29
I. TUJUAN PERCOBAAN Mahasiswa mampu menerapkan sokletasi, rekristalisasi dan identifikasi piperin dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). II. DASAR TEORI 2.1. Tanaman merica hitam (Piper nigrum L.) dalam taksonomi Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Piperales Famili : Piperaceae Genus : Piper Species : Piper nigrum L. Gambar 1. Struktur Kimia Piperin Piperin merupakan senyawa yang tidak berwarna atau agak kekuning-kuningan, mengkilap, berupa kristal prismatik, tidak berbau dan menimbulkan sensasi pedas yang tajam dan menusuk di lidah. 1

Kadar Etanol

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Penentuan kadar Etanol - destilasi sederhana

Citation preview

Page 1: Kadar Etanol

I. TUJUAN PERCOBAAN

Mahasiswa mampu menerapkan sokletasi, rekristalisasi dan identifikasi piperin

dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

II. DASAR TEORI

2.1. Tanaman merica hitam (Piper nigrum L.) dalam taksonomi

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Piperales

Famili : Piperaceae

Genus : Piper

Species : Piper nigrum L.

Gambar 1. Struktur Kimia Piperin

Piperin merupakan senyawa yang tidak berwarna atau agak kekuning-

kuningan, mengkilap, berupa kristal prismatik, tidak berbau dan menimbulkan

sensasi pedas yang tajam dan menusuk di lidah. Piperin hampir tidak larut

dalam air. Piperin terurai dengan pemanasan pada suhu 129oC – 130oC. Piperin

larut dalam kloroform, benzen, karbon disulfida tetapi hampir tidak larut dalam

petroleum eter (Anggrianti, 2008).

2.2. Sokletasi

Sokletasi merupakan proses penyarian simplisia secara berkesinambungan

dengan cara ekstraksi cair padat menggunakan alat soklet, cairan penyari

dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi

1

Page 2: Kadar Etanol

molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam

klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah

melewati pipa sifon. Prinsip dari sokletasi adalah penyarian yang berulang-

ulang sehingga hasil yang didapat sempurna dan pelarut yang digunakan sedikit.

Bila penyarian ini telah selesai, maka pelarutnya diuapkan kembali dan sisanya

adalah zat yang tersari. Pelarut yang digunakan biasanya pelarut yang mudah

menguap dan mampu melarutkan senyawa organik yang terlarut tapi tidak

melarutkan zat yang tidak diinginkan (Kusmardiyani dan Nawawi, 1992).

Gambar 2. Alat soklet

Keuntungan menggunakan proses sokletasi adalah digunakan pelarut yang

sedikit, pemanasannya dapat diatur, dan dapat digunakan untuk sampel dengan

tekstur yang lunak dan tidak tahan pemanasan secara langsung. Kerugian cara

ini adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengekstraksi lama dan dibutuhkan

energi (listrik, gas) yang tinggi, karena pelarut didaur ulang menyebabkan

ekstrak yang terkumpul pada wadah disebelah bawah terus menerus dipanaskan

sehingga dapat menyebabkan reaksi penguraian oleh panas (Anonim, tt).

2.3. Rekristalisasi

Rekristalisasi adalah suatu teknik pemurnian bahan kristalin. Proses

rekristalisasi terjadi dimana zat-zat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut

kemudian dikristalkan kembali. Prinsip dalam rekristalisasi yaitu substansi yang

berbeda memiliki kelarutan yang berbeda dalam pelarut yang sama, hanya

2

Page 3: Kadar Etanol

molekul dari senyawa yang sama yang mudah masuk ke dalam kisi-kisi kristal

dari senyawa. Pengotor tetap berada dalam larutan atau menempel pada luar

kisi-kisi kristal (Svehla, 1985). Rekristalisasi dapat dilakukan dengan pelarut

tunggal ataupun dua pelarut.

2.4. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapisan tipis (KLT) digunakan pada pemisahan zat secara

cepat, dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapisi

serba rata pada lempeng kaca (Depkes RI, 1977). KLT merupakan pemisahan

komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel

dengan pelarut yang digunakan. KLT menghasilkan pemisahan yang paling

jelas dibandingkan kromatografi kertas atau kromatografi kolom. Waktu yang

dibutuhkan lebih cepat dan jumlah bahan yang diperlukan lebih sedikit. Pada

kromatografi, komponen akan dipisahkan antara dua fase yaitu fase diam

(adsorben) dan fase gerak. Adsorben dengan butir partikel yang halus dapat

memberikan hasil pemisahan yang baik. Fase gerak ialah medium angkut yang

terdiri atas satu atau beberapa pelarut yang biasa disebut eluen (Wirasto, 2008).

Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal dan komponen

yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat (Himam, 2008).

Dengan kata lain semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka

sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut (Gandjar & Rohman,

2007). Harga Rf merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu komponen pada

kromatogram.

Nilai Rf dinyatakan hingga angka 1,0. Pada identifikasi piperin (Piperis

nigri) dengan metode KLT terdapat bercak berwarna kuning hijau dengan harga

hRf 27 dibawah sinar UV 366 (Depkes RI, 1980) dan ditandai dengan adanya

spot berwarna biru (Tim Penyusun, 2011).

III. ALAT DAN BAHAN

3

Page 4: Kadar Etanol

3.1. Alat :

- 1 set alat soklet - Cawan Porselin

- Alat – alat gelas - Kertas saring

- Plat KLT - Chamber

- Lampu UV 254 nm dan 366 nm - Water bath

Bahan :

- Etanol 96% - Serbuk Piperis nigri

- N-Hexana - KOH Alkoholis 10%

- Etil asetat

IV. PROSEDUR KERJA

4.1. Pembuatan Ekstrak

4

Ditimbang sebanyak 10 gram serbuk lada hitam (Piperis nigri)

Serbuk kemudian dibungkus dengan kertas saring

Disokletasi dengan 100 ml etanol 96% selama 2 jam (+ 6 x sirkulasi)

Larutan yang diperoleh disaring dan diuapkan di atas water bath

menggunakan cawan porselin (yang sudah ditimbang sebelum digunakan)

sampai didapat ekstrak kental

Page 5: Kadar Etanol

4.2. Pembuatan KOH dan Rekristalisasi

4.2.1.Pembuatan KOH alkoholis 10%

4.2.2.Rekristalisasi

5

Ditimbang ekstrak kental yang diperoleh

Ekstrak kental ditambahkan 20 ml KOH alkoholis 10% sedikit demi

sedikit dalam kondisi panas

Kristal yang terbentuk disaring dengan kertas saring dalam keadaan

larutan yang masih panas (penyaringan pertama)

Ditimbang sebanyak 1 g KOH kemudian ditempatkan di dalam beaker

Larutkan dengan etanol 95 %, diaduk hingga KOH larut sepenuhnya

Ditambahkan etanol 95 % hingga tanda batas 10 ml pada labu ukur 10 ml

Larutan didiamkan sekitar 3 menit agar dingin, kemudian disaring

kembali dengan kertas saring yang sebelumnya telah ditimbang

bobotnya (penyaringan kedua)

Page 6: Kadar Etanol

V. HASIL

a. Bobot serbuk lada hitam : 10,0276 g

b. Volume etanol 96% yang digunakan untuk sokletasi : 10 mL

c. Jumlah sirkulasi yang terjadi selama proses sokletasi : 7 kali

d. Bobot ekstrak kental : 0,2293 gram

e. Rf dan warna spot piperin : …(tabelkan)

5.1. Pengamatan Sokletasi

Tabel 5.1. Bahan Sokletasi yang Digunakan

No Nama Bahan Penimbangan Tertimbang

1 Serbuk Piperis nigri Fructus 10 g 10,0276 g

2 Etanol 96% 10 ml 10 mL

Tabel 5.2. Data Sirkulasi Sokletasi

No SiklusWaktu

(menit)Warna Suhu (oC)

1 Sirkulasi I 36 Bening kehijauan 75

2 Sirkulasi II 14 Hijau muda 72

3 Sirkulasi III 7 Hijau 74

4 Sirkulasi IV 3 Hijau 74

5 Sirkulasi V 16 Hijau 74

6 Sirkulasi VI 9 Hijau 74

7 Sirkulasi VII 20 Hijau 74

6

Page 7: Kadar Etanol

5.2. Pengamatan rekristalisasi

Tabel 5.3. Bahan Rekristalisasi yang Digunakan

No Nama Bahan Penimbangan Tertimbang

1 KOH 1 g 1,0234 g

2 Etanol 96% 10 mL 10 mL

3 Cawan porselen kosong 80,254 g

4 Cawan porselen + ekstrak kental 80,484 g

5 Ekstrak kental 0,230 g

6 Kertas saring 0,3880 g

5.3. Pengamatan KLT

Tabel 5.4. Bahan KLT yang Digunakan

No Nama Bahan Penimbangan

1 Etil asetat 3 ml

2 N-Hexana 7 ml

3 Etanol 96% secukupnya

4 Metanol secukupnya

7

Page 8: Kadar Etanol

Tabel 5.5. Hasil Elusi Serta Pengamatan di UV254 dan UV366

No

Spot

UV 254 nm

No

Spot

UV 366 nm

Jarak

Spot

(cm)

Rf hRf Warna

Jarak

Spot

(cm)

Rf hRf Warna

Fraksi I Fraksi I

1 2,9 0,41 22,5Pemadaman

bercak1 3,7 0,52 52 Biru

2 3,4 0,49 50

3 5,6 0,8 80

Fraksi II Fraksi II

1 1,2 0,17 17

Pemadaman

bercak

1 2,95 0,42 42

Biru

2 2,9 0,41 41 2 3,5 0,5 50

3 3,4 0,49 49 3 4,3 0,61 61

4 4,2 0,6 60 4 4,8 0,69 69

5 4,7 0,67 675 6,1 0,87 87

6 5,2 0,74 74

Fraksi III Fraksi III

1 1,2 0,17 17

Pemadaman

bercak

1 2,85 0,41 41

Biru

2 1,6 0,23 23 2 3,4 0,49 49

3 2,8 0,3 30 3 4,05 0,58 58

4 3,4 0,49 494 4,6 0,66 66

5 4,2 0,6 60

8

Page 9: Kadar Etanol

6 4,6 0,66 665 6,05 0,86 86

7 5,7 0,81 81

Fraksi IV Fraksi IV

1 2,9 0,41 41

Pemadaman

bercak- - - - -

2 3,3 0,47 47

4 3,5 0,5 50

3 5,6 0,8 80

Keterangan : Jarak pengembangan = 7 cm

9

Page 10: Kadar Etanol

VI. PERHITUNGAN

6.1. Larutan KOH Alkoholis 10%

KOH 10% (b/v) dalam etanol 95% (Farmakope Indonesia III hal 689).

Larutan KOH yang diperlukan sebanyak 10 mL, maka

Bobot KOH(s) :

Bobot etanol 95% : 10 mL

6.2. Perhitungan Fase Gerak

Fase gerak yang diperlukan sebanyak 10 mL

dibuat dari N-Hexana : etil asetat (70:30):

6.3. Perhitungan Nilai Rf dan hRf masing-masing fraksi

Rumus perhitungan nilai Rf :

Rf =

Rumus perhitungan nilai hRf :

hRf = 100 x Rf

Jarak pengembangan = 7 cm

10

Page 11: Kadar Etanol

6.3.1 Deteksi dengan UV254

a. Fraksi I :

Spot 1 : Rf = = = 0,41

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,41 = 41

Spot 2 : Rf = = = 0,49

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,49 = 49

Spot 3 : Rf = = = 0,8

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,8 = 80

b. Fraksi II :

Spot 1 : Rf = = = 0,17

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,17 = 17

Spot 2 : Rf = = = 0,41

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,41 = 41

Spot 3 : Rf = = = 0,49

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,49 = 49

Spot 4 : Rf = = = 0,6

11

Page 12: Kadar Etanol

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,6 = 60

Spot 5 : Rf = = = 0,67

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,67 = 67

Spot 6 : Rf = = = 0,74

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,74 = 74

c. Fraksi III :

Spot 1 : Rf = = = 0,17

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,17 = 17

Spot 2 : Rf = = = 0,23

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,23 = 23

Spot 3 : Rf = = = 0,3

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,3 = 30

Spot 4 : Rf = = = 0,49

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,49 = 49

Spot 5 : Rf = = = 0,6

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,6 = 60

12

Page 13: Kadar Etanol

Spot 6 : Rf = = = 0,66

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,66 = 66

Spot 7 : Rf = = = 0,81

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,81 = 81

d. Fraksi IV :

Spot 1 : Rf = = = 0,41

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,41 = 41

Spot 2 : Rf = = = 0,47

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,47 = 47

Spot 3 : Rf = = = 0,5

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,50 = 50

Spot 4 : Rf = = = 0,8

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,8 = 80

6.3.2 Deteksi dengan UV 366nm

a. Fraksi I :

Spot 1 : Rf = = = 0,52

13

Page 14: Kadar Etanol

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,52 = 52

b. Fraksi II :

Spot 1 : Rf = = = 0,42

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,42 = 42

Spot 2 : Rf = = = 0,5

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,5 = 50

Spot 3 : Rf = = = 0,61

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,61 = 61

Spot 4 : Rf = = = 0,69

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,69 = 69

c. Fraksi III :

Spot 1 : Rf = = = 0,41

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,41 = 41

Spot 2 : Rf = = = 0,49

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,49 = 49

Spot 3 : Rf = = = 0,58

14

Page 15: Kadar Etanol

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,58 = 58

Spot 4 : Rf = = = 0,66

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,66 = 66

Spot 5 : Rf = = = 0,86

hRf = 100 x Rf = 100 x 0,86 = 86

d. Fraksi IV :

-

15

Page 16: Kadar Etanol

VII. PEMBAHASAN

Praktikum kali ini bertujuan untuk mengidentifikasi piperin dari Piperis

nigris Fructus. Metode yang digunakan adalah Sokletasi, Kristalisasi, dan

Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

Sokletasi adalah penyarian simplisia secara berkesinambungan dengan

menggunakan alat skolet.

Gambar 3. Alat soklet yang dipasang Termometer

Adapun penyusun alat soklet salah satunya adalah Termometer.

Termometer digunakan untuk mengontrol suhu sistem. Sehingga sistem dapat

menguapkan penyarinya saja. Pada celah bagian atas ditutupi dengan plastik

ikan, ini bertujuan untuk mencegah bahan didalam sistem untuk keluar sistem.

Simplisia yang sudah ditimbang sebanyak 10,0276 g dibungkus dengan

menggunakan kertas saring kemudian diletakan di dalam tabung klonsong.

Simplisia dibungkus dengan kertas saring agar simplisia tidak menyumbat

aliran tabung sifon. Penyari yang digunakan adalah etanol 96% sebanyak 100

mL. Etanol digunakan sebagai penyari karena memiliki titi didih yang rendah

yaitu 78,3oC (Fessenden, 1999), jika dibandingkan dengan air yaitu 100oC

16

Page 17: Kadar Etanol

(Chang, 2005). Disamping itu konstanta dielektrik piperin yaitu 8,8

(simanjuntak, 2002), lebih mendekati konstanta dielektrik etanol yaitu 24,3

daripada air yaitu 78,3 (Strengh, 2001).

Setelah larutan simplisia dan penyari dimasukan kedalam alat soklet, dan

alat soklet sudah terpasang sempurna maka proses sokletasi dijalankan dengan

menyalakan pemanas sampai suhu panas yang ditentukan (75oC) serta aliran

kondensor. Pemanasan pada suhu 75oC bertujuan untuk memanaskan

penyarinya saja sehingga penyari dapat menguap, kemudian dengan adanya

aliran kondensor uap penyari dapat mencair kembali untuk menyari simplisia.

Penyarian ini dilakukan selama 105 menit dan mengalami 7 sirkulasi. Satu

sirkulasi adalah ketika etanol menguap dan dicairkan oleh kondensor kemudian

memenuhi pada tabung dan mengisi sebagian lengan samping, sampai jatuh

kembali ke dalam labu alas bulat. Sirkulasi pertama lebih lambat daripada

sirkulasi kedua, sirkulasi kedua lebih lambat daripada sirkulasi ketiga, sirkulasi

ketiga lebih lambat daripada sirkulasi keempat. Waktu yang diperlukan untuk

mencapai satu sirkulasi menjadi lebih cepat karena sampel sebelumnya sudah

dipanaskan terlebih dahulu, sehingga sirkulasi berikutnya hanya memerlukan

panas yang lebih sedikit untuk menguapkannya. Namun terjadi perbedaan pada

sirkulasi kelima, keenam dan ketujuh. Hal ini disebabkan aliran kondensor

sempat dihentikan dua menit untuk memperbaiki sistem sokletasi kelompok

sebelah. Karena aliran kondensor sempat dihentikan maka suhu pada kondensor

meningkat akibatnya kecepatan cairnya penyari lebih rendah sehingga waktu

yang diperlukan untuk mencapai satu sirkulasi lebih lama. Ekstrak yang

diperoleh kemudian dituangkan kedalam cawan porselen

Ekstrak yang dihasilkan masih bercampur dengan pelarut. Oleh karena itu

pelarut diuapkan di atas gelas beaker yang berisi air yang menguap yang

dibawah gelas beaker tersebut adalah water bath. Ini untuk menghindari kontak

langsung antara water bath dengan cawan porselen karena suhu yang terlalu

17

Page 18: Kadar Etanol

tinggi (diatas 131oC) dapat mendekomposisi piperin (Yunos, 2010). Karena

penyari (etanol) menguap pada suhu 78,3oC (Fessenden, 1999), maka suhu

ekstrak diatur dengan menggunakan termometer agar menjadi suhu tersebut

guna menghilangkan etanol. Dalam praktinya pada saat penguapan cawan

porselin sesekali diaduk untuk meratakan pemanasan. Setelah penguapan

selesai didapat 0,2293 g ekstrak kental.

Ekstrak kental selanjutnya direkristalisasi dengan menggunakan KOH

alkoholis 10%. Yaitu ekstrak dilarutkan dengan 10 mL KOH alkoholis 10%

sedikit demi sedikit dalam kondisi panas. Penambahan KOH alkoholis 10% ini

bertujuan untuk menghidrolisis senyawa pengotor yang memiliki struktur yang

hampir sama dengan piperin yaitu Piperolein B, Piperolein A, Piperanine, dan

Piperetine (Wood, 1988). Sehingga diharapkan hanya senyawa pengotor yang

terhidrolisis namun tidak menghidrolisis piperin. Senyawa yang terhidrolisis

tersebut larut dalam KOH alkoholis 10% dan hanya piperin yang membentuk

Kristal kembali. Kristal yang terbentuk disaring dan diletakan didalam desikator

yang berisi silika gel untuk menyerap etanol dan uap air yang masih tersisa

pada kristal (Kindersley, 2003). Kristal yang diperoleh kemudian diidentifikasi

dengan KLT.

Hal yang perlu dilakukan sebelum identifikasi dengan KLT adalah

melarutkan kristal dengan etanol 96%, pembersihan plat silika gel GF254,

pengaktivasian plat, pembuatan eluen, penjenuhan chamber, elusi plat. Adapun

pembahasannya adalah sebagai berikut. Kristal yang menempel pada kertas

saring dilarutkan dengan kurang lebih 2 L (sampai seluruh kristal larut) etanol

96% agar senyawa dapat ditempelkan pada plat. Plat silika yang sudah tersedia

dengan panjang 10 cm x 4 cm dibersihakan dengan menggunakan metanol

dengan cara mengelusinya didalam chamber. Metanol digunakan karena

bersifat polar, sehingga dengan mudah masuk ke dalam sela-sela silika dan

dapat menghilangkan pengotornya. Tidak menggunakan etanol karena metanol

18

Page 19: Kadar Etanol

lebih polar dan mudah menguap daripada etanol, sehingga untuk

menghilangkan methanol lebih mudah. Selanjutnya aktivasi plat selama 30

menit dengan suhu 110oC. Apabila suhu pengaktifan kurang dari 100oC, maka

kandungan uap air dan methanol tidak akan hilang dari plat namun apabila suhu

pengaktifan lebih dari 110oC, plat tidak akan mampu menyerap air lagi, hal ini

akan mengakibatkan menurunnya kemampuan adsorben untuk menyerap analit

sehingga berdampak pada keefektifan pemisahan (Gritter, 1991). selanjutnya

pembuatan eluen sebanyak 10 mL yang terdiri atas 7 mL n-heksana dengan 3

mL etil asetat. Chamber dijenuhkan dengan kertas saring, dengan posisi kertas

saring yang berbeda-beda tergantung tujuan pemisahan yang akan dilakukan

apakah untuk analisis kualitatif atau analisis kuantitatif. Karena tujuan kali ini

untuk analisis kualitatif maka kertas saring diletakan pada posisi tergantung

pada dinding dengan cara melipatnya menjadi bentuk U kemudian

menggantungkannya. Hal ini bertujuan untuk mengurangi jumlah eluen yang

terjebak pada kertas saring. Karena apabila jumlah eluen berkurang proses elusi

yang akan dilakukan menjadi tidak sempurna (Deinstrop, 2007). Tingkat

kejenuhan berpengaruh pada pemisahan dan letak bercak pada kromatogram

(Egon, 1985). Chamber yang jenuh ditandai dengan basahnya bagian kertas

saring yang masuk kedalam chamber. Setelah chamber jenuh , plat yang telah

ditotolkan 4 L larutan kristal dimasukan kedalam chamber untuk dielusi. Elusi

dilakukan sampai 1,5 cm dari tepi atas plat KLT. Setelah itu plat diangin-

anginkan sampai kering. selanjutnya baru dapat dilakukan identifikasi KLT

dengan mengamati bercak/noda di UV254 dan UV366. Dipilihnya pengamatan

dengan menggunakan UV254 dan UV366 karena penelitian yang baru saya

temukan untuk analisis kualitatif terhadap piperin yang nantinya dijadikan tolak

ukur untuk menyatakan keberadaan piperin hanya di UV tersebut.

Pada pengamatan di bawah UV366 semua Spot berwarna biru, pada

pengamatan di bawah UV254 semua Spot terjadi pemadaman sehingga dapat

19

Page 20: Kadar Etanol

diduga setiap spot adalah piperin (Ikan, 1991). Akan tetapi nilai Rf yang

diperoleh tidak sesuai dengan pustaka yaitu 0,27 untuk piperin (Depkes RI,

1980). Tidak ditemukannya spot yang memiliki harga Rf sebesar 0,27 bukan

berarti setiap spot tidak mengandung piperin hal ini dapat terjadi karena faktor

fase gerak yang digunakan. Bila fase gerak yang digunakan berbeda pada

pustaka yang dijadikan referensi untuk membandingkan harga Rf maka tidak

heran jika tidak ada satu pun spot yang menghasilkan Rf sebesar 0,27 (Depkes

RI, 1980).

20

Page 21: Kadar Etanol

VIII.KESIMPULAN

8.1. Sokletasi adalah penyarian berulang sehingga hasil yang didapat

sempurna dan pelarut yang digunakan sedikit. Sokletasi dipilih untuk

memisahkan piperin dari pengotor karena titik leleh piperin tinggi

sehingga piperin tahan terhadap pemanasan dan tidak akan mengalami

dekomposisi. Hasil dari proses sokletasi adalah 7 kali sirkulasi.

8.2. Rekristalisasi adalah pemurnian zat padat dari pengotor dengan

mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan menggunakan

pelarut yang sesuai. Rektistalisasi dipilih karena alat yang digunakan

sederhana

8.3. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah pemisahan komponen cuplikan

berdasarkan perbedaan kepolaran antara analit dengan pengotor. KLT

dipilih karena menghasilkan pemisahan yang paling jelas dibandingkan

kromatografi kertas atau kromatografi kolom, waktu yang dibutuhkan

lebih cepat, dan jumlah bahan yang diperlukan lebih sedikit. Hasil setelah

kromatogram dilihat di bawah UV254 terdapat spot yang mengalami

pemadaman bercak sedangkan pengamatan di bawah UV366 terdapat spot

berwarna biru sehingga diduga seluruh spot mengandung piperin.

21