25
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Kota Surakarta mempunyai luas wilayah 44,4 km 2 dengan jumlah penduduk mencapai 503.421 jiwa. Kota Surakarta dibagi menjadi 5 kecamatan dan 51 kelurahan. Kondisi sanitasi di Surakarta dinilai belum memenuhi standar kesehatan dan masih memprihatinkan. Berikut merupakan persentase dari kondisi sanitasi masyarakat Surakarta adalah 58% memiliki tangki septik, 16% memakai MCK dan 12% tidak memiliki sanitasi yang memadai, ini merupakan pemakaian sistem on site. Sisanya sekitar 14% memakai sistem off site. Produksi air limbah di Surakarta sbagian besar adalah dari limbah domestik yaitu sebanyak 89% dan sisanya sebanyak 11% dari limbah industri dan rumah sakit. Pengertian air limbah sendiri adalah air buangan yang berasal dari rumah tangga termasuk tinja manusia dari lingkungan permukiman serta air limbah industri rumah tangga yang tidak mengandung bahan beracun dan berbahaya. Kota Surakarta mempunyai 2 sistem pengelolaan limbah dosmetik, yaitu : Off Site System merupakan sistem pengolahan air limbah dengan menggunakan suatu jaringan perpiaan untuk menampung dan mengalirkan air limbah ke suatu tempat untuk selanjutnya diolah. Air limbah di dalam sistem off site ini berasal dari air limbah rumah tangga, kemudian sebagai media penyalurnya memakai sistem jaringan perpiaan yang disalurkan ke IPAL, IPAL melakukan sistem pengolahan kemudian disalurkan ke sungai dan saluran air sebagai tujuan akhir. Di surakarta memakai sistem ini sekitar 14 % dan On Site System merupakan

IPAL Mojosongo.doc

Embed Size (px)

Citation preview

yulviadwitya

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kota Surakarta mempunyai luas wilayah 44,4 km2 dengan jumlah penduduk mencapai 503.421 jiwa. Kota Surakarta dibagi menjadi 5 kecamatan dan 51 kelurahan. Kondisi sanitasi di Surakarta dinilai belum memenuhi standar kesehatan dan masih memprihatinkan. Berikut merupakan persentase dari kondisi sanitasi masyarakat Surakarta adalah 58% memiliki tangki septik, 16% memakai MCK dan 12% tidak memiliki sanitasi yang memadai, ini merupakan pemakaian sistem on site. Sisanya sekitar 14% memakai sistem off site. Produksi air limbah di Surakarta sbagian besar adalah dari limbah domestik yaitu sebanyak 89% dan sisanya sebanyak 11% dari limbah industri dan rumah sakit. Pengertian air limbah sendiri adalah air buangan yang berasal dari rumah tangga termasuk tinja manusia dari lingkungan permukiman serta air limbah industri rumah tangga yang tidak mengandung bahan beracun dan berbahaya.

Kota Surakarta mempunyai 2 sistem pengelolaan limbah dosmetik, yaitu : Off Site System merupakan sistem pengolahan air limbah dengan menggunakan suatu jaringan perpiaan untuk menampung dan mengalirkan air limbah ke suatu tempat untuk selanjutnya diolah. Air limbah di dalam sistem off site ini berasal dari air limbah rumah tangga, kemudian sebagai media penyalurnya memakai sistem jaringan perpiaan yang disalurkan ke IPAL, IPAL melakukan sistem pengolahan kemudian disalurkan ke sungai dan saluran air sebagai tujuan akhir. Di surakarta memakai sistem ini sekitar 14 % dan On Site System merupakan sistem pengolahan air limbah setempat yang sebagai media pengolah setempatnya seperti septik tank, cubluk, jamban dan pit latrin, kemudian pengurasan dan pengangkutan dilakukan oleh truk tinja setelah itu di olah di Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) kemudian disalurkan ke sungai dan saluran air . Penggunaan sistem on site merupakan yang lebih banyak dipakai di masyarakat dengan presentase sebesar 86 %.

Dasar Hukum Pengelolaan Limbah Perkotaan Surakarta

Surat Perintah Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta Nomor :800/646 tanggal : 10 Juni 1998.

Keputusan Walikotamadya Kepada Daerah Tingkat II Surakarta Nomor : 002 Tahun 1999 Tanggal : 26 Juni 1998 tentang : SOT PDAM Kodya Dati II Surakarta.

Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Nomor : 3 Tahun 1999 Tanggal 27 Mei 1999 tentang Pengelolaan Limbah Cair.

Keputusan DPRD Kota Surakarta Nomor : 29/DPRD/XI/2002 Tanggal : 3 29 November 2002 tentang : Persetujuan Penetapan Tarif Pengelolaan Limbah dan Golongan Pelanggan.

Keputusan DPRD Kota Surakarta Nomor : 10/DPRD/VI/2004 tentang Persetujuan Perubahan Atas Keputusan Walikota Surakarta Nomor 15 Tahun 2002 tentang Penetapan Tarif Pengelolaan Limbah dan Golongan Pelanggan Limbah.

Keputusan Walikota Surakarta Nomor 5 Tahun 2004 tentang perubahan Atas Keputusan Walikota Surakarta Nomor 15 Tahun 2002 tentang Penetapan Tarif Pengelolaan Limbah dan Golongan Pelanggan.

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

Sarana dan prasarana pengolahan air limbah merupakan semua peralatan dan bangunan penunjangnya yang berfungsi dalam pengolahan air limbah mulai dari sumber timbulan air limbah sampai pengolahan akhir. Salah satu sistem pengolahan air limbah adalah Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). IPAL adalah perangkat peralatan teknik berserta perlengkapannya yang memproses atau mengolah cairan sisa proses produksi pabrik, sehingga cairan tersebut layak dibuang ke lingkungan. Tujuan IPAL yaitu menyaring dan membersihkan air yang sudah tercemar dari air limbah domestik maupun bahan kimia industri.

Manfaat IPAL bagi masyarakat serta makhluk hidup lainnya, antara lain :

Mengolah air limbah domestik atau industri, agar air tersebut dapat digunakan kembali sesuai kebutuhan masing-masing;

Agar air limbah yang akan dialirkan kesungai tidak tercemar; dan

Agar biota-biota yang ada di sungai tidak mati.

Di Surakarta sendiri terdapat 4 IPAL diantaranya adalah IPAL Semanggi, IPAL Mojosongo, IPAL Laweyan dan IPAL PucangSawit.

BAB II

GAMBARAN UMUM

Gambaran Umum

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Mojosongo yang berlokasi di Kampung Sabrang Lor, Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Surakarta. Mulai beroperasi pada tahun 1997. IPAL Mojosongo mempunyai kapasitas 24 Liter/Detik serta melayani dan mengolah air limbah rumah tangga pada kawasan utara Surakarta meliputi dari Perumnas Mojosongo, Kelurahan non perumnas Mojosongo, Kelurahan Kadipiro, Kelurahan Mojosongo dan Kelurahan Nusukan serta melayani pelanggan sekitar 4.557 SR.

Gambar 1.0. Peta Persebaran IPAL di Surakarta

Dibangun pada area seluas 1,2 Ha, yang meliputi bangunan instalasi dan kolam aerasi. Jaringan air limbah sistem Perumnas Mojosongo dibangun pada tahun 1980 panjang pipa 20,5 km, diameter 200-500. Karena kondisi lahan pada lokasi IPAL Mojosongo mengalami kontur tanah yang tidak seimbang maka tidak memungkinkan untuk dapat mengalirkan air limbah rumah tangga secara gravitasi, sehingga di bangun 3 stasiun pompa, yaitu :

Stasiun pompa Sibela (2 unit);

Stasiun pompa Dempo; dan

Stasiun pompa Malabar.

Kapasitas pompa masing-masing 7 lt/dt. Ketiga stasiun pompa yang terletak di Sibela, Dempo dan Malabar akan dialirkan dan ditampung pada sump pump yang berlokasi dekat dengan Sungai Kalianyar.

Gambar 1.1. Instalasi Pengolahan Air Limbah Mojosongo

Untuk masyarakat yang ingin menjadi pelanggan IPAL akan dikenakan setiap bulannya retribusi, dan pihak IPAL sendiri akan memasang fasilitas IPAL secara gratis. Golongan Pelanggan Sambungan Rumah Air Limbah ada 3 golongan yaitu : 1) Rumah Tangga; 2) Komersial; 3) Niaga. Karena pelanggan IPAL merupakan golongan Rumah Tangga yaitu Rumah Tangga II yang terdiri dari : 1) Rumah Tangga dengan luas bangunan > 100 m2; 2) MCK; dan 3) Puskesmas.

BAB III

SISTEM PENGOLAHAN IPAL MOJOSONGO

Diagram Alir

Sistem pengaliran limbah di IPAL Mojosongo berasal dari limbah rumah tangga lalu disalurkan ke pipa lateral dan pipa sekunder setelah dari pipa lateral dan pipa sekunder masuk ke pompa, setelah itu masuk ke bak pengendap awal kemudian diolah, masuk ke bak aerasi I kemudian ke bak aerasi II dan bak aerasi III, setelah diolah di bak aerasi I,II dan III kemudian masuk ke bak sedimentasi. Pemompaan dilakukan karena kontur tanah menuju ke lokasi IPAL lebih tinggi dari daerah pelayanan. Hasil pengolahan dari IPAL Mojosonggo dialirkan ke kali Anyar dan Bermuara ke Sungai Bengawan Solo dengan pengaliran secara gravitasi. Proses akhir ini membuktikan bahwa proses pengolahan akhir sudah dinyatakan baku mutu air bagus. Sistem IPAL Mojosongo digunakan sistem kombinasi aerasi dan facultative untuk mengolah air limbah rumah tangga, dengan BOD 200-400 mg/lt menjadi air olahan dengan BOD (Biological Oxygen Demand) 20 mg/lt.

Gambar 1.2. Diagram Alir IPAL Mojosongo

Proses Pengolahan IPAL Mojosongo

Proses pengolahan air limbah di IPAL Mojosongo meliputi beberapa tahap antara

lain :

Pengaliran Dari Bak Penampung

Air limbah rumah tangga yang berasal dari Perumnas Mojosongo, Nusukan, Kadipiro dan Mojosongo non Perumnas akan ditampung terlebih dahulu di bak penampung dan dipompa ke pengolahan. Pemompaan dilakukan karena kontur tanah menuju ke IPAL lebih tinggi dari daerah pelayanan.

Saringan (Bar Screen)

Air limbah yang dialirkan melalui pipa kemudian disaring di bar screen untuk menahan sampah dan plastik agar tidak masuk ke pengolahan limbah. Sebelum masuk ke pengolahan air limbah akan dipompa menuju bak pengendap awal (pada sump pump yang dilengkapi 3 buah pompa submersible dengan debit 20 lt/dt.

Bak Pengendap Awal

Air buangan yang dipompa dari sump pump masuk ke bak pengendap awal dengan BOD masih tinggi yaitu 116 mg/lt, di sini air limbah bisa diukur debitnya melalui V notch, biasanya pada bak pengendap awal ini air limbah akan dipisahkan, pasir akan mengendap dan plastik maupun busa akan tertahan pada penyekat yang kemudian akan diambil secara manual dan dibuang ketempat sampah. Sedangkan pasir yang ikut terbawa aliran akan mengendap. Lumpur yang menendap pada bak pengendap awal perlu dikuras secara manual dan lumpurnya ditampung di bak pengering lumpur.

Gambar 1.3. Bak Pengendapan Awal

Bak Aerasi Fakultatif I (Aerated Facultatif Lagoon I)

Dari bak pengendap awal air buangan secara gravitasi akan mengalir menuju bak aerated facultatif lagoon I, pada bak ini aerator dihidupkan untuk menambah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk menguraikan zat organik. Air limbah yang masuk pada bak aerasi I perlu dibiarkan selama 1 sampai dengan 2 minggu untuk dapat mengembangbiakkan mikroorganisme dan untuk percepatan perlu dilakukan seeding dengan cara memasukkan lumpur aktif dari tangki septik ke dalam bak aerasi.

Dengan ukuran kolam sebagai berikut :

Panjang : 36,60 m

Lebar : 21,00 m

Kedalaman : 3,50 m

Gambar 1.4. Bak Aerasi Fakultatif I

Bak aerasi I dilengkapi 3 buah aerator dengan daya 2,2 kg/jam per unitnya dan 1 kg/jam akan menghasilkan daya sebesar 1,345 kg/jam, bila pemberian oksigen kurang akan ditandai dengan timbulnya bau dimana akan terjadi proses anaerobic, untuk itu operator harus menjalankan atau mengoperasikan aerator tersebut.

Gambar 1.5. Mesin Aerator

Bak Aerasi Fakultatif II (Aerated Facultatif Lagoon II)

Dari bak aerasi I air akan mengalir secara gravitasi ke lagoon II dan di sini aerator juga harus dihidupkan untuk menambah oksigen. Kebutuhan penambahan oksigen pada lagoon I dan II sebanyak 26 kg oksigen perjam, kemudian lumpur yang mengendap di dua lagoon tersebut diproses dengan cara memompa lumpur tersebut ke bak pengering (sludge drying bed). Untuk itu perlu dilakukan pengurasan secara periodik, untuk pengurasan lumpur disediakan pompa lumpur dilengkapi dengan pontoon serta pipa fleksibel untuk hisap maupun tekan. Adapun pompa lumpur kapasitasnya 8 liter/dt. Dengan ukuran kolam sebagai berikut :

Panjang : 41,50 m

Lebar : 18,00 m

Kedalaman : 3,50 m

Gambar 1.6. Bak Aerasi Fakultatif II

Bak Sedimentasi (Sedimentation Pond)

Air buangan dari lagoon II secara gravitasi akan mengalir ke bak sedimentasi. Air limbah yang telah diaerasi pada bak aerasi I dan II sebagian besar partikel-partikelnya akan mengendap di dalam bak sedimentasi ini, dari bak ini air limbah sudah bisa di buang ke badan air penerima, dan kadar BOD sudah mulai turun. Dengan ukuran kolam sebagai berikut :

Panjang : 55,50 m

Lebar : 46,50 m

Kedalaman : 2,00 m

Gambar 1.7. Bak Sedimentasi

BAB IV

KELAYAKAN BAKU MUTU LIMBAH PADA IPAL MOJOSONGO

Baku Mutu Limbah

Baku Mutu Limbah sendiri adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau Jumlah unsur pencemar yang diperbolehkan keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang ke lingkungan.

IPAL Mojosongo sendiri berada di Kota Surakarta Jawa Tengah, jadi untuk standar baku mutu limbah mengacu pada Perda Jateng Nomor 10 Tahun 2004. Untuk standar-standar baku mutu limbah yang tertera di Perda Jateng Nomor 10 Tahun 2004 sendiri diantaranya :

Fisika

Suhu ( Kadar maksimalnya - (satuan C)

TSS ( Kadar maksimalnya 100 (satuan mg/l)

Kimia

pH ( Kadar maksimalnya 6.0-9.0

DO ( Kadar maksimalnya - (satuan mg/l)

DHL ( Kadar maksimalnya - (satuan 5/cm)

BOD5 ( Kadar maksimalnya 50 (satuan mg/l)

COD ( Kadar maksimalnya 100 (satuan mg/l)

Berikut merupakan karakteristik air limbah domestik diantaranya :

Karakteristik Fisika

Sifat fisik suatu limbah ditentukan berdasarkan bau, suhu, warna, dan zat padat tersuspensi. Sifat fisik ini diantaranya dapat dikenali secara visual tapi untuk mengetahui secara lebih pasti maka digunakan analisis laboratorium.

Suhu

Air limbah pada umumnya mempunyai suhu yang lebih tinggi daripada suhu udara setempat. Suhu air limbah merupakan parameter penting, sebab efeknya dapat mengganggu dan meninggalkan reaksi kimia kehidupan akuatik. Limbah yang mempunyai temperatur panas akan mengganggu biota tertentu. Temperatur yang dikeluarkan suatu limbah cair harus merupakan temperatur alami. Suhu berfungsi memperlihatkan aktifitas kimiawi dan biologis. Pada suhu tinggi pengentalan cairan berkurang dan mengurangi sedimentasi. Tingkat zat oksidasi lebih besar pada suhu tinggi dan pembusukan jarang terjadi pada suhu rendah.

TSS (Total Susppended Solid)

Zat yang tersuspensi biasanya terdiri dari zat organik dan anorganik yang melayang-layang dalam air, secara fisika zat ini sebagai penyebab kekeruhan pada air. Limbah cair yang mempunyai kandungan zat tersuspensi tinggi tidak boleh dibuang langsung ke badan air karena disamping dapat menyebabkan pendangkalan juga dapat menghalangi sinar matahari masuk kedalam dasar air sehingga proses fotosintesa mikroorganisme tidak dapat berlangsung.

Karakteristik Kimia

pH (puissance d`Hydrogen Scale)pH adalah ukuran yang menunjukan kadar asam atau basa dalam suatu larutan untuk menyatakan aktifitas ion hidrogen. Pengukuran pH bisa dilakukan secara elektrik menggunakan alat yang dinamakan pH meter dan dapat juga menggunakan indikator pewarna yaitu dengan kertas lakmus. Nilai pH air digunakan untuk mengetahui kondisi keasaman (konsentrasi ion hidrogen) air limbah. Skala pH berkisar antara 1-14, kisaran nilai pH 1-7 termasuk kondisi asam, pH 7-14 termasuk kondisi basa, dan pH 7 adalah kondisi netral.

DO (Dissolved Oxygen)

Air dikategorikan sebagai air terpolusi jika konsentrasi oksigen terlarut menurun sampai di bawah batas minimal yang dibutuhkan untuk kehidupan biota di dalam perairan tersebut. Penyebab utama berkurangnya oksigen terlarut di dalam air adalah adanya bahan-bahan buangan yang mengkonsumsi oksigen. Bahan-bahan tersebut terdiri dari bahan yang mudah dibusukan atau dipecah oleh bakteri dengan adanya oksigen, sehingga oksigen yang tersedia dikonsumsi oleh bakteri yang aktif untuk memecah bahan-bahan tersebut, akibatnya semakin banyak bahan-bahan tersebut semakin berkurang konsentrasi oksigen terlarutnya.

Dalam menentukan nilai oksigen terlarut menggunakan metode Titrasi Winkler atau iodometri (Azide Modification) yang biasa dilakukan di laboratorium pada metode ini tata kerja berdasarkan pada kemampuan mengoksidasi oksigen terlarut. Prinsip analisis metode ini adalah oksigen di dalam sampel akan mengoksidasi MnSO4 yang ditambahkan ke dalam larutan pada keadaan alkalis, maka akan terjadi endapan Mn(OH)2, dengan adanya oksigen akan dioksidasi menjadi endapan MnO2. Dengan penambahan asam sulfat dan kalium iodida maka akan dibebaskan iodin yang jumlahnya equivalen dengan oksigen terlarut. Iodin yang dibebaskan tersebut kemudian dianalisis dengan metode titrasi iodometri yaitu dengan menggunakan larutan standar tiosulfat dengan indikator amilum.

DHL (Daya Hantar Listrik)

Daya hantar listrik (DHL) merupakan kemampuan suatu cairan untuk menghantarkan arus listrik (disebut jugakonduktivitas). DHL pada air merupakan ekspresi numerik yang menunjukkan kemampuan suatu larutan untuk menghantarkan arus listrik. Oleh karena itu, semakin banyak garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL. Besarnya nilai DHL bergantung kepada kehadiran ion-ion anorganik, valensi, suhu, serta konsentrasi total maupun relatifnya.

Pengukuran daya hantar listrik bertujuan mengukur kemampuan ion-ion dalam air untuk menghantarkan listrik serta memprediksi kandungan mineral dalam air. Pengukuran yang dilakukan berdasarkan kemampuan kation dan anion untuk menghantarkan arus listrik yang dialirkan dalam contoh air dapat dijadikan indikator, dimana semakin besar nilai daya hantar listrik yang ditunjukkan padakonduktivitimeterberarti semakin besar kemampuan kation dan anion yang terdapat dalam contoh air untuk menghantarkan arus listrik. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak mineral yang terkandung dalam air.

BOD (Biologycal Oxygen Demand)

Pemeriksaan BOD dalam air limbah didasarkan atas reaksi oksidasi zat-zat organik dengan oksigen dalam air dimana proses tersebut dapat berlangsung karena ada sejumlah bakteri. BOD adalah kebutuhan oksigen bagi sejumlah bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) semua zat-zat organik yang terlarut maupun sebagai tersuspensi dalam air menjadi bahan organik yang lebih sederhana. Nilai ini hanya merupakan jumlah bahan organik yang dikonsumsi bakteri. Penguraian zat-zat organik ini terjadi secara alami, aktifnya bakteri-bakteri menguraikan bahan- bahan organik bersamaan dengan habis pula terkonsumsi oksigen.

Penetapan angka BOD5 adalah rangkaian penetapan kadar oksigen terlarut antara sampel pada hari kelima setelah inkubasi pada suhu 20o C. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai:

BOD5 = {(Co C5) k (APo AP5)} x p ( 3 )

Dimana :

Co = Kadar oksigen terlarut nol hari dari sampel (mg/lt),

C5 = Kadar oksigen terlarut lima hari dari sampel (mg/lt),

APo = Kadar oksigen terlarut nol hari dari larutan pengencer (mg/lt),

AP5 = Kadar oksigen terlarut lima hari dari larutan pengencer (mg/lt),

k = Faktor koreksi = 1,

p = Faktor pengenceran.

COD (Chemical Oxygen Demand)

Parameter kebutuhan oksigen kimiawi (lebih dikenal dalam istilah asingnya Chemical Oxygen Demand / COD termasuk parameter yang cukup penting sebagai salah satu indikator kualitas air. Parameter ini dapat menggambarkan kualitas lingkungan air akibat pengaruh gejala alam dan aktivitas manusia. COD merupakan salah satu parameter kimia yang digunakan untuk mengetahui besarnya tingkat pencemaran limbah organik yang telah terjadi pada sungai, danau, sumur penduduk dan air laut. Semakin besar nilai COD suatu sumber alam, semakin besar pula tingkat pencemaran yang terjadi terhadap sumber tersebut. Parameter COD terkait sangat erat dengan kandungan zat organik dan anorganik yang dapat dioksidasi dalam suatu badan air.

Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air.

Ada beberapa metode persiapan sampel yang telah lama dikenal dalam analisis COD yaitu metode refluks dengan pemanas listrik (konduksi). Metode ini biasanya menggunakan pemanas listrik konvensional seperti hot plate. Oven listrik ataupun heating block yang didasarkan pada pemindahan panas dari wadah ke larutan dan selanjutnya ke sampel yang akan didestruksi, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu selama 2 jam pada suhu 145-200o C untuk mencapai hasil destruksi yang sempurna. Metode ini dapat dibagi 2 yaitu sistem refluk terbuka dan sistem refluk tertutup. Pada sistem refluk terbuka dapat digunakan bermacam jenis air limbah dan jumlah sampel dapat lebih banyak karena menggunakan gelas erlenmeyer berukuran 250 ml. Pada sistem ini biasanya menggunakan hot plate sebagai pemanasnya. Sedangkan pada sistem refluk tertutup menggunakan sejenis tabung reaksi yang terbuat dari borosilikat dan tertutup dengan ukuran tertentu (1,6 x 10 cm; 2 x 15 cm; atau 2,5 x 15cm) dengan diameter 2 cm dan kapasitas 2,5 10 ml larutan sampel. Jika dibandingkan dengan sistem refluk terbuka pada sistem refluk tertutup ini lebih ekonomis dari segi bahan pereaksi dan dapat mengoksidasi senyawasenyawa organik yang mudah menguap dengan sempurna karena senyawasenyawa tersebut mengalami kontak yang cukup lama dengan zat pengoksidasi yang digunakan. Biasanya pada sistem ini digunakan oven listrik sebagai pemanasnya.

Keuntungan menggunakan metode refluk (Martini, Tri. 2006) :

Daya oksidasinya lebih kuat dibandingkan dengan zat pengoksidasi yang lainnya secara teoritis metode ini dapat mengoksidasi senyawa organik sebesar 95-100%.

Dapat digunakan untuk bermacam-macam sampel air.

Mudah pengerjaannya.

Selain metode diatas masih ada metode lain yang digunakan untuk pengujian COD yaitu menggunakan metode angka permanganat. Bahan kimia yang digunakan merupakan oksida kuat dalam keadaan asam yaitu Kalium Permanganat (KMnO4). Analisis angka permanganat berguna untuk menunjukkan adanya bahan-bahan organik / pencemar yang mudah dioksidasi oleh permanganat. Bahan organik yang teroksidasi sebanding dengan jumlah KMnO4 yang digunakan.

Baku Mutu Limbah IPAL Mojosongo

IPAL Mojosongo sendiri telah melakukan tes untuk Baku Mutu Limbah pada IPAL ini di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Surakarta. Hasil tes untuk IPAL Mojosongo sendiri untuk Baku Mutu Limbah diantaranya,

Fisik

Suhu ( Inlet= 25.0 Outlet= 24.8 (satuan C) TSS ( Inlet=27 Outlet= 9.6 (satuan mg/l)KimiapH ( Inlet= 7.77 Outlet= 8.05

DO ( Inlet= 3.91 Outlet= 7.71 (satuan mg/l)

DHL ( Inlet=921 Outlet= 1029 (satuan 5/cm)

BOD1 ( Inlet= 60 Outlet= 40 (satuan mg/l)

COD ( Inlet=147 Outlet= 69 (satuan mg/l)

Gambar 1.8. Laporan Hasil Uji IPAL Mojosongo

Sesuai dengan Perda Jateng Nomor 10 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Limbah, maka IPAL Mojosongo sendiri dengan parameter tersebut telah memenuhi standar yang diterapkan untuk Baku Mutu Limbah Domestik.

BAB V

MASALAH DAN SOLUSI DI IPAL MOJOSONGO

Masalah

Masalah-masalah yang dihadapi oleh IPAL di Kota Surakarta secara teknis maupun non-teknis, entah dari IPAL Semanggi, IPAL Laweyan, IPAL Mojosongo, IPAL Pucangsawit secara umum sama. Berikut merupakan masalah yang dialami oleh IPAL Mojosongo, antara lain :

Kesadaran dari masyarakat pelanggan untuk membayar tagihan Limbah Cair masih rendah dan sulitnya koordinasi antara pihak IPAL dengan pelanggan.

Sanksi bagi pelanggan yang nunggak pembayaran tagihan Limbah Cair tidak ada.

Masyarakat masih menganggap permasalahan sambungan air limbah, belum begitu penting.

Tarif yang dibebankan kepada pelanggan Limbah Cair dinilai sudah tidak sesuai dengan biaya operasional sekarang.

Minimnya fasilitas yang diberikan untuk penjaga/karyawan di IPAL Mojosongo.

Minimnya keamanan yang diberikan oleh penjaga/karyawan di IPAL Mojosongo, sehingga mengakibatkan adanya 2 orang meninggal dunia.

Kurangnya tenaga kerja di IPAL dan minimnya sumber daya manusia yang kualitatif

Pompa aerator sering tersumbat

Solusi

Solusi-solusi dari permasalahan yang telah dipaparkan di bab V untuk IPAL Mojosongo diantaranya :

Melakukan review terhadap Keputusan Walikota Surakarta Nomor 5 Tahun 2004 tanggal 7 Juni 2004 dan keputusan DPRD Kota Surakarta Nomor 10/DPRD/VI/2004 tanggal 7 Juni 2004 Tentang Persetujuan Perubahan Atas Keputusan Walikota Surakarta Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Persetujuan Tarif Pengelolaan Limbah dan Golongan Pelanggan Limbah.

Meningkatkan jumlah SR Air Limbah baik rumah tangga maupu kawasan Bisnis, karena Jaringan Air Limbah sudah banyak yang dibangun di jalur-jalur utama Kota Surakarta.

Menyambung SR Air Limbah pada pelanggan Air Minum, begitu juga sebaliknya, Menyambung SR Air Minum pada pelanggan Air Limbah, untuk peningkatan pendapatan dari Tagihan Air Limbah.

Menyiapkan Sanksi Bagi Pelanggan Air Limbah yang Menunggak, baik sanksi administrasi maupun denda.

Meningkatkan Sosialisasi kepada Masyarakat, dalam bentuk pertemuan warga, media cetak dan elektronik tentang tagihan-tagihan, serta larangan membuang sampah padat di 9kamar mandi.

Meningkatkan Fasilitas untuk Para Penjaga/Karyawan di IPAL Mojosongo, karena setelah survey faktanya untuk fasilitas di IPAL Mojosongo sendiri untuk penjaga/karyawan sangatlah minim.

Meningkatkan Tingkat Keamanan Oleh Para Penjaga/Karyawan di IPAL Mojosongo, dengan mendirikan tembok tinggi untuk daerah batas IPAL tersebut dan menggembok pagar besi apabila sudah tutup.

Perawatan pompa secara berkala dan penambahan tenaga kerja yang mampu di IPAL Mojosongo.

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

http://www.slideshare.net/metrosanita/sistem-pengolahan-air-limbah-terpusat-offsite-systemhttp://www.slideshare.net/metrosanita/sistem-pengolahan-air-limbah-setempat-onsite-system-7869036Tugas Akhir Pengujian Kualitas Air di Instalansi Pengolahan Air Limbah Mojosongo Kota Surakarta. 2011. Universitas Sebelas Maret.

Peraturan Daerah Jawa Tengah No. 10 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Limbah.

Hasil Uji Laboratorium PDAM Surakarta.