79
1 ISOLASI DAN UJI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI SENYAWA SAPONIN DARI AKAR PUTRI MALU (Mimosa pudica) SKRIPSI Oleh : ARA MIKO JAYA NIM : 04530001 JURUSAN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2010

Isolasi Dan Uji Efektivitas Antibakteri

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lll

Citation preview

  • 1

    ISOLASI DAN UJI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI SENYAWA SAPONIN DARI AKAR PUTRI MALU (Mimosa pudica)

    SKRIPSI

    Oleh : ARA MIKO JAYA

    NIM : 04530001

    JURUSAN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

    2010

  • 2

    ISOLASI DAN UJI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI SENYAWA SAPONIN DARI AKAR PUTRI MALU (Mimosa pudica)

    SKRIPSI

    Diajukan Kepada: Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang

    Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)

    Oleh:

    ARA MIKO JAYA NIM: 04530001

    JURUSAN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

    2010

  • 3

    SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS PENELITIAN

    Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Ara Miko Jaya

    NIM : 04530001 Fakultas / Jurusan : Sains dan Teknologi Judul Penelitian : ISOLASI DAN UJI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI

    SENYAWA SAPONIN DARI AKAR PUTRI MALU (Mimosa pudica)

    Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa hasil penelitian saya ini

    tidak terdapat unsur-unsur penjiplakan karya penelitian orang lain atau karya ilmiah yang pernah dilakukan atau dibuat oleh orang lain, kecuali yang secara

    tertulis dikutip dalam naskah dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

    Apabila ternyata hasil penelitan ini terbukti terdapat unsur-unsur jiplakan, maka saya bersedia untuk mempertanggung jawabkan, serta diproses sesuai peraturan yang berlaku.

    Malang, 3 Agustus 2010

    Yang Membuat Pernyataan,

    Ara Miko Jaya

    NIM. 04530001

  • 4

    Lembar Persetujuan

    ISOLASI DAN UJI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI SENYAWA AMTIBAKTERI DARI AKAR PUTRI MALU (Mimosa pudica)

    SKRIPSI

    Oleh : ARA MIKO JAYA

    NIM. 04530001

    Telah disetujui oleh:

    Pembimbing I

    Diana Candra Dewi, M. Si NIP. 197707202003122001

    Konsultan

    Dr. Munirul Abidin, M. Ag NIP.197204202002120003

    Malang, 19 April 2010

    Mengetahui,

    Ketua Jurusan Kimia

    Diana Candra Dewi, M. Si NIP. 197707202003122001

  • 5

    ISOLASI DAN UJI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI SENYAWA SAPONIN DARI AKAR PUTRI MALU (Mimosa pudica)

    SKRIPSI

    Oleh: ARA MIKO JAYA

    NIM. 04530001

    Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi dan Dinyatakan Diterima Sebagai Salah Satu

    Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S. Si)

    Tanggal, 22 Juli 2010

    Susunan Dewan Penguji : Tanda Tangan

    1. Penguji Utama : Rini Nafsiati Astuti, M.Pd NIP. 197505312003122003

    ( ................................. )

    2. Ketua Penguji : Elok Kamilah Hayati, M. Si NIP. 197906202006042002

    ( ................................. )

    3. Sekr. Penguji : Diana Candra Dewi, M. Si NIP. 197707202003122001

    ( ................................. )

    4. Anggota Penguji : Dr. Munirul Abidin, M.Ag NIP. 197204202002120003

    ( ................................. )

    Mengetahui dan Mengesahkan Ketua Jurusan Kimia

    Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang

    Diana Candra Dewi, M.Si. NIP. 197707202003122001

  • 6

    MOTTO

    Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih kepadaNya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Maha

    Perkasa lagi Maha Bijaksana.

  • 7

    ABSTRAK

    Ara Miko jaya, 2010, Isolasi dan Uji Efektivitas Antibakteri Senyawa Saponin dari Akar Putri Malu (Mimosa pudica), Pembimbing I: Diana Candra Dewi, M.Si, Pembimbing II: Dr. Munirul Abidin, M.Ag.,

    Kata Kunci : Akar putri malu, antibakteri, S. aureus, E. coli, KLT preparatif dan KLT Analitik.

    Akar putri malu mengandung golongan senyawa alkaloid, flavonoid dan terpenoid. Golongan senyawa-senyawa ini sering dipergunakan sebagai bahan dasar obat moderen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak kasar senyawa saponin dari akar putri malu dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli, mengetahui eluen yang terbaik untuk pemisahan ekstrak kasar saponin dari akar putri malu menggunakan KLT analitik, mengetahui aktivitas isolat saponin hasil KLT preparatif dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli.

    Pada penelitian ini ekstraksi senyawa aktif dalam akar putri malu dilakukan dengan metode maserasi dengan pelarut methanol 90 %. Pemisahan senyawa aktif dilakukan dengan metode KLT. Eluen yang digunakan adalah klorofom;metanol;air dengan variasi konsentrasi (13:4:1), (65;50:10), (20:60:4), (20:60:10). Uji antibakteri dilakukan dengan metode difusi cakram terhadap bakteri S. aureus dan E. coli. Identifikasi senyawa saponin triterpenoid menggunakan uji busa dan uji warna Liebermann-Burchard (LB).

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak akar putri malu berpotensi sebagai antibakteri karena ekstrak kasar akar putri malu mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus. Pada konsentrasi optimum 200 ppm zona hambat yang dihasilkan adalah 24,6 mm untuk S.aureus dan 19,1 mm untuk E. coli. Eluen terbaik untuk memisahkan saponin triterpenoid pada ekstrak akar putri malu adalah klorofom;metanol;air dengan konsentrasi (20:60:4) dengan 3 noda yang terlihat terpisah yaitu pada Rf berturut-turut 0,125; 0,75 ; 0,812. Mekanisme kerja ekstrak akar putri malu sebagai antibakteri adalah sinergis Hal ini terlihat dari zona hambat, untuk E. coli isoat I = 5,32 mm dan isolat II =2,20 mm, untuk S. aureus isolat I = 1,32 mm dan isolat II = 0,38 mm, sedangkan pada isolat III tidak efektif sebagai anti bakteri.

  • 8

    ABSTRACK

    Ara Miko Jaya, 2010. Isolation and Antibacterial Efectivity of Saponin Compound of Putri Malu (Mimosa pudica) Root. The first andvisor: Diana Candra Dewi, M.Si, second advisor : Dr. Munirul Abidin, M.Ag.

    Key words : Putri malu root, antibactrial, S. aureus, E. coli, TLC.

    Putri malu root has apart of alkaloid, flavonoid and terpenoid. This compounds are oftebly used moderen medicine. The aim of this research is know the efectivity of saponin compound from putri malu root to inhibit development bacteria S. aureus and E. Coli, to know the best eluen to separate saponin crude ekstract from putri malu root used analytic TLC, and to know the resih of efectivity preparatife isolate saponin TLC to inhibit bacteria S. aureus and E. coli development.

    In this research the active compound ekstract from putri malu root using maserasi methode with metanol 90 %. The methode used in separation of active compoune is TLC methode. The eluen which is used klorofom ; methanol ; water with variation of consentration (13:4:1), (65;50:10), (20:60:4), (20:60:10). The method that used in antibacteria test is disk diffusion to S. aureus and E. coli bacteria. The identify ecation of triterpenoid saponin compound is using foam and liberman-burchard (LB) test.

    The result of this research shown that the ekstract of putri malu root are potential as antibacteria. The ekstract of putri malu root can inhibit the growth of S. aureus and E. coli bacteria. In optimum consentration 200 ppm the result of inhibition zone is 24,6 mm for S. aureus and 19,1 mm to E. Coli. The best eluen for triterpenoid saponin from putri malu root is klorofom;methanol;water in (20:60:4) consentration that stain three appear srad with Rf 0,812;0,75;0,125. The antibacteria inhibition mekanism of putri malu root are synergy. It is appear from inhibition zone, E. Coli isolate I =1,32 mm and isolate II = 0,38 mm, in other hand isolate III is not effective as antibacterial

  • 9

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan

    kemudahan yang selalu diberikan kepada penulis, sehingga skripsi ini dengan

    judul Isolasi dan Uji Efektivitas Antibakteri Senyawa Saponin Dari Akar

    Putri Malu (Mimosa Pudica) dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk

    mencapai gelar Sarjana Sains.

    Shalawat dan salam semoga selalau tercurahkan kepada manusia pilihan,

    dan panutan yang baik dalam segala hal dalam menjalani kehidupan yaitu Nabi

    kita Muhammad SAW, yang telah membimbing kita menuju sebuah cahaya

    kebenaran yakni agama Islam serta yang kita harapkan syafaatnya di hari akhir

    nanti. Amin.

    Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak

    yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, terutama

    kepada:

    1. Prof. Dr. H. Imam Suprayogo selaku Rektor UIN Malang beserta stafnya,

    terima kasih atas fasilitas yang diberikan selama kuliah di UIN Malang.

    2. Prof. Drs. Sutiman Bambang Sumitro, S.U., D.Sc., selaku Dekan Fakultas

    Sains dan Teknologi UIN Malang.

    3. Diana Candra Dewi, M.Si., selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Sains dan

    Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dan

  • 10

    dosen pembimbing metpen serta dosen pembimbing utama yang telah banyak

    memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

    4. Dr. Munirul Abidin, M.Ag., selaku pembimbing integrasi sains dan Islam yang

    telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi

    ini.

    5. Rini Nafsiati, M.Pd, dan Elok Kamilah Hayati, M.Si., selaku penguji yang

    banyak memberikan masukan demi sempurnanya isi skripsi ini.

    6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi yang telah

    banyak mengamalkan ilmunya.

    7. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis demi terselesainya skripsi

    ini.

    Akhir kata dengan jujur penulis mengakui bahwa skripsi ini masih jauh

    dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat

    penulis harapkan demi lebih sempurnanya skripsi ini. Penulis berharap semoga

    skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca

    pada umumnya dan semoga penulisan skripsi ini mendapatkan ridho dari Allah

    SWT. Amiin.

    Malang, 2 Agustus 2010

    Penulis

  • 11

    DAFTAR ISI

    Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR ..................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................. iv DAFTAR TABEL ......................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vii ABSTRAK ................................................................................................... viii

    BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitan ......................................................................................... 5 1.4 Batasan Masalah ......................................................................................... 5 1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 6

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Putri Malu ................................................................................................... 7 2.2 Terpenoid.................................................................................................... 9 2.3 Saponin ..................................................................................................... 11 2.4 Tinjauan Umum Staphylococcus aureus dan Escherichia coli ................... 14 2.4.1 Bakteri Staphylococcus aureus ............................................................... 14 2.4.2 Bakteri Escherichia coli .......................................................................... 16 2.5 Ekstraksi Saponin dengan Metode Maserasi .............................................. 17 2.6 Isolasi Saponin dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) .......................... 19 2.7 Uji Efektifitas Saponin sebagai Antibakteri ............................................... 22 2.8 Tumbuhan Obat dalam Pandangan Islam .................................................. 24

    BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 30 3.2 Alat dan Bahan Penelitian ......................................................................... 30 3.2.1 Alat Penelitian ....................................................................................... 30 3.2.2 Bahan Penelitian .................................................................................... 30 3.3 Rancangan Penelitian ................................................................................ 31 3.4 Metode Penelitian ..................................................................................... 31 3.4.1 Preparasi Sampel ................................................................................... 31 3.4.2 Uji Pendahuluan .................................................................................... 32 3.4.2.1 Uji Busa ............................................................................................. 32 3.4.2.2 Uji Warna Liebermann- burchard (LB) .............................................. 32 3.4.3 Ekstraksi Saponin .................................................................................. 32 3.4.4 Uji Efektivitas Antibakteri ..................................................................... 33 3.4.4.1 . Sterilisasi Alat dan Bahan .................................................................. 33

  • 12

    3.4.4.2 . Pembuatan Media ............................................................................... 33 3.4.4.3 . Peremajaan Biakan Murni S. aureus dan E. coli ................................. 34 3.4.4.4 . Pembuatan Larutan Bakteri S. aureus dan E. coli ............................... 34 3.4.4.5 . Uji Aktifitas Antibakteri ..................................................................... 34 3.4.5 Pemisahan Senyawa Isolat dengan KLT ................................................. 35 3.4.6.1 KLT Analitik ..................................................................................... 35 3.4.6.2 KLT Preparatif ................................................................................... 35 3.4.6 Uji Antibakteri Senyawa Saponin Hasil Isolasi KLT .............................. 36

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Preparasi Sampel....................................................................................... 37 4.2 Uji Prndahuluan ........................................................................................ 38 4.2.1 Uji Busa ................................................................................................. 38 4.2.2 Uji Warna Liebermann-burchard (LB) ................................................... 39 4.3 Ekstraksi Saponin ..................................................................................... 39 4.4 Uji Efektivitas Antimikroba Terhadap Bakteri E. coli dan S. aureus .......... 41 4.5 KLT (kromatografi Lapis Tipis) ................................................................ 45 4.5.1 KLT Analitik ......................................................................................... 45 4.5.2 KLT Preparatif ....................................................................................... 47 4.6 Uji Efektivitas Antimikroba Terhadap Bakteri E. coli dan S. aureus .......... 49 4.7 Mekanisme Kerja Saponin Terhadap Pertumbuhan Bakteri ....................... 50 4.8 Perspetif Islam Terhadap Tumbuhan Putri Malu........................................ 51

    BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 54 5.2 Saran ......................................................................................................... 54

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 55 LAMPIRAN .................................................................................................. 58

  • 13

    DAFTAR TABEL

    Halaman Tabel 2.1 Perbedaan Relatif Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif ................. 17 Tabel 2.2 Ukuran Daerah dan Interpretasi untuk Kemoterapeutik ....................... 25 Tabel 4.1 Zona Hambat Kontrol Positif dan Kontrol Negatif .............................. 44 Tabel 4.2 Rf KLT Analitik ................................................................................. 46

  • 14

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman Gambar 2.1. Tumbuhan Putri Malu (Mimosa pudica L.) ...................................... 7 Gambar 2.2. Struktur Senyawa Terpenoid ......................................................... 10 Gambar 2.3. Struktur Saponin Steroid dan Saponin Triterpenoid ........................ 11 Gambar 2.4. Bakteri Staphylococcus aureus ....................................................... 14 Gambar 2.5. Bakteri Escherichia coli ................................................................. 16 Gambar 2.6. Struktur Saponin Triterpenoid Aralia elata ................................... 19 Gambar 2.7. Menunjukkan Lempengan Setalah Pelarut Bergerak Setengah dari

    Lempengan. ................................................................................... 20 Gambar 2.8. Pengukuran pada Lempengan ........................................................ 21 Gambar 4.1. Grafik Hasil Uji Antibakteri Ekstrak terhadap S. aureus ................ 43 Gambar 4.2. Grafik Hasil Uji Antibakteri Ekstrak terhadap E. coli ..................... 44 Gambar 4.3. Hasil KLT Analitik a, Tanpa Sinar; b, dengan sinar UV 366 nm ;

    dengan sinar UV 254 nm ............................................................. 48 Gambar 4.4. Hasil KLT Preparatif ; a, Tanpa Sinar; b, dengan sinar UV 366

    nm ; dengan sinar UV 254 nm...................................................... 48 Gambar 4.5. Mekanisme Perusakan Senyawa Fospolifpi pada Membran Sel

    Bakteri ........................................................................................... 51

  • 15

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Sebagai manusia yang dikaruniai akal, manusia diperintahkan untuk selalu

    berpikir dan mencari sesuatu yang belum kita ketahui manfaat dan bahayanya,

    baik itu benda mati maupun makhluk hidup seperti hewan dan tumbuhan. Allah

    SWT menciptakan semuanya supaya kita berpikir kepada-Nya, seperti yang

    dijelaskan di dalam firmanNya surat ar Rad (13) ayat 4:

    u F{ $# s% Nuyf tG My_ u i 5=ur& yu wu # u xu 5# u 4 s+ & !$y/ 7nu e x u $p| t/ 4n? t

  • 16

    malu dapat dimanfaatkan sebagai tumbuhan herbal yang bermanfaat bagi

    kesehatan.

    Khasiat dari tumbuhan putri malu diantaranya adalah untuk obat

    antiinfeksi saluran pernapasan, herpes, infeksi kulit, diare, asma, pembengkakan

    karena luka bahkan insomania. Kurang pedulinya Masyarakat akan putri malu,

    mungkin disebabkan karena sampai sekarang, tumbuhan ini tumbuh liar dan

    memang, penggunaannya kurang populer. Padahal, karena tumbuh di berbagai

    tempat tumbuhan itu berarti memenuhi persyaratan untuk diteliti lebih intensif

    (Faridah, 2007).

    Selama ini, penggunaan putri malu sebagai obat tradisional memang hanya

    berdasarkan pengalaman yang diwariskan secara turun temurun. Sehingga perlu

    dilakukan uji khasiat dan uji keamanan, untuk memberikan dukungan ilmiah pada

    pemakaiannya. Jika memang terbukti berkasiat, maka penemuan ini sangat

    bermanfaat, mengingat hingga saat ini jumlah Putri Malu di Indonesia relatif

    tinggi. Seluruh bagian tumbuhan Putri Malu dapat dimanfaatkan sebagai obat,

    yakni dari akar, batang daun hingga keseluruhan bagian tumbuhan, baik dalam

    keadaan segar atau kering (Faridah, 2007).

    Akar Putri Malu diduga mengandung golongan senyawa alkaloid,

    flavonoid dan terpenoid. Golongan senyawa-senyawa ini sering dipergunakan

    sebagai bahan dasar obat-obatan antibakteri moderen. Sebagai contoh, senyawa

    terpenoid asetoksicavikol asetat, merupakan senyawa yang bersifat antitumor dari

    tumbuhan lengkuas. Senyawa artemisin bersifat antimalaria dari tumbuhan

  • 17

    Artemisia annua, Senyawa ini merupakan jenis seskuiterpen dari golongan

    terpenoid (Faridah, 2007).

    Saponin adalah glikosida yaitu metabolit sekunder yang banyak terdapat di

    alam, terdiri dari gugus gula yang berikatan dengan aglikon atau sapogenin.

    Larutan saponin yang sangat encer sangat beracun untuk ikan, tumbuhan yang

    mengandung saponin telah digunakan sebagai racun ikan selama beratus-ratus

    tahun (Robinson, 1995). Busa yang ditimbulkan saponin karena adanya kombinasi

    struktur senyawa penyusunnya yaitu rantai sapogenin nonpolar dan rantai samping

    polar yang larut dalam air. Saponin mempunyai rasa pahit, dapat mengadsorbsi Ca

    dan Si dan membawanya dalam saluran pencernaan. Sebagian besar berupa

    glikosida yang dapat mengikat satu (monodesmosida), dua (bidesmosida) atau tiga

    (tridesmosida) rantai glukosa dan aglikonnya yang mengikat gugus fungsi OH,

    COOH dan CH.

    Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengisolasi dan

    mengidentifikasi senyawa dari fraksi etil asetat herba Putri Malu (M. pudica L).

    Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70 %

    dan dilanjutkan fraksinasi menggunakan pelarut n-heksana dan etil asetat. Fraksi

    etil asetat dikromatografi kolom berulang dan dikromatografi lapis tipis preparatif,

    dengan fasa gerak n-heksana etil asetat dengan perbandingan yang bervariasi,

    hasil penapisan fitokimia dari fraksi etil asetat menunjukkan adanya senyawa

    golongan flavonoid, tanin, polifenol, monoterpenoid, seskuiterpenoid, steroid dan

    kuinon (Suwariany, 2006). Penelitian ini akan mengkaji tentang tumbuhan putri

    malu yang berpotensi sebagai tanaman obat melalui pendekatan uji antibakteri.

  • 18

    Salah satu cara untuk melemahkan bakteri adalah dengan pemberian

    senyawa antibakteri. Antibakteri adalah agen kimia yang mampu menginaktivasi

    bakteri. Inaktivasi bakteri dapat berupa penghambatan pertumbuhan bakteri

    (bakteriostatik) atau bahkan bersifat membunuh bakteri (bakterisid) (Brock, dkk.,

    1994). Uji antibakteri dapat dilakukan untuk mengetahui sejauh mana aktivitas

    suatu bakteri terhadap antibakteri. Menurut Brock and Madigan (1994) terdapat

    3 metode yang umum digunakan dalam uji antibakteri, yaitu metode dilusi kaldu,

    metode dilusi agar, dan metode difusi cakram.

    Bakteri E. coli dan S. aureus memiliki komposisi dinding sel yang

    berbeda. Dinding sel S. aureus yang merupakan kelompok bakteri gram positif

    memiliki struktur yang mempunyai banyak peptidoglikan dan relatif sedikit lipid

    sedangkan E. coli merupakan kelompok bakteri gram negatif yang relatif lebih

    banyak mengandung lipid (Hugo dan Russell, 1998). Menurut penelitian Faradisa

    (2008) bahwa ekstrak kasar senyawa saponin dari batang tumbuhan blimbing

    wuluh (Aveehoa bilimbi) memiliki aktifitas antibakteri terhadap S. aureus dan

    bakteri E. coli.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dapat

    diambil adalah :

    1. Bagaimana efektivitas ekstrak kasar senyawa saponin dari akar Putri Malu

    dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli?

  • 19

    2. Eluen apakah yang terbaik untuk pemisahan ekstrak saponin dari akar putri

    malu menggunakan KLT analitik?

    3. Bagaimana aktivitas isolat saponin hasil KLT preparatif dalam menghambat

    pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk :

    1. Mengetahui efektivitas ekstrak kasar senyawa saponin dari akar putri malu

    dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli.

    2. Mengetahui eluen yang terbaik untuk pemisahan ekstrak kasar saponin dari

    akar putri malu menggunakan KLT analitik.

    3. Mengetahui aktivitas isolat saponin hasil KLT preparatif dalam menghambat

    pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli.`

    1.4 Batasan Masalah

    Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah:

    1. Tumbuhan yang digunakan adalah tumbuhan putri malu dari daerah sekitar

    hulu sungai Metro, Joyosuko Lowokwaru Malang.

    2. Isolasi senyawa saponin dengan metode maserasi menggunakan pelarut

    metanol, dilanjutkan ekstrasi dietil eter dan n-Butanol kemudian dengan

    metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

    3. Uji efektivitas antibakteri pada senyawa hasil isolasi saponin menggunakan

    metode difusi cakram.

  • 20

    4. Eluen yang digunakan adalah klorofom;metanol;air dengan variasi kosentrasi

    (13:4:1), (65;50:10), (20:60:4), (20:60:10).

    1.5 Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian ini diharapkan :

    1. Senyawa antibakteri yang didapat, diharapkan nantinya dikembangkan lebih

    lanjut sehingga bermanfaat untuk menanggulangi penyakit yang disebabkan

    oleh E. coli dan S. aureus.

    2. Memberikan informasi kepada masyarakat umum tentang manfaat tumbuhan

    putri malu yang mempunyai potensi sebagai penghasil senyawa saponin,

    sehingga tumbuhan putri malu tidak dianggap hama bagi masyarakat umum.

  • 21

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Putri Malu

    Gambar 2.1. Tumbuhan putri malu (Mimosa pudica) (Jayani, 2007)

    Taksonomi tumbuhan putri malu adalah sebagai berikut (Jayani,2007):

    Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae

    Classis : Dicotyledonae Ordo : Rosales

    Familia : Mimosaceae Genus : Mimosa

    Spesies : Mimosa pudica L.

    Sifat dan kasiat putri malu yang selama ini telah digunakan adalah:

    Rasanya manis, agak dingin, astrigen. Herba putri malu berkhasiat sebagai

    penenang, peluruh dahak (ekspektoran), peluruh kencing (diuretik), obat batuk

    (antitusif), pereda demam (antipiretik), dan antiradang. Akar dan biji putri malu

    dapat berkhasiat sebagai perangsang muntah (Jayani, 2007).

    Putri malu memiliki nama latin Mimosa pudica, berasal dari benua

    Amerika yang beriklim tropis pada ketinggian 1-1200 m di atas permukaan laut.

  • 22

    Perkembangbiakannya sangat cepat, biasanya putri malu tumbuh merambat atau

    kadang berbentuk semak (tegak) atau setengah perdu dengan tinggi antara

    0,3-1,5 m, batangnya bulat, berbulu dan berduri, daunnya kecil-kecil, berbentuk

    lancip, bunganya bertangkai dan berbentuk bulat seperti bola, serta berwarna

    merah muda. Putri malu tumbuh liar di pinggir jalan, tempat-tempat terbuka yang

    terkena sinar matahari (Faridah, 2007).

    Putri malu berkhasiat untuk mengatasi penyakit malaria. Akar dan bijinya

    berkasiat untuk merangsang muntah. Para ahli pengobatan Cina dan penelitian AS

    serta Indonesia mengindikasikan, putri malu bisa dipakai untuk mengobati

    berbagai penyakit lain, seperti radang mata akut, kencing batu, panas tinggi pada

    anak-anak, cacingan, insomnia, peradangan saluran napas (bronchitis), dan herpes

    (Siswono, 2005).

    Englert dkk. dalam Planta Medica menyebutkan, tumbuhan putri malu

    mengandung senyawa yang sensitif, yakni momosine, sebuah asam amino hasil

    biosintetik turunan dari lysin. Senyawa itu bersifat racun bagi beberapa binatang

    seperti babi, kelinci, dan binatang memamah biak (Siswono, 2005).

    Hasil eksperimen dengan menyuntikkan 10 % sari daunnya berpengaruh

    menurunkan tekanan darah pada anjing yang sekaligus sebagai penenang (sedatif),

    antiradang, tidak melekatnya pembuahan telur pada rahim (antiimplantasi), dan

    antiradang rematik. Hasil tes pada tikus memperlihatkan bertambahnya waktu

    tidur. Menurunkan kadar gula tikus-tikus dengan kadar gula tinggi (diabetes)

    setelah memberikan pakan dua jam dan jangka maksimum setelah enam jam

    menunjukkan gejala normal (Samiran,2006).

  • 23

    Menurut penelitian Suwariany (2006), untuk mengisolasi dan

    mengidentifikasi senyawa dari fraksi etil asetat herba putri malu (M. pudica L).

    Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70 %

    dan dilanjutkan fraksinasi menggunakan pelarut n-heksana dan etil asetat. Fraksi

    etil asetat dikromatografi kolom berulang dan dikromatografi lapis tipis preparatif,

    dengan fasa gerak n-heksana : etil asetat dengan perbandingan yang bervariasi,

    dilanjutkan dengan identifikasi spekrofotometer UV dan spektrofotometer IR.

    Hasil penapisan fitokimia dari fraksi etil asetat menunjukkan adanya senyawa

    golongan flavonoid, tanin, polifenol, monoterpenoid, seskuiterpenoid, steroid dan

    kuinon.

    2.2. Terpenoid

    Terpenoid atau isoprenoid merupakan salah satu senyawa organik yang

    banyak tersebar di alam, yang terbentuk dari satuan isoprene (CH3=C(CH3)-

    CH=CH2). Senyawa terpenoid merupakan senyawa hidrokarbon yang dibedakan

    berdasarkan jumlah satuan isoprena penyusunnya, kelompok metil dan atom

    oksigen yang diikatnya (Robinson, 1995). Berdasarkan jumlah satuan isoprena

    penyusunnya terpenoid dibagi menjadi beberapa golongan yaitu monoterpena

    (C10) dan seskuiterpena (C15) yang mudah menguap, diterpena (C20) sukar

    menguap, triterpenoid dan sterol (C30) tidak menguap serta pigmen karotenoid

    (C40) (Harbourne, 2002).

  • 24

    OH

    OH

    OH

    CH3

    Glc-Glc-O

    CH2OGlc

    HO

    Protoaeigenin (Triterpenoid) Seskuiterpenoid Gambar 2.2. Struktur senyawa terpenoid (Harbourne, 2002 )

    Terpenoid banyak ditemukan dalam tumbuhan tingkat tinggi sebagai

    minyak atsiri yang memberi bau harum dan bau khas pada tumbuhan dan bunga.

    Selain itu terpenoid juga terdapat dalam jamur, invertebrata laut dan feromon

    serangga. Sebagian besar terpenoid ditemukan dalam bentuk glikosida atau

    glikosil ester (Thomson, 2004).

    Terpenoid dari tumbuhan biasanya digunakan sebagai senyawa aromatik

    yang menyebabkan bau pada eucalyptus, pemberi rasa pada kayu manis, cengkeh,

    jahe dan pemberi warna kuning pada bunga. Terpenoid tumbuhan mempunyai

    manfaat penting sebagai obat tradisional, antibakteri, antijamur dan gangguan

    kesehatan (Thomson, 2004).

    Untuk mengidentifikasi triterpen yaitu dengan cara: sampel dilarutkan

    dalam 0,5 ml Klorofom, lalu ditambah dengan 0,5 ml asam asetat anhidrat.

    Selanjutnya campuran ini ditetesi dengan 1-2 ml H2SO4 pekat melalui dinding

    tabung tersebut. Jika hasil yang diperoleh berupa kecoklatan atau violet pada

    perbatasan dua pelarut menunjukkan adanya triterpen, sedangkan munculnya

    warna hijau kebiruan menunjukkan adanya sterol (Indrayani, 2006).

  • 25

    2.3. Saponin

    Saponin adalah suatu glikosida yang mungkin ada pada banyak macam

    tumbuhan. Saponin ada pada seluruh tumbuhan dengan konsentrasi tinggi pada

    bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tumbuhan dan tahap

    pertumbuhan. Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui, mungkin sebagai

    bentuk penyimpanan karbohidrat, atau merupakan waste product dari

    metabolisme tumbuh-tumbuhan. Kemungkinan lain adalah sebagai pelindung

    terhadap serangan serangga.

    Saponin Steroid Saponin Triterpenoid Gambar 2.3. Struktur Saponin Steroid dan Saponin Triterpenoid (Gunawan, 2004)

    Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa sapogenin.

    Glikosida saponin bisa berupa saponin steroid atau saponin triterpenoid. Saponin

    tersebar luas antara tumbuhan tingkat tinggi. Keberadaan saponin sangat mudah

    ditandai dengan pembentukan larutan koloidal dengan air yang apabila digojog

    menimbulkan buih yang stabil (Gunawan, 2004).

    Larutan saponin yang sangat encer sangat beracun untuk ikan, dan

    tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan sebagai racun ikan selama

    beratus-ratus tahun. Busa yang ditimbulkan saponin karena adanya kombinasi

    struktur senyawa penyusunnya yaitu rantai sapogenin nonpolar dan rantai samping

    polar yang larut dalam air. Saponin mempunyai rasa pahit, dapat mengadsorbsi Ca

  • 26

    dan Si dan membawanya dalam saluran pencernaan. Sebagian besar berupa

    glikosida yang dapat mengikat satu (monodesmosida), dua (bidesmosida) atau tiga

    (tridesmosida) rantai glukosa dan aglikonnya yang mengikat gugus fungsi OH,

    COOH dan CH (Robinson, 1995). Saponin juga bersifat bisa menghancurkan

    butir darah merah lewat hemolisis, bersifat racun bagi hewan berdarah dingin,

    sehingga banyak di antaranya digunakan sebagai racun ikan (Gunawan, 2004).

    Saponin bila terhidrolisis akan menghasilkan aglikon yang disebut

    sapogenin. Ini merupakan suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi

    sehingga dapat dimurnikan dan dipelajari lebih lanjut. Saponin yang berpotensi

    keras atau beracun seringkali disebut sapotoksin (Gunawan, 2004).

    Saponion memiliki berat molekul tinggi sehingga menjadikan upaya

    isolasi untuk mendapatkan saponin yang murni menemui banyak kesulitan.

    Berdasarkan aglikonnya (sapogeninnya), saponin dapat dibagi dua macam, yaitu

    tipe steroid dan tipe tritepenoid. Kedua senyawa ini memiliki hubungan glikosidik

    pada atom C-3 dan memiliki asal usul biogenetika yang sama lewat asam

    mevalonat dan satuan-satuan isoprenoid (Gunawan, 2004).

    Jasmansyah (2002) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa isolasi

    saponin dan triterpenoid sapogenin dari tumbuhan dilakukan dengan sokhlet dan

    ekstraksi menggunakan pelarut etanol yang dilanjutkan dengan pemisahan dan

    pemurnian dengan ekstraksi pelarut dan rekristalisasi. Kemudian saponin

    dihidrolisis dengan HCl 2 N. Berdasarkan identifikasi dengan spektrum UV-

    Visibel dan FTIR menunjukkan bahwa senyawa saponin mengandung gugus

  • 27

    hidroksil, ester, eter, karboksil dan ikatan rangkap tak berkonjugasi (Robinson,

    1995).

    Menurut penelitian Moelyono, M, dkk (2007) Pemeriksaan saponin

    dengan uji pembentukan busa. Adanya saponin ditunjukkan dengan pembentukan

    busa mantap selama proses pendiaman dengan ketinggian busa tidak kurang dari 1

    cm setelah penambahan HCl. Pemeriksaan ulang dengan reaksi warna dengan

    pereaksi Liebermann Birchard (LB), dengan terbentuknya warna biru-hijau.

    Menurut penelitian Kristianingsih (2005), isolasi saponin dilakukan

    dengan ekstraksi bertahap menggunakan metanol, dietil eter dan n-Butanol,

    pemisahan senyawa hasil isolasi dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

    Pada plat silica gel F254 dengan eluen campuran klorofom-metanol-air (20:60:20)

    menghasilkan 3 noda. Setiap isolat hasil KLT dianalisis H-NMR.

    Semua saponin mengakibatkan hemolisis. Oleh karena itu, relatif

    berbahaya bagi semua organisme binatang bila saponin diberikan secara parental.

    Setengah sampai beberapa mg/kg BB saponin dapat berakibat fatal dan

    mematikan. Begitu pula pemakaian sterol saponin kompleks dalam jangka

    panjang akan mematikan bila diberikan secara parental. Pengaruh terhadap alat

    pernafasan dapat dibuktikan dengan kenyataan digunakannya obat yang

    mengandung saponin untuk mencari ikan oleh rakyat yang primitif. Kadar saponin

    yang sangat kecil pun mampu melumpuhkan fungsi pernafasan dari insang

    (Gunawan, 2004).

    Menurut Robinson (1995), saponin memiliki kegunaan dalam pengobatan,

    terutama karena sifatnya yang mempengaruhi absorpsi zat aktif secara

  • 28

    farmakologi. Beberapa jenis saponin bekerja sebagai antibakteri. Sifat-sifat

    saponin adalah sebagai berikut :

    1) Berasa pahit.

    2) Berbusa dalam air.

    3) Mempunyai sifat detergen yang baik.

    4) Larut dalam air dan alkohol dan tidak larut dalam eter.

    5) Mempunyai aktivitas hemolisis, merusak sel darah merah.

    6) Tidak beracun bagi binatang berdarah panas.

    7) Mempunyai sifat antieksudatif.

    8) Mempunyai sifat antiinflamatori

    2.4. Tinjauan Umum Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

    2.4.1. Bakteri Staphylococcus aureus

    Gambar 2.4. Bakteri Staphylococcus aureus (David, 2006)

    Menurut bergey dalam Irianto (2006), Staphylococcus aureus dapat

    diklasifikasikan sebagai berikut:

  • 29

    Kingdom : Monera Divisio : Firmicutes

    Class : Bacilli Ordo : Bacillales

    Family : Staphylococcaceae Genus : Staphylococcus

    Spesies : Staphylococcus aureus

    Beberapa jenis Staphylococcus tumbuh dengan baik dalam kaldu pada

    suhu 37 0C. Pertumbuhan terbaik dan khas ialah pada suasana aerob, bakteri ini

    juga bersifat anaerob fakultatif dan dapat tumbuh dalam udara yang hanya

    mengandung hidrogen, pH optimum untuk pertumbuhannya adalah 7,4. Pada

    lempeng agar, koloni yang dihasilkan berbentuk bulat, cembung, buram,

    mengkilat, dan konsistensinya lunak. Koloni dari S. aureus berwarna kuning

    keemasan (Syahrurachman dkk, 1993).

    S. aureus merupakan bakteri gram positif berbentuk kokus dengan

    diameter 0,7-0,9 m, membutuhkan nitrogen organik (asam amino) untuk tumbuh

    serta bersifat anaerobik fakultatif. S. aureus bersifat termodurik, dengan kisaran

    suhu pertumbuhan antara 5-50 0C. Bakteri ini dapat ditemukan pada kulit, kelenjar

    kulit dan selaput lendir (Fardiaz, 1993).

  • 30

    2.4.2. Bakteri Escherichia coli

    Gambar 2.5. Bakteri Escherichia coli (David, 2006)

    Menurut Bergey dalam Irianto (2006), Escherichia coli dapat

    diklasifikasikan sebagai berikut:

    Kingdom : Bakteria Filum : Proteobacteria

    Kelas : Gammaproteobacteria Ordo : Enterobacteriales

    Sub-ordo : Eubacteriales Family : Enterobacteriacerae

    Genus : Escherichia Spesies : Escherichia coli

    E. coli merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk batang lurus

    dengan ukuran 1,1-1,5 m, kisaran pertumbuhan (suhu 8 0C sampai lebih dari 40 0C), suhu pertumbuhan optimum pada 37 0C, dan dapat melakukan fermentasi

    laktosa dan fermentasi glukosa, serta menghasilkan gas. Dapat melakukan

    fermentasi laktosa dan fermetasi glukosa, serta menghasilkan gas. E. coli

    merupakan flora normal dan hidup komensal didalam colon manusia. Indikator

    yang paling baik untuk menunjukkan bahwa air rumah tangga sudah dikotori faces

    adalah dengan adanya E. coli dalam air tersebut, karena dalam faces manusia, baik

    sakit maupun sehat terdapat bakteri ini. Dalam satu gram faces terdapat sekitar

    seratus juta E. coli (Entjang, 2003).

  • 31

    E. coli tumbuh baik pada hampir semua media yang biasa digunakan pada

    isolasi kuman enterik dalam keadaan mikroaerofilik. Beberapa strain bila ditanam

    pada agar darah menunjukkan hemolisis tipe beta (Syahrurachman dkk, 2003).

    Koloni yang tumbuh berbentuk bundar, cembung, halus dengan tepi yang nyata

    (Jawet et.al, 1996). Koloni bakteri pada media diferensial agar Eosin Methylen

    Blue (EMB) membentuk morfologi koloni seperti kilatan logam (metallic sheen)

    (Dzen, dkk, 2003).

    Tabel 2.1. Perbedaan relatif bakteri gram positif dan gram negatif

    Sifat Perbedaan Relatif Bakteri Gram Positif Bakteri Gram Negatif

    Komposisi dinding sel Kandungan lipid rendah (1-4%)

    Kandungan lipid tinggi (11-22%)

    Ketahanan terhadap penisilin Lebih sensitif Lebih tahan

    Penghambatan oleh pewarna basa. Contoh

    violet, kristal Lebih dihambat Kurang dihambat

    Kebutuhan nutrien Kebanyakan spesies relatif kompleks

    Kebanyakan spesies relatif sederhana

    Ketahanan terhadap perlakuan fisik Lebih tahan Kurang tahan

    Sumber : Pelczar dan Chan, 1986

    2.5. Ekstraksi Saponin dengan Metode Maserasi

    Esktraksi merupakan peristiwa pemindahan massa zat aktif yang semula

    berada dalam sel ditarik oleh pelarut sehingga terjadi larutan zat aktif dalam

    pelarut tersebut. Pada umumnya eksratraksi akan bertambah baik bila permukaan

    serbuk simplisia yang bersentuhan dengan pelarut dengan pelarut makin luas.

    Dengan demikian, makin halus serbuk simplisia, seharusnya makin baik

    ekstraksinya. Tetapi pada pelaksanaannya tidak selalu demikian karena ekstraksi

  • 32

    masih bergantung pada sifat fisik dan sifat kimia simplisia yang bersangkutan

    (Ahmad, 2006)

    Metode ekstraksi yang digunakan untuk bahan alam, dikenal suatu metode

    yaitu maserasi. Maserasi merupakan suatu metode ekstraksi menggunakan lemak

    panas. Akan tetapi penggunaan lemak panas ini telah digantikan dengan pelarut-

    pelarut volatil. Penekanan utama pada maserasi adalah tersedianya waktu kontak

    yang cukup antara pelarut dan jaringan yang diekstraksi (Guether, 1987).

    Maserasi merupakan cara yang sederhana, maserasi dilakukan dengan cara

    merendam serbuk simplisia dalam pelarut. Pelarut akan menembus dinding sel

    dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat-zat aktif sehingga zat aktif

    akan larut. Karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam

    sel, maka larutan yang pekat di desak keluar. Pelarut yang digunakan dapat berupa

    air, etanol, air-etanol atau pelarut lain. Keuntungan cara ekstraksi ini, adalah cara

    pengerjaan atau peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan.

    Sedangkan kerugiannya adalah waktu pengerjaannya lama dan ekstraksi kurang

    sempurna (Ahmad, 2006).

    Pemilihan pelarut untuk ekstraksi harus mempertimbangkan banyak

    faktor. Pelarut harus memenuhi syarat-syarat, murah dan mudah diperoleh, stabil

    fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar,

    selektif dan tidak mempengaruhi zat berkhasiat (Ahmad, 2006).

    Senyawa glikosida seperti saponin dan glikosida jantung tidak larut dalam

    pelarut nonpolar. Senyawa ini paling cocok diekstraksi dari tumbuhan memakai

    etanol atau methanol 70-95 % (Robinson, 1995). Pada penelitian Song et al (2001

  • 33

    dalam Kristianingsih, 2005) menggunakan metanol untuk ekstraksi Aralia elata

    karena saponin bersifat polar sehingga lebih mudah larut dan akan diperoleh lebih

    banyak ekstrak daripada pelarut lain. Penelitian ini telah memperoleh identitas

    senyawa saponin berdasarkan karakter spektra IR, H-NMR dan 13C-NMR,

    sedangkan karakter dengan KLT memberikan 6 noda ungu gelap pada Rf 0,40-

    0,68 dengan eluen campuran kloroform-metanol-air.

    HH3C

    CH3

    COOGlc

    Glukosa2-O

    H3C

    3-O-[-D-glukopiranosil (1-2)-oleanolic acid]/28-O-D-glukopiranosil ester Gambar 2.6. Struktur saponin triterpenoid Aralia Elata (Song, et.al., 2001 dalam

    Kristianingsih, 2005 )

    Menurut Faradisa (2008), ekstrak kasar senyawa saponin dari batang

    tumbuhan blimbing wuluh (Aveehoa bilimbi linn) memiliki aktifitas antibakteri

    terhadap S. aureus dan E. coli.

    2.6. Isolasi Saponin dengan KLT (Kromatografi Lapis Tipis)

    Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi

    komponen-komponennya. Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan

    sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas

    atau logam atau plastik yang keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam.

    Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi

  • 34

    yang mana dapat berpendar flour dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan

    pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.

    Ketika bercak dari campuran itu mengering, lempengan ditempatkan

    dalam sebuah gelas kimia bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu

    banyak. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada di bawah garis dimana

    posisi bercak berada. Alasan untuk menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan

    bawah kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk

    mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya ditempatkan beberapa kertas

    saring yang terbasahi oleh pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap

    mencegah penguapan pelarut. Karena pelarut bergerak lambat pada lempengan,

    komponen-komponen yang berbeda dari campuran pewarna akan bergerak pada

    kecepatan yang berbeda dan akan tampak sebagai perbedaan bercak warna

    (Sudarmaji, 2007).

    Gambar 2.7. Menunjukkan lempengan setalah pelarut bergerak setengah dari lempengan.

    Pelarut dapat mencapai sampai pada bagian atas dari lempengan. Ini akan

    memberikan pemisahan maksimal dari komponen-komponen yang berwarna

    untuk kombinasi tertentu dari pelarut dan fase diam.

  • 35

    Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan dipindahkan

    dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis, sebelum

    mengalami proses penguapan.

    Pengukuran berlangsung sebagai berikut:

    Gambar 2.8. Pengukuran pada lempengan

    Nilai Rf untuk setiap warna dihitung dengan rumus sebagai berikut:

    Mengacu pada penelitian Kristianingsih (2005), isolasi saponin dilakukan

    dengan ekstraksi bertahap menggunakan metanol, dietil eter dan n-Butanol,

    pemisahan senyawa hasil isolasi dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

    Pada plat silica gel F254 dengan eluen campuran klorofom-metanol-air (20:60:20)

    menghasilkan 3 noda. Setiap isolat hasil KLT dianalisis H-NMR. Menurut

    penelitian Wagner (1984), menganalisa saponin triterpenoid pada akar gingseng

    dihasilkan 10 noda dengan Rf antar 0,35-0,75.

    Jarak yang ditempuh oleh komponen

    Jarak yang ditempuh oleh pelarut

    Rf = jarak yang ditempuh oleh komponen jarak yang ditempuh oleh pelarut

  • 36

    2.7. Uji Efektifitas Saponin sebagai Antibakteri

    Antibakteri adalah agent kimia yang mampu menginaktivasi bakteri.

    inaktivasi bakteri dapat berupa penghambatan pertumbuhan bakteri

    (bakteriostatik) atau bahkan bersifat membunuh bakteri (bakterisid) (Brock, dkk.,

    1994).

    Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba

    atau membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai Kadar Hambat Minimum

    (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM). Antibakteri tertentu aktivitasnya

    dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antibakterinya

    ditingkatkan melebihi KHM (Ganiswarna, S.G, 1995).

    Mekanisme kerja antibakteri ada lima diantaranya, menghambat

    metabolisme sel mikroba, menghambat sintesis dinding sel mikroba, mengganggu

    permeabilitas membran sel mikroba, menghambat sintesis protein sel mikroba dan

    menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba (Ganiswarna, S.G,

    1995).

    Pada perusakan membran sel, ion H+ dari senyawa fenol dan turunannya

    akan menyerang gugus polar (gugus fosfat) sehingga molekul fosfilipid akan

    terurai menjadi gliserol, asam karboksilat, dan asam fosfat. Hal ini mengakibatkan

    fosfolipid tidak mampu mempertahankan bentuk membran sel, akibatnya

    membran sel akan bocor dan bakteri akan mengalami hambatan pertumbuhan

    bahkan kematian (Noviana, 2004).

    Saponin adalah senyawa penurun tegangan permukaan yang kuat yang

    menimbulkan busa bila dikocok dalam air, sifatnya menyerupai sabun. Saponin

  • 37

    bekerja sebagai antibakteri dengan mengganggu stabilitas membran sel bakteri

    sehingga menyebabkan sel bakterilisis (Cheeke, P.R, 2003), jadi mekanisme kerja

    saponin termasuk dalam kelompok antibakteri yang mengganggu permeabilitas

    membran sel mikroba, yang mengakibatkan kerusakan membran sel dan

    menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel mikroba yaitu

    protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-lain (Ganiswarna, S.G, 1995).

    Ekstrak saponin dari gandum (Sorghum Bicolor L.) bersifat menghambat

    pertumbuhan bakteri gram positif yaitu S. aureus pada kadar hambat minimum

    (KHM) 25 mg/mL. Sedangkan pada bakteri gram negatif dan jamur pada

    escherichia coli dan candida albican bersifat tidak menghambat. Kontrol positif

    untuk bakteri S. aureus menggunakan pinisilin 25 mg/mL dengan volume 0,4 L,

    sedangkan Kontrol positif untuk bakteri E. coli menggunakan streptomicyn

    6,25 mg/mL dengan volume 1,6 L (Soetan, et.al, 2006) dan pelarutnya n-butanol

    (sebagai kontrol negatif).

    Untuk mengetahui aktivitas suatu bakteri terhadap antimikroba dapat

    dilakukan dengan uji antibakteri. Menurut Brock and Madigan (1994) terdapat 3

    metode yang umum digunakan dalam uji antibakteri, yaitu metode dilusi kaldu,

    metode dilusi agar, dan metode difusi cakram. Metode difusi cakram merupakan

    metode yang paling sering digunakan untuk uji kerentanan antibakteri dan metode

    ini dirancang untuk organisme yang tumbuh cepat seperti Staphylococcus. Dalam

    metode ini sampel yang diuji diserapkan pada kertas saring yang berbentuk

    cakram dan ditempelkan pada media agar yang telah dihomogenkan dengan

  • 38

    bakteri, kemudian diinkubasi pada suhu 37 0C sampai terlihat zona hambatan

    disekitar cakram.

    2.8 Tumbuhan Obat dalam Pandangan Islam

    Allah SWT sebagai Tuhan mempunyai tanda-tanda ketuhananNya berupa

    hasil-hasil ciptaanNya, berupa langit dan bumi, apa yang ada di antara keduanya.

    Termasuk juga kejadian-kejadian yang berlangsung dalam makhlukNya tersebut

    seperti Allah SWT menciptakan penyakit dan juga menciptakan obat,

    sebagaimana sabda Rasulullah SAW tentang hal tersebut :

    " # $% &'() " (* +,:, / /345, 6 (8

    +3) +9 (' &' +

  • 39

    Pengobatan dari Nabi SAW memang berbeda dengan ilmu medis para

    dokter pada umumnya. Pengobatan Nabi bersifat pasti dan absolut serta bernilai

    kedokteran Ilahi, berasal dari wahyu dari lentera kenabian serta kesempurnaan

    intelegensi. Rasulullah SAW pernah menyebutkan bahwa tumbuhan herbal

    sebagai obat yang baik untuk digunakan. Tumbuhan herbal merupakan tumbuhan

    herbal yang memang sangat berguna untuk membuang lemak dan racun-racun

    dalam tubuh manusia. Produk tumbuhan herbal banyak digunakan oleh

    kedokteran untuk mengurangi lemak berlebih penyebab obesitas dan

    menyembuhkan berbagai penyakit (Barazing, 2007).

    Menurut Al-Jauziyah, I.Q. (2007), beberapa obat yang digunakan

    Rasulullah SAW untuk menyembuhkan penyakit-penyakit tertentu antara lain

    buah kurma, jinten hitam, delima, anggur dan berbagai jenis makanan lainnya.

    a. Ajwa (kurma Ajwa)

    Dalam Shahih al Bukhari dan Muslim diriwayatkan hadist Saad bin Abi

    Waqqash, dari Nabi SAW bersabda :

    @A BCD (* # $% (* ' "'

  • 40

    kuat, namun termasuk kurma yang paling lezat, paling harum dan paling empuk.

    Kurma ajwa berkasiat untuk menolak racun dan sihir (Al-Jauziyah, I.Q., 2007).

    b. Habbatus Sauda (Jinten Hitam)

    Diriwayatkan dalam Shahih al Bukhari dan Muslim dari hadist Abu

    Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa Rasullulah SAW bersabda :

    @A JD +, # % &A& ' ": (\] K5 ^ +FN5 $8 +

    /3 "I (+K5 +O )KD5 (bF5 =(

    Artinya: diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwa dia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda : sesungguhnya Jinten Hitam itu mengandung obat untuk segala penyakit (H.R. Bukhari dan Muslim) .

    Jinten hitam memang berkasiat mengobati segala penyakit panas.

    Syuwainiz berkasiat menghilangkan gas, mengatasi kebotakan, mengobati kusta,

    demam yang disertai batuk berdahak, mengeringkan lambung yang basah dan

    lembab, menghancurkan batu ginjal, memperlancar air seni, haid dan ASI bila

    diminum tiap hari, mengeluarkan cacing, dan membunuh bakteri dan lain-lain

    (Al-Jauziyah, I.Q., 2007).

    c. Rumman (Delima)

    Allah SWT berfirman dalam surat ar Rahman (55) ayat 68:

    $ u y3s wu $ u

    Artinya : Di dalam keduanya ada (macam-macam) buah-buahan dan kurma serta delima. (Q.S. ar Rahman (55) : 68)

  • 41

    Ayat di atas menyiratkan bahwa ada faktor keunggulan dan keutamaan

    kedua buah tersebut. Allah SWT telah menanamkan sejumlah kelebihan

    didalamnya sebagaimana diketahui ilmu pengetahuan modern. Delima yang manis

    amat baik untuk lambung, mengobati sakit tenggorokan, batuk, dada dan paru-

    paru. Biji delima yang dicampur madu, amat berguna mengobati penyakit agnail

    dan koreng atau eksim basah, bahkan bisa menyembuhkan luka yang berdarah.

    Sebagian kalangan medis menyatakan, barang siapa mengkonsumsi tiga putik

    delima setiap tahun, ia akan selamat dari penyakit mata dalam satu tahun penuh.

    (al Jauziyah, 2007).

    d. Anggur

    Banyak dari contoh-contoh tumbuhan yang sejak zaman nabi sudah

    dipakai untuk mengobati beberapa penyakit. Surat ar Rad (13) ayat 4, yang

    berbunyi:

    u F{ $# s % Nuyf tG My_ u i 5=ur& yu wu # u xu 5# u 4 s+ & !$y/ 7nu e x u $p| t/ 4n? t

  • 42

    melebihkan dengan rasanya. Kedua tumbuhan tersebut dilebihkan rasanya dan

    sekaligus kandungan senyawa aktifnya, misalnya pohon kurma mengandung

    senyawa aktif 60% pengganti gula, protein, pektin, tanin, tajin dan lemak.

    Manfaat kurma sebagai penawar racun, menyuburkan kandungan dan lain-lain,

    sedangkan anggur manfaatnya adalah memudahkan buang air besar,

    menggemukkan badan dan bergizi (Farooqi, 2005).

    e. Putri Malu

    Allah SWT Maha Kuasa dengan segala ciptaanNya, hal ini terbukti dengan

    diciptakanNya segala macam tumbuhan yang baik, baik yang telah diketahui

    manfaatnya ataupun yang belum diketahu manfaatnya. Hal tersebut telah

    tercantum dalam firman Allah QS Lukman (31) ayat 10 :

    tt, n=yz Nuy9 $# t/ 7ux $ pt t s? ( 4 s+ 9 r& u F{ $# z u u r& y s? 3 / ] t/ u $ p e . 7 / !#y 4 $ u9 t r& u z !$y9 $# [ !$t $ oGu; /r' s $p e 2 8l y A x.

    Artinya: Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik (QS Lukman (31) : 10)

    Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah dengan kuasaNya menciptakan

    tumbuhan-tumbuhan di atas bumi ini dengan bermacam-macam tumbuhan-

    tumbuhan yang baik. Dalam surat lain disebutkan juga :

  • 43

    t %! $# t . t ! $# $Vu% # Y% u 4 n?tu / _ t 6 xtG tu , =yz Nuu9 $# F{ $# u $ u/ u $t |M) n=yz #xy Wt/ y7o ys 6 $o ) s z># x t $9 $#

    Artinya: orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka (QS al Imran (3): 191)

    Ayat di atas menjelaskan agar kita selalu bersyukur dan mengingat Allah

    SWT karena Allah menciptakan segala sesuatu tidak sia-sia. Seperti halnya

    tumbuhan putri malu yang diangap hama bagi para petani tanpa mengetahui

    manfaat dan kasiatnya.

  • 44

    BAB III

    METODOLOGI

    3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilakukan mulai bulan Agustus sampai dengan bulan Desember

    2009 di laboratorium Organik dan laboratorium Biotek Jurusan Kimia Universitas

    Islam Negeri Malang.

    3.2. Alat dan Bahan Penelitian

    3.2.1. Alat penelitian

    Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah pisau, blender, neraca

    analitik, pipet tetes, pipet ukur, botol plastik, beaker glas, bola hisap, erlenmeyer,

    corong gelas, spatula, Rotary Evaporator Vaccum, seperangkat alat KLT,

    desikator, Laminar air flow, autoklaf, cawan petri, jarum ose, kapas, kain kasa,

    bunsen, pinset, kertas saring, inkubator, aluminium foil, gelas ukur, tabung reaksi,

    botol media, erlenmeyer, jangka sorong, shaker incubator, sentrifugasi,

    timbangan analitik dan silet.

    3.2.1. Bahan penelitian

    Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini methanol (CH3OH)

    80 %, n-butanol, dietil eter, aquades, HCl, plat KLT silika gel, klorofom, reagen

    LB (Liebermann-burchad), media NA (Nutrien agar), aquades, spirtus, kapas,

    biakan bakteri E. coli dan S. aureus, alkohol 70 %, kertas cakram dan tisu.

  • 45

    3.3. Rancangan Penelitian

    Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap yang meliputi :

    1. Preparasi sampel

    2. Uji pendahuluan

    2.1. Uji busa

    2.2. Uji warna Liebermann- Burchard (LB)

    3. Ekstraksi sampel

    4. Uji Efektivitas antibakteri ekstrak kasar

    5. Pemisahan senyawa hasil isolasi

    5.1 KLT kualitatif

    5.2 KLT preparatif

    6. Uji Antibakteri senyawa saponin hasil isolasi KLT

    7. Analisis data

    3.4. Metode Penelitian

    3.4.1. Preparasi Sampel

    Sebanyak 0,5 kg akar Putri Malu dibersihkan, dikeringkan menggunakan

    oven pada suhu 60 C sampai diperoleh berat konstan kemudian digiling sampai

    berupa bubuk halus. Selanjutnya serbuk akar kering disebut sampel

    (Kristianingsih, 2005).

  • 46

    3.4.2. Uji Pendahuluan

    3.4.2.1. Uji Busa

    Sebanyak 0,5 mg sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi

    akuades secukupnya kemudian dikocok kuat-kuat selama 5 menit dan diamati

    busa yang timbul sampai stabil dan diukur tinggi busanya (ketinggian busa

    1-3 cm). Sebelum busa hilang ditetesi HCl 1 N bila busa stabil menunjukkan

    reaksi positif (Faradisa, 2008).

    3.4.2.2. Uji warna Liebermann- Burchard (LB)

    Ditimbang 0,5 mg sampel dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi I,

    ditambah 5 ml CHCl3 kemudian dipanaskan 5 menit di atas pemangas air sambil

    dikocok-kocok lalu didinginkan. Diambil 1 ml campuran dari tabung reaksi I dan

    dimasukkan ke dalam tabung reaksi II. Ke dalam tabung reaksi II diteteskan

    peraksi (LB) (1 ml Asam Asetat anhidrat dan 1 tetes Asam Sulfat Pekat).

    Kemudian diamati perubahan yang timbul sampai kira-kira 30 menit (Indriani

    2006).

    3.4.3. Ekstraksi saponin

    Ekstraksi saponin dilakukan menggunakan metode maserasi dengan

    pelarut metanol 90 % sebanyak 300 mL, ke dalam erlenmeyer dimasukkan

    25 gram sampel dan dikocok tiap 2 jam sekali selama 24 jam, kemudian disaring

    sehingga menghasilkan filtrat dan residu. Residu dimaserasi lagi dengan pelarut

    metanol sebanyak 300 mL dan perlakuan perendaman ini diulang sebanyak 3 kali.

  • 47

    Filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan rotary evaporator vacuum. Ekstrak

    pekat dimasukkan dalam corong pisah 250 mL dan disuspensi dengan aquades

    35 mL, dicuci dengan dietil eter 1:1, dikocok dan dibiarkan sampai terbentuk dua

    lapisan. Lapisan air diambil dan diekstraksi dengan n-butanol 1:1. Lapisan

    n-butanol diambil dan dipekatkan dengan rotary evaporator vacuum. Selanjutnya

    ekstrak dilakukan uji efektivitas antibakteri serta diisolasi dengan KLT

    (Kristianingsih, 2005).

    3.4.4. Uji Efektifitas Antibakteri

    3.4.4.1. Sterilisasi Alat dan Bahan

    Sterilisasi alat dan bahan dengan cara menutup alat-alat yang akan

    disterilkan dengan alumunium foil dan kapas, kemudian memasukkannya ke

    dalam autoklaf. Autoklaf diset pada suhu 121 0C dengan tekanan 15 psi (per

    square inchi) selama 15 menit (Faradisa, 2008).

    3.4.4.2. Pembuatan Media

    Pembuatan media dilakukan dengan cara sebanyak 2 gram nutrien agar

    dilarutkan dalam 100 mL akuades dalam beaker glass, kemudian dipanaskan

    hingga mendidih dan dimasukkan ke dalam 10 tabung reaksi (masing-masing

    10 mL untuk 8 tabung reaksi dan 5 mL untuk 2 tabung reaksi) dan ditutup dengan

    kapas. Kemudian disterilkan dalam autoklaf suhu 121 0C selama 15 menit.

    Kemudian tabung yang berisi 5 mL larutan nutrien agar diletakkan dalam posisi

    miring dan didiamkan selama 24 jam pada suhu ruang (Faradisa, 2008).

  • 48

    3.4.4.3. Peremajaan Biakan Murni S. aureus dan E. coli

    Biakan murni S. aureus dan E. coli digoreskan secara aseptis dengan jarum

    ose pada media padat agar miring dan tabung media ditutup dengan kapas.

    Selanjutnya biakan S. aureus dan E. coli diinkubasi selama 48 jam pada suhu

    37 0C (Faradisa, 2008).

    3.4.4.4. Pembuatan Larutan Bakteri S. aureus dan E. coli

    Diambil 1 ose dari hasil peremajaan biakan murni S. aureus dan E. coli

    untuk dilarutkan dalam 10 mL akuades steril (Faradisa, 2008).

    3.4.4.5. Uji Aktifitas Antibakteri

    Larutan nutrien agar dimasukkan dalam cawan petri dan masing-masing

    dicampur dengan 0,1 mL larutan bakteri S. aureus dan E. coli, kemudian

    dihomogenkan. Kertas cakram direndam dalam ekstrak selama 15 menit dengan

    variasi konsentrasi 100, 200, 300, 400 500, 600, 700 dan 800 (mg/L). Kontrol

    positif untuk bakteri S. aureus menggunakan pinisilin 25 mg/mL, sedangkan

    kontrol positif untuk bakteri E. coli menggunakan streptomicyn 6,25 mg/mL dan

    pelarutnya akuades (sebagai kontrol negatif). Setelah itu kertas cakram yang

    sudah direndam dalam ekstrak selama 15 menit diletakkan di atas permukaan

    media menggunakan pinset steril dan ditekan sedikit. Selanjutnya diinkubasi pada

    suhu 37 0C sampai muncul daerah hambatan selama 24 jam. Pengukuran zona

  • 49

    hambatan dilakukan dengan mengukur diameter daerah jernih menggunakan

    jangka sorong.

    Hasil zona hambat yang didapat kemudian disesuaikan dengan tabel

    berikut yang menjelaskan daftar ukuran daerah hambatan pelbagai antibiotika dan

    khemoterapetika (Faradisa, 2008).

    3.4.5. Pemisahan Senyawa Isolat dengan KLT

    3.4.6.1. KLT Analitik

    Pada KLT analitik digunakan pelat silika gel F254 dengan ukuran

    2 x 10 cm. Ekstrak pekat ditotolkan pada jarak 1 cm dari tepi bawah pelat KLT

    mengunakan pipa kapiler. Kemudian dikeringkan di udara dan dielusi sampai

    jarak 8 cm dalam bejana kaca dengan diameter 6 cm. Eluen yang digunakan

    adalah campuran larutan klorofom:metanol:akuades dengan variasi kosentrasi

    (13:4:1), (65;50:10), (20:60:4), (20:60:10). Kromatogram diamati dengan lampu

    UV pada 256 nm dan 366 nm. Warnanya diamati dan dihitung Rf-nya. Eluen yang

    memberikan hasil yang terbaik digunakan untuk pemisahan KLT secara preparatif

    (kristianingsih, 2005).

    3.4.6.2. KLT Preparatif

    Pemisahan dengan KLT preparatif dilakukan dengan silika gel F254 dengan

    ukuran 10 x 20 cm. 30 mg ektrak pekat dilarutkan dalam metanol kemudian

    ditotol pada jarak 1 cm dari tepi bawah plat KLT mengunakan pipa kapiler.

    Kemudian dikeringkan diudara dan dielusi sampai jarak 8 cm dalam bejana kaca

  • 50

    dengan ukuran 20 cm x 25 cm x 7,5 cm. Eluen yang digunakan adalah eluen yang

    terbaik pada KLT analitik. Setelah proses pengelusian selesai noda-noda hasil

    pemisahan dikerok, kemudian ditambah 3 mL n-butanol dan disentrifus selama 15

    menit. Setelah disentrifus endapan silika dan supernatan dipisahkan. Supernatan

    diuapkan pelarutnya dengan aliran gas nitrogen hingga terbentuk padatan

    (Kristianingsih 2005), padatan diambil dan dipergunakan dalam pengujian

    aktivitas antibakteri terhadap bakteri E. coli dan S. aureus.

    3.4.6. Uji Antibakteri Senyawa Saponin Hasil Isolasi KLT

    Larutan nutrien agar dimasukkan dalam cawan petri dan masing-masing

    dicampur dengan 0,1 mL larutan bakteri S. aureus dan E. coli, kemudian

    dihomogenkan. Kertas cakram direndam dalam isolat selama 15 menit dengan

    konsentrasi dari hasil uji efektivitas ekstrak kasar terbaik. Setelah itu diletakkan di

    atas permukaan media menggunakan pinset steril dan ditekan sedikit. Selanjutnya

    diinkubasi pada suhu 37 0C sampai muncul daerah hambatan selama 24 jam.

    Pengukuran zona hambatan dilakukan dengan mengukur diameter daerah jernih

    menggunakan jangka sorong.

  • 51

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Tahapan dalam penelitian ini dibagi menjadi 8 (delapan), yaitu; pertama,

    preparasi sampel; kedua, uji pendahuluan meliputi uji busa dan uji Liebermann-

    Burchard (LB); ketiga, Kadar Ekstrak saponin hasil isolasi dalam akar putri malu;

    keempat, uji efektivitas antibakteri ekstrak terhadap bakteri E. coli dan S. aureus;

    kelima, KLT (Kromatografi Lapis Tipis) meliputi KLT Analitik dan KLT

    Preparatif; keenam, Uji efektivitas antibakteri isolat terhadap bakteri E. coli dan

    S. aureus dan ketujuh, Mekanisme kerja senyawa saponin terhadap pertumbuhan

    bakteri; kedelapan, Perspektif islam terhadap tumbuhan putri malu.

    4.1 Preparasi Sampel

    Akar putri malu dicuci hingga bersih kemudian dikeringkan pada oven

    dengan suhu 60 C sampai diperoleh berat konstan dengan tujuan untuk

    menghilangkan air yang terdapat pada akar. Dari hasil perhitungan pada

    (Lampiran II) kadar air yang terdapat pada akar putri malu adalah 50,7 % ( bb ).

    Akar putri malu yang telah dikeringkan kemudian digiling sampai menjadi bubuk.

    Hal ini berfungsi untuk memperluas permukaan pada akar putri malu. Sehingga

    memaksimalkan kelarutan dalam pelarut ketika ekstraksi. Bubuk akar puti malu

    ini dapat disebut dengan sampel.

  • 52

    4.2 Uji Pendahuluan

    Uji pendahuluan dilakukan untuk membuktikan hipotesis secara kualitatif

    bahwa di dalam akar puti malu mengandung senyawa saponin triterpenoid yaitu

    dengan melakukan uji busa dan uji warna Liebermann- Burchard (LB)

    4.2.1 Uji Busa

    Uji busa dilakukan untuk mengetahui adanya senyawa saponin dalam

    sampel akar putri malu. Uji busa dilakukan dengan menambahkan 5 mL air

    hangat kedalam tabung reaksi yang telah diisi 0,5 mg sampel, dikocok kuat-kuat

    selama 15 menit, kemudian ditetesi dengan HCl 1 N dalam sampel. Hasil positif

    ditunjukkan dengan timbulnya busa stabil (dengan tinggi 1-3 cm), yang

    merupakan ciri khas senyawa saponin. Busa yang timbul disebabkan karena

    senyawa saponin mengandung senyawa yang sebagian larut dalam air (hidrofilik)

    dan senyawa yang larut dalam pelarut nonpolar (hidrofobik) sebagai surfaktan

    yang dapat menurunkan tegangan permukaan.

    Tinggi busa yang dihasilkan pada uji busa sampel akar putri malu adalah

    1 cm, sehingga dapat diasumsikan bahwa secara kualitatif dalam akar putri malu

    mengandung saponin. Begitu juga pada ekstrak saponin hasil isolasi juga

    dilakukan uji saponin, dan timbul busa yang lebih banyak (tinggi busa sekitar 1,5

    cm).

  • 53

    4.2.2 Uji Warna Liebermann- Burchard (LB)

    Uji warna Liebermann- Burchard (LB) berguna untuk mengetahui adanya

    senyawa saponin baik triterpenoid maupun steroid. Uji warna Liebermann-

    Burchard (LB) dilakukan dengan cara melarutkan 0,5 mg sampel dalam 5 mL

    klorofom, dengan cara dipanaskan 5 menit di atas pemangas air sambil dikocok-

    kocok lalu didinginkan. Selanjutnya campuran ini ditetesi dengan larutan LB

    (1 ml Asam Asetat anhidrat dan 1 tetes Asam Sulfat Pekat) melalui dinding

    tabung tersebut. Apabila pada campuran timbul kecoklatan atau violet pada

    perbatasan dua pelarut menunjukkan adanya triterpen, sedangkan munculnya

    warna hijau kebiruan menunjukkan adanya sterol.

    Hasil uji warna Liebermann- Burchard (LB) terhadap sampel adalah

    terjadinya perubahan warna pada sampel yaitu terbentuknya cincin warna coklat

    muda. Sedangkan hasil uji warna Liebermann- Burchard (LB) terhadap ekstrak

    terjadinya perubahan warna pada sampel yaitu terbentuknya cincin warna coklat

    tua. Sehingga dapat diasumsikan bahwa secara kualitatif dalam akar putri malu

    mengandung saponin triterpenoid.

    4.3 Ekstraksi Saponin

    Ektraksi merupakan proses pengambilan komponen dari sampel dengan

    menggunakan pelarut yang sesuai (Brian, 1989). Bahan analisis diperoleh dari

    ekstraksi sampel dengan metode maserasi menggunakan metanol 90 % karena

    proses ekstraksi akan berlangsung optimal dengan tersedianya waktu kontak yang

  • 54

    cukup lama antara sampel dan pelarutnya. Selain itu metode maserasi merupakan

    metode yang murah dan mudah digunakan.

    Metode maserasi mengacu pada penelitian Song, et.al. (2001) yang

    menggunakan pelarut metanol 90 % yang mempunyai sifat polar, dimana saponin

    juga bersifat polar hal ini ditunjukkan dari gugus C-H, OH dan glukosa, sehingga

    akan mudah larut dalam pelarut metanol yang bersifat polar. Gugus polar

    cenderung berinteraksi dengan pelarut polar. Hal ini sesuai dengan prinsip like

    disolves like dimana senyawa polar cenderung larut dalam pelarut polar dan

    senyawa nonpolar cenderung larut dalam pelarut nonpolar.

    Maserasi dilakukan selama 24 jam dan diulang sebanyak tiga kali

    tujuannya agar proses ekstraksi berlangsung optimal karena waktu kontak cukup

    lama antara sampel dan pelarutnya. Kemudian ekstrak hasil maserasi diuapkan

    pelarutnya menggunakan rotary evaporator vacuum tujuannya untuk memekatkan

    ekstrak. Hasil dari pemekatan diperoleh ekstrak pekat berwarna coklat sebanyak

    5 mL dengan endapan berwarna coklat tua dan berbau seperti jamu.

    Ekstrak pekat ditambah dengan 35 mL akuades hingga terbentuk filtrat

    dan residu, dimana residu berupa suspensi sedangkan filtrat berupa cairan, hal ini

    dilakukan. Selanjutnya filtrat ditambah 30 mL dietil eter, dengan tujuan untuk

    menghilangkan klorofil, lemak dan senyawa-senyawa lain yang masih terdapat

    dalam ekstrak. Hasil ekstrak cair-cair dengan dietil ter menghasilkan dua lapisan

    yatu lapisan atas (dietil ter dan pengotor) dan lapisan bawah (air dan saponin).

    Lapisan air yang mengandung saponin diekstrak dengan 30 mL n-butanol untuk

    mengisolasi saponin dari campurannya, karena saponin mudah larut dalam

  • 55

    n-butanol (yang bersifat semipolar). Ekstrak n-butanol berwarna kuning

    kecoklatan dipekatkan dengan gas N2 untuk menguapkan pelarutnya. Dari proses

    ekstraksi diperoleh ekstrak saponin dalam bentuk pasta berwarna coklat tua

    dengan bau seperti jamu dan sangat menyengat. Ekstrak sampel dari akar putri

    malu dengan berat 25 gram diperoleh ekstrak berupa pasta seberat 0,2513 gram,

    kadar ekstrak kasar saponin dari proses ekstraksi diperoleh 1 % bb

    . Ekstrak kasar

    saponin diisolasi dengan metode KLT dan diuji efektivitas antimikroba terhadap

    bakteri E. coli dan S. aureus.

    4.4 Uji Efektivitas Antimikroba dengan Variasi Konsentrasi terhadap Bakteri E. coli dan S. aureus

    Pengujian aktivitas antibakteri dalam penelitian ini menggunakan bakteri

    gram positif dan negatif yaitu S. aureus dan E. coli, hal ini dilakukan untuk

    mengetahui apakah ekstrak saponin dari akar putri malu dapat menghambat

    terhadap dua jenis bakteri gram positif dan negatif karena ada kemungkinan

    saponin yang merupakan zat kimia yang sebagian besar tersebar dalam tanaman

    ini mampu menghambat sintesis dinding sel bakteri maupun merusak membran

    plasma sel kuman gram positif maupun gram negatif, sehingga perlu diteliti

    aktivitas senyawa tanin terhadap bakteri gram positif (S. aureus) maupun gram

    negatif (E. coli), sebagai pembanding digunakan antibakteri sintetik penisilin dan

    streptomosin untuk mengetahui perbedaan daya hambat terhadap ekstrak tanin.

    Penisilin dan streptomosin merupakan salah satu antibiotik bersifat menghambat

    sintesis dinding sel mikroba, yang sensitif terhadap kedua bakteri uji.

  • 56

    Tahap awal dalam uji bakteri adalah sterilisasi alat dan media dengan

    menggunakan autoklaf yang telah diset pada suhu 121 0C dengan tekanan 15 psi

    (per square inchi). Fungsi dari autoklaf adalah agar mikroorganisme yang ada

    pada alat mati, sehingga tidak berpengaruh pada uji bakteri yang akan dilakukan.

    Kemudian peremajaan biakan murni yang berfungsi untuk menjaga regenerasi

    bakteri dan menghindari terjadinya perubahan karakter dari biakan murni bakteri.

    Dalam peremajaan bakteri dilakukan secara aseptik agar tidak terkontaminasi

    dengan mikroba lainnya. Biakan S. aureus dan E. coli diinkubasi selama 48 jam

    pada suhu 37 0C.

    Pengujian efektivitas antibakteri ekstrak kasar akar putri malu dilakukan

    terhadap bakteri S. aureus (gram positif) dan E. coli (gram negatif) menggunakan

    metode difusi cakram. Metode tersebut dilakukan dengan cara mengukur diameter

    zona bening dikurangin diameter cakram. Adanya zona bening di sekitar cakram

    menunjukkan aktivitas antibakteri. Diameter zona hambat yang diperoleh pada

    ekstrak kemudian dibandingkan dengan zona hambat kontrol positif (penisilin dan

    streptomisin) dan kontrol negatif (akuades).

    Pada penelitian konsentrasi ekstrak yang digunakan yaitu 100, 200, 300,

    400, 500, 600, 700 dan 800 mg/L sebagai rentang konsentrasi yang dianggap

    mewakili. Hasil uji efektivitas antibakteri disajikan pada Gambar 4.1 dan 4.2.

  • 57

    Gambar 4.1 Grafik hasil uji antibakteri ekstrak terhadap bakteri S. aureus Pada media bakteri S. aureus dengan konsentrasi ekstrak kasar 100 ppm

    menunjukkan diameter zona hambat sebesar 19 mm, konsentrasi 200 ppm

    menunjukkan diameter zona hambat sebesar 24 mm. Diameter zona hambat

    mengalami penurunan pada konsentrasi 300-500 ppm yaitu sebesar 18,3 ; 20 dan

    7 mm. Pada konsentrasi 600-800 ppm diameter zona hambat juga terus

    mengalami penurunan yaitu sebesar 14,3 ; 13,3 dan 11,7 mm. Berdasarkan

    Tabel 4.1 dan Gambar 4.1 terlihat bahwa titik optimum berada pada konsentrasi

    200 ppm yaitu 24 mm, sehingga pada konsentrasi 200 ppm sudah memiliki

    kemampuannya optimum dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus.

    Untuk bakteri E. coli, diameter zona hambat terus mengalami kenaikan

    pada konsentrasi ekstrak 100-200 ppm yaitu sebesar 11; 18,7 mm, sedangkan

    pada konsentrasi 300-400 ppm menunjukkan penurunan diameter zona hambat

    yaitu sebesar 17 dan 11,7 mm, pada konsentrasi ekstrak 500-600 ppm

    menunjukkan penurunan diameter zona hambat yaitu sebesar 16,3 dan 16 mm,

    pada konsentrasi ekstrak 700-800 ppm menunjukkan penurunan yaitu sebesar 17,7

    dan 14,7 mm.

  • 58

    Gambar 4.2 Grafik hasil uji antibakteri ekstrak terhadap bakteri E. coli Keterangan tersebut menunjukkan perbedaan besar kecilnya diameter pada

    zona hambat. Pada konsenterasi tertentu menghasilkan diameter zona hambat

    yang cukup besar, hal ini dikarenakan ekstrak akar putri malu memiliki

    komponen-komponen yang berperan aktif sebagai antibakteri yang bekerja secara

    sinergis. Sedangkan pada konsentrasi lainnya menghasilkan diameter zona hambat

    yang kecil, hal ini dikarenakan komponen-komponen yang terdapat pada ekstrak

    bekerja secara antagonis terhadap komponen yang berperan aktif sebagai

    antibakteri, pada konsentrasi tertentu komponen ini bekerja lebih dominan

    dibandingkan komponen lainnya, sehingga mengurangi besar zona hambat.

    Tabel 4.1 Besar zona hambat ekstrak kasar putri malu dengan variasi konsentrasi terhadap bakteri S. aureus dan E. coli

    Konsentrasi Ekstrak

    Zona Hambat (mm) S aureus rata-

    rata E coli rata-rata

    100 ppm 18 19 20 19 11 11 11 11 200 ppm 24 24 24 24 19 18 19 18.67 300 ppm 19 19 17 18.33 18 16 17 17 400 ppm 19 20 21 20 13 11 11 11.67 500 ppm 7 7 7 7 17 16 16 16.33 600 ppm 14 14 15 14.33 14 16 18 16 700 ppm 13 13 14 13.33 17 17 19 17.67 800 ppm 9 14 12 11.67 14 15 15 14.67

    Kontrol Positif - - - - 23 24 23 23.33

  • 59

    Penisilin Kontrol Positif Streptomisin 22 23 23 22.67 - - - -

    Kontrol Negatif Akuades

    0 0 0 0 0 0 0 0

    Diameter zona hambat penisilin dengan konsentrasi 25 mg/mL sebesar

    23,33 mm, sedangkan diameter zona hambat streptomisin dengan konsentrasi

    6,25 g/mL sebesar 22,67 mm. Apabila ekstrak dibandingkan dengan control

    positif, diameter zona hambat ekstrak lebih kecil dibandingkan dengan zona

    hambat kontrol positif, ekstrak akar putri malu tetap dianggap berpotensi sebagai

    antibakteri karena pada hasil penelitian (Tabel 4.1) menunjukkan adanya zona

    hambat mulai dari konsentrasi ekstrak 100-800 mg/mL. Zona hambat ditunjukkan

    oleh adanya daerah bening di sekitar cakram yang dikarenakan pada daerah

    tersebut tidak ditumbuhi bakteri.

    4.5 KLT (Kromatografi Lapis Tipis)

    4.5.1 KLT Analitik

    Pendugaan secara kualitatif senyawa saponin pada akar putri malu

    dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). KLT merupakan

    metode pemisahan senyawa kimia dengan menggunakan fase diam dan fase gerak.

    Pemisahan saponin dari ekstrak kasar dilakukan menggunakan plat silika gel

    dengan eluen klorofom:metanol:akuades dengan variasi konsentrasi (13:4:1),

    (65:50:10), (20:60:4), (20:60:10). Kromatogram diamati dengan lampu UV pada

    256 nm dan 366 nm. Penggunaan variasi konsentrasi eluen pada pemisahan

  • 60

    KLT analitik ini untuk mencari eluen terbaik dan dapat memisahkan senyawa

    saponin yang terkandung dalam akar putri malu.

    Gambar 4.3 Hasil KLT analitik a, tanpa sinar UV b,dengan sinar UV 366 nm c, dengan sinar UV 254 nm

    Tabel 4.2 Hasil KLT analitik ekstrak akar putri malu dengan eluen kloroform; metanol; akuades

    No. Eluen klorofom :

    methanol : akuades

    Nilai Rf

    Tanpa sinar UV UV 254 UV 366

    1 13:4:1 0,837

    -

    -

    0,837 -

    0,975

    0,837 0,862

    -

    2 65:50:10 0.85

    -

    -

    -

    0,9 -

    0,85 0,9

    0,987

    3 20:60:4 -

    0,75 -

    0,162 0,75

    -

    -

    -

    0,812

    4 20:60:10 0,875 -

    0,875 0,975

    -

    0,975

    a b

    c

  • 61

    Dari Tabel 4.2 dan Gambar 4.3 menjelaskan bahwa pada konsentrasi

    (13:4:1) tanpa sinar UV menghasilkan 1 noda dengan Rf = 0,837, pada 254

    menghasilkan 2 noda dengan Rf = 0.837 dan 0,975, pada 366 menghasilkan 2

    noda dengan Rf = 0.837 dan 0,862. Pada konsentrasi (65:50:10) tanpa sinar UV

    menghasilkan 1 noda dengan Rf = 0,85, pada 254 menghasilkan 1 noda dengan Rf

    0,9 sedangkan pada 366 menghasilkan 3 noda dengan Rf = 0,85 ; 0,9 dan 0,987.

    Pada konsentrasi (20:60:4) tanpa sinar UV menghasilkan 1 noda dengan Rf =

    0,75, pada 254 menghasilkan 2 noda dengan Rf = 0,126 dan Rf = 0,75, pada 366

    menghasilkan 1 noda dengan Rf = 0,812. Pada konsentrasi (20:60:10) tanpa sinar

    UV menghasilkan 1 noda dengan Rf =, pada 254 menghasilkan 2 noda dengan Rf

    = 0,875dan 0,975, pada 366 menghasilkan 1 noda dengan Rf = 0,975.

    Sehingga dapat dipastikan pada eluen klorofom:metanol:akuades dengan

    konsentrasi (20:60:4) adalah eluen terbaik untuk memisahkan saponin triterpenoid

    pada ekstrak kasar akar putri malu jika dibandingkan dengan konsentrasi lainnya.

    Dimana pada konsentrasi (20:60:4) komposisi komponennya sesuai dengan

    kepolaran eluen, yang memisahkan komponen-komponen terdapat dalam ekstrak

    kasar akar putri malu terlihat terpisah dengan baik, sehingga eluen pada

    konsentrasi (20:60:4) dapat digunakan sebagai eluen untuk KLT Preparatif.

    4.5.2 KLT Preparatif

    Hasil pemisahan kromatografi lapis tipis prepararif hampir sama dengan

    KLT kualitatif, perbedaannya hanya pada kuantitas ekstrak yang digunakan. Pada

    KLT prepararif digunakan plat KLT silika gel dengan ukuran 10 x 20 cm, serta

  • 62

    pada KLTP digunakan eluen terbaik KLTA yaitu klorofom:metanol:akuades

    (20:60:4).

    Gambar 4.3 Hasil KLT analitik a, tanpa sinar UV b,dengan sinar UV 366 nm c, dengan sinar UV 254 nm

    Menurut penelitian Wagner (1984), menganalisa saponin triterpenoid pada

    akar gingseng dengan eluen klorofom:metanol:akuades dengan konsentrasi

    (20:60:4) dihasilkan 10 noda dengan Rf antar 0,35-0,75. Hasil penelitian KLTP

    dengan eluen klorofom:metanol:akuades konsentrasi (20:60:4) menghasilkan 3

    noda yaitu isolat I Rf = 0,162; isolat II Rf = 0,75; isolat III Rf =0,812, sehingga

    dapat dipastikan isolat II merupakan saponin triterpenoid.

    Gambar diatas menunjukkan 3 jenis senyawa dalam ekstrak akar putri malu. Dimana isolat I adalah sebesar 20 % ( bb ) dari ekstrak; isolat II adalah

    sebesar 43 % ( bb ) dari ekstrak; Dimana isolat III adalah sebesar 26,7 % ( bb )

    dari ekstrak (lampiran 2).

    a b

    c

  • 63

    4.6 Uji Efektivitas Antimikroba terhadap Bakteri E. coli dan S. aureus

    Uji efektivitas antibakteri pada hasil isolat KLT preparatif ini sama seperti

    uji antibakteri pada ekstrak kasar akar putri malu. Hanya saja pada uji antibakteri

    ini yang digunakan adalah isolat hasil KLT preparatif dengan konsentrasi

    optimum pada konsentrasi ekstrak 200 mg/L.

    Isolat I dan II efektif berperan sebagai anti bakteri. Hal ini terlihat dari

    zona hambat, untuk E. coli isolat I = 5,32 mm dan isolat II = 2,20 mm, untuk

    S. aureus isolat I = 1,32 mm dan isolat II = 0,38 mm, sedangkan pada isolat III

    tidak efektif sebagai antibakteri, hal ini terlihat pada sekitar cakram tidak

    memiliki zona hambat. Zona hambat ekstrak mempunyai zona hambat yang relatif

    lebih besar dibanding dengan zona hambat isolat. Hal ini dapat diasumsikan

    mekanisme kerja sebagai antibakteri pada ekstrak adalah bersifat sinergis.

    Komponen-komponen yang memiliki potensi sebagai antibakteri saling

    menguatkan. Jika salah satu komponen (isolat I dan isolat II) pada akar putri malu

    dipisahkan maka akan mengurangi potensinya sebagai antibakteri. Hal ini

    ditunjukkan pada hasil KLTP, zona hambat isolat I dan II mempunyai zona

    hambat yang lebih kecil dari zona hambat yang terdapat pada ekstrak, artinya

    senyawa yang terdapat dalam isolat tersebutlah yang bersifat sebagai antibakteri.

    Pada isolat III tidak menunjukkan adanya zona hambat disekitar cakram. Pada

    konsentrasi tertentu kecendrungan senyawa isolat III yang terdapat dalam ekstrak

    akan mempengaruhi daya hambat antibakteri (isolat III bersifat antagonis)

    terhadap senyawa-senyawa antibakteri yang terdapat dalam ekstrak sehingga akan

    mengurangi aktivitas antibakteri pada ekstrak tersebut (Grafik 4.1 dan 4,2).

  • 64

    4.7 Mekanisme Kerja Senyawa Saponin terhadap Pertumbuhan Bakteri

    Senyawa saponin termasuk senyawa polifenol, yangmana senyawa ini

    dapat menghambat bakteri dengan cara merusak membran sitoplasma pada bakteri

    yang tersusun oleh 60 % protein dan 40 % lipid yang umumnya berupa fosfolipid.

    Senyawa saponin merusak membran sitoplasma yang menyebabkan bocornya

    metabolit yang menginaktifkan sistem enzim bakteri. Kerusakan pada membran

    sitoplasma dapat mencegah masuknya bahan-bahan makanan atau nutrisi yang

    diperlukan bakteri untuk menghasilkan energi akibatnya bakteri akan mengalami

    hambatan pertumbuhan dan bahkan kematian.

    Setiap sel bakteri dikelilingi membran sitoplasma yang tersusun dominan

    oleh ergesterol yang bersifat permeabel selektif. Selain itu, fosfolipid juga

    merupakan senyawa yang penting dalam pembentukan membran sitoplasma

    bakteri. Pada perusakan membran sitoplasma, senyawa saponin (polifenol)

    melepaskan ion H+ yang selanjutnya menyerang gugus hidrofilik (gugus hidroksi

    dan fosfat) pada permukaan membran sel, mengakibatkan gugus hidroksi pada

    molekul ergesterol berikatan dengan hidrogen terputus, sehingga membran sel

    tidak mampu menahan tekanan dari dalam, akibatnya sitoplasma dalam sel akan

    menembus keluar. Selain itu, pada molekul fosfolipid ion H+ dari senyawa

    saponin akan menyerang gugus polar (gugus fosfat) sehingga molekul fosfolipid

    akan terurai menjadi gliserol, asam karboksilat, dan asam fosfat. Hal ini

    mengakibatkan fosfolipid tidak mampu mempertahankan bentuk membran

    sitoplasma akibatnya membran sitoplasma akan bocor sehingga zat-zat untuk

    metabolisme sel bakteri akan terbuang keluar dan bakteri akan mati.

  • 65

    Gambar 4.8 Mekanisme perusakan senyawa fosfolipid pada membran sel bakteri

    4.8 Perspektif Islam terhadap Tumbuhan Putri Malu.

    Penelitian ini diperoleh hasil bahwa akar putri malu memiliki senyawa

    saponin yang berpotensi sebagai antibakteri, hal ini membuktikan bahwasanya

    semua ciptaan Allah di langit dan di bumi tidak ada yang sia-sia. Sebagaimana

    yang tercantum dalam QS. Al-Syuara (26) ayat 7 yang berbunyi;

    s9 ur& (# t t n< ) F{ $# /x. $o G u;/ r& $p e . 8l y A x. Artinya : Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya

    kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik? (QS. asy Syuaraa (26) :7)

    Berdasarkan ayat diatas menunjukkan bahwasannya tumbuhan yang baik

    adalah tumbuhan yang bermanfaat sebagai makhluk hidup, termasuk putri malu

    yang bermanfaat sebagai obat antibakteri. Senyawa yang berperan sebagai

    antibakteri yaitu saponin. Hal ini dibuktikan pada hasil penelitian secara kualitatif

    Fosfolipid

    Saponin Triterpenoid

    Saponin Triterpenol

    Asam karboksilat Asam lemak Asam fosfat

  • 66

    bahwasanya di dalam akar putri malu terdapat senyawa saponin yang berpotensi

    sebagai antibakteri.

    u F{ $# u $ yt y t $us) 9 r& u $y z u u $ uFu; / r& u $p e . & x 5 $ u=y y_ u /3s9 $ p | y t tu 9 s9 t%t /

    Artinya: Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezki kepadanya. (QS. al- Hirj: 19-20)

    Segala sesuatu yang diciptakan Allah diberikan kepada manusia dengan

    ukuran-ukuran tertentu sesuai dengan kebutuhan hidup. Seperti halnya akar putri

    malu mempunyai senyawa saponin 1 %, jika kandungan saponin pada akar putri

    malu melebihi 1 % maka dapat merusak sel darah merah dan bersifat racun bagi

    manusia. Melalui penelitian ini juga dapat membuktikan kekuasaan dan kebenaran

    firman-firman Allah dalam surat an Naml (27) ayat 93 :

    % u pt :$# ! /3 y Gt# u $pt tG s 4 $tu y7/ u @t / $ t t =y s? Artinya : Dan Katakanlah: "Segala puji bagi Allah, dia akan memperlihatkan

    kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya, Maka kamu akan mengetahuinya. dan Tuhanmu tiada lalai dari apa yang ka