Upload
astri-amino
View
1.123
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS INDIVIDU
ILMU TEKNOLOGI PANGAN
Penentuan Kualitas Pangan dan Uji Organoleptik
Pada Daging
Dosen Pengampu : Fitriyono Ayustaningwarno, S.TP., M.Si.
disusun oleh :
Astri Pratiwi
NIM 22030111120002
PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.,
Alhamdulillah puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah
meridhoi dan memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah
“Penentuan Kualitas pangan dan Uji Organoleptik pada Daging” ini dapat
diselesaikan.
Makalah “Penentuan Kualitas pangan dan Uji Organoleptik pada Daging” ini
dibuat untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah yang dilaksanakan di
Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro bagi
mahasiswa semester II yaitu Ilmu Teknologi Pangan dengan beban 3 SKS.
Dalam penulisan makalah ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
beberapa pihak yang secara langsung dan tidak secara langsung membantu
menyelesaikan penulisan laporan ini, dengan segala ketulusan hati penulis
ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat dan barokah-Nya.
2. Ibu Ninik Rustanti, STP., M.Si., selaku dosen Ilmu Teknologi.
3. Bapak Fitriyono Ayustaningwarno, STP., M.Si., selaku dosen Ilmu
Teknologi Pangan.
4. Kedua orang tua, ayah dan ibu yang selalu membantu, mendukung, dan
mendoakan.
5. Teman-teman mahasiswa program studi Ilmu Gizi.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan sehingga makalah “Penentuan
Kualitas pangan dan Uji Organoleptik pada Daging” ini jauh dari sempurna,
saran dan kritik yang diberikan sangat berharga dalam penyelesaian laporan
ini sehingga menjadi lebih baik dari semua tahapan penulisannya. Terakhir,
penulis berharap agar sehingga makalah “Penentuan Kualitas pangan dan Uji
Organoleptik pada Daging” ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
khususnya dan pembaca umumnya.
Semarang, 24 April 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Daging adalah bagian tubuh ternak yang telah disembelih dan layak untuk
dikonsumsi (edible). Daging merupakan salah satu hasil ternak yang tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai bahan pangan,daging dapat
menimbulkan kepuasan atau kenikmatan bagi yang memakannya karena
kandungan gizinya lengkap seperti protein hewani, air, energi, vitamin dan
mineral, sehingga keseimbangan gizi untuk hidup dapat terpenuhi.
Daging mempunyai nilai gizi yang tinggi. Karena kandungan gizi yang
tinggi tersebut, daging merupakan media yang baik untuk pertumbuhan dan
perkembangan kuman, baik kuman yang menyebabkan kerusakan pada dan
daging maupun kuman yang menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia
yang mengonsumsi produk ternak tersebut. Kuman dapat terbawa sejak ternak
masih hidup atau masuk di sepanjang rantai pangan hingga ke piring
konsumen. Selain kuman, cemaran bahan berbahaya juga mungkin ditemukan
dalam pangan asal ternak, baik cemaran hayati seperti cacing, cemaran kimia
seperti residu antibiotik, maupun cemaran fisik seperti pecahan kaca dan
tulang. Berbagai cemaran tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan
pada manusia yang mengonsumsinya.
Penilaian organoleptik yang disebut juga penilaian indera atau penilaian
sensorik merupakan suatu cara penilaian yang sudah sangat lama dikenal dan
masih sangat umum digunakan. Metode penilaian ini banyak digunakan karena
dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Dalam beberapa hal penilaian
dengan indera bahkan memeliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan
alat ukur yang paling sensitif. Indera yang berperan dalam uji organoleptik
adalah indera penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran.
Penerapan penilaian organoleptik pada prakteknya disebut uji
organoleptik yang dilakukan dengan prosedur tertentu. Uji ini akan
menghasikan data yang penganalisisan selanjunya menggunakan metode
statistika. Uji organoleptik dilakukan oleh beberapa panelis terpilih yang akan
menguji produk yang diteliti.
Klasifikasi mutu digunakan untuk standar kualitas, pelayanan pada
konsumen, penggunaan produk yang berbeda, dan untuk menghadapi
keragaman produk dalam bidang usaha. Bahan makanan yang berasal dari
ternak seperti daging mengandung kadar zat makanan yang berkualitas tinggi
sebab hampir semua zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia ada
dalam daging. Kualitas daging dipengaruhi oleh banyak faktor dan faktor
tersebut dapat dikontrol, dimanipulasi dan dikuasai atau dimanfaatkan oleh
manusia untuk menciptakan daya guna dan hasil guna yang optimal. Warna,
keempukan tekstur, flavour (rasa), aroma, jus daging (juiciness) merupakan
faktor yang utama dalam menentukan kualitas daging.
Sifat mutu organoleftik setiap bahan atau produk pangan memiliki
kekhasan tersendiri yang membedakannya dengan bahan atau produk pangan
lain. Sifat organoleftik bahan segar berbeda dengan pangan olahan. Perubahan
yang terjadi pada sifat mutu ini menandakan bahwa sudah terjadi penurunan
mutu atau penyimpangan organoletik dari bahan atau produk pangan. Begitu
juga dengan daging, daging sapi sifat khasnya berbeda dengan daging kerbau,
daging babi, daging kuda, dan daging lainnya.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa pengertian kualitas pangan dan uji organoleptik ?
1.2.2. Apa faktor yang memepengaruhi kualitas daging ?
1.2.3. Bagaimana cara menentukan kualitas pangan pada daging ?
1.2.4. Apa hubungan uji organoleptik dengan penentuan kualitas pangan
pada daging ?
1.2.5. Bagaimana pengawasan mutu daging di Indonesia ?
1.3. Tujuan Penulisan Makalah
1.3.1. Dapat mengetahui pengertian kualitas pangan dan uji
organoleptik.
1.3.2. Dapat mengetahui faktor yang berpengaruh pada kualitas daging.
1.3.3. Dapat menentukan kualitas pangan pada daging.
1.3.4. Dapat mengetahui hubungan uji organoleptik dengan penentuan
kualitas pangan pada daging.
1.4. Manfaat Penulisan Makalah
Manfaat penulisan makalah ini baik untuk pembaca maupun penulis
adalah dapat menambah pengetahuan tentang tata cara menentukan kualitas
pangan dan uji organoleptik pada daging serta dapat menentukan mana daging
yang layak dikonsumsi dengan yang tidak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Kualitas Pangan dan Uji Organoleptik
Kualitas pangan merupakan seperangkat sifat atau faktor pada produk
pangan yang membedakan tingkat pemuas atau aseptabilitas produk itu bagi
pembeli atau konsumen. Mutu pangan bersifat multi dimensi dan mempunyai
banyak aspek. Aspek-aspek mutu pangan tersebut antara lain adalah aspek
gizi (kalori, protein, lemak, mineral, vitamin, dan lain-lain); aspek selera
(indrawi, enak, menarik, segar); aspek bisnis (standar mutu, kriteria mutu); serta
aspek kesehatan (jasmani dan rohani). Kepuasan konsumen berkaitan dengan
mutu.[12]
Klasifikasi mutu digunakan untuk standar kualitas, pelayanan pada
konsumen, penggunaan produk yang berbeda, dan untuk menghadapi
keragaman produk dalam bidang usaha. Sedangkan unsur mutu dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu sifat mutu, parameter mutu, dan faktor mutu. Parameter
mutu adalah gabungan dari dua atau lebih sifat mutu yang menjadi suatu
ukuran. Sedangkan faktor mutu adalah sesuatu yang berkaitan dengan produk
tetapi tidak bisa diukur dan dianalisa oleh peralatan apapun juga. [12]
Ada enam sifat mutu, yaitu dasar penilaian mutu, kepentingan
(standarisasi, uji mutu, sertifikasi, dan penggunaan produk), sifat subyektif
(morfologi, fisik, mekanik, kimiawi, mikrobiologi, fisiologik, dan anatomi), aspek
penting (cacat, pencemaran atau pemalsuan, sanitasi), serta sanitasi
(merupakan tiang mutu).[12]
Penilaian organoleptik yang disebut juga penilaian indera atau penilaian
sensorik merupakan suatu cara penilaian yang sudah sangat lama dikenal dan
masih sangat umum digunakan.[8,12] Metode penilaian ini banyak digunakan
karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Dalam beberapa hal
penilaian dengan indera bahkan memeliki ketelitian yang lebih baik
dibandingkan dengan alat ukur yang paling sensitif. Penerapan penilaian
organoleptik pada prakteknya disebut uji organoleptik yang dilakukan dengan
prosedur tertentu. Uji ini akan menghasikan data yang penganalisisan
selanjunya menggunakan metode statistika.
Sistem penilaian organoleptik telah dibakukan dan dijadikan alat penilaian
di dalam Laboratorium. Penilaian organoleptik juga telah digunakan sebagai
metode dalam penelitian dan pengembangan produk, dalam hal ini prosedur
penilaian memerlukan pembakuan yang baik dalam cara penginderaan maupun
dalam melakukan analisis data.
Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera penglihatan,
penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran. Panel diperlukan untuk
melaksanakan penilaian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat
sensorik suatu komoditi, panel bertindak sebagi instrumen atau alleptik.
Uji organoleptik dapat digunakan untuk menguji bau, rasa, dan warna. Uji ini
menggunakan indera peraba, pembau, penglihatan, dan pencicip untuk
memberikan penilaian.[8] Oleh karena itu uji ini bersifat subyektif, dalam arti
penilaian yang diberikan oleh setiap orang dapat berbeda-beda sesuai dengan
kondisi orang tersebut walaupun dengan produk yang sama dan pada waktu
yang sama. Orang atau sekelompok orang yang mempunyai tugas untuk
memberikan penilaian disebut sebagai panelis.
Panelis dibedakan menjadi 5 yaitu :
1. Panelis perorangan
2. Panel terbatas
3. Panelis terlatih (7-15 orang)
4. Panel setengan terlatih (15-25 orang)
5. Panel tidak terlatih (lebih dari 25 orang)
Sifat mutu organoleftik setiap bahan atau produk pangan memiliki
kekhasan tersendiri yang membedakannya dengan bahan atau produk pangan
lain. Sifat organoleftik bahan segar berbeda dengan pangan olahan. Perubahan
yang terjadi pada sifat mutu ini menandakan bahwa sudah terjadi penurunan
mutu atau penyimpangan organoleftik dari bahan atau produk pangan.
Kebersihan proses menguji sangat tergantung padda beberapa faktor
yaitu persipan sampel yang akan diuji , kesiapan mental dan kesehatan panelis,
waktu pengujian, persiapan ruang (bilik) pengujian, jumlah sampel , tingkat
keterampilan panelis, jenis panelis dan lembaran format uji (score sheef).
Lembaran format uji merupakan yang harus diperhatikan, karna kekeliruan
dalam merancang format uji dapat menyebabkan tujuan dan sasaran pengujian
tidak tercapai.[2]
Metode yang digunakan untuk uji organoleptik dalam beberapa penelitian
biasanya adalah uji hedonik. Panelis diminta untuk memberikan kesan suka
atau tidak suka terhadap suatu karakteristik mutu yang disajikan dan kemudian
dilanjutkan dengan tingkat kesukaannya. Tingkat kesukaan skala hedonik
berkisar antara amat sangat suka sampai amat sangat tidak suka.[8]
2.2. Penentuan Kualitas Pangan pada Daging dengan Uji Organoleptik
Daging adalah bagian tubuh ternak yang telah disembelih dan layak untuk
dikonsumsi (edible). Daging merupakan salah satu hasil ternak yang tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai bahan pangan,daging dapat
menimbulkan kepuasan atau kenikmatan bagi yang memakannya karena
kandungan gizinya lengkap seperti protein hewani, air, energi, vitamin dan
mineral, sehingga keseimbangan gizi untuk hidup dapat terpenuhi.[5]
Bahan makanan yang berasal dari ternak seperti daging mengandung
kadar zat makanan yang berkualitas tinggi sebab hampir semua zat makanan
yang dibutuhkan oleh tubuh manusia ada dalam daging. Kualitas daging
dipengaruhi oleh banyak faktor dan faktor tersebut dapat dikontrol, dimanipulasi
dan dikuasai atau dimanfaatkan oleh manusia untuk menciptakan daya guna
dan hasil guna yang optimal.[10,11,13]
Uji kualitas daging dapat berupa :[13]
a. Pengujian secara organoleptik
Pengujian terhadap kualitas daging yang dapat dilakuakn dengan
menggunakan indera manusia, seperti uji warna, bau, rasa, tekstur.
b. Pengujian secara fisik
Pengujian terhadap kualitas daging yang dapat dilakuakn dengan
menggunakaninstrumen fisik, seperti pH meter, tenderometer,
refraktometer, thermometer.
c. Pengujian secara kimiawi
Pengujian terhadap kualitas daging yang dilakuakn untuk menentukan
komposisi kimia dan gizi seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin,
mineral. Selain itu juga bias digunakan untuk mengetahui adanya zat
additive, misalnya penambahan hormone, bahan pengawet, serta
pencemaran logam berat pada daging.
d. Pengujian secara mikrobiologik
Pengujian terhadap kualitas daging yang dilakuakn untuk menentukan
jenis dan jumlah mikrobia pada daging, sebab daging merupakan
bahan pangan yang mudah rusak (perishable food). Uji mikrobiologik
ini dilakukan dengan harapan supaya daging yang di jual tidak
mengandung bakteri E.Coli dan Patoghen.
Sifat organoleptik, terutama pada daging segar, merupakan aspek yang
penting diperhatikan. Hal ini berkaitan dengan pertimbangan konsumen dalam
memilih daging. Biasanya konsumen akan lebih mudah memilih daging melalui
penampilan secara fisik yang meliputi warna, tekstur, kekilapan, kebasahan
serta intensitas aroma daging segar. Penampilan daging banyak dipengaruhi
oleh faktor selama pemeliharaan, penanganan sebelum pemotongan hingga
penanganan setelah pemotongan.[1,14]
Faktor yang dapat mempengaruhi penampilan daging selama proses
sebelum pemotongan adalah perlakuan transportasi dan istirahat yang dapat
menentukan tingkat cekaman (stress) pada ternak yang pada akhirnya akan
menentukan kualitas daging yang dihasilkan. Faktor penanganan setelah
pemotongan yang telah diteliti dapat mempengaruhi kualitas daging adalah
perlakuan stimulasi listrik.[6,7,14] Selain itu injeksi kalsium klorida (CaCl2)
diketahui dapat pula mempengaruhi kualitas daging sapi. [14]
Pada umumnya, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme
pada daging ada dua macam, yaitu (a). Faktor intrinsik termasuk nilai nutrisi
daging, keadaan air, pH, potensi oksidasi-reduksi dan ada tidaknya substansi
pengahalang atau penghambat; (b). Faktor ekstrinsik, misalnya temperatur,
kelembaban relatif, ada tidaknya oksigen dan bentuk atau kondisi daging.[1,2]
Temperatur merupakan faktor yang harus diperhatikan untuk mengatur
pertumbuhan bakteri sebab semakin tinggi temperatur semakin besar pula
tingkat pertumbuhannya. Demikian juga kadar pH ikut mempengaruhi
pertumbuhan bakteri, hamper semua bakteri tumbuh secara optimal pada pH 7
dan tidak akan tumbuh pada pH 4 atau diatas pH 9. Setelah penyembelihan pH
daging turun menjadi 5,6-5,8, pada kondisi ini bakteri asam laktat dapat tumbuh
dengan baik dan cepat. Untuk berkembang biak, bakteri membutuhkan air, jika
terlalu kering bakteri tersebut akan mati.[3] Zat-zat organik, Gas, CO2 penting
aktivitas metaboliknya. pH, kebanyakan bakteri tumbuh dengan baik pada
medium yang netral (pH 7,2-7,6). Temperatur, bakteri akan tumbuh optimal
pada suhu tubuh ± 370 C.[3]
Terdapat beberapa cara untuk mempertahankan bahkan menambah
karakteristik organoleptik produk daging, misal pada daging unggas digunakan
pewarna Seitan. Dalam sebuah penelitian, produk daging unggas yang
dagingnya diberi pewarna alami dengan Seitan, berasal dari ‘Red Yeast Rice’
seperti ekspreimen aplikasi bahan alami untuk manufaktur buncis, keju, dan
produk daging, menunjukkan dengan pasti konsentrasi pigmen alami ini
berpengaruh positif terhadap karakteristik organoleptik dan meningkatkan
kulaitas produk. Pewarna seitan juga dapat mengembangkan rasa spesial dan
meningkatkan konsistensi produk.[9]
Di India, daging kerbau sangat ketat dijaga kandungan nutrisi dan
kualitasnya. Jika kualitas daging kerbau tesebut memburuk, maka daging
kerbau akan diawetkan dengan dimasukkan ke dalam refrigerator yang akan
berpengaruh terhadap kesehatan konsumen. Karenanya dalam sebuah
penelitian, daging sampel dari enam belas kerbau yang berusia lima tahun
dianalisis kesegarannya dimulai pada 0 hari, setelah 4 dan 7 hari di chiller (4±1O
C) dan 4, 7, 14, 30, 60, dan 75 hari di freezer (-10±1OC) di refrigerator dosmetik.
Nilai ERV (Extract Release Volume), WHC (Water Holding Capacity), dan
komposisinya kurang lebih menurun seiring dengan peningkatan lama
penyimpanan. Sedangkan pH, TBA (Thio Barbituric Acid), tyrosine, chilling loss,
drip loss, menunjukkan peningkatan. Penyimpanan chiller meningkat tetapi
freezer menurunkan jumlah mikroba (SPC, PC, Colifroms). Sedangkan tekstur,
keempukan, dan juiciness menunjukkan peningkatan. Dapat disimpulkan
bahwa penyimapanan dengan periode 4 hari di chiller dan 30 hari di freezer
dapat meningkatkan kulitas daging kerbau.[4]
Produk fermentasi adalah produk yang ditingkatkan kualitasnya yang
mempunyai kandungan gizi yang tinggi, umur simpan, dan mudah dicerna, dan
sangat cocok dengan traktus intestinal. Kualitas organoleptik dari produk ini
lebih tinggi secara umum pada flavour, rasa, aroma, dan warna. Untuk produksi
produk fermentasi, digunakan bakteri culture seperti strain Bakteri Asam Laktat
(BAL), kebanyakan daging menggunakan starter culuter seperti Lactobacillus
pentosus, L. casei, L. curvetus, L. planterum, L. sakei, Pediococcus acidilactici
dan P. pentosaceus. Makanan ini juga dimungkinkan untuk produksi biogenik
amina, biogenik amina yang banyak ditemukan di daging dan produk daging
adalah tyramine, cadaverine, putrescine, dan juga histamin. Pembentuka
bioamis ini dapan meningkatkan fungsi dari makanan selain penambahan
nutrisi. Produk fermentasi daging dapat disimpan dalam jangka waktu yang
lama.[15]
2.3. Kualitas Mutu Daging
Kualitas mutu daging terbagi menjadi dua yaitu mutu daging baik dan
mutu daging tidak baik.[13]
2.3.1. Kualitas daging yang baik.[13]
Kriteria yang dipakai sebagai pedoman untuk menentukan kualitas
daging yang layak konsumsi adalah :
a. Keempukan daging ditentukan oleh kandungan jaringan ikat.
Semakin tua usia hewan susunan jaringan ikat semakin banyak
sehingga daging yang dihasilkan semakin liat. Jika ditekan dengan
jari daging yang sehat akan memiliki konsistensi kenyal.
b. Kandungan lemak (marbling) adalah lemak yang terdapat diantara
serabut otot (intramuscular). Lemak berfungsi sebagai pembungkus
otot dan mempertahankan keutuhan daging pada waktu dipanaskan.
Marbling berpengaruh terhadap citra rasa.
c. Warna daging bervariasi tergantung dari jenis hewan secara genetik
dan usia, misalkan daging sapi potong lebih gelap daripada daging
sapi perah, daging sapi muda lebih pucat daripada daging sapi
dewasa.
d. Rasa dan aroma dipengaruhi oleh jenis pakan. Daging berkualitas
baik mempunyai rasa gurih dan aroma yang sedap.
e. Kelembaban : Secara normal daging mempunyai permukaan yang
relatif kering sehingga dapat menahan pertumbuhan mikroorganisme
dari luar. Dengan demikian mempengaruhi daya simpan daging
tersebut.
Pada sampel daging segar yang diperiksa akan menunjukkan daging
tersebut masih segar jika dilihat dari pemeriksaan secara organoleptik. Dimana
baik penampilan, warna, tekstur dan konsistensinya masih memenuhi kriteria
daging yang masih segar. Pada sampel daging dingin yang diperiksa setelah 24
jam menunjukkan bahwa daging tersebut belum terjadi pembusukan, pada
daging beku yang diperiksa setelah 7 hari juga menunjukkan belum terjadinya
pembusukan. Sampel daging busuk menunjukkan perubahan yang sangat
jelas, dimana bau sudah menjadi amis, warna merah kehitaman, berlendir dan
tekstur licin akibat pengeluaran lendir.[13]
Warna daging pada daging segar disebabkan oleh adanya pigmen merah
keunguan yang disebut myoglobin yang berikatan dengan oksigen yang struktur
kimianya hampir sama dengan haemoglobin. Tekstur dan konsistensi dari
daging sangat ditentukan oleh protein-protein penyusunnya.[2]
Warna daging yang baru diiris biasanya merah ungu gelap. Warna
tersebut berubah menjadi terang (merah ceri) bila daging dibiarkan terkena
oksigen, perubahan warna merah ungu menjadi terang tersebut bersifat
reversible (dapat balik). Namun, jika daging tersebut terlalu lama terkena
oksigen maka warna merah terang akan berubah menjadi cokelat.[2]
Mioglobin merupakan pigmen berwarna merah keunguan yang
menentukan warna daging segar, mioglobin dapat mengalami perubahan
bentuk akibat berbagai reaksi kimia. Bila terkena udara, pigmen mioglobin akan
teroksidasi menjadi oksimioglobin yang menghasilkan warna merah terang.
Oksidasi lebih lanjut dari oksimioglobin akan menghasilkan pigmen
metmioglobin yang berwarna cokelat. Timbulnya warna coklat menandakan
bahwa daging telah terlalu lama terkena udara bebas, sehingga menjadi rusak.[2]
2.3.2. Kualitas daging yang tidak baik[13]
Bau dan rasa tidak normal akan segera tercium sesudah hewan
dipotong. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya kelainan sebagai berikut :
a. Hewan sakit terutama yang menderita radang bersifat akut pada
organ dalam yang akan menghasilkan daging berbau seperti
mentega tengik.
b. Hewan dalam pengobatan terutama dengan pengobatan antibiotik
akan menghasilkan daging yang berbau obat-obatan.
c. Warna daging tidak normal tidak selalu membahayakan kesehatan,
namun akan mengurangi selera konsumen.
d. Konsistensi daging tidak normal yang ditandai kekenyalan daging
rendah (jika ditekan dengan jari akan terasa lunak) dapat
mengindikasikan daging tidak sehat, apabila disertai dengan
perubahan warna yang tidak normal maka daging tersebut tidak
layak dikonsumsi.
e. Daging busuk dapat menganggu kesehatan konsumen karena
menyebabkan gangguan saluran pencernaan. Pembusukan dapat
terjadi karena penanganan yang kurang baik pada waktu
pendinginan, sehingga kativitas bakteri pembusuk meningkat, atau
karena terlalu lama dibiarkan ditempat terbuka dalam waktu relatif
lama pada suhu kamar, sehingga terjadi proses pemecahan protein
oleh enzim-enzim dalam daging yang menghasilkan amonia dan
asam sulfit.
Adapun ciri-ciri daging yang busuk berdasarkan aktivitas bakteri antara
lain sebagai berikut :[3]
a. Daging kelihatan kusam dan berlendir. Pada umumnya disebabkan oleh
bakteri dari genus Pseudomonas, Achromobacter, Streptococcus,
Leuconostoc, Bacillus dan Micrococcus.
b. Daging berwarna kehijau-hijauan (seperti isi usus). Pada umumnya
disebabkan oleh bakteri dari genus Lactobacillus dan Leuconostoc.
c. Daging menjadi tengik akibat penguraian lemak. Pada umumnya
disebabkan oleh bakteri dari genus Pseudomonas dan Achromobacter.
d. Daging memberikan sinar kehijau-hijauan. Pada umumnya disebabkan
oleh bakteri dari genus Photobacterium dan Pseudomonas.
e. Daging berwarna kebiru-biruan. Pada umumnya disebabkan oleh bakteri
Pseudomonas sincinea.
Ciri-ciri daging sapi berbeda dengan daging lainnya seperti daging babi,
kerbau, kuda, maupun unggas karena setiap daging mempunya sifat khas
tersendiri. Sifat khas tersebut antara lain :
Jenis Daging Keterangan
Daging Sapi a. Warna merah pucat, merah keungu-
unguan atau kecoklatan dan akan
berubah menjadi warna chery bila
daging tersebut kena oksigen,
b. Serabut daging halus tapi tidak
mudah hancur dan sedikit berlemak,
c. Konsistensi liat, jika saat dicubit
seratnya terlepas maka daging sudah
tidak baik,
d. Lemak berwarna kekuning-kuningan,
e. Bau dan rasa aromatis.
Daging Kerbau a. Warna lebih merah dari daging sapi
b. Serabut otot kasar dan lemaknya
berwarna putih
c. Rasanya hampir sama dengan daging
sapi
d. Pada umumnya liat, karena umumnya
disembelih pada umur tua.
Daging Kuda a. Warna daging merah kecoklatan, bila
terkena udara luar berubah menjadi
lebih gelap.
b. Serabut lebih kasar dan panjang
c. Diantara serabut tidak ditemukan
lemak
d. Konsistensi padat
e. Lemak berwarna kuning emas,
dengan konsistensi lunak karena
banyak mengandung oleine.
Daging Domba a. Warna merah muda.
b. Daging terdiri dari serat-serat halus
yang sangat rapat jaringanya.
c. Konsistensi cukup padat.
d. Diantara otot-otot dan dibawah kulit
terdapat banyak lemak.
e. Lemak berwarna putih.
f. Bau sangat khas pada daging domba
jantan.
Daging Kambing a. Daging berwarna lebih pucat dari
daging domba
b. Lemak berwarna putih
c. Daging kambing jantan berbau khas
Daging Babi a. Daging berwarna pucat hingga merah
muda
b. Otot punggung yang banyak
mengandung lemak, biasanya
nampak kelabu putih
c. Daging berserat halus, konsistensi
padat dan baunya spesifik
d. Pada umur tua, daging babi berwarna
lebih tua, sedikit lemak dan serabut
kasar
e. Lemak jauh lebih lembek dibanding
lemak sapi atau kambing
Daging Ayam a. Warna daging umumnya putih pucat
b. Serat daging halus
c. Konsistensi kurang padat
d. Diantara serat daging tidak terdapat
lemak
e. Warna lemak ke kuning-kuningan
dengan konsistensi lunak
f. Bau agak amis sampai tidak berbau.
Daging Bebek a. Jangan pilih daging bebek jika kulit
dan dagingnya berwarna kebirua
bahkan agak hijau dan aroma yang
kurang sedap, hal itu menandakan
kondisi daging bebek sudah tidak
layak lagi untuk disantap.
b. Daging bebek lebih liat dan basah,
tetapi rasanya gurih dibandingkan
dengan daging unggas lain.
c. Daging bebek memiliki aroma yang
lebih amis, sehingga penangannya
tentu lebih rumit dibandingkan daging
ayam. Untuk mengempukkan
dagingnya yang liat serta
menghilangkan aroma amis yang
menyengat, dibutuhkan waktu dan
pengalaman memasak.
Daging Kalkun Daging kalkun teksturnya jauh lebih
keras dibandingkan dengan daging
ayam negeri.
2.4. Pengawasan Kualitas Daging di Indonesia
Daging merupakan suatu bahan pangan yang sifatnya mudah rusak
(perishable food). Hal ini dikarenakan daging merupakan media yang disukai
oleh mikroorganisme, karena memiliki kadar air yang tinggi dan mengandung
protein yang tinggi sehingga mudah terkontaminasi. Maka dari itu perlu adanya
pengawasan terhadap kualitas daging untuk melindungi masyarakat atau
konsumen supaya mengkonsumsi daging yang memenuhi syarat kesehatan,
mutu, gizi dan sesuai dengan keyakinan masyarakat. Untuk memperoleh
kualitas daging yang bermutu tidak hanya mengandalkan pengujian akhir di
laboratorium saja, tetapi juga diperlukan adanya penerapan sistem jaminan
mutu dan sistem manajemen lingkungan, atau penerapan analisis bahaya dan
titik kendali kritis, yaitu (HACCP-Hazard Analysis and Critical Control Point) dan
SNI (Standar nasional Indonesia).
HACCP ini merupakan suatu sistem pengawasan yang bersifat mencegah
(preventif) terhadap kemungkinan terjadinya keracunan atau penyakit melalui
makanan. HACCP ini memiliki 3 tahap pendekatan yang penting dalam
pengawasan dan pengendalian mutu produk pangan yaitu: keamanan pangan,
kesehatan, dan kecurangan ekonomi yang berupa tindakan penyelewengan
yang dapat merugikan konsumen. Dengan adanya HACCP ini diharapkan
kualitas daging dapat terjaga karena telah ada system HACCP.
SNI memberikan pedoman tentang bagaimana suatu organisasi dapat
menghasilkan produk yang bermutu, dengan kualitas yang tinggi. Dalam SNI
biasanya dijelaskan atau disebutkan mengenai standarisasi kualitas pangan
baik secara organoleptis, fisik, kimiawi maupun mikrobiologik pangan yang
layak atau aman untuk di konsumsi. Dengan adanya standarisasi yang telah
diuji diharapkan daging yang berada diatas batas normal yang telah disebutkan
dalam SNI ini sebaiknya tidak layak untuk dikonsumsi.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Uji organoleptik merupakan uji menggunakan sensori yang digunakan
sebagai salah satu metode penelitan untuk menentukan kualitas pangan.
Kualitas pangan merupakan seperangkat sifat atau faktor pada produk pangan
yang membedakan tingkat pemuas atau aseptabilitas produk itu bagi pembeli
atau konsumen.
Kualitas daging dipengaruhi oleh banyak faktor dan faktor tersebut dapat
dikontrol, dimanipulasi dan dikuasai atau dimanfaatkan oleh manusia untuk
menciptakan daya guna dan hasil guna yang optimal. Biasanya konsumen akan
lebih mudah memilih daging melalui penampilan secara fisik atau diuji
organoleptik yang meliputi warna, tekstur, kekilapan, kebasahan serta
intensitas aroma daging segar. Penampilan daging banyak dipengaruhi oleh
faktor selama pemeliharaan, penanganan sebelum pemotongan hingga
penanganan setelah pemotongan.
Pengawasan mutu daging di Indonesia menggunkan (HACCP-Hazard
Analysis and Critical Control Point) dan SNI (Standar nasional Indonesia).
3.2. Saran
3.2.1. Pilihlah daging yang segar dengan beberapa ciri yang telah
disebutkan diatas.
3.2.2. Untuk mempertahankan kualitas daging dapat digunakan freezer.
DAFTAR PUSTAKA
1. A.Nasiru, B.F. Muhammad, Z. Abdullahi. Effect of Cooking Time and
Potash Concetration on Organoleptic Properties of Red and White Meat.
Journal of Food Technology 9 (4) : 199-123 © Medwell Journal ; 2011.
2. Astawan, M. Mengapa Kita Perlu Makan Daging. Insitut Pertanian Bogor :
Departemen Teknologi Pangan dan Gizi ; 2004.
Avaiable from :
http://www.gizi.net
3. Constantin Moldovanu, Cornel Laslo. Physicochemical and
Microbiological Research on Characteristics of Meat Products During
Storage in The Membrane Depending on The Quality of Raw Materials.
ABAH Bioflux Volume 2, Issue 2 ; 2010.
4. G. Kandeepan, S. Biswas. Effect of Low Temperature Preservation on
Quality and Shelf Life of Buffalo meat. American Journal of Food
Technology 2 (3) : 126-135 © Academic Jurnal ; 2007.
5. Hafid H. Strategi Pengembangan Peternakan Sapi Potong di Sulawesi
Tenggara dalam Mendukung Pencapain Swasembada Daging Nasional.
Kendari : Universitas Haluoelo ; Orasi Ilmiah Pengukuhan Guru Besar
2008.
6. Ho, C. Y. , M. M. Stromer & R. M. Robson. Effects of electrical stimulation
on postmortem titin, nebulin, desmin, and troponin-t degradation and
ultrastructural changes in bovine longissimus muscle. Journal Animal
Science 74:1563-1575 ; 1996.
7. Lee, S., P. Polidori, R. G. Kauffman & B. C. Kim. Low-voltage electrical
stimulation effects on proteolysis and lamb tenderness. Journal Food
Science 65: 786-790 ; 2000.
8. Meilgaard, M., Civille G.V., Carr B.T. Sensory Evaluation Techniques.
Boca Raton, Florida: CRC Press ; 2000.
9. P. Maľa, M. Baranová, D. Marcinčáková, J. Nagy. Organoleptic Evaluation
of Poultry Meat Products with Wheat Protein – Seitan, Coloured by
Microbial Natural Pigment. University of Veterinary Medicine :
Komenského ; Assam University Journal of Science & Technology Vol 5
No.1 ; 2010.
10. Rugayah N. Studi kandungan Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) pada daging
sapi dan kambing. Jurnal Ilmiah Santina 3(4) ; 2006.
11. Rugayah N. Keempukan daging sapi pada lama pelayuan dan jenis otot
yang berbeda. Jurnal Penelitian Mimbar Akademik XVIII : 28 ; 2008.
12. Soekarto, S. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Jakarta : Bharata Karya Aksara ; 2002.
13. Soeparno. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press ; 1998.
14. T. Suryati, M. Astawan, T. Wresdiyati. Karakteristik Organoleptik Daging
Domba yang Diberi Stimulasi Listrik Voltase Rendah dan Injeksi Kalsium
Klorida. Jurnal Ilmiah Media Peternakan IPB SK Dikti No:
56/DIKTI/Kep/2005. April 2006.
15. V.P. Singh, V. Pathak, Akhilesh K. Verma. Fermented meat Product :
Organoleptic Qualities and Biogenis Amines- a Review. American Journal
of Food Technology 7 (5) : 278-288 ISSN 1557-4571 ; 2012.