Author
trankhue
View
220
Download
0
Embed Size (px)
11
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Usaha peternakan Ayam Broiler
Ayam ras merupakan jenis ras unggul dari hasil persilangan antara bangsa-
bangsa ayam yang dikenal memiliki daya produktivitas yang tinggi terhadap produksi
daging (karkas) dan telur. Jenis-jenis ayam ras unggul ini merupakan final stock yang
didatangkan dari luar negeri (Samadi, 2010).
Menurut Samadi (2010) secara umum, ayam ras memiliki faktor keturunan
atau faktor genetis yang baik yaitu umumnya bertubuh besar, memiliki pertumbuhan
yang cepat, produksi daging dan telur tinggi, serta memiliki daya alih (konversi) pakan
menjadi produk protein (daging dan telur) tinggi. Pada dasarnya, ayam ras dibedakan
menjadi tiga tipe yaitu :
1) Tipe pedaging (ayam ras pedaging atau broiler)
2) Tipe petelur ( ayam ras petelur atau layer)
3) Tipe dwiguna (ayam ras pedaging dan petelur)
Dari ketiga tipe ayam ras tersebut, yang paling banyak dibudidayakan oleh
masyarakat adalah tipe pedaging (ayam ras pedaging atau broiler) dan tipe petelur
(ayam ras petelur atau layer). Oleh karena itu, di dalam masyarakat ayam ras hanya
dikenal dua tipe yaitu ayam ras pedaging dan ayam ras petelur.
Menurut keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia
No. 940/Kpts/OT.210/10/97, usaha peternakan adalah suatu usaha pembibitan dan atau
budidaya peternakan dalam bentuk perusahaan peternakan atau peternakan rakyat, yang
diselenggarakan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam jangka
waktu tertentu untuk tujuan komersial atau sebagai usaha sampingan untuk
menghasilkan ternak bibit atau ternak potong, telur, susu serta menggemukkan suatu
jenis ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan, dan memasarkan.
Ayam ras pedaging atau yang lebih dikenal masyarakat dengan nama ayam
broiler adalah merupakan jenis ras unggul hasil dari persilangan (perkawinan) antara
ayam jantan ras White Cornish dari Inggris dengan ayam betina dari ras Plymouth rock
12
dari Amerika. Hasil dari persilangan ras tersebut menghasilkan anak-anak ayam yang
memiliki pertumbuhan badan cepat dan memiliki daya alih (konversi) pakan menjadi
produk daging yang tinggi, artinya dengan jumlah pakan yang dikonsumsi sedikit
mampu bertumbuh dengan sangat cepat. Namun, daya alih pakan menjadi telur sangat
rendah. Oleh karena itu, ayam broiler lebih cocok atau menggantungkan bila diternakan
sebagai penghasil daging. Hal ini dikarenakan dengan pakan yang hemat mampu
mengubahnya menjadi produk daging dengan sangat cepat (Samadi, 2010)
Sedangkan menurut Rasyaf (2006) Ayam ras pedaging disebut juga ayam
broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam
yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam.
Sebenarnya ayam broiler ini baru populer di Indonesia sejak tahun 1980-an, dimana
pemegang kekuasaan merencanakan panggalakan konsumsi daging ruminansia yang
pada saat itu semakin sulit keberadaannya. Hingga kini ayam broiler telah dikenal
masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihannya. Hanya 5-6 minggu sudah bisa
dipanen. Dengan waktu pemeliharaan yang relatif singkat dan menguntungkan, maka
banyak peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan diberbagai wilayah
Indonesia.
Rasyaf (1999) juga mengemukakan bahwa cirri khas ayam broiler adalah
rasanya enak dan pengolahannya mudah tetapi mudah hancur dalam proses perebusan
yang lama. Daging ayam merupakan sumber protein yang berkualitas bila dilihat dari
kandungan gizi. Daging ayam dengan berat 100 gram mengandung di dalamnya 18,20
gram protein dan 404,00 kalori yang berguna untuk menambah energy. Kandungan gizi
yang terkandung daam ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 8. Berbagai cirri khas yang
telah diuraikan sebelumnya, membuat usaha ternak ayam broiler banyak diminati.
Selain karena periode produksi dan panen yang cepat serta kandungan gizi yang
lengkap, usahanya pun dapat dilakukan dalam berbagai skala, baik skala besar maupun
skala kecil.
13
Tabel 8. Kandungan Gizi Daging Ayam
Nilai gizi per 100 gram Jumlah
Kalori (kkal) 404,00
Protein (gram) 18,20
Lemak (gram) 25,00
Kolesterol (mg) 60,00
Vitamin A (mg) 243,00
Vitamin B1 (gram) 0,80
Vitamin B6 (gram) 0,16
Asam Linoleat (mg) 6,20
Kalsium (gram) 14,00
Posfor (mg) 200,00
Menurut Yunus, et al (2007), peluang investasi agribisnis ayam broiler
memiliki prospek yang cukup cerah untuk masa yang akan datang. Investasi ayam
broiler di sub sektor peternakan sangat prospektif karena terdapat beberapa
kecenderungan, yaitu :
1) Daging unggas makin diminati oleh konsumen dengan alasan kesehatan
(kandungan kolesterol relatif lebih rendah)
2) Konsumsi daging per kapita karena harga relatif murah
3) Produksi daging dalam negeri hampir seluruhnya dikonsumsi di dalam negeri,
bahkan terjadi kekurangan supply sehingga terjadi impor, baik ternak besar maupun
daging ayam
4) Daging ayam broiler menempati posisi pertama dalam pemenuhan permintaan dan
konsumsi daging
Berdasarkan Keppres No 22 tahun 1990 dinyatakan bahwa perusahaan berskala
besar juga dapat melakukan budidaya ayam ras dengan skala dibebaskan dengan syarat
melakukan pembinaan ke peternak rakyat. Usaha ternak dilakukan pada suatu tempat
dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial yang meliputi kegiatan perusahaan
pemotongan ayam, pabrik pakan, dan perusahaan perdagangan sarana produksi ternak.
14
Usaha peternakan ayam broiler dikembangkan dengan kecenderungan ke arah
integritas vertikal dengan pertimbangan banyaknya usaha ternak skala kecil, keuntungan
yang diperoleh dan mengurangi risiko usaha. Integritas vertikal merupakan bagian dari
struktur industri tipe industrial dimana seluruh bidang pada satu alur produk disatukan
dalam satu kelompok usaha yang kemudian dengan unit agribisnis industrial (UAI).
UAI mengintregasikan subsistem agribisnis hulu, usahaternak, hilir dan jasa penunjang.
1) Subsistem hulu
Industri hulu dalam peternakan ayam broiler merupakan kegiatan ekonomi yang
menghasilkan sarana produksi (sapronak) yang berkaitan dengan pembudidayaan ayam
broiler (Pambudy, 1999). Subsistem ini merupakan bagian awal dari agribisnis dan
merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi agar usaha dapat berjalan dengan
lancer. Industri pakan, obat-obatan, mesin dan peralatan serta pembibitan merupakan
bagian dari subsistem ini.
2) Subsistem usahaternak
Subsistem usahaternak inilah hasil dari industri hulu yng digunakan untuk
menghasilkan komoditas ternak. Pelaksanaan pola kemitraan pelaku utama dari
subsistem usahaternak adalah peternak plasma dan perusahaan inti berperan penting
dalam mengajarkan dan mengontrol proses budidaya serta penerapan manajemen yang
baik dalam proses tersebut (Pambudy, 1999).
3) Subsistem Hilir
Subsitem hilir menurut Pambudy (1999) adalah kegiatan mengolah komoditas
peternakan primer menjadi produk olahan baik dalam bentuk antara
(intermediate product) maupun dalam bentuk akhir (finished product) beserta kegiatan
perdagangan dan distribusinya
4) Subsistem jasa penunjang
Subsistem jasa penunjang merupakan bagian yang menyediakan jasa penunjang
bagi ketiga subsistem agar kegiatan UAI berjalan lancer. Subsistem jasa penunjang
mencakup bidang keuangan, infrastruktur, penelitian dan pengembangan, pendidikan
dan konsultasi agrbisnis hingga kebijakan pemerintah baik mikro, regional dan
perdagangan internasional (Pambudy, 1999)
15
2.2 Faktor Pendukung Pertumbuhan Ayam Broiler
Menurut Rasyaf (2006), keunggulan ayam broiler akan terbentuk bila
didukung oleh lingkungan karena sifat genetis saja tidak menjamin keunggulan itu akan
terlihat. Hal-hal yang mendukung keunggulan ayam broiler seperti berikut ini :
2.2.1 Lokasi Peternakan
Lokasi peternakan sebagai tempat kegiatan proses industri peternakan harus
sesuai dengan syarat kehidupan ayam broiler. Lokasi yang kurang cocok dengan
kehidupan ayam broiler dapat menyebabkan produksi daging rendah walaupun ayam
yang diternakkan merupakan ras unggul. Selain dari aspek lingkungan hidup, penentuan
lokasi peternakan sebaiknya juga harus memperhatikan aspek teknis, sosial ekonomi,
hukum, analisa mengenai dampak lingkungan (Samadi, 2010).
Menurut Rasyaf (2006) ada beberapa kriteria dalam penentuan lokasi
peternakan, yaitu :
1) Lokasi untuk peternakan ayam broiler sebaiknya jauh dari keramaian, jauh dari
lokasi perumahan, atau dipilih tempat yang sunyi.
2) Lokasi peternakan hendaknya tidak jauh dari pusat pasokan bahan baku dan lokasi
pemasaran.
3) Lokasi yang dipilih sebaiknya termasuk areal agribisnis agar terhindar dari
pengusuran.
2.2.2 Kandang dan Peralatan Kandang
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pendirian kandang diantaranya
adalah arah kandang, ukuran kandang, bentuk dan konstruksi kandang, dan ventilasi
kandang. Kandang yang baik adalah kandang yang arahnya menghadap timur atau
barat. Tujuannya adalah untuk mencegah masuknya sinar matahari dalam jumlah yang
banyak dan waktu yang lama (Fadillah et al, 2007). Ukuran kandang disesuaikan
dengan jumlah populasi ayam yang akan diproduksi. Luas kandang ayam broiler
disajikan dalam Tabel 9.
16
Tabel 9. Luas Kandang Ayam Broiler (Fadillah et al, 2007)
Umur Ayam
Broiler (Minggu)
Luas per Ekor
(Cm2)
Luas Tempat Pakan
per Ekor (Cm2)
Luas Tempat Minum
per Ekor (Cm2)
0-4
4-8
279
697
2,5
2,5
0,5
0,5
Bentuk dan konstruksi kandang didasarkan pada kegunaan dan rencana usaha
yang akan dijalankan. Bentuk kandang dapat dibagi berdasarkan lantainya. Bentuk
kandang berdasarkan lantainya yaitu tipe lantai (floor types) dan tipe sangkar (cage
types). Kandang yang baik adalah kandang yang memiliki ventilasi udara yang baik.
Kandang ayam harus bebas dari segala penghalang sehingga udara dapat lebih mudah
masuk ke kandang. Salah satu kendala beternak ayam broiler di daerah beriklim tropis
adalah tingginya temperatur udara. Temperatur di daerah tropis adalah 22-39oC. Kondisi
tersebut sangat berpengaruh terhadap produktivitas ayam broiler. Beberapa cara yang
dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan tingginya temperatur udara adalah
memasang kipas angin, membuat hujan buatan, menanam pohon di sekitar kandang,
menanam rumput atau tanaman pendek di sekitar kandang, dan sebagainya (Fadillah et
al, 2007).
Menurut Fadillah et al (2007), peralatan kandang yang digunakan dalam
usahaternak ayam broiler adalah tempat pakan, tempat minum, peralatan pemanas, dan
peralatan lainnya seperti drum air, ember, garpu pembalik sekam, dan gerobak
pengangkut pakan. Tempat pakan yang sering digunakan adalah berbentuk tabung
dengan kapasitas 5-7 kg. Tempat minum ayam broiler memiliki beberapa tipe yaitu
galon manual atau galon otomatis. Tempat pakan dan minum tersebut harus selalu
dijaga kebersihannya serta tata letak dan ketinggiannya harus benar. Peralatan pemanas
selama periode pemanasan (umur 1-14 hari) terdiri dari pemanas (brooder) dan
lingkaran pelindung. Jenis pemanas sangat beragam tergantung dari sumber energi yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel 9.
17
Tabel 10. Jenis Alat Pemanas Berdasarkan Sumber Energinya
(Fadillah et al, 2007)
Sumber Energi Alat Pemanas Kapasitas Jenis Pemanas
(Ekor)
Minyak Tanah
Gas LPG
Batu Bara
Listrik
Sekam
Kompor
Gasolec dan Regulator
Kompor
Lampu 40-100 watt
Kompor
250-700
1000-1500
750-1200
100-250
100-500
2.2.3 Day Old Chick (DOC)
Menurut Rasyaf (2006), salah satu kunci sukses memelihara ayam broiler
adalah memilih bibit ayam yang berkualitas. Bibit ayam (DOC) yang beredar di
Indonesia bukan berasal dari strain yang dikembangkan khusus untuk daerah tropis,
tetapi bibit yang telah diperbaikai (up grade) kualitas genetiknya yang dikembangkan di
daerah subtropis. Dengan kata lain, DOC tersebut akan memunculkan potensi
genetiknya jika lingkungan yang dibutuhkan untuk perkembangan DOC terpenuhi.
Adapun ciri-ciri DOC yang berkualitas, yaitu :
1) DOC terlihat aktif, mata cerah, dan lincah.
2) Kaki besar dan basah seperti berminyak.
3) Bulu cerah, tidak kusam, dan penuh
4) Keadaan tubuh ayam normal
5) Berat badan sesuai dengan standar strain, biasanya di atas 37 gram.
Dari bibit ayam (DOC) yang berkualitas, serta dukungan lingkungan yang
memadai, produksi ayam broiler komersial akan mencapai pertumbuhan yang baik.
18
2.2.4 Makanan
Produksi daging yang tinggi dan berkualitas baik dari usaha beternak ayam
broiler dapat dicapai bila makanan yang diberikan ternak berkualitas baik dan diberikan
dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan ternak. Makanan yang berkualitas adalah
pakan yang memiliki kandungan zat gizi (nutrient) yaitu karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, dan mineral dalam jumlah seimbang. Kekurangan salah satu gizi tersebut dapat
menyebabkan proses metabolism tubuh terganggu, ternak menjadi lemah dan rentan
terhadap penyakit, dan ternak tumbuh kerdil (Samadi, 2010).
Pertumbuhan yang sangat cepat tidak akan tampak bila tidak didukung dengan
ransum yang mengandung protein dan asam amino yang seimbang sesuai kebutuhan
ayam. Ransum juga harus masuk sempurna ke dalam tubuh ayam. Misalnya ransum itu
bau tengik atau peternak salah menimbangnya maka jumlah unsur nutrisi yang masuk
ke dalam usus dan kelak di serap tubuh ayam menjadi berkurang. Akibatnya akan sama,
kemampuan ayam yang prima tidak tampak (Rasyaf, 2006).
2.2.5 Obat-Obatan, Vaksin dan Vitamin
Obat-obatan, vaksin, dan vitamin merupakan faktor produksi dalam
usahaternak ayam broiler yang cukup penting. Program pengobatan dilakukan pada
ayam yang telah terdeteksi terkena penyakit. Beberapa contoh antibiotik yang dapat
dipakai untuk mengatasi penyakit pada ayam broiler diantaranya adalah Salynomycin,
Sulfonamida, Tetracycline, Nitrofuran, Quinolon, Aminocilycoside, Betalactam,
Macrolide, dan Cloramphenicol. Pemberian obat secara umum dapat dilakukan melalui
tiga cara, yaitu melalui air minum, melalui pakan, dan melalui suntikan
(Fadillah et al, 2007).
Program vaksinasi merupakan cara yang digunakan untuk mencegah timbulnya
penyakit. Vaksinasi dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh
ayam terhadap berbagai penyakit, terutama penyakit yang disebabkan oleh virus dan
bakteri. Cara melakukan vaksinasi diantaranya adalah melalui tetes mata, tetes hidung,
mulut, suntik daging, suntik bawah kulit, tusuk jarum, melalui air minum, pakan, dan
penyemprotan. Vaksin pada ayam broiler terdiri dari Vaksin Tetelo 1
19
(ND Live), Vaksin Gumboro (IBD Live), dan Vaksin Tetelo 2 (ND Live)
(Samadi, 2010). Program pemberian obat-obatan, vaksin dan vitamin pada ayam broiler
disajikan dalam Tabel 13.
Tabel 11. Program Pemberian Obat-Obatan, Vaksin dan Vitamin pada
Ayam Broiler
Umur Ayam
Broiler (Hari)
Keterangan Jenis Obat, Vaksin
dan Vitamin
Dosis
1-3
4
5-6
7-8
9
10-12
14-18
19
19-20
21-23
24-29
30-31
Obat dan gula
(pagi hari 1)
Vitamin dan gula
(siang hari 2)
Obat, gula dan vitamin
(pagi dan siang hari 3)
Vaksin ND
Vitamin
Air putih
Vitamin
Pencegahan/pengobatan
Vitamin
Vaksin
Vitamin
Pengobatan/pencegahan
Vitamin
Vitamin
Colamox
Elektrovit
Colamox
Elektrovit
Colamox
NDG dan NDLS
Elektrovit
Air putih
Elektrovit
Colibact
Elektrovit
NDLS
Elektrovit
Roxine
Biovit
elektrovit
10 gram
10 gram
10 gram
10 gram
10 gram
1 vial/botol
25 gram
-
35 gram
40 gram
50 gram
1 vial/botol
60 gram
70 gram
15 gram
100 gram
Sumber : PT Sanbe Farma (2008)
20
2.3 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang akan disajikan oleh peneliti adalah penelitian yang
membahas berbagai macam karakteristik dari peternak plasma yang mendorong untuk
melakukan kegiatan kemitraan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kajian yang
lebih mendalam dan rinci khususnya dalam melihat letak titik kritis karakteristik utama
dari pelaku kemitraan. Untuk itu diperlukan beberapa sumber bacaan (referensi) yang
dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan penelitian. Bentuknya adalah berupa
jurnal, skripsi, tesis, dan desertasi yang menjadikan topik kemitraan yang menjadi
bahasan utamanya.
Penelitian yang dilakukan Rahman (2009) menjelaskan bahwa munculnya
dorongan peternak untuk bekerjasama dengan perusahaan mitra akan tergantung pada
besarnya harapan yang akan terwujud, apabila tujuan dari kegiatan tersebut tercapai.
Dilihat dari karakteristik internal dan eksternal diduga memiliki hubungan yang
menentukan alasan peternak dalam menjaga kesinambungan kerjasama. Unsur
karakteristik internal dalam penelitian Rahman (2009) meliputi umur, tingkat
pendidikan, pengalaman beternak ayam broiler, lama bermitra dan prioritas
berusahaternak ayam broiler. Adapun karakteristik eksternalnya meliputi interaksi
dengan dengan perusahaan inti, pelayanan sapronak, keseimbangan insentif dan risiko
serta kejelasan peraturan kemitraan. Dari hasil analisis bahwa karakteristik internal
prioritas usaha memiliki hubungan nyata. Sedangkan umur, tingkat pendidikan,
pengalaman beternak ayam broiler dan lama bermitra tidak berhubungan nyata. Dilihat
dari karakteristik eksternal peternak bahwa pelayanan sapronak, keseimbangan isentif
dan risiko, dan peraturan kemitraan memiliki hubungan yang nyata. Sedangkan
interaksi peternak dengan inti tidak berhubungan nyata.
Berbeda penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2009) yang membahas
mengenai analisis pendapatan dan tingkat kepuasaan peternak plasma terhadap
pelaksanaan kemitraan ayam broiler yang mengambil studi kasus kemitraan PT X di
Yogyakarta, di dalam penelitian ini dapat di identifikasi mengenai karakteristik peternak
plasma yang antara lain usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan pengalaman
beternak. Tidak hanya karakteristik peternak plasma tetapi karakteristik usahaternak
21
ayam broiler peternak responden diantaranya skala usaha ternak, pekerjaan di luar
usahaternak ayam broiler, alasan beternak ayam, lama beternak ayam broiler, lama
bermitra dengan PT X, alasan bermitra dengan PT X, sumber informasi mengenai PT X,
umur panen, status kepemilikan lahan dan kandang dan manfaat bergabung dengan
perusahaan kemitraan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan mayoritas responden
peternak berjenis kelamin laki-laki (94 persen), berusia 25-35 tahun (54 persen),
pendidikan SMA (52 persen), jumlah tanggungan keluarga 1-2 orang (42 persen),
jumlah ternak yang dipelihara antara 2.000-10.000 ekor (84 persen), peternak memiliki
pekerjaan lain di luar usahaternak ayam (52 persen), pengalaman beternak kurang dari
lima tahun (62 persen), status kepemilikan lahan milik sendiri (96 persen), alasan
beternak ayam karena sebagai pekerjaan utama (44 persen), alasan bermitra dengan
PT X adalah untuk meningkatkan keuntungan ( 58 persen), lama bermitra dengan
PT X selama satu tahun (36 persen), sumber informasi mengenai PT X didapatkan
langsung dari pihak perusahaan ( 48 persen) dan manfaat yang diperoleh dengan
kemitraan adalah risiko usaha rendah (30 persen).
Penelitian yang dilakukan oleh Firwiyanto (2008) tidak berbeda jauh dengan
penelitian Lestari (2009), dapat dilihat bahwa penelitian ini membahas mengenai anlisis
pendapatan dan tingkat kepuasaan peternak terhadap pelaksanaan kemitraan ayam
broiler kasus kemitraan peternak plasma Rudi Jaya PS Sawangan Depok. Dari
penelitian ini dapat di identifikasi mengenai karakteristik peternak yang dibedakan
berdasarkan usia, tingkat pendidikan, lama beternak dan status usaha. Bedasarkan hasil
wawancara pada penelitian ini menghasilkan berusia 20 sampai 35 (55 persen) berusia
35 sampai 50 tahun (45 persen), pendidikan formal peternak mitra sebagian besar
tamatan SMP dan perguruan tinggi (30 persen) lulusan SMA (25 persen) lulusan SD
(15 persen), pengalaman beternak peternak mitra sebagian besar antara 5 sampai 10
tahun (60 persen) dibawah lima tahun (15 persen) diatas 10 tahun (25 persen),
berdasarkan status usaha peternak mitra sebagian besar sebagai usaha utama (70 persen)
usaha sampingan untuk peternak mitra sebagian besar dilakukan oleh peternak sistem
bagi hasil (30 persen) dimana sebagian besar wiraswasta.
22
Berbeda dengan Penelitian yang dilakukan Marliana (2008) dengan komoditi
yang berbeda dari penelitian Rahman (2009), Lestari (2009) dan Firwiyanto (2008).
Dalam penelitian ini menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan
petani untuk menjadi mitra PT Saung Mirwan meliputi umur, pengalaman, keluarga,
pendidikan, produktivitas, pendapatan, luas lahan dan kualitas. Dari hasil uji yang
dilakukan Marlina (2008) menunjukkan bahwa dari delapan variabel yang dianalisis
terdapat tiga peubah bebas yang berpengaruh nyata atau signifikan terhadap keputusan
petani untuk menjadi mitra PT Saung Mirwan yaitu variabel pengalaman, pendidikan
terakhir, dan produktivitas. Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap
keputusan menjadi mitra yaitu variabel jumlah umur, anggota keluarga, pendapatan dan
luas lahan.
Penelitian yang dilakukan Simmons (2002) tidak berbeda jauh dengan
penelitian Marliana (2008) dapat di identifikasi bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi petani kecil dalam melakukan kemitraan usaha agribisnis di Negara
berkembang, bahwa sebagian besar faktor-faktor yang mempengaruhi petani kecil
dalam melakukan kemitraan di Negara berkembang di karenakan faktor kemudahan
dalam mengakses pasar, kemudahan akses pinjaman, meminimalkan risiko,
meningkatkan kesempatan kerja khususnya bagi keluarga dan kemudahan dalam
memperoleh informasi. Kemitraan di Negara berkembang memiliki potensi untuk dapat
meningkatkan kesejahteraan bagi petani kecil, dikarenakan faktor lingkungan dan
manajemen kemitraan. Unsur-unsur yang terdapat pada faktor lingkungan meliputi
kekuatan pasar, kebijakan pemerintah khususnya pada ekonomi makro, teknologi
modern yang dapat mempengaruhi produksi, dan kepemilikan lahan. Sedangkan unsur-
unsur yang terdapat pada faktor manajemen yaitu adanya seleksi petani kontrak dan
resolusi konflik. Adanya kemitraan usaha di Negara berkembang dapat memberikan
manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung yang dapat diterima
oleh petani kecil dari kemitraan usaha agribisnis yaitu akses pasar, pengelolaan
manajemen risiko dan lapangan kerja bagi keluarga serta manfaat tidak langsung yang
diterima oleh petani kecil adalah pemberdayaan wanita dan peningkatan komersial.
Dari kelima penelitian terdahulu dapat ditarik sebuah benang merah yang
menjadi kesamaan penelitian yaitu, didapatkan bahwa terdapat beberapa
23
beberapa karakteristik dari pelaku kemitraan yang sesuai terhadap isi dari penelitian ini
yaitu, prioritas usaha, pengalaman bermitra, pendidikan terakhir dan produktifitas dan
dilihat dari karakteristik usahaternak ayam broiler peternak responden diantaranya skala
usaha ternak, pekerjaan di luar usahaternak ayam broiler, alasan beternak ayam, lama
beternak ayam broiler, lama bermitra, alasan bermitra dengan, sumber informasi
mengenai perusahaan inti, umur panen, status kepemilikan lahan dan kandang dan
manfaat bergabung dengan perusahaan kemitraan.
Dilihat dari penelitian terdahulu terdapat beberapa kesamaan dan perbedaan
dalam hal karakteristi pada pelaku kemitraan tetapi tidak semua karakteristik dapat
berpengaruh secara nyata dalam kenyataannya, untuk itu dalam penelitian ini akan
digunakan karakteristik peternak ayam broiler sebagai plasma kemitraan di Kota Depok
salah satunya pada karakteristik peternak adalah umur, lama pendidikan, lama
usahaternak ayam broiler, jumlah tanggungan keluarga, prioritas usahaternak ayam
broiler, dan luas kandang sedangkan pada karakteristik usahaternak ayam broiler
peternak adalah alasan usahaternak ayam broiler, pengalaman bermitra, sumber
informasi mengenai perusahaan inti, alasan peternak plasma ayam broiler melakukan
kemitraan dan manfaat bergabung dengan perusahaan inti.