21
BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Posyandu Lansia a. Pengertian Posyandu Lansia atau Kelopok Usia Lanjut (POKSILA) adalah suatu wadah pelayanan bagi usia lanjut di masyarakat, dimana proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah dan non-pemerintah, swasta, organisasi sosial dan lain-lain, dengan menitik beratkan pelayanan pada upaya promotif dan preventif (Soekidjo Notoatmodjo, 2007 : 290) Usia lanjut atau lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, yang secara fisik terlihat berbeda dengan kelompok umur lainnya (Depkes RI, 2003 : 100). b. Dasar Hukum Pembinaan usia lanjut di Indonesia dilaksanakan berdasarkan beberapa undang-undang dan peraturan sebagai dasar dalam menentukan kebijaksanaan pembinaan. Dasar hukum/ketentuan perundangan dan peraturan dimaksud adalah: (1) UU No. 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan, (2) UU No. 36 tahun 2009 pasal 138 tantang kesehatan usia lanjut, (3) UU No. 13 tahun 1998 9

Jtptunimus Gdl Erniriyono 5633 3 Babii

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Jtptunimus Gdl Erniriyono 5633 3 Babii

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori

1. Posyandu Lansia

a. Pengertian

Posyandu Lansia atau Kelopok Usia Lanjut (POKSILA) adalah

suatu wadah pelayanan bagi usia lanjut di masyarakat, dimana proses

pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat bersama

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah dan

non-pemerintah, swasta, organisasi sosial dan lain-lain, dengan menitik

beratkan pelayanan pada upaya promotif dan preventif (Soekidjo

Notoatmodjo, 2007 : 290)

Usia lanjut atau lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60

tahun atau lebih, yang secara fisik terlihat berbeda dengan kelompok

umur lainnya (Depkes RI, 2003 : 100).

b. Dasar Hukum

Pembinaan usia lanjut di Indonesia dilaksanakan berdasarkan

beberapa undang-undang dan peraturan sebagai dasar dalam

menentukan kebijaksanaan pembinaan. Dasar hukum/ketentuan

perundangan dan peraturan dimaksud adalah: (1) UU No. 10 tahun

1992 tentang perkembangan kependudukan, (2) UU No. 36 tahun 2009

pasal 138 tantang kesehatan usia lanjut, (3) UU No. 13 tahun 1998

9

Page 2: Jtptunimus Gdl Erniriyono 5633 3 Babii

10

tentang kesejahteraan lanjut usia pasal 14, (4) UU No. 22 tahun 1999

tentang pemerintahan daerah, (5) UU No.25 tahun 1999 tentang

perimbangan keuangan pusat dan daerah, (6) peraturan pemerintah No.

25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan

propinsi sebagai daerah otonomi (Depkes RI, 2003 : 110).

c. Tujuan

Tujuan umum dari Posyandu Lansia adalah meningkatkan

kesejahteraan Lansia melalui kegiatan Posyandu Lansia yang mandiri

dalam masyarakat. Tujuan khususnya, meliputi: (1) meningkatnya

kemudahan bagi Lansia dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dasar

dan rujukan, (2) meningkatnya cakupan dan kualitas pelayanan

kesehatan Lansia, khususnya aspek peningkatan dan pencegahan tanpa

mengabaikan aspek pengobatan dan pemulihan, (3) berkembangnya

Posyandu Lansia yang aktif melaksanakan kegiatan dengan kualitas

yang baik secara berkesinambungan (Depkes RI, 2003 : 111).

d. Sasaran

Sasaran pelaksanaan pembinaan POKSILA, terbagi dua yaitu:

(1) sasaran langsung, yang meliputi pra lanjut usia (45-59 tahun), usia

lanjut (60-69 tahun), usia lanjut risiko tinggi (>70 tahun atau 60 tahun

atau lebih dengan masalah kesehatan, (2) sasaran tidak langsung, yang

meliputi keluarga dimana usia lanjut berada, masyarakat di lingkungan

usia lanjut, organisasi sosial yang peduli terhadap pembinaan kesehatan

usia lanjut, petugas kesehatan yang melayani kesehatan usia lanjut,

Page 3: Jtptunimus Gdl Erniriyono 5633 3 Babii

11

petugas lain yang menangani Kelompok Usia Lanjut dan masyarakat

luas (Depkes RI, 2003 : 113).

e. Pelayanan Kesehatan di Posyandu Lansia

Pelayanan kesehatan di Posyandu Lansia meliputi pemeriksaan

kesehatan fisik dan mental emosional. Kartu Menuju Sehat (KMS)

Lansia sebagai alat pencatat dan pemantau untuk mengetahui lebih awal

penyakit yang diderita (deteksi dini) atau ancaman masalah kesehatan

yang dihadapi dan mencatat perkembangannya dalam Buku Pedoman

Pemeliharaan Kesehatan (BPPK) Lansia atau catatan kondisi kesehatan

yang lazim digunakan di Puskesmas.

Jenis pelayanan kesehatan yang dapat diberikan kepada Lansia

di Posyandu adalah sebagai berikut:

1) Pemeriksaan aktifitas kegiatan sehari-hari (activity of daily living)

meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti makan/minum,

berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air

besar/kecil dan sebagainya.

2) Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan

mental emosional, dengan menggunakan pedoman metode 2 menit

(lihat KMS Usia Lanjut).

3) Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan

pengukuran tinggi badan dan dicatat pada grafik Indeks Massa

Tubuh (IMT).

Page 4: Jtptunimus Gdl Erniriyono 5633 3 Babii

12

4) Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter dan

stetoskop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit.

5) Pemeriksaan hemoglobin menggunakan Talquist, Sahli atau

Cuprisulfat.

6) Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal

adanya penyakit gula (diabetes mellitus).

7) Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai

deteksi awal adanya penyakit ginjal.

8) Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bila mana ada keluhan dan atau

ditemukan kelainan pada pemeriksaan butir 1 hingga 7.

9) Penyuluhan bisa dilakukan di dalam maupun di luar kelompok

dalam rangka kunjungan rumah dan konseling kesehatan yang

dihadapi oleh individu dan atau POKSILA.

10) Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas bagi anggota

POKSILA yang tidak datang, dalam rangka kegiatan perawatan

kesehatan masyarakat (Publik Health Nursing).

Kegiatan lain yang dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi

setempat:

11) Pemberian Makanan Tambahan (PMT) penyuluhan sebagai contoh

menu makanan dengan memperhatikan aspek kesehatan dan gizi

Lansia, serta menggunakan bahan makanan yang berasal dari

daerah tersebut.

Page 5: Jtptunimus Gdl Erniriyono 5633 3 Babii

13

12) Kegiatan olah raga antara lain senam Lansia, gerak jalan santai, dan

lain sebagainya untuk meningkatkan kebugaran.

Kecuali kegiatan pelayanan kesehatan seperti uraian di atas, kelompok

dapat melakukan kegiatan non kesehatan di bawah bimbingan sektor

lain, contohnya kegiatan kerohanian, arisan, kegiatan ekonomi

produktif, forum diskusi, penyaluran hobi dan lain-lain (Depkes RI,

2003 : 124).

f. Mekanisme Pelaksanaan Kegiatan Posyandu Lansia

Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang prima terhadap

Lansia, mekanisme pelaksanaan kegiatan yang sebaiknya digunakan

adalah sistim 5 tahapan (5 meja) sebagai berikut:

1) Tahap pertama: pendaftaran Lansia sebelum pelaksanaan

pelayanan.

2) Tahap kedua: pencatatan kegiatan sehari-hari yang dilakukan

Lansia, serta penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi

badan.

3) Tahap ketiga: pengukuran tekanan darah, pemeriksaan kesehatan,

dan pemeriksaan status mental.

4) Tahap keempat: pemeriksaan air seni dan kadar darah

(laboratorium sederhana).

5) Tahap kelima: pemberian penyuluhan dan konseling (Depkes RI,

2003 : 125).

Page 6: Jtptunimus Gdl Erniriyono 5633 3 Babii

14

2. Kader

a. Pengertian

Kader kesehatan adalah tenaga sukarela yang terdidik dan

terlatih dalam bidang tertentu yang tumbuh di tengah-tengah

masyarakat dan merasa berkewajiban untuk melaksanakan

meningkatkan dan membina kesejahteraan masyarakat dengan rasa

ikhlas tanpa pamrih dan didasarkan panggilan jiwa untuk melaksanakan

tugas-tugas kemanusiaan (Depkes RI, 2000 : 87).

b. Kader Posyandu Lansia

Jumlah kader Posyandu Lansia di setiap kelompok tergantung

pada jumlah anggota kelompok, volume dan jenis kegiatan yaitu

sedikitnya 3 orang. Kader sebaiknya berasal dari anggota kelompok

sendiri atau bilamana sulit mencari kader dari anggota kelompok dapat

saja diambil dari anggota masyarakat lainnya yang bersedia menjadi

kader (Depkes RI, 2003 : 128).

c. Syarat Kader

Persyaratan untuk menjadi kader, antara lain: (1) dipilih dari

masyarakat dengan prosedur yang disesuaikan dengan kondisi

setempat, (2) mau dan mampu bekerja secara sukarela, (3) bisa

membaca dan menulis huruf latin, (4) sabar dan memahami usia lanjut

(Depkes RI, 2003 : 130).

Page 7: Jtptunimus Gdl Erniriyono 5633 3 Babii

15

d. Tugas Kader Posyandu Lansia

1) Menyiapkan alat dan bahan

2) Melaksanakan pembagian tugas

3) Menyiapkan materi/media penyuluhan

4) Mengundang ibu-ibu untuk datang ke Posyandu

5) Pendekatan tokoh masyarakat

6) Mendaftar Lansia

7) Mencatat kegiatan sehari-hari Lansia

8) Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan Lansia

9) Membantu petugas kesehatan dalam melakukan pemeriksaan

kesehatan dan status mental, serta mengukur tekanan darah Lansia

10) Memberikan penyuluhan

11) Membuat catatan kegiatan Posyandu

12) Kunjungan rumah kepada ibu-ibu yang tidak hadir di Posyandu

13) Evaluasi bulanan dan perencanaan kegiatan Posyandu (Depkes RI,

2003 : 138)

3. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan Kader

Tentang Pelayanan Posyandu Lansia

a Dukungan Tokoh Masyarakat

Desa yang memiliki kepala desa yang selalu memberikan

motivasi setiap pelaksanaan kegiatan posyandu lansia akan lebih baik

kinerja dan kelestarian posyandunya di bandingkan dengan desa yang

Page 8: Jtptunimus Gdl Erniriyono 5633 3 Babii

16

kepala desanya tidak memberikan motivasi sama sekali. Dukungan

motivasi tersebut dapat berupa pemberian tugas yang selalu di monitor

dan di supervisi, selalu mempertimbangkan kemampuan kader

sebelum memberi tugas, kebiasaan kepala desa untuk melakukan

peninjauan terhadap pelaksanaan kegiatan posyandu (Sarwono, 2003:

45).

Selain dukungan tokoh masyarakat, dukungan tokoh agama

juga mempunyai pengaruh di masyarakat. Selanjutnya tokoh agama ini

dapat menjembatani antara pengelola program kesehatan dengan

masyarakat. Dukungan dari tokoh agama sangat berperan penting

dalam memotivasi perilaku seorang kader dalam kegiatan posyandu

lansia ( Notoatmodjo, 2003 : 13).

Keaktifan kader erat kaitannya dengan dukungan tokoh

masyarakat. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh luluk (2003),

tentang “Hubungan Tokoh Masyarakat Tentang Keaktifan Kader di

Posyandu Lansia Tulis Kota Pekalongan.” Di dapatkan hasil bahwa

Posyandu Lansia sangat berhubungan dengan dukungan yang di

berikan oleh tokoh masyarakat (Luluk,2003 : 22).

b Pendidikan kader

Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya

seseorang menyerap dan memahami suatu pengetahuan tentang

posyandu lansia dengan baik sesuai dengan yang mereka peroleh dari

kepentingan pendidikan itu sendiri. Tingkat rendahnya pendidikan erat

Page 9: Jtptunimus Gdl Erniriyono 5633 3 Babii

17

kaitannya dengan tingkat rendahnya pengetahuan tentang posyandu

lansia, rendahnya tingkat pemanfaatan posyandu lansia, serta

rendahnya kesadaran terhadap pemanfaatan program posyandu lansia

(Achmad Munib dkk, 2004 : 33).

Pendidikan rata-rata penduduk yang masih rendah khususnya

dikalangan kader Posyandu Lansia merupakan salah satu masalah yang

berpengaruh terhadap kegiatan pemanfaatan meja penyuluhan,

sehingga sikap hidup dan perilaku yang mendorong timbulnya

kesadaran masyarakat masih rendah. Semakin tinggi pendidikan kader,

mortalitas dan morbilitas semakin menurun, hal tersebut tidak hanya

akibat kesadaran kader kesehatan yang terbatas tetapi juga karena

adanya kebutuhan sosial ekonominya yang belum tercukupi.

Sebagaimana penelitian yang di lakukan oleh Sonia A (2001),

tentang “Hubungan Pendidikan Kader Kesehatan Dalam Kegiatan

Posyandu Lansia di Desa Lerep Kecamatan Ungaran Semarang. Hasil

penelitian ini mengidentifikasikan bahwa faktor pendidikan kader

terhadap pembinaan Puskesmas memiliki hubungan yang lebih

bermakna (Sonia,2001 : 22).

c Pekerjaan Kader

Pendidikan seseorang merupakan faktor yang penting dalam

usaha memperoleh kesempatan kerja. Seseorang yang berpendidikan

tinggi akan mendapatkan kesempatan memperoleh kerja yang lebih

baik bila dibandingkan dengan seseorang yang berpenghasilan rendah.

Page 10: Jtptunimus Gdl Erniriyono 5633 3 Babii

18

Pekerjaan yang layak tersebut akan mendapatkan upah yang lebih

tinggi di bandingkan yang berpendidikan rendah. Tingkat pendapatan

akan mempengaruhi keaktifan kader dalam memanfaatkan kegiatan

posyandu. Semakin tinggi sosial ekonomi kader maka akan semakin

aktif kader tersebut dalam kegiatan posyandu lansia

( Rawadi dan Suharjo, 2005 : 13).

Peran kader yang bekerja dan tidak bekerja sangat berpengaruh

terhadap jalannya Posyandu Lansia. Hal ini dapat di lihat dari waktu

yang diberikan para kader untuk aktif dalam pelayanan Posyandu

Lansia masih kurang karena waktunya akan habis untuk

menyelesaikan semua pekerjaannya. Aspek lain yang berhubungan

dengan alokasi waktu adalah jenis pekerjaan kader dan tempat kader

bekerja serta jumlah waktu yang dipergunakan untuk keluarga di

rumah.

Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Erna Prihatini

(2003) mengenai “Hubungan Antara Pekerjaan Kader dengan Cakupan

Posyandu Lansia di Wilayah Jenggot Pekalongan”. Di dapatkan hasil

bahwa cakupan Posyandu Lansia sangat berhubungan dengan jenis

pekerjaan kader (Prihatini,2003 : 19).

d Pelatihan Kader

Selain dukungan tokoh masyarakat, pendidikan kader,

pekerjaan kader, kader juga di beri fasilitas yang memadai, misalnya

mengirimkan kader-kader ke pelatihan-pelatihan dan seminar

Page 11: Jtptunimus Gdl Erniriyono 5633 3 Babii

19

kesehatan oleh petugas kesehatan. Memberikan penghargaan bagi

kader yang mengikuti seminar-seminar kesehatan dan pelatihan serta

pemberian modul-modul panduan kegiatan pelayanan kesehatan.

Dengan kegiatan tersebut diharapkan kader mampu dalam memberikan

pelayanan kesehatan dan aktif disetiap kegiatan posyandu lansia

( Depkes RI,2003 : 37).

Budiono (2003) menjelaskan bahwa menjadi seorang kader

harus memiliki ilmu dan pengalaman. Pengalaman ini bisa dengan

pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh Dinas Kesehatan untuk para

kader. Dengan tujuan apa yang di dapatkan dari pelatihan tersebut para

kader bisa memajukan Posyandu Lansia (Budiono, 2003 : 17)

Sebagaimana penelitian yang di lakukan oleh Misnawati Rujie

(2003) mengenai “ Hubungan Pengalaman dan Pelatihan Kader

Terhadap Jalannya Posyandu Lansia Kecamatan Bukit Batu Kodya

Palangkaraya”. Di dapatkan hasil bahwa Posyandu Lansia sangat

berhubungan dengan pengalaman dan pelatihan yang di dapatkan oleh

kader (Rujie, 2003 : 18)

4. Pendidikan Kesehatan

a. Pengertian Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan merupakan proses perubahan, yang

bertujuan untuk mengubah individu, kelompok dan masyarakat menuju

hal-hal yang positif secara terencana melalui proses belajar.

Page 12: Jtptunimus Gdl Erniriyono 5633 3 Babii

20

Perubahan tersebut mencakup antara lain pengetahuan, sikap

dan ketrampilan melalui proses pendidikan kesehatan. Pada hakikatnya

dapat berupa emosi, pengetahuan, pikiran, keinginan, tindakan nyata

dari individu, kelompok dan masyarakat (Machfoed,2005 : 129).

Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

pendidikan kesehatan adalah usaha atau kegiatan untuk membantu

individu, keluarga atau masyarakat dalam meningkatkan kemampuan

untuk mencapai kesehatan secara optimal.

b. Tujuan Pendidikan Kesehatan

Menurut WHO (1954) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003),

tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk meningkatkan status

kesehatan dan mencegah timbulnya penyakit, mempertahankan derajat

kesehatan yang sudah ada, memaksimalkan fungsi dan peran pasien

selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga untuk mengatasi

masalah kesehatan. Secara umum tujuan dari pendidikan kesehatan

adalah mengubah perilaku individu atau masyarakat di bidang

kesehatan. Tujuan ini dapat diperinci lebih lanjut antara lain,

menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat,

menolong individu agar mampu secara mandiri atau kelompok

mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat, mendorong

pengembangan dan menggunakan secara tepat sarana pelayanan

kesehatan yang ada (Herawati, 2001 : 47).

Page 13: Jtptunimus Gdl Erniriyono 5633 3 Babii

21

c. Proses Pendidikan Kesehatan

Dalam proses pendidikan kesehatan terdapat tiga persoalan

pokok, yaitu masukan (input), proses dan keluaran (out put). Masuakan

(input) dalam pendidikan kesehatan menyangkut sasaran belajar yaitu

individu, kelompok dan masyarakat dengan berbagai latar belakangnya

atau mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan dan

perilaku pada diri subjek belajar. Dalam proses pendidikan kesehatan

terjadi timbal balik berbagai faktor antara lain adalah pengajar, teknik

belajar dan materi atau bahan pelajaran. Sedangkan keluaran

merupakan kemampuan sebagai hasil perubahan yaitu perilaku sehat

dari sasaran didik melalui pendidikan kesehatan (Notoatmodjo, 2003 :

47).

d. Metode Pendidikan Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2003), metode pembelajaran dalam

pendidikan kesehatan dipilih berdasarkan tujuan pendidikan kesehatan,

kemampuan tenaga pengajar, kemampuan individu, kelompok,

masyarakat, besarnya kelompok, waktu pelaksanaan pendidikan

kesehatan, dan ketersediaan fasilitas pendukung. Metode pendidikan

kesehatan dapat bersifat pendidikan individual, pendidikan kelompok

dan pendidikan massa. Metode yang sering digunakan dalam

pendidikan kesehatan yaitu bimbingan dan penyuluhan, wawancara,

ceramah, seminar, simposium, diskusi kelompok, curah gagas, forum

panel, demonstrasi, simulasi, dan permainan peran.

Page 14: Jtptunimus Gdl Erniriyono 5633 3 Babii

22

e. Sasaran Pendidikan Kesehatan

Sasaran pendidikan kesehatan adalah masyarakat atau individu

baik yang sehat maupun yang sakit. Sasaran pendidikan kesehatan

tergantung tingkat, dan tujuan penyuluhan yang diberikan. Lingkungan

pendidikan kesehatan di masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai

lembaga dan organisasi masyarakat (Notoatmodjo, 2003 : 50).

f. Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Perubahan Perilaku

Menurut WHO (1954), sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo

(2003), bahwa pemberian pendidikan kesehatan adalah suatu upaya

untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan.

Artinya pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat mengetahui

atau menyadari bagaimana memelihara kesehatan mereka. Lebih dari

itu pendidikan kesehatan pada akhirnya bukan hanya meningkatkan

pengetahuan pada masyarakat, namun yang lebih penting adalah

mencapai perilaku kesehatan (healthy behaviour). Berarti tujuan akhir

dari pendidikan kesehatan adalah agar masyarakat dapat

mempraktekkan hidup sehat bagi dirinya sendiri dan bagi masyarakat

dapat berperilaku hidup sehat.

Menurut Sudibyo Supardi (2003), bahwa penyuluhan kesehatan

dapat meningkatkan pengalaman seseorang dibandingkan dengan yang

tidak diberi penyuluhan. Pendidikan kesehatan dan peningkatan

pengetahuan dapat meningkatkan perilaku kesehatan. Berdasarkan hasil

analisa yang dilakukan oelh Winarsih dan Retno (2006), menunjukkan

Page 15: Jtptunimus Gdl Erniriyono 5633 3 Babii

23

bahwa pengetahuan dan perilaku ibu-ibu meningkat setelah diberi

pendidikan kesehatan.

5. Pengetahuan

a. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni penglihatan,

pendengaran, peraba, pembau, perasa. Sebagian besar pengetahuan atau

kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang (overt behavior). Berdasarkan pengalaman dan

penelitian ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih

langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan

(Notoatmodjo, 2003 : 168).

Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang kita

ketahui tentang suatu objek tertentu dan setiap jenis pengetahuan

mempunyai ciri-ciri spesifik mengenai apa (ontology), bagaimana

(epistemology), dan untuk apa (aksiology) pengetahuan tersebut

(Notoatmodjo, 2000 : 19).

b. Cara Memperoleh Pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuan dibagi menjadi dua, yaitu cara

tradisional (ilmiah) dan cara modern (non ilmiah). Cara tradisional

(ilmiah) meliputi: (a) cara coba dan salah ( trial and error), cara ini

Page 16: Jtptunimus Gdl Erniriyono 5633 3 Babii

24

telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, apabila seseorang

mengahadapi persoalan atau masalah, upaya pemecahan dilakukan

dengan coba-coba, (b) cara kekerasan atau otoriter, pengetahuan

diperoleh berdasarkan pada otoriter atau kekuasaan, baik tradisi,

otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama maupun ahli

pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh tanpa terlebih dahulu

menguji atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta

empiris atau penalaran sendiri, (c) berdasarkan pengalaman pribadi, hal

ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang

diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa

lalu, (d) melalui jalan pikiran, dalam memperoleh kebenaran

pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan pikirannya melalui

induksi maupun deduksi. Cara modern atau non ilmiah, yaitu dengan

cara mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam

atau kemasyarakatan, kemudian hasil pengamatan tersebut

dikumpulkan dan diklasifikasi kemudian akhirnya diambil kesimpulan

umum (Notoatmodjo, 2000 : 22).

c. Tingkatan Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam

domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu: (a) tahu (know), (b)

memahami (comprehention), (c) aplikasi (application), (d) analisis

(analysis), (e) sintesis (syntesis), (f) evaluasi (evaluation).

Page 17: Jtptunimus Gdl Erniriyono 5633 3 Babii

25

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi tentang apa yang

telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkatan ini

adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh

badan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu

tahu ini merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata

kerja yang digunakan untuk mengukur yaitu menyebutkan,

menguraikan, mendefinisikan dan sebagainya.

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi secara benar. Orang yang telah paham

terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan

contoh, menyimpulkan terhadap objek yang telah dipelajari.

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real atau

sebenarnya. Aplikasi ini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-

hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau

situasi lain.

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam

satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian ke dalam satu bentuk keseluruhan

Page 18: Jtptunimus Gdl Erniriyono 5633 3 Babii

26

yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk

dapat menyusun, dapat merencanakan terhadap suatu teori.

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek, kriteria-

kriteria ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2000) pengetahuan dalam masyarakat

dipengaruhi beberapa faktor, meliputi: (a) tingkat pendidikan, semakin

tinggi tingkat pendidikan maka ia akan mudah menerima hal-hal baru

dan mudah menyesuaikan hal-hal baru tersebut, (b) informasi,

seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan

memberikan pengetahuan yang lebih jelas, (c) budaya, budaya sangat

berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena informasi-

informasi yang diperoleh belum sesuai dengan budaya yang ada dan

agama yang dianut, (d) pengalaman, pengalaman di sini berkaitan

dengan umur dan pendidikan individu, maksudnya semakin

bertambahnya umur dan pendidikan yang tinggi, pengalaman akan lebih

luas, (e) sosial ekonomi, tingkat seseorang untuk memenuhi kebutuhan

hidup (Notoatmodjo, 2000 : 87).

e. Pengukuran Tingkat Pengetahuan

Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan

wawancara langsung atau dengan angket yang menanyakan tentang isi

Page 19: Jtptunimus Gdl Erniriyono 5633 3 Babii

27

materi yang ingin diukur dari responden yang ingin dilakukan atau

diukur, dapat disesuaikan dengan tingkat pengetahuan.

Hasil pengukuran tingkat pengetahuan dengan menggunakan

angket atau koesioner pada umumnya berupa persentase yang

menggambarkan tingkat pengetahuan baik, cukup atau pengetahuan

kurang. Menurut Waridjan (1999), pengetahuan seseorang tentang

sesuatu hal dikatakan baik bila nilai jawaban benar berkisar pada

rentang 80-100%, dikatakan cukup bila menjawab benar sebesar

65-79%, dan pengetahuan dikatakan kurang bila persentase nilai benar

kurang dari 65%.

B. Kerangka Teori

Berdasarkan landasan teoritis yang telah dipaparkan kerangka teori

dalam penelitian ini adalah :

Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian

(Sumber: Notoatmodjo, 2003 yang dimodifikasi oleh Sukmadinata,2009)

Pekerjaan

Pelatihan

Dukungan TokohMasyarakat

PengetahuanPendidikanKesehatan

Pendidikan

Page 20: Jtptunimus Gdl Erniriyono 5633 3 Babii

28

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Bagan 2.2 Kerangka Konsep

D. Hipotesis

a) Ada hubungan antara pengetahuan Kader terhadap Pelayanan Posyandu

Lansia di Desa Sukodono, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak.

b) Ada hubungan antara Pendidikan Kader terhadap pengetahuan Kader

tentang Pelayanan Posyandu Lansia di Desa Sukodono, Kecamatan

Bonang, Kabupaten Demak.

c) Ada hubungan antara Pekerjaan Kader terhadap pengetahuan Kader

tentang Pelayanan Posyandu Lansia di Desa Sukodono, Kecamatan

Bonang, Kabupaten Demak.

DukunganTokoh

Masyarakat

PengetahuanKader Tentang

PelayananPosyandu Lansia

PendidikanKader

PekerjaanKader

PelatihanKader

Page 21: Jtptunimus Gdl Erniriyono 5633 3 Babii

29

d) Ada hubungan antara Pelatihan yang diberikan kepada Kader terhadap

pengetahuan Kader tentang Pelayanan Posyandu Lansia di Desa

Sukodono, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak.

e) Ada hubungan antara pengetahuan Tokoh Masyarakat terhadap dukungan

yang diberikan kepada Kader tentang Pelayanan Posyandu Lansia di Desa

Sukodono Kecamatan Bonang Kabupaten Demak.