109
ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON DAUN Garcinia celebica L DAN UJI AKTIVITAS ANTIKANKER PAYUDARA (MCF-7) SKRIPSI AMBAR ILAFAH RAMADHAN PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M / 1440 H

ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

  • Upload
    others

  • View
    42

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID

DARI EKSTRAK ASETON DAUN Garcinia celebica L

DAN UJI AKTIVITAS ANTIKANKER PAYUDARA (MCF-7)

SKRIPSI

AMBAR ILAFAH RAMADHAN

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M / 1440 H

Page 2: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID

DARI EKSTRAK ASETON DAUN Garcinia celebica L

DAN UJI AKTIVITAS ANTIKANKER PAYUDARA (MCF-7)

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains Dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

AMBAR ILAFAH RAMADHAN

11140960000063

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M / 1440 H

Page 3: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …
Page 4: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …
Page 5: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …
Page 6: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

ABSTRAK

AMBAR ILAFAH RAMADHAN. Isolasi Senyawa Triterpenoid dari Ekstrak

Aseton Daun Garcinia celebica L dan Uji Aktivitas Antikanker Payudara

(MCF-7). Dibimbing oleh SRI HARTATI dan SITI NURBAYTI.

Tumbuhan Garcinia celebica merupakan salah satu dari sekitar 450 spesies

Garcinia yang mengandung senyawa triterpenoid, depsidon, xanton, dan

benzofenon yang berpotensi sebagai terapi kanker. Uji pendahuluan antikanker

payudara (MCF-7) terhadap ekstrak aseton daun G .celebica telah dilakukan dengan

nilai aktivitas sebesar 94,36% dalam konsentrasi 200 µg/mL dan 83,12% dalam

konsentrasi 50 µg/mL. Tujuan penelitian ini adalah mengisolasi dan

mengidentifikasi struktur metabolit sekunder dari ekstrak aseton daun G. celebica

serta aktivitas antikankernya. Tahapan yang dilakukan adalah fraksinasi

menggunakan metode kromatografi, identifikasi struktur dengan spektroskopi UV-

Vis, FTIR, LCMS, dan NMR serta uji aktivitas antikanker payudara (MCF-7)

dengan metode MTT assays. GC-2 yang diperoleh berupa gum putih sebanyak 20

mg dari 47,7 g ekstrak kasar. Hasil analisis UV-Vis menunjukkan adanya gugus

kromofor C=C (λmax 222 nm) dan C=O (λmax 272 nm). Analisis FTIR menunjukkan

vibrasi dari gugus fungsi O-H karboksilat (3378,47 cm-1), C-O (1262,46 cm-1), C=O

(1686,82 cm-1) dan C=C (1640,33 cm-1). Analisis LCMS menghasilkan puncak

dominan m/z [M+H]+ 453,4 (BM=452) dengan rumus molekul C30H44O3 diduga

merupakan senyawa asam (24E)-3-okso-17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-

trien-26-oat. Analisis 1H NMR dan 13C NMR menunjukkan sinyal khas triterpenoid

yaitu C=O keton (δc 211,2 C-3), -C=O karbonil karboksilat (δc 173,2 C-26), tiga

C=C (δc 145,7 (C-14), 145,5 (C-25), 144,2 (C-9), 126,5 (C-25), 125,0 (C-8) dan

120,3 (C-15), 7 sinyal metil, 2 metin, 9 metilen dan 4 karbon kuartener. Hasil uji

antikanker menunjukkan GC-2 memiliki aktivitas antikanker payudara yang sangat

kuat dengan nilai IC50 sebesar 24,97 µg/mL.

Kata kunci : Aktivitas antikanker, Garcinia celebica, isolasi, karakterisasi

Page 7: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

ABSTRACT

AMBAR ILAFAH RAMADHAN. Isolation of Triterpenoid Compounds from

Garcinia celebica L Leaf Acetone Extract and Breast Anticancer (MCF-7) Activity

Test. Advisor by SRI HARTATI and SITI SURBAYTI.

The Garcinia celebica plant is one of about 450 Garcinia species containing

triterpenoid compounds, depsidone, xanthone and benzophenone which have the

potential as cancer therapy. Preliminary test of breast anticancer (MCF-7) on the

acetone extract of G .celebica leaf was carried out with an activity value of 94.36%

in a concentration of 200 µg / mL and 83.12% in a concentration of 50 µg / mL.

The purpose of this study was to isolate and identify secondary metabolite structure

of G. celebica acetone extract and its anticancer activity. The steps taken were

fractionation using chromatography method, structural identification with UV-Vis

spectroscopy, FTIR, LCMS, and NMR as well as breast anticancer (MCF-7)

activity test using MTT assays method. GC-2 obtained in the form of 20 mg of

white gum from 47.7 g of crude extract. UV-Vis analysis shows that there is a

chromophore C=C (λmax 222 nm) and C=O (λmax 272 nm). FTIR analysis showed

the vibration of OH carboxylic functional groups (3.378,47 cm-1), C-O (1.262,46

cm-1), C=O (1.686,82 cm-1), and C=C (1.640,33 cm-1). The molecular formula

C30H44O3 thought to be an acid compound (24E)-3-oxo-17,14-friedolanosta-

8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat. The 1H NMR and 13C NMR analysis showed a

typical triterpenoid signal, namely C=O ketone (δc 211,2 C-3), -C=O carboxylic

carbonyl (δc 173,2 C-26), three C = C (δc 145,7 (C-14), 145,5 (C-25), 144,2 (C-9),

126,5 (C- 25), 125 (C-8) and 120,3 (C-15), 7 methyl signals, 2 metin, 9 methylene

and 4 quaternary carbon.The results of anticancer tests showed GC-2 had very

strong breast anticancer activity with IC50 value is 24,97 µg / mL.

Keywords: Anticancer activity, Garcinia celebica, isolation, characterization

Page 8: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa, karena

berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Isolasi Senyawa Triterpenoid dari Ekstrak Aseton Daun Garcinia celebica L

dan Uji Aktivitas Antikanker Payudara (MCF-7)” Penulis menyadari bahwa

terselesaikannya skripsi ini tak lepas dari bantuan dan peranan banyak pihak. Pada

kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Sri Hartati, M.Si selaku Pembimbing I yang telah memberikan

pengarahan serta bimbingannya baik dalam teknis di lapangan maupun dalam

menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Siti Nurbayti, M.Si selaku Pembimbing II dan Pembimbing Akademik

yang telah memberikan pengarahan serta bimbingannya sehingga banyak

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Tarso Rudiana, M.Si sebagai Penguji I yang telah memberikan saran serta

masukan yang bermanfaat.

4. Nurhasni, M.Si sebagai Penguji II yang telah memberikan saran serta

masukan yang bermanfaat.

5. Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains

dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

7. Isalmi Aziz, M.T selaku Sekretaris Program Studi Kimia Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 9: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

vi

8. Bapak, Ibu, dan Adik tercinta atas segala doa, pengorbanan, nasihat dan

motivasinya kepada penulis.

9. Segenap dosen Program Studi Kimia atas ilmu pengetahuan dan pegalaman

hidup yang dengan ikhlas diajarkan dan diberikan kepada penulis.

10. Sahabat tersayang Esti, Ayu, Kak Yeni, Lucyta, Isni, Chinta, Nur Fauziyah,

Nurlathifah, Afriana, Nur Azizah, Nur Ana, Indah, dan Nadhia yang

senantiasa memberi bantuan, dukungan, nasihat dan motivasinya kepada

penulis.

11. Teman–teman Kimia Angkatan 2014 yang senantiasa memberi dukungan,

motivasi, dan keceriaan kepada penulis.

12. Serta semua pihak yang telah membantu secara langsung dan tidak langsung,

yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan umumnya

bagi kemajuan ilmu dan teknologi.

Jakarta, Oktober 2018

Ambar Ilafah Ramadhan

Page 10: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

vii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................................ v

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 5

1.3 Hipotesis ........................................................................................................ 5

1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 6

1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 7

2.1 Tinjauan Umum Tumbuhan Garcinia celebica L ......................................... 7

2.1.1 Fitokimia Tumbuhan Garcinia ......................................................... 8

2.1.3 Aktivitas Biologis Metabolit Sekunder dari Garcinia .................... 18

2.2 Metode Isolasi Senyawa Aktif ..................................................................... 20

2.2.1 Ekstraksi .......................................................................................... 20

2.2.2 Kromatografi Lapis Tipis ................................................................ 21

2.3.3 Kromatografi Kolom ....................................................................... 22

2.3 Karakterisasi Struktur dengan Metode Spektroskopi .................................. 23

2.4.1 Spektroskopi UV-Vis ...................................................................... 24

2.4.2 Spektroskopi FTIR .......................................................................... 25

2.4.3 Spektroskopi Massa (MS) ............................................................... 26

2.4.4 Spektroskopi 1H NMR dan 13C NMR ............................................. 27

Page 11: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

viii

BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 29

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................................... 29

3.2 Alat dan Bahan ............................................................................................ 29

3.2.1 Alat .................................................................................................. 29

3.2.2 Bahan............................................................................................... 29

3.3 Diagram Alir Penelitian ............................................................................... 30

3.4 Cara Kerja .................................................................................................... 31

3.4.2 Uji Fitokimia ................................................................................... 31

3.4.3 Isolasi Senyawa dari Ekstrak Aseton daun G. celebica .................. 33

3.4.5 Karakterisasi Struktur Senyawa Aktif ............................................. 36

3.4.6 Uji Aktivitas Antikanker ................................................................. 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 39

4.1 Hasil Uji Fitokimia ...................................................................................... 39

4.2 Hasil Isolasi Senyawa dari Ekstrak Aseton Daun G. celebica .................... 40

4.3 Hasil Uji Kemurnian dengan KLT 2 dimensi (2D) ..................................... 48

4.4 Hasil Analisis Data UV-Vis......................................................................... 48

4.5 Hasil Analisis Data FTIR............................................................................. 49

4.6 Hasil Analisis data LCMS ........................................................................... 51

4.7 Hasil Analisis data NMR ............................................................................. 54

4.7.1 Hasil Analisis data 1H NMR ........................................................... 54

4.7.2 Hasil Analisis data 13C NMR .......................................................... 59

4.8 Biosintesis Senyawa Asam (24E)-3-okso-17,14-friedolanosta-

8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat ................................................................... 62

4.9 Hasil Uji Aktivitas Antikanker Terhadap Sel Kanker Payudara (MCF-7) .. 64

Page 12: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

ix

BAB V PENUTUP ................................................................................................ 68

5.1 Simpulan ...................................................................................................... 68

5.2 Saran ............................................................................................................ 68

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 69

LAMPIRAN .......................................................................................................... 78

Page 13: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Herbarium tumbuhan daun dan buah Garcinia celebica L ................ 7

Gambar 2. Struktur senyawa golongan xanton (1-12) dari tumbuhan Garcinia . 11

Gambar 3. Struktur senyawa golongan benzofenon (13-22) dari tumbuhan

Garcinia ............................................................................................. 13 Gambar 4. Struktur senyawa golongan flavonoid (23-29) dari tumbuhan

Garcinia ............................................................................................. 15 Gambar 5. Struktur senyawa golongan triterpenoid (30-41) dari tumbuhan

Garcinia ............................................................................................. 17 Gambar 6. Struktur senyawa golongan depsidon (42-43) dari tumbuhan

Garcinia ............................................................................................. 18 Gambar 7. Kromatografi cair vakum ................................................................... 23

Gambar 8. Komponen utama spektroskopi massa .............................................. 27

Gambar 9. Diagram alir penelitian ...................................................................... 30

Gambar 10. Hasil KLT 11 fraksi dari kolom kromatografi cair vakum .............. 41

Gambar 11. Hasil KLT F13 dengan eluen n-heksana:etil asetat (6:4) ................ 43

Gambar 12. Hasil KLT kolom sephadex LH-20 ................................................. 44

Gambar 13. Hasil KLT Kromatografi Kolom Gravitasi pada F13.3c ................. 45

Gambar 14. Hasil KLT F13.3c (a) 2D dan (b) uji tiga pelarut ............................ 46

Gambar 15. Hasil KLT F13.3c dengan eluen diklorometan : aseton (85:15) ..... 47

Gambar 16. Hasil KLT 2D dari GC-2 ................................................................. 48

Gambar 17. Spektrum UV-Vis GC-2 .................................................................. 49

Gambar 18. Hasil spektrum FTIR GC- ............................................................... 50

Gambar 19. Kromatogram hasil LCMS GC-2..................................................... 51

Gambar 20. Struktur senyawa asam (24E)-3-okso-17,14-friedolanosta-

8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat (33) dan asam (24E)-3α-hidroksi-

17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat (44) ............... 53 Gambar 21. Hasil analisis 1H NMR GC-2 ........................................................... 55

Gambar 22. Perbesaran spektrum 1H NMR ........................................................ 56

Gambar 23. Spektrum hasil analisis 13C NMR pada GC-2 ................................. 59

Page 14: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

xi

Gambar 24. Perbesaran spektrum 13C NMR ....................................................... 61

Gambar 25. Mekanisme reaksi pembentukan farnesil pirofosfat (FPP) .............. 63

Gambar 26. Mekanisme reaksi pembentukan senyawa asam (24E)-3-okso-17,14-

friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat ................................. 64

Page 15: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Profil fitokimia genus Garcinia .................................................................. 8

Tabel 2. Distribusi senyawa xanton pada tumbuhan Garcinia ............................... 10

Tabel 3. Distribusi senyawa benzofenon pada tumbuhan Garcinia ........................ 12

Tabel 4. Distribusi senyawa flavonoid pada tumbuhan Garcinia ........................... 14

Tabel 5. Distribusi senyawa triterpenoid pada tumbuhan Garcinia ........................ 16

Tabel 6. Distribusi senyawa depsidon pada tumbuhan Garcinia ............................ 18

Tabel 7. Daerah serapan inframerah beberapa ikatan kimia ................................... 26

Tabel 8. Hasil uji penapisan fitokimia ekstrak aseton daun G. celebica ................. 39

Tabel 9. Berat fraksi hasil kolom kromatografi cair vakum .................................... 40

Tabel 10. Berat fraksi hasil kolom kromatografi gravitasi ...................................... 45

Tabel 11. Berat fraksi hasil kromatografi kolom gravitasi F13.3c .......................... 47

Tabel 12. Interpretasi Bilangan Gelombang FTIR GC-2 ........................................ 50

Tabel 13. Data spektrometer 1H NMR senyawa GC-2 dengan senyawa asam

(24E) -3-okso-17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat ....... 57 Tabel 14. Data spektrometer 13C NMR senyawa GC-2 dengan senyawa asam

(24E)-3-okso-17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat ........ 60 Tabel 15. Hasil uji sitotoksik GC-2 terhadap sel kanker payudara (MCF-7) .......... 66

Page 16: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perhitungan Nilai IC50 dari GC-2 ...................................................... 78

Lampiran 2. Hasil Analisis LCMS GC-2 ............................................................... 79

Lampiran 3. Spektrum 1H NMR dari GC-2 ........................................................... 81

Lampiran 4. Spektrum 13C NMR dari GC-2 .......................................................... 87

Page 17: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan tanaman obat dan memiliki

potensi untuk dikembangkan, namun belum dikelola secara maksimal. Indonesia

memiliki keanekaragaman tanaman lebih dari 38.000 jenis tumbuhan, 55%

merupakan spesies endemik, dimana 90% nya merupakan jenis tumbuhan yang

memiliki khasiat sebagai obat (Arifin dan Nakagoshi, 2011). Sekitar 80% tumbuhan

ini sudah lama dipergunakan oleh penduduk lokal sebagai obat-obatan tradisional,

namun belum diusahakan secara optimal untuk pengembangan obat. Data tersebut

menandakan jika tanaman yang memiliki potensi sebagai obat dikembangkan

secara optimal maka akan dapat membantu menanggulangi masalah kesehatan

(Nurdin et al., 2009).

Allah subhanahu wata’ala telah menunjukkan kekuasannya kepada manusia

melalui firman yang Allah turunkan dalam Q.S Asy-Syu’ara (26): 7-9

Artinya:

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, betapa banyak Kami

tumbuhkan di bumi berbagai macam (tumbuh-tumbuhan) yang baik? (7). Sungguh,

pada yang demikian itu terdapat tanda (kebesaran Allah), tetapi kebanyakan mereka

tidak beriman (8). Dan sungguh, Tuhanmu Dialah Yang Maha Perkasa, Maha

Penyayang (9).”

Page 18: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

2

Ath-Thabari (2009) menafsirkan maksud dari ayat tersebut adalah orang-

orang beriman dituntut untuk mempergunakan akal pikiran mereka untuk

memperhatikan dan mengamati apa yang terjadi di alam ini seperti berbagai macam

tumbuh-tumbuhan, karena pada setiap tumbuhan walau tumbuh di tanah yang sama

dan diairi dengan aliran yang sama pasti akan mempunyai kekhususan sendiri baik

dari bentuk dan warna buahnya, daunnya, bunganya hingga kandungan yang

terdapat di dalam tumbuhan tersebut. Kandungan senyawa tersebut secara ilmiah

memiliki khasiat yang berguna bagi kesehatan dan dapat dijadikan sebagai tanaman

obat.

Eksplorasi bahan alam hayati untuk menemukan obat yang dapat

menghambat atau menyembuhkan kanker secara selektif, efektif, dan tidak

menimbulkan efek samping masih tetap dilakukan sampai saat ini. Kanker

merupakan penyebab utama kematian di dunia (Suzery dan Cahyono, 2014).

Kanker payudara merupakan kanker yang paling sering menyerang wanita dengan

perkiraan 1,67 juta kasus kanker baru didiagnosis pada tahun 2012 (25% dari semua

kanker) (Ferlay et al., 2015). Pengobatan kanker umumnya seperti pembedahan,

kemoterapi, dan radioterapi memiliki efek samping toksik pada jaringan normal dan

resistensi sel kanker seringkali terjadi dengan cara pengobatan ini (Tyagi et al.,

2004). Pengembangan tanaman sebagai obat antikanker khususnya kanker

payudara terus dikembangkan hingga saat ini.

Tanaman yang berpotensi sebagai tanaman obat adalah tanaman dari genus

Garcinia. Genus Garcinia merupakan salah satu tumbuhan yang termasuk ke

dalam famili Clusiaceae dan memiliki sekitar 450 spesies yang umumnya tersebar

pada daerah tropis seperti Afrika, Amerika, Polinesia, dan Asia. Uji fitokimia

Page 19: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

3

mengungkapkan bahwa spesies dari Garcinia kaya akan metabolit sekunder

termasuk flavonoid, biflavonoid, triterpenoid, dan xanton. Senyawa-senyawa yang

dihasilkan menunjukkan sejumlah aktivitas biologis sebagai antimikroba,

antikanker, antioksidan, anti-hyperlipidemic, dan antiinflamasi (Chen et al., 2010;

Chang dan Yang, 2012; Sukatta et al., 2013; Suttirak dan Manurakchinakorn, 2014;

Sharma dan Handique, 2015; Stark et al., 2014; Kritsanawong et al., 2016).

Penelitian dari genus Garcinia telah dilakukan diantaranya adalah senyawa

epigarcinol dan isogarcinol yang diperoleh dari ekstrak metanol akar G. ovalifolia

memiliki aktivitas penghambatan kanker leukimia dengan nilai IC50 < 10 μg/mL

(Pieme et al., 2015). Isolasi ekstrak aseton dari daun G. oblongifolia diperoleh 2

senyawa baru xanton terprenilasi yaitu oblongixanton D dan E yang memiliki

kemampuan menghambat sel kanker esophagus yang sangat kuat dengan nilai IC50

<100 μg/mL (Zhang et al., 2016). Senyawa-senyawa baru dari golongan xanton

berhasil diisolasi dari ekstrak aseton daun G. nujiangensis dan memiliki aktivitas

antikanker serviks yang sangat kuat dengan nilai IC50 <10 μg/mL (Tang et al.,

2015). Hasil isolasi ekstrak aseton daun G. cowa menghasilkan senyawa

cowaxanton dengan aktivitas antikanker liver yang sangat kuat yaitu IC50 8,09

μg/mL (Xia et al., 2015).

Hasil penelusuran pustaka di atas menunjukkan bahwa tumbuhan genus

Garcinia khususnya yang memiliki aktivitas antikanker sudah banyak dilaporkan,

namun penelitian untuk spesies G. celebica masih sedikit dilaporkan. G. celebica

merupakan salah satu spesies dari genus Garcinia dengan nama lokal di Indonesia

adalah beruwas (Dahlan et al., 2009). Menurut penelitian Subarnas et al. (2012),

ekstrak etanol daun G. celebica berpotensi sebagai obat tradisional antikanker yang

Page 20: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

4

ditunjukkan dengan penghambatan yang kuat terhadap proliferasi sel MCF-7

(IC50<100 μg/mL). Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh Subarnas et al. (2016)

untuk menentukan senyawa aktif yang berperan sebagai agen antikanker tersebut,

diperoleh senyawa golongan triterpenoid yaitu metil-3α,23-dihidroksi-17,14

friedolanstan-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat.

Isolasi ekstrak etil asetat dari kulit batang G. celebica diperoleh 19 senyawa,

diantaranya adalah 1 senyawa baru dari depsidon yaitu garcinisidon H, 6 senyawa

baru dari golongan triterpenoid serta 12 senyawa yang sudah diketahui yaitu 8

xanton, 3 friedolanostan dan 1 sikloartan. Uji sitotoksisitas terhadap sel kanker

payudara (MCF-7) diperoleh bahwa senyawa makluraxanton dari golongan xanton

memiliki aktivitas penghambatan yang kuat dengan nilai penghambatan IC50 2,4

μg/mL serta beberapa senyawa triterpenoid memiliki aktivitas yang sangat kuat

dengan nilai IC50<100 μg/mL (Bui et al., 2016). Elfita et al. (2009) melalui

penelitiannya memperoleh beberapa senyawa hasil isolasi ekstrak etil asetat dari

daun G. celebica antara lain friedelin dan asam 3β-hidroksi-23-okso-9,16-

lanostadien-26-oat (garcihombronan D).

Penelitian-penelitian yang telah dilaporkan sebelumnya menyatakan bahwa

tumbuhan G. celebica banyak menghasilkan senyawa triterpenoid yang memiliki

aktivitas antikanker payudara yang sangat kuat, namun belum pernah dilakukan

penelitian mengenai isolasi dan elusidasi struktur senyawa aktif menggunakan

ekstrak aseton daun G. celebica. Isolasi yang dilakukan pada penelitian ini

menggunakan ekstrak aseton karena senyawa-senyawa yang dihasilkan memiliki

aktivitas antikanker yang sangat kuat. Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan

pada ekstrak aseton daun G. celebica terhadap uji aktivitas sel kanker payudara

Page 21: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

5

(MCF-7) menunjukkan aktivitas yang cukup bermakna dengan nilai aktivitas

penghambatan sel kanker payudara sebesar 94,36% dalam konsentrasi 200 µg/mL

dan 83,12% dalam konsentrasi 50 µg/mL. Nilai tersebut menunjukkan ekstrak

aseton daun G. celebica memiliki potensi dalam menghambat pertumbuhan sel

kanker payudara. Maka dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan

fraksinasi dan identifikasi struktur senyawa dari ekstrak aseton daun G. celebica

dan uji aktivitas antikankernya terhadap sel kanker payudara (MCF-7).

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana struktur kimia senyawa triterpenoid dari ekstrak aseton daun G.

celebica?

2. Apakah isolat dari ekstrak aseton daun G. celebica memiliki aktivitas

antikanker payudara (MCF-7)?

1.3 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Struktur kimia senyawa triterpenoid dari ekstrak aseton daun G. celebica

dapat ditentukan struktur kimianya menggunakan spektroskopi UV-Vis,

FTIR, MS dan NMR.

2. Isolat dari ekstrak aseton daun G. celebica mengandung senyawa

triterpenoid yang memiliki aktivitas antikanker payudara (MCF-7).

Page 22: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

6

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengisolasi dan mengkarakterisasi struktur senyawa triterpenoid yang

terkandung dalam ekstrak aseton daun G. celebica dengan spektroskopi

UV-Vis, FTIR, MS dan NMR.

2. Menguji aktivitas antikanker payudara (MCF-7) dari isolat ekstrak aseton

daun G. celebica.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang potensi

dan struktur senyawa triterpenoid yang terkandung dalam ekstrak aseton daun G.

celebica sebagai antikanker payudara (MCF-7).

Page 23: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tumbuhan Garcinia celebica L

Garcinia celebica merupakan tumbuhan yang termasuk dalam famili

Clusiaceae atau Guttiferae (Hemshekhar et al., 2011). Tumbuhan Garcinia

(Gambar 1) sering disebut sebagai “Asam Kandis” atau “Kandis Gajah”,

G. celebica memiliki nama lokal di Indonesia adalah “Beruwas” (Dahlan et al.,

2009). Menurut Hemshekhar et al. (2011) klasifikasi taksonomi dari tumbuhan G.

celebica adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Phylum : Tracheophyta

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malpighiales

Famili : Clusiaceae/Guttiferae

Subfamili : Clusioideae

Genus : Garcinia

Spesies : Garcinia celebica

Gambar 1. Herbarium tumbuhan daun dan buah Garcinia celebica L

Page 24: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

8

Diperkirakan dari 450 jenis tumbuhan Garcinia tersebar secara luas di Asia,

Afrika selatan dan Polinesia (Kumar dan Pandey, 2013). G. celebica tersebar luas

di Indonesia seperti Jawa, Makasar, Bangka, dan Sumatera Selatan (Dahlan et al.,

2009).

2.1.1 Fitokimia Tumbuhan Garcinia

Kajian fitokimia yang telah dilakukan terhadap genus Garcinia

menunjukkan bahwa tumbuhan ini mengandung beberapa metabolit sekunder

diantaranya golongan xanton, benzofenon, flavonoid, triterpenoid, dan depsidon

yang dapat dilihat pada Tabel 1. Metabolit sekunder utama yang terdapat pada

genus Garcinia adalah xanton dan benzofenon.

Tabel 1. Profil fitokimia genus Garcinia

Spesies Bagian

tanaman Ekstrak

Golongan

senyawa Asal

Pustaka

G. celebica Daun Etanol Triterpenoid Indonesia Subarnas et

al., 2016

Daun Etil

asetat Triterpenoid Indonesia

Elfita et al.,

2009

Kulit

kayu

Etil

asetat

Depsidon

Triterpenoid Vietnam

Bui et al.,

2016

G. cowa Bunga Aseton Benzofenon

Xanton Thailand

Trisuwan

dan

Ritthiwigro

m., 2012

Buah Aseton Xanton Thailand Auranwiwat

et al., 2014

Daun Aseton Xanton China Xia et al.,

2015

G. goudotiana Daun Aseton Benzofenon

Xanton

Madagas

kar

Mahamodo

et al., 2014

G.

xipshuanbanna

ensis

Ranting Aseton Xanton China

Han et al.,

2008

G. oblongifolia Kulit

kayu Aseton

Xanton

Benzofenon China

Zhang et

al., 2014

Daun Aseton Xanton

Benzofenon China

Zhang et

al., 2016

Page 25: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

9

Tabel 1. Profil fitokimia genus Garcinia (Lanjutan)

Spesies Bagian

tanaman Ekstrak

Golongan

senyawa Asal

Pustaka

G. multiflora Ranting Aseton Benzofenon China Liu et al.,

2010

G. nujiangensis Ranting Aseton Xanton China Tang et

al., 2015

Daun Aseton Xanton

Benzofenon China

Xia et al.,

2012

G. dulcis Daun Aseton Flavonoid Thailand Sales et

al., 2015

G. travancorica Daun Metanol Benzofenon

Flavonoid India

Aravind et

al., 2016

G. brasiliensis Daun n-heksana,

etanol Flavonoid Brazil

Arwa et

al., 2015

G. lancilimba Daun Etanol Xanton China Sun et al.,

2016

G. pauciervis Daun Etanol Flavonoid

Triterpenoid China

Jia et al.,

2017

G. nervosa Daun Etanol Flavonoid Nigeria Parveen et

al., 2017

G. speciose Daun Kloroform Benzofenon

Xanton Thailand

Pailee et

al., 2018

G. polyantha Daun Diklorometan Depsidone Kamerun

Lannang

et al.,

2017

G. oligantha Daun Petroleum

eter, etanol Xanton Thailand

Tang et

al., 2016

Xanton

Xanton adalah golongan senyawa fenolik polifrenilasi dengan kerangka

xanton-9-on. Sistem cincin dapat diganti dengan berbagai kelompok yang

memberikan berbagai macam kemungkinan struktur seperti berbagai gugus

isoprena, fenolik dan metoksi. Xanton alami dapat dibagi berdasarkan sifat

substituennya menjadi xanton teroksigenasi sederhana, glikosida xanton dan xanton

terprenilasi, dan turunannya seperti dimer xanton, xantonolignois dan

miscellaneous (Pinto et al., 2005).

Page 26: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

10

Genus Garcinia banyak menghasilkan senyawa golongan xanton dan

turunannya. Aktivitas farmakologis dari xanton dan turunannya sangat berpotensi

untuk dikembangkan sebagai obat seperti antioksidan, antikanker, antihistamin,

antimikroba, antifungi, antivirus dan antinflamasi (Hemshekhar et al., 2011).

Distribusi dan struktur senyawa dari golongan xanton pada tumbuhan Garcinia

dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 2.

Tabel 2. Distribusi senyawa xanton pada tumbuhan Garcinia

Senyawa Asal spesies Pustaka

Garcinianon A (1) G. cowa

Trisuwan dan

Ritthiwigrom,

2012

1,3,7-trihidroksi-2-

isoprenilxanton (2) G. goudotiana

Mahamodo et al.,

2014

Garcicowanon A (3) G. cowa Auranwiwat et

al., 2014

Cowaxanton H (4) G. cowa Xia et al., 2015

Bannaxanton A (5) G. xipshuanbannaensis Han et al., 2008

Oblongixanton A (6) G. oblongifolia Huang et al.,

2009

Oblongixanton D (7) G. oblongifolia Zhang et al.,

2016

Nujiangexanton A (8) G. nujiangemsis Xia et al., 2012

Nujiangexanton C (9) G. nujiangensis Tang et al., 2015

Garcinexanton G (10) G. lancilimba Sun et al., 2016

Makluraxanton (11) G. speciose Pailee et al.,

2018

Oligantin H (12) G. oligantha Tang et al., 2016

Page 27: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

11

OHO OH

OH

O

O

O

H3CO

HO

OHO

(1) (2) (3)

O O

OH

HO

OH

O

O

HO

HO

OH

OH

OH

O

OO

HO

OH

OH

O

(4) (5) (6)

O

OH

OCH3

OHOH

OH

HO

O

O

OH

OHO

OH

OHO

OH

OOHO

OH

OHO

(7) (8) (9)

O O

HOOH

HO

OHO

O

OHO

OH

OHO

OO

OH

HO

OH

O

O

(10) (11) (12)

Gambar 2. Struktur senyawa golongan xanton (1-12) dari tumbuhan Garcinia

Page 28: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

12

Benzofenon

Penelusuran terhadap tumbuhan Garcinia, benzofenon dan turunannya

merupakan golongan senyawa yang cukup banyak dihasilkan dari tumbuhan ini.

Berbagai macam substituen menghasilkan kerangka struktur yang berbeda-beda.

Senyawa benxofenon yang dihasilkan dari tumbuhan garcinia banyak memiliki

aktivitas biologis yang berpotensi dikembangkan sebagai obat seperti Garcinol (14)

yang memiliki aktivitas antikanker usus, antiinflamasi, anti HIV, antiulcer, dan

antioksidan yang sangat kuat (Padhye et al., 2009) Distribusi senyawa benzofenon

pada tumbuhan Garcinia dapat dilihat pada Tabel 3 dan struktur senyawanya dapat

dilihat pada Gambar 3.

Tabel 3. Distribusi senyawa benzofenon pada tumbuhan Garcinia

Senyawa Asal spesies Pustaka

Cowanon (13) G. cowa

Trisuwan dan

Ritthiwigrom,

2012

Garcinol (14) G. goudotiana Mahamodo et

al., 2014

Oblongifolin E (15) G. oblongifolia Huang et al.,

2009

Oblongifolin V (16) G. oblongifolia Zhang et al.,

2016

Garciosone A (17)

guttiferone F (18) G. multiflora Liu et al., 2010

Nujiangefolin A (19) G. nujiangemsis Xia et al., 2012

Goudotianon 1 (20)

7-epi-nemoroson (21) G. travancorica

Aravind et al.,

2015

18-hydroxygarcimultiflorone D (22) G. speciose Pailee et al.,

2018

Page 29: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

13

O

O

O

OH

HO

O O

HO

HO

O

(13) (14)

O

O

O

O

OH

(15) (16)

H3CO

HO

OH

OCH3O

OH

O

OH

HO

OH

O

O

(17) (18)

OHHO

OHO (19) (20)

O

O

OH

O

O

OH

HO

OH

O

O

HO

OH

(21) (22)

Gambar 3. Struktur senyawa golongan benzofenon (13-22) dari tumbuhan

Garcinia

Page 30: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

14

Flavonoid

Flavonoid adalah kelompok senyawa berberat molekul rendah yang

tersusun dari tiga struktur cincin dengan berbagai substitusi. Flavonoid umumnya

terbagi menurut substituennya menjadi tiga kelompok, flavanol, antosianidin dan

flavon, dan kalkon. Flavonoid telah lama dikenal dan memiliki sifat anti-inflamasi,

antioksidan, antialergi, antiviral, dan antikarsinogenik (Hemshekhar et al., 2011).

Turunan flavonoid yang banyak ditemukan pada genus Garcinia adalah biflavonoid

dan isoflavon, distribusi dan struktur senyawa flavonoid pada tumbuhan Garcinia

dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 4.

Tabel 4. Distribusi senyawa flavonoid pada tumbuhan Garcinia

Senyawa Asal spesies Pustaka

Biflavonoid

Biflavonoid terprenilasi:

dulcisbiflavonoid A (23) G. dulcis

Sales et al.,

2015

Morelloflavon (24)

morelloflavon-7” -O- β -D-glikosida or

fukugisida (25)

G. travancorica Aravind et al.,

2015

Amentoflavon (26)

Podocarpusflavon (27) G. brasiliensis

Arwa et al.,

2015

Paucinervin K (28) G. pauciervis Jia et al., 2017

Isoflavon

5,7-dihidroksi-3-(3’-hidroksi-4’,5’-

dimetoksifenil)-6-metoksi-4H-chromen-

4-on (29)

G. nervosa Parveen et al.,

2016

Page 31: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

15

OHO

OH

OH

OHO

OHO

O

OH

O

O

HO

OH

OH

OH OH

OH

R1OO

O

H

H

(23) (24,25)

R1 (24) = H; R1 (25) = Glukosa

O

OOH

OH

O

O

HO

OH

HO OH

O

OOH

OCH3

O

O

HO

OH

HO OH

(26) (27)

O

OOH

HO

OHO

OH

OH

OH

O

O

H3CO

OH

OH

OCH3

OCH3

O

HO

(28) (29)

Gambar 4. Struktur senyawa golongan flavonoid (23-29) dari tumbuhan Garcinia

Triterpenoid

Turunan senyawa golongan triterpenoid yang ditemukan dari tumbuhan

Garcinia adalah lanostan dan friedolanostan dan berdasarkan penelusuran

ditemukan pada ekstrak etil asetat dan etanol dari jenis G. celebica. Distribusi dan

struktur senyawa triterpenoid dari tumbuhan Garcinia dapat dilihat pada Tabel 5

dan Gambar 5.

Page 32: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

16

Tabel 5. Distribusi senyawa triterpenoid pada tumbuhan Garcinia

Senyawa Asal

spesies Pustaka

Lanostan

Asam (E)-3β,9α- dihidroksilanosta-24-

en-26-oat (30)

Asam 3,23-diokso-9,16-lanostadien-26-

oat (31)

Asam 3β-hidroksi-23-okso-9,16-

lanostadien-26-oat atau garcihombronan

D (32)

G. celebica Bui et al., 2016

Elfita et al., 2009

Friedolanostan

Asam (24E)-3-okso-17,14-friedolanosta-

8,14,24-trien-26-oat (33)

Asam (22Z,24E)-9α- hidroksi-3-okso-

17,13-friedolanosta-

12(13),22(23),24(25)-trien-26-oat (34)

Asam (22Z,24E)-3-okso-17,14-

friedolanosta-8(9),14(15),22(23),24(25)-

tetraen-26-oat (35)

Asam (22Z,24E)-3-okso-17,14-

friedolanosta-8(9),14(15),22(23),24(25)-

tetraen-26-oat (36)

Asam (22Z,24E)-9α-hidroksi-3-okso-

13α,30-siklo- 17,13-friedolanosta-

22(23),24(25)-dien-26-oat (37)

Asam (22Z,24E)-9α-hidroksi-3-okso-

17,14-friedolanosta-

14(15),22(23),24(25)-trien-26-oat (38)

Asam (24E)-3β asetoksi-9α-hidroksi-

17,14,4-friedolanosta-14(15),24(25)-

dien-26-oat (39)

Asam (22Z,24E)- 3β asetoksi-9α-

hidroksi-17,14-friedolanosta-

14(15),22(23),24(25)-trien-26-oat (40)

G. celebica

Bui et al., 2016

metil-3α, 23-dihidroksi-17,14-

friedolanstan-8(9),14(15),24(25)-trien-

26-oat (41)

Subarnas et al., 2016

Page 33: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

17

(30) (31)

(32) (33)

(34) (35)

(36) (37)

(38) (39)

(40) (41)

Gambar 5. Struktur senyawa golongan triterpenoid (30-41) dari tumbuhan

Garcinia

Page 34: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

18

Depsidon

Senyawa golongan depsidon dari tumbuhan Garcinia ditemukan dalam

kulit kayu G. celebica yaitu Garcinidon H (42) dan daun G. polyantha

poliantadepsidon A (43) yang dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 6.

Tabel 6. Distribusi senyawa depsidon pada tumbuhan Garcinia

Senyawa Asal spesies Pustaka

Garcinidon H (42) G. celebica Bui et al., 2016

poliantadepsidon A (43) G. polyantha Lannang et al., 2017

O

O

O

HO OH

OH

OCH3

(42) (43)

Gambar 6. Struktur senyawa golongan depsidon (42-43) dari tumbuhan Garcinia

2.1.3 Aktivitas Biologis Metabolit Sekunder dari Garcinia

Garcinol (21) diperoleh dari tumbuhan G. Indica menunjukkan efek

penghambat pertumbuhan sel kanker usus, dengan nilai IC50 berkisar antara 1,95-

13,03 μg/mL setelah perlakuan 72 jam. Garcinol juga diketahui memiliki aktivitas

antiinflamasi, anti HIV, antiulcer, dan antioksidan yang sangat kuat (Padhye et al.,

2009). Hasil penetuan MIC (Minimum Inhibitory Concentration) pada ekstrak G.

nobilis menunjukkan aktivitas antituberkulosis yang baik yaitu 128 μg/mL dan

aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli yaitu 64 μg/mL (Fouotsa et al.,

2013). Biflavanoid G. kola telah terbukti aktif secara farmakologis dengan beberapa

keunggulan farmakokinetik. Biji G. kola memiliki beberapa aktivitas biologis

Page 35: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

19

seperti antioksidan, antidiabetes, dan antimikrobial terhadap Helicobacter pylori

(Farombi dan Owoeye, 2011; Njume et al., 2011; Oyenihi et al., 2015)

Berdasarkan skrining fitokimia yang telah dilakukan terhadap beberapa

tanaman termasuk ekstrak G. celebica menunjukkan bahwa ekstrak tersebut

mengandung polifenol dan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan dan

antikanker (Cai et al., 2004; Ren et al., 2003). Ekstrak etanol daun G. celebica

memiliki aktivitas penghambatan proliferasi sel MCF-7 yang sangat kuat dengan

nilai IC50 87 μg/mL (Subarnas et al., 2012). Menurut Subarnas et al. (2016)

berdasarkan nilai IC50, tingkat sitotoksisitas ekstrak bisa dibagi menjadi kuat (<100

μg/mL), sedang (101-200 μg/mL), dan lemah (>200μg/mL). Pengujian

sitotoksisitas lebih lanjut dilakukan oleh Subarnas et al. (2016) terhadap senyawa

metil-3α,23-dihidroksi-17,14-friedolanstan-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat (41)

dari ekstrak metanol daun G. celebica, senyawa tersebut menghambat proliferasi

sel MCF-7 dengan nilai IC50 39,68 dan 33,88 μg/mL untuk perlakuan 24 dan 48

jam.

Ekstrak metanol dari G. ovalifolia menunjukkan bahwa epigarcinol dan

isogarcinol menghambat proliferasi sel HL-60 (leukimia) dan PC-3 dengan IC50

yang bervariasi antara 4 dan 76 μg/mL (Pieme et al., 2015). Uji sitotoksisitas

ekstrak etil asetat kulit batang G. celebica terhadap sel kanker payudara (MCF-7)

menunjukkan bahwa senyawa makluraxanton (11) memiliki aktivitas

penghambatan yang paling kuat dengan nilai penghambatan IC50 24 μg/mL (Bui et

al., 2016).

Page 36: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

20

2.2 Metode Isolasi Senyawa Aktif

2.2.1 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan pemisahan senyawa aktif dari jaringan tumbuhan

dengan menggunakan pelarut yang selektif. Hasil dari ekstrasi biasa disebut dengan

ekstrak (Handa et al., 2008). Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-

zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota

laut. Zat-zat aktif terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda,

sehingga diperlukan metode ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam

mengekstraksinya. Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen

kimia yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip

perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai

terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut

(Harbone, 1987).

Teknik ekstraksi yang biasa digunakan untuk mengisolasi senyawa aktif

dalam tanaman terdiri dari beberapa macam, namun yang sering dilakukan adalah

maserasi. Pelarut yang sering digunakan untuk maserasi adalah n-heksana, aseton,

etil asetat, klorofom atau pelarut lain sesuai dengan kebutuhan. Maserasi dilakukan

dengan cara merendam sampel dalam pelarut tertentu selama beberapa hari,

biasanya dibutuhkan waktu kurang lebih 3 hari. Pada saat proses perendaman,

senyawa aktif dalam tanaman akan berdifusi melewati dinding sel untuk melarutkan

konstituen dalam sel dan juga memacu larutan dalam sel untuk berdifusi keluar

(Handa et al., 2008).

Ekstrak awal yang dihasilkan dari proses ekstrasi masih merupakan

campuran dari berbagai senyawa. Untuk mengisolasi senyawa tunggal, ekstrak awal

Page 37: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

21

sulit dipisahkan melalui teknik pemisahan tunggal. Oleh karena itu, ekstrak awal

perlu dipisahkan ke dalam fraksi yang memiliki polaritas dan ukuran molekul yang

sama. Fraksinasi dapat dilakukan dengan metode ektraksi cair-cair atau dengan

kromatografi cair vakum (KCV), kromatografi kolom (KK), size-exclution

chromatography (SEC), dan solid-phase extraction (SPE) (Sarker et al., 2006).

2.2.2 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) atau kromatografi planar merupakan

sebuah metode yang digunakan untuk memisahkan campuran dengan mengelusinya

melalui pelat kromatografi planar kemudian memvisualisasikan komponen yang

dipisahkan dengan pewarnaan. Pelat KLT ditempatkan dalam chamber dan

kromatogram yang dihasilkan dielusi secara visual (Braithwaite et al., 1996).

Secara luas KLT digunakan untuk analisis dalam bidang biokimia, klinis,

farmasi, forensik baik analisis kualitatif atau kuantitatif dengan cara

membandingkan nilai Rf larutan dengan nilai Rf standar. KLT secara umum

digunakan untuk menentukan banyaknya komponen dalam campuran, memantau

jalannya suatu reaksi, identifikasi suatu senyawa, menentukan efektivitas

pemurnian suatu senyawa, menentukan kondisi yang sesuai untuk kromatografi

kolom, serta untuk memantau kromatografi kolom (Ganjar dan Rohman, 2007).

Larutan sampel dalam pelarut yang mudah menguap ditotolkan

menggunakan pipa kapiler (1-2 cm) ke batas bawah dari pelat KLT (0,5 cm), setelah

pelarut menguap atau kering, pelat KLT dimasukkan ke dalam chamber dengan tepi

bawahnya terbenam dalam fase gerak yang ditentukan. Sampel akan terelusi dibawa

oleh fase gerak melalui fase diam hingga mencapai batas atas pelat KLT. Senyawa-

senyawa dalam sampel akan terjadi pemisahan yang ditunjukkan dengan

Page 38: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

22

munculnya noda-noda pada pelat KLT berdasarkan sifat afinitas senyawa pada fase

tersebut (Braithwaite et al., 1996). Pelat KLT dikeluarkan dari chamber dan

kemudian diamati menggunakan sinar UV. Komponen terdeteksi pada panjang

gelombang pendek (254 nm) dan panjang gelombang (365 nm) atau disemprot

dengan zat pewarna bercak yang umum digunakan adalah larutan H2SO4 5-10%

dalam metanol kemudian dipanaskan pada suhu 110-120oC sampai timbul warna

bercak (Sherma dan Fried, 2003).

2.3.3 Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi yang digunakan

untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam jumlah yang banyak berdasarkan

adsorpsi dan partisi. Kromatografi kolom merupakan kromatografi dimana fase

diam ditempatkan dalam kaca berbentuk silinder pada bagian bawahnya tertutup

dengan katup atau kran dan fase gerak dibiarkan mengalir ke bawah karena adanya

gaya gravitasi (Gritter et al., 1991). Kromatografi kolom membutuhkan zat terlarut

yang terdistribusi diantara dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase gerak

membawa zat terlarut melalui fase diam sehingga zat terlarut akan terpisah sesuai

dengan kepolaran fase gerak (Harborne, 1987).

Kromatografi Cair Vakum (KCV) merupakan modifikasi dari kromatografi

kolom gravitasi. KCV (Gambar 7) banyak digunakan untuk fraksinasi sampel

dalam jumlah besar (10-50 g). Penggunaan vakum atau tekanan bertujuan agar laju

aliran eluen meningkat sehingga meminimalkan terjadinya proses difusi karena

ukuran fase diam silika gel yang biasa digunakan pada lapisan kromatografi KLT

dalam kolom yang halus yaitu 200-400 mesh (Braithwaite et al., 1996)

Page 39: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

23

Gambar 7. Kromatografi cair vakum

Kolom dibuat dengan metode kering dalam keadaan vakum agar diperoleh

kerapatan yang maksimum. Sampel yang akan dipisahkan biasanya sudah

diadsorbsikan ke dalam silika kasar terlebih dahulu (impreg) dengan ukuran silika

kasarnya adalah 30-70 mesh. Pelarut yang digunakan ditingkatkan kepolarannya,

dimulai dari pelarut non-polar hingga pelarut yang polar. Pelarut dituangkan ke

permukaan penyerap yang sebelumnya sudah dimasukkan sampel terimpregnasi.

Kolom diberi tekanan vakum sehingga akan menarik pelarut melewati sampel

hingga masuk ke penampung eluen (Braithwaite et al., 1996).

2.3 Karakterisasi Struktur dengan Metode Spektroskopi

Spektroskopi adalah studi mengenai interaksi antara energi cahaya dan

materi. Teknik-teknik spektroskopi dapat digunakan untuk menentukan struktur

senyawa yang tak diketahui dan untuk mempelajari karakteristik ikatan dari

senyawa yang diketahui (Fessenden dan Fessenden, 1981).

Tahapan terpenting dalam menentukan struktur molekul organik adalah

elusidasi struktur menggunakan analisis spektroskopi modern. Metode

spektroskopi yang biasa digunakan untuk karakterisasi struktur adalah spektroskopi

Page 40: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

24

ultraviolet (UV-Vis), inframerah (FTIR), Nuclear Magnet Resonance (NMR) dan

spektroskopi massa (MS).

2.4.1 Spektroskopi UV-Vis

Spektrofotometri UV-Vis adalah salah satu teknik yang paling sering

digunakan dalam analisis farmasi, melibatkan pengukuran jumlah radiasi

ultraviolet atau sinar tampak yang diserap oleh zat dalam larutan (Behera et al.,

2012). Sumber Radiasi untuk spektroskopi UV adalah lampu deuterium. Cahaya

yang dipancarkan sumber radiasi adalah cahaya polikromatik. Cahaya polikromatik

UV akan melewati monokromator yaitu suatu alat yang paling umum dipakai untuk

menghasilkan berkas radiasi dengan satu panjang gelombang (Day dan Underwood,

1989). Teknik spektrofotometri sederhana, cepat, cukup spesifik dan berlaku untuk

sejumlah kecil senyawa. Hukum dasar yang mengatur analisis spektrofotometri

kuantitatif adalah hukum Lambert-Beer (Behera et al., 2012).

Hukum Beer menyatakan bahwa intensitas sinar radiasi monokromatik

paralel menurun secara eksponensial dengan jumlah molekul yang menyerap.

Dengan kata lain, absorbansi sebanding dengan konsentrasi. Hukum Lambert

menyatakan bahwa intensitas sinar radiasi monokromatik paralel menurun secara

eksponensial saat melewati media dengan ketebalan yang homogen. Kombinasi

kedua hukum ini menghasilkan hukum Lambert-Beer. Sehingga Hukum Lambert-

Beer menyatakan bahwa saat seberkas cahaya dilewatkan melalui sel transparan

yang mengandung larutan, pengurangan intensitas cahaya dapat terjadi, serapan

berbanding lurus dengan konsentrasi dan ketebalan sel (Behera et al., 2012).

Absorbsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi

elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital

Page 41: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

25

keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Energi yang terserap kemudian

dilepaskan sebagai cahaya. Absorpsi cahaya tampak dan radiasi ultraviolet

meningkatkan energi elektronik sebuah molekul, artinya energi yang diberikan oleh

foton-foton memungkinkan elektron-elektron itu pindah ke luar ke orbital baru

yang lebih tinggi energinya. Semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah

UV-Vis karena mengandung elektron, baik berpasangan maupun menyendiri, yang

dapat dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi (Ganjar dan Rohman, 2007).

2.4.2 Spektroskopi FTIR

Spektroskopi IR adalah satu-satunya metode analisis yang memiliki

kemampuan yang secara langsung memantau getaran gugus fungsi yang mencirikan

struktur molekul. Istilah "inframerah" umumnya mengacu pada radiasi elektro-

magnetik yang jatuh di wilayah 0,7 µm sampai 1000 µm. Namun, wilayah antara

2,5 µm dan 25 µm (4000 sampai 400 cm-1) paling menarik untuk analisis kimia.

Daerah ini mencakup frekuensi yang sesuai dengan vibrasi semua gugus fungsi

molekul organik (Doyle, 1992).

Suatu molekul bila menyerap radiasi infra merah, maka energi yang

diserap menyebabkan kenaikan amplitudo getaran atom-atom yang terikat sehingga

molekul berada dalam keadaan tereksitasi. Energi yang diserap akan dilepaskan

dalam bentuk panas jika molekul kembali ke keadaan dasar. Panjang gelombang

yang diabsorpsi suatu ikatan bergantung pada jenis getaran dari ikatan tersebut,

ikatan yang berlainan akan menyerap pada panjang gelombang yang berlainan.

Dengan demikian, spekroskopi infra merah dapat digunakan untuk

mengidentifikasi adanya gugus fungsi dalam suatu molekul. Banyaknya energi

infra merah yang diserap oleh suatu molekul beraneka ragam yang disebabkan

Page 42: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

26

perubahan momen dipol pada saat energi diserap. Ikatan non polar seperti C-H atau

C-C menyebabkan absorpsi lemah, sedangkan ikatan polar seperti O-H, N-H dan

C=O menyebabkan absorpsi yang lebih kuat (Supratman, 2010).

Serapan antara 4000 cm-1 hingga 1400 cm-1 dikenal sebagai daerah vibrasi

pokok, kebanyakan senyawa dapat dicatat pada serapan tersebut. Pada daerah

vibrasi pokok terdapat serapan-serapan yang berasal dari gugus fungsi. Pada daerah

antara 1400 cm-1 hingga 900 cm-1 terdapat serapan-serapan kompleks yang sering

disebut sebagai daerah finger print, memiliki kegunaan untuk menentukan

keidentikan dua senyawa yang sedang dianalisis. Serapan yang terdapat pada

daerah 900 cm-1 hingga 400 cm-1 dikenal sebagai daerah vibrasi bengkok keluar

bidang out of plane. Kegunaan serapan pada daerah ini dapat mendukung serapan-

serapan yang terdapat pada daerah vibrasi pokok (Sastrohamidjojo, 2013). Berikut

merupakan tabel daerah serapan inframerah beberapa ikatan kimia:

Tabel 7. Daerah serapan inframerah beberapa ikatan kimia (Supratman, 2010)

Tipe ikatan Daerah serapan (cm-1)

C-C,C-O, C-N 1.300 – 800

C=C, C=O, C=N, N=O 1.900 – 1.500

C≡C, C≡N 2.300 – 2.000

C-H, O-H, N-H 3.800 – 2.700

2.4.3 Spektroskopi Massa (MS)

Spektroskopi massa merupakan teknik analisis yang mendasarkan

pemisahan ion-ion yang sesuai dengan perbandingan massa dengan muatan dan

pengukuran intensitas dari ion-ion tersebut. Dalam spektroskopi massa, molekul–

molekul senyawa organik ditembak dengan berkas elektron dan diubah menjadi

ion-ion positif yang bertenaga tinggi (ion-ion molekuler atau ion-ion induk), yang

Page 43: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

27

dapat terpecah menjadi ion-ion yang lebih kecil (ion-ion pecahan). Lepasnya

elektron dari molekul akan menghasilkan radikal kation (Khopkar, 2002).

Gambar 8. Komponen utama spektroskopi massa (Supratman, 2010)

Suatu diagram dari tipe spektrometer massa yang lazim dipaparkan pada

Gambar 8 yang terdiri dari sistem pemasukan cuplikan, kamar pengion dan

pemercepat, analisator, kolektor ion, penguat dan pencatat. Sampel dimasukkan dan

diuapkan dalam suatu aliran yang berkesinambungan ke dalam kamar pengion.

Sampel melewati suatu aliran elektron berenergi tinggi tinggi yang menyebabkan

ionisasi beberapa molekul sampai menjadi ion-ion molekul. Setelah terbentuk,

sebuah ion molekul dapat mengalami fragmentasi dan penataan ulang. Dari

lempeng pemercepat (accelerator plates), partikel bermuatan positif menuju ke

tabung analisator (Supratman, 2010).

2.4.4 Spektroskopi 1H NMR dan 13C NMR

NMR merupakan teknik spektroskopi yang mengandalkan sifat magnetik

dari inti atom. Informasi yang didapatkan dari NMR yaitu informasi secara

magnetis tentang sejumlah atom yang dimiliki senyawa tersebut (Pavia et al.,

2009). Spektroskopi NMR proton memberikan informasi mengenai atom-atom

hidrogen dalam molekul organik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

mengintepretasikan spektrum 1H NMR adalah luas puncak (peak area) yang

Page 44: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

28

menunjukkan jumlah inti 1H pada puncak tersebut, pemecahan puncak (splitting)

yang menjelaskan lingkungan dari sebuah proton dengan proton tetangganya, serta

geseran kimia (chemical shift) yang menunjukkan jenis proton tersebut. Spektrum

1H NMR biasanya diperoleh dengan cara sampel senyawa yang akan dianalisis

dilarutkan dalam pelarut inert yang tidak memiliki inti 1H. Sebagai contoh CCl4

atau pelarut dengan hidrogen yang digantikan oleh deuterium, seperti CDCl3

(deuteri kloroform) dan CD3COCD3 (heksa-deuterioaseton) (Hart et al., 2003).

Spektroskopi 1H NMR memberikan informasi tentang susunan hidrogen

dalam molekul sedangkan spektroskopi 13C NMR memberikan informasi tentang

kerangka karbon. Spektrum 13C NMR berbeda dari spektrum 1H NMR dalam

beberapa hal, antara lain pergeseran kimia 13C NMR terjadi pada kisaran yang lebih

lebar dibandingkan kisaran pergeseran kimia inti 1H NMR. Keduanya diukur

terhadap senyawa standar yang sama yaitu TMS (tetrametil silana), yang semua

karbon metilnya ekuivalen dan memberikan sinyal yang tajam. Pergeseran kimia

untuk 13C dinyatakan dalam satuan ppm yang lazim sekitar 0-200 ppm di bawah

medan TMS. Kisaran pergeseran kimia yang lebar ini cenderung menyederhanakan

spektrum 13C NMR terhadap spektrum 1H NMR (Hart et al., 2003)

Page 45: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

29

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong.

Analisis 1H NMR dan 13C NMR di Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan

Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat. Waktu penelitian

dilaksanakan mulai bulan Januari sampai Juli 2018.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan adalah alat-alat gelas, destilator, chamber CAMAG,

plat KLT, hotplate, alu dan mortar, alumunium foil, kromatografi kolom vakum,

kromatografi kolom gravitasi, botol dan botol vial. Tmbangan analitik Ohaus Scout

Pro, rotary evaporator Buchi R-215 dan R-214, lampu UV CAMAG dengan λ 254

dan 365 nm, pipa kapiler, microplate reader Varioskan Flash, spektrofotometer

UV-Vis Agilent, FTIR Shimadzu, LCMS Mariner, dan NMR Jeol Resonance.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah daun Garcinia celebica yang berasal dari

Kebun Raya Bogor. Pelarut-pelarut yang digunakan adalah aseton, n-heksana, etil

asetat, metanol teknis, diklorometan, etanol, HCl 2N, akuades, pereaksi

Bouchardant, pereaksi Mayer, pereaksi Dragendroff, FeCl3 3%, asam asetat,

vanillin sulfat, asam sulfat, silika gel Kieselgel 60 (35 – 75 mesh ASTM, Merck),

silika gel 60 GF254 (Merck), sephadex LH-20.

Page 46: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

30

- Kromatografi Cair

Vakum

- Kromatografi Kolom

Gravitasi

- Kromatografi Kolom

Gravitasi (Sephadex LH-20)

- Kromatografi Kolom

Gravitasi

3.3 Diagram Alir Penelitian

Gambar 9. Diagram alir penelitian

Ekstrak aseton daun

G. celebica

Uji Fitokimia Uji Aktivitas

Antikanker

Payudara 11 fraksi,

diambil F7

17 fraksi,

diambil F13

5 fraksi,

diambil F3

12 fraksi, diambil

F3 dan F5

Uji Kemurnian

KLT 2D

Uji Beberapa Pelarut

Pemisahan lebih lanjut

- Kromatografi Kolom Gravitasi

Isolat

- Uji Kemurnian KLT 2D

Uji Aktivitas Antikanker

Payudara (MCF-7) metode

MTT assays

Karakterisasi Struktur:

Spektroskopi UV-Vis, FTIR,

LCMS dan NMR

Page 47: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

31

3.4 Cara Kerja

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi ekstraksi dengan cara

pemisahan dengan fraksinasi secara gradien dengan menggunakan kromatografi

cair vakum, kromatografi kolom gravitasi, uji kemurnian dengan kromatografi lapis

tipis 2D dan uji tiga pelarut, uji aktivitas terhadap sel kanker payudara (MCF-7)

dengan metode MTT assay dan elusidasi struktur dengan menggunakan instrument

UV-Vis, FTIR, LCMS dan NMR.

3.4.2 Uji Fitokimia (Arief et al., 2017)

Uji Fitokimia merupakan screening awal untuk mengetahui golongan

senyawa yang terdapat dalam sampel. Uji fitokimia yang dilakukan adalah alkaloid,

flavonoid, tannin, saponin dan terpenoid.

Uji Alkaloid

Sebanyak 50 mg ekstrak kasar yang telah sedikit dilarutkan ditambahkan

dengan 0,1 mL HCl 2 N dan 0,9 mL akuades. Kemudian dipanaskan dalam

penangas air lalu didinginkan dan disaring. Sampel uji kemudian diuji dengan 3

Pereaksi berikut:

a) Pereaksi Bourchardant: 1 mL sampel ditambahkan 2 tetes pereaksi

Bourchardant. Uji positif ditandai dengan terbentuknya endapan hitam.

b) Pereaksi Mayer: 1 mL sampel ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer. Uji positif

ditandai dengan terbentuknya endapan putih yang menggumpal atau kuning

yang dapat larut dalam metanol.

c) Pereaksi Dragendroff. 1 mL sampel ditambahkan 2 tetes pereaksi

Dragendroff. Uji positif ditandai dengan terbentuknya warna jingga cokelat.

Page 48: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

32

Uji Flavonoid

Sebanyak 4 mg ekstrak kasar ditambahkan dengan 3 mL etanol, kemudian

diambil 1,5 mL sampel uji dan ditambahkan dengan 0,1 mg serbuk Mg serta 10

tetes HCl pekat. Jika menghasilkan warna merah jingga-merah ungu maka positif

mengandung flavonoid, jika warna kuning jingga maka positif mengandung flavon,

calkon dan atau auron.

Uji Tanin

Beberapa mg ekstrak ditambahkan 15 mL akuades panas kemudian

dipanaskan hingga mendidih selama 5 menit. Sampel uji ditambahkan beberapa

tetes FeCl3 1%, uji positif mengandung tanin jika sampel uji menjadi berwarna hijau

violet.

Uji Saponin

Sebanyak 5 mg ekstrak dimasukan ke dalam tabung reaksi kemudian

ditambahkan 10 mL air panas dan didinginkan sambil dikocok kuat-kuat selama 10

detik. Uji positif mengandung saponin jika buih stabil 1-10 cm selama kurang lebih

10 menit dan ketika ditambahkan beberapa tetes HCl 2 N buih tidak hilang.

Uji Terpenoid

Sebanyak 5 mg ekstrak pekat ditambahkan 3 mL diklorometan lalu

diuapkan dalam cawan penguap. Residu hasil penguapan ditambahkan 6 tetes asam

asetat dan 3 tetes H2SO4 pekat. Uji positif mengandung terpenoid jika menghasilkan

warna merah-hijau atau violet-biru.

Page 49: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

33

3.4.3 Isolasi Senyawa dari Ekstrak Aseton daun G. celebica

Isolasi senyawa aktif merupakan tahapan pemisahan senyawa dari suatu

campuran hingga diperoleh senyawa murni. Isolasi senyawa aktif dilakukan dengan

menggunakan metode kromatografi. Metode kromatografi yang digunakan adalah

Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Cair Vakum dan Kromatografi

Kolom Gravitasi.

3.4.3.1 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) (Braithwaite et al., 1996)

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) digunakan untuk mengetahui profil

senyawa, menentukan eluen terbaik yang akan digunakan pada kromatografi kolom

dan memantau jalannya pemisahan senyawa menggunakan kromatografi kolom.

Selain itu dari noda yang dihasilkan juga dapat digunakan untuk menentukan

kromatografi kolom yang tepat. Caranya adalah pada plat KLT dibuat batas atas

dan bawah dengan lebar masing-masing 0,5 cm. Kemudian ditotolkan sampel tepat

pada garis bagian batas bawah kemudian dielusi dengan berbagai perbandingan

eluen. Eluen yang digunakan bisa berupa pelarut tunggal atau campuran dua

pelarut. Setelah eluen naik sampai batas atas, diangkat plat KLT dan dikeluarkan

dari chamber kemudian dikeringanginkan. Selanjutnya dideteksi dengan

menggunakan lampu UV dengan λ 254 dan 365 nm. Setelah dipendar pada lampu

UV, plat KLT disemprot dengan H2SO4 10% kemudian dipanaskan untuk

mendeteksi keberadaan senyawa triterpenoid. Profil yang dihasilkan digunakan

untuk menentukan kromatografi kolom yang akan digunakan dan untuk memantau

jalannya kromatografi kolom.

Page 50: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

34

3.4.3.2 Kromatografi Cair Vakum (KCV) (Santoni et al., 2010)

Pada tahap fraksinasi, kromatografi kolom pertama yang digunakan adalah

kromatografi cair vakum karena pada hasil KLT, noda yang dihasilkan cukup

banyak, hal tersebut menunjukkan bahwa senyawa yang terdapat dalam sampel

cukup banyak sehingga membutuhkan kromatografi kolom yang dapat dengan

cepat memisahkan senyawa-senyawa tersebut. Hal yang pertama kali dilakukan

adalah preparasi sampel. Sampel ekstrak kasar ditimbang dalam cawan penguap,

kemudian ditambahkan silika gel kasar Kieselgel 60 (35 – 75 mesh ASTM) Merck.

Tahap ini disebut dengan impregnasi, impregnasi menggunakan silica gel kasar

bertujuan untuk mengikat sampel. Selanjutnya sampel dan silika gel diaduk hingga

homogen.

Setelah preparasi sampel, tahap selanjutnya adalah preparasi kolom. Kolom

yang digunakan adalah kolom vakum. Silika gel halus 60 GF254 Merck dimasukkan

ke dalam kolom. Silika gel yang sangat halus digunakan sebagai fase diam karena

untuk mempercepat proses pemisahan. Silika gel dipastikan rapat dan padat agar

silika gel tidak pecah pada saat proses pemisahan berlangsung. Sampel

terimpregnasi ditambahkan di atas silika gel halus dan ditutup dengan kapas.

Selanjutnya ditambahkan dengan pelarut n-heksana 100%. Metode yang digunakan

adalah metode gradien. Eluen atau fase gerak yang digunakan ditingkatkan

kepolarannya dari n-heksana, n-heksana:etil asetat yang ditingkatkan kepolarannya,

etil asetat 100%, etil asetat : metanol yang ditingkatkan kepolarannya hingga

metanol 100%. Hasil kolom ditampung dalam botol 100 mL, masing-masing botol

yang berisi hasil kolom di evaporasi menggunakan rotary evaporator Buchi

R-215 dan R-21 kemudian dipindahkan ke dalam botol vial 7 mL, kemudian

Page 51: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

35

dimonitoring menggunakan KLT. Fraksi yang menunjukkan bercak noda yang

sama disatukan dalam satu fraksi. Fraksi-fraksi tersebut dibiarkan pelarutnya

menguap hingga kering dan selanjutnya ditimbang.

3.4.3.3 Kromatografi Kolom Gravitasi (Rauf et al., 2012)

Fase diam yang digunakan ialah Kieselgel 60 (0,063-0,200 mm) sebanyak

dengan fase gerak yang digunakan ialah pelarut yang ditingkatkan kepolarannya.

Fraksi-fraksi yang dihasilkan ditampung dalam botol 100 mL kemudian dipekatkan

dengan menggunakan rotary evaporator, fraksi-fraksi yang telah dipekatkan

dipindahkan ke dalam vial 7 mL. Fraksi-fraksi tersebut dimonitoring dengan

kromatografi lapis tipis.

Untuk memisahkan klorofil yang terdapat dalam senyawa campuran maka

dilakukan pemisahan dengan menggunakan kromatografi kolom gravitasi dengan

adsorben sephadex LH-20 dan dimonitoring dengan menggunakan KLT. Kolom

sephadex digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa berdasarkan perbedaaan

berat molekul (BM) khususnya untuk memisahkan klorofil. Sampel dilarutkan

dalam 1 mL metanol : CH2Cl2, kemudian dielusikan ke dalam kolom sephadex LH-

20 menggunakan metanol:diklorometan (1:1). Hasil pemisahan ditampung dalam

vial kemudian dibiarkan hingga pelarutnya menguap. Pemisahan dilakukan

pengulangan 3x, kemudian fraksi yang memiliki bercak noda yang sama disatukan.

3.4.4 Uji Kemurnian GC-2

3.4.4.1 Uji Kemurnian KLT 2 Dimensi (Paturusi et al., 2014)

Pengerjaan KLT 2 dimensi dilakukan dengan cara sampel ditotolkan pada

lempeng 5 cm x 5 cm lalu dikembangkan dengan satu sistem eluen sehingga

campuran terpisah menurut jalur yang sejajar dengan salah satu sisi. Lempeng

Page 52: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

36

diangkat, dikeringkan dan diputar 90° dan diletakkan dalam bejana kromatografi

yang berisi eluen kedua sehingga bercak yang terpisah pada pengembangan

pertama terletak di bagian bawah sepanjang lempeng, lalu dikromatografi lagi.

3.4.4.2 Uji Kemurnian Tiga Pelarut (Widorini dan Ersam, 2014)

Pada uji tiga pelarut, eluen yang digunakan adalah (1) diklorometana :

aseton (9.5:0.5), (2) diklorometana : aseton (9:1) dan (3) aseton 100%.

3.4.5 Karakterisasi Struktur Senyawa Aktif

3.4.5.1 Analisis dengan Spektroskopi UV-Vis (Widorini dan Ersam, 2014)

Spektroskopi UV-Vis diatur pada λ 200-400 nm dan dicatat λ maks yang

diserap dalam bentuk spektrum antara λ dan absorbansi. Hasil isolat yang diperoleh

dari hasil isolasi diambil 1 mg, kemudian isolat dilarutkan ke dalam blanko yaitu

10 mL metanol p.a. Larutan metanol sampel dimasukkan ke dalam kuvet.

Selanjutnya sampel dilakukan uji pengukuran panjang gelombang UV.

3.4.5.2 Analisis dengan Spektroskopi FTIR (Ashokkumar dan Ramaswamy,

2014)

Hasil isolasi diambil 1 mg, kemudian dicampurkan dengan KBr dan digerus

sampai homogen. Campuran dimasukkan kedalam alat pembuat pellet, sehingga

didapatkan pellet dengan ketebalan ± 1 mm. Plat diletakkan pada wadah plat

kemudian diukur serapannya dengan alat FTIR-8400 Shimadzu dengan tampilan

spektrum menunjukkan puncak-puncak yang menunjukkan gugus-gugus tertentu

dengan grafik perbandingan serapan bilangan gelombang terhadap transmitan

(%T).

Page 53: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

37

3.4.5.3 Analisis dengan Spektroskopi NMR (Wei et al., 2016)

Hasil isolasi diambil ±17 mg, kemudian dilarutkan dalam 0,5 ml pelarut

bebas proton yaitu CDCl3. Larutan sampel senyawa 1 dimasukkan kedalam tabung

injeksi kemudian diletakkan dalam spektrometer NMR Joul Resonance (400 mHz

dan 100 mHz).

3.4.5.4 Analisis dengan Spektroskopi LCMS (Maharani et al., 2016)

Sebanyak 1 mg hasil isolasi yang diperoleh dilarutkan dalam metanol.

Sebanyak 5 µL larutan sampel dimasukkan dalam syringe kemudian diinjeksikan

pada LCMS melalui kolom C-8 (15 mm x 2 mm) dengan kecepatan alir 0,1

mL/menit.

3.4.6 Uji Aktivitas Antikanker (Jenie et al., 2017)

Uji antikanker dilakukan dengan metode MTT assays. MCF-7 cell lines

dikultur menggunakan medium RPMI (Gibco) yang mengandung 10% Fetal

Bovine Serum (Gibco), dan 1% antibakteri-antifungi (Gibco). Cells line dikultur

pada densitas 104 cell/well di dalam 96-welll plates dan ditambahkan sampel

dengan berbagai variasi konsentrasi. Setelah diinkubasi dalam CO2 5% selama 24

jam, kemudian masing-masing sel ditambahkan dengan 0,5 mg/mL senyawa 3-(4,5-

Dimetiltiazol-2-il)-2,5-difeniltetrazolium bromida (MTT) dan diinkubasi selama 4

jam. Selama inkubasi, reaksi antara MTT dan enzim dihidrogenasi yang dihasilkan

oleh sel yang hidup akan terjadi sehingga menghasilkan senyawa formazan

berwarna ungu. Reaksi MTT dihentikan dengan menggunakan DMSO untuk

melarutkan kristal formazan. Absorbansi diiukur dengan menggunakan microplate

reader (Varioskan) pada panjang gelombang 550 nm.

Page 54: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

38

Setelah diperoleh nilai absorbansi, kemudian dilakukan perhitungan

berdasarkan persamaan 1 dan 2 untuk menentukan persen sel hidup sel kanker

payudara (MCF-7), dengan persamaan sebagai berikut:

…………..(1)

%inhibisi = 100 - %viability……………………………………………………..(2)

IC50 sampel dihitung dengan analisis regresi linier antara persen

kelangsungan hidup dan konsentrasi sampel (Lancester dan Fields, 1996; Kiso et

al., 2001).

Page 55: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

39

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Uji Fitokimia

Uji penapisan fitokimia dilakukan untuk menentukan golongan senyawa

metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak aseton daun G. celebica.

Penapisan fitokimia yang dilakukan ialah identifikasi golongan Alkaloid,

Flavonoid, Tanin, Saponin dan Terpenoid. Adapun hasil dari uji penapisan

fitokimia tersebut dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil uji penapisan fitokimia ekstrak aseton daun G. celebica

Golongan Hasil Keterangan

Alkaloid

Pereaksi Bouchardant Tidak ada perubahan Negatif

Pereaksi Mayer Tidak ada perubahan Negatif

Pereaksi Dragendorf Endapan jingga Positif

Flavonoid Tidak ada perubahan warna Negatif

Tanin Bening menjadi kuning kehijauan Negatif

Saponin Busa cepat hilang Negatif

Terpenoid Hijau coklat Positif

Berdasarkan hasil pengamatan uji fitokimia dapat dilihat bahwa hasil positif

hanya terdapat pada hasil uji golongan alkaloid dan terpenoid. Pereaksi Dragendorff

merupakan hasil dari campuran bismut nitrat bereaksi dengan kalium iodida

membentuk endapan hitam bismuth (III) iodida yang kemudian melarut dalam

kalium iodida berlebih membentuk kalium tetraiodobismutat. Uji alkaloid dengan

pereaksi Dragendorff yang positif ditunjukkan oleh adanya endapan jingga

(Asmara, 2017). Perubahan warna menjadi hijau coklat menunjukkan bahwa

ekstrak aseton daun G. celebica mengandung senyawa golongan terpenoid yaitu

senyawa steroid dan triterpenoid (Harbone, 1987). Senyawa-senyawa yang

Page 56: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

40

dihasilkan dari isolasi tumbuhan G. celebica menggunakan pelarut semipolar-polar

seperti etanol dan etil asetat cukup banyak menghasilkan senyawa golongan

triterpenoid (Bui et al., 2016; Elfita et al., 2009; Subarnas et al., 2016).

4.2 Hasil Isolasi Senyawa dari Ekstrak Aseton Daun G. celebica

Isolasi merupakan tahapan yang dilakukan untuk memisahkan senyawa-

senyawa yang terdapat dalam ekstrak kasar sehingga diperoleh senyawa yang lebih

murni. Ekstrak kasar sebanyak 47,7 g difraksinasi dengan menggunakan

kromatografi kolom cair vakum. Pemilihan kolom cair vakum dilakukan untuk

memisahkan senyawa secara cepat. Fase gerak yang digunakan adalah

perbandingan eluen dengan kepolaran yang bertingkat (n-heksana, n-heksana : etil

asetat, etil asetat : metanol hingga metanol 100%). Hal tersebut dilakukan agar

senyawa-senyawa dalam sampel dapat terpisah sesuai dengan kepolaran eluennya.

Fraksi-fraksi yang diperoleh dikumpulkan dalam vial dan diperoleh 43 fraksi.

Noda-noda dari fraksi yang memiliki pola yang sama disatukan dalam 1 fraksi

sehingga diperoleh 11 fraksi. Berat masing-masing fraksi yang dihasilkan dapat

dilihat pada Tabel 9:

Tabel 9. Berat fraksi hasil kolom kromatografi cair vakum

Fraksi Berat (g)

F1 0,5481

F2 1,6547

F3 0,5079

F4 0,5586

F5 11,9724

F6 15,5178

F7 1,8147

F8 2,4738

F9 5,6379

F10 8,6105

F11 6,5763

Page 57: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

41

Masing-masing fraksi diidentifikasi dengan kromatografi lapis tipis (KLT)

dengan menggunakan fase gerak yaitu n-heksana : etil asetat (9:1 dan 5:5). Hal ini

dilakukan supaya menghasilkan pola pemisahan yang baik sesuai dengan kepolaran

eluennya. Hasil KLT 11 fraksi dari kolom kromatografi cair vakum dapat dilihat

pada Gambar 10.

Gambar 10. Hasil KLT 11 fraksi dari kolom kromatografi cair vakum

Berdasarkan hasil KLT tersebut dapat dilihat bahwa noda yang dihasilkan

di setiap fraksinya cukup banyak. Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak aseton

sehingga F4 dan F5 kemungkinan mengandung senyawa semipolar yang

menyebabkan pada eluen nonpolar n-heksana:etil asetat (9:1) tidak terelusi dengan

baik, dapat dilihat ketika kepolaran eluen ditingkatkan menjadi n-heksana:etil asetat

(5:5) fraksi tersebut dapat terelusi lebih baik. F9-11 kemungkinan mengandung

senyawa polar sehingga dapat terelusi dengan eluen yang polar. Fraksi yang dipilih

untuk pemisahan selanjutnya adalah fraksi yang memiliki noda yang dominan dan

mudah untuk dipisahkan. F5, F6, dan F7 mengandung noda dari senyawa dominan

9 10 11

λ 365 nm

Senyawa target

1 2 3 4 5 4 5 6 7 8

H:EA (9:1) H:EA (5:5)

H:EA (9:1) H:EA (5:5)

1 2 3 4 5 4 5 6 7 8 9 10 11

Senyawa target λ 254 nm

Page 58: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

42

sehingga dari ketiga fraksi tersebut memiliki potensi untuk dilanjutkan pemisahan

selanjutnya. Namun F7 memiliki noda yang lebih baik pemisahannya dan lebih

sederhana dibanding F5 dan F6. Hal ini dapat dilihat juga pada UV 365 nm dari F7

bercak merah muda yang berpendar tidak terlalu terlihat sehingga yang dipilih

untuk dilanjutkan ke tahap pemisahan berikutnya adalah F7.

Pemisahan F7 (1,839 g) dengan kromatografi kolom gravitasi. Fase gerak

yang digunakan berupa campuran eluen (n-heksana : etil asetat) dengan

perbandingan yang ditingkatkan kepolarannya. Kromatografi kolom gravitasi

dipilih karena merupakan cara pemisahan yang sederhana dimana sampel akan

ditempatkan di atas permukaan fase diam yang berupa silika gel yang kemudian

dielusi dengan menggunakan fase gerak berupa eluen dengan perbandingan

kepolaran tertentu. Pemisahan tejadi karena adanya perbedaan interaksi antara

sampel dengan fase gerak dan fase diamnya serta dengan adanya gaya gravitasi

(Hermanto, 2008).

Pemisahan F7 menghasilkan 33 fraksi yang ditampung dalam vial 7 mL.

Fraksi-fraksi yang memiliki pola pemisahan yang sama disatukan dalam satu fraksi

sehingga diperoleh 17 fraksi. Dari fraksi tersebut diambil fraksi yang paling banyak

yaitu F13 dengan berat 0,867 g. Hasil KLT F13 dapat dilihat pada Gambar 11.

Page 59: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

43

Gambar 11. Hasil KLT F13 dengan eluen n-heksana:etil asetat (6:4)

Berdasarkan hasil KLT pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa pada fraksi 13

terdapat noda dominan yang ditandai dengan noda hitam berbentuk oval dan

membentuk warna coklat kemerahan ketika disemprotkan dengan larutan H2SO4

dalam metanol. Hal ini menunjukkan bahwa noda tersebut merupakan golongan

senyawa triterpenoid (Harborne, 1987). Hasil KLT pada λ 365 nm terdapat bercak

merah muda yang lemah yang menunjukkan bahwa dalam F13 masih terdapat

klorofil sehingga harus dipisahkan untuk mendapatkan senyawa yang lebih murni

(Khasanah et al., 2013).

Kromatografi kolom yang tepat digunakan untuk memisahkan klorofil dari

senyawa-senyawa dalam sampel adalah kromatografi kolom gravitasi dengan

adsorben berupa Sephadex LH-20 sebagai fase diam. Prinsip dari Kromatografi

kolom tersebut adalah memisahkan senyawa-senyawa berdasarkan perbedaan berat

molekulnya. Fase diamnya terdiri dari partikel yang memiliki pori-pori tertentu.

Dalam hal ini senyawa-senyawa yang memiliki berat molekul lebih besar dari fase

diamnya akan terelusi terlebih cepat terbawa fase gerak melewati fase diam

sedangkan senyawa-senyawa yang memiliki berat molekul lebih rendah dari pori-

λ 254 nm λ 365 nm Pewarnaan dengan H2SO4

Page 60: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

44

pori fase diam akan tertahan dalam fase diam sehingga waktu elusinya lebih lama

(Hermanto, 2008). Klorofil merupakan senyawa yang memiliki berat molekul yang

besar sehingga ketika proses elusi berlangsung senyawa klorofil akan terelusi

terlebih dahulu.

Pemisahan klorofil dari senyawa dalam F13 (0,867 g) menggunakan

kromatografi kolom gravitasi dengan adsorben Sephadex LH-20. Fase gerak yang

digunakan dalam kromatografi kolom ini adalah diklorometana : metanol (1:1).

Proses elusi dilakukan 3x pengulangan dengan masing-masing bobot sampel yang

dielusi ialah 250 mg, 250 mg, dan 367 mg. Hal ini dilakukan agar proses pemisahan

dapat terjadi dengan baik serta mengumpulkan bobot fraksi yang cukup banyak.

Fraksi-fraksi tersebut digabungkan kemudian diidentifikasi kembali dengan

menggunakan KLT. Hasil KLT dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Hasil KLT kolom sephadex LH-20

Hasil penggabungan fraksi tersebut menunjukkan bahwa hasil elusi kolom

sephadex LH-20 mengandung senyawa dominan yang digabungkan menjadi F13.3.

Pengamatan hasil KLT pada λ 365 nm tidak menunjukkan bercak berwarna merah

muda, hal ini menunjukkan bahwa sampel sudah tidak mengandung klorofil.

Selanjutnya pemisahan F13.3 menggunakan kromatografi kolom gravitasi dengan

λ 365 nm Pewarnaan dengan larutan H2SO4

F13.3

H:EA (6:4) H:EA (6:4)

F13.1

F13.2

Page 61: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

45

fase gerak yang digunakan adalah n-heksana : etil asetat (8:2). Total fraksi yang

dihasilkan adalah 12 fraksi, berat masing-masing fraksi dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Berat fraksi hasil kolom kromatografi gravitasi

Fraksi Berat (g)

F1 0,0041

F2 0,0431

F3 0,0893

F4 0,0189

F5 0,0657

F6 0,0535

F7 0,0230

F8 0,0303

F9 0,0587

F10 0,0430

F11 0,0297

F12 0,0229

Hasil fraksi tersebut kemudian diidentifikasi dengan menggunakan KLT

dengan menggunakan eluen n-heksana : etil asetat (7:3). Hasil KLT F3 dan F5

memiliki noda yang lebih sedikit pengotornya dari fraksi yang lain, selain itu F3

dan F5 jika digabungkan memiliki berat yang paling banyak sehingga digabung

menjadi F13.3c sehingga beratnya menjadi 0,155 g. Hasil KLT dapat dilihat pada

Gambar 13.

Gambar 13. Hasil KLT kromatografi kolom gravitasi pada F13.3c

Berdasarkan hasil KLT tersebut noda yang dihasilkan F13.3c pada λ 254

nm lebih bersih dari pengotor jika dibandingkan dengan fraksi lainnya, namun

λ365 nm Pewarnaan dengan H2SO4

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

Page 62: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

46

ketika disemprot dan dipanaskan pengotornya menjadi terlihat. Oleh karena itu

dilakukan uji kemurnian dengan menggunakan KLT 2D dan uji tiga pelarut. Pada

uji KLT 2D eluen yang digunakan adalah n-heksana : etil asetat (7:3 dan 6:4). Pada

uji tiga pelarut, eluen yang digunakan adalah (1) diklorometana : aseton (9.5:0.5),

(2) diklorometana : aseton (9:1) dan (3) aseton (100%). Hasil KLT 2D dan uji tiga

pelarut dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Hasil KLT F13.3c (a) 2D dan (b) uji tiga pelarut

Berdasarkan hasil KLT 2D (a) noda yang dihasilkan berupa 1 noda, namun

tidak berbentuk bulat melainkan berbentuk oval yang memiliki ekor atau noda

berbayang, kemungkinan senyawa tersebut belum murni. Selain itu noda yang

dihasilkan masih berada di bawah dekat dengan batas bawah plat KLT yang

menunjukkan bahwa eluen yang dipakai kurang polar sehingga noda tidak terelusi

dengan baik. Untuk menguji kemurniannya, maka dilakukan uji tiga pelarut (b).

Dari hasil uji beberapa pelarut menunjukkan bahwa senyawa dalam sampel masih

belum murni. Pada eluen 1 senyawa tidak terpisah, kemudian pada eluen 2 senyawa

sudah terpisah dengan baik. Oleh karena itu dilakukan pemurnian lebih lanjut pada

F13.3c dengan menggunakan fase gerak berupa eluen diklorometana : aseton dalam

kromatografi kolom gravitasi.

(a) (b)

H:EA (7:3) H:EA (6:4) DC:AC

(9,5:0,5) DC:AC

(9:1)

AC

(100%)

F13.3c

F13.3c

F13.3c

F13.3c

Page 63: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

47

Pemisahan pada F13.3c (0,155 g) dilakukan dengan menggunakan

kromatografi kolom gravitasi. Fase gerak yang digunakan adalah diklorometana :

aseton yang ditahan pada perbandingan 92:8, hal ini bertujuan untuk mengambil

senyawa pada noda pertama terlebih dahulu, diperoleh 4 fraksi. Fraksi hasil

gabungan tersebut diidentifikasi kembali dengan KLT. Berat masing-masing fraksi

dapat dilihat pada Tabel 11 dan hasil KLT dapat dilihat pada Gambar 15.

Tabel 11. Berat fraksi hasil kromatografi kolom gravitasi F13.3c

Fraksi Berat (mg)

F1 29,9

F2 20

F3 29

F4 8,6

Gambar 15. Hasil KLT F13.3c dengan eluen diklorometan : aseton (85:15)

Jika dibandingkan antara hasil KLT F1 dan F2 dengan blanko menunjukkan

bahwa senyawa telah terpisah, ditandai dengan noda F1 dan F2 berada sejajar

dengan noda pertama pada blanko. Hasil dari penyemprotan dengan menggunakan

H2SO4 dalam metanol menunjukkan bahwa pada F1 masih terdapat pengotor,

sehingga yang dilanjutkan tahap uji kemurnian selanjutnya adalah F2 yang

kemudian dinamai GC-2.

F2 F1 F1 F2

Page 64: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

48

4.3 Hasil Uji Kemurnian dengan KLT 2 dimensi (2D)

GC-2 yang diperoleh kemudian diuji kemurnian dengan KLT 2D. Eleun

pertama yang digunakan adalah diklorometana : aseton (7:3) dan eluen kedua yang

digunakan adalah diklorometana : aseton (6:4). Hasil KLT 2D dapat dililat pada

Gambar 16.

Gambar 16. Hasil KLT 2D dari GC-2

Berdasarkan hasil KLT 2D menunjukan noda yang dihasilkan berupa satu

noda yang berbentuk bulat namun masih terdapat noda berbayang, noda berbayang

semakin terlihat jelas ketika menggunakan eluen kedua. Hal ini dapat diduga bahwa

senyawa target belum terpisah dengan baik, diduga senyawa tersebut memiliki

kemiripan sifat dan kepolaran. Oleh karena itu dilakukan pengujian instrumentasi

menggunakan UV-Vis, FTIR, LCMS, 1H NMR dan 13C NMR serta dilakukan uji

antikanker payudara dengan menggunakan metode MTT assays.

4.4 Hasil Analisis Data UV-Vis

Hasil analisis pada panjang gelombang 200-400 nm (Gambar 17)

menunjukkan adanya 2 serapan, yaitu pada panjang gelombang maksimum (λmaks)

222 nm (pita 1) dan 272 nm (pita 2). Puncak serapan pada λmaks 222 nm

menunjukkan adanya eksitasi elektron π π* dari gugus kromofor C=C dan

(a) (b)

DC:AC (7:3) DC:AC (6:4)

Page 65: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

49

puncak serapan pada λmaks 272 nm menunjukkan adanya eksitasi elektron dari

n π* dari gugus kromofor C=O (Sastrohamidjojo, 2013).

Gambar 17. Spektrum UV-Vis GC-2

Berdasarkan penelitian Bui et al. (2016) dan Subarnas et al. (2016),

senyawa-senyawa triterpenoid yang berhasil diisolasi dari tumbuhan G.celebica

menghasilkan serapan panjang gelombang UV-Vis di sekitar 200-400 nm. Rita

(2010) menyatakan bahwa senyawa golongan triterpenoid asam karboksilat pada

rimpang temu putih muncul serapan maksimum pada panjang gelombang 242 nm

diduga akibat adanya eksitasi elektron dari π π* yang disebabkan oleh adanya

suatu kromofor C=C. Serapan landai pada panjang gelombang 280 nm

kemungkinan diakibatkan oleh terjadinya eksitasi elektron dari n π* yang

disebabkan adanya ikatan rangkap C=O.

4.5 Hasil Analisis Data FTIR

Analisis FTIR dilakukan untuk menentukan gugus fungsi yang terdapat

pada GC-2. Hasil analisis spektroskopi FTIR tersebut menunjukkan adanya serapan

dari beberapa gugus fungsi. Spektrum FTIR dapat dilihat pada Gambar 18.

222

272

Page 66: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

50

Gambar 18. Hasil spektrum FTIR GC-

Adapun hasil interpretasi bilangan gelombang FTIR GC-2 dapat dilihat

pada Tabel 12.

Tabel 12. Interpretasi Bilangan Gelombang FTIR GC-2

Bilangan gelombang

(cm-1) Perkiraan gugus fungsi

3.378,47 O-H karboksilat

1.262,46 C-O ulur asam karboksilat

1.686,82 C=O karbonil

1.640,53 C=C (sp2)

1.378,20 Metil, CH3 ; gem dimetil, -C(CH3)2

1.450,53 -CH2- metilen

2.975,33 hingga 2.824,87 -C-H sp3 ulur

1.923,11 ; 915,26 Vinil

Hasil spektrum Inframerah (IR) dari GC-2 pada daerah 4.000-500 cm-1

memperlihatkan serapan pita O-H asam karboksilat yang khas yaitu pada rentang

3.378,47 cm-1. Serapan 1.262,46 cm-1 memperlihatkan serapan vibrasi ulur C-O

untuk asam karboksilat. Serapan kuat 1.686,82 cm-1 menyatakan adanya gugus

karbonil C=O. Selanjutnya serapan lemah pada daerah bilangan gelombang

Page 67: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

51

1.640,53 cm-1 menunjukkan adanya ikatan antara karbon sp2 (C=C). Serapan tajam

pada daerah panjang gelombang 1.378,20 cm-1 menunjukkan adanya gugus metil –

CH3 dan gugus–C(CH3)2 (geminal atau gem dimetil, dua gugus metil pada karbon

yang sama) dan ini merupakan ciri khas dari senyawa golongan triterpenoid

(Supratman, 2010).

Serapan pada daerah 2.975,33 cm-1 hingga 2.824,87 cm-1 menunjukkan

adanya vibrasi ulur –C-H (C sp3) yang dikuatkan dengan adanya serapan pada

1.450,53 cm-1 akibat adanya gugus metilen –CH2- dan pada serapan 1.378,20 cm-1

akibat adanya gugus metil –CH3. Serapan kuat pada 915,26 cm-1 bersamaan dengan

munculnya serapan lemah pada bilangan gelombang 1.923,11 cm-1 timbul dari

gerakan keluar bidang atom-atom hidrogen pada ikatan rangkap dan ini merupakan

karakteristik dari gugus vinil (Sastrohamidjojo, 2013).

4.6 Hasil Analisis Data LCMS

Analisis LCMS pada GC-2 dilakukan untuk mengetahui puncak area, berat

molekul, serta kemurnian senyawa dalam fraksi tersebut. Kemurnian senyawa dapat

dilihat dari banyaknya puncak area yang dihasilkan, senyawa murni hanya akan

menghasilkan satu puncak area. Kromatogram hasil LCMS GC-2 dapat dilihat pada

Gambar 19.

Gambar 19. Kromatogram hasil LCMS GC-2

0 2 4 6 8 10

Retention Time (Min)

0

75.5

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

% In

ten

sit

y

BPI=>NR(2.00)

T2.7

T2.9T3.5

T1.2

Page 68: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

52

Berdasarkan hasil identifikasi menggunakan LCMS pada GC-2 dengan

ionisasi ESI positif [M+H]+ diperoleh tiga puncak area dengan waktu retensi (Rt)

dan ion molekul [M+H]+ berturut-turut adalah 2,66 menit (453,4) ; 2,89 menit

(455,5) ; dan 3,50 menit (455,5) yang menandakan bahwa berat molekul masing-

masing adalah 452, 454, dan 454. Dengan adanya tiga puncak area yang terdapat

pada GC-2 menunjukkan adanya tiga senyawa dalam fraksi tersebut, selain itu pada

hasil KLT 2D bercak noda yang dihasilkan masih berupa noda tunggal yang

berbayang, sehingga dapat disimpulkan bahwa GC-2 tidak murni. Senyawa-

senyawa tersebut kemungkinan memiliki kepolaran yang hampir sama sehingga

sulit terpisah dengan baik.

Berdasarkan kromatogram hasil LCMS GC-2 dapat dilihat bahwa terdapat

puncak yang dominan dibanding dengan puncak lainnya, yaitu pada puncak

pertama dengan waktu retensi 2,66 menit dan % intensitasnya yaitu 76%. Senyawa

tersebut merupakan senyawa dengan berat molekul 452 dan memiliki rumus

molekul C30H44O3. Berat dan rumus molekul tersebut memiliki kesamaan dengan

senyawa golongan triterpenoid asam (24E)-3-okso-17,14-friedolanosta-

8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat (33) yang memiliki m/z 475,3186 [M+Na]+ yang

menandakan bahwa berat molekul senyawa tersebut adalah 452. Senyawa asam

(24E)-3-okso-17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat (33) merupakan

senyawa baru dari golongan triterpenoid yang berhasil diisolasi dari kulit kayu

tumbuhan Garcinia celebica (Bui et al., 2016).

Puncak lainnya yang memiliki m/z 455,55 [M+H]+ dengan berat molekul

454 diduga merupakan senyawa triterpenoid asam (24E)-3α-hidroksi-17,14-

friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat (44). Senyawa tersebut merupakan

Page 69: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

53

senyawa yang pernah diisolasi dari daging buah G. hombroniana (Rukachaisirikul

et al., 2000). Puncak pada waktu retensi 2,89 dan 3,50 menit memiliki kesamaan

berat molekul dan pola fragmentasi, hal ini kemungkinan 2 senyawa tersebut

merupakan senyawa isomer. Adapun struktur senyawa dari asam (24E)-3-okso-

17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(26)-trien-26-oat (33) dan asam (24E)-3α-

hidroksi-17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat (44) dapat dilihat

pada Gambar 20.

Gambar 20. Struktur senyawa asam (24E)-3-okso-17,14-friedolanosta-

8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat (33) dan asam (24E)-3α-hidroksi-

17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat (44)

Berdasarkan penelitian Bui et al. (2016) senyawa asam (24E)-3-okso-17,14-

friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat (33) merupakan senyawa golongan

triterpenoid dengan rumus molekul C30H44O3 dan berat molekul 452. Senyawa asam

(24E)-3-okso-17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat memiliki

panjang gelombang maksimum UV-Vis 215 dan 249 nm, selain itu terdapat serapan

pada 1.699 cm-1 yang menandakan terdapatnya serapan karbonil (C=O) pada hasil

analisis dengan FTIR. Namun belum ada yang melaporkan aktivitas dari senyawa

tersebut.

Kemiripan senyawa dominan dari GC-2 dengan senyawa asam (24E)-3-

okso-17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat diperkuat dengan adanya

Page 70: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

54

serapan-serapan gugus fungsi yang dihasilkan dari identifikasi menggunakan FTIR,

hasil tersebut sangat dekat dengan keberadaan gugus fungsi yang terdapat dalam

kerangka senyawa asam (24E)-3-okso-17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-

trien-26-oat. Serapan-serapan tersebut adalah gugus O-H karboksilat, C=O

karbonil, gem dimetil, C-O ulur dari asam karboksilat, dan C=C sp2. Selain itu

diperkuat juga dengan adanya kemiripan terhadap pergeseran kimia dari hasil

analisis menggunakan 1H NMR dan 13C NMR.

4.7 Hasil Analisis Data NMR

Analisis menggunakan NMR merupakan analisis terpenting dalam

penentuan senyawa organik. Analisis NMR dapat menentukan tipe dan jumlah

proton. Selain itu dapat juga menentukan kerangka karbon. Analisis NMR yang

dilakukan adalah analisis 1H NMR dan analisis 13C NMR.

4.7.1 Hasil Analisis Data 1H NMR

Analisis data 1H NMR dilakukan untuk menentukan tipe dan jumlah proton

serta lingkungan kimianya dalam suatu molekul. Tipe proton yang berbeda

memiliki lingkungan kimia yang berbeda dan lingkungan kimia yang berbeda

menentukan letak/serapan sebuah proton dalam spektrum (Sastrohamidjojo, 2013).

Hasil analisis 1H NMR pada GC-2 dapat dilihat pada Gambar 21.

Page 71: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

55

Gambar 21. Hasil analisis 1H NMR GC-2

Hasil analisis menggunakan 1H NMR pada Gambar 21 memberikan

informasi umum bahwa pergeseran kimia < δ 3 ppm menunjukkan keberadaan

proton dari ikatan karbon sp3 dalam rangka dasar triterpenoid dan sinyal-sinyal

proton pada daerah “downfield” (δ 5 – 7) merupakan sinyal-sinyal proton alkena

(doublebond). Kebanyakan gugus metil muncul di dekat δ 1 ppm jika gugus metil

tersebut terikat pada karbon-karbon sp3 yang lain. Proton-proton gugus metilen,

-CH2- (terikat pada karbon sp3) muncul pada pergeseran kimia yang lebih besar

(dekat δ 1,2 – 1,4 ppm) daripada proton-proton gugus metil. Proton-proton metin

tersier muncul pada pergeseran kimia yang lebih besar daripada proton-proton

sekunder. Proton-proton yang cukup dekat dengan alkena akan memberikan

pengaruh kecil terhadap gejala “deshielding” dari elektron-elektron pi (π) hingga

serapan terjadi di sekitar “downfield” dari proton-proton alkil umumnya, yaitu pada

δ >2 ppm (Sastrohamidjojo, 2013).

Page 72: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

56

Sinyal-sinyal proton alkena (double bond) muncul pada medan lemah

“downfield” (δ 5-6 ppm) diakibatkan adanya efek anistropi pada proton alkena

(Supratman, 2009). Pada kebanyakan senyawa triterpenoid, sinyal proton yang

dihasilkan pada daerah “downfield” (δ 6-7,8 ppm) menunjukkan adanya proton

alkena pada C-24 yang berdekatan dengan karbon yang tersubstitusi dengan

substituen elektronegatif (C-26) seperti pada karbonil karboksilat atau aldehida

(Bui et al., 2016; Elfita et al., 2009; Klaiklay et al., 2013; Rukachaisirikul et al.,

2000; Rukachaisirikul et al., 2005; Subarnas et al., 2016; Wu et al., 2016).

Sinyal pada daerah δH 5,32 (1H, s) dan 6,91 ppm (1H, t) merupakan sinyal

dari proton double bond yang terikat pada C-15 dan C-24. Pada C-24 diduga

merupakan sinyal dari proton double bond yang berdekatan dengan karbon yang

tersubstitusi dengan substituen elektronegatif (C-26) yaitu karbonil karboksilat,

sehingga akan berada pada daerah ”downfield” dengan pergeseran kimia yang lebih

besar. Munculnya multiplisitas triplet pada C-24 dikarenakan karbon tersebut

berikatan dengan C-23 yang memiliki 2 proton, sinyal proton pada C-24 dapat

dilihat pada Gambar 22.

Gambar 22. Perbesaran spektrum 1H NMR

Page 73: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

57

Hasil interpretasi data pergeseran kimia pada spektrum 1H NMR dapat

dilihat pada Tabel 13. Tabel tersebut merupakan perbandingan pergeseran kimia

spektrum 1H NMR dari senyawa GC-2 dengan senyawa prediksi asam (24E)-3-

okso-17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat.

Tabel 13. Data spektrometer 1H NMR senyawa GC-2 dengan senyawa asam

(24E)-3-okso-17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat

Posisi

δH (ppm); multiplisitas (J)

Senyawa GC-2 (a)

Senyawa asam (24E)-3-okso-17,14-

friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-

oat (Bui et al., 2016) (b)

C-1 1,64; m

2,07; m

1,64; m

2,09; m

C-2 2,35; m 2,48; m

2,62; m

C-3 - -

C-4 - -

C-5 1,74; m 1,70; m

C-6 1,58; m

1,74; m

1,60; m

1,71; m

C-7 2,09; m 2,11; m

2,41; m

C-8 - -

C-9 - -

C-10 - -

C-11 2,15; m 2,15; m

C-12 1,61; m 1,61; m

1,66; m

C-13 - -

C-14 - -

C-15 5,32; s 5,33; s

C-16 1,91; d

2,29; m

1,96; dd (16,3 & 3,5)

2,29; d (16,3)

C-17 - -

C-18 0,77; s 0,77; s

C-19 1,25; s 1,13; s

C-20 1,815; m 1,84; m

C-21 0,87; d (5,6) 0,90 d (6,7)

C-22 1,66; m 1,64; m

C-23 2,20; m

2,33; m

2,13; m

2,32; m

C-24 6,91; t (7,2) 6,93; t (7,5)

C-25 - -

C-26 - -

C-27 1,84; s 1,86; s

C-28 1,12; s 1,11; s

C-29 1,05; s 1,08; s

C-30 0,86; s 0,83; s

Keterangan : (a) 400 MHz dalam CDCl3 (b) 500 MHz dalam CDCl3

Page 74: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

58

Adanya puncak-puncak yang menumpuk pada pergeseran kimia dibawah δH

3 ppm pada Gambar 21 menunjukkan adanya ikatan karbon sp3 baik itu metil,

metilen maupun metin. Sinyal pada daerah δH 1,84 ppm (1H, s) menunjukkan

adanya ikatan karbon sp3 dari metil alilik yang terikat pada C-27. Selanjutnya lima

sinyal pada daerah δH 1,25; 1,12; 1,05; 0,86; dan 0,77 ppm (1H, s) menunjukkan

adanya metil yang masing-masing terikat pada C-19, C-28, C-29, C-30 dan C-18.

Sinyal-sinyal proton metil tersebut muncul dengan multiplisitas singlet karena

gugus metil terikat dengan karbon kuartener atau yang tidak mengikat proton.

Sedangkan sinyal pada daerah δH 0,87 ppm (1H, d) menunjukkan adanya metil yang

terikat pada C-21 dengan multisplitas doublet karena gugus metil terikat dengan

metin atau yang mengikat 1 proton. Proton-proton metil tersebut merupakan proton

metil khas yang terdapat pada senyawa triterpenoid.

Selanjutnya terdapat sembilan sinyal metilen (CH2) dari ikatan karbon sp3

yang muncul pada pergeseran kimia δH 2,35 (m); 2,20 (m); 2,15 (m); 2,09 (m); 1,91

(d); 1,66 (m); 1,64 (m); 1,61 (m); dan 1,58 (m). Masing-masing sinyal proton

tersebut berikatan dengan C-2, C-23, C-11, C-7, C-16, C-22, C-1, C12 dan C-6.

Pada sinyal metilen tersebut rata-rata menghasilkan multiplisitas triplet, hal ini

disebabkan proton pada gugus metilen tersebut berikatan dengan karbon-karbon

yang memiliki banyak proton sehingga menghasilkan puncak multiplet. Sinyal dari

proton metin (CH) muncul pada pergeseran kimia δH 1,815 dan 1,74 (m) yang

terikat pada C-20 dan C-5. Multiplisitas yang muncul adalah mutiplet, dikarenakan

gugus metin tersebut berikatan dengan karbon-karbon yang mengikat lebih dari 2

proton.

Page 75: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

59

4.7.2 Hasil Analisis Data 13C NMR

Analisis data 13C NMR pada GC-2 dilakukan untuk menentukan kerangka

karbon yang terdapat dalam senyawa tersebut. 13C NMR dapat memberikan

informasi mengenai jumlah sinyal karbon dalam senyawa organik, pemecahan

sinyal karbon yang tergantung dari jumlah atom hidrogen yang terikat (metin,

metilena, metil, dan karbon kuartener) serta jenis karbon (sp, sp2, dan sp3)

(Supratman, 2010). Spektrum hasil analisis 13C NMR pada GC-2 dapat dilihat pada

Gambar 23.

Gambar 23. Spektrum hasil analisis 13C NMR pada GC-2

Serapan pada pergeseran sekitar δc 200 dan 170 ppm merupakan ciri khas

terdapatnya karbonil keton pada C-3 dan asam karboksilat pada C-26 dari senyawa-

senyawa triterpenoid yang dihasilkan dari tumbuhan Garcinia. Sedangkan pada

pergeseran sekitar δc 120-140 ppm menunjukkan adanya karbon-karbon double

bond (C=C) pada kerangka triterpenoid (Bui et al., 2016; Danh et al., 2014). Hasil

interpretasi data pergeseran kimia pada spektrum 13C NMR dapat dilihat pada

Tabel 14.

Page 76: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

60

Tabel 14. Data spektrometer 13C NMR senyawa GC-2 dengan senyawa asam

(24E)-3-okso-17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat

Posisi

δc (ppm)

Senyawa GC-2 (a)

Senyawa asam (24E)-3-okso-17,14-

friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-

26-oat (Bui et al., 2016) (b)

C-1 37,0 35,2

C-2 34,4 34,6

C-3 211,2 217,7

C-4 49,2 47,5

C-5 53,9 51,3

C-6 19,8 19,7

C-7 26,6 26,9

C-8 123,0 124

C-9 144.2 140,3

C-10 37,7 37,8

C-11 22,2 22,9

C-12 29,4 30,1

C-13 45,2 48,2

C-14 145,7 148,2

C-15 120,3 117,2

C-16 45,0 45,7

C-17 49,4 50,7

C-18 15,4 15,8

C-19 18,8 18,8

C-20 38,9 38,2

C-21 15,3 15,5

C-22 31,4 31,6

C-23 27,2 27,6

C-24 145,5 145,5

C-25 126,5 126,9

C-26 173,2 172,5

C-27 12,2 12,2

C-28 25,7 26,7

C-29 20,9 21,5

C-30 17,9 17,5

Sinyal pada daerah δc 211,2 ppm memberikan informasi adanya sinyal dari

karbon karbonil keton pada C-3. Adanya karbon karbonil keton dikuatkan dengan

adanya spektrum FTIR yaitu serapan kuat pada 1.686,82 cm-1 menyatakan adanya

gugus karbonil C=O. Selanjutnya serapan δc 173,2 ppm menunjukkan adanya sinyal

dari karbonil asam karboksilat. Dugaan tersebut diperkuat dengan data FTIR yaitu

serapan pada panjang gelombang 1.262,46 cm-1 yang memperlihatkan serapan

Keterangan : (a) 400 MHz dalam CDCl3 (b) 500 MHz dalam CDCl3

Page 77: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

61

vibrasi ulur C-O untuk asam karboksilat serta serapan khas O-H karboksilat pada

panjang gelombang 3.378,47 cm-1. Sinyal pada daerah δc 211,2 dan 173,2 ppm

dapat dilihat pada Gambar 24.

Gambar 24. Perbesaran spektrum 13C NMR

Adanya sinyal-sinyal di sekitar δc 120 – 145 ppm menunjukkan adanya

karbon sp2 double bond (C=C). Sinyal-sinyal tersebut adalah δc 145,7 (C-14); 145,5

(C-24); 144,2 (C-9); 126,5 (C-25); 123 (C-8); dan 120,3 (C-15). Adanya dugaan

sinyal karbon sp2 dikuatkan dengan spektrum FTIR pada panjang gelombang

1.640,53 cm-1. Selanjutnya terdapat 4 sinyal dari karbon kuartener yaitu sinyal pada

daerah δc 49,4 (C-17); 49,2 (C-4); 45,2 (C-13); dan 37,7 (C-10). Selain itu sinyal

pada daerah δc 53,9 dan 38,9 ppm menunjukkan adanya gugus metin pada posisi

C-5 dan C-20. Adanya 9 sinyal dari gugus metilen muncul pada daerah δc 45,0 (C-

16); 37,0 (C-1); 34,4 (C-2); 31,4 (C-22); 29,4 (C-12); 27,2 (C-23); 26,6 (C-7); 22,2

(C-11); dan 19,8 (C-6). Sinyal dari gugus metilen ini diperkuat dengan adanya

serapan FTIR pada bilangan gelombang 2.975,33 cm-1 serta 1.450,53 cm-1 yang

merupakan serapan khas akibat adanya gugus metilen –CH2-.

C=O

COOH

Page 78: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

62

Selanjutnya terdapat 7 gugus metil khas dari senyawa triterpenoid. Sinyal

pada daerah δc 12,2 ppm menunjukkan adanya gugus metil alil pada C-27, hal ini

diperkuat dengan sinyal δH 1,84 ppm dengan multiplisitas singlet. Sinyal pada

daerah δc 15,3 ppm menunjukkan adanya gugus metil pada C-21 dan diperkuat

dengan sinyal δH 0,87 dengan multiplisitas doublet. Kemudian sinyal dari 5 gugus

metil lain muncul pada daerah δc 25,7 (C-28); 20,9 (C-29); 18,8 (C-19); 17,9 (C-

30); dan 15,4 (C-18). Masing-masing dugaan sinyal tersebut diperkuat dengan

adanya sinyal δH 1,12 (C-28); 1,05 (C-29); 1,25 (C-19); 0,86 (C-30); dan 0,77 (C-

18) yang memiliki multiplisitas singlet. Sinyal dari C-28 dan C-29 diperkuat juga

dengan adanya serapan FTIR pada daerah pergeseran gelombang 1378,20 cm-1

akibat adanya gugus gem dimetil –C(CH3)2 yang merupakan ciri khas dari kerangka

struktur triterpenoid (Supratman, 2010).

4.8 Biosintesis Senyawa Asam (24E)-3-okso-17,14-friedolanosta-

8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat

Biosintesis senyawa triterpenoid dapat dilihat pada Gambar 25, asam asetat

yang telah diaktifkan oleh koenzim A akan melakukan kondensasi Claisen

menghasilkan asetoasetil koenzim A (45). Senyawa yang dihasilkan ini dengan

asetil koenzim A melakukan kondensasi Aldol menghasilkan asam mevalonat (46).

Reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforilasi, eliminasi asam fosfat, dan

dekarboksilasi menghasilkan isopentenil pirofosfat (IPP) (47) yang selanjutnya

berisomerisasi menjadi dimetilalil pirofosfat (DMAPP) (48) oleh enzim isomerase.

IPP sebagai unit isopren aktif bergabung secara kepala-ke-ekor dengan DMAPP.

Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap

atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti penyingkiran ion

Page 79: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

63

pirofosfat. Serangan ini menghasilkan geranl pirofosfat (GPP) (49). Penggabungan

selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama seperti

antara IPP dan DMAPP akan menghasilkan farnesil pirofosfat (FPP) (50) yang

merupakan senyawa antara triterpenoid (Achmad, 1986).

Gambar 25. Mekanisme reaksi pembentukan farnesil pirofosfat (FPP) (Achmad,

1986)

Sebanyak 2 unit farnesil pirofosfat (FPP) pada Gambar 26 bergabung secara

ekor-ekor membentuk senyawa skualen yang segera diubah menjadi 2,3-

epoksiskualen (51). Siklisasi diawali oleh protonasi gugus epoksi dan diikuti oleh

pembukaan lingkar epoksida. Kemudian tejadi migrasi metil yang selanjutnya

pembentukan ikatan rangkap. Oksidasi pada C-3 dan C-26 menghasilkan gugus

Page 80: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

64

keton dan karboksilat sehingga dihasilkan senyawa asam (24E)-3-okso-17,14-

friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat (33) (Achmad, 1986; Herbert, 1989).

Gambar 26. Mekanisme reaksi pembentukan senyawa asam (24E)-3-okso-17,14-

friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat (33) (Achmad, 1986;

Herbert, 1989)

4.9 Uji Aktivitas Antikanker Terhadap Sel Kanker Payudara (MCF-7)

Senyawa-senyawa triterpenoid yang dihasilkan dari tumbuhan G. celebica

memiliki aktivitas antikanker payudara yang sangat kuat dengan nilai IC50 <100

μg/mL. Pada penelitian Subarnas et al. (2016) senyawa metil-3α-23-dihidroksi-

Page 81: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

65

17,14-friedolanstan-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat (41) memiliki nilai IC50

sebesar 39,68 μg/mL dalam 24 jam dan 33,88 μg/mL dalam 48 jam terhadap sel

kanker payudara (MCF-7). Selain itu pada penelitian Bui et al. (2016)

menghasilkan 4 senyawa triterpenoid yang memiliki aktivitas antikanker yang

sangat kuat terhadap sel kanker payudara yaitu asam (22Z,24E)-9α-hidroksi-3-

okso-13α,30-siklo-17,13-friedolanosta-22(23),24(24)-dien-26-oat (37); asam

(22Z,24E)-9α hidroksi-3-okso-17,14-friedolanosta-14(15),22(23),24(25)-trien-26-

oat (38); asam (24E)-3β asetoksi 9α-hidroksi-17,14,4-friedolanosta-14(15),24(25)-

dien-26-oat (39); dan asam (22Z,24E)-3β asetoksi-9α-hidroksi-17,14-

friedolanosta-14(15),22(23),24(25) -trien-26-oat (40) yang memiliki nilai IC50

berturut-turut adalah 51,3; 27,4; 31,3; dan 31,7 μg/mL.

GC-2 yang diperoleh dilakukan uji sitotoksik terhadap sel kanker payudara

(MCF-7). Uji sitotoksik dilakukan untuk mengetahui potensi suatu sampel dalam

menghambat pertumbuhan sel. Dalam penelitian ini dilakukan uji sitotoksik

menggunakan pendekatan MTT assay. Prinsip metode MTT assay didasarkan pada

jumlah sel yang masih hidup dengan reaksi yang terjadi adalah reaksi enzimatis

antara sel yang hidup dengan senyawa MTT. Dalam hal ini, sel yang hidup akan

menghasilkan enzim dehidrogenasi yang akan mereduksi senyawa MTT menjadi

senyawa formazan yang berwarna ungu (Suzery dan Cahyono, 2014). Ketika

sampel mengandung senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan sel atau

mematikan sel maka sel yang bertahan hidup akan semakin sedikit, sehingga enzim

dehidrogenasi yang dihasilkan sel untuk mereduksi senyawa MTT menjadi

senyawa formazin yang berwarna ungu pun akan semakin sedikit. Intensitas warna

akan sebanding dengan jumlah sel yang hidup. Intensitas warna ungu tersebut

Page 82: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

66

diukur dengan menggunakan Spektrofometer UV-Vis pada panjang gelombang 550

nm. Data hasil uji sitotoksik GC-2 terhadap sel kanker payudara (MCF-7) dapat

dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Hasil uji sitotoksik GC-2 terhadap sel kanker payudara (MCF-7)

GC-2

(μg/mL)

%sel hidup rata-rata

%sel hidup IC50 (μg/mL)

1x 2x 3x

0 102.89 98.62 98.48 100

24.97

1 102.63 96.35 126.25 108.41

5 79.54 88.34 84.34 84.075

10 70.86 68.19 68.59 69.22

25 41.50 48.97 49.78 46.75

50 2.40 2.40 13.08 5.96

Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa persentase sel hidup semakin

menurun dengan meningkatnya konsentrasi sampel yang ditambahkan. Hal ini

menunjukkan senyawa dalam sampel mampu menghambat pertumbuhan sel kanker

payudara. Aktivitas sitotoksik dinyatakan dengan nilai IC50, nilai IC50 menunjukkan

kadar sampel uji yang dapat menghambat 50% pertumbuhan sel kanker (Fitria et

al., 2011). Nilai IC50 dari aktivitas sitotoksis GC-2 terhadap sel kanker payudara

(MCF-7) sebesar 24,97 μg/mL. Nilai IC50 diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan yaitu

jika nilai IC50 <100 μg/mL menunjukkan sampel tersebut memiliki aktivitas yang sangat

kuat terhadap penghambatan sel. Jika nilai IC50 101-200 μg/mL menunjukkan aktivitas

yang baik, sedangkan jika nilai IC50 >200 μg/mL menunjukkan aktivitas yang lemah dalam

menghambat pertumbuhan sel (Subarnas et al., 2012). Berdasarkan tingkatan nilai IC50

tersebut senyawa GC-2 memiliki potensi penghambatan sel kanker payudara yang

sangat kuat dengan nilai IC50 sebesar 24,97 μg/mL.

Beberapa gugus fungsi seperti hidroksil, karboksil, dan ikatan rangkap

dalam senyawa triterpenoid dapat berkontribusi terhadap kapasitas penghambatan

Page 83: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

67

proliferasi sel kanker (Petronelli et al., 2009). Senyawa dugaan yang kemungkinan

memiliki peran utama dalam menghambat pertumbuhan sel kanker payudara adalah

senyawa yang memiliki gugus hidroksil pada C-3, yaitu asam (24E)-3α-hidroksi-

17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat. Senyawa polar berinteraksi

dengan substansi fosfolipid dalam lapisan hidrofilik membran sel, kemudahan

senyawa tersebut masuk ke dalam membran dipengaruhi oleh jumlah dan posisi

gugus hidroksil. Jumlah dan posisi gugus hidroksil dalam senyawa triterpenoid

mempengaruhi aktivitas antikankernya (Qi et al., 2010). Aktivitas antikanker

payudara dari senyawa triterpenoid bekerja dengan cara menginduksi apoptosis sel

(Subarnas et al., 2016).

Page 84: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

68

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Salah satu senyawa yang terkandung dalam isolat GC-2 adalah senyawa

golongan triterpenoid dengan rumus molekul C30H44O3 (BM=452), yaitu

senyawa asam (24E)-3-okso-17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-

26-oat.

2. Isolat GC-2 memiliki aktivitas antikanker payudara (MCF-7) yang sangat

kuat dengan nilai IC50 sebesar 24,97 μg/mL

5.2 Saran

Perlu dilakukan pemurnian lebih lanjut untuk memisahkan senyawa-

senyawa dalam GC-2 yang memiliki aktivitas antikanker payudara (MCF-7) serta

dilakukan identifikasi struktur lanjutan dengan uji NMR 2D.

Page 85: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

69

DAFTAR PUSTAKA

Achmad SA. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta: Kartinika

Aravind AP, Asha KRT, Rameshkumar. 2016. Phytochemical analysis and

antioxidant potential of the leaves of Garcinia travancorica Natural Product

Research. 30(2):232–236. doi: org/10.1080/14786419.2015.1043551.

Arief DA, Sangi MS, Kamu VS. 2017. Skrining Fitokimia Dan Uji Toksisitas

Ekstrak Biji Aren (Arenga pinnata MERR.). Jurnal MIPA Unsrat. 6(2):12–

15.

Arifin HS dan Nakagoshi N. 2011. Landscape ecology and urban biodiversity in

tropical Indonesian cities. Landscape and Ecological Engineering. 7(1): 33–

43.

Arwa P, Zeraik ML, Farias XV, Fonseca L M, Silva BV, Siqueira SDH. 2015.

Redox-active biflavonoids from Garcinia brasiliensis as inhibitors of

neutrophil oxidative burst and human erythrocyte membrane damage. Journal

of Ethnopharmacology. 174:410–418. doi: org/10.1016/j.jep.2015.08.041.

Ashokkumar R dan Ramaswamy M. 2014. Phytochemical screening by FTIR

spectroscopic analysis of leaf extracts of selected Indian Medicinal plants.

International Journal of Current Microbiology and Applied Sciences.

3(1):395–406.

Asmara AP. 2017. Uji Fitokimia Senyawa Metabolit Sekunder Dalam Ekstrak

Metanol Bunga Turi Merah (Sesbania grandiflora L. Pers). Al-Kimia. 5(1):

48–59. doi:org/10.24252/al-kimia.v5i1.2856

Ath-Thabari AJM. 2009. Tafsir Ath-Thabari Surah An-Nuur, Al Furqaan, Asy-

Syu’araa’, dan An-Naml. Jakarta Selatan: Pustaka Azzam.

Auranwiwat C, Trisuwan K, Saiai A, Pyne SG, Ritthiwigrom T. 2014. Antibacterial

tetraoxygenated xanthones from the immature fruits of G. cowa. Fitoterapia.

98:179–183. doi: org/10.1016/j.fitote.2014.08.003.

Behera S, Ghanty S, Ahmad F, Santra S, Banerjee S. 2012. UV-Visible

Spectrophotometric Method Develepment and Validation of Assay of

Paracetamol Tablet Formulation. Analytical & Bioanalytical Techniques.

3(6):1–6.

Braithwaite A, Smith F, Stock R. 1996. Chromatographic Methods. Kluwer

Academic Publisher: London

Page 86: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

70

Bui TQ, Bui AT, Nguyen KT, Nguyen VT, Trinh BTD, Nguyen LD. 2016. A

depsidone and six triterpenoids from the bark of G. celebica. Tetrahedron

Letters. doi: org/10.1016/j.tetlet.2016.04.104.

Cai Y, Luo Q, Sun M, Corke H. 2004. Antioxidant activity and phenolic compounds

of 112 traditional Chinese medicinal plants associated with anticancer. Life

Sciences. 74(17):2157–2184. doi: 10.1016/j.lfs.2003.09.047.

Chang H dan Yang L. 2012. Gamma-Mangostin, a Micronutrient of Mangosteen

Fruit, Induces Apoptosis in Human Colon Cancer Cells. Molecules. 6(3):

8010–8021. doi: 10.3390/molecules17078010.

Chen Y, Fan H, Yang G, Jiang Y, Zhong F, He H. 2010. Prenylated Xanthones from

the Bark of Garcinia xanthochymus and Their 1,1-Diphenyl-2-picrylhydrazyl

(DPPH) Radical. Molecules. 15:7438–7449. doi:

10.3390/molecules15107438.

Dahlan Z, Hanum L, Zahar E. 2009. Eksplorasi dan studi keragaman Garcinia l.

berdasarkan sumber bukti makromorfologi dan pemanfaatannya bagi

perkuliahan morfologi tumbuhan. Forum Kependidikan. 28(2):164–172.

Danh Q, Bui A, Vu MK, Nguyen HD, Nguyen LT, Dang SV, Nguyen LD. 2014. A

protostane and two lanostanes from the bark of Garcinia ferrea.

Phytochemistry Letters. 762:19–22. doi: org/10.1016/j.phytol.2014.08.019

Day RA dan AL Underwood. 1996. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi ke-empat.

Erlangga : Jakarta. Hal. 390.

Doyle WM. 1992. Principles and applications of Fourier transform infrared

(FTIR) process analysis. 2. 11–41. Technical Note AN–906 Rev. C.

Elfita E, Muharni M, Latief M, Darwati D, Widiyantoro A, Supriyatna S. Pieters L.

2009. Phytochemistry Antiplasmodial and other constituents from four

Indonesian Garcinia. Phytochemistry. 70(7):907–912. doi:

10.1016/j.phytochem.2009.04.024.

Farombi EO dan Owoeye O. 2011. Antioxidative and chemopreventive properties

of Vernonia amygdalina and Garcinia kola. International Journal of

Environmental Research and Public Health. 8(6):2533–2555. doi:

org/10.3390/ijerph8062533.

Ferlay J, Soerjomataram I, Dikshit R, Eser S, Mathers C, Rebelo M, Bray F. 2015.

Cancer incidence and mortality worldwide : Sources, methods and major

patterns in GLOBOCAN 2012. International Journal of Cancer. 136:359–

386. doi: org/10.1002/ijc.29210.

Fessenden RJ dan Fessenden JS. 1981. Kimia Organik, jilid 1. Jakarta: Erlangga

Page 87: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

71

Fitria M, Armandari I, Septhea D, Ikawati A, Meiyanto E. 2011. Ekstrak Etanolik

Herba Ciplukan (Physalis angulata L.) Berefek Sitotoksik Dan Menginduksi

Apoptosis Pada Sel Kanker Payudara Mcf-7. Jurnal Ilmu-Ilmu Hayatik dan

Fisik. 13(2): 101–107.

Fouotsa H, Mbaveng AT, Mbazoa CD, Nkengfack AE, Farzana S, Iqbal CM, Kuete

V. 2013. Antibacterial constituents of three Cameroonian medicinal plants:

Garcinia nobilis, Oricia suaveolens and Balsamocitrus camerunensis. BMC

Complementary and Alternative Medicine. 13(81):1–10.

doi:org/10.1186/1472-6882-13-81.

Ganjar I, Rohman A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gritter RJ dan Schwarting AE. 1991. Pengantar Kromatografi Terjemahan dari

Introduction to Cromatoghraphy (Padwinata K dan Soediro I, Penerjemah).

Bandung: ITB Press.

Han Q, Bin, Yang NY, Tian HL, Qiao CF, Song JZ, Chang DC, Xu HX. 2008.

Xanthones with growth inhibition against HeLa cells from Garcinia

xipshuanbannaensis. Phytochemistry. 69(11):2187–2192. doi:

org/10.1016/j.phytochem.2008.05.019.

Handa SS, Khanuja SPS, Longo G, Rakesh DD. 2008. Extraction Technologies for

Medicinal and Aromatic Plants. Italy: ICS-UNIDO

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan. Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung:

Penerbit ITB.

Hart H, Craine LE, Hart DJ. 2003. Kimia Organik. Achmadi, S.S., penerjemah;

Safitri, A., editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemaha n dari: Organic

Chemistry. A Short Course. Ed ke-11.

Hemshekhar M, Sunitha K, Santhosh MS, Devaraja S, Kemparaju K, Vishwanath

BS, Girish KS. 2011. An overview on genus Garcinia: Phytochemical and

therapeutical aspects. Phytochemistry Reviews. 10(3):325–351. doi:

10.1007/s11101-011-9207-3.

Herbert RB. 1989. Biosintesis Metabolit SekunderTerjemahan dari The

Biosynthesis of Secondary Metabolites (Srigandono B, Penerjemah).

Semarang: IKIP Semarang Press.

Hermanto S. 2008. Mengenal Lebih Jauh Teknik Analisis Kromatografi dan

Spektrofotometri. Jakarta (ID): Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif

Hidayatullah.

Page 88: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

72

Jenie RI, Handayani S, Susidarti RA, Udin Z, &Meiyanto, E. 2017. Cytotoxic and

Antimetastasis Effect of Ethyl Acetate Fraction from Caesalpinia sappan L.

on MCF-7 / HER2 Cells. Indonesian Journal of Cancer Chemoprevention. 8:

42–50.

Jia CC, Han T, Xu J, Li SG, Sun YT, Li DH, Hua HM. 2017. A new biflavonoid

and a new triterpene from the leaves of G. paucinervis and their biological

activities. Journal of Natural Medicines. 71(4):642–649. doi:

org/10.1007/s11418-017-1092-7.

Khasanah N, Wuryanti, Suci N. 2013. Isolasi Dan Penentuan Aktifitas Spesifik

Klorofilase Dari Daun Mahoni (Swietenia mahagoni). Cheminfo. 1(1): 386–

395.

Khopkar SM. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik penerjemah A. Saptorahardjo.

Jakarta: UI Press. Terjemahan dari Basic concept of analytical chemistry.

Kiso T, Usuki Y, Ping X, Fujita K, Taniguchi M, Cathepsin B. 2001. L-2.5-

Dihydrophenylalanine, an Inducer of Cathepsin-dependent Apoptosis in

Human Promyelocytic Leukemia Cells (HL-60). Journal of Antibiotics,

54(10):810–817.

Klaiklay S, Sukpondma Y, Rukachaisirikul V, Phongpaichit S. 2013.

Phytochemistry Friedolanostanes and xanthones from the twigs of Garcinia

hombroniana. Phytochemistry. 85:161–166. doi:

org/10.1016/j.phytochem.2012.08.020.

Kritsanawong S, Innajak S, Imoto M, Watanapokasin R. 2016. Antiproliferative

and apoptosis induction of α-mangostin in T47D breast cancer cells.

International Journal of Oncology. 48:2155–2165. doi:

10.3892/ijo.2016.3399.

Kumar S dan Pandey AK. 2013. Chemistry and Biological Activities of 1,8-

Naphthyridines. The Scientific World. 73(7):637–669.

Lancester MV dan Fields RD. 1996. Antibiotic and cytotoxic drug suspectibility

assays using resazurin and poising agents. U.S. Patent No. 5. 501.959.

Lannang AM, Sema DK, Tatsimo SJN, Tankeu VFT, Tegha HF, Wansi JD, Sewald

N. 2017. A new depsidone derivative from the leaves of G. polyantha. Natural

Product Research. 6419:1–6. doi: org/10.1080/14786419.2017.1378201.

Liu X, Yu T, Gao XM, Zhou Y, Qiao CF, Peng Y, Xu HX. 2010. Apoptotic effects

of polyprenylated benzoylphloroglucinol derivatives from the twigs of G.

multiflora. Journal of Natural Products. 73(8):1355–1359. doi:

org/10.1021/np100156w.

Page 89: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

73

Mahamodo S, Rivi C, Neut C, Abedini A, Ranarivelo H, Duhal N, Andriamihaja,

B. 2014. Antimicrobial prenylated benzoylphloroglucinol derivatives and

xanthones from the leaves of G. goudotiana. Phytochemistry. 102:162–168.

doi: org/10.1016/j.phytochem.2014.03.006.

Maharani T, Sukandar D, Hermanto S. 2016. Karakterisasi Senyawa Hasil Isolasi

dari Ekstrak Etil Asetat Daun Namnam (Cynometra Cauliflora L.) yang

Memiliki Aktivitas Antibakteri. Jurnal Kimia Valensi. 2(1):55–62.

Njume C, Jide AA, Ndip RN. 2011. Aqueous and organic solvent-extracts of

selected South African medicinal plants possess antimicrobial activity against

drug-resistant strains of Helicobacter pylori: Inhibitory and bactericidal

potential. International Journal of Molecular Sciences. 12(9):5652–5665. doi:

org/10.3390/ijms12095652.

Nurdin, Kusharto CM, Tanziha I. 2009. Kandungan Klorofil Berbagai Jenis Daun

Tanaman Dan Cu-Turunan Klorofil Serta Karakteristik Fisiko-Kimianya,

Jurnal Gizi dan Pangan. 4(1):13–19.

Oyenihi OR, Brooks NL, Oguntibeju OO. 2015. Effects of kolaviron on hepatic

oxidative stress in streptozotocin induced diabetes. BMC Complementary and

Alternative Medicine. 15(1):1–7. doi: org/10.1186/s12906-015-0760-y.

Padhye S, Ahmad A, Oswal N, Sarkar FH. 2009. Emerging role of Garcinol, the

antioxidant chalcone from Garcinia indica Choisy and its synthetic analogs.

Journal of Hematology and Oncology. 2:1–13. doi: org/10.1186/1756-8722-

2-38.

Pailee P, Kuhakarn C, Sangsuwan C, Hongthong S, Piyachaturawat P, Suksen K,

Reutrakul V. 2018. Anti-HIV and cytotoxic biphenyls, benzophenones and

xanthones from stems, leaves and twigs of Garcinia speciosa. Phytochemistry.

147:68–79. doi: org/10.1016/j.phytochem.2017.12.013.

Parveen M, Azaz S, Zafar A, Ahmad F, Silva MR, Silva PSP. 2017. Structure

elucidation, DNA binding specificity and antiproliferative proficiency of

isolated compounds from G. nervosa. Journal of Photochemistry and

Photobiology.167. doi: org/10.1016/j.jphotobiol.2016.12.035.

Paturusi AAE, Nurafianty, Rusli, Rahim A. 2014. Isolasi dan Identifikasi Senyawa

Antibakteri Ekstrak n-heksana Daun Jati (Tectona grandis L.F). JF FIK

UINAM. 2(1):18–23.

Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS, Vyvyan JR. 2009: Introduction to

Spectroscopy; Fourth Edition. Belmont. USA.

Petronelli A, Pannitteri G, Testa U. 2009. Triterpenoids as new promising

anticancer drugs. Anti-Cancer Drugs. 20(10): 880–892. doi:

Page 90: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

74

org/10.1097/CAD.0b013e328330fd90 Pieme CA, Ambassa P, Yankep E, Saxena AK. 2015. Epigarcinol and isogarcinol

isolated from the root of Garcinia ovalifolia induce apoptosis of human

promyelocytic leukemia (HL-60 cells). BMC Research Notes. 1–10. doi:

org/10.1186/s13104-015-1596-8.

Pinto MM, Sousa ME, Nascimento MS. 2005. Xanthone derivatives: new insights

in biological activities. Current Medicinal Chemistry. 12(21):2517–2538. doi:

org/10.2174/092986705774370691.

Qi L, Wang C, Yuan C. 2010. American ginseng : Potential structure – function

relationship in cancer chemoprevention. Biochemical Pharmacology. 80:947–

954. doi:org/10.1016/j.bcp.2010.06.023

Rauf R, Santoso U, Suparmo. 2012. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Gambir yang

Dipurifikasi menggunakan Kromatografi Kolom Sephadex LH-20. Jurnal

Agritech. 32(2): 167–172.

Ren W, Qiao Z, Wang H, Zhu L, Zhang L. 2003. Flavonoids: Promising anticancer

agents. Medicinal Research Reviews. 23(4):519–534. doi:

10.1002/med.10033.

Rita WS. 2010. Isolasi, Identifikasi dan Uji Aktivitas Antibakeri Senyawa

Golongan Triterpenoid pada Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg.)

Roscoe). Jurnal Kimia. 4(1):20-26

Rukachaisirikul V, Adair A, Dampawan P, Taylor WC, Turner PC. 2000.

Lanostanes and friedolanostanes from the pericarp of Garcinia hombroniana.

Phytochemistry. 55(2000): 183–188.

Rukachaisirikul V, Saelim S, Karnsomchoke P, Phongpaichit S. 2005.

Friedolanostanes and Lanostanes from the Leaves of Garcinia hombroniana.

Journal Natural Product. 68:1222–1225.

Sales L, Pezuk JA, Borges KS, Brassesco M, Scrideli CA, Tone LG, Oliveira JC.

2015. Anticancer activity of 7-epiclusianone,a benzophenone from Garcinia

brasiliensis,in glioblastoma. BMC Complementary and Alternative Medicine.

15(1):1–8. doi: org/10.1186/s12906-015-0911-1.

Santoni A, Nurdin H, Manjang Y, Achmad SA. 2010. Isolasi dan Elusidasi Struktur

Triterpenoid Kulit Batang Surian Toona sinensis dan Uji Terhadap Hama

Crosidolomia pavonana. J. Ris. Kim. 3(2):103-111.

Sarker D, Latif Z, Gray I, Alexander. 2006. Natural Product Isolation. New Jersey

(US): Humana Press.

Sastrohamidjojo H. 2013. Dasar-Dasar Spektroskopi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Page 91: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

75

Sharma PB dan Handique PJ. 2015. Antioxidant properties, physico-chemical

characteristics and proximate composition of five wild fruits of Manipur,

India. Journal of Sci Technol. 52:894–902. doi: 10.1007/s13197-013-1128-2.

Sherma J dan Fried B. 2003. Handbook of Thin-Layer Chromatography edisi

ketiga. New York: Marcell Dekker.

Stark TD, Salger M, Frank O, Balemba OB, Wakamatsu J, Hofmann T. 2014.

Antioxidative Compounds from G. buchananii Stem Bark. Journal of Natural

Products. doi: 10.1021/np5007873.

Subarnas A, Diantini A, Abdulah R, Zuhrotun ADE, Nugraha PA, Hadisaputri YE,

Puspitasari IM. 2016. Apoptosis-mediated antiproliferative activity of

friedolanostane triterpenoid isolated from the leaves of Garcinia celebica

against MCF-7 human breast cancer cell lines. Biomedical report. 79–82. doi:

org/10.3892/br.2015.532.

Subarnas A, Diantini A, Abdulah R, Zuhrotun A, Yamazaki C, Nakazawa

M,Koyama H. 2012. Antiproliferative activity of primates-consumed plants

against MCF-7 human breast cancer cell lines. Biomedical report. 1(4):38–43.

Sukatta U, Takenaka M, Ono H, Okadome H, Sotome I, Nanayama K, ISobe S.

2013. Distribution of Major Xanthones in the Pericarp, Aril, and Yellow Gum

of Mangosteen (G. Mangostana Linn.) Fruit and Their Contribution to

Antioxidative Activity. 77(5):984–987. doi: 10.1271/bbb.120931.

Sun Y, Li D, Jia C, Xue C, Bai J, Li Z, Hua H. 2016. Three new xanthones from

the leaves of G. lancilimba. Journal of Natural Medicines. 70(2):173–178.

doi: org/10.1007/s11418-015-0950-4.

Supratman U. 2010. Elusidasi Struktur Senyawa Organik. Bandung: Widya

Padjajaran.

Suttirak W dan Manurakchinakorn S. 2014. In vitro antioxidant properties of

mangosteen peel extract. Journal Food Sci Technol. 51:3546–3558. doi:

10.1007/s13197-012-0887-5.

Suzery M dan Cahyono B. 2014. Evaluation of Cytotoxicity Effect of Hyptis

pectinata Poit (Lamiaceae) extracts using BSLT and MTT methods. Jurnal

Sains dan Matematika. 22(3): 84–88.

Tang YX, Fu WW, Wu R, Tan HS, Shen ZW, Xu HX. 2016. Bioassay-Guided

Isolation of Prenylated Xanthone Derivatives from the Leaves of G. oligantha.

Journal of Natural Products. 79(7):1752–1761. doi:

org/10.1021/acs.jnatprod.6b00137.

Page 92: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

76

Tang ZY, Xia ZX, Qiao SP, Jiang C, Shen GR, Cai MX, Tang XY. 2015. Four new

cytotoxic xanthones from G. nujiangensis. Fitoterapia. 102:109–114. doi:

org/10.1016/j.fitote.2015.02.011.

Trisuwan K dan Ritthiwigrom T. 2012. Benzophenone and xanthone derivatives

from the inflorescences of G. cowa. Archives of Pharmacal Research.

35(10):1733–1738. doi: org/10.1007/s12272-012-1004-z.

Tyagi AK, Agarwal C, Chan DC, Agarwal R. 2004. Synergistic anti-cancer effects

of silibinin with conventional cytotoxic agents doxorubicin, cisplatin and

carboplatin against human breast carcinoma MCF-7 and MDA-MB468 cells.

Oncology. 11:493–499.

Wei L, Lin M, Han B, Deng X, Hou W, Liao Q, Xie Z. 2016. The Comparison of

Cinnamomi Cortex and Cinnamomum burmannii Blume Using1H NMR and

GC-MS Combined with Multivariate Data Analysis. Food Analytical

Methods. 9(9):2419–2428. doi: org/10.1007/s12161-016-0418-5.

Widorini O dan Ersam T. 2014. Isolasi dan Identifikasi Senyawa 1-hidroksi-6,7-

dimetoksi-(3’,3’:2,3)-dimetilpiranosanton dari Ekstrak Metanol Kulit Batang

Garcinia cylindrocarpa. Sains Dan Seni Pomits. 1(1):1–6.

Wu W, Chen X, Liu Y, Wang Y, Tian T, Zhao X, Ruan H. 2016. Phytochemistry

Triterpenoids from the branch and leaf of Abies fargesii. Phytochemistry. 130:

301–312. doi: org/10.1016/j.phytochem.2016.07.001

Xia ZX, Zhang DD, Liang S, Lao YZ, Zhang H, Tan HS, Xu HX. 2012. Bioassay-

guided isolation of prenylated xanthones and polycyclic acylphloroglucinols

from the leaves of G. nujiangensis. Journal of Natural Products. 75(8):1459–

1464. doi: org/10.1021/np3003639.

Xia Z, Zhang H, Xu D, Lao Y, Fu W, Tan H, Xu H. 2015. Xanthones from the

leaves of G. cowa induce cell cycle arrest, apoptosis, and autophagy in cancer

cells. Molecules. 20(6):11387–11399. doi:org/10.3390/molecules200611387.

Zhang H, Dan Z, Ding Z, Lao Y, & Tan H. 2016. UPLC-PDA-QTOFMS-guided

isolation of prenylated xanthones and benzoylphloroglucinols from the leaves

of G. oblongifolia and their migration-inhibitory activity. Nature Publishing

Group. 6:1–12. doi: 10.1038/srep39369.

Zhang H, Tao L, Fu WW, Liang S, Yang YF, Yuan QH, Xu HX. 2014. Prenylated

benzoylphloroglucinols and xanthones from the leaves of G. oblongifolia with

antienteroviral activity. Journal of Natural Products. 77(4):1037–1046. doi:

org/10.1021/np500124e.

Page 93: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

77

Page 94: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

78

LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Nilai IC50 dari GC-2

GC-2 (μg/mL)

%sel hidup rata-

rata

%sel

hidup

IC50 (μg/mL) 1x 2x 3x

0 102.89 98.62 98.487 100

24.97

1 102.63 96.352 126.25 108.407

5 79.54 88.345 84.342 84.0747

10 70.86 68.19 68.594 69.2171

25 41.504 48.977 49.778 46.7527

50 2.4021 2.4021 13.078 5.96085

Perhitungan nilai IC50:

y = -1,9027x + 97,513

50 = -1,9027x + 97,513

50 – 97,513 = -1,9027x

x = −47,513

−1,9027

x = 24,9713

y = -1.9027x + 97.513R² = 0.9525

0

20

40

60

80

100

120

0 10 20 30 40 50 60

Ce

lls v

iab

ility

(%

)

GC (µg/ml)

GC

Page 95: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

79

Lampiran 2. Hasil Analisis LCMS GC-2

Waktu Retensi (Berat Molekul) = 2.66 (452)

Waktu Retensi (Berat Molekul) = 2.89 (454)

99.0 319.2 539.4 759.6 979.8 1200.0

Mass (m/z)

0

78.1

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

% In

ten

sit

yMariner Spec /70:72 (T /2.63:2.71) -55:64 (T -2.63:2.71) ASC=>NR(2.00)[BP = 453.4, 78]

453.39

435.39

186.48 306.43

257 317 377 437 497 557

Mass (m/z)

0

78.1

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

% In

ten

sit

y

Mariner Spec /70:72 (T /2.63:2.71) -55:64 (T -2.63:2.71) ASC=>NR(2.00)[BP = 453.4, 78]

453.39

454.43

454.06

436.37488.50313.19275.62

428 442 456 470 484 498

Mass (m/z)

0

78.1

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

% In

ten

sit

y

Mariner Spec /70:72 (T /2.63:2.71) -55:64 (T -2.63:2.71) ASC=>NR(2.00)[BP = 453.4, 78]

453.39

453.64

454.06435.39

455.52435.58493.55488.50445.49438.20431.26

99.0 319.2 539.4 759.6 979.8 1200.0

Mass (m/z)

0

50.8

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

% In

ten

sit

y

Mariner Spec /76:77 (T /2.86:2.90) -73:75 (T -2.86:2.90) ASC=>NR(2.00)[BP = 455.5, 51]

455.45

457.46177.04 246.80 492.67 912.02662.01

421.0 439.8 458.6 477.4 496.2 515.0

Mass (m/z)

0

50.8

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

% In

ten

sit

y

Mariner Spec /76:77 (T /2.86:2.90) -73:75 (T -2.86:2.90) ASC=>NR(2.00)[BP = 455.5, 51]

455.45

455.20

455.86

457.46438.20

490.37452.30

Page 96: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

80

Waktu Retensi (Berat Molekul) = 3.50 (454)

99.0 319.2 539.4 759.6 979.8 1200.0

Mass (m/z)

0

55.5

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

% In

ten

sit

yMariner Spec /93:94 (T /3.51:3.55) -85:88 (T -3.51:3.55) ASC=>NR(2.00)[BP = 455.5, 55]

455.46

437.40

456.70

490.51571.50177.03 292.79 383.75

403.0 439.6 476.2 512.8 549.4 586.0

Mass (m/z)

0

55.5

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

% In

ten

sit

y

Mariner Spec /93:94 (T /3.51:3.55) -85:88 (T -3.51:3.55) ASC=>NR(2.00)[BP = 455.5, 55]

455.46

437.40456.41

456.70438.24495.48

496.42 571.50472.52426.77

429.0 444.8 460.6 476.4 492.2 508.0

Mass (m/z)

0

55.5

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

% In

ten

sit

y

Mariner Spec /93:94 (T /3.51:3.55) -85:88 (T -3.51:3.55) ASC=>NR(2.00)[BP = 455.5, 55]

455.46

455.40

437.40456.41

456.70438.24495.48

437.88 457.69 496.42447.42 472.52 488.58483.30432.68

430.0 437.6 445.2 452.8 460.4 468.0

Mass (m/z)

0

55.5

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

% In

ten

sit

y

Mariner Spec /93:94 (T /3.51:3.55) -85:88 (T -3.51:3.55) ASC=>NR(2.00)[BP = 455.5, 55]

455.46

455.40

437.40456.41

456.70438.24

437.88 457.69447.42432.68

480.0 484.6 489.2 493.8 498.4 503.0

Mass (m/z)

0

6.5

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

% In

ten

sit

y

Mariner Spec /93:94 (T /3.51:3.55) -85:88 (T -3.51:3.55) ASC=>NR(2.00)[BP = 455.5, 55]

495.48

490.51

496.42

491.50

497.03492.25

488.58483.30

Page 97: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

81

Lampiran 3. Spektrum 1H NMR dari GC-2

Page 98: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

82

Page 99: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

83

Page 100: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

84

Page 101: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

85

Page 102: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

86

Page 103: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

87

Lampiran 4. Spektrum 13C NMR dari GC-2

Page 104: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

88

Page 105: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

89

Page 106: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

90

Page 107: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

91

BIODATA MAHASISWA

IDENTITAS PRIBADI

Nama Lengkap : Ambar Ilafah Ramadhan

Tempat Tanggal Lahir : Bogor, 16 Februari 1996

NIM : 11140960000063

Anak ke : 1 dari 2 bersaudara

Alamat Rumah

:

Jl. Pancasila V Kp. Parung Tanjung

RT.02/12 Desa Cicadas Kecamatan

Gunung Putri Kabupaten Bogor

Telp/HP : 089625799445

Email : [email protected]

Hobby/Keahlian (softskill) :

PENDIDIKAN FORMAL

Sekolah Dasar :

SDN 01 Wanaherang Lulus tahun

2008

Sekolah Menengah Pertama :

SMPN 01 Gunung Putri Lulus

tahun 2011

SLTA/SMK :

SMK Farmasi Annisa, Citeureup

Lulus tahun 2014

Perguruan Tinggi :

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Masuk tahun 2014

Page 108: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

92

PENDIDIKAN NON FORMAL

Kursus/Pelatihan

1. Tahsin Al-Qur’an Metode Qira’ati : No. Sertifikat -

2. Program Tahfidz LTTQ Fatullah : No. Sertifikat -

3. Pelatihan Keamanan dan

Kesalamatan Kerja di

Laboratorium Kimia

:

No. Sertifikat -

4. Pelatihan Kalibrasi dan Perawatan

Ph Meter dan Analytic Balance

: No. Sertifikat -

5. Training and Workshop of Perfect

Weighing Technology

: No. Sertifikat -

6. Pelatihan Karya Tulis Ilmiah

“Berkarya Tanpa Plagiarisme”

: No. Sertifikat -

Pengalaman Organisasi

1. Himpunan Mahasiswa Kimia

(HIMKA)

: Staff Ahli Kerohanian Islam Tahun

2015/2016

2. Himpunan Mahasiswa Kimia

(HIMKA)

: Staff Ahli Kerohanian Islam Tahun

2016/2017

3. Komisariat Dakwah (KOMDA)

FST LDK SYAHID

: Staff Ahli PSDM Tahun 2015/2016

4. Komisariat Dakwah (KOMDA)

FST LDK SYAHID

: Bendahara Umum Tahun

2016/2017

5. Lembaga Dakwah Kampus (LDK)

SYAHID UIN Syarif Hidayatullah

: Koordinator Biro Keuangan Tahun

2017/2018

6. 1000 Peduli Pendidikan :

Volunteer dan Sekretaris Tahun

2014-sekarang

Page 109: ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON …

93

PENGALAMAN KERJA

1. Praktek Kerja Lapangan (PKL) : PT. Tirta Investama (Danone Aqua)

(Bogor/2016)

2. Bimbel :

Bimbingan belajar di rumah

(Bogor/2017)

Ludjeng Master Bimbel (Tangerang

Selatan/2018)

3. Guru Tahfidz : RQ Al Jannah (Bogor/2017-

sekarang)

SEMINAR/LOKAKARYA

1. Seminar Syahid Expo 19 “Creation,

Passion and Nation”

: Mei/2015 Sertifikat Pemakalah

(ada)

2. Seminar Nasional “Strengthening

Halal Industry toward Indonesia as

the Leading of Global Lifestyle

Center”

:

April/2018 Sertifikat Pemakalah

(ada)