24
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu daerah di Aceh yang lahan pertaniannya telah banyak dikonversi menjadi areal pertambangan gas alam, secara areal penambangan ataupun teknis lainnya, seperti jalan dan aliran pipa gas. Menurut Data dari Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Aceh Utara, dari tahun 1974 - 2011 tercatat sekitar 1 persen lahan pertanian atau sekitar 45 ha dari 44.772 ha telah dikonversi menjadi kawasan pertambangan, jalan perusahaan, jaringan pipa dan pelabuhan (Kementerian Pertanian, 2014). Sekitar tiga perempat atau 75 persen dari total luas lahan yang dikonversi digunakan oleh sektor pertambangan gas alam cair (LNG). Daerah ini merupakan salah satu di Provinsi Aceh yang memiliki izin pertambangan gas alam terbesar di Indonesia. Lahan bekas penambangan gas alam merupakan lahan marginal yang miskin akan hara. Hara yang tersedia untuk pertumbuhan tanaman sangat rendah, sehingga untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang optimal perlu pasokan hara dari luar. Sistem integrasi tanaman dan ternak merupakan salah satu sistem yang diharapkan akan mampu mendukung upaya untuk meningkatkan produktivitas lahan bekas tambang, dan juga akan mendukung Program Nasional Ketahanan Pangan Mandiri berdasarkan azas gotong royong yang merupakan bagian dari Nawa Cita Presiden Joko Widodo pada bidang Pertanian yang merupakan visi pembangunan nasional (Balitbangtan, 2015). Dalam sistem integrasi antara tanaman-ternak di lahan bekas penambangan gas alam cair, dilakukan penanaman tanaman pangan, hortikultura (Cabai, Bawang Merah, Jagung Manis, Kangkung, Bayam) maupun tanaman penutup tanah berupa kacang- kacangan (Kacang Tanah), legum maupun rumput, yang dimaksudkan agar dapat berfungsi untuk menghijaukan kembali tanah yang sudah tandus dan sekaligus limbahnya dapat dijadikan sebagai pakan ternak. Sebaliknya kotoran ternak akan dimanfaatkan untuk meningkatkan kesuburan tanah secara alami. Lahan bekas tambang gas alam cair di Kecamatan Samtalira Aron Kabupaten Aceh Utara adalah lahan tanpa topsoil dan bertipe lempung berpasir, sehingga upaya meningkatkan produktivitas lahan tersebut dilakukan melalui pendekatan teknologi berbasis pupuk hayati dan penambahan bahan organik (kompos maupun pupuk kandang) dalam

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/03-Lapkir Tambang 2016.pdf · pupuk hayati dan penambahan bahan organik ... 500 kg NPK Pelangi + 100 kg Urea,

Embed Size (px)

Citation preview

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu daerah di Aceh yang lahan

pertaniannya telah banyak dikonversi menjadi areal pertambangan gas alam, secara areal

penambangan ataupun teknis lainnya, seperti jalan dan aliran pipa gas. Menurut Data dari

Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Aceh Utara, dari tahun 1974 - 2011

tercatat sekitar 1 persen lahan pertanian atau sekitar 45 ha dari 44.772 ha telah dikonversi

menjadi kawasan pertambangan, jalan perusahaan, jaringan pipa dan pelabuhan

(Kementerian Pertanian, 2014). Sekitar tiga perempat atau 75 persen dari total luas lahan

yang dikonversi digunakan oleh sektor pertambangan gas alam cair (LNG). Daerah ini

merupakan salah satu di Provinsi Aceh yang memiliki izin pertambangan gas alam terbesar

di Indonesia.

Lahan bekas penambangan gas alam merupakan lahan marginal yang miskin akan

hara. Hara yang tersedia untuk pertumbuhan tanaman sangat rendah, sehingga untuk

mendukung pertumbuhan tanaman yang optimal perlu pasokan hara dari luar. Sistem

integrasi tanaman dan ternak merupakan salah satu sistem yang diharapkan akan mampu

mendukung upaya untuk meningkatkan produktivitas lahan bekas tambang, dan juga akan

mendukung Program Nasional Ketahanan Pangan Mandiri berdasarkan azas gotong royong

yang merupakan bagian dari Nawa Cita Presiden Joko Widodo pada bidang Pertanian yang

merupakan visi pembangunan nasional (Balitbangtan, 2015).

Dalam sistem integrasi antara tanaman-ternak di lahan bekas penambangan gas

alam cair, dilakukan penanaman tanaman pangan, hortikultura (Cabai, Bawang Merah,

Jagung Manis, Kangkung, Bayam) maupun tanaman penutup tanah berupa kacang-

kacangan (Kacang Tanah), legum maupun rumput, yang dimaksudkan agar dapat

berfungsi untuk menghijaukan kembali tanah yang sudah tandus dan sekaligus limbahnya

dapat dijadikan sebagai pakan ternak. Sebaliknya kotoran ternak akan dimanfaatkan untuk

meningkatkan kesuburan tanah secara alami.

Lahan bekas tambang gas alam cair di Kecamatan Samtalira Aron Kabupaten Aceh

Utara adalah lahan tanpa topsoil dan bertipe lempung berpasir, sehingga upaya

meningkatkan produktivitas lahan tersebut dilakukan melalui pendekatan teknologi berbasis

pupuk hayati dan penambahan bahan organik (kompos maupun pupuk kandang) dalam

2

jumlah yang relatif banyak. Penerapan teknologi dengan pendekatan sistem integrasi

tanaman dan ternak yang berkelanjutan diharapkan akan mampu meningkatkan

produktivitas lahan dan pada akhirnya dapat dijadikan percontohan bagi pengembangan

lahan bekas tambang gas alam pada agroekosistem yang serupa. Selain itu dengan dengan

mengotimalkan lahan belum diusahakan berbasis komoditas cabai dan bawang merah yang

merupakan salah satu komoditas strategis diharapkan fluktuasi harga kedua komoditas ini

dapat distabilkan, teruatama di wilayah/kawasan kegiatan dilaksanakan dan Kota

Lhoksumawe.

1.2 Tujuan

Tujuan Tahunan :

1. Mengelola lahan bekas tambang gas alam secara partisipatif dan terintegrasi,

berdasarkan kondisi spesifik lokasi dan kearifan lokal.

2. Mendapatkan paket rekomendasi teknologi mengembalikan produktivitas lahan

bekas tambang gas alam dengan pendekatan spesifik lokasi di Aceh.

Tujuan Akhir :

Mendapatkan model pengelolaan lahan bekas tambang yang terintegrasi dan bersifat

spesifik lokasi serta berkelanjutan, untuk mendukung program Aceh Green dan

Kemandirian Pangan Nasional dengan pendekatan spesifik lokasi .

1.3 Keluaran

Keluaran Tahunan:

1. Terkelolanya lahan bekas tambang gas alam cair secara partisipatif dan terintegrasi,

berdasarkan kondisi spesifik lokasi dan kearifan lokal.

2. Didapatkannya rekomendasi paket teknologi peningkatan produktivitas lahan bekas

tambang gas alam cair melalui penerapan sistem spesifik lokasi di Aceh.

Keluaran Akhir:

Didapatkannya model pengelolaan lahan bekas tambang gas alam yang terintegrasi

dan bersifat spesifik lokasi serta berkelanjutan.

3

1.4. Dasar Pertimbangan

Visi pembangunan Indonesia dalam periode pemerintahan 2014 – 2019 adalah

“Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong

royong”. Penjabaran program untuk tercapainya visi tersebut dituangkan dalam 9 Agenda

Prioritas atau disebut dengan Nawa Cita, yang salah satunya adalah “Meningkatkan

produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional”, yang antara lain dijabarkan

dalam program rehabilitas lahan eks tambang (termasuk ke dalam lahan sub optimal).

Lahan bekas penambangan gas alam cair berpotensi untuk dikembangkan menjadi

lahan pertanian yang produktif melalui penerapan teknologi terintegrasi yang berbasis

pupuk hayati, pupuk kandang (dari sapi/ayam potong/kambing), yang berfungsi sebagai

pembenah tanah, sementara limbah tanaman hasil integrasi dimanfaatkan sebagai

tambahan sumber pakan sapi maupun kambing. Pemilihan jenis tanaman harus dilakukan

secara bijak dan selektif, serta memiliki nilai ekonomi dan toleransi tinggi pada lingkungan

biofisik lahan tanpa topsoil. Beberapa tanaman yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan

mempunyai daya adatasi terhadap lahan kurang subur antara lain: nenas, pisang, ubi jalar,

singkong dan jagung (komposit dan hibrid).

1.5. Hipotesis

Pelaksanaan kajian rehabilitasi eks lahan tambang gas alam cair mampu

mengembalikan fungsi sebagai lahan pertanian produktif berbasis pendekatan kearifan

lokal.

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis

Salah satu kegiatan dalam memanfaatkan sumberdaya alam adalah kegiatan

pertambangan berbasis gas alam cair (LNG) yang hingga saat ini merupakan salah satu

sektor penyumbang devisa negara yang terbesar. Namun demikian kegiatan pertambangan

apabila tidak dilaksanakan secara tepat dapat menimbulkan dampak negatif terhadap

lingkungan. Dampak lingkungan kegiatan pertambangan gas alam cair antara lain:

penurunan produktivitas tanah, pemadatan tanah, terjadinya erosi dan sedimentasi,

terjadinya gerakan tanah atau longsoran, terganggunya flora dan fauna, terganggunya

keamanan dan kesehatan penduduk, serta perubahan iklim mikro (Siti Latifah, 2003).

Reklamasi merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki lahan bekas penambangan gas

alam cair. Reklamasi merupakan usaha memperbaiki (memulihkan kembali) lahan yang

rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi secara optimal

sesuai dengan kemampuannya.

Berdasarkan konteks kegiatan ini, kerangka kerja kegiatan didasarkan pada

fenomena banyaknya lahan-lahan eks tambang yang pada awalnya adalah lahan pertanian

produktif menjadi lahan marginal. Fenomena ini tentunya merugikan bagi pelaku pertanian

di kawasan tersebut, teruatma adalah petani. Demikian juga dengan kawasan eks sumur

penggeboran LNG yang jumlahnya lebih dari 10 titik di Aceh Utara, dengan rata-rata luas

lahan 1-1.5 Ha per titik. Sampai dengan saat ini lahan tersebut belum dimanfaatkan oleh

karena lahan merupakan bekas timbunan dengan tingkat kesuburan rendah. Dengan

beberapa rekayasa untuk meningkatkan tingkat kesuburan maka diharapkan optimalisasi

lahan dapat ditingkatkan, terutama dengan komoditas hortikultura yang memiliki nilai

strategis seperti cabai dan bawang merah.

2.2. Hasil-Hasil Penelitian/Pengkajian terkait

Integrasi tanaman ternak potensial untuk dikembangkan di lahan bekas

penambangan gas alam cair. Ciri utama integrasi tanaman-ternak adalah adanya

sinergisme atau keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman dan ternak.

Petani memanfaatkaan kotoran ternak sebagai pupuk organik untuk tanamannya,

5

kemudian memanfaaatkan limbah pertanian sebagai pakan ternak (Reijntjes et al., 1999

dalam Ismail dan Andi Djayanegara, 2004). Selain limbah tanaman, rumput dan tanaman

penutup tanah juga bisa sebagai sumber pakan ternak. Beberapa tanaman penutup tanah

yang dapat digunakan untuk lahan bekas tambang seperti Centrosema pubescens, Pueraria

javanica, dan Calopogonium mucunoides serta untuk rumput adalah vetiveria zizanoides,

Paspalum sp., Brachiaria decumbens dan Panicum maximum (Yustika dan Talaohu, 2006).

Pada model integrasi tanaman-ternak, petani mampu mengatasi permasalahan

ketersediaan pakan dengan memanfaatkan limbah tanaman limbah kacang-kacang, dan

limbah pertanian lainnya. Terutama pada musim MK, limbah ini pertanian tersebut bisa

menyediakan pakan berkisar 33,3 persen dari total rumput yang dibutuhkan (Kariyasa,

2003). Kelebihan dari adanya pemanfaatan limbah selain mampu meningkatan “ketahanan

pakan” khususnya pada MK, juga mampu menghemat tenaga kerja dalam kegiatan mencari

rumput, sehingga memberi peluang bagi petani untuk meningkatkan jumlah skala

pemeliharaan ternak. Berdasarkan konsep integrasi tersebut, maka kegiatan ini difokuskan

untuk melihat secara cermat relevansi pengembangan sistem integrasi tanaman ternak

pada lahan bekas tambang batubara, terutama untuk melihat peningkatan produktivitas

lahan tersebut dalam rangka meningkatkan pendapatan petani dan memanfaatkan lahan

bekas tambang untuk usaha pertanian.

Pemanfaatan kotoran sapi sebagai pupuk organik disamping mampu menghemat

penggunaan pupuk anorganik, juga sekaligus mampu memperbaiki struktur dan

ketersediaan unsur hara tanah. Dampak ini terlihat dengan meningkatnya produktivitas

lahan pada lahan bekas penambangan batubara (Salazar et al, 2009). Hasil kajian

Adnyana, et al (2003) menunjukkan bahwa model CLS yang dikembangkan petani di Jawa

Tengah dan Jawa Timur mampu mengurangi penggunaan pupuk anorganik 25–35 persen

dan meningkatkan produktivtas padi 20–29 persen. Hasil temuan serupa pada kajian Bulu

et al. (2004) di Provinsi NTB. Dalam kajian ini diaplikasikan pupuk organik (manure)

sebagai pupuk dasar dan teknologi strarter solution technology (SST), terutama pada

tanaman cabai.

6

III. METODOLOGI

3.1 Pendekatan

Pengkajian peningkatan produktivitas lahan bekas tambang gas alam cair (LNGG)

dilaksanakan secara partisipatif dan terintegrasi, melibatkan stakeholders dan peran aktif

kelompoktani serta masyarakat di sekitar lahan tambang. Untuk mengoptimalkan

pelaksanaan kegiatan, maka pemahaman kawasan/lingkungan sekitar lahan bekas

tambang gas alam cair diawali dengan kegiatan observasi lapangan dan dilanjutkan dengan

melaksanakan survey RRA (rapid rural appraisal). Untuk memudahkan dalam tindak

operasional pengkajian, maka data awal tingkat kesuburan lahan (biofisik lahan) dilakukan

melalui mengambilan sampel tanah secara komposit. Penetapan jenis komoditas dilakukan

secara partisipatif, memiliki nilai ekonomis dan tahan terhadap lingkungan lahan kering

(dapat tumbuh baik dan berproduktivitas tinggi). Secara lengkap diagram alir pengakajian

dapat dilihat pada Gambar 1.

3.2 Ruang lingkup kegiatan

Ruang lingkup kegiatan meliputi pengamatan dan analisis aspek kesuburan (biofisik)

lahan dan sosial ekonomi kawasan lahan bekas penambangan gas alam cair serta valuasi

nilai tambang dengan nilai rehabilitasi berbasis komoditas pertanian. Cakupan kegiatan ini

meliputi :

Persiapan

a. Penyempurnaan rencana kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan kondisi spesifik

wilayah bekas penambangan gas alam cair. Kegiatan ini dilaksanakan untuk

mendapatkan perencanaan kegiatan yang komprehensif sehingga dapat

diimplementasikan di tingkat lapangan.

b. Konsultasi dan koordinasi dengan dan dinas instansi terkait di daerah, baik di

Kabupaten maupun di Provinsi mengenai rencana, sasaran dan target yang akan

dicapai kegiatan.

c. Sosialisasi rencana kegiatan ke lokasi/calon lokasi pengkajian sesuai dengan rencana

atau tahapan kegiatan yang telah disusun dan dikoordinasikan.

7

ya

Tidak

Gambar 1. Diagram alir pengkajian

Pelaksanaan Kegiatan

Lokasi terpilih di kawasan bekas penambangan diidentifikasi kondisi biofisik lahan

dengan cara mengambil contoh tanah secara komposit untuk analisis laboratorium. Unsur

hara tanah yang dianalisis adalah unsur hara makro dan mikro (analisis umum).

Mulai

1. Data luas lahan tambang

2. Data historis pertanian di

kawasan

3. Data sosial ekonomi

masyarakat kawasan

1. Soil survey

2. Survey partisipasi

masyarakat

1. Tingkat kesuburan

lahan terkini

2. Partisipasi masyarakat

Penentuan lokasi

kegiatan

RRA

1. Pembuatan petak contoh

2. Aplikasi desain kajian

1. Analisis data kajian

2. Valuasi hasil kajian

1. R/C Rasio

2. Willingness to pay

Sesuai

Rekomendasi paket teknologi

rehabilitas eks lahan tambang

Selesai

8

Selanjutnya dilakukan pengelolaan lahan, untuk dilakukan penanaman tanaman yang

sesuai dan mudah tumbuh di lahan tersebut, sesuai dengan identifikasi tanaman yang telah

dilakukan sebelumnya. Pengolahan lahan terpilih dilakukan secara mekanisasi. Untuk

meningkatkan yang ada di kawasan tersebut digunakan pupuk organik dengan dosis 5-10

ton/ha untuk meningkatan kesuburan tanah secara alami. Tahapan selanjutnya setelah

persiapan lahan adalah plotting petakan beberapa tanaman uji cabai merah, jagung manis,

bawang merah, kangkung, bayam dan kacang tanag sesuai dengan hasil identifikasi

lapangan. Untuk tahun ke-2 dan selanjutnya, tanaman yang diusahakan seperti tahun

sebelumnya (lanjutan) dan ada tambahan tanaman lain sesuai dengan kondisi atau

perkembangan di lapangan.

Uji Adaptasi Jagung Manis

Luasan 5.000 meter persegi, pembuatan bedengan dengan lebar 60 cm dan jarak

antar bedengan 40 cm, tanam 1-2 bibit per lubang tanam sistem tugal, dengan jarak

tanam 20 - 30 cm. Dosis pemupukan (ha): 500 kg NPK Pelangi + 100 kg Urea, waktu

pemupukan 10 - 15 HST. Pembalikan tanaman dilakukan setiap minggu setelah tanaman

berumur 40 HST. Varietas yang digunakan adalah Bonanza F1 produksi Panah Merah.

Dengan umur panen kurang dari 100 hari.

Uji adaptasi Cabai Merah

Luasan 3.000 meter persegi, pembuatan bedengan dan lubang tanam dengan

ukuran 60 x 70 cm. Setiap lubang tanam dimasukan 10-15 kg pupuk organik plus pupuk

hayati. Pada tahap awal penanaman (planting), di aplikasikan teknologi Starter Solution

Technology (SST), Dosis pemupukan (ha): 300 kg NPK Phonska + 100 kg Urea, waktu

pemupukan 30 HST dan 60 HST. Umur tanaman cabai pada saat panen pertama sekitar

90-95 HST. Sistem pengendalian hama dan penyakit berbasis integrated pest management

(IPM), dengan pengaplikasian sistem yellow trap.

Penerapan ICLM (Integrated Crop Land Management)

ICLM adalah suatu konsep peningkatan produktivitas lahan dan tanaman yang

memadukan beberapa unsur pendukung pertumbuhan tanaman, yaitu: pupuk organik (cair

dan granule), penggunaan pupuk hayati, dan pupuk kimia (an-organik), ZPT (zat pengatur

9

tumbuh) sesusi dengan kesuburan tanah dan kebutuhan tanaman serta penggunaan

pestisida yang telah memiliki standar WHO dan FAO (bersertifikasi ISO 9002 dan 14001)

dengan menerapkan prinsip 4 tepat (Tempat, Waktu, Dosis dan Cara).

Pengumpulan Data dan Analisis Usahatani

Data yang akan dikumpulkan meliputi data potensi dan kendala lahan bekas

penambangan gas alam cair; data biofisik tanah sebelum dan setelah dilakukan pengkajian;

data agronomis tanaman; data komponen hasil produksi (produktivitas). Data produktivitas

diukur menggunakan satuan ubinan sesuai pandum BPS, sedangkan data analisa usahatani

dikumpulkan dan dianalisis untuk mengetahui biaya komponen teknologi meliputi data

produksi, biaya produksi yang dikeluarkan sampai panen dan penerimaan hasil produksi.

Temu Lapang

Kegiatan Temu Lapang dilaksanakan guna mendiseminasikan hasil pelaksanaan

kegiatan kepada pengguna (stakeholders) sekaligus untuk memperoleh umpan balik dalam

kerangka bahan evaluasi selanjutnya. Kegiatan ini akan dilakukan minimal 2 kali yaitu (1)

saat kegiatan sedang berlangsung (masih dalam proses pengamatan aktif), dan (2)

pelaksanaan Panen.

3.3 Bahan dan Prosedur Pelaksanaan

Bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan ini mencakup sarana produksi

pertanian seperti bibit tanaman uji, pupuk kandang, pupuk anorganik, mulsa dan obat-

obatan. Kegiatan dilaksanakan di kegiatan sekitar sumur pengeboran LNG di Desa Tanjung

Krueng Pase, kecamatan Samtalira Aron, Aceh Utara seluas 1 ha yang merupakan hak

guna pakai oleh penduduk setempat. Lahan sepenuhnya milik PT. Pertamina Indonesia

Persero devisi hulu energy.

10

Road Map Kegiatan:

Kegiatan untuk mendapatkan rekomendasi komponen teknologi pengelolaan lahan

bekas penambangan gas alam cair untuk pertanian ini dilakukan sekitar 3 tahun

(multiyears). Secara lengkap uraian dan tahun kegiatan selengkapnya pada Tabel 1.

Tabel 1. Uraian dan kegiatan tahunan yang dilaksanakan

URAIAN

TAHUN

I (2016) II (2017) III (2018)

TUJUAN 1. Mendapatkan lokasi kegiatan 2. Melakukan identifikasi lokasi 3. analisis contoh tanah 4. Merencanaan dan melaksanaa

n pengkajian peningkatan produktivitas lahan bekas penambangan tahun ke-1

1. Melaksanaan pengkajian peningkatan produktivitas lahan bekas penambangan tahun ke-2 (lanjutan).

2. Melakukan penyempurnaan pelaksanaan pengkajian.

3. Diseminasi hasil pengkajian melalui seminar/pertemuan dan kegiatan lain.

1. Melaksanaan pengkajian peningkatan produktivitas lahan eks penambangan tahun ke-3 (lanjutan).

2. Mendapatkan model pengelolaan lahan eks penambangan yang siap direkomendasikan.

3. Diseminasi hasil pengkajian melalui seminar/pertemuan dan kegiatan lain.

MANFAAT Data dasar untuk mengukur

keberhasilan pelaksanaan kegiatan

pengkajian.

1. Sumberdaya pertanian di lahan bekas penambangan terpilih dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pengembangan pertanian.

2. Model pengkajian menjadi tempat kunjungan dan belajar dari dinas/lembaga dan stakeholders lainnya.

1. Penggunaan sumberdaya pertanian di lahan bekas penambangan terpilih dapat dimanfaatkan secara optimal serta meningkatkan pendapatan petani

2. Hasil pengkajian dapat terdiseminasi melalui berbagai channel.

OUTPUT 1. Lokasi pengkajian 2. Data baseline lokasi 3. Pengkajian tanaman pangan sp

esifik lokasi di lahan bekas penambangan.

Model pemanfaatan lahan bekas

penambangan untuk

pengembangan pertanian

sepsifik lokasi.

Rekomendasi paket teknologi

peningkatan produktivitas lahan bekas

penambangan untuk pertanian

dengan sistem integrasi tanaman-

ternak spesifik lokasi.

KEGIATAN 1. Konsultasi dan koordinasi dengan dinas dan perusahaan serta pihak terkait.

2. Pemilihan lokasi 3. Identifikasi potensi, masalah, p

eluang lokasi kegiatan. 4. Pelaksanaan kegiatan pengkaji

an tahun ke-1

1. Implementasi pengkajian spesifik lokasi tahun ke-2

2. Melakukan diseminasi model menggunakan berbagai channel yang sesuai.

1. Implementasi pengkajian spesifik lokasi tahun ke-3

2. Menyusun rekomendasi paket teknologi.

3. Melakukan diseminasi model menggunakan berbagai channel yang sesuai.

KOMODITI 1. Nenas 2. Cabai, Kacang Panjang 3. Ubi jalar (Sawentar, Kidal) 4. Singkong 5. Jagung

1. Padi gogo (Batutegii) 2. Jagung (Sukmaraga) 3. Kedelai (Anjasmoro) 4. Ubi jalar (Sawentar, Kidal) 5. Singkong 6. Pisang (Barangan) 7. Nenas

1. Padi gogo (Batutegi) 2. Jagung (Sukmaraga, Bima 3) 3. Kedelai (Anjasmoro) 4. Ubi jalar (Sawentar, Kidal) 5. Singkong 6. Pisang (Barangan) 7. Nenas

11

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Situasional

Lokasi pengkajian terletak di Kecamatan Samtalira Aron, Kabupaten Aceh Utara.

Pemilihan lokasi ini dikarenakan tempat pengeboran gas alam cair terpusat di kecamatan

ini. Secara geografi, Kecamatan Samtalira Aron (Gambar 2) berada sebelah Barat Ibu Kota

Kabupaten Aceh Utara, Lhoksukon. Kecamatan ini merupakan salah satu dari 29 total

kecamatan di Kabupaten Aceh Utara, dengan luas wilayah 28.13 Km2 atau 0.85 dari total

luas Kabupaten Aceh Utara. Kota Ibu kecamatan terletak di Simpang Muling yang berjarak

19 Km dari Ibu Kota Kabupaten, sedangkan dengan ibu kota Provinsi Aceh, Banda Aceh

mencapai 301 Km. Kecamatan Samtalira Aron membawahi 34 desa yang umumnya dengan

topografi dataran (plain).

Proses eksplorasi penambangan gas alam cair di wilayah ini dimulai pada tahun

1969, dengan PT. Exxon Mobil sebagai pemegang kontrak dengan Pertamina. Lokasi

penambangan terletak di Desa Tanjung Krueng Pase (Gambar 3 dan 4), yang kemudian

dijadikan nama perusahaan konsesi PT. Arun. Keberhasilan konsesi baru terjadi pada

tahun 1971, setelah melakukan pengeboran sebanyak 15 kali. Perusahaan PT. Arun sendiri

diresmikan oleh Presiden Indonesia saat itu, Soeharto pada tanggal 19-September 1978.

Gambar 2. Peta administratif kabupaten Aceh Utara

12

Salah satu desa yang menjadi pusat (zero point) dari eksplorasi gas alam cari PT.

Arun adalah Desa Tanjung Krueng Pase. Di desa ini terdapat satu bekas sumur pengeboran

gas alam cair. Berdasarkan wawancara mendalam dengan tokoh masyarakat dan perangkat

Desa Tanjung Krueng Pase, seperti Geuchik, Kamaruddin, Tuha Peut, Tengku Imuem dan

ketua pemuda bahwa serta Kepala Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Samtalira

Aron (Gambar 5), sebelum dilakukan eksplorasi pengeboran gas alam cair lokasi

merupakan persawahan produktif yang merupakan mata pencaharian utama bagi

masyarakat setempat, walaupun saat itu belum dilengkapi dengan sarana irigasi teknis.

Saat ini (Gambar 6), pasca pengeboran lokasi ditinggalkan (terlantar), walaupun

masyarakat masih diberikan tunjangan keamanan sebesar Rp. 5.000.000/perbulan dengan

tujuan mencegah kecelakaan, karena bekas sumur pengeboran masih menyisakan gas

alam cair yang tentunya mudah terbakar.

Gambar 3. Peneliti BPTP Aceh di Lokasi Bekas Pengeboran Gas Alam Cair

Gambar 4. Lokasi Bekas (zero point) Pengeboran Gas Alam Cair

13

Gambar 5. Diskusi dengan perangkat desa dan penyuluh BPP Kec. Samtalira Aron

Gambar 6. Lokasi sekitar sumur penambangan

4.2 Soil Survei

Kajian rehabilitasi eks lahan tambang, dalam hal ini adalah eks lahan tambang gas

alam cair berkaitan erat dengan pengembalian lahan yang telah digunakan untuk aktivitas

penambangan kepada kegiatan berbasis pertanian. Secara teknis tentunya kegiatan awal

yang harus dilakukan adalah mengetahui kondisi lahan yang digunakan secara

keseluruhan. Dalam hal ini menyangkut struktur dan tingkat kesuburan (Tabel 2) tanah

yang akan digunakan/dimanfaatkan kembali. Analisis laboratorium dilakukan di lab. tanah

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh. Pengambilan sampel (Gambar 7 dan 8) tanah

dilakukan pada awal Bulan Juli 2016.

14

Tabel 2. Hasil analisis tanah eks lahan tambang

Sampel 1 Sampel 2 Keterangan

Estrak air 1: 5, pH 8 8 Basa

DHL (mS/cm) 0.24 0.26 Rendah

Tekstur : Pasir (%) 46.90 38.83 Debu (%) 24.51 26.51 Liat (%) 28.59 34.66

Karbon Organik (%) 1.20 1.11 Rendah

N-Total (%) 0.10 0.10 Rendah

C/N Ratio 12.22 11.29 Sedang

Ekstrak HCl 25% : P2O5 (mg 100g-1) 19.09 14.95 Rendah

K2O (mg 100g-1) 44.19 48.21 Tinggi

Ekstrak Bray (ppm) 2.63 0.54 Sangat Randah

Ekstrak Morgan (ppm) 6.03 6.03 Sangat Rendah

KTK (cmol (+)/kg) 5.00 8.00 Rendah *) sesuai dengan lampiran2

Gambar 7. Penggeboran tanah

Gambar 8. Pengambilan Sampel Tanah

15

Hasil analisis menunjukkan bahwa, pH tanah di lokasi kajian tergolong basa,

sehingga diperlukan penambahan unsur nitrogen, yaitu dengan penambahan pupuk ZA.

Berdasarkan teksturnya, tanah berstekstur lempung dengan kandungan C-organik rendah

(1.15 %). Hal ini mengindikasi bahwa tingkat kesuburan tanah yang rendah, untuk itu

diperlukan pemberian bahan organik seperti pupuk kandang dan kompos. Dari sisi

kandungan P total juga tergolong rendah, sehingga perlu dipupuk dengan unsur P2O5

seperti SP-36, kandungan K total tergolong tinggi hal ini mengindikasikan bahwa cadangan

kalium dalam tanah cukup tersedia hanya diperlukan penambahan kalium dalam takaran

yang rendah. Berdasarkan kapasitas tukar kation (KTK), kondisi lahan juga menunjukan

status rendah, sehingga memerlukan panambahan pupuk organik agar meningkatkan

efisiensi pemupukan terutama unsur kalium, calcium dan magnesium. Secara keseluruhan

hasil analisis lab mencirikan umumnya eks lahan tambang yang memiliki tingkat kesuburan

rendah.

4.3 Pengolahan Lahan

Secara teknis, tahap awal pasca diketahuinya kondisi struktur tanah dan tingkat

kesuburan dari suatu lokasi pertanian, dalam hal ini adalah lahan eks lahan tambang gas

alam cair, maka tahap selanjutnya adalah melakukan pengolahan lahan. Mengolah tanah

bermakna mengelola tanah agar struktur tanah berubah menjadi gembur. Pengolahan

tanah berarti membalik lapisan tanah bawah ke permukaan tanah agar ada pertukaran

genre udara, peresapan air dan memudahkan masuknya sinar matahari. Dari proses ini

tanah akan berubah menjadi gembur. Tanah nan gembur akan memudahkan akar tanaman

masuk ke dalam tanah dan menyerap unsur hara. Terdapat beberapa tahapan dalam

pengolahan lahan:

1. Land clearing, dalam kegiatan ini aktivitas land clearing tidak dilakukan karena lahan

telah bersih dari benda-benda fisik yang mengganggu proses selanjutnya, seperti

pohong, semak-belukar, kayu dan sampah.

2. Pembajakan, dalam kegiatan ini, aktivitas dilakukan dengan menggunakan traktor

(Gambar 9). Pembajakan tanah berfungsi mengembalikan kesuburan tanah setelah

masa panen. Membajak dilakukan dengan memecah lapisan tanah menjadi bongkahan-

bongkahan sehingga tanah bisa digemburkan.

16

Gambar 9. Proses Pembajakan Lahan dengan alat bantu traktor

3. Penggaruan, tujuan dari tahapan ini adalah menghancurkan gumpalan tanah menjadi

struktur remah. Dari bentuk remah struktur tanah akan menjadi halus dan merata.

Secara teknis, Jarak antara pembajakan dan penggaruan termin 1 berkisar 1 atau 2

minggu. Penggaruan termin dua bertujuan buat melumatkan tanah, sehingga semua

tanah melumpur dan tanah menjadi halus. Tanah bisa dikatakan halus ketika

menginjakkan kaki ke dalam lumpur terdapat kubangan bekas kaki dan lumpur akan

saling mengisi. Pada tahap ini juga dilakukan pemupukan dengan pupuk organik dan

anorganik (pupuk dasar). Sampai dengan laporan ini disusun kegiatan baru pada tahap

pengolahan dasar, pembajakan.

Berdasarkan pelaksanaan kegiatan, terdapat keterlambatan pelaksanaan kegiatan

dikarenakan untuk akses ke lokasi eks pertambangan dibutuhkan perijinan yang melibatkan

beberapa institusi, sehingga diperlukan koordinasi yang lebih intensif. Spesifik dilaporkan

bahwa untuk bisa melaksanakan kegiatan disekitar zero point eks lahan tambang harus

mendapatkan ijin dari Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Aceh, selanjutnya dari

Dinas Pertambangan Kabupaten Aceh Utara. Hal ini disebabkan area bekas penambangan

masih menjadi area konsesi perusahaan, termasuk juga pelaksanaan rehabilitasi fisik dan

sosial kemasyarakatan. Tim pelaksana pengkajian eks rehabilitasi lahan tambang telah

melakukan koordinasi dengan dinas-dinas terkait mengenai hal-hal yang menyangkut

teknis pelaksanaan dan tujuan yang dingin dicapai. Pada laporan ini juga kami sampaikan

bahwa aspek legilitas pelaksanaan kegiatan baru selesai pada awal Bulan Juli 2016,

sehingga aktivitas teknis baru dapat dilaksanakan pertengahan Juli 2016.

17

4.4 Persemaian

Setelah dilakukan pengolahan lahan dan pembuatan bedengan, pada saat yang

hampir bersamaan dilakukan persemaian bibit cabai merah yang akan ditanam. Tempat

persemaian dibuat secara khusus (Gambar 10) terpisah dengan petak bedengan.

Persemaian dilakukan pada polyback ukuran 6 x 8 cm, dengan menggunakan tanah yang

gembur dengan menggunakan pupuk kandang yang sudah matang, agar tidak terkena

penyakit rebah semai (dumping-off), kemudian dilakukan penyiraman secara merata

dengan menambahkan fungsida dan bakterisida, setelah masukan benih cabai. Benih

dipindahkan setelah berumur 18-20 hari.

Gambar 10. Persemaian bibit cabai setelah 7 hari

4.5 Penanaman

Tahap selanjutnya adalah melakukan penanaman (planting) untuk tanaman cabai

merah. Penanaman dilakukan lahan/bedengan dengan dengan lebar 90 cm, dan kemudian

ditutup dengan plastic mulsa MVHP. Kemudian dibuat lubang untuk meletakan bibit cabai

yang sudah disemai. Pasca ditanam diaplikasikan teknologi starter solution technology

(SST) yaitu dengan memberikan pupuk cair yang terdiri dari NPK 100 Gr yang dilarutkan ke

dalam 220 ml air. Hal yang sama untuk komoditas bawang merah. Untuk komoditas jagung

manis (Gambar 11) tidak diberikan mulsa, dalam hal ini pada bedengan langsung ditugal

untuk dilakukan penanaman, demikian juga untuk kangkung dan bayam serta kacang

tanah.

18

Gambar 11. Kondisi Pertanaman Jagung Manis

Gambar 12. Penanggung Jawab di lokasi kegiatan

4.6 Pemeliharaan dan Pemanenan

Setelah dilakukan penanaman tahap pemeliharaan. Untuk masing-masing komoditas

tentunya memiliki umur tanam yang berbeda-beda. Untuk cabai merah tanaman siap

dipanen pada umur 95-100 hari, jagung manis 70-80 hari, kangkung dan bayam 21 hari,

bawang merah varietas Brebes 70 hari. Pada masa pemelihaaran hal dilakukan oleh petani

kooperator melakukan pembersihan gulma/rumput yang tumbuh disekitar tanaman,

demikian juga melakukan pemupukkan lanjutan untuk komoditas cabai merah, bawang

merah dan jagung manis. Pemupukkan lanjutan dilaksanakan antara 10-15 HST, yaitu

dengan mengaplikasikan pupuk NPK dengan dosis 150 kg/ha, kemudian dilanjutkan pada

umur tanaman 21-30 hari dengan dosis yang sama, sedangkan aplikasi pemupukkan

terakhir dilakukan pada umur tanaman 50 HST, dengan dosis yang sama di tambah dengan

ZA dengan dosis 100 kg/ha.

19

4.7 Analisis Usaha Tani

Dari beberapa komoditas yang diujicoba lahan eks tambang LNG di Kecamatan

Samtalira Aron, didapatkan bahwa pada komoditas kangkung, dengan umur tanaman

hanya 4 minggu serta luas lahan/bedengan yang diusahakan 90 cm x 20 m, didapatkan

kangkung sebanyak 400 ikat (bounch), dengan nilai jual di lokasi sebesar Rp. 750/ikat.

Berdasarkan hal ini maka didapatkan total penerimaan sebesar Rp. 300.000. Jika dikurangi

dengan biaya operasional sebesar Rp. 90.000, maka didapatkan keuntungan sebesar Rp.

210.000 atau dengan R/C rasio 3.34, dengan penjelasan bahwa investasi pada usaha ini

sebesar Rp.1, maka akan memberikan manfaat Rp. 3.34, yaitu dengan kategori sangat

layak untuk diusahakan.

Untuk komoditas bayam, dengan luas lahan yang digunakan di eks sumur LNG

Aron, seluas sekitar 350 M2, dengan masa pemeliharaan 20 hari, maka didapat hasil bayam

sebanyak 450 ikat, dengan harga jual Rp. 800 dilokasi. Berdasarkan hal ini maka secara

total didapat penerimaan Rp. 360.000. Dengan total biaya operasional sebesar Rp.

140.000, maka didapatkan pendapatan sebesar Rp. 120.000, atau dengan nilai R/C rasio

sebesar 2.57. Dengan kata lain usaha komoditas ini di lahan eks tambang LNG investasi

sebesar Rp.1 akan memberikan nilai keuntungan sebesar Rp. 2.57, sehingga layak untuk

dapat dilakukan replikasi kegiatan.

Berdasarkan komoditas jagung manis, lahan yang usahakan seluas 3.000 meter

dengan jumlah populasi 6.500 tanaman. Pada kajian ini 95% tanaman jagung manis yang

diuji dapat dipanen, berdasarkan hal ini jumlah tanaman yang dipanen sebanyak 6.100

tanaman. Berdasarkan aspek kewilayahan nilai jual jagung manis di Pasar Lokai Kecamatan

Samtalira Aron berdasarkan jumlah biji jagung yaitu 1 ikat dengan jumlah 3 biji yang dijual

seharga Rp. 6.500. Dengan jumlah biji 6.100, maka didapat 2.030 ikat sehingga didapat

nilai jual sebesar Rp. 13. 210.000. Dengan total biaya operasional yang mencapai Rp.

8.500.000, maka didapatkan nilai penerimaan sebesar Rp. 4.710.000, atau dengan nilai R/C

rasio 1.55, yang bermakna dengan menginvestasikan pada usaha komoditas ini sebesar

Rp.1, maka akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 1.55. Dalam hal ini tidak terlalu

besar, jika dilihat dari nilai R/C rasio akan tetapi, dengan adanya kegiatan ini tentunya tidak

hanya memberikan manfaat ekonomi saja, tetapi juga manfaat lain yaitu terjadinya

optimalisasi lahan yang telah lama tidak berproduksi.

20

4.8 Kegiatan Temu Lapang

Untuk mendiseminasikan kegiatan pengkajian eks lahan tambang ini, dilakukan

kegiatan temu lapang (Gambar 13) yang dilaksanakan di lokasi kegiatan (plot) kegiatan

kajian ini, yaitu di Desa Tanjung Krueng Pase, Kecamatan Samtalira Aron, Aceh Utara. Pada

kegiatan ini disampaikan beberapa pemateri yaitu dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan

dan Hortikultura, Aceh Utara Badan Penyuluhan dan Ketahanan Pangan, Aceh Utara dan

dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh. Materi yang disampaikan oleh

masing-masing lembaga sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Dinas Pertanian

lebih fokus kepada aspek kebijakan mengenai optimalisasi lahan eks tambang LNG, Badan

Penyuluhan dan Ketahanan pangan membahas aspek teknis kegiatan di lapangan,

sedangkan BPTP Aceh pada inovasi teknologi optimalisasi lahan eks tambang.

Gambar 13. Dokumentasi kegiatan temu lapang

Fokus bahasan pada kegiatan temu lapang kegiatan pengkajian eks lahan tambang

ini adalah upaya pemanfaatan lahan pada center point sumur tambang, yang secara

legalitas penggelolaanya telah diserahkan oleh pihak Pertamina Bagian Hulu kepada pihak

desa, tempat dimana sumur pengeboran tersebut berada. Hasil diskusi dengan pihak

Muspika Kecamatan, diketahui bahwa terdapat 10 buah sumur pengeboran dengan luas

rata-rata per sumur berkisar 1-1.5 ha. Berdasarkan hal ini dapat dikatakan lahan yang

belum dimanfaatkan mencapai 15 Ha, dan jika dilihat dari usaha tani hortikultura, terutama

sayuran yang tidak memerlukan luas lahan yang besar, maka daerah ini sangat potensial

untuk dikembangkan menjadi sentra produksi sayuran di Aceh Utara.

21

V. KESIMPULAN

Secara umum hasil analisis tingkat kesuburan lahan di lokasi kajian menunjukan

level rendah, sehingga diperlukan beberapa perlakuan untuk mengembalikan fungsi

kesuburan lahan agar sesuai dengan parameter sistem pertanian. Dalam hal ini terutama

adalah penggunaan pupuk organic (manure), sedangkan dari sisi tanaman uji beberapa

tanaman sayuran seperti bayam dan kangkung memberikan hasil yang cukup baik,

demikian juga dengan bawang merah. Tetapi tidak untuk tanaman cabai merah akibat

kurangnya pengetahuan sistem budidaya oleh petani dan juga penyuluh pendamping.

22

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana. 2003. Pengkajian dan Sintesis Kebijakan Pengembangan Peningkatan

Produktivitas Padi dan Ternak (P3T) ke Depan. Laporan Teknis Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian. Bogor.

Badan Pusat Statistik. 2007. Buku Pedoman Pengumpulan dan Pengolahan Data Tanaman

Pangan. Jakarta. 180 halaman

Badan Pusat Statistik. 2015. Kabupaten Aceh Utara Dalam Angka. Badan Pusat Statistik

Aceh Utara, Lhoksumawe.

Bulu Y.G., K. Puspadi, A. Muzani dan T.S. Penjaitan. 2004. Pendekatan Sosial Budaya dalam Pengembangan Sistem Usatani Tanaman-Ternak di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Prosiding Lokakarya Sistem dan Kelembagaan Usahatani Tanaman-Ternak”. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Ismail I.G. dan A. Djajanegara. 2004. Kerangka Dasar Pengembangan SUT Tanaman Ternak (Draft). Proyek PAATP. Jakarta Kariyasa K. 2003. Hasil Laporan Pra Survei Kelembagaan Usaha Tanaman-Ternak Terpadu dalam Sistem dan Usaha Agribisnis. Proyek PAATP. Jakarta.

Kariyasa K. dan E. Pasandaran. 2004. Dinamika Struktur Usaha dan Pendapatan TanamanTernak Terpadu. Makalah disampaikan dalam Seminar Kelembagaan Usahatani Tanaman Ternak tanggal 30 Nopember-2 Desember 2004 di Denpasar-Bali. Proyek PAATP. Jakarta.

Aceh Post, 2011. Rumput Australia untuk Ternak di Lahan Bekas Tambang http://www.Acehprov.go.id/Aceh.php?page=detailberita&id=4313. Diakses 12 September 2011.

Mursyidin, DH. 2009. Memperbaiki Lahan Bekas Tambang dengan Mikroorganisme.

http://www.redcounter.net

Muzani A., Y. G. Bulu, K. Puspadi dan T.S. Penjaitan, 2004. Potensi Pakan dalam Sistem Integrasi Tanaman-Ternak di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Prosiding Lokakarya Sistem dan Kelembagaan Usahatani Tanaman-Ternak. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

PT Indo Tambangraya Megah Tbk. 2012. Kemandirian dan Pertumbuhan Berkelanjutan. Laporan Tahunan Masyarakat Berkelanjutan.

Salazar,M., Bosch-Serra, A., Estudillos, G., Poch,RM. 2009. Rehabilitation of Semi-Arid

CoalMine Spoil Bank Soils with Mine Residues and Farm Organic By Product.

AridLand Research and Management. Vol 23, edisi 4, pg 327.

Siti Latifah, 2003. Kegiatan Reklamasi Lahan Pada Bekas Tambang. Program Ilmu

Kehutanan Jurusan Manajemen Hutan. USU, Medan.

23

Lampiran 1. Rencana Operasional Kegiatan

Kegiatan B u l a n

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1. Persiapan: X

- Studi pustaka X X

- Penyempurnaan proposal dan RODHP X

- Penyusunan juklak

dan juknis X

2. Pelaksanaan kegiatan:

- Analisis sistem

- Koordinasi dengan

instansi terkait

- Observasi lapangan

- Fisik lapangan

- Monitoring dan

evaluasi

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

3. Penulisan laporan X X

4. Seminar hasil kegiatan X

7. Penulisan laporan akhir X X X X X X X

8. Penggandaan laporan X

24

Lampiran 2. Hasil analisis laboratorium tanah