristal dari YBa2Cu3O7 ("YBCO-123"). Terdapat
rantai CuO yang mengakibatkan distorsi terhadap simetri orthorhombik
unit sel a = 0.382 nm, b = 0.389 nm, c = 1.167 nm
3
Gambar 2.3. Struktur YBa2Cu3O7 di mana dalam satu satuan selnya terdiri atas dua
lapisan rantai bidang Cu-O dan dua bidang Cu-O berkoordinasi
pentahedral dengan anion oksigen. Atom Cu(1) yang terhubung dalam pita
di mana terjadi rantai O(1)-Cu(1)-O(1). Tegak lurus arah tersebut Cu(l)
memiliki dua tempat oksigen yang kosong, menghasilkan struktur yang
lebih ortorombik dari pada tetragonal.
4
Gambar 2.4 Struktur Y3Ba5Cu8O18 yang dibuat dari refinement Rietveld data XRD
(Tellez, D. A. L., et al., 2012).
6
Gambar 2.5. Skema 36 modus vibrasi secara optik dari YBa2Cu3O7 : 5 Ag + 5 B2g
+ 5 B3g + 7 B1u + 7 B2u + 7 B3u yang merepresentasikan modus-diri
(eigenmodes) fonon dari YBa2Cu3O7. Angka di bawah gambar adalah
hasil perhitungan secara teoritis besar bilangan gelombang (frekuensi)
masing-masing vibrasi. (Diambil dari referensi Thomsen, C. and
Kaczmarczyk, G. (2002), Vibrational Raman Spectroscopy of High-
temperature Superconductors, Handbook of Vibrational Spectroscopy
John M. Chalmers and Peter R. Griffiths (Editors), John Wiley & Sons Ltd,
Chichester).
7
Gambar 4.1 Digram Alir Proses Sintesis Supekonduktor Sistem NBCO-358 11
Gambar 4.2. Skedul sintering dan perlakuan akhir 13 Gambar 5.1. Pencampuran bahan awal dengan HNO3 15
Gambar 5.2 Pemanasan samapai diperoleh sampel dalam bentuk “gel” 16
Gambar 5.3. (a). Sampel dalam bentuk kerak. (b) Penggerusan sampel 16
Gambar 5.4. Hasil Kalsinasi (a) Campuran Y3Ba5Cu8Oy; (b) Nd3Ba5Cu8Oy 17
Gambar 5.5. Penggerusan hasil kalsinasi 17
Gambar 5. 6 Skedul sintering dan perlakuan akhir 17
Gambar 5.7. Hasil sintering 18
Gambar 5.8. Dari bawah ke atas : Spektra FTIR NdBaCuO-123, NdBaCuO-358 dan
YBaCuO-358 pada rentang 400 – 4000 cm-1
.
18
Gambar 5.9. Spektra FTIR : (a) NdBaCuO-123, (b) NdBaCuO-358 dan (c)
YBaCuO-358 pada rentang 400 – 800 cm-1
20
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Salah satu superkonduktor bersuhu tinggi adalah superkonduktor sistem REBCO fase
REBa2Cu3O7- dengan RE adalah unsur Y, Nd, Eu, Gd, Dy, atau Sm). Struktur kisinya terdiri
dari lapisan-lapisan CuOx, BaO, CuO2, RE, Lapisan CuOx disebut lapisan basal dengan
oksigen non-stoikiometri. Untuk x = 0 lapisan basal hanya terdiri dari atom Cu dengan
valensi Cu1+
dan posisi oksigen (O1) kosong sehingga strukturnya adalah tetragonal.
Sedangkan untuk x = 1, lapisan basal berubah menjadi bidang CuO dan struktur kisinya
adalah cenderung orthorombik. Struktur REBa2Cu3O7- untuk RE= Y, memperlihatkan
adanya bidang persegi dan rantai bidang CuO. Atom Cu(1) yang terhubung dalam pita di
mana terjadi rantai O(1)-Cu(1)-O(1). Tegak lurus arah tersebut, Cu(l) memiliki dua tempat
oksigen yang kosong, menghasilkan struktur yang lebih ortorombik.
Superkonduktor sistem REBCO menarik untuk diteliti karena dari strukturnya
memiliki dua jenis bidang CuO yang disebut sebagai bidang persegi dan bidang rantai.
Menjadi sangat penting untuk memastikan peran bagi setiap lapisan tersebut terhadap sifat
superkonduksi bahan superkonduktor.
1.2 Rumusan Masalah
Memperhatikan uraian di atas dapat diangkat permasalahan : apakah fase NBCO-358
dapat disintesis sebagaimana halnya fase YBCO-358. Dari struktur kisinya, fase YBCO-123
dan NBCO-123 memiliki struktur yang serupa (Shunmugavel, K., 2006). Oleh karena itu
sangat mungkin juga dapat disintesis fase NBCO-358. Yang sangat penting dalam
pembentukan superkonduktor adalah suhu dan lamanya sintering untuk pembentukan fase
yang diingikan. Oleh karenanya masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah suhu
dan lama sintering untuk pembentukan fase NBCO-358 dengan metode reaksi padatan,
khususnya untuk sintering dalam lingkungan atmosfer udara.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Struktur Superkonduktor Sistem YBCO
Superkonduktivitas di dalam superkonduktor bersuhu tinggi (HTS=high temperature
superconductor) diyakini berasal dari sifat-sifat fisis dari lapisan CuO2 dimana muatan-
muatan mobile berada (Anderson, P. W., 1997). Secara struktural elemen-elemen penyusun
dari superkonduktor bersuhu tinggi dari superkonduktor berlapiskan cuprat terkait dengan
lokasi dari pembawa muatan yang mudah bergerak (mobile), yaitu pada tumpukan sejumlah n
= 1, 2, 3, ... lapisan CuO2. Lapisan tersebut terikat di atas satu dengan yang lainnya
dipisahkan oleh lapisan Ca : (CuO2/Ca/)n-1CuO2 disebut sebagai "Blok aktif" seperti pada
Gambar 2.1 (Narlikar, A. V., 2004). Sedangkan tumpukan EO/(AOx)m/EO dengan m = 1, 2
adalah "blok penyimpan muatan (charge reservoir blocks)". Sebuah lapisan oksida AOx (A =
Bi, Pb, Tl, Hg, Cu) pada setiap sisinya diakhiri oleh lapisan oksida EO dengan E = Ba, atau
Sr. Pemilihan BaO atau SrO sebagai lapisan terakhir tidak sembarang, tetapi tergantung pada
AOx yang terlibat karena harus dapat menyediakan jarak pisah yang cukup antara lapisan
CuO2 dan AOx.
Gambar 2.1. Struktur umum dari HTS cuprate AmE2Can-1CunO2n+m+2+y
(Am2(n-1)n) untuk m = 1. (Narlikar, A. V., 2004)
Formula umum dari superkonduktor cuprat dapat diungkapkan dengan rumusan kimia
AmE2Can-1CunO2n+m+2+y dan secara konvensional disingkat dengan A-m2(n-1)n (Chu, C. W.,
1997). Superkonduktor bersuhu tinggi dapat digambarkan dengan skema
1. Jumlah lapisan isolator di antara bidang CuO2
2. Jumlah lapisan pemisah di antara blok CuO2
3. Jumlah lapisan pemisah antara bidang CuO2 di dalam blok bidang CuO2 (blok aktif)
4. Jumlah lapisan CuO2 di dalam setiap blok aktif
3
Untuk superkonduktor sistem YBCO fase Y1Ba2Cu3O7 (Gambar 2.2) yang disingkat
dengan "YBCO-123 (Y-123)" juga cocok dengan skema formula umum di atas dengan
memodifikasi Y-123 menjadi Cu-1212 di mana Ca adalah diganti dengan Y. Substitusi ini
memberikan kelebihan muatan tambahan pada lapisan CuO2 karena valensi Y(+3) lebih
tinggi dibandingkan dengan Ca(+2). Superkonduktor bersuhu tinggi sistem RBa2Cu3O7-δ
Gambar 2.2. Struktur Kristal dari YBa2Cu3O7 ("YBCO-123"). Terdapat
rantai CuO yang mengakibatkan distorsi terhadap simetri orthorhombik
unit sel a = 0.382 nm, b = 0.389 nm, c = 1.167 nm (Narlikar, A. V., 2004)
("RBCO-123") dengan R dapat berupa La atau elemen tanah-langka (rare earth) dapat
dianggap sebagai generalisasi dari skema substitusi. Sesuai dengan skema di atas maka
untuk YBCO-123 dapat diungkapkan bahwa
1. Jumlah lapisan isolator di antara bidang CuO2 adalah 1 pada bidang basalnya
2. Jumlah lapisan pemisah antara blok CuO2 adalah 2 lapisan BaO2
3. Jumlah lapisan pemisah di antara bidang CuO2 di dalam blok bidang CuO2 adalah satu
lapisan Y
4. Jumlah lapisan CuO2 di dalam setiap blok aktif adalah 2 lapisan CuO2
Struktur kisinya terdiri dari lapisan-lapisan CuOx, BaO, CuO2, dan RE=Y, Lapisan
CuOx disebut lapisan basal dengan oksigen non-stoikiometri. Untuk x = 0 lapisan basal hanya
terdiri dari atom Cu dengan valensi Cu1+
dan posisi oksigen (O1) kosong sehingga
strukturnya adalah tetragonal. Sedangkan untuk x = 1, lapisan basal berubah menjadi bidang
CuO dan struktur kisinya adalah cenderung orthorombik. Struktur REBa2Cu3O7- untuk RE=
Y, memperlihatkan adanya bidang persegi dan rantai bidang CuO. Atom Cu(1) yang
terhubung dalam pita di mana terjadi rantai O(1)-Cu(1)-O(1). Tegak lurus arah bidang
4
tersebut, Cu(l) memiliki dua tempat yang oksigen yang kosong, menghasilkan struktur yang
lebih ke-arah ortorombik. Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Struktur YBa2Cu3O7 di mana dalam satu satuan selnya terdiri atas dua
lapisan rantai bidang Cu-O dan dua bidang Cu-O berkoordinasi pentahedral dengan
anion oksigen. Atom Cu(1) yang terhubung dalam pita di mana terjadi rantai O(1)-
Cu(1)-O(1). Tegak lurus arah tersebut Cu(l) memiliki dua tempat oksigen yang
kosong, menghasilkan struktur yang lebih ortorombik dari pada tetragonal.
2.2. Struktur Superkonduktor Sistem NBCO
Akhir-akhir ini superkonduktor sejenis sistem YBCO, yaitu sistem NBCO
(Neodymium Barium Oksida Tembaga) memperoleh banyak perhatian dari para peneliti,
karena dapat memiliki Tc yang lebih tinggi dan sifat-sifat magnetik yang lebih baik dari pada
sistem YBCO. Sistem NBCO dapat disintesis dengan metode reaksi padatan dengan formula
Nd1 + x Ba2-xCu3O7-δ. Dapat juga disintesis dengan menggunakan metode sol-gel (Schoofs,
B., 2007). Sistem NBCO yang diproses dengan cara pelelehan menunjukkan Tc ~ 98,7 K
(Yossefov, P., 1997). Karena jari-jari ionik dari Ba2+
lebih besar dibandingkan dengan ion
neodymium, kelarutan Nd3+
di tempat Barium sangat memberikan efek yang baik bagi sistem
campuran NBCO. Substitusi Nd+3
untuk Ba2+
mempengaruhi sifat-sifat struktur kristalnya,
modus pertumbuhannya dan sifat superkonduktivitasnya. Hal ini diduga karena konsentrasi
5
hole pada bidang CuO2 bertanggung jawab atas superkonduktivitas tipe-p dalam sistem
RBCO.Di bawah pemberian medan magnet senyawa ini juga menunjukkan kerapatan arus
kritis yang tinggi pada 77 K. Dengan melakukan substitusi Y dterhadap Nd dalam batas-batas
tertentu dengan metode reaksi padatan melalui rute pencampuran dengan pelarut HNO3
kerapatan arus kritis Jc-nya dapat ditingkatkan (Suharta, W. G., 2013).
Ketergantungan sifat-sifat fisis dan struktur NBCO-123 (Nd1 + x Ba2-xCu3O7-δ) dari
gangguan kation penyusunnya telah dipelajari oleh banyak kelompok peneliti (Takita, K.,
1988, Kramer, J., 1994, Giovannelli, F., 2004). Dari hasil pengukuran dan analisis difraksi
sinar-X dikombinasikan dengan analisis Rietveld struktur fase NdBa2Cu3O7-δ adalah
isomorfik dengan simetri orthorhombik YBa2Cu3O7-δ yang mana adalah superkonduktor ber-
Tc tinggi. Dengan bertambahnya x keorthorhombikannya terdistorsi menjadi tetragonal yang
mana isomorfik dengan simetri tetragonal dari superkonduktor ber-Tc rendah dari
YBa2Cu3O7-δ. Sementara itu diperoleh bahwa struktur Nd1+xBa2-xCu3O7-δ adalah ortorombik
jika x adalah mendekati 0. Ketika nilai x meningkat sekitar x = 0,2, struktur Nd1+xBa2-xCu3O7-
δ menjadi tetragonal. Suhu transisi, Tc adalah maksimum pada x mendekati 0, dan menurun
dengan meningkatnya doping neodymium. Superkonduktivitas menjadi hilang ketika x > 0,4.
Pergantian Nd3+
terhadap Ba2+
yang berlebihan mengurangi konsentrasi hole dan
menurunkan Tc. Hal tersebut menunjukan bahwa ada hubungan antara konsentrasi hole dan
sifat-sifat superkonduksi superkonduktor.
2.3. Superkonduktor YBCO-358
Untuk bahan superkonduktor sistem YBCO dalam kaitannya dengan penambahan
jumlah lapisan CuO2 di dalam setiap blok aktifnya, belakangan ini telah ditemukan fase
YBCO-358 dengan Tc di atas 100 K (Aliabadi, A., 2009, Udomsamuthinrum, P., 2010,
Srinivasan, K., 2013). Fase YBCO-358 memiliki Tc yang lebih tinggi dari pada Tc fase
YBCO-123. Hasil refinemen Rietfeld pola XRD fase YBCO-358 kisi kristalnya memiliki
simetri orthorhombic dalam group ruang Pmm2 dengan parameter kisi a=3,9211(3) Å,
b=3,8514(1) Å, c=31,0170(0) Å (Tellez, D. A. L., 2012), Gambar 2.4 . Secara struktural fase
YBCO-358 memiliki lima bidang CuO2 dan tiga rantai CuO, dibandingkan dengan fase
YBCO-123 yang memiliki dua bidang CuO2 dan satu rantai CuO (Tavana, A., 2009).
Kation Ba(1) dan Ba(2) terletak di antara bidang Cu(1)-O dan Cu(3)-O. Bidang Cu-O
di antara kation Ba(1) dan Ba(2) membentuk rantai Cu(2)-O sepanjang sumbu-b. Kation
Ba(3), Ba(4) dan Ba(5) terletak di antara bidang Cu(5)-O dan Cu(8)-O. Bidang Cu-O di
antara kation Ba(3) danBa(4), dan diantara Ba(4) dan Ba(5) masing-masing dalam bentuk
rantai Cu(6)-O dan Cu(7)-O sepanjang sumbu-b. Bidang Cu(5)-O dan Cu(4), dan bidang
6
Cu(4)-O dan Cu(3)-O msing-masing dipisahkan oleh kation Y(3) dan Y(2). Sementara itu di
antara kation Y(3) dan Y(2) terdapat bidang Cu(4)-O dalam koordinasi tetrahedral dengan
anion oksigin.
Gambar 2.4 Struktur Y3Ba5Cu8O18 yang dibuat dari refinement Rietveld data
XRD (Tellez, D. A. L., et al., 2012).
Sepertinya jumlah lapisan CuO2 berperan penting terhadap besarnya Tc dimana
lapisan CuO2 yang lebih banyak dapat memberikan Tc yang lebih besar. Dengan
memperhatikan adanya kemiripan struktur antara fase YBCO-123 dan NBCO-123, adalah
sangat mungkin juga dapat disintesis fase NBCO-358 dengan Tc > 100 K sebagaimana
halnya fase YBCO-358. Oleh karenanya sangat menarik untuk meneliti keberadaan dari fase
NBCO-358 dan sifat-sifat konduksinya, dimana sejauh ini masih sangat sedikit yang
melaporkannya.
2.4. Modus Vibrasi YBa2Cu3O7
Dari teori group, secara teoritis modus vibrasi terkait dengan gerak atom pada posisi
tertentu pada YBa2Cu3O7 menghasilkan 36 modus vibrasi secara optik sebagaimana
diberikan pada Gambar 2.5 (Thomsen, 2002).
Gerakan oksigen di dalam molekul YBa2Cu307 melibatkan gerakan oksigin seperti :
modus axial stretch dari O(1) teramati pada kisaran bilangan gelombang 500 (555) cm-1
, in-
phase O(2,3) bend pada kisaran bilangan gelombang 435 (448) cm-1
, (out-of-plane) O(2,3)
7
bend pada kisaran bilangan gelombang 335 (424) cm-1
. Sementara modus axial stretch Cu(2)
dan Ba masing-masing pada bilangan gelombang 140 (218) cm-1
dan 118 (145) cm-1
(Krol,
D. M. at al.,1988.
Gambar 2.5. Skema 36 modus vibrasi secara optik dari YBa2Cu3O7 : 5 Ag + 5 B2g + 5
B3g + 7 B1u + 7 B2u + 7 B3u yang merepresentasikan modus-diri (eigenmodes) fonon
dari YBa2Cu3O7. Angka di bawah gambar adalah hasil perhitungan secara teoritis
besar bilangan gelombang (frekuensi) masing-masing vibrasi. (Diambil dari referensi
Thomsen, C. and Kaczmarczyk, G. (2002), Vibrational Raman Spectroscopy of
High-temperature Superconductors, Handbook of Vibrational Spectroscopy John M.
Chalmers and Peter R. Griffiths (Editors), John Wiley & Sons Ltd, Chichester).
Shi, T. S. (1988) telah mengamati adanya tiga pita penting bagi YBa2Cu3Ox, yaitu pita
antara 620 – 640 cm-1
, 550 – 580 cm-1
dan pada kisaran 590 cm-1
. Vibrasi stratch dari Cu-O
(2,3) pada lapisan CuO2 berada pada kisaran 590 cm-1
, terutama pita pada 592 cm-1
adalah
pita absorbsi IR dari Y1Ba2Cu3O7-x untuk x < 6,5 dalam fase tetragonal.
2.5 Penelitian Superkonduktor Sistem NBCO Yang Telah Dilakukan
Sejumlah penelitian tentang bahan superkonduktor telah pernah dilakukan di
Laboratorium Fisika Eksperimen Jurusan Fisika FMIPA UNUD. Khusus untuk penelitian
bahan superkonduktor sistem NBCO, telah dilakukan dalam kaitannya dengan karakterisasi
nanopartikel dari sistem NBCO-123 (Suardana, P., 2010). Penelitian ini bekerja sama dengan
8
Jurusan Fisika ITS melalui skema hibah Pekerti. Dalam hal ini telah dapat dibuat sampel
Nd1Ba2Cu3O7-δ dengan metode konvensional reaksi padatan (solid-state reaction) melalui
rute pencampuran awal dengan pelarut HNO3. Sampel dibuat dari bubuk Nd2O3, BaCO3,
CuO. Dari hasil pengukuran XRD-nya memperlihatkan bahwa fase Nd1Ba2Cu3O7-δ telah
dapat terbentuk pada suhu sintering 700 – 9000C selama 1 jam.
Pada tahun 2013 telah dilakukan penelitian sebagai TA mahasiswa S-1 berkaitan
dengan pembuatan bahan superkonduktor fase NBCO-123 dengan bahan awal
Ba(OH)z.8H2O sebagai pengganti BaCO3 (Astina, 2013). Metoda yang digunakan adalah
metoda reaksi padatan melalui pencampuran awal dengan media alkohol. Dari penelitian ini
dapat diketahui bahwa dalam pembentukan fase NBCO-123 tidak harus menggunakan bahan
karbonat BaCO3 sebagai sumber kation Ba, tetapi dapat juga menggunakan bahan lain bukan
karbonat seperti Ba(OH)z.8H2O.
Dari penelitian tersebut didapatkan pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan
bagaimana mensintesis bahan superkonduktor khususnya NBCO-123 secara konvensional.
Diperoleh pengetahuan, pengalaman bagaimana melakukan karakterisasi hasil pengukuran
XRD dengan analisis strukturnya dengan menggunakan analisis Rietveld program Rietica.
Demikian juga karakterisasi bentuk dan ukuran kristal melalui pengukuran TEM. Dari
penelitian yang telah dilakukan dapat demperoleh modal ilmiah yang dapat mendukung
perkembangan penelitian ilmu-ilmu dasar dan terapan lebih lajut.
9
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini adalah betujuan untuk mendapatkan bahan superkonduktor baru dari
famili sistem NBCO, yaitu fase Nd3Ba5Cu8Oy (NBCO-358) yang mempunyai kualitas
optimal denga suhu kritis yang tinggi. Tingkat keberhasilan dari sintesa superkonduktor ini
dapat diketahui dari hasil karakterisasi bahan Superkonduktor diantaranya dengan
menganalisis Spektra FTIR.
Secara lebih rinci, tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan bahan superkonduktor fase Nd3Ba5Cu8Oy yang memiliki Tc > 100 K
dengan sifat-sifat magnetik yang baik pada suhu tinggi.
2. Mengetahui parameter-parameter sistesis untuk pembentukan fase Nd3Ba5Cu8Oy : pada
penelitian ini khusus suhu dan lama pembentukan.
3. Mengetahuui karakteristik pola spectrum XRD dari fase Nd3Ba5Cu8Oy
4. Mengetahui morfologi butiran fase Nd3Ba5Cu8Oy dan kation penyusun dari setiap butiran
5. Mengetahui sifat-sifat resistif (superkonduksi) fase Nd3Ba5Cu8Oy .
3.2 Urgensi Penelitian
Penelitian ini penting dilakukan berdasarkan aspek berikut:
1. Sejauh ini belum ada yang melaporkan keberadaan fase NBCO-358 secara rinci
2. Dengan penemuan fase NBCO-358 dapat dilakukan evaluasi terhadap peranan
dari jumlah lapisan/bidang CuO2 di dalam satu satuan sel kisi yang mana sejauh
ini dipercaya berperan penting dan menentukan sifat-sifat superkonduksi dari
superkonduktor bersuhu tinggi berbasis cuprat
Dengan demikian hasil akhir penelitian ini berpotensi untuk mendapatkan artikel
terpublikasikan pada jurnal nasional terakreditasi atau internasional.
3.3 Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan juga :
a. Peningkatan kualitas, kapasitas dan produktivitas penelitian dan publikasi ilmiah
jurusan Fisika
b. Dapat menumbuhkan basis kegiatan penelitian yang bertarap nasional/
internasional dalam bidang Fisika Material,
10
c. Peningkatan sinergi program pendidikan dengan program penelitian untuk
peningkatan kualitas lulusan.
d. Memperoleh modal ilmiah yang dapat mendukung perkembangan penelitian ilmu-
ilmu dasar dan terapan lebih lajut.
11
BAB IV
METODE PENELITIAN
Penelitian ini pada dasarnya berada di bawah payung penelitian Fisika Material (Material
Physics) di Laboratorium Eksperimen Fisika Meterial, yaitu dalam topik mensintesis,
mengembangkan superkonduktor yang dapat memiliki sifat-sifat magnetik yang baik pada
suhu tinggi. Untuk itu dilakukan penelitian substitusi Nd dan atau Gd pada supekonduktor
cuprat, dan sintesis superkonsuktor berbasis Nd. Sekema Penelitian sebagaimana Gambar 4.1
Gambar 4.1 Digram Alir Proses Sintesis Supekonduktor Sistem NBCO-358
Karakterisasi
Tahapan Sintesis
Penimbangan bahan (serbuk)
Nd2O3, BaCO3 dan CuO
Pencampuran dengan penggerusan
di dalam mortar dengan pastel
(selama 6 jam)
Kalsinasi TK = 9500C, tK = 20 jam
Pembuatan Pelet, diameter 1,5 cm
Sintering TS = 750 - 9500C, tS = 24 jam
dalam atmosfer udara di dalam tungku
Pengukuran :
FTIR, XRD
Penggerusan selama 4 jam
Variasi Suhu Sintering
Persiapan peralatan &
bahan Nd2O3, BaCO3 dan CuO
Analisis Data, Penulisan laporan & artikel
Pendinginan sesuai pendinginan tungku
12
Sampel Nd3Ba5Cu8Oy dibuat dengan menggunakan metode reaksi padatan (solid state
reaction) dengan bahan awal berupa bubuk (powder) Nd2O3, BaCO3 dan CuO. Sintering
dilakukan di dalam tungku dengan lingkungan atmosfer udara di dalam tungku. Pertama
dilakukan variasi suhu sintering 700 – 9500C selama 24 jam. Dari hasil sintesis ini dipilih
sampel yang terbaik (Tc tertinggi dan atau fraksi volume tertinggi) yang diperoleh
selanjutnya digunakan sebagai sampel untuk dilakukan variasi waktu sintering. Secara lebih
rinci diagram alir Proses Sintesis Supekonduktor Sistem NBCO-123 Gambar 4.1 dapat
dijelaskan sebagai berikut :
A. Penimbangan Bahan Awal
Superkonduktor fase NBCO-358 dengan rumus kimia Nd3Ba5Cu8Oy, dibuat dari
bahan awal serbuk Nd2O3, BaCO3 dan CuO. Perbandingan kation Nd : Ba : Cu penyusunnya
dapat dihitung dari reaksi berikut ini:
2419
1885333223 85 COOCuBaNdCuOBaCOONd
218853332 19432206 COOCuBaNdCuOBaCOONd
Berdasarkan reaksi kimia di atas untuk membuat 1 mol Nd3Ba5Cu8Oy perbandingan mol Nd :
Ba : Cu = 3 : 10 : 16. Berdasarkan reaksi di atas untuk membuat 1 mol Nd3Ba5Cu8Oy
diperlukan:
3/2 mol Nd2O3 = 252.3600 gr = 13.4561%
5 mol BaCO3 = 986.7500 gr = 52.6146%
8 mol CuO = 636.3200 gr = 33.9293%
1875.4300 gr
Untuk sebuah sampel dibuat dengan berat 4 gram, maka masa bahan yang ditimbang adalah
Nd2O3 = 13.4561% x 4 gr = 0.5382 gr
BaCO3 = 52.6146% x 4 gr = 2.1046 gr
CuO = 33.9293% x 4 gr = 1.3572 gr.
Di dalam penelitian ini akan dilakukan sintering pada 7 suhu yang berbeda, yaitu pada 9000C,
9100C, 920
0C, 930
0C, 940
0C, 950
0C, 960
0C, oleh karenanya total bahan awal yang ditimbang
adalah : Nd2O3 = 3.7677 gr, BaCO3 = 14.7321 gr, CuO = 9.5002 gr
B. Pencampuran
Pencampuran dilakukan secara manual di dalam mortar : seluruh bahan yang telah
ditimbang dimasukkan ke dalam gelas ukur 250 ml. Kemudian dilarutkan dengan
memberikan HNO3 sedemikian rupa sehingga volume larutan 100 ml. Larutan diaduk dngan
magnetic stirrer selama 6 jam, kemudian diuapkan dengan suhu 3000C sampai terbentuk jelly.
Sampel dipanaskan di dalam tungku selama 6 jam pada suhu 3000C.
13
C. Kalsinasi.
Kalsinasi merupakan proses pemanasan untuk menghilangkan carbonatnya. Sampel
hasil setelah dikeringkan digerus, hasilnya dimasukkan ke dalam krusibel alumina, kemudian
dipanaskan pada suhu 9500C selama 20 jam dalam atmosfer udara di dalam tungku.
Pendinginan dilakukan sesuai dengan pendinginan di dalam tungku.
D. Pembuatan Pelet
Hasil kalsinasi digerus kembali di dalam mortar dengan pastel sampai diperoleh
campuran dalam bentuk bubuk yang halus. Selanjutnya sampel dibuat menjadi pelet : sampel
dimasukkan ke dalam alat cetak berdiameter 1,5 cm, kemudian ditekan dengan tekanan 500
KPa dengan menggunakan alat tekan hidrolik
E. Sintering
Merupakan proses pembentukan fase yang diingikan melalui pemanasan pada suhu
reaksinya selama waktu tertentu di dalam lingkungan gas tertentu. Dalam hal ini sampel
dalam bentuk pellet akan disintering pada suhu yang berbeda, yaitu 7500C, 900
0C, 925
0C,
9500C masing-masing selama 24 jam di dalam lingkungan atmosfer udara di dalam tungku.
Seksdul pemanasan seperti Gambar 4.2
Gambar 4.2. Skedul sintering dan perlakuan akhir
F. Pendinginan
Setelah waktu sintering selesai sampel didinginkan menuju suhu ruang. Dalam hal ini
pendinginan dilakukan sesuai dengan proses pendinginan di dalam tungku.
3.2.2 Karakterisasi; Pengukuran FTIR
Metode FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy) sering digunakan untuk
identifikasi senyawa/molekul (gugus fungsi) melalui spektra transmisi (transmittance) atau
absorbsi (absorbance) yang dihasilakannya. Spektrum FTIR pada dasarnya berasal dari
adanya interaksi antara molekul dengan gelombang elektromagnetik dalam hal ini
inframerah. Bila sinar inframerah mengenai suatu bahan (yang cukup transparan) maka di
dalam bahan terjadi interaksi antara sinar inframerah dengan molekul-molekul dari bahan.
1200/jam
Ts, 24 Jam
20/jam
Ta, 20 jam
14
Dalam interaksi tersebut dapat terjadi absorbsi energi (frekuensi) tertentu oleh molekul
tertentu, dan yang lain diteruskan/ditransmisikan. Energi absorbsi tersebut terkait dengan
transisi absorbsi dari vibrasi molekul tertentu. Secara sederhana dari model pegas dinamis
dengan hukum Hooke frekuensi suatu modus vibrasi dapat diungkapkan (Rouessac, 2007)
dalam bilangan gelombang, sebagai
k
c 2
1 (m
-1) (1)
c = kecepatan cahaya (ms-1
), k = tetapan gaya (Nm-1
) yang dapat diinterpretasikan sebagai
kekuatan ikatan yang menghubungkan dua atom, = masa efektif (kg)
Pada daerah IR, ligan monoatomik dimana logam berkoordinasi dengan atom-atom
seperti halogen, H, N, atau O menghasilkan pita-pita karakteristik inframerah. Absorbsi dari
modus ikatan logam dengan oksigen, M – O dapat teramati pada rentang 850 – 1010 cm-1
(Mohanta, 2009).
15
BAB V
PELAKSANAAN DAN HASIL
5. 1 Penimbangan bahan campuran awal
Bahan superkonduktor fase NBCO-358 dengan rumus kimia Nd3Ba5Cu8Oy, dibuat
dari bahan awal serbuk Nd2O3, BaCO3 dan CuO. Perbandingan kation Nd : Ba : Cu
penyusunnya : 3 : 5 : 8 dikonversikan ke dalam bentuk bahan yang ditimbang sbb :
Tabel 5.1 Bahan yang ditimbang
Bahan BM
gram/mol Perbandingan molar
Nd:Ba:Cu Berata bahan yang ditimbanng (gram)
Nd2O3 336,4800 3,00 2,63460
BaCO3 197,3500 5,00 5,15075
CuO 79,5400 8,00 3,32154
Berat Total Campuran 11,10688
5.2. Proses Sintesis
5.2.1. Pecampuran bahan
Bahan yang telah ditimbang dicampur di dalam 100 ml HNO3, diaduk secara
magnetic dengan Hot-plate manetic-stirer. Setelah pengadukan selama 5 jam diperoleh
larutan berwarna biru-keputihan, Gamar 5,1
Gambar 5.1. Pencampuran bahan awal dengan HNO3
5.2.2. Penguapan
Hasil pencampuran dipanaskan pada suhu 3000C selama satu jam dengan kenaikan suhu 50
0
setiap jam dari suhu ruang. Diperoleh sampel dalam bentuk “gel”, kemudian didinginkan,
Gambar 5.2.
(a) (b)
16
Gambar 5.2 Pemanasan samapai diperoleh sampel dalam bentuk “gel”
Sampel gel dipanaskan kembali pada suhu 3000C dengan laju kenaikan suhu 300
0/5jam di
dalam tungku dalam lingkungan udara di dalam tungku. Setelah 5 jam sampel didingikan,
dan diperoleh kerak berwarna abu-abu, Gambar 5.3. (a)
(a)
Gamabar 5.3. (a). Sampel dalam bentuk kerak. (b) Penggerusan sampel
Sampel digerus dan diperoleh sampel dalam bentuk serbuk berwarna abu-abu.
5.2.3. Kalsinasi
Selanjutnya sampel dalam bentuk serbuk dikasinasi pada alumina-crucible pada suhu
9500C selama 24 jam di dalam lingkungan atmosfer tungku. Diperoleh sampel yang
memadatberwarna hitam, Gambar 5.4. Tampak Nd3Ba5Cu8Oy lebih hitam daripada
Y3Ba5Cu8Oy
(a) (b)
17
Gambar 5.4. Hasil Kalsinasi (a) Campuran Y3Ba5Cu8Oy; (b) Nd3Ba5Cu8Oy
Hasil kalsinasi digerus di dalam mortar, dan diperoleh serbuk berwarna hitam, Gambar 5.5
Gambar 5.5. Penggerusan hasil kalsinasi
5.2.4. Sintering
Untuk sintering sampel dibuat dalam bentuk pellet dengan menekan sampel di dalam
cetakan pada tekanan 400MPa dengan alat pres-hidrolik. Pelet disinterring pada suhu Ts =
700 – 9500C di dalam lingkungan atmosfer di dalam tungku. Dari suhu sintering suhu
diturunkan ke suhu “perlakuan akhir” pada suhu Ta = 5000C dengan laju 2
0/jam. Sampel
diberi perlakuan akhir di dalam lingkungan atmosfer di dalam tungku selama 20 jam.
Gambar 5. 6 Skedul sintering dan perlakuan akhir
Hasil sintering sebagaimana Gambar 5.7, tampak bahwa sampel campuran Y3Ba5Cu8Oy
sudah mengalami pelelehan, sedangkan sampel campuran Nd3Ba5Cu8Oy masih tampak utuh.
1200/jam
Ts, 24 Jam
20/jam
Ta, 20 jam
18
Gambar 5.7. Hasil sintering
5.3. HASIL KARAKTERISASI DENGAN FTIR
Sampel sudah siap untuk dikarakterisasi. Karena dana belum turun sampel belum
dapat dikarakterisasi seluruhnya. Dengan dana yang ada telah dilakukan pengukuran FTIR.
5.3.1. Analisi Kontaminasi
Gambar 5.8. memeperlihatkan hasil pengukuran dengan FTIR pada rentang bilangan
gelombang 400 cm-1
– 4000 cm-1
. Dari gambar tersebut dapat teramati bahwa pada ketiga
sampel
Gambar 5.8. Dari bawah ke atas : Spektra FTIR NdBaCuO-123, NdBaCuO-358 dan
YBaCuO-358 pada rentang 400 – 4000 cm-1
.
memberikan pola yang serupa. Secara umum dapat dilakukan klasifikasi menjadi tiga daerah
(Zhao et al., 2004), (1) 3500-3000 cm-1: stertch --OH yang memberikan absorbs pada
bilangan gelombang 3450-3280 cm-1
dan stertch --CH2--- pada 3100-2750 cm-1
. (2) 1650-
19
1350 cm-1
: pita absorbsi karena stertch --COOH gruop karboksilat yang mana dapat
diidentifikasi pada 1700-1550 cm-1
, 1350-1340 cm-1
, dan 950-800 cm-1
. (3) <1350 cm-1
(daerah sidik jari): Absorbsi lemah mungkin karena modus vibrasi stertch CH--OH dan C--
N. Dari gambar tersebut dapat juga teramati adanya penurunan tingkat absorbsi pada kisaran
bilangan gelombang sama yaitu pada 3378, 2846, 1606 dan 1018 cm-1
. Besar penurunan
absorbsi tersebut hampir sama pada fase Y3Ba5Cu8O18dan Nd3Ba5Cu8O18, tetapi relatif lebih
besar dibandingkan dengan fase YBa2Cu307. Pada ketiga sampel dapat teramati adanya pita
pada kisaran 2328 cm-1
yang mana mungkin merupakan modus dari CO2 (Jordan et al.).
Adanya pita-pita absobsi dari group funsional tersebut mengindikasikan bahwa sampel yang
dihasilkan masih terkontaminasi oleh senyawa-senyawa yang mungkin terbentuk dari bahan
awalnya.
5.3.2 Analisis Modus Vibrasi
Analisis fase Y3Ba5Cu8O18 dan Nd3Ba5Cu8O18 didasarkan pada bilangan gelombang
hasil perhitungan secara teoritis. dari fase YBa2Cu307. Diketahui bahwa di dalam satu satuan
sel dari fase YBa2Cu307 terdapat 13 atom. Dari analisis teori group dapat diperoleh 39 modus-
diri (eigenmodes) vibrasi – fonon yang mana 36 diantaranya adalah aktif secara opik dan 3
aktif secara akustik (Macfarlane et al., 1987). Dari struktur kristalnya fase YBa2Cu307 dan
NdBa2Cu307 adalah serupa sehingga secara teoritis, ke 36 modus vibrasi yang terjadi pada
YBa2Cu307 kemungkinan juga dapat terjadi pada NdBa2Cu307.
Struktur kristal fase Y3Ba5Cu8O18 sebagaimana tampak pada Gambar 2.4 bidang Cu-
O sepanjang sumbu-c terdistribusikan dalam dua kelompok besar, yaitu : pertama, berisi dua
kation Ba dan satu rantai Cu-O. Kedua, berisi tiga kation Ba dengan dua rantai Cu-O. Dalam
struktur kristalnya, empat bidang Cu-O dalam berkoordinasi pentahedral dengan anion
oksigen, tiga bidang Cu-O dalam bentuk rantai sepajang sumbu-b. Kedua kelompok tersebut
dipisahkan oleh dua kation Y yang dipisahkan oleh satu bidang Cu-O dalam berkoordinasi
tetrahedral dengan anion oksigen memisahkan.
Dalam satu satuan sel Nd3Ba5Cu8O18 mengandung tiga rantai CuO yaitu Cu(2)-O),
Cu(6)-O dan Cu(7)-O, dan empat lapisan Cu-O dalam koordinasi penthahedral anion oksigin
yaitu Cu(1)-O, Cu(3)-O, Cu(5)-O dan Cu(8)-O, serta satu lapisan Cu(4)-O dalam koordinasi
tetrahedral dengan anion oksigin. Sebagaimana diketahui daerah pada bilangan gelombang
sekitar 400 cm-1
adalah aktif-IR dari fonon yang melibatkan vibrasi ion logam, Cu(2)-O(2,3)
dan modus bend Cu(1)-O(4)-Cu(2). Daerah di sekitar 600 adalah berhubungan dengan modus
stretch Cu-O(2,3) pada lapisan CuO2 dan modus stretch Cu-O(4)-Cu pada oksigin
epiks(jembatan) O(4) (Piro, et al, 1989).
20
Dari ke-36 modus vibrasi pada YBa2Cu307 secara teoritis terdapat 14 modus vibrasi
yang bilangan gelombangnya di atas 400 cm-1
(Gambar A.1 pada Apendiks Bab ini). Spectra
FTIR pada rentang bilangan gelombang antara 400 cm-1
– 800 cm-1
dari sampel
Nd1Ba2Cu3Oy, Nd3Ba5Cu8Oy dan Nd3Ba5Cu8Oy dalam penelitian ini diberikan pada Gambar
5.9. Bilangan gelombang modus vibrasi yang nilainya mendekati modus vibrasi teoritis dari
YBa2Cu3O7 telah ditabulasi sebagaimana diberikan pada Tabel 5.1.
Gambar 5.9. Spektra FTIR : (a) NdBaCuO-123, (b) NdBaCuO-358 dan (c) YBaCuO-358
pada rentang 400 – 800 cm-1
Tabel 5.2. Bilangan gelombang dari modus vibrasi YBa2Cu3O7- perhitungan teoritis*,
dan hasil FTIR dari Nd1Ba2Cu3Oy, Nd3Ba5Cu8Oy dan Nd3Ba5Cu8Oy
YBa2Cu3O7-
(Teori)* Nd1Ba2Cu3Oy Nd3Ba5Cu8Oy Y3Ba5Cu8Oy
411
410,8 412,7
416
417
428 432,1 428,2 426,3
447 455,2 451,3 449,4
490 486,1 488,0 488,0
509 507,3 507,3 509,2
531 (540) 435,9 439,8 439,8
545
546 542,0 545,8 545,8
565
573 574,8 574,2 572,8
584
563 (588) 588,3 588,3 580,6
21
* Thomsen et al., 2002
Tampak terdapat sejumlah bilangan gelombang dari modus vibrasi Nd1Ba2Cu3Oy,
Nd3Ba5Cu8Oy dan Nd3Ba5Cu8Oy hasil eksperimen yang mendekati bilangan gelombang hasil
perhitungan modus vibrasi YBa2Cu3O7 pada referensi Thomsen et al., 2002. Dari Gambar
3.2, dapat teramati adanya puncak (peak) antara 400 – 450 cm-1
yang mana merupakan
modus dari gerakan secara vertical parallel dengan sumbu-c dari empat atom oksigen O(2,3)
(Piro et al., 1989). Puncak pada kisaran 426 dan 439 cm-1
yang mana merupakan puncak
yang berasal dari modus in-phase atom oksigin O(2,3) pada lapisan CuO2 dalam YBa2Cu3O7-
. Modus vibrasi apeks O(4) teramati pada kisaran 488,0. Pita yang teramati pada kisaran
bilangan gelombang pada kisaran 509,6 cm-1
dan 588 cm-1
mungkin berhubungan dengan
out-of-phase Cu-O(1)-Cu untuk modus optik transversal (TO) dan longitudinal (LO) (Jiang
et al., 2011).
22
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Telah dapat dibuat sampel Superkonduktor Fase Nd1Ba2Cu3O18 dan
Nd3Ba5Cu8O18 Yang Disintesa Dengan Metode solid state reaction. Spektra hasil
perhitungan secara teoritis dari modus vibrasi YBa2Cu3O7- dapat digunakan untuk
mengidentifikasi fase Nd1Ba2Cu3Oy, Nd3Ba5Cu8Oy dan Nd3Ba5Cu8Oy. Puncak absorbsi dari
modus vibrasi pada Nd1Ba2Cu3Oy, Nd3Ba5Cu8Oy dan Nd3Ba5Cu8Oy berada pada kisaran
bilangan gelombang (frekuensi) yang hampir sama.
6.2. Saran
Perlu lebih lanjut dilakukan perhitungan secara teoritis modus vibrasi dari fase
Nd3Ba5Cu8O18. Secara teoritis dalam satu satuan selnya terdiri atas 34 atom sehingga dapat
terjadi 102 modus vibrasi. Diperlukan pengamatan secara teliti pita-pita absorbsi dari suatu
modus yang benar-benar merupakan
23
DAFTAR PUSTAKA Aliabadi, A., Akhavan Farshchi, Y., Akhavan, M., 2009, A new Y-based HTSC with Tc
above 100 K, Physica C, 469, 2012
Anderson, P. W., 1997, The Theory of Superconductivity in High-Tc Cuprates Superconductors, Princeton University Press, Princeton,
Astina, G., Sumadiyasa. M., Artawan, N., 2013, Sintesis Superkonduktor Fase
Nd1Ba2Cu3O7- dengan Ba(OH)2.8H2O sebagai Pengganti Ba2CO3 dengan Metoda
Reaksi Padatan dengan Media Pencampur Alkohol, Skripsi, Jurusan Fisika FMIPA
UNUD
Irfan, M., (2010) Synthesis and characterization of Mg and Ge doped (Cu0.5Tl0.5)Ba2Can-
1CunO2n+4-δ (n = 3, 4, 5) superconductors, Doctorate in Physics, Material Science
Laboratory Department of Physics Quaid-i-Azam University Islamabad, Pakistan
Jordan Werbe-fuentes, Michael Moody, Oriana Korol, Tristan Kading, Carbon Dioxide
Absorption in the Near Infrared,
http://www.phy.davidson.edu/StuHome/derekk/Resonance/pages/main.htm, (diunduh 31 Agustus 2015)
Jiang, C. Y., Yang, H. S., Xu, X. Y., Yu, F. Y., Sun, C. H., Ke, S. Q., Leng, R. J., 2011,
Infrared Spectra Study of Nd1.65-xTl0.5RxCe0.15CuO4+δ (R=Gd and Sm) Single Crystals, Physica C: Superconductivity, 471, pp. 19-22
Krol, D. M., Michael Stavola, Schneemeyer, L. F., Waszczak, J. V. and Sunshine, S. A.,
1989, Raman spectroscopy of single crystals of high-Tc cuprates Journal of the Optical
Society of America B , 6, pp. 448-454
Macfarlane, R. M., Hal Rosen and Seki, H. (1987) Temperature Dependence of the Raman
Spectrum of the Height Tc Superconductor YBa2Cu3O7, Solid State Communications, 63, pp.831-834
Srinivasan, K., George Thomas C., Padaikathan, P., Ashoka, N. V., 2013, Synthesis and
Characterization of Fluorinated Superconducting Y3Ba5Cu8Oy, IJERA 3, 927
Shunmugavel, K., 2006, Rapid Single Flux Quantum Logic in High Temperature
Superconductor Technology, Ph.D. Thesis, University of Twente, Enschede, The
Netherlands. ISBN: 90-365-2429-6, Printed by Print Partners Ipskamp, Enschede.
Sujinnapram, S., Udomsamuthirun, P., Kuaehong, T., Nilkamjon, T. and Ratreng, S., 2011, XRD spectra of new YBaCuO superconductors, Bull. Mater. Sci., 34, 1053
Thomsen, C. and Kaczmarczyk, G., 2002, Vibrational Raman Spectroscopy of High-
temperature Superconductors, Handbook of Vibrational Spectroscopy John M.
Chalmers and Peter R. Griffiths (Editors), John Wiley & Sons Ltd, Chichester
Tavana, A., and Akhavan, M., 2009, How Tc can go above 100 K in the YBCO family, Eur. Phys. J. B, 1
Tellez, D. A. L., Cabrera Baez, M., Roa-Rojas, J., 2012, Sructure and Conductivity
Fluctuation of The Y3Ba5Cu8O18, Modern Physics Letters B, 26, 1250067-1
Takita, K., Katoh, H.. Akinaga, H., Nishino, M., Ishigaki, T. and Akinaga, H., “ X-ray
diffraction study on the crystal structure of Nd1+xBa2-xCu3O7-δ, Japanese journal of
applied physics, 27, (1988) L57.
Udomsamuthinrum, P., Kruaehong, T.. Nilkamjon, T., Ratreng, S., 2010, The New Superconductors of YBaCuO Materials, J. Spercond. Nov. Magn. 23, 1377
Zhao, Y. E., Cai, C. Y., Luo, Y. Y., and He1, Z. H., 2004, FTIR Spectra of the M(EDTA)n−
Complexes in the Process of Sol-Gel Technique, Plenum Publishing Corporation, pp. 383
– 387