19
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 SEBAGAI DASAR MENGAYOMI SERTA MEMASYARAKATKAN WARGA BINAAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II B SIBORONG-BORONG BERLIN NAINGGOLAN, SH Fakultas Hukum Jurusan Pidana Universitas Sumatera Utara A B S T R A K Sebagai salah satu sumber daya manusia warga binaan yang merupakan salah satu manusia biasa yang mendapat hukuman berdasarkan putusan hakim, mengisyaratkan bahwa penjatuhan pidana bagi seseorang melalui palu sang hakim pada hakekatnya tidaklah sebagai suatu perbuatan balas dendam oleh negara, melainkan sebagai imbangan atas tindak pidana yang telah dilakukannya, yang mana daripadanya diharapkan akan menghasilkan kesadarannya untuk dihari yang akan datang melalui pemberian pengayomannya serta pemasyarakatannya di dalam Lembaga Pemasyarakatan dengan sistem Pemasyarakatan. Kedudukan, sifat dan fungsi undang-undang No. 12 Tahun 1995 di Lembaga Pemasyarakatan dalam mengayomi serta memasyarakatkan warga binaan cukup penting karena yang tadinya warga binaan dianggap sebagai sampah masyarakat, oleh Lembaga Pemasyarakatan diupayakan kembali menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa serta dapat diharapkan berperan aktif dan produktif dalam pembangunan dan bagi dirinya ia dapat berbahagia di dunia dan akhirat. Pencapaian tujuan yang dimaksud dilakukan oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan melalui 10 (sepuluh) prinsip pokok pemasyarakatan serta dengan bentuk-bentuk pembinaan, pengayoman yakni Pembinaan mental, sosial dan keterampilan. Keberhasilan upaya pembinaan, pengayoman warga binaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan sangat tergantung kepada faktor-faktor pendukung lainnya, sementara yang kita ketahui saat ini pihak Lembaga Pemasyarakatan diharapkan kepada 4 (empat) masalah pokok yakni: - Masalah sana peraturan Perundang-undangan - Masalah sarana personalia - Masalah sarana administrasi - Masalah sarana fisik. Di dalam pelaksanaan pengayoman warga binaan ini di Lembaga Pemasyarakatan, pengayoman pemasyarakatan diberikan kepada warga binaan yang berorientasi pada masa depan yang cerah dapat diwujudkan, yakni : - Mempercepat kesadaran warga binaan - Mempersiapkan kembali kemasyarakat - Memberikan bekal untuk hidup bermasyarakat. 2002 digitized by USU digital library 1

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1995 …library.usu.ac.id/download/fh/pidana-berlin.pdf · implementasi undang-undang nomor 12 tahun 1995 sebagai dasar mengayomi serta memasyarakatkan

  • Upload
    lamcong

  • View
    214

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1995 …library.usu.ac.id/download/fh/pidana-berlin.pdf · implementasi undang-undang nomor 12 tahun 1995 sebagai dasar mengayomi serta memasyarakatkan

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 SEBAGAI DASAR MENGAYOMI SERTA MEMASYARAKATKAN WARGA BINAAN DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN KELAS II B SIBORONG-BORONG

BERLIN NAINGGOLAN, SH Fakultas Hukum Jurusan Pidana

Universitas Sumatera Utara

A B S T R A K

Sebagai salah satu sumber daya manusia warga binaan yang merupakan salah satu manusia biasa yang mendapat hukuman berdasarkan putusan hakim, mengisyaratkan bahwa penjatuhan pidana bagi seseorang melalui palu sang hakim pada hakekatnya tidaklah sebagai suatu perbuatan balas dendam oleh negara, melainkan sebagai imbangan atas tindak pidana yang telah dilakukannya, yang mana daripadanya diharapkan akan menghasilkan kesadarannya untuk dihari yang akan datang melalui pemberian pengayomannya serta pemasyarakatannya di dalam Lembaga Pemasyarakatan dengan sistem Pemasyarakatan. Kedudukan, sifat dan fungsi undang-undang No. 12 Tahun 1995 di Lembaga Pemasyarakatan dalam mengayomi serta memasyarakatkan warga binaan cukup penting karena yang tadinya warga binaan dianggap sebagai sampah masyarakat, oleh Lembaga Pemasyarakatan diupayakan kembali menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa serta dapat diharapkan berperan aktif dan produktif dalam pembangunan dan bagi dirinya ia dapat berbahagia di dunia dan akhirat. Pencapaian tujuan yang dimaksud dilakukan oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan melalui 10 (sepuluh) prinsip pokok pemasyarakatan serta dengan bentuk-bentuk pembinaan, pengayoman yakni Pembinaan mental, sosial dan keterampilan. Keberhasilan upaya pembinaan, pengayoman warga binaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan sangat tergantung kepada faktor-faktor pendukung lainnya, sementara yang kita ketahui saat ini pihak Lembaga Pemasyarakatan diharapkan kepada 4 (empat) masalah pokok yakni: - Masalah sana peraturan Perundang-undangan - Masalah sarana personalia - Masalah sarana administrasi - Masalah sarana fisik. Di dalam pelaksanaan pengayoman warga binaan ini di Lembaga Pemasyarakatan, pengayoman pemasyarakatan diberikan kepada warga binaan yang berorientasi pada masa depan yang cerah dapat diwujudkan, yakni : - Mempercepat kesadaran warga binaan - Mempersiapkan kembali kemasyarakat - Memberikan bekal untuk hidup bermasyarakat.

2002 digitized by USU digital library 1

Page 2: IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1995 …library.usu.ac.id/download/fh/pidana-berlin.pdf · implementasi undang-undang nomor 12 tahun 1995 sebagai dasar mengayomi serta memasyarakatkan

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Pidana penjara itu adalah suatu pidana berupa pembatasan kekuasaan bergerak dari seorang terpidana yang dilakukan dengan menutup orang tersebut di dalam sebuah penjara dengan mewajibkan orang untuk mentaati semua peraturan dari tata tertib yang berlaku di dalam penjara yang dikaitkan dengan suatu tindakan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar peraturan tersebut.

Rumah penjara sebagai tempat pelaksanaan pidana penjara saat itu dibagi

dalam beberapa bentuk antara lain: 1. Tuchtuis adalah rumah penjara untuk menjalankan pidana yang sifatnya

berat 2. Rasphuis adalah rumah penjara dimana kepada para terpidana diberikan

pelajaran tentang bagaimana caranya melicinkan permukaan benda-benda dari kayu dengan mempergunakan ampelas. 1)

Pembagian rumah penjara ketika itu erat kaitannya dengan kebiasaan saat itu dalam hal menempatkan para terpidana secara terpisah sesuai dengan berat ringannya pidana yang harus mereka jalani di rumah-rumah penjara manapun di dunia ini. Di Indonesia saat ini hal demikian juga diikuti namun bentuk dan namanya tidak rumah penjara lagi melainkan Lembaga Pemasyarakatan. Hal sejalan dengan gagasan almarhum DR. Sahardjo, SH., yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Kehakiman Republik Indonesia, yang mengatakan bahwa tujuan pidana penjara adalah “Pemasyarakatan” sehingga membuat sebutan yang tadinya “Rumah Penjara” otomatis diganti “Lembaga Pemasyarakatan”. Dengan demikian tujuan pidana penjara itu adalah: disamping menimbulkan rasa derita pada terpidana dihilangkannya kemudahan bergerak, membimbing terpidana agar bertobat, mendidik supaya ia menjadi seorang anggota masyarakat sosialis Indonesia yang berguna, sangkalnya bahwa tujuan pidana penjara adalah pemasyarakatan. 2) Dengan penggantian istilah “Penjara” menjadi “Lembaga Pemasyarakatan” tentu terkandung maksud baik yaitu bahwa pemberian maupun pengayoman warga binaan tidak hanya terfokus pada itikad menghukum (Funitif Intend) saja melainkan suatu berorientasi pada tindakan tindakan yang lebih manusiawi dan disesuaikan dengan kondisi dari warga binaan itu. Walau istilah Pemasyarakatan sudah muncul pada tanggal 5 Juli 1963, namun prinsip-prinsip mengenai Pemasyarakatan itu baru dilembagakan setelah berlangsungnya konfrensi Bina Direktorat Pemasyarakatan di Lembang Bandung (Jawa Barat) tgl. 27 Aapril 1964 dan dari hasil konfrensi tersebut dapat disimpulkan bahwa: Tujuan dari pidana penjara bukanlah hanya untuk melindungi masyarakat semata-mata, melainkan harus pula berusaha membina sipelanggar hukum, dimana pelanggar hukum tidak lagi disebut sebagai penjahat dimana seorang yang tersesat akan selalu bertobat dan ada harapan dapat mengambil manfaat sebesar-besarnya dari sistem Pengayoman yang diterapkan kepadanya”. 3)

2002 digitized by USU digital library 2

Page 3: IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1995 …library.usu.ac.id/download/fh/pidana-berlin.pdf · implementasi undang-undang nomor 12 tahun 1995 sebagai dasar mengayomi serta memasyarakatkan

Pergantian nama rumah penjara menjadi Lembaga Pemasyarakatan juga diikuti dengan perubahan fungsinya yakni menjadi tempat bukan untuk semata-mata memidana orang, melainkan juga sebagai tempat untuk membina atau mengayomi serta memasyarakatkan orang-orang terpidana agar mereka itu setelah selesai menjalani pidananya, mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan di luar Lembaga Pemasyarakatan sebagai warga negara yang baik dan taat pada hukum yang berlaku. Walaupun telah ada gagasan untuk menjadikan tujuan dari pidana penjara itu suatu pemasyarakatan dan sebutan “rumah penjara” telah berganti menjadi “Lembaga Pemasyarakatan”’ akan tetapi di dalam prakteknya ternyata gagasan pemasyarakatan sebagai tujuan pidana penjara tidak didukung dengan sarana yang diperlukan dan bahkan perangkat peraturan yang merupakan landasan operasional dari Lembaga Pemasyarakatan untuk mengayomi serta memasyarakatkan para warga binaan masih mempergunakan perangkat peraturan peninggalan kolonial Belanda seperti: 1. Gestichten Reglement (Staatsblad Tahun 1917 Nomor 708) 2. Dwang opvoeding (DOR Staatsblad 1917 Nomor 741) 3. Ordonansi Voorwaardelijke Huvijdsteling (VI) Staatsblad 1917 Nomor 749 4. Voorwaardelijke Veroordeling (VV) Sstaatsblad 1917 No. 487 Ke empat perangkat hukum di atas jelas merupakan peninggalan kolonial, akan tetapi masih tetap dipergunakan sepanjang masih mempunyai hubungan dengan masalah pelaksanaan putusan dan tujuan pidana di Indonesia. Sementara kalau kita amati tujuan dari pada Lembaga Pemasyarakatan itu dalam mengayomi serta memasyarakatkan para warga binaan berdasarkan sistem pemasyarakatan belum ada. Demikian halnya dengan kehadiran Lembaga Pemasyarakatan kelas II B Siborong-borong yang merupakan salah satu unit pelaksanaan dalam mengayomi serta memasyarakatkan warga binaan yang berkedudukan di Kabupaten Tapanuli Utara dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Tarutung yang sangat diharapkan peran sertanya di dalam mengayomi serta memasyarakatkan warga binaan yang merupakan salah satu sumber daya manusia sesuai dengan program Pemerintah. Dengan demikian, untuk mengetahui bagaimana Implementasi Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 sebagai dasar mengayomi serta Pemasyarakatan dan faktor-faktor apakah yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pengayoman serta usaha-usaha apakah yang dilakukan untuk berhasilnya pengayoman hal inilah perlu diteliti lebih lanjut. B. Permusan Masalah

Permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini dapat dikemukakan sebagai

berikut: 1. Bagaimana bentuk dan pola pengayomkan serta pemasyarakatan yang

tepat dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Siborong-borong terhadap para warga binaan yang datang dari berbagai latar belakang yang berbeda.

2. Faktor-faktor apakah yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pengayoman serta pemasyarakatan tersebut.

3. Usaha-usaha apakah yang dilakukan untuk berhasilnya pengayoman dan pemasyarakatan para warga binaan.

2002 digitized by USU digital library 3

Page 4: IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1995 …library.usu.ac.id/download/fh/pidana-berlin.pdf · implementasi undang-undang nomor 12 tahun 1995 sebagai dasar mengayomi serta memasyarakatkan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bertitik tolak dari bunyi pasal 1 ayat (1) Reglemen Penjara (Staatsblad 708 Tahun 1917 bahwa “Penjara” itu dapat diartikan sebagai:

1. Tempat untuk menjalankan pidana yang dijatuhkan oleh hakim 2. Tempat untuk mengasingkan orang yang melanggar tata tertib hukum

Dan orang-orang terpenjara itu yang terdiri atas:

1. Nara pidana 2. Orang-orang yang ditahan untuk sementara 3. Orang-orang yang disandera 4. Orang-orang lain yang dimasukkan dengan perintah walaupun tidak

menjalani pidana Dari kriteria orang terpenjara di atas maka terhadap warga binaan khususnya dilakukan penggolongan dalam beberapa kelas yang menurut pasal 50 Reglement penjara, bahwa orang hukuman tersebut dapat dibagi dengan 4 kelas yaitu: - Kelas I ialah mereka yang telah dijatuhi pidana penjara seumur hidup, mereka

yang telah dijatuhi pidana sementara, akan tetapi sulit untuk dapat dikuasai atas sifat-sifatnya yang bukan hanya bagi pegawai penjara.

- Kelas II ialah mereka yang dihukum penjara sementara yang lebih dari tiga bulan

penjara yakni apalagi mereka dipandang tidak perlu untuk dimasukkan ke dalam golongan kelas I

- Kelas III ialah mereka yang semula termasuk golongan kelas II yang karena

selama 6 (enam) bulan berturut-turut telah menunjukkan kelakuan yang baik, hingga perlu dipidanakan kegolongan kelas III.

- Kelas IV ialah mereka yang telah dijatuhi pidana penjara kurang dari tiga bulan,

mereka ini tidak boleh ditempatkan dalam satu bangunan yang sama dimana lain-lain warga binaan telah ditempatkan seperti tersebut di atas.4)

Menyelusuri nilai-nilai hukum yang terkandung dalam Pancasila akhirnya Dr. Sahardjo, SH., dalam bukunya yang berjudul pengayoman mengemukan tujuan penjara adalah “Pemasyarakatan”, sehingga pada konverensi kesepakatan dan Direktur Penjara seluruh Indonesia tanggal 27 April 1964 di Lembang Bandung ditetapkan istilah Pemasyarakatan sebagai pengganti dari pada “Kepenjaraan” dan secara otomatis pula nama “Penjara” menjadi “Lembaga Pemasyarakatan”. Istilah ‘Pemasyarakatan’ ini mengandung tujuan tertentu yaitu didikan, asuhan dan bimbingan terhadap nara pidana yang pada akhirnya nanti (setelah masa pidananya) dapat kembali kemasyarakat sebagai anggota masyarakat berguna. Dalama sistem Pemasyarakatan seseorang yang bersalah itu bukanlah untuk disiksa, melainkan untuk diluruskan dan diperbaiki kembali ke jalan yang benar sesuai moral pancasila.

2002 digitized by USU digital library 4

Page 5: IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1995 …library.usu.ac.id/download/fh/pidana-berlin.pdf · implementasi undang-undang nomor 12 tahun 1995 sebagai dasar mengayomi serta memasyarakatkan

Para warga binaan harus dididik, diasuh dibimbing dan diarahkan pada tujuan yang bermanfaat baik untuk diri sendiri dan keluarganya maupun bagi masyarakat setelah pada waktunya dapat kembali kemasyarakat. Bahwa sasaran utama pengayoman ataupun pembinaan warga binaan itu ialah untuk mempersiapkan agar warga binaan tersebut mampu menghadapi masa depan serta mampu menyesuaikan dengan berbagai kondisi di masyarakat, oleh sebab itulah Lembaga Pemasyarakatan diharapkan sebagai wadah bagi warga binaan untuk menjalani masa pidananya serta memperoleh pelbagai pembinaan dan keterampilan. Pelbagai kegiatan yang dilakukan dan diberikan oleh petugas Lembaga Pemasyakatan hendaknya mempercepat proses resosialisasi warga binaan tersebut. Prinsip-prinsip pokok yang menyangkut dasar perlakuan terhadap warga binaan dan anak didik yang dikenal dengan nama: 10 (sepuluh pokok prinsip Pemasyarakatan yang berisi sebagai berikut: 1. Orang yang tersesak diayomi juga, dengan memberikan kepadanya bekal hidup

sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna dalam masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Bekal hidup yang dimaksud tidak hanya berupa Finansial dan material, tetapi yang lebih penting adalah mental, fisik, keahlian, keterampilan sehingga orang mempunyai kemauan dan kemampuan sehingga yang potensial dan efektif untuk menjadi warga yang baik, tidak melanggar hukum lagi dan berguna bagi pembangunan negara.

2. Menjatuhi pidana bukan tindakan balas dendam dari negara. Maksudnya

terhadap narapidana tidak boleh ada penjelasan baik berupa tindakan, cara perawatan atau penempatan dan satu-satunya derita hanya dihilangkan kemerdekaan.

3. Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan bimbingan

kepada narapidana harus ditanamkan pengertian mengenai norma-norma hidup dan kehidupan serta diberi kesempatan untuk merenungkan perbuatannya yang lampau dan narapidana dapat diikut sertakan dalam kegiatan-kegiatan sosial untuk menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatan.

4. Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk atau lebih jahat dari pada

sebelum dia masuk lembaga, karena itu harus diadakan pemisahan antara: - yang residivist dan yang bukan residivist - yang telah melakukan tindak pidana yang berat dengan yang ringa - macam tindak pidana yang diperbuat - dewasa, dewasa muda dengan anak-anak - orang terpidana dan tahanan

5. Selama kehidupan kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari padanya.

6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu

atau hanya diperuntukkan kepentingan jabatan atau negara sewaktu-waktu saja. Pekerjaan harus atau dengan pekerjaan masyarakat lainnya ditujukan kepada pembangunan nasional, karena itu harus ada integrasi antara pekerjaan narapidana dengan Pembangunan Nasional.

7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan Pancasila. Bimbingan dan didikan yang

diberikan harus berisikan asas-asas yang tercantum dalam Pancasila.

2002 digitized by USU digital library 5

Page 6: IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1995 …library.usu.ac.id/download/fh/pidana-berlin.pdf · implementasi undang-undang nomor 12 tahun 1995 sebagai dasar mengayomi serta memasyarakatkan

8. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia meskipun telah tersesat. Tidk boleh selalu ditunjukkan kepada narapidana bahwa ia dipandang dan diperlakukan sebagai binatang, oleh sebab itu petugas pemasyarakatan tidak boleh bersikap maupun memakai kata-kata yang dapat menyinggung perasaan.

9. Narapidana hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan. 10. Perlu didirikan Lembaga-lembaga Pemasyarakatan yang baru sesuai dengan

kebutuhan pelaksanaan program pembinaan dan mengindahkan lembaga-lembaga yang berada di tengh-tengah kota setempat yang sesuai dengan kebutuhan proses kemasyarakatan. 5)

Sehingga berdasarkan pada prinsip-prinsip dasar perlakuan yang ingin diterapkan diatas, diharapkan sistem pemasyarakatan dapat mencapai tujuan yang utama yakni mencegah pelanggaran-pelanggaran hukum, aktif produktif serta berguna bagi masyarakat dan mampu hidup bahagian di dunia dan akhirat. Dengan demikian maka prinsip dasar perlakuan terhadap warga binaan dan anak didik, tiada lain adalah melakukan pengayoman ataupun pembinaan dengan tujuan agar warga binaan tersebut dapat menjadi manusia yang baik di hari yang akan datang. Bentuk-bentuk pembinaan yang diberikan kepada warga binaan saat ini: 1. Pembinaan Mental

Pembinaan ini merupakan dasar untuk menempa seseorang yang telah sempat terjerumus terhadap perbuatan jahat, sebab pada umumnya orang menjadi jahat itu karena mentalnya sudah turun (retardasi mental), sehingga untuk memulihkan kembali mental seseorang seperti sedia kala sebelum dia terjerumus, maka pembinaan mental harus benar-benar diberikan sesuai dengan forsinya.

2. Pembinaan Sosial Pembinaan sosial ini diberikan kepada warga binaan dalam kaitannya warga binaan yang sudah sempat disingkirkan dari kelompoknya sehingga diupayakan bagaimana memulihkan kembali kesatuan hubungan antara warga binaan dengan masyarakat sekitarnya.

3. Pembinaan Keterampilan Dalam pembinaan ini diupayakan untuk memberikan berbagai bentuk pengetahuan mengenai keterampilan misalnya bentuk pengetahuan mengenai keterampilan berupa pendidikan menjahit, pertukangan, bercocok tanam dan lain sebagainya.

Hal inilah yang perlu diteliti dalam kaitannya dengan faktor-faktor apakah yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pengayoman serta pemasyarakatan para warga binaan dan untuk itu diajukan hipotesa sebagai berikut: 1. Dengan pola pengayoman serta pemasyarakatan berdasarkan Law and Order

Aproach dan treatment Approach pengayoman warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Siborong-borong dapat lebih berhasil.

2. Belum adanya perangkat hukum khusus pengayoman warga binaan maka sulit melaksanakan pengayoman seoptimal mungkin.

2002 digitized by USU digital library 6

Page 7: IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1995 …library.usu.ac.id/download/fh/pidana-berlin.pdf · implementasi undang-undang nomor 12 tahun 1995 sebagai dasar mengayomi serta memasyarakatkan

3. Dengan melakukan kerjasama dengan instansi terkait seperti Departemen Tenaga Kerja, Departemen Sosial, Lembaga Swadaya Masyarakat dan organisasi Kemasyarakatan lainnya diharapkan lebih berhasil guna.

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mencapai beberapa sasaran, yang terdapat di

bawah ini:

1. Dapat diketahui bahwa faktor-faktor apa yang menjadi kendala dalam melaksanakan pengayoman dan pemasyarakatan dengan kaitannya Undang-undang No. 12 Tahun 1995.

2. Menguraikan pola pengayoman serta pemasyarakatan yang tepat dilakukan oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Siborong-borong kepada warga binaan yang datang dari berbagai latar belakang yang berbeda.

3. Dapat diperoleh gambaran tentang usaha-usaha yang perlu dilakukan untuk berhasilnya pengayoman dan pemasyarakatan terhadap warga binaan.

B. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan kajian tentang pentingnya diketahui usaha-usaha apa yang harus ditempuh demi berhasilnya pengayoman bagi warga binaan.

2. Dalam menentukan menganalisa kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan Undang-undang No. 12 Tahun 1995 sebagai dasar mengayomi serta memasyarakatkan warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Siborong-borong.

3. Meningkatkan kesadran minat untuk meneliti yang mana dapat berguna dalam menghadapi masalah, terutama masalah yang berkaitan dengan disiplin ilmu yang ditekuni (Hukum Penitensier).

I. Methode Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini digunakan : 1. Penelitian Kepustakaan:

Sebelum penelitian lapangan dilaksanakan, terlebih dahulu dilaksanakan penelitian kepustakaan dengan mengadakan penelitian dan pengkajian atas buku-buku dan karya lainnya serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan objek penelitian.

2002 digitized by USU digital library 7

Page 8: IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1995 …library.usu.ac.id/download/fh/pidana-berlin.pdf · implementasi undang-undang nomor 12 tahun 1995 sebagai dasar mengayomi serta memasyarakatkan

Penelitian tetap dilaksanakan selama dan setelah penelitian lapangan, karena tetap diperlukan untuk melakukan pengkajian dan analisa terhadap hasil yang diperoleh dari hasil lapangan.

2. Penelitian Lapangan a. Daerah Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Siborong-borong Tapanuli Utara, dengan pertimbangan bahwa dari lembaga ini dapat diperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini.

b. Responden Responden terdiri dari Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Siborong-borong dan warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Siborong-borong.

c. Alat Pengumpulan Data Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner dibagikan kepada responden dan pada waktu yang telah ditentukan akan diambil kembali dengan catatan jika terdapat kesulitan pada responden dalam mengisi kuesioner tersebut dapat diberi keterangan dan meminta penjelasan dari responden tentang masalah yang kurang jelas tersebut.

d. Pengolahan dan Analisa Data Data yang diperoleh akan diseleksi dan diklasifikasikan dalam bentuk tabel. Dan kemudian dianalisis secara yuridis normatif yang titik beratnya dilakukan dengan methode deduktif, yang didukung oleh data yang diperoleh dari penelitian lapangan untuk melengkapi analisa deduktif tersebut.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Bentuk dan Sistem Pengayoman Serta Pemasyarakatan yang Diterapkan

Secara geografis bahwa Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Siborong-borong berada di dalam daerah Tingkat II Tapanuli Utara, namun secara organisatoris Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Siborong-borong bukan bertanggung jawab kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Tapanuli Utara melainkan bertanggung jawab dan wewenang dari Departemen Kehakiman RI cq. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Sebaagai satuan organisasi yang berada di bawah struktur Departemen Kehakiman RI c.q. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Siborong-borong dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wlayah Departemen Kehakiman Sumatera Utara yang merupakan perpanjangan tangan Menteri Kehakiman RI di daerah. Sebagai tempat pelaksanaan pidana penjara dan tempat untuk membina para warga binaan, Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Siborong-borong saat ini dihuni sebanyak 80 orang Narapidana, sesuai dengan hasil penelitian dengan pembagian golongan warga hunian yang keseluruhan warga binaan itu mempunyai status yang berbeda baik itu dari segi latar belakang banyaknya hukuman maupun sebab

2002 digitized by USU digital library 8

Page 9: IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1995 …library.usu.ac.id/download/fh/pidana-berlin.pdf · implementasi undang-undang nomor 12 tahun 1995 sebagai dasar mengayomi serta memasyarakatkan

terjadinya pidana terhadap masing-masing maksud seperti terlihat warga binaan yang ada di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Siborong-borong dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel I

Pembagian Golongan Narapidana (Warga Binaan)

No Golongan Narapidana (Warga

Binaan)

Jumlah Persentase (%)

1 B I 80 100 2 B II A - - 3 B II B - - 4 B III - -

Jumlah 80 100

Tabel di atas jelas menunjukkan bahwa gabungan Narapidana (warga binaan) digolongkan B I merupakan jumlah narapidana yang dominan penghuni Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Siborong-borong dengan persentase 100% sementara golongan B IIA dengan B II B serta B III tidak ada di lembaga Pemasyarakatan Kelas II Siborong-borong saat ini. Menurut hemat peneliti adalah bahwa hukuman di atas 1 tahun (golongannya B I) adalah subjek yang paling efektif untuk diberikan pengayoman (pembinaan.secara terarah dan terpadu berdasarkan sistem Pemasyarakatan. Pelaksanaan pembinaan kepada warga binaan berdasarkan sistem pemasyarakatan harus melalui beberapa tahap dan waktu ditambah dalam masing-masing tahapan. Jadi tolak ukur akan hasilnya pelaksanaan pengayoman (pembinaan) terhadap warga binaan dalam tahapan tersebut, sehingga warga binaan yang berhasil pada tahap I dapat mengikuti tahap berikutnya. Oleh sebab itu terhadap warga binaan yang mendapat hukuman di bawah satu tahun dan pidana kurungan atau pengganti denda jelas akan mempunyai kesempatan yang lebih relatif kecil untuk menerima dan mengikuti pembinaan sesuai dengan tahap pembinaan yang ditentukan. Hal ini bukan berarti bahwa terhadap warga binaan golongan B II A, B II B dan III tidak diberikan pembinaan jangka panjang, melainkan tetap diberikan pembinaan, akan tetapi berupa pembinaan jangka pendek. Berdasarkan penelitian di lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Siborong-borong ada sejumlah alasan yang dikemukakan warga binaan, mengapa mereka melakukan tindak pidana. Untuk lebih jelasnya penelitian akan uraian alasan melakukan tindak pidana dimaksud dalam bentuk sebagai berikut:

2002 digitized by USU digital library 9

Page 10: IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1995 …library.usu.ac.id/download/fh/pidana-berlin.pdf · implementasi undang-undang nomor 12 tahun 1995 sebagai dasar mengayomi serta memasyarakatkan

Tabel II

Alasan Melakukan Tindak Pidana

No Alasan Melakukan Tindak Pidana

Jawaban Responden

Persentase (%)

1 Harga diri 33 40,00 2 Tekanan Ekonomi 24 30,00 3 Pengaruh Teman 13 16,00 4 Dendam 5 6,50 5 Tersesat 5 6,50

Jumlah 80 100 100 Tabel diatas jelas menunjukkan bahwa alasan warga binaan melakukan tindak pidana adalah karena alasan harga diri, dengan jawaban responden 33 (tiga puluh) persentasenya 40,00 baru karena tekanan ekonomi dengan jawaban responden 24 (dua puluh empat) persentasenya 30,00 disusul dengan pengaruh teman jawaban responden 13 (tiga belas) persentasenya 16,00 persentasenya 16,00 sedangkan alasan dendam jawaban responden 5 (lima) persentasenya 6,50 dan juga karena alasan tersesat jawaban responden 5 (lima) persentasenya 6,50. Mengenai jenis kejahatan (tindak pidana) yang dilakukan oleh warga binaan ada beberapa jenis kejahatan. Untuk lebih jelasnya peneliti akan uraikan tentang jenis tindak pidana yang dilakukan warga binaan dalam bentuk tabel yaitu sebagai berikut:

Tabel III

Jenis Tindak Pidana yang Dilakukan Warga Binaan

No Jenis Tindak Pidana yang dilakukan

Jawaban Responde

n

Persentase (%)

1 Pembunuhan 23 29,00 2 Kesusilaan 18 22,00 3 Pencurian 16 20,00 4 Penganiayaan 13 16,50 5 Narkotika (Narkoba) 6 7,50 6 Pelanggaran Lalu Lintas 4 5,00

Jumlah 80 100

Tabel di atas jelas menunjukkan bahwa jenis tindak pidana yang dilakukan oleh warga binaan yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II Siborong-borong adalah Tindak Pidana pembunuhan jawaban responden 23 (dua puluh tiga) persentasenya 29,00baru tindak pidana kesusilaan jawaban responden 18 delapan belas) persentasenya 22,00 disusul tindak pidana pencurian jawaban responden 16 (enam belas) persentasenya 20,00, dan tindak pidana penganiayaan jawaban responden 13 (tiga belas) persentasenya 16,50, serta tindak pidana narkotika jawaban responden 6 (enam) persentasenya 5,00 ditutup dengan pelanggaran lalu lintas jawaban responden 4 (empat) persentasenya 5,00. Tingkat pendidikan warga binaan dapat dipergunakan sebagai indikasi untuk menyusun suatu program pembinaan warga binaan tersebut. Ssudah barang tentu,

2002 digitized by USU digital library 10

Page 11: IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1995 …library.usu.ac.id/download/fh/pidana-berlin.pdf · implementasi undang-undang nomor 12 tahun 1995 sebagai dasar mengayomi serta memasyarakatkan

warga binaan yang tingkat pendidikannya rendah akan berbeda daya nalarnya dengan warga binaan yang tingkat pendidikannya tinggi. Dengan mengetahui tingkat pendidikan para warga binaan, pada petugas Lembaga Pemasyarakatan akan lebih mudah menetapkan program pembinaan yang bagaimana yang sesuai bagi warga binaan tersebut. Dalam hal-hal tertentu program pengayoman bisa saja sama untuk semua para warga binaan, akan tetapi dalam hal-hal tertentu lainnya program pembinaan bisa sama untuk semua warga binaan, program pembinaan bisa berbeda sesuai dengan kondisi para warga binaan tersebut. Untuk lebih jelasnya peneliti akan menguraikan tingkat pendidikan warga binaan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel IV

Tingkat Pendidikan Warga Binaan

No Tingkat Pendidikan Warga Binaan

Jawaban Responden

Persentase (%)

1 Tidak Tamat SD 10 12,50 2 Tamat SD 16 20,00 3 Tamat SMP 34 42,50 4 Tamat SMA 18 22,50 5 Perguruan Tinggi

(PT) 2 2,50

Jumlah 80 100

Tabel diatas jelas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Siborong-borong adalah Tamatan SMP sebanyak 34 (tiga puluh empat) persentasenya 42,50, baru tamatan SMA 18 (delapan belas) persentasenya 22,50 tamatan SD 16 enam belas) persentasennya 20,00 dan tidak tamat SD 10 (sepuluh) persentasenya 12,50 dan Perguruan Tinggi (PT) 2 (dua) persentasenya 2,50. Dari data tersebut diatas dapat diketahui bahwa latar belakang pendidikan warga binaan yang dominan yang terdapat di dalam lembaga Pemasyarakatan kelas II B Siborong-borong adalah pendidikan SMP dengan persentase 42,50% ini berarti bahwa pendidikan warga binaan boleh dikatakan sudah memenuhi program pemerintah yakni wajib belajar, untuk yang berlatar belakang hanya tamat SD atau tidak tamat SD diupayakan kerja sama dengan pihak Departemen Pendidikan Nasional Tapanuli Utara, dalam program belajar paket A dan paket B. Berdasarkan penelitian di lapangan bahwa bentuk pembinaan (pengayoman) yang diberikan kepada warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan kelas II B Siborong-borong ada 3 bentuk yakni: 1. Pembinaan mental.

Pembinaan mental ini merupakan bentuk pembinaan yang paling awal diberikan di Lembaga Pemasyarakatan kelas II B Siborong-borong hal ini dilakukan karena melalui pembinaan mental ini diharapkan sebagai dasar untuk menempa seseorng yang telah sempat terjerumus kelembah perbuatan jahat dan umumnya orang menjadi jahat karena mentalnya sudah turun dan bobrok, oleh sebab itu mental harus diperbaiki lebih dahulu.

2002 digitized by USU digital library 11

Page 12: IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1995 …library.usu.ac.id/download/fh/pidana-berlin.pdf · implementasi undang-undang nomor 12 tahun 1995 sebagai dasar mengayomi serta memasyarakatkan

Pembinaan mental yang diberikan di Lembaga Pemasyarakatan yaitu berupa: a. Pendidikan Agama b. Ceramah-ceramah Agama

2. Pembinaan Sosial Pembinaan sosial kepada para warga binaan dalam kaitannya untuk memulihkan kesatuan dan hubungan antara warga binaan dengan masyarakat. Pembinaan sosial ini diberikan oleh karena adanya prasangka bahwa para warga binaan sudah disingkirkan dari masyarakat. Sehingga supaya mereka tidak merasa dipisahkan dari masyarakat, maka dalam pembinaan sosial ini diupayakan untuk memberikan motifasi bagaimana cara hidup dan bermasyarakat yang baik, oleh sebab itu diberikan kesempatan kepada warga binaan tersebut agar lebih luas berkecimpung dengan masyarakat luar. Warga binaan harus dibekali pengertian mengenai norma-norma kehidupan serta melibatkan mereka dalam kegiatan-kegiatan sosial yang dapat menimbulkan rasa percaya diri dalam kehidupan masyarakat, agar warga binaan itu sanggup hidup mandiri.

3. Pembinaan Keterampilan Pembinaan keterampilan diberikan kepada warga binaan sebagai bekal warga binaan untuk kembali ketengah-tengah masyarakat dan bentuk keterampilan yang diberikan juga disesuaikan dengan kondisi serta perkembangan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Adapun jenis keterampilan yang diberikan kepada warga binaan yaitu: - Bangunan Batu - Perabot (Meubel) - Ukir-ukiran - Las karbit - Beternak.

B. Maksud dan Tujuan Mangayomi Serta Memasyarakatkan Warga Binaan

Penjatuhan pidana penjara bagi warga binaan memang dapat mendatangkan penderitaan bagi warga binaan tersebut, namun dibalik penderitaan ada hikmah tersendiri bagi warga binaan tersebut, karena selama warga binaan itu menjalani masa pidananya di dalam Lembaga Pemasyarakatan juga dapat membina atau mengayomi dibidang mental, sosial dan keterampilan. Lembaga pemasyarakatan merupakan tempat untuk melaksanakan pengayoman serta pemasyarakatan warga binaan, akan tetapi disisi lain Lembaga Pemasyarakatan memang tidak bisa memberikan suatu jaminan, bahwa warga binaan yang sudah dibina itu pasti mau mentaati peraturan dan tidak melakukan kejahatan lagi, serta juga tidak ada jaminan bahwa program yang dilaksanakan dalam rangka pengayoman serta pemasyarakatan warga binaan pasti membawa hasil yang memuaskan. Pembinaan yang diberikan kepada warga binaan yang berorientasi pada masa depan yang cerah dapat diwujudkan, apabila warga binaan itu secara sungguh-sungguh menyadari bahwa pidana penjara yang dijatuhkan kepada warga binaan bukanlah dimaksudkan untuk membalas perbuatan yang dilakukan oleh warga binaan itu, akan tetapi untuk mengayomi serta memasyarakatkan warga binaan itu

2002 digitized by USU digital library 12

Page 13: IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1995 …library.usu.ac.id/download/fh/pidana-berlin.pdf · implementasi undang-undang nomor 12 tahun 1995 sebagai dasar mengayomi serta memasyarakatkan

kejalan yang benar agar mereka menjadi manusia yang baik dan bertanggungjawab sesuai dengan harkat dan martabatnya. Walaupun warga binaan dibatasi kebebasan untuk bergerak dengan memenjarakan mereka, namun hal itu hanyalah bersifat sementara Pidana penjara tidak semata-mata hanyalah menimbulkan derita bagi warga binaan melainkan juga sebagai salah satu sarana untuk mendidik warga binaan agar menyadari dan kembali kejalan yang benar. Dengan demikian tidak perlu dikirimkan lagi, bahkan pidana penjara menjadi maksud dan tujuan mengayomi serta memasyarakatkan warga binaan pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan dan juga dapat dipergunakan sebagai sarana untuk mendidik dan membimbing warga binaan agar menjadi manusia yang berguna. Sehubungan dengan itu penelitian melihat bahwa pidana penjara merupakan satu-satunya pidana pokok dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana yang memenuhi persyaratan sebagai sarana yang efektif mengayomi serta memasyarakatkan warga binaan. Sejalan dengan uraian di atas, peneliti mencoba mengungkapkan manfaat pelaksanaan pembinaan terhadap warga binaan yang diberikan di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Siborong-borong. Dari 80 orang warga binaan yang menjadi responden, menyatakan bahwa sebahagian mengatakan manfaat pengayoman serta pemasyarakatan untuk mempercepat kesadaran, ada juga yang mengatakan untuk mempersiapkan kembali ke masyarakat serta untuk memberikan bekal untuk hidup bermasyarakat. Untuk lebih jelasnya peneliti akan uraikan tentang manfaat pemberian pengayoman serta pemasyarakatan (pembinaan) dimaksud dalam tabel yaitu sebagai berikut:

Tabel V

MANFAAT PEMBERIAN PENGAYOMAN SERTA PEMASYARAKATAN (PEMBINAAN)

No. Manfaat Pemberian Pengayoman Serta Pemasyarakatan (Pembinaan)

Jawaban Responden

Persentase (%)

1 Mempercepat kesadaran warga binaan 28 35,00 2 Memberikan bekal untuk hidup

bermasyarakat 27 34,00

3 Mempersiapkan kembali kemasyarakat 25 31,00 Jumlah 80 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa ketiga bentuk jawaban yang diberikan oleh para warga binaan, persentasenya hampir atau boleh dikatakan hampir sama, hal ini menurut peneliti karena disaat warga binaan memberikan jawabannya, warga binaan berada dalam tahap pemberian pembinaan masing-masing dalam arti bahwa 28 (dua puluh delapan) 35,00 responden memberikan jawaban mempercepat kesadaran warga binaan karena ke 28 responden tersebut masih dalam tahap pembinaan mental, sedangkan responden menjawab memberikan bekal untuk hidup bersama masyarakat 27 (dua puluh tujuh) 34,00 warga binaan ini sedang menerima pemberian keterampilan, sedangkan sisanya sebanyak 25 (dua puluh lima) 31,00 memberikan jawaban mempersiapkan diri kembali ke masyarakat, dan mereka ini masih berada dalam tahap pembinaan mental.

2002 digitized by USU digital library 13

Page 14: IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1995 …library.usu.ac.id/download/fh/pidana-berlin.pdf · implementasi undang-undang nomor 12 tahun 1995 sebagai dasar mengayomi serta memasyarakatkan

Dari ketiga bentuk jawaban tersebut di atas, sudah mencerminkan tujuan pelaksanaan pengayoman serta pemasyarakatan terhadap warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan kelas II B Siborong-borong, namun tujuan yang paling hakiki yang sangat didambakan oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan kelas II B Siborong-sborong adalah agar warga binaan tidak melakukan kejahatan lagi atau dengan kata lain pencegahan pencetakan residivist baru. Maka dengan keluarnya Undang-undang No. 12 Tahun 1995 para petugas Lembaga Pemasyarakatan telah mendapat sarana dan prasarana yang memungkinkan lebih baik lagi untuk mengayomi serta memasyarakatkan para warga binaan, dengan demikian apa yang menjadi maksud dan tujuan mengayomi serta memasyarakatkan para warga binaan sudah mendapat peluang yang baik kepada petugas Lembaga Pemasyarakatan dalam melaksanakan tugasnya. C. Problema yang Dihadapi Dalam Mengayomi Serta Memasyarakatkan

Warga Binaan

Bertitik tolak dari tujuan pelaksanaan pembinaan terhadap warga binaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Siborong-borong yakni mempercepat kesadaran warga binaan, mempersiapkan kembali ke masyarakat dan memberikan bekal untuk hidup bermasyarakat, yakni dengan memberikan bekal yang ketiga itu bentuk pembinaan (mental, sosial dan keterampilan) dalam proses pemasyarakatan warga binaan dimaksud, terkandung berbagai problema yang dihadapi oleh petugas lembaga pemasyarakatan kelas II B Siborong-borong. Diantara problema yang menjadi kendala yang dihadapi petugas lembaga pemasyarakatan Kelas II B Siborong-borong dalam mengayomi serta memasyarakatkan para warga binaan peneliti uraikan sebagai berikut:

1. Kurangnya ruangan-ruangan untuk menempatkan warga binaan khusus.

Di Lembaga Pemasyarakatan kelas II B Siborong-borong dirasakan kurang sekali ruangan-ruangan untuk menempatkan warga binaan khusus yakni yang melakukan kejahatan politik dan narkotika. Mengarahkan di Lembaga Pemasyarakatan Siborong-borong diadakan pemisahan dalam penempatan warga binaan yang ditahan sebelumnya, namun pemisahan antara warga binaan yang melakukan kejahatan politik dan narkotika tidak ada, pada hal warga binaan yang melakukan kejahatan narkotika ada.

2. Kunjungan kepada warga binaan oleh keluarga perlu teratur. Kunjungan keluarga atau famili warga binaan sangat penting artinya dalam memulihkan percaya diri warga binaan penting artinya dalam memulihkan percaya diri warga binaan tersebut sebagai manusia mandiri, oleh karena itu kunjungan kepada warga binaan perlu dilaksanakan dengan teratur oleh keluarga atau familinya. Dengan adanya kunjungan tersebut, warga binaan tidak merasa disepelekan atau dilupakan oleh keluarganya atau familinya dan secara psikologis hal tersebut akan membawa dampak positif pada diri warga binaan tersebut.

3. Fasilitas dana pengayoman serta pemasyarakatan (Pembinaan) warga binaan sangat terbatas. Berbicara soal dana memang cukup riskan, namun dalam teknis pelaksanaannya dan merupakan faktor yang sangat menentukan sekali dalam suatu kegiatan, apalagi menyangkut soal pengayoman serta pemasyarakatan warga binaan yang meliputi pembinaan dalam bidang mental, sosial dan keterampilan.

2002 digitized by USU digital library 14

Page 15: IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1995 …library.usu.ac.id/download/fh/pidana-berlin.pdf · implementasi undang-undang nomor 12 tahun 1995 sebagai dasar mengayomi serta memasyarakatkan

Karena bidang pembinaan yang paling banyak memerlukan dana yakni pembinaan keterampilan, sehingga sering terjadi misalnya dana yang seharusnya disediakan untuk satu tahun kegiatan pembinaan keterampilan ternyata hanya 3 bulan dipergunkan sudah habis, oleh sebab itulah kadang-kadang lebih banyak waktu untuk berdiam daripada bertanya.

4. Kurangnya tenaga ahli Karena tujuan pembinaan mengandung berbagai aspek kehidupan yang meliputi nilai-nilai yang bersifat juridis, sosiologis, ekonomis, religius serta psikologis, untuk itu diperlukanlah tenaga-tenaga ahli sesuai dengan bidang diatas. Akan tetapi sampai ini pihak Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Siborong-borong baru memiliki 3 orang alumnus dari AKIP (Akademi Ilmu Pemasyarakatan)

5. Perangkat Peraturan yang sudah tidak sesuai lagi Bahwa peraturan yang dipergunakan untuk mengayomi serta memasyarakatkan warga binaan sampai saat ini masih mempergunakan Gestichten Reglement (Reglemen Penjara) Staatsblad 1917 No. 708, yang sesungguhnya tidak sesuai lagi dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat saat ini.

6. Terlalu banyaknya persyaratan pengusulan CMB dan PB Salah satu upaya untuk mempercepat proses resosialisasi warga binaan adalah melalui sarana CMB (Cuti Menjelang Bebas) dan PB (Pembebasan Bersyarat), sementara CMB dan PB dapat dijadikan indikator berhasil tidaknya pembinaan yang dilakukan di dalam Lembaga Pemasyarakatan, namun cukup disayangkan bahwa persyaratan yang harus dipenuhi baik itu teknis maupun administrasinya cukup banyak dan rumit.

7. Sikap masyarakat yang tidak mau menerima eks warga binaan. Perlu ditegaskan bahwa sasaran utama pembinaan warga binaan ialah mempersiapkan agar warga binaan tersebut mampu meneyesuaikan diri dengan pelbagai kondiri di masyarakat. Akan tetapi acap kali setelah warga binaan itu selesai menjalani masa pidananya mereka dihadapkan dengan suatu masalah pelik yakni masyarakat menunjukkan tidak mau bersahabat terhadap bekas warga binaan.

D. Usaha-usaha yang Diterapkan Petugas Lembaga Pemasyarakatan Kelas

II B Siborong-borong untuk Mengatasi Problema yang Dihadapi

Pelaskanaan pengayoman warga binaan dengan sistem pemasyarakatan harus ditunjang oleh sarana utama yakni:

1. Sarana Personil 2. Sarana Peraturan perundang-undangan 3. Sarana administrasi 4. Sarana fisik Lembaga Pemasyarakatan

Bila dilihat secara fisik lembaga pemasyarakatan kelas II B Siborong-borong merupakan bagian yang masa saat ini dalam tahap rehabilitasi karena bangunan tersebut adalah merupakan bangunan yang dibuat pada tahun 1985, dimana bentuk dan pengaturan secara fasilitas pembinaan disesuaikan dengan kebutuhan sarana yang diinginkan oleh 10 pokok prinsip pemasyarakatan. Kalaupun ada ruangan sebagai tempat yang kurang sebagai tempat pemisahan-pemisahan warga binaan hal ini tidak diantisipasi sebelumnya yakni ketika dibangun,

2002 digitized by USU digital library 15

Page 16: IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1995 …library.usu.ac.id/download/fh/pidana-berlin.pdf · implementasi undang-undang nomor 12 tahun 1995 sebagai dasar mengayomi serta memasyarakatkan

karena tanpa diduga kejahatan meningkat bentuk dan jenisnya, sekarang dengan kemajuan perkembangan jaman, namun untuk mengatasi hal tersebut pihak petugas Lembaga Pemasyarakatan kelas II B Siborong-borong tetap mempergunakan ruangan yang ada misalnya ruangan tempat pengasingan/karantina yang masih kosong tanpa berpenghuni dipergunakan untuk sementara sebagai tempat pemisahan-pemisahan, sebab adanya pembagian pemisahan tersebut, warga binaan dapat diurus dengan sebaik mungkin setelah diadakan seleksi dan pengklasifikasiannya. Dengan demikian juga mengenai keterlibatan keluarga dari masyarakat mutlak diperlukan dalam usaha mengembalikan warga binaan ke jalan yang benar, sebab bagaimanapun harus diakui bahwa warga binaan itu untuk bagian yang tak terpisahkan dari keluarga dan masyarakat itu sendiri. Dengan demikian tanggung jawab keluarganya dan masyarakat untuk membantu pemerintah menanggulangi pembinaan warga binaan mutlak diperlukan, agar proses pembinaan itu berjalan lancar, dengan tetap memperhatikan pelbagai faktor yang ada kaitannya dengan warga binaan tersebut. Salah satu faktor tersebut adalah perhatian keluarga, yang ada dalam hal ini dapat petugas antisipasi dari kehadiran dari pihak keluarga para warga binaan yang datang mengunjunginya, karena perhatian yang kurang dapat mengakibatkan warga binaan menjadi frustasi dan sebaliknya jika diperhatikan keluarga berlebihan perhatiannya dapat pula membuat warga binaan merasa tinggi hati, untuk mengantisipasi hal demikian agar kunjungan keluarga dapat teratur, pihak lembaga pemasyarakatan. Siborong-borong menetapkan jadwal untuk berkunjung hanya pada hari yang tertentu saja misalnya hari Senin dan Rabu. Di Lembaga Pemasyarakatan kelas II B Siborong-borong bahwa personilnya sudah mencapai 50 (lima puluh) orang pegawai dengan berbagai latar belakang pendidikan, mulai dari SD, SLTP, SLTA dan perguruan Tinggi, namun yang berstatus atau berlatar belakang keahlian hanya 3 (tiga) orang alumnus AKIP, hal ini dirasakan beban memadai untuk membina 80 (delapan puluh) orang warga binaan. Untuk mengatasi hal demikian pihak Lembaga Pemasyarakatan kelas II B Siborong-borong mengupayakan tenaga personil yang ada dengan seefien mungkin dengan mengirimkan tenaga-tenaga yang ada untuk mengikuti latihan-letihan tambahan. Sarana peraturan perundang-undangan yang merupakan dasar hukumannya petugas Lembaga Pemasyarakatan melakukan pembinaan. Peraturan perundang-undangan yang dipakai masih peraturan perundang-undangan penjajah kolonial yakni Gestichen Reglement Ordonansi. Pelapsan bersyarat (Staatsblad 1917 No. 749 dan lain-lain, sehingga diakui bahwa pembinaan tersebut sudh dirasakan tidak sesuai lagi dengan perkembangan budaya masyarakat kita dewasa ini. Maka pihak lembaga pemasyarakatan kelas II B Siborong-borong membuat kebijaksanaan sendiri yakni peraturan-peraturan kolonial tetap digunakan sepanjang tidak bertentangan dengan hak-hak azasi manusia. Warga binaan sebagai subjek untuk dibina, sedangkan petugas lembaga pemasyarakatan bertindak sebagai pembina serta masyarakat penerima hasil binaan, ketiga personil itu berkorban dalam seluruh proses pembinaan warga binaan selama proses pemasyarakatan warga binaan berlangsung.

2002 digitized by USU digital library 16

Page 17: IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1995 …library.usu.ac.id/download/fh/pidana-berlin.pdf · implementasi undang-undang nomor 12 tahun 1995 sebagai dasar mengayomi serta memasyarakatkan

Kalaupun masyarakat yang tidak atau kurang menaruh minat untuk menyambut kehadiran bekas warga binaan ketengah-tengahnya, patut disesalkan sebab bagaimanapun juga masyarakat harus ikut bertanggung jawab terhadap proses kembalinya seorang bekas warga binaan ketengah-tengah masyarakat. Mengatasi permasalahan tersebut pihak lembaga pemasyarakatan melalui petugas-petugasnya yang ada berupaya memberikan penerangan penerangan kepada masyarakat.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan beberapa masalah mengenai Lembaga Pemasyarakatan dengan segala perspektifnya pengayoman serta pemasyarakatan warga binaan menurut sistem pemasyarakatan yang seluruhnya berkaitan erat dengan fungsi lembaga pemasyarakatan kelas II B Siborong-borong sebagai tempat pembinaan warga binaan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Walaupun pidana penjara yang dijatuhkan hakim kepada seorang terpidana yang

juga mengakibatkan penderitaan baginya, namun dibalik penderitaannya itu ada hikmah tersendiri yang tidak dapat dilupakan oleh warga binaan tersebut karena melalui pidana penjara yang dijalankan di dalam Lembaga Pemasyarakatan warga binaan sungguh-sungguh menerima pengayoman serta pemasyarakatan dibidang mental sosial dan keterampilan dengan tujuan yang diharapkan agar bekas warga binaan itu jauh lebih siap menghadapi masa depan yang lebih cerah.

2. Pergantian nama dari “Rumah Penjara” menjadi Lembaga Pemasyarakatan adalah pergantian perangkat pendukung yang hanya pergantian kulitnya saja, karena perangkat peraturan perundang-undangan yang digunakan masih Gestichten Reglement (Staatslaad 1917 No. 708) yang merupakan perangkat peraturan peninggalan kolonial yang tidak sesuai lagi dengan nilai-nilai yang hidup dewasa ini.

3. Pengayoman serta pemasyarakatan warga binaan yang meliputi bidang mental sosial dan pengetahuan keterampilan sangat membantu para warga binaan tersebut untuk mempersiapkan diri menghadapi masa depan yang lebih cerah, akan tetapi sikap masyarakat yang tidak bersahabat dengan bekas warga binaan akan menjadi beban prilaku bekas warga binaan tersebut.

4. Walaupun bekas warga binaan itu sebabnya sudah dibina berbulan-bulan,

bertahun-tahun di Lembaga Pemasyarakatan dengan segala kemampuan yang dimiliki oleh petugas, akan tetapi sia-sia selama masyarakat tidak mau menerima bekas warga binaan itu secara baik dan terbuka.

5. Tanggung jawab terhadap bekas warga binaan sesungguhnya dalam hal ini

Lembaga Pemasyarakatan, akan tetapi merupakan tanggung jawab masyarakat secara keseluruhan sebab bagaimanapun juga keadaannya harus diakui bahwa

2002 digitized by USU digital library 17

Page 18: IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1995 …library.usu.ac.id/download/fh/pidana-berlin.pdf · implementasi undang-undang nomor 12 tahun 1995 sebagai dasar mengayomi serta memasyarakatkan

bekas warga binaan tersebut adalah warga negara yang masih berhak untuk hidup sesuai dengan harkat martabatnya, oleh karena itu tidak pada tempatnya untuk mencurigai bekas warga binaan secara terus menerus.

B. Saran

1. Perlu dibuat Undang-undang tentang pemasyarakatan, karena Gestichten Reglement (Staatsblaad 1917 No. 108) yang sekarang dipergunakan sudah tidak sesuai lagi dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dan falsafah negara kita Pancasila.

2. Perlu koordinasi dan kerjasama yang lebih baik lagi antara Lembaga

Pemasyarakatan dengan Instansi terkait dalam membina warga binaan seperti pihak Departemen Tenaga Kerja, Departemen Sosial dan lain sebagainya agar mekanisme proses pembinaan terhadap warga binaan dapat lebih terarah untuk mencapai tujuan.

3. Persyaratan-persyaratan administrasi untuk mengusulkan CMB dan PB kepada

warga binaan perlu dikurangi sebab yang paling utama adalah motivasi, itikad serta setiap warga binaan untuk kembali ketengah-tengah masyarakat benar-benar terpusat.

2002 digitized by USU digital library 18

Page 19: IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1995 …library.usu.ac.id/download/fh/pidana-berlin.pdf · implementasi undang-undang nomor 12 tahun 1995 sebagai dasar mengayomi serta memasyarakatkan

DAFTAR PUSTAKA 1. Atmasasmita Ramli, Strategi Pembinaan Pelanggaran HukuM Dalam Kerriteks

Penegakan Hukum di Indonesia, Penerbit Alumni Bandung, 1982 2. Lamintang P.A.F., Drs.SH., HukumPenitensier Indonesia, Armico, Bandung, 1984 3. Sahardjo, Dr.SH., Pohon Beringin Pengayoman, Rumah Pengayoman,

Sukamiskin, Bandung, 1964 4. Undang-undang No. 12 Tahun 1995 Pengayoman Serta Pemasyarakatan Warga

Binaan di Lembaga Pemasyarakatan, Menkeh RI, 1995 5. Majalah Pemasyarakatan, Jakarta, Terbitan 23 April 1983

2002 digitized by USU digital library 19