55
Chapter 30 Cytomegalovirus, Virus Herpes Simplex, Adenovirus, Coxsakievirus dan Human Papillomavirus Pendahuluan Infeksi virus dapat merupakan ancaman bagi janin dan bayi baru lahir. Pada orang dewasa yang sehat, infeksinya dapat bersifat asymptomatic atau hanya menyebabkan gejala yang tidak spesifik. Beberapa virus mempunyai masa dorman untuk waktu yang lama, dan bersifat asymptomatic sehingga tidak ketahuan. Virus dapat ditransmisikan dengan kontak yang tidak sengaja oleh seseorang contohnya saat memegang bayi (cytomegalovirus [CMV]), virus herpes simplex [HSV], adenovirus, coxsackievirus) atau di kolam renang (adenovirus). Aktivitas seksual dengan banyak pasangan memberikan resiko tinggi untuk terinfeksi suatu virus yang berhubungan dengan penyakit yang serius pada dewasa dan bayi. Kehamilan menurunkan imunitas pada maternal yaitu maternall cell mediated immunity yang berperan terhadap perlawanan terhadap virus. Jadi secara teori, pada ibu hamil dan janin beresiko tinggi untuk terjadinya penyakit serius. Infeksi virus transplacenta dapat bersifat asymptomatic sampai berat sehingga menyebabkan kematian pada neonatus atau janin serta dapat menyebabkan gejala sisa yang lama tergantung usia kehamilannya. Retriksi pertumbuhan intrauteri/ Intrauterine growth restriction (IUGR), hidrop nonimun, asites yang tidak tampak (isolated ascites), kalsifikasi intracranial, mikrocephalus dan hidrochepalus merupakan beberapa akibat infeksi virus intrauterine yang biasa ditemukan pada pemeriksaan ultrasound. Akibat berat dari infeksi virus dan kekurangan dari pilihan terapi antivirus spesifik, sampai saat ini merupakan kendala tidak langsung dari pencegahan infeksi virus. Kemajuan perkembangan dari obat antivirus dan vaksin 1

jurnal kedua

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jurnal

Citation preview

Page 1: jurnal kedua

Chapter 30

Cytomegalovirus, Virus Herpes Simplex, Adenovirus, Coxsakievirus dan Human Papillomavirus

Pendahuluan

Infeksi virus dapat merupakan ancaman bagi janin dan bayi baru lahir. Pada orang dewasa yang sehat, infeksinya dapat bersifat asymptomatic atau hanya menyebabkan gejala yang tidak spesifik. Beberapa virus mempunyai masa dorman untuk waktu yang lama, dan bersifat asymptomatic sehingga tidak ketahuan. Virus dapat ditransmisikan dengan kontak yang tidak sengaja oleh seseorang contohnya saat memegang bayi (cytomegalovirus [CMV]), virus herpes simplex [HSV], adenovirus, coxsackievirus) atau di kolam renang (adenovirus). Aktivitas seksual dengan banyak pasangan memberikan resiko tinggi untuk terinfeksi suatu virus yang berhubungan dengan penyakit yang serius pada dewasa dan bayi. Kehamilan menurunkan imunitas pada maternal yaitu maternall cell mediated immunity yang berperan terhadap perlawanan terhadap virus. Jadi secara teori, pada ibu hamil dan janin beresiko tinggi untuk terjadinya penyakit serius. Infeksi virus transplacenta dapat bersifat asymptomatic sampai berat sehingga menyebabkan kematian pada neonatus atau janin serta dapat menyebabkan gejala sisa yang lama tergantung usia kehamilannya. Retriksi pertumbuhan intrauteri/ Intrauterine growth restriction (IUGR), hidrop nonimun, asites yang tidak tampak (isolated ascites), kalsifikasi intracranial, mikrocephalus dan hidrochepalus merupakan beberapa akibat infeksi virus intrauterine yang biasa ditemukan pada pemeriksaan ultrasound. Akibat berat dari infeksi virus dan kekurangan dari pilihan terapi antivirus spesifik, sampai saat ini merupakan kendala tidak langsung dari pencegahan infeksi virus. Kemajuan perkembangan dari obat antivirus dan vaksin menjanjikan pengurangan kejadian dari infeksi virus janin dan gejala sisanya di masa yang akan datang.

Cytomegalovirus

Umum

CMV, merupakan suatu virus DNA anggota dari keluarga herpes yang menyebabkan gejala infeksius pada manusia. Karena infeksi CMV paling efektif pada masa dorman atau silent sehingga manifestasi infeksi CMV pada manusia kurang bisa dibuktikan/kurang bisa dilihat. 3 kondisi penyakit berikut ini cukup penting : infeksi intrauteri dan neonatus, mononucleosis negative heterophil dan infeksi pada pasien yang imunocompromised.

1

Page 2: jurnal kedua

Diagnosis

CMV pada manusia tumbuh di garis sel fibroblast manusia. Pada pasien yang terdapat gejala dengan suspek infeksi akut CMV, kultur dari urin, nasofaring dan darah bisa menunjukkan adanya organism. Tes immunofluorescence langsung dikombinasi dengan kultur yang terbatas dapat mendeteksi virus lebih cepat. Yang paling baru, system amplifikasi asam nukleat menggunakan tehnik PCR (polymerase chain reaction) pernah digunakan untuk identifikasi virus di cairan amnion dapat menjadi tanda akan resiko infeksi berat CMV pada janin, namun hubungan ini masih kontroversial. Jumlah virus yang terdeteksi di darah kering bayi lahir bisa mengindikasikan peningkatan resiko tuli sensorineural pada anak-anak. Specimen jaringan ( biopsy, nekropsi) dengan immunofluorescence, hibridisasi in situ, tehnik PCR bisa untuk mengevaluasi virus dan bisa menjelaskan mekanisme infeksi CMV fetus dengan lebih baik.

Karena banyak pasien sebelumnya yang terinfeksi CMV mengekskresikan CMV secara intermiten tergantung dari keadaan tertentu (misal kehamilan, imunosupresi), adanyanya CMV pada specimen tidak otomatis menandakan penyakit pada pasien itu karena virus ini. Dokter harus sangat hati-hati dengan interpretasi hasil tersebut.

Sekitar 50% wanita usia produktif memiliki antibody terhadap CMV. Jadi, specimen berpasangan penting jika serokonversi dari negative sampai positif tidak ada datanya. Titer naik secara signifikann biasanya konsisten dengan infeksi primer tetapi dapat naik secara periodic atau menetap sebagai titer rendah selama setahun. IgM dan yang lebih jarang seperti IgA digunakan untuk membedakan transfer transplacental dari antibody maternal untuk mendiagnosis infeksi congenital.

Pemeriksaan serologis terdiri dari pemeriksaan fiksasi komplemen yang lama atau yang lebih terkini adalah pemeriksaan antibody fluorescent tidak langsung (FA) dan pemeriksaan immunofluorescent antikomplemen. Pada infeksi primer, pemeriksaan ini lebih cepat daripada tes fiksasi komplemen. Metode Enzyme immunoassay (EIA) juga pernah digunakan untuk mendeteksi IgG spesifik CMV, IgM, IgA, dan antibody IgE. Ini penting karena reaktivasi dari CMV laten selama kehamilan bisa disertai peningkatan atau munculnya kembaali antibody IgM (tergantung dari metodologi yang digunakan), yang secara teori akan membantu membedakan dari infeksi baru. Yang lebih terkini, labor-intensive EIA assay pernah digunakan untuk mendeteksi aviditas rendah antibody IgG yang dihasilkan pada awal infeksi. Di suatu penelitian, CMV immediate-early messenger RNA di darah maternal dideteksi pada kasus infeksi primer CMV dan bukan pada individu yang memliki imunitas spesifik. Jadi pemeriksaan EIA ini direkomendasikan untuk membantu membedakan infeksi primer dari infeksi rekuren.

Isolasi virus atau DNA dari cairan amnion dan penunjukan DNA virus, respon imunologis, atau tanda/marker nonspesifik di darah fetus yang dikumpulkan dengan cordocentesis telah

2

Page 3: jurnal kedua

digunakan untuk membantu diagnosis antenatal. Penelitia prospektif dari 1771 wanita hamil Belgia dengan pemeriksaan serologis serial dan kultur urin, saliva, dan secret servik di setiap kunjungan prenatal mengungkapkan tingkat seronegatif sekitar 49%. Dari kelompok ini, serokonversi terjadi pada 20 wanita yang rentan (2,3%). 5 dari 7 setuju untuk kordosentesis dan amniosentesis, kultur cairan amnionnya positif CMV; 3 positive memiliki IgM fetus untuk CMV. Adanya CMV di jaringan fetus dikonfirmasi setelah terminasi, didukung oleh pernyataan bahwa kultur cairan amnion utama untuk IgM fetus dalam mendiagnosis infeksi fetus. Data yang lain melaporkan bahwa kurangnya seropositiv IgM CMV pada janin atau kegagalan janin untuk membentuk respon IgM. Jadi kultur cairan amnion atau analisis PCR dari cairan amnion utama untuk mendeteksi IgM spesifik CMV pada fetus. Terdapat beberapa data tentang kultur cairan amnion yang negative palsu, seperti dibuktikan dengan secret yang dikeluarkan oleh neonatus, tapi hubungan dari hasil negative ini untuk waktu infeksi dan gejala sisa yang lama belum jelas. Kegagalan kultur berhubungan dengan amniocentesis yang terlalu dekat dengan infeksi awal maternal atau terlalu awal pada kehamilan, karena ginjal fetus belum bisa memproduksi urin yang cukup yang berisi virus. Hasil yang paling baik untuk mendeteksi infeksi CMV congenital adalah dengan cara pemeriksaan dengan sampel cairan amnion ketika amniocentesis yang dilakukan setelah umur kehamilan 21 minggu dan setelah jeda minimal 6 minggu dari diagnosis infeksi maternal. Sensitivitas CMV dapat ditingkatkan dengan menggunakan PCR atau nested PCR assay. Tekhnik nested PCR assay efektif diterapkan pada tes DBS pada bayi baru lahir Guthrie pada percobaan skrining evaluasi CMV pada bayi baru lahir. Karena semua tekhnik tersebut adapat menghasilkan hasil negative palsu, pemeriksaan diagnostic dengan hasil negative tidak menjamin tidak adanya infeksi.

Deteksi IgM spesifik CMV di darah fetus berhubungan dengan penyakit CMV yang berat. Beberapa, tapi tidak semua, fetus yang terinfeksi memiliki kelainan sonografi (seperti kalsifikasi intracranial, restriksi pertumbuhan), anemia, trombositopenia, dan kenaikan hasil tes fungsi hati. Riwayat penyakit alami diikuti sejak antenatal dengan pemeriksaan ultrasound serial dan cordosentesis di paling sedikit kasus yang dilaporkan. Hyperechoic perut lebih dulu muncul pada ventrikulomegali, IUGR, hidrop nonimun, dan kematian fetus pada fetus yang terinfeksi. Pada kelompok 50 wanita hamil (51 fetus) dengan infeksi primer CMV dan terbukti terjadi transmisi dalam kandungan, kelainan fetus yang ditemukan pada pemeriksaan ultrasound di buktikan pada 22% (11 dari 51 fetus). Pada studi yang sama, 3 dari 16 bayi baru lahir (19%) dengan temuan ultrasound yang normal mempunyai kelainan neurologis. Jadi, pemeriksaan ultrasound dengan hasil normal pada umur kehamilan trimester kedua tidak dapat menyingkirkan kelainan pada temuan ultrasound pada kehamilan lanjut atau kelahiran dari bayi yang terinfeksi. Baru – baru ini, karena adanya ultrasonografi, Magnetic Resorance Imaging (MRI) dapat membutikkan infeksi CMV pada fetus yang diperlihatkan dapat membantu menambah informasi gyrus, hipoplasia serebral dan perubahan sumsum otak pada otak janin. Akan tetapi, MRI tidak dapat mendeteksi kelainan otak pada kasus dengan temuan ultrasound

3

Page 4: jurnal kedua

yang normal, jadi MRI tidak direkomendasikan sebagai prosedur pengakan diagnosis lini pertama untukmengevaluai infeksi CMV pada fetus.

Resiko fetus dan maternal

Sekitar 10% dari orang dewasa yang terinfeksi CMV untuk pertama kalinya akan memperlihatkan sindrom seperti demam, limfositosis atipik, malaise, limfadenopati ringan, yang umumnya berkembang jinak. Penyakit ini, secara klinis tidak dapat dibedakan dengan mononucleosis virus Ebstein Bar (EBV), tapi pada infeksi CMV tes antibody heterophil negative. Pasien dengan mononucleosis CMV cenderung lebih tua dari pasien dengan infeksi EBV. sindrom ini secara umum bersifat dapat sembuh sendiri/ self-limiting walaupun demam dapat berlngsung selama lebih dari sebulan. Komplikasi serius dari penyakit ini jarang terjadi, smeliputi pneumotitis interstitial, hepatitis, Sindrom Guillain-Barre, meningoencephalitis, myocarditis, trombositopenia, dan anemia hemolitik. Virus mungkin diekskresikan di air mata, saliva, ASI, secret servik, dan urin untuk minggu, bulan atau sampai tahunan setelah infeksi primer. Periode laten pada akhirnya mungkin bisa terjadi, namun reinfeksi dan reaktivaksi umum terjadi.

Infeksi CMV pada pasien yang immunosupresi dapat serius, tergantung dari tipe danderajat immunosupresinya. Pasien yang mengkonsumsi obat immunosupresan karena transplantasi organ atau pada pasien dengan AIDS sering memperlihatkan sindrom mononukleasis. Manifestasi selanjutnya yang paling sering terjadi adalah pneumonia intersisial yang akan berlangsung secara cepat dari asimptomatik sampai pada penyakit yang fatal (sering berhubungan dengan infeksi Pneumocystis pada pasien AIDS). Persentasi besar dari seseorang yang mengalami infeksi primer CMV memperlihatkan adanya hepatitis; pasien dengan imunosupresi yang berat akan berkembang gejala-gejala seperti malaise, nausea, muntah. Penyakit gastrointestinal, meliputi ulserasi yang bisa menyebabkan perdarahan dan perforasi merupakan akibat lain dari pasien imunosupresi yang terinfeksi CMV. Pasien AIDS dapat mengalami koeksisten/ infeksi bersama dengan CMV dengan infeksi lainseperti crytospridiosis dan Mycobacterium avium-intracellulare. Faktanya, pemeriksaan endoskopi pada pasien AIDS dengan colitis disebabkan oleh infeksi CMV memperlihatkan lesi yang mirip dengan Sarkoma Kapossi. Akhirnya, pasien AIDS memang spesifik, infeksi CMV pada mata bisa menyebabkan retinitis, tercatat pada neonatus dengan infeksi ini, dan bermcam-macam efek pada organ endokrin seperti adrenal, pancreas, paratiroid, hipofisis dan ovarium.

Infeksi CMV pada kelamin berhubungan dengan adanya virus di semen atau secret servik, CMV telah diisolasi dari semen pada laki-laki homoseksual dan heteroseksual. Transmisi heterokseksual ditunjukkan oleh adanya wabah mononucleosis CMV pada populasi pasangan seksual. Disamping kenyataan tersebut terdapat perbedaan tingkat sekresi servik yang tercatat pada kelompok pasien berbeda di dunia, itu jelas pada aktivitas seksual, jumlah pasangan

4

Page 5: jurnal kedua

seksual yang banyak, dan aktivitas seksual dengan onset umur muda, positif berhubungan dengan isolasi CMV dari servik.

CMV ditransmisikan pada rute seperti transfuse darah dan sumsum tulang, rute umum akuisita adalah melalui transmisi perinatal. Fetus dapat terinfeksi baik melalui transplasenta atau paparan terhadap virus dari servik atau jalan lahir. Neonatus bisa terinfeksi virus ini dari ekskret ASI.; meskipun begitu resiko terjadinya kecil. Sumber lain dari infeksi pada anak-anak adalah paparan dari bangsalanak dan tempat penitipan anak karena anak yang terinfeksi cenderung untuk mensekresikan virus dari urin dan saluran respirasi untuk waktu yang lama (tidak seperti orang dewasa sehat yang terinfeksi).

Tingkat seropostiiv bervariasi menurut umur dan faktor demografi yang banyak. Tingkat ini akan naik tajam pada usia 1 atau 2 tahun usia kehidupan. Prevalensinya lebih tinggi pada Negara belum berkembang dan pada pasien di populasi dengan tingkat social ekonomi yang rendah. 1 penelitian pada lebih dari 21.000 wanita yang datang ke klinik prenatal London menyatakan terdapat variasi karena ras (kulit putih 46%, orang ASIA 88%, kulit hitam 77%), paritas (peningkatan seropositiv dengan peningkatan paritas)dan status social-ekonomi. Diantara banyak wanita yang berpenghasilan rata-rata di Alabama, 54% seropositif, dan tingkat pada kulit putih lebih rendah daripada kulit hitam. Insidensi serokonversi pada wanita usia produktif sekitar 2% pada kelompok social-ekonomi tinggi dan naik sampai 6% pada kelompok social-ekonomi rendah. Tingkat inffeksi lebih tinggi pada dewasa muda (termasuk ibu ibu tersebut) tidak berarti menyebabkan tingkat infeksi congenital lebih tinggi.

Infeksi primer terjadi 1-3% selama kehamilan, dengan sekitar 40-50% dari wanita usia produktif yang rentan untuk mengalami infeksi primer yang ditentukan secara serologis. Perkiraan setiap tahunnya di US sekitar 34.000 pada orang kulit putih non Hispanic, 130.000 orang kulit hitam non Hispanic dan 50.000 wanita Meksiko Amerika usia produktif mengalami infeksi CMV. Bukti serologis atau kultur dari infeksi CMV uteri muncul pada 0,2%-2,2% dari semua bayi yang hidup. Jadi, infeksi congenital CMV adalah masalah kesehatan besar, CMV masih merupakan infeksi congenital yang umum terjadi di US berdasarkan pemeriksaan serologis.

Tidak seperti infeksi virus lain, CMV, berdasarkan latensinya dan sekresi intermiten dari saluran genital wanita yang menulari fetus atau neonatus meskipun adanyan antibody maternal. Virus yang disekresikan dari servik seiring dengan perkembangan usia kehamilan, pada trimester pertamasekitar 0-2%, trimester kedua 6-10% dan trimester ketiga 11-28%. Tingkat infeksi pada saat kelahiran lebih tinggi pada bayi baru lahir daripada pada ibu yang mengekskresikan virus. Penyakit neonatus terberat biasanya terjadi pada anak yang lahir dari wanita yang mengalami infeksi primer pada saat hamil. Transmisi vertical dari CMV terjadi 21-50% pada fetus mengikuti infeksi primer maternal. Suatu penelitian pada infeksi primer CMV prekonsepsi dan perikonsepsi pada 25 wanita, diidentifikasi resiko 9% untuk infeksi congenital pada kelompok

5

Page 6: jurnal kedua

prekonsepsi (1-12 bayi baru lahir) dan 31% pada kelompok perikonsepsi (4 dari 13 bayi baru lahir).

Imunitas dapatan alami menurunkan 69% resiko infeksi CMV congenital pada kehamilan selanjutnya. Tambahnnya, infeksi transplasenta yang berat tidak biasa terlihat pada anak dari wanita dengan antibody yang suda ada. Walau bagaimanapun, imunitas prekonsepsi maternal terhadap CMV tidak lengkap dalam melindungi fetus dari infeksi dan infeksi sekunder CMV dapat menyebabkan gejala sisa pada fetus. Jadi temuan sonografi yang mengarah pada infeksi CMV seharusnya dengan cepat diperiksa jika hasil pemeriksaan serologis pada ibu tidak mendukung infeksi maternal yang baru.

Infeksi CMV terjadi sekitar 1 dari 150 bayi baru lahir. Di US, hasil ini diestimasikan terdapat 33.000 bayi baru lahir setiap tahunnya.; di UK, CMV menyebabkan penyakit neonatal yang lebih banyak daripada rubella. Sekitar 5-10% bayi baru lahir yang terinfeksi secara klinis bergejala pada saat lahir. Ini adalah 1 dari sindrom klasik TORCH (Toxoplasmosis, Other Infections, Rubella, CMV Infection and HSV) yaitu hepatosplenomegali, hiperbilirubinemia, petekie, trombositopenia, kalsifikasi intracranial, mikrochepalus, dan sering juga terdapat restriksi pertumbuhan. Pada infeksi primer, mortalitasnya tinggi sekitar 20-30% dengan 90% individu yang selamat mengalami komplikasi lambat menggunakan data rata-rata yang dipublikasikan(Fig.30-1). Dari neonatus yang terinfeksi yang asimptomatik, 5-15% berkembang menjadi kelainan yang diakibatkan oleh CMV sebelum umur dua tahun, tuli sensorineural primer. Transmisi vertical juga terjadi pada infeksi CMV rekuren; meskipun persentase dari gejala pada anak saat lahir atau gejala sisa yang berkembang jauh lebih rendah (tabel 30-1).

6

Page 7: jurnal kedua

Kelompok wanita dengan

penghasilan tinggi

45% rentan55 % kebal

0-1% bayi yang terinfeksi dan menunjukkan gejala klinis / gejala sisa

0,15% infeksi congenital (infeksi maternal rekuren)

Kelompok wanita dengan

penghasilan rendah

85% kebal15% rentan

0-1% bayi yang terinfeksi dan menunjukkan gejala klinis / gejala sisa

0,5-1% infeksi congenital (infeksi maternal rekuren)

40% infeksi menular ke

fetus

85-90% bayi yang terinfeksi asimptomatik

85-95% berkembang normal

5-15% berkembang gejala sisa

10-15% bayi yang terinfeksi menunjukkan gejala klinis / gejala sisa

90% berkembang gejala sisa

10% berkembang normal

1-4% infeksi primer

Figure 30-1. diadaptasi dari Stagno S: Cytomegalovirus. Dari Remington JS, Klein JO (eds): Infectious Disease of the Fetus and Newborn Infant, 4th ed. Philadelphia, Saunders, 1995, p 322.

Tabel 30-1. Gejala Sisa pada anak dengan Infeksi Cytomegalovirus

7

Page 8: jurnal kedua

berdasarkan tipe dari infeksi maternal.

Primer Rekuren Penyakit yang bergejala pada saat lahir

24/132 (18%) 0/65 (0%)

Gejala sisa apa saja 31/125 (25%) 5/64%Lebih dari 1 gejala sisa 7/125 (6%) 0/64%Tuli sensorineural 18/120 (15%) 3/56 (5%)Tuli bilateral 10/120 ( 8%) 0/56 (0%)Mikrochepalus 6/125 (5%) 1/64 (2%)Kejang 6/125 (5%) 0/64 (0%)IQ<70 9/68 (13%) 0/32 (0%)Kematian 3/125 (2%) 0/64 (0%)

Dari Fowler KB, Stagno S, Pass RF, dkk. The outcome of congenital cytomegalovirus infection in relation to maternal antibody status. N Engl J Med 1992; 326:663-667.

CMV adalah penyebab tersering tuli sensorineural, menunjukkan gejala pada neonatus pada saat lahir sekitar 30%. Hepatosplenomegali adalah manifestasi klinis tersering. Mikrochepalus sering dihubungkan dengan kalsifikasi serebral paraventrikular. Korioretinitis, atrofi optikus, perlambatan mental dan psikomotor, ketidakmampuan belajar, dan abnormalitas pada gigi telah dilaporkan. Secara keseluruhan, infeksi congenital CMV menyebabkan gejala sisa yang berat pada 1 dari 750 bayi baru lahir, mempengaruhi 8000 anak-anak setiap tahunnya. Jadi, infeksi congenital CMV adalah penyebab tersering cacat lahir dan ketidakmampuan/cacat pada masa anak-anak. Ketidakmampuan/cacat pada masa anak-anak yang dikenal antara lain sindrom Down dan mempengaruhi 4000 anak-anak tiap tahun, sindrom alcohol fetus sekitar 5000 bayi per tahun, dan spina bifida sekitar 3500 bayi baru lahir setip tahunnya. Kehati-hatian dari masyarakat dan dokter dari kondisi ini tinggi dibandingkan dengan peyakit CMV congenital. Pada penelitian baru-baru ini, 44% dokter obsgyn menasehati pasien mereka untuk mencegah infeksi CMV, yang ditekankan padakebutuhan akan latihan tambahan. Pada penelitian yang berbeda, hanya 14% wanita yang tahu/mendengar akan CMV mengindikasikan potensial dari edukasi perilaku.

Pilihan penatalaksanaan

Terpai akut, infeksi akut CMV pada individu normal yang immunokompeten adalah paliatif. Infeksinya mayoritas besarnya bersifat asymptomatic; sisanya ringan. Sekarang ini, eradikasi dari virus tersebut melebihi kapasitas kedokteran modern. Pada pasien immunokompromise, seperti pada pasien yang menjalani transplantasi atau pasien AIDS, obat antivirus ganciclovir

8

Page 9: jurnal kedua

dapat meringankan sementara dari efek yang berat seperti retinitis. Sampai sekarang, tidak ada terapi yang diterima untuk infeksi neonatal atau maternal akut.

Terdapat perkembangan dari vaksin spesifik CMV, walaupun pada kenyataan dan teorinya terdapat hambatan. Meskipun eradikasi lengkap dari virus tidak mungkin terjadi, terdapat antibody yang sama setelah infeksi primer pada manusia dapat mengurangi tingkat infeksi congenital fetus dan gejala sisanya. Jadi keefektifan dari vaksin CMV akan significant mengalami kemajuan. Imunisasi pasif dengan Immunoglobulin anti CMV spesifik berguna sebagai profilaksis pada kasus transplantasi renal dan sumsum tulang. Jadi pencegahan infeksi maternal merupakan secara jelas merupakan strategi untuk mencegah infeksi intrauterin. 3 ranah yang berbeda berpotential untuk mengurangi kemungkinan infeksi maternal selama kehamilan adalah edukasi pasien, edukasi dokter dan perkembangan vaksin. CMV secara khas menyebar dengan kontak intrapersonal dengan transmisi secret yang terinfeksi dari orang ke orang, jadi pada kenyataannya wanita yang bekerja di tempat yang resikonya tinggi (contoh tempat penitipan anak) seharusnya dinasehati agar mencuci tangan mereka secara hati-hati setelah mengganti popok dan setelah kontak dengan secret apa pun pada anak (contoh saliva). Ciuman dari mulut ke mulut dengan anak seharusnya dihindari. Dokter seharusnya hati-hati dengan resiko transfuse yang berhubungan dengan transmisi CMV. Jadi, ketika mentransfusi wanita usia produktif yang akan atau segera hamil, darah yang digunakan negative dari CMV. Transfusi apapun pada janin dalam kandungan harus menggunakan WPC (Washed Packed Cell) dengan CMV negative untuk mencegah kontaminasi CMV pada janin. Tidak mesti, meskipun menskrining IgG anti CMV atau eksresi virus pada semua wanita hamil dengan tujuan mengisolasi mereka dari lama kehamilannya. Tindakan yang beralasan adalah menskrining dengan pemeriksaan serologis pada semua wanita hamil di daerah beresiko tinggi (contoh pekerja pada penitipan anak) dan direkomendasikan untuk semua individu yang rentan sehingga mereka memberikan perhatian terhadap higienitasnya. Untuk mencegah infeksi CMC serta infeksi seksual lain, semua wanita dengan banyak pasangan seharusnya didukung untuk menggunakan kondom selama kontak seksual.

Belum ada terapi yang efektif pada janin. Gancyclovir diberikan pada vena umbilikalis fetus sekitar umur 27 minggu. Dosis 10 mg/hari selama 5 hari, 15mg/hari selama 3 hari, dan 20 mg/hari selama 4 hari. Beberapa episode bradikardia dilaporkan setelah pemberian. Walaupun viral load menurun secara drastic dari waktu ke waktu setelah terapi dan tes fungsi hati meningkat, kematian pada janin dilaporkan pada umur kehamilan 32 minggu. Terapi antiviral pada wanita hamil ditunjukkan hanya pada skala kecil dan dengan efek yang sedang. Toksisitas dan keefektifan biaya adalah perhatin utama.terapi hiperimunoglobulin CMV pada wanita dengan infeksi primer CMV selama kehamilan tampaknya menjanjikan dalam mengurangi penyakit CMV pada bayi, meskipun keefektivan dan keamanan dari terapi ini masih menunggu hasil dari percobaan internasional yang sedang berjalan.

9

Page 10: jurnal kedua

Penilaian dari keefektifan skrining pada bayi adalah langkah selanjutnya agar bisa mendeteksi secara dini resiko CMV pada bayi dan mengurangi gejala sisa. Keuntungan dari perkembangan vaksin menjanjikan; meskipun izin dari vaksin ini tampaknya masih beberapa tahun lagi.

Rangkuman Pilihan ManajemenCytomegalovirus

Pilihan Manajemen Kualitas bukti dan rekomendasi Referensi Sebelum kehamilanNasehati wanita dalam lingkungan (contoh penitipan anak)resiko tinggi tentang resikonya.

III B 50,78,82

Konseling rencana kehamilan pada wanita dengan riwayat terbukti terinfeksi CMV Menetapkan status serologis

bisa membantu

GPP

GPP

-

-

Menganjurkan untuk menggunakan kondom pada hubungan non-monogami/banyak pasangan

IV C 78

Menggunakan produk darah dengan CMV negative pada transfusi

IV C 83

Pre natalNasehati wanita yang bekerja di tempat resiko tinggi (contoh penitipan anak) tentang resikonya

III B 50, 78, 82

Menggunakan produk darah dengan CMV negative pada transfusi

IV C 83

Jika pasien didiagnosis mengalami infeksi CMV pada saat hamil: Berikan konseling tentang

resiko pada janin Pertimbangkan prosedur

invasive untuk menetapkan resiko pada janin

Cek pertumbuhan dan kesehatan janin

GPP -

10

Page 11: jurnal kedua

Pertimbangkan terminasi kehamilan (jika pada awal umur kehamilan)

Terapi yang tidak efektif, walaupun acyclovir, ganciclovir, valaciclovir, hiperimunoglobulin spesifik CMV telah digunakan

IV C 13, 84, 85, 88, 89

Persalinan, kelahiran dan postnatalJika pasien didiagnosis mengalami infeksi CMV pada saat hamil: Gunakan ukuran control

infeksi ditempat Lakukan pemeriksaan klinis

dan serologis pada bayi baru lahir dengan pemantauan pediatric jika infesksi dikomfirmasi

GPP -

CMV: Cytomegalovirus; GPP: good practice point

Virus Herpes Simplek

Umum

HSV adalah virus DNA dari keluarga herpes. HSV-1 secara khas telah dianggap penyebab herpes orolabial yang umum disebut fever blaster. HSV-2 dianggap menyebabkan infeksi herpes genital, terkenal dengan nama STD (Sexually transmitted disease) atau PMS (Penyakit Menular Seksual). Walaupun keduanya merupakan tipe dari HSV namun secara umum dipisahkan dengan cara tersebut, ada kesepakatan yang tumpang tindih bahwa HSV-2 menyebabkan penyakit pada mulut dan HSV-1 menyebabkan infwksi genital. Faktanya, hingga sepertiga infeksi genital mungkin disebabkan HSV-1. Meskipun, HSV-1 cenderung agak kurang menyebabkan infeksi rekuren daripada HSV-2. Secara umum, 2 virus ini dapat dianggap identik dari keaadan klinis pada pasien dengan karakteristik lesi ulcerativnya.

Diagnosis

HSV relativ mudah dikulturkan; kultur virus merupakan pemeriksaan yang disukai dari infeksi HSV genital pada pasien yang terdapat ulkus genital. Sensitivitas kultur menurun secara cepat

11

Page 12: jurnal kedua

ketika lesi sudah mulai sembuh, biasanya beberapa hari dari onset. Ketika diagnosis yang lebih cepat diperlukan, pewarnaan FA pada slide kultur jaringan dengan inkubasi pendek memungkinkan diidentifikasi selama 48 jam, khususnya ketika specimen asli berisi jumlah banyak dari virus. Pada kondisi inokulasi tinggi, pewarnaan FA langsung dari specimen yang asli memberikan diagnosis, meskipun tidak sesensitiv kultur jaringan. PCR assay untuk DNA HSV sangat sensitive dan dapat digunakan secara cepat untuk mendeteksi DNA HSV pada wanita hamil.

Tipe antibody spesifik HSV berkembang selama 6-8 minggu setelah infeksi dan menetap tanpa batas. Type-spesific assay yang akurat berdasarkan G1 glikoprotein spesifik HSV-1 untuk diagnosis infeksi dengan HSV-1 dan G2 glikoprotein spesifik HSV-2 untuk diagnosis infeksi dengan HSV-2. Sensitivitas dari pemeriksaan serologis bervariasi diantara 80% dan 90%, dan hasil negative palsu bisa juga terjadi, khususnya untuk tahap awal infeksi. Spesifitas lebih besar dari 96% dan hasil positive palsu bisa terjadi. Jadi pengulangan pemeriksaan diindikasikan pada beberapa situasi. Type specific-serology dikombinasikan dengan kultur HSV dan pemeriksaan DNA dengan PCR mungkin dapat membantu dalam penegakan diagnosis pada herpes genital, khususnya pada pasien dengan luka yang menyembuh atau episode rekuren dari herpes genital ketika hasil kultur HSV negative palsu. Pemeriksaan klinis bisa menyebabkan kehilangan banyak kasus herpes genital, dan kultur antepartum tidak bisa memprediksi secret viral ada saat kelahiran.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyediakan pedoman penggunaan dari test type-spesific serologic. CDC mengakui pentingnya penggunaan tes serologis : 1. Konfirmasi diagnosis klinis, 2. Untuk mendiagnosis seseorang dengan infeksi yang tidak bisa dikenali, 3. Mengatur pasangan seksual pada orang dengan herpes genital. Karena hasil kultur sering negative palsu, tes serologis dapat berguna untuk menegakkan diagnosis klinis. Catatan pedoman bahwa beberapa ahli percaya jika tes type-spesific serologic berguna untuk identifikasi wanita hamil oleh resiko infeksi HSV dan membantu mereka dengan konseling mengenai resiko dari herpes genital akuisita selama kehamilan. Tidak ada tempat menggunakan pemeriksaan antibody IgM untuk menentukan infeksi primer atau rekuren HSV.

Terdapat 3 tahap infeksi HSC berdasarkan persentasi klinis dan serologi.

Infeksi Primer

Infeksi primer HSV ditegakkan ketika HSV-1 (-) atau antibody IgG hsv-2 (+). Infeksi primer genital, disebabkan oleh HSV-2 atau HSV-1, ketika gejala muncul, terdapat gejala ringan sampai berat dan banyak lesi genital. Lesi genital terdapat pada vulva, vagina, servik diantara 2 dan 14 hari dan banyak dan lebih banyak lagi diobservasi di infeksi rekuren. Discharge vagina, dysuria, vaginal burning/ rasa terbakar pada vagina dapat muncul pada gejala. Limfadenopati regional

12

Page 13: jurnal kedua

disebabkan oleh replikasi virus di drainase limfe. Gejala sistemik seperti malaise, myalgia, dan demam ditemukan selam infeksi primer herpes. Penting untuk menilai jika infeksi primer bersifat asimptomatik.

Penyakit episode pertama bukan primer

Pada periode ini, antibody HSV-1 terdapat pada wanita yang memperoleh infeksi HSV-2 untuk pertama kalinya. Jika seseorang yang terinfeksi sudah memiliki antibody HSV-1 sebelumya, terdapat gejala dasar yang lebih sedikit, lesi dan komplikasinya dan durasi lesi serta waktu tersebar berkurang.

Infeksi rekuren

Pada infeksi rekuren, terdapat antibody homolog. Skrining rutin di populasi umum tampaknya tidak efektif dalam hal biaya dan tidak direkomendasikan. Meskipun, identifikasi dari wanita seronegativ dapat membrerikan peluang untuk mengeahui secara baik resiko dari transmisi primer selama kehamilan dan menasehati pasangan yang tidak wajar tentang hasil serologis.

Pada herpes genital yang rekuren, lesi cenderung terbatas ukuran dan jumlahnya. Terjadi berulang biasanya pada area vulva eksterna, dan tidak lebih dari 3 lesi ditemukan pada pemeriksaan klinis. Serviksitis difusa atau ulkus tunggal besar menunjukkan keterlibatan servik. Iritasi local atau nyeri merupakan keluhan yang ada dan mungkin meningkat di secret vagina atau disuria. Traktus genitalia eksterna adalah tempat yang sering untuk virus bereplikasi. Persebaran virus tanpa adanya lesi (asimptomatik) dapat terjadi dari vulva dan servik secara intermiten pada tahun berikutnya setelah infeksi primer. Penyebaran virus yang asimptomatik ini bertahan rata-rata 1,5 hari.

Epidemiologi dan Transmisi Virus Herpes Simplek-1 dan Virus Herpes Simplek-2

Pasangan yang rentan dapat mendapatkan virus ini selama penyebaran yang asimptomatik. Penyebaran virus tanpa gejala apapun atau tanda lesi klinis membuat virus PMS ini sulit untuk dikontrol dan dicegah. Pasien yang mengalami rekurensi pada penyakit ini klinis atau asimptomatik, dan variasi yang signifikan dari pasien ke pasien dalam hal frekuensi, beratnya, dan durasi dari gejala dan penyebaran virus. Wanita dewasa muda biasanya mengalami episode pertama dari herpes genital pada umur 20 dan 24 tahun

Herpes primer orolabial merupakan penyakit sebagian besar pada anak-anak, anak mengalami infeksi yang diperoleh dari anggota keluarga yang dekat. Walaupun 90-95% dari infeksi oral bersifat asimptomatik, beberapa muncul vesicoulcerative di orofaring adan bibir seminggu setelah paparan. Adenopathy dan viremia, bersamaan dengan demam dan malaise, akan

13

Page 14: jurnal kedua

menetap selama 1 atau 2 minggu, dan persebaran virus akan samapai 6 minggu. Kemudian produksi antibody terbatas ketika masa dorman virus tersebut. Adakalanya tumbuh sebagai lesi local yang melepuh di bibir di saat stress, terbakar sinar matahari, atau penyakit febris seistemik (oleh sebab itu disebut fever blister). Selama periode rekuren dari penyakit ini, persebaran virus sampai 1 minggu.

Herpes genital bisa terjadi setelah kontak seksual, termasuk genital-genital atau orogenital, dengan seseorang yang terinfeksi. Masa inkubasinya sekitar 2-14 hari. Seseorang yang menularkan virus tersebut mungkin bersifat asimptomatik pada diri mereka, membingungkan dalam identifikasi asal infeksinya. Pada suatu penelitian, 10% wanita hamil yang beresiko menderita infeksi HSV-2 karena seropostive HSV-2 dari suami mereka. Gejala servik dan vulva asimptomatik pada infeksi primer HSV-2 terjadi pada 2,3% wanita dengan seropositiv infeksi HSV-2 dan 0,65% dengan gejala demam, malaise, myalgia, dan meningitis aseptic. Encephalitis HSV dan hepatitis terbukti fatal. Disfungsi LMN (Lower Motor Neuron) dan disfungsi otonom menyebabkan atonia VU (vesica urinaria) dan retensi urin. Peningkatan persebara virus terjadi hampir dalam waktu 3 minggu pada kasus yangberat jika tidak ditangani. Penyakit local dapat berulang seminggu atau sebulan kemudian jika virus yang menyerang terutama adalah HSV-2, yang sering berulang banyak kali daripada HSV-1, khususnya di daerah genital.

Infeksi herpes genital biasa terjadi di US, dengan 45 juta orang berumur 12 tahun atau lebih tua, atau 1 dari 5 dari total populasi remaja dan dewsa, terinfeksi HSV-2. Sejak akhir 1970an, jumlah dari orang di US yang mengalami infeksi herpes genital meningkat sekitar 30%. Infeksi HSV-2 lebih sering terjadi pada wanita(1 dari 4) daripda pada laki-laki (1 dari 5) dan lebih sering pada kulit hitam (45,9%) daripada kulit putih (17,6%). Peningkatan terbesar sekarang terjadi pada anak belasan tahun kulit putih. Infeksi HSV-2 sekarang 5 kali lebih sering pada usia 12-19 tahun orang kulit putih dan 2 kali lebih sering pada dewasa muda umur 20-29 tahun pada akhir tahun 1980. Infeksi HSV-2 antar pasangan seksual yang tidak wajar , resiko infeksi akuisita HSV genital tiap tahunnya sekitar 31,9% diantara wanita yang HSV-1 dan HSV-2 (-) dibandingkan 9,1% wanita dengan HSV-1 (+). Sekitar 1.6 juta infeksi HSV-2 baru yang didapat tahunan dan sekitar 2% wanita denganserokonversi HSV-2 selama kehamilan.

Resiko fetal dan maternal

Karena immunosupresi terjadi selama kehamilan, penyebaran HSV menyebabkan kematian melalui hepatitis, enchepalitis, dan penyebaran virus secara umum. Infeksi primer terjadi di awal kehamilan bisa menyebabkan endometritis viral yang naik dari infeksi servik dan berakhir menjadi abortus spontan. Meskipun tidak ada laporan tetap tentang sindrom congenital yang

14

Page 15: jurnal kedua

menyebabkan infeksi dalam kandungan dengan HSV. Spektrum dari infeksi fetal dan neonatal meliputi abortus, premature,dan infeksi intrapartum akibat penyebaran infeksi HSV.

Infeksi HSV primer pada trimester kedua atau ketiga meningkatkan resiko kelahiran preterm sebagai akibat resiko transmisi virus ke bayi baru lahir. Janin yang terinfeksi HSV, khususnya jika ibu mengalami infeksi primer yang akut, bisa berlanjut kekematia neonatus yang berat seperti korioretinitis, meningitis, enchepalitis, retrdasi mental, kejang dan kematian.

Sejak akhir tahun 1980an atau 1990an, negara-negara industry telah melaporkan bahwa terdapat penurunan tingkat seropositiv dari HSV-1 karena kemungkinan terdapat peningkatan pengukuran sanitasi, dan peningkatan infeksi HSV-2 yang disebabkan perilaku seksual yan diijinkan. Tingkat infeksi HSV genital klinis naik secara dramastis sejak tahun 1960an di US, UK, dan bagian lain di Eropa.

Insiden hasil kultur positif dari wanita yang sedang bersalin sekitar 0,5% dari populasi total. Sekitar 0,96% - 2,4% telah dilaporkan dengan infeksi HSV pada wanita aymptomatik dengan riwayat infeksi HSV yang diketahui. Tingkat penyakit pada neonatus sekitar 0,01-0,05%. Variabilitas disebabkan karena perbedaan tingkat antibody maternal (danterbentuk antibody pasiv pada janin) dan ukuran dari inokulum dari virus (primer,infeksi berat vs ringan, infeksi rekuren pada ibu). Bayi yang paling besar berkembang menjadi infeksi HSV neonatus dilahirkan pada ibu tanpa gejala atau mempunyai riwayat infeksi herpes genital dan dengan hasil seronegatif pada pemeriksaan antibosi HSV spesifik. Di Seattle, penelitian prospektif cohort dilakukan pada 53.362 wanita yang 40.023 nya dikultur HSV genital pada saat persalinan dan 31.663 mempunyai spesifik serologi. Dengan hasil kultur, 202 wanita (0,5%) positif HSV dari 10 (5%) yang mempunyai nenatus dengan infeksi HSV. Wanita tanpa riwayat herpes genital lebih cenderung mengalami HSV asimptomatik daripada pada wanita yang mempunyai riwayat herpes genital. Meskipu wanita dengan riwayat herpes genital cenderung mengalami kelahiran secara cesar. Tingkat transmisi HSV vertical sekitar 31,3% (5/16) pada wanita dengan kultur positif HSV-1 dan 2,7% (5/186) pada ibu yang positif HSV-2. Tingkat infeksi HSV neonatus per 100.000 kelahiran hidup adalah 54 pada wanita dengan seronegatif, 26 pada wanita yang seropositif HSV-1, dan 22 pada semua wanita dengan seropositif HSV-2. Jadi tingkat infeksi neonatus terjadi pada wanita yang seronegatif dan tidak mempunyai antibody HSV spesifik. Antibody heterolog pada penelitian ini tidak memperlihatkan perlindungan terhadap penularan episode primer atau non primer, sebaliknya dengan antibody homolog. Hasilnya menekankan akan kebutuhan untuk menasehati wanita seronegatif, khususnya untuk mengurangi resiko infeksi HSV pada neonatus.

Banyak dari infeksi HSV pada neonatus merupakan konsekuensi dari kelahiran pervaginam.banyak bayi yang memiliki penyakit ringan di kulit, mata, dan mulut. Meskipun penyakit yang terlokalisir mungkin bisa berlanjut menjadi enchepalitis atau penyebaran

15

Page 16: jurnal kedua

penyakit. Penyebaran penyakit dihubungkan dengan tingkat mortalitas 57%; system saraf pusat mempunyai tingkat mortalitas 15%; dan penyakit yang terlokalisir tidak menunjukkan adanya tingkat mortalitas. Pada kelompok 202 wanita dengan HSV terisolasi, transmisi HSV terjadi pada 9 dari 117 bayi (7,7%) setelah kelahiran pervaginam dan 1 dari 85 (1,2%) bayi baru lahir dari seksio sesar. Jadi seksio sesar dapat mengurangi tingkat transmisi HSV dari ibu ke bayi tetapi tidak dapat sevara lengkap mencegah infeksi HSV pada bayi baru lahir.

Pilihan Penatalaksanaan

Sebelum kehamilan

Penggunaan kondom latek yang konsisten dapat melindungi dari infeksi ini, khususnya pada wanita. Meskipun kondom tidak bisa melindungi secara lengkap karena kondom tidak menutupi ulkus herpes, dan penyebaran virus mungkin tetap terjadi yang membuat PMS ini sulit untuk dicegah. Pada kasus herpes yang simptomatik, paling baik tidak melakukan seks dan menggunakan kondom latek selama wabah. Yang paling kini, konsumsi valacyclovir harian (500mg) menekan infeksi HSV-2 pada pasangan seksual yang rentan. Dari semua infeksi dapatan, simptomatik maupun asimptmatik dapat dikurangi sekitar 48% pada kelompok valacuclovir dibandingkan dengan kelompok placebo. Terapi dengan valacyclovir harian 500 mg menurunkan tingkat transmisi HSV-2 pada pasangan heteroseksual dengan sumber pasangannya memiliki infeksi HSV-2 genital. Pasangan ini seharusnya didukung untuk mempertimbangkan penggunaan terapi antiviral sebagai bagian dari strategi untuk mencegah transmisi, juga sebagai tambahannya memakai kondom latek dan mencegah aktivitas seks saat terjad rekurensi.

Penting untu wanita mencegah infeksi herpes selama kehamilan karena infeksi primer selama kehamilan dapat menyebabkan resiko tinggi transmisi ke bayi baru lahir. Semua wanita hamil seharusnya ditanya apakah mereka mempunyai riwayat herpes genital. Meskipun riwayat merupakan metode yang tidak dapat dipercaya untuk identifikasi wanita yang beresiko terinfeksi akuisita atau wanitayang sudah terinfeksi. Wanita tanpa herpes genital yang diketahui seharusnya dinasehati untuk mencegah koitus selama trimester ketiga, khususnya dengan pasangan yang diketahui atau diduga terinfeksi herpes genital. Sebagai tambahannya, wanita yang tidak mempunyai riwayat herpes orolabial seharusnya dinasehati untuk memcegah ciuman pada trimester ketiga dengan pasangan yang diketahui atau diduga terinfeksi herpes orolabial. Ketika pasangan wanita mempunyai riwayat infeksi HSV, pemeriksaan serologis untuk antibody HSV-1 dan HSV-2 bisa membantu membuktikan untuk identifikasi dan secara konsekuen menasehati wanita dengan resiko infeksi primer HSV selama kehamilan. Wanita hamil dengan infeksi HSV primer seharusnya dimondokkan dan dimonitor secara ketat untuk

16

Page 17: jurnal kedua

bukti dari gejala sisanya. Persalinan premature seharusnya ditangani sewajarnya ketika diidentifikasi. Bukti dari beratnya, penyebaran penyakit seperti hepatitis (naiknya level enzim transaminase hepar) dan encchepalitis (pemeriksaan neurologi abnormal) seharusnya mempertimbangkan pemberian acyclovir IV untuk mencegah morbiditas serius. Terapi dari herpes genital primer dengan agen antiherpes oral diindikasikan untuk mengurangi penyebaran virus, mengurangi nyeri, dan penyembuhan luka yang lebih cepat. Penelitian yang berbeda memperlihatkan penggunaan acyclovir dan valacyclovir aman selama kehamilan dan tidak menginduksi resiko pada neonatus pada trimester pertama. Jadwal dosis di perlihatkan pada tabel 30-2. Tidak ada induksi dari strain HSV-resistant acyclovir dilaporkan pada sesorang yang immunokompeten. Meskipun, secara luas terapi supresiv untuk mencegah transmisi HSV ke bayi tidak diketahui. Pada penyakit HSV yang berat, acyclovir IV diberikan 5-10 mg/kgBB setiap 8 jam selama 2-7 hari sampai terdapat perbaikan klinis. Terapi antiviral oral seharusnya dilengkapi sampai paling tidak 10 hari dari terpai total. Acyclovir oral atau valacyclovir dan acyclovir IV mencapai konsetrasi teraupetik di ASI, cairan amnion, dan pada janin. Terapi topical dengan acyclovir tidak memberikan manfaat dan seharusnya tidak digunakan untuk mengobati herpes genital. Obat antiherpes yang lebih baru, valacyclovir dan famcyclovir, diperlihatkan meningkat bioavailabilitasnya pada acyclovir dan diminta diturunkan dosisnya.

Rekomendasi Terapi Untuk Herpes Genital Pada Pasien Tidak Hamil

Kondisi Klinis Regimen RekomendasiEpisode klinis pertama herpes genital Acyclovir 400 mg oral 3x/hari selama 7-10

hari*ATAUAcyclovir 200 mg oral 5x/hari selama 7-10 hari*ATAUFamciclovir 250 mg oral 3x/hari selama 7-10 hari*ATAUValacyclovir 1 g 2x/hari selama 7-10 hari

Terapi supresiv untuk herpes genital rekuren Acyclovir 400 mg oral 2x/hariATAUFamciclovir 250 mg oral 2x/hariATAUValacyclovir 500 mg oral 1x/hariATAUValacyclovir 1 g oral 1x/hari

Terapi episodic untuk herpes genital rekuren Acyclovir 400 mg oral 3x/hari selama 5 hariATAUAcyclovir 800 mg oral 2x/hari selama 5 hariATAU

17

Page 18: jurnal kedua

Acyclovir 800 mg oral 3x/hari selama 2 hariATAUFamciclovir 125 mg oral 2x/hari selama 5 hariATAUFamciclovir 1000 mg oral 2x/hari selama 1 hariATAUValacyclovir 500 mg oral 2x/hari selama 3 hariATAUValacyclovir 1 g oral 1x/hari selama 5 hari

Dari Centers for Disease Control and Prevention, Workowski KA, Berman, SM: Sexually transmitted disease treatmen guideline, 2006. Mmwr Recomm Rep 2006; 55 (RR-11): 1-91.

Antiviral profilaksis dri ibu untuk mencegah penyebaran virus simptomatik dan asimptomatik selama masa intrapartum sekarang direkomendasikan oleh American College of Obstetricians and Gynecologist. Acyclovir, valacyclovir, dan famciclovir merupakan kategori obat kelas B oleh U.S Food and Drug Administration. Mulai tahun 1984, pemberian acyclovir selama kehamilan sudah disusun. CDC mempublikasikan data, pada tahun 1993 menunjukkan tidak adanya peningkatan masalah pada janin pada wanita yang menerima acyclovir pada trimester pertama kehamilan mereka. Penelitian yang sedang berlangsung terdapat rekomendasi paling baru tentang pemeriksaan untuk mengurangi jumlah dari bayi baru lahir yang terinfeksi HSV yang difokuskan untuk identifikasi wanita hamil yang rentan terhadap infeksi HSV. Strategi ini adalah dengan cara mengetest antibody HSV-1 dan HSV-2 (menggunakan pemeriksaana type-specific glycoprotein G-based testing) pada semua wanita hamil dan menginisiasi pemberian antiviral profilaksis mulai 36 minggu usia kehamilan pada kasus yang terpilih. Intervensi ini bertujuan untuk mencegah infeksi primer pada yang beresiko.

Persalinan dan Kelahiran

Pada saat masuk ruang bersalin, semua wanita seharusnya ditanya secara hati-hati tentang gejala pada herpes genital dan semua wanita seharusnya diperiksa secara hati-hati lesi herpesnya. Di daerah genital yang tidak ada lesinya pada waktu persalinan, persalinan vaginam dimungkinkan. Jika terdapat lesi genital atau gejala prodromal seperti nyeri vulva atau rasa terbakar pada vulva (yang mungkin mengindikasikan wabah yang akan terjadi), indikasi untuk persalinan cesar. Insidensi infeksi pada bayi baru lahir rendah dari ibu dengan infeksi rekuren, tetapi persalinan sesar dijamin karena sifat serius dari penyakit ini.

Sejauh ini, antibody maternal akan melindungi neonatus dari infeksi selama rekurensi belum bisa dipastikan. Persalinan sesar tidak direkomendasikan pada wanita dengan riwayat infeksi HSV tetapi tidak aktiv.

18

Page 19: jurnal kedua

Pada wanita dengan ketuban pecah dini (KPD) yang dekat dengan persalinan dan infeksi HSV aktiv, persalinan sesar seharusnya dilakukan sesegara mungkin. Jika seharusnya tidak, meskipun janin diasumsikan terinfeksi HSV hanya karena KPD yang lama. Wanita denagan KPD preterm dan lesi aktiv tergantung individunya, memperhitungkan umur kehamilannya dan faktor relevan lainnya. Jauh dari “term”, manajemen harapan dan penggunaan dari glukokortikoid didukung tinggi dan terpai antiviral diindikasikan karena neonatus premature merupakan resiko tinggi untu terinfeksi.

Infeksi HSV fetus telah dikaitkan dengan penggunaan electrode scalp bahkan pada ketiadaan lesi. Jadi, monitoring scalp fetus seharusnya digunakan dengan hati-hati bahkan pada wanita dengan riwayat HSV rekuren dan tidak ada lesi yang aktif.

Postnatal

Endometritis postpartum akibat infeksi HSV telah dilaporkan dan berespon terhadap acyclovir. Infeksi HSV yang didapat postnatal pada bayi baru lahir dapat berat, dan pada ibu dengan lesi pada kulit dan orofaring seharusnya berhati-hati ketika memegang bayi meeka. HSV-1 lebih mungkin menyebabkan infeksi nosokomial pada nbayi daripada HSV-2. Menyusui tidak menyebabkan infeksi pada bayi; kontraindikasi menyusui hanya dilakukan pada kasus/ lesi yang jelas pada payudara.

Rangkuman Pilihan ManajemenVirus Herpes Simplex

Pilihan Manajemen Kualitas Bukti dan Rekomendasi

Referensi

Sebelum kehamilan dan PrenatalInformasi tentang sifat penyakit dan transmisi seksual yang dapat terjadi selama episode asimptomatik; konseling tentang penggunaan kondom selama episode asimptomatik dan selama tidak hubungan seksual

IV C 95, 125

Melakukan pemeriksaan serologi HSV type specific dan melakukan pemeriksaan lain yang mendukung untuk identifikasi wanita seronegatif yang beresiko terinfeksi HSV

IV C 95

Menasehati wanita dengan HSV-2 negativ untuk tidak melakukan hubungan seksual selama trimester ketiga dengan laki-laki yang mempunyaiherpes genital

Menasehati wanita dengan HSV-1 negativ

19

Page 20: jurnal kedua

untuk mencegah hubungan seksual dengan pasangan yang mempunyai infeksi HSV-1; tidak berciuman dengan pasangan yang mempunyai herpes orolabial

Memberikan terapi simptomatik dari infeksi (primer atau rekuren); pondokkan untuk beberapa kasus

-/GPP -

Berikan acyclovir untuk penyakit yang aktif: Oral (7-14 hari) untuk infeksi local

primer. IV (selama 2-7 hari lalu oral) untuk

penyakit sistemik primer Oral (5 hari) untuk penyakit rekuren

Ib/A

IV C

III B

126

115

136Memberikan acyclovir profilaksis (400 mg bid) pada trimester akhir pada pasien dengan infeksi HSV sebelumnya untuk mengurangi resiko rekuren (efek transmisi pada fetal/neonatal tidak diketahui)

Ib/A 131,132

Tidak memberikan informasi tentang obat anti HSV lebih baru; tidak direkomendasikan pada kehamilan

-/GPP -

Waspada tentang penyebaran sisa -/GPP -Waspada tentang aktivitas uterus preterm -/GPP -Kultur virus serial tidak direkomendasikan lebih lanjut pada trimester akhir pada pasien yang asimptomatik; kultur hanya mendokumentasikan kasus baru.

IV C 95

Pertimbangkan kelahiran dengan kasus septikemia

-/GPP -

Persalinan dan KelahiranMenanyakan dan melihat perineum, vagina dan serviks untuk HSV pada semua wanita pada waktu persalinannya (khususnya pada mereka dengan riwayat HSV)

IV C 95

Lakukan persalinan pervaginam jika tidak ada lesi yang aktif dan tidak ada gejala prodromal pada waktu persalinan

-/GPP -

Lesi aktif pada waktu persalinan dipertimbangkan indikasi seksio sesar oleh banyak dokter ahli kebidanan, meskipun resiko infeksi rekuren pada fetus kurang

-/GPP -

Konseling tentang keuntungan seksio sesar -/GPP -

20

Page 21: jurnal kedua

untuk mencegah infeksi janin dengan rupture membrane masih controversial, walaupun banyak yang masih menyarankan SC. Pendekatan harapan pada persalinan yang rentan preterm dan KPD beralasan Cegah sampel electrode janin dan scalp Ib/A 121,137PostnatalMenjaga pengukuran control infeksi jika ibu mempunyai lesi yang aktif

-/GPP -

Terapi infeksi maternal; mengurangi penyebaran dan morbiditas

III B 136

Lakukan wvaluasi klinis, mikrobiologis dan serologis dari bayi baru lahir jika terdapat lesi aktif maternal

-/GPP -

Berikan acyclovir IV untuk bayi baru lahir yang terinfeksi HSV

III B 136

GPP, good practice point; HSV, herpes simplex virus; KPD, ketuban pecah dini

Adenovirus

Gambaran Umum

Adenovirus merupakan virus DNA rantai ganda berukuran sedang (90-100 nm). Ada 6 subgenera (A sampai F) dengan 49 tipe secara immunologi dibedakan secara jelas yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Paling umum, pada seseorang yang sehat, infeksi adenovirus menyebabkan penyakit pada sistem gastrointestinal dan respirasi dengan gejala yang rentangnya luas.

Telah ada minat yang cukup besar dalam pengembangan adenovirus sebagai vector defektif untuk menyampaikan dan mengekspresikan gen asing untuk tujuan terapetik. Lagi pula, vector adenovirus telah digunakan dengan mekanisme yang lebih dapat dimengerti dari inflamasi intrauteri dan program janin. Adenovirus relativ mudah untuk dimanipulasi in vitro dan gen berpasangan secara efektif diekspresikan pada jumlah besar. Pemberian secara langsung vector gen adenovirus pada janin dapat dilakukan dengan bantuan fetoscopi atau ultrasonografi. Meskipun, paparan berulang pada neonatus oleh vektor adenovirus dihubungkan dengan inflamasi pulmo dilaporkan pada bayi domba yang baru lahir. Sebagai alternative, aplikasi vector adenovirus intravena maternal dan fetal diperlihatkan hanya pada jumlah sedikit replikasi adenovirus pada janin jadi mengurangi resiko paparan ke janin. Sebagai tambahannya, pengiriman gen mediated-adenovirus ditunjukkan pada jumlah sedikit virus pada ibu, jadi memungkinkan menjadi strategi yang pas untuk pembelajaran dasar fungsi placenta atau

21

Page 22: jurnal kedua

metode yang tetap dari koreksi disfungsi placenta di kemudian hari. Stem cell cairan amnion secara efektif ditrandusikan vector adenovirus, jadi memungkinkan adanya stem sel pluripotent untuk terapi gen.

Diagnosis

Kultur virus konvensional, pemeriksaan elektromikroskopi dan serologi dan tekhnik laboratorium modern seperti deteksi antigen dengan tes immunofluorencence dan PCR assays semuanya bisa dilakukan untuk identifikasi penyakit adenovirus. Typing adenovirus membutuhkan penggunaan antisera type-spesific pada pemeriksaan ihibisi hemaglutinasi dan atu neutralisasi. Infeksi adenovirus pada jaringan atau usapan sel/pap smear dapat diidentifiksi menggunakan tehnik hibridisasi in situ. Adanya adenovirus tidak berarti penyakit karena virus ini bisa disebarkan pada waktu yang lama. Genom adenovirus dapat diidentifikasi dari cairan amnion pada 30 dari 91 (33%) fetus dengan bukti ultrasound pada hydrops nonimun. Meskipun infeksi ini bersamaan dengan nfeksi parvovirus, CMV, enterovirus, HSV, dan virus saluran respirasi ditemukan di banyak kasus dengan tehnik PCR.

Resiko Fetal dan Maternal

Pada orang dewasa yang sehat, adenovirus biasanya menyebabkan penyakit respirasi dengan gejala dari flu biasa sampai pneumonia, croup, dan bronchitis. Meskipun, tergantung dari serotype atau rute infeksi (inhalasi atau ingesti), adenovirus bisa menyebabkan penyakit febris dan keratokonjungtivitis, penyakit rash, gastroenteritis atau sistisis. Pasien immunokompromise rentan terhadap komplikasi yang berat dari infeksi adenovirus.

Transmisinya dengan kontak langsung dan rute fekal-oral. Adenovirus tidak stabil pada kondisi yang kurang baik. Adakalanya, terjadi transmisi via air, di sekitar kolam renang atau danau kecil. Infeksi biasanya didapat selama masa kanak-kanak dan insidensinya lebih tinggi di akhir musim dingin, musim semi dan awal musim panas. Tergantung dari serotipenya, infeksi adenovirus dapat menetap baik pada tonsil, adenoid atau usus pada pasien yang terinfeksi. Penyebaran virus dapat berlanjut sampai bertahun-tahun. Tipe adenovirus 40 dan 41 diketahui menyebabkan gastroenteritis terutama pada anak-anak. Inhalasi adenovirus tipe 7 diketahui menyebabkan infeksi berat traktus urinarius bawah dan penyakit respirasi akut yang sering dihubungkan dengan tipe 4 dan 7.

Infeksi adenovirus pada bayi mungkin terjadi transplacental atau saat kelahiran pervaginam atau kontak dengan feses. Cairan amnion yang diperoleh dari 303 kehamilan dengan temuan

22

Page 23: jurnal kedua

abnormal ultrasound, positive ketika diperiksa adanya infeksi adenovirus pada 124 kasus (41%). Tehnik PCR dapat memperlihatkan hanya adenovirus yang merupakan genom virus di cairan amnion dari oligohidramnion sekitar 18% (2/11; 2 pasien tambahan positive CMV), hidrothorak/efusi pleura di 22% (4/18; 2 pasien tambahan postiv enterovirus dan CMV), ventrikulomegali di 23% (6/26; 1 pasien tambahan positive CMV), mikrochepalus di 20% (1/5) dan echogenic usus di 5% (1/22; 5 pasien tambahan postiv CMV dan HSV). Pada kelompok control dari 154 janin dengan struktur normal, infeksi virus dari cairan amnion dideteksi di 4 kasus (3%) dan adenovirus hanya satu-satunya mikroorganisme sekitar 2% (3/154; 1 pasien tambahan positive CMV). Infeksia adenovirus dalam kandungan bisa menyebabkan myocarditis janin dengan tachyarrhytmia, dilatasi bilik jantung, fungsi ventrikel yang buruk dan hidrop fetalis berikutnya.

Penyakit adenovirus neonatus yang berat jarang terjadi, tapi sering banyak bermanifestasi sebagai necrotizing pneumotitis. Sampai 10 hari dari kelahiran, bayi yang terinfeksi memperlihatkan dengan cepat pneumonia yang progressive, trombositopenia, DIC, hepatomegali, dan hepatitis. Kegagalan respirasi mungkin memerlukan oksigenasi membrane ekstracorporeal pada bayi baru lahir. Fatalitas pada kasus bisa sebesar 84% dan kematian sering terjadi sekitar hari ke 16. Infeksi neonatus bisa dilihat di proporsi epidemic di bangsal neonatus. Beratnya penyakit pada bayi baru lahir terlihat kurang pada ibu yang mempunyai antibody maternal.

Pilihan Penatalaksanaan

Sebelum kehamilan dan prenatal

Sampai sekarang, tidak tersedia terapi yang spesifik untuk infeksi adenovirus pada kehamilan atau pada bayi baru lahir yang terinfeksi, walaupun obat antivirus yang baru (cidofovir, ribavirin) menunjukkan hasil yang menjanjikan pada pasien pediatric. Jadi, terapi terbaik untuk infeksi adenovirus adalah pencegahan. Wanita seharusnya mendapatkan konseling tentang ukuran higienitas untuk mencegah transmisi fecal-oral. Juga, berenang di kolam renang yang diklorin tidak adekuat sebaiknya dicegah. Banyak infeksi yang ringan tidak membutuhkan terapi.

Infeksi adenovirus yang berat dapat dikelola hanya dengan terapi dari gejala dan komplikasinya. Tachyarrythmia fetal dan dihubungkan hidrops fetalis bisa diterapi dengan digoxin oral pada maternal dan agen lain (liat Bab 15). Terapi maternal dengan digoxin oral 0,5 mg dan dengan dosis pemeliharaan 0,125-0,25 mg/hari menunjukkan perubahan dari tachyarrhytmia ke ritme sinus normal dan menyebabkan resolusi spontan hidrops fetalis. Transfer transplacental dari digoxin diestimasi 60-100%. Tingkat digoxin pada maternal atau tachyarrhytmia pada janin yang

23

Page 24: jurnal kedua

menetap mungkin mebutuhkan penyesuaian dari pemberian dosis digoxin. Vaksin adenovirus tipe 4 dan 7 dikembangkan hanya pada keperluan milter saja. Resiko pada populasi secara umum sangat rendah sehingga vaksin tidak layak.

Persalinan, kelahiran dan Postnatal

Perhatian yang ketat pada kontrol infeksi efektiv untuk menghentikan wabah nosokomial dari penyakit adenovirus seperi keratokonjungtivitis epidemic.

Rangkuman pilihan penatalaksanaanAdenovirus

Pilihan Manajemen Kualitas Bukti dan Rekomendasi

Referensi

Sebelum kehamilan dan prenatalRute transmisi fecal-oral dan waterbone; jadi transmisi dapat dicegah dengan Higienitas individu Higienitas pada masyarakat

(kolam renang yang berklorin)

-/GPP -

Terapi simptomatik infeksi adenovirus karena terapi bukti untuk infeksi maternal

-/GPP -

Jika hidrops fetalis berkembang karena tacyarrhtmia fetal, lihat Bab 15 dan 24

-/- -

Persalinan, kelahiran dan postnatalPenerapan kebijakan control infeksi dengan ketat

-/GPP -

Tidak ada terapi pada neonatus selain simptomatik dan supportiv

-/GPP -

Pneumotitis berat pada bayi baru lahir membutuhkan oksigenasi ekstracorporeal

-/GPP -

GPP, good practice point

Coxsakievirus

Gambaran Umum

24

Page 25: jurnal kedua

Coxsakievirus merupakan virus RNA rantai tunggal, anggota dari picornaviridae, yang meliputi enterovirus dan rhinovirus. Serotype enteovirus dibedakan dengan antisera type-spesific dan dulu dikelompokkan menjadi 4 kelas: poliovirus, coxsackievirus grup A, coxsackievirus grup B dan echovirus. Penemuan baru dari serotype menambah jumlah dari enteroviral (seperti virus hepatitis A: enterovirus 72.

Pada daerah garis lintang utara, infeksi enterovirus kuat dihubungkan dengan musim tertentu (musim panas dan musim gugur) daripada diamati pada iklim tropis lain. Meskipun, infeksi terjadi sepanjang tahun. Serotipe 2-5 coxsakievirus grup B diisolasi lebih sering, mengingat serotype lain jarang dilaporkan. Infeksi coxsakievirus grup A kurang sering diidentifikasi, mungkin dikarenakan pertumbuhan yang buruk pada kultur sel rutin.

Enterovirus ditransmisikan dengan kontak secara langsung dari sekret hidung dan tenggorokan atau feses pada individu yang terinfeksi. Karena banyak dari infeksi tida terlihat secara klinis, penyebaran dari infeksi coxsakievirus terjadi tiba-tiba; dengan masa inkubasi 3-5 hari (interval 2-15 hari).

Pada orang dewasa yang sehat dan tidak hamil, infeksi enterovirus bersifat asimptomatik atau menyebabkan penyakit febris ringan dengan atau tanpa gejala dari infeksi saluran respirasi atas atau rash. Meskipun, beberapa sindrom klinis secara karakteristik dihubungkan dengan infeksi enterovirus sperti mengitis aseptic, pleurodynia, dan hand-foot-mouth disease. Tingkat infeksi lebih tinggi pada anak-anak muda daripada anak-anak dengan umur lebih tua dan dewasa.

Diagnosis

Infeksi coxsakievirus dapat diidentifikasi dengan kultur virus dari orofaring, feses, darah, urin, LCS, dan cairan amnion. Setelah isolasi virus dengan kultur, pengkodean virus ditunjukkan dengan tes neutralisasi konvensional. Tehnik identifikasi virus spesifik yang lebih cepat menggunakan immunofluorescence assay (IFA) atau enzyme-linked immunoassorbant assay (ELISA) tapi tidak terbukti berguna karena jumlah besar dari serotype yang berbeda. Meskipun, perkembangan dari antibody spesifik grup monoclonal dapat digunakan untuk identifikasi cepat dari grup enterovirus dengan IFA dan ELISA semakin maju. Metode laboratorium modern menyediakan diagnosis yang cepat dan akurat dari infeksi coxsakievirus dengan tehnik PCR. Sebagai tambahannya, PCR terlihat sesuai untuk deteksi grup A coxsakievirus yang tumbuh dengan buruk waktu dikultur, yang menyebabkan tidak bisa dikenali secara klinis dari virus penyebab penyakit.

Serologi menggunakan inhibisi hemaglutinasi, fiksasi komplemen, dan pemeriksaan ELISA lebih siap untuk identifikasi antibody spesifik dari kelas IgG, IgM, IgA dan IgE; meskipun, sejumlah

25

Page 26: jurnal kedua

besar dari antigen spesifik tipe enterovirus membutuhkan pelaksanaan dari pemeriksaan serologi dalam jumlah besar. Tekhnologi gene-sequencing diidentifikasi sebagai epitope umum pada enterovirus, yang mungkin terbukti berguna pada pemeriksaan serologi di kemudian hari. Ketika dilakukan pemeriksaan serologi, specimen berpasangan seharusnya diperoleh untuk memastikan diagnosis.

Sampel jaringan yang diperiksa adalh antigen enteroviral spesifik dengan immunofluorescence atau tehnik PCR.

Resiko maternal dan fetal

Prevalensi infeksi enterovirus berkebalikan dengan status sosialekonomi dan umur, mengingat faktor dari individu seperti umur, jenis kelamin, status imun dan kehamilan yang penting untuk membedakan beratnya infeksi.

Pada kehamilan, banyak infeksi dari coxsakievirus yang tidak terlihat atau hanya menyebabkan gejala minimal yang sama dengan infeksi saluran nafas atas atau gastroenteritis virus; meskipun pernah dilaporkan kegagalan hati. Insidensi pasti dari infeksi coxsakievirus pada kehamilan tidak diketahui. Tidak ada bukti virology langsung yang tersedia yang menunjukkan bahwa infeksi coxsakievirus pada kehamilan bisa menyebabkan keguguran. Meskipun, peningkatan frekuensi IgM coxsakievirus pada wanita dengan abortus spontan pernah dilaporkan. Pada penelitian kolaboratif, bukti serologi infeksi coxsakievirus B(tipe 1-6) selama kehamilan diperlihatkan pada 9% dari 198 wanita, selama musim puncak enterovirus, tingkat serokonversi 255 dlaporkan selama minimal 2-6 minggu dari kehmailan diantara 55 wanita. Banyak wanita yang bersifat asimptomatik atau hanya memiliki gejala ringan dan tidak ada bayi baru lahir memiliki anda berat dari infeksi enterovirus. Insiden infeksi coxsakievirus B pada neonatus berdasarkan data laboratorium yang diestimasikan minimal 50 per 100.000 anak yanh lahir hidup. Jadi, infeksi enterovirus selama kehamilan biasa terjadi; lagipula banyak dari infeksi tidak menjadikan morbiditas maternal atau neonatal. Sebagaialternatif, pada wanita yang melahirkan bayi baru lahir dengan bukti infeksi coxsakievirus grup B, 59%-65% mempunyai gejala selama masa perinatal dengan penyakit febris dan gejala saluran nafas atas, pleurodynia, myocarditis dan meningitis aseptic.

Pada penelitian yang dilakukan pada hewan yaitu tikus yang hamil diteliti dengan cara diinfeksikan dengan strainenterovirus yang mempunyai masa inkubasi lebih pendek, berkembang titer lebih tinggi darah dan organ lainnya dan mempunya sisa viremia lebih panjang. Kerentanan meningkat dengan kenaikan umur kehamilan dan secara cepat berbalik pada contoh hewan yang tidak hamil sampai dalam masa kelahiran. Pada tikus yang tidak hamil, pemberian kortikosteroid atau estrogen mengurangi resistensi infeksi virus

26

Page 27: jurnal kedua

encephalomyocarditis tapi resisten ini tidak dirubah oleh progesterone eksogen. Infeksi virus grup B pada tikus yang amil juga mengjasilkan infeksi pada janin sebelum kelahiran atau infeksi pada tikus intrapartum.

Pada manusia, penelitian in vitro diperlihatkan bahwa infeksi vertical dari ibu ke janin jarang terjadi lewat transplacenta. Meskipun, sekitar 22%-25% infeksi coxsakievirus grup B neonathungan dengan transmisi ditunjukkan berhubungan dengan transmisi antepartum. Mekanisme infeksi coxsakievirus intrauteri kurang bisa dimengerti. Bukti dari penyakit congenital tidak konsisten berhubungan dengan terdapatnya virus pada placenta dan tergantung dari tiap janin dan diasumsikan, disamping dari transmisi hematogen seperti plasenta, jumlah janin yang terinfeksi juga disebabkan oleh ingesti coxsakievirus yang berada di cairan amnion. Infeksi transplasenta pada janin terjadi karena ketiadaan imunitas maternal dan tidak berhubungan dengan beratnya penyakit pada Ibu. Penyebaran vius dari servik pernah dilaporkan; meskipun infeksi virus ascenden terlihat jarang terjadi. Pada waktu kelahiran, infeksi pada bayi mungkin terjadi oleh kontaminasi servikal atau fekal. Feses karier coxsakievirus dilaporkan sekitar rentang 0 – lebih dari 6% pada kelompok populasi yang berbeda.

Pada penelitian dari 603 bayi dengan 778 kelainan pada system organ yang berbeda, infeksi intrauteri dengan coxsakievirus B2 dan B4 dihubungkan dengan kelainan urogenital dan coxsakievirus B3 dan B4 dengan 2 atau lebih serotype coxsakievirus B. Juga, infeksi trimester pertama dengan coxsakievirus B4 terjadi lebih sering pada ibu dari bayi dengan kelainan apapun daripada kelompok control.pada 28 bayi baru lahir dengan kelainan congenital yang berat dari system saraf pusat, antibody penetralisir coxsakievirus B6 diperlihatkan di 4 kasus (14%); 2 mengalami hydranencephaly, 1 mengalami menikokel occipital dan 1 mengalmi stenosis akueductal. Pada bayi lahir mati dengan pancarditis kalsifikasi dan hidrop fetalis, antigen coxsakievirus B diperlihatkan.

Bayi baru lahir yang mendapat infeksi coxsakievirus segera pada masa peripartum lebih mungkib mengalami penyakit yang lebih berat pada kondisi ketiadaan antibody maternal. Infeksi neonatus berkisar dari penyebaran virus asimptomatik sampai penyakit yang fatal yang cepat terjadi. Infeksi yang terjadi lebih dari 5 hari sebelum kelahiran kemungkinan bisa menginduksi IgG maternal yang dapat menembus barier plasenta dan melindungi bayi baru lahir dari penyakit yang berat, tetapi tidak selalu dar infeksi. Pada bayi baru lahir, infeksi coxsakievirus bisa menyebabkan arrhythmia nonatus benigna; demam; lesi vesikel oral; rash vesikulopapul; kegagalan nafas yang berat; pneumotitis; perdarahan pulmo yang fatal; hepatitis, hepatomegali, ikterik, bleeding diastheses, gagal hati, dan nekrosis; meningitis aseptic; meningenchepalitis, encephalomyocarditis fatal dan enchepalohepatomyocarditis; myocarditis intersisial dan aseptic akut dan penyakit jantung lain. Penelitian dari 16 neonatus

27

Page 28: jurnal kedua

dengan hepatitis enterovirus dan koagulopati memperlihatkan komplikasi terjadinya perdarahan pada 10 dari 16 kasus (63%); 5 bayi mengalami perdarahan otak. Tingkat fatalitas keseluruhan sekitar 31% (5/16). Pada kelompok dari 5 neonatus dengan perdarahan intracranial, 4 meninggal (80%). Keseluruhan, inggi pada anak-anak dengan tingkat mortalitas tertinggi pada anak-anak dengan myocarditis, encephalitis, atau penyakit menyerupai sepsis dengan pengaruh pada hati. Sebagai tambahannya, prognosis tergantung dari strain virus yang menginfeksi. Pada umumnya, infeksi coxsakievirus B1-B4 mengalami prognosis yang paling baik. Gejala sisa jangka panjang paling banyak dilaporkan berkenaan dengan gangguan pada jantung dan system saraf pusat. Penelitian pada hewan, bahwa myocarditis coxsakievirus memperlihatkan proses immunopati sel T dan autoimun yang diinduksi virus. Pada penelitian dari 7 bayi baru lahir dengan hambatan neurodevelopmental, coxsakievirus didapatkan kembali dari tiap plasenta pada 6 dari 7 kasus (86%). Pemantauan 28 tahun dari 145 pasien terutama dengan infeksi system saraf pusat karena coxsakievirus B5 pada masa anak-anak, memperlihatkan peningkatan resiko pada dewasa dari onset skizofrenia atau gejala psikotik yang lain. Pada kelompok dari 15 anak-anak yang mengalami meningoenchepalitis karena coxsakievirus B5, 2 dilaporkan mengalami gejala spastic, dan inteligensinya rendah. Penelitian epidemiologi dan serologi menyatakan peran dari infeksi coxsakievirus intrauteri dalam onset munculnya Insulin-dependent diabetes mellitus(IDDM)/ DM Tipe 1 pada masa anak-anak. Walaupun terdapat data serologi yang bertentangan tidak mengindikasikan hubungan dari infeksi coxsakievirus selama kehamilan dengan perkembangan dari autoantibosi terhadap sel islet; hasil ini tidak mendukung pernyataan bahwa terdapat peran besar infeksi coxsakievirus janin dengan perkembangan IDDM.

Infeksi coxsakievirus A pada neonatus dilaporkan kurang sering dibandingkan dengan infeksi coxsakievirus B. Infeksi coxsakievirus A dihubungkan dengan umur kehamilan yang kecil pada bayi baru lahir, kematian bayi yang tiba-tiba, anorexia, bronchopmeumonia, pericarditis, dan meningitis.

Jumlah laporan yang dikonfirmasi bahwa coxsakievirus bertanggung jawab atas wabah dari infeksi yang jelas dengan fatalitas diantara neonatus di bangsal kebidanan dan ruang bersalin. Yang paling sering, penyakit febris tidak sepesifik yang ringan diobservasi pada bayi cukup bulan. Anamnesis yang cermat dapat mengungkapkan penyakit pada anggota keluarga. Kesulitan pemberian makanan sering diobservasi, dan periode pendek dari muntah dan diare juga terjadi. Sumber yang paling konsisten pada infeksi di ruang anak-anak adalah transmisi coxsakievirus dari ibu ke anaknya, tetapi pembawa virus ke ruang anak oleh seseorang bisa juga terjadi. Setelah infeksi dari faring dan saluran pencernaan bagian bawah, viremia minor dengan penyebaran ke limfe nodi regional dan infeksi sekunder yang terjadi ( SSP, jantung, hati, pancreas, saluran pernafasan dan kulit) terjadi pada hari ketiga. Viremia mayor berhenti ketika

28

Page 29: jurnal kedua

munculnya antibody pada hari ke 7. Infeksi dapat berlanjut pada saluran usus bagian bawah untuk jangka waktu yang lama, dan langkah isolasi dijamin

Pilihan Penatalaksanaan

Prenatal, Persalinan dan Kelahiran

Infeksi coxsakievirus selama kehamilan akhir terlihat merupakan kejadian yang biasa, khususnya selama akhir musim panas dan awal musim gugur pada iklim sedang. Epidemic pada suatu wilayah ditandai dengan meningitis aseptic, pleurodynia, Bornholm’s disease (epidemik mialgia). Infeksi saluran pernafasan yang tidak tegantung musim atau gejala seperti demam, nyeri otot, kekakuan leher, skin rashes, lesi vesicular (mulut, tangan, kaki) terduga terinfeksi enterovirus. Pemeriksaan ultrasound di beberapa kasus mengungkapkan pembesaran jantung janin dengan dilatasi bilik dan penebalan myocardium yang tidak lazim. Arrhythmia fetus dan kegagalan jantung kongestiv dikombinasikan dengan hidrop nonimun bisa diobati dengan digoxin maternal atau agen lain (lihat Bab 15)( digoxin oral mulai 0,5mg dan dosis pemeliharaan 0,125-0,25mg/hari). Konversi arrhythmia fetus menjadi sinus ritme normal dan sebagai konsekwensi resolusi spontan dari hidrop bisa diobservasi. Jika seorang wanita terduga terinfeksi coxsakievirus akut, dia mempunyai berpotensial untuk resiko mentransmisikan coxsakievirus di ruang bersalin. Pengukuran isolasi pada waktu kelahiran, perawatan bayi baru lahir, perawatan postpartum harus dijamin pelaksanaannya. Infeksi coxsakievirus pada orang dewasa biasanya merupakan penyakit yang ringan/benigna. Jika kelahiran terjadi kurang dari 4 hari infeksi maternal, bayi baru lahir ini beresiko memiliki penyakit yang berat.

Postnatal

Tidak ada terapi spesifik yang tersedia untuk mengobati infeksi virus pada bayi lahir saat periode ini. Globulin serum imun yang tersedia komersial berisi titer antibody terhadap coxsakievirus; meskipun ketika diobservasi tidak ada keuntungan klinis ketika diberikan pada bayi yang terinfeksi. Namun, viremia dan viruria berhenti lebih awal pada bayi yang ditangani daripada pada kelompok control. Beberapa penelitian tentang obat antivirus baru (seperti pleconaril) terlihat menjanjikan.

Pada banyak kasus, transmisi coxsakievirus terjadi secara langsung dari ibu atau perawat anak ke bayi baru lahir atau dengan mulut dan pemberian makan menggunakan selang. Coxsakievirus B dan echovirus telah ditemukan dari specimen yang diperiksa dari perawat dan dokter yang merawat pasien terinfeksi. Perhatian ketat ke ukuran higienitas dan cuci tangan

29

Page 30: jurnal kedua

setelah memegang setiap bayi penting mencegah transmisi dari enterovirus, bayi baru lahir yang terinfeksi seharusnya diisolasi dan ditutup pada unit neonatus ke tempat yang dianjurkan.

Pada wabah yang terjadi di bangsal anak yang virulen dan tiba-tiba dilakukan imunisasi pasif dengan immunoglobulin IV dan IM dapat berguna untuk mencegah penyakit ini.

Vaksin untuk mencegah infeksi coxsakievirus tidak tersedia. Meskipun, penelitian tentang vaksin yang dilemahkan telah dikembangkan. Karena morbiditas dan mortalitas yang pantas dipertimbangkan berhungan dengan infeksi coxsakievirus B pada neonatus ( dan juga pada orang yang lebih tua). Agen ini seharusnya menjadi kandidat untuk perkembangan vaksin.

Rangkuman Pilihan PenatalaksanaanCoxsakievirus

Pilihan Penatalaksanaan Kualitas Bukti dan Rekomendasi

Referensi

Sebelum kelahiran, persalinan dan kelahiranCuriga akan infeksi coxsakievirus jika terdapat infeksi saluran respirasi bukan musiman dan/atau gejala dari meningitis

-/GPP -

Tangani infeksi simptomatik (pondokka pada kasus yang berat)

-/GPP -

Lahirkan wanita yang terduga terinfeksi virus akut di ruang isolasi

IV C 165

Setelah kelahiranIsolasi wanita yang diketahui terinfeksi coxsakievirus selama perawatan postpartum

IV C 165

Pertahankan perhatian yang ketat untuk pengukuran control infeksi

IV C 165

Lakukan evaluasi klinis, mikrobiologis dan serologis dari bayi baru lahir jika terdapat infeksi maternal selama masa peripartumIsolasi bayi baru lahir dari ibu yang terduga terinfeksi coxsakievirus

IV C 165

Pertimbangkan imunisasi pasif daru kasus bayi baru lahir pada saat terjadi wabah infeksi coxsakievirus yang virulen dan tiva-tiba

III B 206,209

GPP good practice point

30

Page 31: jurnal kedua

Human papilloma Virus

Gambaran Umum

Human papilloma virus (HPV) adalah virus DNA rantai ganda yang menetap sebagai provirus laten di sel epitel setelah infeksi. Urutan nukleotida dari DNA diidentifikasi lebih dari 100 genotipe dari HPV dihubungkan dengan neoplasia epitel dari kulit dan mukosa. Lebih dari 30 tipe HPV yang berbeda dapat menginfeksi traktus genitalia dan 8 tipe HPVsecara dominan diidentifikasi paling menyebabkan penyakit genital/kelamin yang berhubungan dengan HPV.

HPV tipe 6 dan 11 dideteksi lebih dari 90% dari condylomata akuimata (kutil kelamin) dan juga di papilomatosis laring, dan konjungtiva, oral, dan kutil nasal. HPV tipe 16, 18, 31, 33, 51 dan 54 relah ditetapkan menjadi tipe HPV resiko tinggi karena mereka secara kuat berhubungan dengan cervical intraepithelial neoplasia (CIN) dan kanker servik. Kutil kelamin menular dan menyebar lewat oral, genital atau seks anal. Sekitar dua per tiga orang yang melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang mempunyai kutil kelamin akan berkembang kutil juga tidak lebih dari 3 bulan setelah kontak.

Diagnosis

Diagnosis dari kondiloma akuminata dapat dibuat secara penampakan visual dari veruka pink atau putih yang banyak tumbuh. Meskipun, banyak kasus dari infeksi HPV adalah subklinis. Evaluasi sitologi dari Pap Smear dapat mengungkapkan bukti infeksi spade 31%-71% kasus tergantung dari umur. Jika koilositosis dicatat pada Pap smear, banyak yang menggunakan kolposkopi juga dibenarkan, memberikan hubungan antara infeksi HPV dan CIM. Kolposkopi dapat mengidentifikasi sampai 70% pada kasus yang terinfeksi; meskipun kolposkopi selama kehamilan adalah tantangan. Biopsy secara langsung dapat mendukung evalusasi diagnosis pada kasus tertentu (seperti terapi yang tidak berespon, diagnosis klinis yang tidak pasti). Selama kehamilan, membatasi biopsi pada lesi yang dicurigai CIN 2 atau 3 atau kanker paling sering dipilih, tetapi biopsy pada lesi apapun dapat diterima. Biopsy selama kehamilan tidak berhuungan dengan kehilangan janin atau kelahiran preterm, sedangkan kegagalan untuk melakukan biopsi selama kehamilan berhubungan dengan kanker invasive yang tidak terdeteksi. Tujuan dari sitologi dan kolposkopi selama kehamilan adalah untuk identifikasi kanker yang invasive yang membutuhkan terpai sebelum atau saat kelahiran. Meskipun ,kecuali kanker diidentifikasi dan dicurigai, terapi CIN pada saat kehamilan adalah suatu kontraindikasi. Isolasi HPV pada kultur sulituntuk dipenuhi. Metode DNA sensitive dan yang lebih spesifik menggunakan probe gen tipe HPV spesifik dapat mengidentifikasi infeksi HPV di pencucian vagina, pap smear, dan cairan amnion. Tekhnik hibridisasi in situ berguna untuk

31

Page 32: jurnal kedua

memperlihatkan infeksi HPV tipe spesifik pada jaringan dan apusan sel servik. Metode PCR dapat mengidentifikasi bahkan tipe terendah dapat membantu unruk strategi pemantaun pada wanita yang pada pemeriksaan sitologi servik memperlihatkan atypical squamous cells of underterminated significant (ASCUS). Kegunaan tekhnologi DNA pada diagnosis klinis dari kutil kelamin tidak didukung oleh data manapun. Skrining rutin dari infeksi HPV subklinis dengan test ring, tes DNA seharusnya dilakukan pada wanita berumur 30 tahu atau lebih tua.

Resiko maternal dan fetal

Data epidemiologi menyatakan bahwa infeksi HPV dalah yang paling umum yang menyebabkan PMS. Walaupun terjadinya kutil kelamin yang dapat dilihat secara nyata tidak sering tes deteksi yang sensitive menggunakan analisis DNA dot blot atau PCR untuk mendeteksi DNA HPV menunjukkan sebanyak 30% dari orang dewasa yang berhubungan seksual aktif di US mungkin terinfeksi, dengan tingkat yang sama pada kehamilan. Tingkat tertinggi dari infeksi HPV genital (71%) dideteksi pada orang dewasa usi 18-28. Banyak remaja yang mengalami infeksi HPV sekuensial multiple; jadi, tes DNA HPV positif yang berulang pada kelompok ini dapat mewakili kejadian infeksi yang berulang daripada pada infeksi menetap yang tunggal. Sebagai konsekuensi, skrining rutin HPV subklinis seharusnya tidak digunakan pada kelompok umur ini, dan jika tidak sengaja dilakukan, hasil positif tidak mempengaruhi penatalaksanaannya. Faktor resiko besar untuk mendapat infeksi HPV genital meliputi banyaknya pasangan seksual, pada umur yang muda melakukan hubungan seksual pertama dan hamil, penggunaan kontrasepsi oral, kehamilan dan gangguan cell-mediated immunity. Estimasi menunjukkan sekitar 1% dari populasi seksual aktif mempunyai klinis kutil kelamin yang jelas. Terdapat data yang controversial tentang kemungkinan peningkatan prevalensi infeksi HPV selama kehamilan. 3 kali lipat HPV meningkat. Wanita dengan positif DNA selama trimester ketiga dibandingkan dengan wanita tidak hamil sebagai control pernah dilaporkan. Alasan yang mendasari yang menyebabkan infeksi HPV selama kehamilan akhir dapat karena pengaruh hormone yang menyebabkan transkripsi virus dan imunosupresi yang sementara yang dialami oleh wanita hamil.

Infeksi HPV genital pada wanita hamil tellah dicurigai lama menyebabkan kutil kelamin atau papilomatosis laring pada tiap bayi. Papilomatosis laryngeal juvenile paling umum mewkili neoplasma laring pada bayi dan anak-anak muda dan biasanya terjadi pada umur 5 tahun. Gejalanya berkisar dari serak karena obstruksi jaan nafas atas. Riwayat kutil kelamin dapat diperoleh dari 50% wanita yang bayinya di kemudian hari berkembang papillomatosis laryngeal. Meskipun resiko mutlak papilomatosis laryngeal karena paparan infeksi maternal sangat rendah. Perkiraan konservatif sekitar 1 dari 400. Eksisi bedah adalah terapi utama, dan pengalaman pasien paling menderita adalah remisi spontan. Meskipin, beberapa menanggung

32

Page 33: jurnal kedua

ratusan prosedur bedah. Perkembangan lebih lanjut dari obat antivirus baru (seperti cidofovir) dan vaksi teraupetik dan pencegahan menjanjikan untuk bisa mengurangi insidensi papilomatosis respirasi rekuren dan yang terbaik, adalah mengeliminasi virus. Kutil kelamin pada anak-anak menunjukkan resolusi spontan sampai sekitar 75% kasus. Pada penelitian kohort dari 41 anak-anak, secara keseluruhan resolusi dari kondilomata dicatat pada 31 bayi (76%), dengan resolusi spontan pada 22 dari 41 (54%); perempuan terinfeksi 3x lebih besar daripada laki-laki. Vaksinasi HPV seharusnya dapat mengurangi insidensi dari transmisi vertical HPV.

Transmisi vertikal dan menetapnya resiko tinggi kanker dihubungkan dengan HPV pada bayi merupakan perhatian utama. Sampel cairan amnion dari 37 wanita dengan lesi servik diperiksa positif untuk HPV pada 24 kasus (65%) menggunakantehnik PCR. HPV tipe 16 infeksi cairan amnion ada sekitar 54% (13/24) dan HPV tipe 18 dideteksi 21% (5/24). Hubungannya dicatat diantara amplikasi DNA virus dan tingkat dari lesi servik. Pada kelompok dari 11 wanita yang membawa HPV tipe 16, 7 dari 11 bayi (64%) di tes positif untuk HPV tipe 16. Virus dideteksi pada bucal atau usapan genital dikumpulkan 24 jam setelah kelahiran, memperlihatkaninfeksi daripada kontaminasi. Menetapnya infeksi HPV tipe 16 dengan jeda 6 bulan dicatat di 83% bayi. Pada 270 anak-anak yang sehat diantara umur 3 dan 11, 131 (49%) usapan bucaldites positif HPV tipe 16. Penelitian serologi yang ditunjukkan pada 229 anak-anak memperlihatkan tingkat seropositif IgM mengindakasikan infeksi akut dengan puncak diantara umur 2 dan 5 tahun, dan lagi diantara umur 13 dan 16. Jadi, mengingat kurangnya pembuktian penyakit pada anak-anak, konsekuensinya terdapat resiko tinggi transmisi HPV dan membutuhkan klarifikasi pada penelitian jangka panjang untuk menetapkan apakan ada akuisita perinatal dari predisposisi resiko tinggi HPV tipe 16 untuk peningkatan resiko neoplasia servik pada kemudian hari di kehidupannya.

Frekuensi transmisi HPV perinatal masih controversial. Tingkat transmisi mungkin serendah 2,8%-12,2%, mengingat penelitian lain menunjukkan transmisi vertical sampai 73% dari bayi baru lahir. Perbedaan tingkat infeksi dari bayi baru lahir mungkin dikarenakan perbedaan tehnik PCR dengan sampai 100 fold perbedaan sensitivitasnya, perbedaan pada penelitian populasi (seperti bersamaan dengan PMS), tehnik pengambilan sampel (nasofaring, bucal, genital) dan waktu pengambilan (segera setelah lahir, kontaminasi vs infeksi. HPV dianggap menyebabkan infeksi pada bayi melalui kontak langsung selama pengeluaran per vaginam. Meskipun, beberapa penelitian menunjukkanbayi yang sedang terinfeksi dengan strain HPV yang berbeda dilahirkan melalui operasi Caesar. Pada penelitian dari 68 wanita positif HPV, 35 dilahirkan pervaginam dan 33 melaui operasi SC, pada umur 3-4 hari, usapan bucal dan genital dikumpulkan. Pada kelompok yang melahirkan pervaginam, 18 dari 35 bayi (51%) positive HPV, mengingat 9 dari 33 (27%) bayi dilahirkan melalui operasi SC, HPV dideteksi, penelitian juga menunjukkan bahwa operasi sesar tidak konsisten melindungi drai transmisi vertical HPV.

33

Page 34: jurnal kedua

Sebagai tambahnnya, adanya HPV ditunjukkan di cairan amnion, plasenta, cord blood; jadi janin beresiko terpapar virus saat kelahiran.

Pilihan Penatalaksanaan

Sebelum kehamilan

Orang tua dan wanita dinasehati untuk melakukan vaksin HPV. Tersedia 2 vaksin, bivalen (HPV 16,18) dan kuadrivalen (HPV 6,11,16,18). Keefektifan vaksin untuk mencegah titik akhir komposit primer (CIN grade 2-3, adenocarcinoma in situ, atau kanker servik yang berhubungan dengan HPV 16 atau HPV 18)lebih besar dari 90%. Vaksin kuadrivalen juga memperlihatkan efektivitas tinggi untuk melawan HPV-6 dan HPV-11 yang berhubungan dengan lesi genital eksternal. Efektivitas maksimal diusulkan pada perempuan yang sedang menerima vaksin pertama untuk aktivitas seksual. Meskipun, wanita yang telah terinfeksi dengan 1 atau lebih tiap tipe HPV ditarget untuk divaksin karena vaksin dapat melindungi wanita dari penyakit klinis disebabkan oleh sisa tipe HPV pada vaksin. Umur rekomendasi untuk vaksin pada perempuan adalah 11-12 tahun, dan mengejar vaksin pada wanita umur 13-26 tahun pada yang belum pernah divaksin. Vaksin selama kehamilan tidak didukung; meskipun itu aman. Percobaan terkahir dari vaksinasi HPV pada wanita umur 30-45 tahun sedang berlangsung. Vaksinasi terhadap pria telah dikembangkan di 40 negara di dunia, termasuk perizinan untuk diperbolehkannya vaksin kuadrivalen di US.

Vaksinasi HPV yang sudah diterapkan secara luas menjanjikan pengurangan yang besar dari insidensi kutil kelamin., lesi pre kanker, kanker vulvovaginal dan kanker servik, serta kanker penis dan kanker anal. Sebagai tambahnnya, pengurangan dari masalah respirasi yang berat karena laryngopapillomatosis pada anak yang terinfeksi karena transmisi vertical dari ibu mereka selama kehamilan yang diperkirakan terjadi. Vaksinasi bukan pengganti skrining kanker servik. Dan wanita yang divaksin seharusnya mendapatkan skrining kanker srvik sesuai yang direkomendasikan.

Pasien seharusnya dijelaskan tentang sifat kutil kelamin dan dinasehati menggunakan pelindung (seperti kondom latex) ketika berhubungan seksual dengan pasangan yang terinfeksi. Beberapa kutil kelamin akan sembuh secara spontan. Meskipun terapi seharusnya dipertimbangkan untuk kutil kelamin yang meluas. Terapi untuk kutil kelamin dapat mengurangi tapi tidak dapat meeradikasi infeksi. Pada wanita yang tidak hamil, podophyllum resin 10% sampai solusio antimitotik, solusio podofilox 0,5%, dan 5-fluorouracil secara umum digunakan untuk terpai topical. Meskipun, itu semua tidak digunakan selama kehamilan karena berpotensial menjadi pada toksisitas janin. Semua terapi menunukkan 10%-40% dibandingkan dengan modalitas lain untuk terapi kutil kelamin; walaupun penggunaan interferon yang sering

34

Page 35: jurnal kedua

dihubungkan dengan efek merugikan sistemik. Interferon seharusnya tidak digunakan selama kehamilan. Walaupun beberapa tipe HPV dihubungkan dengan CIN atau kanker servik, infeksi HPV tidak selalu berlanjut menjadi kanker. Penting untuk wanita dengan riwayat Pap Smear yang abnormal menerima pemeriksaan cytologi dasar secara regular sebagai terapi awal, jika perlu, dapat dimulai.

Renatal

Tidak ada terapi tunggal definitive untuk infeksi HPV pada kehamilan. Terapi tergantung pada ukuran, lokasi, dan jumlah dari lesi yang teridentifikasi dan memerlukan penghilangan atau penghapusan dari semua kutil yang terlihat. Oleh karena subklinis dan sifat multifocal infeksi HPV, biasa terjadi rekurensi. Terapi tertentu yang efektif pada pasien wanita tidak hamil dikontraindikasikan selama kehamilan.

Pada wanita hamil, penggunaan obat topical asam trikloroasetat (TCA) 80-90% dapat digunakan pada lesi kecil dan merupakn terapi yang paling murah. TCA tidak diabsorbsi secara sistemik dan dapat digunakan selama kehamilan. Meskipun, tingkat kesembuhan hanya 20-30% setelah penggunaan tunggal; oleh karena itu penggunaan tiap minggu bisa dilakukan sampai lesi hilang/sembuh. Solusio TCA mempunyai viskositas rendah dan dapat menyebar dengan cepat sehingga dapat merusak jaringan yang berdekatan. Jika jumlah yang berlebihan digunakan, daerah yang sedang diobati dibubuki talk, sodium bikarbonat, atau sabun cair untuk menghilangkan asam yang tidak bereaksi/sisa asam. Krioterapi dengan nitrogen cair telah sukses digunakan padakehmailam dan merupakan pilihan terapi lini pertama yang beralasan. Krioterapi tidak direkomendasikan digunakan pada vagina karena resiko perforasi vagina dan pembentukan fistula. Penghilangan dengan pembedahan adalah dengan eksisi menggunakan gunting menurut garis singgung, tangential shave excision, kuret dan electrosurgery telah sukses digunakan pada saat kehamilan, walaupun tingkat rekurensinya 10%-14% telah dilaporkan. Khususnya terapi laser direkomendasikan pada pasien yang mempunyai lesi yang besar selama 3 bulan pertama setelah terapi dan evaluasi pemantauan seharusnya juga diberikan.

Krim imiqumod 5%, merupakan modulator yang menginduksi system imun yaitu sitokin T helper 1(Th-1), termasuk interferon ϒ telah diperlihatkan efektif untuk mengeradikasi kutil kelamin ketika digunakan secara topical 3x setiap minggu pada pasien tidak hamil. Walupun belum direkomendasikan pada kehamilan, imiquimod juga memperlihatkan alternative pada terapi topical lain atau terapi penghilang selama kehamilan. Obat antivirus baru (seperti codofovir) belum dievaluasi aman dan efktif selama kehamilan.

35

Page 36: jurnal kedua

Persalinan dan kelahiran

Pemencetan kutil kelamin seharusnya tidak dilakukan pada waktu kelahiran untuk 2 alasan: pertama lesinya mungkin sangat vascular dan akan menyebabkan perdarahan obstetric; kedua banyak lesi yang akan mengalami kemuduran menjadi beberapa yang luas setelah kelahiran.

Karena kurangnya bukti yang kuat untuk nilai pencegahan dari dilakukannya kelahiran sesar, seksio sesar tidak seharusnya dilakukan semata-mata untuk mencegah transmisi infeksi HPV ke bayi baru lahir. Meskipun, seksio sesar diindikasikan pada wanita dengan kutil kelamin menutupi jalan keluar pelvis atau ketika persalinan per vaginam mengalami perdarahan yang massif. Lesi yang luas seharusnya diobservasi untuk adanya infeksi sekunder, jika melibatkan tempat dilakukan episiotomi. Mandi pada khususnya berguna dalam kenyamanan dan membersihkan area perineal dengan lesi HPV multiple.

Orang tua seharusnya dikonseling tentang vaksinasi HPV dan penyakit yang berhubungan di kemudian hari.

Rangkuman Pilihan PenatalaksanaanHuman Papillomavirus

Pilihan Penatalaksanaan Kualitas Bukti dan Rekomendasi

Referensi

Sebelum kehamilanNasehati tentang vaksinasi HPV IIa/B 225Identifikasi dan obati lesi: -/GPP -

Terapi topical (podophyllum, podofilox, 5-fluorouracil)

Ablasi (seperti cryoterapi) Penghilangan

Nasehati tentang resiko (kondisi terinfeksi) dan gunakan kondom jika pasangan terinfeksi

IIa/B 216, 226

Jelaskan bahwa terapi tidak mengerasikasi infeksi

-/GPP -

Implikasi dari program skrining usapan servik

-/GPP -

Jika Pap Smear menyatakan ASCUS tetapi tidak ada kelainan lain:

Pertimbangkan tes HPV Ib/A 212Jika Pap Smear menyatakan ASCUS dan resiko tinggi tipe HPV dideteksi:

Lakukan kolposkopi, pertimbangkan biopsy

Ib/A 212

36

Page 37: jurnal kedua

Lakukan pemeriksaan pelvis, Pap Smear dasar regular

Ib/A 212

Skrining infeksi HPV subklinis tidak direkomendasikan pada wanita umur 29 tahun dan yang lebih muda

IV C 212

PrenatalTCA 80% topical III B 240Krioterapi IV C 238Elektrodiathermi IV C 238Vaporisasi lasser (carbon dioksida) IIIB 240Eksisi (gunting potongan miring, eksisi, kuretase)

IV C 238

Sediaan yang dikontraindikasikan: Podophyllum Podofilox 5-flurouracil Interferon

IV C-/GPP-/GPPIV/C

238--237

Nasehati tentang resiko rendah pada bayi baru lahir dan tentang sifat infeksi HPV pada bayi

-/GPP -

Persalinan dan KelahiranCegah terapi pada saat kelahiran, khususnya, pemencetan. Karena resikoo perdarahan

-/GPP -

Seksio sesar diindikasikan pada wanita dengan kutil kelamin yang menutupi jalan lahir atau kelahiran per vaginam yang akan menghasilkan perdarahan; tidak direkomendasikan untuk mencegah transmisi HPV ke bayi

III B 95

PostnatalPemeliharaan kewaspadaan akan infeksi sekunder, khususnya pada daerah yang di lakukan episiotomi

-/GPP -

Berikan sitz baths -/GPP - ASCUS. Atypical Squamous Cells Of Undetermined Significance; GPP, Good Practice Point; HPV, Human Papilloma Virus; TCA, Trichloroacetic Acid

37