66
i SKRIPSI NOVA PRASETYANTO DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 KADAR H 2 S, NO 2 , DAN DEBU PADA PETERNAKAN AYAM BROILER DENGAN KONDISI LINGKUNGAN YANG BERBEDA DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

kadar h2s, no2, dan debu pada peternakan ayam broiler dengan

  • Upload
    vanthu

  • View
    243

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

i

SKRIPSI

NOVA PRASETYANTO

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

KADAR H2S, NO2, DAN DEBU PADA PETERNAKAN AYAM BROILER

DENGAN KONDISI LINGKUNGAN YANG BERBEDA

DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

i

RINGKASAN

Nova Prasetyanto. D14061892. 2011. Kadar H2S, NO2, dan Debu pada

Peternakan Ayam Broiler dengan Kondisi Lingkungan yang Berbeda di

Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi

Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Maria Ulfah, S. Pt., MSc. Agr.

Pembimbing Anggota : Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi.

Berkembangnya peternakan ayam broiler dapat menimbulkan dampak negatif

terhadap lingkungan di sekitarnya diantaranya emisi berupa gas hidrogen sulfida

(H2S) dan nitrogen dioksida (NO2) serta partikel berupa debu. Kualitas lingkungan,

diantaranya dipengaruhi oleh suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan

ketinggian lokasi, yang baik sangat diperlukan ayam broiler. Faktor-faktor tersebut

juga dapat mempengaruhi kadar gas dan debu. Informasi mengenai kadar gas H2S,

NO2, dan debu di peternakan ayam broiler di Kabupaten Bogor sampai saat ini belum

banyak tersedia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kadar H2S, NO2, dan debu di

peternakan ayam broiler pada dua lokasi dengan kondisi lingkungan yang berbeda.

Penelitian ini dilakukan di peternakan ayam broiler Bagus Farm yang terletak di

Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor dengan ketinggian

lokasi 170 m dpl dan peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm di Desa Cikoneng

Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor dengan ketinggian lokasi 520 m

dpl. Penelitian ini dilakukan selama bulan Oktober sampai dengan November 2010.

Analisis H2S dilakukan dengan menggunakan metode metilen blue. Analisis

NO2 dilakukan dengan menggunakan metode G. Saltzman. Analisis konsentrasi

partikel debu dilakukan dengan menggunakan metode Gravimetri. Data yang

diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif.

Kisaran suhu udara di peternakan Bagus Farm di dalam kandang adalah 26,8-

28,2 oC dan di luar kandang adalah 27,7-29,6

oC. Kisaran suhu udara di peternakan

Ikhtiar Farm di dalam kandang adalah 25,6-27,0 oC dan di luar kandang adalah 25,9-

27,9 oC. Kisaran kelembaban udara di peternakan Bagus Farm di dalam kandang

adalah 81%-92% dan di luar kandang 77%-87%. Kisaran kelembaban udara di

Ikhtiar Farm di dalam kandang adalah 70%–85% dan di luar kandang adalah 67%-

84%. Kecepatan angin di sekitar kandang peternakan Bagus Farm berkisar 0,8-1,5

m/detik. Kecepatan angin di peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm berkisar antara

0,4-3,3 m/detik.

Kadar H2S di peternakan ayam broiler Bagus Farm adalah 0,0014–0,0122

ppm. Kadar H2S di peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm Talang adalah <0,001–

0,0067 ppm. Kadar NO2 di peternakan ayam broiler Bagus Farm adalah 6,042–

10,129 µg/m3. Kadar NO2 di peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm adalah 3,949–

4,629 µg/m3. Kadar debu di peternakan ayam broiler Bagus Farm adalah 13,616–

31,533 µg/m3. Kadar debu di peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm adalah 11,683–

28,377 µg/m3. Hasil penelitian menunjukkan kadar H2S, NO2, dan debu di dua lokasi

peternakan ayam broiler berada di bawah standar baku mutu udara ambien.

Peternakan Ikhtiar Farm menghasilkan kadar H2S, NO2 dan debu yang lebih rendah

bila dibandingkan dengan peternakan Bagus Farm. Hal tersebut dipengaruhi oleh

ii

kondisi lingkungan (suhu udara, kelembaban udara, arah dan kecepatan angin, dan

ketinggian lokasi), kondisi kandang (bahan atap, sistem kandang) dan kondisi sekitar

kandang (areal pertanian, keberadaan tanaman di sekitar kandang). Penelitian

lanjutan mengenai H2S, NO2 dan debu pada peternakan ayam broiler perlu dilakukan

untuk mendapatkan data kadar pencemar dari peternakan ayam broiler yang lebih

lengkap di Kabupaten Bogor.

Kata-kata kunci: peternakan ayam broiler, kondisi lingkungan, kadar H2S, NO2,

debu

iii

ABSTRACT

Levels of H2S, NO2, and Dust from Broiler Chicken Farm at Different

Environmental Conditions in Bogor Regency, West Java

Prasetyanto, N., M. Ulfah, and S. B. Rushayati

The development of broiler chicken farms may cause negative impacts such as

emissions include hydrogen sulfide (H2S) and nitrogen dioxide (NO2) and particles

of dust. Environmental quality is very necessary for broiler chicken. The levels of

gases and dust is affected by environmental condition. Information of the levels of

H2S, NO2, and dust in broiler chicken farms in Bogor Regency has not been widely

available. The purpose of this study was to assess the levels of H2S, NO2, and dust

from broiler chicken farms with different environmental conditions. This research

was conducted on Bagus Farms that located in West Semplak, Kemang District,

Bogor Regency (170 above see level) and Ikhtiar Farm that located in Cikoneng

Talang, Pamijahan District, Bogor Regency (520 above sea level). This research was

conducted during October until November 2010. The result shows that the levels of

H2S, NO2 and dust at two research sites were lower than basic standard of H2S, NO2

and dust consisted in ambient air. The level of H2S, NO2 and dust in Ikhtiar Farm

that was lower than in Bagus Farm was caused by enviromental condition

(temperature, humidity, wind speed and altitude), broiler chicken farm condition

(roofing, the broiler chicken farm system) and condition around the broiler chicken

farm (agriculture area and plants planted around broiler chicken farm). However, the

further researches on emissions inventory from broiler chicken farms is needed to

provide a comprehensive data of emissions from broiler chicken farms in Bogor

Regency.

Keywords: broiler chicken farm, environmental conditions, levels of H2S, N2O, dust

iv

NOVA PRASETYANTO

D14061892

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

KADAR H2S, NO2, DAN DEBU PADA PETERNAKAN AYAM BROILER

DENGAN KONDISI LINGKUNGAN YANG BERBEDA

DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

v

Judul : Kadar H2S, NO2, dan Debu pada Peternakan Ayam Broiler dengan

Kondisi Lingkungan yang Berbeda di Kabupaten Bogor, Jawa Barat

Nama : Nova Prasetyanto

NIM : D14061892

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Maria Ulfah, S. Pt., MSc. Agr.) (Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi.)

NIP. 19761101 199903 2 001 NIP. 19650304 199903 2 001

Mengetahui:

Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc.)

NIP. 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian : 6 Juni 2011 Tanggal Lulus:

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 8 November 1987 di Banyuwangi, Jawa

Timur. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Totok

Hariyono dan Ibu Sulistyowati. Sejak umur 4 tahun penulis pindah ke Kota Bandung

hingga saat ini.

Pendidikan sekolah dasar diselesaikan pada tahun 2000 di SD Negeri 1

Cibolang, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di

SLTP Negeri 1 Margahayu, dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan

pada tahun 2006 di SMA Negeri 1 Margahayu. Penulis diterima sebagai mahasiswa

Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi

Masuk IPB) dan diterima sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi

Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007.

Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di beberapa organisasi

diantaranya Koperasi Mahasiswa IPB (Kopma IPB) dan Seni Sunda Gentra

Kaheman. Penulis diberi kesempatan untuk mengikuti studi banding ke beberapa

koperasi di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Penulis mengikuti pelatihan, seminar dan

Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Kewirausahaan yang diadakan di kampus

Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah melakukan magang di peternakan lebah

madu di Sukabumi, Jawa Barat.

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

limpahan nikmat dan rahmat-Nya hingga akhirnya penulisan skripsi ini dapat

diselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh

pihak yang telah memberi dukungan, baik secara moril maupun material sehingga

skripsi yang berjudul “Kadar H2S, NO2, dan Debu pada Peternakan Ayam

Broiler dengan Kondisi Lingkungan yang Berbeda di Kabupaten Bogor, Jawa

Barat” ini dapat diselesaikan guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Akhir-akhir ini, dunia peternakan khususnya ayam broiler sering dijadikan

sebagai salah satu penyebab penyumbang pemanasan global (global warming).

Namun hal itu tidak sepenuhnya benar karena tidak semua peternakan ayam broiler

berkontribusi terhadap pemanasan global. Adanya penelitian ini dimaksudkan untuk

mengetahui apakah peternakan ayam broiler konvensional berkontribusi terhadap

pemanasan global dan seberapa besar sumbangsih terhadap pemanasan global

tersebut. Selain itu, dengan penelitian ini ingin diketahui hal apa saja yang bisa

dilakukan dalam mengurangi kontribusi terhadap pemanasan global. Penelitian ini

merupakan penelitian awal untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

Penulis berharap skripsi ini memberikan kontribusi pada kemajuan ilmu

pengetahuan dan bermanfaat bagi seluruh pihak khususnya dalam peningkatan

kualitas lingkungan sekitar peternakan ayam broiler.

Bogor, Juni 2011

Penulis

viii

DAFTAR ISI

RINGKASAN ...................................................................................................... i

ABSTRACT......................................................................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. v

RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. vi

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii

DAFTAR ISI………………………………………………………………....... viii

DAFTAR TABEL................................................................................................ x

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xii

PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

Latar Belakang ......................................................................................... 1

Tujuan ...................................................................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 3

Usaha Peternakan Ayam Broiler.............................................................. 3

Kotoran Ayam.......................................................................................... 3

Pencemaran Udara ................................................................................... 4

Hidrogen Sulfida (H2S) ............................................................................ 5

Nitrogen Dioksida (NO2) ......................................................................... 6

Debu ......................................................................................................... 8

Pengaruh Meteorologis Terhadap Kadar Emisi ....................................... 9

Suhu Udara .................................................................................. 9

Kecepatan dan Arah Angin .......................................................... 10

Kelembaban Udara ...................................................................... 10

Pengaruh Lingkungan Terhadap Produktivitas Ayam Broiler ................ 11

Dampak Bau Kotoran Ayam Terhadap Lingkungan ............................... 12

METODE PENELITIAN .................................................................................... 13

Lokasi dan Waktu .................................................................................... 13

Materi ....................................................................................................... 13

Prosedur ................................................................................................... 13

Penentuan Lokasi Peternakan Ayam Broiler ............................... 13

Peubah yang Diamati ................................................................... 14

Pengukuran Kondisi Iklim ........................................................... 14

Pengambilan Sampel.................................................................... 15

Analisis Sampel ........................................................................... 15

Analisis Data ............................................................................................ 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 18

Halaman

ix

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ............................................................ 18

Tata Letak dan Perkandangan Ayam Broiler di Peternakan

Bagus Farm .................................................................................. 18

Tata Letak dan Perkandangan Ayam Broiler di Peternakan

Ihktiar Farm ................................................................................. 21

Kandungan Nutrien Pakan Ayam Broiler .................................... 24

Performa Ayam Broiler ............................................................... 25

Kandungan Nutrien Manur Ayam Broiler ................................... 27

Lingkungan Mikroklimat ......................................................................... 29

Ketinggian Lokasi ........................................................................ 29

Suhu Udara .................................................................................. 30

Kelembaban Udara ...................................................................... 31

Kecepatan dan Arah Angin .......................................................... 32

Kadar H2S, NO2, dan Debu di Peternakan Ayam Broiler ........................ 33

Kadar H2S .................................................................................... 33

Kadar NO2.................................................................................... 37

Kadar Debu .................................................................................. 39

KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 42

Kesimpulan .............................................................................................. 42

Saran ........................................................................................................ 42

UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 44

LAMPIRAN......................................................................................................... 50

x

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah Populasi Ayam di Indonesia pada Tahun 2004 - 2008……..

2. Kandungan Unsur Kotoran Ayam Broiler………....………………..

3. Pengaruh Paparan Gas Hidrogen Sulfida (H2S) pada

Manusia………..................................................................................

4. Karakteristik Peternakan Ayam Broiler di Bagus Farm dan Ikhtiar

Farm…………………………………………………………………

5. Kandungan Nutrien Pakan yang Diberikan pada Ayam Broiler di

Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm Kabupaten Bogor……….

6. Performa Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar

Farm di Kabupaten Bogor…………………………………………..

7. Kandungan Nutrien Manur Ayam Broiler di Peternakan Bagus

Farm dan Ikhtiar Farm………………………………………………

8. Kecepatan dan Arah Angin Harian di Peternakan Ayam Broiler

Bagus Farm dan Ikhtiar Farm selama 1 Minggu……………………

9. Kadar H2S di Peternakan Ayam Broiler Bagus dan Ikhtiar Farm….

10. Kadar NO2 di Peternakan Ayam Broiler Bagus dan Ikhtiar Farm….

11. Kadar Debu di Peternakan Ayam Broiler Bagus dan Ikhtiar Farm…

3

4

6

14

25

26

27

32

33

37

39

xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Denah Lokasi Kandang Peternakan Ayam Broiler Bagus Farm di

Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor……..

2. Tanaman Jambu yang Ditanam di Sekitar Peternakan Ayam Broiler

Milik Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang,

Kabupaten Bogor (Tampak dari Sebelah Timur)…………………...

3. Posisi Kandang Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak

Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor yang Membujur dari

Utara ke Selatan……………………………………………………..

4. Kondisi Kolong Kandang Panggung Ayam Broiler Milik Bagus

Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten

Bogor………………………………………………………………..

5. Kondisi Atap Kandang Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa

Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor…………...

6. Denah Lokasi Kandang Peternakan Ayam Broiler Ikhtiar Farm di

Desa Cikoneng Talang……………………………………...………

7. Posisi Kandang Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak

Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor yang Membujur dari

Utara ke Selatan……………………………………………………..

8. Sistem Kandang Panggung Ayam Broiler Milik Ikhtiar Farm di

Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor...

9. Atap Kandang Ayam Broiler Berbahan Rumbia Milik Ikhtiar Farm

di Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten

Bogor………………………………………………………………..

10. Grafik Rataan Suhu Udara di Dalam dan di Luar Kandang Ayam

Broiler selama 1 Minggu : (a) Bagus Farm dan (b) Ikhtiar Farm..…

11. Grafik Rataan Kelembaban Udara di Dalam dan di Luar Kandang

Ayam Broiler selama 1 Minggu : (a) Bagus Farm dan (b) Ikhtiar

Farm....................................................................................................

18

19

19

20

21

22

22

23

24

30

31

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kondisi Lingkungan dan Perkandangan di Bagus Farm : (a)

Kondisi Atap Kandang, (b) Sistem Kandang Panggung, (c) Kondisi

Dalam Kandang, dan (d) Kondisi Pemeliharaan …………………...

2. Kondisi Lingkungan dan Perkandangan di Ikhtiar Farm : (a)

Kondisi Atap Kandang, (b) Kondisi Alas Kandang, (c) Kondisi

Dalam kandang, (d) Kondisi Pemeliharaan ……………………..….

3. Kondisi Saat Pengambilan Sampel : (a) Pengambilan Sampel

Udara di Dalam Kandang, (b) Pengambilan Sampel Udara di Luar

Kandang, (c) Persiapan Pengambilan Sampel Udara, (d) Aktivitas

Pemindahan Pasir Saat Pengambilan Sampel Udara………………..

4. Suhu Udara di Peternakan Bagus Farm di Semplak Barat Selama

Satu Minggu…………………………………………………….…..

5. Kelembaban Udara di Peternakan Bagus Farm Semplak Barat

Selama Satu Minggu……………………..…………………………

6. Kecepatan dan Arah Angin di Peternakan Bagus Farm di Semplak

Barat Selama Satu Minggu………………………………………….

7. Suhu Udara di Peternakan Ikhtiar Farm di Cikoneng Talang

Selama Satu Minggu………………………………………………..

8. Kelembaban Udara di Peternakan Ikhtiar Farm di Cikoneng Talang

Selama Satu Minggu………………………………..………………

9. Kecepatan dan Arah Angin di Peternakan Ikhtiar Farm di Cikoneng

Talang Selama Satu Minggu………………………………….…….

50

50

52

52

52

53

53

53

51

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dunia perunggasan khususnya peternakan ayam broiler merupakan subsektor

peternakan yang saat ini berkembang pesat dan efisien dibandingkan jenis unggas

yang lain. Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan ayam broiler lebih cepat

dibandingkan komoditas ternak lainnya karena pemeliharaan ayam broiler hanya

membutuhkan waktu 35-42 hari. Ayam broiler adalah jenis ras unggulan hasil

persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi

terutama dalam memproduksi daging ayam (Cahyono, 1995).

Berkembangnya peternakan ayam broiler juga dapat menimbulkan dampak

negatif terhadap lingkungan di sekitarnya. Dampak negatif yang ditimbulkan salah

satunya berupa emisi yang dapat mencemari udara dari usaha peternakan ayam

broiler, yaitu berupa gas hidrogen sulfida (H2S) dan nitrogen dioksida (NO2) serta

partikel debu.

Hidrogen sulfida (H2S) merupakan gas yang dapat menghasilkan bau tidak

sedap. Gas tersebut bersifat toksik bagi manusia dan ternak, dapat meningkatkan

kerentanan terhadap penyakit, dan dapat mengganggu efisiensi aktivitas para pekerja

yang berada di sekitar peternakan karena bau yang ditimbulkan (Setiawan, 1996).

Selain gas H2S, terdapat juga gas NO2 yang dibentuk melalui proses mikrobiologi

dari nitrifikasi dan denitrifikasi. Gas ini dapat menyebabkan gangguan terhadap

kesehatan terutama gangguan pernafasan akut. Gas ini juga dapat menyebabkan

keracunan apabila konsentrasinya melebihi ambang batas normal.

Selain gas, terdapat partikel yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi

lingkungan yaitu debu. Kandungan utama debu pada peternakan unggas umumnya

berasal dari pakan. Debu yang berlebihan dapat mengakibatkan emisi debu. Dampak

debu bagi manusia salah satunya adalah dapat mengganggu kesehatan khususnya

terhadap gangguan pernafasan (Casey et al., 2006).

Kadar gas dan debu di sekitar usaha peternakan ayam broiler dapat

mencemari udara jika melebihi ambang batas normal. Kadar gas dan debu di sekitar

usaha peternakan ayam broiler dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Kondisi

lingkungan yang baik sangat diperlukan oleh ayam broiler untuk menghasilkan

produktivitas yang optimal. Selain itu, kondisi lingkungan yang baik di sekitar usaha

2

peternakan ayam broiler juga diperlukan bagi manusia untuk menjalankan kegiatan

sehari-hari. Kondisi lingkungan yang baik diantaranya dipengaruhi oleh suhu udara,

kelembaban udara, kecepatan angin dan ketinggian suatu lokasi.

Informasi mengenai kadar gas H2S, NO2, dan debu di peternakan ayam

broiler di Kabupaten Bogor sampai saat ini belum banyak tersedia. Oleh karena itu,

diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui kadar H2S, NO2, dan debu yang

dihasilkan oleh suatu peternakan ayam broiler pada kondisi lingkungan yang

berbeda.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kadar H2S, NO2, dan debu di

peternakan ayam broiler pada dua lokasi dengan kondisi lingkungan yang berbeda.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Usaha Peternakan Ayam Broiler

Usaha peternakan ayam broiler terlihat mulai kembali berkembang setelah

Indonesia dilanda krisis pada tahun 1997. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya

peningkatan populasi broiler dari tahun 2004 sampai tahun 2008 sebesar 16,58%,

dari sekitar 779 juta ekor menjadi 902 juta ekor (Ditjenak, 2009) seperti yang

diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Populasi Ayam di Indonesia pada Tahun 2004 - 2008

Jenis Ternak Tahun (juta ekor)

2004 2005 2006 2007 2008

Ayam Buras 276.989.054 278.953.778 291.085.191 272.251.141 243.423.389

Ayam Ras Petelur 93.415.519 84.790.411 100.201.556 111.488.877 107.955.170

Ayam Ras Pedaging 778.969.843 811.188.684 797.527.446 891.659.346 902.052.418

Sumber : Ditjenak (2009)

Usaha peternakan ayam sering dijadikan sebagai sumber penyebab utama

yang ikut mencemari lingkungan. Oleh karena itu, agar peternakan ayam tersebut

menjadi suatu usaha yang berwawasan lingkungan dan efisien, maka tatalaksana

pemeliharaan, perkandangan, dan penanganan limbahnya harus selalu diperhatikan.

Menurut Deptan (1991) dan Deptan (1994) usaha peternakan dengan populasi

tertentu perlu dilengkapi dengan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan.

Untuk usaha peternakan ayam ras pedaging, yaitu populasi lebih dari 15.000 ekor per

siklus terletak dalam satu lokasi, sedangkan untuk ayam petelur, populasi lebih dari

10.000 ekor induk terletak dalam satu lokasi.

Kotoran Ayam

Kotoran ayam secara umum terdiri dari sisa pakan yang tidak tercerna seperti

selulosa (karbohidrat), lemak, protein dan unsur anorganik (Tabbu dan Hariono,

1993). Protein yang terkandung di dalam kotoran merupakan sumber utama nitrogen.

Jumlah dan komposisi kotoran yang dihasilkan oleh ayam bervariasi dan sangat

dipengaruhi oleh umur, ras, dan jenis pakan. Diperkirakan seekor ayam broiler

menghasilkan kotoran setiap harinya sebanyak 0,15 kg yang mengandung 1,7%

4

nitrogen, 0,16% fosforus, dan 0,58% kalium (Kumar dan Biswar, 1982; Charles dan

Hariono, 1991).

Fontenot et al. (1983) melaporkan bahwa rata-rata produksi buangan segar

ternak ayam petelur adalah 0,06 kg/hari/ekor, dan kandungan bahan kering sebanyak

26% sedangkan dari pemeliharaan ayam pedaging kotoran yang dikeluarkan

sebanyak 0,1 kg/hari/ekor dan kandungan bahan keringnya 25%. Komposisi rata-rata

kotoran ayam pedaging berdasarkan bobot basah disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Unsur Kotoran Ayam Broiler

Nama Unsur Kandungan unsur kotoran/bobot basah

Minimum Maksimum Rata-rata

Total Padatan (%)

Total N (%)

NH4-N

P2O5

K2O (%)

Ca (ppm)

Mg (ppm)

Sulfida (ppm)

Mn (ppm)

Zn (ppm)

Cu (ppm)

38,00

0,89

0,08

1,09

0,63

0,51

0,12

0,07

66,00

48,00

16,00

92,00

5,80

1,48

6,14

4,26

6,22

1,37

1,05

579,00

583,00

634,00

75,80

2,94

0,75

3,22

2,03

1,79

0,52

0,52

266,00

256,00

283,00

Sumber : Malone (1992)

Sumber pencemaran dari usaha peternakan ayam berasal dari kotoran ayam

yang berkaitan dengan unsur nitrogen dan sulfida yang terkandung dalam kotoran

tersebut, yang pada saat penumpukan kotoran atau penyimpanan terjadi proses

dekomposisi oleh mikroorganisme membentuk gas amonia, nitrat, dan nitrit serta gas

sulfida. Gas-gas tersebut yang menyebabkan bau (Svensson, 1990; Pauzenga, 1991).

Pencemaran Udara

Pencemaran dalam arti luas adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk

hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan dan atau berubahnya

tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas

5

lingkungan turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan kurang atau

tidak dapat berfungsi sesuai peruntukkannya (KLH, 2007).

Pencemaran udara diartikan sebagai keadaan atmosfer, dimana satu atau lebih

bahan-bahan polusi yang jumlah dan konsentrasinya dapat membahayakan kesehatan

mahluk hidup, merusak properti dan mengurangi kenyamanan di udara (Salim,

2002). Menurut PP-RI Nomor 18 Tahun 1999 (RI, 1999), pencemaran udara adalah

masuknya atau dimasukkannya zat, energi, atau komponen lain ke dalam udara

ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu

yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Berdasarkan

definisi ini maka segala bahan padat, gas, dan cair yang ada di udara dan dapat

menimbulkan tidak nyaman yang disebut polutan udara. Menurut Mukono (2000),

yang dimaksud pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrat fisik

atau kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah tertentu,

sehingga dapat dideteksi oleh manusia (atau yang dapat dihitung dan diukur) serta

dapat memberikan efek pada manusia, binatang, vegetasi dan material karena ulah

manusia (man made).

Pencemaran udara dapat dibedakan menjadi dua yaitu pencemaran udara

bebas dan pencemaran udara di dalam ruangan (indoor air pollution). Bahan atau zat

yang dapat mencemari udara dapat berbentuk gas dan partikel (Sunu, 2001). Menurut

Soedomo (2001), berdasarkan ciri fisik, bahan pencemar dapat berupa partikel (debu,

aerosol, timah hitam), gas (CO, NOx, SOx, H2S) dan energi (suhu udara dan

kebisingan) sedangkan menurut kejadian atau terbentuknya ada pencemar primer

(yang diemisikan langsung oleh sumber) dan pencemar sekunder (yang terbentuk

karena reaksi di udara antara berbagai zat).

Hidrogen Sulfida (H2S)

Hidrogen sulfida dibentuk dari reduksi bakteri sulfat dan dekomposisi

kandungan sulfur organik pada kotoran dalam kondisi anaerob. Gas H2S merupakan

gas yang berwana lebih ringan dari pada udara, mudah larut dalam air dan

mempunyai bau seperti telur busuk (Casey et al., 2006). Baku mutu udara ambien

untuk H2S 42 µg/m3 atau 0,03 ppm selama 30 menit (KLH, 1988). Gas ini tidak

berwarna dan dapat dideteksi pada konsentrasi yang sangat rendah yaitu 0,002 ppm

(Soemirat, 2002).

6

Pencemaran udara yang ditimbulkan oleh kotoran ayam merupakan masalah

lingkungan yang cukup mengganggu. Gas H2S yang dihasilkan dari proses

penguraian zat makanan sisa pencernaan dilakukan oleh mikroba perombak protein

(Usri, 1988). Gas tersebut toksik bagi manusia dan hewan serta dapat meningkatkan

kerentanan penyakit dan dapat mengganggu efisiensi aktivitas para pekerja yang

berada di sekitar peternakan karena bau yg ditimbulkan (Martin et al., 2004). Hal

tersebut merupakan suatu permasalahan yang cukup nyata pada industri peternakan

(Praja, 2006). Batas rataan konsentrasi gas H2S yang diperbolehkan pada peternakan

tempat bekerja selama paparan 8 jam adalah 10 ppm dan batas rata-rata bagi senyawa

berbau dalam air terdeteksi adalah 0,00018 mg/L (Ariens et al., 1986).

Gas H2S banyak ditemukan di dataran rendah yang tertutup dan memiliki

ventilasi yang buruk. Gas H2S pada konsentrasi yang rendah dapat menyebabkan

iritasi mata, batuk, sesak nafas, iritasi hidung, dan tenggorokan. Gas H2S pada

konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan pusing, mual, muntah, pingsan, koma

bahkan kematian (OSHA, 2005). Pengaruh gas hidrogen sulfida pada manusia

disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh Paparan Gas Hidrogen Sulfida (H2S) pada Manusia

Kadar Gas H2S (ppm) Pengaruh pada Manusia

10

20

50-100

200

500 per menit

600 per menit

Iritasi mata

Iritasi mata, hidung, dan tenggorokan

Mual, muntah, diare

Pusing, depresi, rentan pneumonia

Mual, muntah, pingsan

Kematian

Sumber : Pauzenga (1991)

Nitrogen Dioksida (NO2)

Nitrogen dioksida (NO2) adalah gas yang sangat berbahaya jika terhirup oleh

manusia. Nitrogen monoksida (NO) dapat mengalami oksidasi menjadi NO2 yang

bersifat racun berbau tajam menyengat hidung dan berwarna merah kecoklatan. Gas

NO2 yang terkandung dalam udara sebesar 400 μg/m3 selama pengukuran 1 jam

dapat membahayakan kesehatan makhluk hidup terutama manusia karena dapat

7

menyebabkan gangguan pernapasan (penurunan kapasitas difusi paru-paru) (KLH,

2007).

Warna gas NO2 adalah merah kecoklatan dan berbau tajam menyengat

hidung. Kadar NOx di udara daerah perkotaan yang berpenduduk padat akan lebih

tinggi dari daerah pedesaan yang berpenduduk sedikit. Hal ini disebabkan karena

berbagai macam kegiatan yang menunjang kehidupan manusia akan menambah

kadar NOx diudara, seperti transportasi, peternakan, pembuangan sampah dan lain-

lain. Keberadaan NOx di udara dapat dipengaruhi oleh sinar matahari yang

mengikuti daur reaksi fotolitik NO2 sebagai berikut (Pohan, 2002):

NO2 + sinar matahari NO + O

O + O2 O3 (ozon)

Sebelum matahari terbit, kadar NO dan NO2 tetap stabil dengan kadar sedikit

lebih tinggi dari kadar minimum sehari-hari. Seiring dengan sinar matahari yang

memancarkan sinar ultra violet. Kadar NO2 pada saat ini dapat mencapai 0,5 ppm

(Wardhana, 2001).

Senyawa NOx adalah senyawa kimia yang dapat menyebabkan iritasi pada

dinding alat pernafasan dan dapat menyebabkan penyempitan saluran nafas baik

pada orang yang sehat maupun pada penderita asma. Dampak negatif terhadap

manusia terutama terjadi pada reaksinya terhadap fungsi paru-paru dan saluran nafas.

Gas NOx juga dapat meningkatkan reaksi terhadap bahan-bahan allergen alamiah

(misalkan serbuk sari, dll). Penelitian menunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih

beracun daripada NO. NO2 bersifat racun terutama terhadap paru-paru. Kadar NO2

yang lebih tinggi dari 100 ppm dapat mematikan sebagian besar binatang percobaan

dan 90% dari kematian tersebut disebabkan oleh gejala pembengkakan paru-paru

(edema pulmonari). Kadar NO2 sebesar 800 ppm akan mengakibatkan 100%

kematian pada binatang-binatang yang diuji dalam waktu 29 menit atau kurang.

Pemberian NO2 dengan kadar 5 ppm selama 10 menit terhadap manusia

mengakibatkan kesulitan dalam bernafas (Wardhana, 2001).

Ambang batas konsentrasi harian Baku Mutu Nasional berdasarkan PP RI

41/1999 untuk senyawa oksida nitrogen adalah 150 μg/m3

dengan waktu pengukuran

24 jam (RI, 1999). Potensi dampak terhadap kesehatan karena terlampauinya ambang

batas konsentrasi rata-rata harian dilakukan dengan mengamati jumlah hari

8

melampaui ambang batas Baku Mutu konsentrasi rata-rata harian (exceedence days).

Sebelum analisis potensi dampak kesehatan dilakukan, perlu diamati jumlah data

harian yang tersedia untuk perhitungan exceedence days tersebut. Gas NO2 (nitrogen

dioksida), dapat juga merusak jaringan paru-paru dan jika bersama H2O akan

membentuk nitric acid (HNO3) yang pada gilirannya dapat menimbulkan hujan asam

yang sangat berbahaya bagi lingkungan (Kusuma, 2002).

Debu

Debu adalah partikel-partikel zat padat, yang disebabkan oleh kekuatan-

kekuatan atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan

alami yang cepat, peledakan, dan lain-lain dari bahan-bahan, baik organik maupun

anorganik (Suma’mur, 1995). Sifat-sifat debu diantaranya adalah mengendap karena

pengaruh gaya gravitasi bumi, selalu basah karena dilapisi oleh lapisan air yang

sangat tipis, mudah menggumpal, mempunyai listrik statis yang mampu menarik

partikel lain yang berlawanan serta dapat memancarkan sinar (Achmadi, 1990).

Jumlah debu berubah-ubah bergantung pada lokasi. Konsentrasi debu pada

umumnya berkurang dengan bertambahnya ketinggian. Debu dapat menyerap,

memantulkan, dan menghamburkan radiasi yang datang. Debu atmosferik dapat

tersapu turun ke permukaan bumi oleh curah hujan tetapi kemudian atmosfer dapat

terisi partikel debu kembali (Tjasyono, 2004).

Debu dari peternakan unggas pada umumnya meliputi partikel tanah, sisa

pakan, rambut dan bulu, kotoran kering, bakteri, dan jamur. Kandungan debu di

peternakan unggas umumnya berasal dari pakan sedangkan kandungan partikel tanah

tersebut menentukan konsentrasi debu (Casey et al., 2006). Baku mutu udara ambien

untuk debu adalah 260 µg/m3 dengan waktu pengambilan 24 jam (KLH, 1988).

Efek debu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan tergantung dari

solubility, komposisi kimia debu, konsentrasi debu, dan ukuran partikel debu

(Achmadi, 1990). Akibat yang dapat ditimbulkan oleh debu antara lain gangguan

kenyamanan pada pernafasan, peradangan saluran pernafasan, alergi, meningkatkan

sekresi cairan di hidung, nafas menjadi berat, serta penurunan kapasitas ventilasi

paru (Kurniawan, 1996).

Partikel debu yang menyebabkan penyakit paru-paru akibat lingkungan kerja

yang terpenting adalah partikel yang berukuran lebih kecil dari 0,1 µ dan sifat-sifat

9

aerodinamik dari debu yang terdapat di udara. Gejala yang terjadi pada pekerja

biasanya meliputi gangguan restriktif paru antara lain cepat lelah, sesak nafas pada

waktu bekerja ringan, dan berkurangnya kapasitas kerja (Rab, 1996).

Pengaruh Meteorologis Terhadap Kadar Emisi

Faktor meteorologis mempunyai peranan yang penting dalam menentukan

kualitas udara di suatu daerah. Kondisi atmosfer sangat ditentukan oleh berbagai

faktor meteorologis, seperti: 1) kecepatan dan arah angin, 2) kelembaban, 3) suhu

udara, 4) tekanan udara, dan 5) aspek tinggi permukaan (topografi) (Soedomo, 2001).

Kadar gas pencemar di udara selain dipengaruhi oleh jumlah sumber

pencemar, parameter meteorologi juga mempengaruhi kadar gas pencemar di udara

sehingga kondisi lingkungan tidak dapat diabaikan. Kecepatan angin, suhu udara dan

kelembaban udara adalah bagian dari parameter meteorologi yang dapat

mempengaruhi kadar gas pencemar di udara. Kecepatan angin menentukan

kedalaman seberapa banyak udara pencemar tersebut mula-mula tercampur dan

ketidakteraturan kecepatan serta arah angin menentukan laju penyebaran pencemar

ketika terbawa dalam arah angin. Faktor ini yang menentukan suatu daerah akan

tercemar dan seberapa cepat kadar pencemar menipis akibat pencampuran dengan

udara lingkungan setelah bahan tersebut meninggalkan sumbernya (Neighburger,

1995). Faktor meteorologis akan menentukan penyebaran pencemar di udara ambien,

baik yang berasal dari emisi sumber tidak bergerak maupun dari sumber bergerak.

Kondisi meteorologi akan menentukan luasan penyebaran pencemar, pola

penyebaran, dan jangkauan penyebaran serta jangka waktu penyebarannya.

Suhu Udara

Suhu udara didefinisikan sebagai tingkat atau derajat kepanasan dari suatu

benda. Suhu udara dinyatakan dengan satuan derajat celcius (Prawirowardoyo,

1996). Soedomo (2001) menyatakan suhu udara secara langsung mempengaruhi

kondisi kestabilan atmosfer. Dalam kondisi stabil, yaitu pada suhu udara yang lebih

rendah dari lingkungan, maka massa udara polutan tidak dapat naik tetapi tetap

berada di atmosfer dan terakumulasi, sehingga akan menaikkan konsentrasi polutan.

Sebaliknya, pada saat suhu udara lebih tinggi daripada suhu udara lingkungan maka

10

massa udara polutan akan naik dan menyebar sehingga tidak terjadi pengendapan di

permukaan dan akan meminimalkan konsentrasi polutan.

Kecepatan dan Arah Angin

Angin akan mempengaruhi kecepatan penyebaran polutan dengan udara di

sekitarnya. Kecepatan angin yang semakin tinggi menyebabkan pencampuran dan

penyebaran polutan dari sumber emisi di atmosfer akan semakin besar sehingga

konsentrasi zat pencemar menjadi encer begitu juga sebaliknya. Hal ini akan

menurunkan konsentrasi zat polutan di udara (Hasnaeni, 2004).

Arah angin berperan dalam penyebaran polutan yang akan membawa polutan

tersebut dari satu sumber tertentu ke area lain searah dengan arah angin. Kecepatan

angin memegang peranan dalam jangkauan dari pengangkutan dan penyebaran

polutan. Kecepatan angin mempengaruhi distribusi pencemar, konsentrasi pencemar

akan berkurang jika angin berkecepatan tinggi dan membagikan kecepatan tersebut

secara mendatar atau vertikal (Sastrawijaya, 1991).

Kelembaban Udara

Kelembaban udara dapat mempengaruhi jumlah emisi gas yang dihasilkan

dari sumber emisi kotoran ayam broiler. Semakin tinggi kelembaban udara di suatu

tempat maka semakin baik bagi mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembangbiak

serta semakin banyak proses perombakan yang terjadi. Menurut Ryak (1992),

kelembaban udara memegang peranan dalam proses metabolisme mikroorganisme

yang secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen. Apabila kelembaban

udara lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya

aktivitas mikroorganisme akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang

menimbulkan bau tidak sedap. Menurut Charles dan Hariono (1991), senyawa yang

menimbulkan bau dapat mudah terbentuk dalam kondisi anaerob seperti tumpukan

kotoran yang masih basah. Senyawa tersebut dapat dihasilkan selama proses

dekomposisi pada kotoran ayam. Oleh karena itu, faktor lingkungan yaitu

kelembaban udara dapat mempengaruhi jumlah emisi yang dihasilkan.

Kondisi lingkungan juga memiliki peranan yang sangat penting dalam

mempengaruhi konsentrasi udara. Oleh karena itu, kondisi tersebut perlu dicatat dan

diperhitungkan (Suhariyono, 2002). Sebagian radiasi pantulan dari permukaan bumi

11

akan diserap oleh gas-gas dan partikel-partikel yang berada di udara sehingga dapat

meningkatkan suhu udara. Kandungan gas-gas atmosfer secara konsisten berkurang

dengan bertambahnya ketinggian. Selain itu, angin memiliki fungsi yang penting

dalam mencampur lapisan udara sehingga keracunan terhadap gas-gas dan partikel-

partikel dapat dihindari (Lakitan, 1994).

Pengaruh Lingkungan Terhadap Produktivitas Ayam Broiler

Indonesia merupakan negara beriklim tropis. Hal tersebut menyebabkan

perbedaan suhu udara antara siang dan malam hari yang cukup tinggi berkisar antara

3-5 °C dengan kisaran suhu udara 26-32 °C sedangkan suhu udara optimal untuk

pemeliharaan broiler agar dapat berproduksi dengan baik adalah 21-22 °C (North dan

Bell, 1990).

Lingkungan memberikan pengaruh terbesar (70%) dalam menentukan

performa ternak. North (2000) melaporkan bahwa kisaran suhu udara lingkungan

yang nyaman bagi ayam untuk hidup berkisar antara 18-22 oC. Tingginya suhu udara

lingkungan merupakan salah satu masalah dalam pencapaian performa broiler yang

optimal. Broiler akan mengalami stress pada suhu udara yang tinggi, yang akan

mempengaruhi penurunan konsumsi pakan sehingga terjadi penurunan bobot tubuh

(Nova, 2008).

Pemeliharaan ayam broiler, selain memperhatikan faktor bibit (genetik) perlu

juga diperhatikan faktor lingkungan. Ayam yang dipelihara pada suhu udara kandang

17 oC penampilannya lebih baik daripada ayam yang dipelihara pada suhu udara 25

oC dan 29

oC. Suhu udara optimum bagi pertumbuhan ayam broiler adalah 21

oC.

Indonesia termasuk daerah beriklim tropika dengan rata-rata suhu udara harian 25,2-

27,9 oC. Kisaran suhu udara itu melebihi rata-rata suhu udara optimum untuk

pertumbuhan ayam pedaging sehingga perlu diupayakan mencari lokasi peternakan

yang lebih tinggi agar suhu udara kandang tidak jauh berbeda dengan kebutuhan

optimumnya (Hawlider dan Rose, 1992). Rao et al. (2002) menyatakan bahwa pada

pemeliharaan unggas di negara-negara tropis, suhu udara lingkungan merupakan

stressor utama dengan kisaran suhu udara yang khas untuk waktu yang lama.

Menurut Griffin et al. (2005), suhu udara ideal pemeliharaan broiler 10-22 °C untuk

pencapaian berat badan optimum, dan 15-27 oC untuk efisiensi pakan. Suhu udara

merupakan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh pada industri broiler.

12

Ketinggian tempat dari permukaan laut selalu diikuti dengan penurunan suhu

udara rata-rata harian. Daerah dataran rendah memiliki ketinggian tempat berkisar

antara 0-250 meter dari permukaan laut (m dpl) dan daerah dataran sedang memiliki

ketinggian 250-750 m dpl. Tempat yang semakin tinggi dari atas permukaan laut

suhu udaranya semakin rendah sehingga ternak akan mengkonsumsi pakan lebih

banyak untuk memenuhi kebutuhan akan energinya. Suhu udara yang lebih rendah

daripada kebutuhan optimumnya menyebabkan ternak akan mengkonsumsi pakan

lebih banyak karena sebagian energi pakan akan diubah menjadi panas untuk

mengatasi suhu udara lingkungan yang lebih rendah. Pemeliharaan ayam broiler pada

daerah dataran rendah memerlukan pakan dengan kandungan energi 2.800 kkal/kg

(Suarjaya dan Nuriyarsa, 1995).

Dampak Bau Kotoran Ayam Terhadap Lingkungan

Dampak dari usaha peternakan ayam terhadap lingkungan sekitar terutama

adalah berupa bau yang dikeluarkan selama proses dekomposisi kotoran ayam. Bau

tersebut berasal dari kandungan gas amonia yang tinggi dan gas hidrogen sulfida

(H2S), dimetil sulfida, karbon disulfida, dan merkaptan. Penyebab jumlah terbesar

timbulnya bau dari peternakan berasal dari berbagai komponen yang meliputi NH3,

VOCs, dan H2S (NRC, 2003). Senyawa yang menimbulkan bau ini dapat mudah

terbentuk dalam kondisi anaerob seperti tumpukan kotoran yang masih basah.

Senyawa tersebut tercium dengan mudah walau dalam konsentrasi yang sangat kecil.

Untuk H2S, kadar 0,47 mg/l atau dalam konsentarasi part per million (ppm) di udara

merupakan batas konsentrasi yang masih dapat tercium bau busuk. Untuk amonia,

kadar rendah yang dapat terdeteksi baunya adalah 5 ppm. Akan tetapi, kepekaan

seseorang terhadap bau ini sangat tidak mutlak, terlebih lagi bau yang disebabkan

oleh campuran gas (Charles dan Hariono, 1991).

Bau kotoran ayam selain berdampak negatif terhadap kesehatan manusia yang

tinggal di lingkungan sekitar peternakan, juga berdampak negatif terhadap ternak dan

menyebabkan produktivitas ternak menurun. Pengelolaan lingkungan peternakan

yang kurang baik dapat menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak itu sendiri

karena gas-gas tersebut dapat menyebabkan produktivitas ayam menurun sedangkan

biaya kesehatan semakin meningkat yang menyebabkan keuntungan peternak

menipis (Pauzenga, 1991).

13

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di peternakan ayam broiler yang terletak di Desa

Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor milik Bagus Farm dan Desa

Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor milik Ikhtiar Farm.

Analisa kadar H2S, NO2, dan debu dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian

Lingkungan Hidup-Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (PPLH-

LPPM), Institut Pertanian Bogor. Analisis kotoran dan pakan ayam broiler dilakukan

di Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak (BPMPT) Bekasi. Penelitian ini dilakukan

selama bulan Oktober sampai November 2010. Penelitian dilakukan masing-masing

selama 1 minggu di peternakan Bagus Farm (19 Oktober–25 Oktober 2010) dan

peternakan Ikhtiar Farm (5 November–11 November 2010).

Materi

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel udara ambien di

peternakan. Jenis strain ayam broiler yang digunakan di peternakan Bagus Farm dan

Ikhtiar Farm adalah Cobb dengan jenis pakan masing-masing adalah TN dan BR .

Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah flowmeter,

spektofotometer, impinger portable, termometer digital, anemometer digital,

altimeter, kamera digital, kompas, dan alat tulis.

Prosedur

Penentuan Lokasi Peternakan Ayam Broiler

Penentuan lokasi peternakan ayam broiler di kedua lokasi dilakukan dengan

metode Purposive Sampling (dipilih berdasarkan tujuan penelitian) dengan

pertimbangan karakteristik peternakan ayam broiler di Bagus Farm dan Ikhtiar Farm

dengan lingkungan yang berbeda seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.

14

Tabel 4. Karakteristik Peternakan Ayam Broiler di Bagus Farm dan Ikhtiar Farm

No Karakteristik Peternakan Ayam Broiler

Bagus Farm Ikhtiar Farm

1 Ketinggian tempat 170 m dpl 520 m dpl

2 Jumlah populasi 3.500 ekor 3.500 ekor

3 Perkandangam Postal Panggung

4 Pakan TN BR

5 Strain Cobb Cobb

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati adalah konsentrasi H2S, NO2, dan debu, serta performa

ayam broiler. Kondisi iklim yang diukur meliputi suhu udara, kelembaban udara,

ketinggian lokasi, kecepatan dan arah angin. Performa ayam broiler yang diamati

adalah konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, dan konversi pakan.

Pengukuran Kondisi Iklim

Pengukuran kondisi iklim meliputi suhu udara, kelembaban udara, ketinggian

lokasi, kecepatan dan arah angin. Pengukuran dilakukan di dalam dan di luar

kandang ayam broiler dan dilakukan tiga kali sehari selama satu minggu. Pengukuran

kondisi iklim dilakukan ketika ayam berumur 22 hingga 28 hari.

Pengukuran suhu udara dan kelembaban udara dilakukan dengan

menggunakan termometer digital. Rataan suhu udara harian rata-rata dihitung dengan

persamaan :

Rataan T harian = (2 T7) + T13 + T18

4

Keterangan :

Rataan T harian = rataan suhu udara harian,

T7,T13,T18 = pengamatan suhu udara pada pukul 07.00, 13.00, dan 18.00

WIB

Rataan kelembaban udara harian dihitung dengan persamaan:

Rataan RH harian = (2 RH7)+RH13 +RH18

4

15

Keterangan :

Rataan RH harian = rataan kelembaban udara harian

RH7, RH13, RH18 = pengamatan kelembaban udara pada pukul 07.00, 13.00 dan

18.00 WIB

Kecepatan angin diukur dengan menggunakan anemometer. Pengukuran arah

angin diukur dengan menggunakan bantuan asap hasil pembakaran dan kompas.

Ketinggian lokasi peternakan diukur dengan menggunakan altimeter.

Pengambilan Sampel

Sampel Udara. Sampel yang digunakan adalah H2S, NO2, dan debu di dalam dan di

luar kandang. Pengukuran sampel tersebut dilakukan pada minggu ke-4 dari umur

ayam broiler. Waktu pengambilan sampel tersebut dilakukan pada pukul 09.00–

13.00 WIB

Pengambilan sampel di dalam kandang dilakukan di satu titik tepat di tengah

kandang (K). Pengambilan sampel di luar kandang dilakukan pada dua titik yaitu

pada titik datangnya angin atau upwind (U) dan titik tujuan angin atau downwind

(D). Penempatan peralatan untuk pengambilan sampel udara dilakukan pada

ketinggian 1,5 m sampai dengan 3 m dari permukaan (BSN, 2005).

Pengambilan sampel H2S dan NO2 dilakukan dengan metode penangkapan

udara menggunakan impinger. Pengambilan sampel debu menggunakan Metode

Gravimetri Total Air Sampler Particulate (TSP).

Sampel Pakan dan Manur. Pengambilan sampel pakan pada dua lokasi peternakan

ayam broiler dilakukan untuk dianalisis. Manur ayam dikoleksi 3 kali dalam sehari

yaitu pukul 07.00, 13.00 dan 18.00 selama satu minggu. Data hasil analisis manur

digunakan sebagai data pendukung penelitian.

Analisis Sampel

Analisis Udara. Analisis H2S dilakukan dengan menggunakan metode metilen blue.

Hidrogen sulfida direaksikan dengan larutan diamin 0,15% (N,N-dime-thyl-1,4-

phenylen diamonium diklorida) membentuk metilen blue yang berwarna biru.

Intensitas warna yang terjadi diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang

gelombang 670 nm (Lodge, 1988). Konsentrasi H2S dapat dihitung sebagai berikut :

16

C = Cs x Vs x (t+273) x 760 x 1000 x D

V x 298 x P

Keterangan :

C = kadar H2S dalam contoh udara pada standar (µg/m3)

Cs = kadar H2S dalam contoh dari impinger (µg/m3)

D = faktor pengencer

Vs = volume contoh dari impinger (ml)

V = volume udara yang diserap (l)

t = suhu udara pada saat pengambilan contoh (oC)

P = tekanan udara pada saat pengambilan contoh (mmHg)

298 = suhu udara standar dalam oK (25+273)

760 = tekanan udara standar (mmHg)

1000 = faktor konversi dari liter ke m3

273 = faktor konversi dari oC ke

oK

Analisis NO2 dilakukan dengan menggunakan metode G. Saltzman. Metode

G. Saltzman merupakan metode pemantauan kualitas udara dengan NO2 sebagai

parameter yang diukur secara manual. Nitrogen dioksida yang diukur (hasil

pengambilan dari lapangan) ditambah larutan penyerap yaitu asam sulfanilat dan air

suling. Contoh uji tersebut kemudian didiamkan 30 menit. Serapan contoh uji

selanjutnya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm.

Selanjutnya didapat nilai absorbansi dari larutan tersebut. Konsentrasi NO2 di udara

ambien dalam contoh uji dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (BSN, 2005):

Keterangan:

C = konsentrasi NO2 di udara (µg/Nm3)

b = jumlah NO2 dari contoh uji hasil perhitungan dari kurva kalibrasi (µg)

v = volume udara yang dihisap dikoreksi pada kondisi normal 25 oC, 760

mmHg

10/25 = faktor pengencer

1000 = koreksi filter ke m3

Analisis konsentrasi partikel debu dilakukan dengan menggunakan metode

Gravimetri. Kertas fiber filter yang digunakan dikondisikan terlebih dahulu dengan

menggunakan desikator, kemudian ditimbang. Selanjutnya, kertas fiber diletakkan di

lapangan terbuka. Kertas fiber dikondisikan kembali dengan desikator. Selanjutnya,

kertas fiber filter yang berisi debu ditimbang untuk mendapatkan bobot akhir filter.

17

Pengukuran konsentrasi debu menggunakan alat flowmeter (Lodge, 1988).

Kandungan partikel debu menurut BSN (2005) dihitung dengan rumus:

Kandungan partikel debu (µg m-3

) = (W1-W0) x (t+273) x 760 x 1000

V x 298 x P

Keterangan :

W1 = berat filter yang berisi contoh (µg)

W0 = berat filter kosong (µg)

t = suhu udara pada saat pengukuran (oC)

V = volume udara yang diserap (l)

P = tekanan udara rata-rata (mmHg)

298 = suhu udara standar dalam oK (25+273)

760 = tekanan udara standar (mmHg)

1000 = faktor konversi dari liter ke m3

273 = faktor konversi dari oC ke

oK

Analisis Pakan dan Manur. Analisis pakan dan manur ayam broiler pada dua lokasi

peternakan ayam boriler dilakukan di Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak (BPMPT)

di Bekasi. Analisis pakan dan manur ayam broiler meliputi kadar air, abu, protein

kasar, lemak kasar, serat kasar, Ca, gross energi dan nitrogen bebas. Kadar air, abu,

protein kasar, lemak kasar, dan serat kasar dianalisis menggunakan metode

proksimat. Analisis Ca dianalisis menggunakan metode AAS (Atomic Absorption

Spectrofotometer). Gross energi dan nitrogen bebas masing-masing dianalisis

menggunakan metode Bomb Kalorimeter dan Kjehdal.

Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif.

Analisis ini digunakan untuk mengambarkan objek penelitian secara lengkap. Studi

deskriptif adalah analisis yang digunakan untuk menguraikan atau memberikan

keterangan mengenai data atau keadaan sehingga mudah dipahami (Hasan, 2001).

Analisis ini meliputi gambaran kondisi umum peternakan ayam broiler Bagus Farm

di Semplak Barat dan Ikhtiar Farm di Cikoneng Talang, kondisi fisik lingkungan

(suhu udara, kelembaban udara, arah dan kecepatan angin serta ketinggian) dan kadar

H2S, NO2, dan debu. Kadar H2S, NO2 dan debu selanjutnya dibandingkan dengan

baku mutu standar PP RI No.41 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Udara Ambient

Nasional (RI, 1999) dan Keputusan MENLH No. KEP-50/MENLH/11/1996, tentang

Baku Tingkat Kebauan (KLH, 1996).

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada peternakan ayam broiler Bagus Farm yang

terletak di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor dan

peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm yang terletak di Desa Cikoneng Talang,

Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Tata Letak dan Perkandangan Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm

Peternakan ayam broiler Bagus Farm berada di Desa Semplak Barat,

Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. Kapasitas kandang peternakan ayam broiler

tersebut berjumlah 3.500 ekor. Lokasi kandang berada di daerah dataran hamparan

luas yang dikeliling oleh lahan pertanian. Denah lokasi kandang peternakan ayam

broiler Bagus Farm ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Denah Lokasi Kandang Peternakan Ayam Broiler Bagus Farm di Desa

Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor.

Berdasarkan Gambar 1, lahan pertanian berada di sebelah Barat dan Utara

kandang ayam broiler. Lahan pertanian tersebut di dominasi oleh tanaman padi dan

umbi-umbian. Pemukiman penduduk berada pada jarak 200 m dari lokasi kandang

tepat berada di sebelah Timur dan Selatan kandang. Jarak tersebut sudah baik untuk

menghindari kebisingan, penyebaran penyakit dan penyebaran emisi bagi penduduk.

Menurut Schulz et al. (2005) jarak antara kandang ayam broiler dengan batas

pemukiman berkisar antara130-330 m dengan jarak minimal 50-100 m.

19

Tanaman jambu biji (Psidium guajava) berada di sebelah timur kandang yang

berjarak 2 m dari kandang dengan luas sekitar 450 m2 dan tingginya mencapai 2 m

(Gambar 2).

Gambar 2. Tanaman Jambu yang Ditanam di Sekitar Peternakan Ayam Broiler Milik

Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten

Bogor (Tampak dari Sebelah Timur).

Tingginya tanaman jambu biji ini dapat digunakan sebagai wind break

(pemecah angin) yang masuk ke dalam kandang. Selain itu, tanaman ini juga dapat

berfungsi sebagai penyerap polutan udara yang berasal dari dalam kandang

peternakan ayam broiler. Menurut Patra (2002), tanaman dapat mengurangi masalah

polusi melalui penyerapan polutan gas dan penyerapan partikel. Selain itu, tanaman

dapat digunakan untuk mengalihkan arah angin. Posisi kandang ayam broiler milik

Bagus Farm yang berada di Desa Semplak Barat membujur dari arah utara ke

selatan.

Gambar 3. Posisi Kandang Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak Barat,

Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor yang Membujur dari Utara ke

Selatan.

20

Posisi kandang ayam broiler milik Bagus Farm yang membujur dari Utara ke

Selatan belum memenuhi persyaratan posisi kandang yang baik. Menurut Leeson dan

Summers (2000), posisi kandang yang membujur dari timur ke barat dapat

menurunkan pengaruh dari sinar matahari langsung ke dalam kandang. Posisi

kandang tersebut dapat mengurangi suhu udara di dalam kandang. Posisi kandang

ayam broiler milik Bagus Farm yang membujur dari arah utara ke selatan dapat

mengakibatkan masuknya sinar matahari secara langsung ke dalam kandang

sehingga dapat menyebabkan peningkatan suhu udara di dalam kandang.

Peningkatan suhu udara ini dapat mengakibatkan cekaman panas bagi ayam broiler

yang berpengaruh negatif terhadap produktivitas ayam broiler.

Gambar 4. Kondisi Kolong Kandang Panggung Ayam Broiler Milik Bagus Farm di

Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor.

Bentuk kandang ayam broiler yang digunakan oleh Bagus Farm adalah

kombinasi antara kandang panggung dan kandang postal (Gambar 4). Hal tersebut

dilakukan karena kondisi kandang tidak memungkinkan untuk dijadikan kandang

panggung karena di sebelah timur kandang terdapat dataran yang tingginya hampir

sama dengan alas kandang (Gambar 4). Dataran di sebelah timur kandang tersebut

akan menahan angin yang berasal dari barat sehingga akan membawa naik udara dari

bawah kandang. Udara yang naik dari bawah kandang tersebut akan membawa gas-

gas yang berasal dari kotoran ayam broiler yang dapat mengganggu kesehatan ayam

broiler. Oleh karena itu, sistem alas kandang di peternakan ayam broiler milik Bagus

Farm menggunakan sistem postal dengan menggunakan karung sebagai alas kandang

dan bahan litter sekam di atas kandang panggung untuk menutup celah pada alas

kandang agar udara yang membawa gas-gas tersebut tidak mengenai ayam broiler

21

secara langsung. Peternakan Bagus Farm berada di dataran rendah dengan ketinggian

170 m dpl dengan sistem kandang kombinasi (postal dan panggung) tidak cocok

digunakan. Menurut Kartasudjana (2001), kandang dengan sistem panggung sangat

cocok digunakan pada dataran rendah karena memiliki sirkulasi udara yang baik.

Gambar 5. Kondisi Atap Kandang Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak

Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor.

Sistem atap kandang ayam broiler milik Bagus Farm adalah tipe atap A

(atap dengan sudut lancip) dengan bahan atap yang terdiri dari rumbia dan asbes

(Gambar 5). Penggunaan bahan atap kombinasi asbes dan rumbia dilakukan karena

terkendala dana ketika proses awal dalam pembuatan kandang ayam broiler.

Prabakaran (2003) menyatakan bahwa bahan asbes yang digunakan sebagai atap

kandang akan berdampak sangat panas pada siang hari dan dingin pada malam hari.

Oleh karena itu, atap berbahan asbes sangat cocok digunakan pada daerah beriklim

dingin. Penggunaan bahan asbes dirasa kurang ekonomis karena harganya yang

cukup mahal. Atap dari asbes tahan lama tetapi mahal. Selama musim panas,

kandang dengan atap asbes akan tetap panas.

Tata Letak dan Perkandangan Ayam Broiler di Peternakan Ihktiar Farm

Peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm berada di Desa Cikoneng Talang,

Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Jumlah ayam yang dipelihara di kandang

tersebut sebanyak 3.500 ekor. Lokasi kandang peternakan ayam broiler tersebut

berada di lereng Gunung Salak yang berbukit-bukit yang dikelilingi oleh lahan

pertanian dan kolam ikan. Denah lokasi kandang peternakan ayam broiler yang

terletak di Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor

ditunjukkan pada Gambar 6.

22

Gambar 6. Denah Lokasi Kandang Peternakan Ayam Broiler Ikhtiar Farm di Desa

Cikoneng Talang.

Lokasi kandang ayam broiler ini dikelilingi oleh lahan pertanian dengan

sistem terasering. Lahan pertanian yang di dominasi oleh pepaya dan umbi-umbian

berada di sebelah Barat, Selatan, dan Timur kandang yang berjarak antara 2 hingga 6

m. Kolam ikan berada tepat di sebelah Barat dan Utara kandang ayam broiler.

Sebelah Timur dan Timur Laut berbatasan dengan sawah dan pemukiman penduduk

yang berjarak kurang lebih 200 m. Lokasi kandang ayam broiler tersebut sudah baik

karena berada cukup jauh dari pemukiman penduduk sehingga dapat mengurangi

timbulnya bau dan penyakit bagi penduduk sekitar. Pada lokasi ini juga terdapat

tempat penggilingan padi yang berada di sebelah Timur Laut kandang ayam broiler.

Posisi kandang ayam broiler milik Ikhtiar Farm membujur dari Utara ke

Selatan (Gambar 7). Posisi kandang peternakan ayam broiler milik Ikhtiar Farm yang

membujur dari Utara ke Selatan dinilai kurang baik. Posisi tersebut akan

mengakibatkan peningkatan suhu udara di dalam kandang ayam broiler yang dapat

membawa dampak negatif bagi ayam broiler berupa cekaman panas.

Gambar 7. Posisi Kandang Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak Barat,

Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor yang Membujur dari Utara ke

Selatan.

23

Bangunan kandang ayam broiler tersebut menggunakan bahan bambu sebagai

bahan utamanya. Kandang ayam broiler milik Ikhtiar Farm adalah sistem kandang

panggung (Gambar 8).

Gambar 8. Sistem Kandang Panggung Ayam Broiler Milik Ikhtiar Farm di Desa

Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.

Kandang dengan sistem panggung memiliki keunggulan dalam sirkulasi

udara yang dapat masuk dari samping dan bawah kandang. Namun, kandang ini pun

berisiko bagi ayam broiler terutama terhadap cedera kaki yang dikarenakan adanya

celah-celah kecil pada bagian alas kandang. Menurut Kartasudjana (2001), kandang

dengan sistem panggung memiliki beberapa keuntungan diantaranya keadaan lantai

(alas kandang) akan selalu bersih karena kotoran langsung jatuh ke alas

penampungan kotoran di bawah. Selain itu, sirkulasi udara lebih baik karena bagian

alas kandang dapat di lewati angin.

Atap kandang ayam broiler milik Ikhtiar Farm sepenuhnya menggunakan

rumbia (Gambar 9). Atap berbahan rumbia pada dasarnya tidak dapat bertahan

lama, mudah terbakar dan sering bocor. Bahan atap dengan rumbia sangat mudah

rusak terutama oleh terpaan angin dan seringkali menjadi tempat tinggal hewan lain

seperti tikus dan burung. Atap rumbia tergolong tidak menyerap panas dan

menghantarkan panas. Atap dari rumbia lebih murah, membuat lingkungan menjadi

lebih dingin selama musim panas tetapi tidak tahan lama (Prabakaran, 2003).

24

Gambar 9. Atap Kandang Ayam Broiler Berbahan Rumbia Milik Ikhtiar Farm di

Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.

Kandungan Nutrien Pakan Ayam Broiler

Pakan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menajemen

pemeliharaan ayam broiler. Pakan dengan kualitas baik yang sesuai standar

kebutuhan ayam broiler dapat menghasilkan produktivitas yang optimal. Kandungan

nutrien pakan yang diberikan pada ayam broiler di peternakan Bagus Farm dan

Ikhtiar Farm ditunjukkan pada Tabel 5.

Kandungan nutrien pakan di peternakan ayam broiler Bagus Farm dan

Ikhtiar Farm secara keseluruhan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (BSN,

2011). Kandungan energi metabolisme dalam pakan di peternakan Bagus Farm dan

Ikhtiar Farm masing-masing adalah 3.057,93 kkal/kg dan 2.990,34 kkal/kg.

Kandungan energi metabolisme ini lebih rendah bila dibandingkan dengan

pernyataan Bell dan Weaver (2002), yaitu 3.166 kkal/kg dan NRC (1994), yaitu

3.200 kkal/kg. Menurut Bell dan Weaver (2002), pakan dengan energi metabolisme

yang lebih rendah akan menyebabkan ayam broiler mengkonsumsi pakan lebih

banyak untuk memenuhi kebutuhan energinya. Namun, besarnya energi metabolisme

yang diperlukan ayam broiler berbeda-beda tergantung dengan suhu udara

lingkungan selama pemeliharaan. Berdasarkan data performa ayam broiler di dua

lokasi peternakan (Tabel 6) menunjukkan bahwa konsumsi pakan di peternakan

Ikhtiar Farm lebih sedikit (7.850 kg) jika dibandingkan dengan konsumsi pakan

ayam di peternakan Bagus Farm (8.050 kg). Hal tersebut terjadi karena umur panen

ayam di peternakan Bagus Farm lebih lama bila dibandingkan umur panen ayam di

peternakan Ikhtiar Farm.

25

Tabel 5. Kandungan Nutrien Pakan yang Diberikan Pada Ayam Broiler di

Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm Kabupaten Bogor

Komponen Peternakan Ayam Broiler

Standar (BSN, 2011) Bagus Farm Ikhtiar Farm

Air (%) 11 11 Maks. 13

Abu (%) 4,9 5,3 Maks. 8

Protein Kasar (%) 21,1 22,7 Min. 15

Lemak Kasar (%) 6,6 6,8 Min. 3

Serat Kasar (%) 3,2 2,5 Maks. 6

Ca (%) 0,89 0,96 0,9 - 1,2

Energi Bruto

(kkal/kg) 4.217,84 4.124,61 4.0002

Energi Metabolis

(kkal/kg)1 3.057,93 2.990,34 3.200

2/3.166

3

Nitrogen Bebas (%) 0,37 0,89 Keterangan : Hasil Analisis Laboratorium Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak (BPMPT) Bekasi

(2010). 1

Hasil Perhitungan (EM = 0,725 x Energi Bruto) (NRC 1994), 2 NRC (1994),

3 Bell dan Weaver (2002)

Performa Ayam Broiler

Performa ayam broiler merupakan salah satu indikator yang dapat

menunjukkan keberhasilan selama pemeliharaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi

performa ayam broiler diantaranya adalah manejemen pemeliharaan, bibit, pakan,

dan kondisi lingkungan. Data performa ayam broiler di peternakan ayam broiler

Bagus Farm di Desa Semplak Barat dan Ikhtiar Farm di Desa Cikoneng Talang

Kabupaten Bogor ditunjukkan pada Tabel 6.

Kapasitas kandang ayam broiler pada dua lokasi penelitian adalah 3.500 ekor.

Mortalitas merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam usaha

peternakan ayam broiler. Tingkat mortalitas dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya kebersihan lingkungan, sanitasi, peralatan, kandang, serta suhu udara

lingkungan (North, 2000). Mortalitas ayam broiler yang dipelihara di peternakan

Bagus Farm lebih tinggi (700 ekor; 20%) dibandingkan dengan peternakan Ikhtiar

Farm (60 ekor; 1,7%). Salah satu penyebab tingginya mortalitas ayam broiler di

peternakan Bagus Farm ialah tingginya suhu udara pada siang hari yang mencapai

36,3oC (Lampiran 4) yang menyebabkan cekaman panas. Cekaman panas merupakan

26

salah satu penyebab penurunan produksi di daerah tropis. Menurut Bell dan Weaver

(2002) suhu udara nyaman bagi pertumbuhan ayam broiler adalah 18-23 oC.

Tabel 6. Performa Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm di

Kabupaten Bogor

Keterangan : 1Bagus Farm (2010);

2Ikhtiar Farm (2010) ;

3Cobb Vantress (2008); * Kematian

sebagian besar terjadi pada saat ayam berumur 29 hari hingga panen.

Rataan berat panen ayam broiler di peternakan Bagus Farm lebih tinggi (1,67

kg/ekor) bila dibandingkan dengan rataan berat panen ayam broiler di peternakan

Ikhtiar Farm (1,51 kg/ekor). Hal tersebut dikarenakan jumlah konsumsi pakan ayam

di peternakan ayam broiler di Bagus Farm lebih besar (8.050 kg) bila dibandingkan

dengan konsumsi pakan ayam peternakan ayam broiler di Ikhtiar Farm (7.850 kg).

Perbedaan jumlah konsumsi pakan di kedua lokasi peternakan tersebut salah satunya

terjadi karena faktor suhu udara. Menurut Suarjaya dan Nuriyarsa (1995), konsumsi

pakan dapat dipengaruhi oleh tinggi atau rendahnya suhu udara pada suatu

lingkungan. Semakin tinggi suhu udara lingkungan maka jumlah pakan yang

dikonsumsi akan berkurang. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah suhu udara

lingkungan maka jumlah pakan yang dikonsumsi akan bertambah. Tingginya

konsumsi pakan di peternakan Bagus Farm (8.050 kg) juga terjadi karena lamanya

umur panen. Umur panen ayam di peternakan Bagus Farm lebih lama (32-33 hari)

bila dibandingkan dengan umur panen ayam di peternakan Ikhtiar Farm (31-32 hari)

sehingga masa pemberian pakan menjadi bertambah yang menyebabkan jumlah

konsumsi pakan juga bertambah.

Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ayam broiler secara langsung akan

mempengaruhi jumlah kotoran yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah pakan yang

dikonsumsi maka akan semakin banyak pula kotoran yang dihasilkan dengan

bertambahnya umur ayam broiler. Kartadisastra (1997) menyatakan bahwa berat

badan berbanding lurus dengan konsumsi pakan, makin tinggi berat badan makin

Komponen Satuan

Peternakan Ayam Broiler Standar3

Bagus Farm1

Ikhtiar Farm2

Jumlah Populasi Ekor 3.500 3.500 -

Mortalitas % 20* 1,7 -

Umur Panen Hari 32-33 31-32 32

Rataan Berat Panen kg/ekor 1,67 1,51 1,75

Konsumsi Pakan Kg 8.050 7.850 9.443

FCR 1,76 1,54 1,54

27

tinggi tingkat konsumsi. Menurut Rasyaf (1994), setiap minggu ayam mengkonsumsi

pakan lebih banyak dibandingkan dengan minggu sebelumnya. Pertambahan berat

badan ayam menyebabkan kebutuhan akan pakan dan minum bertambah. Begitu pula

dengan produksi kotoran menjadi semakin banyak.

Konversi pakan (Feed Convertion Ratio/FCR) merupakan satuan untuk

menghitung efisiensi pakan pada budidaya ayam broiler yang menunjukkan

perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertumbuhan berat

badan sampai ayam dijual. Konversi pakan ayam di peternakan Ihktiar Farm lebih

baik (1,54) bila dibandingkan dengan konversi pakan di peternakan Bagus Farm

(1,76). Tingginya nilai konversi pakan di peternakan Bagus Farm menunjukkan

kurangnya efisiensi pakan. Makin kecil angka konversi pakan menunjukkan semakin

baik efisiensi penggunaan pakan (Sidadolog, 2001). Perbedaan konversi pakan yang

terjadi di dua lokasi peternakan salah satunya disebabkan oleh tingkat mortalitas.

Mortalitas yang tinggi akan menyebabkan nilai konversi pakan akan lebih tinggi dari

standar.

Kandungan Nutrien Manur Ayam Broiler

Manur ayam broiler terdiri atas kotoran dari usus besar dan urin dari ginjal,

tersusun atas sisa pakan yang tidak dapat dicerna, sisa sekresi pencernaan, bakteri

yang mati maupun yang hidup, garam-garam organik, sel-sel epitel yang telah rusak

dan asam urat (North dan Bell, 1990). Kandungan manur ayam broiler di peternakan

di Bagus Farm dan Ikhtiar Farm ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Kandungan Nutrien Manur Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm dan

Ikhtiar Farm

Komponen1

Peternakan Ayam Broiler

Bagus Farm Ikhtiar Farm

Kadar Air (%) 12,06 11,86

Abu (%) 11,3 12,6

Protein Kasar (%) 33,72 30,88

Lemak Kasar (%) 5,2 3,04

Serat Kasar (%) 17,33 11,87

Gross Energi (kkal/kg) 3718,31 3359,11

Nitrogen Bebas (%) 0,89 0,53

Jumlah Manur (kg)b 2.817,5 2.747,5

Keterangan : Hasil analisis Laboratorium Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak (BPMPT) Bekasi 1Berdasarkan % BK;

2Jumlah Manur = Jumlah Konsumsi Pakan X 35% (Bell dan

Weaver, 2001).

28

Kadar protein kasar dalam manur di peternakan Bagus Farm lebih tinggi

(33,72%) jika dibandingkan dengan kadar protein kasar dalam manur di peternakan

Ikhtiar Farm (30,88%). Tingginya kadar protein kasar dalam manur di peternakan

Bagus Farm dipengaruhi oleh penggunaan litter sebagai alas kandang yang

bercampur dengan kotoran. Litter berfungsi membantu penyerapan air yang ada pada

kotoran yang basah. Jika kualitas dan kuantitas litter kurang baik maka akan

menyebabkan manur basah. Kondisi litter yang basah dapat menjadi media yang baik

untuk pertumbuhan mikroba diantaranya mikroba perombak protein. Kondisi ini

tentu saja akan mendukung perombakan protein oleh mikroba. Tingginya kadar

protein kasar pada manur ayam broiler di peternakan Bagus Farm diduga dapat

mengakibatkan semakin banyak jumlah protein yang dapat dirombak oleh mikroba

yang salah satunya menjadi gas H2S. Muller (1980) menyatakan bahwa manur ayam

broiler biasanya mengandung protein kasar 30% dengan kisaran antara 18%-40%,

dari jumlah tersebut 37%-45% merupakan protein murni, 28%-55% asam urat, 8%-

15% ammonia, 3%-10% urea dan nitrogen lainnya. Kandungan nitrogen bebas pada

manur ayam broiler di peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm masing-masing

adalah 0,89% dan 0,53%. Malone (1992) menyatakan bahwa total N pada kotoran

ayam broiler yaitu 0,89%-5,80% dengan kandungan rata-rata 2,94%.

Perkiraan jumlah manur ayam broiler selama pemeliharaan di peternakan

Bagus Farm lebih tinggi (2.817,5 kg) bila dibandingkan dengan jumlah manur di

peternakan Ikhtiar Farm (2.747,5 kg). Hal ini dikarenakan karena periode

pemeliharaan ayam broiler yang di peternakan Bagus Farm lebih lama dibandingkan

dengan periode pemeliharaan ayam broiler di peternakan Ikhtiar Farm. Jumlah

nutrien akan dirubah oleh mikroba menjadi gas-gas beracun. Kandungan nitrogen

pada manur yang terdapat di peternakan Bagus Farm lebih tinggi (0,89%) bila

dibandingkan dengan kandungan nitrogen pada manur di peternakan Ikhtiar Farm

(0,53%). Hal tersebut memungkinkan terjadinya perombakkan nitrogen yang lebih

besar oleh mikroba di peternakan Bagus Farm yang menghasilkan gas NO2.

Menurut NRC (2003), kotoran ayam diyakini dapat menyebabkan emisi NO

secara langsung. Nitrogen monoksida (NO) dapat mengalami oksidasi menjadi NO2

(Pohan, 2002). Sehingga secara tidak langsung kotoran ayam broiler dapat

menghasilkan emisi gas NO2 melalui proses denitrifikasi. Kandungan debu di

29

peternakan unggas umumnya berasal dari pakan dan kotoran (Casey et al., 2006).

Sehingga banyaknya jumlah pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi jumlah

kotoran yang dihasilkan dan secara langsung akan mempengaruhi jumlah emisi yang

dihasilkan dari suatu peternakan.

Lingkungan Mikroklimat

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan

keberhasilan dalam pemeliharaan ayam broiler. Lingkungan yang baik sangat

diperlukan bagi ayam broiler untuk memperoleh performa yang optimal. Beberapa

faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi performa ayam broiler diantaranya

adalah ketinggian lokasi, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan dan arah angin.

Ketinggian Lokasi

Peternakan Bagus Farm terletak pada daerah dataran rendah dengan

ketinggian 170 m dpl sedangkan peternakan Ikhtiar Farm terletak pada daerah

dataran sedang dengan ketinggian 520 m dpl. Menurut Widodo (2010) lokasi

peternakan pada ketinggian 600 m dpl paling cocok untuk pertumbuhan ayam broiler

karena dapat memberikan rasa nyaman.

Ketinggian lokasi kandang di peternakan Bagus Farm yang tidak sesuai

dengan ketinggian ideal peternakan ayam broiler dapat menyebabkan ayam broiler

mengalami cekaman panas karena suhu udara yang tinggi sehingga dapat

mempengaruhi performa ayam broiler. Menurut Lakitan (1994), setiap kenaikan

ketinggian 100 m suhu udara akan berkurang antara 0,5-0,6 oC. Sehingga pada

dataran rendah suhu udara akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan pada suhu

udara di dataran sedang.

Ketinggian lokasi kandang ayam broiler di peternakan Ikhtiar Farm (520 m

dpl) dapat memberikan performa yang lebih baik bagi ayam broiler (Tabel 6). Hal ini

disebabkan karena kisaran suhu dalam kandang di Ikhtiar Farm lebih rendah (25,9-

27,8 oC) dibandingkan dengan kisaran suhu dalam kandang di Bagus Farm (26,7-

28,2 oC). Hasil penelitian Suarjaya dan Nuriyasa (1995) juga menunjukkan bahwa

performa ayam yang dipelihara di dataran sedang (300 m dpl) lebih baik dari pada

ayam yang dipelihara di dataran rendah (50 m dpl). Hasil penelitian tersebut

menunjukkan nilai konversi pakan yang dipelihara pada ketinggian 50 m dpl lebih

30

tinggi bila dibandingkan dengan nilai konversi pakan ayam yang diperlihara pada

ketinggian 300 m dpl.

Suhu Udara

Rataan suhu udara harian selama penelitian berlangsung di peternakan ayam

broiler Bagus Farm dan Ikhtiar Farm ditunjukkan pada Gambar 10.

Gambar 10. Grafik Rataan Suhu Udara di Dalam dan di Luar Kandang Ayam Broiler

selama 1 Minggu : (a) Bagus Farm, dan (b) Ikhtiar Farm.

Suhu udara berpengaruh secara langsung terhadap produktivitas, kenyamanan

dan proses fisiologis dalam tubuh ternak. Suhu udara berubah sesuai dengan tempat

dan waktu. Kisaran suhu udara di dalam dan di luar kandang peternakan ayam broiler

Bagus Farm masing-masing adalah 26,8-28,2 oC dan 27,7-29,6

oC. Kisaran suhu

udara di dalam dan di luar kandang peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm adalah

25,6-27,0 oC dan 25,9-27,9

oC. Kisaran suhu udara di dalam kandang peternakan

ayam broiler Bagus Farm dan peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm lebih tinggi

dibandingkan dengan suhu udara optimal yang diperlukan oleh ayam broiler.

Menurut Baziz et al. (1996), suhu udara lingkungan termonetral untuk ayam adalah

21-23 oC. Pada suhu udara termonetral inilah ayam broiler akan berproduksi optimal.

Pemeliharaan ayam broiler pada suhu udara lingkungan di atas 21 oC mengakibatkan

ayam mengalami cekaman panas.

31

Tingginya kisaran suhu udara di peternakan ayam broiler Bagus Farm

(Gambar 10) terjadi karena penggunaan atap kandang berbahan asbes yang dapat

menyerap dan memantulkan panas ke dalam kandang ayam broiler. Selain itu,

tingginya suhu udara di peternakan ayam broiler Bagus Farm disebabkan lokasi

kandang yang berada di daerah dataran rendah yang memiliki suhu udara lebih tinggi

bila dibandingkan dengan suhu udara di dataran sedang.

Suhu udara di peternakan ayam broiler Bagus Farm yang tinggi akan

mengakibatkan cekaman panas terhadap ayam broiler. Cekaman panas dapat

mengakibatkan ayam mudah terserang penyakit, kematian meningkat, dan

pertumbuhan menurun. Hal tersebut ditunjukkan oleh mortalitas yang lebih tinggi di

peternakan Bagus Farm (20%) bila dibandingkan dengan mortalitas di peternakan

Ikhtiar Farm (1,7%). Cekaman panas juga dapat menyebabkan penurunan jumlah

konsumsi pakan yang mengakibatkan performa ayam menurun. Nova (2008)

menyatakan bahwa penurunan konsumsi pakan akan menurunkan berat ayam broiler

sehingga performa ayam broiler yang dicapai kurang optimal.

Kelembaban Udara

Kelembaban udara yang baik diperlukan dalam memelihara ayam broiler.

Kelembaban udara rataan harian selama penelitian berlangsung di peternakan ayam

broiler Bagus Farm dan Ikhtiar Farm ditunjukkan pada Gambar 11.

Gambar 11. Grafik Rataan Kelembaban Udara di Dalam dan di Luar Kandang Ayam

Broiler selama 1 Minggu : (a) Bagus Farm, dan (b) Ikhtiar Farm.

32

Kisaran kelembaban udara di dalam dan di luar kandang di peternakan ayam

broiler Bagus Farm masing-masing adalah 81%-92% dan 77%-87%. Kisaran

kelembaban udara di dalam dan di luar kandang di peternakan ayam broiler Ikhtiar

Farm masing-masing adalah 70%–85% dan 67%-84%. Borges et al. (2004)

menyatakan bahwa kelembaban udara optimum untuk pertumbuhan ayam broiler

berkisar antara 50%-70%. Menurut BPS (1992), ayam broiler akan terkena stress

apabila kelembaban udaranya terlalu tinggi yaitu diatas 70%.

Kisaran kelembaban udara kandang di peternakan ayam broiler Bagus Farm

lebih tinggi bila dibandingkan dengan kisaran kelembaban udara di peternakan ayam

broiler Ikhtiar Farm (Gambar 11). Tingginya kisaran kelembaban udara di

peternakan ayam broiler Bagus Farm terjadi karena pengaruh suhu udara yang tinggi

akibat penggunaan atap berbahan asbes dan lokasi kandang yang berada di dataran

rendah. Menurut Borges et al. (2004), tingkat kelembaban udara bervariasi menurut

suhu udara. Semakin hangat suhu udara, semakin banyak uap air yang dapat

ditampung. Semakin rendah suhu udara, semakin sedikit jumlah uap air yang dapat

ditampung. Tingginya kelembaban udara di peternakan ayam broiler di Bagus Farm

akan menyebabkan stres yang dapat menurunkan konsumsi pakan yang berpengaruh

terhadap menurunnya performa ayam broiler (Tabel 6).

Kecepatan dan Arah Angin

Kecepatan dan arah angin yang baik diperlukan dalam memelihara ayam

broiler. Kecepatan dan arah angin harian selama penelitian berlangsung di

peternakan ayam broiler Bagus Farm dan Ikhtiar Farm ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Kecepatan dan Arah Angin Harian di Peternakan Ayam Broiler Bagus Farm

dan Ikhtiar Farm selama 1 Minggu.

Hari ke- Kecepatan Angin (m/s) Arah Angin Dominan

Bagus Farm Ikhtiar Farm Bagus Farm Ikhtiar Farm

22 0,9 0,6 Selatan Utara

23 1,0 1,2 Selatan Utara

24 1,3 0,4 Tenggara Selatan

25 1,3 0,9 Utara Utara

26 0,8 3,3 Selatan Utara

27 1,5 0,9 Timur Laut Selatan

28 1,0 0,9 Timur Laut Selatan

33

Kecepatan angin di sekitar kandang ayam broiler di peternakan Bagus Farm

dan Ikhtiar Farm masing-masing berkisar 0,8-1,5 m/detik. dan 0,4-3,3 m/detik.

Menurut DEFRA (2005), kecepatan angin di daerah beriklim tropis untuk ayam

broiler minimal 1,0 m/s dengan kisaran 1,0-1,5 m/s.

Arah angin dominan di peternakan Bagus Farm mengarah dari Utara ke

Selatan dan Timur Laut. Lokasi peternakan Bagus Farm yang berada di dataran

rendah dengan hamparan luas membuat angin bergerak hampir ke semua arah

sehingga tidak dapat menentukan secara pasti arah datang dan tujuan angin. Arah

angin dominan yang mengarah dari Utara akan langsung masuk melewati kandang

karena di sebelah Utara kandang ayam broiler di peternakan Bagus Farm tidak

adanya kanopi yang dapat digunakan sebagai wind break.

Arah angin dominan di peternakan Ikhtiar Farm menuju arah Utara yaitu

menuju ke arah lahan pertanian. Hal ini dikarenakan posisi kandang yang berada di

antara pegunungan dan lembah. Sebelah Utara kandang merupakan daerah

pegunungan dan sebelah Selatan merupakan daerah lembah. Hal itu menyebabkan

kandang dilalui oleh angin lokal yaitu angin lembah menuju pegunungan. Lakitan

(1994) menyatakan bahwa siang hari yang cerah, bagian puncak gunung akan

menerima lebih banyak radiasi matahari sehingga suhu udara menjadi lebih tinggi

dan angin akan berhembus dari lembah ke arah puncak gunung.

Kadar H2S, NO2, dan Debu di Peternakan Ayam Broiler

Kadar H2S

Hasil pengukuran konsentrasi H2S pada dua lokasi peternakan ayam broiler

ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9. Kadar H2S di Peternakan Ayam Broiler Bagus dan Ikhtiar Farm

Peternakan Satuan Baku Mutu* D U K

Bagus Farm (B) ppm 0,02 0,0068 0,0014 0,0122

Ikhtiar Farm (I) ppm 0,02 0,0067 < 0,001 0,0013 Keterangan : *KLH (1996), D = Titik di luar kandang setelah angin melewati kandang, U =

Titik di luar kandang sebelum angin melewati kandang, K = Titik di dalam

kandang

Hasil pada Tabel 9 menunjukkan bahwa kadar H2S di dua lokasi peternakan

ayam broiler pada titik D, U, dan K berada di bawah standar baku mutu Keputusan

34

MENLH No. KEP-50/MENLH/11/1996. Hal ini menunjukkan bahwa kadar H2S

yang dihasilkan dari peternakan ayam broiler Bagus Farm dan Ikhtiar Farm berada

pada batasan aman dalam waktu 1 jam. Casey et al. (2006) menyatakan bahwa kadar

H2S pada konsentrasi sekitar 30 ppb (0,03 ppm) dapat dideteksi oleh lebih dari 80%

masyarakat. The U. S. OSHA (2005) telah menetapkan bahwa 10 ppm merupakan

batas untuk paparan gas H2S di luar ruangan pada waktu pengukuran 8 jam untuk

melindungi kesehatan para pekerja. Wheeler et al. (2008) menyatakan bahwa batas

H2S yang ditetapkan adalah sebesar 45 kg/hari (0,000045 ppm/hari) dari suatu usaha

peternakan. Apabila kadar H2S melebihi standar baku mutu, gas tersebut toksik bagi

manusia dan hewan serta dapat meningkatkan kerentanan penyakit dan juga dapat

mengganggu efisiensi aktivitas para pekerja yang berada di sekitar peternakan karena

bau yg ditimbulkan (Martin et al., 2004).

Kadar H2S di peternakan Bagus Farm adalah 0,0014–0,0122 ppm. Kadar H2S

terendah di peternakan Bagus Farm diperoleh pada titik UB sebesar 0,0014 ppm dan

kadar H2S tertinggi diperoleh pada titik KB sebesar 0,0122 ppm. Kadar H2S di

peternakan Ikhtiar Farm adalah <0,001–0,0067 ppm. Kadar H2S terendah di

peternakan Ikhtiar Farm diperoleh pada titik UI sebesar <0,001 dan kadar H2S

tertinggi diperoleh pada titik DI sebesar 0,0067 ppm. Rata-rata kadar H2S di

peternakan Bagus Farm pada titik KB adalah 3,486 x 10-6

ppm/ekor sedangkan rata-

rata kadar H2S di peternakan Ikhtiar Farm pada titik KI adalah 3,714 x 10-7

ppm/ekor..

Kadar H2S tertinggi di peternakan Bagus Farm pada titik KB (di dalam

kandang) diantaranya diduga disebabkan oleh manur ayam broiler yang mengandung

protein yang lebih tinggi (33,72%) dibandingkan dengan kadar protein manur di

peternakan Ikhtiar Farm (30,88%) (Tabel 7). Kehadiran mikroba dapat mengurai

protein menjadi asam amino. Asam amino yang mengandung sulfur seperti sistein

dan metionin akan dipecah menjadi komponen sederhana oleh mikroba sehingga

sulfur terlepas sebagai gas H2S. Mikroba yang dapat menghasilkan gas H2S biasanya

mikroba yang berasal dari genus Desulfovibrio. Proses pemecahan bahan organik

yang mengandung sulfur disebut putrefaction (Darwis dan Said, 1988).

Tingginya kadar H2S di peternakan Bagus Farm juga disebabkan oleh kondisi

alas kandang, yaitu sekam bercampur dengan kotoran ayam broiler yang basah

35

(kadar air 12,6%). Alas kandang yang basah secara tidak langsung akan meningkatan

kelembaban udara sehingga akan mempermudah mikroba untuk memproduksi gas

H2S. Hal tersebut ditambah dengan kondisi kelembaban udara harian pada saat

pengukuran sebesar 90% yang mengakibatkan kondisi di dalam kandang lembab.

Menurut Ryak (1992), kelembaban udara memegang peranan dalam proses

metabolisme mikroba yang secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen.

Apabila kelembaban udara lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara

berkurang, akibatnya aktivitas mikroba aerobik akan menurun dan akan terjadi

fermentasi manur oleh mikroba anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.

Suhu udara di dalam kandang di peternakan Bagus Farm pada saat

pengukuran sebesar 32,4 oC. Suhu udara yang tinggi di dalam kandang tersebut salah

satunya dipengaruhi oleh pemakaian atap kandang berbahan asbes. Suhu udara yang

tinggi tersebut dapat membantu pembentukkan emisi gas di udara termasuk gas H2S.

Hal tersebut didukung oleh pernyataan Soedomo (2001) yang menyatakan bahwa

peningkatan suhu udara dapat membantu perubahan suatu pencemar. Kecepatan

angin juga memegang peranan dalam jarak dari pengangkutan dan penyebaran

pencemar. Kecepatan angin mempengaruhi distribusi pencemar. Konsentrasi

pencemar akan berkurang jika angin berkecepatan tinggi dan membagikan kecepatan

tersebut secara mendatar atau vertikal (Sastrawijaya, 1991).

Kadar H2S tertinggi di peternakan Ikhtiar Farm diperoleh pada titik DI (di luar

kandang) yaitu sebesar 0,0067 ppm (Tabel 9). Kondisi ini karena pengaruh dari

kecepatan angin yang datang menuju titik DI berasal dari dalam kandang yang

merupakan sumber emisi. Angin ini secara langsung akan membawa gas-gas yang

dihasilkan dari dalam kandang peternakan ayam broiler menuju titik DI (di luar

kandang). Pencemaran udara dapat dihamburkan atau dihindari oleh adanya angin

dan besar pencemar tersebut di endapkan di tempat lain (Tjasyono, 2004).

Tingginya kadar H2S di titik DI juga dipengaruhi juga oleh kelembaban

udara. Rataan kelembaban udara harian pada saat pengukuran gas H2S sebesar 80%.

Kelembaban udara lebih atau sama dengan 80% di suatu daerah meningkatkan kadar

emisi gas (Soedomo, 2001). Kecepatan angin yang rendah tidak mampu mengurangi

hawa panas yang ada. Selain itu, kecepatan angin mempengaruhi evaporasi (Ansari,

2008).

36

Kadar H2S di peternakan Ikhtiar Farm pada titik UI (<0,001 ppm) lebih

rendah dibandingkan dengan KI dan DI. Titik UI merupakan titik awal masuknya

angin dari luar kandang peternakan ayam broiler. Rendahnya kadar H2S pada titik

tersebut memberikan pengaruh yang baik ketika angin dari titik UI masuk melewati

kandang. Kadar H2S pada titik UI yang menunjukkan nilai kisaran (<0,001 ppm)

karena alat yang digunakan dalam penelitian tidak mampu mendeteksi kadar di

bawah 0,001 ppm.

Secara keseluruhan, kadar H2S pada peternakan ayam broiler di peternakan

Bagus Farm memiliki kadar H2S lebih tinggi dibandingkan dengan kadar H2S di

peternakan Ikhtiar Farm. Hal tersebut diantaranya dikarenakan faktor suhu udara dan

kelembaban udara kandang yang tinggi. Rataan suhu udara harian yang tinggi di

peternakan Bagus Farm mencapai 29,6 oC disebabkan karena penggunaan asbes

sebagai bahan atap kandang. Penggunaan bahan asbes memungkinkan dapat

menyerap panas dari sinar matahari langsung yang kemudian dapat meningkatkan

suhu udara di dalam kandang. Menurut Luthfianto (2009), tingkat penyerapan panas

pada bahan atap asbes mencapai 70%. Tingginya tingkat penyerapan panas pada

bahan atap asbes menyebabkan peningkatan suhu udara di dalam kandang. Selain itu,

ketinggian lokasi di di peternakan Bagus Farm sebesar 170 m dpl (dataran rendah)

dapat menyebabkan tingginya suhu udara lingkungan di sekitar lokasi kandang.

Kenaikan tempat dari permukaan laut selalu diikuti dengan penurunan suhu udara

rata-rata harian (Rasyaf, 1994). Semakin rendah suatu dataran maka semakin tinggi

suhu udara lingkungan.

Kelembaban udara dapat mempengaruhi aktivitas mikroba dalam

memproduksi gas H2S. Menurut Ryak (1992), kelembaban udara memegang peranan

dalam proses metabolisme mikroba yang secara tidak langsung berpengaruh pada

suplai oksigen. Apabila kelembaban udara lebih besar dari 60%, hara akan tercuci,

volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi

fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap. Tingginya rataan

kelembaban udara harian yang mencapai 92% di peternakan Bagus Farm diantaranya

dikarenakan kondisi manur yang basah.

37

Kadar NO2

Hasil pengukuran terhadap kadar NO2 pada lokasi penelitian ditunjukkan

pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Pengukuran NO2 di Peternakan Ayam Broiler

Lokasi Satuan Baku Mutu* D U K

Bagus Farm (B) µg/m3 400 (1 jam) 6,0420 10,129 6,73

Ikhtiar Farm (I) µg/m3 400 (1 jam) 4,6290 3,968 3,949

Keterangan : *PP (1999), D = Titik di dalam kandang setelah angin melewati kandang, U =

Titik di dalam kandang sebelum angin melewati kandang, K = Titik di dalam

kandang

Gas NO2 yang dibentuk melalui proses mikrobiologi dari nitrifikasi dan

denitrifikasi. Gas ini dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan terutama

gangguan pernafasan akut. Gas ini juga dapat menyebabkan keracunan apabila

konsentrasinya melebihi batas ambang normalnya (Casey et al., 2006). Kadar NO2 di

dua lokasi peternakan ayam broiler pada titik D, U, dan K berada di bawah standar

baku mutu Keputusan MENLH No. KEP-50/MENLH/11/1996. Hal ini menunjukkan

bahwa kadar NO2 yang dihasilkan dari peternakan ayam broiler di peternakan Bagus

Farm dan Ikhtiar Farm berada pada batasan aman dalam waktu 1 jam. Kriteria

pencemar berdasarkan Standar Kualitas Udara Ambient US EPA untuk NO2 adalah

0,053 ppm (100 μg/m3) (US EPA, 2004).

Kadar NO2 di peternakan Bagus Farm adalah 6,042–10,129 µg/m3. Kadar

NO2 terendah di peternakan Bagus Farm diperoleh pada titik DB sebesar 6,042 µg/m3

dan kadar NO2 tertinggi diperoleh pada titik UB sebesar 10,129 µg/m3. Kadar NO2 di

peternakan Ikhtiar Farm adalah 3,949–4,629 µg/m3. Kadar NO2 terendah di

peternakan Ikhtiar Farm diperoleh pada titik KI sebesar 3,949 µg/m3 dan kadar NO2

tertinggi diperoleh pada titik DI sebesar 4,629 µg/m3. Rata-rata kadar NO2 di

peternakan Bagus Farm pada titik KB adalah 1,923 x 10-3

µg/m3/ekor sedangkan rata-

rata kadar NO2 di peternakan Ikhtiar Farm pada titik KI adalah 1,128 x 10-3

µg/m3/ekor

..

Kadar NO2 tertinggi di peternakan Bagus Farm pada titik UB sebesar 10,129

µg/m3 disebabkan karena pengaruh suhu udara pada saat pengukuran yaitu 35,1

oC.

Suhu udara yang tinggi tersebut dapat membantu pembentukkan suatu emisi di udara

38

termasuk gas NO2. Tingginya kadar senyawa NOx disebabkan karena tingginya

kadar oksigen ditambah dengan tingginya suhu udara (Robert, 1993).

Tingginya kadar NO2 di peternakan Bagus Farm pada titik UB disebabkan

karena terdapatnya area persawahan yang banyak mengandung unsur nitrogen akibat

penggunaan pupuk kandang. Unsur nitrogen tersebut kemudian akan bereaksi dengan

oksigen membentuk NO2. Tingginya kadar NO2 pada titik UB akan membawa

pengaruh yang kurang baik bagi ayam broiler karena kadar NO2 yang tinggi pada

titik tersebut nantinya akan dibawa oleh angin menuju kandang.

Kadar NO2 tertinggi di peternakan Ikhtiar Farm diperoleh pada titik DI

sebesar 4,629 µg/m3 disebabkan oleh kecepatan angin. Angin yang datang dengan

kecepatan (0,9 m/s) menuju titik DI berasal dari dalam kandang yang merupakan

sumber emisi. Angin ini secara langsung akan membawa gas NO2 yang dihasilkan

dari dalam kandang peternakan ayam broiler menuju titik DI. Angin memiliki

peranan dalam penyebaran emisi seperti distribusi pencemar sehingga konsentrasi

pencemar akan berkurang (Sastrawijaya, 1991).

Kadar NO2 secara keseluruhan pada dua lokasi penelitian menunjukkan

bahwa kandang di peternakan Bagus Farm memiliki kadar NO2 lebih tinggi

dibandingkan dengan kandang di peternakan Ikhtiar Farm. Hal tersebut diantaranya

dikarenakan faktor suhu udara tinggi yang dapat menguapkan gas NO2 dari dalam

tanah maupun alas kandang (litter) ke udara. Tingginya suhu udara kandang di

peternakan Bagus Farm yang mencapai 28,20 oC disebabkan karena penggunaan

asbes sebagai bahan atap kandang. Bahan asbes dapat menyerap panas dari sinar

matahari yang kemudian dapat meningkatkan suhu udara di dalam kandang.

Menurut Depdiknas (2001), atap dari asbes mempunyai daya pantul dan penghantar

panas yang baik.

Tingginya kadar nitrogen pada manur ayam broiler di peternakan Bagus

Farm (0,89%) bila dibandingkan dengan manur ayam broiler di peternakan Ikhtiar

Farm (0,53%) diduga dapat memberikan kontribusi terhadap pembentukkan gas

NO2 oleh mikroba yang lebih tinggi pada peternakan Bagus Farm (10,129 µg/m3)

dibandingkan dengan peternakan Ikhtiar Farm (4,6290 µg/m3). Selain itu,

ketinggian lokasi di peternakan Bagus Farm yang berada di dataran rendah dapat

menyebabkan tingginya suhu udara lingkungan sekitar lokasi kandang. Menurut

39

Soedomo (2007), semakin rendah suatu dataran maka semakin tinggi suhu udara

lingkungan.

Kadar Debu

Hasil pengukuran terhadap kadar debu pada lokasi penelitian ditunjukkan

pada Tabel 11. Kadar debu di dua lokasi peternakan ayam broiler pada titik D, U,

dan K berada di bawah standar baku mutu PP RI No.41 Tahun 1999. Hal ini

menunjukkan bahwa kadar debu yang dihasilkan dari peternakan ayam broiler di

peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm berada pada batasan aman selama 24 jam.

Menurut Leeson dan Summers (2000), rataan kadar debu pada peternakan unggas

dewasa sekitar 2-5 mg/m3 (2.000-5.000 µg/m

3), dimana pada kadar tersebut

berkontribusi pada masalah pernafasan pada peternakan dan sekitarnya.

Tabel 11. Hasil Pengukuran Debu di Peternakan Ayam Broiler

Lokasi Satuan Baku Mutu* D U K

Bagus Farm (B) µg/m3 230 (24 jam) 13,6160 19,146 31,533

Ikhtiar Farm (I) µg/m3 230 (24 jam) 11,6830 16,529 28,377

Keterangan : *RI (1999), D = Titik di dalam kandang setelah angin melewati kandang, U =

Titik di dalam kandang sebelum angin melewati kandang, K = Titik di dalam

kandang

Debu dalam peternakan unggas pada umumnya meliputi partikel tanah, sisa

pakan, rambut dan bulu, kotoran kering, bakteri, dan jamur. Kandungan debu di

peternakan unggas umumnya berasal dari pakan sedangkan kandungan partikel tanah

tersebut menentukan konsentrasi debu (Casey et al., 2006).

Kadar debu di peternakan Bagus Farm adalah 13,616–31,533 µg/m3. Kadar

debu terendah di peternakan Bagus Farm diperoleh pada titik DB sebesar 13,616

µg/m3 dan kadar debu tertinggi diperoleh pada titik KB sebesar 31,533 µg/m

3. Kadar

debu pada peternakan ayam broiler di peternakan Ikhtiar Farm adalah 11,683–28,377

µg/m3. Kadar debu terendah di peternakan Ikhtiar Farm diperoleh pada titik DB

sebesar 11,683 µg/m3 dan kadar debu tertinggi diperoleh pada titik KB sebesar

28,377 µg/m3. Rata-rata kadar debu di peternakan Bagus Farm pada titik KB adalah

9,009 x 10-3

µg/m3/ekor sedangkan rata-rata kadar debu di peternakan Ikhtiar Farm

pada titik KB adalah 8,108 x 10-3

µg/m3/ekor

..

Tingginya kadar debu di peternakan Bagus Farm pada titik KB disebabkan

karena adanya transportasi pakan, pengaruh sekam dan kotoran kering, dan

40

pengunaan bahan asbes sebagai atap kandang. Selain itu, tingginya kadar debu di

peternakan Bagus Farm disebabkan pada saat pengukuran lingkungan sekitar

kandang seperti lahan pertanian berada pada kondisi kering atau tandus. Lahan

tandus tersebut di sekitar kandang diyakini dapat mempengaruhi kadar debu ketika

pengukuran.

Kadar debu pada titik DB menunjukkan nilai yang rendah dibandingkan titik

lainnya. Hal ini terjadi karena angin pada saat pengambilan kualitas udara

menyebarkan debu ke berbagai arah sehingga debu tidak menuju satu titik. Selain itu,

pada lokasi tersebut terdapat tanaman jambu yang memiliki tinggi sekitar 2 meter

yang diduga dapat menyerap partikel debu sehingga kadar debu pada titik DB

memiliki konsentrasi yang rendah. Menurut Taihuttu (2001), tanaman berperan

sebagai penampung bahan pencemar yang ada di udara karena tanaman dapat

mengendapkan bahan pencemar.

Kadar debu tertinggi di peternakan Ikhtiar Farm pada titik KB terjadi

dikarenakan pada saat terakhir pengambilan kualitas udara terhadap debu, terjadi

aktivitas pemindahan tanah oleh warga secara tiba-tiba (Lampiran 3). Walaupun

aktivitas pemindahan tanah pada saat itu tidak terlalu banyak, namun hal tersebut

diduga mempengaruhi jumlah kadar debu di udara. Selain itu, posisi aktivitas

tersebut sejajar dengan tempat pengambilan kualitas udara dan arah anginnya menuju

tempat pengambilan kualitas sehingga mempengaruhi pengukuran kualitas udara.

Secara keseluruhan, kandang di peternakan Bagus Farm menghasilkan kadar

debu lebih tinggi dibandingkan dengan kandang di peternakan Ikhtiar Farm (Tabel

4). Hal tersebut diantaranya dikarenakan penggunaan asbes sebagai bahan atap

kandang. Penggunaan asbes sebagai bahan atap kandang dapat meningkatkan kadar

debu. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Wardhana (2001) yaitu, asbes

merupakan sumber debu. Debu asbes berupa partikel-partikel asbes yang

berterbangan di udara.

Kadar debu yang lebih tinggi di peternakan Bagus Farm juga disebabkan oleh

banyaknya debu yang berasal dari sisa akumulasi pakan dimana hal tersebut

dikarenakan jumlah pakan yang dikonsumsi ayam di peternakan Bagus Farm lebih

banyak (8.050 kg) dibandingkan dengan konsumsi pakan ayam di peternakan Ikhtiar

Farm (7.850 kg). Hal tersebut didukung oleh pernyataan Secru (2002) yaitu,

41

besarnya jumlah pakan yang masuk akan meningkatkan akumulasi sisa pakan

dimana pakan merupakan salah satu sumber debu dalam suatu peternakan.

Rataan kelembaban udara yang lebih rendah (67%-84%) di peternakan Ikhtiar

Farm dibandingkan dengan rataan kelembaban udara di peternakan Bagus Farm

(77%-87%) dapat menyebabkan jumlah debu berkurang. Menurut Leeson dan

Summers (2000), produksi debu akan lebih tinggi pada kelembaban udara yang

rendah. Kelembaban udara relatif 40%, produksi gas per ekor ayam mendekati 100

mg/hari sedangkan ketika kelembaban udaranya 70%, produksi debu menurun

separuhnya, yaitu 50 mg/hari.

42

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Kadar H2S, NO2 dan debu di peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm berada di

bawah standar baku mutu udara ambien.

2. Kandang di peternakan Ikhtiar Farm yang terletak di dataran tinggi dengan

ketinggian 520 m dpl menghasilkan kadar H2S, NO2 dan debu yang lebih rendah

bila dibandingkan dengan di peternakan Bagus Farm yang terletak di dataran

rendah dengan ketinggian 170 m dpl.

3. Kondisi lingkungan (suhu udara, kelembaban udara, arah dan kecepatan angin,

dan ketinggian lokasi), kondisi kandang (bahan atap, sistem kandang) dan

kondisi sekitar kandang (areal pertanian, keberadaan tanaman di sekitar kandang)

dapat mempengaruhi kadar H2S, NO2 dan debu di kedua lokasi penelitian.

Saran

Penelitian lanjutan mengenai kadar H2S, NO2 dan debu dari suatu peternakan

ayam broiler perlu dilakukan. Hal ini berguna untuk mendapatkan data kadar H2S,

NO2 dan debu dari peternakan ayam broiler di Kabupaten Bogor yang lebih lengkap.

43

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat Rahmat dan

Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu

tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga beserta para sahabatnya.

Penulis ingin memberikan penghargaan tertinggi dengan mengucapkan terima

kasih yang tak terhingga kepada Ibunda Sulistyowati dan Ayahanda Totok Hariyono

atas kasih sayang dan didikannya yang telah diberikan selama ini. Penulis

mengucapkan terima kasih kepada adik-adik penulis Figian Denea Rolla dan

Muhammad Nabil Keint Aldyda atas kasih sayang keluarga serta dukungan yang

tiada henti.

Ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc

sebagai pembimbing akademik atas nasehat dan bimbingan. Penulis mengucapkan

terima kasih kepada Ibu Maria Ulfah, S.Pt., MSc. Agr. sebagai pembimbing utama

dan Ibu Ir. Siti Badriyah R, MSi. sebagai pembimbing anggota atas bimbingan yang

telah diberikan selama penyusunan proposal, penelitian, seminar, penyusunan skripsi

dan nasehat-nasehatnya selama ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak

Ahmad Yani, S.Tp, MSi. sebagai pembahas seminar dan penguji sidang, Ibu Ir.

Widya Hermana, MSi. sebagai penguji siding dan Ibu Ir. Lucia Cyrilla ENSD, MSi

sebagai panitia sidang atas kritikan, masukan, dan saran yang telah diberikan.

Terima kasih banyak kepada Bapak dan Ibu dosen yang telah memberi

banyak bimbingan selama di Fakultas Peternakan atas nasehat dan ilmu yang telah

diberikan. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada pemilik Ikhtiar Farm dan

Bagus Farm yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian. Penulis

mengucapkan terima kasih kepada Asep Ginanjar, Fitriana Ayu, Femi Wahyuni,

yang telah menjadi sahabat penulis.

Penulis ucapkan terima kasih banyak kepada Puput Yanita Senja atas bantuan

dan dukungannya selama ini. Terima kasih kepada Bagus Widiatmoko sekeluarga

atas segala bantuan dan nasehatnya. Terima kasih kepada keluarga besar Koperasi

Mahasiswa IPB dan IPTP 43 atas pengalaman dan kenangan terindah yang telah

diberikan selama di Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2011

Penulis

44

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U. F. 1990. Kesehatan Lingkungan Kerja Lingkungan Fisik dalam Upaya

Kesehatan Kerja Sektor Informal di Indonesia. Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta.

Ansari. 2008. Konsep Dasar Klimatologi. Modul Pelatihan Pemanfaatan Informasi

Iklim di Perkebunan Teh. Pusat Penelitian Teh dan Kina, Gambung.

Ariens, E., J. Enni, & A. M. M Simonis. 1986. Toksikologi Umum: Suatu

Pengantar. Gajah Mada Univ. Press, Yogyakarta.

Baziz, E. A, C. W. Beard, & B. W. Mitchell. 1996. Infuence of environmental

temperature on the serologic responses of broiler chickens to inactivated and

viable Newcastle Disease vaccine. American Association of Avian

Pathologists. Inc. Avian Disease 31(2).

Bell, D. D. & W. D. Weaver. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production.

5th

Edition. Spinger Science Bussiness Inc. Springing Street, New York.

Borges, S. A., F. D Sillva, A. M. Aiorka, D. M. Hooge, & K. R. Cummings. 2004.

Effects of diet and cyclic daily heat stress on electrolyte, nitrogen and water

intake, excretion and retention by colostomized male broiler chickens. J.

Poultry Sci. 3 : 313-321.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 1992. Statistik Indonesia. Statistical Year Book of

Indonesia. Badan Pusat Statistik Indonesia, Jakarta.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2002. Data Populasi Ayam Nasional. Badan Pusat

Statistik, Jakarta.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2005. Analisis Kualitas Udara Ambien Partikel

Debu (TSP). SNI 19-7119.3-2005. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2005. Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh

Uji Pemantauan Kualitas Udara. SNI 19-7119.9-2005. Badan Standarisasi

Nasional, Jakarta.

[BSN]. Badan Standarisasi Nasional. 2011. Pakan Bibit Induk (Parent Stock) Ayam

Ras Tipe Pedaging-Bagian 3: Grower. SNI 7652.3:2011. Badan Standarisasi

Nasional, Jakarta.

Cahyono, B. 1995. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging (Broiler),

Penerbit Pustaka Nusatama, Yogyakarta.

Casey, K. D., J. R. Bicudo, D. R Schimidt, A. Singh, S. W. Gay, R. S. Gates, L. D.

Jacobson, & S.J Haff. 2006. Air quality and emission from livestock and

poultry production waste management system in animal agriculture and the

environment. National Centre for Manure and Animal Waste Management

White Paper. Pp 1-40.

45

Charles, R. T. & B. Hariono. 1991. Pencemaran lingkungan oleh limbah peternakan

dan pengelolaannya. Bull. FKG-UGM.X(2): 71-75.

Darwis, A. A. & E. G. Said. 1988. Teknologi Fermentasi. Rajawali Press dan Pusat

Antar Universitas Bioteknologi, Bogor.

[DEFRA] Department for Environment, Food, and Rural Affairs. 2005. Heat Stress

in Poultry (Solving The Problem). Defra Publications, London.

[Depdiknas] Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Teknik Budidaya Ternak.

Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Jakarta, Jakarta.

[Deptan] Departemen Pertanian. 1994. Surat Keputusan Menteri Pertanian, SK

Mentan No. 752/Kpts/OT.210/10/94,21 Oktober 1994. Departemen Pertanian

Republik Indonesia, Jakarta.

[Deptan] Departemen Pertanian. 1991. Surat Keputusan Menteri Pertanian, SK

Mentan No. 237/Kpts/RC.410/1991. Departemen Pertanian Republik

Indonesia, Jakarta.

[Ditjenak] Direktorat Jendral Peternakan. 2009. Statistik Peternakan 2009.

Departemen Pertanian, Jakarta.

Fontenot, J. P., W. Smith, & A. L. Sutton. 1983. Altenatif utilization of animal waste,

J. Anim. Sci. 57: 221-223.

Griffm, A. M., R. A. Renemar, F. E. Robinson, & M. J. Zuidhof, 2005. The influence

of rearing light period and the use of broiler or broiler breeder diets on forty

two day body weight, fleshing, and flock uniformity in broiler stocks. Journal

of Applied Poultry Research. 14(2): 204-216.

Hasan, M. I. 2001. Pokok-Pokok Materi Statistik I (Statistik Deskriptif). Bumi

Aksara, Jakarta.

Hasnaeni, B. 2004. Fungsi pengaman dan estetika jalur hijau jalan (studi kasus di

Jalan Pajajaran – Bogor). Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi

Fakultas Matematika dan IPA. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hawlider, M. A. R. & S. P. Rose. 1992. The response of growing male and female

broiler chickens kept at different temperature to dietary energy concentration

feed form. J. Animal Feed Sci. and Technol. 39: 71 – 78.

Kartadisastra, H. F. 1997. Pengelolaan Pakan Ayam. Kanisius, Yogyakarta.

Kartasudjana, R. 2001. Teknik Produksi Ternak Unggas. Departemen Pendidikan

Nasional, Jakarta.

[KLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 1988. Baku Mutu Udara Ambien.

http://www.menlh.go.id. [18 April 2010].

[KLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 1996. Baku Mutu berdasarkan Kep Men 50

tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebauan. Kementrian Lingkungan Hidup,

Jakarta.

46

[KLH] Kementrian Negara Lingkungan Hidup 2007. Memprakirakan Dampak

Lingkungan : Kualitas Udara. Kementrian Negara Lingkungan Hidup,

Jakarta.

Kumar S, & T. D. Biswar. 1982. Biomass production from different animal excreta.

J. Indian Agr. Sci. 51: 513-520.

Kurniawan, D. 1996. Bahaya Cemaran Udara bagi Kesehatan Paru Tenaga Kerja. J.

Masalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja 4: 29-35.

Kusuma, I. G. B. W. 2002. Alat Penurunan Emisi Gas Buang. Makara Teknologi,

Bali.

Lakitan, B. 1994. Dasar-Dasar Klimatologi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Leeson S. & J. D. Summers. 2000. Commercial Poultry Nutrition. 3rd

Ed. University

Books, Canada.

Lodge, J. P. 1988. Methods of Air Sampling and Analysis. CRC Press Inc., Florida.

Luthfianto, L. A. 2009. Perbaikan Sistem Ventilasi Kandang Broiler

(Studi Kasus di Peternakan Broiler, Desa Saradula, Kecamatan Cimanggung,

Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat). Skripsi. Jurusan Tehnik dan

Manajemen Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Industri Pertanian.

Universitas Padjajaran, Bandung.

Malone, G. W. 1992. Nutrient enrichment in integrated broiler production system. J.

Poultry Sci. 71: 117-1122.

Martin, R. W., J. R. Mihelcic, & J. C. Crittenden. 2004. Design and performance

characterization strategy using modeling for biofiltration control of odorous

hydrogen sulfide. J. Air Waste Manage. Assoc. 54: 834.

Ministry of Environment & National Defense University. 2004. Poultry Rearing.

Ministry of Environment & National Defense University, Maurilins.

Mukono, H. J. 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Universitas Airlangga

Press, Surabaya.

Muller, Z. O. 1980. Feed from Animal Waste : State of Knowledge. Food and

Agriculture Organization of The United Nations, Rome.

Neigburger, M. 1995. Memahani Lingkungan Atmosfer Kita. Terjemahan Ardino

Purbu. Institut Teknologi Bandung Press, Bandung.

North, M. O. 2000. Commercial Chicken Production Manual. 2nd

Ed. AVI Publishing

Company, Inc. Westport, Connecticut.

North, M. O. & D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th

Ed.

Avi Publishing Company Inc. Van Norstrand Reinhold, New York.

47

Nova, K. 2008. Pengaruh perbedaan persentase pemberian pakan antara siang dan

malam hari terhadap performa Broiler Strain CP 707. Animal Production 10:

117-121.

[NRC] National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9th

Revised Edition. National Academy Press, Washington DC.

[NRC] National Research Council. 2003. Air Emmision from Animal Feeding

Operation. National Academy Press, Washington DC.

[OSHA] Occupational Safety and Health Administration. 2005. Hydrogen Sulfide.

U.S. Department of Labour. www.osha.gov. [ 28 April 2010].

Patra, A. D. 2002. Pengaruh jenis vegetasi dan suhu lingkungan terhadap penyerapan

polutan gas NO2. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor,

Bogor.

Pauzenga. 1991. Animal production in the 90′s in harmony with nature, a case study

in the Nederlands. In: Biotechnology in the Feed Industry. Proc. Alltech’s

Seventh Annual Symp. Nicholasville. Kentucky.

Pohan, N. 2002. Pencemaran Udara dan Hujan Asam. Laporan Penelitian. Program

Studi Tehnik Kimia. Fakultas Tehnik. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Praja, M. 2006. Gas Penyebab Emisi Udara. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Prabakaran, R. 2003. Good practices in planning an management of integrated

commercial poultry poultry production in South Asia. Food and Agricultural

Organization of the United Nation, Rome.

Prawirowardoyo, S. 1996. Meteorologi. Institut Teknologi Bandung Press, Bandung.

Rab, H. T. 1996. Ilmu Penyakit Paru. Hipokrates, Jakarta.

Rao, Q. S. V., D. Nagalashmi, & V. R. Redy, 2002. Feeding to Minimize Heat

Stress. Poultry International 41: 7.

Rasyaf, M. 1994. Makanan Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta.

[RI] Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18

Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Republik Indonesia, Jakarta.

[RI] Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41

Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Republik Indonesia,

Jakarta

Robert, B. 1993. Fundamental of Analysis and Control. Associated Professor

Clarkson University, New Jersey.

Rosenberg, N. J. 1983. Microclimate: the biological environment. John Wiley &

Sons, New York.

48

Ryak, R. 1992. On-Farm Composting Handbook. Northeast Regional Agricultural

Engineering Service Pub. No. 54. Cooperative Extension Service, New York.

Salim, E. 2002. Green Company. PT. Astra Internasional Tbk., Jakarta

Sastrawijaya, T. 1991. Pencemaran Lingkungan. PT Rineka Cipta, Jakarta.

Schulz, J., J.Seedorf, & J. Hartung. 2005. Estimation of a safe distance between a

natural ventilated broiler hoses and a residential dwelling. ISAH (2005)

Vol.2.

Secru, R. 2002. Memelihara Ayam Buras. Yayasan Kanisius, Yogyakarta.

Setiawan, H. 1996. Amonia Sumber Pencemar yang Meresahkan. Dalam Informasi

Dunia Kesehatan Hewan. Edisi 037 Agustus 1996. Asosiasi Obat Hewan,

Indonesia.

Sidadolog, J. H. P. 2001. Manajemen Ternak Unggas. Laboratorium Ilmu Ternak

Unggas. Jurusan Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah

Mada, Yogyakarta.

Soedomo, M. 2001. Pencemaran Udara (Kumpulan Karya Ilmiah). Penerbit Institut

Teknologi Bandung Press, Bandung.

Soedomo, R. 2007. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. BPFE, Yogyakarta.

Soemirat, J. S. 2002. Kesehatan Lingkungan. UGM Press, Yogyakarta.

Suarjaya, M. & M. Nuriyasa. 1995. Pengaruh ketinggian tempat (altitude) dan

tingkat energi pakan terhadap penampilan ayam buras super umur 2–7

minggu. Laporan Penelitian Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak.

Universitas Udayana, Bali.

Suhariyono, G. 2002. Korelasi karakteristik partikel debu PM10/PM2,5 dan resiko

kesehatan masyarakat di rumah-rumah sekitar industri semen. Tesis. Program

Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suma’mur, P. K. 1995. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Gunung Agung,

Jakarta.

Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001. PT.

Grasindo, Jakarta.

Svensson, L. 1990. Puffing the lid on the dung heaps. Acid. Enviroment. Magazine.

9: 13- 15.

Tabbu C. R. & B. Hariono. 1993. Pencemaran lingkungan oleh limbah peternakan

dan cara mengatasinya. J. Ayam Sehat. 18: 7- 9.

Taihuttu, N. 2001. Studi kemampuan tanaman jalur hijau jalan sebagai penyerap

partikulat hasil emisi kendaraan bermotor. Tesis. Program Pascasarjana.

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

49

Tjasyono, B. 2004. Klimatologi. Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Cobb Vantress, 2008. Broiler Performance and Nutrition Supplemant. Cobb-Vantress

Inc., Arkansas.

US EPA. 2004. National Ambient Air Quality Standard. Accessed Mar., Washington

DC.

Usri, R. S. 1988. Alteration of the morphology and neurochemistry of the developing

nervous system by hydrogen sulfide. J. Pharmacol Physiol 22: 379-380.

Wardhana, A. W. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Press, Yogyakarta.

Widodo, W. 2010. Unggas Kontekstual. Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan

Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Wheeler, E. F., K. Casey, R. Gates, H. Xin, Y. Liang, & P. Topper. 2008. Ammonia

emissions from commercial broiler chicken houses under three litter

management strategies. Proceedings of the Mitigation of Air Emissions from

Animal Feeding Operations. Iowa State University, Ames.

50

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kondisi Lingkungan dan Perkandangan di Bagus Farm : (a) Kondisi

Atap Kandang, (b) Sistem Kandang Panggung, (c) Kondisi di Dalam

Kandang, dan (d) Kondisi Pemeliharaan

(a) (b)

(c) (d)

Lampiran 2. Kondisi Lingkungan dan Perkandangan di Ikhtiar Farm : (a) Kondisi

Atap Kandang, (b) Kondisi Alas Kandang, (c) Kondisi Dalam kandang,

(d) Kondisi Pemeliharaan

(a) (b)

(c) (d)

51

Lampiran 3. Kondisi Saat Pengambilan Sampel : (a) Pengambilan Sampel Udara di

Dalam Kandang, (b) Pengambilan Sampel Udara di Luar kandang, (c)

Persiapan Pengambilan Sampel Udara, (d) Aktivitas Pemindahan Pasir

Saat Pengambilan Sampel Udara.

(a) (b)

(c) (d)

52

Lampiran 4. Suhu Udara di Peternakan Bagus Farm di Semplak Barat Selama Satu

Minggu

Tanggal Suhu Udara

Di Dalam Kandang Di luar Kandang

Pagi Siang Sore Rata-rata Pagi Siang Sore Rata-rata

19-10-2010 27,2 31,9 26,4 28,18 29,8 32,5 26,3 29,60

20-10-2010 27,7 30,3 27,1 28,20 27,8 32,5 26,3 28,60

21-10-2010 27,7 30,8 25,8 28,00 28,4 36,3 25,4 29,63

22-10-2010 26,2 30,6 26,2 27,30 27,8 35,5 26,0 29,28

23-10-2010 25,6 30,9 27,8 27,48 28,1 34,1 27,8 29,53

24-10-2010 26,9 27,2 26,0 26,75 28,9 27,0 26,1 27,73

25-10-2010 26,6 30,1 25,4 27,18 28,3 31,6 25,1 28,33

Lampiran 5. Kelembaban Udara di Peternakan Bagus Farm Semplak Barat Selama

Satu Minggu

Tanggal Kelembaban Udara

Di Dalam Kandang Di luar Kandang

Pagi Siang Sore Rata-rata Pagi Siang Sore Rata-rata

19-10-2010 84 67 89 81 73 72 91 77

20-10-2010 85 77 88 84 87 73 88 84

21-10-2010 85 80 88 85 83 60 88 79

22-10-2010 96 77 89 90 91 77 90 87

23-10-2010 96 77 89 90 85 67 90 82

24-10-2010 86 75 91 85 86 75 98 86

25-10-2010 92 87 98 92 85 80 96 87

Lampiran 6. Kecepatan dan Arah Angin di Peternakan Bagus Farm di Semplak Barat

Selama Satu Minggu

Tanggal

Kecepatan Angin Arah Angin

Pagi Siang Sore Rata-

rata Pagi Siang Sore

Rata-

rata

19-10-2010 1,2 0,7 0,7 0,87

utara ke

selatan

utara ke

selatan

barat daya

ke timur laut selatan

20-10-2010 1,1 1,8 0,1 1,00

barat daya

ke timur laut

utara ke

selatan

utara ke

selatan selatan

21-10-2010 1,6 1,8 0,6 1,33

barat daya

ke timur laut

barat laut ke

tenggara

timur laut ke

barat daya tenggara

22-10-2010 0,9 2,1 1,0 1,33

barat daya

ke timur laut

utara ke

selatan

selatan ke

utara utara

23-10-2010 0,3 1,4 0,6 0,77

barat daya

ke timur laut

utara ke

selatan

utara ke

selatan selatan

24-10-2010 1,0 2,7 0,8 1,5

selatan ke

utara

barat daya ke

timur laut

utara ke

selatan

timur

laut

25-10-2010 1,0 1,6 0,3 0,97

barat daya

ke timur laut

barat daya ke

timur laut

utara ke

selatan

timur

laut

53

Lampiran 7. Suhu Udara di Peternakan Ikhtiar Farm di Cikoneng Talang Selama

Satu Minggu

Tanggal

Suhu Udara

Di Dalam Kandang Di luar Kandang

Pagi Siang Sore Rata-rata Pagi Siang Sore Rata-rata

5-11-2010 26,8 26,8 25,9 26,58 26,9 26,9 25,9 26,65

6-11-2010 26,2 25,4 26,1 25,98 27,1 25,5 26,1 26,45

7-11-2010 25,1 26,3 25,8 25,58 25,8 26,2 25,9 25,93

8-11-2010 26,1 26,8 25,3 26,08 26,3 27,5 25,3 26,35

9-11-2010 26,1 29,3 26,3 26,95 26,3 32,9 25,9 27,85

10-11-2010 26,4 28,2 27,1 27,03 26,4 28,1 26,6 26,88

11-11-2010 25,9 28,2 26,3 26,58 27,1 28,1 26,2 27,13

Lampiran 8. Kelembaban Udara di Peternakan Ikhtiar Farm di Cikoneng Talang

Selama Satu Minggu

Tanggal Kelembaban Udara

Di Dalam Kandang Di luar Kandang

Pagi Siang Sore Rata-rata Pagi Siang Sore Rata-rata

5-11-2010 82 86 87 84 81 86 88 84

6-11-2010 82 83 76 81 80 85 78 81

7-11-2010 84 85 88 85 81 86 89 84

8-11-2010 87 75 83 83 82 76 81 80

9-11-2010 72 64 73 70 72 55 68 67

10-11-2010 81 82 80 81 80 83 81 81

11-11-2010 81 79 86 82 80 78 87 81

Lampiran 9. Kecepatan dan Arah Angin di Peternakan Ikhtiar Farm di Cikoneng

Talang Selama Satu Minggu

Tanggal

Kecepatan Angin Arah Angin

Pagi Siang Sore

Rata-

rata Pagi Siang Sore

Rata-

rata

5-11-2010 0,5 0,8 0,6 0,63

selatan ke

utara

utara ke

selatan

selatan ke

utara utara

6-11-2010 1 1,8 0,9 1,23

utara ke

selatan

selatan ke

utara

selatan ke

utara utara

7-11-2010 0,3 0,5 0,3 0,37

utara ke

selatan

selatan ke

utara

utara ke

selatan selatan

8-11-2010 0,3 1,2 1,2 0,9

utara ke

selatan

barat ke

utara

selatan ke

utara utara

9-11-2010 1,9 2,7 5,2 3,27

selatan ke

utara

selatan ke

utara

selatan ke

utara utara

10-11-2010 0,8 1,2 0,8 0,93

utara ke

selatan

selatan ke

utara

utara ke

selatan selatan

11-11-2010 0,4 2 0,3 0,9

selatan ke

utara

utara ke

selatan

selatan ke

utara selatan