1
SUARA PEMBARUAN MINGGU, 20 FEBRUARI 2011 3 UTAMA P asar empuk tele- komunikasi di In- donesia membuat banyak operator berlomba-lomba merebut pelanggan. Tingkat penetrasi penggunaan tele- pon, baik seluler maupun pe- langgan telepon tetap, sudah tembus mencapai 70 persen. Ini berarti, dari 100 penduduk Indonesia, sedikitnya 70-73 orang menggunakan telepon, khususnya telepon seluler (ponsel). Ini juga menunjuk- kan, betapa belanja masyara- kat Indonesia sudah menem- patkan jasa telekomunikasi di urutan atas. Mungkin benar, jaman se- karang orang akan lebih me- nahan lapar dibandingkan ti- dak membeli pulsa ponsel atau bahkan membeli ponsel terbaru. Padahal, soal ponsel tersebut optimal atau tidak, itu hal yang harus dibedakan. Tidak heran jika muncul ucapan sinis bahwa bisnis te- lekomunikasi adalah bisnis meraup keuntungan dari para konsumen miskin di Indone- sia. Lepas dari semua uraian tersebut, pangsa pasar teleko- munikasi Indonesia adalah se- buah peluang yang sangat be- sar. Lihat saja, perusahaan operator seluler nasional menjadi rebutan sejumlah in- vestor asing, baik Singapura, Malaysia, maupun Timur Te- ngah. Namun, jor-joran berebut pangsa pasar tersebut mulai menunjukkan titik jenuh. Se- buah forum telekomunikasi dunia yang diselenggarakan di Senegal tahun lalu menje- laskan, suatu lokasi dengan permintaan yang sangat ting- gi, struktur market yang ideal adalah tiga operator teleko- munikasi. Pengamat telekomunikasi Arif Hamdani menjelaskan, kondisi tersebut berlaku sa- ngat wajar bagi negara-negara di Asia Tenggara, kecuali In- donesia. Saat ini, Singapura dan Malaysia, sekalipun de- ngan PDB per kapita yang re- latif tinggi, memiliki jumlah operator kurang dari lima. Bayangkan saja, sekitar 240 juta penduduk Indonesia kini menjadi rebutan 11 operator, di mana 56 persen di antara- nya merupakan populasi usia muda dan dinamis. Namun, itu bukan berarti pelanggan dan jumlah opera- tor berbanding lurus. Sebab, tiga operator besar, yakni Tel- komsel, Indosat, dan XL me- nguasai lebih dari 80 persen pelanggan. Sedangkan, 8 ope- rator lainnya saling sikut un- tuk memperebutkan sekitar 34 juta pelanggan. Kondisi ini kemudian memunculkan wa- cana agar industri telekomu- nikasi nasional melakukan konsolidasi. Beberapa waktu lalu, kon- sultan Frost and Sullivan memperhitungkan, idealnya Indonesia memiliki hanya enam operator telekomunika- si dalam memperebutkan “kue” pasar yang ada. Untuk itu, tren akuisisi atau merger di Indonesia tidak dapat di- hindari. Konsolidasi tersebut juga dimaksudkan agar rebut- an pasar yang selama ini se- ring mengabaikan kualitas la- yanan akan semakin diku- rangi. Perilaku Konsumen Empuknya pasal industri seluler di Indonesia, tentu tak lepas dari karakter konsumen. Psikolog Catherine Sofjan menilai, perkembangan tek- nologi komunikasi di Indone- sia membuat masyarakat adap- tif dan adiktif terhadap per- kembangan teknologi tersebut. Salah satu buktinya adalah tingginya kebutuhan terhadap ponsel atau handphone, yang secara tidak langsung berkore- lasi pada meningkatnya kebu- tuhan provider. Dilihat dari pandangan psikologi, terpaan teknologi komunikasi yang semakin canggih itu memiliki dampak positif dan negatif. “Secara positif, dari segi sosial, hu- bungan antarmanusia akan se- makin cepat. Ketika ada per- ubahan informasi, akses bisa sangat-sangat cepat didapat. Belajar terhadap sesuatu yang baru juga bisa cepat,” kata- nya. Sedangkan dilihat dari sisi negatif, tambahnya, banyak juga dampak yang mengkha- watirkan dan mengancam in- teraksi sosial. Misalnya saja, rumors atau gosip bisa de- ngan cepat diterima, tetapi belum tentu berita tersebut benar. Golongan masyarakat yang tingkat pengetahuannya minim pun lebih mudah ter- pengaruh. Layanan provider dan ponsel seperti aktivitas group message sebagaimana yang mudah didapat melalui fitur BlackBerry Messenger belum tentu menyenangkan bagi orang lain. Aktivitas individualisme itu, menurutnya, bisa meme- ngaruhi hubungan dengan orang terdekat. Lawan bicara pun kerap tidak dihormati ka- rena tidak ada interaksi yang fokus. Tren yang silih berganti dalam teknologi komunikasi pun dipandang bisa membuat penggunanya konsumtif. Pro- vider dan penyedia ponsel ibarat simbiosis mutualisme. Meningkatnya produksi pon- sel secara tidak langsung me- nambah jumlah permintaan SIM card. Artinya, di sini provider kembali mendapat- kan lonjakan permintaan. “Bayangkan, pembantu rumah tangga saja ada yang memiliki dua handphone, dan kerap gonta-ganti nomor handphone-nya,” ujarnya. Para provider pun tentu- nya berlomba-lomba membe- rikan pelayanan terbaik dan tawaran menarik lainnya jika menggunakan produk keluar- annya. Sehingga, lanjut Ca- therine, orang dengan mudah mengganti dan beralih SIM Card. Layanan provider dengan pesatnya perkembangan tek- nologi komunikasi juga harus dimonitor demi tumbuh kem- bang anak. Muatan isi (con- tent) pornografi bisa mengan- cam anak-anak, karena itu orangtua harus melakukan pengawasan ekstra ketat. “Orangtua pun harus kon- sisten untuk memonitor peng- gunaan ponsel dan layanan provider di ponsel anak-anak- nya,” ungkapnya. [H-12/O-2/R-15] Indonesia Pasar Empuk ANTARA/DEWI FAJRIANI Ribuan warga rela antre untuk mendapatkan ponsel murah di Gedung Balai Prajurit M Yusuf, Makassar, beberapa waktu lalu. Dalam sehari, 10.000 unit ponsel berpindah ke tangan konsumen. AFP PHOTO / ROMEO GACAD Salah satu perilaku adiktif pengguna telepon seluler. Meski membon- ceng sepeda motor, seorang wanita nekat berkomunikasi dengan pon- selnya.

Indonesia Pasar Empuk

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pasar empuk telekomunikasidi Indonesiamembuatbanyak operatorberlomba-lombamerebut pelanggan. Tingkatpenetrasi penggunaan telepon,baik seluler maupun pelanggantelepon tetap, sudahtembus mencapai 70 persen.Ini berarti, dari 100 pendudukIndonesia, sedikitnya 70-73orang menggunakan telepon,khususnya telepon seluler(ponsel). Ini juga menunjukkan,betapa belanja masyarakatIndonesia sudah menempatkanjasa telekomunikasi diurutan atas.

Citation preview

Page 1: Indonesia Pasar Empuk

SUARA PEMBARUAN MINGGU, 20 FEBRUARI 2011 3UTAMA

Pasar empuk tele-komunikasi di In-donesia membuatbanyak operatorberlomba-lomba

merebut pelanggan. Tingkatpenetrasi penggunaan tele-pon, baik seluler maupun pe-langgan telepon tetap, sudahtembus mencapai 70 persen.Ini berarti, dari 100 pendudukIndonesia, sedikitnya 70-73orang menggunakan telepon,khususnya telepon seluler(ponsel). Ini juga menunjuk-kan, betapa belanja masyara-kat Indonesia sudah menem-patkan jasa telekomunikasi diurutan atas.

Mungkin benar, jaman se-karang orang akan lebih me-nahan lapar dibandingkan ti-dak membeli pulsa ponselatau bahkan membeli ponselterbaru. Padahal, soal ponseltersebut optimal atau tidak,itu hal yang harus dibedakan.Tidak heran jika munculucapan sinis bahwa bisnis te-lekomunikasi adalah bisnismeraup keuntungan dari parakonsumen miskin di Indone-sia.

Lepas dari semua uraiantersebut, pangsa pasar teleko-munikasi Indonesia adalah se-buah peluang yang sangat be-sar. Lihat saja, perusahaanoperator seluler nasionalmenjadi rebutan sejumlah in-vestor asing, baik Singapura,Malaysia, maupun Timur Te-ngah.

Namun, jor-joran berebutpangsa pasar tersebut mulaimenunjukkan titik jenuh. Se-buah forum telekomunikasidunia yang diselenggarakandi Senegal tahun lalu menje-laskan, suatu lokasi denganpermintaan yang sangat ting-gi, struktur market yang idealadalah tiga operator teleko-munikasi.

Pengamat telekomunikasiArif Hamdani menjelaskan,kondisi tersebut berlaku sa-ngat wajar bagi negara-negaradi Asia Tenggara, kecuali In-donesia. Saat ini, Singapuradan Malaysia, sekalipun de-ngan PDB per kapita yang re-latif tinggi, memiliki jumlahoperator kurang dari lima.Bayangkan saja, sekitar 240juta penduduk Indonesia kinimenjadi rebutan 11 operator,di mana 56 persen di antara-nya merupakan populasi usiamuda dan dinamis.

Namun, itu bukan berartipelanggan dan jumlah opera-tor berbanding lurus. Sebab,tiga operator besar, yakni Tel-komsel, Indosat, dan XL me-nguasai lebih dari 80 persenpelanggan. Sedangkan, 8 ope-rator lainnya saling sikut un-tuk memperebutkan sekitar34 juta pelanggan. Kondisi inikemudian memunculkan wa-cana agar industri telekomu-nikasi nasional melakukankonsolidasi.

Beberapa waktu lalu, kon-sultan Frost and Sullivan

memperhitungkan, idealnyaIndonesia memiliki hanyaenam operator telekomunika-si dalam memperebutkan“kue” pasar yang ada. Untukitu, tren akuisisi atau mergerdi Indonesia tidak dapat di-hindari. Konsolidasi tersebutjuga dimaksudkan agar rebut-an pasar yang selama ini se-ring mengabaikan kualitas la-yanan akan semakin diku-rangi.

Perilaku Konsumen

Empuknya pasal industriseluler di Indonesia, tentu taklepas dari karakter konsumen.Psikolog Catherine Sofjanmenilai, perkembangan tek-nologi komunikasi di Indone-sia membuat masyarakat adap-tif dan adiktif terhadap per-kembangan teknologi tersebut.Salah satu buktinya adalahtingginya kebutuhan terhadapponsel atau handphone, yangsecara tidak langsung berkore-lasi pada meningkatnya kebu-tuhan provider.

Dilihat dari pandanganpsikologi, terpaan teknologikomunikasi yang semakincanggih itu memiliki dampakpositif dan negatif. “Secarapositif, dari segi sosial, hu-bungan antarmanusia akan se-makin cepat. Ketika ada per-ubahan informasi, akses bisasangat-sangat cepat didapat.Belajar terhadap sesuatu yangbaru juga bisa cepat,” kata-nya.

Sedangkan dilihat dari sisinegatif, tambahnya, banyakjuga dampak yang mengkha-watirkan dan mengancam in-teraksi sosial. Misalnya saja,rumors atau gosip bisa de-ngan cepat diterima, tetapibelum tentu berita tersebutbenar.

Golongan masyarakatyang tingkat pengetahuannyaminim pun lebih mudah ter-pengaruh. Layanan providerdan ponsel seperti aktivitasgroup message sebagaimanayang mudah didapat melaluifitur BlackBerry Messengerbelum tentu menyenangkanbagi orang lain.

Aktivitas individualismeitu, menurutnya, bisa meme-ngaruhi hubungan denganorang terdekat. Lawan bicarapun kerap tidak dihormati ka-rena tidak ada interaksi yangfokus.

Tren yang silih bergantidalam teknologi komunikasipun dipandang bisa membuatpenggunanya konsumtif. Pro-vider dan penyedia ponselibarat simbiosis mutualisme.Meningkatnya produksi pon-sel secara tidak langsung me-nambah jumlah permintaanSIM card. Artinya, di siniprovider kembali mendapat-kan lonjakan permintaan.

“Bayangkan, pembanturumah tangga saja ada yangmemiliki dua handphone, dankerap gonta-ganti nomorhandphone-nya,” ujarnya.

Para provider pun tentu-nya berlomba-lomba membe-rikan pelayanan terbaik dantawaran menarik lainnya jikamenggunakan produk keluar-annya. Sehingga, lanjut Ca-therine, orang dengan mudahmengganti dan beralih SIMCard.

Layanan provider denganpesatnya perkembangan tek-nologi komunikasi juga harusdimonitor demi tumbuh kem-bang anak. Muatan isi (con-tent) pornografi bisa mengan-cam anak-anak, karena ituorangtua harus melakukanpengawasan ekstra ketat.

“Orangtua pun harus kon-sisten untuk memonitor peng-gunaan ponsel dan layananprovider di ponsel anak-anak-nya,” ungkapnya.[H-12/O-2/R-15]

Indonesia

Pasar Empuk

ANTARA/DEWI FAJRIANI

Ribuan warga rela antre untuk mendapatkan ponsel murah di Gedung Balai Prajurit M Yusuf, Makassar, beberapa waktu lalu. Dalam sehari,10.000 unit ponsel berpindah ke tangan konsumen.

AFP PHOTO / ROMEO GACAD

Salah satu perilaku adiktif pengguna telepon seluler. Meski membon-ceng sepeda motor, seorang wanita nekat berkomunikasi dengan pon-selnya.