85
ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN BAWANG MERAH (Allium cepa L.) ASAL KABUPATEN BREBES SEBAGAI PENGHAMBAT PERTUMBUHAN Fusarium sp. SECARA IN VITRO WULIANI AMALIA PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2021 M / 1442 H

ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

  • Upload
    others

  • View
    22

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN

BAWANG MERAH (Allium cepa L.) ASAL KABUPATEN BREBES

SEBAGAI PENGHAMBAT PERTUMBUHAN Fusarium sp. SECARA

IN VITRO

WULIANI AMALIA

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2021 M / 1442 H

Page 2: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

WULIANI AMALIA

11140950000025

ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN BAWANG MERAH

(Allium cepa L.) ASAL KABUPATEN BREBES SEBAGAI PENGHAMBAT

PERTUMBUHAN Fusarium sp. SECARA IN VITRO

JAKARTA

2021 M/ 1442 H

Page 3: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN

BAWANG MERAH (Allium cepa L.) ASAL KABUPATEN BREBES

SEBAGAI PENGHAMBAT PERTUMBUHAN Fusarium sp. SECARA

IN VITRO

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

WULIANI AMALIA

11140950000025

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2021 M / 1442 H

Page 4: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN

BAWANG MERAH (Allium cepa L.) ASAL KABUPATEN BREBES

SEBAGAI PENGHAMBAT PERTUMBUHAN Fusarium sp. SECARA

IN VITRO

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

WULIANI AMALIA

11140950000025

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. Yadi Suryadi, M.Sc Dr. Nani Radiastuti, M.Si

NIP. 195809251985031002 NIP. 196509022001122001

Mengetahui :

Ketua Program Studi Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 5: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul “Isolasi dan Karakterisasi Bakteri pada Tanaman

Bawang Merah (Allium cepa L.) asal Kabupaten Brebes sebagai Penghambat

Pertumbuhan Fusarium sp. secara In Vitro’’yang ditulis oleh Wuliani Amalia

dengan NIM 11140950000025 telah diuji dan dinyatakan “LULUS” dalam

Sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 16 Juli 2021. Skripsi ini telah diterima

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Program Studi Biologi.

Menyetujui;

Penguji I, Penguji II,

Ir. Etyn Yunita, M.Si

NIP.197006282014112002

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. Yadi Suryadi, M.Sc Dr. Nani Radiastuti, M.Si

NIP. 195809251985031002 NIP. 196509022001122001

Mengetahui :

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Biologi

Nashrul Hakiem, S.Si., M.T., Ph.D

NIP. 197106082005011005

Page 6: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI

SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU

LEMBAGA MANAPUN

Tangerang Selatan, Juni 2021

WULIANI AMALIA

NIM. 11140950000025

Page 7: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

i

ABSTRAK

WULIANI AMALIA, Isolasi dan Karakterisasi Bakteri pada Tanaman Bawang

Merah (Allium cepa L.) asal Kabupaten Brebes sebagai Penghambat Pertumbuhan

Fusarium sp. secara In Vitro. Skripsi. Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan

Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dibimbing oleh

Ir. Yadi Suryadi, M.Sc dan Dr. Nani Radiastuti, M.Si.

Tanaman bawang merah termasuk komoditas sayuran unggulan dengan banyak

manfaat diantaranya sebagai bumbu penyedap dan bahan obat. Kebutuhan

masyarakat akan bawang merah terus meningkat tetapi hasil produksinya masih

belum mencukupi. Salah satu penyebabnya adalah penyakit layu (moler) yang

disebabkan oleh kapang Fusarium sp. Mikroorganisme dari kelompok bakteri

mempunyai banyak peran dalam dalam menekan pertumbuhan Fusarium sp.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh isolat bakteri berasal dari tanaman

bawang merah Brebes yang berpotensi sebagai penghambat pertumbuhan

Fusarium sp. Berdasarkan diameter zona hambat dan persentase penghambatan

serta uji kitinase, diperoleh 9 isolat yang dapat menekan pertumbuhan kapang

Fusarium sp. Isolat bakteri AB3, TB2, dan UB1 adalah isolat terbaik yang mampu

menghambat Fusarium sp. dengan persentase hambatan masing-masing 46,80%;

40,24%; dan 35,11%. Isolasi DNA dan sekuensing 16S rRNA diakukan terhadap

3 isolat bakteri tersebut. Hasil sekuensing menunjukan bahwa isolat AB3

memiliki kemiripan dengan bakteri Bacillus subtilis sebesar 99,75%, isolat TB2

memiliki kemiripan dengan B. subtilis sebesar 100% sedangkan isolat UB1

memiliki kemiripan dengan bakteri Pseudomonas nitroreducens sebesar 89,35%.

Hasil analisis menunjukan bahwa isolat AB3, TB2, dan UB1 termasuk kategori

sedang dalam menekan pertumbuhan kapang Fusarium sp. sehingga bakteri

tersebut dapat berperan sebagai agen pengendali hayati.

Kata kunci: Bacillus subtilis; Persentase Hambatan; Pseudomonas nitroreducens;

Tanaman bawang merah;

Page 8: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

ii

ABSTRACT

WULIANI AMALIA, Isolation and Characterization of Bacteria on Shallot

(Allium cepa L.) from Brebes Regency as a Growth Inhibitor of Fusarium sp. by

in Vitro. Skripsi. Study Program of Biology, Faculty of Science and Technology,

Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. Supervised by Ir. Yadi

Suryadi, M.Sc and Dr. Nani Radiastuti, M.Si.

Shallot is one of the leading vegetable commodities which have many benefits

such as for seasonings and herbal medicinal ingredients. The demand of shallots

continues to increase however the production is still not sufficient. One of the

causes of low shallot production is wilt (moler) disease caused by Fusarium sp.

Microorganisms as bacteria have many roles in suppressing the growth of

Fusarium sp. This study aims to obtain potential bacterial isolates from the shallot

plant to inhibit the growth of Fusarium sp. Based on diameter zone inhibition,

degree of percentage inhibition and chitinase test, it was obtained 9 isolates that

can suppress the growth of Fusarium sp. The results indicated that the bacterial

isolates of AB3, TB2, and UB1 were the best isolates capable to inhibit the

growth of Fusarium sp. with a percentage of inhibition respectively 46,80%;

40,24%; and 35,11%. DNA isolation and 16S rRNA sequencing were carried to

those bacterial isolates. Based on 16S rRNA sequencing results, AB3 isolate has

similarities with Bacillus subtilis by 99,75%, TB2 isolate has similarities with B.

subtilis by 100%, and UB1 isolate has similarities with Pseudomonas

nitroreducens by 89,35%. The analysis showed that AB3, TB2, and UB1 isolates

were categorized as moderate in suppressing the growth of Fusarium sp. so these

bacteria can act as biological control agents.

Keyword: Bacillus subtilis; Inhibition Percentage; Pseudomonas nitroreducens;

Shallot

Page 9: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

iii

KATA PENGANTAR

Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Salawat

dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta

keluarganya yang telah memberikan cahaya Islam dan semoga tercurah bagi kita

semua sebagai pengikutnya, aamiin. Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk

memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan

Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis telah

menyelesaikan skripsi yang berjudul: Isolasi dan Karakterisasi Bakteri pada

Tanaman Bawang Merah (Allium cepa L.) asal Kabupaten Brebes sebagai

Penghambat Pertumbuhan Fusarium sp. secara In Vitro.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Nashrul Hakiem, S.Si., M.T., Ph.D selaku Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Priyanti, M.Si selaku Ketua Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.

3. Ir. Yadi Suryadi, M.Sc selaku pembimbing I yang telah berperan dalam

memberikan arahan baik secara tulisan maupun teknik pelaksanaan penelitian

hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

4. Dr. Nani Radiastuti, M.Si selaku pembimbing II yang berperan dalam

membantu konsultasi dan memberikan arahan dalam menyelesaikan skripsi.

5. Dr. Priyanti, M.Si dan Agustina Senjayani, M.Si selaku penguji seminar

proposal dan seminar hasil yang telah memberikan arahan kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

6. Narti Fitriana, M.Si dan Ir. Etyn Yunita, M.Si selaku penguji sidang skripsi

yang telah memberikan arahan serta bimbingan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi.

Page 10: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

iv

7. Dr. Fahma Wijayanti, M.Si selaku dosen Pembimbing Akademik yang

berperan dalam memberikan arahan dalam menyelesaikan skripsi.

8. Laboratorium Mikrobiologi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen) dan PT.

Genetika Science Indonesia yang telah bersedia mendukung penulis untuk

melakukan penelitian.

9. Jajang Kosasih dan Siti Aminah selaku teknisi penelitian yang berperan

dalam memberikan arahan secara teknis di laboratorium.

10. Keluarga besar penulis terutama kedua orang tua dan adik-adik penulis

karena telah memberikan dukungan penuh serta semangat sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi.

11. Teman-teman Biologi 2014 yang berperan dalam memberi motivasi sehingga

penulis mampu menyelesaikan skripsi.

Kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik yang disebutkan

maupun yang tidak disebutkan, penulis mengucapkan terima kasih.

Tangerang Selatan, Juni 2021

Penulis

Page 11: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

v

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK………………...………………………………...…………………….i

ABSTRACT ....................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang....................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 3

1.3. Hipotesis Penelitian ............................................................................... 3

1.4. Tujuan Penelitian ................................................................................... 4

1.5. Manfaat Penelitian ................................................................................. 4

1.6. Kerangka Berpikir ................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Bawang Merah (Allium cepa L.) ............................................. 5

2.2. Fusarium sp. .......................................................................................... 9

2.3. Penyakit Moler (Layu Fusarium sp.) .................................................... 11

2.4. Pengendalian Penyakit Moler (Layu Fusarium sp.) .............................. 12

2.5. Sekuensing 16S rRNA ......................................................................... 14

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat ............................................................................... 16

3.2. Alat dan Bahan .................................................................................... 16

3.3. Rancangan Penelitian ........................................................................... 17

3.4. Cara Kerja ........................................................................................... 17

3.4.1. Pembuatan media .............................................................................. 17

3.4.2. Isolasi bakteri dari tanaman bawang merah (Allium cepa L.) ............. 19

Page 12: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

vi

3.4.3. Pemurnian bakteri ............................................................................. 20

3.4.4. Uji antagonis secara in vitro pada media PDA .................................. 20

3.4.5. Karakterisasi morfologi bakteri antagonis.......................................... 20

3.4.6. Uji kitinase ........................................................................................ 21

3.4.7. Isolasi DNA bakteri........................................................................... 23

3.4.8. Amplifikasi DNA dengan PCR (Polymerase Chain Reaction) ........... 24

3.4.9. Uji elektroforesis ............................................................................... 24

3.4.10. Uji sekuensing 16S rRNA ............................................................... 25

3.4.11. Parameter pengamatan .................................................................... 25

3.5. Analisis Data ....................................................................................... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Diameter Fusarium sp. pada Antagonis secara In Vitro ........................ 28

4.2. Kitinase Kualitatif ................................................................................ 31

4.3. Kitinase Kuantitatif .............................................................................. 33

4.4. Karakterisasi Morfologi Bakteri Antagonis .......................................... 35

4.5. Identifikasi Bakteri secara Molekuler ................................................... 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1. Kesimpulan.......................................................................................... 42

5. 2. Saran ................................................................................................... 42

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 43

LAMPIRAN ..................................................................................................... 51

Page 13: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka berfikir ................................................................................ 5

Gambar 2. Pembungaan pada tanaman bawang merah.......................................... 6

Gambar 3. Struktur umbi bawang merah. ............................................................. 7

Gambar 4. Morfologi kapang Fusarium sp. ........................................................ 10

Gambar 5. Gejala penyakit moler ....................................................................... 12

Gambar 6. Akibat penyakit moler ...................................................................... 12

Gambar 7. Sampel yang dipotong menjadi 4 bagian pada media NA .................. 19

Gambar 8. Metode pengukuran zona hambat. ..................................................... 26

Gambar 9. Uji antagonis secara in vitro .............................................................. 28

Gambar 10. Diameter pertumbuhan Fusarium sp. pada uji antagonis ................. 29

Gambar 11. Pengujian kitinase kualitiatif pada bakteri antagonis ....................... 33

Gambar 12. Aktivitas kitinase pada pengujian kitinase kuantitatif ...................... 34

Gambar 13. Visualisasi hasil elektroforesis DNA ............................................... 37

Gambar 14. Karakteristik isolat bakteri AB3 dan TB2. ....................................... 39

Gambar 15. Karakteristik isolat UB1.................................................................. 40

Page 14: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Konsentrasi larutan standar ................................................................... 22

Tabel 2. Formula PCR mix solution.................................................................... 24

Tabel 3. Pengaturan program pada PCR thermal cycler ...................................... 24

Tabel 4. Klasifikasi aktivitas anti kapang ........................................................... 27

Tabel 5. Rata-rata diameter Fusarium sp. hasil uji antagonis .............................. 29

Tabel 6. Hasil uji independent t-test ................................................................... 30

Tabel 7. Karakteristik makroskopis bakteri antagonis ......................................... 35

Tabel 8. Indeks kitinolitik pada uji kitinase kualitatif ......................................... 32

Tabel 9. Hasil analisis BLAST sekuens DNA isolat bakteri terbaik .................... 38

Page 15: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Isolasi Bakteri asal Akar, Daun, Umbi, dan Tanah.......................... 51

Lampiran 2. Pengujian Antagonis ...................................................................... 52

Lampiran 3. Pengukuran Diameter Fusarium sp. pada Pengujian Antagonis ...... 55

Lampiran 4. Pengukuran Zona Hambat Fusarium sp. dengan Rumus (X+Y)/2 ... 57

Lampiran 5. Rata-Rata Pengukuran Zona Hambat Fusarium sp.......................... 59

Lampiran 6. Persentase Hambatan Diameter Zona Hambat Fusarium sp. ........... 60

Lampiran 7. Isolat Bakteri Antagonis secara Makroskopis dan Mikroskopis ...... 61

Lampiran 8. Pengujian Kitinase Kualitatif pada Bakteri Antagonis .................... 63

Lampiran 9. Pengukuran Indeks Kitinolitik pada Uji Kitinase Kualitatif ............ 65

Lampiran 10. Pengukuran Nilai Absorbansi pada Uji Kitinase Kuantitatif.......... 66

Lampiran 11. Hasil Identifikasi Isolat Bakteri .................................................... 67

Lampiran 12. Hasil BLAST Sekuen Gen 16S rRNA Isolat Bakteri..................... 69

Page 16: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bawang merah (Allium cepa L.) termasuk salah satu komoditas sayuran

unggulan dan mempunyai banyak manfaat. Bawang merah juga termasuk ke

dalam kelompok rempah yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta

bahan obat herbal sehingga tanaman bawang merah ini banyak dimanfaatkan oleh

masyarakat. Kebutuhan masyarakat terhadap bawang merah yang semakin

meningkat berdampak pada perkembangan luas panen bawang merah (Pusat Data

& Sistem Informasi Pertanian, 2016).

Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi negara penghasil bawang

merah terbesar di dunia karena memiliki iklim tropis. Sentra produksi bawang

merah di Inonesia menyebar di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat,

dan Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan data Food and Agriculture Organization

(FAO) pada tahun 2009-2013, Indonesia menempati urutan keempat setelah New

Zealand, Perancis, dan Netherland sebagai eksportir bawang merah di dunia dan

menempati urutan pertama di ASEAN (Pusat Data & Sistem Informasi Pertanian,

2016).

Selanjutnya dikemukakan bahwa luas panen bawang merah pada tahun

1980 mencapai 53.949 ha dan mengalami peningkatan setiap tahunnya sehingga

pada tahun 2015 luas panen menjadi 122.126 ha (Pusat Data & Sistem Informasi

Pertanian, 2016). Perluasan lahan panen bawang merah yang dilakukan

pemerintah, tidak mendukung hasil produksi bawang merah yang meningkat

setiap tahunnya. Laju pertumbuhan produksi bawang merah pada tahun 1980-

1989 sebesar 6,07% per tahun, pada tahun 1990-1999 mengalami penaikan

menjadi 6,40% dan mengalami penurunan pada tahun 2010-2019 menjadi 4,10%

per tahun (Adiyoga, 2020). Hal tersebut membuktikan bahwa produksi bawang

merah masih rendah sehingga perlu ditingkatkan.

Angka produksi tanaman bawang merah yang rendah antara lain dapat

disebabkan oleh lingkungan yang kurang menguntungkan seperti iklim yang tidak

stabil, serta serangan hama dan penyakit. Penyakit yang sering ditemukan pada

tanaman bawang merah yaitu penyakit moler atau layu Fusarium sp. Nugroho,

Page 17: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

2

Astriani, & Mildaryani (2011) menyatakan bahwa penyakit moler merupakan

penyakit utama pada bawang merah yang disebabkan oleh Fusarium sp. Gejala

yang ditimbulkan berupa daun yang menguning dan cenderung terpelintir serta

infeksi pada bagian akar atau batang yang berbatasan dengan permukaan tanah

sebagai serangan awal dari Fusarium sp. Hal ini yang menyebabkan transportasi

hara dan air tersumbat sehingga tanaman menjadi layu (Sumartini, 2012).

Pengendalian terhadap Fusarium sp. pada bawang merah perlu dilakukan

untuk mengurangi jumlah tanaman yang terserang penyakit sehingga produksi

bawang merah dapat meningkat. Usaha pengendalian terhadap serangan kapang

Fusarium sp. yang banyak dilakukan diantaranya penggunaan fungisida sintetik.

Namun demikian, penggunaan fungisida sintetik secara terus-menerus dapat

menimbulkan efek samping seperti terbunuhnya organisme bukan sasaran yang

berguna untuk tanaman, sehingga dibutuhkan penggunaan sumber biologis

sebagai alternatif penting dalam mengurangi penggunaan fungisida sintetik

(Sumartini, 2012).

Mikroorganisme kelompok bakteri mempunyai banyak peran sebagai agen

pengendali hayati secara potensial dalam menekan penyakit moler. Beberapa

bakteri yang sering digunakan yaitu Pseudomonas fluorescens dan Bacillus sp.

Bakteri tersebut sudah digunakan untuk mengendalikan F. oxysporum f.sp.

gladioli pada tanaman gladiol (Soesanto, Rokhlani, & Prihatiningsih, 2008).

Menurut penelitian Shu-Mei, Chang-Qing, & Yu-Xia (2008) bakteri Bacillus sp.

asal tanaman kedelai mampu menghambat pertumbuhan kapang F. oxysporum

pada tanaman kedelai sebesar 80,2 – 96,7% secara in vitro.

Berdasarkan penelitian Mihardjo & Majid (2008) bahwa bakteri antagonis

P. fluorescens dan B. subtilis maupun kombinasi dari keduanya mampu

menghambat pertumbuhan koloni jamur F. oxysporum penyebab layu Fusarium

pada pisang secara in vitro sebesar 70,2% - 88,1%. Rahayuniati & Mugiastuti

(2012) menyatakan bahwa bakteri Bacillus dan P. fluorescens mampu

menghambat pertumbuhan kapang F. oxysporum pada tanaman tomat secara in

vitro sebesar 3,22 – 66,67%. Santoso, Soesanto, & Haryanto (2007) menyatakan

bahwa bakteri P. fluorescens P60 dari koleksi (Soesanto & Termorshuizen, 2001)

dapat menekan intensitas F. oxysporum pada bawang merah sebesar 41,96 %.

Page 18: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

3

Djatnika (2012) juga menyatakan bahwa bakteri Pseudomonas spp. mampu

mengendalikan layu Fusarium yang disebabkan oleh F. oxysporum pada tanaman

anggrek Phalaenopsis.

Berdasarkan uraian tersebut, penelitian mengenai isolasi bakteri yang

efektif dalam menekan pertumbuhan Fusarium sp. pada bawang merah sebagai

agen pengendali hayati masih perlu dilakukan. Isolat bakteri dari tanaman bawang

merah asal Brebes sebagai pengendali penyakit moler pada bawang merah belum

banyak dilaporkan. Penelitian ini dilakukan untuk mengisolasi bakteri dari

tanaman bawah merah asal Brebes. Bakteri yang diperoleh diharapkan efektif

dalam menekan pertumbuhan kapang Fusarium sp. sehingga dapat menjadi

alternatif sebagai biofungisida dan untuk meningkatkan produksi bawang merah

secara optimal.

1.2. Rumusan Masalah

Masalah yang dirumuskan pada penelitian ini adalah:

1) Apakah terdapat isolat bakteri hasil isolasi dari tanaman bawang merah

asal Brebes yang berpotensi sebagai penghambat pertumbuhan kapang

Fusarium sp.?

2) Berapa besar persentase daya hambat yang dihasilkan dari isolat bakteri

terbaik dalam menghambat pertumbuhan kapang Fusarium sp.?

3) Jenis isolat bakteri apa saja hasil isolasi dari tanaman bawang merah asal

Brebes yang berpotensi dalam menghambat pertumbuhan Fusarium sp.?

1.3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:

1) Terdapat isolat bakteri dari tanaman bawang merah asal Brebes yang

berpotensi sebagai penghambat pertumbuhan kapang Fusarium sp.

2) Isolat bakteri mampu menghambat pertumbuhan kapang Fusarium sp.

sebesar 3,22 – 66,67%.

3) Terdapat isolat Bacillus dan Pseudomonas dari tanaman bawang merah

asal Brebes yang berpotensi sebagai penghambat pertumbuhan kapang

Fusarium sp.

Page 19: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

4

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1) Memperoleh isolat bakteri hasil isolasi dari tanaman bawang merah asal

Brebes yang berpotensi sebagai penghambat pertumbuhan kapang

Fusarium sp.

2) Memperoleh isolat bakteri yang mampu menghambat pertumbuhan

Fusarium sp. dengan persentase hambatan sesuai standar Mori et al.

(1997).

3) Mendapatkan nama jenis bakteri yang diisolasi dari tanaman bawang

merah asal Brebes sebagai penghambat pertumbuhan Fusarium sp.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan diperoleh isolat yang efektif dalam menghambat

pertumbuhan kapang Fusarium sp. Selain itu, data yang didapatkan dapat

digunakan sebagai data penunjang untuk produksi biopestisida berbasis mikroba.

1.6. Kerangka Berpikir

Masyarakat memanfaatkan bawang merah sebagai sayuran, bumbu penyedap

makanan serta bahan obat herbal

Kebutuhan bawang merah meningkat setiap tahunnya

Lahan panen bawang merah diperluas,

akan tetapi hasil produksi masih rendah

Serangan penyakit moler oleh Fusarium sp. pada tanaman bawang merah

Isolasi bakteri dari tanaman bawang merah asal Brebes yang sehat

Tanaman bawang merah merupakan komoditas ekspor di Indonesia

Page 20: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

5

Gambar 1. Kerangka berfikir isolasi dan karakterisasi bakteri pada tanaman

bawang merah (Allium cepa L.) asal kabupaten Brebes sebagai

penghambat pertumbuhan Fusarium sp. secara in vitro

Uji antagonis secara in vitro, karakterisasi isolat bakteri, uji kitinase,

isolasi DNA, pemeriksaan dengan metode PCR, proses elektroforesis DNA,

dan uji sekuensing DNA

Didapatkan isolat-isolat bakteri yang efektif dalam menekan pertumbuhan

kapang Fusarium sp.

Page 21: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Bawang Merah (Allium cepa L.)

Tanaman bawang merah merupakan sayuran umbi yang multiguna dan

memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Umbi bawang merah sering digunakan

sebagai obat herbal karena memiliki efek antiseptik. Bawang merah juga termasuk

salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama diusahakan oleh petani

secara intensif (Tabuni, 2017). Sebagian masyarakat mengkonsumsi bawang

merah untuk menurunkan kolestrol dan kadar gula, menghambat penumpukan

trombosit, menyembuhkan penyakit kuning, dan meningkatkan aktifitas

fibrinolitik sehingga dapat memperlancar aliran darah (Wibowo, 2007).

Menurut Tjitrosoepomo (2010) klasifikasi dari bawang merah secara rinci

yaitu kingdom: Plantae, divisi: Spermatophyta, subdivisi: Angiospermae, kelas:

Monocotyledonae, ordo: Liliales, family: Liliaceae, genus: Allium dan termasuk

spesies: Allium cepa L. Varietas tanaman bawang merah yang ditanam di

Indonesia cukup banyak seperti varietas Bima Curut asal Brebes, Sumenep, Bima

Drajat, Bima Sawo, Bawang Bali Ijo, Bawang Bali, Bangkok, Filipina, dan

Keling. Varietas tanaman bawang merah yang digunakan pada penelitian ini

termasuk kedalam varietas Bima Curut asal Brebes. Varietas ini berasal dari

Brebes, cocok ditanam di dataran rendah maupun tinggi dengan umur panen 60-

80 hari setelah tanam dan tahan terhadap penyakit busuk umbi (Botytis allii)

(Samadi & Cahyono, 2005).

Berdasarkan penelitian Awami, Wahyuningsih, & Rina (2019) bahwa

bawang merah varietas Bima Curut memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan

dengan varietas lainnya dari tingkat preferensi rerata yaitu tinggi tanaman, jumlah

anakan, ketahanan terhadap hama penyakit, hasil produksi, dan bibit mudah

diperoleh. Nilai tingkat preferensi total yang dimiliki oleh bawang merah Bima

Curut yaitu 1,02 dibandingkan dengan Bima Drajat (1,01) dan Bima Sawo (0,97)

serta nilai ketahanan terhadap hama pengganggu tanaman yang dimiliki bawang

merah Bima Curut sebesar 1,06 dibandingkan dengan bawang merah Bima Drajat

(0,97) dan Bima Sawo (1,01).

Page 22: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

6

2.1.1. Morfologi tanaman bawang merah (Allium cepa L.)

Struktur morfologi tanaman bawang merah terdiri atas daun, umbi, bunga,

batang, buah, dan akar. Daun pada tanaman bawang merah bertangkai relatif

pendek, berbentuk bulat seperti pipa atau silinder berongga, memiliki panjang

sekitar 15-40 cm, berlubang, dan meruncing pada bagian ujung (Tabuni, 2017).

Daun yang baru bertunas belum tampak lubang di dalamnya dan akan terlihat

setelah tumbuh membesar. Pada batang pokok atau cakram (discus) diantara lapis

kelopak daun terdapat tunas lateral atau anakan, sementara di tengah cakram

terdapat tunas utama atau inti tunas. Tunas-tunas lateral tersebut akan membentuk

cakram baru pada lingkungan yang cocok sehingga terbentuk umbi lapis,

sedangkan tunas utama kelak akan menjadi bakal bunga (Samadi & Cahyono,

2005).

Bunga pada bawang merah merupakan bunga majemuk yang memiliki 6

benang sari, dan sebuah putik. Benang sari berwarna hijau kekuning-kuningan,

sedangkan kuntum bunga berwarna putih, dan memiliki 6 daun bunga. Proses

pembungaan pada tanaman bawang merah terlihat pada Gambar 2 yang bermula

dari tangkai tandan bunga yang keluar dari dasar cakram (Sumarni & Hidayat,

2005). Tangkai tandan bunga merupakan tunas inti yang pertama kali muncul dari

dasar cakram, berbentuk seperti daun biasa, lebih ramping, bulat, dan pada bagian

ujungnya membentuk kepala yang meruncing seperti ombak dan terbungkus oleh

lapisan daun atau seludang. Seludang tersebut akan membuka sehingga tampak

kuncup-kuncup bunga beserta tangkainya. Setiap tandan terdiri dari 50-200

kuntum bunga. Tangkai tandan bunga akan berhenti memanjang setelah tepung

sari matang (Samadi & Cahyono, 2005).

Gambar 2. Pembungaan pada tanaman bawang merah. 1. Bakal bunga; 2. Bunga

mulai mekar; 3. Tangkai tandan bunga; 4. Daun; 5. Umbi (Samadi &

Cahyono, 2005)

Page 23: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

7

Tanaman bawang merah memiliki batang sejati (discus) yang berbentuk

seperti cakram, tipis, dan pendek. Batang atas bawang merah merupakan batang

semu (bulbus) yang berasal dari modifikasi pangkal daun, sedangkan batang semu

yang berada dalam tanah berubah bentuk dan fungsi menjadi umbi lapis seperti

pada Gambar 3. Jika tumbuh tunas atau anakan, maka akan berbentuk umbi secara

berhimpitan yang disebut dengan siung. Jumlah umbi perumpun bervariasi antara

4-8 umbi, dan terdapat rumpun yang memiliki 35 umbi (Rabinowitch & Currah,

2002). Kualitas umbi bibit saat penanaman merupakan salah satu faktor yang

menentukan tinggi rendahnya hasil produksi. Umbi bibit yang baik berasal dari

tanaman yang umurnya 70-80 hari setelah tanam (Sumarni & Hidayat, 2005).

Gambar 3. Struktur umbi bawang merah. 1. Daun muda; 2. Tunas lateral atau

anakan; 3. Umbi lapis; 4. Batang pokok atau cakram (discus); 5. Akar

serabut (Samadi & Cahyono, 2005)

Bakal buah pada tanaman bawang merah terdiri dari 3 daun buah (carpel)

yang membentuk 3 buah ruang, dan tiap ruang mengandung 2 bakal biji (ovulum).

Benang sari tersusun dalam 2 lingkaran, 3 benang sari di lingkaran dalam, dan 3

yang lain di lingkaran luar. Biasanya tepung sari dari benang sari di lingkaran

dalam lebih cepat matang daripada tepung sari di lingkaran luar (Sumarni &

Hidayat, 2005). Bakal biji terlentak secara terbalik dalam ruang bakal buah

(ovarium) sehingga ujungnya dekat dengan plasenta. Biji yang masih muda

berwarna putih, dan setelah tua berwarna hitam. Penyerbukan antar bunga dalam

satu tandan atau antar bunga dari tandan yang berbeda berlangsung dengan

perantaraan lebah atau lalat hijau (Samadi & Cahyono, 2005).

Page 24: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

8

2.1.2. Habitat dan penyebaran tanaman bawang merah (Allium cepa L.)

Tanaman bawang merah dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah

maupun dataran tinggi (0-900 mdpl) dengan curah hujan 300-2500 mm/th, dan

suhu 25-32 °C (Tabuni, 2017). Jenis tanah yang baik untuk budidaya tanaman

bawang merah adalah regosol, grumosol, latosol, dan aluvial dengan keadaan

tanah yang subur, gembur, dan banyak mengandung humus, mudah mengikat air,

mempunyai aerasi yang baik dan PH 5,6-6,5 (Sutarya & Grubben, 1995). Tanah

yang memenuhi syarat tersebut dapat menghasilkan umbi yang berkualitas. Selain

jenis tanah, penggunaan benih yang bermutu juga harus diperhatikan. Benih yang

baik berukuran sedang dengan diameter 1,5-2 cm, berbentuk simetris, warnanya

mengkilap, dan bebas dari Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) (Bernadip,

Hadiwiyono & Sudadi, 2014).

Proses penyebaran tanaman bawang merah diawali dengan pengolahan

tanah yang dilakukan sebelum proses tanam agar dapat menggemburkan tanah,

dan memberi sirkulasi udara dalam tanah (Tabuni, 2017). Untuk melestarikan

produktivitas lahan produksi bawang merah maka pengolahan tanahnya tidak

boleh dibiarkan memiliki salinitas yang tinggi dan drainase yang jelek (Hidayat &

Sumarni, 2005). Memaksimalkan penggunaan lahan untuk produksi dapat

dilakukan dengan cara tumpang gilir, tumpangsari, dan tumpangsari bersisipan

(Hidayat et al., 2004).

Penanaman tanaman bawang merah yang paling baik dilakukan pada awal

musim kemarau yaitu bulan Maret atau April hingga bulan Oktober. Budidaya

dilakukan pada bedengan yang telah disiapkan dengan lebar 100-200 cm, panjang

disesuaikan dengan kebutuhan, dan jarak antara bedengan sekitar 20-40 cm (Aak,

2004). Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk organik yang sudah matang

seperti pupuk kandang sapi dengan dosis 10-20 t/ha atau pupuk kandang ayam

dengan dosis 5-6 t/ha, atau kompos dengan dosis 4-5 t/ha khususnya pada lahan

kering (Gunadi & Suwandi, 1989). Cara penanamannya yaitu dengan mengupas

kulit pembalut umbi, dan dipisahkan dari siungnya untuk mempercepat keluarnya

tunas. Ujung bibit dipotong hingga 1/3 bagian lalu ditanam berdiri diatas

bedengan sampai permukaan irisan tertutup oleh lapisan tanah yang tipis (Tabuni,

2017).

Page 25: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

9

Proses pemanenan tanaman bawang merah dilakukan pada hari ke 60-80,

ketika kondisi tanaman sudah cukup tua dan telah diseleksi di lapangan. Hasil

pemanenan yang optimal dapat terjadi jika kondisi lingkungan terbuka dan

mendapatkan pencahayaan sebesar 70%, memiliki kelembaban udara 80-90%,

curah hujan 300-2500 mm/tahun, ketersediaan air, dan unsur hara yang memadai

(Aak, 2004). Bawang merah yang sudah dipanen kemudian diikat pada batangnya

untuk mempermudah penanganan. Selanjutnya, umbi dikeringkan hingga cukup

kering selama 1-2 minggu di bawah matahari langsung (Hidayat & Rosliani,

1996). Pengeringan juga bisa dilakukan dengan alat pengering khusus sampai

kadar air mencapai kurang lebih 80% (Sutarya & Grubben, 1995).

2.2. Fusarium sp.

Fusarium sp. merupakan jenis kapang patogen yang menyerang tanaman

bawang merah dan menyebabkan penyakit moler atau layu Fusarium. Menurut

Semangun (2004) klasifikasi kapang Fusarium sp. secara rinci yaitu kingdom:

Mycetaceae, divisi: Amastigomycota, subdivisi: Deuteromycotyna, kelas:

Deutomycetes, subkelas: Hyphomycetidae, familia: Moniales, dan termasuk ke

dalam genus: Fusarium.

Fusarium sp. memiliki kemampuan bertahan hidup di dalam tanah dalam

jangka waktu yang lama dan sulit dikendalikan. Fusarium sp. menyebar melalui

tanah yang mengandung propagul yang menempel pada peralatan tanam, sisa-sisa

tanaman terinfeksi, umbi benih terinfeksi atau aliran air. Terdapat 3 tipe spora

aseksual yang terbentuk pada Fusarium sp. yaitu makrokonidia, mikrokonia, dan

klamidospora seperti pada Gambar 4 (Sari et al., 2017). Makrokonidia berukuran

30–45 x 3,5–4,5 µm, berdinding tipis, memiliki 3-5 septa, berbentuk melengkung

seperti bulan sabit, panjangnya mengecil pada bagian ujung dan mempunyai 1

atau 3 buah sekat. Mikrokonidia merupakan konidia yang bersel 1 atau 2

sedangkan klamidiospora terdiri dari 1-2 septa, memiliki dinding tebal yang

dihasilkan pada ujung miselium yang sudah tua atau didalam makrokonidia

(Nugraheni, 2010).

Page 26: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

10

Gambar 4. Morfologi kapang Fusarium sp. A. Bentuk koloni; B. Makrokonidia;

C. Mikrokonidia; D. Klamidospora (Sari et al., 2017)

Klamidospora pada Fusarium sp. dibentuk secara interkalar atau terminal

pada cabang lateral pendek dari miselium, bersel tunggal atau berpasang-

pasangan, dan memiliki dinding klamidospora yang bertekstur halus atau kasar.

Kapang yang berbentuk klamidospora ini merupakan hasil dari penyebaran yang

terbawa dalam tanah sehingga dapat bertahan lebih lama (Wiyatiningsih, 2010).

Sastrahidayat (2011) melaporkan bahwa perkembangan Fusarium sp.

sangat dipengaruhi oleh suhu dan PH tanah yang rendah. Spora akan berkecambah

pada suhu 25-30° C sedangkan saat suhu berada diatas 38° C Fusarium sp. tidak

mampu beradaptasi sehingga menyebabkan kematian. Suhu yang semakin tinggi

akan memacu pertumbuhan Fusarium sp. dan menyebabkan akar bawang merah

melunak sehingga mudah luka dan mempercepat penetrasi patogen ke dalam

tanaman bawang merah. Selain itu, suhu yang tinggi juga menyebabkan tanah

menjadi padat dengan kelembapan tanah yang rendah (Ngatimin, Ratnawati, &

Syamsia, 2019).

Kapang Fusarium sp. bisa tumbuh di berbagai jenis tanaman seperti pada

tanaman pisang dan kapas. Fusarium sp. dilaporkan pertama kali menyerang

tanaman pisang di Australia pada tahun 1874 yang menyebabkan penyakit penting

pada tanaman pisang yang disebut dengan penyakit layu panama dan sekarang

penyakit ini dilaporkan terdapat di seluruh wilayah pertanaman pisang di dunia

termasuk Indonesia (Djatnika, Sunyoto, & Eliza, 2003). Kapang Fusarium

oxysporum f. sp. vasinfectum pada tanaman kapas kultivar pima (Gossypium

barbadense L.) mampu bertahan di jaringan tanaman yang hidup dan mati sebagai

penyebab penyakit busuk dan layu vascular (Bennertt, R. S., Hutmacher, R. B., &

Davis, 2008).

Page 27: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

11

2.3. Penyakit Moler (Layu Fusarium)

Penyakit pada tanaman merupakan suatu keadaan ketika bagian tanaman

tertentu tidak dapat menjalankan fungsi fisiologis dengan baik. Fungsi fisiologis

tersebut mencakup proses fotosintesis, reproduksi, pembelahan sel, diferensiasi,

penyerapan air dan hara dari tanah serta translokasi air dan hara ke seluruh bagian

tanaman. Penyakit dapat disebabkan oleh kapang, bakteri, virus atau nematoda

(Semangun, 2004). Sebagaimana telah dicantumkan dalam Al-Quran mengenai

tanaman-tanaman yang tidak subur dikarenakan hama maupun penyakit yang

dapat menurunkan produksi tanaman terdapat dalam surat Al-A’raf ayat 58:

ي خبث لا ي ف الآيات لقو والبلد الطي ب يخرج نباته بإذن رب ه والذ دا كذلك نصر م يشكرون خرج إلا نك

Artinya: “Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya subur dengan seizin Allah,

dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana.

Demikianlah kami mengulangi tanada-tanda kebesaran (kami) bagi orang-orang

yang bersyukur’’(Q.S. Al-Araf: 58).

Penyakit pada tanaman paling banyak disebabkan oleh infeksi kapang.

Kapang patogen dapat masuk ke dalam tubuh tanaman melalui luka, lubang alami

seperti stomata atau langsung menembus permukaan tanaman yang utuh. Kapang

dapat menyebabkan gejala lokal ataupun sistemik pada inangnya. Gejala lokal

yang terjadi dapat berupa perubahan warna, bentuk, tekstur atau penampilan lain

secara terlokalisasi pada jaringan yang sakit. Gejala sistemik terjadi pada seluruh

badan tanaman seperti layu, kerdil, dan perubahan warna daun (Semangun, 2004).

Penyakit moler atau layu Fusarium pada tanaman bawang merah

disebabkan oleh kapang Fusarium sp. yang menghasilkan toksin dan dapat

merusak permeabilitas sel yang dapat mengakibatkan aliran air terganggu

sehingga mengakibatkan layu pada tanaman. Penyakit ini umumnya ditemukan

pada budidaya tanaman bawang merah secara konvensional dan vertikultur

(Nugroho, 2013). Gejala penyakit moler yang nampak secara visual berupa daun

yang menguning mulai dari ujung sampai pangkal daun, setelah itu daun terlihat

merunduk karena layu seperti pada Gambar 5, lalu mengering, dan mati (Fitriani,

Wiyono, & Sinaga, 2019). Akar yang terinfeksi Fusarium sp. akan berwarna

coklat, menjadi pucat, dan lunak sedangkan pada dasar umbi lapis akan berwarna

Page 28: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

12

keputihan (Gambar 6) karena adanya miselium Fusarium sp. ketika tanaman

dicabut akan terlihat akar dan umbi yang membusuk (Firmansyah & Anto, 2013).

Gambar 5. Gejala penyakit moler. A. Daun yang menguning dari ujung sampai

pangkal daun; B. Tanaman merunduk karena layu Fusarium sp.

(moler); C. Tanaman mengering; D. Tanaman mati (Fitriani, Wiyono,

& Sinaga, 2019)

Gambar 6. Akibat penyakit moler. A. Umbi tanaman bawang merah memutih, dan

membusuk (Firmansyah & Anto, 2013)

Penyakit moler ini merupakan penyakit yang paling mematikan pada

budidaya tanaman bawang merah dan sangat sulit dikendalikan. Gejala dari

serangan Fusarium sp. akan tampak pada tanaman bawang merah di hari ke-20

setelah penanaman dengan rata-rata intensitas serangan sebesar 0,15% dan akan

terus meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Penyakit ini sudah

menyerang sebagian besar tanaman bawang merah di Indonesia seperti yang

terjadi di Kabupaten Cirebon (Wiyatiningsih, 2010).

2.4. Pengendalian Penyakit Moler (Layu Fusarium)

Pengendalian penyakit moler atau layu Fusarium pada tanaman bawang

merah dapat dilakukan secara terpadu dengan menerapkan 4 prinsip pengendalian

Page 29: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

13

penyakit tanaman. Menurut Sinaga (2003) prinsip-prinsip pengendalian tersebut

sebagai berikut:

1). Ekslusi patogen yaitu pencegahan masuknya patogen ke daerah yang masih

bebas patogen melalui karantina dan peraturan.

2). Eradikasi patogen yaitu pemusnahan atau pengurangan banyaknya patogen

pada bagian tanaman. Cara ini dapat ditempuh melalui kegiatan pengendalian

secara hayati, kimiawi, fisik maupun kultur teknis.

3). Proteksi inang yang rentan terhadap penyakit.

4). Resistensi tanaman yang dilakukan melalui program pemuliaan dan seleksi

varietas tahan.

Teknis pengendalian organisme pengganggu tanaman secara terpadu

dilaksanakan dengan memadukan cara-cara pengendalian yang serasi, selaras, dan

seimbang sehingga dapat menekan populasi organisme pengganggu tanaman

(Udiarto, Setiawati, & Suryaningsih, 2005). Pengendalian terhadap organisme

pengganggu tanaman secara terpadu merupakan faktor penting yang harus

diupayakan supaya tidak mengganggu kesehatan manusia dan organisme bukan

sasaran. Selain itu, pengendalian juga tidak menimbulkan gangguan dan

kerusakan sumberdaya hayati, serta tidak meninggalkan residu pestisida pada

hasil panen dan lingkungan (Udiarto et al., 2005).

Salah satu cara pengendalian penyakit moler akibat patogen secara alami

yaitu menggunakan mikroorganisme sebagai biokontrol. Penggunaan agen hayati

sebagai pengendalian penyakit moler dapat mengurangi penyebab resistensi

terhadap bakteri, adanya residu, dan pencemaran lingkungan akibat penggunaan

pestisida secara terus-menerus (Udiarto et al., 2005). Salah satu syarat suatu

organisme sebagai agen hayati adalah mempunyai kemampuan menghambat

perkembangan atau pertumbuhan organisme lainnya (Sopialena, 2018).

Beberapa bakteri yang telah dilaporkan berpotensi untuk dikembangkan

sebagai agensia hayati adalah bakteri antagonis dari kelompok Pseudomonas dan

Bacillus. Bakteri antagonis biasanya mengeluarkan zat antibiotik yang dapat

menekan pertumbuhan dan perkembangan suatu jenis patogen (Sopialena, 2018).

Pseudomonas yang termasuk dalam kelompok fluorescens merupakan bakteri

pengkoloni akar yang agresif dan efektif. Bakteri ini mampu memproduksi

Page 30: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

14

hormon pertumbuhan tanaman dan berfungsi sebagai agen pengendali hayati

melalui mekanisme kompetisi dan induksi ketahanan tanaman (Haas & Defago,

2005).

Sopialena (2018) menyatakan bahwa bakteri Pseudomonas fluorescens

merupakan bakteri antagonis yang dapat menekan penyakit moler atau layu

Fusarium. Hal ini didukung dengan penelitian Santoso et al. (2007) yang

memaparkan bahwa P. fluorescens P60 mampu menghambat pertumbuhan

Fusarium sebesar 41,96%. Penghambatan tersebut kemungkinan sebagai hasil

berbagai mekanisme yang dihasilkan seperti antibiosis yaitu antibiotika 2,4-

diasetilfloroglusinol (Phl). Djatnika (2012) juga melaporkan penelitiannya bahwa

P. fluorescens dapat mengendalikan layu Fusarium pada tanaman anggrek.

Bakteri Bacillus mampu berperan sebagai agen hayati melalui mekanisme

anitiosis dengan menghasilkan senyawa penghambat seperti antibiotik, peptida,

senyawa fenol, alkaloid, dan siderofor. Bacillus juga mampu berperan sebagai

Plan Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) yang mampu memacu

pertumbuhan tanaman, dan berfungsi sebagai penginduksi ketahanan sistemik

dengan mekanisme yang menghasilkan fitohormon, siderofor, dan pelarut fosfat

(Haggag & Mohamed, 2007).

2.5. Sekuensing 16S rRNA

Analisis sekuensing 16S rRNA (ribosomal Ribonucleic acid) merupakan

metode identifikasi berbasis molekuler yang cepat dengan tingkat sensitivitas dan

spesifisitas yang tinggi (Rinanda, 2011). Gen 16S rRNA merupakan bagian dari

prokariot yang memiliki bagian terkonservasi dan mampu mempertahankan

kelestarianya selama jutaan tahun keanekaragaman evolusi. Selain gen ini,

terdapat nukleotida lain yaitu gen 5S rRNA dan gen 23S rRNA (Clarridge, 2004).

Gen 5S rRNA memiliki panjang ~120 nt. Pada prokariotik, gen 5S rRNA

mengikat pada protein ribosomal: L5, L18, dan L25. Gen 5S rRNA jika dijadikan

metode dalam mengidentifikasi dinilai sangat sulit karena terlalu kecil dan dalam

beberapa kasus pada Archae dan Prokariot didapati 5S rRNA bermodifikasi

sehingga tidak akurat jika dilakukan analisis filogenik, sedangkan gen 23S rRNA

memiliki 2.900 basa dan juga dinilai menyulitkan analisis karena memiliki

struktur tersier dan sekunder yang cukup panjang (Jusuf, 2001).

Page 31: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

15

Gen 16S rRNA berukuran sekitar 1.550 pasang basa dan sekitar 500 basa

di bagian ujung sekuens merupakan daerah hypervariable region. Daerah ini

merupakan bagian yang membedakan antar organisme. Penggunaan primer dalam

amplifkasi sekuens akan mengenali daerah yang lestari dan mengamplifikasi

hypervariable region, dengan demikian akan diperoleh sekuens yang khas pada

organisme tersebut (Lau et al., 2002). Gen pengkode rRNA biasanya digunakan

untuk menentukan taksonomi, filogeni serta memperkirakan jarak keragaman

antar spesies bakteri. Perbandingan sekuens rRNA dapat menunjukan hubungan

evolusi antar organisme (Rinanda, 2011).

Beberapa keistimewaan analisis sekuensing menggunakan gen 16S rRNA

untuk identifikasi bakteri yaitu:

1. Mengidentifikasi bakteri langka dan bakteri-bakteri yang memiliki profil

fenotipik yang unik.

2. Mengidentifikasi bakteri yang memiliki pertumbuhan lambat (seperti

Mycobacterium) yang mungkin memakan waktu 6-8 minggu untuk

tumbuh dalam kultur.

3. Penggunaan dalam identifikasi rutin.

4. Berperan dalam penemuan spesies dan genus bakteri baru.

5. Mendeteksi bakteri yang tidak dapat dikultur dan mendiagnosis infeksi

yang disebabkannya.

6. Tingkat akurasi dan keefektitan yang tinggi serta singkatnya waktu dalam

proses identifikasi terlebih jika dibandingkan dengan metode konvensional

(Akihary & Kolondam, 2020).

Page 32: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

16

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Oktober 2019 hingga April 2020

di Laboratorium Mikrobiologi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen), Bogor, Jawa

Barat.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, mikroskop

cahaya olympus BX53, oven, inkubator, timbangan analitik scaltec, autoklaf

daihan scientific, spektrofotometri, pH meter, tabung eppendorf steril, centrifuge

sorvall legend micro 21R, UV-Vis spektrofotometer U-2800, ESCO-PCR thermal

cycler, elektroforesis, gel documentation systems, freezer, waterbath, casting

tray, well comb, kamera handphone, microwave wavedom, vortex seoulin, scalpel,

Laminar Air Flow (LAF), orbital shaker MESH 30, magnetic stirrer, dan hot

plate stirrer.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tanaman bawang merah

(Allium cepa L.) varietas Bima Curut asal Brebes yang diperoleh di BB Biogen,

kultur kapang Fusarium sp. dari tanaman bawang merah yang sakit di BB Biogen,

pewarna ungu violet, iodin, pewarna safranin, alkohol 70%, alkohol 95%, alkohol

96%, etanol 70%, NaOCl 3%, NaCl 0,85% steril, MgSO47H2O, K2HPO4, NaCl,

(NH4)2SO4, yeast extract, tripton, kitin, koloidal kitin, HCL pekat, larutan congo

red 0,3%, larutan NaCl 0,1%, PBS pH 7 (10 mM), koloid kitin 0,3%, dan reagen

schales.

N-asetil-D-Glukosamin, nuclei lysis solution, RNase solution, protein

precipitation solution, isopropanol, DNA rehydration solution, primer 63

forward, primer 1387 reverse, promega go taq green master mix, nuclease free

water, isolat DNA, larutan TAE (Tris Acetate EDTA) buffer, 2x 40 mL 2%

agarose, gelred nucleic acid gel stain 10.000x, 100 bp plus DNA ladder, blue

juice loading dye, kentang, glukosa, akuades steril, akuades dingin, kertas saring

Page 33: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

17

steril, blue tip, yellow tip, chloramphenicol, agar powder, aluminium foil, dan

parafilm digunakan dalam penelitian ini.

3.3. Rancangan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental

dengan rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap

(RAL). Isolasi bakteri diambil dari bagian daun, umbi, akar, dan tanah pada

tanaman bawang merah asal Brebes. Tahapan dalam penelitian ini meliputi tahap

isolasi bakteri dari tanaman bawang merah, pemurnian bakteri, pengujian

antagonis secara in vitro dengan metode dual culture test untuk mengetahui isolat

bakteri yang efektif dalam menghambat pertumbuhan kapang Fusarium sp.

dengan 3 kali pengulangan, pewarnaan gram, karakterisasi bakteri, uji kitinase

secara kualitatif dan kuantitatif, isolasi DNA, pemeriksaan dengan metode PCR,

proses elektroforesis DNA serta uji sekuensing 16S rRNA.

3.4. Cara Kerja

3.4.1. Pembuatan media

3.4.1.1. Media Natrium Agar (NA) dan Nutrient Broth (NB)

Pembuatan media NA yaitu erlenmeyer yang berisi 200 mL akuades

disiapkan, lalu dilarutkan 8 g difco nutrient broth, dan 20 g agar powder. Akuades

ditambahkan ke dalam erlenmeyer hingga volume akhir mencapai 1000 mL dan

dilarutkan sampai homogen menggunakan hot plate stirrer. Media disterilisasi

menggunakan autoklaf pada suhu 121° C selama 60 menit pada tekanan 17,5 Psi.

Media yang telah disterilisasi dituang ke dalam cawan petri steril di ruang laminar

air flow.

Pembuatan media NB diawali dengan menyiapkan erlenmeyer yang berisi

250 mL akuades lalu dilarutkan 2 g difco nutrient broth. Larutan dihomogenisasi

hingga larut menggunakan magnetic stirrer diatas hot plate stirrer, kemudian

dituang ke tabung ulir masing-masing sebanyak 10 mL menggunakan syringe.

Media disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121° C selama 60 menit pada

tekanan 17,5 Psi.

Page 34: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

18

3.4.1.2. Media Potato Dextrose Agar (PDA)

Kentang disiapkan terlebih dahulu untuk digunakan sebagai bahan utama

pembuatan media PDA, setelah itu sebanyak 200 g kentang ditimbang, dikupas,

dan diiris tipis, lalu kentang direbus dengan air selama 20 menit di dalam

microwave hingga didapatkan ekstrak kentang dengan ciri air rebusan yang

menguning. Glukosa dilarutkan sebanyak 20 g menggunakan erlenmeyer lalu

ditambahkan agar powder 20 g, dan ekstrak kentang sebanyak 400 mL. Semua

bahan diaduk rata menggunakan magnetic stirrer diatas hot plate stirrer. Setelah

itu ditambahkan akuades hingga volume mencapai 1000 mL dan dilanjutkan

dengan penambahan 100 mg chloramphenicol. Media disterilisasi menggunakan

autoklaf pada suhu 121° C selama 60 menit pada tekanan 17,5 Psi.

3.4.1.3. Koloidal kitin

Pembuatan koloidal kitin diawali dengan menimbang 5 g kitin lalu

ditambahkan 100 mL HCL pekat pada labu ukur kemudian diaduk menggunakan

magnetic stirrer selama 15-30 menit. Setelah itu, dimasukan kedalam erlenmeyer

yang berisi 1000 mL akuades dingin. Larutan diaduk kembali menggunakan

magnetic stirrer lalu disaring menggunakan kain kasa dan ampasnya dibuang.

Setelah itu, larutan didiamkan di dalam kulkas selama semalam. Keesokan

harinya, air yang berada di atas larutan dibuang dan ditambahkan akuades dingin

kembali hingga mencapai 1000 mL. Proses pembuangan air yang berada diatas

larutan tersebut dilakukan sebanyak 5 kali dengan selang waktu selama 2 jam.

Setelah selesai, pH dari larutan tersebut diukur menggunakan pH meter dan

disesuaikan hingga mencapai pH 6,8 (Suryadi et al., 2013).

3.4.1.4. Media kitin padat dan cair

Pembuatan media kitin padat yaitu ditimbang 0,1 g MgSO47H2O, 1 g

K2HPO4, 1 g NaCl, 7 g (NH4)2SO4, 2 g yeast extract, 1 g tripton, 15 mL koloidal

kitin, dan 20 g agar. Seluruh bahan dimasukan ke dalam erlenmeyer dan ditambah

akuades hingga mencapai 1000 mL lalu diaduk menggunakan magnetic stirrer di

atas hot plate stirrer. Media disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121° C

selama 60 menit pada tekanan 17,5 Psi (Suryadi et al., 2013).

Page 35: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

19

Pembuatan media kitin cair yaitu ditimbang 0,45 g yeast extract, 0,1 g

pepton, 0,3 g KH2PO4, 0,58 g K2HPO4, 0,1 g L-cystein HCL, 0,26 g (NH4)2SO4,

0,25 g Na2CO3, 0,01 g MgSO4.7H2O, 0,2 g CaCl2, dan 1 mL koloidal kitin.

Seluruh bahan dimasukan ke dalam erlenmeyer dan ditambah akuades hingga

mencapai 100 mL lalu diaduk menggunakan magnetic stirrer di atas hot plate

stirrer. Media disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121° C selama 60

menit pada tekanan 17,5 Psi (Suryadi et al., 2013).

3.4.2. Isolasi bakteri dari tanaman bawang merah (Allium cepa L.)

Prosedur isolasi bakteri mengacu pada Mostert et al. (2001). Isolasi bakteri

dilakukan pada tanaman bawang merah asal Brebes. Isolasi diawali dengan

mengambil bagian daun, umbi, dan akar dari 3 pot tanaman bawang merah yang

terdapat di rumah kaca BB Biogen. Masing-masing pot terdapat 5 rumpun

tanaman dan diambil perwakilan organnya sebanyak 3 buah. Sampel dari daun,

umbi, dan akar bawang merah dibersihkan menggunakan air yang mengalir

kemudian disterilisasi menggunakan etanol 70% selama 1 menit, setelah itu

sampel direndam dalam larutan NaOCl 3% selama 2 menit, lalu direndam

menggunakan larutan etanol 70% selama 20 detik dan dibilas menggunakan

akuades steril sebanyak 3 kali. Sampel yang sudah bersih, dikeringkan

menggunakan kertas saring steril selama 1-3 jam.

Setelah proses pengeringan selesai, setiap sampel dipotong menggunakan

scalpel steril. Sampel dipotong menjadi 4 bagian berukuran 1 x 1 cm lalu

diletakkan pada permukaan media NA seperti pada Gambar 7, sehingga total

sampel organ yang diamati berjumlah 108 segmen. Cawan petri ditutup rapat

menggunakan parafilm dan diinkubasi pada suhu ruang selama 7 hari.

Gambar 7. Sampel yang dipotong menjadi 4 bagian pada media NA

Page 36: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

20

Isolasi bakteri juga dilakukan pada tanah tanaman bawang merah yang

sudah diambil sebanyak 10 g dan dimasukan kedalam beaker glass lalu diberi

akuades steril dan dihomogenkan menggunakan vortex selama 15 menit untuk

memperoleh ekstrak tanah. Hasil ekstrak tanah yang sudah dihomogenkan,

selanjutnya dilakukan pengenceran 10-2 hingga 10-6. Ekstrak dari masing-masing

sampel tanah pada pengenceran ke-10-4 , 10-5 , dan 10-6 diambil sebanyak 1000 µL

menggunakan mikropipet, dan diteteskan kedalam cawan petri yang sudah berisi

media NA lalu diratakan menggunakan batang pengaduk segitiga hingga kering,

setelah itu cawan petri diletakan terbalik, dan diinkubasi pada suhu ruang selama

7 hari.

3.4.3. Pemurnian bakteri

Koloni yang tumbuh dengan bentuk morfologi yang berbeda diambil dan

dimurnikan pada media NA miring. Bakteri yang sudah tumbuh pada cawan petri,

diinokulasikan ke dalam tabung reaksi yang berisi media NA miring dengan cara

menggoreskannya menggunakan jarum ose. Kultur diinkubasi pada suhu ruang

sampai tumbuh koloni yang berwarna dan berlendir. Pekerjaan dilakukan secara

aseptik dalam ruang laminar air flow.

3.4.4. Uji antagonis secara in vitro pada media PDA

Uji aktivitas antagonis secara in vitro dilakukan dengan metode dual

culture test (Lampiran 2). Isolat bakteri ditumbuhkan secara bersamaan dengan

kapang patogen pada media PDA dalam 1 cawan petri yang sama. Isolat kapang

patogen diambil menggunakan cook borer dan diletakan di bagian tengah petri

sedangkan dibagian sisi kanan dan kirinya digoreskan isolat bakteri. Biakan

diinkubasi pada suhu ruang dan aktivitas penghambatan ditentukan berdasarkan

besarnya zona hambat yang terbentuk di sekitar koloni. Zona hambat diamati pada

hari ke-1 sampai hari ke-7 (Suryanto, Irawati, & Munir, 2011).

3.4.5. Karakterisasi morfologi bakteri antagonis dari tanaman bawang

merah (Allium cepa L.)

Isolat bakteri yang sudah terlihat kemampuannya dalam menekan

pertumbuhan kapang Fusarium sp. pada uji in vitro, dikarakterisasi morfologi

koloni meliputi warna, bentuk, tepi, elevasi, dan pewarnaan gram.

Page 37: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

21

3.4.5.1. Pewarnaan Gram bakteri antagonis

Tahap pertama yang dilakukan yaitu 1 ose isolat bakteri dilarutkan ke

dalam 1 tetes akuades steril yang telah diteteskan di atas kaca objek lalu

dipanaskan hingga kering. Setelah itu, pewarna ungu violet diteteskan, dan

dibiarkan tergenang selama 1 menit, lalu dibilas dengan akuades. Selanjutnya

ditetesi iodin, dan dibiarkan tergenang selama 2 menit, lalu dibilas kembali.

Warna yang sudah terbentuk dipucatkan dengan cara penambahan alkohol 95%

yang diteteskan ke kaca objek hingga sisa warna menjadi ungu kristal laut.

Selanjutnya pewarna safranin diteteskan dan dibiarkan selama 30 detik, lalu

dibilas. Hasil pewarnaan bakteri tersebut diamati dibawah mikroskop dengan

perbesaran 1000x (Waluyo, 2010).

3.4.6. Uji kitinase

3.4.6.1. Uji kitinase kualitatif

Pengujian kitinase secara kualitatif berfungsi untuk mengetahui adanya

kandungan enzim kitinase yang terdapat pada setiap isolat bakteri dengan melihat

diameter zona bening. Pengujian diawali dengan memberikan setetes akuades

steril dipipet ke dalam tabung eppendorf yang telah disterilisasi, kemudian

sebanyak 1 ose isolat bakteri diambil dan dilarutkan ke dalam tabung eppendorf

yang berisi akuades steril. Sebanyak 5 µL suspensi dipipet dan diteteskan ke

dalam media kitin padat yang telah dibagi menjadi 2 kuadran. Setiap kuadran

ditetesi dengan 5 µl suspensi dan dibiarkan mengering selama 1 hari di dalam

laminar air flow. Cawan petri tersebut diinkubasi selama 3 hari (Suryadi et al.,

2013).

Setelah proses inkubasi, media kitin tersebut ditetesi dengan larutan congo

red 0,3% hingga menutupi seluruh permukaan media kitin padat, dan dibiarkan

selama 5 menit, lalu dibuang. Larutan NaCl 0,1% diteteskan hingga menutupi

seluruh permukaan media kitin padat lalu dibuang. Media didiamkan dan diamati

zona bening yang terbentuk. Diameter zona bening diukur menggunakan rumus

perhitungan indeks kitinolitik sebagai berikut (Suryadi et al., 2013):

Page 38: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

22

Keterangan:

d1 = Diameter zona bening

d2 = Diameter koloni

3.4.6.2. Uji kitinase kuantitatif

Pengujian kitinase kuantitatif berguna untuk mengetahui nilai absorbansi

kitinase pada setiap isolat bakteri menggunakan spektrofotometer. Pengujian

diawali dengan memasukan media kitin cair sebanyak 10 mL ke dalam tabung

ulir, kemudian 1 ose isolat bakteri dari media NA miring dipindahkan ke dalam

tabung ulir tersebut dan diinkubasi pada orbital shaker selama 48 jam dengan

kecepatan 120 rpm hingga mengeruh. Kultur disentrifugasi dengan kecepatan

10.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4° C. Supernatant yang dihasilkan diambil

sebanyak 150 µL sebagai ekstrak kasar lalu ditambahkan 150 µL PBS pH 7 (10

mM) dan koloid kitin 0,3% sebanyak 300 µL kemudian dihomogenkan

menggunakan vortex dan diinkubasi pada waterbath selama 30 menit pada suhu

37° C (Suryadi et al., 2013).

Setelah diinkubasi, campuran disentrifugasi dengan kecepatan 5.000 rpm

selama 5 menit. Supernatant diambil sebanyak 500 µL lalu dimasukan ke dalam

tabung reaksi dan ditambahkan 500 µL akuades serta 1.000 µL Reagen Schales.

Campuran tersebut dan larutan standar (Tabel 1) dididihkan pada suhu 100° C

selama 10 menit kemudian didinginkan untuk pengujian aktivitas kitinase

menggunakan metode Spindler (1997). Satu unit aktivitas kitinase yaitu sejumlah

enzim yang menghasilkan 1 µmol gula reduksi yang ekivalen dengan GlcNAc

permenit (Green, Healy, & Healy, 2005).

Tabel 1. Konsentrasi larutan standar pada pengujian kitinase kuantitatif

Konsentrasi (ppm) N-asetil-D-Glukosamin (µL) Akuades (µL)

0 - 5.000

10 500 4.500

20 1.000 4.000

30 1.500 3.500

40 2.000 3.000

50 2.500 2.500

Page 39: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

23

Kuvet dan spektrofotometri disiapkan untuk mengukur nilai absorbansi.

Langkah pertama yaitu membuat nilai auto zero menggunakan akuades, lalu

dilakukan pengukuran blanko menggunakan 1.000 µL akuades dan 1.000 µL

Reagen Schales pada panjang gelombang 620 nm. Setelah itu, larutan standard

dan seluruh sampel diukur absorbansinya satu persatu dengan panjang gelombang

620 nm. Selama pergantian sampel, kuvet dibilas dengan akuades sebanyak 3 kali

lalu dikeringkan menggunakan tisu.

3.4.7. Isolasi DNA bakteri

Prosedur isolasi DNA Bakteri mengacu pada Kepel & Fatimawali (2015).

Tiga isolat bakteri terbaik dari uji antagonis secara in vitro ditumbuhkan pada

media Nutrient Broth (NB) di dalam tabung ulir selama 24 jam, setelah itu

dipindahkan ke dalam tabung eppendorf steril lalu disentrifuge dengan kecepatan

13.000 rpm selama 5 menit. Supernatant yang dihasilkan dari proses sentrifuge

tersebut dibuang tanpa mengganggu pellet putih kemudian disentrifuge kembali

dengan kecepatan 13.000 rpm selama 5 menit. Supernatant yang diperoleh

dibuang dan ditambahkan dengan nuclei lysis solution sebanyak 600 µL lalu

dihomogenkan menggunakan mikropipet. Isolat tersebut diinkubasi di dalam

freezer pada suhu -25° C selama 5 menit. Setelah proses inkubasi, isolat DNA

ditambahkan dengan 3 µL RNase solution dan dihomogenkan menggunakan

mikropipet dan diinkubasi pada suhu 37° C selama 30 menit.

Setelah proses inkubasi, isolat DNA ditambahkan 200 µL protein

precipitation solution kemudian divortex dan diinkubasi dalam freezer selama 5

menit. Setelah diinkubasi, isolat disentrifuge dengan kecepatan 13.000 rpm

selama 5 menit. Supernatant yang dihasilkan dari hasil sentrifuge dipindahkan

kedalam tabung eppendorf steril yang baru dan ditambahkan 600 µL isopropanol

kemudian divortex dan disentrifuge dengan kecepatan 13.000 rpm selama 5 menit.

Supernatant yang dihasilkan dari proses sentrifuge dibuang dan tabung

dikeringkan selama 1 jam. Setelah proses pengeringan, DNA rehydration solution

ditambahkan ke dalam isolat DNA sebanyak 50 µL. Isolat DNA disimpan di

dalam freezer pada suhu -25° C.

Page 40: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

24

3.4.8. Amplifikasi DNA dengan PCR (Polymerase Chain Reaction)

Larutan PCR mix solution yang berisi primer 63 forward, primer 1387

reverse, promega go taq green master mix, nuclease free water, dan template

DNA disiapkan dengan jumlah yang dibutuhkan 3 sampel maka mix solution yang

dibutuhkan yaitu:

Tabel 2. Formula PCR mix solution pada proses amplifikasi DNA (Wardani et al.,

2017)

No. Bahan 1 Sampel (µL) 3 Sampel (µL)

1 Primer 63 forward 1 3

2 Primer 1387 reverse 1 3

3 Promega go taq green master mix 12,5 37,5

4 Nuclease free water 8,5 25,5

5 Template DNA 2 6

TOTAL 25 75

Bahan-bahan 1-4 dicampurkan ke dalam tabung eppendorf steril sesuai

perhitungan diatas, setelah itu 23 µL dari campuran tersebut dimasukkan ke dalam

tabung PCR dan ditambahkan 2 µL template DNA. Kemudian tabung ditutup dan

ditempatkan dalam PCR thermal cycler. Program pada PCR diatur dengan

peraturan seperti pada tabel 3. Setelah proses PCR selesai, tabung PCR dimasukan

ke dalam freezer pada suhu -25° C.

Tabel 3. Pengaturan program PCR pada proses amplifikasi DNA (Setiyo, 2001)

Langkah Suhu (°C) Waktu (menit)

Predenaturasi 94 2

Denaturasi 94 1

Annealing 36 1

Polimerasi 72 1

Polimerasi final 72 10

Penurunan Suhu 4 30

3.4.9. Uji elektroforesis

Larutan 1x TAE (Tris Acetate EDTA) buffer sebanyak 100 mL disiapkan

untuk membuat larutan agarosa 2%. Dua gram agarosa ditimbang lalu

ditambahkan pelarut 1x TAE sebanyak 98 mL pada tabung erlenmeyer lalu

diaduk dan dihangatkan menggunakan heater dan stirrer hingga larutan mendidih

dan tampak jernih, lalu larutan agarose tersebut ditambahkan gelred nucleic acid

Page 41: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

25

gel stain 10.000x sebanyak 2 µL. Casting tray diatur dan dipasang well comb

pada ujungnya, lalu larutan agarose dituangkan kedalam casting tray dan ditunggu

hingga memadat. Setelah memadat, well comb diangkat dan terbentuk sumur

untuk meletakan isolat hasil PCR.

Marker yang merupakan campuran dari 2 µL 100 bp plus DNA ladder dan

3 µL blue juice loading dye disiapkan dan dimasukan ke dalam sumur yang

pertama menggunakan mikropipet dan sampel hasil PCR dimasukan pada sumur-

sumur berikutnya masing-masing sebanyak 3 µL. Saat memasukkannya, pastikan

ujung mikro tip steril sudah sedikit masuk pada lubang well gel elektroforesis dan

dicatat posisi dan urutan sampel-sampel hasil PCR.

Gel diletakan di dalam elektroforesis tank yang sudah berisi larutan 1x

TAE dan cara peletakannya harus diperhatikan dengan benar. Larutan 1x TAE

ditambahkan secukupnya hingga gel terbenam secara menyeluruh. Mesin

elektroforesis dinyalakan selama 30 menit dengan tegangan 90 V. Sampel-sampel

bergerak ke arah katode karena DNA bermuatan negatif. Setelah 30 menit, mesin

elektroforesis dimatikan secara sempurna. Gel dikeluarkan dengan hati-hati dan

diletakan pada tray yang sudah disediakan. Gel dipindahkan ke alat gel

documentation systems supaya hasil lebih terlihat jelas.

3.4.10. Uji sekuensing 16S rRNA

Sampel PCR dari proses elektroforesis yang menunjukan hasil positif

dilakukan sekuensing 16S rRNA oleh 1st Base melalui PT. Genetika Science

Indonesia. Proses sekuensing DNA dilakukan menggunakan metode Sanger

dideoxy. Selanjutnya dilakukan analisis hasil sekuensing dengan melakukan

BLAST urutan nukleotida dari hasil sekuensing dengan data base yang tersedia

pada situs www.ncbi.nlm.nih.gov yang digunakan untuk mencari similaritas suatu

sekuen nukleotida dengan sekuens data base (subject sequence) (Sjafarenan et al.,

2018).

3.4.11. Parameter pengamatan

Parameter yang diamati dalam penelitian ini mengacu pada Sarah (2018)

mengenai uji daya hambat kapang dan persentase diameter zona hambat mengacu

pada Zaffan (2012).

Page 42: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

26

1) Uji daya hambat kapang Fusarium sp.

Uji daya hambat kapang dilakukan dengan cara mengamati daya hambat

pertumbuhan kapang. Zona hambat akan terlihat sebagai daerah jernih di sekitar

daerah yang mengandung zat antimikroba. Diameter zona hambat pertumbuhan

kapang menunjukan sensitivitas kapang terhadap zat anti kapang yang dihasilkan

oleh bakteri. Pengukuran zona hambat dilakukan dengan cara mengukur batas

akhir pertumbuhan dari kapang patogen pada sumbu X dan batas akhir

pertumbuhan kapang patogen pada sumbu Y (Gambar 8). Perhitungan besarnya

zona hambat yang terbentuk pada media PDA dihitung menggunakan rumus

Suryadi (2009), yaitu:

Keterangan:

X = Diameter koloni Fusarium sp. yang terhambat pertumbuhannya (cm)

Y = Diameter koloni Fusarium sp. normal (cm)

Gambar 8. Metode pengukuran zona hambat bakteri antagonis terhadap koloni

kapang. A. Koloni Fusarium sp.; B. Zona hambat bakteri antagonis

terhadap koloni kapang; C. Titik penempatan Fusarium sp.; D. Koloni

bakteri antagonis; X. Diameter koloni Fusarium sp. yang terhambat

pertumbuhannya; Y. Diameter koloni Fusarium sp. normal (Suryanto

et al., 2011).

2) Persentase daya hambat

Persentase daya hambat kapang Fusarium sp. oleh bakteri antagonis dapat

dihitung menggunakan formula Melysa, Fajrin, Suharjono, & Dwiastuti (2013)

yaitu:

Keterangan:

PIRG = Percentage Inhibition of Radial Growth (% hambatan)

Page 43: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

27

R1 = Diameter miselium kapang Fusarium sp. kontrol (cm)

R2 = Diameter miselium kapang Fusarium sp. pada uji antagonis (cm)

Berdasarkan hasil persentase penghambatan diameter zona hambat kapang

yang didapatkan maka klasifikasi aktivitas anti kapang dapat ditentukan

berdasarkan Mori et al. (1997) :

Tabel 4. Klasifikasi aktivitas anti kapang pada uji antagonis (Mori et al., 1997)

Persentase Penghambatan (PP) (%) Tingkat aktivitas antifungi

PP ≥ 75 Sangat kuat

75 ≤ PP < 50 Kuat

50 ≤ PP < 25 Sedang

25 ≤ PP < 0 Lemah

0 Tidak aktif

3.5. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif pada pengamatan hasil

identifikasi bakteri, pengamatan zona hambat, dan persentasenya pada pengujian

antagonis yang disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. Data yang diperoleh

dari perhitungan zona hambat dianalisis menggunakan program IBM SPSS 20

(Statistical Package for the Social Science) dengan melakukan uji independent t-

test dengan taraf signifikasi 5%. Apabila nilai signifikasi (2-tailed) > 0,05 berarti

kelompok atau perlakuan menunjukan tidak adanya perbedaan nyata dan diberi

tanda TN (Tidak Nyata) atau NS (Non Significant) dan jika nilai signifikasi (2-

tailed) < 0,05 berarti kelompok atau perlakuan menunjukan adanya perbedaan

nyata dan diberi tanda N (Nyata) atau S (Significant). Tiga isolat bakteri antagonis

terbaik dalam menghambat pertumbuhan kapang Fusarium sp. dilakukan uji

sekuensing 16S rRNA.

Page 44: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

28

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Diameter Fusarium sp. pada Antagonis secara In Vitro

Upaya penekanan hayati terhadap pertumbuhan kapang Fusarium sp. pada

penelitian ini yaitu dengan melakukan pengujian antagonis secara in vitro antara

kapang Fusarium sp. dengan bakteri antagonis yang dihasilkan dari tanaman

bawang merah yang sehat seperti pada Gambar 9.

Gambar 9. Uji antagonis secara in vitro; A. Bakteri antagonis (DB2); B. Kapang

Fusarium sp.; C. Bakteri antagonis (DB2)

Terdapat 13 isolat bakteri pada pengujian antagonis yang dihasilkan dari

proses isolasi bakteri pada tanaman bawang merah. Tiga isolat bakteri berasal dari

bagian akar (AB1, AB2, dan AB3), 4 isolat dari bagian daun (DB1, DB2, DB3

dan DB4), 3 isolat dari bagian umbi (UB1, UB2, dan UB3), dan 3 isolat lainnya

berasal dari tanah tanaman bawang merah (TB1, TB2, dan TB3). Seluruh isolat

bakteri tersebut dilakukan pengujian antagonis bersama kapang Fusarium sp.

secara in vitro dan hasil pengukuran diameter Fusarium sp. pada hari pertama

hingga hari ketujuh tercantum pada lampiran 3.

Data pengukuran diameter Fusarium sp. pada uji antagonis menunjukan

bahwa dari 13 isolat bakteri yang diujikan, hanya 9 isolat bakteri yang dapat

menekan pertumbuhan Fusarium sp. yaitu AB1, AB3, DB2, DB3, DB4, UB1,

TB1, TB2, dan TB3. Rata-rata diameter Fusarium sp. yang dihasilkan oleh 9

isolat bakteri tersebut terlampir pada Tabel 5. Rata-rata diameter Fusarium sp.

terendah dihasilkan dari pengujian antagonis dengan isolat bakteri AB3 sebesar

1,27 cm, dilanjutkan dengan TB2, dan UB1 sebesar 1,45 cm, dan 1,56 cm.

Page 45: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

29

Tabel 5. Rata-rata diameter Fusarium sp. hasil pengujian antagonis selama 7 hari

Isolat Rata-rata diameter Fusarium sp. (cm) St.dev

AB1 1,74 0,39

AB3 1,27 0,34

DB2 1,80 0,59

DB3 2,09 0,33

DB4 1,78 0,23

UB1 1,56 0,16

TB1 1,64 0,49

TB2 1,45 0,47

TB3 2,09 0,18

Fusarium sp. kontrol 2,55 0,06

Sembilan isolat bakteri antagonis mampu menghambat pertumbuhan

kapang Fusarium sp. yang dibuktikan dengan grafik persentase daya hambat

(Gambar 10). Isolat bakteri tersebut memiliki kisaran persentase hambatan sebesar

13,49 46,80% . Persentase daya hambat Fusarium sp. yang terbaik dihasilkan dari

bakteri asal akar tanaman bawang merah yaitu AB3 dengan nilai rata-rata

persentase sebesar 46,80%. Persentase hambatan yang terbaik selanjutnya diikuti

oleh bakteri antagonis asal tanah (TB2) dan umbi (UB1) dengan nilai persentase

hambatan rata-rata secara berurutan yaitu 40,24%, dan 35,11%. Berdasarkan

klasifikasi anti fungi (Mori et al., 1997), persentase hambatan ketiga bakteri

antagonis tersebut termasuk dalam kategori tingkat sedang dalam menghambat

pertumbuhan kapang Fusarium sp.

Gambar 10. Persentase daya hambat kapang Fusarium sp. oleh bakteri antagonis

selama 7 hari

Page 46: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

30

Serangan kapang Fusarium sp. pada tanaman bawang merah merupakan

salah satu kendala dalam budidaya yang menyebabkan penyakit moler atau layu

Fusarium sp. Gejala yang ditimbulkan berupa daun yang menguning dan

cenderung terpelintir serta infeksi pada bagian akar atau batang yang berbatasan

dengan permukaan tanah sebagai serangan awal dari Fusarium sp. (Sumartini,

2012). Berdasarkan Tabel 5 dan Gambar 10 bahwasannya 9 isolat bakteri

antagonis memiliki laju pertumbuhan yang tinggi dibandingkan dengan

pertumbuhan Fusarium sp., maka bakteri antagonis tersebut mampu menekan

pertumbuhan kapang patogen. Rendahnya pertumbuhan kapang Fusarium sp.

pada uji antagonis dikarenakan viabilitas dan kerapatan konidia yang rendah

(Yulianto, 2014). Weller (1998) juga menyatakan bahwa bakteri yang mampu

merangsang pertumbuhannya dan menghambat pertumbuhan Fusarium sp. yang

merugikan, maka bakteri tersebut mampu berperan sebagai agen pengendali

hayati.

Hasil pengujian independent t-test menunjukan adanya perbedaan yang

nyata antara diameter Fusarium sp. pada uji antagonis dengan diameter kapang

Fusarium sp. kontrol karena memiliki nilai signifikasi 2-tailed < 0,05 (Tabel 6).

Nilai signifikasi 2-tailed terbaik sebesar 0,001 yang dihasilkan oleh diameter

Fusarium sp. pada uji antagonis dengan isolat bakteri asal tanah. Nilai signifikasi

2-tailed terbaik selanjutnya diikuti oleh diameter Fusarium sp. pada uji antagonis

dengan isolat bakteri asal akar, daun, dan umbi yang memiliki nilai signifikasi 2-

tailed sebesar 0,004; 0,013; dan 0,041.

Tabel 6. Hasil uji independent t-test pada pengujian antagonis secara in vitro

Asal isolat bakteri

antagonis

Uji independent sample t-test

Mean St.dev Sig 2-tailed TN/N

Akar 2,030 0,909 0,004 N

Daun 1,970 0,861 0,013 N

Umbi 2,030 0,909 0,041 N

Tanah 1,731 0,850 0,001 N

Keterangan: TN (Tidak Nyata); N (Nyata)

Hasil nilai signifikasi 2-tailed pada isolat bakteri antagonis sesuai dengan

nilai rata-rata persentase hambatan Fusarium sp. yang menunjukan bahwa nilai

rata-rata persentase hambatan Fusarium sp. yang tertinggi terdapat pada isolat

Page 47: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

31

bakteri antagonis asal tanah dengan persentase sebesar 29,64% (Lampiran 6).

Hasil rata-rata persentase hambatan kapang Fusarium sp. selanjutnya terdapat

pada isolat bakteri antagonis asal akar, daun, dan umbi dengan persentase secara

berurutan sebesar 27,35%, 18,90%, dan 17,67%.

Hasil tersebut menunjukan bahwa rerata bakteri asal tanah memiliki

kemampuan dalam menghambat pertumbuhan kapang patogen. Hal ini sesuai

dengan penelitian Herdyastuti et al. (2009) yang menyatakan bahwa Serratia

plymuthica merupakan bakteri asal tanah mampu menekan pertumbuhan kapang

Verticillium dahlia dan berpotensi sebagai agen pengendali hayati. Selain itu,

Asril (2011) juga menyatakan bahwa isolat bakteri asal tanah yaitu BK17 dan

KM04 memiliki efektivitas tertinggi dalam menghambat pertumbuhan kapang

Ganoderma boninense sedangkan isolat bakteri kombinasi antara BK13 dan

KM04 memiliki kemampuan penghambatan tertinggi terhadap pertumbuhan

kapang F. oxysporum penyebab layu Fusarium pada kecambah cabai merah.

4.2. Kitinase Kualitatif

Seleksi bakteri kitinolitik pada pengujian kitinase kualitatif dilakukan

untuk mendapatkan isolat bakteri yang mampu menghidrolisis kitin paling besar

dengan menggunakan indeks kitinolitik pada 3 kali pengulangan (Lampiran 8).

Berdasarkan hasil pengukuran indeks kitinolitik, diketahui bahwa nilai indeks

kitinolitik yang dihasilkan berbeda-beda. Nilai terbesar dimiliki oleh isolat AB1

sebesar 1,59 dan diikuti isolat TB3, DB3, AB3, dan DB4 dengan nilai indeks

kitinolitik secara berurutan sebesar 1,55; 1,25; 1,17; dan 1,17 (Tabel 7). Menurut

Dewi (2008) indeks kitinolitik merupakan perbandingan antara diameter zona

bening dengan diameter koloni untuk memperoleh isolat potensial. Pengukuran

diameter zona bening dan diameter koloni pada 9 isolat bakteri dapat dilihat pada

lampiran 9. Perbedaan diameter zona bening tersebut dikarenakan setiap isolat

memiliki kadar enzim kitinolitik yang berbeda-beda. Menurut Kuk et al. (2004)

diameter yang berbeda-beda dari setiap isolat menunjukan perbedaan aktivitas

masing-masing enzim kitinolitik yang disekresikan.

Page 48: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

32

Tabel 7. Indeks kitinolitik 9 bakteri antagonis pada pengujian kitinase kualitatif

Isolat Indeks kitinolitik St.dev

AB1 1,59 0,14

AB3 1,17 0,13

DB2 0,00 0,00

DB3 1,25 0,03

DB4 1,17 0,03

UB1 0,00 0,00

TB1 0,00 0,00

TB2 0,00 0,00

TB3 1,55 0,16

Hasil nilai indeks kitinolitik terbaik pada bakteri antagonis tidak sama

dengan hasil pengujian antagonis yang terbaik, hal ini dikarenakan adanya jenis

metabolit sekunder lainnya selain enzim kitinase yang dihasilkan oleh bakteri

antagonis untuk menekan pertumbuhan kapang Fusarium sp. Hal ini sesuai

dengan pendapat Soesanto (2008) bahwa hasil metabolisme sekunder dapat

berupa enzim, antibiotika, toksin, dan hormon lainnya yang dapat menghambat

pertumbuhan kapang patogen. Selain itu, Judoamidjojo, Abdul, & Endang, (1992)

menyatakan bahwa bakteri yang tidak menghasilkan zona bening pada pengujian

kitinase dapat dikarenakan perbedaan pH sekitar media akibat dari metabolit yang

dihasilkan oleh kapang Fusarium sp.

Terbentuknya zona bening pada setiap isolat bakteri antagonis merupakan

indikasi adanya senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh bakteri untuk

menghambat pertumbuhan Fusarium sp., seperti pada isolat AB1 (Gambar 11).

Hal ini sesuai dengan pendapat Fety & Murkalina (2015) bahwa mekanisme

antibiosis ditunjukan dengan terbentuknya zona penghambatan (clear zone) pada

bakteri antagonis. Yulianto (2014) juga menyatakan bahwa mekanisme antibiosis

dapat diukur dengan melihat zona bening yang dihasilkan dari bakteri antagonis

yang diujikan.

Page 49: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

33

Gambar 11. Pengujian kitinase kualitiatif pada bakteri antagonis; A. Isolat bakteri

AB1; B. Zona bening yang dihasilkan

Bakteri antagonis yang dapat membentuk zona bening disebut sebagai

bakteri kitinolitik (Herdyastuti et al., 2009). Besar kecilnya zona bening yang

dihasilkan tergantung pada jumlah monomer N-asetilglukosamin yang dihasilkan

dari proses hidrolisis kitin dengan memutus ikatan β-1,4-Asetilglukosamin.

Semakin besar jumlah monomer N-asetilglukosamin yang dihasilkan maka akan

semakin besar zona bening yang terbentuk di sekitar koloni bakteri antagonis

(Patil, Ghormade, & Deshpande, 1999).

Adanya zona bening pada koloni bakteri antagonis membuktikan bahwa

bakteri tersebut mampu memproduksi kitinase (Park, Lee, & Lee, 2000). Kitinase

yang disekresikan bakteri dalam medium agar kitin kemudian diikat oleh partikel

kitin (koloidal kitin), sehingga kitin menjadi terdegradasi, dan komposisi kitin

dalam medium menjadi berkurang. Degradasi oligomer kitin dan penggunaan

molekul hasil degradasi tersebut oleh bakteri membuat medium tampak jernih

(Chen & Lee, 1994). Mekanisme degradasi kitin oleh bakteri kitinolitik

berlangsung dalam 3 tahap, yaitu diawali dengan terdeteksinya bakteri pada kitin.

Lalu, bakteri akan mendekat di permukaan polimer tersebut dengan mediasi

Chitin Binding Protein (CBD). Selanjutnya, kitin akan menginduksi sistem kinase

2 komponen pada bakteri sehingga enzim kitinase dihasilkan (Susi, 2002).

4.3. Kitinase Kuantitatif

Data aktivitas kitinase pada pengujian kitinase kuantitatif dari 9 isolat

bakteri antagonis menunjukkan hasil yang beragam (Lampiran 10). Aktivitas

Page 50: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

34

kitinase didapatkan dari pengukuran nilai absorbansi pada pengujian kitinase

kuantitatif menggunakan sprektrofotometer dengan 2 kali pengulangan. Nilai

aktivitas kitinase yang diperoleh dari 9 isolat bakteri tersebut berkisar antara 0,628

U/mL hingga 3,291 U/mL (Gambar 12). Terdapat 4 isolat yang menunjukan

aktivitas kitinase lebih tinggi dibandingkan dengan isolat lainnya yaitu UB1, AB3,

TB1, dan TB3 dengan aktivitas secara berturut-turut 3,291 U/mL, 2,901 U/mL,

1,326 U/mL, dan 1,023 U/mL. Isolat bakteri yang berbeda akan membedakan

sistem regulasi dalam sintesis enzim di dalamnya. Kompleksitas dari mekanisme

tersebut berbeda dari yang paling sederhana, sistem induksi, dan represi yang

mudah dimengerti sampai yang melibatkan mekanisme yang kompleks

(Maggadani, Setyahadi, & Harmita, 2017).

Gambar 12. Aktivitas kitinase pada isolat bakteri antagonis

Aktivitas enzim kitinase dihitung berdasarkan jumlah gula pereduksi yang

dihasilkan menggunakan kurva standar N-asetil-glukosamin (NAG). Satu unit

aktivitas kitinase merupakan jumlah enzim yang menghasilkan 1 µmol NAG

permenit. Aktivitas kitinase dari mikroorganisme sangat bervariasi dan tergantung

pada beberapa faktor. Beberapa penelitian menyatakan bahwa faktor-faktor yang

menyebabkan variasi yaitu waktu reaksi enzimatik, konsentrasi substrat dan

enzim, waktu inkubasi, jenis media serta faktor lingkungan seperti suhu dan PH

(Setia & Suharjono, 2015).

Pengujian kitinase kuantitatif dilakukan untuk menentukan terbentuknya

produk akhir gula pereduksi N-asetilglukosamin (GlcNAc) yang dibebaskan dari

Page 51: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

35

kitin selama reaksi hidrolisis dengan didapatkannya nilai absorbansi pada setiap

isolat bakteri menggunakan spektrofotometer. Subtrat yang digunakan pada

pengujian kitinase yaitu kitin yang diperoleh dari kulit udang. Susi (2002)

menjelaskan bahwa keberadaan substrat dapat memacu suatu mikroorganisme

untuk mensekresikan metabolit selnya dan enzim akan bereaksi bila terdapat

substrat. Interaksi yang terjadi antara enzim dan substrat ini akan menghasilkan

produk akhir yang merupakan gabungan dari reaksi enzim-substrat yang

berpengaruh pada struktur molekul katalitik enzim.

Menurut Adam (2004) dinding sel kapang merupakan komplek yang

terdiri dari kitin, glukan, dan polimer lainnya sehingga adanya enzim kitinase

pada pengujian ini akan mendegradasi kitin yang terdapat pada dinding sel kapang

Fusarium sp., sehingga dinding selnya akan mengalami lisis. Hal ini sejalan

dengan pendapat Octriana (2011) bahwa adanya aktivitas kitinase dapat

menghambat pertumbuhan kapang Fusarium sp. Mukarlina, Khotimah, & Rianti

(2010) juga menyatakan bahwa aktivitas kitinase dapat terjadi karena adanya

metabolit sekunder yang diproduksi oleh bakteri yang secara alamiah merupakan

suatu mekanisme pertahanan mikroba untuk bertahan hidup atau berkompetisi.

4.4. Karakterisasi Morfologi Bakteri Antagonis

Karakter morfologi bakteri antagonis asal akar, daun, umbi, dan tanah

pada tanaman bawang merah menunjukan sifat yang bervariasi. Hal ini terlihat

pada karakterisasi makroskopis bakteri seperti warna, bentuk, tepi, dan elevansi

yang berbeda-beda (Tabel 8).

Tabel 8. Karakteristik secara makroskopis pada 9 bakteri antagonis

Isolat Morfologi koloni bakteri antagonis

Warna Bentuk Tepi Elevasi Gram

AB1 Putih Circular Lobate Flat, raised margin

AB3 Putih Circular Entire Convex +

DB2 Putih Circular Curled Flat +

DB3 Putih Irregular Lobate Raised

DB4 Putih Circular Entire Convex +

UB1 Putih Circular Lobate Plateau

TB1 Putih Irregular Lobate Raised

TB2 Putih Circular Entire Umbonate +

TB3 Putih Circular Lobate Convex +

Page 52: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

36

Isolat bakteri antagonis diambil secara acak dengan memperhatikan

morfologi yang berbeda saat proses isolasi bakteri pada media NA (Lampiran 1).

Setiap isolat menunjukan jenis koloni yang berbeda berdasarkan karakter

makroskopis dan mikroskopisnya. Perbedaan tersebut dapat dikarenakan faktor

lingkungan dan asal didapatkannya isolat. Terdapat 7 isolat bakteri yang memiliki

koloni berbentuk bulat (circular), dan 2 isolat bakteri berbentuk tidak beraturan

(irregular) dimana 5 isolat bertepi berombak (lobate), 3 isolat bertepi bulat penuh

(entire), dan 1 isolat memiliki tepi yang mengeriting (curled) dengan elevasi

koloni berbentuk seperti kawah (flat, raised margin), cembung (convex), rata

(flat), terangkat (raised), melengkung (plateau), dan membukit (umbonate).

Isolat bakteri yang didapatkan kemudian dilakukan pewarnaan gram untuk

melihat karakterisasi dari bakteri tersebut. Bakteri gram positif ditandai dengan

terbentuknya warna ungu disebabkan asam-asam ribonukleat pada sitoplasma sel-

sel gram positif membentuk ikatan yang lebih kuat dengan kompleks ungu kristal

violet sehingga ikatan kimiawi tersebut tidak mudah dipecahkan oleh larutan

alkohol sedangkan bakteri gram negatif ditandai dengan terbentuknya warna

merah sebab kompleks tersebut larut pada saat pemberian alkohol sehingga

mengambil warna merah safranin (Cappucino & Sherman, 2011).

Perbedaan warna pada bakteri positif dan negatif menunjukan bahwa

adanya perbedaan struktur dinding sel antara kedua jenis bakteri tersebut. Dinding

sel pada bakteri gram positif terdiri atas peptidoglikan yang tebal sedangkan

dinding sel pada bakteri gram negatif terdiri atas peptidoglikan yang lebih tipis

dari bakteri gram positif, mengandung lipid, dan lemak dalam persentase yang

lebih tinggi daripada bakteri gram positif (Syauqi, 2015). Terdapat 5 isolat bakteri

antagonis yang termasuk dalam bakteri gram positif yaitu AB3, DB2, DB4, TB2,

dan TB3 sedangkan 4 isolat lainnya termasuk dalam bakteri gram negatif yaitu

AB1, DB3, UB1, dan TB1 (Lampiran 7).

4.5. Identifikasi Bakteri secara Molekuler

Isolasi DNA dilakukan pada 3 isolat bakteri antagonis yang terbaik dalam

menghambat pertumbuhan kapang Fusarium sp. yaitu isolat bakteri AB3, TB2,

dan UB1. Setelah proses isolasi DNA, ketiga isolat bakteri tersebut dilakukan

Page 53: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

37

proses amplifikasi DNA pada PCR dan pengujian elektroforesis sehingga

didapatkan hasil seperti pada Gambar 13.

Gambar 13. Visualisasi hasil elektroforesis DNA. M. Marker DNA; A. DNA

isolat AB3; B. DNA isolat TB2; C. DNA isolat UB1

Sampel DNA AB3, TB2, dan UB1 teramplifikasi dengan baik, ditunjukan

dengan adanya pita DNA yang terlihat jelas dan nyata. Hal ini menunjukan bahwa

didalam DNA sampel isolat AB3, TB2, dan UB1 mengandung nukleotida-

nukleotida yang berkomplementer dengan sekuen primer, dan bekerja secara

spesifik terhadap DNA template (Rahmawati, 2011). Pasangan yang saling

berkomplementer tersebut mengakibatkan terjadinya pemanjangan oleh enzim

polymerase saat tahap elongasi sehingga saat visualisasi dengan elektroforesis

muncul pita DNA sampel AB3, TB2, dan UB1 dengan ukuran kira-kira 1.000 bp.

Ukuran pita DNA pada proses elektroforesis berbanding lurus dengan hasil blast

pada analisis BLAST (Tabel 9) yang menunjukan bahwa sampel AB3 memiliki

panjang basa sebesar 1.459 sedangkan TB2 dan UB1 memiliki panjang basa

sebesar 1.267 dan 1.419.

Proses sekuensing 16S rRNA dilakukan setelah terbentuknya pita-pita

DNA yang terlihat jelas saat pengujian elektroforesis. Pengujian sekuensing ini

merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasi suatu gen dan merupakan tahap

Page 54: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

38

akhir dalam menentukan urutan nukleotida fragmen hasil amplifikasi dengan

PCR. Identitas suatu gen yang telah diketahui sekuennya dapat ditentukan dengan

membandingkan data sekuen yang terdapat pada Genbank. Sekuensing dilakukan

dengan metode Sanger menggunakan automatic DNA sequencer yang

berdasarkan pada metode dye terminator labeling (Clarridge, 2004). Sebanyak 3

sampel yang terpilih untuk disekuensing yaitu sampel isolat bakteri AB3, TB2,

dan UB1.

Chen et al. (2015) menyatakan jika tingkat kemiripan isolat bakteri ≥ 97%,

maka isolat tersebut dianggap sebagai spesies dari genus yang sama. Hasil analisis

sekuensing gen melalui situs National Centre for Biotechnology Information/

NCBI BLAST-N 2.0 (Lampiran 12) menunjukan adanya kemiripan sampel isolat

AB3 dengan Bacillus subtilis dengan tingkat kemiripan 99,75%. Isolat TB2 juga

memiliki kemiripan dengan B. subtilis dengan tingkat kemiripan 100%,

sedangkan isolat bakteri UB1 memiliki kemiripan dengan Pseudomonas

nitroreducens dengan tingkat kemiripan 89,35% (Tabel 9). Ketiga sampel isolat

bakteri ini merupakan isolat yang terbaik dalam menghambat pertumbuhan

kapang Fusarium sp.

Tabel 9. Hasil analisis BLAST pada 3 DNA isolat bakteri antagonis terbaik

Isolat

Hasil analisis BLAST

Bakteri Panjang

basa (bp)

Total

score

Query

cover

Per.

identity Accession

AB3 Bacillus subtilis 1459 1495 99% 99,75% MN555375.1

TB2 Bacillus subtilis 1267 1933 98% 100% MT013387.1

UB1 Pseudomonas

nitroreducens 1419 1016 99% 89,35% JQ659788.1

Hasil analisis fragmen DNA yang tertera pada Tabel 9 menunjukan bahwa

isolat bakteri AB3 dan TB2 memiliki similaritas dengan spesies bakteri yang

sama yaitu Bacillus subtilis. Panjang basa yang dimiliki oleh isolat AB3 dan TB2

yaitu 1459 bp dan 1267 bp. Clarridge (2004) menyatakan bahwa untuk sebagian

besar isolat bakteri klinis dengan sekuen 500 bp sudah dapat memberikan

diferensiasi yang memadai karena wilayah tersebut menunjukan lebih banyak

keragaman. Namun, sekuen dengan panjang sekitar 1500 bp lebih dianjurkan

untuk dapat menetapkan identifikasi tingkat spesies (Hong & Farrance, 2016).

Page 55: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

39

Isolat AB3 dan TB2 yang memiliki kemiripian dengan bakteri B. subtilis,

memiliki karakteristik secara makroskopis dan mikroskopis yaitu isolat AB3

termasuk bakteri gram positif, koloninya berwarna putih, berbentuk circular

dengan tepi entire, dan elevansi yang convex. Isolat TB2 juga merupakan bakteri

gram positif yang membentuk koloni berwarna putih (Gambar 14), memiliki

bentuk yang circular dengan tepi entire, elevansi yang umbonate dan secara

mikroskopis selnya berbentuk batang pendek.

Gambar 14. Karakteristik isolat bakteri AB3 dan TB2. A. Makroskopis AB3; B.

Mikroskopis AB3; C. Makroskopis TB2; D. Mikroskopis TB2

Berdasarkan sifat pertumbuhannya, B. subtilis bersifat mesofilik. Bakteri

ini dapat menghasilkan enzim protease, amylase, lipase, dan kitinase sebagai

enzim pengurai dinding sel patogen (Hatmanti, 2000). Bakteri Bacillus subtilis

juga merupakan kelompok bakteri antagonis yang banyak digunakan untuk

mengendalikan patogen pada tanaman. Bakteri B. subtilis memanfaatkan eksudat

akar di dalam tanah dan bahan tanaman mati untuk sumber nutrisi. Mekanisme

penghambatan bakteri antagonis B. subtilis yaitu melalui antibiosis, persaingan,

dan pemacu pertumbuhan (Elad & Freeman, 2002).

Bacillus subtilis menghasilkan antibiotika yang bersifat racun terhadap

mikroba lain. Antibiotika yang dihasilkan yaitu surfaktin, fengisin, iturin A,

polimiksin, difisidin, subtilin, subtilosin, protein, dan basitrasin. Basitrasin

merupakan polipeptida yang efektif terhadap bakteri gram positif dan bekerja

Page 56: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

40

menghambat pembentukan dinding sel patogen (Soesanto, 2008). Rao (1994) juga

menyatakan bahwa B. subtilis mampu memproduksi antibiotik aterimin dan

basitrasin yang sangat beracun bagi patogen.

Bakteri B. subtilis sudah terbukti sebagai agen pengendali hayati yang

baik. Hal ini dilaporkan pula oleh Djaenuddin, Nonci, & Muis (2014) bahwa

sebanyak 8 isolat bakteri antagonis terbaik yang telah diidentifikasi yaitu B.

subtilis mampu menghambat perkembangan penyakit busuk tongkol Fusarium

moniliforme pada jagung secara in vitro dan in vivo. Hasil penelitian Aini et al.

(2013) bahwa B. subtilis mampu menghasilkan enzim degradatif makromolekul

yang bisa menghancurkan dinding sel kapang seperti protease dan beberapa enzim

yang disekresikan pada medium seperti amylase, α-glukanase, xilanase, kitinase

dan protease.

Hasil analisis fragmen DNA pada isolat bakteri UB1 menunjukan bahwa

isolat tersebut memiliki panjang basa sebesar 1419 bp dan memiliki simililaritas

dengan P. nitroreducens (Tabel 9). Berdasarkan uji karakteristik makroskopis dan

mikroskopis pada isolat UB1, isolat ini termasuk bakteri gram negatif, dengan

koloni yang berwarna putih (Gambar 15), memiliki bentuk circular dengan tepi

lobate, elevasi yang plateau dan secara mikroskopis selnya berbentuk batang.

Gambar 15. Karakteristik isolat UB1. A. Makroskopis UB1; B. Mikroskopis UB1

Kelompok bakteri Pseudomonas memiliki bentuk kokobasil, tepi rata,

cembung, mengkilap, semi trasnlusens, berdiameter 1-2 mm memiliki 2-3 flagel,

dan merupakan bakteri gram negatif. Karakter spesifik pada Pseudomonas yaitu

berbentuk batang lurus, motil, dan tidak melakukan fermentasi (Buchanan &

Gibbon, 1974). Madigan, Martinko, & Parker (2003) menyatakan bahwa

kelompok Pseudomonas mampu memproduksi senyawa yang menghambat

pertumbuhan patogen.

Page 57: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

41

Bakteri Pseudomonas banyak digunakan untuk mengendalikan patogen

tular tanah. Bakteri kelompok ini dapat menghasilkan siderophore pseudobactin

yang dapat menghambat perkembangan patogen (Thomashow & Weller, 1990).

Bakteri antagonis ini juga dapat menghasilkan senyawa yang bersifat fungisidal

dan berkompetisi dengan patogen dalam pemanfaat Fe (Singh et al., 1999).

Kompetisi Fe merupakan salah satu faktor dalam aktivitas pengendalian hayati,

jumlah Fe dalam media sangat mempengaruhi keefektifan mikroba antagonis

dalam menekan pertumbuhan kapang Fusarium sp. (Segara et al., 2010).

Singh et al. (1999) juga menjelaskan bahwa bakteri Pseudomonas paling

berpengaruh dalam menekan pertumbuhan kapang Fusarium sp. karena bakteri ini

mampu menghasilkan beberapa jenis metabolit yang bersifat fungisidal. Beberapa

senyawa yang dihasilkan oleh bakteri Pseudomonas yaitu sideropore

(pyoverdine), 2,4-Diacetylphoroglucinol, pyoluteorin, monoacetylphloroglucinol,

dan asam salisilat (Haas & Defago, 2005). Bakteri juga bersifat indofitik yang

akan menginduksi ketahanan tanaman terhadap infeksi patogen (Kavino et al.,

2007).

Page 58: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

42

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan,

sebagai berikut:

1. Isolat bakteri yang sangat berpotensi dalam menghambat pertumbuhan

kapang Fusarium sp. yaitu isolat AB3, TB2, dan UB1.

2. Isolat AB3, TB2, dan UBI memiliki nilai persentase hambatan sebesar

46,80%, 40,24%, dan 35,11%.

3. Isolat AB3 dan TB2 memiliki kemiripan dengan bakteri Bacillus subtilis

dengan tingkat kemiripan sebesar 99,75% dan 100% sedangkan isolat UB1

memiliki kemiripan dengan bakteri Pseudomonas nitroreducens dengan

tingkat kemiripan sebesar 89,35%.

5. 2. Saran

Saran yang dapat ditambahkan berdasarkan hasil penelitian ini yaitu perlu

dilakukan penelitian lanjutan mengenai kemampuan 3 isolat bakteri antagonis

terbaik dalam menghambat Fusarium sp. secara in vivo.

Page 59: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

43

DAFTAR PUSTAKA

Aak. (2004). Pedoman bertanam bawang. Yogyakarta: Kanisius.

Adam, D. J. (2004). Fungal cell wall chitinases and glucanases. Microbiology,

150, 2029–2035.

Adiyoga, W. (2020). Signifikansi dan potensi produksi bawang merah di

Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,

Kementrian Pertanian.

Aini, F. N., Sukamto, S., Wahyuni, D., Suhesti, R. G., & Ayyunin, Q. (2013).

Penghambatan pertumbuhan Colletotrichum gloeosporioides oleh

Trichoderma harzianum, Trichoderma koningii, Bacillus subtilis dan

Pseudomonas fluorescens. Jurnal Pelita Perkebunan, 29(1), 44–52.

Akihary, C. V., & Kolondam, B. J. (2020). Pemanfaatan gen 16S RNA sebagai

perangkat identifikasi bakteri untuk penelitian-penelitian di Indonesia.

Pharmacon, 9(1), 16–22.

Asril, M. (2011). Kemampuan bakteri tanah dalam menghambat pertumbuhan

Ganoderma boninense dan Fusarium oxysporum secara in vitro dan uji

penghambatan penyakit layu Fusarium pada benih cabai merah (Skripsi).

Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Awami, S. N., Wahyuningsih, S., & Rina, R. (2019). Preferensi petani terhadap

beberapa varietas bawang merah kasus Desa Pasir, Kecamatan Mijen,

Kabupaten Demak. Jurnal Agriculture, 31(2), 147–158.

Bennertt, R. S., Hutmacher, R. B., & Davis, D. (2008). Seed transmission of

Fusarium oxysporum f. sp. vasinfectum race 4 in California. The Journal of

Cotton Science, 12, 160–164.

Bernadip, B. R., Hadiwiyono, & Sudadi, S. (2014). Keanekaragaman jamur dan

bakteri rizosfer bawang merah terhadap patogen moler. Jurnal Ilmu Tanah

Dan Agroklimatologi, 11(1).

Buchanan, R., & Gibbon, E. (1974). Bergey’s manual of determinative

bacteriology, 8th edition. USA: The Williams & Wilkins Co, Inc.

Cappucino, J. G., & Sherman, N. (2011). Microbiology a laboratory manual (9th

ed.). San Francisco: Benjamin Cumming.

Chen, J. P., & Lee, M. S. (1994). Simultaneous production and partition of

chitinase during growth of Serratia marcescens in an aqueous two phase

system. Biotech, 8(11), 783–788.

Chen, Y. L., Lee, C. C., Lin, Y. L., Yin, K. M., Ho, C. L., & Liu, T. (2015).

Page 60: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

44

Obtaining long 16S rDNA sequences using multiple primers and its

application on dioxin-containing samples. BMC Bioinformatics, 16(18).

Clarridge, J. E. (2004). Impact of 16S rRNA gene sequence analysis for

identification of bacteria on clinical microbiology and infectious diseases.

Clin Microbiology Rev, 17(4), 840–862.

Dewi, I. M. (2008). Isolasi bakteri dan uji aktivitas kitinase termofilik kasar dari

sumber air panas tinggi raja, Simalungun, Sumatera Utara (Tesis). Program

Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Djaenuddin, N., Nonci, N., & Muis, A. (2014). Viabilitas dan uji formulasi

bakteri antagonis sebagai biopestisida pengendalian penyakit hawar upih

daun Rhizoctonia solani dan bercak daun Bipolaris maydis. Laporan Akhir

Tahun. Maros, Balai Penelitian Tanaman Serealia.

Djatnika, I., Sunyoto, & Eliza, E. (2003). Peranan Pseudomonas fluorescens MR

96 pada penyakit layu Fusarium tanaman pisang. Jurnal Hortikultura, 13(3),

212–218.

Djatnika, I. (2012). Seleksi bakteri antagonis untuk mengendalikan layu Fusarium

pada tanaman Phalaenopsis. Jurnal Hortikultura, 22(3), 276–284.

Elad, Y., & Freeman, S. (2002). Biological control of fungal plant pathogen.

Berlin: Springer-Verlag.

Fety, S. K., & Murkalina, M. (2015). Uji antagonis jamur rizosfer isolat lokal

terhadap Phytophthora sp. yang diisolasi dari batang langsat (Lansium

domesticum Corr.). Protobiont, 4(1), 218–225.

Firmansyah, M. A., & Anto, A. (2013). Teknologi budidaya bawang merah lahan

marjinal di luar musim. Palangka Raya: Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Kalimantan Tengah.

Fitriani, M. L., Wiyono, S., & Sinaga, M. S. (2019). Potensi kolonisasi mikoriza

arbuskular dan cendawan endofit untuk pengendalian layu Fusarium pada

bawang merah. Jurnal Fitopatologi Indonesia, 15(6), 228–238.

Green, A. T., Healy, M. G., & Healy, A. (2005). Production of chitinolytic by

Serratia marcescens QMB1466 using various chitinous substrates. J Chem

Tech and Biotech, 80, 28–34.

Gunadi, N., & Suwandi, S. (1989). Pengaruh dosis dan waktu aplikasi pemupukan

fosfat pada tanaman bawang merah kultivar Sumenep. Jurnal Hortikultura,

18(22), 98–106.

Haas, D., & Defago, G. (2005). Biological control of soil borne pathogens by

Fluorescent pseudomonas. Natural Review of Microbiology, 3, 307–319.

Haggag, W. M., & Mohamed, H. A. A. (2007). Biotechnological aspects of

Page 61: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

45

microorganism used in plant biological control. Am-Eurasian Journal

Sustainable Agriculture, 17–12.

Hatmanti, A. (2000). Pengenalan Bacillus sp. Oseana, 25(1), 31–41.

Herdyastuti, N., Raharjo, T. J., Mudasir, & Matsjeh, S. (2009). Chitinase and

chitinolytic microorganism: isolation, characterization and potential. Indo J

Chem, 9(1), 37–47.

Hidayat, A., & Rosliani, R. (1996). Pengaruh pemupukan N, P, dan K pada

pertumbuhan dan produksi bawang merah kultivar Sumenep. Jurnal

Hortikultura, 5(5), 39–43.

Hidayat, A., & Sumarni, N. (2005). Budidaya bawang merah. Lembang: Balai

Penelitian Tanaman Sayuran.

Hidayat, A., Rosliani, R., Sumarni, N., Moekasan, T. K., Suryaningsih, E. S., &

Putusambagi, S. (2004). Pengaruh varietas dan paket pemupukan terhadap

pertumbuhan dan hasil bawang merah. Laporan Hasil Panel. Balitsa,

Lembang.

Hong, S., & Farrance, C. E. (2016). Is it essential to sequence the entire 16S rRNA

gene for bacterial identification? (pp. 1–13). European Pharmaceutical

Review, Desember. https://media.europeanpharmaceuticalreview.com/wp-

content/upload/Is-it-essential-to-sequence-the-entire-16S-rRNA-gene-for-

bacterial-identification-SH-and-CF-MJ.pdf

Judoamidjojo, M., Abdul, A. D., & Endang, G. S. (1992). Teknologi fermentasi.

Jakarta : Rajawali Press.

Jusuf, M. (2001). Genetika 1: struktur dan ekspresi gen. Bogor: IPB Press.

Kavino, M., Harish, S., Kumar, N., Saravanakum, Damodaran, & Samiyappan, R.

(2007). Rhizopere and endophytic bacteria for induction of system resistance

of banana plantlets against bunchy top virus. Soil Biol and Biochem, 39(5),

1087–1098.

Kepel, B & Fatimawali, F. (2015). Penentuan Jenis dengan analisis gen 16S rRNA

dan uji daya reduksi bakteri resisten merkuri yang diisolasi dari feses pasien

dengan tambalan amalgam merkuri di Puskesmas Bahu Manado. Jurnal

Kedokteran Yarsi, 23(1), 45–55.

Kuk, J. H., Jung, W. J., Jo, G. H., Ahn, J. S., Kim, K. Y., Park, R. D. (2004).

Selective preparation of N-acetylchitobiose from chitin using a crude enzyme

preparation from Aeromonas sp. Biotechnology Letters, 27, 7–11.

Lau, S. K. P., Woo, P. C. Y., Teng, J. L. L, Leung, K. W., & Yuen, K. Y. (2002).

Identification by 16S ribosomal RNA gene sequencing of Arcobacter

butzleri bacteraemia in a patient with acute gangrenous appendicitis. J Clin

Pathol: Mol Pathol, 55, 182–185.

Page 62: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

46

Madigan, M. T., Martinko, J. M., & Parker, J. (2003). Biology of microorganisms

edition 9th. USA: Pearson Education, Inc.

Maggadani, B. P., Setyahadi, S., & Harmita, H. (2017). Skrining dan evaluasi

aktivitas kitinase dari sembilan isolate bakteri local. Pharm Sci Res, 4(1),

2407–2354.

Melysa, Fajrin, N., Suharjono & Dwiastuti, M. E. (2013). Potensi Trichoderma sp.

sebagai agen pengendali Fusarium sp. patogen tanaman strawberry

(Fragaria sp.). Jurnal Biotropika, 1(4).

Mihardjo, A., & Majid, A. (2008). Pengendalian penyakit layu pada pisang

dengan bakteri antagonis Pseudomonas fluorescens dan Bacillus subtilis.

Jurnal Pengendalian Hayati, 1, 26–31.

Mori, M., M. Aoyama., S. Doi, A. Kanetoshi., & T. H. (1997). Antifungal activity

of bark extracts of deciduous trees. Holzs Als Rohund Werkstoff Springer-

Verlag, 55, 130–132.

Mostert, L., Crous, P. W., Kang, J. C., & Philips, A. J. L. (2001). Species of

Phomopsis and Libertella sp. occuring on grapevines with specific reference

to South Africa: morphological, cultural, molecular and pathological

characterization. Mycologia, 93, 146–167.

Mukarlina, Khotimah, S., & Rianti, R. (2010). Uji antagonis Trichoderma

harzianum terhadap Fusarium spp. penyebab penyakit layu pada tanaman

cabai (Capsicum annuum) secara in vitro. Jurnal Fitomedika, 7(2), 80–85.

Ngatimin, S. N. A., Ratnawati, & Syamsia, S. (2019). Penyakit benih dan teknik

pengendaliannya. Yogyakarta: Leutikaprio.

Nugraheni, E. S. (2010). Karakterisasi biologi isolat-isolat Fusarium spp. pada

tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) asal Boyolali (Skripsi).

Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Nugroho, B., Astriani, D., & Mildaryani, W. (2011). Variasi virulensi isolat

Fusarium spp. f.sp. cepae pada beberapa varietas bawang merah. Agrin,

15(1), 8–17.

Nugroho, B. (2013). Optimalisasi konsentrasi mikrokonidium dalam formulasi

agens hayati Fusarium oxysporium f. sp. cepae avirulen dan dosis

penggunaannya untuk pengendalian penyakit moler pada bawang merah.

Jurnal Agrisains, 4(6), 10–19.

Octriana, L. (2011). Potensi agen hayati dalam menghambat pertumbuhan

Phytium sp. secara in vitro. Buletin Plasma Nutfah, 17, 138–142.

Park, S. H., Lee, J., & Lee, H. K. (2000). Purification and characterization of

chitinase from a marine bacterium, Vibrio sp. 98CJ11027. Journal of

Microbiology, 38(4), 224–229.

Page 63: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

47

Patil, R. S., Ghormade, V., & Deshpande, D. (1999). Chitinolytic enzymes.

Exploration, Enzyme, and Microbial Technology, 26(2), 473–483.

Pusat Data & Sistem Informasi Pertanian. (2016). Outlook komoditas pertanian

sub sektor hortikultura. Jakarta: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian,

Kementrian Pertanian.

Rabinowitch, H. D., & Currah, L. (2002). Allium crop science. Inggris: CAB

International Wallingford Oxon (UK).

Rahayuniati, R. F., & Mugiastuti, E. (2012). Keefektifan Bacillus sp. dan

Pseudomonas fluorescens mengendalikan Fusarium spp. f.sp. lycopersici dan

Meloidogyne sp. penyebab penyakit layu pada tomat secara in vitro (Skripsi).

Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Rahmawati. (2011). Identifikasi gen transgenic pada kedelai impor dan tempe di

kota Malang (Skripsi). Universitas Brawijaya, Malang.

Rao, S. N. S. (1994). Mikroorganisme tanah dan pertumbuhan tanaman. Jakarta:

UI Press.

Rinanda, T. (2011). Analisis sekuensing 16S RRNA di bidang mikrobiologi.

Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 11(3), 172–177.

Samadi, B, & Cahyono, B. (2005). Bawang merah intensifikasi usaha tani.

Yogyakarta: Kanisius.

Santoso, S. E., Soesanto, L., & Haryanto, T. A. D. (2007). Penekanan hayati

penyakit moler pada bawang merah dengan Trichoderma harzianum,

Trichoderma koningii dan Pseudomonas fluorescens P60. Jurnal Hama Dan

Penyakit Tumbuhan Tropika, 7(1), 53–61.

Sarah, S. (2018). Isolasi dan uji potensi isolat bakteri dari limbah cair kelapa sawit

sebagai agen pengendali hayati jamur patogen Fusarium spp. pada tanaman

cabai (Capsicum annuum L.) (skripsi). Program Studi Biologi, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara,

Medan.

Sari, W., Wiyono, S., Nurmansyah, A., Munif, A., & Poerwanto, R. (2017).

Keanekaragaman dan patogenisitas Fusarium spp. asal beberapa kultivar

pisang. Jurnal Fitopatologi, 13(6), 216–228.

Sastrahidayat, I. R. (2011). Fitopatologi: ilmu penyakit tumbuhan. Malang:

Universitas Brawijaya Press.

Segara, G., Cassanova, E., Aviles, M., & Trillas, I. (2010). Trichoderma

asperellum strain T34 controls Fusarium wilt disease in tomato plants in

soilless culture through competition for iron. Mycrobial Ecology, 59(1), 141–

149.

Page 64: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

48

Semangun. (2004). Penyakit-penyakit tanaman hortikultura di Indonesia.

Yogyakarta: UGM Press.

Setia, I. N., & Suharjono, S. (2015). Chitinolytic assay and identification of

bacteria isolated from shrimp waste based on 16S rDNA sequences.

Advances in Microbiology, 5, 541–548.

Setiyo, I. E. (2001). Pemetaan dan keragaman genetic RAPD pada kelapa sawit

pancur (RISPA) (Tesis). PPS IPB, Bogor.

Shu-Mei, Z., Chang-Qing, S., Yu-Xia, W., Jing, L., Xiao-Yu, Z., Xian-Cheng, Z.

(2008). Isolation and characteristic of antifungal endophytic bacteria from

soybean. Microbiology, 35(10), 1593–1599.

Sinaga, M. S. (2003). Dasar-dasar ilmu penyakit tumbuhan. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Singh, P. P., Shin, Y. C., Park, C. S., & Chung, Y. R. (1999). Biological control of

Fusarium wilt of cucumber by chitinolytic bacteria. Phytopathology, 89, 92–

99.

Sjafarenan, Lolodatu, H., Johannes, E., Agus, R, & Sabran, A. (2018). Profil DNA

gen Follicle Stimulating Hormone Reseptor (FSHR) pada wanita akne

dengan teknik PCR dan sekuensing DNA. Jurnal Biologi Makassar, 3(1), 1–

11.

Soesanto, L., Rokhlani, & Prihatiningsih, N. (2008). Penekanan beberapa

mikroorganisme antagonis terhadap penyakit layu fusarium gladiol. Agrivita,

30(1), 75–83.

Soesanto, L. (2008). Pengantar pengendalian hayati penyakit tanaman edisi

kedua. Jakarta: Rajawali Pers.

Soesanto L. & Termorshuizen A. J. (2001). Potensi Pseudomonas fluorescens P60

sebagai agensia hayati jamur-jamur patogen tular tanah. Prosiding Kongres

XIV Dan Seminar Nasional PI, Bogor, 183–186.

Sopialena. (2018). Pengendalian hayati dengan memberdayakan potensi mikroba.

Samarinda: Mulawarman University Press.

Spindler, K. D. (1997). Chitinase and chitosanase assays, in: Muzarelli, R. A. A &

Peter, M. G. Chitin handbook. Alda Techograf.

Sumarni, N., & Hidayat, A. (2005). Budidaya bawang merah. Bandung: Balai

Penelitian Tanaman Sayuran.

Sumartini. (2012). Penyakit tular tanah (Sclerotium rolfsii dan Rhizoctonia solani)

pada tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian & cara pengendaliannya.

Jurnal Litbang Pertanian, 31, 27–34.

Page 65: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

49

Suryadi, Y., Priyatno, T. P., Susilowati, D. N., Samudra, I. M., Yudhistira, N., &

Purwakusumah, E. D. (2013). Isolasi dan karakterisasi kitinase asal Bacillus

cereus 11 UJ. Jurnal Biologi Indonesia, 9(1), 51–62.

Suryadi, Y. (2009). Efektivitas Pseudomonas fluorescens terhadap penyakit layu

bakteri (Ralstonia solanacearum) pada tanaman kacang tanah. Jurnal Hama

Dan Penyakit Tumbuhan Tropika, 9(2), 174–180.

Suryanto, D., Irawati, N., & Munir, E. (2011). Isolation and characterization of

chitinolytic bacteria and their potential to inhibit plant pathogenic fungi.

Microbiology Indonesia, 5(2), 144–148.

Susi. (2002). Isolasi kitinase dari Scleroderma columnare dan Trichoderma

harzianum. Jurnal Ilmu Dasar, 3(1), 30–35.

Sutarya, R., & Grubben, G. (1995). Pedoman bertanaman sayuran dataran

rendah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Syauqi, A. (2015). Buku petunjuk praktikum mikrobiologi umum. Malang:

Laboratorium Pusat Universitas Islam Malang.

Tabuni, A. (2017). Budidaya tanaman bawang merah (skripsi). Universitas

Merdeka Surabaya, Surabaya.

Thomashow, L. S., & Weller, D. M. (1990). Application of Pseudomonas

fluorescence to control root diseases of wheat and some mechanism od

disease suppression in Hornby. Biological Control of Soil Borne Plant

Pathogems. Int Wallingford, 109–122.

Tjitrosoepomo, G. (2010). Taksonomi tumbuhan obat-obatan. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Udiarto, B. K., Setiawati, W., & Suryaningsih, E. (2005). Pengendalian hama dan

penyakit pada tanaman bawang merah dan pengendaliannya. Panduan

Teknis PPT Bawang Merah No. 2 Balai Penelitian Tanaman Sayuran.

Bandung.

Waluyo, L. (2010). Teknik metode dasar mikrobiologi. Malang: UMM Press.

Wardani, A. K., Arlisyah, A., Fauziah, A., & Fa’ida, T. N. (2017). Identifikasi gen

transgenik pada produk susu bubuk kedelai dan susu formula soya dengan

metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Agritech, 37(3), 237–245.

Weller, D. M. (1998). Biological control of soil-borne plant pathogens in the

rhizosphere with bacteria. Ann. Rev. Phytopathology, 26, 379–407.

Wibowo, S. (2007). Budidaya bawang putih, merah dan bombay. Jakarta: Penebar

Swadata.

Wiyatiningsih, S. (2010). Pengelolaan epidemi penyakit moler pada bawang

Page 66: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

50

merah. Surabaya: UPN Press.

Yulianto, E. (2014). Evaluasi potensi beberapa jamur agen antagonis dalam

menghambat patogen Fusarium sp. pada tanaman jagung (Zea mays L.).

Bengkulu: Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu.

Zaffan, Z. R. (2012). Pengujian formulasi konsorsium bakteri terhadap penyakit

blas leher (neck blast) pada tanaman padi (skripsi). Departemen Biologi,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Page 67: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

51

LAMPIRAN

Lampiran 1. Isolasi Bakteri asal Akar, Daun, Umbi, dan Tanah Tanaman Bawang

Merah

Asal isolat bakteri Gambar

Akar

Daun

Umbi

Tanah

Page 68: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

52

Lampiran 2. Pengujian Antagonis Fusarium sp. dengan Bakteri Antagonis

Isolat

Bakteri

Pengulangan 1 Pengulangan 2 Pengulangan 3

AB1

AB2

AB3

DB1

Page 69: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

53

DB2

DB3

DB4

UB1

UB2

Page 70: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

54

UB3

TB1

TB2

TB3

F

Page 71: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

55

Lampiran 3. Pengukuran Diameter Fusarium sp. pada Pengujian Antagonis

Isolat Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-7

X Y X Y X Y X Y X Y X Y X Y

AB1 0,60 0,60 1,20 2,40 1,50 2,80 1,80 3,00 2,00 3,20 2,00 3,50 2,10 3,50

AB1 0,60 0,60 0,70 1,50 0,90 1,70 1,10 1,90 1,10 2,10 1,70 2,10 1,20 2,40

AB1 0,60 0,60 0,80 1,60 0,90 1,80 1,50 2,00 1,90 2,30 1,90 2,30 2,00 3,20

AB2 0,60 0,60 1,50 1,40 2,50 1,90 3,00 2,40 3,40 3,00 3,50 3,50 4,00 4,20

AB2 0,60 0,60 1,30 1,10 1,70 1,80 2,00 2,50 2,20 3,10 3,00 3,60 2,90 4,00

AB2 0,60 0,60 0,90 1,40 1,50 2,10 2,10 2,80 3,00 3,30 3,00 4,00 3,00 4,60

AB3 0,60 0,60 0,60 0,60 0,70 0,70 0,90 0,90 2,20 1,80 2,20 2,00 2,20 2,00

AB3 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,70 0,70 1,30 1,40 1,30 1,40 1,30 1,40

AB3 0,60 0,60 1,20 1,20 1,60 1,60 1,80 1,80 2,00 1,90 2,20 1,90 2,20 1,90

DB1 0,60 0,60 1,30 1,70 1,60 2,10 1,90 2,50 2,40 3,70 2,90 4,10 2,90 4,10

DB1 0,60 0,60 1,70 1,50 2,00 1,90 2,10 2,30 2,20 2,90 2,30 3,20 1,90 4,50

DB1 0,60 0,60 1,50 1,60 1,90 1,90 2,30 2,20 2,50 2,80 2,90 3,10 2,80 4,10

DB2 0,60 0,60 1,50 1,80 1,70 2,10 1,80 2,30 1,90 2,80 2,90 3,10 2,10 3,30

DB2 0.60 0.60 1,00 1,10 1,20 1,30 1,20 1,30 1,20 1,30 1,20 1,30 1,20 1,30

DB2 0,60 0,60 1,60 1,70 1,90 2,10 2,20 2,50 2,30 2,70 2,40 3,90 2,40 4,40

DB3 0,60 0,60 1,10 1,10 1,90 1,90 3,30 2,70 3,90 3,50 2,00 3,00 2,00 3,00

DB3 0,60 0,60 1,00 1,70 3,00 2,40 3,10 2,40 3,10 3,10 2,00 3,50 2,00 4,50

DB3 0,60 0,60 1,60 1,60 1,80 1,80 1,90 1,90 2,00 2,00 2,10 2,20 1,80 2,20

DB4 0,60 0,60 1,50 1,60 1,80 1,90 2,00 2,10 2,00 2,80 2,00 2,90 2,10 4,00

DB4 0,60 0,60 0,80 0,90 1,20 1,10 1,90 1,80 1,90 2,10 1,90 2,20 2,20 2,30

Page 72: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

56

DB4 0,60 0,60 0,80 1,60 1,20 1,90 1,50 2,10 1,80 2,20 1,80 2,90 2,00 4,50

UB1 0,60 0,60 0,80 0,70 1,40 1,10 1,60 1,50 1,80 2,10 2,10 2,50 2,10 2,70

UB1 0,60 0,60 1,20 0,80 1,60 1,20 1,90 1,80 2,20 2,30 2,20 2,30 2,40 3,00

UB1 0,60 0,60 1,00 1,50 1,50 1,70 1,50 1,70 1,50 1,70 1,60 1,70 1,50 1,60

UB2 0,60 0,60 1,70 1,90 1,80 2,00 1,90 2,30 2,00 3,10 2,30 3,50 2,50 4,70

UB2 0,60 0,60 1,70 1,40 1,80 1,50 2,00 2,40 2,20 3,20 2,50 3,50 2,40 4,30

UB2 0,60 0,60 1,60 1,80 1,70 1,90 2,60 2,40 3,00 3,00 3,00 3,40 2,60 4,20

UB3 0,60 0,60 1,50 1,50 2,10 2,00 2,60 2,50 3,00 3,00 3,10 3,30 3,40 3,50

UB3 0,60 0,60 1,50 2,00 2,00 2,20 2,40 2,60 3,00 3,30 3,10 3,90 3,10 4,10

UB3 0,60 0,60 1,50 1,40 1,80 1,70 2,10 2,00 2,50 2,70 2,80 3,20 3,00 4,00

TB1 0,60 0,60 0,70 0,60 1,00 1,00 1,30 1,50 1,60 1,90 1,00 1,60 1,00 1,60

TB1 0,60 0,60 0,70 1,00 1,00 1,20 1,50 1,70 1,70 2,70 1,90 3,40 1,90 3,40

TB1 0,60 0,60 1,00 1,60 1,20 2,10 2,70 2,50 3,10 2,60 2,20 3,30 2,00 4,10

TB2 0,60 0,60 1,20 1,10 1,40 1,30 1,60 1,50 2,00 2,00 2,00 2,40 1,90 2,90

TB2 0,60 0,60 0,80 1,30 1,20 1,70 1,60 2,10 2,00 2,70 2,30 3,00 2,20 3,60

TB2 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 1,00 1,20 1,30 1,50 1,50 1,70

TB3 0,60 0,60 1,50 1,80 1,80 2,00 2,10 2,20 2,60 3,00 2,80 3,40 3,40 3,90

TB3 0,60 0,60 1,00 1,50 2,00 1,90 2,30 2,10 2,30 2,70 2,90 3,20 3,00 3,70

TB3 0,60 0,60 1,30 1,60 1,70 1,80 2,00 2,00 2,00 2,80 2,00 3,20 1,90 3,10

F 1,10 1,00 1,60 1,50 2,10 2,00 2,50 2,60 2,90 3,00 3,50 3,60 3,70 3,90

F 0,80 0,60 1,00 1,30 1,60 1,90 2,30 2,50 3,10 3,20 3,80 3,90 4,90 4,90

F 0,70 1,10 0,90 1,50 1,90 1,90 2,50 2,30 2,80 3,50 4,10 4,30 4,50 4,60

Keterangan: F (Diameter Fusarium sp. Kontrol)

Page 73: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

57

Lampiran 4. Pengukuran Zona Hambat Fusarium sp. dengan Rumus (X+Y)/2

Isolat Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-7

AB1 0,60 1,80 2,15 2,40 2,60 2,75 2,80

AB1 0,60 1,10 1,30 1,50 1,60 1,90 1,80

AB1 0,60 1,20 1,35 1,75 2,10 2,10 2,60

AB2 0,60 1,45 2,20 2,70 3,20 3,50 4,10

AB2 0,60 1,20 1,75 2,25 2,65 3,30 3,45

AB2 0,60 1,15 1,80 2,45 3,15 3,50 3,80

AB3 0,60 0,60 0,70 0,90 2,00 2,10 2,10

AB3 0,60 0,60 0,60 0,70 1,35 1,35 1,35

AB3 0,60 1,20 1,60 1,80 1,95 2,05 2,05

DB1 0,60 1,50 1,85 2,20 3,05 3,50 3,50

DB1 0,60 1,60 1,95 2,20 2,55 2,75 3,20

DB1 0,60 1,55 1,90 2,25 2,65 3,00 3,45

DB2 0,60 1,65 1,90 2,05 2,35 3,00 2,70

DB2 0,60 1,05 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25

DB2 0,60 1,65 2,00 2,35 2,50 3,15 3,40

DB3 0,60 1,10 1,90 3,00 3,70 2,50 2,50

DB3 0,60 1,35 2,70 2,75 3,10 2,75 3,25

DB3 0,60 1,60 1,80 1,90 2,00 2,15 2,00

DB4 0,60 1,55 1,85 2,05 2,40 2,45 3,05

DB4 0,60 0,85 1,15 1,85 2,00 2,05 2,25

Page 74: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

58

DB4 0,60 1,20 1,55 1,80 2,00 2,35 3,25

UB1 0,60 0,75 1,25 1,55 1,95 2,30 2,40

UB1 0,60 1,00 1,40 1,85 2,25 2,25 2,70

UB1 0,60 1,25 1,60 1,60 1,60 1,65 1,55

UB2 0,60 1,80 1,90 2,10 2,55 2,90 3,60

UB2 0,60 1,55 1,65 2,20 2,70 3,00 3,35

UB2 0,60 1,70 1,80 2,50 3,00 3,20 3,40

UB3 0,60 1,50 2,05 2,55 3,00 3,20 3,45

UB3 0,60 1,75 2,10 2,50 3,15 3,50 3,60

UB3 0,60 1,45 1,75 2,05 2,60 3,00 3,50

TB1 0,60 0,65 1,00 1,40 1,75 1,30 1,30

TB1 0,60 0,85 1,10 1,60 2,20 2,65 2,65

TB1 0,60 1,30 1,65 2,60 2,85 2,75 3,05

TB2 0,60 1,15 1,35 1,55 2,00 2,20 2,40

TB2 0,60 1,05 1,45 1,85 2,35 2,65 2,90

TB2 0,60 0,60 0,60 0,60 1,10 1,40 1,60

TB3 0,60 165 1,90 2,15 2,80 3,10 3,65

TB3 0,60 1,25 1,95 2,20 2,50 3,05 3,35

TB3 0,60 1,45 1,75 2,00 2,40 2,60 2,50

F 1,05 1,55 2,05 2,55 2,95 3,55 3,80

F 0,70 1,15 1,75 2,40 3,15 3,85 4,90

F 0,90 1,20 1,90 2,40 3,15 4,20 4,55

Page 75: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

59

Lampiran 5. Rata-Rata Pengukuran Zona Hambat Fusarium sp.

Isolat Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-7 Total Rata-Rata St.dev

AB1 0,60 1,37 1,60 1,88 2,10 2,25 2,40 1,74 0,39

AB2 0,60 1,26 1,91 2,46 3,00 3,43 3,78 2,35 0,19

AB3 0,60 0,80 0,96 1,13 1,76 1,83 1,83 1,27 0,34

DB1 0,60 1,55 1,90 2,21 2,75 3,08 3,38 2,21 0,10

DB2 0,60 1,45 1,71 1,88 2,03 2,46 2,45 1,80 0.59

DB3 0,60 1,35 2,13 2,55 2,93 2,46 2,58 2,09 0,33

DB4 0,60 1,20 1,51 1,90 2,13 2,28 2,85 1,78 0,23

UB1 0,60 1,00 1,42 1,67 1,93 2,07 2,22 1,56 0,16

UB2 0,60 1,68 1,78 2,26 2,75 3,03 3,45 2,22 0,08

UB3 0,60 1,56 1,96 2,36 2,91 3,23 3,51 2,30 0,16

TB1 0,60 0,93 1,25 1,86 2,26 2,23 2,33 1,64 0,49

TB2 0,60 0,93 1,13 1,33 1,81 2,08 2,30 1,45 0,47

TB3 0,60 1,45 1,86 2,11 2,56 2,91 3,16 2,09 0,18

F 0,88 1,30 1,90 2,45 3,08 3,86 4,41 2,55 0,06

Page 76: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

60

Lampiran 6. Persentase Daya Hambat Fusarium sp. oleh Bakteri Antagonis

Isolat Hari

ke-1

Hari

ke-2

Hari

ke-3

Hari

ke-4

Hari

ke-5

Hari

ke-6

Hari

ke-7 Total Rata-rata St.dev Rata-rata sesuai asal isolat

AB1 31,82 -5,13 15,79 23,13 31,82 41,71 45,58 26,39 17,22

27,35 AB2 31,82 3,08 -0,53 -0,41 2,60 11,14 14,29 8,85 11,61

AB3 31,82 38,46 49,47 53,88 42,86 52,59 58,50 46,80 9,46

DB1 31,82 -19,23 0,00 9,80 10,71 20,21 23,36 10,95 16,87

18,90 DB2 31,82 -11,54 10,00 23,27 34,09 36,27 44,44 24,05 19,11

DB3 31,82 -3,85 -12,11 -4,08 4,87 36,27 41,50 13,49 22,28

DB4 31,82 7,69 20,53 22,45 30,84 40,93 35,37 27,09 11.09

UB1 31,82 23,08 25,44 31,97 37,23 46,46 49,74 35,11 10,05

17,67 UB2 31,82 -29,23 6,32 7,76 10,71 21,50 21,77 10,09 19,60

UB3 31,82 -20,00 -3,16 3,67 5,52 16,32 20,41 7,80 16,95

TB1 31,82 28,46 34,21 24,08 26,62 42,23 47,17 33,51 8,44

29,64 TB2 31,82 28,46 40,53 45,71 41,23 46,11 47,85 40,24 7,45

TB3 31,82 -11,54 2,11 13,88 16,88 24,61 28,34 15,16 15,43

Page 77: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

61

Lampiran 7. Isolat Bakteri Antagonis secara Makroskopis dan Mikroskopis

Isolat Gambar

Makroskopis Mikroskopis

AB1

AB3

DB2

DB3

DB4

Page 78: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

62

UB1

TB1

TB2

TB3

Page 79: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

63

Lampiran 8. Pengujian Kitinase Kualitatif pada Bakteri Antagonis

Isolat Bakteri Pengulangan 1 Pengulangan 2 & 3

AB1

AB3

DB2

DB3

DB4

Page 80: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

64

UB1

TB1

TB2

TB3

Page 81: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

65

Lampiran 9. Pengukuran Indeks Kitinolitik pada Uji Kitinase Kualitatif

Isolat

Diameter

Koloni Zona Bening

Indeks Kitinolitik St.dev

X Y X Y

AB1 1,90 1,80 3,00 2,30

1,59 0,14 AB1 1,30 1,00 2,00 1,80

AB1 1,40 1,30 2,30 2,20

AB3 4,50 3,20 4,90 4,20

1,17 0,13 AB3 2,20 2,80 3,00 3,30

AB3 2,10 2,80 2,20 2,80

DB2 1,40 0,80 0,00 0,00

0,00 0,00 DB2 0,90 0,60 0,00 0,00

DB2 1,10 1,10 0,00 0,00

DB3 2,70 2,60 3,30 3,20

1,25 0,03 DB3 1,40 1,80 1,90 2,20

DB3 1,80 1,50 2,30 1,80

DB4 1,20 1,20 1,60 1,20

1,17 0,03 DB4 1,00 1,00 1,20 1,20

DB4 1,10 1,00 1,20 1,20

UB1 1,20 1,00 0,00 0,00

0,00 0,00 UB1 1,10 1,00 0,00 0,00

UB1 1,10 1,00 0,00 0,00

TB1 0,90 0,90 0,00 0,00

0,00 0,00 TB1 1,10 1,10 0,00 0,00

TB1 0,90 0,90 0,00 0,00

TB2 1,00 0,90 0,00 0,00

0,00 0,00 TB2 1,50 1,60 0,00 0,00

TB2 2,20 2,10 0,00 0,00

TB3 2,20 1,80 3,40 3,10

1,55 0,16 TB3 3,10 3,90 4,50 5,00

TB3 2,60 3,20 4,50 5,10

Page 82: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

66

Lampiran 10. Pengukuran Nilai Absorbansi pada Uji Kitinase Kuantitatif

Isolat Nilai absorbansi Aktivitas kitinase Rata-

rata St.dev.

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2

AB1 0,050 0,059 0,779 0,884 0,831 0,074

AB3 0,036 0,429 0,616 5,186 2,901 3,231

DB2 0,056 0,058 0,849 0,872 0,860 0,016

DB3 0,034 0,040 0,593 0,663 0,628 0,049

DB4 0,060 0,073 0,895 1,047 0,971 0,107

UB1 0,051 0,481 0,791 5,791 3,291 3,536

TB1 0,036 0,158 0,616 2,035 1,326 1,003

TB2 0,035 0,090 0,605 1,244 0,924 0,452

TB3 0,070 0,072 1,012 1,035 1,023 0,016

Page 83: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

67

Lampiran 11. Hasil Identifikasi Isolat Bakteri

Isolat Hasil identifikasi

Urutan nukleotida dan jenis (% similarits)

AB3

TAAGGGGCGGAAACCCCCTAACACTTAGCACTCATCGTTTACGGCGTGGACTACCAGGGTATCTAATCCTGTTCGCT

CCCCACGCTTTCGCTCCTCAGCGTCAGTTACAGACCAGAGAGTCGCCTTCGCCACTGGTGTTCCTCCACATCTCTAC

GCATTTCACCGCTACACGTGGAATTCCACTCTCCTCTTCTGCACTCAAGTTCCCCAGTTTCCAATGACCCTCCCCGGT

TGAGCCGGGGGCTTTCACATCAGACTTAAGAAACCGCCTGCGAGCCCTTTACGCCCAATAATTCCGGACAACGCTT

GCCACCTACGTATTACCGCGGCTGCTGGCACGTAGTTAGCCGTGGCTTTCTGGTTAGGTACCGTCAAGGTACCGCCC

TATTCGAACGGTACTTGTTCTTCCCTAACAACAGAGCTTTACGATCCGAAAACCTTCATCACTCACGCGGCGTTGCT

CCGTCAGACTTTCGTCCATTGCGGAAGATTCCCTACTGCTGCCTCCCGTAGGAGTCTGGGCCGTGTCTCAGTCCCAG

TGTGGCCGATCACCCTCTCAGGTCGGCTACGCATCGTTGCCTTGGTGAGCCGTTACCTCACCAACTAGCTAATGCGC

CGCGGGTCCATCTGTAAGTGGTAGCCGAAGCCACCTTTTATGTTTGAACCATGCGGTTCAAACAACCATCCGGTATT

AGCCCCGGTTTCCCGGAGTTATCCCAGTCTTACAGGCAGGTTACCCACGTGTTACTCACCCGTCCGCCGCTAACATC

AGGGAGCAAGCTCCCATCTGTCCGCTCGACTTGCATAGTTTAAGGCCTG

Bacillus subtilis (99,75% homologi)

TB2

CTAAGGGGCGGAAACCCCCTAACACTTAGCACTCATCGTTTACGGCGTGGACTACCAGGGTATCTAATCCTGTTCGC

TCCCCACGCTTTCGCTCCTCAGCGTCAGTTACAGACCAGAGAGTCGCCTTCGCCACTGGTGTTCCTCCACATCTCTAC

GCATTTCACCGCTACACGTGGAATTCCACTCTCCTCTTCTGCACTCAAGTTCCCCAGTTTCCAATGACCCTCCCCGGT

TGAGCCGGGGGCTTTCACATCAGACTTAAGAAACCGCCTGCGAGCCCTTTACGCCCAATAATTCCGGACAACGCTT

GCCACCTACGTATTACCGCGGCTGCTGGCACGTAGTTAGCCGTGGCTTTCTGGTTAGGTACCGTCAAGGTGCCGCCC

TATTTGAACGGCACTTGTTCTTCCCTAACAACAGAGCTTTACGATCCGAAAACCTTCATCACTCACGCGGCGTTGCT

CCGTCAGACTTTCGTCCATTGCGGAAGATTCCCTACTGCTGCCTCCCGTAGGAGTCTGGGCCGTGTCTCAGTCCCAG

TGTGGCCGATCACCCTCTCAGGTCGGCTACGCATCGTCGCCTTGGTGAGCCGTTACCTCACCAACTAGCTAATGCGC

Page 84: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

68

CGCGGGTCCATCTGTAAGTGGTAGCCGAAGCCACCTTTTATGTCTGAACCATGCGGTTCAGACAACCATCCGGTATT

AGCCCCGGTTTCCCGGAGTTATCCCAGTCTTACAGGCAGGTTACCCACGTGTTACTCACCCGTCCGCCGCTAACATC

AGGGAGCAAGCTCCCATCTGTCCGCTCGACTTGCATTGGTTAAGGCCTGGAACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGG

AATCTTCCGCAATGGACGAAAGTCTGACGGAGCAACGCCGCGTGAGTGATGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCTCTG

TTGTTAGGGAAGAACAAGTGCCGTTCAAATAGGGCGGCACCTTGACGGTACCTAACCAGAAAGCCACGGCTAACTA

CGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCGGAATTATTGGGCGTAAA

Bacillus subtilis (100% homologi)

UB1

ACTAAGATCTCAGAAGATCCCTACGGCTAATCGACCTCCGTTACCGGCGTGGACTAACAAGGGAACCAATCCTGGT

TGCTTCCCCACCTTTCCCATCTTCATGTCCATATCCATACAAGAGAGCCCCCTCCCCACTGGGGGTCCTTCCTATATC

CACCCCTTTCCCCGCTACCCCGGAAATTCCACCTCCCTCCACCGGACTCCAGTCACGCCAGTTATGGATGCACCCTC

CACGGTGAACCCGGGGACTTCACATCCATATTACCAAACCACCTACCCACGCTTTACCCCCAGTAATTCCGATTAAC

GCTTGGACCCTTACTATTACCGCCGCTGGTGGCACCAAATTAACCGGTGTGCTTATTCTGTTTGGGAACGTCCAAAC

AACAAGGTATTACCTTACTGCCCTTCCTCCCAACTTAAAGTGCTTTACAATACGAAAACCTTCTTCACACTCGCGGC

ATGGCTGGATCAGGCATTCTCCCATTGTCCAATATTCCCCACTGCTGCCTCCCGTAGGAGTCTGGACCGTGTCTCAG

TTCCAGTGTGACTGATCATCCTCTCAGACCAGTTACGGATCGTCGCCTTGGGAGGCCTTTACCCCACCAACTACTCT

AATCCGACCTAGGCTCATCTGATAGCGCAAGGCCCGAAGGTCCCCTGCTTTCTCCCGTAAGACGTATGCGGTATTAA

CGTTCCTTTCGAAAACGTTGTCCCCCACTACCAGGCAGATTCCTAGGCATTACTCACCCGGCCGCCGCTGAATCATG

GAGCAAGCTCCACTCATCCGCTCGACTTGCATGTGTTTAAGCCTGATGTG

Pseudomonas nitroreducens (89,35% homologi)

Page 85: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI PADA TANAMAN …

69

Lampiran 12. Hasil BLAST Sekuen Gen 16S rRNA Isolat Bakteri

Hasil BLAST Isolat Bakteri AB3

Hasil BLAST Isolat Bakteri TB2

Hasil BLAST Isolat Bakteri UB1