Upload
fatwa-pranata
View
146
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Penentuan kadar Etanol - destilasi sederhana
Citation preview
I. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa mampu menerapkan sokletasi, rekristalisasi dan identifikasi piperin
dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
II. DASAR TEORI
2.1. Tanaman merica hitam (Piper nigrum L.) dalam taksonomi
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Species : Piper nigrum L.
Gambar 1. Struktur Kimia Piperin
Piperin merupakan senyawa yang tidak berwarna atau agak kekuning-
kuningan, mengkilap, berupa kristal prismatik, tidak berbau dan menimbulkan
sensasi pedas yang tajam dan menusuk di lidah. Piperin hampir tidak larut
dalam air. Piperin terurai dengan pemanasan pada suhu 129oC – 130oC. Piperin
larut dalam kloroform, benzen, karbon disulfida tetapi hampir tidak larut dalam
petroleum eter (Anggrianti, 2008).
2.2. Sokletasi
Sokletasi merupakan proses penyarian simplisia secara berkesinambungan
dengan cara ekstraksi cair padat menggunakan alat soklet, cairan penyari
dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi
1
molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam
klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah
melewati pipa sifon. Prinsip dari sokletasi adalah penyarian yang berulang-
ulang sehingga hasil yang didapat sempurna dan pelarut yang digunakan sedikit.
Bila penyarian ini telah selesai, maka pelarutnya diuapkan kembali dan sisanya
adalah zat yang tersari. Pelarut yang digunakan biasanya pelarut yang mudah
menguap dan mampu melarutkan senyawa organik yang terlarut tapi tidak
melarutkan zat yang tidak diinginkan (Kusmardiyani dan Nawawi, 1992).
Gambar 2. Alat soklet
Keuntungan menggunakan proses sokletasi adalah digunakan pelarut yang
sedikit, pemanasannya dapat diatur, dan dapat digunakan untuk sampel dengan
tekstur yang lunak dan tidak tahan pemanasan secara langsung. Kerugian cara
ini adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengekstraksi lama dan dibutuhkan
energi (listrik, gas) yang tinggi, karena pelarut didaur ulang menyebabkan
ekstrak yang terkumpul pada wadah disebelah bawah terus menerus dipanaskan
sehingga dapat menyebabkan reaksi penguraian oleh panas (Anonim, tt).
2.3. Rekristalisasi
Rekristalisasi adalah suatu teknik pemurnian bahan kristalin. Proses
rekristalisasi terjadi dimana zat-zat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut
kemudian dikristalkan kembali. Prinsip dalam rekristalisasi yaitu substansi yang
berbeda memiliki kelarutan yang berbeda dalam pelarut yang sama, hanya
2
molekul dari senyawa yang sama yang mudah masuk ke dalam kisi-kisi kristal
dari senyawa. Pengotor tetap berada dalam larutan atau menempel pada luar
kisi-kisi kristal (Svehla, 1985). Rekristalisasi dapat dilakukan dengan pelarut
tunggal ataupun dua pelarut.
2.4. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapisan tipis (KLT) digunakan pada pemisahan zat secara
cepat, dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapisi
serba rata pada lempeng kaca (Depkes RI, 1977). KLT merupakan pemisahan
komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel
dengan pelarut yang digunakan. KLT menghasilkan pemisahan yang paling
jelas dibandingkan kromatografi kertas atau kromatografi kolom. Waktu yang
dibutuhkan lebih cepat dan jumlah bahan yang diperlukan lebih sedikit. Pada
kromatografi, komponen akan dipisahkan antara dua fase yaitu fase diam
(adsorben) dan fase gerak. Adsorben dengan butir partikel yang halus dapat
memberikan hasil pemisahan yang baik. Fase gerak ialah medium angkut yang
terdiri atas satu atau beberapa pelarut yang biasa disebut eluen (Wirasto, 2008).
Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal dan komponen
yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat (Himam, 2008).
Dengan kata lain semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka
sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut (Gandjar & Rohman,
2007). Harga Rf merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu komponen pada
kromatogram.
Nilai Rf dinyatakan hingga angka 1,0. Pada identifikasi piperin (Piperis
nigri) dengan metode KLT terdapat bercak berwarna kuning hijau dengan harga
hRf 27 dibawah sinar UV 366 (Depkes RI, 1980) dan ditandai dengan adanya
spot berwarna biru (Tim Penyusun, 2011).
III. ALAT DAN BAHAN
3
3.1. Alat :
- 1 set alat soklet - Cawan Porselin
- Alat – alat gelas - Kertas saring
- Plat KLT - Chamber
- Lampu UV 254 nm dan 366 nm - Water bath
Bahan :
- Etanol 96% - Serbuk Piperis nigri
- N-Hexana - KOH Alkoholis 10%
- Etil asetat
IV. PROSEDUR KERJA
4.1. Pembuatan Ekstrak
4
Ditimbang sebanyak 10 gram serbuk lada hitam (Piperis nigri)
Serbuk kemudian dibungkus dengan kertas saring
Disokletasi dengan 100 ml etanol 96% selama 2 jam (+ 6 x sirkulasi)
Larutan yang diperoleh disaring dan diuapkan di atas water bath
menggunakan cawan porselin (yang sudah ditimbang sebelum digunakan)
sampai didapat ekstrak kental
4.2. Pembuatan KOH dan Rekristalisasi
4.2.1.Pembuatan KOH alkoholis 10%
4.2.2.Rekristalisasi
5
Ditimbang ekstrak kental yang diperoleh
Ekstrak kental ditambahkan 20 ml KOH alkoholis 10% sedikit demi
sedikit dalam kondisi panas
Kristal yang terbentuk disaring dengan kertas saring dalam keadaan
larutan yang masih panas (penyaringan pertama)
Ditimbang sebanyak 1 g KOH kemudian ditempatkan di dalam beaker
Larutkan dengan etanol 95 %, diaduk hingga KOH larut sepenuhnya
Ditambahkan etanol 95 % hingga tanda batas 10 ml pada labu ukur 10 ml
Larutan didiamkan sekitar 3 menit agar dingin, kemudian disaring
kembali dengan kertas saring yang sebelumnya telah ditimbang
bobotnya (penyaringan kedua)
V. HASIL
a. Bobot serbuk lada hitam : 10,0276 g
b. Volume etanol 96% yang digunakan untuk sokletasi : 10 mL
c. Jumlah sirkulasi yang terjadi selama proses sokletasi : 7 kali
d. Bobot ekstrak kental : 0,2293 gram
e. Rf dan warna spot piperin : …(tabelkan)
5.1. Pengamatan Sokletasi
Tabel 5.1. Bahan Sokletasi yang Digunakan
No Nama Bahan Penimbangan Tertimbang
1 Serbuk Piperis nigri Fructus 10 g 10,0276 g
2 Etanol 96% 10 ml 10 mL
Tabel 5.2. Data Sirkulasi Sokletasi
No SiklusWaktu
(menit)Warna Suhu (oC)
1 Sirkulasi I 36 Bening kehijauan 75
2 Sirkulasi II 14 Hijau muda 72
3 Sirkulasi III 7 Hijau 74
4 Sirkulasi IV 3 Hijau 74
5 Sirkulasi V 16 Hijau 74
6 Sirkulasi VI 9 Hijau 74
7 Sirkulasi VII 20 Hijau 74
6
5.2. Pengamatan rekristalisasi
Tabel 5.3. Bahan Rekristalisasi yang Digunakan
No Nama Bahan Penimbangan Tertimbang
1 KOH 1 g 1,0234 g
2 Etanol 96% 10 mL 10 mL
3 Cawan porselen kosong 80,254 g
4 Cawan porselen + ekstrak kental 80,484 g
5 Ekstrak kental 0,230 g
6 Kertas saring 0,3880 g
5.3. Pengamatan KLT
Tabel 5.4. Bahan KLT yang Digunakan
No Nama Bahan Penimbangan
1 Etil asetat 3 ml
2 N-Hexana 7 ml
3 Etanol 96% secukupnya
4 Metanol secukupnya
7
Tabel 5.5. Hasil Elusi Serta Pengamatan di UV254 dan UV366
No
Spot
UV 254 nm
No
Spot
UV 366 nm
Jarak
Spot
(cm)
Rf hRf Warna
Jarak
Spot
(cm)
Rf hRf Warna
Fraksi I Fraksi I
1 2,9 0,41 22,5Pemadaman
bercak1 3,7 0,52 52 Biru
2 3,4 0,49 50
3 5,6 0,8 80
Fraksi II Fraksi II
1 1,2 0,17 17
Pemadaman
bercak
1 2,95 0,42 42
Biru
2 2,9 0,41 41 2 3,5 0,5 50
3 3,4 0,49 49 3 4,3 0,61 61
4 4,2 0,6 60 4 4,8 0,69 69
5 4,7 0,67 675 6,1 0,87 87
6 5,2 0,74 74
Fraksi III Fraksi III
1 1,2 0,17 17
Pemadaman
bercak
1 2,85 0,41 41
Biru
2 1,6 0,23 23 2 3,4 0,49 49
3 2,8 0,3 30 3 4,05 0,58 58
4 3,4 0,49 494 4,6 0,66 66
5 4,2 0,6 60
8
6 4,6 0,66 665 6,05 0,86 86
7 5,7 0,81 81
Fraksi IV Fraksi IV
1 2,9 0,41 41
Pemadaman
bercak- - - - -
2 3,3 0,47 47
4 3,5 0,5 50
3 5,6 0,8 80
Keterangan : Jarak pengembangan = 7 cm
9
VI. PERHITUNGAN
6.1. Larutan KOH Alkoholis 10%
KOH 10% (b/v) dalam etanol 95% (Farmakope Indonesia III hal 689).
Larutan KOH yang diperlukan sebanyak 10 mL, maka
Bobot KOH(s) :
Bobot etanol 95% : 10 mL
6.2. Perhitungan Fase Gerak
Fase gerak yang diperlukan sebanyak 10 mL
dibuat dari N-Hexana : etil asetat (70:30):
6.3. Perhitungan Nilai Rf dan hRf masing-masing fraksi
Rumus perhitungan nilai Rf :
Rf =
Rumus perhitungan nilai hRf :
hRf = 100 x Rf
Jarak pengembangan = 7 cm
10
6.3.1 Deteksi dengan UV254
a. Fraksi I :
Spot 1 : Rf = = = 0,41
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,41 = 41
Spot 2 : Rf = = = 0,49
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,49 = 49
Spot 3 : Rf = = = 0,8
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,8 = 80
b. Fraksi II :
Spot 1 : Rf = = = 0,17
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,17 = 17
Spot 2 : Rf = = = 0,41
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,41 = 41
Spot 3 : Rf = = = 0,49
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,49 = 49
Spot 4 : Rf = = = 0,6
11
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,6 = 60
Spot 5 : Rf = = = 0,67
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,67 = 67
Spot 6 : Rf = = = 0,74
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,74 = 74
c. Fraksi III :
Spot 1 : Rf = = = 0,17
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,17 = 17
Spot 2 : Rf = = = 0,23
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,23 = 23
Spot 3 : Rf = = = 0,3
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,3 = 30
Spot 4 : Rf = = = 0,49
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,49 = 49
Spot 5 : Rf = = = 0,6
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,6 = 60
12
Spot 6 : Rf = = = 0,66
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,66 = 66
Spot 7 : Rf = = = 0,81
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,81 = 81
d. Fraksi IV :
Spot 1 : Rf = = = 0,41
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,41 = 41
Spot 2 : Rf = = = 0,47
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,47 = 47
Spot 3 : Rf = = = 0,5
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,50 = 50
Spot 4 : Rf = = = 0,8
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,8 = 80
6.3.2 Deteksi dengan UV 366nm
a. Fraksi I :
Spot 1 : Rf = = = 0,52
13
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,52 = 52
b. Fraksi II :
Spot 1 : Rf = = = 0,42
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,42 = 42
Spot 2 : Rf = = = 0,5
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,5 = 50
Spot 3 : Rf = = = 0,61
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,61 = 61
Spot 4 : Rf = = = 0,69
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,69 = 69
c. Fraksi III :
Spot 1 : Rf = = = 0,41
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,41 = 41
Spot 2 : Rf = = = 0,49
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,49 = 49
Spot 3 : Rf = = = 0,58
14
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,58 = 58
Spot 4 : Rf = = = 0,66
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,66 = 66
Spot 5 : Rf = = = 0,86
hRf = 100 x Rf = 100 x 0,86 = 86
d. Fraksi IV :
-
15
VII. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengidentifikasi piperin dari Piperis
nigris Fructus. Metode yang digunakan adalah Sokletasi, Kristalisasi, dan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
Sokletasi adalah penyarian simplisia secara berkesinambungan dengan
menggunakan alat skolet.
Gambar 3. Alat soklet yang dipasang Termometer
Adapun penyusun alat soklet salah satunya adalah Termometer.
Termometer digunakan untuk mengontrol suhu sistem. Sehingga sistem dapat
menguapkan penyarinya saja. Pada celah bagian atas ditutupi dengan plastik
ikan, ini bertujuan untuk mencegah bahan didalam sistem untuk keluar sistem.
Simplisia yang sudah ditimbang sebanyak 10,0276 g dibungkus dengan
menggunakan kertas saring kemudian diletakan di dalam tabung klonsong.
Simplisia dibungkus dengan kertas saring agar simplisia tidak menyumbat
aliran tabung sifon. Penyari yang digunakan adalah etanol 96% sebanyak 100
mL. Etanol digunakan sebagai penyari karena memiliki titi didih yang rendah
yaitu 78,3oC (Fessenden, 1999), jika dibandingkan dengan air yaitu 100oC
16
(Chang, 2005). Disamping itu konstanta dielektrik piperin yaitu 8,8
(simanjuntak, 2002), lebih mendekati konstanta dielektrik etanol yaitu 24,3
daripada air yaitu 78,3 (Strengh, 2001).
Setelah larutan simplisia dan penyari dimasukan kedalam alat soklet, dan
alat soklet sudah terpasang sempurna maka proses sokletasi dijalankan dengan
menyalakan pemanas sampai suhu panas yang ditentukan (75oC) serta aliran
kondensor. Pemanasan pada suhu 75oC bertujuan untuk memanaskan
penyarinya saja sehingga penyari dapat menguap, kemudian dengan adanya
aliran kondensor uap penyari dapat mencair kembali untuk menyari simplisia.
Penyarian ini dilakukan selama 105 menit dan mengalami 7 sirkulasi. Satu
sirkulasi adalah ketika etanol menguap dan dicairkan oleh kondensor kemudian
memenuhi pada tabung dan mengisi sebagian lengan samping, sampai jatuh
kembali ke dalam labu alas bulat. Sirkulasi pertama lebih lambat daripada
sirkulasi kedua, sirkulasi kedua lebih lambat daripada sirkulasi ketiga, sirkulasi
ketiga lebih lambat daripada sirkulasi keempat. Waktu yang diperlukan untuk
mencapai satu sirkulasi menjadi lebih cepat karena sampel sebelumnya sudah
dipanaskan terlebih dahulu, sehingga sirkulasi berikutnya hanya memerlukan
panas yang lebih sedikit untuk menguapkannya. Namun terjadi perbedaan pada
sirkulasi kelima, keenam dan ketujuh. Hal ini disebabkan aliran kondensor
sempat dihentikan dua menit untuk memperbaiki sistem sokletasi kelompok
sebelah. Karena aliran kondensor sempat dihentikan maka suhu pada kondensor
meningkat akibatnya kecepatan cairnya penyari lebih rendah sehingga waktu
yang diperlukan untuk mencapai satu sirkulasi lebih lama. Ekstrak yang
diperoleh kemudian dituangkan kedalam cawan porselen
Ekstrak yang dihasilkan masih bercampur dengan pelarut. Oleh karena itu
pelarut diuapkan di atas gelas beaker yang berisi air yang menguap yang
dibawah gelas beaker tersebut adalah water bath. Ini untuk menghindari kontak
langsung antara water bath dengan cawan porselen karena suhu yang terlalu
17
tinggi (diatas 131oC) dapat mendekomposisi piperin (Yunos, 2010). Karena
penyari (etanol) menguap pada suhu 78,3oC (Fessenden, 1999), maka suhu
ekstrak diatur dengan menggunakan termometer agar menjadi suhu tersebut
guna menghilangkan etanol. Dalam praktinya pada saat penguapan cawan
porselin sesekali diaduk untuk meratakan pemanasan. Setelah penguapan
selesai didapat 0,2293 g ekstrak kental.
Ekstrak kental selanjutnya direkristalisasi dengan menggunakan KOH
alkoholis 10%. Yaitu ekstrak dilarutkan dengan 10 mL KOH alkoholis 10%
sedikit demi sedikit dalam kondisi panas. Penambahan KOH alkoholis 10% ini
bertujuan untuk menghidrolisis senyawa pengotor yang memiliki struktur yang
hampir sama dengan piperin yaitu Piperolein B, Piperolein A, Piperanine, dan
Piperetine (Wood, 1988). Sehingga diharapkan hanya senyawa pengotor yang
terhidrolisis namun tidak menghidrolisis piperin. Senyawa yang terhidrolisis
tersebut larut dalam KOH alkoholis 10% dan hanya piperin yang membentuk
Kristal kembali. Kristal yang terbentuk disaring dan diletakan didalam desikator
yang berisi silika gel untuk menyerap etanol dan uap air yang masih tersisa
pada kristal (Kindersley, 2003). Kristal yang diperoleh kemudian diidentifikasi
dengan KLT.
Hal yang perlu dilakukan sebelum identifikasi dengan KLT adalah
melarutkan kristal dengan etanol 96%, pembersihan plat silika gel GF254,
pengaktivasian plat, pembuatan eluen, penjenuhan chamber, elusi plat. Adapun
pembahasannya adalah sebagai berikut. Kristal yang menempel pada kertas
saring dilarutkan dengan kurang lebih 2 L (sampai seluruh kristal larut) etanol
96% agar senyawa dapat ditempelkan pada plat. Plat silika yang sudah tersedia
dengan panjang 10 cm x 4 cm dibersihakan dengan menggunakan metanol
dengan cara mengelusinya didalam chamber. Metanol digunakan karena
bersifat polar, sehingga dengan mudah masuk ke dalam sela-sela silika dan
dapat menghilangkan pengotornya. Tidak menggunakan etanol karena metanol
18
lebih polar dan mudah menguap daripada etanol, sehingga untuk
menghilangkan methanol lebih mudah. Selanjutnya aktivasi plat selama 30
menit dengan suhu 110oC. Apabila suhu pengaktifan kurang dari 100oC, maka
kandungan uap air dan methanol tidak akan hilang dari plat namun apabila suhu
pengaktifan lebih dari 110oC, plat tidak akan mampu menyerap air lagi, hal ini
akan mengakibatkan menurunnya kemampuan adsorben untuk menyerap analit
sehingga berdampak pada keefektifan pemisahan (Gritter, 1991). selanjutnya
pembuatan eluen sebanyak 10 mL yang terdiri atas 7 mL n-heksana dengan 3
mL etil asetat. Chamber dijenuhkan dengan kertas saring, dengan posisi kertas
saring yang berbeda-beda tergantung tujuan pemisahan yang akan dilakukan
apakah untuk analisis kualitatif atau analisis kuantitatif. Karena tujuan kali ini
untuk analisis kualitatif maka kertas saring diletakan pada posisi tergantung
pada dinding dengan cara melipatnya menjadi bentuk U kemudian
menggantungkannya. Hal ini bertujuan untuk mengurangi jumlah eluen yang
terjebak pada kertas saring. Karena apabila jumlah eluen berkurang proses elusi
yang akan dilakukan menjadi tidak sempurna (Deinstrop, 2007). Tingkat
kejenuhan berpengaruh pada pemisahan dan letak bercak pada kromatogram
(Egon, 1985). Chamber yang jenuh ditandai dengan basahnya bagian kertas
saring yang masuk kedalam chamber. Setelah chamber jenuh , plat yang telah
ditotolkan 4 L larutan kristal dimasukan kedalam chamber untuk dielusi. Elusi
dilakukan sampai 1,5 cm dari tepi atas plat KLT. Setelah itu plat diangin-
anginkan sampai kering. selanjutnya baru dapat dilakukan identifikasi KLT
dengan mengamati bercak/noda di UV254 dan UV366. Dipilihnya pengamatan
dengan menggunakan UV254 dan UV366 karena penelitian yang baru saya
temukan untuk analisis kualitatif terhadap piperin yang nantinya dijadikan tolak
ukur untuk menyatakan keberadaan piperin hanya di UV tersebut.
Pada pengamatan di bawah UV366 semua Spot berwarna biru, pada
pengamatan di bawah UV254 semua Spot terjadi pemadaman sehingga dapat
19
diduga setiap spot adalah piperin (Ikan, 1991). Akan tetapi nilai Rf yang
diperoleh tidak sesuai dengan pustaka yaitu 0,27 untuk piperin (Depkes RI,
1980). Tidak ditemukannya spot yang memiliki harga Rf sebesar 0,27 bukan
berarti setiap spot tidak mengandung piperin hal ini dapat terjadi karena faktor
fase gerak yang digunakan. Bila fase gerak yang digunakan berbeda pada
pustaka yang dijadikan referensi untuk membandingkan harga Rf maka tidak
heran jika tidak ada satu pun spot yang menghasilkan Rf sebesar 0,27 (Depkes
RI, 1980).
20
VIII.KESIMPULAN
8.1. Sokletasi adalah penyarian berulang sehingga hasil yang didapat
sempurna dan pelarut yang digunakan sedikit. Sokletasi dipilih untuk
memisahkan piperin dari pengotor karena titik leleh piperin tinggi
sehingga piperin tahan terhadap pemanasan dan tidak akan mengalami
dekomposisi. Hasil dari proses sokletasi adalah 7 kali sirkulasi.
8.2. Rekristalisasi adalah pemurnian zat padat dari pengotor dengan
mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan menggunakan
pelarut yang sesuai. Rektistalisasi dipilih karena alat yang digunakan
sederhana
8.3. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah pemisahan komponen cuplikan
berdasarkan perbedaan kepolaran antara analit dengan pengotor. KLT
dipilih karena menghasilkan pemisahan yang paling jelas dibandingkan
kromatografi kertas atau kromatografi kolom, waktu yang dibutuhkan
lebih cepat, dan jumlah bahan yang diperlukan lebih sedikit. Hasil setelah
kromatogram dilihat di bawah UV254 terdapat spot yang mengalami
pemadaman bercak sedangkan pengamatan di bawah UV366 terdapat spot
berwarna biru sehingga diduga seluruh spot mengandung piperin.
21