Upload
arief-gunawan
View
779
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Pasar empuk telekomunikasidi Indonesiamembuatbanyak operatorberlomba-lombamerebut pelanggan. Tingkatpenetrasi penggunaan telepon,baik seluler maupun pelanggantelepon tetap, sudahtembus mencapai 70 persen.Ini berarti, dari 100 pendudukIndonesia, sedikitnya 70-73orang menggunakan telepon,khususnya telepon seluler(ponsel). Ini juga menunjukkan,betapa belanja masyarakatIndonesia sudah menempatkanjasa telekomunikasi diurutan atas.
Citation preview
SUARA PEMBARUAN MINGGU, 20 FEBRUARI 2011 3UTAMA
Pasar empuk tele-komunikasi di In-donesia membuatbanyak operatorberlomba-lomba
merebut pelanggan. Tingkatpenetrasi penggunaan tele-pon, baik seluler maupun pe-langgan telepon tetap, sudahtembus mencapai 70 persen.Ini berarti, dari 100 pendudukIndonesia, sedikitnya 70-73orang menggunakan telepon,khususnya telepon seluler(ponsel). Ini juga menunjuk-kan, betapa belanja masyara-kat Indonesia sudah menem-patkan jasa telekomunikasi diurutan atas.
Mungkin benar, jaman se-karang orang akan lebih me-nahan lapar dibandingkan ti-dak membeli pulsa ponselatau bahkan membeli ponselterbaru. Padahal, soal ponseltersebut optimal atau tidak,itu hal yang harus dibedakan.Tidak heran jika munculucapan sinis bahwa bisnis te-lekomunikasi adalah bisnismeraup keuntungan dari parakonsumen miskin di Indone-sia.
Lepas dari semua uraiantersebut, pangsa pasar teleko-munikasi Indonesia adalah se-buah peluang yang sangat be-sar. Lihat saja, perusahaanoperator seluler nasionalmenjadi rebutan sejumlah in-vestor asing, baik Singapura,Malaysia, maupun Timur Te-ngah.
Namun, jor-joran berebutpangsa pasar tersebut mulaimenunjukkan titik jenuh. Se-buah forum telekomunikasidunia yang diselenggarakandi Senegal tahun lalu menje-laskan, suatu lokasi denganpermintaan yang sangat ting-gi, struktur market yang idealadalah tiga operator teleko-munikasi.
Pengamat telekomunikasiArif Hamdani menjelaskan,kondisi tersebut berlaku sa-ngat wajar bagi negara-negaradi Asia Tenggara, kecuali In-donesia. Saat ini, Singapuradan Malaysia, sekalipun de-ngan PDB per kapita yang re-latif tinggi, memiliki jumlahoperator kurang dari lima.Bayangkan saja, sekitar 240juta penduduk Indonesia kinimenjadi rebutan 11 operator,di mana 56 persen di antara-nya merupakan populasi usiamuda dan dinamis.
Namun, itu bukan berartipelanggan dan jumlah opera-tor berbanding lurus. Sebab,tiga operator besar, yakni Tel-komsel, Indosat, dan XL me-nguasai lebih dari 80 persenpelanggan. Sedangkan, 8 ope-rator lainnya saling sikut un-tuk memperebutkan sekitar34 juta pelanggan. Kondisi inikemudian memunculkan wa-cana agar industri telekomu-nikasi nasional melakukankonsolidasi.
Beberapa waktu lalu, kon-sultan Frost and Sullivan
memperhitungkan, idealnyaIndonesia memiliki hanyaenam operator telekomunika-si dalam memperebutkan“kue” pasar yang ada. Untukitu, tren akuisisi atau mergerdi Indonesia tidak dapat di-hindari. Konsolidasi tersebutjuga dimaksudkan agar rebut-an pasar yang selama ini se-ring mengabaikan kualitas la-yanan akan semakin diku-rangi.
Perilaku Konsumen
Empuknya pasal industriseluler di Indonesia, tentu taklepas dari karakter konsumen.Psikolog Catherine Sofjanmenilai, perkembangan tek-nologi komunikasi di Indone-sia membuat masyarakat adap-tif dan adiktif terhadap per-kembangan teknologi tersebut.Salah satu buktinya adalahtingginya kebutuhan terhadapponsel atau handphone, yangsecara tidak langsung berkore-lasi pada meningkatnya kebu-tuhan provider.
Dilihat dari pandanganpsikologi, terpaan teknologikomunikasi yang semakincanggih itu memiliki dampakpositif dan negatif. “Secarapositif, dari segi sosial, hu-bungan antarmanusia akan se-makin cepat. Ketika ada per-ubahan informasi, akses bisasangat-sangat cepat didapat.Belajar terhadap sesuatu yangbaru juga bisa cepat,” kata-nya.
Sedangkan dilihat dari sisinegatif, tambahnya, banyakjuga dampak yang mengkha-watirkan dan mengancam in-teraksi sosial. Misalnya saja,rumors atau gosip bisa de-ngan cepat diterima, tetapibelum tentu berita tersebutbenar.
Golongan masyarakatyang tingkat pengetahuannyaminim pun lebih mudah ter-pengaruh. Layanan providerdan ponsel seperti aktivitasgroup message sebagaimanayang mudah didapat melaluifitur BlackBerry Messengerbelum tentu menyenangkanbagi orang lain.
Aktivitas individualismeitu, menurutnya, bisa meme-ngaruhi hubungan denganorang terdekat. Lawan bicarapun kerap tidak dihormati ka-rena tidak ada interaksi yangfokus.
Tren yang silih bergantidalam teknologi komunikasipun dipandang bisa membuatpenggunanya konsumtif. Pro-vider dan penyedia ponselibarat simbiosis mutualisme.Meningkatnya produksi pon-sel secara tidak langsung me-nambah jumlah permintaanSIM card. Artinya, di siniprovider kembali mendapat-kan lonjakan permintaan.
“Bayangkan, pembanturumah tangga saja ada yangmemiliki dua handphone, dankerap gonta-ganti nomorhandphone-nya,” ujarnya.
Para provider pun tentu-nya berlomba-lomba membe-rikan pelayanan terbaik dantawaran menarik lainnya jikamenggunakan produk keluar-annya. Sehingga, lanjut Ca-therine, orang dengan mudahmengganti dan beralih SIMCard.
Layanan provider denganpesatnya perkembangan tek-nologi komunikasi juga harusdimonitor demi tumbuh kem-bang anak. Muatan isi (con-tent) pornografi bisa mengan-cam anak-anak, karena ituorangtua harus melakukanpengawasan ekstra ketat.
“Orangtua pun harus kon-sisten untuk memonitor peng-gunaan ponsel dan layananprovider di ponsel anak-anak-nya,” ungkapnya.[H-12/O-2/R-15]
Indonesia
Pasar Empuk
ANTARA/DEWI FAJRIANI
Ribuan warga rela antre untuk mendapatkan ponsel murah di Gedung Balai Prajurit M Yusuf, Makassar, beberapa waktu lalu. Dalam sehari,10.000 unit ponsel berpindah ke tangan konsumen.
AFP PHOTO / ROMEO GACAD
Salah satu perilaku adiktif pengguna telepon seluler. Meski membon-ceng sepeda motor, seorang wanita nekat berkomunikasi dengan pon-selnya.