13
1 IDENTIFIKASI CURAH HUJAN EKSTREM DI KABUPATEN NGAWI MENGGUNAKAN GENERALIZED EXTREME VALUE DAN GENERALIZED PARETO DISTRIBUTION Wahyudi 1 dan Sutikno 2 1 Mahasiswa Jurusan Statistika, ITS, Surabaya 2 Dosen Pembimbing, Jurusan Statistika, ITS, Surabaya [email protected]; [email protected] Abstrak Dampak kejadian ekstrem dari unsur cuaca dan iklim seperti curah hujan merupakan bagian permasalahan yang paling serius bagi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian dalam mengidentifikasi kejadian ekstrem. Adanya informasi kejadian ekstrem lebih awal dapat dijadikan salah satu cara dalam meminimalkan kerugian akibat kejadian tersebut. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Ngawi yang merupakan salah satu daerah sentra produksi padi di Jawa Timur. Metode statistika yang dikembangkan dan berkaitan dengan kejadian ekstrem adalah Extreme Value Theory (EVT). Identifikasi kejadian ekstrem pada EVT di bagi menjadi dua metode yaitu dengan metode Block Maxima (BM) yang memiliki Generalized Extreme Value (GEV) dan metode Peaks Over Threshold (POT) yang memiliki Generalized Pareto Distribution (GPD). Pada penelitian ini, GEV dan GPD digunakan untuk menentukan nilai return level atau nilai maksimum yang terjadi dalam periode waktu tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai return level GPD memberikan hasil yang lebih sesuai daripada GEV berdasarkan kriteria Root Mean Square Error (RMSE). Kata kunci : Curah Hujan, Extreme Value Theory, Return Level 1. PENDAHULUAN Dampak perubahan cuaca dan iklim ekstrem merupakan bagian permasalahan yang paling serius bagi kehidupan masyarakat di dunia (WMO, 2009). Kejadian ekstrem akan lebih sering terjadi, lebih luas atau meningkat intensitasnya pada abad ke-21 (IPCC, 2007). Berbagai masalah timbul akibat iklim dan cuaca ekstrem mulai dari wabah penyakit, gangguan kesehatan, nelayan yang tidak berani melaut akibat ombak tinggi sampai petani yang gagal panen dan kerawanan sosial lainnya. Berkaitan dengan masalah di bidang pertanian (ketahanan pangan) yang melanda belahan dunia, produksi padi merupakan tanaman yang rentan terhadap kejadian ekstrem: El-Nino dan La-Nina (Naylor et al., 2001). Dengan demikian dibutuhkan informasi dan pengetahuan khususnya dalam faktor cuaca dan iklim tentang perilaku nilai- nilai ekstrem. Dengan mempelajari perilaku nilai ekstrem, petani dan stakeholder akan mempunyai pengetahuan yang bagus tentang iklim, terutama kejadian iklim ekstrem agar produksi tanaman pangan bisa dimaksimalkan dan kerugian bisa diminimalkan guna keberlangsungan pembangunan ekonomi. Jawa Timur merupakan provinsi yang patut diperhitungkan dalam memberikan hasil produksi padi nasional. Sekitar 17 persen produksi padi nasional berasal dari Jawa Timur terutama daerah sentra produksi padi yang meliputi Kabupaten Jember, Bojonegoro, Lamongan, Banyuwangi dan Ngawi atau sekitar 32 persen terhadap produksi di Jawa (Berita Resmi BPS, 2010). Luas panen padi di Jawa Timur tahun 2009 mencapai 1.904.830 ha dengan produksi 11.259.085 ton. Namun berdasarkan Dinas Pertanian Jawa Timur pada kwartalan pertama tahun 2010 lahan padi akibat dampak kebanjiran mencapai nilai yang cukup signifikan yaitu sebesar 6.972,49 ha. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk meminimalkan dampak kerugian produksi pertanian akibat iklim yaitu melalui pengembangan metode dan pengetahuan teknologi dalam pemanfaatan informasi iklim model dan data. Salah satu penanganan dampak kerugian produksi pertanian akibat iklim dengan memodelkan nilai ekstrem dan menentukan return level (nilai maksimum) dalam periode waktu ulang tertentu sehingga dapat menentukan waktu tanam yang sesuai. Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti menggunakan extreme value theory untuk mengidentifikasi iklim ekstrem (curah hujan) di daerah sentra produksi pertanian. Kabupaten Ngawi dipilih karena salah satu Kabupaten sentra produksi tanaman pangan (padi) di Jawa Timur dengan memberikan kontribusi sebesar 5,74% atau 647.264 ton padi dari total 17% produksi Jawa Timur untuk nasional (Berita Resmi BPS, 2010). Disamping wilayah Ngawi sebagian besar terletak di sekitar wilayah pinggiran Bengawan Solo dan Kali Madiun, Kabupaten Ngawi juga merupakan daerah yang curah hujannya tinggi pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau (Hasan and Utomo, 2009). Karenanya kedua faktor inilah yang menyebabkan seringnya kejadian

IDENTIFIKASI CURAH HUJAN EKSTREM DI …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17862-1308100049-Paper.pdf · 1 identifikasi curah hujan ekstrem di kabupaten ngawi menggunakan generalized

  • Upload
    dangnhu

  • View
    234

  • Download
    10

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: IDENTIFIKASI CURAH HUJAN EKSTREM DI …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17862-1308100049-Paper.pdf · 1 identifikasi curah hujan ekstrem di kabupaten ngawi menggunakan generalized

1

IDENTIFIKASI CURAH HUJAN EKSTREM DI KABUPATEN NGAWI MENGGUNAKAN GENERALIZED EXTREME VALUE DAN GENERALIZED PARETO DISTRIBUTION

Wahyudi1 dan Sutikno2

1 Mahasiswa Jurusan Statistika, ITS, Surabaya

2 Dosen Pembimbing, Jurusan Statistika, ITS, Surabaya [email protected]; [email protected]

Abstrak

Dampak kejadian ekstrem dari unsur cuaca dan iklim seperti curah hujan merupakan bagian permasalahan yang paling serius bagi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian dalam mengidentifikasi kejadian ekstrem. Adanya informasi kejadian ekstrem lebih awal dapat dijadikan salah satu cara dalam meminimalkan kerugian akibat kejadian tersebut. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Ngawi yang merupakan salah satu daerah sentra produksi padi di Jawa Timur. Metode statistika yang dikembangkan dan berkaitan dengan kejadian ekstrem adalah Extreme Value Theory (EVT). Identifikasi kejadian ekstrem pada EVT di bagi menjadi dua metode yaitu dengan metode Block Maxima (BM) yang memiliki Generalized Extreme Value (GEV) dan metode Peaks Over Threshold (POT) yang memiliki Generalized Pareto Distribution (GPD). Pada penelitian ini, GEV dan GPD digunakan untuk menentukan nilai return level atau nilai maksimum yang terjadi dalam periode waktu tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai return level GPD memberikan hasil yang lebih sesuai daripada GEV berdasarkan kriteria Root Mean Square Error (RMSE).

Kata kunci : Curah Hujan, Extreme Value Theory, Return Level

1. PENDAHULUAN

Dampak perubahan cuaca dan iklim ekstrem merupakan bagian permasalahan yang paling serius bagi kehidupan masyarakat di dunia (WMO, 2009). Kejadian ekstrem akan lebih sering terjadi, lebih luas atau meningkat intensitasnya pada abad ke-21 (IPCC, 2007). Berbagai masalah timbul akibat iklim dan cuaca ekstrem mulai dari wabah penyakit, gangguan kesehatan, nelayan yang tidak berani melaut akibat ombak tinggi sampai petani yang gagal panen dan kerawanan sosial lainnya. Berkaitan dengan masalah di bidang pertanian (ketahanan pangan) yang melanda belahan dunia, produksi padi merupakan tanaman yang rentan terhadap kejadian ekstrem: El-Nino dan La-Nina (Naylor et al., 2001). Dengan demikian dibutuhkan informasi dan pengetahuan khususnya dalam faktor cuaca dan iklim tentang perilaku nilai-nilai ekstrem. Dengan mempelajari perilaku nilai ekstrem, petani dan stakeholder akan mempunyai pengetahuan yang bagus tentang iklim, terutama kejadian iklim ekstrem agar produksi tanaman pangan bisa dimaksimalkan dan kerugian bisa diminimalkan guna keberlangsungan pembangunan ekonomi.

Jawa Timur merupakan provinsi yang patut diperhitungkan dalam memberikan hasil produksi padi nasional. Sekitar 17 persen produksi padi nasional berasal dari Jawa Timur terutama daerah sentra produksi padi yang meliputi Kabupaten Jember, Bojonegoro, Lamongan, Banyuwangi dan Ngawi atau sekitar 32 persen terhadap produksi di Jawa (Berita

Resmi BPS, 2010). Luas panen padi di Jawa Timur tahun 2009 mencapai 1.904.830 ha dengan produksi 11.259.085 ton. Namun berdasarkan Dinas Pertanian Jawa Timur pada kwartalan pertama tahun 2010 lahan padi akibat dampak kebanjiran mencapai nilai yang cukup signifikan yaitu sebesar 6.972,49 ha.

Pendekatan yang dapat dilakukan untuk meminimalkan dampak kerugian produksi pertanian akibat iklim yaitu melalui pengembangan metode dan pengetahuan teknologi dalam pemanfaatan informasi iklim model dan data. Salah satu penanganan dampak kerugian produksi pertanian akibat iklim dengan memodelkan nilai ekstrem dan menentukan return level (nilai maksimum) dalam periode waktu ulang tertentu sehingga dapat menentukan waktu tanam yang sesuai.

Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti menggunakan extreme value theory untuk mengidentifikasi iklim ekstrem (curah hujan) di daerah sentra produksi pertanian. Kabupaten Ngawi dipilih karena salah satu Kabupaten sentra produksi tanaman pangan (padi) di Jawa Timur dengan memberikan kontribusi sebesar 5,74% atau 647.264 ton padi dari total 17% produksi Jawa Timur untuk nasional (Berita Resmi BPS, 2010). Disamping wilayah Ngawi sebagian besar terletak di sekitar wilayah pinggiran Bengawan Solo dan Kali Madiun, Kabupaten Ngawi juga merupakan daerah yang curah hujannya tinggi pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau (Hasan and Utomo, 2009). Karenanya kedua faktor inilah yang menyebabkan seringnya kejadian

Page 2: IDENTIFIKASI CURAH HUJAN EKSTREM DI …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17862-1308100049-Paper.pdf · 1 identifikasi curah hujan ekstrem di kabupaten ngawi menggunakan generalized

2

banjir di wilayah Ngawi. Berkaitan dengan faktor penyebab banjir yang kedua di kabupaten Ngawi, memberikan informasi bahwa di wilayah ini sering adanya kejadian ekstrem (maksimum).

Metode statistika yang dikembangkan berkaitan dengan analisis kejadian ekstrem adalah extreme value theory (EVT). Metode yang digunakan dalam EVT adalah Block Maxima-Generalized Extreme Value dan Peaks Over Threshold-Generalized Pareto Distribution. Extreme Value Theory bermanfaat dalam melihat karakteristik nilai ekstrem karena berfokus pada perilaku ekor (tail) distribusi dalam menentukan probabilitas nilai-nilai ekstrem (Coles dan Tawn, 1996 dalam Sadik, 1999). Kajian mengenai perilaku ekor distribusi menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus iklim (curah hujan, suhu, kecepatan angin, kelembaban) memiliki ekor yang gemuk (heavy-tail) artinya ekor distribusi menurun secara lambat, akibatnya peluang terjadinya nilai ekstrem yang dihasilkan pun besar.

Penerapan metode extreme value theory sebelumnya juga pernah dilakukan Gilliland and Katz (2006) dengan mengidentifikasi temperatur ekstrem di wilayah United States dengan generalized extreme value. Li et al (2004) mengidentifikasi curah hujan ekstrem di wilayah Australia dengan generalized pareto distribution, Prang (2006) mengidentifikasi curah hujan ekstrem di wilayah Bogor, Sadik (1999) mengidentifikasi curah hujan ekstrem di wilayah Jawa Barat.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Extreme Value Theory

Kejadian ekstrem merupakan hal yang penting untuk dikaji, seperti dibidang climatology, hydrology, economics, insurance dan finance (Coles, 2001). Pengkajian di bidang tersebut digunakan dalam menentukan probabilitas (maximum dan minimum level). Umumya kejadian semacam ini disebabkan adanya data perilaku ekor (tail). Extreme value theory (EVT) merupakan salah satu metode statistika untuk mempelajari perilaku ekor (tail) distribusi. Metode ini memperhatikan pada perilaku ekor suatu distibusi untuk dapat menentukan probabilitas nilai-nilai ekstremnya. Studi tentang EVT umumnya diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu antara lain hydrology (Katz, 1999), climatology dan realibility theory. Selanjutnya terus berkembang dan digunakan di bidang climatology dan keuangan. Identifikasi nilai ekstrem dengan EVT dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode block maxima dan metode peaks over threshold (McNeill, 1999).

Metode Block Maxima adalah metode yang dapat mengidentifikasi nilai ekstrem berdasarkan nilai tertinggi data observasi yang dikelompokan berdasarkan periode tertentu. Metode ini membagi data dalam blok-blok periode waktu tertentu, misalnya bulanan, triwulanan, semester atau tahunan. Setiap

blok periode yang terbentuk selanjutnya ditentukan nilai yang paling tinggi. Data yang paling tinggi dimasukkan dalam sampel karena nilai inilah yang merupakan nilai ekstrem pada suatu periode tertentu.

Prang (2006) menyatakan bahwa metode block maxima mengaplikasikan teorema Fisher-Tippet, Gnedenko (1928) bahwa data sampel nilai ekstrem yang diambil dari metode block maxima akan mengikuti distribusi generalized extreme value (GEV) yang memiliki cumulative distribution function (cdf) sebagai berikut.

𝐻𝐻(𝑥𝑥) =

⎩⎪⎨

⎪⎧exp�− �1 + 𝜉𝜉 �

𝑥𝑥 − 𝜇𝜇𝜎𝜎

��−1𝜉𝜉� , 𝜉𝜉 ≠ 0

exp �−exp � −�𝑥𝑥 − 𝜇𝜇𝜎𝜎

��� , 𝜉𝜉 = 0

(1) �

dengan dengan 1 + 𝜉𝜉 �𝑥𝑥−𝜇𝜇

𝜎𝜎� > 0; −∞ < 𝜇𝜇 < ∞;

𝜎𝜎 > 0; −∞ < 𝜉𝜉 < ∞. Jika 𝜉𝜉 <0 maka −∞ ≤ 𝑥𝑥 < 𝜇𝜇 −𝜎𝜎/𝜉𝜉, jika 𝜉𝜉 =0 maka −∞ ≤ 𝑥𝑥 < ∞ dan jika 𝜉𝜉 >0 maka 𝜇𝜇 − 𝜎𝜎/𝜉𝜉 ≤ 𝑥𝑥 < ∞. 𝜇𝜇 adalah parameter lokasi, 𝜎𝜎 parameter skala dan 𝜉𝜉 adalah parameter bentuk (shape) / tail index.

Generalized extreme value dibedakan menjadi tiga tipe jika dilihat dari nilai parameter bentuk (𝜉𝜉) yaitu: Tipe 1 berdistribusi Gumbel jika nilai 𝜉𝜉=0, Tipe 2 berdistribusi Frechet jika nilai 𝜉𝜉>0, dan Tipe 3 berdistribusi Weibull jika nilai 𝜉𝜉<0.

Nilai 𝜉𝜉 menjelaskan jika 𝜉𝜉<0 maka nilai ekstrem memiliki batasan yang terbatas sebaliknya jika 𝜉𝜉 ≥0 maka nilai ekstrem memiliki batasan yang tidak terbatas. Semakin besar nilai 𝜉𝜉, maka distribusi akan memiliki ekor yang semakin berat (heavy tail) sehingga akan berdampak peluang terjadinya nilai ekstrem akan semakin besar. Oleh karena itu, diantara ketiga tipe distribusi GEV yang memiliki ekor yang paling gemuk adalah distribusi Frechet (Juliastuti, 2007).

Metode peaks over threshold (POT) yaitu metode EVT yang dalam mengidentifikasi nilai ekstrem dengan menggunakan patokan atau disebut threshold (u). Data yang melebihi patokan tersebut akan diidentifikasi sebagai nilai ekstrem.

GPD merupakan aplikasi teorema Picklands, Dalkema dan Denhaan (Gilli and Kellezi, 2003) yang menyatakan semakin besar nilai threshold (u) maka fungsi distribusi akan mendekati generalized pareto distribution yang memiliki cumulative distribution function (cdf) sebagai berikut.

𝐺𝐺(𝑦𝑦) =

⎩⎪⎨

⎪⎧

1 − �1 +𝜉𝜉𝑦𝑦𝜎𝜎�−1𝜉𝜉

, 𝜉𝜉 ≠ 0

1 − exp �−𝑦𝑦𝜎𝜎� , 𝜉𝜉 = 0

(2�)

dengan 1 + 𝜉𝜉𝑦𝑦𝜎𝜎

> 0; y= x- u; x>u; 𝜎𝜎>0; −∞ < 𝜉𝜉 < ∞

Page 3: IDENTIFIKASI CURAH HUJAN EKSTREM DI …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17862-1308100049-Paper.pdf · 1 identifikasi curah hujan ekstrem di kabupaten ngawi menggunakan generalized

3

jika 𝜎𝜎>0, 𝜉𝜉 ≥0 maka 0 ≤ 𝑦𝑦 < ∞ dan jika 𝜉𝜉 <0 maka 0 ≤ 𝑦𝑦 < −𝜎𝜎/𝜉𝜉. 𝜎𝜎 adalah parameter skala 𝜉𝜉= parameter bentuk (shape) / tail index

Generalized pareto distribution juga dibedakan menjadi tiga tipe jika dilihat dari nilai parameter bentuk (𝜉𝜉) yaitu: Tipe 1 berdistribusi Eksponensial jika nilai 𝜉𝜉=0, Tipe 2 berdistribusi Pareto jika nilai 𝜉𝜉>0, dan Tipe 3 berdistribusi Pareto tipe 2 /Beta jika nilai 𝜉𝜉<0.

Nilai 𝜉𝜉 pada GPD juga menjelaskan jika 𝜉𝜉<0 maka nilai ekstrem memiliki batasan yang terbatas sebaliknya jika 𝜉𝜉 ≥0 maka nilai ekstrem memiliki batasan yang tidak terbatas. Semakin besar nilai 𝜉𝜉, maka distribusi akan memiliki ekor yang semakin berat (heavy tail) sehingga akan berdampak peluang terjadinya nilai ekstrem akan semakin besar. Sehingga dari ketiga tipe distribusi GPD yang memiliki ekor yang paling gemuk adalah distribusi Pareto (Juliastuti, 2007).

Ada beberapa cara dalam menentukan threshold antara lain dengan metode persentase data dan Means Residula Life Plot (MRLP). Metode persentase umumnya lebih mudah bila dibandingkan dengan MRLP (Juliastuti, 2007). Berdasarkan Chaves-Dermoulin (2004) dalam Juliastuti (2007) merekomendasikan bahwa data yang berada dalam threshold yaitu sekitar 10% dari keseluruhan data yang sudah diurutkan dari yang paling besar sampai terkecil. Hal ini dikarenakan berdasarkan kajian analisis sensitivitas, menyatakan bahwa apabila ada sedikit pergeseran terhadap threshold maka taksiran parameter yang dihasilkan tidak akan terpengaruh oleh pergeseran tersebut.

2.2 Penaksir Parameter Generalized Pareto Distribution dan Generalized Extreme Value Penaksir parameter metode generalized extreme

value (GEV) dan generealized pareto distribution (GPD) dapat ditaksir dengan menggunakan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE). Secara umum GEV memiliki probability density function (pdf) sebagai berikut.

𝑓𝑓(𝑥𝑥,𝜇𝜇,𝜎𝜎, 𝜉𝜉) =

⎩⎪⎨

⎪⎧1𝜎𝜎�1 + 𝜉𝜉

𝑥𝑥 − 𝜇𝜇𝜎𝜎

�−1𝜉𝜉−1

exp�− �1 + 𝜉𝜉 �𝑥𝑥 − 𝜇𝜇𝜎𝜎

��−1𝜉𝜉� 𝜉𝜉 ≠ 0

1𝜎𝜎

exp �− �𝑥𝑥 − 𝜇𝜇𝜎𝜎

��exp�−exp �− �𝑥𝑥 − 𝜇𝜇𝜎𝜎

��� 𝜉𝜉 = 0

� (3)

dimana m merupakan banyaknya data ekstrem dengan metode BM dan dari pdf diperoleh fungsi ln likelihood sebgai berikut. GEV dengan 𝜉𝜉 ≠ 0

𝑙𝑙𝑙𝑙 𝐿𝐿(𝜇𝜇,𝜎𝜎, 𝜉𝜉) = −𝑚𝑚 𝑙𝑙𝑙𝑙(𝜎𝜎) − �1𝜉𝜉 + 1��𝑙𝑙𝑙𝑙 �1 + 𝜉𝜉

𝑥𝑥𝑖𝑖 − 𝜇𝜇𝜎𝜎

� +𝑚𝑚

𝑖𝑖=1

−��1 + 𝜉𝜉 �𝑥𝑥𝑖𝑖 − 𝜇𝜇𝜎𝜎 ��

−1𝜉𝜉

𝑚𝑚

𝑖𝑖=1

(4)

GEV dengan 𝜉𝜉 = 0 adalah

𝑙𝑙𝑙𝑙 𝐿𝐿(𝜇𝜇,𝜎𝜎) = −𝑚𝑚 𝑙𝑙𝑙𝑙(𝜎𝜎) −��𝑥𝑥𝑖𝑖 − 𝜇𝜇𝜎𝜎

� +𝑚𝑚

𝑖𝑖=1

−� exp �− �𝑥𝑥𝑖𝑖 − 𝜇𝜇𝜎𝜎

�� (5)m

i=1

Probability density function untuk GPD adalah

𝑓𝑓(𝑦𝑦, 𝜉𝜉,𝜎𝜎) =

⎩⎪⎨

⎪⎧1𝜎𝜎�1 +

𝜉𝜉𝑦𝑦𝜎𝜎�−1𝜉𝜉−1

, 𝜉𝜉 ≠ 0

1𝜎𝜎

exp �−𝑦𝑦𝜎𝜎� , 𝜉𝜉 = 0

� (6)

k merupakan banyaknya data ekstrem dengan metode POT dan fungsi ln likelihood sebagai berikut. GPD dengan 𝜉𝜉 ≠ 0

𝑙𝑙𝑙𝑙 𝐿𝐿(𝜉𝜉,𝜎𝜎) = −𝑘𝑘 ln(𝜎𝜎) − �1𝜉𝜉

+ 1��𝑙𝑙𝑙𝑙 �1 +𝜉𝜉𝑦𝑦𝑖𝑖𝜎𝜎�

𝑘𝑘

𝑖𝑖=1

(7)

GPD dengan 𝜉𝜉 = 0

𝑙𝑙𝑙𝑙 𝐿𝐿( 𝜎𝜎) = −𝑘𝑘 𝑙𝑙𝑙𝑙(𝜎𝜎) −1𝜎𝜎�𝑦𝑦𝑖𝑖

𝑘𝑘

𝑖𝑖=1

(8)

Selanjutnya dari persamaan yang diperoleh diturunkankan terhadap paramater yang hendak ditaksir. Berdasarkan persamaan yang dibentuk merupakan bentuk yang tidak closed form, maka dibutuhkan analisis numerik lebih lanjut dengan paket program Toolkit R.

2.3 Pemeriksaan Kesesuaian Distribusi Pemeriksaan kesesuaian distribusi dilakukan

untuk menunjukkan adanya kesesuaian distribusi teoritis. Pemeriksaan distribusi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu dengan Quantile Plot dan Probability Plot atau dengan pengujian Kolmogorov- Smirnov. a. Quantile Plot dan Probability Plot

Pemeriksaan distribusi dengan Quantile Plot dan Probability Plot pada umumnya mudah dilakukan karena hanya melihat pola sebaran nilai-nilai ekstrem yang mengikuti garis linier. Jika quantile plot dan probability plot mengikuti garis lurus atau linier maka distribusi tersebut sudah sesuai (Mallor et al., 2009). b. Uji Kolmogorov- Smirnov

Selain melalui Quantile Plot dan Probability Plot pemeriksaan distribusi juga dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Pengujian ini dilakukan dengan menyesuaikan fungsi distribusi empiris S(x) dengan distribusi teoritisnya F0(x). Uji Hipotesis: H0: F(x) = F0 (x) (Data mengikuti distribusi teoritis

F0(x)) H1: F(x) ≠ F0 (x) (Data tidak mengikuti distribusi

teoritis F0(x))

Page 4: IDENTIFIKASI CURAH HUJAN EKSTREM DI …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17862-1308100049-Paper.pdf · 1 identifikasi curah hujan ekstrem di kabupaten ngawi menggunakan generalized

4

Statistik Uji: Dhitung = maks |S(𝑥𝑥)− F0 (𝑥𝑥)| (9) Keterangan: S(𝑥𝑥) : nilai kumulatif distribusi empiris F0 (𝑥𝑥) : nilai kumulatif distribusi teoritis

Kemudian membandingkan nilai Dhitung dengan nilai Dα pada tabel Kolmogorov-Smirnov. Jika Dhitung>Dα maka tolak H0 (Daniel, 1989).

Untuk mengetahui tipe distribusi dari GEV dan GPD maka dilakukan pengujian hipotesis sebagai berikut. Uji hipotesis tipe GEV: H0: 𝜉𝜉 = 0 (Distribusi Gumbel) H1: 𝜉𝜉 ≠ 0 Statistik Uji:

Λ =𝐿𝐿(�̂�𝜇,𝜎𝜎�)𝐿𝐿��̂�𝜇,𝜎𝜎�, 𝜉𝜉�

(10)

𝐿𝐿(�̂�𝜇,𝜎𝜎�): fungsi likelihood dengan melibatkan parameter �̂�𝜇,𝜎𝜎� 𝐿𝐿��̂�𝜇,𝜎𝜎�, 𝜉𝜉�: fungsi likelihood dengan melibatkan parameter �̂�𝜇,𝜎𝜎�, 𝜉𝜉 Jika nilai −2 lnΛ > χ1;α

2 maka tolak H0 (Coles, 2001). Uji hipotesis tipe GPD: H0: 𝜉𝜉 = 0 (Eksponensial) H1: 𝜉𝜉 ≠ 0 Statistik Uji:

Λ =𝐿𝐿(𝜎𝜎�)𝐿𝐿�𝜎𝜎�, 𝜉𝜉�

(11)

𝐿𝐿(𝜎𝜎�): fungsi likelihood dengan melibatkan parameter 𝜎𝜎� 𝐿𝐿�𝜎𝜎�, 𝜉𝜉�: fungsi likelihood dengan melibatkan parameter 𝜎𝜎�, 𝜉𝜉. Jika nilai −2 lnΛ > χ1;α

2 maka tolak H0 (Coles, 2001). χ1;α

2 merupakan nilai chisquare tabel dengan derajat bebas (v)= 1 dan α merupakan taraf signifikansi.

2.4 Return Level Return level merupakan nilai maksimum yang

diharapkan akan dilampaui satu kali dalam jangka waktu tertentu (Gilli and Kellezi, 2003). Persamaan return level untuk GEV dan GPD dapat dinyatakan pada persamaan 12 berikut.

𝑥𝑥𝑘𝑘 =

⎩⎪⎨

⎪⎧μ� −

𝜎𝜎�𝜉𝜉�1 − �−𝑙𝑙𝑙𝑙 �1 −

1𝑘𝑘��

−𝜉𝜉

� 𝜉𝜉 ≠ 0

μ� − 𝜎𝜎� 𝑙𝑙𝑙𝑙 �−𝑙𝑙𝑙𝑙 �1 −1𝑘𝑘�� , 𝜉𝜉 = 0

(12) �

Penetuan return level pada GPD selain melibatkan nilai parameter 𝜉𝜉,𝜎𝜎 juga melibatkan nilai 𝑢𝑢 (threshold) dan persamaan return level untuk GPD sebagai berikut.

𝑥𝑥𝑚𝑚 = �𝑢𝑢 +

𝜎𝜎�𝜉𝜉�(𝑚𝑚𝛿𝛿𝑢𝑢)−𝜉𝜉 − 1� , 𝜉𝜉 ≠ 0

𝑢𝑢 + 𝜎𝜎� 𝑙𝑙𝑙𝑙(𝑚𝑚𝛿𝛿𝑢𝑢) , 𝜉𝜉 = 0� (13)

nilai 𝑥𝑥𝑚𝑚 atau nilai ekstrim yang terjadi satu kali pada jangka waktu m pengamatan dan nilai 𝛿𝛿𝑢𝑢 dapat ditaksir dengan 𝛿𝛿𝑢𝑢 = 𝑙𝑙𝑢𝑢/𝑙𝑙 dengan 𝑙𝑙𝑢𝑢= banyaknya data yang melebihi threshold dan n banyaknya data (Mallor et al., 2009).

2.5 Kriteria Pemilihan Metode yang Sesuai Kriteria pemilihan metode yang sesuai

menggunakan RMSE (Root Mean Square Error). RMSE digunakan untuk mengetahui akar kesalahan rata-rata kuadrat dari setiap metode.

RMSE = �1𝑡𝑡�(𝑥𝑥𝑖𝑖 − 𝑥𝑥�𝑖𝑖 )2𝑡𝑡

𝑖𝑖=1

(14)

dimana : 𝑥𝑥𝑖𝑖 = Nilai aktual 𝑥𝑥�𝑖𝑖 = Nilai Dugaan t = banyaknya nilai yang diduga

2.6 Curah Hujan Curah hujan dapat diartikan sebagai ketinggian

air yang tekumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Untuk mengukur curah hujan, digunakan alat yang disebut Observarium dan umumnya curah hujan dinyatakan dalam milimeter. Curah hujan satu milimeter artinya pada luasan satu meter persegi dalam tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter. Sifat curah hujan dibagi menjadi 3 (tiga) katagori antara lain di atas normal (AN) terjadi jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya, normal (N) terjadi jika nilai curah hujan antara 85% sampai 115% terhadap rata-ratanya dan di bawah normal (BN) jika curah hujan kurang dari 85% (BMKG, 2011).

Selain itu curah hujan juga dibedakan menjadi tiga jika ditinjau besarnya intensitasnya yang meliputi: 1. Curah hujan rendah (150-200 mm/bulan) 2. Curah hujan sedang (200-250 mm/bulan) 3. Curah hujan tinggi (250-300 mm/bulan) (LAPAN, 2006) 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di Karangploso Malang. Data ini berupa data curah hujan dasarian di beberapa pos pengukuran di Kabupaten Ngawi pada periode 1989 sampai 2010. Kabupaten Ngawi memiliki 23 pos curah hujan yang terbagi dalam 2 Zona Musim (ZOM). Pos yang dipilih untuk penelitian ini ada 2. Pos Mantingan dipilih untuk mewakili ZOM 1 dan untuk pos Ngale dipilih untuk mewakili ZOM 2.

Page 5: IDENTIFIKASI CURAH HUJAN EKSTREM DI …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17862-1308100049-Paper.pdf · 1 identifikasi curah hujan ekstrem di kabupaten ngawi menggunakan generalized

5

3.2 Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah data curah hujan dasarian. Data di bagi menjadi dua bagian yaitu data yang digunakan untuk analisis (learning) dan data yang digunakan untuk validasi (testing). Data yang digunakan untuk proses analisis yaitu data tahun 1989 sampai tahun 2009 dan data yang digunakan untuk validasi data tahun 2010. Periode waktu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu periode tahunan (Januari sampai Desember) dan periode musim hujan (Oktober sampai Maret).

3.3 Metode Analisis Data Setelah data terkumpul dan variabel penelitian

ditentukan maka langkah-langkah dalam menganalisis data adalah sebagai berikut.

a. Mendeskripsikan data curah hujan dengan statistika deskriptif dan pola sebaran curah hujan di Kabupaten Ngawi.

b. Mengidentifikasi data curah hujan untuk mengetahui adanya data berekor gemuk dan nilai ekstrem dengan histogram dan normallity plot

c. Pengambilan sampel data ekstrem dengan metode block maxima dan peaks over threshold

i. Block Maxima dengan membuat blok periode waktu yaitu periode tahunan yang dibagi menjadi 3 bulanan Desember-Januari-Februari (DJF), bulan Maret-April-Mei (MAM), bulan Juni-Juli-Agustus (JJA), September-Oktober-November (SON) dan periode musim hujan (bulan Oktober sampai bulan Maret) yang kemudian dibagi menjadi satu bulanan (Oktober, November, Desember, Januari, Februari, dan Maret). Setelah blok terbentuk maka dapat menentukan nilai-nilai yang paling tinggi setiap blok yang digunakan untuk analisis.

ii. Peaks over threshold dengan menentukan nilai patokan (threshold) dengan metode persentase baik pada periode tahunan maupun periode musim hujan. Setelah threshold ditentukan maka dipilih data curah hujan yang melebihi nilai threshold untuk analisis.

d. Menaksir parameter menggunakan Maximum Likelihood Estimation (MLE) baik untuk metode block maxima dan metode peaks over threshold.

e. Pemeriksaan kesesuaian distribusi menggunakan quantile plot, probability plot dan pengujian hipotseis dengan uji Kolmogorov-Smirnov.

f. Menentukan nilai return level (tingkat pengembalian) terjadinya curah hujan ekstrem pada periode waktu ulang tertentu.

g. Membandingkan nilai RMSE data testing antara metode generalized extreme value (GEV) dengan generalized pareto distribution (GPD).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Curah Hujan Pos Mantingan dan

Ngale Gambaran umum curah hujan untuk pos

Mantingan dan Ngale perlu dilakukan sebagai informasi awal untuk mengetahui karakteristik dan pola curah hujan yang digunakan untuk analisis berikutnya. Gambaran umum curah hujan kedua pos disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai Rata-Rata, Standard Deviasi, Nilai Minimal

dan Maksimal Curah Hujan Pos Mantingan dan Ngale

Pos Hujan

Rata-rata (mm/bln) Std Dev Min

(mm/bln) Max

(mm/bln)

Mantingan 168,750 111,613 32 313 Ngale 160,386 107,668 17 297

Tabel 1 menunjukkan bahwa pos Mantingan

dan pos Ngale memiliki rata-rata curah hujan yang hampir sama dengan nilai rata-rata masing-masing pos yaitu 168,750 mm dan 160,386 mm. Sementara untuk nilai terendah pos Ngale memiliki nilai minimum 17 mm sedangkan untuk pos Mantingan memiliki nilai minimum sebesar 32. Untuk nilai tertinggi pos Mantingan memiliki nilai maksimum sebesar 313 mm dan pos Ngale sebesar 297 mm.

Selain nilai maksimum dan minimum kedua pos, dapat dilihat juga bahwa nilai standard deviasi yang digunakan untuk menyatakan keragaman curah hujan menunjukkan bahwa standard deviasi untuk pos Ngale sebesar 107,668 dan untuk pos Mantingan sebesar 111, 613

Gambar 1 Pola Curah Hujan di Pos Mantingan.

Gambar 1 menunjukkan pola curah hujan di Pos Mantingan dari tahun 1989 sampai 2010 adalah berpola monsun. Pola monsun merupakan pola curah hujan yang membentuk huruf U atau dengan kata lain memiliki satu puncak musim hujan (unimodal). Pola monsun pada pos Mantingan memiliki puncak tepatnya pada bulan Februari karena jumlah curah hujannya paling tinggi diantara bulan-bulan lainnya. Selain menunjukkan pola curah hujan, Gambar 1 juga dapat diketahui periode musim hujan dan musim kemarau yaitu musim hujan yang umumnya terjadi

0

50

100

150

200

250

300

350

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun Jul

Agu

st

Sept

Okt

Nov Des

Page 6: IDENTIFIKASI CURAH HUJAN EKSTREM DI …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17862-1308100049-Paper.pdf · 1 identifikasi curah hujan ekstrem di kabupaten ngawi menggunakan generalized

6

antara bulan Oktober sampai Maret dan musim kemarau terjadi antara bulan April sampai November.

2010

2009

2008

2007

2006

2005

2004

2003

2002

2001

2000

1999

1998

1997

1996

1995

1994

1993

1992

1991

1990

1989

400

300

200

100

0

Da

ta

DESNOPOKTSEPTAGSJULJUNMEIAPRMARPEBJAN

400

300

200

100

0

Da

ta

Gambar 2 Boxplot Curah Hujan Pertahun (a) dan

Perbulan (b) di Pos Mantingan.

Gambar 2a menunjukkan sebagian besar dalam kurun waktu 22 tahun curah hujan di pos Mantingan terdapat nilai ekstrem (maksimum). Adanya nilai ekstrem mengindikasikan terdapat curah hujan yang sangat tinggi di periode-periode waktu tertentu dan untuk mengetahui adanya nilai ekstrem perbulan, pada Gambar 2b menunjukkan bahwa adanya nilai ekstrem tidak hanya terjadi pada bulan-bulan musim hujan namun juga terjadi pada bulan-bulan musim kemarau. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun pada bulan-bulan tersebut merupakan musim kemarau namun masih juga sering terjadi hujan.

Gambar 3 Pola Curah Hujan di Pos Ngale.

Seperti halnya di Pos Mantingan pola curah hujan di Pos Ngale juga memiliki pola curah hujan yang terdiri hanya satu puncak curah hujan (unimodal) yang

berbentuk huruf U atau disebut pola monsun. Puncak curah hujan pada pos Ngale yaitu terjadi pada bulan Februari karena jumlah curah hujannya paling tinggi diantara bulan-bulan yang lain.

2010

2009

2008

2007

2006

2005

2004

2003

2002

2001

2000

1999

1998

1997

1996

1995

1994

1993

1992

1991

1990

1989

350

300

250

200

150

100

50

0

Da

ta

DESNOPOKTSEPTAGSJULJUNMEIAPRMARPEBJAN

350

300

250

200

150

100

50

0

Da

ta

Gambar 4 Boxplot Curah Hujan Pertahun (a) dan

Perbulan (b) di Pos Ngale.

Gambar 4a menunjukkan terdapat nilai ekstrem dalam kurun waktu 22 tahun di pos Ngale. Adanya nilai ekstrem mengindikasikan terdapat curah hujan yang sangat tinggi di periode-periode waktu tertentu dan juga dapat diketahui nilai ekstrem perbulan melalui Gambar 4b yang menunjukkan kondisi seperti pos Mantingan nilai ekstrem tidak hanya terjadi pada bulan-bulan musim hujan namun juga sering terjadi pada bulan-bulan musim kemarau.

4.2 Identifikasi Data Berekor dan Nilai Ekstrim Pos Mantingan Identifikasi data berekor pada data curah hujan di

pos Mantingan dapat dilihat dengan menggunakan histogram dan normallity probability plot.

Gambar 5 menunjukkan bahwa pola data curah hujan pos Mantingan mengandung data berekor (nilai ekstrem) sehingga distribusi yang dibentuk tidak normal. Untuk memperkuat hal ini dapat dilihat juga dengan menggunakan normallity probability plot yang disajikan pada Gambar 6 yang hasilnya menunjukkan bahwa kondisi sebagian besar sebaran titik–titik (merah) tidak mengikuti garis linier (biru) yang berarti data tidak berdistribusi normal dan adanya pola data berekor. Analisis selanjutnya yaitu pengambilan data ekstrem dengan metode Block Maxima (BM) dan Peaks Over Threshold (POT). Terdapat dua cara pengambilan yang digunakan dalam menentukan nilai

050

100150200250300350

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun Jul

Agu

st

Sept

Okt

Nov Des

(a)

(b)

(a)

(b)

Page 7: IDENTIFIKASI CURAH HUJAN EKSTREM DI …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17862-1308100049-Paper.pdf · 1 identifikasi curah hujan ekstrem di kabupaten ngawi menggunakan generalized

7

ekstrem yaitu periode tahunan (semua musim) dan periode musim hujan.

360300240180120600

350

300

250

200

150

100

50

0

CH

Freq

uenc

y

Gambar 5 Histogram Curah Hujan di Pos Mantingan.

4003002001000-100-200

99,99

99

95

80

50

20

5

1

0,01

CH

Perc

ent

Gambar 6 Normallity Probability Plot di Pos Mantingan.

4.2.1 Pengambilan Sampel Ekstrem dengan Block Maxima di Pos Mantingan

1) Periode Data Tahunan Setelah data dibagi dalam blok periode tiga

bulanan DJF, MAM, JJA, SON untuk periode tahunan maka diperoleh sampel ekstrem. Pembagian data dalam waktu tiga bulanan ini didasarkan karena curah hujan di Pos Mantingan berpola Monsun. Pembagian periode musim pola Monsun yaitu untuk DJF merupakan periode musim hujan, MAM merupakan periode transisi dari musim hujan ke musim kemarau, JJA merupakan periode musim kemarau, SON merupakan periode transisi dari musim kemarau ke musim hujan. Pengambilan sampel ekstrem yang diperoleh dengan metode block maxima akan diduga menghasilkan generalized exteme value distribution (GEV). Sampel ekstrem yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mengestimasi parameter. Hasil estimasi parameter dengan metode Maximum likelihood Estimation (MLE) disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Estimasi Parameter GEV Tahunan Pos Mantingan

Karakteristik Nilai Banyaknya blok 84 Pengamatan Tiap Blok 9 Parameter lokasi (location) �̂�𝜇 114,150 Parameter skala (scale) 𝜎𝜎� 83,280 Parameter bentuk (shape) ξ̂ -0,197

Tabel 2 menunjukkan banyaknya blok yang terbentuk adalah 84 blok dengan banyaknya pengamatan tiap blok adalah 9 pengamatan. Hasil estimasi parameter menunjukkan bahwa besarnya paramater lokasi yang menyatakan letak titik pemusatan data sebesar 114,150, parameter skala yang menyatakan keragaman data sebesar 83,280 dan untuk parameter bentuk yang menyatakan perilaku ekor kanan (maksimum) sebesar-0,197.

2) Periode Data Musim Hujan Untuk periode musim hujan, data dibagi dalam

blok satu bulanan (Oktober, November, Desember, Januari, Februari, dan Maret). Setelah diperoleh sampel ekstrem maka dilakukan estimasi. Hasil estimasi parameter dengan MLE yaitu pada Tabel 3.

Tabel 3 Estimasi Parameter GEV Hujan Pos Mantingan

Karakteristik Nilai Banyaknya blok 126 Pengamatan tiap blok 3 Parameter lokasi (location) �̂�𝜇 106,530 Parameter skala (scale) 𝜎𝜎� 68,704 Parameter bentuk (shape) ξ̂ -0,127

Tabel 3 menunjukkan bahwa banyaknya blok sebanyak 126 blok dengan banyaknya pengamatan tiap blok adalah 3 pengamatan (1 bulan). Hasil estimasi parameter menunjukkan bahwa nilai paramater lokasi yaitu sebesar 106,530, parameter skala sebesar 68,704, dan untuk parameter bentuk sebesar -0,127.

Untuk menunjukkan bahwa sampel ekstrem baik pada periode tahunan maupun periode musim hujan merupakan generalized extreme value distribution digunakan Probility Plot dan Quantile Plot atau melalui pengujian kesesuaian distribusi dengan Uji Kolmogorov-Smirnov.

Gambar 7 Probability Plot dan Quantile Plot di

Pos Mantingan dengan GEV Berdasarkan Periode Data Tahunan dan Musim Hujan.

Gambar 7 menunjukkan baik periode tahunan maupun periode hujan hampir semua titik sebaran mengikuti garis linier yang berarti sampel ekstrem mengikutii distribusi generalized extreme value dan

Page 8: IDENTIFIKASI CURAH HUJAN EKSTREM DI …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17862-1308100049-Paper.pdf · 1 identifikasi curah hujan ekstrem di kabupaten ngawi menggunakan generalized

8

untuk mendukung hal ini dapat dilakukan pengujian Kolmogorov-Smirnov sebagai berikut. Pengujian Hipotesis: H0: F(x) = F0 (x) (Data mengikuti distribusi teoritis

F0(x)) H1: F(x) ≠ F0 (x) (Data tidak mengikuti distribusi

teoritis F0(x)) α = 0,05

Tabel 4 Uji Kolmogorov-Smirnov untuk GEV di Pos Mantingan

Periode D hitung D tabel Keputusan Tahunan 0,074 0,148 Gagal Tolak H0 Musim Hujan 0,055 0,121 Gagal Tolak H0

Tabel 4 menunjukkan hasil pengujian kesesuaian distribusi dari sampel ekstrem dengan metode BM baik periode tahunan maupun periode musim hujan sudah mengikuti distribusi generalized extreme value. Hal ini karena nilai D hitung<D tabel. Untuk mengetahui tipe distribusi dari GEV dapat dilakukan pengujian sebagai berikut. Pengujian Hipotesis: H0: 𝜉𝜉 = 0 (Distribusi Gumbel) H1: 𝜉𝜉 ≠ 0 α = 0,05

Tabel 5 Uji Tipe GEV Pos Mantingan

Periode P-value Keputusan Tipe Tahunan 0,029 Tolak H0 Weibull Musim Hujan 0,049 Tolak H0 Weibull

Pengujian parameter bentuk (ξ�) untuk GEV ini

digunakan untuk mengetahui perilaku ekor kanan (maksimum) yang dapat digunakan sebagai informasi kejadian ekstrem untuk waktu mendatang. Tabel 5 menunjukkan baik periode tahunan maupun periode musim hujan tidak berdistribusi Gumbel melainkan berdistribusi Weibull (ξ� < 0) karena nilai p-value<α. Nilai parameter bentuk ξ� < 0 menyatakan bahwa nilai ekstremnya memiliki batasan yang terbatas dan nilainya dapat berubah secara drastis namun peluang terjadinya akan lebih kecil bila dibandingkan dengan distribusi Gumbel.

4.2.2 Pengambilan Sampel Ekstrem dengan Peaks Over Threshold di Pos mantingan

1) Periode Data Tahunan Pengambilan sampel ekstrem dengan metode

peaks over threshold dilakukan dengan menentukan nilai threshold terlebih dahulu. Berdasarkan pemilihan threshold dengan persentase 10% dari keseluruhan data maka didapatkan nilai threshold sebesar 151 mm. Selanjutnya dilakukan pengambilan sampel ekstrem dengan memilih data di atas threshold. Pengambilan sampel ekstrem yang diperoleh dengan metode peaks over trehhold nanti akan mengikuti generalized pareto

distribution (GPD). Sampel ekstrem yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mengestimasi parameter. Hasil estimasi parameter dengan MLE disajikan pada Tabel 6 Tabel 6 Estimasi Parameter GPD Tahunan Pos Mantingan

Karakteristik Nilai Threshold (u) 151 Jumlah pengamatan (n) 753 Jumlah pengamatan di atas threshold (nu) 75 Parameter skala (scale) 𝜎𝜎� 64,850 Parameter bentuk (shape) ξ̂ -0,162

Tabel 6 menunjukkan bahwa banyaknya pengamatan di atas threshold adalah 75 pengamatan dari total pengamatan sebesar 753 pengamatan. Hasil estimasi parameter menunjukkan bahwa besarnya parameter skala yang menyatakan keragaman data sebesar 64,850, dan untuk parameter bentuk yang menyatakan perilaku ekor kanan (maksimum) sebesar -0,162.

2) Periode Data Musim Hujan Untuk hasil pemilihan threshold pada periode

musim hujan yaitu sebesar 189 mm dan estimasi parameter dengan metode MLE disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Estimasi Parameter GPD Hujan Pos Mantingan

Karakteristik Nilai Threshold (u) 189 Jumlah pengamatan (n) 378 Jumlah pengamatan di atas threshold (nu) 38 Parameter skala (scale) 𝜎𝜎� 44,530 Parameter bentuk (shape) ξ̂ 0,0258

Tabel 7 menunjukkan bahwa banyaknya pengamatan di atas threshold adalah 38 pengamatan dari total pengamatan sebesar 378 pengamatan. Hasil estimasi parameter menunjukkan bahwa besarnya parameter skala sebesar 44,530, dan untuk parameter bentuk sebesar 0,0258.

Gambar 8 Probability Plot dan Quantile Plot di Pos

Mantingan dengan GPD Berdasarkan Periode Data Tahunan dan Musim Hujan.

Page 9: IDENTIFIKASI CURAH HUJAN EKSTREM DI …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17862-1308100049-Paper.pdf · 1 identifikasi curah hujan ekstrem di kabupaten ngawi menggunakan generalized

9

Gambar 8 menunjukkan bahwa pada periode tahunan dan periode musim hujan hampir semua titik sebaran mengikuti garis linier yang berarti sampel ekstrem mengikuti generalized pareto distribution. Selain itu juga perlu dilakukan pengujian Kolmogorov-Smirnov sebagai berikut. Pengujian Hipotesis: H0: F(x) = F0 (x) H1: F(x) ≠ F0 (x) α = 0,05

Tabel 8 Uji Kolmogorov-Smirnov untuk GPD di Pos Mantingan

Periode D hitung D tabel Keputusan Tahunan 0,070 0,157 Gagal Tolak H0 Musim Hujan 0,067 0,221 Gagal Tolak H0

Tabel 8 menunjukkan hasil pengujian kesesuaian

distribusi dari sampel ekstrem dengan metode POT baik periode tahunan maupun periode musim hujan sudah mengikuti distribusi generalized pareto distribution. Hal ini karena nilai D hitung<D tabel. Kemudian untuk mengetahui tipe distribusi dari GPD dapat dilakukan pengujian sebagai berikut. Pengujian Hipotesis: H0: 𝜉𝜉 = 0 (Distribusi Eksponensial) H1: 𝜉𝜉 ≠ 0 α = 0,05

Tabel 9 Uji Tipe GPD Pos Mantingan

Periode P-value Keputusan Tipe Tahunan 0,147 Gagal Tolak H0 Eksponensial Musim Hujan 0,890 Gagal Tolak H0 Eksponensial

Pengujian parameter bentuk (ξ�) untuk GPD ini

digunakan untuk mengetahui perilaku ekor kanan (maksimum) yang dapat digunakan sebagai informasi kejadian ekstrem untuk waktu mendatang. Tabel 9 menunjukkan baik periode tahunan maupun periode musim hujan berdistribusi Eksponensial (ξ� = 0) karena nilai p-value>α. Nilai parameter bentuk ξ� = 0 menyatakan bahwa nilai ekstremnya memiliki batasan yang tidak terbatas dan nilainya dapat berubah cukup lambat namun peluang terjadinya akan lebih kecil bila dibandingkan dengan distribusi Pareto.

Untuk menentukan metode yang sesuai dalam menentukan return level di pos Mantingan maka dilakukan perbandingan antara generalized extreme value distribution dan generalized pareto distribution yaitu dengan membandingkan nilai RMSE data testing baik periode tahunan dan periode musim hujan dan hasil perbandingan disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Nilai RMSE Metode GEV dan GPD di Pos Mantingan Berdasarkan Periode Data

Periode RMSE

GEV GPD

Tahunan 139,70 108,52

Musim Hujan 91,62 85,60 Berdasarkan Tabel 10 menunjukkan nilai

RMSE untuk periode tahunan dan periode musim hujan dari GEV masing-masing sebesar 139,70 dan 91,62 sedangkan nilai RMSE dari GPD dengan periode waktu yang sama yaitu 108,52 dan 85,60. Sehinga dari nilai RMSE, metode GPD lebih sesuai dalam menentukan return level untuk pos Mantingan karena nilai RMSEnya lebih kecil daripada GEV. Sehingga return level selama periode satu tahun ke depan adalah sebagai berikut.

Tabel 11 Return Level di Pos Mantingan

Periode Bulan Dugaan (mm) Jan 2011-Februari 2011 161 Jan 2011-Mei 2011 187 Jan 2011-Agust 2011 210 Jan 2011-Des 2011 226

Periode yang digunakan untuk menentukan nilai return level di Pos Mantingan yaitu periode tahunan walaupun nilai RMSEnya lebih besar bila dibandingkan periode musim hujan. Hal ini disebabkan karena pada periode tahunan mampu memberikan informasi data ekstrem (maksimum) yang lebih informatif karena periode ini mencangkup data-data ekstrem baik musim hujan dan musim kemarau. 4.3 Identifikasi Data Berekor dan Nilai Ekstrim

Pos Ngale Sama halnya dalam mengidentifikasi data berekor

pada data curah hujan di pos Mantingan, untuk mengidentifikasi di pos Ngale dapat dilihat juga dengan menggunakan histogram dan normallity probability plot.

300250200150100500

300

250

200

150

100

50

0

CH

Freq

uenc

y

Gambar 9 Histogram Curah Hujan di Pos Ngale.

Page 10: IDENTIFIKASI CURAH HUJAN EKSTREM DI …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17862-1308100049-Paper.pdf · 1 identifikasi curah hujan ekstrem di kabupaten ngawi menggunakan generalized

10

3002001000-100-200

99,99

99

95

80

50

20

5

1

0,01

CH

Perc

ent

Gambar 10 Normallity Probability Plot di Pos Ngale.

Gambar 9 menunjukkan bahwa pola data curah hujan pos Ngale mengandung data berekor (nilai ekstrem) sehingga distribusi yang dibentuk tidak normal. Selain itu, juga dapat dilihat dari Gambar 10 menunjukkan kondisi bahwa sebagian besar sebaran titik–titik (merah) tidak mengikuti garis linier (biru) maka di pos Ngale juga menunjukkan pola data yang tidak berdistribusi normal dan adanya pola data berekor. Analisis selanjutnya yaitu pengambilan data ekstrem dengan metode Block Maxima (BM) dan Peaks Over Threshold (POT). Terdapat dua cara pengambilan yang digunakan dalam menentukan nilai ekstrem yaitu periode tahunan (semua musim) dan periode musim hujan.

4.3.1 Pengambilan Sampel Ekstrem dengan Block

Maxima di Pos Ngale

1) Periode Data Tahunan Seperti di pos Mantingan data curah hujan untuk

pos Ngale dibagi dalam blok periode tiga bulanan (DJF, MAM, JJA, SON). Pembagian data dalam waktu tiga bulanan ini didasarkan karena curah hujan di Pos Ngale berpola Monsun. Pembagian periode musim pola Monsun yaitu untuk DJF merupakan periode musim hujan, MAM merupakan periode transisi dari musim hujan ke musim kemarau, JJA merupakan periode musim kemarau, SON merupakan periode transisi dari musim kemarau ke musim hujan. Pengambilan sampel ekstrem yang diperoleh dengan metode block maxima akan diduga menghasilkan generalized exteme value distribution (GEV). Sampel ekstrem yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mengestimasi parameter. Hasil estimasi parameter dengan metode Maximum likelihood Estimation (MLE) disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Estimasi Parameter GEV Tahunan Pos Ngale Karakteristik Nilai Banyaknya blok 84 Pengamatan Tiap Blok 9 Parameter lokasi (location) �̂�𝜇 119,770 Parameter skala (scale) 𝜎𝜎� 80,850 Parameter bentuk (shape) ξ̂ -0,350

Tabel 12 menunjukkan bahwa banyaknya blok

yang terbentuk 84 blok dengan banyaknya pengamatan

tiap blok adalah 9 pengamatan. Hasil estimasi parameter menunjukkan bahwa besarnya paramater lokasi yang menyatakan letak titik pemusatan data sebesar 119,770, parameter skala yang menyatakan keragaman data sebesar 80,850, dan untuk parameter bentuk yang menyatakan perilaku ekor kanan (maksimum) sebesar -0,350.

2) Periode Data Musim Hujan Untuk hasil pengambilan sampel esktrem untuk

periode musim hujan ada 126 pengamatan. Sampel ekstrem yang diperoleh akan digunakan untuk mengestimasi parameter dan hasil estimasi parameter dengan metode MLE yaitu pada Tabel 13.

Tabel 13 Estimasi Parameter GEV Hujan Pos Ngale Karakteristik Nilai Banyaknya blok 126 Pengamatan tiap blok 3 Parameter lokasi (location) �̂�𝜇 105,530 Parameter skala (scale) 𝜎𝜎� 62,950 Parameter bentuk (shape) ξ̂ -0,175 Tabel 13 menunjukkan hasil estimasi parameter

menunjukkan bahwa nilai paramater lokasi yaitu sebesar 105,530 parameter skala sebesar 62,950, dan untuk parameter bentuk sebesar -0,175.

Untuk menunjukkan bahwa sampel ekstrem baik pada periode tahunan maupun periode musim hujan merupakan generalized extreme value distribution digunakan Probility Plot dan Quantile Plot atau dengan Uji Kolmogorov-Smirnov.

Gambar 11 Probability Plot dan Quantile Plot di Pos

Ngale dengan GEV Berdasarkan Periode Data Tahunan dan Musim Hujan.

Gambar 11 menunjukkan bahwa untuk periode tahunan dan periode hujan hampir semua titik sebaran mengikuti garis linier yang berarti sampel ekstrem mengikuti distribusi generalized extreme value dan untuk pengujian Kolmogorov-Smirnov sebagai berikut. Pengujian Hipotesis: H0: F(x) = F0 (x) (Data mengikuti distribusi teoritis

F0(x)) H1: F(x) ≠ F0 (x) (Data tidak mengikuti distribusi

teoritis F0(x)) α = 0,05

Page 11: IDENTIFIKASI CURAH HUJAN EKSTREM DI …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17862-1308100049-Paper.pdf · 1 identifikasi curah hujan ekstrem di kabupaten ngawi menggunakan generalized

11

Tabel 14 Uji Kolmogorov-Smirnov untuk GEV di Pos Ngale

Periode D hitung D tabel Keputusan Tahunan 0,143 0,148 Gagal Tolak H0 Musim Hujan 0,035 0,121 Gagal Tolak H0

Tabel 14 menunjukkan hasil pengujian kesesuaian

distribusi dari sampel ekstrem dengan metode BM baik periode tahunan maupun periode musim hujan sudah mengikuti distribusi generalized extreme value. Hal ini karena nilai D hitung<D tabel. Kemudian untuk mengetahui tipe distribusi dari GEV dapat dilakukan pengujian sebagai berikut. Pengujian Hipotesis: H0: 𝜉𝜉 = 0 (Distribusi Gumbel) H1: 𝜉𝜉 ≠ 0

Tabel 15 Uji Tipe GEV Pos Ngale

Periode P-value Keputusan Tipe Tahunan 0,00 Tolak H0 Weibull Musim Hujan 0,012 Tolak H0 Weibull

Pengujian parameter bentuk (ξ�) untuk GEV ini digunakan untuk mengetahui perilaku ekor kanan (maksimum) yang dapat digunakan sebagai informasi kejadian ekstrem untuk waktu mendatang. Tabel 15 menunjukkan baik periode tahunan maupun periode musim hujan tidak berdistribusi Gumbel melainkan berdistribusi Weibull (ξ� < 0) karena nilai p-value < α (0,05). Nilai parameter bentuk ξ� < 0 menyatakan bahwa nilai ekstremnya memiliki batasan yang terbatas dan nilainya dapat berubah secara drastis namun peluang terjadinya akan lebih kecil bila dibandingkan dengan distribusi Gumbel.

4.3.2 Pengambilan Data Ekstrem dengan Peaks Over Threshold di Pos Ngale

1) Periode Data Tahunan Pengambilan sampel ekstrem dengan metode

peaks over threshold dilakukan dengan mengambil data sebesar 10% dan didapatkan nilai threshold sebesar 142 mm. Pengambilan sampel ekstrem yang diperoleh dengan metode peaks over trehhold akan mengikuti generalized pareto distribution (GPD). Sampel ekstrem yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mengestimasi parameter. Hasil estimasi parameter dengan metode MLE disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16 Estimasi Parameter GPD Tahunan Pos Ngale

Karakteristik Nilai Threshold (u) 142 Jumlah pengamatan (n) 753 Jumlah pengamatan di atas threshold (nu) 75 Parameter skala (scale) 𝜎𝜎� 57,530 Parameter bentuk (shape) ξ̂ -0,203

Tabel 16 menunjukkan bahwa banyaknya pengamatan di atas threshold adalah 75 pengamatan dari total pengamatan sebesar 753 pengamatan. Hasil estimasi parameter menunjukkan bahwa besarnya parameter skala yang menyatakan keragaman data sebesar 57,530, dan untuk parameter bentuk yang menyatakan perilaku ekor kanan (maksimum) sebesar -0,203.

2) Periode Data Musim Hujan Untuk pemilihan threshold padaperiode musim

hujan yaitu sebesar 167 mm yang kemudian dari sampel ekstrem yang diperoleh akan digunakan untuk mengestimasi parameter.

Tabel 17 Estimasi Parameter GPD Hujan Pos Ngale

Karakteristik Nilai Threshold (u) 167 Jumlah pengamatan (n) 378 Jumlah pengamatan di atas threshold (nu) 38 Parameter skala (scale) 𝜎𝜎� 62,640 Parameter bentuk (shape) ξ̂ -0,303

Tabel 17 menunjukkan bahwa banyaknya pengamatan di atas threshold adalah 38 pengamatan dari total pengamatan sebesar 378 pengamatan. Hasil estimasi parameter menunjukkan bahwa besarnya parameter skala sebesar 62,640, dan untuk parameter bentuk sebesar -0,303. Untuk menguji sampel ekstrem yang terambil mengikuti generalized pareto distribution digunakan Probility Plot dan Quantile Plot atau dengan Uji Kolmogorov-Smirnov.

Gambar 12 Probability Plot dan Quantile Plot di

Pos Ngale dengan GPD Berdasarkan Periode Data Tahunan dan Musim Hujan.

Gambar 12 menunjukkan bahwa pada periode tahunan dan periode musim hujan hampir semua titik sebaran mengikuti garis linier yang berarti sampel ekstrem mengikuti generalized pareto distribution dan untuk mendukung hal ini dapat dilakukan pengujian Kolmogorov-Smirnov. Pengujian Hipotesis: H0: F(x) = F0 (x) H1: F(x) ≠ F0 (x) α = 0,05

Page 12: IDENTIFIKASI CURAH HUJAN EKSTREM DI …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17862-1308100049-Paper.pdf · 1 identifikasi curah hujan ekstrem di kabupaten ngawi menggunakan generalized

12

Tabel 18 Uji Kolmogorov-Smirnov untuk GPD di Pos Ngale

Periode D hitung D tabel Keputusan Tahunan 0,052 0,157 Gagal Tolak H0 Musim Hujan 0,088 0,221 Gagal Tolak H0

Tabel 18 menunjukkan hasil pengujian kesesuaian

distribusi dari sampel ekstrem dengan metode POT baik periode tahunan maupun periode musim hujan sudah mengikuti distribusi generalized pareto distribution. Hal ini karena nilai D hitung<D tabel. Kemudian untuk mengetahui tipe distribusi dari GPD juga dapat dilakukan pengujian sebagai berikut. Pengujian Hipotesis: H0: 𝜉𝜉 = 0 (Distribusi Eksponensial) H1: 𝜉𝜉 ≠ 0

Tabel 19 Uji Tipe GPD Pos Ngale

Periode P-value Keputusan Tipe Tahunan 0,147 Gagal Tolak H0 Eksponensial Musim Hujan 0,189 Gagal Tolak H0 Eksponensial

Pengujian parameter bentuk (ξ�) untuk GPD ini digunakan untuk mengetahui perilaku ekor kanan (maksimum) yang dapat digunakan sebagai informasi kejadian ekstrem untuk waktu mendatang. Tabel 19 menunjukkan baik periode tahunan maupun periode musim hujan berdistribusi Eksponensial (ξ� = 0) karena nilai p-value > α (0,05). Nilai parameter bentuk ξ� = 0 menyatakan bahwa nilai ekstremnya memiliki batasan yang tidak terbatas dan nilainya dapat berubah cukup lambat namun peluang terjadinya akan lebih kecil bila dibandingkan dengan distribusi Pareto.

Untuk menentukan metode yang sesuai dalam menentukan return level di pos Ngale maka dilakukan perbandingan antara generalized extreme value distribution dan generalized pareto distribution yaitu dengan membandingkan nilai RMSE data testing baik periode tahunan dan periode musim hujan.

Tabel 20 Nilai RMSE Metode GEV dan GPD di Pos Ngale Berdasarkan Periode Data

Periode RMSE

GEV GPD

Tahunan 95,86 78,52

Musim Hujan 102,54 99,14

Tabel 20 menunjukkan nilai RMSE untuk periode tahunan dan periode musim hujan dari GEV masing-masing sebesar 95,86 dan 102,54 sedangkan nilai RMSE dari GPD dengan periode waktu yang sama yaitu 78,52 dan 99,14. Sehinga dari nilai RMSE, metode GPD lebih sesuai dalam menentukan return level untuk pos Ngale karena nilai RMSEnya lebih kecil daripada GEV. Sehingga return level selama periode satu tahun ke depan adalah sebagai berikut.

Tabel 21 Return Level di Pos Ngale

Periode Bulan Dugaan (mm) Jan 2011-Februari 2011 153 Jan 2011-Mei 2011 176 Jan 2011-Agust 2011 196 Jan 2011-Des 2011 210

Periode yang digunakan untuk menentukan nilai return level di Pos Ngale yaitu periode tahunan walaupun nilai RMSEnya lebih besar bila dibandingkan periode musim hujan. Hal ini disebabkan karena pada periode tahunan mampu memberikan informasi data ekstrem (maksimum) yang lebih informatif karena periode ini mencangkup data-data ekstrem baik musim hujan dan musim kemarau.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dapat disimpulkan bahwa: Identifikasi curah hujan ekstrem di Pos Mantingan dan Pos Ngale dengan metode block maxima dengan periode tahunan didapatkan sampel ekstrem sebanyak 84 pengamtan dan untuk periode musim hujan diperoleh data sampel ekstrem sebanyak 126 pengamatan. Identifikasi curah hujan ekstrem di Pos Mantingan dengan metode peaks over threshold diperoleh nilai threshold untuk periode tahunan dan musim hujan masing-masing sebesar 151 mm dan 189 mm. Sedangkan nilai threshold di Pos Ngale untuk periode yang sama yaitu 142 mm dan 167 mm. Banyaknya data sampel ekstrem untuk Pos Mantingan dan Ngale pada periode tahunan sebanyak 75 pengamatan dan pada musim hujan sebanyak 38 pengamatan. Estimasi parameter dengan metode GPD di Pos Mantingan adalah 64,850 untuk parameter skala (𝜎𝜎�) dan -0,162 untuk parameter bentuk �𝜉𝜉� sedangkan di Pos Ngale adalah 57,530 untuk parameter skala (𝜎𝜎�) dan -0,203 untuk parameter bentuk �𝜉𝜉�. Hasil return level menunjukkan bahwa metode GPD lebih sesuai dalam menentukan return level karena nilai RMSE lebih kecil daripada GEV. Return level selama periode Januari 2011 sampai Desember 2011 di Pos Mantingan sebesar 226 mm dan di Pos Ngale sebesar 210 mm.

Identifikasi kejadian ekstrem dengan extreme value theory pada umumnya membutuhkan ukuran data yang cukup besar khususnya untuk metode block maxima agar data bisa dibagi dalam blok tahunan, sehingga sampel ekstrem yang terambil tidak lagi terdapat nilai nol dan hasil nilai return level bisa lebih akurat.

Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk menggunakan kajian extreme value theory dengan menggunakan variabel lain (covariates) yang diduga

Page 13: IDENTIFIKASI CURAH HUJAN EKSTREM DI …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17862-1308100049-Paper.pdf · 1 identifikasi curah hujan ekstrem di kabupaten ngawi menggunakan generalized

13

mempengaruhi besarnya curah hujan, sehingga untuk menentukan return level juga bisa lebih akurat.

6. DAFTAR PUSTAKA [BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan

Geofisika. 2011. Istilah Prakiraan Musim dan Iklim [http://klimatologibanjarbaru.com], accesed on September 29 2011

Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Timur, No. 40/07/35/Th.VIII, 01 Juli 2010

Coles, S. 2001. An Introduction to Statistical Modeling of Extreme Values. London: Springer-Verlag,.

Daniel, W.W. 1989. Statistika Nonparametrik Terapan. Georgia State University. Jakarta: PT Gramedia.

Early Warning Bulletin LAPAN. Edisi III Februari 2006. [http://www.lapanrs.com/SMBA], accesed on September 26 2011

Gilli, M. and Kellezi, E. 2003. An Application of Extreme Value Theory for Measuring Financial Risk. Departement of Econometrics, University of Geneva and FAME CH-1211 Geneva 4, Switzerland.

Gilleland, E., and Katz, R.W. 2006. Analyzing seasonal to interannual extreme weather and climate variability with the Extremes Toolkit (extRemes). Preprints: 18th Conference on Climate Variability and Change, 86th American Meteorological Society (AMS) Annual Meeting. 29 January–2 February 2006. Atlanta Georgia.

Hasan, M. F., and Utomo, D. T. W. 2009. Perencanaan Teknik embung Dawung Kabupaten Ngawi. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

IPCC. 2007. Climate Change 2007: The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change [Solomon, S., D. Qin, M. Manning, Z. Chen, M. Marquis, K.B. Averyt, M.Tignor and H.L. Miller (eds.)]. Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and New York, NY,USA,

Irfan, M., Santoso, A., and Fatulloh. 2011. Sebaran pareto Terampat Sebagai Metode Altenatif untuk Meramalakan Curah hujan Ekstrem (Studi Kasus: Provinsi DKI Jakarta). Departemen Statistika Institut Pertanian Bogor.

Juliastuti, D. 2007. Implementasi Metode Extreme Value Theory dalam Pengukuran Risiko Operasional (Studi Kasus pada PT. Bank AAA). Jakarta: Tesis Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Katz, R.W. 1999. Extreme value theory for precipitation: sensitivity analysis for climate change. Advances in Water Resources 23:133-139.

Li,Y., Cai, W., and Campbell, E.P. 2005. Statistical Modelling of Extreme Rainfall in Southwest Australia. J. Climate 18: 852-863

Mallor, Nualart, and Omey. 2009. An introduction to Satistical Modelling Of Extreme Value Application to Calculate Extreme Wind Speeds. Hogeschool Universitei Briscel. [http://www.isse.ucar.edu/extremevalues/evtk.html]. accesed on Agustus 25 2011

Manurung, A.S. 2007. Istilah dan Pengertian Dalam Prakiraan Musim. [http://meteo- go.blogspot.com/search/label/Pengertian], accesed on September 29 2011

McNeil, A.J. 1999. Extreme Value Theory for Risk Managers. Zurich: Departement Mathematic ETH Zentrum.

Naylor, R.L., Falcon, W.P., Daniel, R.D., and Nikolaswada. 2001. Using El Niño/Southern Oscillation Climate Data To Predict Rice Production In Indonesia. Climatic Change 50: 255–265.

Prang, J.D. 2006. Sebaran Nilai Ekstrem Terampat dalam Fenomena Curah Hujan. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor

Roesmara. 2008. Indonesia Mampu prediksi Iklim. [http://www.erakomputer.com/content/berita/juli/indonesia-mampu-prediksi-iklim]. accessed on 3 Oktober 2011.

Sadik, K. 1999. Pemodelan Nilai Ekstrem Terampat untuk Proses Lingkungan, Studi Kasus pada Curah Hujan Harian. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Tjasjono, B. 1999. Klimatologi Umum. Bandung : ITB.

WMO. 2009. Guidelines onAnalysis of extremes in a changing climate in support of informed decisions for adaptation. Publications Board. Geneva 2, Switzerland