Upload
sidik-nurcahyo
View
163
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
lll
Citation preview
1
ISOLASI DAN UJI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI SENYAWA SAPONIN DARI AKAR PUTRI MALU (Mimosa pudica)
SKRIPSI
Oleh : ARA MIKO JAYA
NIM : 04530001
JURUSAN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2010
2
ISOLASI DAN UJI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI SENYAWA SAPONIN DARI AKAR PUTRI MALU (Mimosa pudica)
SKRIPSI
Diajukan Kepada: Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)
Oleh:
ARA MIKO JAYA NIM: 04530001
JURUSAN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2010
3
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Ara Miko Jaya
NIM : 04530001 Fakultas / Jurusan : Sains dan Teknologi Judul Penelitian : ISOLASI DAN UJI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI
SENYAWA SAPONIN DARI AKAR PUTRI MALU (Mimosa pudica)
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa hasil penelitian saya ini
tidak terdapat unsur-unsur penjiplakan karya penelitian orang lain atau karya ilmiah yang pernah dilakukan atau dibuat oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis dikutip dalam naskah dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila ternyata hasil penelitan ini terbukti terdapat unsur-unsur jiplakan, maka saya bersedia untuk mempertanggung jawabkan, serta diproses sesuai peraturan yang berlaku.
Malang, 3 Agustus 2010
Yang Membuat Pernyataan,
Ara Miko Jaya
NIM. 04530001
4
Lembar Persetujuan
ISOLASI DAN UJI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI SENYAWA AMTIBAKTERI DARI AKAR PUTRI MALU (Mimosa pudica)
SKRIPSI
Oleh : ARA MIKO JAYA
NIM. 04530001
Telah disetujui oleh:
Pembimbing I
Diana Candra Dewi, M. Si NIP. 197707202003122001
Konsultan
Dr. Munirul Abidin, M. Ag NIP.197204202002120003
Malang, 19 April 2010
Mengetahui,
Ketua Jurusan Kimia
Diana Candra Dewi, M. Si NIP. 197707202003122001
5
ISOLASI DAN UJI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI SENYAWA SAPONIN DARI AKAR PUTRI MALU (Mimosa pudica)
SKRIPSI
Oleh: ARA MIKO JAYA
NIM. 04530001
Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi dan Dinyatakan Diterima Sebagai Salah Satu
Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S. Si)
Tanggal, 22 Juli 2010
Susunan Dewan Penguji : Tanda Tangan
1. Penguji Utama : Rini Nafsiati Astuti, M.Pd NIP. 197505312003122003
( ................................. )
2. Ketua Penguji : Elok Kamilah Hayati, M. Si NIP. 197906202006042002
( ................................. )
3. Sekr. Penguji : Diana Candra Dewi, M. Si NIP. 197707202003122001
( ................................. )
4. Anggota Penguji : Dr. Munirul Abidin, M.Ag NIP. 197204202002120003
( ................................. )
Mengetahui dan Mengesahkan Ketua Jurusan Kimia
Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang
Diana Candra Dewi, M.Si. NIP. 197707202003122001
6
MOTTO
Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih kepadaNya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.
7
ABSTRAK
Ara Miko jaya, 2010, Isolasi dan Uji Efektivitas Antibakteri Senyawa Saponin dari Akar Putri Malu (Mimosa pudica), Pembimbing I: Diana Candra Dewi, M.Si, Pembimbing II: Dr. Munirul Abidin, M.Ag.,
Kata Kunci : Akar putri malu, antibakteri, S. aureus, E. coli, KLT preparatif dan KLT Analitik.
Akar putri malu mengandung golongan senyawa alkaloid, flavonoid dan terpenoid. Golongan senyawa-senyawa ini sering dipergunakan sebagai bahan dasar obat moderen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak kasar senyawa saponin dari akar putri malu dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli, mengetahui eluen yang terbaik untuk pemisahan ekstrak kasar saponin dari akar putri malu menggunakan KLT analitik, mengetahui aktivitas isolat saponin hasil KLT preparatif dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli.
Pada penelitian ini ekstraksi senyawa aktif dalam akar putri malu dilakukan dengan metode maserasi dengan pelarut methanol 90 %. Pemisahan senyawa aktif dilakukan dengan metode KLT. Eluen yang digunakan adalah klorofom;metanol;air dengan variasi konsentrasi (13:4:1), (65;50:10), (20:60:4), (20:60:10). Uji antibakteri dilakukan dengan metode difusi cakram terhadap bakteri S. aureus dan E. coli. Identifikasi senyawa saponin triterpenoid menggunakan uji busa dan uji warna Liebermann-Burchard (LB).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak akar putri malu berpotensi sebagai antibakteri karena ekstrak kasar akar putri malu mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus. Pada konsentrasi optimum 200 ppm zona hambat yang dihasilkan adalah 24,6 mm untuk S.aureus dan 19,1 mm untuk E. coli. Eluen terbaik untuk memisahkan saponin triterpenoid pada ekstrak akar putri malu adalah klorofom;metanol;air dengan konsentrasi (20:60:4) dengan 3 noda yang terlihat terpisah yaitu pada Rf berturut-turut 0,125; 0,75 ; 0,812. Mekanisme kerja ekstrak akar putri malu sebagai antibakteri adalah sinergis Hal ini terlihat dari zona hambat, untuk E. coli isoat I = 5,32 mm dan isolat II =2,20 mm, untuk S. aureus isolat I = 1,32 mm dan isolat II = 0,38 mm, sedangkan pada isolat III tidak efektif sebagai anti bakteri.
8
ABSTRACK
Ara Miko Jaya, 2010. Isolation and Antibacterial Efectivity of Saponin Compound of Putri Malu (Mimosa pudica) Root. The first andvisor: Diana Candra Dewi, M.Si, second advisor : Dr. Munirul Abidin, M.Ag.
Key words : Putri malu root, antibactrial, S. aureus, E. coli, TLC.
Putri malu root has apart of alkaloid, flavonoid and terpenoid. This compounds are oftebly used moderen medicine. The aim of this research is know the efectivity of saponin compound from putri malu root to inhibit development bacteria S. aureus and E. Coli, to know the best eluen to separate saponin crude ekstract from putri malu root used analytic TLC, and to know the resih of efectivity preparatife isolate saponin TLC to inhibit bacteria S. aureus and E. coli development.
In this research the active compound ekstract from putri malu root using maserasi methode with metanol 90 %. The methode used in separation of active compoune is TLC methode. The eluen which is used klorofom ; methanol ; water with variation of consentration (13:4:1), (65;50:10), (20:60:4), (20:60:10). The method that used in antibacteria test is disk diffusion to S. aureus and E. coli bacteria. The identify ecation of triterpenoid saponin compound is using foam and liberman-burchard (LB) test.
The result of this research shown that the ekstract of putri malu root are potential as antibacteria. The ekstract of putri malu root can inhibit the growth of S. aureus and E. coli bacteria. In optimum consentration 200 ppm the result of inhibition zone is 24,6 mm for S. aureus and 19,1 mm to E. Coli. The best eluen for triterpenoid saponin from putri malu root is klorofom;methanol;water in (20:60:4) consentration that stain three appear srad with Rf 0,812;0,75;0,125. The antibacteria inhibition mekanism of putri malu root are synergy. It is appear from inhibition zone, E. Coli isolate I =1,32 mm and isolate II = 0,38 mm, in other hand isolate III is not effective as antibacterial
9
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan
kemudahan yang selalu diberikan kepada penulis, sehingga skripsi ini dengan
judul Isolasi dan Uji Efektivitas Antibakteri Senyawa Saponin Dari Akar
Putri Malu (Mimosa Pudica) dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Sains.
Shalawat dan salam semoga selalau tercurahkan kepada manusia pilihan,
dan panutan yang baik dalam segala hal dalam menjalani kehidupan yaitu Nabi
kita Muhammad SAW, yang telah membimbing kita menuju sebuah cahaya
kebenaran yakni agama Islam serta yang kita harapkan syafaatnya di hari akhir
nanti. Amin.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, terutama
kepada:
1. Prof. Dr. H. Imam Suprayogo selaku Rektor UIN Malang beserta stafnya,
terima kasih atas fasilitas yang diberikan selama kuliah di UIN Malang.
2. Prof. Drs. Sutiman Bambang Sumitro, S.U., D.Sc., selaku Dekan Fakultas
Sains dan Teknologi UIN Malang.
3. Diana Candra Dewi, M.Si., selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dan
10
dosen pembimbing metpen serta dosen pembimbing utama yang telah banyak
memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Dr. Munirul Abidin, M.Ag., selaku pembimbing integrasi sains dan Islam yang
telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi
ini.
5. Rini Nafsiati, M.Pd, dan Elok Kamilah Hayati, M.Si., selaku penguji yang
banyak memberikan masukan demi sempurnanya isi skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi yang telah
banyak mengamalkan ilmunya.
7. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis demi terselesainya skripsi
ini.
Akhir kata dengan jujur penulis mengakui bahwa skripsi ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan demi lebih sempurnanya skripsi ini. Penulis berharap semoga
skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca
pada umumnya dan semoga penulisan skripsi ini mendapatkan ridho dari Allah
SWT. Amiin.
Malang, 2 Agustus 2010
Penulis
11
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR ..................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................. iv DAFTAR TABEL ......................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vii ABSTRAK ................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitan ......................................................................................... 5 1.4 Batasan Masalah ......................................................................................... 5 1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Putri Malu ................................................................................................... 7 2.2 Terpenoid.................................................................................................... 9 2.3 Saponin ..................................................................................................... 11 2.4 Tinjauan Umum Staphylococcus aureus dan Escherichia coli ................... 14 2.4.1 Bakteri Staphylococcus aureus ............................................................... 14 2.4.2 Bakteri Escherichia coli .......................................................................... 16 2.5 Ekstraksi Saponin dengan Metode Maserasi .............................................. 17 2.6 Isolasi Saponin dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) .......................... 19 2.7 Uji Efektifitas Saponin sebagai Antibakteri ............................................... 22 2.8 Tumbuhan Obat dalam Pandangan Islam .................................................. 24
BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 30 3.2 Alat dan Bahan Penelitian ......................................................................... 30 3.2.1 Alat Penelitian ....................................................................................... 30 3.2.2 Bahan Penelitian .................................................................................... 30 3.3 Rancangan Penelitian ................................................................................ 31 3.4 Metode Penelitian ..................................................................................... 31 3.4.1 Preparasi Sampel ................................................................................... 31 3.4.2 Uji Pendahuluan .................................................................................... 32 3.4.2.1 Uji Busa ............................................................................................. 32 3.4.2.2 Uji Warna Liebermann- burchard (LB) .............................................. 32 3.4.3 Ekstraksi Saponin .................................................................................. 32 3.4.4 Uji Efektivitas Antibakteri ..................................................................... 33 3.4.4.1 . Sterilisasi Alat dan Bahan .................................................................. 33
12
3.4.4.2 . Pembuatan Media ............................................................................... 33 3.4.4.3 . Peremajaan Biakan Murni S. aureus dan E. coli ................................. 34 3.4.4.4 . Pembuatan Larutan Bakteri S. aureus dan E. coli ............................... 34 3.4.4.5 . Uji Aktifitas Antibakteri ..................................................................... 34 3.4.5 Pemisahan Senyawa Isolat dengan KLT ................................................. 35 3.4.6.1 KLT Analitik ..................................................................................... 35 3.4.6.2 KLT Preparatif ................................................................................... 35 3.4.6 Uji Antibakteri Senyawa Saponin Hasil Isolasi KLT .............................. 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Preparasi Sampel....................................................................................... 37 4.2 Uji Prndahuluan ........................................................................................ 38 4.2.1 Uji Busa ................................................................................................. 38 4.2.2 Uji Warna Liebermann-burchard (LB) ................................................... 39 4.3 Ekstraksi Saponin ..................................................................................... 39 4.4 Uji Efektivitas Antimikroba Terhadap Bakteri E. coli dan S. aureus .......... 41 4.5 KLT (kromatografi Lapis Tipis) ................................................................ 45 4.5.1 KLT Analitik ......................................................................................... 45 4.5.2 KLT Preparatif ....................................................................................... 47 4.6 Uji Efektivitas Antimikroba Terhadap Bakteri E. coli dan S. aureus .......... 49 4.7 Mekanisme Kerja Saponin Terhadap Pertumbuhan Bakteri ....................... 50 4.8 Perspetif Islam Terhadap Tumbuhan Putri Malu........................................ 51
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 54 5.2 Saran ......................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 55 LAMPIRAN .................................................................................................. 58
13
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Perbedaan Relatif Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif ................. 17 Tabel 2.2 Ukuran Daerah dan Interpretasi untuk Kemoterapeutik ....................... 25 Tabel 4.1 Zona Hambat Kontrol Positif dan Kontrol Negatif .............................. 44 Tabel 4.2 Rf KLT Analitik ................................................................................. 46
14
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1. Tumbuhan Putri Malu (Mimosa pudica L.) ...................................... 7 Gambar 2.2. Struktur Senyawa Terpenoid ......................................................... 10 Gambar 2.3. Struktur Saponin Steroid dan Saponin Triterpenoid ........................ 11 Gambar 2.4. Bakteri Staphylococcus aureus ....................................................... 14 Gambar 2.5. Bakteri Escherichia coli ................................................................. 16 Gambar 2.6. Struktur Saponin Triterpenoid Aralia elata ................................... 19 Gambar 2.7. Menunjukkan Lempengan Setalah Pelarut Bergerak Setengah dari
Lempengan. ................................................................................... 20 Gambar 2.8. Pengukuran pada Lempengan ........................................................ 21 Gambar 4.1. Grafik Hasil Uji Antibakteri Ekstrak terhadap S. aureus ................ 43 Gambar 4.2. Grafik Hasil Uji Antibakteri Ekstrak terhadap E. coli ..................... 44 Gambar 4.3. Hasil KLT Analitik a, Tanpa Sinar; b, dengan sinar UV 366 nm ;
dengan sinar UV 254 nm ............................................................. 48 Gambar 4.4. Hasil KLT Preparatif ; a, Tanpa Sinar; b, dengan sinar UV 366
nm ; dengan sinar UV 254 nm...................................................... 48 Gambar 4.5. Mekanisme Perusakan Senyawa Fospolifpi pada Membran Sel
Bakteri ........................................................................................... 51
15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai manusia yang dikaruniai akal, manusia diperintahkan untuk selalu
berpikir dan mencari sesuatu yang belum kita ketahui manfaat dan bahayanya,
baik itu benda mati maupun makhluk hidup seperti hewan dan tumbuhan. Allah
SWT menciptakan semuanya supaya kita berpikir kepada-Nya, seperti yang
dijelaskan di dalam firmanNya surat ar Rad (13) ayat 4:
u F{ $# s% Nuyf tG My_ u i 5=ur& yu wu # u xu 5# u 4 s+ & !$y/ 7nu e x u $p| t/ 4n? t
16
malu dapat dimanfaatkan sebagai tumbuhan herbal yang bermanfaat bagi
kesehatan.
Khasiat dari tumbuhan putri malu diantaranya adalah untuk obat
antiinfeksi saluran pernapasan, herpes, infeksi kulit, diare, asma, pembengkakan
karena luka bahkan insomania. Kurang pedulinya Masyarakat akan putri malu,
mungkin disebabkan karena sampai sekarang, tumbuhan ini tumbuh liar dan
memang, penggunaannya kurang populer. Padahal, karena tumbuh di berbagai
tempat tumbuhan itu berarti memenuhi persyaratan untuk diteliti lebih intensif
(Faridah, 2007).
Selama ini, penggunaan putri malu sebagai obat tradisional memang hanya
berdasarkan pengalaman yang diwariskan secara turun temurun. Sehingga perlu
dilakukan uji khasiat dan uji keamanan, untuk memberikan dukungan ilmiah pada
pemakaiannya. Jika memang terbukti berkasiat, maka penemuan ini sangat
bermanfaat, mengingat hingga saat ini jumlah Putri Malu di Indonesia relatif
tinggi. Seluruh bagian tumbuhan Putri Malu dapat dimanfaatkan sebagai obat,
yakni dari akar, batang daun hingga keseluruhan bagian tumbuhan, baik dalam
keadaan segar atau kering (Faridah, 2007).
Akar Putri Malu diduga mengandung golongan senyawa alkaloid,
flavonoid dan terpenoid. Golongan senyawa-senyawa ini sering dipergunakan
sebagai bahan dasar obat-obatan antibakteri moderen. Sebagai contoh, senyawa
terpenoid asetoksicavikol asetat, merupakan senyawa yang bersifat antitumor dari
tumbuhan lengkuas. Senyawa artemisin bersifat antimalaria dari tumbuhan
17
Artemisia annua, Senyawa ini merupakan jenis seskuiterpen dari golongan
terpenoid (Faridah, 2007).
Saponin adalah glikosida yaitu metabolit sekunder yang banyak terdapat di
alam, terdiri dari gugus gula yang berikatan dengan aglikon atau sapogenin.
Larutan saponin yang sangat encer sangat beracun untuk ikan, tumbuhan yang
mengandung saponin telah digunakan sebagai racun ikan selama beratus-ratus
tahun (Robinson, 1995). Busa yang ditimbulkan saponin karena adanya kombinasi
struktur senyawa penyusunnya yaitu rantai sapogenin nonpolar dan rantai samping
polar yang larut dalam air. Saponin mempunyai rasa pahit, dapat mengadsorbsi Ca
dan Si dan membawanya dalam saluran pencernaan. Sebagian besar berupa
glikosida yang dapat mengikat satu (monodesmosida), dua (bidesmosida) atau tiga
(tridesmosida) rantai glukosa dan aglikonnya yang mengikat gugus fungsi OH,
COOH dan CH.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengisolasi dan
mengidentifikasi senyawa dari fraksi etil asetat herba Putri Malu (M. pudica L).
Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70 %
dan dilanjutkan fraksinasi menggunakan pelarut n-heksana dan etil asetat. Fraksi
etil asetat dikromatografi kolom berulang dan dikromatografi lapis tipis preparatif,
dengan fasa gerak n-heksana etil asetat dengan perbandingan yang bervariasi,
hasil penapisan fitokimia dari fraksi etil asetat menunjukkan adanya senyawa
golongan flavonoid, tanin, polifenol, monoterpenoid, seskuiterpenoid, steroid dan
kuinon (Suwariany, 2006). Penelitian ini akan mengkaji tentang tumbuhan putri
malu yang berpotensi sebagai tanaman obat melalui pendekatan uji antibakteri.
18
Salah satu cara untuk melemahkan bakteri adalah dengan pemberian
senyawa antibakteri. Antibakteri adalah agen kimia yang mampu menginaktivasi
bakteri. Inaktivasi bakteri dapat berupa penghambatan pertumbuhan bakteri
(bakteriostatik) atau bahkan bersifat membunuh bakteri (bakterisid) (Brock, dkk.,
1994). Uji antibakteri dapat dilakukan untuk mengetahui sejauh mana aktivitas
suatu bakteri terhadap antibakteri. Menurut Brock and Madigan (1994) terdapat
3 metode yang umum digunakan dalam uji antibakteri, yaitu metode dilusi kaldu,
metode dilusi agar, dan metode difusi cakram.
Bakteri E. coli dan S. aureus memiliki komposisi dinding sel yang
berbeda. Dinding sel S. aureus yang merupakan kelompok bakteri gram positif
memiliki struktur yang mempunyai banyak peptidoglikan dan relatif sedikit lipid
sedangkan E. coli merupakan kelompok bakteri gram negatif yang relatif lebih
banyak mengandung lipid (Hugo dan Russell, 1998). Menurut penelitian Faradisa
(2008) bahwa ekstrak kasar senyawa saponin dari batang tumbuhan blimbing
wuluh (Aveehoa bilimbi) memiliki aktifitas antibakteri terhadap S. aureus dan
bakteri E. coli.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dapat
diambil adalah :
1. Bagaimana efektivitas ekstrak kasar senyawa saponin dari akar Putri Malu
dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli?
19
2. Eluen apakah yang terbaik untuk pemisahan ekstrak saponin dari akar putri
malu menggunakan KLT analitik?
3. Bagaimana aktivitas isolat saponin hasil KLT preparatif dalam menghambat
pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui efektivitas ekstrak kasar senyawa saponin dari akar putri malu
dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli.
2. Mengetahui eluen yang terbaik untuk pemisahan ekstrak kasar saponin dari
akar putri malu menggunakan KLT analitik.
3. Mengetahui aktivitas isolat saponin hasil KLT preparatif dalam menghambat
pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli.`
1.4 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Tumbuhan yang digunakan adalah tumbuhan putri malu dari daerah sekitar
hulu sungai Metro, Joyosuko Lowokwaru Malang.
2. Isolasi senyawa saponin dengan metode maserasi menggunakan pelarut
metanol, dilanjutkan ekstrasi dietil eter dan n-Butanol kemudian dengan
metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
3. Uji efektivitas antibakteri pada senyawa hasil isolasi saponin menggunakan
metode difusi cakram.
20
4. Eluen yang digunakan adalah klorofom;metanol;air dengan variasi kosentrasi
(13:4:1), (65;50:10), (20:60:4), (20:60:10).
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan :
1. Senyawa antibakteri yang didapat, diharapkan nantinya dikembangkan lebih
lanjut sehingga bermanfaat untuk menanggulangi penyakit yang disebabkan
oleh E. coli dan S. aureus.
2. Memberikan informasi kepada masyarakat umum tentang manfaat tumbuhan
putri malu yang mempunyai potensi sebagai penghasil senyawa saponin,
sehingga tumbuhan putri malu tidak dianggap hama bagi masyarakat umum.
21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Putri Malu
Gambar 2.1. Tumbuhan putri malu (Mimosa pudica) (Jayani, 2007)
Taksonomi tumbuhan putri malu adalah sebagai berikut (Jayani,2007):
Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledonae Ordo : Rosales
Familia : Mimosaceae Genus : Mimosa
Spesies : Mimosa pudica L.
Sifat dan kasiat putri malu yang selama ini telah digunakan adalah:
Rasanya manis, agak dingin, astrigen. Herba putri malu berkhasiat sebagai
penenang, peluruh dahak (ekspektoran), peluruh kencing (diuretik), obat batuk
(antitusif), pereda demam (antipiretik), dan antiradang. Akar dan biji putri malu
dapat berkhasiat sebagai perangsang muntah (Jayani, 2007).
Putri malu memiliki nama latin Mimosa pudica, berasal dari benua
Amerika yang beriklim tropis pada ketinggian 1-1200 m di atas permukaan laut.
22
Perkembangbiakannya sangat cepat, biasanya putri malu tumbuh merambat atau
kadang berbentuk semak (tegak) atau setengah perdu dengan tinggi antara
0,3-1,5 m, batangnya bulat, berbulu dan berduri, daunnya kecil-kecil, berbentuk
lancip, bunganya bertangkai dan berbentuk bulat seperti bola, serta berwarna
merah muda. Putri malu tumbuh liar di pinggir jalan, tempat-tempat terbuka yang
terkena sinar matahari (Faridah, 2007).
Putri malu berkhasiat untuk mengatasi penyakit malaria. Akar dan bijinya
berkasiat untuk merangsang muntah. Para ahli pengobatan Cina dan penelitian AS
serta Indonesia mengindikasikan, putri malu bisa dipakai untuk mengobati
berbagai penyakit lain, seperti radang mata akut, kencing batu, panas tinggi pada
anak-anak, cacingan, insomnia, peradangan saluran napas (bronchitis), dan herpes
(Siswono, 2005).
Englert dkk. dalam Planta Medica menyebutkan, tumbuhan putri malu
mengandung senyawa yang sensitif, yakni momosine, sebuah asam amino hasil
biosintetik turunan dari lysin. Senyawa itu bersifat racun bagi beberapa binatang
seperti babi, kelinci, dan binatang memamah biak (Siswono, 2005).
Hasil eksperimen dengan menyuntikkan 10 % sari daunnya berpengaruh
menurunkan tekanan darah pada anjing yang sekaligus sebagai penenang (sedatif),
antiradang, tidak melekatnya pembuahan telur pada rahim (antiimplantasi), dan
antiradang rematik. Hasil tes pada tikus memperlihatkan bertambahnya waktu
tidur. Menurunkan kadar gula tikus-tikus dengan kadar gula tinggi (diabetes)
setelah memberikan pakan dua jam dan jangka maksimum setelah enam jam
menunjukkan gejala normal (Samiran,2006).
23
Menurut penelitian Suwariany (2006), untuk mengisolasi dan
mengidentifikasi senyawa dari fraksi etil asetat herba putri malu (M. pudica L).
Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70 %
dan dilanjutkan fraksinasi menggunakan pelarut n-heksana dan etil asetat. Fraksi
etil asetat dikromatografi kolom berulang dan dikromatografi lapis tipis preparatif,
dengan fasa gerak n-heksana : etil asetat dengan perbandingan yang bervariasi,
dilanjutkan dengan identifikasi spekrofotometer UV dan spektrofotometer IR.
Hasil penapisan fitokimia dari fraksi etil asetat menunjukkan adanya senyawa
golongan flavonoid, tanin, polifenol, monoterpenoid, seskuiterpenoid, steroid dan
kuinon.
2.2. Terpenoid
Terpenoid atau isoprenoid merupakan salah satu senyawa organik yang
banyak tersebar di alam, yang terbentuk dari satuan isoprene (CH3=C(CH3)-
CH=CH2). Senyawa terpenoid merupakan senyawa hidrokarbon yang dibedakan
berdasarkan jumlah satuan isoprena penyusunnya, kelompok metil dan atom
oksigen yang diikatnya (Robinson, 1995). Berdasarkan jumlah satuan isoprena
penyusunnya terpenoid dibagi menjadi beberapa golongan yaitu monoterpena
(C10) dan seskuiterpena (C15) yang mudah menguap, diterpena (C20) sukar
menguap, triterpenoid dan sterol (C30) tidak menguap serta pigmen karotenoid
(C40) (Harbourne, 2002).
24
OH
OH
OH
CH3
Glc-Glc-O
CH2OGlc
HO
Protoaeigenin (Triterpenoid) Seskuiterpenoid Gambar 2.2. Struktur senyawa terpenoid (Harbourne, 2002 )
Terpenoid banyak ditemukan dalam tumbuhan tingkat tinggi sebagai
minyak atsiri yang memberi bau harum dan bau khas pada tumbuhan dan bunga.
Selain itu terpenoid juga terdapat dalam jamur, invertebrata laut dan feromon
serangga. Sebagian besar terpenoid ditemukan dalam bentuk glikosida atau
glikosil ester (Thomson, 2004).
Terpenoid dari tumbuhan biasanya digunakan sebagai senyawa aromatik
yang menyebabkan bau pada eucalyptus, pemberi rasa pada kayu manis, cengkeh,
jahe dan pemberi warna kuning pada bunga. Terpenoid tumbuhan mempunyai
manfaat penting sebagai obat tradisional, antibakteri, antijamur dan gangguan
kesehatan (Thomson, 2004).
Untuk mengidentifikasi triterpen yaitu dengan cara: sampel dilarutkan
dalam 0,5 ml Klorofom, lalu ditambah dengan 0,5 ml asam asetat anhidrat.
Selanjutnya campuran ini ditetesi dengan 1-2 ml H2SO4 pekat melalui dinding
tabung tersebut. Jika hasil yang diperoleh berupa kecoklatan atau violet pada
perbatasan dua pelarut menunjukkan adanya triterpen, sedangkan munculnya
warna hijau kebiruan menunjukkan adanya sterol (Indrayani, 2006).
25
2.3. Saponin
Saponin adalah suatu glikosida yang mungkin ada pada banyak macam
tumbuhan. Saponin ada pada seluruh tumbuhan dengan konsentrasi tinggi pada
bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tumbuhan dan tahap
pertumbuhan. Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui, mungkin sebagai
bentuk penyimpanan karbohidrat, atau merupakan waste product dari
metabolisme tumbuh-tumbuhan. Kemungkinan lain adalah sebagai pelindung
terhadap serangan serangga.
Saponin Steroid Saponin Triterpenoid Gambar 2.3. Struktur Saponin Steroid dan Saponin Triterpenoid (Gunawan, 2004)
Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa sapogenin.
Glikosida saponin bisa berupa saponin steroid atau saponin triterpenoid. Saponin
tersebar luas antara tumbuhan tingkat tinggi. Keberadaan saponin sangat mudah
ditandai dengan pembentukan larutan koloidal dengan air yang apabila digojog
menimbulkan buih yang stabil (Gunawan, 2004).
Larutan saponin yang sangat encer sangat beracun untuk ikan, dan
tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan sebagai racun ikan selama
beratus-ratus tahun. Busa yang ditimbulkan saponin karena adanya kombinasi
struktur senyawa penyusunnya yaitu rantai sapogenin nonpolar dan rantai samping
polar yang larut dalam air. Saponin mempunyai rasa pahit, dapat mengadsorbsi Ca
26
dan Si dan membawanya dalam saluran pencernaan. Sebagian besar berupa
glikosida yang dapat mengikat satu (monodesmosida), dua (bidesmosida) atau tiga
(tridesmosida) rantai glukosa dan aglikonnya yang mengikat gugus fungsi OH,
COOH dan CH (Robinson, 1995). Saponin juga bersifat bisa menghancurkan
butir darah merah lewat hemolisis, bersifat racun bagi hewan berdarah dingin,
sehingga banyak di antaranya digunakan sebagai racun ikan (Gunawan, 2004).
Saponin bila terhidrolisis akan menghasilkan aglikon yang disebut
sapogenin. Ini merupakan suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi
sehingga dapat dimurnikan dan dipelajari lebih lanjut. Saponin yang berpotensi
keras atau beracun seringkali disebut sapotoksin (Gunawan, 2004).
Saponion memiliki berat molekul tinggi sehingga menjadikan upaya
isolasi untuk mendapatkan saponin yang murni menemui banyak kesulitan.
Berdasarkan aglikonnya (sapogeninnya), saponin dapat dibagi dua macam, yaitu
tipe steroid dan tipe tritepenoid. Kedua senyawa ini memiliki hubungan glikosidik
pada atom C-3 dan memiliki asal usul biogenetika yang sama lewat asam
mevalonat dan satuan-satuan isoprenoid (Gunawan, 2004).
Jasmansyah (2002) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa isolasi
saponin dan triterpenoid sapogenin dari tumbuhan dilakukan dengan sokhlet dan
ekstraksi menggunakan pelarut etanol yang dilanjutkan dengan pemisahan dan
pemurnian dengan ekstraksi pelarut dan rekristalisasi. Kemudian saponin
dihidrolisis dengan HCl 2 N. Berdasarkan identifikasi dengan spektrum UV-
Visibel dan FTIR menunjukkan bahwa senyawa saponin mengandung gugus
27
hidroksil, ester, eter, karboksil dan ikatan rangkap tak berkonjugasi (Robinson,
1995).
Menurut penelitian Moelyono, M, dkk (2007) Pemeriksaan saponin
dengan uji pembentukan busa. Adanya saponin ditunjukkan dengan pembentukan
busa mantap selama proses pendiaman dengan ketinggian busa tidak kurang dari 1
cm setelah penambahan HCl. Pemeriksaan ulang dengan reaksi warna dengan
pereaksi Liebermann Birchard (LB), dengan terbentuknya warna biru-hijau.
Menurut penelitian Kristianingsih (2005), isolasi saponin dilakukan
dengan ekstraksi bertahap menggunakan metanol, dietil eter dan n-Butanol,
pemisahan senyawa hasil isolasi dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
Pada plat silica gel F254 dengan eluen campuran klorofom-metanol-air (20:60:20)
menghasilkan 3 noda. Setiap isolat hasil KLT dianalisis H-NMR.
Semua saponin mengakibatkan hemolisis. Oleh karena itu, relatif
berbahaya bagi semua organisme binatang bila saponin diberikan secara parental.
Setengah sampai beberapa mg/kg BB saponin dapat berakibat fatal dan
mematikan. Begitu pula pemakaian sterol saponin kompleks dalam jangka
panjang akan mematikan bila diberikan secara parental. Pengaruh terhadap alat
pernafasan dapat dibuktikan dengan kenyataan digunakannya obat yang
mengandung saponin untuk mencari ikan oleh rakyat yang primitif. Kadar saponin
yang sangat kecil pun mampu melumpuhkan fungsi pernafasan dari insang
(Gunawan, 2004).
Menurut Robinson (1995), saponin memiliki kegunaan dalam pengobatan,
terutama karena sifatnya yang mempengaruhi absorpsi zat aktif secara
28
farmakologi. Beberapa jenis saponin bekerja sebagai antibakteri. Sifat-sifat
saponin adalah sebagai berikut :
1) Berasa pahit.
2) Berbusa dalam air.
3) Mempunyai sifat detergen yang baik.
4) Larut dalam air dan alkohol dan tidak larut dalam eter.
5) Mempunyai aktivitas hemolisis, merusak sel darah merah.
6) Tidak beracun bagi binatang berdarah panas.
7) Mempunyai sifat antieksudatif.
8) Mempunyai sifat antiinflamatori
2.4. Tinjauan Umum Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
2.4.1. Bakteri Staphylococcus aureus
Gambar 2.4. Bakteri Staphylococcus aureus (David, 2006)
Menurut bergey dalam Irianto (2006), Staphylococcus aureus dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
29
Kingdom : Monera Divisio : Firmicutes
Class : Bacilli Ordo : Bacillales
Family : Staphylococcaceae Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus
Beberapa jenis Staphylococcus tumbuh dengan baik dalam kaldu pada
suhu 37 0C. Pertumbuhan terbaik dan khas ialah pada suasana aerob, bakteri ini
juga bersifat anaerob fakultatif dan dapat tumbuh dalam udara yang hanya
mengandung hidrogen, pH optimum untuk pertumbuhannya adalah 7,4. Pada
lempeng agar, koloni yang dihasilkan berbentuk bulat, cembung, buram,
mengkilat, dan konsistensinya lunak. Koloni dari S. aureus berwarna kuning
keemasan (Syahrurachman dkk, 1993).
S. aureus merupakan bakteri gram positif berbentuk kokus dengan
diameter 0,7-0,9 m, membutuhkan nitrogen organik (asam amino) untuk tumbuh
serta bersifat anaerobik fakultatif. S. aureus bersifat termodurik, dengan kisaran
suhu pertumbuhan antara 5-50 0C. Bakteri ini dapat ditemukan pada kulit, kelenjar
kulit dan selaput lendir (Fardiaz, 1993).
30
2.4.2. Bakteri Escherichia coli
Gambar 2.5. Bakteri Escherichia coli (David, 2006)
Menurut Bergey dalam Irianto (2006), Escherichia coli dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Bakteria Filum : Proteobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria Ordo : Enterobacteriales
Sub-ordo : Eubacteriales Family : Enterobacteriacerae
Genus : Escherichia Spesies : Escherichia coli
E. coli merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk batang lurus
dengan ukuran 1,1-1,5 m, kisaran pertumbuhan (suhu 8 0C sampai lebih dari 40 0C), suhu pertumbuhan optimum pada 37 0C, dan dapat melakukan fermentasi
laktosa dan fermentasi glukosa, serta menghasilkan gas. Dapat melakukan
fermentasi laktosa dan fermetasi glukosa, serta menghasilkan gas. E. coli
merupakan flora normal dan hidup komensal didalam colon manusia. Indikator
yang paling baik untuk menunjukkan bahwa air rumah tangga sudah dikotori faces
adalah dengan adanya E. coli dalam air tersebut, karena dalam faces manusia, baik
sakit maupun sehat terdapat bakteri ini. Dalam satu gram faces terdapat sekitar
seratus juta E. coli (Entjang, 2003).
31
E. coli tumbuh baik pada hampir semua media yang biasa digunakan pada
isolasi kuman enterik dalam keadaan mikroaerofilik. Beberapa strain bila ditanam
pada agar darah menunjukkan hemolisis tipe beta (Syahrurachman dkk, 2003).
Koloni yang tumbuh berbentuk bundar, cembung, halus dengan tepi yang nyata
(Jawet et.al, 1996). Koloni bakteri pada media diferensial agar Eosin Methylen
Blue (EMB) membentuk morfologi koloni seperti kilatan logam (metallic sheen)
(Dzen, dkk, 2003).
Tabel 2.1. Perbedaan relatif bakteri gram positif dan gram negatif
Sifat Perbedaan Relatif Bakteri Gram Positif Bakteri Gram Negatif
Komposisi dinding sel Kandungan lipid rendah (1-4%)
Kandungan lipid tinggi (11-22%)
Ketahanan terhadap penisilin Lebih sensitif Lebih tahan
Penghambatan oleh pewarna basa. Contoh
violet, kristal Lebih dihambat Kurang dihambat
Kebutuhan nutrien Kebanyakan spesies relatif kompleks
Kebanyakan spesies relatif sederhana
Ketahanan terhadap perlakuan fisik Lebih tahan Kurang tahan
Sumber : Pelczar dan Chan, 1986
2.5. Ekstraksi Saponin dengan Metode Maserasi
Esktraksi merupakan peristiwa pemindahan massa zat aktif yang semula
berada dalam sel ditarik oleh pelarut sehingga terjadi larutan zat aktif dalam
pelarut tersebut. Pada umumnya eksratraksi akan bertambah baik bila permukaan
serbuk simplisia yang bersentuhan dengan pelarut dengan pelarut makin luas.
Dengan demikian, makin halus serbuk simplisia, seharusnya makin baik
ekstraksinya. Tetapi pada pelaksanaannya tidak selalu demikian karena ekstraksi
32
masih bergantung pada sifat fisik dan sifat kimia simplisia yang bersangkutan
(Ahmad, 2006)
Metode ekstraksi yang digunakan untuk bahan alam, dikenal suatu metode
yaitu maserasi. Maserasi merupakan suatu metode ekstraksi menggunakan lemak
panas. Akan tetapi penggunaan lemak panas ini telah digantikan dengan pelarut-
pelarut volatil. Penekanan utama pada maserasi adalah tersedianya waktu kontak
yang cukup antara pelarut dan jaringan yang diekstraksi (Guether, 1987).
Maserasi merupakan cara yang sederhana, maserasi dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam pelarut. Pelarut akan menembus dinding sel
dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat-zat aktif sehingga zat aktif
akan larut. Karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam
sel, maka larutan yang pekat di desak keluar. Pelarut yang digunakan dapat berupa
air, etanol, air-etanol atau pelarut lain. Keuntungan cara ekstraksi ini, adalah cara
pengerjaan atau peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan.
Sedangkan kerugiannya adalah waktu pengerjaannya lama dan ekstraksi kurang
sempurna (Ahmad, 2006).
Pemilihan pelarut untuk ekstraksi harus mempertimbangkan banyak
faktor. Pelarut harus memenuhi syarat-syarat, murah dan mudah diperoleh, stabil
fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar,
selektif dan tidak mempengaruhi zat berkhasiat (Ahmad, 2006).
Senyawa glikosida seperti saponin dan glikosida jantung tidak larut dalam
pelarut nonpolar. Senyawa ini paling cocok diekstraksi dari tumbuhan memakai
etanol atau methanol 70-95 % (Robinson, 1995). Pada penelitian Song et al (2001
33
dalam Kristianingsih, 2005) menggunakan metanol untuk ekstraksi Aralia elata
karena saponin bersifat polar sehingga lebih mudah larut dan akan diperoleh lebih
banyak ekstrak daripada pelarut lain. Penelitian ini telah memperoleh identitas
senyawa saponin berdasarkan karakter spektra IR, H-NMR dan 13C-NMR,
sedangkan karakter dengan KLT memberikan 6 noda ungu gelap pada Rf 0,40-
0,68 dengan eluen campuran kloroform-metanol-air.
HH3C
CH3
COOGlc
Glukosa2-O
H3C
3-O-[-D-glukopiranosil (1-2)-oleanolic acid]/28-O-D-glukopiranosil ester Gambar 2.6. Struktur saponin triterpenoid Aralia Elata (Song, et.al., 2001 dalam
Kristianingsih, 2005 )
Menurut Faradisa (2008), ekstrak kasar senyawa saponin dari batang
tumbuhan blimbing wuluh (Aveehoa bilimbi linn) memiliki aktifitas antibakteri
terhadap S. aureus dan E. coli.
2.6. Isolasi Saponin dengan KLT (Kromatografi Lapis Tipis)
Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi
komponen-komponennya. Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan
sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas
atau logam atau plastik yang keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam.
Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi
34
yang mana dapat berpendar flour dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan
pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.
Ketika bercak dari campuran itu mengering, lempengan ditempatkan
dalam sebuah gelas kimia bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu
banyak. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada di bawah garis dimana
posisi bercak berada. Alasan untuk menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan
bawah kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk
mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya ditempatkan beberapa kertas
saring yang terbasahi oleh pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap
mencegah penguapan pelarut. Karena pelarut bergerak lambat pada lempengan,
komponen-komponen yang berbeda dari campuran pewarna akan bergerak pada
kecepatan yang berbeda dan akan tampak sebagai perbedaan bercak warna
(Sudarmaji, 2007).
Gambar 2.7. Menunjukkan lempengan setalah pelarut bergerak setengah dari lempengan.
Pelarut dapat mencapai sampai pada bagian atas dari lempengan. Ini akan
memberikan pemisahan maksimal dari komponen-komponen yang berwarna
untuk kombinasi tertentu dari pelarut dan fase diam.
35
Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan dipindahkan
dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis, sebelum
mengalami proses penguapan.
Pengukuran berlangsung sebagai berikut:
Gambar 2.8. Pengukuran pada lempengan
Nilai Rf untuk setiap warna dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Mengacu pada penelitian Kristianingsih (2005), isolasi saponin dilakukan
dengan ekstraksi bertahap menggunakan metanol, dietil eter dan n-Butanol,
pemisahan senyawa hasil isolasi dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
Pada plat silica gel F254 dengan eluen campuran klorofom-metanol-air (20:60:20)
menghasilkan 3 noda. Setiap isolat hasil KLT dianalisis H-NMR. Menurut
penelitian Wagner (1984), menganalisa saponin triterpenoid pada akar gingseng
dihasilkan 10 noda dengan Rf antar 0,35-0,75.
Jarak yang ditempuh oleh komponen
Jarak yang ditempuh oleh pelarut
Rf = jarak yang ditempuh oleh komponen jarak yang ditempuh oleh pelarut
36
2.7. Uji Efektifitas Saponin sebagai Antibakteri
Antibakteri adalah agent kimia yang mampu menginaktivasi bakteri.
inaktivasi bakteri dapat berupa penghambatan pertumbuhan bakteri
(bakteriostatik) atau bahkan bersifat membunuh bakteri (bakterisid) (Brock, dkk.,
1994).
Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba
atau membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai Kadar Hambat Minimum
(KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM). Antibakteri tertentu aktivitasnya
dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antibakterinya
ditingkatkan melebihi KHM (Ganiswarna, S.G, 1995).
Mekanisme kerja antibakteri ada lima diantaranya, menghambat
metabolisme sel mikroba, menghambat sintesis dinding sel mikroba, mengganggu
permeabilitas membran sel mikroba, menghambat sintesis protein sel mikroba dan
menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba (Ganiswarna, S.G,
1995).
Pada perusakan membran sel, ion H+ dari senyawa fenol dan turunannya
akan menyerang gugus polar (gugus fosfat) sehingga molekul fosfilipid akan
terurai menjadi gliserol, asam karboksilat, dan asam fosfat. Hal ini mengakibatkan
fosfolipid tidak mampu mempertahankan bentuk membran sel, akibatnya
membran sel akan bocor dan bakteri akan mengalami hambatan pertumbuhan
bahkan kematian (Noviana, 2004).
Saponin adalah senyawa penurun tegangan permukaan yang kuat yang
menimbulkan busa bila dikocok dalam air, sifatnya menyerupai sabun. Saponin
37
bekerja sebagai antibakteri dengan mengganggu stabilitas membran sel bakteri
sehingga menyebabkan sel bakterilisis (Cheeke, P.R, 2003), jadi mekanisme kerja
saponin termasuk dalam kelompok antibakteri yang mengganggu permeabilitas
membran sel mikroba, yang mengakibatkan kerusakan membran sel dan
menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel mikroba yaitu
protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-lain (Ganiswarna, S.G, 1995).
Ekstrak saponin dari gandum (Sorghum Bicolor L.) bersifat menghambat
pertumbuhan bakteri gram positif yaitu S. aureus pada kadar hambat minimum
(KHM) 25 mg/mL. Sedangkan pada bakteri gram negatif dan jamur pada
escherichia coli dan candida albican bersifat tidak menghambat. Kontrol positif
untuk bakteri S. aureus menggunakan pinisilin 25 mg/mL dengan volume 0,4 L,
sedangkan Kontrol positif untuk bakteri E. coli menggunakan streptomicyn
6,25 mg/mL dengan volume 1,6 L (Soetan, et.al, 2006) dan pelarutnya n-butanol
(sebagai kontrol negatif).
Untuk mengetahui aktivitas suatu bakteri terhadap antimikroba dapat
dilakukan dengan uji antibakteri. Menurut Brock and Madigan (1994) terdapat 3
metode yang umum digunakan dalam uji antibakteri, yaitu metode dilusi kaldu,
metode dilusi agar, dan metode difusi cakram. Metode difusi cakram merupakan
metode yang paling sering digunakan untuk uji kerentanan antibakteri dan metode
ini dirancang untuk organisme yang tumbuh cepat seperti Staphylococcus. Dalam
metode ini sampel yang diuji diserapkan pada kertas saring yang berbentuk
cakram dan ditempelkan pada media agar yang telah dihomogenkan dengan
38
bakteri, kemudian diinkubasi pada suhu 37 0C sampai terlihat zona hambatan
disekitar cakram.
2.8 Tumbuhan Obat dalam Pandangan Islam
Allah SWT sebagai Tuhan mempunyai tanda-tanda ketuhananNya berupa
hasil-hasil ciptaanNya, berupa langit dan bumi, apa yang ada di antara keduanya.
Termasuk juga kejadian-kejadian yang berlangsung dalam makhlukNya tersebut
seperti Allah SWT menciptakan penyakit dan juga menciptakan obat,
sebagaimana sabda Rasulullah SAW tentang hal tersebut :
" # $% &'() " (* +,:, / /345, 6 (8
+3) +9 (' &' +
39
Pengobatan dari Nabi SAW memang berbeda dengan ilmu medis para
dokter pada umumnya. Pengobatan Nabi bersifat pasti dan absolut serta bernilai
kedokteran Ilahi, berasal dari wahyu dari lentera kenabian serta kesempurnaan
intelegensi. Rasulullah SAW pernah menyebutkan bahwa tumbuhan herbal
sebagai obat yang baik untuk digunakan. Tumbuhan herbal merupakan tumbuhan
herbal yang memang sangat berguna untuk membuang lemak dan racun-racun
dalam tubuh manusia. Produk tumbuhan herbal banyak digunakan oleh
kedokteran untuk mengurangi lemak berlebih penyebab obesitas dan
menyembuhkan berbagai penyakit (Barazing, 2007).
Menurut Al-Jauziyah, I.Q. (2007), beberapa obat yang digunakan
Rasulullah SAW untuk menyembuhkan penyakit-penyakit tertentu antara lain
buah kurma, jinten hitam, delima, anggur dan berbagai jenis makanan lainnya.
a. Ajwa (kurma Ajwa)
Dalam Shahih al Bukhari dan Muslim diriwayatkan hadist Saad bin Abi
Waqqash, dari Nabi SAW bersabda :
@A BCD (* # $% (* ' "'
40
kuat, namun termasuk kurma yang paling lezat, paling harum dan paling empuk.
Kurma ajwa berkasiat untuk menolak racun dan sihir (Al-Jauziyah, I.Q., 2007).
b. Habbatus Sauda (Jinten Hitam)
Diriwayatkan dalam Shahih al Bukhari dan Muslim dari hadist Abu
Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa Rasullulah SAW bersabda :
@A JD +, # % &A& ' ": (\] K5 ^ +FN5 $8 +
/3 "I (+K5 +O )KD5 (bF5 =(
Artinya: diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwa dia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda : sesungguhnya Jinten Hitam itu mengandung obat untuk segala penyakit (H.R. Bukhari dan Muslim) .
Jinten hitam memang berkasiat mengobati segala penyakit panas.
Syuwainiz berkasiat menghilangkan gas, mengatasi kebotakan, mengobati kusta,
demam yang disertai batuk berdahak, mengeringkan lambung yang basah dan
lembab, menghancurkan batu ginjal, memperlancar air seni, haid dan ASI bila
diminum tiap hari, mengeluarkan cacing, dan membunuh bakteri dan lain-lain
(Al-Jauziyah, I.Q., 2007).
c. Rumman (Delima)
Allah SWT berfirman dalam surat ar Rahman (55) ayat 68:
$ u y3s wu $ u
Artinya : Di dalam keduanya ada (macam-macam) buah-buahan dan kurma serta delima. (Q.S. ar Rahman (55) : 68)
41
Ayat di atas menyiratkan bahwa ada faktor keunggulan dan keutamaan
kedua buah tersebut. Allah SWT telah menanamkan sejumlah kelebihan
didalamnya sebagaimana diketahui ilmu pengetahuan modern. Delima yang manis
amat baik untuk lambung, mengobati sakit tenggorokan, batuk, dada dan paru-
paru. Biji delima yang dicampur madu, amat berguna mengobati penyakit agnail
dan koreng atau eksim basah, bahkan bisa menyembuhkan luka yang berdarah.
Sebagian kalangan medis menyatakan, barang siapa mengkonsumsi tiga putik
delima setiap tahun, ia akan selamat dari penyakit mata dalam satu tahun penuh.
(al Jauziyah, 2007).
d. Anggur
Banyak dari contoh-contoh tumbuhan yang sejak zaman nabi sudah
dipakai untuk mengobati beberapa penyakit. Surat ar Rad (13) ayat 4, yang
berbunyi:
u F{ $# s % Nuyf tG My_ u i 5=ur& yu wu # u xu 5# u 4 s+ & !$y/ 7nu e x u $p| t/ 4n? t
42
melebihkan dengan rasanya. Kedua tumbuhan tersebut dilebihkan rasanya dan
sekaligus kandungan senyawa aktifnya, misalnya pohon kurma mengandung
senyawa aktif 60% pengganti gula, protein, pektin, tanin, tajin dan lemak.
Manfaat kurma sebagai penawar racun, menyuburkan kandungan dan lain-lain,
sedangkan anggur manfaatnya adalah memudahkan buang air besar,
menggemukkan badan dan bergizi (Farooqi, 2005).
e. Putri Malu
Allah SWT Maha Kuasa dengan segala ciptaanNya, hal ini terbukti dengan
diciptakanNya segala macam tumbuhan yang baik, baik yang telah diketahui
manfaatnya ataupun yang belum diketahu manfaatnya. Hal tersebut telah
tercantum dalam firman Allah QS Lukman (31) ayat 10 :
tt, n=yz Nuy9 $# t/ 7ux $ pt t s? ( 4 s+ 9 r& u F{ $# z u u r& y s? 3 / ] t/ u $ p e . 7 / !#y 4 $ u9 t r& u z !$y9 $# [ !$t $ oGu; /r' s $p e 2 8l y A x.
Artinya: Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik (QS Lukman (31) : 10)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah dengan kuasaNya menciptakan
tumbuhan-tumbuhan di atas bumi ini dengan bermacam-macam tumbuhan-
tumbuhan yang baik. Dalam surat lain disebutkan juga :
43
t %! $# t . t ! $# $Vu% # Y% u 4 n?tu / _ t 6 xtG tu , =yz Nuu9 $# F{ $# u $ u/ u $t |M) n=yz #xy Wt/ y7o ys 6 $o ) s z># x t $9 $#
Artinya: orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka (QS al Imran (3): 191)
Ayat di atas menjelaskan agar kita selalu bersyukur dan mengingat Allah
SWT karena Allah menciptakan segala sesuatu tidak sia-sia. Seperti halnya
tumbuhan putri malu yang diangap hama bagi para petani tanpa mengetahui
manfaat dan kasiatnya.
44
BAB III
METODOLOGI
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Agustus sampai dengan bulan Desember
2009 di laboratorium Organik dan laboratorium Biotek Jurusan Kimia Universitas
Islam Negeri Malang.
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1. Alat penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah pisau, blender, neraca
analitik, pipet tetes, pipet ukur, botol plastik, beaker glas, bola hisap, erlenmeyer,
corong gelas, spatula, Rotary Evaporator Vaccum, seperangkat alat KLT,
desikator, Laminar air flow, autoklaf, cawan petri, jarum ose, kapas, kain kasa,
bunsen, pinset, kertas saring, inkubator, aluminium foil, gelas ukur, tabung reaksi,
botol media, erlenmeyer, jangka sorong, shaker incubator, sentrifugasi,
timbangan analitik dan silet.
3.2.1. Bahan penelitian
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini methanol (CH3OH)
80 %, n-butanol, dietil eter, aquades, HCl, plat KLT silika gel, klorofom, reagen
LB (Liebermann-burchad), media NA (Nutrien agar), aquades, spirtus, kapas,
biakan bakteri E. coli dan S. aureus, alkohol 70 %, kertas cakram dan tisu.
45
3.3. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap yang meliputi :
1. Preparasi sampel
2. Uji pendahuluan
2.1. Uji busa
2.2. Uji warna Liebermann- Burchard (LB)
3. Ekstraksi sampel
4. Uji Efektivitas antibakteri ekstrak kasar
5. Pemisahan senyawa hasil isolasi
5.1 KLT kualitatif
5.2 KLT preparatif
6. Uji Antibakteri senyawa saponin hasil isolasi KLT
7. Analisis data
3.4. Metode Penelitian
3.4.1. Preparasi Sampel
Sebanyak 0,5 kg akar Putri Malu dibersihkan, dikeringkan menggunakan
oven pada suhu 60 C sampai diperoleh berat konstan kemudian digiling sampai
berupa bubuk halus. Selanjutnya serbuk akar kering disebut sampel
(Kristianingsih, 2005).
46
3.4.2. Uji Pendahuluan
3.4.2.1. Uji Busa
Sebanyak 0,5 mg sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi
akuades secukupnya kemudian dikocok kuat-kuat selama 5 menit dan diamati
busa yang timbul sampai stabil dan diukur tinggi busanya (ketinggian busa
1-3 cm). Sebelum busa hilang ditetesi HCl 1 N bila busa stabil menunjukkan
reaksi positif (Faradisa, 2008).
3.4.2.2. Uji warna Liebermann- Burchard (LB)
Ditimbang 0,5 mg sampel dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi I,
ditambah 5 ml CHCl3 kemudian dipanaskan 5 menit di atas pemangas air sambil
dikocok-kocok lalu didinginkan. Diambil 1 ml campuran dari tabung reaksi I dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi II. Ke dalam tabung reaksi II diteteskan
peraksi (LB) (1 ml Asam Asetat anhidrat dan 1 tetes Asam Sulfat Pekat).
Kemudian diamati perubahan yang timbul sampai kira-kira 30 menit (Indriani
2006).
3.4.3. Ekstraksi saponin
Ekstraksi saponin dilakukan menggunakan metode maserasi dengan
pelarut metanol 90 % sebanyak 300 mL, ke dalam erlenmeyer dimasukkan
25 gram sampel dan dikocok tiap 2 jam sekali selama 24 jam, kemudian disaring
sehingga menghasilkan filtrat dan residu. Residu dimaserasi lagi dengan pelarut
metanol sebanyak 300 mL dan perlakuan perendaman ini diulang sebanyak 3 kali.
47
Filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan rotary evaporator vacuum. Ekstrak
pekat dimasukkan dalam corong pisah 250 mL dan disuspensi dengan aquades
35 mL, dicuci dengan dietil eter 1:1, dikocok dan dibiarkan sampai terbentuk dua
lapisan. Lapisan air diambil dan diekstraksi dengan n-butanol 1:1. Lapisan
n-butanol diambil dan dipekatkan dengan rotary evaporator vacuum. Selanjutnya
ekstrak dilakukan uji efektivitas antibakteri serta diisolasi dengan KLT
(Kristianingsih, 2005).
3.4.4. Uji Efektifitas Antibakteri
3.4.4.1. Sterilisasi Alat dan Bahan
Sterilisasi alat dan bahan dengan cara menutup alat-alat yang akan
disterilkan dengan alumunium foil dan kapas, kemudian memasukkannya ke
dalam autoklaf. Autoklaf diset pada suhu 121 0C dengan tekanan 15 psi (per
square inchi) selama 15 menit (Faradisa, 2008).
3.4.4.2. Pembuatan Media
Pembuatan media dilakukan dengan cara sebanyak 2 gram nutrien agar
dilarutkan dalam 100 mL akuades dalam beaker glass, kemudian dipanaskan
hingga mendidih dan dimasukkan ke dalam 10 tabung reaksi (masing-masing
10 mL untuk 8 tabung reaksi dan 5 mL untuk 2 tabung reaksi) dan ditutup dengan
kapas. Kemudian disterilkan dalam autoklaf suhu 121 0C selama 15 menit.
Kemudian tabung yang berisi 5 mL larutan nutrien agar diletakkan dalam posisi
miring dan didiamkan selama 24 jam pada suhu ruang (Faradisa, 2008).
48
3.4.4.3. Peremajaan Biakan Murni S. aureus dan E. coli
Biakan murni S. aureus dan E. coli digoreskan secara aseptis dengan jarum
ose pada media padat agar miring dan tabung media ditutup dengan kapas.
Selanjutnya biakan S. aureus dan E. coli diinkubasi selama 48 jam pada suhu
37 0C (Faradisa, 2008).
3.4.4.4. Pembuatan Larutan Bakteri S. aureus dan E. coli
Diambil 1 ose dari hasil peremajaan biakan murni S. aureus dan E. coli
untuk dilarutkan dalam 10 mL akuades steril (Faradisa, 2008).
3.4.4.5. Uji Aktifitas Antibakteri
Larutan nutrien agar dimasukkan dalam cawan petri dan masing-masing
dicampur dengan 0,1 mL larutan bakteri S. aureus dan E. coli, kemudian
dihomogenkan. Kertas cakram direndam dalam ekstrak selama 15 menit dengan
variasi konsentrasi 100, 200, 300, 400 500, 600, 700 dan 800 (mg/L). Kontrol
positif untuk bakteri S. aureus menggunakan pinisilin 25 mg/mL, sedangkan
kontrol positif untuk bakteri E. coli menggunakan streptomicyn 6,25 mg/mL dan
pelarutnya akuades (sebagai kontrol negatif). Setelah itu kertas cakram yang
sudah direndam dalam ekstrak selama 15 menit diletakkan di atas permukaan
media menggunakan pinset steril dan ditekan sedikit. Selanjutnya diinkubasi pada
suhu 37 0C sampai muncul daerah hambatan selama 24 jam. Pengukuran zona
49
hambatan dilakukan dengan mengukur diameter daerah jernih menggunakan
jangka sorong.
Hasil zona hambat yang didapat kemudian disesuaikan dengan tabel
berikut yang menjelaskan daftar ukuran daerah hambatan pelbagai antibiotika dan
khemoterapetika (Faradisa, 2008).
3.4.5. Pemisahan Senyawa Isolat dengan KLT
3.4.6.1. KLT Analitik
Pada KLT analitik digunakan pelat silika gel F254 dengan ukuran
2 x 10 cm. Ekstrak pekat ditotolkan pada jarak 1 cm dari tepi bawah pelat KLT
mengunakan pipa kapiler. Kemudian dikeringkan di udara dan dielusi sampai
jarak 8 cm dalam bejana kaca dengan diameter 6 cm. Eluen yang digunakan
adalah campuran larutan klorofom:metanol:akuades dengan variasi kosentrasi
(13:4:1), (65;50:10), (20:60:4), (20:60:10). Kromatogram diamati dengan lampu
UV pada 256 nm dan 366 nm. Warnanya diamati dan dihitung Rf-nya. Eluen yang
memberikan hasil yang terbaik digunakan untuk pemisahan KLT secara preparatif
(kristianingsih, 2005).
3.4.6.2. KLT Preparatif
Pemisahan dengan KLT preparatif dilakukan dengan silika gel F254 dengan
ukuran 10 x 20 cm. 30 mg ektrak pekat dilarutkan dalam metanol kemudian
ditotol pada jarak 1 cm dari tepi bawah plat KLT mengunakan pipa kapiler.
Kemudian dikeringkan diudara dan dielusi sampai jarak 8 cm dalam bejana kaca
50
dengan ukuran 20 cm x 25 cm x 7,5 cm. Eluen yang digunakan adalah eluen yang
terbaik pada KLT analitik. Setelah proses pengelusian selesai noda-noda hasil
pemisahan dikerok, kemudian ditambah 3 mL n-butanol dan disentrifus selama 15
menit. Setelah disentrifus endapan silika dan supernatan dipisahkan. Supernatan
diuapkan pelarutnya dengan aliran gas nitrogen hingga terbentuk padatan
(Kristianingsih 2005), padatan diambil dan dipergunakan dalam pengujian
aktivitas antibakteri terhadap bakteri E. coli dan S. aureus.
3.4.6. Uji Antibakteri Senyawa Saponin Hasil Isolasi KLT
Larutan nutrien agar dimasukkan dalam cawan petri dan masing-masing
dicampur dengan 0,1 mL larutan bakteri S. aureus dan E. coli, kemudian
dihomogenkan. Kertas cakram direndam dalam isolat selama 15 menit dengan
konsentrasi dari hasil uji efektivitas ekstrak kasar terbaik. Setelah itu diletakkan di
atas permukaan media menggunakan pinset steril dan ditekan sedikit. Selanjutnya
diinkubasi pada suhu 37 0C sampai muncul daerah hambatan selama 24 jam.
Pengukuran zona hambatan dilakukan dengan mengukur diameter daerah jernih
menggunakan jangka sorong.
51
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahapan dalam penelitian ini dibagi menjadi 8 (delapan), yaitu; pertama,
preparasi sampel; kedua, uji pendahuluan meliputi uji busa dan uji Liebermann-
Burchard (LB); ketiga, Kadar Ekstrak saponin hasil isolasi dalam akar putri malu;
keempat, uji efektivitas antibakteri ekstrak terhadap bakteri E. coli dan S. aureus;
kelima, KLT (Kromatografi Lapis Tipis) meliputi KLT Analitik dan KLT
Preparatif; keenam, Uji efektivitas antibakteri isolat terhadap bakteri E. coli dan
S. aureus dan ketujuh, Mekanisme kerja senyawa saponin terhadap pertumbuhan
bakteri; kedelapan, Perspektif islam terhadap tumbuhan putri malu.
4.1 Preparasi Sampel
Akar putri malu dicuci hingga bersih kemudian dikeringkan pada oven
dengan suhu 60 C sampai diperoleh berat konstan dengan tujuan untuk
menghilangkan air yang terdapat pada akar. Dari hasil perhitungan pada
(Lampiran II) kadar air yang terdapat pada akar putri malu adalah 50,7 % ( bb ).
Akar putri malu yang telah dikeringkan kemudian digiling sampai menjadi bubuk.
Hal ini berfungsi untuk memperluas permukaan pada akar putri malu. Sehingga
memaksimalkan kelarutan dalam pelarut ketika ekstraksi. Bubuk akar puti malu
ini dapat disebut dengan sampel.
52
4.2 Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan dilakukan untuk membuktikan hipotesis secara kualitatif
bahwa di dalam akar puti malu mengandung senyawa saponin triterpenoid yaitu
dengan melakukan uji busa dan uji warna Liebermann- Burchard (LB)
4.2.1 Uji Busa
Uji busa dilakukan untuk mengetahui adanya senyawa saponin dalam
sampel akar putri malu. Uji busa dilakukan dengan menambahkan 5 mL air
hangat kedalam tabung reaksi yang telah diisi 0,5 mg sampel, dikocok kuat-kuat
selama 15 menit, kemudian ditetesi dengan HCl 1 N dalam sampel. Hasil positif
ditunjukkan dengan timbulnya busa stabil (dengan tinggi 1-3 cm), yang
merupakan ciri khas senyawa saponin. Busa yang timbul disebabkan karena
senyawa saponin mengandung senyawa yang sebagian larut dalam air (hidrofilik)
dan senyawa yang larut dalam pelarut nonpolar (hidrofobik) sebagai surfaktan
yang dapat menurunkan tegangan permukaan.
Tinggi busa yang dihasilkan pada uji busa sampel akar putri malu adalah
1 cm, sehingga dapat diasumsikan bahwa secara kualitatif dalam akar putri malu
mengandung saponin. Begitu juga pada ekstrak saponin hasil isolasi juga
dilakukan uji saponin, dan timbul busa yang lebih banyak (tinggi busa sekitar 1,5
cm).
53
4.2.2 Uji Warna Liebermann- Burchard (LB)
Uji warna Liebermann- Burchard (LB) berguna untuk mengetahui adanya
senyawa saponin baik triterpenoid maupun steroid. Uji warna Liebermann-
Burchard (LB) dilakukan dengan cara melarutkan 0,5 mg sampel dalam 5 mL
klorofom, dengan cara dipanaskan 5 menit di atas pemangas air sambil dikocok-
kocok lalu didinginkan. Selanjutnya campuran ini ditetesi dengan larutan LB
(1 ml Asam Asetat anhidrat dan 1 tetes Asam Sulfat Pekat) melalui dinding
tabung tersebut. Apabila pada campuran timbul kecoklatan atau violet pada
perbatasan dua pelarut menunjukkan adanya triterpen, sedangkan munculnya
warna hijau kebiruan menunjukkan adanya sterol.
Hasil uji warna Liebermann- Burchard (LB) terhadap sampel adalah
terjadinya perubahan warna pada sampel yaitu terbentuknya cincin warna coklat
muda. Sedangkan hasil uji warna Liebermann- Burchard (LB) terhadap ekstrak
terjadinya perubahan warna pada sampel yaitu terbentuknya cincin warna coklat
tua. Sehingga dapat diasumsikan bahwa secara kualitatif dalam akar putri malu
mengandung saponin triterpenoid.
4.3 Ekstraksi Saponin
Ektraksi merupakan proses pengambilan komponen dari sampel dengan
menggunakan pelarut yang sesuai (Brian, 1989). Bahan analisis diperoleh dari
ekstraksi sampel dengan metode maserasi menggunakan metanol 90 % karena
proses ekstraksi akan berlangsung optimal dengan tersedianya waktu kontak yang
54
cukup lama antara sampel dan pelarutnya. Selain itu metode maserasi merupakan
metode yang murah dan mudah digunakan.
Metode maserasi mengacu pada penelitian Song, et.al. (2001) yang
menggunakan pelarut metanol 90 % yang mempunyai sifat polar, dimana saponin
juga bersifat polar hal ini ditunjukkan dari gugus C-H, OH dan glukosa, sehingga
akan mudah larut dalam pelarut metanol yang bersifat polar. Gugus polar
cenderung berinteraksi dengan pelarut polar. Hal ini sesuai dengan prinsip like
disolves like dimana senyawa polar cenderung larut dalam pelarut polar dan
senyawa nonpolar cenderung larut dalam pelarut nonpolar.
Maserasi dilakukan selama 24 jam dan diulang sebanyak tiga kali
tujuannya agar proses ekstraksi berlangsung optimal karena waktu kontak cukup
lama antara sampel dan pelarutnya. Kemudian ekstrak hasil maserasi diuapkan
pelarutnya menggunakan rotary evaporator vacuum tujuannya untuk memekatkan
ekstrak. Hasil dari pemekatan diperoleh ekstrak pekat berwarna coklat sebanyak
5 mL dengan endapan berwarna coklat tua dan berbau seperti jamu.
Ekstrak pekat ditambah dengan 35 mL akuades hingga terbentuk filtrat
dan residu, dimana residu berupa suspensi sedangkan filtrat berupa cairan, hal ini
dilakukan. Selanjutnya filtrat ditambah 30 mL dietil eter, dengan tujuan untuk
menghilangkan klorofil, lemak dan senyawa-senyawa lain yang masih terdapat
dalam ekstrak. Hasil ekstrak cair-cair dengan dietil ter menghasilkan dua lapisan
yatu lapisan atas (dietil ter dan pengotor) dan lapisan bawah (air dan saponin).
Lapisan air yang mengandung saponin diekstrak dengan 30 mL n-butanol untuk
mengisolasi saponin dari campurannya, karena saponin mudah larut dalam
55
n-butanol (yang bersifat semipolar). Ekstrak n-butanol berwarna kuning
kecoklatan dipekatkan dengan gas N2 untuk menguapkan pelarutnya. Dari proses
ekstraksi diperoleh ekstrak saponin dalam bentuk pasta berwarna coklat tua
dengan bau seperti jamu dan sangat menyengat. Ekstrak sampel dari akar putri
malu dengan berat 25 gram diperoleh ekstrak berupa pasta seberat 0,2513 gram,
kadar ekstrak kasar saponin dari proses ekstraksi diperoleh 1 % bb
. Ekstrak kasar
saponin diisolasi dengan metode KLT dan diuji efektivitas antimikroba terhadap
bakteri E. coli dan S. aureus.
4.4 Uji Efektivitas Antimikroba dengan Variasi Konsentrasi terhadap Bakteri E. coli dan S. aureus
Pengujian aktivitas antibakteri dalam penelitian ini menggunakan bakteri
gram positif dan negatif yaitu S. aureus dan E. coli, hal ini dilakukan untuk
mengetahui apakah ekstrak saponin dari akar putri malu dapat menghambat
terhadap dua jenis bakteri gram positif dan negatif karena ada kemungkinan
saponin yang merupakan zat kimia yang sebagian besar tersebar dalam tanaman
ini mampu menghambat sintesis dinding sel bakteri maupun merusak membran
plasma sel kuman gram positif maupun gram negatif, sehingga perlu diteliti
aktivitas senyawa tanin terhadap bakteri gram positif (S. aureus) maupun gram
negatif (E. coli), sebagai pembanding digunakan antibakteri sintetik penisilin dan
streptomosin untuk mengetahui perbedaan daya hambat terhadap ekstrak tanin.
Penisilin dan streptomosin merupakan salah satu antibiotik bersifat menghambat
sintesis dinding sel mikroba, yang sensitif terhadap kedua bakteri uji.
56
Tahap awal dalam uji bakteri adalah sterilisasi alat dan media dengan
menggunakan autoklaf yang telah diset pada suhu 121 0C dengan tekanan 15 psi
(per square inchi). Fungsi dari autoklaf adalah agar mikroorganisme yang ada
pada alat mati, sehingga tidak berpengaruh pada uji bakteri yang akan dilakukan.
Kemudian peremajaan biakan murni yang berfungsi untuk menjaga regenerasi
bakteri dan menghindari terjadinya perubahan karakter dari biakan murni bakteri.
Dalam peremajaan bakteri dilakukan secara aseptik agar tidak terkontaminasi
dengan mikroba lainnya. Biakan S. aureus dan E. coli diinkubasi selama 48 jam
pada suhu 37 0C.
Pengujian efektivitas antibakteri ekstrak kasar akar putri malu dilakukan
terhadap bakteri S. aureus (gram positif) dan E. coli (gram negatif) menggunakan
metode difusi cakram. Metode tersebut dilakukan dengan cara mengukur diameter
zona bening dikurangin diameter cakram. Adanya zona bening di sekitar cakram
menunjukkan aktivitas antibakteri. Diameter zona hambat yang diperoleh pada
ekstrak kemudian dibandingkan dengan zona hambat kontrol positif (penisilin dan
streptomisin) dan kontrol negatif (akuades).
Pada penelitian konsentrasi ekstrak yang digunakan yaitu 100, 200, 300,
400, 500, 600, 700 dan 800 mg/L sebagai rentang konsentrasi yang dianggap
mewakili. Hasil uji efektivitas antibakteri disajikan pada Gambar 4.1 dan 4.2.
57
Gambar 4.1 Grafik hasil uji antibakteri ekstrak terhadap bakteri S. aureus Pada media bakteri S. aureus dengan konsentrasi ekstrak kasar 100 ppm
menunjukkan diameter zona hambat sebesar 19 mm, konsentrasi 200 ppm
menunjukkan diameter zona hambat sebesar 24 mm. Diameter zona hambat
mengalami penurunan pada konsentrasi 300-500 ppm yaitu sebesar 18,3 ; 20 dan
7 mm. Pada konsentrasi 600-800 ppm diameter zona hambat juga terus
mengalami penurunan yaitu sebesar 14,3 ; 13,3 dan 11,7 mm. Berdasarkan
Tabel 4.1 dan Gambar 4.1 terlihat bahwa titik optimum berada pada konsentrasi
200 ppm yaitu 24 mm, sehingga pada konsentrasi 200 ppm sudah memiliki
kemampuannya optimum dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus.
Untuk bakteri E. coli, diameter zona hambat terus mengalami kenaikan
pada konsentrasi ekstrak 100-200 ppm yaitu sebesar 11; 18,7 mm, sedangkan
pada konsentrasi 300-400 ppm menunjukkan penurunan diameter zona hambat
yaitu sebesar 17 dan 11,7 mm, pada konsentrasi ekstrak 500-600 ppm
menunjukkan penurunan diameter zona hambat yaitu sebesar 16,3 dan 16 mm,
pada konsentrasi ekstrak 700-800 ppm menunjukkan penurunan yaitu sebesar 17,7
dan 14,7 mm.
58
Gambar 4.2 Grafik hasil uji antibakteri ekstrak terhadap bakteri E. coli Keterangan tersebut menunjukkan perbedaan besar kecilnya diameter pada
zona hambat. Pada konsenterasi tertentu menghasilkan diameter zona hambat
yang cukup besar, hal ini dikarenakan ekstrak akar putri malu memiliki
komponen-komponen yang berperan aktif sebagai antibakteri yang bekerja secara
sinergis. Sedangkan pada konsentrasi lainnya menghasilkan diameter zona hambat
yang kecil, hal ini dikarenakan komponen-komponen yang terdapat pada ekstrak
bekerja secara antagonis terhadap komponen yang berperan aktif sebagai
antibakteri, pada konsentrasi tertentu komponen ini bekerja lebih dominan
dibandingkan komponen lainnya, sehingga mengurangi besar zona hambat.
Tabel 4.1 Besar zona hambat ekstrak kasar putri malu dengan variasi konsentrasi terhadap bakteri S. aureus dan E. coli
Konsentrasi Ekstrak
Zona Hambat (mm) S aureus rata-
rata E coli rata-rata
100 ppm 18 19 20 19 11 11 11 11 200 ppm 24 24 24 24 19 18 19 18.67 300 ppm 19 19 17 18.33 18 16 17 17 400 ppm 19 20 21 20 13 11 11 11.67 500 ppm 7 7 7 7 17 16 16 16.33 600 ppm 14 14 15 14.33 14 16 18 16 700 ppm 13 13 14 13.33 17 17 19 17.67 800 ppm 9 14 12 11.67 14 15 15 14.67
Kontrol Positif - - - - 23 24 23 23.33
59
Penisilin Kontrol Positif Streptomisin 22 23 23 22.67 - - - -
Kontrol Negatif Akuades
0 0 0 0 0 0 0 0
Diameter zona hambat penisilin dengan konsentrasi 25 mg/mL sebesar
23,33 mm, sedangkan diameter zona hambat streptomisin dengan konsentrasi
6,25 g/mL sebesar 22,67 mm. Apabila ekstrak dibandingkan dengan control
positif, diameter zona hambat ekstrak lebih kecil dibandingkan dengan zona
hambat kontrol positif, ekstrak akar putri malu tetap dianggap berpotensi sebagai
antibakteri karena pada hasil penelitian (Tabel 4.1) menunjukkan adanya zona
hambat mulai dari konsentrasi ekstrak 100-800 mg/mL. Zona hambat ditunjukkan
oleh adanya daerah bening di sekitar cakram yang dikarenakan pada daerah
tersebut tidak ditumbuhi bakteri.
4.5 KLT (Kromatografi Lapis Tipis)
4.5.1 KLT Analitik
Pendugaan secara kualitatif senyawa saponin pada akar putri malu
dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). KLT merupakan
metode pemisahan senyawa kimia dengan menggunakan fase diam dan fase gerak.
Pemisahan saponin dari ekstrak kasar dilakukan menggunakan plat silika gel
dengan eluen klorofom:metanol:akuades dengan variasi konsentrasi (13:4:1),
(65:50:10), (20:60:4), (20:60:10). Kromatogram diamati dengan lampu UV pada
256 nm dan 366 nm. Penggunaan variasi konsentrasi eluen pada pemisahan
60
KLT analitik ini untuk mencari eluen terbaik dan dapat memisahkan senyawa
saponin yang terkandung dalam akar putri malu.
Gambar 4.3 Hasil KLT analitik a, tanpa sinar UV b,dengan sinar UV 366 nm c, dengan sinar UV 254 nm
Tabel 4.2 Hasil KLT analitik ekstrak akar putri malu dengan eluen kloroform; metanol; akuades
No. Eluen klorofom :
methanol : akuades
Nilai Rf
Tanpa sinar UV UV 254 UV 366
1 13:4:1 0,837
-
-
0,837 -
0,975
0,837 0,862
-
2 65:50:10 0.85
-
-
-
0,9 -
0,85 0,9
0,987
3 20:60:4 -
0,75 -
0,162 0,75
-
-
-
0,812
4 20:60:10 0,875 -
0,875 0,975
-
0,975
a b
c
61
Dari Tabel 4.2 dan Gambar 4.3 menjelaskan bahwa pada konsentrasi
(13:4:1) tanpa sinar UV menghasilkan 1 noda dengan Rf = 0,837, pada 254
menghasilkan 2 noda dengan Rf = 0.837 dan 0,975, pada 366 menghasilkan 2
noda dengan Rf = 0.837 dan 0,862. Pada konsentrasi (65:50:10) tanpa sinar UV
menghasilkan 1 noda dengan Rf = 0,85, pada 254 menghasilkan 1 noda dengan Rf
0,9 sedangkan pada 366 menghasilkan 3 noda dengan Rf = 0,85 ; 0,9 dan 0,987.
Pada konsentrasi (20:60:4) tanpa sinar UV menghasilkan 1 noda dengan Rf =
0,75, pada 254 menghasilkan 2 noda dengan Rf = 0,126 dan Rf = 0,75, pada 366
menghasilkan 1 noda dengan Rf = 0,812. Pada konsentrasi (20:60:10) tanpa sinar
UV menghasilkan 1 noda dengan Rf =, pada 254 menghasilkan 2 noda dengan Rf
= 0,875dan 0,975, pada 366 menghasilkan 1 noda dengan Rf = 0,975.
Sehingga dapat dipastikan pada eluen klorofom:metanol:akuades dengan
konsentrasi (20:60:4) adalah eluen terbaik untuk memisahkan saponin triterpenoid
pada ekstrak kasar akar putri malu jika dibandingkan dengan konsentrasi lainnya.
Dimana pada konsentrasi (20:60:4) komposisi komponennya sesuai dengan
kepolaran eluen, yang memisahkan komponen-komponen terdapat dalam ekstrak
kasar akar putri malu terlihat terpisah dengan baik, sehingga eluen pada
konsentrasi (20:60:4) dapat digunakan sebagai eluen untuk KLT Preparatif.
4.5.2 KLT Preparatif
Hasil pemisahan kromatografi lapis tipis prepararif hampir sama dengan
KLT kualitatif, perbedaannya hanya pada kuantitas ekstrak yang digunakan. Pada
KLT prepararif digunakan plat KLT silika gel dengan ukuran 10 x 20 cm, serta
62
pada KLTP digunakan eluen terbaik KLTA yaitu klorofom:metanol:akuades
(20:60:4).
Gambar 4.3 Hasil KLT analitik a, tanpa sinar UV b,dengan sinar UV 366 nm c, dengan sinar UV 254 nm
Menurut penelitian Wagner (1984), menganalisa saponin triterpenoid pada
akar gingseng dengan eluen klorofom:metanol:akuades dengan konsentrasi
(20:60:4) dihasilkan 10 noda dengan Rf antar 0,35-0,75. Hasil penelitian KLTP
dengan eluen klorofom:metanol:akuades konsentrasi (20:60:4) menghasilkan 3
noda yaitu isolat I Rf = 0,162; isolat II Rf = 0,75; isolat III Rf =0,812, sehingga
dapat dipastikan isolat II merupakan saponin triterpenoid.
Gambar diatas menunjukkan 3 jenis senyawa dalam ekstrak akar putri malu. Dimana isolat I adalah sebesar 20 % ( bb ) dari ekstrak; isolat II adalah
sebesar 43 % ( bb ) dari ekstrak; Dimana isolat III adalah sebesar 26,7 % ( bb )
dari ekstrak (lampiran 2).
a b
c
63
4.6 Uji Efektivitas Antimikroba terhadap Bakteri E. coli dan S. aureus
Uji efektivitas antibakteri pada hasil isolat KLT preparatif ini sama seperti
uji antibakteri pada ekstrak kasar akar putri malu. Hanya saja pada uji antibakteri
ini yang digunakan adalah isolat hasil KLT preparatif dengan konsentrasi
optimum pada konsentrasi ekstrak 200 mg/L.
Isolat I dan II efektif berperan sebagai anti bakteri. Hal ini terlihat dari
zona hambat, untuk E. coli isolat I = 5,32 mm dan isolat II = 2,20 mm, untuk
S. aureus isolat I = 1,32 mm dan isolat II = 0,38 mm, sedangkan pada isolat III
tidak efektif sebagai antibakteri, hal ini terlihat pada sekitar cakram tidak
memiliki zona hambat. Zona hambat ekstrak mempunyai zona hambat yang relatif
lebih besar dibanding dengan zona hambat isolat. Hal ini dapat diasumsikan
mekanisme kerja sebagai antibakteri pada ekstrak adalah bersifat sinergis.
Komponen-komponen yang memiliki potensi sebagai antibakteri saling
menguatkan. Jika salah satu komponen (isolat I dan isolat II) pada akar putri malu
dipisahkan maka akan mengurangi potensinya sebagai antibakteri. Hal ini
ditunjukkan pada hasil KLTP, zona hambat isolat I dan II mempunyai zona
hambat yang lebih kecil dari zona hambat yang terdapat pada ekstrak, artinya
senyawa yang terdapat dalam isolat tersebutlah yang bersifat sebagai antibakteri.
Pada isolat III tidak menunjukkan adanya zona hambat disekitar cakram. Pada
konsentrasi tertentu kecendrungan senyawa isolat III yang terdapat dalam ekstrak
akan mempengaruhi daya hambat antibakteri (isolat III bersifat antagonis)
terhadap senyawa-senyawa antibakteri yang terdapat dalam ekstrak sehingga akan
mengurangi aktivitas antibakteri pada ekstrak tersebut (Grafik 4.1 dan 4,2).
64
4.7 Mekanisme Kerja Senyawa Saponin terhadap Pertumbuhan Bakteri
Senyawa saponin termasuk senyawa polifenol, yangmana senyawa ini
dapat menghambat bakteri dengan cara merusak membran sitoplasma pada bakteri
yang tersusun oleh 60 % protein dan 40 % lipid yang umumnya berupa fosfolipid.
Senyawa saponin merusak membran sitoplasma yang menyebabkan bocornya
metabolit yang menginaktifkan sistem enzim bakteri. Kerusakan pada membran
sitoplasma dapat mencegah masuknya bahan-bahan makanan atau nutrisi yang
diperlukan bakteri untuk menghasilkan energi akibatnya bakteri akan mengalami
hambatan pertumbuhan dan bahkan kematian.
Setiap sel bakteri dikelilingi membran sitoplasma yang tersusun dominan
oleh ergesterol yang bersifat permeabel selektif. Selain itu, fosfolipid juga
merupakan senyawa yang penting dalam pembentukan membran sitoplasma
bakteri. Pada perusakan membran sitoplasma, senyawa saponin (polifenol)
melepaskan ion H+ yang selanjutnya menyerang gugus hidrofilik (gugus hidroksi
dan fosfat) pada permukaan membran sel, mengakibatkan gugus hidroksi pada
molekul ergesterol berikatan dengan hidrogen terputus, sehingga membran sel
tidak mampu menahan tekanan dari dalam, akibatnya sitoplasma dalam sel akan
menembus keluar. Selain itu, pada molekul fosfolipid ion H+ dari senyawa
saponin akan menyerang gugus polar (gugus fosfat) sehingga molekul fosfolipid
akan terurai menjadi gliserol, asam karboksilat, dan asam fosfat. Hal ini
mengakibatkan fosfolipid tidak mampu mempertahankan bentuk membran
sitoplasma akibatnya membran sitoplasma akan bocor sehingga zat-zat untuk
metabolisme sel bakteri akan terbuang keluar dan bakteri akan mati.
65
Gambar 4.8 Mekanisme perusakan senyawa fosfolipid pada membran sel bakteri
4.8 Perspektif Islam terhadap Tumbuhan Putri Malu.
Penelitian ini diperoleh hasil bahwa akar putri malu memiliki senyawa
saponin yang berpotensi sebagai antibakteri, hal ini membuktikan bahwasanya
semua ciptaan Allah di langit dan di bumi tidak ada yang sia-sia. Sebagaimana
yang tercantum dalam QS. Al-Syuara (26) ayat 7 yang berbunyi;
s9 ur& (# t t n< ) F{ $# /x. $o G u;/ r& $p e . 8l y A x. Artinya : Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya
kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik? (QS. asy Syuaraa (26) :7)
Berdasarkan ayat diatas menunjukkan bahwasannya tumbuhan yang baik
adalah tumbuhan yang bermanfaat sebagai makhluk hidup, termasuk putri malu
yang bermanfaat sebagai obat antibakteri. Senyawa yang berperan sebagai
antibakteri yaitu saponin. Hal ini dibuktikan pada hasil penelitian secara kualitatif
Fosfolipid
Saponin Triterpenoid
Saponin Triterpenol
Asam karboksilat Asam lemak Asam fosfat
66
bahwasanya di dalam akar putri malu terdapat senyawa saponin yang berpotensi
sebagai antibakteri.
u F{ $# u $ yt y t $us) 9 r& u $y z u u $ uFu; / r& u $p e . & x 5 $ u=y y_ u /3s9 $ p | y t tu 9 s9 t%t /
Artinya: Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezki kepadanya. (QS. al- Hirj: 19-20)
Segala sesuatu yang diciptakan Allah diberikan kepada manusia dengan
ukuran-ukuran tertentu sesuai dengan kebutuhan hidup. Seperti halnya akar putri
malu mempunyai senyawa saponin 1 %, jika kandungan saponin pada akar putri
malu melebihi 1 % maka dapat merusak sel darah merah dan bersifat racun bagi
manusia. Melalui penelitian ini juga dapat membuktikan kekuasaan dan kebenaran
firman-firman Allah dalam surat an Naml (27) ayat 93 :
% u pt :$# ! /3 y Gt# u $pt tG s 4 $tu y7/ u @t / $ t t =y s? Artinya : Dan Katakanlah: "Segala puji bagi Allah, dia akan memperlihatkan
kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya, Maka kamu akan mengetahuinya. dan Tuhanmu tiada lalai dari apa yang ka