12
PEMBAHARUAN HUKUM MEREK Oleh : Suetomo Ramelan I. Pendahulw.n. Serbicara mengtnai pembaharuan hukum merek, kit. dihadapkan kepada 2 persoalan, yaitu: I. hukum merek sebagaimana kita ketemukan di dalam hukum l'o'itip (ius constitutum), dan 2. hukum merek yang kita cita-citakan (ius constituendum). Kedua persoalan ini memerlukan pembahasan. iikalau sUnggJIh- sungguh dikehendaki untuk meningkatkan penataan mengenai hukum merek, sehingga hanya dengan mengetahui kekurangan-kekurangan pada undang-undang yang sedang berlaku dan mengetahui kebutuhan-kebutuhan hukum baru dalam bidang ini dapat diwujudkanlah hukum merek yang dicita-citakan. Perubahan·perubahan yang terjadi, karena makin intensipnya saling hubungan kita, hubungan kita dengan bangsa-bangsa dan kebudayaan- kebudayaan asing, makin berkembangnya dunia perusahaan dalam era pembangunan, kosemuanya itu melahirkan hukum baru yang menuntut peninjauan kembali mengenai pengaturan-pengaturan yang ada, untuk dapat disesuaikan dengan kebutuhan·kebutuhan hukum baru. Harapan demikian hanya dapat diwujudkan, jika terselenggara mobilisasi sumbangan pikiran dari para akhli dllam tidangnya ma'ing-masing, dan karena itulah diharapkan partisipasi dari segenap peserta dari seminar in! untuk memberikan sumbangannya yang korektip dan konstruktip demi terwujudnya harapan masyarakat, khususnya penyeleng- gara dari seminar ini. Sehubungan dengan 2 persoalan yang dihadapkan kepada kit., maka di dalam uraian-uraian yang berikut kami akan mencoba membahasnya tentang beberapa kekurangan mengenai hukum positip kita mengenai merek, tentang gagasan-gagasan untuk menyempumakan hukum merek untuk kemudian mengemukakan beberapa harapan kepada instansi-instansi yang erat hubungannya dengan pelaksanaan hukum merek. 2. Hukum Merek yang berlaku sekarang. Hukum merek positip kita diatur dalam Undang-Undang nomor 21, tahun 1961 diunda"gk.n da1arn Lembaran Negara R.I. 161-290, yang menurut undang-undang tersebut disebut "Undang-Undang tentang merek-perusahaan dan merek-perniagaan" atau juga dapat disebut "Undang-Undang Merek 1961" Penjelasan dari undang-undang ini dapat diketemukan di da1am TLNRI nomor 234 1.

in! menurut undang-undang tersebut disebut Undang-Undang

  • Upload
    others

  • View
    30

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: in! menurut undang-undang tersebut disebut Undang-Undang

PEMBAHARUAN HUKUM MEREK

Oleh : Suetomo Ramelan

I. Pendahulw.n.

Serbicara mengtnai pembaharuan hukum merek, kit. dihadapkan kepada 2 persoalan, yaitu: I. hukum merek sebagaimana kita ketemukan di dalam hukum l'o'itip

(ius constitutum), dan 2. hukum merek yang kita cita-citakan (ius constituendum).

Kedua persoalan ini memerlukan pembahasan. iikalau sUnggJIh­sungguh dikehendaki untuk meningkatkan penataan mengenai hukum merek, sehingga hanya dengan mengetahui kekurangan-kekurangan pada undang-undang yang sedang berlaku dan mengetahui kebutuhan-kebutuhan hukum baru dalam bidang ini dapat diwujudkanlah hukum merek yang dicita-citakan.

Perubahan·perubahan yang terjadi, karena makin intensipnya saling hubungan kita, hubungan kita dengan bangsa-bangsa dan kebudayaan­kebudayaan asing, makin berkembangnya dunia perusahaan dalam era pembangunan, kosemuanya itu melahirkan kebut~han·kebutuhan hukum baru yang menuntut peninjauan kembali mengenai pengaturan-pengaturan yang ada, untuk dapat disesuaikan dengan kebutuhan·kebutuhan hukum baru.

Harapan demikian hanya dapat diwujudkan, jika terselenggara mobilisasi sumbangan pikiran dari para akhli dllam tidangnya ma'ing-masing, dan karena itulah diharapkan partisipasi dari segenap peserta dari seminar in! untuk memberikan sumbangannya yang korektip dan konstruktip demi terwujudnya harapan masyarakat, khususnya penyeleng­gara dari seminar ini.

Sehubungan dengan 2 persoalan yang dihadapkan kepada kit., maka di dalam uraian-uraian yang berikut kami akan mencoba membahasnya tentang beberapa kekurangan mengenai hukum positip kita mengenai merek, tentang gagasan-gagasan untuk menyempumakan hukum merek untuk kemudian mengemukakan beberapa harapan kepada instansi-instansi yang erat hubungannya dengan pelaksanaan hukum merek.

2. Hukum Merek yang berlaku sekarang.

Hukum merek positip kita diatur dalam Undang-Undang nomor 21, tahun 1961 yan~ diunda"gk.n da1arn Lembaran Negara R.I. 161-290, yang menurut undang-undang tersebut disebut "Undang-Undang tentang merek-perusahaan dan merek-perniagaan" atau juga dapat disebut "Undang-Undang Merek 1961" Penjelasan dari undang-undang ini dapat diketemukan di da1am TLNRI nomor 2341.

Page 2: in! menurut undang-undang tersebut disebut Undang-Undang

MAJALAH FHUI

Undang-Undang Merek 1961 yang telalt diundangkan pad a tanggal II Oktober 1961 Olenurut ketentuan pasal 24-1 mulai berlaku 1 bulan sctelalt diundangkan, dan sebagai demikian mulai berlaku semenjak tanggal 1 I Nopembcr 1961. Menjadi persoalan ialalt apakah dengan diberlakukannya Undang-Undang ini dieabut pengaturan mengenai merek pabrik dan merek perusal13an yang telalt diltasilkan oleh pembentuk undang·undang kolonial, sebagai dimuat dalam Reglemen Milik Perindustdan (Reglement Industriele Eigendom·Kolonien) yang telalt diundangkan dalam S.1912-545 jo. 11 3·2 14 dan te lah berlaku di -Indonesia semonjak tanggal 1 Maret 1913'

Me!1gcl~ai persoaian ini terutan13 isi !..;:etentuan pasal 23 dari und;lng-undJng termal(sud ~' ang sei{;ngkapnya berbunyi: "Sejak tanggal bedakunya Undang-UnJan£ ini peraturan-pcraturan yang mengatur masalah yang sama, tidak berlaku lag;''' Dapat menimbulkan keragu-raguan. Dapatkah dad ketcntuan pasal 23 itu diartikan, bahwa mengenai hal·hal yang diatur secara lain "juga sepanjang mengenai merck" ketentuan-ketentu­an sebagaimana dimuat dalam Reglemen Milik Pcrindustrian masih tetap berlaku? Sangatlah disesalkan bahwa pembentuk undang-undang tidak secara tegas saja mencabut berlakunya Reglemen Milik Perindustrian seperti Italnya dalam Undang-Undang Koperasi 1958, LN. 158·139 yang seeara tegas menyatakan tidak berlakunya lagi pengaturan-pengaturan koperasi semasa Hindia Bela,,~a.

Persoalan ini telah memperoleh perhalian dari Prof.R_Soekardono SH, ya ng telah rr.engemukakan hal di atas dalam bukunya Hukum Dagang Indonesia,jilid J Bagian pertama, hal am an 148.

Sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang·Undang Merek 1961 leJah pula dikeluarkan Oaf tar Kelas·Barang yang membagi barang-barang dalam 35 kelas, dan Peraturan Kantor Milik Perindustrian te"-tang permohonan dan biaya-biaya, terakhir diubalt den~an Kep'Jtus:m Menteri Kehakiman fl0mor J .S.5/5/I 6.

Dengan tidak mengurangi penghargaan kita kepada pembentuk undang·undang nasional, yang telah dapat menghasilkan hukum merek nasional yang telah berlaku selama 15 tahun, dan temyata telah dapat digunakan oleh para hakim dalam menyelesaikan perkara·perkara yang menyangkut hak atas merek, letapi demi kepentingan pembaharuan hukum merek kiranya diperlukan sekedar tinjauan mengenai kekurangan-kekurang· an yang dirasalean di dalam Undang·Undang Merek 1961.

Beberapa kekurangan yang dapat dikemukakan mengenai Undang. Undang Merek 1961 menu rut pengliha tan kami adalah: I. kelrurangan pada penyebutan atau judul dari Undang·UndangMerek

1961; 2. diadakannya ;;engaturan seeara terperinei mengenai biaya·biaya di

dalam undang·undang (pasal 4 ayat 2) diiasakan sebagai kekurangan; 3. lidak diadakannya tenggang waktu bagi penyelenggara Daftar Umum

(dahulu Kantor Milik Perindustrian, sekarang Direktorat Patent) untuk menyatakan keberatan atas pendaftaran sesuatu merek, pasal 6 ayat I ;

I

<II, 4 I

4

Page 3: in! menurut undang-undang tersebut disebut Undang-Undang

, I

PEMBAHARUAN HUKUM MEREK 23

4. perlunya penyempurnaan perumusan dari beberapa pasalnya, antara lain pasal 10 ayat I dan pasal12;

5. terakhir dapat kami tunjuk pada kekurangan-kekurangan yang disebutkan dalam bukunya R.M.Suryodiningrat SH, Pengantar Ilmu Hukum Merek, yang diterbitkan oleh Pradnya Paramita, tahun 1976, halaman 33.

Mengapakah hal-hal tersebut menurut penglihatan kami merupakan kekurangan-kekurangan. Mengenai hal ini dapat kami kemukakan alasan-alasan berikut in;:

2. 1. Penyebulan Undang-Undang Merek 1961 dengan "Undang-Undang tentang merek-perusahaan dan merek·perniagaan" memberikan kesan kepada kita seolah-olah ada perbedaan antara pengertian perusahaan dan perniagaan. Hal ini mengingatkan kita kembali pada keadaan sebelum diubahnya pengertian KUHD sebagai hukum pedagang menjadi hukum perusahaan, jelasnya sebelum dieabutnya pasal-pasal 2 sid 5 KUHD yang membedakan pedagang dan bukan pedagang di satu pihak, dan antara perbuatan perniagaan dan perbuatan bukan perniagaan pad a pihak lainnya. Dengan dieabutnya bab I buku 1 KUHD yang terdiri dari pasal-pasal 2 sid 5, dengan S.1938-276 maka menjalenkan perniagaan juga menjalankan perusahaan, sehingga tidak ada suatu alasanpun yang membenarkan untuk memperbedakan merek-perusahaan dengan merek-perniagaan. Sehubungan alasan-alasan tersebut, kami cenderung untuk mengusulkan dipakainya judul "Undang-Undang tentang merek-pabrik dan merek-perusahaan" . Judul yang kami usuL'<an ini kiranya lebih sesuai dengan hukum positip kita selebihnYl, khususnya KUHD dar kenyataan bahwa barang-t>arang yang dala~1 sirkulasi ini dapat dibedakan dari pabrik-pabrik yang telah memprodusirnya atau perusahaan-perusahaan yang memasarkannya.

2. 2. Pengaturan seeara terperinci di dalam sesuatu un<iang-undang mengenai biaya-biaya sebagai yang dapat diketemukan dalam pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Merek-1961 kiranya tid.klah pada tempatnya. Hal ini disebabkan karen" segera dirasakan ada keperluan untuk berkali-kali mengubah ketentuan-ketontuan mengenai penetapan biaya-biaya tersebut, yang tidak mudah dilakukan dengan udang-undang. Sehubungan dengan hal tersebut mw dapat diketemukan keganjilan-keganjilan dalam sistirn perundang-undangan kita di mana suatu ketentuan yang dimuat dalam undang-nndang hanya diubah dengan keputusan hienteri. Untuk memelihara sistematik perundang-undangan kita kiranya akan lebih baik dalam hukum merek yang baru nanti biaya-biaya tidak lagi diatur secara terperinei di dalam undang-undang.

Page 4: in! menurut undang-undang tersebut disebut Undang-Undang

24 MAJALAH FHUJ

2.4. Beberapa perumusan dari Undang Vndang Merek 1961 dirasakan perlu disempurnakan. Hal ini disebabkan karena lidak sempumanya perumusan sesualu undang·undang dapal menimbulkan keragu.raguan dalam pengelrapannya, yang sudah pasli merugikan kepenlingan pihak-pihak peneari keadilan. Dalam hubungan ini dapal ditunjuk pada kelenluan sebagai dimuat dalam rasallO ayal I dari undang-undal1g lermaksud. Didalam kelentuan yang dirnaksudkan ini kepado mereka yang merasa berhak dapal membanlah dan memohonkan peneorelan pend.flaran merek yang dilakukan oleh lawannya, permobonan mana dalam lenggang yang diletapkan harus diajulcan kepada Pengadilan Negeri di J akarla , salu dan lainnya den&an tidak mengurangi haknya unluk menggunakan daya.daya (kiranya lebih baik upaya-upaya) hukum lainnya. Yang dimaksudkan dengan upaya-upaya hukum lainnya yang dirumuskan dalam pasal-pasal lersebul, ialah aksi-aksi berdasarkan 'pasal 1365 KUHPer dan pasaJ 392 bis KUHP. yang menurul pasal 118 H.I.R. dapal diajukan di seliaI' Pengadilan Negeri ditempal linggal tergugal. Perumusan yang tidak tegas

. ini seringkali menghambal kela~earan proees mengenai merek, karena ada beberapa Hakim pada Pengadilan·pengadilan Negeri lertentu yang menyatakan lidak berwenang. Hal demikian kiranya tidak perlu lerjadi, jika Pembentuk Undang·Undang menambahkan suatu alinea baru, yang misaJnya berbunyi: di dalam hal digunakan upaya hukum lainnya, maka berlaku ketenluan-ketentuan hukum aeara biasa. Mengenai kekurangan yang dapat disempurnakan alas pasaJ 12 dari undang-undang iermaksuddapat ditunjuk pada buku RM.Suryodinipgral SH., tersebul, yang menganggap perlu unluk menegaskan adanya kewenangan untuk mengajukan kasasi, selelah dinyalakan lidak adanya kewenangan unluk mengajukan banding. Kewenangan untuk mengajukan kasasi ini menurut pendapat kami perlu dinyatakan seeara tegas, seperli haJnya dalam Undang-Undang Merek Belanda yang selain memvuka kewenangan untuk mengajukan banding, pasal 12 bis juga menegaskan adanya kewenangan unluk mengajukan kasasi, pasal \3 dari undang-undang lermaksud.

2. 5. Mengenai beberapa kekurangan lainnya, dapal kiranya dilunjuk saja pada buku "Penganlar lImu Hukum Merek", bab XIV, halaman 33 karya R.M.Suryodiningrat SH, yang lelah disebutkan di muka .

3. Pembaharuan dalam Hukum Merek.

Setelah mengemukakan beberapa hal yang kami anggap sebagai kekurangan dari UnGJng-Undang Merek 1961, maka sekiranya hal-hal demikian oleh seminar dapat diterima sebagai kekurangan kekurangan­kek':rangan tersebut diharapkan tidak lagi akan terulaog dalam penyusunan hukum merek baru. Dan sehubungan dengan hasral untuk memperbaharui hukum atas merek, maka perlu dibahas tenlang: apa yang dapal dipertahankan dari hukum merek yang berlaku, tambahan, perluasan alau

,

f

f

Page 5: in! menurut undang-undang tersebut disebut Undang-Undang

» »

PEMBAHARUAN HUKUM MEREK 25

penyempurnaan apakah kiranya dapat dimasukkan di dalam Undang. Undang Merek yang diharapkan segera dapat diundangkan?

Mengenai persoalan tersebut kiranya dapat dikemukakan gagasan· gagasan menurut urutan berikut ini:

1. sehubungan adanya usaha kodifikasi hukum dagang yang sedang giat dilakukan dewasa ini, di manakah undang·undang merek ini sebaiknya diatur? Di dalam kodifikasi hUKum dagangkah, atau dibiarkan di luar kodifikasi hukum dagang?

2. mengingat makin berkembailgnya perusahaar..perusahaan jasu yang tidak kurang pentingnya untuk memenuhi kel>utchan masY"ukat , tidak perlukah di dalam undang.undang merek yang akan disusun juga diakui dan diatur merek·jasa?

3. apakah ste),el deklaratip yang dianut sebagai asas dari Undang.Undang Merek 1961, masih tetap dapat dipertahankan?

4. perlukah hak prioritas sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian Uni Paris, secara tegas dirumuskan dalam Undang·Undang Merek baru?

5. dapatkah hak lisensi atas merek diakui dan diatur di dalam undang·undang merek baru?

6. dapatkah diberikan kewenangan kepada Pendaftar Umum merek, dalam hal ini Direktorat Patent untuk menerbitkan majalah resmi berkala yang memuat merek·merek yang terdaftar?

7. sehubungan dengan bertambahnya Pengadilan Negeri di Jakarta, Pengadilan Neged tertentu wanakah yang diberikan kewenangan untuk memeriksa perkara permohonan pendaftaran dan pencoretan merek?

Untuk memberiY.an sekedar penjelasan mengenai pckok·pokok pikiran di alas, Idranya dapat dikemukakan hal-hal berikut ini:

3. 1. Di dalam rangka pembinaan Hukum Nasional, dewasa ini sedang dipersiapkan kodiflkasi Hukum Dagang. Sehubungan penyelenggaraan kodifikasi hukum dagang termaksud, mungkin .da gagasan di antara mereka yang ditugaskan untuk memasukkan materi hukum atos merek di dalam kodifikasi. Gagasan dernikian mungkin diilhami untuk dapat mengatur seluruh materi yang menyangkut bidang hukum dagang secara sistimatis di dalam kodifikasi. Mengingat bahwa kodifikasi demikian akan memerlukan banyak waktu, sedang kebutuhan pembaharuan hukum atas merek telah mendesak maka karru :: .c,.'""dapat bahwa sebaiknya pengaturan mengenai merek ini dibiarkan d: luar kodifikasi seperti halnya dewasa ini. Gagasan untuk mengatur S"su.tu bidang hukum secara rr.enyeluruh dan sistimatis dalam suatu kodifikasi , kiranya sehubungan dengan perkembangan kebutuhan hukum telah lama tidak dapat dipertahankan lagi.

Page 6: in! menurut undang-undang tersebut disebut Undang-Undang

26 MAJALAH FHUI

3. 2. Dewasa in; perusahaan-perusahaan jasa makin berkembang seperti perusahaan-perusahaan pengangkutan, biro-biro perjalanan, hotel-hotel, restoran-restoran dan lain-lain sebagainya yang didalam memajukan perusahaanya hampir selalu memakai tanda-tanda tertentu untuk membedakan dengan perusahaan jasa sejenis lainnya . Bagi mereka ini dewasa ini belum diberikan kemungkinan untuk melindungi tanda yang dipakainya dari peniruan seperti halnya pada perusahaan yang mengedarkan barang-barangnya atau pabrik-pabrik yang memp 'rodusir barang-barang. Apa yang dapat dilakukan untuk tidak dirugikan oleh pesaing-pesaingnya secara curang, hanyalah tuntutan berdasarkan pasal 1365 KUHPor., untuk mana yang dirugikan harus membuktikan kerugian yang socara kausal timbul sebagai akibat tindaka<i curang dari pesaingnya_ Sehubungan dengan hal-:"I yang dikemukakan di atas, layak kiranya dipikirkan dapatkah dalam hukum merek baru nanti dlalur pula merek-jasa, sehingga undang-undang merek baru nanti akan berjudul "Undang-Undang merek-pabnk, merek-perusahaan dan mereK-jasa ' .

3. 3. Sehubungan pendaftaran merek di dalam daftar umum, timbul persoalan bagaimana hubungan pendaftaran tersebut dengan hak dan kelangsungan hak atas merek? Mengenai hubungan pendaftaran dan hak dan cara mempertahankan hak ini, dikenal 2 steisel di dalam hukum merek berikut variasi-variasinya. Dua steisel yang saling berhadapan yakni steisel konstitutip ata~ attributip dan seteisel deklaratip_ Mengenai hal ini Drucker-Bodenhausen di dalam bukunya "Kort begrip van het recht betreffende de industriele cn intelectuele eigendom" mengemukakan adanya suatu steisel yang memberikan hak kepada pemakai pertama Gadi deklaratip), tetapi dengan memakai pembatasan bahwa untuk mempertahankan haknya terhadap pihak ke tiga, baik menurut hukum perdata ataupun menurut hukum pidana Iebih dahub merek itu telah harus did::ftarkan_ Di samping i'u masih ada steisel yang mengaku;. pemakaian sekali saja, terIepas dari pendaftarannya telah melahirkan hak atas sesuatu merek, dan steisel yang menyatakan bahwa t idak tiap-liap pemakaian, didaftarkan ataukah tidak, melahirkan hak atas merek, tetapi hak atas merek itu baru Iahir oleh pemakaian merek itu yang menjadikan merek itu dikenal oleh khalayak ramai_ Bagaimanakah steisel yang dianut oleh Undang-Undang Merek 196I? Menurut steisel yang dianut oleh Undang-Undang ini, maka hak atas sesuatu merek dipunyai oleh pemakai pertama di dalam wilayah Negara Republik Indonesia, sedang untuk mempertahankan hak atas merek tidak diperIukan bahwa rnereknya telah didaftarkan di dalam daftar umum yang diselenggarakan oleh Direktorat Patent. Pada pokoknya pemakai Iebih dahulu/perlama didahulukan daripada seseorang yang telah mendaftarkan mereknya_ Memang menurut pasal 10 ayat 1 dari undang-undang termalksud , pemakai ;Jert.ma yang me,eknya didaftarkan oleh orang lain hanya diberikan tenggang 9 bulan setelah pengumuman untuk memohon pencoretan merek yang didaftarkan oleh pihak lain, akan tetapi dengan dimungkinkannya mengemukakan

Page 7: in! menurut undang-undang tersebut disebut Undang-Undang

PEMBAHARUAN HUKUM MEREK 27

upaya-upaya hukum lainnya yang dapat diajukan sekalipun tenggang tersebut telah lewat pemakai pertama dapat mempertahankan haknya dengan mengemukakan haknya yang lebih kuat. Dalam hal haknya ini diakui dengan putusan hakim yang berkekuatan tetap, maka ia dapat memohonkan pencoretan merek orang lain yang telah didaftarkan_ Dengan mengemukakan beberapa stelsel yang dikenal dalam h"kum merek, maka hendak dikemukakan di sini bahwa tiap-tiap stelsel yang disebutkan tidak terlepas dari segi positip maupun negatipnya. Sekedar contoh jika dianut stelsel konstitutip misalnya maka seseorang yang berhak atas sesuatu merek akan kehilangan haknya atas mereknya, jika mereknya telah didaftarkan oleh pesaingnya karena pendaftaran menurut stelsel ini melahirkan hak atas merek . Sehubungan dengan hal-hal yang dikemukakan di atas, maka stelsel deklaratip yang dianut oleh Undang-Undang Merek 1961 masih tetap dapat dipertahankan.

3.4. Mengenai hak prioritet ini diatur dalam Perjanjian Uni Paris, sedang mengenai konpensi Paris dapat dikemukakan bahwa Indonesia adalah anggota Uni Paris, di mana para anggotanya saling mengikatkan sebagai suatu Uni untuk perlindungan hak milik perindustrian, termasuk hak atas merek. Di dala", konpensi ini ditetapkan bahwa tiap anggota Uni akan mendapaCkan perlakukan yang sarna dalam perlindungan hak milik perindustrian. Semenjak pertama kali berlaku (20 Maret 1883) sebagai d.itentukan dalam pasal 14 setiap kali secara periodik diadakan konperensi dengan tujuan untuk mengubah, menambah atau menyempumakan cara kerja dari Uni Paris, konperensi ini berturut-turut telah diadakan di Brussel14 De .. mber 1900, di Washington - 2 Juni 1911, di 's-Gravenhage - 6 Nopember 192;, di Lond9n - 2 Juni 1934, di Usabon - 31 Oktober 1958 dan terakhir di Stockholm 17 Jull 1967. Didalam konperensi di Stockholm Indonesia telah diwakili oleh saudara Jasin Ibrahim Sekretaris II Kedutaan Besar kita di Stockholm, dan selaku delegasi Indonesia, beliau telah ikut menanda tangani naskah Stockholm mengenai Uni Paris, dan naskah mengenai World Intelectual Property Organisation (WIPO), tapi hingga sa'at ini belumlah diketahui apakah Indonesia telah meratifisir perjanjian-perjanjian tersebut. Hak prioritet yang bers!Jmber dari konperensi Paris oleh negara-negara anggota Uni/umumnya secara tegas diakui dalam hukum merek nasionalnya, sekedar menunjuk pasal 3 - 5 Undang-Undang Merek Belanda, pasal 3-1 Undang-Undang Merek Benelux. Di dalam Undang-Undang Merek 1961, hak prioritet ini tidak disebut-sebut dalam Undang-Undang, akan tetapi Direktorat Patent dalam praktek telah mengikuti prosedur dan keter,tuan permolionan hak prioritet untuk mercka sebagaimana diatur dalam pasal 4 Uni Paris_ Sehubungan deng,n hal-hal yang menyangkut hak prioritet yang telah dikemukakan itu, apakah tidak dirasa perlu untuk menuangkan secara

Page 8: in! menurut undang-undang tersebut disebut Undang-Undang

28 MAJALAH FHUI

konkrit di dalam hukum merek baru, sekalipun mengenai hal ini merupakan ketentuan konperensi Paris yang dianggap berlaku pad a negara-negara anggota Uni tanpa bantuan pembentuk un dang-un dang nasionalnya (self executing). Beberapa ketentuan-ketentuan lain dari konperensi Paris yang dianggap perlu untuk dipertimbangkan dalam pembentukan hukum merek baru, yalah mengenai perlindungan semen tara pada merek-merek yang diintroGusir Jalam pamoran-pameran resrni (pasal ·II), dan perlindungan merek-merek yang dikenalll'as (pa>al 6 bis) . Yang disebutkan terkahir ini kiranya tidak kurang pentingnya unluk dapal dirumuskan dalam u'ldang-undang merek baru, l'nluk mencegah adanya kasus-kasus seperli Tancho dan mungkin merek lerkenal lainnya, yang dengan makin cepalnya komunikasi akan merangsang orang unluk mendaftarkan merek-merek dari barang-barang yang dikenal baik kwalilelnya yang belum didaftarkan di Indonesia, dengan maksud unluk memperoleh keunlungan yang tidak wajar.

3 . 5. Hak lisensi lidak saja dikenal dalam merek , lelapi juga dikenal dalam oklroi. Hak Iisensi alas merek memungkinkan pihak yang lidak berhak sendiri atas sesuatu merek d~ngan perjanjian memakai merek yang dipunyai oleh pihak lain. Pemakai hak Iisensi memakai merek pemberi lisensi tidak unluk membedakan barang barang dari pemberi lisensi akan letapi untuk membedakan barang barangnya sendiri. Dalam hUbungannya dengan oklroi dikenal Iisensi sukarela dan Iisensi yang dipaks.kan (gedwongen licenlie) Jika yang disebiltkan pertarna lerjadi berdasarkan perjanjian anlara yang berhak atas oklroi dengan penerima lisensi maka yang kedua tidak memerluka., perselujuan dari pemegang oklroi dalam hal-hal:

a). yang menyangkul kepentingan umum; b). ketiadaan eksploi:asi; c). jika untuk pelaksanaan suatu penemuan baru diperlukan

pemakaian penemuan yang telah dioktroikan , dan d). diperlukan untuk kepentingan pertahanan negara.

Pengaturan mengenai lisensi ini erat berhubungan dengan pengaturan peralihan hak atas merek. Mengenai lisensi ini menurul Undang-Undang Merek Belanda tidak ada keharusan untuk mendaftarkan (pasal IS bis), lelapi alas permohonan dapal dicalat dalam daftar umum . Sedang mengenai kemungkinan untuk penghentiannya, yang menentukan adalah saling hubungan pemberi dan penerima lisensi. Mengenai masalah lisensi merek ini ada semen lara kalangan yang menganggap jika ma<alah ini diakui uleh U!1dang-Und"ng akan mendorong orang unluk mendaflarkan merek tanpa memuiki perusahaa!1 alau merupakan cara terselubung untuk memindahkan merek tanpa sebahagian atau seluruh perusahaan. Selain itu, karena dengan sistim lisensi memungkinkan salu merek

Page 9: in! menurut undang-undang tersebut disebut Undang-Undang

PEMBAHARUAN HUKUM MEREK 29

dipakai seeara sah oleh Iebih dari seorang, hal demikian akan menghilangkan funksi merck untuk membedakan produk seseorang dengan produk orang lain. Mengenai pendapat-pendapat di atas dapat dikemukakan, bahwa tujuan penataan mengenai merck dengan pendaftarannya ialah untuk menumbuhkan moral perdagangan yang sehat, memerangi persaingan curang, sehiT.gga j"al beli merek pun pad a hakekatnya tidak merupakan pe.rbuat.n yar.g dilarang, tetapi yang di!arang adalah "penyerobolan merek orang lain". Perlu kiranya dieatat disini bahwa dalam Undang-Undang merek llenelux untuk peralihan hak atas merek ini tidak disyaratkan pcralihan sebagian atau soluruh perusahaanoya (pasal II A). Mengingal makin berkembangnya perekonomian kita dewasa ini dan sejalan dengan aturan-aturan yang dikeluarkan oleh beberapa instasi , sekedar rnenunjuk dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan mengenai iarangan impor obat.abatan maka sekalipun lisensi nantinya dalam hukum merck baru tidak diakui ataupun dilarang praktck lisensi tidak dapat dieegah. Hal ini dapat dilillat dari makin meningkatnya proouk-produk yang dihasilkan dalam negeri yang sebenamya merupakan prod uk-prod uk Usensi. Dalam hal-hal demikian sudah tentu anlara pemberi dan penerima Iisensi selalu dibual perjanjian yangmengatur saUng hubungannya dengan memasukkan syarat-syarat sehingga jika terjadi perselisihan, pemberi Usensi tidak akan kehliangan hak atas mereknya. Dalam hubungan Iisensi ini yang perlu dipertimbangkan adalah terjaminnya kepentingan khalayak ramai, sehingga barang-barang yang dihasilkan dengan merek Usensi tetap mempunyai kwalitet yang sarna dengan barang-barang yang diprodusir sendiri oleh pemberi lisensi. Sehubungan dengan uraian di atas, maka lebih baik jika dalam hukum merek baru, diakui dan diatur hak lisensi merek dalam Und'lIlg-Und,ng.

3.6. Saran ini dikemukakan mengingat Tambahan Berita Negara Rl yang menurut pasal 8 dari Undang-Undang Merek 1961, ditunjuk sebagai tempat pengumuman merek-merek yang telah didaftarkan sangat lambat diterbitkan, keterlambatan mana sudah pasti mengurangkan terjaJOtinnya kepastian hukum , khususnya dari pemakai merek pertanna (pasal \0 ayat I) dan jaksa (pasallO ayat 3). Keterlambatan TBNRl ini tidak saja dalam hal tanggal penerbitannya, tetapi juga mengenai tenggang tanggal penerbitan dan tanggal peredarannya, serta terbatasnya eksemplar yang sungguh-sungguh beredar seeara nyata. Keadaanokeadaan demikian inliah kifanya yang mendorong adanya usalla swasta yang dengan bekerja sarna dengan Direktorat Patent mengusahakan penerbitan buku yang memuat merek-merek yang terdaftar baru -baw ini yang eukup menghebohkan dunin perusahaan kito. Mengingat sulitnya diharapkan kelanearan dan terjaminnya peredaran TBNRl seeara Iuas di kalangan masyarakat, mungkinkall kepada Direktorat Patent diberikan kewenangan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Merek baru nanti untuk menerbitkan majalah resmi

Page 10: in! menurut undang-undang tersebut disebut Undang-Undang

30 MAJALAH FHUI

berkala yang memuat merek-merek vang didaftarkan, pencoretan dan penghapusannya?

3. 7. Dengan ditetapkannya 3 Pengadilan Negeri di Jakarta, kiranya perlu penyebutan secara tegas Pengadilan Negeri 1akarta manakah yang ditunjuk untuk memeriksa permohonan perintah pendaftaran merek ex pasal 9 ayat 2 dan prosedur pembalalan pendaflaran ex pasal 10 ayat I. Demikian perubahan susunan Pengadilan Negeri di 1akarta, tecnyata termasuk sesuatu yang harus diperhitungkan dalam Undang Undang baru. Setelah mengemukakan beberapa kekurangan-kekurangan dari Undang. Un dang merek yang berlaku serla saran·saran untuk dapat diatur alau ditegaskan dalam hukum merck baru, ingin kami mer.gemukakan harapan dan saran·saran kepad. i~stansi-instansi yang berhubungan dengan pelaksanaan hak atas merek di dalam uraian berikut ini.

4. Beherapa harapan .

4. I. Harapan ini perlama-pertama ingin kami lujukan kepada Pembentuk Undang-Undang. Untuk pembaharuan hukum merek ini oleh Pembenluk Undang-Undang telah diadakan langkah-Iangkah unluk mengumpulkan pendapat-pendapat dari kalangan Perguruan Tinggi dan golongan -golong an yang dianggap mempunyai hubungan yang eral dengan bidang hukum ini. Bahan-bahan yang dikumpulkan itu menurut hemal kami dapal dipublisir, sehingg' dapo! ditanggapi oleh mereka yang berminal unluk mengembangkan pengaturan dalam bidang hukum ini. Bahan-bahan lersebul baik yang berupa informasi mengenai pelaksanaan atau gagasan-gagasan unluk menghindarkan alau mencegah kekurangan­kekurangan yang ada pada hukum merek yang berlaku dan pelaksanaannya illi kiranya akan sangal berguna bagi Pembenluk Undang-Undang u~luk dapal mengadakan pembaharuar. dalam hukum merek sebagai yang dicila-cilakan. Juga diharapkan dari Pembentuk Undang-Undang untuk secepatnya menyiapkan r."cangan Undang·Undang berkenaan masuknya negara kila dalam Uni Paris serla unluk meralifisir perjanjian-perjanjian inlernasional lairlllya mengenai merek, yang sejauh ini dibiarkan seolah-olah kurang diperhatikan. Dalam Undang.Undang merek yang diharapkan dalam waklu singkal dapal diundangkan, diharapkan selain dapal disempurnakan dan disesuaikan dengan kebuluhan hukum baru, juga diharapkan diindahkannya lehnik pembualan Undang·Undang yang baik, sehingga ., merupakall sualu kesaluan vang baik dan serasi.

4. 2. Karena Undang-Undang Merek yang lelah ada dewasa ini maupun ~

yang masih akan diperbaharui unluk sebagian besar adalah hukum merek formil, yang lerutama menyangkul aluran-aluran pendaflaran merek-m"ek, sehingga hanya sedikil memual ketentuan-kotentuan maleriil seperli mengenai Jilhirnya hak merek, lujuan dan hapusnya hak alas muek, maka bagian selebihnya dari hukum merek maleriil diserahkan kepada doklrin dan yurisprudensi .

I

Page 11: in! menurut undang-undang tersebut disebut Undang-Undang

PEMBAHARUAN HUKUM MEREK 31

Untuk yang disebutkan akhir ini diperlukan partisipasi yang lebih aktip dari badan yudikatip, karena para hakim yang akan menetapkan hukum merek materill sepanjang secara tegas tidak dialur dalam Undang-Undang merek, atau secara kurang sempuma diatur dalam Undang-Undang.

4. 3. Suatu pengharapan kiranya dapal dimohonkan kepada Direkloral Palen, selaku badan yang dilugaskan unluk menyelenggarakan pendaftaran dan pengumuman merek·merek yang lerdaftar. Dibawa oleh makin majunya dunia perusahaan, yang membawa pula bertambahnya merek-merek yang dimohonkan pendaftarannya, kiranya diharapkan badan ini akan berusaha untuk menyelesaikan tugasnya dalam wa!(lu yang relatip singkat sehingga kepentingan publik, baik para produsen, !'engu;aha dan lidak kurang penlingnya masyarakat dapal lebU, menikmati pelayanan umum sebaik·baiknya sebagaimana yang diilarapkan dari instansi ini. Bagairnanapun pengaturan mengenai merek djperbaiki dan disempuma­kan, akan letapi baik dan sempurnanya per.galurannya saja kiranya belum cukup untuk menjamin tercapainya tujuannya, sekiranya instansi yang bertugas melaksanakan tidak dapat menunaikan tugasnya seperti diharapkan oleh masyarakat, karena pada akhirnya yang menentukari berhasll alau tidaknya adalah "the man behind the gun".

S. Demikian, dan dengan mengemukakan sekedar gagasan.gagasan di atas, besar harapan kami gagasan.gagasan yang dikemukakan itu akan ada manraatnya untuk dapat dipertimbangkan , dibahas ditambah dan disempumakan oleh peminat yang terhormat demi terwujudnya pembaharuan hukum merek yang kita cita-citakan.

DAFTAR KEPUSTAKAAN:

1. Prof.R.Soekardono SH HUKUM DAGANG INDONESIA, j!lid J Bagian Pertama (diubah dan ditambah) Soeroengan Jal<arta (1967) .

"2. Soegondo Soemodiredjo SH . MEREK PERUSAHAAN DAN

3. RM.Suryodiningrat SH

4. Drucker .Bodenhausen

S. Mr.T.J.Dorhout Mees Mr .E.A.van Nieuwenhoven Helbach

PERNIAGAAN , Lembaga Administrasi Negara Jal<arta (1963). PENGANTAR ILMU HUKUM MEREK, Pradya Paramita Jakarta (1976). KORT BEGRlPVAN HET RECHT BETREFFENDE INDUSTRlELE EN INTELECTUELE EIGENDOM, Cetakan ke IV, H.D. Tjeenk Willink & Zoon N.V. Haarlem (1966).

KORT BEGRlP VAN HET NED. HANDELS EN F A1LLISEMENTSRECHT, De Erven F .Bohn N .v. Haarlem, ; cetal<an ke V (1971).

Page 12: in! menurut undang-undang tersebut disebut Undang-Undang

ma)alah

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA

TARIFIKLAN.

I. halaman kuli! luar helaka ng .......... Rp. 100.000 . . . y, halaman kuli! luar belakang .......... Rp. 50.000, ·-I halaman kuli! dalam belakang ....... . Rp. 80.000, -y, halaman kuli! dalam helakang ........ Rp. 40.000,-I "alaman dalam .................... Rp. 60.000, -y, halaman dalam .... ......... ..... .. Rp. 30.000, --

Majalah ini dapa! diperoleh di - Kota2 lain di Indonesia; Toko Buku TRIMORA JI. Supra!man 3 1 BANDA ACEH. Toko Buku DELI JI. A. Yani 48 MEDA. Toko Buku PANCARAN ILMU JI. Hiligoo 26 PADANG. Yayasan Perpus!akaan Islam JI. Pror. M. Yamin 116 PEKANBARU. M.A. Aiwirais JI. Jend. Sudirman 580 PALEMBANG. C.V . Mauli JI. Mahakam No. II Pahoman 'TANJUNG KARANG. "'Abdullah Fatah Agency"' JI. Ir. H. Juanda BOGOR. Toko Buku PT. Filia JI. Merdeka 7 BOGOR. "'Budy Sari Bookstore"' JI. Tamblong 62 BAN DUNG. Toko Buku "'Mumi Baru"' Jl. A. Yani 38 BANDUNG. Toko Buku PT' Pembimbing Masa JI. Naripan 105 BANDUNG. Toko Buku "'Sanggar Jasa"' JI. Sukaji 160 BAN DUNG, Toko Bllku MERBABU JI. Pandanaran 108 SEMARANG Toko Buku PT. "'Sari Agung" JI. Tunjungan 5 SURA BAY A. Hanafi M. Sadar JI. Basuki Rahmat V /393 MALANG. Toko Buku Fa. SUMBER ILMU JI. Wr. Supratman 2A JEMBER. Toko Buku "'Gunung Agung"' JI. Sulawesi 109 DENPASAR Agen Buku dan Majalah Dirman Toha Kr. Taruna Gang II MATARAM. Toko Buku

Cempaka Wangi"' JI. Siliwangi 303 KUPANG. Penyalur Harian & Majalah B. Gosal JI. Mesjid Raya 8 PALU. Toko Buku "KITA" JI. Coklat AMBON. Toko Buku Bhakti Baru JI. A. Yani IS UJUNG PANDANG. Toko Buku A. fERANG JI. Mesjid Raya 123 SAMARINDA' Toko Buku "VIOLET A" JI. S~roja III No. 242 PONTIANAK.