18
4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. HIDROPONIK Menurut Lingga (1985), hidroponik atau istilah asingnya hydroponics, berasal dari bahasa latin. Kata hydro yang artinya air dan ponics berarti pengerjaan. Sehingga definisi hidroponik adalah pengerjaan atau pengelolaan air yang digunakan sebagai media tumbuh tanaman dan juga sebagai tempat akar tanaman mengambil unsur hara yang diperlukan, dimana budidaya tanaman dilakukan tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya. Umumnya media tanam yang digunakan bersifat porous, seperti pasir, arang sekam, batu apung, kerikil, rockwool dan lain-lain. Prinsip dasar budidaya tanaman secara hidroponik adalah suatu upaya merekayasa alam dengan menciptakan dan mengatur suatu kondisi lingkungan yang ideal bagi perkembangan dan pertumbuhan tanaman sehingga ketergantungan tanaman terhadap alam dapat dikendalikan. Rekayasa faktor lingkungan yang paling menonjol pada hidroponik adalah dalam hal penyediaan nutrisi yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang tepat dan mudah diserap oleh akar tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik dan normal (Astuti, 2003). Lingga (1985) menyatakan bahwa bercocok tanam secara hidroponik memberikan banyak keuntungan, diantaranya produktivitas tanaman lebih tinggi, kebersihan tanaman lebih terjamin sehingga terbebas dari hama dan penyakit, tanaman dapat tumbuh lebih cepat, penggunaan air dan nutrisi lebih efektif dan efisien, produksi hasil yang kontinyu, pengerjaan tanaman lebih mudah, kualitas tanaman lebih sempurna, tanaman dapat ditanam diluar musimnya, dapat tumbuh di tempat yang semestinya tidak cocok bagi tanaman, tidak ada resiko terkena banjir, erosi dan kekeringan serta penggunaan ruang lebih efisien sehingga keterbatasan ruang teratasi. Untuk memenuhi kebutuhan sinar matahari dan kelembaban udara yang diperlukan oleh tanaman selama masa pertumbuhannya, perlu dibangun greenhouse yang berfungsi untuk mengatur suhu dan kelembaban udara yang sesuai dengan kebutuhan tanaman.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. HIDROPONIK - repository.ipb.ac.id · Unit utama terdiri dari pompa, tangki injeksi, filter (saringan) utama dan komponen pengendali (pengukur tekanan, pengukur

  • Upload
    lydang

  • View
    233

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. HIDROPONIK

Menurut Lingga (1985), hidroponik atau istilah asingnya hydroponics,

berasal dari bahasa latin. Kata hydro yang artinya air dan ponics berarti

pengerjaan. Sehingga definisi hidroponik adalah pengerjaan atau pengelolaan

air yang digunakan sebagai media tumbuh tanaman dan juga sebagai tempat

akar tanaman mengambil unsur hara yang diperlukan, dimana budidaya

tanaman dilakukan tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya.

Umumnya media tanam yang digunakan bersifat porous, seperti pasir, arang

sekam, batu apung, kerikil, rockwool dan lain-lain.

Prinsip dasar budidaya tanaman secara hidroponik adalah suatu upaya

merekayasa alam dengan menciptakan dan mengatur suatu kondisi lingkungan

yang ideal bagi perkembangan dan pertumbuhan tanaman sehingga

ketergantungan tanaman terhadap alam dapat dikendalikan. Rekayasa faktor

lingkungan yang paling menonjol pada hidroponik adalah dalam hal

penyediaan nutrisi yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang tepat dan

mudah diserap oleh akar tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan

baik dan normal (Astuti, 2003).

Lingga (1985) menyatakan bahwa bercocok tanam secara hidroponik

memberikan banyak keuntungan, diantaranya produktivitas tanaman lebih

tinggi, kebersihan tanaman lebih terjamin sehingga terbebas dari hama dan

penyakit, tanaman dapat tumbuh lebih cepat, penggunaan air dan nutrisi lebih

efektif dan efisien, produksi hasil yang kontinyu, pengerjaan tanaman lebih

mudah, kualitas tanaman lebih sempurna, tanaman dapat ditanam diluar

musimnya, dapat tumbuh di tempat yang semestinya tidak cocok bagi

tanaman, tidak ada resiko terkena banjir, erosi dan kekeringan serta

penggunaan ruang lebih efisien sehingga keterbatasan ruang teratasi.

Untuk memenuhi kebutuhan sinar matahari dan kelembaban udara

yang diperlukan oleh tanaman selama masa pertumbuhannya, perlu dibangun

greenhouse yang berfungsi untuk mengatur suhu dan kelembaban udara yang

sesuai dengan kebutuhan tanaman.

5

Berdasarkan penggunaan larutan nutrisinya, hidroponik digolongkan

menjadi dua, yaitu hidroponik sistem terbuka dan hidroponik sistem tertutup.

Pada hidroponik sistem terbuka, larutan nutrisi dialirkan ke daerah perakaran

tanaman dan kelebihannya dibiarkan hilang. Sedangkan hidroponik sistem

tertutup, kelebihan larutan nutrisi yang diberikan, ditampung dan

disirkulasikan kembali ke daerah perakaran tanaman (Chadirin, 2007) dalam

(Murniati, 2008).

Saat ini dikenal 8 macam teknik hidroponik modern, yaitu Nutrient

Film Technique (NFT), Static Aerated Technique (SAT), Ebb and Flow

Technique (EFT), Deep Flow Technique (DFT), Aerated Flow Technique

(AFT), Drip Irrigation Technique (DIT), Root Mist Technique (RMT) dan

Frog Feed Technique (FFT).

Hidroponik dengan Drip Irrigation Technique dikategorikan sebagai

hidroponik sistem terbuka. Pada sistem Drip Irrigation Technique atau irigasi

tetes biasanya digunakan media tanam sebagai tempat tumbuh dan penyangga

akar tanaman, kemudian larutan nutrisi diberikan dengan meneteskannya pada

daerah perakaran tanaman. Media tanam harus memenuhi persyaratan, antara

lain dapat menyerap dan menghantarkan air dengan mudah, tidak

mempengaruhi pH air, tidak berubah warna, tidak mudah lapuk atau busuk.

B. IRIGASI TETES

Irigasi adalah suatu usaha manusia untuk menambah kekurangan air

dari pasokan hujan untuk pertumbuhan tanaman yang optimum. Peranan

irigasi dalam meningkatkan dan menstabilkan produksi pertanian tidak hanya

bersandar pada produktifitas saja tetapi juga pada kemampuannya untuk

meningkatkan faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang berhubungan dengan

input produksi. Irigasi mengurangi resiko kegagalan panen karena ketidak-

pastian hujan dan kekeringan, membuat unsur hara yang tersedia menjadi

lebih efektif, menciptakan kondisi kelembaban tanah optimum untuk

pertumbuhan tanaman, serta hasil dan kualitas tanaman yang lebih baik.

Menurut Schwab et.al. (1981), metoda penggunaan air irigasi untuk

tanaman dapat digolongkan ke dalam irigasi permukaan (surface irrigation),

6

irigasi bawah-permukaan tanah (sub-surface irrigation), irigasi curah

(sprinkler), dan irigasi tetes (drip atau trickle irrigation). Pemilihan metoda

irigasi tersebut tergantung pada air yang tersedia, iklim, tanah, topografi,

kebiasaan, dan jenis dan nilai ekonomi tanaman.

Irigasi tetes pertama kali diterapkan di Jerman pada tahun 1869 dengan

menggunakan pipa tanah liat. Di Amerika, metoda irigasi ini berkembang

mulai tahun 1913 dengan menggunakan pipa berperforasi. Pada tahun 1940-an

irigasi tetes banyak digunakan di rumah-rumah kaca di Inggris. Penerapan

irigasi tetes di lapangan kemudian berkembang di Israel pada tahun 1960-an.

Pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat

aplikasi (applicator, emission device) yang dapat memberikan air dengan debit

yang rendah dan frekuensi yang tinggi (hampir terus-menerus) disekitar

perakaran tanaman. Tekanan air yang masuk ke alat aplikasi sekitar 1.0 bar

dan dikeluarkan dengan tekanan mendekati nol untuk mendapatkan tetesan

yang terus menerus dan debit yang rendah. Sehingga irigasi tetes

diklasifikasikan sebagai irigasi bertekanan rendah. Pada irigasi tetes, tingkat

kelembaban tanah pada tingkat yang optimum dapat dipertahankan. Sistem

irigasi tetes sering didesain untuk dioperasikan secara harian (minimal 12 jam

per hari).

Gambar 1. Profil Tanah Terbasahkan

Irigasi tetes memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode

irigasi lainnya, diantaranya meningkatkan nilai guna air, meningkatkan

pertumbuhan tanaman dan hasil, meningkatkan efisiensi dan efektifitas

pemberian air dan nutrisi, menekan pertumbuhan gulma, serta menghemat

tenaga kerja.

7

Namun ada beberapa kelemahan dalam irigasi tetes, yaitu

penyumbatan pada penetes yang disebabkan oleh faktor fisik, kimia, dan

biologi yang dapat mengurangi efisiensi kinerja sistem. Selain itu dapat terjadi

penumpukan garam pada daerah yang tidak terbasahi dan pemberian air yang

tidak mencukupi kebutuhan tanaman akibat kurang dikontrol dengan baik

dapat menghambat pertumbuhan tanaman.

Sistem irigasi tetes di lapangan umumnya terdiri dari jalur utama, pipa

pembagi, pipa lateral, alat aplikasi dan sistem pengontrol seperti yang

ditunjukkan oleh Gambar 2.

1. Unit utama (head unit)

Unit utama terdiri dari pompa, tangki injeksi, filter (saringan) utama

dan komponen pengendali (pengukur tekanan, pengukur debit dan katup).

2. Pipa utama (main line)

Pipa utama umumnya terbuat dari pipa polyvinylchlorida (PVC),

galvanized steel atau besi cor dan berdiameter antara 7.5–25 cm. Pipa

utama dapat dipasang di atas atau di bawah permukaan tanah.

3. Pipa pembagi (sub-main, manifold)

Pipa pembagi dilengkapi dengan filter kedua yang lebih halus (80-

100 μm), katup selenoid, regulator tekanan, pengukur tekanan dan katup

pembuang. Pipa sub-utama terbuat dari pipa PVC atau pipa HDPE (high

density polyethylene) dan berdiameter antara 50 – 75 mm.

4. Pipa Lateral

Pipa lateral merupakan pipa tempat dipasangnya alat aplikasi,

umumnya dari pipa polyethylene (PE), berdiameter 8 – 20 mm dan

dilengkapi dengan katup pembuang.

5. Alat aplikasi (applicator, emission device)

Alat aplikasi terdiri dari penetes (emitter), pipa kecil (small tube,

bubbler) dan penyemprot kecil (micro sprinkler) yang dipasang pada pipa

lateral. Alat aplikasi terbuat dari berbagai bahan seperti PVC, PE, keramik,

kuningan dan sebagainya.

8

Gambar 2. Komponen Irigasi Tetes

C. GREENHOUSE

Nelson (1978) mendefinisikan greenhouse sebagai suatu bangunan

untuk budidaya tanaman yang memiliki struktur atap dan dinding yang

bersifat tembus cahaya. Sehingga cahaya dapat masuk dan tanaman terhindar

dari kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan antara lain curah hujan

yang deras, tiupan angin yang kencang, keadaan suhu yang terlalu

rendah/tinggi, sehingga dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Dengan

menggunkan greenhouse, suhu, kelembaban, cahaya, dan keperluan lain dari

tanaman dapat diatur, sehingga tanaman dapat tetap menghasilkan di luar

musimnya.

Greenhouse pada mulanya berkembang di negara-negara subtropis dan

daerah-daerah yang beriklim dingin. Awal mula greenhouse ini karena

dibutuhkannya suatu alternatif untuk bercocok tanam yang tidak terganggu

oleh iklim, terutama pada saat musim dingin yang tidak memungkinkan dalam

melakukan kegiatan bercocok tanam.

Prinsip dasar pembuatan greenhouse adalah pemerangkapan energi

yang berasal dari radiasi surya. Struktur greenhouse berinteraksi dengan

9

parameter iklim disekitarnya dan menciptakan iklim mikro di dalamnya yang

berbeda dengan parameter iklim di sekitar greenhouse. Hal ini disebut sebagai

peristiwa greenhouse effect atau efek rumah kaca. Menurut Bot (1983) dalam

Suhardiyanto (2009), greenhouse effect disebabkan oleh dua hal yaitu :

1. Pergerakan udara di dalam greenhouse yang relatif sangat sedikit atau

cenderung stagnan. Karena struktur greenhouse yang tertutup dan laju

pertukaran udara di dalam greenhouse dengan lingkungan luar sangat

kecil. Hal ini menyebabkan suhu udara di dalam greenhouse cenderung

lebih tinggi daripada di luar.

2. Radiasi matahari gelombang pendek yang masuk ke dalam greenhouse

melalui atap diubah menjadi radiasi gelombang panjang. Radiasi

gelombang panjang ini tidak dapat keluar dari greenhouse dan

terperangkap di dalamnya. Hal ini menimbulkan greenhouse effect yang

menyebabkan meningkatnya suhu udara di dalam greenhouse.

Menurut Boutet dan Terry (1987) dalam Suhardiyanto (2009), radiasi

gelombang pendek yang masuk ke dalam greenhouse diubah menjadi

gelombang panjang karena melewati bahan penutup, yaitu atap dan dinding

serta dipantulkan oleh lantai maupun bagian konstruksi greenhouse. radiasi

gelombang panjang yang terperangkap di dalam greenhouse menyebabkan

naiknya suhu udara di dalam greenhouse.

Gambar 3. Greenhouse Effect

10

Pada awalnya kegunaan greenhouse hanya sebagai tempat bercocok

tanam pada musim dingin. Namun penggunaan greenhouse berkembang pula

pada daerah-daerah tropis. Greenhouse pada daerah-daerah tropis lebih

berfungsi sebagai tempat budidaya tanaman dan melindungi tanaman dari

pengaruh keadaan lingkungan yang kurang baik, seperti tiupan angin kencang,

radiasi matahari yang terlalu panas bagi tanaman, terpaan hujan, serta

melindungi tanaman dari serangga dan penyakit.

Disamping itu, penggunaan greenhouse pada daerah tropis juga

bertujuan untuk mempermudah dalam pengendalian parameter-parameter

lingkungan yang mempengaruhi tanaman, sehingga kondisi lingkungan mikro

tanaman dapat diatur sesuai dengan kebutuhan tanaman. Dengan demikian,

penggunaan greenhouse pada daerah tropis akan mampu meningkatkan mutu

dan produktifitas tanaman.

D. LINGKUNGAN MIKRO TANAMAN

Lingkungan mikro tanaman dalam greenhouse meliputi suhu udara,

kelembaban, cahaya matahari, aliran udara (angin), serta media tanam sebagai

tempat tanaman memperoleh air dan nutrisi untuk tumbuh. Kondisi

lingkungan mikro tanaman sangat berpengaruh dan menjadi faktor penting

yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman selama masa budidaya.

Pada budidaya yang dilakukan dalam greenhouse, kondisi dari

parameter-parameter tersebut dapat di kendalikan guna memperoleh kondisi

yang optimum serta menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan

tanaman sehingga tanaman yang dibudidaya dapat memberikan hasil yang

baik.

1. Radiasi Matahari

Cahaya matahari memegang peranan yang sangat penting dalam

pertumbuhan tanaman. Proses fotosintesis yang merupakan proses utama

yang terjadi pada tanaman tidak akan dapat berlangsung tanpa adanya

energi yang diperoleh dari cahaya, dalam hal ini yaitu cahaya matahari.

Dalam proses fotosintesis cahaya dimanfaatkan oleh klorofil yang

terdapat pada daun dan sebagian lain tubuh tanaman. Cahaya matahari

11

yang diperoleh tanaman akan digunakan sebagai sumber energi bagi reaksi

fotosintesis yang merubah CO2 dan air (H2O) menjadi O2 dan karbohidrat

(C6H12O6). Hasil fotosintesis ini kemudian digunakan tanaman untuk

proses pertumbuhan, perkembangan, dan produksi tanaman.

Bagian spektrum PAR (Photosynthetically Active Radiation) yang

paling potensial dalam fotosintesis adalah spektrum biru (0.41 nm – 0.51

nm). Penurunan intensitas cahaya, khususnya spektrum biru menyebabkan

penurunan kadar ATP dan NADPH2, sehingga laju fotosintesis akan

berkurang. Peningkatan intensitas cahaya dapat meningkatkan kecepatan

fotosintesis. Salah satu komponen yang terkait dengan pertumbuhan dan

perkembangan tanaman adalah titik kompensasi cahaya. Pada saat

tanaman ditempatkan pada lingkungan yang mempunyai intensitas cahaya

sebanding atau lebih rendah daripada titik kompensasi cahaya,

pertumbuhan akan terhenti dan tanaman akan mati dalam periode waktu

yang pendek (Briggs and Calvin, 1987) dalam (Rinaldi, 2006).

2. Suhu Udara

Menurut Handoko (1995), panas merupakan suatu bentuk energi

yang dikandung oleh suatu benda. Sedangkan suhu mencerminkan energi

kinetik rata-rata dari gerakan molekul-molekul.

Suhu merupakan ukuran panas dan dingin dari suatu benda. Suhu

udara sangat berpengaruh bagi proses-proses yang terjadi pada tanaman

seperti proses fotosintesis, transpirasi dan respirasi. Suhu udara yang

optimum sangat diperlukan bagi tanaman agar dapat tumbuh dengan baik.

Tanaman memerlukan suhu udara optimum yang berbeda-beda (Tiwari

dan Goyal, 1998) dalam (Rinaldi, 2006).

Menurut Hanan et al. (1978), garis lintang merupakan faktor utama

yang mempengaruhi suhu greenhouse. Faktor lain adalah ketinggian

matahari, kondisi topografi yang mempengaruhi pergerakan angin dan

panjang hari. Suhu lingkungan berpengaruh terhadap proses fisik dan

kimiawi tanaman dan selanjutnya mengendalikan proses biologi dalam

tanaman.

12

Setiap tanaman memiliki kebutuhan suhu optimum yang berbeda-

beda. Tabel 1 dibawah memperlihatkan kisaran suhu yang sesuai bagi

beberapa macam tanaman.

Tabel 1. Kisaran Suhu yang Sesuai Bagi Tanaman

Jenis Kisaran Suhu

Biji benih

Setek tanaman

Tanaman sukulen

Jenis paku-pakuan

Kaktus liar

Berbagai jenis palm

18 – 32

18 – 24

15 – 21

15 – 21

15 – 21

15 – 21 Sumber : Rinaldi (2006)

3. Kelembaban Udara

Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara

yang dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi

(relatif), maupun defisit tekanan uap air. Kelembaban mutlak adalah

kandungan uap air (dapat dinyatakan dengan massa uap air atau

tekanannya) per satuan volum. Kelembaban nisbi membandingkan antara

kandungan/tekanan uap air aktual dengan keadaan jenuhnya atau pada

kapasitas udara untuk menampung uap air. Kapasitas udara untuk

menampung uap air tersebut (pada keadaan jenuh) ditentukan oleh suhu

udara. Sedangkan defisit tekanan uap air adalah selisih antara tekanan uap

jenuh dengan tekanan uap aktual (Handoko, 1995).

Jumlah uap air dalam udara diukur pada skala kelembaban relatif

(Relative Humidity) dengan satuan % (persen). Nilai kelembaban relatif

sebesar 0 % menunjukkan bahwa udara benar-benar kering, sedangkan

apabila kelembaban relatif mencapai 100 % berarti udara memilki uap air

jenuh.

Pada umumnya tanaman akan mengalami gejala-gejala tertentu

apabila kelembaban udara yang tersedia terlalu tinggi ataupun terlalu

13

rendah. Apabila kelembaban udara terlalu rendah daun-daun akan layu dan

terlihat tanda-tanda mengering pada ujung daun tanaman, tunas-tunas

berguguran dan bunga cepat layu. Sedangkan kelembaban udara yang

terlalu tinggi akan menyebabkan pembusukan pada bagian-bagian tertentu

yang akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan tanaman. Dengan

demikian, kondisi kelembaban yang optimal sangat dibutuhkan tanaman

agar dapat tumbuh dengan baik.

4. Kecepatan Angin

Menurut Handoko (1995), dalam bentuk yang sederhana, angin

dapat dibatasi sebagai gerakan horizontal udara relatif terhadap permukaan

bumi. Batasan ini berasumsi bahwa seluruh gerakan udara secara vertikal

kecepatannya dapat diabaikan karena relatif rendah (kurang dari 1 m/s)

akibat diredam oleh gaya grafitasi bumi. Sedangkan arah angin dibatasi

sebagai arah asal angin tersebut berhembus atau lawan arah dari gerakan

udara. Jika ditinjau secara mikro, angin penting artinya dalam proses

pertukaran udara khususnya oksigen dan karbondioksida dari dan ke

lingkungan.

Angin terjadi karena adanya gaya-gaya yang timbul akibat dari

perbedaan tekanan udara. Perbedaan tekanan udara ini disebabkan oleh

perbedaan suhu. Udara dengan suhu tinggi akan mengembang dan

bergerak ke atas sehingga tekanannya menjadi lebih rendah dari

sekitarnya. Perbedaan tekanan ini menimbulkan gradien tekanan yang

memicu terjadinya angin. Semakin tinggi perbedaan tekanan, maka

pergerakan udara pun semakin cepat.

Angin merupakan pengantar yang sangat efektif dalam proses

pemindahan energi dan massa secara konveksi. Laju pemindahan gas-gas

di udara khususnya di sekitar tajuk tanaman sangat ditentukan oleh

kecapatan angin. Menurut Esmay dan Dixon (1986), kecepatan angin

sebesar 0.1 – 0.25 m/s yang mengenai permukaan daun akan memudahkan

daun menangkap CO2. Pada kecepatan angin 0.5 m/s, CO2 yang

ditangkap akan berkurang. Pada kecepatan angin sebesar 1.0 m/s akan

14

menghambat pertumbuhan dan pada kecepatan angin diatas 4.5 m/s akan

terjadi kerusakan proses fisik tanaman.

5. Air dan Media Tanam

Media tanam merupakan tempat akar tumbuh menyangga tubuh

tanaman dan sebagai tempat untuk memperoleh air dan nutrisi. Media

tanam harus memenuhi persyaratan, antara lain dapat menyerap dan

menghantarkan air dengan mudah, tidak mempengaruhi pH air, tidak

berubah warna dan tidak mudah lapuk atau busuk. Media tanam ini terbagi

menjadi dua, yaitu media tanam anorganik dan media tanam organik.

Media tanam anorganik adalah media tanam yang sebagian besar

komponennya berasal dari benda mati, tidak menyediakan nutrisi bagi

tanaman, mempunyai pori-pori makro dan mikro yang seimbang sehingga

aerasi cukup baik dan tidak mengalami pelapukan dalam jangka pendek.

Media tanam anorganik diantaranya adalah pasir, kerikil alam, kerikil

sintetik, batu kali, batu apung, pecahan bata/genting, perlit, zeolit, spons

dan rockwool.

Media tanam organik adalah media tanam yang sebagian besar

komponennya terdiri dari organisme hidup, seperti bagian-bagian tanaman

(daun, batang, kulit kayu). Media tanam organik umumnya memiliki pori-

pori makro dan mikro yang seimbang, sehingga sirkulasi udaranya cukup

baik dan daya serap airnya cukup tinggi. Bahan organik ini akan

mengalami pelapukan, sehingga terjadi proses dekomposisi oleh

mikroorganisme yang akan menghasilkan CO2, H2O, dan mineral (Astuti,

2003).

Media tanam organik yang sering digunakan adalah arang sekam.

Arang sekam adalah arang sekam bakar yang berwarna hitam yang

dihasilkan dari pembakaran sekam yang tidak sempurna.

Media tanam yang baik adalah media yang dapat membuat zat hara

tetap tersedia, kelembaban terjamin dan drainase baik. Menurut Villareal

(1980), perkembangan akar dan penyerapan hara dipengaruhi oleh

kelembaban dan suhu media. Apabila suhu media kurang dari 15°C atau

lebih dari 30°C dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Selain itu

15

bahan-bahan yang mudah terurai juga tidak dianjurkan penggunaannya

karena bahan tersebut akan mudah rusak strukturnya dan ukuran

pertikelnya akan mengecil dan kemudian memadat. Kondisi ini

menyebabkan aerasi yang sulit bagi akar tanaman.

E. EVAPOTRANSPIRASI

Menurut Hansen et.al. (1992), evapotranspirasi merupakan gabungan

dari dua istilah, yaitu evaporasi dan transpirasi. Evaporasi merupakan

peristiwa penguapan air dari tanah, permukaan air, atau dari permukaan daun-

daun tanaman. Sedangkan transpirasi adalah air yang memasuki daerah

perakaran tanaman dan digunakan tanaman untuk membentuk jaringan-

jaringan tubuh tanaman, kemudian menguap dan dilepaskan oleh daun-daun

tanaman ke atmosfer.

Evapotranspirasi tanaman merupakan kebutuhan air tanaman yang

dibatasi sebagai kedalaman air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman

yang optimal dalam keadaan bebas penyakit, tumbuh tanpa stagnasi dari kadar

air tanah dan kesuburan serta lingkungan sekitarnya. Besarnya

evapotranspirasi tanaman dipengaruhi oleh faktor iklim, jenis tanaman dan

fase pertumbuhan tanaman. Kondisi areal pertanaman seperti jenis dan sifat

tanah, keadaan topografi dan luas areal penanaman, juga mempengaruhi besar

kebutuhan air tanaman (Doorenbos dan Pruitt, 1977) dalam (Astuti, 2003).

Evapotranspirasi dipengaruhi oleh temperatur, pelaksanaan pemberian

air, panjangnya musim tanam, presipitasi dan faktor lainnya. Volume air yang

ditranspirasikan oleh tanam-tanaman tergantung kepada dimana air dibuang,

dan juga temperatur dan kelembaban udara, gerakan angin, intensitas dan

lamanya sinar matahari, tahapan perkembangan tanaman, jenis dan keadaan

alami daun-daunan (Hansen et.al., 1992).

Dalam penentuan nilai evapotranspirasi, terdapat dua istilah yaitu

evapotranspirasi potensial (ETp) dan evapotranspirasi aktual (ETa).

Evapotranspirasi aktual adalah jumlah total air yang menguap secara aktual

dari suatu permukaan baik berasal dari proses evaporasi ataupun transpirasi.

Sedangkan evapotranspirasi potensial merupakan kemampuan atmosfer untuk

16

menguapkan air dari suatu permukaan baik berasal dari proses evaporasi

maupun transpirasi.

Adapun hubungan dari evapotranspirasi aktual dan evapotranspirasi

potensial dapat dirumuskan sebagai berikut.

ETa = Kc * ETp ..... (1)

Dimana ETa : evapotranspirasi aktual (mm/hari), Kc : koefisien

tanaman, dan ETp : evapotranspirasi potensial (mm/hari).

Koefisien tanaman ditentukan berdasarkan evapotranspirasi potensial

(ETp) yang terjadi pada setiap jenis tanaman. Besarnya Kc bervariasi

tergantung pada tingkat pertumbuhan tanaman, panjang masing-masing

tingkat pertumbuhan dan kondisi iklim.

Dalam menentukan nilai evapotranspirasi potensial (ETp), terdapat

banyak metode yang dapat digunakan, salah satunya yaitu dengan

menggunakan model Hargreaves. Model Hargreaves merupakan model yang

paling sederhana untuk diaplikasikan dalam penentuan nilai evapotranspirasi

standar. Model ini hanya memerlukan dua buah parameter lingkungan yaitu

temperatur udara dan radiasi matahari. Adapun model Hargreaves tersebut

sebagai berikut.

ETp = 0.0135 ( Tmean + 17.78 ) Rs ..... (2)

Dimana ETp : evapotranspirasi potensial (mm/hari), Tmean : suhu

udara rata-rata (ºC) dan Rs : radiasi surya (Langleys/hari).

Untuk mempermudah dalam perhitungan, Rs perlu dikonversi dalam

satuan radiasi surya yaitu MJ/m2/hari. Sehingga persamaan tersebut menjadi

sebagai berikut.

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−

+=mean

smeanp T55.05.5958.238R)78.17T(0135.0ET ..... (3)

Dimana ETp : evapotranspirasi potensial (mm/hari), Tmean : suhu

udara rata-rata (ºC) dan Rs : radiasi surya (MJ/m2/hari).

F. SISTEM MONITORING

Monitoring merupakan bagian dari pengamatan, pengumpulan

informasi, pengawasan dan tindak lanjut. Secara definisi, monitoring adalah

17

pengamatan dan pengawasan dalam suatu kegiatan dalam hubungan dengan

hasil dan pengaruhnya (Rinaldi, 2006). Beberapa tujuan dari monitoring yaitu

untuk meyakinkan bahwa masukan dan keluaran telah berjalan sesuai dengan

perencanaan, membuat dokumen tentang kegiatan masukan, aktivitas dan

hasil, serta menjaga deviasi dari tujuan awal dan hasil yang diharapkan.

Monitoring dapat diartikan sebagai kegiatan mengamati dan

mengawasi yang dilakukan secara terus menerus untuk memastikan bahwa

pengadaan atau penggunaan input, hasil yang ditargetkan dan tindakan-

tindakan lainnya yang diperlukan dilaksanakan sesuai dengan rencana.

Monitoring juga merupakan kegiatan yang teratur dan berkesinambungan dan

dilakukan pada waktu suatu kegiatan sedang berlangsung sehingga sebenarnya

monitoring adalah evaluasi di saat kegiatan sedang berlangsung.

Sistem monitoring adalah sebuah sistem yang melakukan kegiatan

monitoring atau pemantauan. Secara umum, sistem ini juga dapat digunakan

untuk mengendalikan objek lain. Sistem monitoring merupakan bagian dari

sistem pengendalian objek dari jarak jauh yang dinamakan sistem teleoperasi.

Teknologi teleoperasi, atau sering disebut teleotomasi, merupakan teknologi

yang berhubungan dengan interaksi antar manusia dengan sistem secara

otomatis jarak jauh. Sistem yang dikendaliakan pada teknologi tersebut dapat

bermacam-macam, antara lain robot, kamera, kendaraan, sensor-sensor, atau

perangkat lain (Rinaldi, 2006).

G. INTERNET

Internet adalah sekumpulan jaringan komputer yang menggunakan

protokol TCP (Transmission Control Protocol) atau IP (Internet Protocol)

yang saling terhubung, sehingga pengguna pada suatu jaringan dapat

mengunakan layanan jaringan yang disediakan oleh TCP/IP untuk mencapai

jaringan lain (Malkin et. al., 1981) dalam (Rinaldi, 2006).

Pada awalnya, Internet digunakan sebagai jaringan komunikasi

Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Jaringan komunikasi ini dibentuk

pada tahun 1968 dengan nama ARPANET (Advance Research Project

Agency). Pada saat itu ARPANET dapat menghubungkan empat komputer di

18

kota yang berbeda. Proyek APARNET ini merancang bentuk jaringan,

kehandalan, dan volume informasi yang dapat dipindahkan.

ARPANET dibentuk di empat universitas besar di Amerika, yaitu

Stanford Research Institute, University of California di Santa Barbara,

University of California di Los Angeles, dan University of Utah. ARPANET

terakhir diperkenalkan secara umum pada akhir tahun 1972.

Dengan berakhirnya perang dingin antara Amerika dan sekutunya

dengan Uni Soviet, seluruh jaringan yang tercakup di ARPANET diubah

menjadi TCP/IP dan selanjutnya menjadi cikal bakal dari internet.

H. FIELD SERVER

Field sever (FS) merupakan alat untuk memonitor parameter

lingkungan secara otomatis yang terdiri dari komponen utama antara lain

Web-Server, ADC (Analog to Digital Converter), DAC (Digital to Analog

Converter), wireless LAN module dan multi-sensor yang terdiri dari sensor

suhu udara, Relative Humidity (RH), radiasi surya dan CCD camera. Field

server biasa digunakan dalam observasi lahan, monitoring parameter

lingkungan, tanaman ataupun hewan.

Bagian bagian utama dan fungsi masing-masing komponen dari Field

Sever yaitu sebagai berikut :

1. Web-Server

Web-Server merupakan CPU (Central Processing Unit) bagi Field Server.

CPU berfungsi untuk menerima data-data yang terbaca oleh sensor dan

mengolahnya. Bentuk data yang dapat diolah oleh CPU ini harus berupa

data digital. Data digital tersebut selanjutnya dapat di transfer melalui

Wireless LAN module. Web-Server memiliki IP address sebagai akses

pengalamatan. IP address inilah yang digunakan untuk mengakses data

digital yang tersimpan dalam Web-Server. Sedangkan Wireless LAN

module berperan sebagai jalur akses bagi data tersebut

2. ADC (Analog to Digital Converter)

ADC adalah komponen elektronik yang berfungsi untuk mengkonversi

data analog menjadi data digital. Parameter lingkungan yang terbaca oleh

19

sensor masih merupakan data analog. Data analog yang dihasilkan oleh

sensor tersebut terlebih dahulu diubah menjadi data digital agar data

tersebut dapat diolah oleh CPU. Untuk mengkonversi data analog tersebut

maka digunakanlah ADC.

3. DAC (Digital to Analog Converter)

DAC adalah komponen elektronik yang berfungsi untuk mengkonversi

data digital menjadi data analog. DAC biasanya digunakan untuk

mengaktifkan aktuator dalam melakukan aksi pada suatu sisterm kontrol.

4. Wireless LAN module

Wireless LAN module merupakan alat untuk menghubungkan field server

dengan jaringan nirkabel LAN (Local Area Network). Jaringan ini yang

selanjutnya digunakan dalam pertukaran data.

5. Multi-sensor

Sensor adalah alat untuk mendeteksi parameter lingkungan. Parameter

lingkungan yang terukur akan mempengaruhi tegangan keluaran sensor

dengan pola tertentu. Tengangan keluaran sensor ini merupakan data

analog yang selanjutnya dikonversi oleh ADC menjadi data digital.

6. CCD Camera

CCD Camera digunakan untuk memantau objek yang diamati oleh field

server secara visual. Kamera ini akan menangkap secara aktual apa yang

sedang diamati dan menampilkannya dalam bentuk image maupun video.

Field server yang telah siap dipasang di dalam greenhouse, dengan

arah kameranya ditujukan kepada tanaman. Data yang diperoleh dari sensor

yang ada kemudian melalui wireless LAN dan router dikirim dari jaringan

lokal ke internet. Kemudian data diakses melalui web page maupun data

viewer. Selain itu data yang tersimpan dari web server dapat di download

melalui HTTP post maupun FTP.

Dengan Field server ini parameter lingkungan mikro tanaman di dalam

greenhouse akan dapat termonitor secara on-line dan dapat diakses kapanpun

dan dimanapun sehingga kondisi tanaman akan selalu terpantau.

20

I. BUDIDAYA TOMAT

Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) merupakan tanaman sayur-

mayur yang terkenal di dunia dan mengandung nilai gizi dan vitamin-vitamin

yaitu vitamin A dan C yang dapat membantu penyakit kekurangan vitamin di

negara yang sedang berkembang. Tomat dapat memberikan pendapatan yang

tinggi bagi petani untuk setiap hektarnya, terutama jika hasil panennya terjual

secara efisien (Villareal, 1980).

Tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill) berasal dari dataran

Amerika Latin yaitu daerah sekitar Peru dan Equador kemudian menyebar ke

seluruh bagian daerah tropis Amerika. Penyebaran tanaman tomat ke benua

Asia dimulai dari Philipina melewati jalur Amerika Selatan. Klasifikasi

tanaman tomat adalah sebagai berikut (Trisnawati dan Setiawan, 2002):

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas (Class) : Dicotyledoneae

Bangsa (Ordo) : Tubiflorae

Suku (Famili) : Solanaceae

Marga (Genus) : Lycopersicon atau Lycopersicum

Jenis (Spesies) : Lycopersicum esculentum Mill.

Gambar 4. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)

Tanaman tomat termasuk tanaman setahun (annual) yang berarti umur

tanaman ini hanya untuk satu kali periode panen. Tanaman ini berbentuk

perdu atau semak dengan panjang tanaman bisa mencapai 2 m. Batang tomat

21

cukup kuat walaupun tidak sekeras tanaman setahun. Warna batang hijau dan

berbentuk persegi empat sampai bulat. Pada permukaan batangnya ditumbuhi

banyak rambut halus (Trisnawati dan Setiawan, 2002).

Tanaman tomat memiliki daya penyesuaian yang cukup luas terhadap

lingkungan tumbuhnya. Budidaya tomat dapat dilakukan dari ketinggian 0-

1250 m dpl (diatas permukaan laut), dan tumbuh optimal di dataran tinggi

(>750 m dpl), sesuai dengan jenis atau varietas yang diusahakan dengan suhu

siang hari sekitar 24 °C dan malam hari antara 15 °C – 20 °C. Pada temperatur

tinggi (diatas 32°C) warna buah tomat cenderung kuning, sedangkan pada

temperatur yang tidak tetap (tidak stabil) warna buah tidak merata. Temperatur

ideal dan berpengaruh baik terhadap warna buah antara 24 °C – 28 °C.

Kelembaban relatif ideal untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah 80%.

Curah hujan antara 750-125 mm/tahun, dengan irigasi yang baik. Hal yang

penting pada pembudidayaan tomat ini adalah media tanam yang subur,

gembur, banyak mengandung bahan organik. Sirkulasi udara dan tata air

dalam tanah yang baik serta memiliki pH antara 5 sampai 6.

.

.