47
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap daerah dan begitu pula setiap negara mempunyai ciri khas kebudayaan yang dimiliki. Dimana kebudayaan itu turun temurun dilakukan dan diwariskan pada anak dan cucu agar bias hidup bersama dengan manusia dan segenap anggota masyarakat dengan rukun dan mencapai tujuan bersama yakni ketentraman dan keamanan social. Dan islam adalah sebuah agama yang berhadapan dengan berbagai kebudayaan dunia, sehingga secara langsung ataupun tidak akan berpengaruh pada kebudayaan dunia. B. TUJUAN Makalah yang kami susun ini bertujuan : 1. untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Agama Dasar/Ilmu Budaya Dasar/Ilmu Sosial Dasar 2. sebagai wacana untuk lebih mengenal kebudayaan dan islam dalam kaitannya dengan penerapan kebudayaan. 3. sebagai literatur untuk lebih memahami asimilasi kebudayaan C. RUMUSAN MASALAH A. Definisi Kebudayaan, Asimilasi Dan Asimilasi Kebudayaan 1

Islam Dan Asimilasi Kebudayaan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Islam dan budaya...sejatinya islam agaa yang sempurna dan sesuai utk seua kebudayaan...bukan kebudayaan yg hrs dimasukkan ke dalam islam, tp islam lah yg harusnya menjadi budaya itu sendiri

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Setiap daerah dan begitu pula setiap negara mempunyai ciri khas kebudayaan

yang dimiliki. Dimana kebudayaan itu turun temurun dilakukan dan diwariskan

pada anak dan cucu agar bias hidup bersama dengan manusia dan segenap

anggota masyarakat dengan rukun dan mencapai tujuan bersama yakni

ketentraman dan keamanan social. Dan islam adalah sebuah agama yang

berhadapan dengan berbagai kebudayaan dunia, sehingga secara langsung ataupun

tidak akan berpengaruh pada kebudayaan dunia.

B. TUJUAN

Makalah yang kami susun ini bertujuan :

1. untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Agama Dasar/Ilmu Budaya

Dasar/Ilmu Sosial Dasar

2. sebagai wacana untuk lebih mengenal kebudayaan dan islam dalam kaitannya

dengan penerapan kebudayaan.

3. sebagai literatur untuk lebih memahami asimilasi kebudayaan

C. RUMUSAN MASALAH

A. Definisi Kebudayaan, Asimilasi Dan Asimilasi Kebudayaan

B. Agama Islam Dan Peranannya Dalam Budaya Negara-Negara Timur

Tengah

C. Kaidah fiqhiyah dalam islam

D. Islam untuk semua kebudayaan dan semua kebudayaan bisa berasimilasi

dengan islam.

E. Mengapa dikatakan asimilasi kebudayaan dengan islam bukan dikatakan

sebagai bentuk akulturasi kebudayaan?

1

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Kebudayaan, Asimilasi Dan Asimilasi Kebudayaan

A.1. Definisi kebudayaan

Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki

arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang (menurut Soerjanto

Poespowardojo 1993). Selain itu Budaya atau kebudayaan berasal daribahasa

Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi

atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.

Adapun menurut istilah Kebudayaan merupakan suatu yang agung dan mahal,

tentu saja karena ia tercipta dari hasil rasa, karya, karsa,dan cipta manusia yang

kesemuanya merupakan sifat yang hanya ada pada manusia.Tak ada mahluk lain

yang memiliki anugrah itu sehingga ia merupakan sesuatuyang agung dan mahal

Menurut Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem gagasan

tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang

dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar.1

Definisi kebudayaan memiliki arti yang sangat luas dan beragam namun tetap

satu arti dan berikut adalah definisi kebudayaan dari beberapa tokoh ahli:

1. Herkovis

Kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke

generasi lain.

2. Andreas Eppink

Kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial,

ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-

lain.

3. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi

1 http://dahlanforum.wordpress.com/2009/10/11/kebudayaan-nasional/ diunduh tanggal 5 Desember 2012

2

Kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Dari beberapa definisi kebudayaan diatas dapat disimpulkan bahwa

kebudayaan adalah suatu sarana hasil karya, rasa, dan cipta yang mengandung

keseluruhan aspek sosial dan diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi.2

A.2. Definisi Asimilasi3

Asimilasi atau assimilation adalah proses sosial yang timbul bila ada

golongan-golongan manusia dengan latar belakangan kebudayaan yang berbeda-

beda yang saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama,

sehingga kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing

berubah sifatnya yang khas, dan unsur-unsurnya masing-masing berubah menjadi

unsur-unsur kebudayaan campuran. Secara singkat, asimilasi adalah pembauran

dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli

sehingga membentuk kebudayaan baru.

Asimilasi dapat terbentuk apabila terdapat tiga persyaratan berikut:

1. terdapat sejumlah kelompok yang memiliki kebudayaan berbeda.

2. terjadi pergaulan antarindividu atau kelompok secara intensif dan dalam waktu

yang relatif lama.

3. Kebudayaan masing-masing kelompok tersebut saling berubah dan

menyesuaikan diri.

A.3. Definisi Asimilasi Kebudayaan

Dari pemaparan dua definisi diatas maka dapat kita paparkan definisi

asimilasi kebudayaan. Asimilasi kebudayaan adalah suatu kebudayaan yang

merupakan hasil dari percampuran dua budaya yang berbeda yang menghasilkan

suatu bentuk kebudayaan baru.

B. Agama Islam Dan Peranannya Dalam Budaya Negara-Negara Timur

Tengah2 http://imanizty.wordpress.com/2012/06/14/kebudayaan-adalah-ciri-khas-bangsa-indonesia/ diunduh tanggal 5 Desember 2012

3 http://id.wikipedia.org/wiki/Asimilasi_%28sosial%29 diunduh tanggal 5 Desember 2012

3

Agama Islam adalah sebuah agama samawi yang dibawa oleh utusan Allah

Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam. Inti ajaran agama islam yakni

mengesakan Allah dalam ibadah. Sebelum kedatangan islam, seluruh penduduk

bumi mempunyai banyak sekali sesembahan-sesembahan yang mereka sembah.

Ada diantara manusia menyembah matahari yang tersebar di negeri india, ada

pula yang menyembah api sebagaimana negeri Persia, ada pula yang menyembah

pohon dan batu berupa patung-patung yang dipahat yang mana ini tersebar meluas

diseluruh negeri.

Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu

‘alaihi wa sallam. Dengan agama inilah Allah menutup agama-agama

sebelumnya. Allah telah menyempurnakan agama ini bagi hamba-hambaNya.

Dengan agama Islam ini pula Allah menyempurnakan nikmat atas mereka. Allah

hanya meridhoi Islam sebagai agama yang harus mereka peluk. Oleh sebab itu

tidak ada suatu agama pun yang diterima selain Islam.

Allah ta’ala berfirman,

�ل� �ك ب �ه� الل �ان� و�ك �ين� �ي �ب الن �م� ات و�خ� �ه� الل س�ول� ر� �ك�ن و�ل ��م �ك ال ج� ر� م�ن �ح�د� أ �ا �ب أ م�ح�م�د# �ان� ك م�ا

& �يما ع�ل ي�ء� ش�

“Muhammad itu bukanlah seorang ayah dari salah seorang lelaki diantara

kalian, akan tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para Nabi.” (QS. Al

Ahzab: 40)

Allah ta’ala juga berfirman,

�م� ال ��س اإل .ه� الل ع�ند� الد�ين� �ن� إ

“Sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah hanyalah Islam.”(QS.Ali Imran:

19)

Allah ta’ala berfirman,

ر�ين� �خ�اس� ال م�ن� ة� اآلخ�ر� ف�ي و�ه�و� �ه� م�ن �ل� �ق�ب ي ف�ل�ن & د�ينا � �م ال ��س اإل �ر� غ�ي �غ� �ت �ب ي و�م�ن

“Dan barang siapa yang mencari agama selain Islam maka tidak akan pernah

diterima darinya dan di akhirat nanti dia akan termasuk orang-orang yang

merugi.” (QS. Ali ‘Imran: 85)

Allah ta’ala mewajibkan kepada seluruh umat manusia untuk beragama demi

Allah dengan memeluk agama ini. Allah berfirman kepada Rasulullah shallallahu

‘alaihi wa sallam,

4

ال ر�ض�� و�األ م�او�ات� الس� م�ل�ك� �ه� ل �ذ�ي ال & ج�م�يعا ��م �ك �ي �ل إ .ه� الل س�ول� ر� �ي �ن إ �اس� الن Hه�ا ي

� أ �ا ي � ق�ل

�ه� �م�ات �ل و�ك .ه� �الل ب �ؤ�م�ن� ي �ذ�ي ال �م�ي� األ �ي� �ب الن �ه� ول س� و�ر� .ه� �الل ب � �وا ف�آم�ن �م�يت� و�ي ي ـ� ي ��ح ي ه�و� � �ال إ ه� ـ� �ل إ

�د�ون� �ه�ت ت ��م �ك �ع�ل ل �ع�وه� �ب و�ات

“Katakanlah: Wahai umat manusia, sesungguhnya aku ini adalah utusan

Allah bagi kalian semua, Dialah Dzat yang memiliki kekuasaan langit dan bumi,

tidak ada sesembahan yang haq selain Dia, Dia lah yang menghidupkan dan

mematikan. Maka berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya seorang Nabi

yang ummi (buta huruf) yang telah beriman kepada Allah serta kalimat-kalimat-

Nya, dan ikutilah dia supaya kalian mendapatkan hidayah.” (QS. Al A’raaf: 158)

Di dalam Shahih Muslim terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan dari jalur

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Beliau bersabda yang artinya, “Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di

tangannya. Tidaklah ada seorang manusia dari umat ini yang mendengar

kenabianku, baik yang beragama Yahudi maupun Nasrani lantas dia meninggal

dalam keadaan tidak mau beriman dengan ajaran yang aku bawa melainkan dia

pasti termasuk salah seorang penghuni neraka.”

Hakikat beriman kepada Nabi adalah dengan cara membenarkan apa yang

beliau bawa dengan disertai sikap menerima dan patuh, bukan sekedar

pembenaran saja. Oleh sebab itulah maka Abu Thalib tidak bisa dianggap sebagai

orang yang beriman terhadap Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam walaupun dia

membenarkan ajaran yang beliau bawa, bahkan dia berani bersaksi bahwasanya

Islam adalah agama yang terbaik.

Agama Islam ini telah merangkum semua bentuk kemaslahatan yang

diajarkan oleh agama-agama sebelumnya. Agama Islam yang beliau bawa ini

lebih istimewa dibandingkan agama-agama terdahulu karena Islam adalah ajaran

yang bisa diterapkan di setiap masa, di setiap tempat dan di masyarakat manapun.

Agama Islam adalah agama yang benar. Sebuah agama yang telah

mendapatkan jaminan pertolongan dan kemenangan dari Allah ta’ala bagi siapa

saja yang berpegang teguh dengannya dengan sebenar-benarnya. Allah ta’ala

berfirman,

�ر�ه� ك ��و و�ل �ه� �ل ك الد�ين� ع�ل�ى ه� �ظ�ه�ر� �ي ل �ح�ق� ال و�د�ين� �ه�د�ى �ال ب �ه� ول س� ر� س�ل� �ر� أ �ذ�ي ال ه�و�

�ون� ر�ك ��م�ش ال

5

“Dia lah Zat yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa Petunjuk dan

Agama yang benar untuk dimenangkan di atas seluruh agama-agama yang ada,

meskipun orang-orang musyrik tidak menyukainya.” (QS. Ash Shaff: 9)

Agama Islam adalah ajaran yang mencakup akidah/keyakinan dan

syariat/hukum. Islam adalah ajaran yang sempurna, baik ditinjau dari sisi aqidah

maupun syariat-syariat yang diajarkannya:

1. Islam memerintahkan untuk mentauhidkan Allah ta’ala dan melarang

kesyirikan.

2. Islam memerintahkan untuk berbuat jujur dan melarang dusta.

3. Islam memerintahkan untuk berbuat adil dan melarang aniaya.

4. Islam memerintahkan untuk menunaikan amanat dan melarang berkhianat.

5. Islam memerintahkan untuk menepati janji dan melarang pelanggaran janji.

6. Islam memerintahkan untuk berbakti kepada kedua orang tua dan melarang

perbuatan durhaka kepada mereka.

7. Islam memerintahkan untuk menjalin silaturahim (hubungan kekerabatan yang

terputus) dengan sanak famili dan Islam melarang perbuatan memutuskan

silaturahim.

8. Islam memerintahkan untuk berhubungan baik dengan tetangga dan melarang

bersikap buruk kepada mereka.

Secara umum dapat dikatakan bahwasanya Islam memerintahkan semua

akhlak yang mulia dan melarang akhlak yang rendah dan hina. Islam

memerintahkan segala macam amal salih dan melarang segala amal yang jelek.

Allah ta’ala berfirman,

�غ�ي� �ب و�ال �ر� �م�نك و�ال اء �ف�ح�ش� ال ع�ن� �ه�ى �ن و�ي �ى ب ��ق�ر ال ذ�ي �اء �يت و�إ ان� �ح�س� و�اإل �ع�د�ل� �ال ب م�ر�� �أ ي .ه� الل �ن� إ

ون� �ر� �ذ�ك ت ��م �ك �ع�ل ل ��م �ع�ظ�ك ي

“Sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat adil, ihsan dan memberikan nafkah

kepada sanak kerabat. Dan Allah melarang semua bentuk perbuatan keji dan

mungkar, serta tindakan melanggar batas. Allah mengingatkan kalian agar kalian

mau mengambil pelajaran.” (QS. An Nahl: 90)4

4 http://muslim.or.id/aqidah/agama-islam.html diunduh tanggal 11 desember 2012

6

Begitu sempurna ajaran islam sehingga masyarakat rabbany hasil didikan

ajaran islam telah terbentuk dan menerapkan islam dalam keseharian mereka.

Masyarakat itu tidak lain adalah masyarakat yang terdiri dari sahabat-sahabat nabi

yang mana mereka adalah kaum dan ummat terbaik di muka bumi. dan

Sahabat adalah orang yang berjumpa dengan Nabi shallallahu’alaihi wa

sallam dalam keadaan muslim, meninggal dalam keadaan Islam, meskipun

sebelum mati dia pernah murtad seperti Al Asy’ats bin Qais. Sedangkan yang

dimaksud dengan berjumpa dalam pengertian ini lebih luas daripada sekedar

duduk di hadapannya, berjalan bersama, terjadi pertemuan walau tanpa bicara, dan

termasuk dalam pengertian ini pula apabila salah satunya (Nabi atau orang

tersebut) pernah melihat yang lainnya, baik secara langsung maupun tidak

langsung. Oleh karena itu Abdullah bin Ummi Maktum radhiyallahu’anhu yang

buta matanya tetap disebut sahabat (lihat Taisir Mushthalah Hadits, hal. 198, An

Nukat, hal. 149-151)5

Allah memuji para sahabat dalam firmanNya

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia

adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.

kamu Lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya,

tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah

sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti

tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu

kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu

menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan

hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah

menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang

saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (Q.S Al-Fath:29)

5 http://muslim.or.id/manhaj/inilah-generasi-terbaik-dalam-sejarah.html diunduh tanggal 11 Desember 2012

7

Begitu pula nabi kita yang mulia memuji para sahabat sebagaimana kita

ketahui ucapan beliau bukan berdasarkan hawa nafsunya. Nabi Muhammad

shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik umat manusia adalah

generasiku (sahabat), kemudian orang-orang yang mengikuti mereka (tabi’in) dan

kemudian orang-orang yang mengikuti mereka lagi (tabi’ut tabi’in).” (Muttafaq

‘alaih)6

Karena mereka dididik langsung oleh nabi, maka hasilnya mereka para

sahabat ridhwanullah ajma’in mengamalkan islam dalam keseharian mereka,yang

mana sebelumnya kebiasaan mereka maupun kebudayaan mereka sangat jauh

berbeda dengan ajaran islam. Islam datang meluruskan jiwa-jiwa mereka sehingga

mereka mendapatkan kejayaan dan berhasil menjadikan ajaran islam sebagai

bagian rutinitas mereka sehingga terciptalah suatu kebudayaan yang diwariskan

turun temurun dalam masyarakat rabbany yang berjalan diatas rel-rel syariat.

Ketika mereka para sahabat telah menerapkan islam dalam semua aspek

hidup mereka dengan demikian islam menjadi sesuatu yang diwariskan turun

temurun sehingga terciptalah kebudayaan yang berlandaskan wahyu yakni islam.

Islam semakin meluas dan diterima oleh banyak lapisan masyarakat dan juga

banyak negeri, maka dengan islamnya negeri-negeri setiap individu merasa butuh

untuk mempelajari islam dan juga menerapkannya atau mengamalkannya dalam

keseharian mereka.

Dari sejarah dapat diketahui penyebaran islam dimulai dari daerah-daerah

terdekat dengan kota madinah sehingga seluruh jazirah arab mengenal islam

dengan baik dan mengamalkan ajaran islam sehingga secara langsung

mempengaruhi budaya setempat untuk disesuaikan dengan ajaran islam.

Contoh budaya masyarakat yang sangat jelas terlihat adalah pada syariat hijab

untuk kaum wanita muslimah. Sebelum islam datang, masyarakat jazirah arab

atau negeri-negeri timur tengah mempunyai kebudayaan berpakaian ala kadarnya

dan tidak jarang mereka tidak mengenakan sehelai benangpun ketika mereka

beribadah haji ke ka’bah. Ketika islam dating, islam mengatur batasan-batasan

berpakaian bagi muslimah untuk mengangkat derajat muslimah dengan

6 ibid

8

pensyariatan hijab bagi muslimah. Dan kaum muslimah diawal-awal islam

mengamalkan syariat tersebut dan menyebar ke daerah-daerah perluasan islam

sehingga menjadi ciri bahwa masyarakat Negeri-negeri Muslim kaum wanitanya

berhijab rapat sesuai syar’I sehingga menjadi suatu kebudayaan islam.

Berikut penjelasan ustadz Abu Ayyaz pada blog yang beliau miliki 7

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan

isteri-isteri orang Mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh

tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenal,

karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha

Penyayang.” (Al Ahzab: 59)

Ayat ini tegas menjadi dalil atas wajibnya mengenakan jilbab bagi setiap

muslimah. Kewajiban mengenakan jilbab dalam ketentuan syari’ah sepadan

dengan kewajiban-kewajiban lainnya yang telah diatur dalam agama. Hal ini

bertolak belakang dengan anggapan sebagian orang yang menyatakan bahwa

jilbab merupakan produk budaya, atau ketentuan yang terikat secara kondisional

sehingga hukumnya “boleh-boleh saja” dikenakan.

Para pembaca perlu mengerti, dalam sejarah penetapan hukum syari’ah

(tarikh tasyri’) telah digambarkan bahwa kebudayaan wanita-wanita Arab

jahiliyah sebelum diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam

ialah dalam keadaan terbuka auratnya, bahkan telanjang bulat ketika thawaf di

Ka’bah. “Mereka melemparkan pakaian mereka dan meninggalkannya tergeletak

di atas tanah. Mereka tidak lagi mengambil pakaian tersebut untuk selamanya,

membiarkannya terinjak-injak oleh kaki orang-orang yang lalu lalang hingga

pakaian tersebut usang. Demikian kebiasaan jahiliyah yang dinamakan Al-Liqa’

ini berlangsung hingga datanglah Islam dan Allah memerintahkan mereka untuk

menutup auratnya, sebagaimana dalam firman-Nya surat Al-A’raf ayat 31.”

(Syarh Shahiih Muslim, Al-Imam An-Nawawi, 18/369).

Maka sungguh tidak relevan jika anggapan tersebut kita korelasikan dengan

kenyataan budaya Arab pada masa pra-Islam.

Adapun setelah itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam

mewajibkan kepada isteri-isteri beliau, anak perempuan beliau dan wanita-wanita

7 http://abuayaz.blogspot.com/2010/08/jilbab-wanita-muslimah.htmlDiunduh tanggal 5 Desember 2012

9

kaum Mu’minin untuk mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh mereka. Ini

menunjukkan bahwa jilbab bukanlah produk budaya Arab, akan tetapi murni

wahyu dari Allah yang turun kepada Nabi-Nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa

‘ala alihi wasallam guna diamalkan oleh segenap ummatnya dari kalangan

Muslimah dimanapun mereka berada sampai datangnya hari Kiamat.

Namun yang masih menjadi persoalan ialah biasnya definisi jilbab yang

dipahami ditengah masyarakat kita. (selesai penjelasan beliau)

Contoh Di atas hanya merupakan salah satu contoh islam menjadi sebuah

budaya dalam masyarakat, karena dalam prakteknya banyak sekali ajaran-ajaran

islam yang membudaya terutama pada masyarakat negeri-negeri Timur Tengah.

C. Kaidah Fiqhiyyah Dalam Islam.

Sebagaimana telah dijelaskan secara global diatas bahwa islam adalah sebuah

agama yang sudah sempurna, maka islam mepunyai kaidah-kaidah fiqhiyyah atau

batasan-batasan secara tinjauan hukum fiqhnya untuk menjaga kemurnian agama

islam ketika berhadapan dengan beragam budaya masyarakat di dunia karena

Agama Islam ditujukan untuk semua penduduk bumi yang notabene mempunyai

bermacam-macam kebudayaan.

C.1. Kaidah dalam beribadah

"Hukum asal dalam beribadah adalah haram dan batal kecuali yang ada

dalil yang memerintahkan"

Ada beberapa dalil , diantaranya adalah ayat Al Qur'an surah al Hujurat :1

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya

dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha

Mengetahui. (QS. Al Hujurat :1)

Maksudnya orang-orang mukmin tidak boleh menetapkan sesuatu hukum,

sebelum ada ketetapan dari Allah dan RasulNya. Tidak boleh membuat cara

ibadah sebelum ada perintah dari Allah dan tuntunan dari Rasulullah.

Ibadah pada dasarnya adalah haram dan batal. Hukum asalnya adalah haram,

dan sesuatu yang batal, tidak syah, tidak berguna dan sia-sia.

10

Hukum haram dapat berubah menjadi wajib, atau sunnah apabila ada perintah

dari Allah dan Rasul-Nya.. Apabila tidak ada perintah dari Allah dan Rasul-Nya

atau apabila tidak ada dalil yang menyuruh (perintah) melakukannya, ia kembali

kepada hukum asal HARAM.

Hukum-hukum dalam beribadah sudah baku, hak mutlak / otoritas Allah

(karena Dia- lah yang menciptakan cara beribadah sehingga tidak ada peluang

bagi manusia untuk membuat cara baru walaupun dipandang baik). Hukum dalam

ibadah berupa “mandat” dari Allah dengan cara mengikuti Rasulullah, manusia

hanya menjalankan sesuai isi mandat dan juklak ( petunjuk pelaksanaan : Al

Qur'an dan Hadits Shahih). Apabila dilaksanakan atau tidak dilaksanakan, apabila

sesuai atau tidak sesuai, ada ganjaran, yaitu pahala dan dosa.

م�و�ر# � م�أ د�ة� �ا �لع�ب ا ف�ى ص�ل�

� �أل ا

" Hukum asal ibadah adalah ( apabila ada) perintah"

Dalilnya adalah :

"Katakanlah: "Sesungguhnya Aku diperintahkan supaya menyembah Allah

dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. (QS. Az

Zumar : 11)

Tanpa adanya perintah Allah atau dari Rasul-Nya, maka siapa yang

memerintahkannya ? Kalau bukan atas perintah Allah dan Rasul-Nya maka bisa

terjatuh dalam kesyirikan, berarti ada "tuhan" lain yang memerintahkan cara

beribadah sesuai kemauan si "tuhan" tersebut. Padahal yang membuat cara

beribadah dan cara menyembah kepada Allah hanyalah Allah semata.

Maka tidak boleh melakukan suatu ibadah, walaupun (cara /model ibadah

tanpa dasar tadi) dipandang baik oleh orang [baca : bid'ah hasanah] dan dilakukan

oleh orang banyak. Lebih baik diam (tidak mengerjakan) apabila tidak tahu

dalilnya, atau bertanya kepada yang mengetahui hukumnya.

"Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini,

niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain hanyalah

mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap

Allah)." [ QS. Al An'am : 116]

Dalam ibadah jangan mengikuti persangkaan atau perasaan. Ah ! itukan

baik !, yang penting niatnya baik !, lihat orang-orang, banyak yang

11

melakukannya. Ah ! itukan sudah tradisi ! Orang-orang sebelum kita (nenek

moyang kita, bapak-bapak kita) juga melakukannya !

Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang Telah diturunkan

Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami Hanya mengikuti apa yang Telah

kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan

mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu

apapun, dan tidak mendapat petunjuk?".( QS. Al Baqarah : 170 )

Kalau tidak ada perintah Allah, atau kalau tidak ada contohnya dari

Rasulullah, maka kita perlu bertanya, perintah siapakah yang menyuruh beribadah

dengan model seperti itu ? Kalau seandainya perintah manusia ( misalnya :

Syaikh, Tuan Guru, Guru Tariqat, Kiyai, Habib, dll) maka merekalah yang kita

sembah. Karena mengikuti atau menta'ati cara beribadah yang dibuat oleh mereka

sendiri (seandainya tanpa dalil yang shahih). Secara tidak sadar terjatuh dalam

perbuatan syirik, karena ada si pembuat baru selain Allah. Ingat ! Hanya Allah

yang membuat cara ibadah dan hanya Allah yang patut disembah atau di ibadahi,

�د� �ع�ب ن �اك� �ي dan tidaklah Allah menciptakan Manusia dan Jin kecuali hanya untuk إ

beribadah kepada Allah,

�د�و�ن �ع�ب � لي �ال إ �س� ن � و�اإل �لج�ن� ا �ق�ت� ل خ� و�م�ا

Tidak ada satu pun ibadah dalam Islam, kecuali Nabi sudah

mencontohkannya, kemudian di ikuti oleh para sahabat, tabi'in dan tabi'it tabi'in.

Kita tidak boleh meniru atau mengikuti siapapun dalam beribadah, walau dia

dikatakan sebagai orang yang alim atau ulama, kecuali orang itu mengikuti

(ittiba') cara Rasulullah, maka ikutilah. Cara mengetahui bagaimana tata cara

Rasulullah dalam beribadah dan muamalah adalah dengan cara mempelajari

Hadits-hadits yang shahih.

Ibadah adalah hubungan, sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah,

dengan mengharap ridha-Nya, ampunan-Nya, dan pasti tujuannya kebaikan

(mencari pahala). Allah-lah yang menciptakan ibadah, karena itu tidak boleh

melakukan ibadah kecuali apa yang telah disyari'atkan Allah. Sebab hanya

Pembuat Syari'at (Allah) sendiri yang berhak membuat cara-cara ibadah bagi

hamba-Nya untuk mendekatkan diri pada-Nya. Bahanyanya adalah apabila kita

salah sembah. Siapa yang kita sembah ?

12

Hakikat ibadah tercermin dalam dua hal :

1. Tidak ada yang di ibadahi kecuali hanya Allah.

2. Tidak boleh beribadah kepada Allah kecuali dengan cara yang telah

disyari'atkan-Nya.

Atau dalam pengertian yang lain :

1. Ikhlas hanya kepada Allah semata.

2. Amalan tersebut harus dikerjakan atas tuntunan (ittiba') kepada Rasulullah.

Ikhlash dan mutaba’ah adalah syarat diterimanya ibadah [talqihul ifhamil ‘illiyah

bi syarhil qawa’idil fiqhiyah 1 : 54, qaidah no.15 ]8

C.2. Kaidah Dalam Muamalah

� �م �ح�ر�ي الت ع�ل�ى �ل� �ي �لد�ل ا ل� �د� ي �ى ح�ت ح�ة �ا ب � �إل ا �اء� ي �ش� �أل ا ف�ى ص�ل�

� �أل ا

"Hukum asal dari sesuatu (muamalah/keduniaan) adalah mubah sampai ada

dalil yang melarangnya (memakruhkannya atau mengharamkannya)"(Imam

As Suyuthi, dalam al Asyba' wan Nadhoir: 43)

الله� , � �م �ح�ر�ي �ت ب � �ال إ د�ة# � عا م� �ح�ر� ت � و�ال الله� ع� �ر �ش� ب � �ال إ د�ة# �ا ب ع� ع� ر� ��ش ت � ال

"Tidak boleh dilakukan suatu ibadah kecuali yang disyari'atkan oleh Allah, dan

tidak dilarang suatu adat (muamalah) kecuali yang diharamkan oleh Allah"

Muamalah (keduniaan) pada dasarnya adalah “mubah”. Asal hukumnya

boleh (jaiz). Ia berubah hukumnya apabila ada larangan. Apabila ada larangan,

sesuatu yang halal, maka berubah menjadi “haram” dan “makruh”. Apabila tidak

ada larangan, atau apabila tidak ada dalil yang melarangnya, ia kembali kepada

hukum asalnya, yaitu “HALAL”.

"Dia-lah Allah yang menjadikan segala yang ada di Bumi untuk kamu" (QS. Al

Baqarah : 29)

"Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di

bumi semuanya (sebagai rahmat)" (QS. Al Jatsiyah : 13)

8 http://elhijrah.blogspot.com/2011/02/memahami-kaidah-penting-dalam-beribadah.html diunduh tanggal 5 Desember 2012

13

Allah sama sekali tidak menciptakan segala sesuatu dan menundukkannya

bagi kepentingan manusia sebagai ni'mat, kemudian Allah lantas

mengharamkannya bagi manusia ? Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan

beberapa bagian saja, sehingga wilayah haram dalam agama sangat sempit sedang

wilayah halal sangat luas.

Prinsip dalam “beribadah” lebih menekankan pada larangan sampai ada

“perintah”, prinsip dalam “muamalah” lebih menekankan pada pembolehan

sampai ada “larangan”. Sampai kalau ada dalil (yang membolehkan atau yang

melarang), maka status hukumnya berubah.

Kaidah ini harus dipahami betul-betul dahulu, sampai mengerti benar. Sebab

banyak orang salah dalam beragama, karena tidak mengerti Kaidah (hukumnya).

Salah melangkah pada start awal, maka langkah selanjutnya semakin keliru.

Semakin menjauh dari rel-nya, keluar jalan.

Dalam hal ibadah, akal hanya tunduk pasrah, tunduk kepada wahyu, meniru

apa yang sudah dicontohkan berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits shahih. Akal tidak

boleh mengutak-atik hukum, kecuali hukum suatu ayat dijelaskan oleh ayat yang

lain, atau suatu ayat dijelaskan oleh hadits, atau suatu hadits dijelaskan oleh hadits

yang lain. Dari hukum umum menjadi khusus.

Perhatikan Kaidah yang sangat mulia ini ! :

�ل�ي�ه إ � نا و� ب�ق� ل�س� ي�را� خ� ك�ان� ل�و�

"Kalau sekiranya suatu perkara itu "baik",( pasti Rasulullah, para sahabat,

tabi'in dan tabi'it tabi'in ) lebih dahulu melaksanakannya" daripada kita, karena

mereka lebih 'alim lebih ta'at dan lebih tahu tentang agama daripada kita.

Contoh :

Shalat, kita hanya tinggal mencontoh cara Rasulullah shalat, berdasarkan

syari’at Allah. Atas perintah Allah : "Dirikanlah shalat ! ال�ة الص� يم�وا ق� أ�

Bagaimana cara shalatnya ? , dijelaskan lewat hadits-hadits Rasulullah, Shalatlah

kamu sebagaimana kamu melihat bagaimana cara saya shalat مني�ي�ت� أ ر� ا ك�م� ا ل!و� ص�

ل%ى ص� Tidak boleh membuat cara shalat yang baru. Seperti Shalat Hadiyah, ada.أ�

tidak dalilnya ?

14

Dalam muamalah, akal diberikan porsi yang seluas-luasnya, �ع�ل�مأ� ن�ت�م�

� أ

ر�د�ن�ي�اك�م� و� tetapi dengan syarat (kamu lebih mengerti dengan urusan duniamu) بأ�م�

tidak boleh terlepas dari Al-Qur’an dan Hadits, pada pertimbangannya (sebagai

barometer). Dalam muamalah tidak terbatas pada benda, tetapi mencakup

perbuatan dan aktivitas-aktivitas yang tidak termasuk dalam urusan ibadah.

Contoh :

Boleh makan dan minum, menciptakan tekhnologi, membuat kendaraan,

komputer, komunikasi canggih, jual-beli, sewa-menyewa, bermasyarakat, dll

sesukanya, asalkan sampai batasan yang tidak diharamkan atau dimakruhkan oleh

syari’at. Boleh makan sebatas tidak dimakruhkan dan diharamkan, misalnya ;

jangan makan pakai tangan kiri, jangan minum sambil berdiri, jangan makan

sampai kenyang berlebihan, jangan makan binatang yang buas, bertaring,

mempunyai cakar tajam dll. Makan dan minum pada dasarnya boleh, kecuali yang

dibatasi oleh Al Qur'an dan Hadits.

Ada orang yang mengatakan, "Kalau begitu naik Haji, kalau pakai Pesawat

Terbang, bid'ah dong ? Dulukan pakai onta !. Rupanya orang tersebut tidak

mengerti mana batasan pengertian bid'ah. Bid'ah hanya dalam pelaksanaan

ibadahnya. Naik Pesawat Terbang bukan termasuk dalam pelaksanaan ibadah

Haji. Tapi ia adalah sarana. Kalau begitu orang yang naik Haji dengan berjalan

kaki jadi bid'ah juga dong ! Seandainya naik Haji harus pakai Onta. Pesawat

Terbang adalah bagian dari Ilmu Pengetahuan, maka sifatnya mubah.

�ا �ن د�ي م� � ال ��س ا ��م �ك ل �ت� ض�ي ر� و� �ع�م�تى� ن ��م �ك �ي ع�ل �م�م�ت� �ت و�ا ��م �ك �ن د�ي ��م �ك ل �م�ل�ت� �ك ا �و�م� �ي �ل ا

"Pada hari ini telah kusempurnakan bagimu agamamu dan telah

kusempurnakan atasmu nikmatku dan telah kuridha'i Islam sebagai agamamu"

(QS. Al Maidah : 3)

Agama Islam adalah agama yang sempurna, sesuatu yang sempurna tidak

boleh dan tidak perlu ditambahi atupun dikurangi, karena Allah sendiri yang

mengatakan "sempurna" Apabila menambahi atau mengurangi, maka ia lebih

hebat dari Allah dan Rasul-Nya. Apa-apa yang datangnya dari Allah pasti

disampaikan oleh Rasulullah, dan tidak ada yang disembunyikan.

Allah berfirman;

15

Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu.

Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak

menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.

Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.

[QS. Al Baqarah :67]

Semua Sunnah yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

adalah upaya untuk menjelaskan Al-Qur’an. Tidak ada satu pun yang samar atau

tersembunyi dari semua penjelasan yang dibutuhkan manusia dalam kehidupan

dunia dan akhirat, melainkan beliau telah jelaskan, ini menunjukkan bahwa agama

Islam sudah sempurna.

Para Sahabat telah memberi kesaksian atas hal itu pada peristiwa Hajjatul

Wada’ ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri meminta mereka

memberikan kesaksian, bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah

menyampaikan seluruh risalah. Tidak ada satu pun yang beliau tidak sampaikan.

Semua sudah disampaikan, apa saja yang membawa manusia ke Surga sudah

beliau jelaskan, dan apa saja yang membawa manusia ke Neraka sudah beliau

jelaskan pula.9

Demikianlah agama islam mempunyai kaidah-kaidah dalam ibadah dan

muamalah ketika berhadapan dengan banyak kebudayaan dunia.

D. Islam Untuk Semua Kebudayaan

Sebagaimana pemaparan diatas bahwa islam adalah sebuah agama samawi

penutup agama-agama sebelumnya maka semua manusia sejak kedatangan islam

harus tunduk dan patuh pada syariat islam. Islam ajarannya telah sempurna

sehingga tidak memerlukan penambahan ataupun pengurangan juga karena islam

adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia yang menginginkan ketentraman

hidup. Sejarah telah membuktikan bahwa Islam bias diterapkan dalam kehidupan

masyarakat, terkhusus masyarakat binaan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi

9 http://elhijrah.blogspot.com/2011/02/memahami-kaidah-penting-dalam-beribadah.html diunduh tanggal 5 Desember 2012

16

wasallam yakni masyarakat yang terdiri dari para sahabat nabi ridhwanullahu

ajma’in.

Allah Ta’ala berfirman:

�م�ين� �عال �ل ل ح�م�ة& ر� � �ال إ �ناك� ل س� �ر� أ و�ما

“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat

bagi seluruh manusia” (QS. Al Anbiya: 107)

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam diutus dengan membawa ajaran

Islam, maka Islam adalah rahmatan lil’alamin, Islam adalah rahmat bagi seluruh

manusia.

Secara bahasa, rahmat artinya kelembutan yang berpadu dengan rasa iba (Lihat

Lisaanul Arab, Ibnul Mandzur). Atau dengan kata lain rahmat dapat diartikan

dengan kasih sayang. Jadi, diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa

sallam adalah bentuk kasih sayang Allah kepada seluruh manusia.

Penafsiran Para Ahli Tafsir

1. Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dalam Tafsir Ibnul Qayyim :

Pendapat yang lebih benar dalam menafsirkan ayat ini adalah bahwa rahmat

disini bersifat umum. Dalam masalah ini, terdapat dua penafsiran:

Pertama: Alam semesta secara umum mendapat manfaat dengan diutusnya

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.

Orang yang mengikuti beliau, dapat meraih kemuliaan di dunia dan akhirat

sekaligus. Orang kafir yang memerangi beliau, manfaat yang mereka dapatkan

adalah disegerakannya pembunuhan dan maut bagi mereka, itu lebih baik bagi

mereka. Karena hidup mereka hanya akan menambah kepedihan adzab kelak di

akhirat. Kebinasaan telah ditetapkan bagi mereka. Sehingga, dipercepatnya ajal

lebih bermanfaat bagi mereka daripada hidup menetap dalam kekafiran.

Orang kafir yang terikat perjanjian dengan beliau, manfaat bagi mereka

adalah dibiarkan hidup didunia dalam perlindungan dan perjanjian. Mereka ini

lebih sedikit keburukannya daripada orang kafir yang memerangi Nabi

Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.

Orang munafik, yang menampakkan iman secara zhahir saja, mereka

mendapat manfaat berupa terjaganya darah, harta, keluarga dan kehormatan

17

mereka. Mereka pun diperlakukan sebagaimana kaum muslimin yang lain dalam

hukum waris dan hukum yang lain.

Dan pada umat manusia setelah beliau diutus, Allah Ta’ala tidak memberikan

adzab yang menyeluruh dari umat manusia di bumi. Kesimpulannya, semua

manusia mendapat manfaat dari diutusnya Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.

Kedua: Islam adalah rahmat bagi setiap manusia, namun orang yang beriman

menerima rahmat ini dan mendapatkan manfaat di dunia dan di akhirat.

Sedangkan orang kafir menolaknya. Sehingga bagi orang kafir, Islam tetap

dikatakan rahmat bagi mereka, namun mereka enggan menerima. Sebagaimana

jika dikatakan ‘Ini adalah obat bagi si fulan yang sakit’. Andaikan fulan tidak

meminumnya, obat tersebut tetaplah dikatakan obat”

2. Muhammad bin Ali Asy Syaukani dalam Fathul Qadir :

“Makna ayat ini adalah ‘Tidaklah Kami mengutusmu, wahai Muhammad,

dengan membawa hukum-hukum syariat, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh

manusia tanpa ada keadaan atau alasan khusus yang menjadi pengecualian’.

Dengan kata lain, ‘satu-satunya alasan Kami mengutusmu, wahai Muhammad,

adalah sebagai rahmat yang luas. Karena kami mengutusmu dengan membawa

sesuatu yang menjadi sebab kebahagiaan di akhirat’ ”

3. Muhammad bin Jarir Ath Thabari dalam Tafsir Ath Thabari :

“Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang makna ayat ini, tentang apakah

seluruh manusia yang dimaksud dalam ayat ini adalah seluruh manusia baik

mu’min dan kafir? Ataukah hanya manusia mu’min saja? Sebagian ahli tafsir

berpendapat, yang dimaksud adalah seluruh manusia baik mu’min maupun kafir.

Mereka mendasarinya dengan riwayat dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu dalam

menafsirkan ayat ini:

, يؤمن لم ومن واآلخرة الدنيا في الرحمة له كتب اآلخر واليوم بالله آمن من

والقذف الخسف من األمم أصاب مما عوفي ورسوله بالله

“Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, ditetapkan baginya

rahmat di dunia dan akhirat. Namun siapa saja yang tidak beriman kepada Allah

dan Rasul-Nya, bentuk rahmat bagi mereka adalah dengan tidak ditimpa musibah

18

yang menimpa umat terdahulu, seperti mereka semua di tenggelamkan atau di

terpa gelombang besar”

dalam riwayat yang lain:

أصاب , مما عوفي به يؤمن لم ومن واآلخرة الدنيا في به آمن لمن الرحمة تمت

قبل األمم

“Rahmat yang sempurna di dunia dan akhirat bagi orang-orang yang

beriman kepada Rasulullah. Sedangkan bagi orang-orang yang enggan beriman,

bentuk rahmat bagi mereka adalah dengan tidak ditimpa musibah yang menimpa

umat terdahulu”

4. Muhammad bin Ahmad Al Qurthubi dalam Tafsir Al Qurthubi

“Said bin Jubair berkata: dari Ibnu Abbas, beliau berkata:

به وصدق به آمن فمن الناس لجميع رحمة وسلم عليه الله صلى محمد كان

والغرق , الخسف من األمم لحق مما سلم به يؤمن لم ومن سعد

“Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam adalah rahmat bagi seluruh

manusia. Bagi yang beriman dan membenarkan ajaran beliau, akan mendapat

kebahagiaan. Bagi yang tidak beriman kepada beliau, diselamatkan dari bencana

yang menimpa umat terdahulu berupa ditenggelamkan ke dalam bumi atau

ditenggelamkan dengan air”

Ibnu Zaid berkata:

خاص المؤمنين بالعالمين أراد

“Yang dimaksud ‘seluruh manusia’ dalam ayat ini adalah hanya orang-orang

yang beriman” ”

5. Ash Shabuni dalam Shafwatut Tafasir

“Maksud ayat ini adalah ‘Tidaklah Kami mengutusmu, wahai Muhammad,

melainkan sebagai rahmat bagi seluruh makhluk’. Sebagaimana dalam sebuah

hadits:

مهداة رحمة أنا إنما

“Sesungguhnya aku adalah rahmat yang dihadiahkan (oleh Allah)” (HR. Al

Bukhari dalam Al ‘Ilal Al Kabir 369, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 2/596.

19

Hadits ini di-shahih-kan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 490, juga dalam

Shahih Al Jami’, 2345)

Orang yang menerima rahmat ini dan bersyukur atas nikmat ini, ia akan

mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Allah Ta’ala tidak mengatakan ‘rahmatan lilmu’minin‘, namun mengatakan

‘rahmatan lil ‘alamin‘ karena Allah Ta’ala ingin memberikan rahmat bagi

seluruh makhluknya dengan diutusnya pemimpin para Nabi, Muhammad

Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Beliau diutus dengan membawa kebahagiaan yang

besar. Beliau juga menyelamatkan manusia dari kesengsaraan yang besar. Beliau

menjadi sebab tercapainya berbagai kebaikan di dunia dan akhirat. Beliau

memberikan pencerahan kepada manusia yang sebelumnya berada dalam

kejahilan. Beliau memberikan hidayah kepada menusia yang sebelumnya berada

dalam kesesatan. Inilah yang dimaksud rahmat Allah bagi seluruh manusia.

Bahkan orang-orang kafir mendapat manfaat dari rahmat ini, yaitu ditundanya

hukuman bagi mereka. Selain itu mereka pun tidak lagi ditimpa azab berupa

diubah menjadi binatang, atau dibenamkan ke bumi, atau ditenggelamkan dengan

air”

Pemahaman Yang Salah Kaprah

Permasalahan muncul ketika orang-orang menafsirkan ayat ini secara

serampangan, bermodal pemahaman bahasa dan logika yang dangkal. Atau

berusaha memaksakan makna ayat agar sesuai dengan hawa nafsunya.

Diantaranya pemahaman tersebut adalah:

1. Berkasih sayang dengan orang kafir

Sebagian orang mengajak untuk berkasih sayang kepada orang kafir, tidak perlu

membenci mereka, mengikuti acara-acara mereka, enggan menyebut mereka kafir,

atau bahkan menyerukan bahwa semua agama sama dan benar, dengan berdalil

dengan ayat:

�م�ين� �عال �ل ل ح�م�ة& ر� � �ال إ �ناك� ل س� �ر� أ و�ما

“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat

bagi alam semesta” (QS. Al Anbiya: 107)

20

Padahal bukan demikian tafsiran dari ayat ini. Allah Ta’ala menjadikan Islam

sebagai rahmat bagi seluruh manusia, namun bentuk rahmat bagi orang kafir

bukanlah dengan berkasih sayang kepada mereka. Bahkan telah dijelaskan oleh

para ahli tafsir, bahwa bentuk rahmat bagi mereka adalah dengan tidak ditimpa

musibah besar yang menimpa umat terdahulu. Inilah bentuk kasih sayang Allah

terhadap orang kafir, dari penjelasan sahabat Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu.

2. Berkasih sayang dalam kemungkaran

Sebagian kaum muslimin membiarkan orang-orang meninggalkan shalat,

membiarkan pelacuran merajalela, membiarkan wanita membuka aurat mereka di

depan umum bahkan membiarkan praktek-praktek kemusyrikan dan enggan

menasehati mereka karena khawatir para pelaku maksiat tersinggung hatinya jika

dinasehati, kemudian berkata : “Islam khan rahmatan lil’alamin, penuh kasih

sayang”. Sungguh aneh.

Padahal bukanlah demikian tafsir surat Al Anbiya ayat 107 ini. Islam sebagai

rahmat Allah bukanlah bermakna berbelas kasihan kepada pelaku kemungkaran

dan membiarkan mereka dalam kemungkarannya. Sebagaiman dijelaskan Ath

Thabari dalam tafsirnya di atas, “Rahmat bagi orang mu’min yaitu Allah

memberinya petunjuk dengan sebab diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa

sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi Wa sallam memasukkan orang-orang beriman

ke dalam surga dengan iman dan amal mereka terhadap ajaran Allah”.

Maka bentuk kasih sayang Allah terhadap orang mu’min adalah dengan memberi

mereka petunjuk untuk menjalankan perinta-perintah Allah dan menjauhi apa

yang dilarang oleh Allah, sehingga mereka menggapai jannah. Dengan kata lain,

jika kita juga merasa cinta dan sayang kepada saudara kita yang melakukan

maksiat, sepatutnya kita menasehatinya dan mengingkari maksiat yang

dilakukannya dan mengarahkannya untuk melakukan amal kebaikan.

Dan sikap rahmat pun diperlukan dalam mengingkari maksiat. Sepatutnya

pengingkaran terhadap maksiat mendahulukan sikap lembut dan penuh kasih

sayang, bukan mendahulukan sikap kasar dan keras. Rasulullah Shallallahu

‘alaihi Wa sallam bersabda:

شانه . إال شيء من ينزع وال زانه إال شيء في يكون ال الرفق إن

21

“Tidaklah kelembutan itu ada pada sesuatu, kecuali akan menghiasnya. Tidaklah

kelembutan itu hilang dari sesuatu, kecuali akan memperburuknya” (HR. Muslim

no. 2594)

3. Berkasih sayang dalam penyimpangan beragama

Adalagi yang menggunakan ayat ini untuk melegalkan berbagai bentuk

bid’ah, syirik dan khurafat. Karena mereka menganggap bentuk-bentuk

penyimpangan tersebut adalah perbedaan pendapat yang harus ditoleransi

sehingga merekapun berkata: “Biarkanlah kami dengan pemahaman kami, jangan

mengusik kami, bukankah Islam rahmatan lil’alamin?”. Sungguh aneh.

Menafsirkan rahmat dalam surat Al Anbiya ayat 107 dengan kasih sayang dan

toleransi terhadap semua pemahaman yang ada pada kaum muslimin, adalah

penafsiran yang sangat jauh. Tidak ada ahli tafsir yang menafsirkan demikian.

Perpecahan ditubuh ummat menjadi bermacam golongan adalah fakta, dan

sudah diperingatkan sejak dahulu oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa

sallam. Dan orang yang mengatakan semua golongan tersebut itu benar dan

semuanya dapat ditoleransi tidak berbeda dengan orang yang mengatakan semua

agama sama. Diantara bermacam golongan tersebut tentu ada yang benar dan ada

yang salah. Dan kita wajib mengikuti yang benar, yaitu yang sesuai dengan ajaran

Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Bahkan Ibnul Qayyim mengatakan tentang

rahmat dalam surat Al Anbiya ayat 107: “Orang yang mengikuti beliau, dapat

meraih kemuliaan di dunia dan akhirat sekaligus”. Artinya, Islam adalah bentuk

kasih sayang Allah kepada orang yang mengikuti golongan yang benar yaitu yang

mau mengikuti ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.

Pernyataan ‘biarkanlah kami dengan pemahaman kami, jangan mengusik

kami’ hanya berlaku kepada orang kafir. Sebagaimana dinyatakan dalam surat

Al Kaafirun:

م�ا �د# ع�اب �ا �ن أ و�ال� �د� �ع�ب أ م�ا �د�ون� ع�اب ��م �ت ن� أ و�ال� �د�ون� �ع�ب ت م�ا �د� �ع�ب أ ال� ون� �اف�ر� �ك ال Hه�ا ي

� أ �ا ي � ق�ل

د�ين� �ي� و�ل ��م �ك د�ين ��م �ك ل �د� ع�ب� أ م�ا �د�ون� ع�اب ��م �ت ن

� أ و�ال� ��م �د�ت ع�ب

“Katakanlah: ‘Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang

kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku

tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. dan kamu tidak pernah

22

(pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan

untukkulah, agamaku‘”

Sedangkan kepada sesama muslim, tidak boleh demikian. Bahkan wajib

menasehati bila saudaranya terjerumus dalam kesalahan. Yang dinasehati pun

sepatutnya lapang menerima nasehat. Bukankah orang-orang beriman itu saling

menasehati dalam kebaikan?

�ح�ق� �ال ب �و�اص�و�ا و�ت �ح�ات� الص�ال �وا و�ع�م�ل �وا آم�ن �ذ�ين� ال �ال� ر�إ �خ�س �ف�ي ل ان� �س� �ن �اإل �ن� إ �ع�ص�ر� و�ال

�ر� �الص�ب ب �و�اص�و�ا و�ت

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,

kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat

menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya

menetapi kesabaran” (QS. Al ‘Ashr: 1 – 3)

Dan menasehati orang yang berbuat menyimpang dalam agama adalah bentuk

kasih sayang kepada orang tersebut. Bahkan orang yang mengetahui saudaranya

terjerumus ke dalam penyimpangan beragama namun mendiamkan, ia mendapat

dosa. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam:

. ومن عنها غاب كمن فكرهها شهدها من كان األرض في الخطيئة عملت إذا

شهدها كمن كان ، فرضيها عنها غاب

“Jika engkau mengetahui adanya sebuah kesalahan (dalam agama) terjadi

dimuka bumi, orang yang melihat langsung lalu mengingkarinya, ia sama seperti

orang yang tidak melihat langsung (tidak dosa). Orang yang tidak melihat

langsung namun ridha terhadap kesalahan tersebut, ia sama seperti orang yang

melihat langsung (mendapat dosa)” (HR. Abu Daud no.4345, dihasankan Al

Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud)

Perselisihan pendapat pun tidak bisa dipukul-rata bahwa semua pendapat bisa

ditoleransi. Apakah kita mentoleransi sebagian orang sufi yang berpendapat shalat

lima waktu itu tidak wajib bagi orang yang mencapai tingkatan tertentu? Atau

sebagian orang kejawen yang menganggap shalat itu yang penting ‘ingat Allah’

tanpa harus melakukan shalat? Apakah kita mentoleransi pendapat Ahmadiyyah

yang mengatakan bahwa berhaji tidak harus ke Makkah? Tentu tidak dapat

ditoleransi. Jika semua pendapat orang dapat ditoleransi, hancurlah agama ini.

23

Namun pendapat-pendapat yang berdasarkan dalil shahih, cara berdalil yang

benar, menggunakan kaidah para ulama, barulah dapat kita toleransi.

4. Menyepelekan permasalahan aqidah

Dengan menggunakan ayat ini, sebagian orang menyepelekan dan enggan

mendakwahkan aqidah yang benar. Karena mereka menganggap mendakwahkan

aqidah hanya akan memecah-belah ummat dan menimbulkan kebencian sehingga

tidak sesuai dengan prinsip bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘alamin.

Renungkanlah perkataan Ash Shabuni dalam menafsirkan rahmatan lil

‘alamin: “Beliau Shallallahu ‘alaihi Wa sallam memberikan pencerahan kepada

manusia yang sebelumnya berada dalam kejahilan. Beliau memberikan hidayah

kepada menusia yang sebelumnya berada dalam kesesatan. Inilah yang dimaksud

rahmat Allah bagi seluruh manusia”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam

menjadi rahmat bagi seluruh manusia karena beliau membawa ajaran tauhid.

Karena manusia pada masa sebelum beliau diutus berada dalam kesesatan berupa

penyembahan kepada sesembahan selain Allah, walaupun mereka menyembah

kepada Allah juga. Dan inilah inti ajaran para Rasul. Sebagaimana firman Allah

Ta’ala:

الط�اغ�وت� �وا �ب �ن ت �و�اج �ه� الل �د�وا اع�ب ن�� أ س�وال& ر� م�ة�

� أ �ل� ك ف�ي �ا �ن �ع�ث ب ��ق�د و�ل

“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk

menyerukan): ‘Sembahlah Allah saja, dan jauhilah Thaghut’ ” (QS. An Nahl: 36)

Selain itu, bukankah masalah aqidah ini yang dapat menentukan nasib

seseorang apakah ia akan kekal di neraka atau tidak? Allah Ta’ala berfirman:

�ار� الن و�اه�� و�م�أ �ة� ن �ج� ال �ه� �ي ع�ل �ه� الل م� ح�ر� �ف�ق�د �ه� �الل ب �ر�ك ��ش ي �م�ن �ه� م�ن�  ن �م�ين� �لظ�ال ل و�م�ا

�ص�ار� ن� أ

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka

pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka,

tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun” (QS. Al Maidah:

72)

Oleh karena itu, adakah yang lebih urgen dari masalah ini?

Kesimpulannya, justru dakwah tauhid, seruan untuk beraqidah yang benar

adalah bentuk rahmat dari Allah Ta’ala. Karena dakwah tauhid yang dibawa oleh

24

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam adalah rahmat Allah, maka

bagaimana mungkin menjadi sebab perpecahan ummat? Justru kesyirikanlah yang

sebenarnya menjadi sebab perpecahan ummat. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

�ع&ا ي ش� �وا �ان و�ك ��ه�م د�ين ق�وا ف�ر� �ذ�ين� ال م�ن� ر�ك�ين� ��م�ش ال م�ن� �وا �ون �ك ت �م�ا  و�ال� ب ب� �ح�ز Hل� ك

ف�ر�ح�ون� ��ه�م �د�ي ل

“Janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu

orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa

golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada

golongan mereka” (QS. Ar Ruum: 31-32)

Pemahaman Yang Benar

Berdasarkan penafsiran para ulama ahli tafsir yang terpercaya, beberapa

faedah yang dapat kita ambil dari ayat ini adalah:

1. Di utusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam sebagai Rasul

Allah adalah bentuk kasih sayang Allah kepada seluruh manusia.

2. Seluruh manusia di muka bumi diwajibkan memeluk agama Islam.Hukum-

hukum syariat dan aturan-aturan dalam Islam adalah bentuk kasih sayang Allah

Ta’ala kepada makhluk-Nya.

3. Seluruh manusia mendapat manfaat dengan diutusnya Nabi Muhammad

Shallallahu ‘alaihi Wa sallam baik yang beriman, orang-orang kafir dan juga

orang-orang munafik.

4. Rahmat yang sempurna hanya didapatkan oleh orang yang beriman kepada

ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam

5. Orang yang beriman kepada ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad

Shallallahu ‘alaihi Wa sallam, membenarkan beliau serta taat kepada beliau,

akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

6. Secara umum, orang kafir mendapat rahmat dengan diutusnya Nabi

Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam berupa dihindari dari adzab yang

menimpa umat-umat terdahulu yang menentang Allah.

7. Orang munafik yang mengaku beriman di lisan namun ingkar di dalam hati

juga mendapat rahmat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi

Wa sallam. Mereka mendapat manfaat berupa terjaganya darah, harta, keluarga

25

dan kehormatan mereka. Mereka pun diperlakukan sebagaimana kaum

muslimin yang lain dalam hukum waris dan hukum yang lain. Namun di

akhirat kelak Allah akan menempatkan mereka di dasar neraka Jahannam.

8. Pengutusan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam menjadi rahmat

karena beliau telah memberikan pencerahan kepada manusia yang awalnya

dalam kejahilan dan memberikan hidayah kepada manusia yang awalnya

berada dalam kesesatan berupa peribadatan kepada selain Allah.10

Penjelasan tentang islam rahmatan lil alamin sangat memuaskan sehingga

jelas bahwa islam adalah untuk semua manusia di muka bumi ini. Allah Maha

Mengetahui bahwa semua manusia di bumi mempunyai kebudayaan yang

berbeda-beda sebanyak yang Allah kehendaki, dan dengan rahmatNya Allah

mengajarkan dan hanya meridhai syariat Islam untuk semua manusia yang terdiri

dari berbagai kebudayaan. Dimana islam telah mempunyai aturan-aturan dan

kaidah-kaidah umum agar semua budaya bias berasimilasi dengan islam dan

kemurnian agama islam tetap terpelihara dan hal ini dibuktikan dengan

tersebarnya Islam keberbagai Negara yang notebene mempunyai latar budaya

yang berbeda.

Tidak ada yang dipungkiri dari kenyataan bahwa semua kebudayaan bias

berasimilasi dengan islam dalam batasan dan kaidah–kaidah yang disebutkan.

Sebagai contoh adalah budaya berpakaian bagi kaum adam dan hawa. Kaum

Adam dibolehkan berpakaian sesuai urf(budaya) asalkan menutup aurat dan tidak

menyerupai orang kafir dalam pakaian syuhrah(kebesaran) mereka. Adapun kaum

Hawa dalam islam dituntun untuk menutup seluruh anggota badannya dgn

pakaian yang longgar, tebal tidak tipis, dan lain-lain sesuai persyaratan hijab

syar’I dalam islam asalkan tidak berseberangan dengan kaidah ibadah dan

muamalah yang telah dipaparkan didepan. Contoh lain adalah dalam masalah

batasan safar yang islam tidak menentukan sejauh berapa kilometernya, tapi

disesuaikan bahwa jarak safar itu menurut urf(budaya) setempat untuk

menentukan sudah termasuk jarak safar atau tidak.

10 .http://muslim.or.id/islam-rahmatan-lil-‘alamin/ diunduh tanggal 5 Desember 2012

26

E. Mengapa Dikatakan Asimilasi Kebudayaan Dengan Islam Bukan

Dikatakan Sebagai Bentuk Akulturasi Kebudayaan?

Sebagaimana pemaparan di awal bahwa asimilasi kebudayaan adalah suatu

kebudayaan yang merupakan hasil dari percampuran dua budaya yang berbeda

yang menghasilkan suatu bentuk kebudayaan baru. Dan biasanya terdapat

golongan mayoritas dan minoritas yang salah satu dari keduanya mempengaruhi

kebudayaan lain sehingga pengaruhnya menciptakan kebudayaan baru bagi

golongan yang dipengaruhi.

Sedangkan akulturasi kebudayaan adalah suatu bentuk kebudayaan yang

merupakan hasil dari bertemunya dua kebudayaan dan hasil tersebut tetap

mempertahankan ciri khas kebudayaan masing-masing.

Lalu mengapa dikatakan Asimilasi kebudayaan dengan islam bukan

dikatakan sebagai bentuk akulturasi kebudayaan?. Jawabnya adalah karena

golongan yang mengalami proses asimilasi adalah golongan minoritas dalam hal

ini Islam dan golongan mayoritas dalam hal ini banyak kebudayaan dunia.

Biasanya, golongan minoritaslah yang mengubah sifat khas dari unsur-unsur

kubudayaannya, dan menyesuaikannya dengan kebudayaan dari golongan

mayoritas sedemikian rupa sehingga lambat laun kehilangan kepribadian

kebudayaannya, dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas. Namun dalam hal ini

walaupun islam sebagai golongan minoritas dia diterima oleh golongan mayoritas

karena kesesuaiannya dengan fitrah manusia itu sendiri dan juga batasan dan

kaidah-kaidah islam syarat dengan kemashlahatan yang diinginkan oleh golongan

mayoritas, sehingga islam bias diterima dan dipraktekkan dalam seluruh

kebudayaan dan menjadi sebuah produk baru dalam kehidupan golongan

mayoritas dan berbaur dalam naungan syariat islam.

27

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan

28

1. Asimilasi kebudayaan adalah suatu kebudayaan yang merupakan hasil dari

percampuran dua budaya yang berbeda yang menghasilkan suatu bentuk

kebudayaan baru. Dan biasanya terdapat golongan mayoritas dan minoritas

yang salah satu dari keduanya mempengaruhi kebudayaan lain sehingga

pengaruhnya menciptakan kebudayaan baru bagi golongan yang dipengaruhi.

2. Dari sejarah dapat diketahui penyebaran islam dimulai dari daerah-daerah

terdekat dengan kota madinah sehingga seluruh jazirah arab mengenal islam

dengan baik dan mengamalkan ajaran islam sehingga secara langsung

mempengaruhi budaya setempat untuk disesuaikan dengan ajaran islam

3. Dua kaidah penting dalam islam ketika menghadapi berbagai kebudayaan

dunia agar bias ditrima dan diterapkan dalam kebudayaan-kebudayaan

tersebut.

"Hukum asal dalam beribadah adalah haram dan batal kecuali yang ada

dalil yang memerintahkan"

"Hukum asal dari sesuatu (muamalah/keduniaan) adalah mubah sampai

ada dalil yang melarangnya (memakruhkannya atau

mengharamkannya)"

4. Penjelasan tentang islam rahmatan lil alamin sangat memuaskan sehingga

jelas bahwa islam adalah untuk semua manusia di muka bumi ini. Allah Maha

Mengetahui bahwa semua manusia di bumi mempunyai kebudayaan yang

berbeda-beda sebanyak yang Allah kehendaki, dan dengan rahmatNya Allah

mengajarkan dan hanya meridhai syariat Islam untuk semua manusia yang

terdiri dari berbagai kebudayaan. Dimana islam telah mempunyai aturan-

aturan dan kaidah-kaidah umum agar semua budaya bias berasimilasi dengan

islam dan kemurnian agama islam tetap terpelihara dan hal ini dibuktikan

dengan tersebarnya Islam keberbagai Negara yang notebene mempunyai latar

budaya yang berbeda.

5. Mengapa dikatakan Asimilasi kebudayaan dengan islam bukan dikatakan

sebagai bentuk akulturasi kebudayaan?. Jawabnya adalah karena golongan

yang mengalami proses asimilasi adalah golongan minoritas dalam hal ini

Islam dan golongan mayoritas dalam hal ini banyak kebudayaan dunia.

Biasanya, golongan minoritaslah yang menguhah sifat khas dari unsur-unsur

29

kubudayaannya, dan menyesuaikannya dengan kebudayaan dari golongan

mayoritas sedemikian rupa sehingga lambat laun kehilangan kepribadian

kebudayaannya, dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas. Namun dalam

hal ini walaupun islam sebagai golongan minoritas dia diterima oleh

golongan mayoritas karena kesesuaiannya dengan fitrah manusia itu sendiri

dan juga batasan dan kaidah-kaidah islam syarat dengan kemashlahatan yang

diinginkan oleh golongan mayoritas, sehingga islam bias diterima dan

dipraktekkan dalam seluruh kebudayaan dan menjadi sebuah produk baru

dalam kehidupan golongan mayoritas dan berbaur dalam naungan syariat

islam.

B. SARAN

Sebagai seorang muslim, sudah menjadi kewajiban untuk memperdalam

keilmuan dalam islam dan diamalkan dalam keseharian dan seharusnya pula

seorang muslim berbangga dengan agama islam karena islam satu-satunya agama

yang diridhai Allah. Pengamalan islam dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan

aturan syariat islam yang penuh mashlahat seyogyanya diwujudkan dan konsisten

untuk diterapkan. Maka dengan menerapkan islam dari yang pertama yakni diri

sendiri kemudian keluarga, kemudian lingkungan akan terbudayakan hidup dalam

naungan syariat islam sehingga kemashlahatan dan keamanan tercapai dengan

baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. http://abuayaz.blogspot.com/2010/08/jilbab-wanita-muslimah.html Diunduh

tanggal 5 Desember 2012

30

2. http://dahlanforum.wordpress.com/2009/10/11/kebudayaan-nasional/ diunduh

tanggal 5 Desember 2012

3. http://elhijrah.blogspot.com/2011/02/memahami-kaidah-penting-dalam-

beribadah.html diunduh tanggal 5 Desember 2012

4. http://id.wikipedia.org/wiki/Asimilasi_%28sosial%29 diunduh tanggal 5

Desember 2012

5. http://imanizty.wordpress.com/2012/06/14/kebudayaan-adalah-ciri-khas-

bangsa-indonesia/ diunduh tanggal 5 Desember 2012

6. http://muslim.or.id/aqidah/agama-islam.html diunduh tanggal 11 desember

2012

7. http://muslim.or.id/islam-rahmatan-lil-‘alamin/ diunduh tanggal 5 Desember

2012

8. http://muslim.or.id/manhaj/inilah-generasi-terbaik-dalam-sejarah.html diunduh

tanggal 11 Desember 2012

31