79
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n-HEKSAN RIMPANG TEMU GIRING (Curcuma heyneana Val. & V.Zijp) SKRIPSI RIZKA MEIRISA PUTRI 11141020000037 FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA SEPTEMBER 2018

ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI

FRAKSI n-HEKSAN RIMPANG TEMU GIRING

(Curcuma heyneana Val. & V.Zijp)

SKRIPSI

RIZKA MEIRISA PUTRI

11141020000037

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

SEPTEMBER 2018

Page 2: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI

FRAKSI n-HEKSAN RIMPANG TEMU GIRING

(Curcuma heyneana Val. & V.Zijp)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Farmasi

RIZKA MEIRISA PUTRI

11141020000037

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

SEPTEMBER 2018

Page 3: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

iii

Page 4: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

iv

Page 5: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

v

Page 6: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

vi

ABSTRAK

Nama : Rizka Meirisa Putri

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Fraksi n-Heksan

Rimpang Temu Giring (Curcuma heyneana Val. & V.Zijp)

Temu giring merupakan tanaman asli Indonesia, dan sudah sering digunakan oleh

masyarakat Indonesia sebagai obat tradisional seperti obat cacing, obat luka, dan

pelangsing tubuh. Aktivitas biologis temu giring telah dilaporkan diantaranya

sebagai antibakteri, antioksidan, antikanker dan antideabetes. Pada uji pendahulan

yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ekstrak etanol temu giring berpotensi

sebagai antiinflamasi dengan metode antidenaturasi protein. Penelitian ini bertujuan

untuk mengisolasi senyawa metabolit sekunder dari rimpang temu giring (Curcuma

heyneana), menentukan strukturnya dan menguji aktivitas antiinflamasi dengan

metode antidenaturasi protein. Isolasi dan pemurnian fraksi heksan temu giring

menggunakan berbagai metode kromatografi dan mendapatkan senyawa E’X

sebanyak 90 mg. analisa data spektroskopi menggunakan 1H-NMR

mengindikasikan bahwa senyawa ini memiliki 4 metil (CH3), dua CH, enam

CH/CH2/CH3 alifatik , 2CH2, proton olefinik dan aromatic atau heterosiklik yang

mirip dengan pola struktur senyawa sesquiterpen. Berdasarkan uji aktivitas

antidenaturasi protein, senyawa E’X pada konsentrasi 0,01 ppm, 0,1 ppm, 1 ppm

dan 10 ppm yang dibandingkan dengan natrium diklofenak dan menunjukkan nilai

P ≤ 0,05 yaitu berbeda bermakna yang berarti akvititas antiinflamasi senyawa E’X

lebih rendah dari natrium diklofenak.

Kata Kunci : Temu Giring (Curcuma heyneana), antidenaturasi protein,

antiinflamasi, Bovine Serum Albumin (BSA).

Page 7: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

vii

ABSTRACT

Nama : Rizka Meirisa Putri

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Isolation of Secondary Metabolites Compound from n-

Hexane Fraction of Rhizome Temu Giring (Curcuma

heyneana Val. & V.Zijp)

Temu giring is native plant of Indonesia, and has often been used by Indonesian

people as traditional medicine such as anthelmintic, wound medicine and body

slimming. The biology activities of temu giring has been reported to have

antibacterial, antioxidant, anticancer and antidiabetic. In the preliminary test that

has been carried out indicate that the ethanol extract of temu giring potentially has

anti-inflammatory activity used antidenaturation of protein method. The objective

of this research were to isolate a secondary metabolite compound from rhizomes

temu giring (Curcuma heyneana), elucidated the structure, and determined its

antidenaturation of protein activity. Isolation and purified the hexane fraction of

temu giring was carried out by using chromatographic method and give 90 mg of

E’X compound. Analysis of the 1H-NMR spectroscopic data of E’X indicate that

this compound has 4 methyls (CH3), two CH, six CH/CH2/CH3 aliphatics, 2CH2,

olefinic and aromatic or heterocyclic proton that are similar to the sesquiterpenes

skeleton. Based of antidenaturation of protein activity test, E’X compound at

concentration 0,01 ppm, 0,1 ppm, 1 ppm and 10 ppm were compared to sodium

diclofenac and showed the value P ≤ 0,05 that is significantly different which means

inflammation activity of E’X compound is lower than sodium diclofenac.

Keywords: Temu Giring (Curcuma heyneana), antidenaturation of protein activity,

antiinflammatory, Bovine Serum Albumin (BSA).

Page 8: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi, Tuhan Yang

Maha Esa, atas segala rahmat, karunia, hidayah serta inayah-Nya, saya dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan untuk

memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya

sepenuhnya menyadari, bahwa tanpa bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai

pihak, dari awal masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah

sulit dan penuh rasa tanggung jawab untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karna

itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua Orang tua saya, Muchtar Abdullah Kohar dan Qori Harfiati, serta

keluarga yang terus memberi dukungan moril maupun materil.

2. Ibu Ismiarni Komala, M.Sc., Ph. D., Apt. selaku pembimbing pertama dan Ibu

Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt. selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan

waktu, tenaga, pikiran untuk membimbing dan mengarahkan, memberikan

ilmu, masukan dan saran, sejak proposal skripsi, pelaksanaan penelitian sampai

pada penyusunan skripsi.

3. Dr. Arief Soemantri, SKM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt selaku Kepala Jurusan Program Studi Farmasi

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

5. Segenap Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan

hingga penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan Farmasi Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Sahabat-sahabat saya Zakiyyah Hamida Hasibuan, Inez Latanza Vidiyanti,

Mutiara Ayu Lestari, Elsa Melian, Nehta Estania Zahra, Ayu Rahmawati,

Khoirun Nisa, Putri Nuzulia Matany, Nurjihan Fahira, Amajidda Hassyati yang

selalu mengingatkan, membantu dan memberi dukungan kepada saya.

7. Teman-teman seperjuangan cepet S.Farm Muhammad Firman, Luluk

Muchoyaratul, Nehta Estania Zahra, Ferani Nadyn Fatma, Putri Siti Hawa serta

Page 9: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

ix

teman angkatan 2014 yang sama-sama berjuang selama 4 tahun untuk

menyelesaikan pendidikan ini.

8. Ka Walid, Ka Eris, Mba Rani, Ka Zaenab dan Pak Rahmadi yang telah menjadi

sahabat di laboratorium selama penelitian.

9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut

membantu menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu,

kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna tercapainya

kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis

berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi kalangan akaemis

dan dunia ilmu pengetahuan, khususnya bagi mahasiswa farmasi, serta masyarakat

pada umumnya.

Tangerang Selatan, 5 September 2018

Penulis

Page 10: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

x

DAFTAR ISI

COVER .............................................................................................................................. i

COVER ............................................................................................................................. ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........ Error! Bookmark not defined.

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......... Error! Bookmark not defined.

HALAMAN PENGESAHAN ......................................... Error! Bookmark not defined.

ABSTRAK ...................................................................................................................... vi

ABSTRACT ................................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ................................................................................................ viii

DAFTAR ISI ................................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3

1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 5

2.1 Temu Giring ................................................................................................ 5

2.1.1 Klasifikasi Tanaman.............................................................................. 5

2.1.2 Deskripsi Tanaman................................................................................ 5

2.1.3 Manfaat ................................................................................................. 6

2.1.4 Aktivitas Farmakologi ........................................................................... 6

2.1.5 Kandungan Kimia ................................................................................. 6

2.2 Simplisia ...................................................................................................... 6

2.3 Ekstrak dan Ekstraksi .................................................................................. 7

2.4 Pelarut ......................................................................................................... 9

2.5 Skrining Fitokimia .................................................................................... 10

Page 11: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

xi

2.5.1 Flavonoid ............................................................................................ 10

2.5.2 Alkaloid ............................................................................................... 11

2.5.3 Saponin ................................................................................................ 11

2.5.4 Tanin ................................................................................................... 11

2.6 Kromatografi ............................................................................................. 12

2.6.1 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ........................................................ 12

2.6.2 KLT Preparatif .................................................................................... 13

2.6.3 Kromatografi Kolom ........................................................................... 14

2.6.4 GC-MS (Gas Chromatography – Mass Spectroscopy) ....................... 14

2.7 Spektrofotometer Uv-Vis .......................................................................... 15

2.8 Spektroskopi NMR (Nuclear Magnetic Resonance)................................. 15

2.9 Inflamasi .................................................................................................... 16

2.9.1 Mekanisme Inflamasi Akut ................................................................. 16

2.9.2 Obat-obatan Antiinflamasi .................................................................. 17

2.10 Denaturasi Protein ..................................................................................... 18

2.11 Bovine Serum Albumin (BSA) .................................................................. 18

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................... 20

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 20

3.2 Alat dan Bahan .......................................................................................... 20

3.2.1 Alat ...................................................................................................... 20

3.2.2 Bahan................................................................................................... 20

3.3 Prosedur Kerja ........................................................................................... 21

3.3.1 Determinasi Tumbuhan ....................................................................... 21

3.3.2 Penyiapan Simplisia ............................................................................ 21

3.3.3 Pembuatan Ekstrak .............................................................................. 21

3.3.4 Identifikasi Kandungan Kimia Ekstrak ............................................... 22

Page 12: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

xii

3.3.5 Isolasi dan Pemurnian Senyawa Metabolit Sekunder ......................... 23

3.3.6 Analisis Struktur Senyawa .................................................................. 26

3.3.7 Uji In Vitro Aktivitas Antiinflamasi ................................................... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 30

4.1 Preparasi Sampel ....................................................................................... 30

4.2 Ekstraksi .................................................................................................... 30

4.3 Penapisan fitokimia ................................................................................... 31

4.4 Isolasi Senyawa Murni .............................................................................. 31

4.5 Penentuan Struktur Senyawa..................................................................... 35

4.6.1 GC-MS ................................................................................................ 35

4.6.2 Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) ....................................... 36

4.6 Pengujian Antidenaturasi Protein BSA ..................................................... 38

4.6.3 Hasil Uji Aktivitas Antidenaturasi Protein BSA dari Natrium

Diklofenak ..................................................................................................... 38

4.6.4 Hasil Uji Aktivitas Antidenaturasi Protein BSA dari Senyawa E’X .. 39

BAB V PENUTUP ........................................................................................................ 40

5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 40

5.2 Saran .......................................................................................................... 40

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 41

Page 13: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tumbuhan Temu giring ............................................................................ 5

Gambar 2.2 Mekanisme Inflamasi Akut.................................................................... 17

Gambar 4.1 Bagan Kromatografi Kolom Ekstrak Heksan Temu Giring .............. 33

Gambar 4.2 Hasil KLT dari Fraksi E’X pada UV 254 ............................................ 34

Gambar 4.3 Spektrum Hasil GCMS Senyawa E’X ................................................. 35

Gambar 4.4 Pola Fragmentasi Senyawa E’X ............................................................ 36

Gambar 4.5 Spektrum 1H-,NMR Senyawa E’X ....................................................... 37

Page 14: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Rendemen Ekstrak Etanol Temu Giring ................................................... 31

Tabel 4.2 Hasil Skrining Kandungan Ekstrak Temu Giring .................................... 31

Tabel 4.3 Rendemen Fraksi Hasil Partisi ................................................................... 32

Tabel 4.4 Bobot Fraksi A-F.......................................................................................... 32

Tabel 4.5 Karakteristik Senyawa E’X ........................................................................ 34

Tabel 4.6 Pergeseran Kimia Senyawa E’X ................................................................ 37

Tabel 4.7 Hasil Uji Antidenaturasi Protein BSA dari Natrium Diklofenak .......... 38

Tabel 4.8 Hasil Uji Antidenaturasi Protein BSA dari Senyawa E’X ...................... 39

Page 15: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Determinasi Sampel .................................................................... 46

Lampiran 2. Bagan Alur Kerja ................................................................................... 47

Lampiran 3. Skema Isolasi Senyawa E’X ................................................................. 48

Lampiran 4. Alur Uji Aktivitas Antidenaturasi Protein BSA ................................. 49

Lampiran 5. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak ......................................................... 50

Lampiran 6. Perhitungan Rendemen Ekstrak ........................................................... 51

Lampiran 7. Dokumentasi Pembuatan Ekstrak ........................................................ 52

Lampiran 8. Hasil KLT ............................................................................................... 53

Lampiran 9. Dokumentasi Uji antidenaturasi Protein BSA .................................... 55

Lampiran 10. Perhitungan Konsentrasi Na Diklofenak dan Senyawa E’X .......... 56

Lampiran 11. Data Absorbansi Na Diklofenak dan Senyawa E’X ........................ 58

Lampiran 12. Analisa Statistik ................................................................................... 59

Lampiran 13. Hasil 1H-NMR Senyawa E’X ............................................................. 63

Page 16: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai sumber bahan baku obat-obatan tropis yang

dapat dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai macam penyakit. Begitu pula

Indonesia merupakan salah satu negara pengguna tumbuhan obat terbesar di dunia

bersama dengan negara lain di Asia, seperti Cina dan India. Pemanfaatan tanaman

sebagai obat-obatan juga telah berlangsung selama ribuan tahun yang lalu

(Susiarti, 2015).

Masyarakat Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman

berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam pencegahan penyakit (preventif),

meningkatkan kesehatan (promotif), memulihkan kesehatan (rehabilitatif), dan

penyembuhan (kuratif). Pengetahuan tentang tanaman khasiat obat berdasar pada

pengalaman dan keterampilan secara turun-menurun telah diwariskan dari satu

generasi ke generasi berikutnya (Sari, 2006).

Tanaman memiliki aktivitas biologi yang dapat dimanfaatkan oleh

manusia. Aktivitas biologi tanaman dipengaruhi oleh jenis metabolit sekunder

yang terkandung didalamnya. Penemuan berbagai senyawa obat baru dari bahan

alam semakin memperjelas peran penting metabolit sekunder tanaman sebagai

sumber bahan baku obat. Metabolit sekunder adalah senyawa hasil biogenesis dari

metabolit primer. Umumnya dihasilkan oleh tumbuhan tingkat tinggi, yang bukan

merupakan senyawa penentu kelangsungan hidup secara langsung, tetapi lebih

sebagai hasil mekanisme pertahanan diri organisme (Lisdawati et al., 2007).

Metabolit sekunder yang dihasilkan tersebut dapat mengobati suatu penyakit

karena memiliki aktivitas farmakologi. Contoh senyawa metabolit sekunder

tersebut adalah alkaloid, flavonoid, fenol dan lain-lain (Setyorini dkk, 2016).

Pada saat ini ada kecenderungan yang lebih besar pada pemakaian obat

alami atau tradisional yang berasal dari tanaman atau herbal karena minimalnya

efek samping obat (Manvi, et al., 2011). Salah satu tumbuhan yang dipakai oleh

masyarakat untuk obat tradisional adalah temu giring (Curcuma heyneana Val. &

V.Zijp). Temu giring merupakan tanaman asli Indonesia. Rimpang dari tumbuhan

Page 17: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 2

temu giring digunakan untuk perawatan kecantikan secara tradisional sebagai

lulur, mengobati perasaan tidak tenang, obat cacing, menyembuhkan kulit

terkelupas dan luka, serta pelangsing tubuh (Muhlisah, 2007).

Rimpang temu giring mengandung berbagai jenis senyawa

sesquiterpenoid seperti, germacrone, dehydrocurdione, isocurcumenol,

curcumenol, curcumanolides A dan B, zerumbone, dan oxycurcumenol (Firman

K et al., 1988). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Diastuti dkk (2014)

dilaporkan bahwa germacrone, dehydrocurdione, dan 1(10),4(5)-

diepoxygermacrone yang terkandung dalam temu giring memiliki aktivitas

sebagai antibakteri. Pada penelitian yang dilakukan oleh Rahayu dkk (2018)

dilaporkan temu giring mengandung senyawa dihydrosuberenol dan

demethoxycurcumin yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan, dan pada

penelitian yang dilakukan oleh Cho W dkk (2009) dilaporkan bahwa zedoarindiol

dari temu giring memiliki efek sebagai antiinflamasi dengan penghambatan iNOS,

COX-2 dan sitokin pro-inflamasi.

Temu giring (Curcuma heyneana) telah dilaporkan memiliki berbagai

aktivitas biologis lainnya seperti antikanker (Atun dkk, 2010) dan antidiabetes

(Lukiati et al., 2012), namun masih terbatas pada pengujian aktivitas antiinflamasi

terhadap tanaman tersebut. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan

menyatakan ekstrak etanol dari temu giring aktif sebagai antiinflamasi dengan

menggunakan metode denaturasi protein. Oleh karena itu, perlu dilakukan isolasi

untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder dan pengujian aktivitas biologis

antidenaturasi protein terhadap temu giring (Curcuma heyneana Val) dimana

berdasarkan kandungan kimia dari tanaman dan beberapa penelitian sebelumnya

menunjukkan bahwa tanaman temu giring (Curcuma heyneana Val) memiliki

potensi sebagai antiinflamasi.

Inflamasi didefinisikan sebagai reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau

cedera dan melibatkan lebih banyak respon imun. Inflamasi merupakan respon

fisiologis terhadap berbagai rangsangan seperti infeksi dan cedera jaringan.

Inflamasi dapat lokal, sistemik, akut dan kronis (Bratawidjaja dkk, 2012).

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menguji aktivitas

antiinflamasi adalah dengan menggunkan metode penghambatan denaturasi

Page 18: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 3

protein dengan Bovine Albumin Serum (BSA) (Williams et al., 2008). Denaturasi

protein pada jaringan adalah salah satu penyebab penyakit inflamasi. Auto-

antigen yang diproduksi pada penyakit inflamasi mungkin bertanggung jawab atas

terjadinya denaturasi protein. produksi auto-antigen pada sejumlah rheumatoid

arthritis kemungkian disebabkan denaturasi protein in vivo. Oleh karena itu,

dibutuhkan suatu agen tertentu yang dapat mencegah danaturasi protein yang

dapat bermanfaat pada pengembangan obat antiinflamasi (Chandra S et al., 2012).

Penelitian ini dilakukan ini dilakukan untuk mengisolasi metabolit

sekunder dari ekstran n-heksan temu giring (Curcuma heyneana Val. & V.Zijp)

dan mengevaluasi kemungkinan efek antiinflamasi dari hasil isolasi tersebut

terhadap denaturasi protein BSA secara in vitro dengan menggunakan instrument

Spektrofotometer Uv-Visible.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan menyatakan ekstrak

etanol dari temu giring aktif sebagai antiinflamasi dengan menggunakan metode

denaturasi protein BSA. Dengan latar belakang tersebut dilakukanlah penelitian

untuk mengisolasi metabolit sekunder dari fraksi n-Heksana Curcuma heyneana

Val. & V.Zijp dan menguji apakah senyawa tersebut memiliki aktivitas

antiinflamasi dengan metode denaturasi protein BSA.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk:

1. Mengisolasi metabolit sekunder dari fraksi n-heksan Curcuma heyneana Val.

& V.Zijp.

2. Menguji aktivitas antiinflamasi senyawa hasil isolasi secara in-vitro dengan

menggunakan metode penghambatan denaturasi protein BSA.

Page 19: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 4

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Dapat mengetahui komponen kimia yang terdapat pada tumbuhan temu giring

(Curcuma heyneana Val. & V.Zijp) yang tumbuh di Indonesia.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang aktivitas antiinflamasi

yang terkandung dalam tumbuhan temu giring sehingga dapat berguna untuk

penelitian selanjutnya.

Page 20: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Temu Giring (Curcuma heyneana Val. & V.Zijp)

2.1.1 Klasifikasi Tanaman (GBIF, 2018)

Kingdom : Plantae

Divisio : Tracheophyta

Class : Liliopsida

Ordo : Zingiberales

Family : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma heyneana Val. & V.Zijp

Gambar 2.1 Tumbuhan Temu giring atau Curcuma heyneana Val. &

V.Zijp

(Sumber: Depkes RI, 1989)

2.1.2 Deskripsi Tanaman

Temu giring merupakan tanaman berbatang semu dengan

ketinggian mencapai 1 meter. Rimpang temu giring berwarna kuning serta

beraroma khas. Daunnya berbentuk runcing dengan tepi rata, berwarna

hijau serta berpelepah yang saling melekat satu dengan yang lain hingga

Page 21: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 6

membentuk batang semu. Bunga majemuknya berbulu dengan tangkai

yang mencapai 40 cm dan kelopak bunganya berwarna kuning kemerahan.

Sementara buah berbentuk bulat telur berwarna coklat kehitaman.

Tanaman ini tumbuh pada daerah hingga ketinggian 750 mdpl. Temu

giring dijumpai sebagai tanaman liar di hutan jati atau di halaman rumah,

terutama di tempat yang teduh. Pembudidayaan dilakukan dengan setek

rimpang induk atau rimpang cabang yang bertunas (Mursito, 2004).

2.1.3 Manfaat

Bagi masyarakat lokal Indonesia Rimpang dari tumbuhan temu

giring digunakan untuk perawatan kecantikan secara tradisional sebagai

lulur, mengobati perasaan tidak tenang, obat cacing, menyembuhkan kulit

terkelupas dan luka, serta pelangsing tubuh (Muhlisah, 2007).

2.1.4 Aktivitas Farmakologi

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, temu gring

memiliki aktivitas farmakologi sebagai antioksidan (Rahayu dkk, 2018),

antiinflamasi (Cho et al., 2009), antidiabetes (Lukiati et al., 2012), dan

antikanker (Atun dkk, 2010).

2.1.5 Kandungan Kimia

Rimpang temu giring mengandung minyak atsiri yang jumlahnya

tidak kurang dari 1,5% b/v yang memiliki daya antimikroba, selain itu juga

mengandung senyawa berupa kurkumin, tanin, saponin, dan flavonoid

(Depkes RI, 1989). Dan mengandung berbagai jenis senyawa

sesquiterpenoid seperti, germacrone, dehydrocurdione, isocurcumenol,

curcumenol, curcumanolides A dan B, zerumbone, dan oxycurcumenol

serta dihydrosuberenol dan demethoxycurcumin (Rahayu dkk, 2018).

2.2 Simplisia

Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai bahan obat dan

belum mengalami pengolahan apapun, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan

yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia

Page 22: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 7

hewani, dan simplisia pelican (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang

berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat

tumbuhan ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang

dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa

kimia murni (Depkes RI, 2000).

2.3 Ekstrak dan Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi

senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa

atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang

telah ditetapkan (Depkes RI, 2000).

Adapun faktor yang mempengaruhi pada mutu ekstrak yaitu faktor biologi

dan faktor kimia (Depkes RI, 2000) :

a. Faktor Biologi

Identitas jenis (spesies) : jenis tumbuhan dari sudut keragaman hayati

dapat dikonfirmasi sampai informasi genetic sebagai faktor internal

untuk validasi jenis (spesies)

Lokasi tumbuhan asal : Lokasi merupakan faktor eksternal, yaitu

lingkungan (tanah dan atmosfer) dimana tumbuha berinteraksi berupa

energi (cuaca, temperatur, cahaya) dan materi (air, senyawa organic dan

anorganik).

Periode pemanenan hasil tumbuhan : faktor ini merupakan dimensi

waktu dari proses kehidupan tumbuhan terutama metabolisme sehingga

menentukan senyawa kandungan.

Penyimpanan bahan tumbuhan : merupakan faktor eksternal yang dapat

diatur karena dapat berpengaruh pada stabilitas bahan serta adanya

kontaminasi (biotik dan abiotik).

Umur tumbuhan dan bagian yang diguanakan.

Page 23: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 8

b. Faktor Kimia

Faktor Internal, meliputi jenis senyawa aktif dalam bahan, komposisi

kualitatif senyawa aktif, komposisi kuantitatif senyawa aktif, dan kadar

total rata-rata senyawa aktif.

Faktor Eksternal, meliputi metode ekstraksi, perbandingan ukuran alat

ekstraksi (diameter dan tinggi alat), ukuran, kekerasan dan kekeringan

bahan, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan logam berat

dan kandungan pestisida.

Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibagi menjadi

dua cara, yaitu cara panas dan cara dingin (Depkes RI, 2000) :

A. Cara Dingin

1) Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan

menggunakan pelarut dalam wadah tertutup dengan beberapa kali

pengocokkan atau pengadukan pada temperature ruangan (Kamar).

Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah

dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.

2) Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperature

kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan,

tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya

(penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampaidiperoleh

ekstrak (perkolat).

B. Cara Panas

1) Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperature titik

didihnya selama waktu tertentu dan dalam jumlah pelarut terbatas yang

relative konstan dangan adanya pendinginan balik.

Page 24: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 9

2) Soklet

Soklet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru

yang umumnya dilakukan dengan alat khusu sehingga terjadi ekstraksi

kontinu dengan jumlah pelarut relative konstan dengan adanya

pendinginan balik.

3) Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperature yang lebih tinggi dari temperature ruangan (kamar), yaitu

secara umum dilakukan pada temperature 400-500C.

4) Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperature

penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih,

temperatur terukur 960-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit).

5) Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 Menit) dan

temperature sampai titik didih air.

2.4 Pelarut

Keberhasilan determinasi senyawa aktif dari tumbuhan tergantug pada

jenis pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi. Karakteristik pelarut yang

baik adalah toksisitas rendah, mudah menguap pada pemanasan rendah, berperan

sebagai pengawet, tidak menyebabkan ekstrak membentuk kompleks atau

terdisosiasi. Faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut yaitu fitokimia yang

ingin diekstraksi, kecepatan ekstraksi, keanekaragaman komponen yang

terekstraksi, mudah untuk penggunaan dalam proses selanjutnya, toksisitas

pelarut pada proses bioassay dan potensi bahaya kesehatan dari ekstraktan

(Tiwari, 2011).

1) Alcohol

Aktivitas pelarut yang merupakan alcohol lebih baik dibandingkan

dengan pelarut berupa air. Pelarut berupa alcohol lebih efisien untuk

mendegradasi dinding sel yang bersifat nonpolar sehingga dapat melarutkan

analit yang bersifat polar dan nonpolar. Etanol lebih mudah untuk

Page 25: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 10

berpenetrasi kedalam membrane sel sehingga dapat mengekstraksi senyawa

didalam sel. Methanol lebih polar dibandingkan dengan etanol namun

bersifat lebih toksik. Etanol dan methanol dapat menarik senyawa polifenol,

flavonoid, saponin, tanin, alkaloid dan terpenoid (Tiwari, 2013).

2) Etil asetat

Etil asetat merupakan pelarut dengan karakteristik semipolar. Etil asetat

secara efektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol

dan terpenoid (Pranoto, dkk, 2012).

3) n-Heksana

n-Heksana mempunyai karakteristik sangat tidak polar, volatile,

mempunyai bau khas yang dapat menyebabkan pingsan. Berat molekul

heksana adalah 86,2 gram/mol dengantitik leleh -94,3oC sampai -95,3 oC.

Titik didih heksana pada tekanan 760 mmHg adalah 66 oC sampai 71 oC

(Daintith, 1994). n-Heksana biasanya digunakan sebagai pelarut untuk

ekstraksi minyak nabati.

2.5 Skrining Fitokimia

Untuk mengetahui aktivitas farmakologi yang dimiliki oleh tanaman maka

harus dilakukan skrining fitokimia. Skrining fitokimia merupakan analisis

kualitatif terhadap senyawa-senyawa metabolit sekunder. Suatu ekstrak dari

bahan alam terdiri atas berbagai macam metabolit sekunder yang berperan dalam

aktivitas biologinya. Senyawa-senyawa tersebut dapat diidentifikasi dengan

pereaksi-pereaksi yang mampu memberikan ciri khas dari setiap golongan dari

metabolit sekunder (Harborne,1987).

2.5.1 Flavonoid

Flavanoid merupakan senyawa polar yang umumnya mudah larut

dalam pelarut polar seperti etanol, menthanol, butanol, aseton, dan lainlain.

(Markham,1988). Flavanoid dalam tumbuhan terikat pada gula sebagai

glikosida dan aglikon flavanoid, Gula yang terikat pada flavanoid mudah

larut dalam air (Harborne, 1987). Flavanoid merupakan golongan terbesar

dari senyawa fenol, senyawa fenol mempunyai sifat efektif menghambat

pertumbuhan virus, bakteri dan jamur. Flavanoid mempunyai bermacam-

Page 26: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 11

macam efek yaitu, efek antiinflamasi, anti tumor, anti HIV, immune

stimulant, analgesik, antiradang, antifungal, antidiare, antihepatotoksik,

antihiperglikemik dan sebagai vasolidator (De Padua, et al., 1999).

2.5.2 Alkaloid

Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar.

Alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau

lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem

siklik. Alkaloid sering bersifat racun bagi manusia dan banyak yang

mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi digunakan secara luas

dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya berwarna, sering kali bersifat

optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa

cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar (Harbone,1987)

2.5.3 Saponin

Saponin adalah suatu glikosida yang larut dalam air dan mempunyai

karakteristik dapat membentuk busa apabila dikocok, serta mempunyai

kemampuan menghemolisis sel darah merah. Saponin mempunyai

toksisitas yang tinggi. Berdasarkan strukturnya saponin dapat dibedakan

menjadi dua macam yaitu saponin yang mempunyai rangka steroid dan

saponin yang mempunyai rangka triterpenoid. Berdasarkan pada

strukturnya saponin akan memberikan reaksi warna yang karakteristik

dengan pereaksi Liebermann-Buchard (LB) (Harborne, 1987).

2.5.4 Tanin

Tanin merupakan golongan senyawa aktif tumbuhan yang bersifat

fenol, mempunyai rasa sepat dan mempunyai kemampuan menyamak kulit.

Secara kimia tanin dibagi menjadi dua golongan, yaitu tanin terkondensasi

atau tanin katekin dan tanin terhidrolisis (Robinson,1995).

Page 27: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 12

2.6 Kromatografi

Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan campuran berdasarkan

perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Istilah

kromatografi berasal dari gabungan kata “Chroma” (warna) dan “Graphein”

(menuliskan). Prinsip pemisahan kromatografi yaitu adanya distribusi

komponen-komponen dalam fase diam dan fase gerak berdasarkan sifat fisik

komponen yang akan dipisahkan. Persyaratan utama kromatografi yaitu ada fase

diam dan fase gerak (fase diam tidak boleh berinteraksi dengan fase gerak),

komponen sampel harus larut dalam fase gerak dan berinteraksi dengan fase

diam, fase gerak harus bisa mengalir melewati fase diam, sedangkan fase diam

harus terikat di posisinya (Adrianingsih, 2009).

2.6.1 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan salah satu metode

pemisahan fisika, kimia dan kromatografi cair paling sederhana yaitu

dengan menggunakan plat kaca atau plat alumunium yang dilapisi silica

gel dan menggunakan pelarut tertentu (Harborne, 1987). Pada KLT fase

diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang

datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat alumunium atau plat plastik.

Meskipun demikian, kromatografi planar ini adalah bentuk terbuka dari

kromatografi kolom (Gritter, dkk, 1991).

KLT mempunyai peranan penting dalam pemisahan senyawa

organik maupun senyawa anorganik, karena relatif sederhana dan

kecepatan analisisnya. Di dalam analisis dengan KLT, sampel dalam

jumlah yang sangat kecil ditotolkan menggunakan pipa kapiler di atas

permukaan pelat tipis fasa diam (adsorbent), kemudian pelat diletakkan

dengan tegak dalam bejana pengembang yang berisi sedikit pelarut

pengembang. Oleh aksi kapiler, pelarut mengembang naik sepanjang

permukaan lapisan pelat dan membawa komponen-komponen yang

terdapat dalam sampel (Atun, 2014).

Pemilihan fasa gerak yang tepat merupakan langkah yang sangat

penting untuk keberhasilan analisis dengan KLT. Fase gerak harus

memiliki kemurnian yang tinggi, hal ini dikarenakan KLT merupakan

Page 28: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 13

teknik yang sensitive. Fase gerak yang digunakan adalah pelarut organic

yang memiliki tingkat polaritas tertentu, mampu melarutkan senyawa, dan

tidak bereaksi dengan adsorban (Gritter, dkk, 1991). Adsorban yang biasa

digunakan sebagai fase diam pada kromatografi lapis tipid antara lain: Gel

silica G, Gel silica GF254, Kieselguhr (mengandung pengikat kalsium

sulfat sebagai penyangga) (Watson, 2009).

2.6.2 KLT Preparatif

Kromatografi lapis tipis preparatif adalah salah satu metode yang

memerlukan pembiayaan paling murah dan memakai peralatan paling

dasar. Walaupun KLTP dapat memisahkan bahan dalam jumlah gram,

sebagian besar pemakainya hanya dalam jumlah miligram. KLTP

bersama-sama dengan kromatografi kolom terbuka masih dijumpai dalam

sebagian besar publikasi mengenai isolasi bahan alam (Hostettmann,

1995).

Ketebalan penjerap (adsorben) yang paling sering dipakai pada

KLTP adalah sekitar 0,5-2 mm. Ukuran plat kromatografi biasanya 20 x

20 cm atau 20 x 40 cm. Pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran plat

sudah tentu mengurangi jumlah bahan yang dapat dipisahkan dengan

KLTP. Penjerap yang paling umum digunakan ialah silika gel dan dipakai

untuk pemisahan campuran senyawa lipofil maupun campuran senyawa

hidrofil (Hostettmann, 1995).

Cuplikan pada KLTP dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum

ditotolkan pada pelat KLTP. Pelarut yang baik adalah pelarut atsiri

(heksana, diklorometana, etil asetat), karena jika pelarut kurang atsiri akan

terjadi pelebaran pita. Konsentrasi cuplikan harus sekitar 5%-10%.

Cuplikan ditotolkan berupa pita yang harus sesempit mungkin, karena

pemisahan tergantung pada lebar pita (Hostettmann, 1995).

Pengembangan plat KLT preparatif dilakukan dalam bejana kaca

yang dapat menampung beberapa plat. Bejana dijaga tetap jenuh dengan

pelarut pengembang dengan bantuan kertas saring yang diletakkan berdiri

disekeliling permukaan bagian dalam bejana (Hostettmann, 2006).

Page 29: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 14

Kebanyakan Penjerap KLT preparatif mengandung indikator fluorosensi

yang membantu mendeteksi letak pita yang terpisah pada senyawa yang

menyerap sinar ultraviolet (Hostettmann, 1995).

2.6.3 Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi

konvensional yang digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa

dalam jumlah banyak berdasarkan adsorpsi dan partisi (Gritter, dkk.,

1991). Pada kromatografi kolom fase diam yang digunakan dapat

berupasilika gel, selulosa atau poliamida. Sedangkan fase geraknya dapat

dimulai dari pelarut nonpolar kemudian ditingkatkan kepolarannya secara

bertahap, baik dengan pelarut tunggal ataupun kombinasi dua pelarut yang

berbeda kepolarannya dengan perbandingan tertentu sesuai tingkat

kepolaran yang dibutuhkan (Stahl, 1969).

Fraksi yang diperoleh dari kolom kromatografi ditampung dan

dimonitor dengan KLT. Fraksi-fraksi yang memiliki pila kromatogram

yang sama digabung kemudian pelarutnya diuapkan sehingga akan

diperoleh beberapa fraksi. Noda pada plat KLT dideteksi dengan lampu

ultraviolet pada panjang gelombang 254 nm atau 366 nm untuk senyawa-

senyawa yang mempunyai gugus kromofor (Stahl, 1969).

2.6.4 GC-MS (Gas Chromatography – Mass Spectroscopy)

Kromatografi gas dan spektrofotometri massa dapat digunakan

untuk memisahkan komponen dengan memberikan waktu retensi dan

puncak elusi yang dapat dimasukkan ke dalam spektrofotometer massa

untuk memperoleh berat molekul, karakteristik dan informasifragmentasi

(Heinrich, 2004). Teknik ini juga dapat digunakan untuk komponen yang

polar (senyawa yang larut dalam air) seperti polihidroksil alkaloid jika

dibuat turunannya dengan komponen yang sesuai (trimetilsilil klorida)

untuk meningkatkan volatilitasnya (Heinrich, 2004).

Kromatografi gas saat ini merupakan metode analisa yang penting

dalam kimia organik untuk menentukan senyawa tunggal dalam

campuran. Spektrofotometri massa sebagai metode deteksi yang

Page 30: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 15

memberikan data bermakna, yang diperoleh dari penentuan langsung

molekul zat atau fragmen (Heinrich, 2004).

2.7 Spektrofotometer Uv-Vis

Spektrofotometri UV-Vis adalah alat yang digunakan untuk mengukur

serapan yang dihasilkan dari interaksi kimia antara radiasi elektromagnetik

dengan molekul atau atom dari suatu zat kimia pada daerah UV-Vis. Jangkauan

panjang gelombang untuk daerah ultraviolet adalah 190-380 nm, daerah cahaya

tampak 380-780 nm (Ditjen POM, 1995).

Prinsip kerja spektrofotometer Uv-Vis adalah interaksi sinar ultraviolet

atau tampak dengan molekul sampel. Energi cahaya akan mengeksitasi elektron

terluar molekul ke orbital lebih tinggi (Harborne, 1987).

Salah satu syarat senyawa dianalisis dengan spektrofotometri adalah

karena senyawa tersebut mengandung gugus kromofor. Kromofor adalah gugus

fungsional yang mengabsorbsi radiasi ultraviolet dan tampak, jika diikat oleh

gugus ausokrom. Hampir semua kromofor mempunyai ikatan rangkap

berkonjugasi (diena(C=C-C=C), dienon (C=C-C=O), benzen dan lain-lain.

Ausokrom adalah gugus fungsional yang mempunyai elektron bebas, seperti –

OH, N , N , -X (Harmita, 2006).

Sumber radiasi pada spektrofotometer UV-Vis berdasarkan panjang

gelombang terbagi menjadi dua, yaitu lampu deuterium dan tungsten. Lampu

deuterium menghasilkan sinar 160-500 nm. Lampu tungsten digunakan di daerah

sinar tampak 350-3500nm. Sumber radiasi dikatakan ideal jika memancarkan

spectrum radiasi yang kontinyu, intensitasnya tinggi dan stabil pada semua

panjang gelombang.

2.8 Spektroskopi NMR (Nuclear Magnetic Resonance)

Karakterisasi yang dilakukan terhadap senyawa murni adalah dengan

menggunakan alat spektrometer resonansi magnet inti proton (1H-NMR).

Spektrometri resonansi magnet inti proton (1H-NMR) merupakan alat yang

berguna pada penentuan struktur molekul organik. Spektrometri resonansi

magnetik inti proton (1H-NMR) didasarkan pada pengukuran absorbsi radiasi

Page 31: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 16

elektromagnetik pada daerah frekuensi radio 4-600 MHz atau panjang

gelombang 75-0,5 m, oleh partikel (inti atom) yang berputar di dalam medan

magnet. Teknik ini memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom

hidrogen dalam molekul (Harbone, 1987).

Spektrum 1H-NMR memberikan informasi mengenai lingkungan dan

struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hidrogen (Harbone, 1987).

Sedangkan spektrometri resonansi magnetik isotop karbon 13 (13C-NMR)

digunakan untuk mengetahui jumlah atom karbon dan menentukan jenis atom

karbon pada senyawa tersebut (Sudjadi, 1985).

2.9 Inflamasi

Inflamasi didefinisikan sebagai reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau

cedera dan melibatkan lebih banyak respon imun. Inflamasi merupakan respon

fisiologis terhadap berbagai rangsangan seperti infeksi dan cedera jaringan.

Inflamasi dapat lokal, sistemik, akut dan kronis (Bratawidjaja dkk, 2012).

Inflamasi berfungsi untuk menghamcurkan, mengurangi, atau

melokalisasi (sekuster) baik agen yang merusak maupun jaringan yang rusak.

Tanda terjadinya inflamasi adalah pembengkakan/edema, kemerahan, panas,

nyeri dan perubahan fungsi (Ramadhani dkk, 2016).

2.9.1 Mekanisme Inflamasi Akut

Inflamasi akut disebabkan oleh pelepasan berbagai mediator yang

berasal dari jaringan rusak, sel mast, leukosit dan komplemen. Mediator-

mediator tersebut menimbulkan edema, kemerahan, sakit, gangguan

fungsi organ yang terkena (Bratawidjaja dkk, 2012).

Saat membran mengalami kerusakan, fosfolipid akan diubah

menjadi asam arakidonat yang dikatalisis oleh fosfolipase A2. Asam

arakidonat selanjutnya akan dimetabolisme melalui dua jalur yaitu,

lipooksigenase dan siklooksigenase (COX). Pada jalur siklooksigenase

menghasilkan prostaglandin (Bratawidjaja dkk, 2012). Prostaglandin

dapat meningkatkan aliran darah ke tempat yang mengalami inflamasi,

Page 32: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 17

meningkatkan permeabilitas kapiler dan merangsang reseptor nyeri.

Sintesis prostaglandin ini dapat dihambat oleh golongane obat AINS.

Leukotrien merupakan produk akhir dari metabolisme asam arakidonat

pada jalur lipooksigenase. Senyawa ini dapat meningkatkan permeabilitas

kapiler dan meningkatkan adhesi leukosit pada pembuluh kapiler selama

cedera atau infeksi (Corwin, 2008).

Gambar 2.2 Mekanisme Inflamasi Akut

(Sumber: Katzung, 2012)

2.9.2 Obat-obatan Antiinflamasi

Berdasarkan mekanisme Kerjanya, Obat-obat antiinflamasi terbagi

ke dalam golongan:

1.) Antiinflamasi Steroid

Obat golongan ini bekerja dengan cara menghambat fosfolipase, suatu

enzim yang bertanggung jawab terhadap pelepasan asam arakidonat

dari membran lipid. Yang termasuk obat golongan ini adalah:

Page 33: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 18

prednisone, hidrokortison, deksametason dan betametason (Katzung,

2012).

2.) Antiinflamasi Non Steroid (AINS)

Obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam

arakidonat menjadi prostaglandin menjadi terganggu. Obat golongan

ini adalah: aspirin, COX-2 selektif inhibitor (meloxicam dan

celecoxib), Non-selektif COX inhibitor (diklofenak, indometasin,

ibuprofen, fenilbutazon, peroksikam) (Katzung, 2012).

2.10 Denaturasi Protein

Denaturasi protein merupakan salah satu penyebab inflamasi.

Autoantigen yang diproduksi pada penyakit inflamasi mungkin bertanggung

jawab atas terjadinya denaturasi protein 2. Produksi auto-antigen pada sejumlah

rheumatoid arthtritis kemungkinan disebabkan denaturasi protein in vivo.

Mekanisme denaturasi protein terjadi melalui perubahan ikatan elektrostatik,

hidrogen, hidrofobik dan disulfida (Marisa dkk, 2015).

Denaturasi adalah proses hilangnya struktur tersier dan sekunder protein

atau asam nukleat, akibat tekanan eksternal atau senyawa seperti asam kuat atau

basa, garam anorganik terkonsentrasi seperti pelarut organik (alkohol atau

kloroform), atau panas. Jika protein dalam sel hidup didenaturasi, akan

menimbulkan gangguan terhadap aktivitas sel dan kemungkinan kematian sel

(Marisa dkk, 2015).

2.11 Bovine Serum Albumin (BSA)

Albumin memiliki berat molekul relatif rendah, yang larut dalam air,

mudah mengkristal dan mengandung asam amino. BSA adalah rantai polipeptida

tunggal yang terdiri dari sekitar 538 residu asam amino dan mengandung 17

jembatan rantai disulfide dan 1 kelompok sulfihidril. Serbuk BSA disimpan pada

suhu 2-80C. stabilitas larutan BSA sangat baik. Bahkan, albumin sering

digunakan sebagai stabilisator untuk protein terlarut lainnya (misalnya, enzim

labil). Namun, albumin mudah digumpalkan oleh pemanasan. Ketika dipanaskan

sampai 500C atau diatas, albumin cukup pesat membentuk agregat hidrofobik

yang tidak kembali ke monomer pada saat pendinginan. Pada suhu yang lebih

Page 34: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 19

rendah agregasi juga diharapkan terjadi, tetapi pada tingkat yang relative lebih

lambat (www.sigma-aldrich.com).

Bovine Albumin Serum (BSA) digunakan untuk stabilisasi enzim selama

penyimpanan dan untuk reaksi enzimatik (Thermo Fisher Scientific, 2012).

Page 35: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 20

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilksanakan mulai bulan Januari – Juli 2018 dan bertempat di

Laboratorium Analisis Obat dan Pangan Halal serta Laboratorium Farmakognosi

dan Fitokimia Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Blender,

timbangan analitik, pH meter (HORIBA), vortex, thermometer, waterbath

(EYELA), alumunium foil, kertas saring, kapas, labu ukur 250 ml, 100

ml, 25 ml, 10 ml, dan 5 ml (IWAKI PYREX), beaker glass (Schott Duran),

Gelas ukur 100 ml, corong, Erlenmeyer, pipet tetes, tabung reaksi, rak

tabung reaksi, batang pengaduk, spatula, kaca arlogi, plat tetes, cawan uap,

seperangkat alat vacuum rotary evaporator (EYELA), melting point,

mikropipet, botol kaca gelap, corong pisah, buret, statif.

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah

spektrofotometer UV-Visiblel, GC-MS, dan Spektrometer NMR.

3.2.2 Bahan

Sampel tumbuhan yang digunakan adalah rimpang tumbuhan temu

giring Curcuma heyneana Val. & V.Zijp yang diambil pada bulan agustus

2017 dan telah dideterminasi di Herbarium Bogoriense (LIPI), Cibinong,

Bogor.

Media uji yang digunakan adalah Bovine Serum Albumin (BSA)

yang diperoleh dari Sigma-Aldrich

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

etanol 70%, n-Heksana, etil asetat, metanol, metanol pro analysis,

Page 36: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 21

aquades, bubuk Gel Silika 60, NaCl, Tris base dan Tris buffer saline.

Reagen kimia antara lain: dragendrof, mayer, asam sulfat, Natrium

hidroksida, asam asetat glasial, kloroform, Ferri klorida, asam klorida,

asam asetat anhidrat.

Standar obat kimia yang digunakan sebagai kontrol positif adalah

Natrium Diklofenak (Dipharma).

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Determinasi Tumbuhan

Sebelum dilakukan penelitian, sampel terlebih dahulu dilakukan

determinasi untuk mengidentifikasi sampel yang akan diteliti. Determinasi

dilakukan di Pusat Penelitian Herbarium Bogoriense, LIPI, Cibinong,

Bogor.

3.3.2 Penyiapan Simplisia

Bahan yang digunakan sebagai simplisia dalam penelitian ini

adalah rimpang tumbuhan temu giring Curcuma heyneana Val. & V.Zijp..

Sampel tumbuhan temu giring Curcuma heyneana Val. & V.Zijp.

disortasi basah dan dilakukan pencucian dengan menggunakan air

mengalir hingga bersih. Selanjutnya sampel dirajang dan dikering

anginkan. Sampel kering, disortasi kering kemudian dihaluskan dengan

menggunakan blender. Serbuk simplisia disimpan dalam wadah tertutup

rapat dan terhindar dari cahaya matahari.

3.3.3 Pembuatan Ekstrak

Simplisia yang telah disiapkan di maserasi pada botol maserasi.

Maserasi dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol 70%. Maserasi

dilakukan berulang sampai maserat tidak berwarna atau bening. Maserat

disaring dengan menggunakan kertas saring. Pelarut diuapkan dengan

menggunakan vacuum rotary evaporator dengan suhu 450C rendemen

dihitung terhadap simplisia awal.

% 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 =𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ (𝑔)

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 (𝑔) 𝑥 100

Page 37: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 22

3.3.4 Identifikasi Kandungan Kimia Ekstrak

a. Uji Alkaloid (Tiwari et al., 2011)

Ekstrak dilarutkan dengan larutan asam klorida encer, kemudian

disaring. Filtrat yang dihasilkan dapat dilakukan pengujian dengan

cara Tes Mayer dan Tes Dragendroff.

1.) Tes Mayer

Filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan

reagen mayer (potassium mercuri iodide). Terbentuknya endapan

warna kuning menunjukkan adanya senyawa alkaloid.

2.) Tes Dragendroff

Filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan

reagen dragendroff (larutan potassium bismuth iodide).

Terbentuknya endapan warna merah menunjukkan adanya

senyawa alkaloid.

b. Uji Fenol (Tiwari et al., 2011)

Ekstrak dari tumbuhan Curcuma heyneana dilakukan pengujian

dengan tes Ferric Chloride. Ekstrak ditambahkan 3-4 tetes larutan

FeCl3 akan terbentuk warna hitam kebiruan yang mengidentifikasikan

senyawa fenol.

c. Uji Flavonoid (Tiwari et al., 2011)

Ekstrak dari tumbuhan Curcuma heyneana diletakan di dalam plat

tetes lalu beberapa tetes NaOH. Terbentuknua kuning intens yang jika

ditambahkan dengan larutan asam, warna kuning akan memudar, hal

ini menunjukkan adanya senyawa Favonoid.

d. Uji Terpenoid dan Steroid

1.) Tes Salkowski

Sejumlah ekstrak dilarutkan dalam kloroform dan disaring.

Kemudian filtrat ditambahkan beberapa tetes asam sulfat dan

dikocok. Terbentuknya warna merah kecokelatan

mengindikasikan adanya senyawa terpenoid (Ayoola, et al, 2008).

Page 38: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 23

2.) Tes Liebermann Burchard

Sejumlah ekstrak dilarutkan dalam kloroform dan disaring, filtrat

ditambahkan beberapa tetes asam asetat anhidrat, kemudian

dipanaskan dan didinginkan. Selanjutnya larutan ditambahkan

beberapa tetes asam sulfat. Terbentuknya cincin cokelat

mengindikasikan adanya senyawa steroid (Tiwari, et al, 2011).

e. Uji Saponin (Tiwari et al., 2011)

Ekstrak dari tumbuhan Curcuma heyneana dilakukan pengujian

dengan tes Foam dengan melarutkan ekstrak kedalam 2 ml aquades di

dalam tabung reaksi, kemudia larutan dikocok. Terbentuknya foam

tidak kurang dari 10 menit menunjukkan adanya senyawa saponin.

f. Uji Tanin (Ayoola et al., 2008)

Ekstrak dari tumbuhan Curcuma heyneana sebanyak 0,5 gram di

didihkan dalam 10 ml air di dalam tabung reaksi dan kemudian

disaring. Tambahkan beberapa tetes FeCl3 0,1% lalu diamati. Jika

terjadi perubahan warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman

menunjukkan adanya senyawa tanin.

3.3.5 Isolasi dan Pemurnian Senyawa Metabolit Sekunder

1) Fraksinasi Cair-Cair

Ekstrak etanol difraksinasi secara bertingkat dengan metode

partisi cair-cair. Proses ini dilakukan dengan menggunakan corong

pisah dengan pelarut n-Heksan terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan

dengan pelarut etil asetat. Proses ini dilakukan hingga fase yang

diinginkan (baik n-Heksan maupun etil asetat) menjadi jernih.

2) Kromatografi Kolom

Ekstrak n-heksana dari temu giring kemudian dilakukan

fraksinasi kembali menggunakan kromatografi kolom. Berikut

penjelasan mengenai kromatografi kolom.

Page 39: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 24

Penyiapan kolom dilakukan dengan menyumbat kapas

kedalam ujung kolom kromatografi (tempat keluarnya fase gerak),

tidak perlu ditekan kuat. Kemudian kolom dialirkan pelarut n –

heksana sambil menekan kapas agar tidak ada udara terperangkap

diujung kolom kromatografi (tempat keluarnya fase gerak).

Silika gel 60 GF254 digunakan sebagai fase diam. Penyiapan

fase diam menggunakan metode cara basah yaitu fase diam dilarutkan

dengan pelarut di luar kolom kemudian dituang ke dalam kolom

(Saifudin, 2014). Fase diam silika gel 60 ditimbang 30 g dan

ditambahkan pelarut n-heksana secukupnya, kemudian dituang

kedalam kolom. Kolom yang digunakan adalah diameter 2 cm dan

tinggi 17 cm. Teknis kritis pekerjaan penyiapan silika gel yaitu

mengkondisikan silika gel mampat sempurna didalam kolom dengan

cara mengketuk-ketuk kolom sambil dialirkan n-heksana agar silika

gel bebas udara.

Setelah fase diam telah dipersiapkan, ekstrak n-Heksan temu

giring diletakkan diatas silika gel yang telah siap dan dielusi dengan

fase gerak.

Fase gerak yang digunakan merupakan campuran dari berbagai

pelarut n-heksana, etil asetat, dan metanol dengan berbagai

perbandingan. Perbandingan fase gerak yang digunakan berawal dari

tingkat kepolaran yang rendah sampai tingkat kepolaran yang tinggi.

Berikut penjelasannya :

Fase Gerak 1 : n-heksana (1)

Fase Gerak 2 : n-heksana : etil asetat ( 8:2)

Fase Gerak 3 : n-heksana : etil asetat ( 6:4)

Fase Gerak 4 : n-heksana : etil asetat ( 4:6)

Fase Gerak 5 : n-heksana : etil asetat ( 2:8)

Fase Gerak 6 : etil asetat (1)

Fase Gerak 7 : etil asetat : metanol ( 8:2)

Page 40: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 25

Fase Gerak 8 : etil asetat : metanol ( 6:4)

Fase Gerak 9 : etil asetat : metanol ( 4:6)

Fase Gerak 10 : etil asetat : metanol ( 2:8)

Fase Gerak 11 : metanol (1)

Setiap fase gerak dibuat 250 ml. Fase gerak 1 dimasukkan

kedalam kolom sampai habis 250 ml, lalu dilanjutkan dengan fase

gerak selanjutnya. Hasil kromatografi kolom ditampung dalam vial

yang telah diberi nomor secara berurutan.

3) Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Hasil kromatografi kolom dilakukan analisis pola

pemisahannya kembali dengan kromatografi lapis tipis. Perlakuan ini

dilakukan untuk melihat pola pemisahan dari hasil kromatografi

kolom. Pola pemisahan dari kromatografi lapis tipis dilakukan

identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah menggunakan nilai

Rf . Nilai Rf (Retardation factor) didefinisikan sebagai berikut

(Sastrohamidjojo, 1985) :

𝑅𝑓 = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑝𝑢𝑠𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑟𝑐𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙

𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑏𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙

Jika pola pemisahan belum diindikasikan untuk dapat

dilanjutkan kromatofragi lapis tipis preparatif, maka hasil

kromatografi kolom tersebut dilanjutkan kromatografi kolom kembali.

4) KLT Preparatif

Hasil dari kromatografi kolom akhir, dilakukan proses

selanjutnya yaitu kromatografi lapis tipis preparatif berukuran 10x10

cm. Perlakuannya dengan mentotolkan hasil dari kromatografi akhir

membentuk pita memanjang, lalu dielusi dengan fase gerak yang

sesuai.

Page 41: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 26

5) Rekristalisasi

Hasil hasil kromatografi kolom berbentuk Kristal dimurnikan

dengan cara rekristalisasi. Kristal yang masih terdapat pengotor

dilarutkan dengan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai,

kemudian ditambahkan dengan pelarut dengan tingkat kepolaran

berbeda. Kemudia Kristal dipisahkan dari pengotornya.

6) KLT Dua Dimensi

Identifikasi kemurnian senyawa dilakukan dengan

menggunakan kromatografi lapis tipis dua dimensi. KLT dua dimensi

dilakukan terhadap senyawa yang didapat dari hasil kromatografi lapis

tipis preaparatif. Plat KLT dibuat dengan bentuk bujur sangkar yang

setiap sisinya memiliki ukuran 5 cm. Kemudian senyawa yang ingin

diuji kemurniannya ditotolkan pada salah satu sisi plat dengan pipa

kapiler, selanjutnya plat KLT dielusi dengan fase gerak yang sesuai

dan dibiarkan mengering. Kemudian plat KLT di putar 90o dan dielusi

kembali dengan menggunakan fase gerak yang sama, bercak dilihat

dibawah lampu UV 254 nm.

3.3.6 Analisis Struktur Senyawa

1) GC-MS

Senyawa yang didapatkan ditentukan strukturnya dengan

menggunakan GC-MS. Senyawa dilarutkan dengan methanol pro

analisa kemudian diinjeksikan ke dalam GC-MS.

2) 1H-NMR

Senyawa isolat yang telah didapatkan kemudian diidentifikasi

struktur molekul dengan menggunakan instrument yaitu 1H-NMR

(Proton Nuclear Magnetic Resonance) dengan sistem konsol DD2,

yang beroperasi pada frekuensi 500 MHz (1H) dan 125 MHz (13C).

Senyawa isolat murni dilarutkan dengan 1 ml pelarut khusus untuk

NMR. Kemudian dianalisa dengan menggunakan 1H-NMR. Sebelum

Page 42: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 27

pengujian, terlebih dahulu dilakukan penyesuaian pada perlakuan

terhadap sampel, pelarut yang digunakan, dan pengaturan instrumen.

3.3.7 Uji In Vitro Aktivitas Antiinflamasi

Pengujian aktivitas antiinflamasi dari fraksi n-heksan tumbuhan

temu giring (Curcuma heyneana) in vitro meliputi tahapan-tahapan yang

diawali dengan pembuatan larutan TBS (Tris Buffer Salline) sebanyak

1000 mL pH 6,2 – 6,5, pembuatan larutan 0,2% BSA (Bovine Serum

Albumin) sebanyak 100 mL, pembuatan kontrol negative sebanyak 5 mL,

pembuatan larutan konsentrasi uji (ekstrak methanol), pembuatan larutan

konsentrasi kontrol positif, pengukuran aktivitas antiinflamasi,

perhitungan presentase penghambatan denaturasi protein dan perhitungan

presentase nilai IC50. Tahapan-tahapan ini dijelaskan sebagai berikut :

1) Pembuatan Larutan TBS (Tris Buffer Saline)

Sebanyak 1,21 gram tris base dan 8,7 gram NaCl dilarutkan

dengan aquades sampai 900 mL. Adjust pH dengan asam asetat glasial

sampai pH 6,2-6,5 (pH patologis) kemudian tambahkan aquadest

sampai 1000 mL dalam labu ukur 1000 mL (Mohan, 2003).

2) Pembuatan 0,2% BSA (Bovine Serum Albumin)

Sebanyak 0,2 gram BSA (Bovine Serum Albumin) dimasukkan

ke dalam labu ukur 100 mL. Kemudian ditambahkan dengan larutan

TBS (Tris Buffer Saline) hingga volume 100 mL (William et al.,

2008).

3) Pembuatan Larutan Kontrol Negatif

Sebanyak 50 μL pelarut metanol lalu ditambahkan larutan

0,2% BSA ke labu ukur hingga volume mencapai 5 mL.

4) Pembuatan Larutan Uji

Sampel dilarutkan dengan metanol pro analisis sehingga

didapatkan konsentrasi 10.000 ppm sebagai larutan induk. Larutan

induk dengan konsentrasi 10.000 ppm dibuat seri konsentrasi,

Page 43: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 28

sehingga menjadi larutan uji dengan konsentrasi 1000 ppm, 100 ppm,

10 ppm dan 1 ppm.

5) Pembuatan Kontrol Positif

Natrium Diklofenak kemudian dilarutkan dengan Metanol p.a.

sehingga didapatkan larutan dengan konsentrasi 10.000 ppm sebagai

larutan induk. Larutan induk dengan konsentrasi 10.000 ppm dibuat

seri konsentrasi larutan kontrol positif menjadi 1000 ppm, 100 ppm,

10 ppm dan 1 ppm.

6) Pengukuran Aktivitas Antiinflamasi

Sebanyak 50 μL dari setiap konsentrasi larutan (larutan uji dan

larutan kontrol positif) ditambahkan larutan 0,2% BSA hingga volume

mencapai 5 mL. Sehingga menghasilkan varian konsentrasi larutan uji

dan larutan kontrol positif yaitu 0,01 ppm, 0,1 ppm, 1 ppm, 10 ppm,

dan 100 ppm. Kemudian diinkubasi pada suhu 250C selama 30 menit

kemudian dipanaskan selama 5 menit pada suhu 720C, lalu didiamkan

selama 25 menit pada suhu kamar. Larutan divortex dan dilakukan

pengukuran absorbansi dengan spektrofotometri Uv-Visible pada

panjang gelombang 660 nanometer. Uji aktivitas antiinflamasi

dilakukan sebanyak tiga kali (triplo) (Komala et al., 2015).

7) Perhitungan Presentase Penghambatan Denaturasi Protein

Menghitung persentase inhibisi dari denaturasi atau presipitasi

BSA dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

% 𝑖𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑠𝑖 = 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑡𝑖𝑓 − 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑡𝑖𝑓 𝑥 100 %

Pada pengujian denaturasi BSA, jika senyawa sampel dapat

menghambat denaturasi atau presipitasi BSA dengan persen inhibisi

>20% dianggap memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi (Williams et

al., 2008).

Page 44: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 29

8) Analisa Data Statistik

Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Shapiro-Wilk untuk

melihat distribusi data dan analisis dengan uji Levene untuk melihat

homogenitas data. Jika data normal dan homogenitas maka dilanjutkan

dengan uji Analisa Varians (ANOVA) one way dengan taraf

kepercayaan sehingga dapat diketahui apakah perbedaan yang

diperoleh bermakna atau tidak. Jika data normal dan tidak

homogenitas dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis. (Santoso, 2007).

Page 45: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 30

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Preparasi Sampel

Tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang tumbuhan

temu giring Curcuma heyneana Val. & V.Zijp yang diambil pada bulan agustus

2017 dan telah dideterminasi di Herbarium Bogoriense (LIPI), Cibinong, Bogor

(Lampiran 1). Rimpang di pisahkan dari tanamannya, kemudian dibersihkan

dengan menggunakan air mengalir untuk menghilangkan kotoran. Selanjutnya

sampel dirajang dan dikering anginkan pada suhu kamar.

Pengeringan sampel dilakukan dengan cara diangin-anginkan, tidak

dijemur dibawah sinar matahari langsung bertujuan untuk menghindari terjadinya

kerusakan senyawa akibat pemanasan dan meminimalisir terjadinya kehilangan

senyawa yang mutah menguap apabila kemungkinan dalam tanaman tersebut

mengandung banyak senyawa yang mudah menguap.

Simplisia yang telah kering disortasi kembali dari kotoran-kotoran yang

tertinggal, kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender. Simplisia halus

yang didapatkan sebanyak 1,6 Kg. Simplisia dihaluskan dengan tujuan untuk

memperbesar luas permukaan simplisia sehingga kontak dengan pelarut semakin

besar dan proses ekstraksi pun dapat berjalan lebih maksimal. Simplisia yang telah

halus disimpan dalam wadah bersih, kering dan terlindung dari cahaya untuk

mencegah kerusakan mutu simplisia.

4.2 Ekstraksi

Simplisisa yang telah halus kemudian diekstraksi. Ekstraksi dilakukan

dengan menggunakan ekstraksi cara dingin, yaitu dengan metode maserasi. Pada

maserasi, seluruh simplisia bersentuhan dengan pelarut dalam wadah tertutup

selama periode tertentu dengan beberapa kali diguncang hingga zat terlarut.

Metode ini digunakan karena sangat baik untuk senyawa yang termolabil (Tiwari

et al., 2011). Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol 70%.

Maserasi dilakukan hingga dihasilkan maserat dengan warna bening yang berarti

tidak ada lagi senyawa yang dapat ditarik.

Page 46: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 31

Maserat yang disaring kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary

evaporator dengan suhu ±400C. didapatkan ekstrak etanol sebanyak 129,95 gram.

Rendemen kemudian dihitung berat awal simplisia (Lampiran 6)

Tabel 4.1 Rendemen Ekstrak Etanol Temu Giring

Berat simplisia Berat ekstrak (g) Rendemen (%)

1,6 Kg 129,95 8,121

4.3 Penapisan fitokimia

Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi komponen apa saja

yang terkandung dalam tumbuhan. Dari hasil uji penapisan fitokimia (Lampiran

5) didapatkan hasil sebgai berikut:

Tabel 4.2 Hasil Skrining Kandungan Ekstrak Temu Giring

UJI HASIL UJI

Alkaloid -

Flavonoid +

Terpenoid +

Steroid -

Fenol -

Tanin +

Saponin +

4.4 Isolasi Senyawa Murni

Ekstrak etanol Curcuma heyneana Val. & V.Zijp difraksinasi secara

bertingkat dengan metode partisi cair-cair. Pada teknik partisi cair-cair ini

menggunakan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang berbeda yaitu n-

heksana yang merupakan pelarut non polar, etil asetat yang merupakan pelarut

semi polar dan etanol yang merupakan pelarut polar. Alat yang digunakan yaitu

corong pisah. Dari proses partisi cair-cair, diperoleh ekstrak temu giring heksan

dan etil asetat sebagai berikut:

Page 47: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 32

Tabel 4.3 Rendemen Fraksi Hasil Partisi

Ekstrak n-heksana Curcuma heyneana tersebut kemudian dilakukan

pemisahan kromatografi kolom. Sebanyak 5 gram ekstrak dimasukkan kedalam

kolom berisi gel silica 60 yang telah disiapkan, kemudian dielusi dengan elusi

gradien. Elusi gradient dilakukan dengan campuran pelarut untuk memisahkan

senyawa berdasarkan tingkat kepolarannya. Elusi isokratik atau eluen dengan

rasio tetap tidak digunakan karena tidak dapat memisahkan ekstrak kasar

(Saifudin, 2014).

Eluen yang digunakan dimulai dengan tingkat kepolaran yang rendah

yaitu n-heksana 100%, n-heksana : etil asetat (8:2, 6:4, 4:6 dan 2:8), etil asetat

100%, etil asetat : methanol (8:2, 6:4, 4:6 dan 2:8) dan methanol 100%.

Didapatkan 283 vial, kemudian setiap nomer ganjil dilakukan KLT dengan eluen

campuran dari n-heksana dan etil asetat 4:1 (Lampiran 8).

Hasil KLT dengan spot sama, kemudian digabungkan. Vial nomor 27-35

digabungkan kemudian dilabel sebagai fraksi A, vial nomor 36-42 digabungkan

kemudian dilabel sebagai fraksi B, vial nomor 43-57 digabungkan kemudian

dilabel sebagai fraksi C, vial nomor 59-77 digabungkan kemudian dilabel sebagai

fraksi D, vial nomor 18-20 digabungkan kemudian dilabel sebagai fraksi E, dan

vial nomor 22-25 digabungkan kemudian dilabel sebagai fraksi F.

Tabel 4.4 Bobot Fraksi A-F

Ekstrak Etanol Fraksi Bobot (g) Rendemen (%)

40,85 n-Heksana 5,1 12,48

Etil asetat 12,73 31,16

Fraksi Nomor Vial Bobot (mg)

A 27-35 740

B 36-42 320

C 43-57 310

D 59-77 220

E 18-20 920

F 22-25 820

Page 48: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 33

Pada Fraksi E terdapat pemisahan antara endapan minyak dan endapan

kristal, kemudian dilakukan rekristalisasi degan pelarut etil asetat. Kristal tersebut

dilabel dengan fraksi E’X. Selanjutnya E’X dilakukan KLT dan KLT dua dimensi

untuk melihat kemurniannya.

Gambar 4.1 Bagan Kromatografi Kolom Ekstrak Heksan Temu Giring

Yang diberi warna kuning merupakan fraksi yang selanjutnya diujikan

Antidenaturasi protein BSA.

Ekstrak n-heksana

Temu Giring

Vial No.

36-42

Fraksi B

Vial No.

27-35

Fraksi A

Vial No.

22-25

Fraksi F

Vial No.

18-20

Fraksi E

Vial No.

59-77

Fraksi D

Vial No.

43-57

Fraksi C

Kromatografi Kolom

Fase diam : 100 gram Silika Gel

Eluen : n-Heksana, etil asetat dan

methanol (berbagai perbandingan)

digabungkan

Vial No.

23-25

Fraksi

E’3

Vial No.

29-41

Fraksi

E’5

Vial No.

13-18

Fraksi

E’1

Vial No.

5-11

Fraksi

E’-1

Rekristalisasi

Fraksi

E’X

Vial No.

56-89

Fraksi

E’7

Vial No.

43-55

Fraksi

E’6

Vial No.

19-22

Fraksi

E’2

Vial No.

27-28

Fraksi

E’4

Vial No.

12

Fraksi

E’0

Fraksi E & F

Fraksi E’

Page 49: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 34

2

(a) (b) 1

Gambar 4.2 Hasil KLT dari Fraksi E’X pada UV 254 nm, (a) KLT E’X, (b)

KLT dua dimensi E’X.

KLT dua dimensi digunakan untuk menguji kemurnian suatu senyawa

yang dilihat dari bercak yang dihasilkan dengan kromatografi secara dua arah.

Senyawa dikatakan murni apabila memiliki bercak tunggal setelah dilakukan

pengujian dengan KLT dua dimensi. Hasil KLT dua dimensi dari senyawa E’X

menunjukkan bercak tunggal dengan nilai Rf 0,57 sehingga dapat diindikasikan

bahwa senyawa telah murni.

Tabel 4.5 Karakteristik Senyawa E’X

Bentuk : Kristal

Warna : Putih Bening

Kelarutan : Larut dalam heksan

Bau : Tidak berbau

Bobot : 90 mg

Eluen : 4:1 (Heksan : etil asetat)

Titik leleh : 56-580C

Rf : 0,57

Page 50: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 35

4.5 Penentuan Struktur Senyawa

4.6.1 GC-MS

Senyawa dianalisis dengan menggunakan alat kromatografi gas-

spektroskopi massa. Senyawa E’X dilarutkan dengan menggunakan

metanol kemudian diinjeksikan ke dalam alat. Pada spektrum

kromatografi gas, jika sampel mengandung banyak senyawa, terlihat dari

banyaknya puncak (peak) dalam spektrum tersebut. Berdasarkan data

waktu retensi yang sudah diketahui dari literatur, bisa diketahui senyawa

apa saja yang ada dalam sampel.

Senyawa E’X diidentifikasi dengan melihat waktu retensi dan pola

fragmentasi yang terlihat. Kromatogram isolat E’X menunjukkan satu

puncak tunggal pada waktu retensi 9,791 menit dan berat molekul 234,1

m/z dengan fragmentasi massa 219 m/z; 201 m/z; 189,1 m/z; 173 m/z; 159

m/z; 147 m/z; 133,1 m/z; 119 m/z; 105 m/z; 91 m/z; 77 m/z; 67 m/z; 55

m/z; dan base peak 44 m/z. Dari satu puncak kromatogram yang

dihasilkan mengindikasikan bahwa isolat E’X telah murni sehingga dapat

dilanjutkan untuk diidentifikasi lebih lanjut.

Gambar 4.3 Spektrum Hasil GCMS Senyawa E’X

Page 51: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 36

Gambar 4.4 Pola Fragmentasi Senyawa E’X

4.6.2 Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

Penentuan struktur dilakukan dengan menggunakan resonansi

magnetik inti proton (1H-NMR). Analisis struktur kimia dengan 1H-NMR,

memungkinkan untuk mengetahui adanya proton dalam suatu struktur

molekul. Data yang dihasilkan berupa pergeseran kimia sebagai ciri

bagian tertentu dari suatu struktur molekul dan dapat membantu

mengidentifikasi setiap gugus suatu senyawa. Analisa 1H-NMR dilakukan

dengan menggunakan pelarut CDCl3, yang beroprasi pada frekuensi 500

MHz (1H).

Analisa dengan 1H-NMR dilakukan terhadap senyawa E’X

sehingga diperoleh data spekrum 1H-NMR seperti pada Gambar 4.4. Hasil

analisa 1H-NMR mengindikasikan senyawa E’X memiliki 4 metil pada δH

1,01 (d, 9H, 3CH3); δH 1,04 (d, 3H, CH3). Terdapat dua CH pada δH 1,17

(s, 1H, CH); δH 2.99 (d, 1H, J= 7.5, CH). Terdapat enam CH/CH2/CH3

alifatik pada δH 1,52-1,60 (m, 13H, CH/CH2/CH3 alifatik ); 1,61-1,68 (m,

15H, CH/CH2/CH3 alifatik ); 1,77-1,81 (m, 12H, CH/CH2/CH3 alifatik );

1,84-1,98 (m, 23H, CH/CH2/CH3 alifatik ); 2,64 (d, 4H, J= 6.75,

CH/CH2/CH3 alifatik ); 2,88 (s, 3H, CH/CH2/CH3 alifatik ). Pada δH 2,10

terdapat 2CH2 (d, 4H, 2CH2) dan pada δH 5,75 dan 6,04 terdapat peak yang

menunjukkan adanya senyawa memiliki proton olefinik dan aromatic atau

heterosiklik.

Page 52: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 37

Gambar 4.5 Spektrum 1H-,NMR Senyawa E’X

Tabel 4.6 Pergeseran Kimia Senyawa E’X

δH

(Saifudin et al., 2013) δH

Perkiraan Gugus

Fungsi

d, 1.00 1.01 (d, 9H, J= 2.5) 3CH3

1.04 (d, 3H, J= 5) CH3

1.17 (s, 1H) CH

m, 1.51 1.52-1.60 (m, 13H) CH/CH2/CH3 alifatik

m, 1.60 1.61-1.68 (m, 15H) CH/CH2/CH3 alifatik

m, 1.83 1.77-1.81 (m, 12H) CH/CH2/CH3 alifatik

m, 1.88 1.84-1.98 (m, 23H) CH/CH2/CH3 alifatik

d, 2.25 2.10 (d, 4H, J= 7.5) 2CH2

2.64 (d, 4H, J= 6.75) CH/CH2/CH3 alifatik

s, 3.95 2.88 (s, 3H) CH/CH2/CH3 alifatik

2.99 (d, 1H, J= 7.5) CH

s, 5.71 5.75 (s, 3H) Olefinik

6.04 (s, 1H) Aromatik atau

heterosiklik

Page 53: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 38

Pola struktur senyawa E’X mirip dengan pola struktur senyawa

sesquiterpen yang merupakan senyawa major yang terkandung pada

Curcuma heyneana Val (Saifudin et al., 2013). Struktur senyawa E’X

belum dapat dianalisa karena keterbatasanspektrum yang ada sehingga

informasi yang didapatkan belum cukup.

4.6 Pengujian Antidenaturasi Protein BSA

Senyawa E’X dilakukan uji aktivitas antidenaturasi protein BSA secara in-

vitro. Kontrol positif yang digunakan adalah natrium diklofenak yang sudah

diketahui memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi. Bovine Serum Albumin (BSA)

digunakan karena memiliki keuntungan yaitu praktis dan sederhana dalam

pengerjaannya. Denaturasi protein pada suatu jaringan merupakan salah satu

penyebab dari penyakit inflamasi, oleh karena itu, prinsip tersebut dapat

digunakan untuk pengembangan obat baru.

4.6.3 Hasil Uji Aktivitas Antidenaturasi Protein BSA dari Natrium

Diklofenak

Natrium diklofenak dibuat berbagai variasi konsentrasi yaitu 0,1

ppm, 1 ppm, 10 ppm dan 100 ppm kemudian dilakukan uji antidenaturasi

protein BSA. Hasil uji dapat dilihat dalam tabel 4.8 sebagai berikut:

Tabel 4.7 Hasil Uji Antidenaturasi Protein BSA dari Natrium Diklofenak

Aktivitas antidenaturasi protein natrium diklofenak pada variasi

konsentrasi tersebut memiliki persentase inhibisi lebih besar dari 20%.

Persentase inhibisi tertinggi natrium diklofenak pada konsentrasi 10 ppm

sebesar 68,11%.

Konsentrasi (ppm) % Inhibisi ± SD

0,01 53,62 ± 2,51

0,1 59,42 ± 2,51

1 63,76 ± 2,51

10 68,11 ± 2,51

Page 54: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 39

4.6.4 Hasil Uji Aktivitas Antidenaturasi Protein BSA dari Senyawa E’X

Senyawa E’X dibuat berbagai variasi konsentrasi yaitu 0,01 ppm,

0,1 ppm, 1 ppm dan 10 ppm kemudian dilakukan uji antidenaturasi protein

BSA. Hasil uji dapat dilihat dalam tabel 4.9 sebagai berikut:

Tabel 4.8 Hasil Uji Antidenaturasi Protein BSA dari Senyawa E’X

Berdasarkan data hasil uji antidenaturasi protein BSA diatas,

senyawa E’X memiliki potensi sebagai antiinflamasi. Menurut Williams

et al., (2008) bahwa senyawa atau ekstrak yang beraktivitas sebagai

antiinflamasi dengan metode penghambatan denaturasi protein jika

persentasi inhibisi denaturasi protein lebih besar dari 20%. Senyawa E’X

memiliki persentase inhibisi >20%, dengan persetase terbesar 39,56%

yaitu pada konsentrasi 10 ppm.

Persentase inhibisi dari senyawa E’X kemudian dibandingkan

dengan persentase inhibisi dari natrium diklofenak dan dilakukan analisa

data statistik menggunakan SPSS 22 Kruskal-Wallis Test dengan P

(signifikansi) ≤ 0,05 yaitu berbeda bermakna terhadap kontrol positif

(natrium diklofenak) yang berarti aktivitas antiinflamasi senyawa E’X

pada setiap konsentrasi lebih rendah dari kontrol positif.

Konsentrasi (ppm) % Inhibisi ± SD

0,01 21,43 ± 0,26

0,1 32,34 ± 3,31

1 38,88 ± 4,72

10 39,56 ± 0,74

Page 55: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 40

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Hasi isolasi yang di dapat yaitu senyawa E’X yang memiliki karakteristik

organoleptis berbentuk Kristal dan berwarna putih bening dengan hasil KLT

menghasilkan nilai Rf 0,57 dengan pengembang n-heksana : etil asetat (4 : 1).

2. Hasil analisa 1H-NMR mengindikasikan senyawa E’X memiliki 4 metil pada

δH 1,01 (d, 9H, 3CH3); δH 1,04 (d, 3H, CH3). Terdapat dua CH pada δH 1,17

(s, 1H, CH); δH 2.99 (d, 1H, J= 7.5, CH). Terdapat enam CH/CH2/CH3 alifatik

pada δH 1,52-1,60 (m, 13H, CH/CH2/CH3 alifatik ); 1,61-1,68 (m, 15H,

CH/CH2/CH3 alifatik ); 1,77-1,81 (m, 12H, CH/CH2/CH3 alifatik ); 1,84-1,98

(m, 23H, CH/CH2/CH3 alifatik ); 2,64 (d, 4H, J= 6.75, CH/CH2/CH3 alifatik );

2,88 (s, 3H, CH/CH2/CH3 alifatik ). Pada δH 2,10 terdapat 2CH2 (d, 4H, 2CH2)

dan pada δH 5,75 dan 6,04 terdapat peak yang menunjukkan adanya senyawa

memiliki proton olefinik dan aromatic atau heterosiklik. Senyawa E’X diduga

masih termasuk senyawa golongan sesquiterpen.

3. Hasil uji antidenaturasi protein menunjukkan bahwa senyawa E’X berpotensi

sebagai antiinflamasi dengan P ≤ 0,05 terhadap kontrol positif.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan pengambilan sampel yang lebih optimal lagi sehingga bisa

mendapatkan senyawa yang diisolasi lebih banyak.

2. Diperlukan data lebih lanjut untuk penentuan struktur dari senyawa E’X yang

meliputi 13C-NMR dan NMR dua dimensi (HMBC, HSQC dan NOESY).

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut lagi mengenai aktivitas antiinflamasi

dari senyawa E’X.

Page 56: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 41

DAFTAR PUSTAKA

Adrianingsih, R. 2009. Penggunaan High Performance Liquid Chromatography

(HPLC) Dalam Proses Analisa Ion. Berita Dirgantara, 10(4).

Atun S., dkk. 2010. Efek Sitotoksik Umbi Tumbuhan Temu Giring (Curcuma

heyneana) dan Temu Ireng (Curcuma aeruginosa) Terhadap Beberapa Sel

Kanker. Jurnal Penelitian Saintek, 15(2): 1-9.

Atun, Sri. 2014. Metode Isolasi dan Identifikasi Struktur Senyawa Organik Bahan

Alam. Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur, 8(2), 53-61.

Ayoola, et al. 2008. Phytochemical Screening and Antioxidant Activities of Some

Selected Medicinal Plants Used for Malaria Therapy in Southwestern

Nigeria. Tropical Journal of Pharmaceutical Research, 7(3), 1019-1024.

Bratawidjaja, G.K., Rengganis, Iris. 2012. Imunologi Dasar Edisi ke-10. Jakarta:

Fakultas Kedoketran Universitas Indonesia

BSA (Bovine Albumin Serum). Product Information by Sigma. www.sigma-

aldrich.com. Diakses pada tanggal 08/02/2018, 13.48 WIB

Chandra S., Chatterjee P., Dey P., Bhattacharya S. 2012. Evaluation of in vitro anti-

inflammatory activity of coffee against the denaturation of protein. Asia

Pacific Journal of Tropical Biomedicine, S178-S180.

Cho W., Nam J.W., Kang H.J., Widono T., Seo E.K., Lee K.T. 2009. Zedoarondiol

Isolated From The Rhizoma of Curcuma heyneana is Involved in the

Inhibition of iNOS, COX-2 and Pro-Inflammatory Cytokines Via the

Downregulation of NF-kappaB pathway in LPS-stimulated murine

macrophage. Int Immunopharmacol, 9(9): 49-57.

Corwin, Elizabeth J. 2008. Handbook of Pathophysiology 3th edition. Philadelphia:

Lippincort Williams & Wilkins.

Daintith, J. 1994. Kamus Lengkap Kimia. Terjemahan Suminar Achmadi. Jakarta:

Erlangga.

Page 57: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 42

De Padua, L. S. D., N. Banyapraphatsara, R. H. M. J., Lemmens. 1999. Plant

Resources of South-East Asia. Prosea Foundation, 180-182.

Departemen Kesehatan RI. 1989. Materia Medika Indonesia Jilid V. Jakarta:

Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Departemen Kesehatan RI. 1989. Vademekum Bahan Obat Alam. Jakarta: Direktorat

Jendral Pengawasan Obat dan Makanan

Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.

Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan

Diastuti, dkk. 2014. Antibacterial Activity of Germacrane Type Sesquiterpenes from

Curcuma heyneana Rhizome. Indo. J. Chem., 14(1), 32-36.

Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

Field L D, S. Stenhell, dan J R Kalman. 2007. Organic Structures from Spectra Fourth

Edition. New York: John Wiley and Sons Ltd.

Firman K., et al. 1988. Terpenoids from Curcuma heyneana. Phytochemistry, 27(12),

3887-3891.

Gritter, R, J., Bobbits, J.M, dan A. E. Schwarting. 1991. Introduction to

Chromatography (Pengantar Kromatografi) Edisi ke-2. Bandung: Penerbit

ITB

Harborne, J.B. 1897. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan. Penerjemah: Kosasih P, Soediro Iwang. Bandung: ITB.

Harmita. 2006. Analisis Kuantitatif Bahan Baku dan Sediaan Farmasi. Depok:

Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia.

Heinrich, M., Bernes, J., Gibbons, S., Williansom, M. E. 2004. Fundamental of

Pharmacognosy and Phytotherapy. Philadelpia: Elsevier.

Hostettman K., Hostettman M, Maerston. 1995. Preparative Chromatography

Technique:Application in Natural Product Isolation. diterjemahkan Oleh

Kosasih P. Bandung: Penerbit ITB.

Page 58: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 43

Komala, et al. 2015. Antioxidant and Anti-inflammatory Activity of the Indonesian

Ferns, Nephrolepis falcate and Pyrrosia lanceolata. International Journal

Pharm Sci, 7(12), 162-165.

Lisdawati, Vivi., Wiryowidagdo, S., Kardono, L., Broto S. 2007. Isolasi dan Elusidasi

Struktur Senyawa Lignan dan Asam Lemak dari Ekstrak Daging Buah

Phaleria macrocarpa. Buletin Penel Kesehatan, 35(3), 115-124.

Lukiati B, et al. 2012. The Effects of Curcuma heyneana Ethanolic Extract on the

Superoxide Dismuase Activity and Histological Pancreas of Type 1 Diabetes

Mellitus Rats. Internatinal Journal Basic and Applied Sciences, 12(2): 22-

30.

Marisa, Donna., dkk. 2015. Potensi Antiinflamasi Jus buah Manggis (Garcinia

mangostana) Terhadap Denaturasi Protein In vitro. Berkala Kedokteran,

11(2), 149-156.

Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. diterjemahkan oleh Kosasih

Padmawinata. Bandung: ITB

Mohan. 2003. Buffers: A Guide fFor The Preparation and Use of Buffers in Biological

Systems. Germany: Calbiochem.

Muhlisah, Fauziah. 2007. Temu-temuan dan Empon-empon Budidaya dan

Manfaatnya. Yogyakarta: Kanisius.

Mursito, B. 2004. Ramuan Tradisional untuk Pelangsing Tubuh. Penebar Swadaya,

Hal. 83

Pavia, D.L., Lampman, G.M., and George S. Kris.. 2001. Introduction to

Spectroscopy: A Guide for Student of Organic Chemistry (third Edition).

Washington: Thomson Learning

Pranoto, E.N., Widodo, F.M., dan Delianis P. 2012. Kajia Aktivitas Bioaktif Ekstrak

Teripang Pasir (Holothuria scabra) Terhadap Jamur Candida albicans. Jurnal

Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 1(1), 1-8.

Page 59: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 44

Pringgoutomo S, Himawan S, Tjarta A. 2002. Buku Ajar Patologi I (Umum) Edisi ke-

1. Jakarta: Sagung Seto.

Ramadhani, Nur. Sumiwi, SA. 2016. Artikel Review: Aktivitas Antiinnflamasi

Berbagai Tanaman Diduga Berasal Dari Flavonoid. Farmaka Suplemen,

14(2), 111-123.

Rahayu, D.U.C. et al. 2018. Antioxidant Activity Of Methanol Extract From

Indonesian Curcuma heyneana Rhizome. European Journal of

Pharmaceutical and Medical Research, 5(3), 582-588.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi Edisi ke-4. Terjemahan:

Kosasih Padmawinata. Bandung: ITB

Saifudin, et al. 2013. Sesquiterpenes from the Rhizomes of Curcuma heyneana.

Journal of Natural Products, 76, 223-229.

Saifudin, Azis. 2014. Senyawa Alam Metabolit Sekunder Teori, Konsep, dan Teknik

Pemurnian Ed.1. Yogyakarta: Deepublish.

Santoso, S. 2007. Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 15. Jakarta: PT

Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.

Sari, L. O. R. K. 2006. Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Pertimbangan Manfaat

dan Keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian, 3(1), 1-7.

Sastrohamidjojo, Hardjono . 1985 . Kromatografi . Yogyakarta : Liberty Yogyakarta.

Setyorini, dkk. 2016. Peningkatan Kandungan Metabolit Sekunder Tanaman Aneka

Kacang sebagai Respon Cekaman Biotik. Iptek Tanaman Pangan, 11(2),

167-173.

Soejoko, Djarwani S., Wahyuni, Sri. 2002. Spektroskopi Inframerah Senyawa

Kalsium Fosfat Hasil Presipitasi. Makara Sains, 6(3).

Stahl, E. 1969. Apparatus and General Techniques in TLC. dalam : Stahl, E. (ed) Thin

Layer Chromatography a Laboratory Handbook. Terj. Dari Dunnschicht

chromatographie, oleh Ashworth, M.R.F. Berlin: Springer-Verlag, 61-77.

Page 60: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 45

Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Penerjemah :

Kosasih Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB.

Sujono T.A. et al. 2012. Efek antiinflamasi infusa rimpang temu putih (Curcuma

zedoaria (Berg) Roscoe) pada tikus yang diinduksi karangenin. Biomedika,

4(2), 10-17.

Susiarti S. 2015. Pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan obat masyarakat local di

Pulau Seram, Maluku. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon, 1(5), 1083-1087.

Thermo Fisher Scientific. 2012. Product Information Bovine Serum Albumin (BSA),

Molecular biology grade

Tiwari, P., Kumar, B., Kaur, G., Kaur H. 2011. Phytochemical Screening and

Extraction: A Review. Internationale Pharmaceutica Sciencia, 1(1).

Watson, D,G. 2009. Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan

Praktisi Kimia Farmasi. Penerjemah: Winny R, Syarief. Edisi kedua. Jakarta:

EGC

Williams et al. 2008. The in vitro Anti-denaturation Effects Induded by Natural

Products and Non-steroidal Compounds in Heat Treated (Immunogenic)

Bovine Serum Albumin is Prposed as a Screening Assay for the Detection of

Anti-inflammatory Compounds, without the uses of Animals, in the Early

Stages of the Drug Discovery Process. West Indian Medicine Journal, 57(4),

327-330.

Page 61: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 46

Lampiran 1. Hasil Determinasi Sampel

Page 62: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 47

Lampiran 2. Bagan Alur Kerja

Curcuma heyneana Val. & V.Zijp

Simplisia Curcuma heyneana

Dibersihkan, disortasi

basah, dikeringkan, dan

dihaluskan

Ekstrak Etanol Curcuma heyneana

Fraksinasi Cair-cair

Dimaserasi dengan pelarut etanol

70%, disaring dan dipekatkan dengan

Rotary Evaporator

Ekstrak Etanol

Uji Antiinflamasi Denaturasi Protein BSA

Di partisi dengan pelarut

heksan dan etilasetat dan

dipekatkan

Fase diam: Silika gel G60, Fase gerak:

campuran pelarut etil asetat, heksan dan

metanol dengan berbagai perbandingan

Ekstrak Heksan Ekstrak Etil asetat

KLT

Kromatografi Kolom

Penentuan Struktur Senyawa

GC-MS

Menggunakan 1H-NMR dan

GC-MS

KLT

Non-kristal Kristal

Rekristalisasi

Page 63: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 48

Lampiran 3. Skema Isolasi Senyawa E’X

Ekstrak n-heksana

Temu Giring

Vial No.

36-42

Fraksi B

Vial No.

27-35

Fraksi A

Vial No.

22-25

Fraksi F

Vial No.

18-20

Fraksi E

Vial No.

59-77

Fraksi D

Vial No.

43-57

Fraksi C

Kromatografi Kolom

Fase diam : 100 gram Silika Gel

Eluen : n-Heksana, etil asetat dan

methanol (berbagai perbandingan)

digabungkan

Vial No.

23-25

Fraksi

E’3

Vial No.

29-41

Fraksi

E’5

Vial No.

13-18

Fraksi

E’1

Vial No.

5-11

Fraksi

E’-1

Rekristalisasi

Fraksi

E’X

Vial No.

56-89

Fraksi

E’7

Vial No.

43-55

Fraksi

E’6

Vial No.

19-22

Fraksi

E’2

Vial No.

27-28

Fraksi

E’4

Vial No.

12

Fraksi

E’0

Fraksi E & F

Fraksi E’

Uji Kemurnian dengan

KLT dua dimensi dan

GCMS

Penentuan struktur

senyawa dengan GCMS

dan 1H-NMR

Uji Aktivitas

Antidenaturasi Protein

BSA

Page 64: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 49

Lampiran 4. Alur Uji Aktivitas Antidenaturasi Protein BSA

Senyawa E’X dan Natrium

diklofenak dibuat menjadi

berbagai konsentrasi (10 ppm, 1

ppm, 0.1 ppm dan 0.01 ppm)

dengan metanol

Setiap konsentrasi dicuplik 50µL

dan dimasukkan kedalam labu

ukur 5 ml

Larutan 0,2% BSA dalam TBS

dengan pH 6,2-6,5 hingga volume

mencapai 5 ml

Setelah digabungkan masukkan

kedalam tabung reaksi

Dipanaskan di waterbath pada

suhu 720C selama 5 menit

kemudian didinginkan pada suhu

ruang selama 20 menit

Setelah dingin, divorteks kemudian

dilakukan pengukuran %inhibisi denaturasi

protein dengan menggunakan

Spektrofotometer Uv-Vis pada panjang

gelombang 660 nm

Page 65: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 50

Lampiran 5. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak

No. Uji Metode Hasil

1 Flavonoid

Alkaline reagent test:

Cuplikan ekstrak pada plat tetes + beberapa

tetes NaOH → kuning intens + beberapa tetes

HCl encer

sebelum

Sesudah

Positif

2 Terpenoid/

steroid

Lieberman-Burchard :

2 ml larutan ekstrak diuapkan dalam cawan

porselen → residu yang terbentuk + 0,5 ml

kloroform + 0,5 ml asam asetat anhidrat + 2 ml

H2SO4 pekat melalui dinding tabung

(+) terpenoid : membentuk cincin

kecoklatan atau violet

(+) steroid : membentuk cincin biru

kehijauan

(+) Terpenoid

(-) Steroid

3 Alkaloid

Mayer Test

Cuplikan ekstrak dilarutkan kedalam 10 ml

campuran aquades : HCl 2 N (9:1) + saring

filtrat + teteskan pereaksi meyer → (+)

terbentuk endapan putih

Positif

4 Senyawa Fenol

Ferric Chloride Test :

Kocok cuplikan ekstrak dengan eter pada

tabung reaksi kemudian pindahkan

kedalam plat tetes + 3-4 tetes larutan

FeCl3 → (+) apabila terbentuk warna biru

kehitaman

Negatif

5 Saponin

Foam test :

0,5 mg ekstrak kental + 2 ml aquades +

kocok kuat hingga berbusa + diamkan

Page 66: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 51

selama 10 menit → (+) apabila busa tetap

stabil Positif

6 Tannin

Ferric Chloride Test

Ekstrak dalam 10 ml aquades dipanaskan

dalam tabung reaksi + saring + filtrat

ditambahkan FeCl3 → (+) apabila

terbentuk warna biru, hijau, atau biru

kehijauan

Positif

Lampiran 6. Perhitungan Rendemen Ekstrak

1.) Rendemen Ekstrak Etanol

% 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 =129,95 𝑔𝑟𝑎𝑚

1600 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100 % = 8,121 %

2.) Rendemen Ekstrak Etil asetat

% 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 =12,73 𝑔𝑟𝑎𝑚

40,85 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100 % = 31,16 %

3.) Rendemen Ekstrak n-Heksana

% 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 =5,1 𝑔𝑟𝑎𝑚

40,85 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100 % = 12,48 %

Page 67: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 52

Lampiran 7. Dokumentasi Pembuatan Ekstrak

Simplisia Temu Griring

Botol Maserasi

Penyaringan Maserat

Pemekatan Ekstrak Etanol

Ekstrak etanol temu giring

Ekstrak n-Heksana

T.Griring

Pemekatan Hasil Partisi

Partisi Cair-cair

Page 68: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 53

Lampiran 8. Hasil KLT

Foto KLT Keterangan

Hasil KLT Fraksi Temu Giring

Heksan dan Etil asetat

Dengan eluen 4:1

Hasil KLT T.Giring Kolom ke-1

vial no. 1-29

Dengan eluen 4:1

Hasil KLT T.Giring Kolom ke-1

vial no. 31-55

Dengan eluen 4:1

Hasil KLT T.Giring Kolom ke-1

vial no. 57-79

Dengan eluen 4:1

Page 69: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 54

Hasil KLT T.Giring Kolom ke-1

vial no. 15, 17, 19, 21

Dengan eluen 4:1

Hasil KLT Fraksi A, B, C dan D

Dengan eluen 4:1

Hasil KLT Fraksi E dan F

Dengan eluen 4:1

Page 70: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 55

Lampiran 9. Dokumentasi Uji antidenaturasi Protein BSA

Pembuatan Seri Konsentrasi Senyawa E’X

Sebelum dipanaskan

Setelah dipanaskan dan siap untuk di ukur dengan spektrofotometer uv-vis

Page 71: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 56

Lampiran 10. Perhitungan Konsentrasi Na Diklofenak dan Senyawa E’X

1. Perhitungan Konsentrasi Na Diklofenak

Sejumlah 10 mg Na diklofenak dilarutkan dalam 1 mL metanol p.a sehingga

didapat konsentrasi larutan induk 10.000 ppm.

10 𝑚𝑔

1 𝑚𝐿=

10.000 µ𝑔

1 𝑚𝐿= 10.000 𝑝𝑝𝑚

Pengenceran Konsentrasi Konsentrasi Akhir Setelah di add

dengan larutan 0,2% BSA

1000 ppm

V1 x 10.000 ppm = 1 mL x 1000 ppm

V1 = 100 µL

1000 ppm menjadi 10 ppm

1000 ppm x 50 µL = 5 mL x M2

M2 = 10 ppm

100 ppm

V1 x 10.000 ppm = 1 mL x 100 ppm

V1 = 10 µL

100 ppm menjadi 1 ppm

100 ppm x 50 µL = 5 mL x M2

M2 = 1 ppm

10 ppm

V1 x 10.000 ppm = 5 mL x 10 ppm

V1 = 5 µL

10 ppm menjadi 0,1 ppm

10 ppm x 50 µL = 5 mL x M2

M2 = 0,1 ppm

1 ppm

V1 x 10.000 ppm = 25 mL x 1 ppm

V1 = 2,5 µL

1 ppm menjadi 0,01 ppm

1 ppm x 50 µL = 5 mL x M2

M2 = 0,01 ppm

Page 72: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 57

2. Perhitungan Kosentrasi Senyawa E’X

Sejumlah 10 mg Senyawa E’X dilarutkan dalam 1 mL metanol p.a sehingga

didapat konsentrasi larutan induk 10.000 ppm.

10 𝑚𝑔

1 𝑚𝐿=

10.000 µ𝑔

1 𝑚𝐿= 10.000 𝑝𝑝𝑚

Pengenceran Konsentrasi Konsentrasi Akhir Setelah di add

dengan larutan 0,2% BSA

1000 ppm

V1 x 10.000 ppm = 1 mL x 1000 ppm

V1 = 100 µL

1000 ppm menjadi 10 ppm

1000 ppm x 50 µL = 5 mL x M2

M2 = 10 ppm

100 ppm

V1 x 10.000 ppm = 1 mL x 100 ppm

V1 = 10 µL

100 ppm menjadi 1 ppm

100 ppm x 50 µL = 5 mL x M2

M2 = 1 ppm

10 ppm

V1 x 10.000 ppm = 5 mL x 10 ppm

V1 = 5 µL

10 ppm menjadi 0,1 ppm

10 ppm x 50 µL = 5 mL x M2

M2 = 0,1 ppm

1 ppm

V1 x 10.000 ppm = 25 mL x 1 ppm

V1 = 2,5 µL

1 ppm menjadi 0,01 ppm

1 ppm x 50 µL = 5 mL x M2

M2 = 0,01 ppm

Page 73: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 58

Lampiran 11. Data Absorbansi Na Diklofenak dan Senyawa E’X

1. Natrium Diklofenak

Konsentrasi Absorbansi Absorbansi

Negatif % Inhibisi

Rata-rata

% Inhibisi SD Inhibisi

0.01 ppm

0.011 0.023 52.173913

53.62319 2.51021856 0.011 0.023 52.173913

0.01 0.023 56.5217391

0.1 ppm

0.009 0.023 60.8695652

59.42029 2.51021856 0.009 0.023 60.8695652

0.01 0.023 56.5217391

1 ppm

0.009 0.023 60.8695652

63.76812 2.51021856 0.008 0.023 65.2173913

0.008 0.023 65.2173913

10 ppm

0.007 0.023 69.5652174

68.11594 2.51021856 0.008 0.023 65.2173913

0.007 0.023 69.5652174

2. Senyawa E’X

Konsentrasi Absorbansi Absorbansi

Negatif % Inhibisi

Rata-rata

% Inhibisi SD Inhibisi

0.01 ppm

0.037 0.047 21.2766

21.43077 0.267044528 0.037 0.047 21.2766

0.018 0.023 21.73913

0.1 ppm

0.03 0.047 36.17021

32.34659 3.311352145 0.016 0.023 30.43478

0.016 0.023 30.43478

1 ppm

0.031 0.047 34.04255

38.88375 4.722688326 0.014 0.023 39.13043

0.013 0.023 43.47826

10 ppm

0.028 0.047 40.42553

39.56213 0.747724678 0.014 0.023 39.13043

0.014 0.023 39.13043

Page 74: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 59

Lampiran 12. Analisa Statistik

1. Uji Normalitas Shapiro-wilk

Tujuan : Untuk melihat data persentase inhibisi denaturasi protein

terdistribusi normal atau tidak.

Hipotesis :

Ho : Data persentase inhibisi denaturasi protein terdistribusi normal

Ha : Data persentase inhibisi denaturasi protein tidak terdistribusi

normal

Pengambilan keputusan :

Jika nilai signifikan ≥ 0,05, maka Ho diterima

Jika nilai signifikan ≤ 0,05, maka Ho ditolak

Hasil uji normalitas data persentase inhibisi denaturasi protein

konsentrasi

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statis

tic df Sig. Statistic df Sig.

persen_inhibisi positif 0.01 ppm .385 3 . .750 3 .000

positif 0.1 ppm .385 3 . .750 3 .000

positif 1 ppm .385 3 . .750 3 .000

positif 10 ppm .385 3 . .750 3 .000

sampel 0.01 ppm .385 3 . .750 3 .000

sampel 0.1 ppm .385 3 . .750 3 .000

sampel 1 ppm .187 3 . .998 3 .914

sampel 10 ppm .385 3 . .750 3 .000

Keputusan : Data presentase inhibisi denaturasi protein tidak terdistribusi normal

2. Uji Homogenitas Levene

Tujuan : Untuk melihat data persentase inhibisi denaturasi protein

homogen atau tidak.

Hipotesis :

Ho : Data persentase inhibisi denaturasi protein bervariasi homogen

Page 75: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 60

Ha : Data persentase inhibisi denaturasi protein tidak bervariasi

homogen

Pengambilan keputusan :

Jika nilai signifikan ≥ 0,05, maka Ho diterima

Jika nilai signifikan ≤ 0,05, maka Ho ditolak

Hasil uji homogenitas data persentase inhibisi denaturasi protein

Test of Homogeneity of Variances

persen_inhibisi

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.136 7 16 .099

Keputusan : Data persentase inhibisi denaturasi protein bervariasi homogen

3. Uji Kruskal Wallis terhadap Presentase Inhibisi Denaturasi Protein

Tujuan : Untuk melihat data peresentase inhibisi denaturasi protein

homogen atau tidak.

Hipotesis :

Ho : Data peresentase inhibisi tidak berbeda secara bermakna

Ha : Data peresentase inhibisi berbeda secara bermakna

Pengambilan Keputusan :

Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan

Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima, berarti tidak terdapat

perbedaan

Hasil uji Kruskal wallis data presentase inhibisi denaturasi protein

Test Statisticsa,b

persen_inhibisi

Chi-Square 22.127

df 7

Asymp. Sig. .002

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: konsentrasi

Page 76: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 61

Keputusan : data persentase inhibisi denaturasi protein berbeda secara bermakna,

maka dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) dengan metode LSD

(Least Significance Different).

4. Uji Mann Whitney Presentase Inhibisi denaturasi Protein

Tujuan : Untuk mengetahui perbedaan peresentase inhibisi denaturasi

protein yang bermakna

Hipotesis :

Ho : Data peresentase inhibisi tidak berbeda bermakna

Ha : Data persentase inhibisi berbeda bermakna

Pengambilan keputusan :

Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan

Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima, berarti tidak terdapat

perbedaan

Hasil Uji Mann Whitney data persentase inhibisi denaturasi protein

Positif 0,01 ppm dengan sampel 0,01 ppm

Test Statisticsa

persen_inhibisi

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 6.000

Z -2.023

Asymp. Sig. (2-tailed) .043

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100b

a. Grouping Variable: Konsentrasi

b. Not corrected for ties.

Page 77: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 62

Positif 0,1 ppm dengan sampel 0,1 ppm

Test Statisticsa

persen_inhibisi

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 6.000

Z -2.023

Asymp. Sig. (2-tailed) .043

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100b

a. Grouping Variable: Konsentrasi

b. Not corrected for ties.

Positif 1 ppm dengan sampel 1 ppm

Test Statisticsa

persen_inhibisi

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 6.000

Z -1.993

Asymp. Sig. (2-tailed) .046

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100b

a. Grouping Variable: Konsentrasi

b. Not corrected for ties.

Positif 10 ppm dengan sampel 10 ppm

Test Statisticsa

persen_inhibisi

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 6.000

Z -2.023

Asymp. Sig. (2-tailed) .043

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100b

a. Grouping Variable: Konsentrasi

b. Not corrected for ties.

Keputusan : Persentase inhibisi senyawa E’X berbeda bermakna terhadap natrium

diklofenak (P ≤ 0,05) pada semua konsentrasi.

Page 78: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 63

Lampiran 13. Hasil 1H-NMR Senyawa E’X

Page 79: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI n …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta 64