Upload
rika-gusneri-part-ii
View
131
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ILMU BEDAH
“ASKEP DAN PENANGANAN FRAKTUR FEMUR DENGAN ORIF”
OLEH :
1. RICI SEFNI HARNOVA2. RIKA GUSNERI3. RINDU TRIWULAN4. RIVO SYAPUTRA5. ROZI YAHYA
STIKES ALIFAH PADANGKEPERAWATAN A1
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT yang tyelah menolong hamba- nya menyelesaikan makalah ini
dengan penuh kemudahan dan kelancaran . tanpa pertolongan dia mungkin kami tidak akan
sanggup menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini memuat tentang “ASKEP DAN PENANGANAN FRAKTUR FEMUR DENGAN
ORIF” dan sengaja dipilih karena menarik perhatian penulis untuk dicermati dan perlu dapat
dukungan Dari semua pihak yang peduli terhadap dunia pendidikan.
Penyusun juga mngucap terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah banyak
membantu penyusun agar dapat menyelesaikan makalah ini.Semoga makalah ini dapat
memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walupun makalah ini memiliki
kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dah kritikan nya terima kasih.
DAFTAR ISI
Kata pengantar ............................................................................................................I
Daftar ..........................................................................................................................ii
BAB I pendahuluan
Latar belakang............................................................................................................1
Rumusan makalah.......................................................................................................2
Tujuan dan manfaat penulisan....................................................................................2
BAB II Pembahasan
Defenisi......................................................................................................................5
Etiologi.......................................................................................................................6
Klasifikasi...................................................................................................................6
Penatalaksanaan..........................................................................................................7
Asuhan keperawatan...................................................................................................9
Proses keperawatan...................................................................................................14
BAB III penutup
Kesimpulan dan saran...............................................................................................25
Daftar pustaka..........................................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma kedua yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur
(patah tulang). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
umumnya disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu
jika patahan tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar dan fraktur
tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar.
Dari semua jenis fraktur, fraktur tungkai atas atau lazimnya disebut fraktur femur
(tulang paha) memiliki insiden yang cukup tinggi (Amrizal,2007). Salah satu bentuk cidera
yang terjadi adalah Fraktur Femur 1/3 Distal. Dengan banyaknya kasus fraktur, peran Rumah
Sakit juga sangat diperlukan untuk menangani kasus tersebut. Ada dua penanganan fraktur.
Yaitu konservatif dan operatif. Metode konservatif adalah penanganan fraktur dengan
reduksi atau reposisi tertutup.
Disini fiksasi internal yang biasa digunakan untuk fraktur femur 1/3 distal adalah
Plate and Screw. Metode operatif merupakan metode yang paling cocok karena beberapa
fraktur (misalnya pada batang femur) sulit direduksi dengan manipulasi karena tarikan otot
yang sangat kuat dan membutuhkan waktu traksi yang lama (Apley,1995). Selain itu hasil
yang diperoleh tidak maksimal.
penanganan pasca open reduction internal fixation (ORIF) fraktur femur 1/3 distal
tanpa disertai adanya komplikasi. Biasanya masalah fisioterapi yang muncul segera setelah
operasi open reduction internal fixation (ORIF), pasien telah sadar dan berada di bangsal
adalah oedem atau bengkak, nyeri, keterbatasan lingkup gerak sendi, penurunan kekuatan
otot serta penurunan kemampuan fungsionalnya yaitu berjalan dikarenakan luka bekas
operasi dan luka bekas trauma.
1.2Rumusan masalah
Dalam makalah ini memiliki rumusan masalah yaitu :
1. Menjelaskan defenisi fraktur
2. Menjelaskan etiologinya
3. Menjelaskan perencanaan asuhan keperawatan
4. Menjelaskan penanganan pada fraktur femur dengan orif
1.3 Tujuan dan manfaat
tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah
1. Dapat mengetahui pengertian fraktur femur dengan orif
2. Dapat mengetahui etiologi terjadimya fraktur
3. Dapat mengetahui perencanaan dalam penanganan fraktur femur
4. Dapat mengetahui asuhan keperawatan dan penanganan fraktur femur dengan orif
1.4 Tujuan Khusus
Mengidentifikasi asuhan keperawatan mulai pengkajian, analisa data pasien, perumusan masalah,
prioritas masalah, perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan sampai evaluasi tindakan pasien
dengan fraktur
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Defenisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004: 840).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
(Brunner & Suddarth. 2001 : 2357).
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada tulang yang
berlebihan (Luckmann and Sorensens, 1993 : 1915).Fraktur adalah patah tulang, biasanya
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan
tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson, 1995 : 1183).
Fraktur menurut Rasjad (1998 : 338) adalah hilangnya konstinuitas tulang, tulang
rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan sudut dari
tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak lengkap. (Arice, 1995 : 1183)
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan
yang disebabkan oleh kekerasan.(Oswari, 2000 : 144)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, 2000 : 42)
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar.
Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial
untuk terjadi infeksi .
ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu tindakan
pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah / fraktur sedapat
mungkin kembali seperti letak asalnya.Internal fiksasi biasanya melibatkan penggunaan plat,
sekrup, paku maupun suatu intramedulary (IM) untuk mempertahan kan fragmen tulang
dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
2. Etiologi
1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak,
kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.
Menurut Oswari E, (1993) ; Penyebab Fraktur adalah :
1. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.
2. Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah
dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan
dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
3. Klasifikasi
Fraktur Tertutup (Simple Fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya
tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan / tidak mempunyai
hubungan dengan dunia luar.
Fraktur Terbuka (Compound Fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai
hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from
within (dari dalam), atau from without (dari luar).
Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture). Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur
yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union, delayed union, non-union, dan infeksi
tulang
4. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar
immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
· Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk mencegah
trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas
atau tongkat pada anggota gerak bawah.
· Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan plaster of
paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau metal. Metode ini
digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses
penyembuhan.
· Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan
gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum
dan local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan
gips untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini.
· Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini mempunyai
dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.
2. Penatalaksanaan pembedahan.
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire
(kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
b. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction internal Fixation).
Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur,
kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada
tulang yang patah
Tujuan :
· Imobilisasi sampai tahap remodeling
· Melihat secara langsung area fraktur
Jenis Open Reduction Internal Fixation ( ORIF )
Menurut Apley (1995) terdapat 5 metode fiksasi internal yang digunakan, antara lain:
1. Sekrup kompresi antar fragmen
2. Plat dan sekrup, paling sesuai untuk lengan bawah
3. Paku intermedula, untuk tulang panjang yang lebih besar
4. Paku pengikat sambungan dan sekrup, ideal untuk femur dan tibia
5. Sekrup kompresi dinamis dan plat, ideal untuk ujung proksimal dan distal femur
Indikasi ORIF :
1. Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya fraktur talus
dan fraktur collum femur.
2. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulse dan fraktur dislokasi.
3. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur Monteggia,
fraktur Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.
4. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi,
misalnya : fraktur femur
Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal (OREF: Open reduction Eksternal Fixation). Fiksasi
eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak. Alat ini
memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif (hancur atau remuk)
PRINSIP PENATALAKSANAAN
1. Rekognisi: menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian kecelakaan dan kemudian di
rumah sakit.
a. Riwayat kecelakaan
b. Parah tidaknya luka
c. Diskripsi kejadian oleh pasien
d. Menentukan kemungkinan tulang yang patah
e. Krepitus
2. Reduksi: reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak normalnya. Reduksi terbagi
menjadi dua yaitu:
a. Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual dengan traksi atau gips
b. Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan melalui pembedahan, biasanya
melalui internal fiksasi dengan alat misalnya; pin, plat yang langsung kedalam medula tulang.
3. Retensi: menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan fragmen-
fragmen tersebut selama penyembuhan (gips/traksi)
4. Rehabilitasi: langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan bersamaan dengan pengobatan
fraktur karena sering kali pengaruh cedera dan program pengobatan hasilnya kurang sempurna
(latihan gerak dengan kruck).
Asuhan Keperawatan
Pada pasien Post Orif Femur
Pengkajian
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Pada kasus fraktur, klien biasanya merasa
takut akan mengalami kecacatan pada dirinya. Oleh karena itu, klien harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu juga,
dilakukan pengkajian yang meliputi kebiasaan hidup klien, seperti penggunaan obat
steroid yang dapat mengganggu metabolism kalsium, pengonsumsian alcohol yang dapat
mengganggu keseimbangan klien, dan apakah klien melakukan olah raga atau tidak.
2. Pola nutrisi dan metabolism. Klien fraktur harus mengknsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari harinya, seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang.
3. Pola eliminasi. Urine dikaji frekwensi, kepekatan, warna, bau, dan jumlahnya. Feses
dikaji frekuensi, konsistensi, warna dan bau. Pada kedua pola ini juga dikaji adanya
kesulitan atau tidak.
4. Pola tidur dan istirahat. Semua klien fraktur biasanya merasa nyeri, geraknya terbatas,
sehingga dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Pengkajian juga
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, kesulitan tidur,
dan penggunaan obat tidur.
5. Pola aktifitas. Hal yang perlu dikaji adalah bentuk aktifitas klien terutama pekerjaan
klien, karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur.
6. Pola hubungan dan peran. Klien akan mengalami kehilangan peran dalam keluarga dan
masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap.
7. Pola persepsi dan konsep diri. Dampak yang timbul adalah ketakutan akan kecacatan
akibat fraktur, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas secara
optimal, dan gangguan citra diri.
8. Pola sensori dan kognitif. Pada klien fraktur, daya rabanya berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedangkan pada indera yang lain dan kognitifnya tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur.
9. Pola reproduksi seksual. Klien tidak dapat melakukan hubungan seksual karena harus
menjalani rawat inap, mengalami keterbatasan gerak, serta merasa nyeri. Selain itu juga,
perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak dan lama perkawinan.
10. Pola penanggulangan stress. Timbul rasa cemas akan keadaan dirinya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien dapat tidak efektif.
11. Pola tata nilai dan keyakinan. Klien fraktur tidak dapat melakukan ibadah dengan baik,
hal ini disebabkan oleh rasa nyeri dan keterbatasan gerak klien.
a. Pemeriksaan Fisik
1. Gambaran Umum
a. Keadaan umum. Keadaan baik atau buruknya klien.
· Kesadaran klien : compos mentis, gelisah, apatis, sopor, coma, yang
bergantung pada keadaan klien.
· Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, berat, dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
· Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan, baik fungsi maupun
bentuk.
c. Secara Sistemik, dari kepala sampai kaki. Harus memperhitungkan keadaan
proksimal serta bagian distal klien, terutama mengenai status neurovaskuler.
2. Keadaan Lokal.
1. Look (Inspeksi). Perhatikan apa yang akan dilihat, antara lain :
· Sikatriks (jaringan parut, baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi)
· Fistula
· Warna kemerahan atau kebiruan(livid) atau hiperpigmentasi
· Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal)
· Posisi dan bentuk ekstremitas(deformitas)
· Posisi jalan (gait,waktu masuk ke kamar periksa)
2. Feel (palpasi). Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi klien diperbaiki mulai dari
posisi netral (posisi anatomi).
· Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
· Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau edema terutama di sekitar
persendian.
· Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal)
· Tonus otot pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau
melekat pada tulang.
3. Move (pergerakan terutama rentang gerak). Pemeriksaan dengan menggerakan ekstremitas,
kemudian mencatat apakah ada keluhan nyeri pada pergerakan. Pergerakan yang dilihat
adalah pergerakan aktif dan pasif.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema]
dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas
2. Kerusakan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan Kerusakan Rangka Neusomuskuler
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik,
kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi,
kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan,
prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
2. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema
dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas
Intervensi Rasional
Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri
Imobilisasi bagian yang sakit
Tingikan dan dukung ekstremitas yang
terkena
Dorong menggunakan teknik manajemen
relaksasi
Berikan obat analgetik sesuai indikasi
Untuk menentukan tindakan keperawatan
yang tepat
Untuk mempertahankan posisi fungsional
tulang
Untuk memperlancar arus balik vena
Agar klien rileks
Untuk mengurangi nyeri
2. Kerusakan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan Kerusakan Rangka Neusomuskuler
Intervensi Rasional
Ambulasi
Mobilitas Sendi penggunaan pergerakan
tubuh aktif
perubahan posisi memindahkan pasienatau
bagian tubuh
Meningkatkan dan membantu berjalan
untuk mempertahankan atau memperbaiki
fungsi tubuh
untuk mempertahankan atau memperbaiki
fleksibilitas sendi
untuk memberikan kenyamanan,
menurunkan resiko kerusakan kulit
mendukung integritas kulit dan
meningkatkan penyembuhan.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik,
kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan,
penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
Intervensi Rasional
Perawatan Tempat Insisi pembersihan
P pemantaun, dan peningkatan proses
penyembuhan pada luka yang ditutup
dengan jahitan
pengawasan kulit pengumpulan dan analisis
data pasien
perawatan luka pencegahan dan komplikasi
luka dan peningkatan proses penyembuhan
luka
meningkatan proses penyembuhan luka.
U untuk mempertahankan integritas membran
mukosa dan kulit
4. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan,
prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
Intervensi Rasional
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
dan lokal.
Monitor kerentanan terhadap infeksi..
Pertahankan teknik aseptik untuk setiap
tindakan.
Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.
Anjurkan untuk istirahat yang cukup.
Proses Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a) Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien:
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS,
diagnosa medis.
(b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus ini adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut
atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
· Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
· Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah
seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
· Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
· Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
· Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam
hari atau siang hari.(Ignatavicius, Donna D, 1995)
(c) Riwayat Penyakit Sekarang
Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu,
dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan
yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(d) Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu,
penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut
maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
(e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara
genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D,
1995).
(g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
2. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan
gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan
total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang
lebih sempit tetapi lebih mendalam.
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan: Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-
tanda, seperti:
1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada
keadaan klien.
2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus
fraktur biasanya akut
3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
b) Secara sistemik dari kepala sampai kaki
3. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan
sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral.
b) Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat
Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
c) Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan
diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.(Ignatavicius, Donna D,
1995)
4. Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan dan dianaisa untuk menemukan
masalah kesehatan klien. Untuk mengelompokkannya dibagi menjadi dua data yaitu, data
sujektif dan data objektif, dan kemudian ditentukan masalah keperawatan yang timbul.
5. Diagnosa Keperawatan
Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual maupun potensial.
Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan mengsintesa data klinis dan
menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah
masalah kesehatan klien yang menjadi tanggung jawabnya.
Diagnose yang sering meuncul pada pasien dengan post Remove ORIF femur dan ceuris
antara lain:
a. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri,pembengkakan, prosedur
bedah,immobilisasi.
b. Nyeri akut b/d trauma jaringan syaraf
c. Ansietas b/d adanya ancaman terhadap konsep diri/citra diri
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. mual, muntah
e. Resti infeksi b.d. imflamasi bakteri ke daerah luka
6. Perencanaan
a. Nyeri akut b/d agen injuri biologis
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam klien mampu mengontrol nyeri,
dengan kriteria hasil :
· Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
· Mengikuti program pengobatan yang diberikan
· Menunjukan penggunaan tehnik relaksasi
Intervansi :
1) Kaji tipe atau lukasi nyeri. Perhatikan intensitas pada skala 0-10. Perhatikan respon
terhadap obat.
Rasional : Menguatkan indikasi ketidaknyamanan, terjadinya komplikasi dan
evaluasi keevektivan intervensi.
2) Motivasi penggunaan tehnik menejemen stres, contoh napas dalam dan visualisasi.
Rasional : Meningkatkan relaksasi, memvokuskan kembali perhatian, dan dapat
meningkatkan kemampuan koping, menghilangkan nyeri.
3) Kolaborasi pemberian obat analgesic
Rasional : mungkin dibutuhkan untuk penghilangan nyeri/ketidaknyamanan.
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri,pembengkakan, prosedur bedah.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam klien mampu :
· Klien berpartisipasi dalam mobilitas fisik
· Klien mampu melakukan Range Of Motion(ROM)
· Klien mampu mobilisasi dengan menggunakan alat bantu
Intervensi :
1) Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik.
Rasional : meningkatkan kepercayaan diri klien dalam menjalankan rencana
tindakan yang akan diintruksikan perawat
2) Instruksikan pasien untuk latihan rentang gerak pada ekstremitas.
Rasional : memperlancar peredaran darah pada bagian ektrimitas klien
3) Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat.Instruksikan
keamanan dalam menggunakan alat mobilitas.
Rasional : melatih kemandirian klien
4) Awasi TD saat beraktivitas.
Rasional : mengetahui keadaan umum klien
c. Nutisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam nutrisi pasien terpenuhi dengan
KH:
· Makanan masuk
· BB pasien naik
· Mual, muntah hilang
Intervensi:
1) Berikan makan dalam porsi sedikit tapi sering
Rasional: memberikan asupan nutrisi yang cukup bagi pasien
2) Sajikan menu yang menarik
Rasional: Menghindari kebosanan pasien, untuh menambah ketertarikan dalam
mencoba makan yang disajikan
3) Pantau pemasukan makanan
Rasional: Mengawasi kebutuhan asupan nutrisi pada pasien
4) Kolaborasi pemberian suplemen penambah nafsu makan
Rasional: kerjasama dalam pengawasan kebutuhan nutrisi pasien selama dirawat
di rumah sakit.
d. Ansietas b/d adanya ancaman terhadap konsep diri/citra diri
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam, klien memiliki rentang respon
adaptif, dengan kriteria hasil :
· Tampak relaks dan melaporkan ansietas menurun sampai dapat ditangani.
· Mengakui dan mendiskusikan rasa takut.
· Menunjukkan rentang perasaan yang tepat.
Intervensi :
1) Dorong ekspresi ketakutan/marah
Rasional : Mendefinisikan masalah dan pengaruh pilihan intervensi.
2) Akui kenyataan atau normalitas perasaan, termasuk marah
Rasional : Memberikan dukungan emosi yang dapat membantu klien melalui
penilaian awal juga selama pemulihan
3) Berikan informasi akurat tentang perkembangan kesehatan.
Rasional : Memberikan informasi yang jujur tentang apa yang diharapkan membantu
klien/orang terdekat menerima situasi lebih evektif.
4) Dorong penggunaan menejemen stres, contoh : napas dalam, bimbingan imajinasi,
visualisasi.
Rasional : membantu memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi, dan
meningkatkan penigkatan kemampuan koping.
e. Risiko infeksi berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat prosedur
pembedahan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam resiko infeksi berkurang
ditandai dengan :
· Luka bersih
· Tidak ada pus atau nanah
· Luka kering
Intervensi
a) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
Rasional : teknik aseptic dapat mengurangi bakteri pathogen oada daerah luka.
b) Inspeksi luka,perhatikan karakteristik drainase.
Rasional : untuk mengobservasi keadaan luka, sehinggga dapat menentukan tindakan
selanjutnya.
c) Awasi tanda-tanda vital.
Rasional : tanda-tanda vital untuk mengetahui keadaan umum klien
d) Kalaborasi Pemberian antibiotik.
Rasional : antibiotic dapat membunuh bakteri yang dapat menyebabkan infeksi.
f. Kerusakan Integritas Kulit Atau Jaringan Berhubungan dengan pelepasan Pen, Kawat,
Sekrup
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai dengan Kriteria Hasil :
· tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
· luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
· Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
1) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam
melakukan tindakan yang tepat.
2) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
Rasioal: mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
3) Pantau peningkatan suhu tubuh.
Rasional : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses
peradangan.
4) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan
steril, gunakan plester kertas.
Rasioanl: tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah
terjadinya infeksi.
5) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
Rasioanal: agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada
area kulit normal lainnya.
6) Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
Rasioanal: balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/
tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
7) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Rasional: antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah
yang berisiko terjadi infeksi.
7. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa serangkaian
kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang optimal. Pada tahap ini
perawat menggunakan segala kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan
keperawatan terhadap klien baik secara umum maupun secara khusus pada klien post op remove
ORIF femur dan cruris. Pada pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara independen,
interdependen dan dependen.
Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang diprakarsai oleh
perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya. Pada fungsi
interdependen adalah dimana fungsi yang dilakukan dengan bekerja sama dengan profesi/
disiplin ilmu yang lain dalam keperawatan maupun pelayanan kesehatan, sedangkan fungsi
dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh perawat berdasarkan atas pesan orang lain
8. Evaluasi
a. Nyeri klien berkurang dengan skala 1-2
b. Nutrisi klien terpenuhi
c. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
d. Klien tidak merasa cemas
e. Tidak terjadi infeksi
f. Klien dapat mobil menggunakan alat bantu
BAB III
PENUTUP
I. KESIMPULAN
d a r i p e m b a h a s a n d i a t a s d a p a t d i s i m p u l k a n f r a k t u r f e m u r
m e r u p a k a n r u s a k n y a kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma
langsung, kelelahan otot,kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang /
osteoporosis.kegiatan yang kami lakukan di ruang perawatan bedah lantai v, antara lain meliputi:
1.pengkajian pada klien dengan pemeriksaan fisik serta data penunjang medis.
menentukan diagnosa keperawatan sesuai dengan prioritas masalah klien.adapundiagnose
keperawatan yang kami ambil, yaitu:
mampu menyusun rencana keperawatan dengan melibatkan klien dan keluarga4.mampu
mengemplementasikan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang telahdisusun.
mampu mengevaluasi asuhan keperawatan yang telah kami laksanakan.
Saran
Kepada para perawat diharapkan lebih kompak dan bertanggung jawab
dalammemberikan asuhan keperawatan pada klien pre dan pasca operasi sehingga klien
dapatmempercepat proses pemulihan klien.
DAFTAR PUSTAKA
http://copyaskep.wordpress.com/2010/11/04/asuhan-keperawatan-klien-dengan-fraktur/
http://okditiar.wordpress.com/2010/06/29/laporan-pendahuluan-fraktur-orif/
http://copyaskep.co.cc/asuhan-keperawatan-klien-dengan-fraktur-terbuka-dan-tertutup/
http://ryan-groho.blogspot.com/2011/01/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan.html
http://copyaskep.wordpress.com/2010/11/04/asuhan-keperawatan-klien-dengan-fraktur/
http://www.skripsi-kti.co.cc/2011/01/asuhan-keperawatan-klien-fraktur.html
http://www.trinoval.web.id/2010/04/fraktur-antebrachii.html