95
INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PROVINSI PAPUA BARAT 2009 WELFARE INDICATORS OF PAPUA BARAT PROVINCE 2009 ISSN : No. Publikasi/Publication Number : 91522.1003 Katalog BPS/BPS Catalogue : 4102004.9100 Ukuran Buku/Book Size : 16,5 cm x 21 cm Jumlah Halaman/Total Pages : xiv + 80 halaman /94 halaman Naskah/Manuscript : Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Papua Barat Gambar Kulit/Cover Design : Bidang Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik BPS Provinsi Papua Barat Diterbitkan Oleh/Published by :

Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT

PROVINSI PAPUA BARAT

2009

WELFARE INDICATORS OF

PAPUA BARAT PROVINCE

2009

ISSN :

No. Publikasi/Publication Number : 91522.1003

Katalog BPS/BPS Catalogue : 4102004.9100

Ukuran Buku/Book Size : 16,5 cm x 21 cm

Jumlah Halaman/Total Pages : xiv + 80 halaman /94 halaman

Naskah/Manuscript :

Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Papua Barat

Gambar Kulit/Cover Design :

Bidang Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik

BPS Provinsi Papua Barat

Diterbitkan Oleh/Published by :

Page 2: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

i Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, kami menyambut gembira penerbitan publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat 2009. Publikasi ini dapat diterbitkan atas kerja sama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Papua Barat dan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua Barat.

Data dan informasi yang disajikan dalam publikasi ini dapat dijadikan sebagai input bagi perencanaan pembangunan sekaligus mengukur dampak dari implementasi pembangunan sosial dan ekonomi yang telah dilaksanakan di Provinsi Papua Barat. Dengan demikian, publikasi ini dapat dimanfaatkan oleh stake holder untuk merancang program pembangunan dengan sasaran yang lebih terukur.

Kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penerbitan publikasi ini saya ucapkan terima kasih.

Manokwari, Agustus 2010 BAPPEDA Provinsi Papua Barat

Kepala,

Drs. Ishak L. Hallatu

K ATA   S A M B U TA NK ATA   S A M B U TA NK ATA   S A M B U TA N    K E PA L A   B A P P E DA  K E PA L A   B A P P E DA  K E PA L A   B A P P E DA      

P ROV I N S I   PA P UA   B A R ATP ROV I N S I   PA P UA   B A R ATP ROV I N S I   PA P UA   B A R AT    

Page 3: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

ii Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Page 4: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

iii Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat 2009 merupakan publikasi tahunan yang diterbitkan BPS Provinsi Papua Barat. Publikasi ini merupakan terbitan ketiga yang menyajikan tingkat perkembangan kesejahteraan rakyat Provinsi Papua Barat. Perubahan taraf kesejahteraan dikaji menurut berbagai bidang yaitu kependudukan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, pola dan taraf konsumsi, perumahan, serta indikator sosial lainnya.

Data yang digunakan bersumber dari BPS. Kecuali indikator ketenagakerjaan yang bersumber dari data hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), semua indikator bersumber dari hasil pengolahan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang telah dilaksanakan di Provinsi Papua Barat sejak tahun 2006.

Kepada semua pihak yang secara aktif memberikan sumbangsih hingga terbitnya publikasi ini, kami sampaikan penghargaan dan ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya. Akhirnya, kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan publikasi serupa di masa mendatang.

Manokwari, Agustus 2010 Kepala BPS Provinsi Papua Barat

Ir. Tanda Sirait,MM

K ATA   P E N G A N TA RK ATA   P E N G A N TA RK ATA   P E N G A N TA R    K E PA L A   B P S  K E PA L A   B P S  K E PA L A   B P S      

P ROV I N S I   PA P UA   B A R ATP ROV I N S I   PA P UA   B A R ATP ROV I N S I   PA P UA   B A R AT    

Page 5: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009
Page 6: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

v Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

DAFTAR   I S IDAFTAR   I S IDAFTAR   I S I    

KATA SAMBUTAN ______________________________ i KATA PENGANTAR _____________________________ iii DAFTAR ISI ____________________________________ v DAFTAR TABEL ________________________________ vii DAFTAR GAMBAR ______________________________ ix TINJAUAN UMUM _______________________________ xi I. KEPENDUDUKAN ___________________________ 1

Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk ____________ 1 Persebaran dan Kepadatan Penduduk _______________ 3 Angka Beban Ketergantungan ____________________ 5 Fertilitas _____________________________________ 6

II. KESEHATAN ________________________________ 9

Angka Harapan Hidup ___________________________ 9 Imunisasi dan ASI ______________________________ 12 Morbiditas ____________________________________ 15

III. PENDIDIKAN _______________________________ 17

Angka Melek Huruf Dan Rata – Rata Lama Sekolah ___ 17 Angka Partisipasi Sekolah (APS) __________________ 22 Angka Partisipasi Murni (APM) ___________________ 25 Angka Putus Sekolah ___________________________ 27

Page 7: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

vi Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

IV. KETENAGAKERJAAN _______________________ 29

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Pengangguran Terbuka _________________________ 29

TPT Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan ______________________________ 31

Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha ________ 33 Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan ________ 36 Penduduk Bekerja Menurut Jam Kerja _____________ 37

V. TARAF DAN POLA KONSUMSI _______________ 39

Perembangan Kemiskinan di Papua Barat, 2009 - 2010 39 Garis Kemiskinan Maret 2009 - Maret 2010 ________ 42 Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan, 2009 - 2010 ________________________ 43 Perkembangan Tingkat Kesejahteraan ______________ 44 Perkembangan Distribusi Pendapatan ______________ 46 Konsumsi Rumah Tangga _______________________ 47

VI. PERUMAHAN DAN LINGKUNGAN ____________ 49

Kualitas Perumahan ____________________________ 50 Sanitasi ______________________________________ 51 Penerangan ___________________________________ 53

VII. SOSIAL LAINNYA ___________________________ 55

Program Penanggulangan Kemiskinan _____________ 55 Akses Teknologi Komunikasi dan Informasi _________ 58 Akses Internet ________________________________ 59

LAMPIRAN-LAMPIRAN ________________________ 61

Page 8: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

vii Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

DAFTAR  TABELDAFTAR  TABELDAFTAR  TABEL    

Tabel 1.1 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Per Tahun di Provinsi Papua Barat Tahun 2005—2009 _____ 2

Tabel 1.2 Angka Beban Ketergantungan Penduduk Per Tahun di Provinsi Papua Barat Tahun 2005—2009 ______ 6

Tabel 2.1 Cakupan Layanan Imunisasi Pada Bayi Berumur 12—23 Bulan di Provinsi Papua Barat Tahun 2009 _ 13

Tabel 4.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Papua Barat, Tahun 2006-2009 ___________________________ 30

Tabel 4.2 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan di Provinsi Papua Barat, Tahun 2007-2009 ___________________________ 32

Tabel 4.3 Persentase Penduduk 15 Tahun atau Lebih Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Papua Barat, Tahun 2006-2009 _______________ 34

Tabel 4.4 Persentase Penduduk 15 Tahun atau Lebih Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan di Provinsi Papua Barat, Tahun 2006-2009 _______________ 36

Tabel 4.5 Persentase Penduduk 15 Tahun atau Lebih Yang Bekerja Menurut Jam Kerja di Provinsi Papua Barat, Tahun 2007-2009 ___________________________ 37

Tabel 5.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Papua Barat Menurut Daerah, 2006 – 2010 _____ 40

Page 9: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

viii Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Tabel 5.2 Pengeluaran Per Kapita Per Bulan di Provinsi Papua Barat , 2006—2009 ____________________ 44

Tabel 5.3 Ukuran Tingkat Pemerataan Pendapatan di Provinsi Papua Barat Menurut Bank Dunia dan Koefisien Gini, 2007 – 2009 _______________________________ 47

Tabel 5.4 Pola Konsumsi Makanan dan Non Makanan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat, 2008 – 2009 _______________________________ 48

Page 10: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

ix Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

DAFTAR  GAMBARDAFTAR  GAMBARDAFTAR  GAMBAR    

Gambar 1.1 Persebaran Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2009 __________ 3

Gambar 1.2 Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2009 __________ 4

Gambar 1.3 Persentase Perempuan Menurut Umur Perkawinan Pertama Kurang dari 16 Tahun di Provinsi Papua Barat Tahun 2007—2009 __________________ 7

Gambar 2.1 Angka Harapan Hidup Provinsi Papua Barat Tahun 2008—2009 ________________________ 10

Gambar 2.1 Asupan ASI Ekslusif di Papua Barat Tahun 2009 14

Gambar 2.2 Angka Keskitan Penduduk Papua Barat Tahun 2009 ______________________________ 15

Gambar 3.1 Angka Melek Huruf Penduduk 15 Tahun atau Lebih di Provinsi Papua Barat Menurut Jenis Kelamin, Tahun 2008-2009 ________________________ 18

Gambar 3.2 Rata-rata Lama Sekolah Penduduk 15 Tahun atau Lebih di Provinsi Papua Barat Menurut Jenis Kelamin, Tahun 2008-2009 ________________ 20

Gambar 3.3 Tingkat Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Penduduk 10 Tahun atau Lebih di Provinsi Papua Barat Menurut Jenis Kelamin, Tahun 2008-2009 21

Page 11: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

x Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Gambar 3.4 Angka Partisipasi Sekolah Penduduk 7—18 Tahun di Provinsi Papua Barat, Tahun 2008-2009 ____ 23

Gambar 3.5 Angka Partisipasi Sekolah Penduduk 7—18 Tahun Menurut Jenis Kelamin di Provinsi Papua Barat, Tahun 2008-2009 ________________________ 25

Gambar 3.6 Angka Partisipasi Murni Menurut Jenjang Pendidikan di Provinsi Papua Barat, Tahun 2008-2009 26 _____________________ 26

Gambar 3.7 Angka Putus Sekolah Menurut Umur Sekolah di Provinsi Papua Barat, Tahun 2008-2009 _____ 27

Gambar 5.1 Sebaran Penduduk Miskin di Papua Barat Tahun 2009 ______________________________ 41

Gambar 5.2 Kemampuan Daya Beli Masyarakat di Papua Barat Tahun 2009 ______________________________ 45

Gambar 6.1 Kondisi Perumahan Di Provinsi Papua Barat, Tahun 2008 – 2009 ______________________ 50

Gambar 6.2 Kondisi Perumahan Di Provinsi Papua Barat, Tahun 2008 – 2009 ______________________ 52

Gambar 6.3 Persentase Rumah Tangga Yang Menggunakan Penerangan Listrik Di Provinsi Papua Barat, Tahun 2008 – 2009 ____________________________ 53

Gambar 6.4 Persentase Rumah Tangga Yang Menggunakan Penerangan Listrik PLN Di Provinsi Papua Barat, Tahun 2009 _____________________________ 54

Gambar 7.1 Persentase Rumah Tangga Yang Mengakses Pelayanan Kesehatan Gratis Di Provinsi Papua Barat, Tahun 2009 ________________________ 56

Gambar 7.2 Persentase Rumah Tangga Yang Mengakses Internet Di Provinsi Papua Barat, Tahun 2009 ________ 59

Page 12: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

xi

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Ruang Lingkup

Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat (Inkesra) Provinsi Papua Barat 2009 menyajikan gambaran perkembangan kesejahteraan rakyat di Provinsi Papua Barat. Analisis yang disajikan memuat perbandingan kondisi kesejahteraan rakyat selama periode 2008—2009.

Indikator yang disajikan dipilah menurut beberapa dimensi. Dimensi yang dimaksud adalah kependudukan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, pola dan taraf konsumsi, perumahan dan lingkungan, dan indikator sosial lain.

Perkembangan Tingkat Kesejahteraan Rakyat

Perkembangan tingkat kesejahteraan rakyat di Provinsi Papua Barat selama periode 2008 dan 2009 menunjukkan perbaikan. Beberapa di antaranya adalah:

Di bidang kesehatan:

♦ Angka harapan hidup meningkat dari 67,90 tahun pada tahun 2008 menjadi 68,20 tahun pada tahun 2009.

♦ Angka kematian bayi per 100.000 kelahiran hidup turun

Tinjauan Umum 

Page 13: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

xii

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

dari 31,6 pada tahun 2008 menjadi 30,5 pada tahun 2009.

Di bidang pendidikan:

♦ APS 7—12 tahun meningkat dari 93,18 persen pada tahun 2008 menjadi 93,35 persen pada tahun 2009. Pada periode yang sama, APS 16—18 tahun juga meningkat dari 57,53 persen menjadi 57,95 persen.

♦ Angka melek huruf tahun 2009 meningkat dibandingkan tahun 2008 yaitu dari 92,15 persen menjadi 92,34 persen.

♦ Rata-rata lama sekolah meningkat dari 7,67 tahun pada tahun 2008 menjadi 8,01 tahun pada tahun 2009.

Di bidang ketenagakerjaan:

♦ Kenaikan TPAK dari 68,15 persen pada tahun 2008 menjadi 68,52 persen pada tahun 2009.

♦ Tingkat pengangguran (TPT) turun dari 7,67 persen pada tahun 2008 menjadi 6,97 persen pada tahun 2009.

Di bidang perumahan

♦ Terjadi peningkatan persentase rumah tangga yang memiliki tempat tinggal yang layak huni di Provinsi Papua Barat selama tahun 2008—2009; peningkatan persentase rumah tangga yang menggunakan lantai bukan tanah yaitu sebesar 0,52 poin. Pengguna atap dedaunan berkurang sebesar 2,95 poin dari keseluruhan rumah tangga di Provinsi Papua Barat.

♦ Persentase rumah tangga yang mengakses air bersih

Page 14: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

xiii

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

untuk sumber air minum meningkat dari 42,81 persen pada tahun 2008 menjadi 49,20 persen pada tahun 2009.

♦ Persentase rumah tangga yag memiliki jamban sendiri meningkat dari 45,52 persen pada tahun 2008 menjadi 59,49 persen pada tahun 2009.

♦ Terjadi peningkatan persentase rumah tangga yang menggunakan sumber penerangan listrik selama tahun 2008-2009, yakni dari 67,48 persen menjadi 68,98 persen. Peningkatan ini merupakan akibat dari penambahan jumlah rumah tangga yang menggunakan listrik PLN dari 51,21 persen pada tahun 2008 menjadi 57,67 persen pada tahun 2009.

Beberapa indikator lain menunjukkan hasil yang kurang menggembirakan, di antaranya:

♦ Persentase penduduk miskin pada tahun 2009 meningkat 0,59 poin dibanding tahun 2008 yaitu dari 35,12 persen pada tahun 2008 menjadi 35,71 persen pada tahun 2009.

♦ Tingkat kedalaman kemiskinan di Provinsi Papua Barat naik dari 9,18 pada tahun 2008 menjadi 9,75 pada tahun 2009; dan tingkat keparahan kemiskinan naik dari 3,50 pada tahun 2008 menjadi 3,57 pada tahun 2009. Kondisi kemiskinan di Papua Barat pada tahun 2009 lebih dalam dan lebih parah dibandingkan dengan kondisi kemiskinan pada tahun 2008.

Page 15: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PROVINSI PAPUA BARATPROVINSI PAPUA BARATPROVINSI PAPUA BARAT

200920092009

• K e p e n d u d u k a n

• K e s e h a t a n

• P e n d i d i k a n

• K e t e n a g a k e r j a a n

• T a r a f d a n P o l a K o n s u m s i

• P e r u m a h a n d a n L i n g k u n g a n

• S o s i a l L a i n n y a

Page 16: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

1

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Dalam lima tahun mendatang, penduduk Provinsi Papua Barat tidak akan melebihi satu juta jiwa. Jumlah penduduk yang pada tahun 2005 sebesar 688,2 ribu orang diperkirakan meningkat mencapai sekitar 825,3 ribu orang pada tahun 2015 (BPS, Proyeksi Penduduk Indonesia Per Provinsi Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin 2005—2015). Hal ini diperkuat dengan fakta membaiknya beberapa parameter demografi seperti menurunnya angka kelahiran, meningkatnya angka harapan hidup, dan menurunnya angka kematian bayi. Meskipun demikian, pengendalian kuantitas dan laju pertumbuhan penduduk penting untuk diperhatikan agar tercipta pertumbuhan penduduk yang seimbang.

Selain keseimbangan pertumbuhan penduduk, peningkatan kualitas penduduk juga sangat penting. Dengan jumlah penduduk yang relatif kecil, Pemerintah Provinsi Papua Barat berpeluang besar dalam meningkatkan kualitas penduduk yang dapat digerakkan untuk pembangunan di Tanah Papua.

Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk

Jumlah penduduk di Provinsi Papua Barat pada tahun 2009 diperkirakan mencapai 743,86 ribu jiwa. Laju pertumbuhan

Bab 1 Kependudukan 

Page 17: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

2

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Tahun  Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan per 

Tahun (%) 

(1)  (2)  (3)         

2005  643.012          5.52 (2005‐2007) 

2007  715.999          3.71 (2005‐2009) 

2009  743.860            

penduduk Papua Barat selama periode 2005—2009 sebesar 3,71 persen per tahun. Laju pertumbuhan penduduk tersebut lebih rendah 1,81 poin daripada laju pertumbuhan penduduk pada periode 2005—2007 (5,52 persen per tahun). Penurunan laju pertumbuhan penduduk secara langsung akan menambah jumlah penduduk usia produktif di satu sisi dan pengurangan jumlah penduduk usia muda di sisi lain.

Tabel 1.1 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Per Tahun di Provinsi Papua Barat Tahun 2005—2009

Sumber: BPS (2007), Proyeksi Penduduk Indonesia Per Provinsi Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

Pemekaran wilayah di tingkat kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat diduga berdampak nyata bagi pertumbuhan penduduk dari aspek migrasi masuk. Pada awal pembentukan Provinsi Papua Barat, hanya ada tiga Kabupaten dan satu kota yaitu Kabupaten Fakfak, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Sorong dan Kota Sorong. Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2002, Kabupaten Manokwari dimekarkan menjadi Kabupaten Manokwari, Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten Teluk Bintuni; Kabupaten Sorong dimekarkan

Page 18: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

3

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

menjadi Kabupaten Sorong, Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Sorong Selatan; dan Kabupaten Fakfak dimekarkan menjadi Kabupaten Fakfak dan Kabupaten Kaimana.

Lampiran I (1) menampilkan laju pertumbuhan penduduk per tahun selama periode 2005—2009 di tingkat kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat. Wilayah dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun melebihi laju pertumbuhan penduduk Provinsi Papua Barat adalah Kabupaten Manokwari, Kabupaten Teluk Bintuni, dan Kota Sorong dengan besaran masing-masing 3,81 persen; 4,16 persen dan 3,74 persen.

Persebaran dan Kepadatan Penduduk

Perbedaan pertumbuhan pusat pemerintahan dan perekonomian di Papua Barat mengakibatkan perbedaan perkembangan dan pemusatan penduduk di kabupaten/kota.

Gambar 1.1 Persebaran Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2009

Fakfak; 9,16 Kaimana; 5,76

Teluk Wondama; 

3,17

Teluk Bintuni; 7,50

Manokwari; 23,77

Sorong Selatan; 8,41

Sorong ; 13,40

Raja Empat; 5,63

Kota Sorong; 23,20

Page 19: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

4

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Kabupaten Manokwari telah menjadi pusat pemerintahan sejak 8 November 1898 sebagai bagian dari keresidenan Ternate. Manokwari sendiri berasal dari bahasa Biak yang berarti “Kampung Tua”. Hingga tahun 2009, Kabupaten Manokwari telah dihuni oleh 176,8 ribu jiwa atau 23,77 persen dari total penduduk Papua Barat.

Meskipun Kota Sorong dahulunya bagian dari Kabupaten Manokwari, tetapi perusahaan minyak bumi dari Belanda, Nederlands Neauw Guinea Petroleum Matschcapeij atau NNGPM mulai melakukan pengeboran minyak bumi di Sorong pada tahun 1935. Hadirnya perusahaan minyak bumi tersebut menjadi daya tarik bagi penduduk untuk datang dan tinggal di Kota Sorong. Sebagaimana teori pemusatan industri (central business theory), pemusatan penduduk dimulai dari sentra-

Gambar 1.2 Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2009

KAIMANA

FAKFAK

SORONG

TELUK BINTUNI

MANOKWARI

SORONG SELATAN

TELUK WONDAMA

RAJA AMPATKOTA SORONG

2.99

2.31

3.94

12.24

4.76

2.10

1.94

6.88

156.16

Kepadatan Penduduk 1.94 - 2.992.99 - 4.764.76 - 6.886.88 - 12.2412.24 - 156.16

Page 20: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

5

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

sentra industri dan berkembang ke wilayah di sekitarnya. Karena itu, sejak lama Kota Sorong telah menjadi wilayah pemusatan penduduk. Tahun 2009, Kota Sorong diperkirakan dihuni oleh 172,5 ribu jiwa atau 23,20 persen dari total penduduk Provinsi Papua Barat. Persebaran penduduk di kabupaten lainnya dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Di sisi lain, luas wilayah di setiap kabupaten/kota bervariasi. Kabupaten Sorong Selatan dengan luas 29.810 Km persegi merupakan kabupaten terluas dan Kota Sorong, hanya 1.105 Km persegi, merupakan wilayah dengan luas paling kecil. Padahal di tahun 2009, Kabupaten Sorong Selatan dihuni oleh 62,5 ribu jiwa. Artinya, hanya ada dua atau tiga jiwa di setiap Km perseginya. Sebaliknya di Kota Sorong, dengan luas kurang dari satu persen dihuni lebih dari 170 ribu jiwa. Kepadatan penduduk per Km persegi 156—157 jiwa. Kepadatan penduduk di kabupaten lainnya dapat dilihat pada Lampiran 1.2

Angka Beban Ketergantungan

Dampak keberhasilan pengendalian penduduk tercermin dari perubahan struktur umur penduduk yang terlihat dari berkurangnya proporsi penduduk usia tidak produktif khususnya 0—14 tahun. Di sisi lain, proporsi penduduk usia produktif bertambah. Akibatnya, angka beban ketergantungan penduduk usia tidak produktif terhadap penduduk usia produktif berkurang.

Tabel 1.2 memperlihatkan penurunan angka beban ketergantungan di Provinsi Papua Barat selama 2005—2009. Angka beban ketergantungan pada tahun 2005 sebesar 53,11 persen turun menjadi 48,40 persen. Dengan penurunan angka beban ketergantungan ini berarti penduduk

Page 21: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

6

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Tahun  0‐14   15‐64   65 + Rasio  

Ketergantungan 

(1)  (2)  (3)  (4)  (5)               

2005  33,33  65,31  1,35  53,11 2007  32,00  66,49  1,51  50,39 2009  31,08  67,39  1,53  48,40 

              

usia produktif mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk meningkatkan kualitas dirinya. Jika pada tahun 2005, 100 penduduk usia produktif harus menanggung 53—54 penduduk usia tidak produktif maka pada tahun 2009 beban tersebut berkurang menjadi 48—49 penduduk usia tidak produktif. Provinsi Papua Barat memasuki fase “bonus demografi” yang ditandai dengan proporsi penduduk usia produktif lebih besar daripada proporsi penduduk usia tidak produktif. Fase ini harus dimaksimalkan sebaik mungkin agar penduduk usia produktif tersebut memberikan kontribusi optimal dalam pembangunan di Papua Barat.

Fertilitas

Salah satu sosialisasi Keluarga Berencana (KB) yang saat ini gencar dilakukan adalah menyadarkan kaum perempuan agar menunda usia nikah. Perkawinan yang terlalu dini berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi perempuan, menghilangkan kesempatan memperoleh pendidikan tinggi, dan berpotensi meningkatkan angka fertilitas. Perempuan yang menikah di

Tabel 1.2 Angka Beban Ketergantungan Penduduk Per Tahun di Provinsi Papua Barat Tahun 2005—2009

Sumber: BPS (2007), Proyeksi Penduduk Indonesia Per Provinsi Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

Page 22: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

7

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

usia remaja misalnya akan berada pada fase reproduksi aktif yang lebih lama di bandingkan perempuan yang menikah di usia dewasa.

Kampanye penundaan usia nikah sangat tepat dilakukan karena tren perkawinan dini meningkat selama tahun 2007—2009. Persentase perempuan yang menikah sebelum berusia 16 tahun pada tahun 2007 sebanyak 6,09 persen meningkat menjadi 6,73 persen pada tahun 2008 dan meningkat lagi menjadi 8,02 persen pada tahun 2009. Dampak nyata yang terekam melalui Susenas (BPS, 2009), satu dari lima belas perempuan berusia 10—18 tahun yang tidak bersekolah lagi pada Tahun 2009 disebabkan karena lebih awal memasuki jenjang perkawinan. Akibatnya, mereka disibukkan oleh pekerjaan domestiknya khususnya merawat dan memelihara anak.

6.096.73

8.02

2007 2008 2009

Gambar 1.3 Persentase Perempuan Menurut Umur Perkawinan Pertama Kurang dari 16 Tahun di Provinsi Papua Barat Tahun 2007—2009

Page 23: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

8

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Page 24: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

9

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Salah satu agenda penting dalam rencana pembangunan jangka panjang menengah 2004—2009 adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sasaran pertama adalah menurunnya jumlah penduduk miskin, kedua berkurangnya kesenjangan antar wilayah, ketiga, meningkatnya kualitas manusia, keempat adalah membaiknya mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam dan kelima, membaiknya infrastruktur.

Guna mencapai sasaran peningkatan kualitas manusia maka diperlukan peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. Peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan tersebut ditandai oleh meningkatnya angka harapan hidup, menurunnya tingkat kematian bayi dan kematian ibu melahirkan, dan perbaikan status gizi.

Angka Harapan Hidup

Angka harapan hidup di Provinsi Papua Barat meningkat. Pada tahun 2008, angka harapan hidup tercatat 67,90 tahun dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 68,20 tahun. Di sisi lain, angka kematian bayi di Provinsi Papua Barat turun dari 32,7

Bab 2 Kesehatan 

Page 25: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

10

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

67.90

68.20

2008 2009

kematian bayi per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2 0 0 7 m e n j a d i 3 1 , 6 kematian per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2008 dan pada tahun 2009, angka kematian bayi di Papua Barat sebesar 30,5 kematian bayi per 100.000 k e l a h i r a n h i d u p . M e n i n g k a t n y a a n g k a h a r a p a n h i d u p d a n m e n u r u n n y a a n g k a kematian bayi di Provinsi Papua Barat menunjukkan

adanya perbaikan derajat kesehatan masyarakat. Meskipun demikian, angka kematian bayi di Provinsi Papua Barat masih tergolong tinggi.

Disparitas angka harapan hidup antar kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat menunjukkan adanya perbedaan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Angka harapan hidup tertinggi di Kota Sorong yaitu 71,53 tahun dan terendah di Kabupaten Raja Ampat yaitu 65,75 tahun. Dari sisi ketersediaan fasilitas kesehatan, Kabupaten Raja Ampat tertinggal jauh. Jika Kota Sorong telah dilengkapi dengan enam rumah sakit maka di Kabupaten Raja Ampat hanya ada satu unit rumah sakit dan layanan kesehatan masyarakat dibebankan pada layanan puskesmas.

Karena angka kematian bayi berbanding terbalik dengan angka harapan hidup, maka setiap upaya penurunan angka

Gambar 2.1 Angka Harapan Hidup Provinsi Papua Barat Tahun 2008—2009

Page 26: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

11

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

kematian bayi akan berdampak nyata pada peningkatan angka harapan hidup. Penurunan angka kematian bayi dimulai sejak bayi berada dalam kandungan. Program antinatal care antara lain pemeriksaan minimal 4 kali selama masa kehamilan, peningkatan akses masyarakat terhadap pertolongan persalinan oleh tenaga medis, layanan imunisasi lengkap kepada bayi berumur 12—23 bulan. Informasi antinatal care yang dapat digali dari Susenas Kor adalah persentase pertolongan kelahiran oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan atau suster) dan imunisasi bayi berumur 12—23 bulan.

Lampiran II (2) memperlihatkan persentase balita (0—59 bulan) menurut penolong kelahiran pada tahun 2009. Meskipun lebih dari 60 persen peristiwa kelahiran telah ditolong oleh tenaga kesehatan tetapi persentase pertolongan kelahiran oleh tenaga non kesehatan masih cukup besar, khususnya oleh dukun (27,26 perse). Di Kabupaten Raja Ampat sendiri, sedikitnya tiga dari empat peristiwa kelahiran ditolong oleh dukun dan pertolongan kelahiran oleh tenaga kesehatan kurang dari 20 persen. Pertolongan kelahiran oleh tenaga kesehatan cukup tinggi di Kabupaten Fakfak dan Kota Sorong dengan per sentase lebih dari 70 persen.

Selain fasilitas kesehatan kurang, permasalahan lain pembangunan di bidang kesehatan di Papua Barat adalah kurangnya tenaga kesehatan khususnya dokter baik kuantitas, kualitas dan penyebarannya. Hal ini tercermin dari rendahnya peran dokter dalam pertolongan kelahiran. Persentasenya pada tahun 2009 hanya 12,25 persen. Sebagai gantinya, bidan memainkan peran yang sangat dominan dalam memberikan pelayanan pertolongan kelahiran. Persentase pertolongan kelahiran oleh bidan di

Page 27: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

12

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Papua Barat mencapai 42,53 persen dengan persentase tertinggi di Kabupaten Fakfak (67,29 persen) dan terendah di Kabupaten Raja Ampat (16,13 persen).

Pengadaan tenaga dokter di Papua Barat masih sangat tergantung dari kebijakan Pemerintah Pusat. Salah satunya melalui pengangkatan dokter PTT (pegawai tidak tetap) yang ditugaskan di puskesmas-puskesmas dalam rentan waktu 1—2 tahun. Setelah masa itu, kembali ke daerah asalnya masing-masing. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Papua Barat dan pemer in tah kabupaten/kota sebaiknya mula i memprogramkan pengadaan tenaga dokter lokal yang diorbitkan dari putra-putri terbaik yang ada di Papua Barat. Mereka diberikan bea siswa kedokteran. Dalam kurun waktu enam—tujuh tahun mendatang, tenaga dokter lokal telah siap bertugas dan menetap di Papua Barat. Dengan demikian, kekurangan tenaga dokter sedikit demi sedikit dapat teratasi.

Imunisasi dan ASI

Masa-masa awal pertumbuhan manusia setelah dilahirkan adalah masa-masa paling kritis. Daya tahan hidup bayi berumur satu tahun (0—23 bulan) sangat rentan kematian. Karena itu, imunisasi bayi sangat dibutuhkan.

Departemen Kesehatan menetapkan bahwa imunisasi yang wajib diberikan kepada bayi berumur satu tahun adalah BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B. Waktu pemberiannya sudah ditetapkan secara bertahap. Imunisasi BCG diberikan satu kali pada anak usia 0-2 bulan. Imunisasi DPT dan Polio diberikan secara bersamaan dan berulang pada usia 2, 3, atau 4 bulan dan pengulangannya 4 bulan kemudian sebanyak 3 kali. Imunisasi campak diberikan sebanyak 2 kali.

Page 28: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

13

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Pertama, pada saat anak berumur 9 bulan atau lebih, dan kedua diberikan pada usia 5-7 tahun. Pada kejadian luar biasa dapat diberikan pada usia 6 bulan dan diulangi 6 bulan kemudian.

Tabel 2.1 menunjukkan cakupan layanan imunisasi pada anak berumur 12—23 bulan. Idealnya, semua bayi pada umur tersebut telah diimunisasi lengkap. Faktanya tidak demikian. Susenas 2009 mencatat hampir 90 persen bayi telah diimunisasi BCG tetapi kurang separuhnya yang mendapat imunisasi Hepatitis B. Padahal, TBC masih menjadi penyakit yang banyak diderita penduduk Papua Barat. Ditemukan 114

Kabupaten/Kota TBC DPT Polio Campak Hepatitis B

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Kab. Fakfak 100.00 85.96 57.81 100.00 67.23

Kab. Kaimana 100.00 29.60 29.60 83.39 22.14

Kab. Teluk Wondama 90.25 32.35 35.60 87.15 32.51

Kab. Teluk Bintuni 96.62 66.65 73.28 93.37 66.58

Kab. Manokwari 69.93 39.39 30.83 66.58 30.81

Kab. Sorong Selatan 95.46 77.30 72.76 95.46 68.22

Kab. Sorong 100.00 78.94 89.49 100.00 57.96

Kab. Raja Ampat 87.47 37.59 37.59 87.47 37.59

Kota Sorong 95.50 51.31 42.68 88.81 38.21

Provinsi Papua Barat 89.70 57.18 52.26 86.26 46.36

Tabel 2.1 Cakupan Layanan Imunisasi Pada Bayi Berumur 12—23 Bulan di Provinsi Papua Barat Tahun 2009

Sumber: BPS, Susenas 2009

Page 29: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

14

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

suspek TBC di Papua Barat pada tahun 2009 (Kemenkes RI, Laporan Subdit TB Kemenkes 2000—2010). Demikian juga dengan imunisasi DPT dan Polio, cakupannya kurang dari 60 persen.

Selain imunisasi, upaya meningkatkan ketahanan tubuh bayi adalah dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI) ekslusif. Bayi memperoleh ASI ekslusif apabila dalam enam bulan hanya diberikan ASI tanpa makanan tambahan. ASI ekslusif diyakini merupakan asupan terbaik bagi bayi yang tidak dapat digantikan oleh susu formula manapun. Keunggulan dan manfaat menyusui dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu: aspek gizi, aspek imunologik, aspek psikologi, aspek kecerdasan, neurologis, ekonomis dan aspek penundaan kehamilan (http://www.f-buzz.com/2008/05/21/kelebihan-air-susu-ibu-asi-dan-manfaat-menyusui/).

Gambar 2.1 Asupan ASI Ekslusif di Papua Barat Tahun 2009

KAIMANA

FAKFAK

SORONG

TELUK BINTUNI

MANOKWARI

SORONG SELATAN

TELUK WONDAMA

RAJA AMPATKOTA SORONG

Asi Eksklusif0 - 1920 - 3940 - 5960 - 7980 - 100

Page 30: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

15

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Gambar 2.1 menunjukkan pemberian ASI eksklusif kepada bayi di seluruh kabupaten/kota di Papua Barat. Tampak pemberian ASI eksklusif di Kota Sorong dan Manokwari terbilang rendah. Hal ini diduga akibat kemudahan memperoleh susu formula. Berbagai merek susu formula mudah diperoleh dikedua wilayah ini. Di samping itu, kampanye ASI eksklusif masih harus terus digalakkan agar bayi mendapatkan haknya sebagai anak.

Morbiditas

Daya tahan tubuh yang lemah mengakibatkan manusia mudah terserang penyakit . Salah satu i n d i k a t o r n y a a d a l a h morbiditas atau angka kesakitan. Angka kesakitan menunjukkan persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan dan mengakibatkan gangguan terhadap aktivitas sehari-hari seperti bekerja, sekolah atau mengerjakan pekerjaan rumah.

Secara umum, angka kesakitan penduduk Papua Barat menurun dari 21,96 persen pada tahun 2008 menjadi 19,62 persen pada tahun 2009. Kecuali Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Raja Ampat, wilayah lain menunjukkan pola yang sama dengan angka kesakitan provinsi, mengalami penurunan morbiditas (Lihat Lampiran II (3)).

21.96

19.62

2008 2009

Angka Kesakitan

Gambar 2.2 Angka Keskitan Penduduk Papua Barat Tahun 2009

Page 31: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

16

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Page 32: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

17

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Pendidikan merupakan salah satu modal dasar manusia dalam meningkatkan kualitas kesejahteraan hidupnya. Pentingnya pendidikan bagi warga negara tercermin dalam UUD 1945 dan GBHN, dimana dinyatakan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara. Pembangunan dalam bidang pendidikan di suatu negara menentukan arah kemajuan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan menjadi modal utama dalam menyongsong kehidupan bangsa yang lebih sejahtera. Setiap warga negara Indonesia diberikan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang seluas – luasnya. Keberhasilan pembangunan di sektor pendidikan dapat dilihat dari beberapa indikator. Indikator keberhasilan di bidang pendidikan yang biasa digunakan adalah Angka Melek Huruf (AMH), rata – rata lama sekolah, Angka Partisipasi Sekolah (APS), dan Angka Partisipasi Murni (APM).

Angka Melek Huruf Dan Rata – Rata Lama Sekolah

Ukuran yang sangat dasar dalam pencapaian pembangunan di bidang pendidikan adalah kemampuan membaca dan menulis. Keberhasilan pemerintah dalam memberantas buta

Bab 4 Pendidikan 

Page 33: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

18

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

huruf di Indonesia, dapat dilihat dari tingginya angka buta huruf. Kemampuan membaca dan menulis di suatu daerah merupakan penggambaran kemampuan penduduk di suatu wilayah untuk menyerap informasi dari berbagai media. Seiring dengan perkembangan zaman, perkembangan informasi pun semakin mengglobal dan hanya dapat diakses dengan budaya literat. Biasanya buta huruf selalu diidentikkan dengan kebodohan dan kemiskinan. Tingginya angka buta huruf dapat disebabkan oleh angka putus sekolah yang tinggi, terutama di tingkat SD, dan kebanyakan anak yang putus sekolah dikarenakan keterbatasan ekonomi. Oleh karena itu, menjadi hal yang sangat mengerikan apabila angka buta huruf masih tinggi. Hal ini tentunya dapat diberantas dengan

Gambar 3.1 Angka Melek Huruf Penduduk 15 Tahun atau Lebih di Provinsi Papua Barat Menurut Jenis Kelamin, Tahun 2008-2009

93,01

88,35

92,15

94,95

89,56

92,34

Laki‐laki Perempuan Total

2008 2009

Page 34: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

19

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

memberikan akses pendidikan.

Gambar 3.1 menunjukkan bahwa, penduduk usia 15 tahun ke atas mengalami kenaikan angka melek huruf yaitu dari 92,15 persen pada tahun 2008 menjadi 92,34 persen di tahun 2009. Baik penduduk laki – laki maupun perempuan usia 15 tahun ke atas mengalami kenaikan angka melek huruf meskipun kenaikan angka melek huruf perempuan lebih kecil daripada laki – laki. Sebesar 94,95 persen penduduk laki – laki usia 15 tahun ke atas mampu membaca dan menulis, dan untuk perempuan sebesar 89,56 persen pada tahun 2009. Berarti dapat dikatakan bahwa perempuan masih mendominasi tingginya angka buta huruf di Provinsi Papua Barat. Faktor diskriminasi gender dalam bidang pendidikan kemungkinan masih menjadi faktor penyebabnya.

Indikator keberhasilan di bidang pendidikan berikutnya adalah rata – rata lama sekolah. Berdasarkan Gambar 3.2, rata – rata lama sekolah penduduk Provinsi Papua Barat mengalami kenaikan yang tipis (dari 7,67 tahun di tahun 2008 menjadi 8,01 tahun pada tahun 2009). Angka ini menunjukkan bahwa penduduk usia 15 tahun ke atas di Papua Barat rata – rata hanya dapat menempuh pendidikan sampai dengan kelas 2 SMP dan putus sekolah pada kelas 3 SMP. Hal ini berarti pencapaian pendidikan di Provinsi Papua Barat belum memenuhi Program Wajib Belajar 9 Tahun.

Selanjutnya, kedua indikator pendidikan ini (angka melek huruf dan rata – rata lama sekolah), menunjukkan bahwa penduduk laki – laki maupun perempuan mengalami peningkatan. Rata – rata lama sekolah penduduk laki – laki meningkat dari 8,39 tahun pada tahun 2008 menjadi 8,50 pada tahun di tahun 2009. Sebagaimana penduduk laki –

Page 35: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

20

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

laki, penduduk perempuan pun mengalami peningkatan rata – rata lama sekolah yaitu sebesar 0,23 tahun. Meskipun demikian, masih ada disparitas gender, dimana penduduk perempuan belum sepenuhnya memperoleh pendidikan yang setara dengan penduduk laki – laki. Sehingga perlu

diperhatikan lagi faktor – faktor yang menjadi penyebab masih lambatnya kemajuan peningkatan pendidikan bagi perempuan di Provinsi Papua Barat ini.

Kualitas pendidikan masyarakat secara umum dapat dilihat dari tingkatan ijazah terakhir yang dicapai. Dalam kehidupan nyata, ukuran kualitas pendidikan seseorang paling mudah dilihat dari tingkat pendidikan yang dicapai. Gambar 3.3 memberikan gambaran tentang pencapaian pendidikan

Gambar 3.2 Rata-rata Lama Sekolah Penduduk 15 Tahun atau Lebih di Provinsi Papua Barat Menurut Jenis Kelamin, Tahun 2008-2009

8,39

6,927,67

8,50

7,158,01

Laki‐laki Perempuan Total

2008 2009

Page 36: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

21

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

penduduk usia 10 tahun ke atas. Pada tahun 2009, persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang menamatkan pendidikan minimal SMA mengalami kenaikan sebesar 4,19 persen ( dari 24,91 persen pada tahun 2008 menjadi 29,1 persen pada tahun 2009). Kenaikan ini merupakan akibat dari kenaikan persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang mempunyai ijazah SMA, Diploma III, dan Universitas/Diploma IV.

Persentase penduduk yang tidak tamat SD mengalami penurunan yaitu dari 27,76 persen menjadi 25,4 persen. Begitu juga dengan persentase penduduk yang tamat SD dan SMP, masing – masing mengalami penurunan sebesar 2,36 dan 1,05 persen. Secara umum, terjadi peningkatan tingkat pendidikan penduduk usia 10 tahun ke atas walaupun

7,03

27,76

27,62

19,53

19,94

0,93

1,18

2,86

24,91

5,59

25,4

26,57

18,94

21,44

0,85

1,67

4,19

29,1

Tidak/belum pernah bersekolah

Tidak Tamat  SD

SD

SMP

SMA

Diploma I/II

Akademi/Diploma  III

Universitas/Diploma  IV

SMA  ke atas

2009 2008

Gambar 3.3 Tingkat Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Penduduk 10 Tahun atau Lebih di Provinsi Papua Barat Menurut Jenis Kelamin, Tahun 2008-2009

Page 37: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

22

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

persentase penduduk yang tidak tamat SD masih sangat tinggi. Dari 100 orang penduduk usia 10 tahun ke atas, 25 orang yang tidak tamat SD. Selain dari kontribusi anak – anak yang memang belum waktunya lulus SD, tingginya angka ini juga disumbang oleh banyaknya masyarakat yang tidak mampu mengakses pendidikan SD baik itu karena alasan biaya, jangkauan wilayah, adat, atau pun yang lainnya.

Angka Partisipasi Sekolah (APS)

Peningkatan pemerataan pada pemanfaatan fasilitas pendidikan dapat dicapai dengan melakukan perluasan jangkauan pelayanan pendidikan. Dengan memperluas jangkauan pendidikan berarti memberikan kesempatan yang lebih besar kepada masyarakat untuk dapat bersekolah. Sehingga dapat dikatakan bahwa makin banyak penduduk yang dapat bersekolah maka makin luas jangkauan pelayanan pendidikan. Papua Barat sebuah provinsi yang didominasi oleh hutan dan pantai, banyak diantara penduduknya yang masih hidup di daerah pedalaman, yang hanya sedikit dan bahkan sama sekali belum tersentuh oleh pembangunan. Wilayah geografis yang sulit terkadang menjadi penghambat dalam pembangunan sarana pendidikan. Untuk memperluas jangkauan pendidikan, perlu adanya sarana dan prasarana yang memudahkan masyarakat untuk mengakses pendidikan. Penempatan tenaga pengajar di daerah pedalaman merupakan salah satu contoh bentuk usaha perluasan pelayanan. Pembangunan sarana dan prasarana transportasi juga merupakan bentuk kemudahan untuk mengakses pendidikan. Terkadang masalah sulitnya transportasi dan jauhnya sekolah dapat menjadi penghalang masyarakat untuk menempuh pendidikan di sekolah. Jarak sekolah yang jauh

Page 38: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

23

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

dan medan yang sulit tentunya memberikan andil terhadap rendahnya Angka Partisipasi Sekolah.

Angka Partisipasi Sekolah (APS) merupakan persentase penduduk yang masih sekolah terhadap penduduk usia sekolah pada kelompok jenjang usia tertentu misalnya, usia 7 – 12 tahun, 13 – 15 tahun, dan 16 – 18 tahun. Semakin tinggi nilai APS mencerminkan semakin meratanya akses pendidikan. Angka Partisipasi Sekolah ini akan semakin menurun seiring dengan meningkatnya jenjang pendidikan karena semakin tinggi jenjang pendidikan semakin sedikit penduduk usia sekolah yang berpartisipasi.

Berdasarkan Gambar 3.4, diperoleh bahwa pada tahun 2009 sebanyak 93,35% penduduk usia 7 – 12 tahun berstatus

93,1888,75

57,53

93,3588,59

57,95

7‐12 13‐15 16‐18

2008 2009

Gambar 3.4 Angka Partisipasi Sekolah Penduduk 7—18 Tahun di Provinsi Papua Barat, Tahun 2008-2009

Page 39: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

24

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

masih sekolah. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 0,17 persen jika dibandingkan dengan tahun 2008. Jika penduduk usia 7 – 12 tahun mengalami kenaikan Angka Partisipasi Sekolah, penduduk usia 13 – 15 tahun mengalami hal yang sebaliknya, yaitu 0,16 persen lebih kecil dari tahun 2008. Walaupun perbedaan APS tahun 2008 dan 2009 sangat tipis, akan tetapi angka ini menunjukkan bahwa belum ada perbaikan di bidang pendidikan yang signifikan. Peningkatan jangkauan pelayanan pendidikan masih sangat kecil.

Jika ditinjau dari segi gender, laki – laki mengalami penurunan Angka Partisipasi Sekolah di semua jenjang usia sedangkan perempuan mengalami kenaikan Angka Partisipasi Sekolah pada jenjang usia 7 – 12 tahun dan 13 – 15 tahun. Meskipun Angka Partipasi Sekolah penduduk laki – laki lebih tinggi dibanding perempuan, kenaikan Angka Partisipasi Sekolah penduduk perempuan ini cukup memberikan gambaran positif mengenai peningkatan partisipasi perempuan dalam bidang pendidikan. Angka Partisipasi Sekolah penduduk perdesaan lebih rendah jika dibandingkan penduduk perkotaan. Hal ini menandai adanya kesenjangan antara desa dan kota dalam hal jangkauan pelayanan pendidikan. Pencapaian pendidikan untuk semua belum sepenuhnya terlaksana.

Angka Partisipasi Murni (APM)

Selain Angka Partisipasi Sekolah, indikator selanjutnya yang digunakan dalam mengukur kualitas keberhasilan di bidang pendidikan adalah Angka Partisipasi Murni. Angka Partisipasi Murni ini diukur menurut jenjang pendidikan tertentu, misalnya SD, dihitung berdasarkan persentase antara murid

Page 40: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

25

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Sekolah Dasar yang berusia 7 – 12 tahun dengan jumlah penduduk usia 7 – 12 tahun. Secara khusus, APM digunakan

untuk mengukur proporsi anak yang bersekolah tepat waktu atau sesuai dengan jenjang usia yang seharusnya.

Berdasarkan Gambar 3.6 terjadi peningkatan APM – SD di tahun 2009, yakni 1,54 persen lebih tinggi dibanding APM – SD tahun 2008. APM – SD tahun 2008 sebesar 90,71 persen meningkat menjadi 91,25 persen. Hal ini berarti bahwa pada tahun 2008, dari 100 anak berusia 7 – 12 tahun, sekitar 90 anak yang berstatus sebagai siswa Sekolah Dasar dan meningkat menjadi 91 anak di tahun 2009. Begitu juga dengan APM – SMP, mengalami peningkatan sebesar 0,09 persen, sebuah kenaikan yang sangat tipis. Kenaikan yang

0,0010,0020,0030,0040,0050,0060,0070,0080,0090,00

100,00Laki‐laki

Perempu

an

Laki‐laki

Perempu

an

Laki‐laki

Perempu

an7‐12 13‐15 16‐18

2008

2009

Gambar 3.5 Angka Partisipasi Sekolah Penduduk 7—18 Tahun Menurut Jenis Kelamin di Provinsi Papua Barat, Tahun 2008-2009

Page 41: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

26

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

tipis ini, disebabkan oleh nilai APM daerah perkotaan yang mengalami penurunan pada jenjang pendidikan SD dan SMA, sedangkan daerah perdesaan justru mengalami kebalikannya, yakni nilai APM – SD dan APM – SMA mengalami kenaikan, dan untuk SMP mengalami penurunan (lihat Gambar 3.6).

Angka Putus Sekolah

Keberhasilan di bidang pendidikan juga dapat dilihat dari banyaknya anak yang putus sekolah. Meski pencangan program wajib belajar 9 tahun sudah berjalan, namun angka putus sekolah di Papua Barat masih tergolong tinggi. Memang terjadi penurunan angka putus sekolah dari tahun 2008 ke tahun 2009 (lihat Gambar 3.7). Angka putus sekolah SD berkurang dari 3,5 persen menjadi 1,21 persen. Jika dilhat

2008 2009

90,71 91,25

48,92 49,0343,61 43,55

SD SMP SMA

Gambar 3.6 Angka Partisipasi Murni Menurut Jenjang Pendidikan di Provinsi Papua Barat, Tahun 2008-2009

Page 42: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

27

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

dari angka persentase, angka ini memang terlihat kecil namun apabila dilhat dari kondisi riel yakni misal dari 100.000 anak usia SD sebanyak 1.210 anak yang putus sekolah. Sebuah angka yang cukup mencengangkan. Masih tingginya angka putus sekolah ini kemungkinan disebabkan oleh biaya pendidikan yang semakin mahal, ketiadaan guru di pedalaman ataupun karena jangkauan sekolah yang jauh sehingga membuat anak enggan pergi ke sekolah. Meskipun sudah ada program sekolah gratis untuk sekolah negeri, namun keterbatasan daya tampung sekolah negeri menyebabkan banyak anak yang harus masuk sekolah swasta.

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

7‐12 13‐15 16‐18

3,5

8,3

16,51

1,212,89

11,97

2008

2009

Gambar 3.7 Angka Putus Sekolah Menurut Umur Sekolah di Provinsi Papua Barat, Tahun 2008-2009

Page 43: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

28

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Page 44: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

29

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagai salah satu agenda RPJMN 2004—2009 dengan menciptakan lapangan kerja yang mampu menurunkan pengangguran terbuka menjadi 5,1 persen pada tahun 2009. Di Papua Barat sendiri belum ada target spesifik penurunan pengangguran terbuka. Secara umum, Pemerintah Provinsi Papua Barat mencanangkan pemberdayaan ekonomi mikro dan kecil di tahun 2011. Namun, pengaruhnya terhadap penurunan angka pengangguran masih membutuhkan kajian lebih lanjut.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Pengangguran Terbuka

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja pada tahun 2007 mengalami penurunan dibandingkan kondisi tahun 2006, namun semenjak itu terus meningkat persentasenya pada tahun 2008 hingga 2009. Keadaan yang baik yang menunjukkan bahwa penduduk usia kerja yang masuk dalam pasar kerja semakin banyak. Yang artinya bahwa semakin banyak penduduk yang secara ekonomi aktif terlibat dalam kegiatan produksi barang dan jasa. Ini sangat menguntungkan perekonomian jika mereka memiliki produktifitas kerja tinggi.

Bab 4 Ketenagakerjaan 

Page 45: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

30

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Jika ingin dibandingkan antara perkotaan dan perdesaan, tampak bahwa sekarang menuju kearah yang lebih tinggi, meskipun terjadi penurunan pada tahun 2006 ke 2007. TPAK perdesaan lebih besar dibandingkan TPAK perkotaan. Kemudahan memasuki beberapa sektor pekerjaan di perdesaan (contoh pertanian) bisa menjadi penyebab mengapa TPAK di perdesaan lebih tinggi dibandingkan perkotaan. Jelas sekali sektor pekerjaan di perkotaan jauh lebih sukar dimasuki daripada diperdesaan.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menggambarkan banyaknya angkatan kerja yang menganggur. Semakin banyak angkatan kerja yang berstatus pengangguran yaitu mereka yang belum bekerja dan sedang mencari kerja atau mempersiapkan suatu usaha, dan mereka yang sementara belum mulai kerja walau sudah mendapat pekerjaan dan mereka yang tidak mencari kerja karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, maka semakin tinggi TPT. Pengangguran akan menjadi permasalah sosial dan ekonomi

Daerah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka

(Agustus) (Agustus) 2006 2007 2008 2009 2006 2007 2008 2009

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

Perkotaan 65,84 56,65 59,27 61,80 19,59 16,40 15,72 14,91 Perdesaan 74,53 71,36 72,06 71,49 6,08 6,76 4,72 3,93 Total 71,67 66,52 68,15 68,52 10,17 9,46 7,65 6,97

                          

Tabel 4.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Papua Barat, Tahun 2006-2009

Sumber: BPS, Sakernas 2006—2009

Page 46: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

31

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

yang harus ditanggulangi.

Dari tahun 2006 hingga 2009 terlihat bahwa penurunan TPT terus berlangsung. TPT sekarang menjadi semakin kecil yaitu mencapai 6,97 persen dan jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2006 yang mencapai 10,17 persen. Angkatan kerja yang terserap dalam lapangan pekerjaan semakin banyak. Jika dibandingkan antara perkotaan dan perdesaan terjadi perbedaan yang sangat signifikan di mana TPT perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan TPT Perdesaan. Wajar saja karena seperti dijelaskan di atas bahwa sektor pekerjaan di perdesaan sangat mudah dimasuki oleh karena di perdesaan angkatan kerja dapat dengan mudahnya bergabung dalam sektor-sektor subsisten seperti pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan dll yang tidak menuntut kualifikasi pendidikan tinggi. Tidak sama halnya dengan sektor – sektor modern diperkotaan seperti industry, jasa-jasa dll yang menuntut kualifikasi pendidikan jauh lebih tinggi. TPT perdesaan pada tahun 2006 sebesar 6,08 persen menjadi 3,93 persen pada tahun 2009. Sedangkan TPT perkotaan turun dari 19,59 persen pada tahun 2006 menjadi 14,91 persen. Kondisi TPT perkotaan tahun 2009 masih jauh lebih tinggi dibandingkan TPT perdesaan pada tahun 2006.

TPT Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa sekarang TPT secara umum semakin menurun. Jika dilihat dari tingkat pendidikan angkatan kerja baik tingkat pendidikan rendah hingga yang paling tinggi tampak bahwa dari tahun 2007 hingga tahun 2009 TPT semakin menurun. Apabila ingin membandingkan antar tingkat pendidikan per tahunnya, maka dapat dijelaskan

Page 47: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

32

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Pend

idika

n Te

rting

gi ya

ng

dita

mat

kan

Perk

otaa

n

Perd

esaa

n

Kota

+ De

sa

2007

20

08

2009

2007

20

08

2009

2007

20

08

2009

(1

) (2

) (3

) (4

)

(5)

(6)

(8

) (9

) (1

0)

TDK/

BLM

SEKO

LAH

74,81

0,0

0 0,0

0

0,65

0,73

0,00

1,1

0 0,7

3 0,0

0

TDK/

BLM

TAMA

T SD

17

,75

9,45

10,55

2,46

1,40

2,38

3,5

0 2,5

9 3,0

8

SD

10,12

10

,30

9,39

3,2

7 1,8

6 1,8

1

4,24

2,78

3,00

SLTP

7,9

2 11

,60

13,09

6,88

4,29

4,87

7,1

2 6,1

6 7,0

2

SLTA

UMU

M/SM

U 18

,71

19,02

16

,75

16

,74

13,93

11

,63

17

,67

16,42

14

,27

SLTA

KEJ

URUA

N/SM

K 25

,33

19,65

21

,32

18

,69

17,22

10

,33

22

,66

18,49

16

,30

DIPL

OMA

I/II da

n AKA

DEMI

10

,10

16,27

10

,15

11

,89

10,35

4,7

6

10,98

13

,63

7,21

UNIV

ERSI

TAS

18,52

16

,44

13,03

18,38

8,0

0 7,2

5

18,48

12

,90

10,90

Tota

l 16

,40

15,72

14

,91

6,7

6 4,7

2 3,9

3

9,46

7,65

6,97

Tabe

l 4.2

Ti

ngka

t Pe

ngan

ggur

an T

erbu

ka M

enur

ut T

ingk

at P

endi

dika

n Ya

ng D

itam

atka

n di

Pro

vins

i Pa

pua

Bar

at, T

ahun

20

07

-200

9

Sum

ber:

BPS

, Sak

erna

s 2

00

7—

20

09

Page 48: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

33

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin besar TPTnya. Pada tahun 2007, 2008 dan 2009 terbentuk pola yang serupa. Angkatan kerja dengan tingkat pendidikan rendah jauh lebih mudah terserap dalam lapangan pekerjaan daripada mereka yang berpendidikan tinggi. Bisa diamati pada tahun 2009, tercatat bahwa angkatan kerja yang berpendidikan SMP kebawah hanya kurang dari 8 persen saja yang tidak terserap dalam lapangan pekerjaan. Berarti kurang lebih 93 persen diantaranya memiliki perkerjaan. TPT SD 3 persen, SLTP 7,02 persen.

Sebaliknya yang berpendidikan SMA ke atas yang tidak terserap dalam lapangan pekerjaan mencapai rata-rata lebih dari 10 persen. Contoh TPT SMA sebesar 14,27 persen, SMA kejuruan 16,30 persen, Diploma 7,21 persen, univeristas 10,90 persen.

Lebih ekstrem dan jelas lagi jika TPT pertingkat pendidikan dibandingkan antara wilayah perdesaan dan perkotaan. Semakin jelas bahwa daya serap lapangan pekerjaan terhadap angkatan kerja di perkotaan tidak sekuat di perdesaan. Angkatan kerja berpendidikan rendah (SD ke bawah) yang terserap di perdesaan nyaris 4 kali lebih banyak yang di perkotaan, sedangkan yang berpendidikan tinggi hanya berbanding sekitar 1 : 2. Ini menunjukkan bahwa angkatan kerja perdesaan lebih mudah terserap dibandingkan angkatan kerja perkotaan.

Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha

Gambaran ketenagakerjaan berdasarkan lapangan usaha/sektor dari tahun 2006 – 2009 menjelaskan terjadinya pergeseran struktur pekerjaan di Papua Barat. Semakin lama

Page 49: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

34

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

sektor pertanian semakin menurun karena semakin ditinggalkan angkatan kerja yang lebih memilih sektor Industri (manufacture) dan Jasa-jasa (Services). Persentase angkatan kerja yang bekerja pada kedua sektor terakhir semakin meningkat dari tahun-ke tahun. Ciri-ciri terjadinya kotanisasi ketika sektor modern semakin diminati para pencari kerja.

Daerah Lapangan Usaha

Pertanian Industri Jasa (1) (2) (3) (4)  

Perkotaan

2006 19,29 12,83 67,87

2007 15,63r 15,84r 68,52r

2008 10,16 20,81 69,03 2009 11,95 17,95 70,10

Perdesaan 2006 84,93 4,37 10,69 2007 79,85r 6,11r 14,04r 2008 74,39 7,84 17,77 2009 70,43 9,64 19,94

Kota + Desa 2006 67,18 6,66 26,16

2007 63,14r 8,62r 28,24r

2008 58,79 10,99 30,22

2009 55,68 11,73 32,59

           

Tabel 4.3 Persentase Penduduk 15 Tahun atau Lebih Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Papua Barat, Tahun 2006-2009

Sumber: BPS, Sakernas 2006—2009

Keterangan: r = angka revisi

Page 50: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

35

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Selama pertanian terus menjadi sektor yang subsisten dengan tingkat pendapatan yang lebih rendah dibandingkan sektor lain maka pertanian akan semakin ditinggalkan. Mereka yang memasuki sektor ini adalah mereka yang tidak punya kesempatan masuk ke sektor industri dan jasa-jasa dan kalah bersaing dengan pencari kerja lain yang lebih berkualitas.

Namun perlu diperhatikan juga bahwa separuh lebih penduduk yang bekerja berkecimpung di pertanian. Meskipun sumbangan pertanian terhadap perekonomian Papua Barat jauh lebih kecil dibandingkan Industri dan jasa-jasa, namun daya serapnya jauh lebih besar. Kecanggihan teknologi semakin lama semakin mengurangi porsi tenagakerja manusia sebagai faktor produksi dalam kegiatan industri dan akan semakin mengurangi kesempatan tenagakerja. Jasa-jasa menuntut keterampilan dan keahlian yang ditunjukkan oleh kualitas angkatan kerja yang akan menjagal kesempatan mereka yang mayoritas berpendidikan rendah. Sehingga lebih baik pemerintah memberi perhatian khusus kepada para pekerja sektor pertanian yang sangat melimpah dengan memberikan stimulus-stimulus penting yang mampu merangsang mereka dengan tujuan meningkatkan produktifitas.

Tiap tahun, di perkotaan mayoritas sektor yang paling banyak menyerap angkatan kerja adalah sektor jasa-jasa (service) diikuti sektor industri dan terakhir pertanian dan sebaliknya di perdesaan pertanian merupakan yang paling banyak menyerap angkatan diikuti jasa-jasa dan industri.

Page 51: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

36

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan

Yang lebih menarik lagi untuk dianalisa adalah status pekerjaan pekerja yang mengelompokkan pekerja ke dalam kegiatan pekerjaan informal atau fomal. Secara umum telihat bahwa pekerja di Papua Barat lebih dominan bekerja di sektor informal. Persentase pekerja informal semakin menurun yaitu dari 68,12 persen pada tahun 2007 menjadi 66,18 persen pada tahun 2009. Sebaliknya pekerja formal meningkat 0,94 poin dari 31,88 persen pada tahun 2007 menjadi 33,82 persen pada tahun 2009. Kecenderung yang menunjukkan bahwa para pencari kerja mengincar pekerjaan-pekerjaan formal seiiring dengan semakin terbukanya kesempatan memasuki sektor industri dan jasa.

Apabila ingin melihat tipe daerahnya, ternyata di Papua Barat pekerjaan informal lebih terbuka di perdesaan. Penyumbang besarnya sektor informal di perdesaan adalah banyak pekerja di sektor pertanian. Sebaliknya di daerah perkotaan, sektor formal lebih banyak diminati para pencari kerja. Di perkotaan persentase pekerja sektor formal sekitar dua kali lipatnya

Status Pekerjaan

Perkotaan Perdesaan Kota + Desa

2007 2008 2009 2007 2008 2009 2007 2008 2009

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

Formal 63,09 57,59 68,97 21,07 19,01 21,96 31,88 28,38 33,82

Informal 36,91 42,41 31,03 78,93 80,99 78,04 68,12 71,62 66,18

Tabel 4.4 Persentase Penduduk 15 Tahun atau Lebih Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan di Provinsi Papua Barat, Tahun 2006-2009

Sumber: BPS, Sakernas 2007—2008

Page 52: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

37

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

persentase pekerjaan informal. Pusat-pusat industri dan usaha jasa-jasa perusahaan terkonsentrasi di daerah perkotaan.

Penduduk Bekerja Menurut Jam Kerja

Informasi persentase pekerja berdasarkan jam kerja tersaji pada Tabel 4.5 di bawah. Persentase yag bekerja di bawah jam kerja normal terus meningkat dari 32,34 persen pada tahun 2007 menjadi 35,91 persen pada tahun 2009. Meskipun cukup banyak yang bekerja di bawah jam kerja normal, persentase pekerja yang bekerja dengan jam kerja normal masih lebih banyak dibandingkan yang bekerja di bawah jam kerja normal. Namun jika dilihat dari persentasenya yang terus menurun maka perlu perhatian khusus pemerintah. Penurunan persentase pekerja dengan jam kerja normal menunjukkan adanya penurunan produktifitas pekerja yang akan berdampak pada penurunan output yang dihasilkan.

Daerah Tempat Tinggal 

  Jam Kerja 

< 15 jam    < 35 jam 2007  2008  2009     2007  2008  2009 

(1)     (2)  (3)  (4)     (5)  (6)  (7) 

Perkotaan    1,42  3,44  3,97    14,66  18,23  19,91 

Perdesaan    5,47  4,31  6,17    38,46  39,42  41,31 

Perkotaan + Perdesaan 

   4,43  4,10  5,62     32,34  34,28  35,91 

Tabel 4.5 Persentase Penduduk 15 Tahun atau Lebih Yang Bekerja Menurut Jam Kerja di Provinsi Papua Barat, Tahun 2007-2009

Sumber: BPS, Sakernas 2007—2009

Page 53: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

38

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Page 54: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

39

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Agenda pokok keempat pembangunan Papua Barat adalah penanggulangan kemiskinan. Penurunan persentase penduduk miskin dapat dimaknai adanya peningkatan tingkat pendapatan penduduk dan juga menunjukkan peningkatan tingkat kesejahteraannya. Yang menjadi permasalahan adalah apakan peningkatan tingkat pendapatan tersebut telah dinikmati oleh semua penduduk secara merata atau hanya dinikmati oleh segelintir penduduk dalam kategori beruntung. Pembahasan bab ini mengulas jawaban permasalahan tersebut dengan meneliti bagaimana taraf dan pola konsumsi sebagai proksi dari taraf dan pola pendapatan penduduk Papua Barat.

Perkembangan Kemiskinan di Papua Barat, 2009 - 2010

Di tahun 2011, persentase penduduk miskin di Papua Barat ditargetkan turun menjadi 30 persen. Selama periode tahun 2006 – 2010, perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Papua Barat menunjukkan tren menurun. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua Barat pada tahun 2009 sebanyak 256.840 jiwa (35,71 persen) turun menjadi 256.250 jiwa (34,88 persen) pada tahun 2010.

Bab 5 Taraf dan Pola Konsumsi 

Page 55: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

40

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Selama periode 2009 – 2010, jumlah penduduk miskin turun 0,23 persen dan persentase penduduk miskin turun 0,83 poin.

Penurunan angka kemiskinan Provinsi Papua Barat selama tahun 2009 – 2010 sejalan dengan penurunan angka kemiskinan di perdesaan. Jumlah penduduk miskin di perdesaan pada tahun 2009 tercatat 248.290 jiwa (44,71 persen) turun menjadi 246.660 jiwa (43,48 persen) pada tahun 2010. Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin di perdesaan 0,66 persen dan 1,23 poin, lebih tinggi daripada penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Papua Barat.

Di sisi lain, jumlah dan persentase penduduk miskin di perkotaan selama tahun 2009 – 2010 naik. Jumlah penduduk miskin di perkotaan naik dari 8.550 jiwa (5,22 persen) pada tahun 2009 menjadi 9.590 jiwa pada tahun 2010 (5,73 persen). Kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin di perkotaan cukup besar yaitu 12,16 persen dan 0,51 poin.

Jumlah Penduduk Miskin (000) Persentase Penduduk Miskin

Kota Desa Kota+ Desa Kota Desa Kota+

Desa

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

2006 13,3 270,80 284,10 8,42 51,17 41,34

2007 11,0 255,80 266,80 7,14 48,82 39,31

2008 9,48 237,02 246,50 5,93 43,74 35,12

2009 8,55 248,29 256,84 5,22 44,71 35,71

2010 9,59 246,66 256,25 5,73 43,48 34,88

Tahun

Tabel 5.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Papua Barat Menurut Daerah, 2006 – 2010

Page 56: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

41

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Jika memperhatikan tren penurunan penduduk miskin di Papua Barat maka target 30 persen penduduk miskin pada tahun 2011 merupakan target yang terlalu optimistik. Tanpa kerja keras yang nyata, pencapaian target tersebut adalah keniscayaan.

KAIMANA

FAKFAK

SORONG

TELUK BINTUNI

MANOKWARI

SORONG SELATAN

TELUK WONDAMA

RAJA AMPAT

KOTA SORONG

Persentase Penduduk Miskin0 - 910 - 1920 - 2930 - 3940 - 60

M a s a l a h l a i n d a r i penanggulangan kemiskinan di Papua Barat adalah perbedaan persentase penduduk miskin antar kabupaten kota yang terlalu besar. Gambar 5.1 di s a m p i n g m e m e t a k a n persentase penduduk miskin menurut kabupaten/kota di Papua Barat tahun 2009. Zona hijau menunjukkan persentase penduduk miskin

Gambar 5.1 Sebaran Penduduk Miskin di Papua Barat Tahun 2009.

kurang dari 30 persen sebagaimana target penanggulangan kemiskinan di Papua Barat pada tahun 2011. Zona merah menunjukkan keadaan sebaliknya. Tampak bahwa persentase penduduk miskin di Kabupaten Kaimana, Kabupaten Sorong Selatan, dan Kabupaten Raja Ampat telah melampaui target tersebut meskipun dengan persentase lebih dari 20 persen. Demikian juga dengan persentase penduduk miskin di Kota Sorong telah lebih rendah dari separuh target penanggulangan kemiskinan di Papua Barat.

Memperhatikan Gambar 5.1, penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten Teluk Bintuni membutuhkan effort yang sangat besar. Kedua kabupaten ini

Page 57: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

42

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

terbilang cukup terisolir. Dampaknya pada tingginya biaya transportasi dalam pengadaan kebutuhan barang dan jasa di kedua kabupaten ini yang berakibat pada tingkat kemahalan di kedua kabupaten tersebut tertinggi di Papua Barat.

Garis Kemiskinan Maret 2009 - Maret 2010

Penduduk miskin didefinisikan sebagai penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Kenaikan garis kemiskinan yang tidak diikuti peningkatan kemampuan daya beli berpotensi meningkatkan angka kemiskinan. Garis kemiskinan Provinsi Papua Barat tahun 2010 sebesar 294.727 rupiah per kapita per bulan terdiri dari garis kemiskinan makanan sebesar 237.147 rupiah dan garis kemiskinan non makanan sebesar 57.580 rupiah. Kontribusi garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan 80,46 persen.

Dibanding tahun 2009, garis kemiskinan Papua Barat tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar 6,24 persen. Kenaikan garis kemiskinan pada tahun 2010 di perkotaan (4,74 persen) lebih rendah daripada kenaikan garis kemiskinan di perdesaan (6,74 persen). Sebagai pembanding, inflasi year on year pada Maret 2010 tercatat 3,31 persen sementara inflasi year on year (y-o-y) perdesaan tercatat sebesar 7,13 persen.

Pada umumnya, inflasi kurang dari 5 persen tidak mengakibatkan pada kenaikan angka kemiskinan. Hal ini sejalan dengan penurunan angka kemiskinan Papua Barat dari tahun 2009 ke tahun 2010 sebesar 2,32 persen tetapi berlaku sebaliknya bagi kenaikan persentase penduduk miskin di perkotaan sebesar 9,77 persen dan penurunan penduduk miskin di perdesaan sebesar 2,75 persen.

Page 58: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

43

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Walaupun inflasi y-o-y Maret 2010 di Papua Barat hanya 3,31 persen tetapi pada Februari 2010 mengalami kenaikan angka pengangguran. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) Papua Barat pada Februari 2010 sebesar 7,77 persen lebih tinggi dari TPT Februari 2009 (7,73 persen). Kenaikan angka pengangguran Februari 2010 berdampak nyata pada penurunan daya beli masyarakat di perkotaan sehingga tidak mampu mengatasi kenaikan garis kemiskinan perkotaan 4,74 persen.

Di sisi lain, meskipun garis kemiskinan perdesaan mengalami kenaikan sebesar 6,74 persen dan inflasi perdesaan mencapai 7,77 persen selama periode Maret 2009 – Maret 2010 tetapi Nilai Tukar Petani (NTP) pada Maret 2010 tercatat 104,21. Artinya, indeks yang diterima lebih tinggi daripada indeks yang dibayarkan petani. NTP Subsektor Tanaman Hortikultura, Tanaman Perkebunan Rakyat, Peternakan, dan Perikanan masing-masing sebesar 110,21; 120,54; 112,76; dan 113,56. Hanya NTP Subsektor Tanaman Pangan yang nilai NTP-nya kurang dari 100 yaitu 89,19. Hal ini pertanda bahwa kenaikan pendapatan petani dinikmati oleh sebagian besar petani. Karena itu, kenaikan garis kemiskinan perdesaan masih dapat diimbangi oleh kenaikan pendapatan masyarakat perdesaan.

Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan, 2009 - 2010

Meskipun angka kemiskinan di Papua Barat selama periode Maret 2009 – Maret 2010 turun tetapi Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) naik.

Page 59: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

44

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Kenaikan nilai P1 dan P2 terjadi baik di perkotaan maupun di perdesaan (Lihat Lampiran V (3)).

Kenaikan nilai P1 dan P2 dapat dimaknai kondisi kemiskinan di Papua Barat semakin dalam dan semakin parah. Untuk itu, pemerintah Provinsi Papua Barat sebaiknya memprioritaskan program-program pembangunan yang pro penduduk miskin (pro poor policy). Pengarusutamaan penanggulangan kemiskinan ditujukan untuk meningkatkan pendapatan penduduk miskin dan mengurangi pengeluaran penduduk miskin dalam hal kebutuhan dasar pendidikan dan kesehatan.

Perkembangan Tingkat Kesejahteraan

Selaras dengan penurunan penduduk miskin selama periode tahun 2006—2009, rata-rata pengeluaran perkapita penduduk dalam satu bulan meningkat. JIka pada tahun 2006, setiap penduduk mengeluarkan 322.396 rupiah untuk kebutuhan konsumsi makanan dan non makanan dalam satu bulan maka pada tahun 2009 meningkat menjadi 552.162 rupiah atau mengalami kenaikan 23,76 persen per tahunnya. Peningkatan pengeluaran perkapita ini dipicu oleh

Tahun Pengeluaran Per Kapita Per Bulan

Kenaikan Nominal Per Tahun (%)

(1) (2) (3)

2006 322,396.90 23.76

2009 552,162.22

Tabel 5.2 Pengeluaran Per Kapita Per Bulan di Provinsi Papua Barat , 2006—2009

Sumber: BPS, Susenas 2006—2009

Page 60: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

45

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

peningkatan kemampuan daya beli masyarakat di samping kenaikan harga-harga.

Gambar 5.2 memperlihatkan kemampuan daya beli masyarakat di Kabupaten/Kota di Papua Barat Tahun 2009. Gradasi warna menunjukkan bahwa semakin hijau tua semakin tinggi kemampuan daya beli masyarakatnya. Tampak bahwa kemampuan daya beli masyarakat terendah di Kabupaten Raja Ampat dan tertinggi di Kota Sorong. Kemampuan daya beli masyarakat ini menjadi salah satu komponen penting dalam penghitungan indeks pembangunan manusia (IPM). Perhatikan Lampiran V (4) untuk kemampuan daya beli masyarakat di kabupaten/kota di Papua Barat yang lebih terperinci.

Gambar 5.2 Kemampuan Daya Beli Masyarakat di Papua Barat Tahun 2009.

KAIMANA

FAKFAK

SORONG

TELUK BINTUNI

MANOKWARI

SORONG SELATAN

TELUK WONDAMA

RAJA AMPATKOTA SORONG

Kemampuan Daya Beli560.49560.49 - 588.11588.11 - 597.49597.49 - 600.79600.79 - 633.78

Page 61: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

46

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Perkembangan Distribusi Pendapatan

Di samping meningkatkan tingkat pendapatan, penanggulangan kemiskinan juga perlu memperhatikan perkembangan distribusi pendapatan di antara strata ekonomi. Dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemerataan pendapatan adalah Koefisien Gini dan Tingkat Kemerataan Menurut Bank Dunia. Koefisien Gini didasarkan pada kurva Lorenz, yaitu sebuah kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi dari suatu variabel tertentu (misalnya pendapatan) dengan distribusi uniform (seragam) yang mewakili persentase kumulatif penduduk. Nilai koefisien gini antara nol, untuk pemerataan sempurna dan satu, untuk ketimpangan parah.

Bank Dunia mengelompokkan penduduk ke dalam tiga kelompok sesuai dengan besarnya pendapatan: 40% penduduk dengan pendapatan rendah, 40% penduduk dengan pendapatan menengah dan 20% penduduk dengan pendapatan tinggi. Ketimpangan pendapatan diukur dengan menghitung persentase jumlah pendapatan penduduk dari kelompok yang berpendapatan 40% terendah dibandingkan total pendapatan seluruh penduduk. Apabila persentasenya kurang dari 12 persen maka termasuk dalam kategori ketimpangan tinggi; antara 12—17 persen kategori ketimpangan sedang; dan lebih dari 17 persen kategori ketimpangan rendah.

Tabel 5.3 menyajikan kedua ukuran ketimpangan pendapatan. Koefisien gini pada tahun 2007 sebesar 0,33 naik menjadi 0,35 pada tahun 2009. Meskipun terjadi kenaikan koefisien gini namun status ketimpangan pendapatan masih pada posisi di antara ketimpangan rendah.

Page 62: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

47

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Tahun Gini Ratio 40 Persen Terbawah

40 Persen Menengah

20 Persen Teratas

(1) (2) (3) (4) (5)

2007 28.29 44.59 27.13 0.33

2008 29.61 43.09 27.30 0.36

2009 22.75 41.11 36.14 0.35

Tingkat Kemerataan Menurut Bank Dunia

Dilihat dari tingkat kemerataan menurut Bank Dunia, Provinsi Papua Barat masih dalam kategori ketimpangan rendah. Proporsi pengeluaran dari kelompok penduduk 40 persen terbawah terhadap total pengeluaran seluruh penduduk masih di atas 17 persen baik pada tahun 2007, 2008 maupun 2009.

Konsumsi Rumah Tangga

Pola konsumsi rumah tangga memberikan gambaran dominasi pengeluaran rumah tangga. Apabila konsumsi rumah tangga didominasi untuk komoditi makanan maka rumah tangga tersebut memiliki sedikit bujet untuk pendidikan dan kesehatan. Besaran proporsi konsumsi makanan dapat digunakan untuk mengidentifikasi rumah tangga miskin (Koefisien Engel).

Meskipun proporsi konsumsi rumah tangga terhadap komoditi makanan masih cukup dominan tetapi persentasenya menunjukkan penurunan selama tahun 2008—2009. Tabel 5.4 memperlihatkan pada tahun 2008 proporsi konsumsi

Tabel 5.3 Ukuran Tingkat Pemerataan Pendapatan di Provinsi Papua Barat Menurut Bank Dunia dan Koefisien Gini , 2007 – 2009

Sumber: BPS, Susenas 2007—2009

Page 63: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

48

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

makanan oleh penduduk Papua Barat mendekati 60 persen tetapi pada tahun 2009 persentasenya berkurang menjadi 55,84 persen. Di sisi lain, proporsi konsumsi non makanan meningkat dari 41,21 persen pada tahun 2008 menjadi 44,07 persen pada tahun 2009. Peningkatan proporsi konsumsi non makanan ini berimbas pada peningkatan pengeluaran rumah tangga untuk biaya pendidikan dan kesehatan. Sebagian beban biaya pendidikan ini khususnya di tingkat SD dan SMP telah dibebaskan dengan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Demikian juga dengan biaya kesehatan, pengobatan di tingkat puskesmas telah digratiskan.

Tabel 5.4 Pola Konsumsi Makanan dan Non Makanan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat, 2008 – 2009

Kabupaten/Kota Makanan Non Makanan

2008 2009 2008 2009 (1) (2) (3) (4) (5)

Fakfak 65.34 65.70 34.66 34.30 Kaimana 61.11 63.96 38.89 36.04 Teluk Wondama 69.26 64.60 30.74 35.40 Teluk Bintuni 56.52 66.90 43.48 33.10 Manokwari 50.99 48.75 49.01 51.25 Sorong Selatan 66.94 67.26 33.06 32.74 Sorong 54.42 60.57 45.58 39.43 Raja Ampat 68.56 71.59 31.44 28.41 Kota Sorong 53.49 51.09 46.51 48.91

Provinsi Papua Barat 58.79 55.84 41.21 44.07

Sumber: BPS, Susenas 2008—2009

Page 64: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

49

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya terus diupayakan agar semakin besar lapisan masyarakat dapat menempati rumah dengan lingkungan permukiman yang layak, sehat, aman dan serasi. Pembangunan perumahan dan permukiman pada dasarnya merupakan tugas dan tanggung jawab masyarakat sendiri. Dalam hubungan ini, pemerintah berkewajiban memberikan kemudahan dan menciptakan iklim yang dapat mendorong bagi tumbuh dan berkembangnya prakarsa dan swadaya masyarakat, serta membina agar pelaksanaan pembangunan dapat berlangsung dengan tertib.

Pembangunan perumahan pada masa Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I diprioritaskan pada upaya untuk meningkatkan jumlah penduduk yang memiliki dan mendiami rumah layak huni melalui peningkatan akses kapital untuk melakukan pembangunan dan perbaikan rumah, terutama bagi masyarakat berpendapatan rendah dan sektor informal; mengembangkan pembangunan rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) bagi masyarakat berpendapatan rendah, baik yang dibiayai oleh pemerintah maupun swasta; serta mengurangi luasan kawasan kumuh di kawasan perkotaan, desa nelayan, dan desa eks transmigran.

Bab 6 Perumahan  dan Lingkungan 

Page 65: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

50

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Kualitas Perumahan

Terjadi peningkatan persentase rumah tangga yang memiliki tempat tinggal yang layak huni di Provinsi Papua Barat, tingkat kenaikan rumah tangga yang menggunakan lantai bukan tanah yaitu sebesar 0,52 poin. Pengguna atap dedaunan berkurang sebesar 2,95 poin dari keseluruhan rumah tangga di Provinsi Papua Barat. Peningkatan penggunaan dinding permanen pada rumah, juga menandakan terdapat perbaikan kondisi perumahan di Provinsi Papua Barat. Adanya perbaikan dalam segi fisik perumahan belum menjamin kenyaman penghuni rumah jika luas lantai perkapita masih dibawah angka minimum yakni 10 meter per segi. Sebuah rumah yang mewah tidak akan menjadi nyaman jika banyaknya orang yang

91,08 90,64

51,3443,26

91,6 93,6

52,27

38,36

0

1020

30

4050

60

70

8090

100

Lantai Bukan Tanah

Atap Layak *) Dinding Permanen

Luas lantai per Kapita < 10 

m2

2008

2009

Gambar 6.1 Kondisi Perumahan Di Provinsi Papua Barat, Tahun 2008 – 2009

Keterangan: * Tidak Beratap Dedaunan

Page 66: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

51

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

menghuni melebihi daya tampung rumah. Terjadi penurunan jumlah rumah tangga yang menikmati perumahan dengan luas lantai kurang dari 10 meter per segi. Hal ini sama dengan semakin banyak rumah tangga yang menikmati perumahan yang memenuhi nilai minimum luas lantai per kapita. Sehingga secara keseluruhan terjadi peningkatan jumlah rumah tangga yang menikmati rumah yang layak huni.

Sanitasi

Masalah yang dianggap remeh dan kurang menarik perhatian akan tetapi dapat menjadi isu global adalah masalah sanitasi. Sanitasi kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah dikarenakan terkait langsung dengan cara hidup atau kebiasaan masyarakat. Berbagai masalah sanitasi baru mendapat perhatian jika sudah terjadi permasalahan yang besar. Semisal daerah ibu kota yang mengalami kesulitan air bersih disebabkan oleh terganggunya sistem penyedia air bersih. Berhari-hari masyarakat harus membeli air bersih yang dijual pedagang air keliling. Adanya bencana banjir yang disebabkan oleh sistem drainase kota yang membuat peresapan air di ibu kota kurang maksimal. Selain itu masih banyaknya masyarakat yang hidup di pinggir sungai dan tidak memiliki fasilitas buang air besar yang memenuhi standar. Penggunaan air sungai untuk mencuci, minum, dan kakus tentunya bukan cara hidup yang sehat. Berbagai penyakit dapat disebabkan oleh adanya cara hidup yang tidak sehat. Diare, penyakit kulit, dan semacamnya merupakan contoh penyakit yang biasa diderita dikarenakan cara hidup tersebut. Dan masih banyak lagi contoh peristiwa yang disebabkan oleh kurangnya perhatian kita semua pada masalah sanitasi.

Page 67: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

52

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Di Papua Barat, masalah sanitasi menjadi sangat penting guna meningkatkan taraf atau derajat kesehatan masyarkat. Melalui peningkatan penggunaan air bersih dan fasilitas buang air besar yang memenuhi standar diharapkan mampu menciptakan cara hidup yang sehat dan pada akhirnya akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Terjadi peningkatan persentase rumah tangga yang menggunakan air leding dan kemasan sebagai sumber air minum, yakni 25,91 persen di tahun 2008 menjadi 27,55 persen di tahun 2009. Air leding dan air kemasan dianggap sebagai sumber air minum yang lebih baik dari pada yang lainnya. Sebesar 49,20 persen rumah tangga sudah menikmati air bersih, 6,39 poin lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Berarti bahwa terjadi peningkatan jumlah rumah tangga yang menikmati air bersih.

Gambar 6.2 Kondisi Perumahan Di Provinsi Papua Barat, Tahun 2008 – 2009

25,91

42,81

45,52

27,55

49,2

59,49

0 10 20 30 40 50 60 70

Air Minum Leding dan kemasan

Air Minum bersih *)

Jamban Sendiri

20092008

Page 68: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

53

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Begitu juga dengan status kepemilikan fasilitas buang air besar, rumah tangga yang sudah memiliki jamban sendiri meningkat dari 45,52 persen pada tahun 2008 menjadi 59,49 persen pada tahun 2009.

Penerangan

Kriteria selanjutnya yang digunakan dalam mengamati kondisi perumahan di Papua Barat adalah fasilitas penerangan. Penerangan menjadi sarana pendukung anggota rumah tangga dalam melakukan aktifitas sehari-hari di rumah. Pemakaian listrik sebagai sumber penerangan juga dapat menjadi indikasi besarnya akses rumah tangga terhadap informasi di luar, baik melalui televisi, radio, atau bahkan internet. Terjadi peningkatan persentase rumah tangga yang

Gambar 6.3 Persentase Rumah Tangga Yang Menggunakan Penerangan Listrik Di Provinsi Papua Barat, Tahun 2008 – 2009

66,666,867

67,267,467,667,868

68,268,468,668,869

2008 2009

67,48

68,98

Page 69: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

54

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

menggunakan sumber penerangan listrik selama tahun 2008-2009, yakni dari 67,48 persen menjadi 68,98 persen. Peningkatan ini merupakan akibat dari penambahan jumlah rumah tangga yang menggunakan listrik PLN dari 51,21 persen pada tahun 2008 menjadi 57,67 persen pada tahun 2009. Sebaliknya, persentase rumah tangga yang menggunakan listrik non PLN turun dari 16,27 persen menjadi 11,31 persen.

Sumber penerangan listrik di Papua Barat belum dapat sepenuhnya diusahakan oleh PLN. Akses listrik PLN terbanyak di Kota Sorong dengan lebih dari 90 persen rumah tangga yang menikmati listrik PLN. Sebaliknya, persentase rumah tangga pengguna listrik PLN di Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Kaimana dan Kabupaten Teluk Bintuni masih sangat rendah (kurang dari 20 persen). Upaya yang dilakukan masyarakat di ketiga kabupaten tersebut adalah dengan mengadakan genset. Selain itu, di pemerintah kabupaten sendiri mengusahakan listrik daerah yang dikelola oleh PLTD.

KAIMANA

FAKFAK

SORONG

TELUK BINTUNI

MANOKWARI

SORONG SELATAN

TELUK WONDAMA

RAJA AMPAT

KOTA SORONG

Penerangan Listrik0 - 19.9920 - 39.9940 - 59.9960 - 79.9980 - 100

Gambar 6.4 Persen tase Rumah Tangga Yang Menggunakan Penerangan Listrik PLN Di Provinsi Papua Barat, Tahun 2009

Page 70: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

55

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Indikator sosial lainnya yang menunjukkan tingkat kesejahteraan penduduk adalah akses penduduk terhadap program pengentasan kemiskinan dan akses terhadap teknologi dan informasi (TI). Program penanggulangan kemiskinan yang dihimpun melalui pengumpulan data Susenas meliputi pengurangan pengeluaran rumah tangga miskin untuk kebutuhan dasar yaitu biaya kesehatan dan pembelian beras miskin (raskin) dan peningkatan pendapatan rumah tangga miskin melalui bantuan langsung tunai (BLT) kredit usaha. Akses penduduk terhadap TI meliputi penguasaan media komunikasi seperti telepon, komputer, dan handphone; dan akses penduduk terhadap media internet.

Program Penanggulangan Kemiskinan

Pengarusutamaan penanggulangan kemiskinan mencakup dua sasaran. Pertama, mengurangi beban rumah tangga miskin untuk kebutuhan dasar dan meningkatkan pendapatannya. Pengurangan beban rumah tangga miskin antara lain melalui program raskin, pembebasan biaya kesehatan dan dana BOS.

Gambar 7.1 memperlihatkan bahwa akses masyarakat

Bab 7 Sosial Lainnya 

Page 71: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

56

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

terhadap layanan kesehatan gratis berbeda antar satu kabupaten/kota. Akses tertinggi tercatat di Kabupaten Teluk Wondama. Lebih dari 85 persen penduduk Kabupaten Teluk Wondama telah menikmati layanan kesehatan gratis. Sementara layanan kesehatan gratis di Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Sorong Selatan, dan Kabupaten Raja Ampat telah dinikmati oleh lebih dari separuh penduduk. Layanan kesehatan gratis di kabupaten lainnya dinikmati oleh kurang dari 25 persen penduduk dengan persentase terendah di Kabupaten Kaimana (15,47 persen). Data akses layanan kesehatan gratis di Papua Barat selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran VII (1).

Dibandingkan dengan akses layanan kesehatan gratis, lebih banyak rumah tangga yang dapat mengakses program raskin.

KAIMANA

FAKFAK

SORONG

TELUK BINTUNI

MANOKWARI

SORONG SELATAN

TELUK WONDAMA

RAJA AMPATKOTA SORONG

Layanan Kesehatan Gratis15.47 - 16.1416.14 - 18.6818.68 - 24.0624.06 - 62.4962.49 - 86.01

Gambar 7.1 Persentase Rumah Tangga Yang Mengakses Pelayanan Kesehatan Gratis Di Provinsi Papua Barat, Tahun 2009

Page 72: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

57

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Di Kabupaten Raja Ampat, lebih dari 90 persen rumah tangga menyatakan membeli beras raskin. Persentase rumah tangga yang membeli raskin di Kabupaten Kaimana, Kabupaten Sorong, Kabupaten Teluk Wondama, dan Kabupaten Fakfak cukup tinggi dengan besaran masing-masing 86,59; 77,09; 76,01 dan 71,87 persen. Di tingkat provinsi sendiri layanan raskin telah dinikmati oleh 59,06 persen.

Program peningkatan pendapatan rumah tangga miskin dibagi menjadi tiga kluster. Kluster pertama adalah rumah tangga yang sangat miskin dalam pengertian harus diberi “ikan” melalui BLT (Bantuan Langsung Tunai) telah dilaksanakan pada tahun 2005, 2006 dan 2008. Program ini pada awalnya untuk meringankan dampak langsung kenaikan bahan-bakar minyak akibat melonjaknya harga minyak mentah di pasar internasional. Kenaikan BBM pada tahun 2005 terjadi dua kali yaitu pada bulan Mei dan Oktober.

Kluster kedua adalah rumah tangga yang mendekati miskin yang harus diberi “kail”. Umumnya rumah tangga ini telah memiliki usaha namun tidak dapat berkembang karena keterbatasan modal. Untuk itu pemerintah menyediakan program kredit usaha agar rakyat miskin memiliki akses pinjaman kredit usaha melalui PNPM Mandiri, KUR, atau Koperasi. Kluster ketiga adalah rumah tangga yang membutuhkan bantuan pemasaran hasil “tangkapan ikannya”.

Informasi penanggulangan kemiskinan yang dapat diperoleh dari Susenas 2009 terbatas pada BLT dan kredit usaha. Lampiran VII (1) memperlihatkan rumah tangga yang menyatakan menerima BLT pada tahun 2008/2009 adalah 55,59 persen dengan persentase tertinggi di Kabupaten

Page 73: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

58

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Sorong Selatan (93,75 persen) dan terendah di Kota Sorong (20,36 persen). Sebaliknya, akses penduduk terhadap kredit usaha masih sangat kecil. Kurang dari lima persen rumah tangga yang mengakses kredit usaha. Persentase tertinggi di Kabupaten Kaimana yaitu 14,72 persen.

Akses Teknologi Komunikasi dan Informasi

Perkembangan akses teknologi komunikasi dan informasi di Papua Barat hingga tahun 2009 cukup pesat. Delapan dari sepuluh rumah tangga di Papua Barat telah menguasai telepon seluler (handphone). Persentase rumah tangga pengguna telepon selular tertinggi di Kota Sorong dan terendah di Kabupaten Raja Ampat. Hal ini dapat dimaklumi karena pembukaan jaringan telepon selular pertama di Papua Barat pertama kali di Kota Sorong. Sementara di Kabupaten Raja Ampat akses telepon selular masih terbatas di ibu kota kabupaten dan pembukaan jaringan baru membutuhkan biaya yang sangat besar karena kondisi geografis Kabupaten Raja Ampat berupa kepulauan.

Pesatnya perkembangan telepon selular berdampak pada penurunan akses rumah tangga terhadap telepon (analog). Persentase rumah tangga pengguna telepon di Papua Barat turun dari 10,63 persen pada tahun 2008 menjadi 7,90 persen pada tahun 2010. Sifatnya yang statis dan jaringan line telepon yang terbatas menyebabkan banyak rumah tangga yang enggan untuk memasang telepon di rumah.

Penguasaan media komputer baik berupa PC/Desktop ataupun laptop di Papua Barat masih sangat rendah. Meskipun persentase rumah tangga yang menguasai komputer meningkat tetapi besarannya kurang dari 10

Page 74: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

59

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

persen. Hal ini menunjukkan masih banyak penduduk Papua Barat yang “gagap teknologi” komputer Lihat Lampiran VII (2).

Akses Internet

Perkembangan mutakhir teknologi internet mengakibatkan dunia seakan tidak lagi berjarak dan bersekat. Informasi dari belahan dunia manapun dengan sangat mudah diakses dengan layanan internet. Internet dapat diakses melalui line telepon, handphone dengan kabel atau tanpa kabel (wireless). Akses internet bisa di rumah, kantor, pusat perniagaan atau hotel.

Sayangnya, rumah tangga yang mengakses internet masih sangat sedikit. Hanya 7,86 persen rumah tangga yang anggota rumah tangganya pernah mengakses intenet. Persentase terbesar di Kabupaten Manokwari dan Kota Sorong dengan persentase masing-masing 16,91 persen dan 11,39 persen.

KAIMANA

FAKFAK

SORONG

TELUK BINTUNI

MANOKWARI

SORONG SELATAN

TELUK WONDAMA

RAJA AMPATKOTA SORONG

Akses Internet0 - 2.993 - 9.9910 - 20

Gambar 7.2 Persentase Rumah Tangga Yang Mengakses Internet Di Provinsi Papua Barat, Tahun 2009

Page 75: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

60

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

Page 76: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

Lampiran-Lampiran

Page 77: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

62 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

I (1) Indikator Kependudukan

Kabupaten/ Kota

Jumlah Penduduk Laju Pertum-buhan Per

Tahun 2005 - 2009 2005 2007 2009

(1) (2) (3) (4) (5)

Fakfak 58.953 65.645 68.116 3,68

Kaimana 37.132 41.346 42.810 3,62

Teluk Wondama 20.414 22.731 23.569 3,66

Teluk Bintuni 47.419 52.801 55.805 4,16

Manokwari 152.302 169.590 176.847 3,81

Sorong Selatan 54.246 60.404 62.583 3,64

Sorong 87.048 96.928 99.712 3,45

Raja Empat 36.510 40.654 41.860 3,48

Kota Sorong 148.988 165.900 172.558 3,74

Prov. Papua Barat 643.012 715.999 743.860 3,71

Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2005—2009

Sumber: BPS, Proyeksi Penduduk Indonesia 2005—2015.

Page 78: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

63 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

I (2) Indikator Kependudukan

Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2005—2009

Kabupaten/Kota Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)

2005 2007 2009 (1) (2) (3) (4)

Fakfak 4,12 4,58 4,76

Kaimana 2,01 2,23 2,31

Teluk Wondama 1,68 1,87 1,94

Teluk Bintuni 2,54 2,83 2,99

Manokwari 10,54 11,74 12,24

Sorong Selatan 1,82 2,03 2,10

Sorong 3,44 3,83 3,94

Raja Empat 6,00 6,68 6,88

Kota Sorong 134,83 150,14 156,16

Prov. Papua Barat 4,58 5,10 5,30

Sumber: BPS, Provinsi Papua Barat Dalam Angka Tahun 2009

Page 79: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

64 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

I (3) Indikator Kependudukan

Um

ur P

erka

win

aan

Pert

ama

Pere

mpu

an 1

0 T

ahun

Ata

u Le

bih

Men

urut

Kab

upat

en /

Kot

a di

Pro

vins

i Pap

ua B

arat

Tah

un 2

00

8—2

00

9

Kab

upat

en/

Kot

a

Um

ur P

erka

win

an P

erta

ma

(Tah

un)

10 -

15

16

- 18

19 -

24

25

+

2008

20

09

20

08

2009

2008

20

09

20

08

2009

(1

) (2

) (3

)

(4)

(5)

(6

) (7

)

(8)

(9)

Fakf

ak

3.15

7.

74

21.

96

16.2

1

56.5

3 57

.40

18.35

 18

.65

Kaim

ana

3.91

2.

17

15.

31

17.8

6

56.4

3 61

.64

24.35

 18

.32

Telu

k W

onda

ma

4.95

7.

77

20.

79

25.5

8

54.9

5 49

.29

19.31

 17

.35

Telu

k Bi

ntun

i 11

.32

16.0

6 2

9.71

22

.50

43

.88

47.6

4 15.09

 13

.80

Man

okw

ari

10.6

1 8.

10

43.

30

30.7

1

34.0

9 43

.67

11.99

 17

.52

Sor

ong

Sel

atan

5.

61

7.37

2

4.12

27

.93

60

.12

53.6

6 10.15

 11

.04

Soro

ng

18.6

5 13

.88

31.

65

23.0

4

40.1

1 50

.73

9.59

 12

.35

Raj

a Am

pat

3.47

2.

78

31.

41

25.0

6

57.0

5 56

.59

8.07

 15

.57

Kot

a S

oron

g 8.

02

5.08

20.9

6 26

.51

50

.90

53.7

1

20.13 

14.7

0

Prov

. Pap

ua B

arat

7.

52

8.02

24.5

3 25

.29

50

.73

51.2

7

17.2

2 15

.42

Sum

ber:

BPS

, Sus

enas

20

08

dan

20

09

Page 80: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

65 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

II (1) Kesehatan

Angka Harapan Hidup di Provinsi Papua Barat Tahun 2008—2009.

Kabupaten/Kota Angka Harapan Hidup

(tahun) 2008 2009

(1)  (2)  (3) 

Fak-Fak 69,81 70,16

Kaimana 69,26 69,48

Teluk Wondama 67,00 67,25

Teluk Bintuni 67,55 67,88

Manokwari 67,38 67,67

Sorong Selatan 66,33 66,49

Sorong 67,12 67,49

Raja Ampat 65,43 65,75

Kota Sorong 71,12 71,53

Prov. Papua Barat 67,90 68,20

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat, IPM Provinsi Papua Barat 2009.

Page 81: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

66 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

II (2) Kesehatan

Pers

enta

se B

alita

Men

urut

Pen

olon

g Ke

lahira

n Te

rakh

ir da

n Ka

bupa

ten/

Kota

di

Prov

insi

Papu

a Bar

at T

ahun

2009

20

08

—2

00

9.

Kab

upat

en/K

ota

Peno

long

Kel

ahira

n Pe

rtam

a

Dok

ter

Bid

an

Tena

ga

para

-m

edis

la

in

Duk

un

Fam

ili/

kelu

arga

TT

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(8)

Kab

. Fak

fak

17.5

3 67

.29

0.96

14

.21

0.00

0.

00

Kab

. Kai

man

a 7.

05

35.3

5 20

.36

26.7

5 10

.48

0.00

Kab.

Tel

uk W

onda

ma

10.0

3 42

.24

3.38

22

.85

20.8

3 0.

00

Kab

. Tel

uk B

intu

ni

6.60

24

.29

11.7

5 35

.93

19.2

2 0.

00

Kab.

Man

okw

ari

18.2

3 46

.44

0.42

12

.14

21.1

1 0.

00

Kab

. Sor

ong

Sel

atan

0.

88

28.9

4 21

.06

30.7

1 18

.42

0.00

Kab

. Sor

ong

5.38

43

.04

2.16

39

.75

6.46

0.

00

Kab

. Raj

a A

mpa

t 1.

08

16.1

3 2.

16

78.4

9 2.

14

0.00

Kot

a S

oron

g 20

.77

50.0

4 2.

94

22.5

2 3.

31

0.00

Prov

insi

Pap

ua B

arat

12

.25

42.5

3 5.

65

27.2

6 11

.20

0.00

Lain

nya

(7)

0.00

0.00

0.68

2.21

1.65

0.00

3.22

0.00

0.42

1.11

Sum

ber:

BPS

, Sus

enas

20

09

Page 82: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

67 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

II (3) Kesehatan

Kabupaten/kota Angka Kesakitan

2008 2009 (1) (2) (3)

Fakfak 12.27 11.61

Kaimana 10.82 10.03

Teluk Wondama 26.73 25.24

Teluk Bintuni 31.46 20.61

Manokwari 19.44 30.74

Sorong Selatan 21.49 18.60

Sorong 25.82 16.79

Raja Ampat 8.25 13.78

Kota Sorong 27.30 16.10

Provinsi Papua Barat 21.96 19.62

Angka Kesakitan Penduduk di Provinsi Papua Barat, 2008—2009.

Sumber: BPS, Susenas 2008 dan 2009

Page 83: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

68 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

III (1) Pendidikan

Kabupaten/kota Angka Melek Huruf

2008 2009 2008 2009 (1) (2) (3) (4) (5)

Fakfak 97,17 97,18 8,93 9,09

Kaimana 95,48 95,49 7,10 7,32

Teluk Wondama 82,85 83,13 6,39 6,44

Teluk Bintuni 82,67 82,98 6,85 6,88

Manokwari 85,37 85,67 7,59 7,95

Sorong Selatan 88,07 88,20 7,90 7,94

Sorong 91,39 91,40 8,00 8,04

Raja Ampat 92,69 92,77 7,00 7,26

Kota Sorong 99,10 99,12 10,52 10,54

Provinsi Papua Barat 92,15 92,34 7,67 8,01

Rata-rata Lama Sekolah

Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Berumur 15 Tahun atau Lebih di Provinsi Papua Barat, 2008—2009

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat, IPM Provinsi Papua Barat 2009.

Page 84: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

69 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

III (2) Pendidikan

Angka Partisipasi Sekolah di Provinsi Papua Barat, 2008—2009

Kabupaten/Kota 7 - 12 Tahun 13 - 15 Tahun 16 - 18 Tahun 2008 2009 2008 2009 2008 2009

(1) (3) (4) (7) (8) (11) (12)

Fakfak 96,48 93,65 89,74 87,97 71,98 53,02

Kaimana 95,76 97,20 94,84 82,31 56,03 39,03

Teluk Wondama 90,62 89,07 84,79 91,35 49,32 62,31

Teluk Bintuni 90,34 96,12 87,95 81,18 34,06 56,94

Manokwari 88,32 91,24 84,04 89,79 56,80 79,15

Sorong Selatan 96,95 90,78 91,97 71,09 78,93 41,83

Sorong 95,75 88,79 87,15 86,36 36,92 53,62

Raja Ampat 90,74 94,34 82,26 95,17 31,03 61,76

Kota Sorong 96,70 98,26 95,67 96,81 79,32 45,93

Prov. Papua Barat 93,18 93,35 88,75 88,59 57,53 57,95

Angka Partisipasi Sekolah /

Sumber: BPS, Susenas 2008 dan 2009

Page 85: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

70 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

III (3) Pendidikan

Angka Partisipasi Murni di Provinsi Papua Barat, 2008—2009

Kabupaten/Kota SD SMP SMA

2008 2009 2008 2009 2008 2009 (1) (3) (4) (7) (8) (11) (12)

Fakfak 95,77 91,94 68,15 47,22 68,21 44,03

Kaimana 95,01 96,71 52,99 31,05 51,75 33,67

Teluk Wondama 86,98 88,07 31,63 20,35 32,85 31,16

Teluk Bintuni 84,91 94,73 41,32 49,33 14,25 28,83

Manokwari 87,32 88,40 48,69 55,16 45,44 56,74

Sorong Selatan 96,95 90,78 49,62 22,22 55,78 27,27

Sorong 94,68 88,79 53,86 36,37 18,46 43,86

Raja Ampat 89,23 93,40 15,77 35,44 23,82 52,70

Kota Sorong 92,77 93,10 77,53 73,85 64,38 38,82

Prov. Papua Barat 90,71 91,25 48,92 49,03 43,61 43,55

Angka Partisipasi Murni

Sumber: BPS, Susenas 2008 dan 2009

Page 86: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

71 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

V (1) Taraf dan Pola Konsumsi

Perkembangan Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Papua Barat Tahun 2008 dan 2009

Kabupaten/ Kota

Kemiskinan Tahun 2008 Kemiskinan Tahun 2009

GK Rp./kap/bln

P0 (%)

Pen-duduk Miskin (000)

GK Rp./kap/bln

P0 (%)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Fakfak 245,342 37.55 24.47 289,107 35.29 23.40

Kaimana 216,657 23.25 10.61 226,850 23.51 9.80

Teluk Wondama 227,686 47.36 11.98 296,732 48.47 11.12

Teluk Bintuni 274,014 50.39 30.06 350,817 51.91 28.21

Manokwari 289,442 43.57 82.62 341,271 40.80 70.24

Sorong Selatan 204,720 26.66 16.37 209,315 26.76 16.31

Sorong 213,899 33.95 32.55 223,625 34.45 33.44

Raja Ampat 220,837 23.76 10.45 221,776 23.71 9.66

Kota Sorong 387,984 14.93 18.19 402,953 15.12 25.40

Pen-duduk Miskin (000)

Sumber: BPS, Susenas 2008 dan 2009

Page 87: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

72 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

V (2) Taraf dan Pola Konsumsi

Garis Kemiskinan di Papua Barat Tahun 2007—2010

Daerah/Tahun Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)

Makanan Non Makanan Total

(1) (2) (3) (4)

Perkotaan

Maret 2007 154.698 54.820 209.518

Maret 2008 180.866 63.941 244.807

Maret 2009 223.357 81.373 304.730

Maret 2010 233.764 85.406 319.170

Perdesaan

Maret 2007 176.025 28.933 204.958

Maret 2008 197.785 32.469 230.254

Maret 2009 223.592 45.762 269.354

Maret 2010 238.145 49.367 287.512

Kota+Desa

Maret 2007 172.145 33.853 205.998

Maret 2008 193.930 39.641 233.570

Maret 2009 223.538 53.878 277.416

Maret 2010 237.147 57.580 294.727

Sumber: BPS, Susenas Panel 2007 dan 2010

Page 88: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

73 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

V (3) Taraf dan Pola Konsumsi

Indeks Kedalaman (P1) dan Indeks Keparahan (P2) Kemiskinan di Papua Barat Tahun 2007—2010

Daerah/Tahun Kota Desa Kota dan Desa

(1) (2) (3) (4)

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

Maret 2007 0,73 16,58 12,97

Maret 2008 0,73 11,67 9,18

Maret 2009 0,43 12,51 9,75

Maret 2010 1,14 13,22 10,47

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Maret 2007 0,12 7,29 5,66

Maret 2008 0,24 4,46 3,50

Maret 2009 0,04 4,61 3,57

Maret 2010 0,36 5,47 4,30

Sumber: BPS, Susenas Panel 2007 dan 2010

Page 89: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

74 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

V (4) Taraf dan Pola Konsumsi

Kemampuan Daya Beli Masyarakat di Papua Barat, 2008—2009

Kabupaten/Kota

2008 2009 (1) (2) (3)

Fak-Fak 582.51 585.63

Kaimana 596.37 599.40

Teluk Wondama 597.65 600.79

Teluk Bintuni 596.30 597.49

Manokwari 584.87 588.11

Sorong Selatan 585.70 587.90

Sorong 596.11 597.45

Raja Ampat 558.87 560.49

Kota Sorong 633.78 634.63

Prov. Papua Barat 593.13 595.28

Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan (PPP)

Sumber: BPS, Susenas 2008 dan 2009

Page 90: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

75 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

VI (1) Perumahan dan Lingkungan

Kondisi Perumahan di Papua Barat, 2008—2009

Kabupaten/kota Lantai Bukan

Tanah Atap Layak Dinding Permanen

2008 2009 2008 2009 2008 2009

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Kab. Fakfak 94,92 93,21 98,30 100,00 67,94 75,32

Kab. Kaimana 77,34 75,37 100,00 99,23 61,37 53,99

Kab. Teluk Wondama 90,09 97,20 70,29 83,55 14,63 14,79

Kab. Teluk Bintuni 95,75 96,86 96,92 97,31 7,67 8,30

Kab. Manokwari 93,91 96,40 97,74 99,22 45,73 51,72

Kab. Sorong Selatan 88,68 96,87 82,14 68,76 26,16 18,23

Kab. Sorong 87,56 80,20 97,64 90,11 41,97 42,71

Kab. Raja Ampat 93,61 91,65 90,38 80,72 31,28 56,78

Kota Sorong 96,15 92,35 100,00 97,07 79,09 80,59

Prov. Papua Barat 91,08 91,60 92,44 93,42 51,34 52,27

Sumber: BPS, Susenas 2008 dan 2009

Page 91: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

76 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

VI (2) Perumahan dan Lingkungan

Kondisi Perumahan di Papua Barat, 2008—2009

Kabupaten/kota Air Minum Bersih Jamban Sendiri

2008 2009 2008 2009

(1) (2) (3) (6) (7)

Kab. Fakfak 75,12 56,49 57,06 65,83

Kab. Kaimana 55,05 54,58 36,54 19,96

Kab. Teluk Wondama 30,19 29,64 18,86 24,73

Kab. Teluk Bintuni 36,06 42,80 59,25 77,87

Kab. Manokwari 50,28 57,03 51,54 57,58

Kab. Sorong Selatan 47,23 19,79 19,17 58,31

Kab. Sorong 5,92 22,40 72,18 55,72

Kab. Raja Ampat 40,83 17,69 26,89 13,56

Kota Sorong 39,90 77,59 72,83 82,58

Prov. Papua Barat 42,81 49,20 45,52 59,49

Sumber: BPS, Susenas 2008 dan 2009

Page 92: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

77 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

VI (3) Perumahan dan Lingkungan

Sumber Penerangan di Papua Barat, 2008—2009

Kabupaten/kota Listrik PLN Listrik Non PLN

2008 2009 2008 2009

(1) (2) (3) (6) (7)

Kab. Fakfak 75,77 70,69 9,21 7,90

Kab. Kaimana 52,88 12,58 17,88 44,67

Kab. Teluk Wondama 30,67 4,01 23,57 15,20

Kab. Teluk Bintuni 19,09 17,61 59,11 49,31

Kab. Manokwari 58,17 66,41 2,94 4,36

Kab. Sorong Selatan 36,29 35,39 9,74 2,60

Kab. Sorong 71,55 48,96 ,00 10,42

Kab. Raja Ampat 8,41 39,04 15,42 15,09

Kota Sorong 95,54 92,95 2,67 2,79

Prov. Papua Barat 51,21 57,67 16,27 11,31

Sumber: BPS, Susenas 2008 dan 2009

Page 93: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

78 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

VII (1) Sosial Lainnya

Akses Penduduk/Rumah Tangga Terhadap Program Penanggulangan Kemiskinan di Papua Barat Tahun 2009

Kabupaten/Kota Pelayanan Kesehatan

Gratis BLT Raskin Kredit Usaha

(1) (2) (3) (4) (5)

Kab. Fakfak 24.06 58.12 71.87 3.92

Kab. Kaimana 15.47 80.19 86.59 14.72

Kab. Teluk Wondama 86.01 74.83 76.01 6.41

Kab. Teluk Bintuni 58.33 70.18 20.02 2.96

Kab. Manokwari 18.68 46.59 51.56 3.74

Kab. Sorong Selatan 62.49 93.75 60.96 2.08

Kab. Sorong 16.14 70.32 77.09 1.04

Kab. Raja Ampat 57.26 80.73 93.75 3.12

Kota Sorong 15.63 20.36 43.93 6.72

Provinsi Papua Barat 28.53 55.59 59.06 4.45

Sumber: BPS, Susenas 2008 dan 2009

Page 94: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

79 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

VII (2) Sosial Lainnya

Persentase Rumah Tangga yang Mempunyai Alat Komunikasi Informasi dan Teknologi di Provinsi Papua Barat Tahun 2008 dan 2009

Telepon Rumah

Handphone Destop/PC Laptop/notebook

2008 2009 2008 2009 2008 2009 2008 2009

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

Kab. Fakfak 17.00 8.91 51.58 53,52 3.67 10.71 3.67 7.45

Kab. Kaimana 6.11 0.32 43.94 44,21 7.78 3.03 9.18 1.70

Kab. Teluk Wondama 0.47 0.00 23.60 25,94 2.84 1.99 3.78 3.18

Kab. Teluk Bintuni 1.53 0.86 45.85 46,24 10.27 5.23 11.43 6.10

Kab. Manokwari 7.52 15.05 46.09 61,25 11.07 8.55 7.76 12.72

Kab. Sorong Selatan 2.63 0.00 21.24 21,62 1.07 1.04 1.07 2.08

Kab. Sorong 2.36 1.04 49.09 49,36 2.37 2.08 0.00 2.08

Kab. Raja Ampat 0.00 0.00 12.11 13,27 0.52 0.52 0.52 0.52

Kota Sorong 22.54 13.91 79.95 80,92 6.22 7.84 5.93 9.30

Prov. Papua Barat 10.63 7.90 50.68 54,09 5.49 5.90 5.46 7.08

Kabupaten/Kota

Sumber: BPS, Susenas 2008 dan 2009

Page 95: Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov. Papua Barat 2009

80 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2009

VII (3) Sosial Lainnya

Persentase Rumah Tangga yang Mengakses Intenet di Provinsi Papua Barat Tahun 2009

Kabupaten/Kota

% Rumah Tangga

Yang Men-gakses Internet

Tempat Mengakses Internet

Rumah Warnet Kantor Sekolah Lainnya

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Kab. Fakfak 3.99 0.00 1.59 2.00 0.00 0.40

Kab. Kaimana 0.93 0.00 0.54 0.39 0.00 0.00

Kab. Teluk Wondama 1.59 0.00 0.40 0.79 0.00 0.40

Kab. Teluk Bintuni 2.89 0.99 0.00 1.49 0.00 1.41

Kab. Manokwari 16.91 4.03 3.88 12.10 4.81 1.55

Kab. Sorong Selatan 1.56 0.00 0.00 1.56 0.00 0.00

Kab. Sorong 1.56 0.00 1.04 0.00 0.52 0.00

Kab. Raja Ampat 1.05 0.00 0.00 1.05 0.00 0.00

Kota Sorong 11.39 3.78 3.20 7.19 1.20 1.00

Prov. Papua Barat 7.86 1.91 2.02 5.16 1.57 0.76

Sumber: BPS, Susenas 2009