Upload
doquynh
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI SULAWESI UTARA
AGUSTUS 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
Soekowardojo : Kepala Perwakilan / Direktur
Buwono Budisantoso : Kepala Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi / Deputi Direktur
A.Yusnang : Kepala Divisi SP, PUR, Layanan dan Administrasi / Deputi Direktur
Gunawan : Kepala Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan / Asisten Direktur
Lukman Hakim : Kepala Tim PUR dan Operasional SP / Asisten Direktur
Zulham Effendi : Analis / Manajer
Rivo Mandey : Analis / Asisten Manajer
Iona Rombot : Analis / Asisten Manajer
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
Jl. 17 Agustus No. 56
Manado 95117
T: 0431 868102 / 868103
F: 0431 866933
Salinan elektronis publikasi ini dapat diperoleh di website Bank Indonesia dengan alamat:
http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/Sulawesi Utara/
atau
Silahkan mengirimkan email ke:
[email protected] dengan subyek “Publikasi KEKR Sulawesi Utara”
serta mencantumkan nama, instansi, dan jabatan
ii
Visi, Misi & Nilai Strategis Bank Indonesia
VISI
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai
strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil
MISI
1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu
bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber
pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian
nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap
perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan
aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi
nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang
berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI STRATEGIS
Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork
Visi & Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Utara
VISI
Menjadi Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang kontributif terhadap perekonomian Sulawesi Utara
yang maju dan penting bagi Indonesia, dengan semangat kerja cerdas, ikhlas, dan tuntas.
MISI
1. Menjalankan fungsi Bank Indonesia di daerah terkait sistem pembayaran dan komunikasi
kebijakan.
2. Memberikan informasi mengenai perekonomian daerah dan respon kebijakan Bank
Indonesia.
3. Menjalankan fungsi advisory dengan baik.
iii
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Utara Periode Agustus 2017 dapat selesai disusun dan dipublikasikan kepada stakeholders Bank
Indonesia. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Utara diterbitkan secara periodik
setiap triwulan sebagai wujud peranan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
dalam memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan ekonomi Sulawesi Utara
terkini serta prospeknya. Kami berharap informasi yang kami sajikan ini dapat menjadi salah satu
referensi atau acuan dalam proses diskusi atau proses pengambilan kebijakan berbagai pihak terkait.
Dalam proses penyusunan kajian ini, kami menggunakan data yang diperoleh dari berbagai
pihak, yakni instansi di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Badan Pusat Statistik, pelaku
usaha, laporan perbankan serta data hasil analisis intern Bank Indonesia dan sumber-sumber lain yang
tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Untuk itu kepada para pihak tersebut, kami mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya dan semoga hubungan yang telah terjalin erat selama ini dapat
ditingkatkan di masa yang akan datang.
Kami juga menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan kajian ini ataupun
terdapat penyajian data yang kurang tepat, oleh karena itu kami senantiasa mengharapkan kritikan
dan masukan membangun demi penyempurnaan di masa yang akan datang.
Akhirnya besar harapan kami mudah-mudahan laporan triwulanan ini dapat bermanfaat bagi
semua kalangan dalam memahami perekonomian Sulawesi Utara. Terima Kasih.
Manado, Agustus 2017
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI UTARA
ttd
Soekowardojo
Direktur
iv
Daftar Isi
VISI DAN MISI BANK INDONESIA ii KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv DAFTAR GRAFIK v
DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR viii
INDIKATOR EKONOMI PROVINSI SULAWESI UTARA ix RINGKASAN EKSEKUTIF 1
BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 5 PDRB – Jenis Penggunaan 6
Konsumsi 6 Investasi (PMTB) 8
Ekspor-Impor 9 PDRB –Lapangan Usaha 10
Pertanian, Kehutanan Dan Perikanan 11 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor 12
Konstruksi 13 Transportasi 13
Industri Pengolahan 14 Box I. Overview Kondisi Perikanan Sulawesi Utara 16
BAB II - KEUANGAN PEMERINTAH 18 Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Utara 18
Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara 19 Alokasi Belanja APBN Di Sulawesi Utara 21
BAB III - PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 22 Evaluasi Realisasi Inflasi 22
Arah Perkembangan Inflasi 27 Program Pengendalian Dan Tantangan Yang Dihadapi 28
BAB IV - STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 31 Gambaran Umum Perbankan 30 Akses Keuangan Dan UMKM 36
Ketahanan Korporasi 38 Ketahanan Rumah Tangga 40
BAB V - PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 43 Penyelenggaraan Layanan Sistem Pembayaran Nontunai 43
Pengelolaan Uang Tunai 44 BAB VI - KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 46
Ketenagakerjaan 46 Kesejahteraan 47
BAB VII - PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 51 Pertumbuhan Ekonomi 51
Inflasi 52 DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN 54
v
Daftar Grafik
Grafik 1.1. Tren Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Utara Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi-Provinsi di Pulau Sulawesi Triwulan II 2017 Grafik 1.3. Pertumbuhan Konsumsi Grafik 1.4. Kredit Konsumsi Grafik 1.5. DPK Total dan Perseorangan Grafik 1.6. KPR Grafik 1.7. Pengadaan Semen Grafik 1.8. Harga CNO, Volume dan Nilai Ekspor Sulawesi Utara Grafik 1.9. Luas Panen Padi Grafik 1.10. Produksi Beras Grafik 1.11. Nilai Ekspor Komoditas Pertanian Grafik 1.12. Jumlah Wisman yang Berkunjung ke Sulut melalui Bandara Sam Ratulangi Manado Grafik 1.13. Jumlah Penumpang yang Datang ke Sulut melalui Bandara Sam Ratulangi Manado Grafik 1.14. Data Bongkar Muat Pelabuhan Bitung Grafik 1.15. Volume Ekspor Minyak Nabati Grafik 1.16. Volume Ekspor Ikan dan Olahannya Grafik Box 1.1. Pertumbuhan Sub Sektor Perikanan di Sulawesi Utara Grafik 2.1. Perkembangan Anggaran Pendapatan APBD Sulawesi Utara Grafik 2.2. Perkembangan Anggaran Belanja Modal Grafik 3.1. Inflasi Tahunan dan Andil Disagregasi Grafik 3.2. Inflasi Bulanan Grafik 3.3. Inflasi dan Andil April 2017 Berdasarkan Disagregasi Grafik 3.4. Inflasi dan Andil Mei 2017 Berdasarkan Disagregasi Grafik 3.5. Inflasi dan Andil Juni 2017 Berdasarkan Disagregasi Grafik 3.6. Inflasi Tahunan dan Andil Disagregasi Grafik 4.1. Perkembangan Aset Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.2. Perkembangan Kredit Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.3. Perkembangan DPK Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.4. Perkembangan Jenis DPK Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.5. Komposisi DPK Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.6. Perkembangan Giro Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.7. Perkembangan Tabungan Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.8. Perkembangan Deposito Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.9. Komposisi Kredit Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.10. Perkembangan KMK Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.11. Perkembangan KI Pebankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.12. Perkembangan KK Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.13. Komposisi Undisbursement Loan Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.14. NPL Bank Umum per Kelompok di Sulawesi Utara Grafik 4.15. NPL Bank Umum per Jenis Penggunaan di Sulawesi Utara Grafik 4.16. NPL Bank Umum per Kab/Kota di Sulawesi Utara Grafik 4.17. Perkembangan Kredit UMKM Bank Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.18. Pangsa Kredit UMKM Berdasarkan Wilayah di Sulawesi Utara Grafik 4.19. Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Penduduk Angkatan Kerja Grafik 4.20. Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Penduduk Angkatan Kerja Grafik 4.21. Komposisi Ekspor Sulawesi Utara Grafik 4.22. Perkembangan Harga Minyak dan Ekspor Minyak Nabati Sulut
5 5 6 7 7 9 9 10 11 11 12 13 13 14 14 14 16 18 20 22 23 23 24 26 31 31 31 32 33 33 33 33 33 34 34 35 35 35 36 36 36 36 37 37 37 38 39
vi
Grafik 4.23. Likert Scale Kegiatan Usaha Grafik 4.24. Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik 4.25. Pertumbuhan Kredit Korporasi Grafik 4.26. Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Sulawesi Utara Grafik 4.27. Persepsi Rumah Tangga Sulawesi Utara terhadap Ekonomi Saat Ini Grafik 4.28. Persepsi Rumah Tangga Sulawesi Utara terhadap Harga 6 Bulan Kedepan Grafik 4.29. Komposisi DPK Perseorang di Sulawesi Utara Grafik 4.30. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan Grafik 4.31. Komposisi Kredit Konsumsi Grafik 4.32. Pertumbuhan Kredit Konsumsi Menurut Jenis Penggunaan Grafik 5.1. Perkembangan Transaksi Kliring SKNBI Grafik 5.2. Perkembangan Aliran Uang Kartal (Rp triliun) Grafik 5.3. Perkembangan Temuan Uang Palsu (Lembar) Grafik 6.1. Tingkat Pengangguran Terbuka Periode Februari (%) Grafik 6.2. Perkembangan NTP Sulut Grafik 6.3. NTP Sulut per Subsektor Triwulan II 2017
39 39 40 40 40 40 41 41 41 42 43 44 45 46 49 49
vii
Daftar Tabel
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Penggunaan Tabel 1.2. Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Penggunaan Tabel 1.3. Pangsa Jenis Penggunaan Tabel 1.4. Komponen Konsumsi Rumah Tangga dalam PDRB (% yoy) Tabel 1.5. Realisasi Belanja Non Modal APBD Prov Sulawesi Utara Tabel 1.6. Realisasi Belanja Pegawai dalam APBD Provinsi Sulut dan APBN di Sulut Tabel 1.7. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Lapangan Usaha (% yoy) Tabel 1.8. Pangsa Lapangan Usaha Tabel Box 1.1. Perkembangan Indikator Bidang Perikanan Tabel 2.1. Perkembangan Anggaran Pendapatan APBD Sulawesi Utara Tabel 2.2. Realisasi Anggaran Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Utara Tabel 2.3. Perkembangan Anggaran Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara Tabel 2.5. Postur Alokasi Belanja APBN di Sulawesi Utara Tabel 2.6. Realisasi Belanja APBN di Sulawesi Utara Triwulan I 2017 Tabel 3.1. Inflasi Juli 2017 Tabel 6.1. Keadaan Ketenagakerjaan (Ribu Jiwa) Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tabel 6.3. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Tabel 6.4. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi Tabel 6.5. TPT Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi (%) Tabel 6.6. Indikator Keadaaan Kesejahteraan
6 6 6 7 8 8 10 11 17 18 19 19 20 21 21 27 46 47 47 47 47 48
viii
Daftar Gambar
Gambar 1.1. Prakiraan Curah Hujan di Sulut Gambar Box 1.1. Perkembangan Aturan di Sektor Perikanan
12 16
ix
Indikator Ekonomi dan Perbankan
Sumber: Bank Indonesia & Badan Pusat Statistik
INDIKATORI. MAKRO NASIONAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II
A PDB Nasional (yoy) 4.71 4.67 4.73 5.04 4.79 4.92 5.18 5.02 4.94 5.02 5.01 5.01
B Inflasi Nasional (yoy) 6.38 7.26 6.83 3.35 3.35 4.45 3.45 3.07 3.02 3.02 3.61 4.37
II. MAKRO REGIONAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II
A 1. Laju Inflasi (ytd) % (0.40) 2.14 2.23 5.56 5.56 (1.02) (0.71) (0.93) 0.35 0.35 2.51 2.49 2. Laju Inflasi (yoy) % 7.99 8.73 9.34 5.56 5.56 4.91 3.67 2.28 0.35 0.35 3.93 3.59 3. Laju Inflasi (mtm) % 0.50 0.49 0.62 1.74 1.74 (0.03) 1.06 (0.68) (1.52) (1.52) 0.23 1.15 4. Inflasi Bahan Makanan (mtm) % 0.59 1.21 2.37 5.93 5.93 (2.51) 3.62 (3.56) 1.69 1.69 0.62 2.29 5. Inflasi Makanan Jadi (mtm) % 0.07 0.07 0.67 0.79 0.79 0.11 0.47 0.09 0.46 0.46 (0.19) 0.23 6. Inflasi Perumahan (mtm) % 0.44 0.05 0.08 0.40 0.40 (0.18) 0.42 0.17 0.96 0.96 0.36 0.75 7. Inflasi Sandang (mtm) % (0.12) 0.36 0.07 0.38 0.38 0.14 0.32 0.03 0.52 0.52 0.20 0.39 8. Inflasi Kesehatan (mtm) % 0.27 0.17 0.13 0.30 0.30 - 0.41 0.26 0.21 0.21 0.92 1.31 9. Inflasi Pendidikan (mtm) % 0.31 0.27 - 0.35 0.35 0.05 0.03 0.05 0.14 0.14 0.06 0.17 10. Inflasi Transportasi (mtm) % 1.28 0.94 (0.28) 0.29 0.29 (1.50) (0.18) 0.57 1.91 1.91 (0.29) 1.70
B PDRB Penggunaan 6.40 6.27 6.31 5.57 6.12 5.96 6.14 6.01 6.49 6.17 6.43 5.80 - Konsumsi Rumah Tangga 6.26 6.06 6.72 6.69 6.44 6.82 6.93 5.84 5.52 6.27 4.28 5.03 - Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga (11.86) (1.55) 5.65 9.75 0.25 5.57 5.45 5.60 2.67 4.76 6.24 7.41 - Konsumsi Pemerintah 7.19 7.80 10.96 13.00 9.94 8.94 11.37 (1.50) (6.55) 2.32 2.72 (0.30) - Pembentukan Modal Tetap Bruto 3.56 6.61 12.86 12.37 9.08 9.96 9.86 6.34 1.62 6.29 4.61 6.20 - Perubahan Persediaan (72.36) (77.23) (62.90) 22.94 (63.28) (136.10) (35.44) (34.43) (34.79) (55.37) (266.04) (24.08) - Ekspor Luar Negeri (3.15) (13.86) (9.52) (21.34) (11.70) (20.07) (12.86) (2.80) 53.37 0.14 16.83 (3.86) - Impor Luar Negeri 1.64 (25.08) 3.54 16.45 (0.88) 16.01 126.75 18.79 (14.15) 28.53 (32.19) (16.91) - Net Ekspor Antardaerah (8.21) (9.23) 8.49 7.27 (1.38) (9.44) (16.26) (11.50) 12.41 (7.48) 11.85 (4.17)
C PDRB Sektoral 6.40 6.27 6.31 5.57 6.12 5.96 6.14 6.01 6.49 6.17 6.43 5.80
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4.27 4.43 2.83 0.66 2.95 0.90 2.11 4.08 5.72 3.67 5.38 4.66
Pertambangan dan Penggalian 12.40 8.35 7.48 5.30 8.17 3.56 0.81 0.81 3.85 4.42 9.45 9.81
Industri Pengolahan 4.57 3.67 0.83 1.80 2.65 2.68 (1.23) 1.82 1.45 1.11 6.53 7.17
Pengadaan Listrik dan Gas 31.93 4.35 2.99 (5.05) 6.76 8.10 30.18 27.07 2.43 17.52 2.22 1.07
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 8.15 8.29 (0.87) (4.90) 2.42 0.17 1.44 6.31 4.47 3.07 1.82 0.88
Konstruksi 7.12 7.53 11.25 11.48 9.49 9.88 9.86 6.23 5.76 6.89 5.45 6.35
Perdagangan Besar dan Eceran 6.09 5.49 5.44 6.65 5.93 6.53 7.91 7.23 4.76 6.05 5.41 4.73
Transportasi dan Pergudangan 8.78 7.99 7.06 5.47 7.25 7.83 8.47 9.94 10.14 9.24 7.61 6.04
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5.62 7.50 9.10 11.35 8.52 11.56 8.49 17.80 13.69 12.69 5.94 12.31
Informasi dan Komunikasi 8.20 9.23 8.75 9.52 8.95 8.24 8.94 9.86 9.03 9.20 9.40 9.35
Jasa Keuangan dan Asuransi 6.79 2.58 10.26 (3.32) 3.91 12.41 21.09 14.82 28.36 19.16 7.67 7.62
Real Estate 7.56 7.14 7.21 7.76 7.42 7.00 6.90 7.31 7.03 7.08 8.87 7.09
Jasa Perusahaan 8.14 8.26 8.40 6.29 7.73 6.36 6.36 6.86 9.16 6.87 8.34 7.54
Adm.i Pemerintahan, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib 8.37 9.24 8.74 9.47 8.99 8.07 8.76 1.47 2.03 4.72 3.89 (1.92)
Jasa Pendidikan 2.62 5.81 9.69 9.98 7.08 7.98 7.48 1.34 7.87 6.21 5.80 3.78
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4.46 9.35 9.16 8.36 7.88 7.10 6.82 9.89 8.80 8.02 8.71 8.37
Jasa lainnya 6.17 7.42 8.77 7.75 7.56 7.34 7.87 9.94 9.23 8.64 9.12 7.25
II. MONETER TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II
Policy Rate (%)* 7.50 7.50 7.50 7.50 7.50 6.75 6.50 4.75 4.75 4.75 4.75 4.75
Kurs (Rp/USD - posisi akhir) 13,084 13,313 13,854 13,726 13,494 13,527 13,317 12,998 13,436 13,320 13,348 13,309
III. PERDAGANGAN LUAR NEGERI TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II
1. Ekspor (ribu USD) 217,525 237,181 185,865 169,770 810,342 206,702 248,194 181,715 212,142 848,753 228,415 230,185
2. Impor (ribu USD) 17,027 10,714 8,916 26,115 62,772 36,186 49,050 11,057 27,976 124,269 37,411 48,758
IV. PERBANKAN** TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II
A. Jumlah Bank 46 46 46 46 46 46 47 48 48 48 48 48
1. Bank Umum 24 24 24 24 24 28 29 30 30 30 30 30
1.1. Bank Pemerintah 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
1.2. Bank Swasta (non Syariah) 18 18 18 18 18 18 19 20 20 20 20 20
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18
3. Bank Syariah 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
B. Jaringan Kantor (Termasuk Unit) 347 350 345 342 342 340 340 342 348 348 349 348
1. Bank Umum 292 295 290 289 289 285 285 287 293 293 294 292
1.1. Konvensional 276 279 275 275 275 272 273 274 280 280 281 279
1.2. Syariah 16 16 15 14 14 13 12 13 13 13 13 13
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 56
2.1. Konvensional 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 56
2.2. Syariah - - - - - - - - - - - -
C. Total Asset (Rp miliar) 35,839 37,037 38,383 37,196 37,195 39,637 40,521 40,593 40,095 40,095 41,820 42,974
1. Bank Umum (non syariah) 34,381 35,566 36,932 35,721 35,721 38,135 39,033 39,085 38,561 38,561 40,253 41,396
2. BPR 973 977 983 1,004 1,004 1,069 1,058 1,100 1,100 1,100 1,131 1,122
3. Bank Syariah 485 494 468 470 470 433 430 408 434 434 437 456
Keterangan :
* Menggunakan BI-7 day (Reverse) Repo Rate sejak 19 Agustus 2016
** Berdasarkan Lokasi Bank Pelapor
201720162015
x
Indikator Ekonomi dan Perbankan
Sumber: Bank Indonesia & Badan Pusat Statistik
INDIKATOR
IV. PERBANKAN** TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II
D. Indikator Kinerja Bank Umum
1. Dana Pihak Ketiga (DPK) (Rp miliar) 20,368 21,096 21,848 21,482 21,482 21,537 21,860 21,229 21,215 21,215 21,508 22,436
1.1. Giro 3,855 4,292 4,485 4,436 4,436 5,017 4,049 4,017 3,147 3,147 4,083 4,231
1.2. Deposito 7,752 8,022 8,242 6,485 6,485 7,071 7,352 7,011 6,879 6,879 7,283 7,579
1.3. Tabungan 8,762 8,782 9,121 10,562 10,562 9,448 10,458 10,201 11,189 11,189 10,142 10,627
2. Kredit (Rp miliar) 27,079 28,652 30,036 30,273 30,273 29,630 30,714 30,824 31,440 31,440 32,020 32,831
2.1. Berdasarkan Jenis Penggunaan
- Modal Kerja 7,309 7,538 7,546 7,564 7,564 7,704 8,156 8,111 8,090 8,090 8,192 8,627
- Investasi 3,022 3,743 4,542 4,265 4,265 4,143 4,380 4,342 4,383 4,383 4,590 4,346
- Konsumsi 16,067 16,209 17,248 17,739 17,739 17,782 18,178 18,371 18,967 18,967 19,238 19,858
2.2. Berdasarkan Sektor Ekonomi
Pertanian, Kehutanan & Perikanan 480 506 510 545 545 539 569 561 609 609 611 649
Pertambangan & Penggalian 38 733 1,594 1,317 1,317 1,222 1,360 1,280 1,247 1,247 1,515 1,543
Industri Pengolahan 763 795 720 733 733 714 717 701 720 720 726 642
Pengadaan Listrik, Gas & Produksi Es 2 4 9 12 12 17 19 22 45 45 47 49
Pengelolaan Air, Sampah, Limbah & Daur Ulang 5 5 5 5 5 5 7 8 7 7 7 7
Konstruksi 724 839 900 807 807 751 975 1,086 954 954 978 1,147
Perdagangan Besar & Eceran 6,075 6,230 6,228 6,549 6,549 6,708 6,956 6,937 6,948 6,948 6,952 7,011
Transportasi & Pergudangan 303 329 279 350 350 346 342 345 444 444 456 351
Penyediaan Akomodasi & Makan Minum 417 457 473 430 430 448 544 560 579 579 572 616
Informasi & Komunikasi 4 6 5 4 4 4 4 1 1 1 9 9
Jasa Keuangan & Asuransi 78 85 74 57 57 53 42 38 34 34 25 24
Real Estate 340 342 345 355 355 356 340 330 319 319 298 300
Jasa Perusahaan 235 228 223 225 225 276 275 206 171 171 168 154
Adm.i Pemerintah, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Jasa Pendidikan 42 39 37 35 35 39 36 33 36 36 37 48
Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 35 37 35 39 39 37 36 35 35 35 34 34
Jasa Lainnya 579 643 463 420 420 330 311 306 317 317 341 381
Lain-lain 15,808 16,209 16,988 18,386 18,386 17,782 18,178 18,373 18,970 18,970 19,242 19,864
2.3. Kredit untuk Debitur UMKM 7,472 7,446 7,228 7,430 7,430 7,612 7,828 8,079 8,262 8,262 8,151 8,417
2.4. Loan to Deposit Ratio (LDR) % 128.12 131.00 132.73 135.73 135.73 137.57 140.50 145.20 148.20 148.20 148.88 146.33
2.5. Non Performing Loan (NPL)
- Nominal (Rp miliar) 894 988 996 984 984 1,072 1,142 1,186 1,070 1,070 1,222 1,305
- Rasio (%) 3.39 3.45 3.32 3.33 3.33 3.62 3.72 3.85 3.40 3.40 3.82 3.97
V. SISTEM PEMBAYARAN TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II
1. Kas (Rp miliar)
- Inflow 2,323 1,094 1,820 1,100 6,337 2,504 1,035 2,476 1,289 7,305 2,403 970
- Outflow 692 1,407 2,380 2,772 7,251 710 2,469 1,810 2,790 7,779 766 2,954
2. Kliring
- Volume Kliring (Lembar) 90,235 92,390 94,408 99,206 376,239 85,025 88,256 82,903 84,940 341,124 73,286 57,762
- Nominal Kliring (Rp Miliar) 2,668 2,362 2,494 2,785 10,310 2,410 2,261 2,274 2,429 9,374 2,042 1,527
- Rata2 Volume Kliring/hari (Lembar) 1,455 1,515 1,523 1,600 1,523 1,518 1,401 1,382 1,348 1,412 1,182 1,050
- Rata2 Nominal Kliring/hari (Rp Miliar) 43.0 38.7 40.2 44.9 41.7 43.0 35.9 37.9 38.6 38.8 32.9 27.8
- Rata2 Lembar Tolakan Kliring/hari (%) 3.16 2.83 2.53 2.71 2.81 3.90 2.85 2.74 2.67 3.04 2.81 2.39
- Rata2 Nominal Tolakan Kliring/hari (%) 2.92 2.88 2.56 3.19 2.89 4.04 3.33 2.85 4.22 3.61 3.30 2.35
Keterangan :
** Berdasarkan Lokasi Bank Pelapor
201720162015
1
Ringkasan Eksekutif Kinerja perekonomian Provinsi Sulawesi Utara tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya... Anggaran pendapatan dan belanja APBD Sulawesi Utara tahun 2017 meningkat dibanding tahun sebelumnya, namun realisasi pada triwulan II 2017 cenderung lebih rendah... Inflasi tahunan Sulawesi Utara pada triwulan II 2017 sedikit meningkat dibandingkan
Perkembangan Ekonomi Makro Perekonomian Sulawesi Utara triwulan II 2017 tumbuh melambat sebesar 5,80% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh 6,43% (yoy). Pertumbuhan tersebut juga lebih rendah bila baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016 yang tumbuh sebesar 6,15% (yoy) maupun rata-rata pertumbuhan triwulan II selama 5 tahun terakhir (2012-2016) yakni sebesar 6,29% (yoy). Meskipun melambat, namun pertumbuhan ekonomi Sulut tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan ekonomi nasional yang tumbuh sebesar 5,01% (yoy) pada triwulan II 2017. Memasuki triwulan III 2017, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan meningkat dalam kisaran 5,9 – 6,3% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017. Berdasarkan jenis penggunaannya, pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2017 diperkirakan didorong oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga (RT), konsumsi pemerintah dan investasi serta kinerja ekspor. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2017 akan ditopang oleh peningkatan sektor pertanian seiring dengan membaiknya perikanan tangkap dan panen beras, dan sektor industri pengolahan seiring dengan membaiknya pasokan bahan baku, serta sektor konstruksi yang meningkat seiring dengan pola belanja modal pemerintah dan investasi swasta yang berlanjut.
Keuangan Pemerintah Anggaran pendapatan APBD Sulawesi Utara tahun 2017 meningkat dibanding tahun sebelumnya yang didorong oleh naiknya pendapatan asli daerah (PAD) dan pendapatan transfer dari pemerintah pusat. Meskipun anggaran pendapatan khususnya PAD meningkat, namun rasio kemandirian pendapatan Sulawesi Utara tahun 2017 rendah, bahkan mengalami penurunan dibandingkan sejak tahun 2015. Pada triwulan II 2017, realisasi anggaran pendapatan Sulawesi Utara cukup baik yakni sebesar 52,51%, lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan II 2015 dan triwulan II 2016. Dari sisi belanja, anggaran belanja APBD Sulawesi Utara tahun 2017 juga meningkat dibanding tahun sebelumnya yang terutama didorong oleh peningkatan anggaran belanja non-modal. Sementara itu, belanja modal mengalami penurunan. Selain mengalami penurunan, porsi belanja modal juga lebih kecil dibanding belanja non modal. Pada triwulan II 2017, realisasi anggaran belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara tercatat sebesar 36,96%. Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II 2016 (39,47%) namun lebih baik dibandingkan triwulan II 2015 (33,42%). Di sisi lain, alokasi APBN di Sulawesi Utara juga mengalami peningkatan anggaran belanja sebesar 5,91% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yang turun 5,41% (yoy). Peningkatan tersebut didorong oleh kenaikan belanja pegawai dan belanja modal, sedangkan pos belanja barang dan bantuan sosial mengalami penurunan. Pada triwulan II 2017, penyerapan alokasi anggaran APBN di Sulawesi Utara tercatat sebesar 33,26%, lebih rendah dibandingkan triwulan II 2016 yang tercatat sebesar 34,42%.
Perkembangan Inflasi Daerah Inflasi Sulawesi Utara pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 3,59% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya (3,93%). Inflasi Sulawesi Utara triwulan II 2017 berada dalam rentang target inflasi tahun 2017 yakni 4%±1% (yoy). Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan pada triwulan II 2017 disumbang oleh inflasi kelompok AP sebesar 2,16%, kelompok core sebesar 1,30%, dan kelompok VF sebesar 0,13%.
2
triwulan sebelumnya... Kondisi stabilitas keuangan daerah di Sulawesi Utara pada triwulan II 2017 relatif masih terjaga...
Memasuki awal triwulan III 2017, IHK bulan Juli 2017 tercatat inflasi sebesar 0,86% (mtm), atau secara tahunan tercatat sebesar 3,61% (yoy) yang sedikit meningkat dibandingkan bulan Juni 2017. Meski inflasi tahunan meningkat, namun masih berada dalam rentang target inflasi tahun 2017 yakni 4±1% (yoy). Berbagai upaya dilakukan oleh TPID Sulawesi Utara untuk mencapai sasaran inflasi. Pada April 2017, BI bersama dengan Pemerintah Kota Manado dan Pemerintah Provinsi Sulut telah mencanangkan gerakan Barito (Batanang Rica dan Tomat) sebagai bentuk nyata pengendalian inflasi melalui gerakan menanam baik oleh masyarakat maupun ASN. Selanjutnya, Pada Mei 2017, BI bersama dengan Pemerintah Kota Manado dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara melalui wadah TPID telah melaksanakan berbagai kegiatan diantara lain panen raya cabai rawit dan tomat sayur hasil dari Gerakan Barito yang dicanangkan pada tahun 2017, serta sidak pasar bersama dengan Wakil Gubernur Sulawesi Utara untuk memastikan ketersediaan dan stabilitas harga kebutuhan pokok masyarakat. Sepanjang Juni, Bank Indonesia bersama dengan TPID Provinsi dan TPID Kab/Kota memfokuskan upaya pengendalian inflasinya dalam menghadapi risiko peningkatan harga selama bulan Ramadhan dan menjelang hari raya Idul Fitri 1438H.
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Kondisi Stabilitas Keuangan Daerah di Sulawesi Utara pada triwulan II 2017 relatif masih terjaga. Ketahanan sektor korporasi dan rumah tangga masih relatif baik seiring dengan berkurangnya tekanan dan potensi risiko pada kedua sektor tersebut. Ketahanan sektor korporasi ditopang oleh permintaan Negara mitra dagang yang relatif stabil, disi lain potensi kerentanan yang bersumber dari tren penurunan harga CNO serta keterbatasan bahan baku untuk Industri Pengolahan Ikan dampak dari kondisi cuaca perlu diwaspadai. Disisi lain, kondisi sektor rumah tangga yang salah satunya tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKE) masih berada pada level yang optimis (di atas 100) meski lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya. Di sisi perkembangan indikator utama perbankan menunjukkan perbaikan. Tekanan terhadap pertumbuhan DPK mereda, disertai dengan kredit yang tetap tumbuh meski melambat dibandingkan periode sebelumnya. DPK pada triwulan II 2017 tercatat tumbuh 3,6% (yoy) membaik dari -0,1% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Perbaikan tersebut didorong oleh pertumbuhan komponen giro yang pada bulan sebelumnya terkontraksi 18,62% (yoy), kini tumbuh positif meski dalam level yang terbatas sebesar 2,64% (yoy) serta peningkatan deposito dari 2,9%(yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 3,08%(yoy). Dari sisi pembiayaan, kredit tumbuh 6,9% (yoy) melambat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,06% (yoy). Loan To Deposit Ratio (LDR) menunjukkan penurunan menjadi 146,3% dari 148,8% pada triwulan sebelumnya. Rasio NPL menunjukkan peningkatan menjadi 3,9% yang menunjukkan meningkatnya rasio kredit bermasalah. Meski kredit secara agregat meningkat, namn penyaluran pembiayaan ke sektor UMKM masih relatif terbatas yang tercermin dari pangsa kredit UMKM hanya sebesar 25,6% dari total kredit di Sulut. Di sisi lain, pangsa unit usaha UMKM terhadap total unit usaha di Sulawesi Utara mencapai 98,67%. Adapun laju pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan II 2017 tercatat mengalami peningkatan menjadi 7,53% (yoy) dari 7,08% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Disisi lain, indikator akses keuangan Sulawesi Utara secara keseluruhan terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan, namun demikian dari sisi penyaluran pembiayaan menunjukkan penurunan. Untuk mendorong peningkatan akses masyarakat Sulawesi Utara terhadap layanan jasa keuangan guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, Bank Indonesia telah melakukan berbagai
3
Pada triwulan II 2017, nilai nominal transaksi pembayaran non tunai menurun, sementara pembayaran tunai meningkat... Kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara meningkat... Baik pertumbuhan maupun inflasi Sulawesi Utara, diperkirakan meningkat
bentuk langkah dan upaya diantaranya mendorong ekspansi agen LKD, sosialisasi dan edukasi akses keuangan, penciptaan aplikasi SIAPIK, Diseminasi penelitian KPJU serta pelaksanaan penelitian lending model.
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah di Sulawesi Utara dan Gorontalo Pada triwulan II 2017, transaksi kliring melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di Sulawesi Utara dan Provinsi Gorontalo tercatat sebesar Rp 1,80 triliun menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 2,42 triliun. Hal ini sejalan dengan perlambatan perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan II 2017. Secara pertumbuhan, transaksi kliring kembali mengalami kontraksi yaitu sebesar 33,83% (yoy) pada triwulan II 2017 lebih dalam dari pada triwulan I 2017 yang terkontraksi sebesar 15,7% (yoy). Pergerakan aliran masuk uang kartal dari masyarakat ke kas Bank Indonesia pada triwulan II 2017 masih mengikuti pola historisnya yaitu menunjukkan adanya peningkatan net-outflow. Permintaan masyarakat akan uang kartal meningkat pada triwulan II 2017 sejalan dengan peningkatan kebutuhan masyarakat akan uang kartal jelang hari raya Idul Fitri dan perayaan pengucapan di wilayah Minahasa dan sekitarnya. Temuan uang palsu di Sulawesi Utara dan Provinsi Gorontalo pada triwulan II 2017 sebanyak 121 lembar, meningkat dari triwulan I 2017 yang tercatat hanya sebanyak 103 lembar. Berdasarkan pecahannya, temuan pada triwulan II 2017 terdiri dari 78 lembar pecahan Rp 100 ribu, 41 lembar pecahan Rp 50 ribu dan 2 lembar pecahan Rp 20 ribu.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Ketenagakerjaan di Sulawesi Utara mengalami perbaikan pada periode Februari 2017. Perbaikan ketenagakerjaan di Sulawesi Utara tersebut tercermin dari tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada periode Februari 2017 yang sebesar 6,12%, menurun dari tahun sebelumnya yang berada di level 6,18%. Jumlah tenaga kerja meningkat baik secara pertumbuhan maupun jumlah jiwanya dibandingkan jumlah peningkatan angkatan kerja. Kondisi tersebut menyebabkan TPT mengalami penurunan yang cukup dalam. Berdasarkan lapangan usahanya, penurunan tingkat pengangguran ditopang oleh penyerapan tenaga kerja pada lapangan usaha pertanian dan industri. Sejalan dengan keadaan ketenagakerjaan, kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara meningkat yang tercermin dari penurunan tingkat kemiskinan. Tingkat kemiskinan di Sulawesi Utara menurun dari 8,98% menjadi 8,20% pada data terakhir bulan September tahun 2016. Selain dampak dari pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi yang rendah, meningkatnya kesejahteraan masyarakat juga didukung oleh program pengentasan kemiskinan pemerintah daerah “ODSK”1 menjadi salah satu faktor pendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara.
Prospek Perekonomian Daerah Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan IV 2017 diperkirakan tumbuh meningkat dibandingkan perkiraan pertumbuhan triwulan III 2017. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan berada pada kisaran 6,1-6,5% (yoy) di triwulan IV 2017, lebih tinggi dibandingkan perkiraan triwulan III 2017 yaitu 5,9-6,3% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi akan didorong oleh peningkatan seluruh komponen utama sisi penggunaan yakni konsumsi, investasi dan ekspor. Dari sisi
1 Operasi Daerah Selesaikan Kemiskinan (Program Gubernur Olly Dondokambey dan Wagub Steven Kandouw)
4
pada triwulan IV 2017...
lapangan usaha, faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara terutama bersumber dari 5 sektor utama yakni pertanian, perdagangan, konstruksi dan transportasi, serta industri pengolahan. Sementara itu, sepanjang keseluruhan tahun 2017, perekonomian Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh meningkat dibandingkan tahun 2016. Ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,1-6,5% (yoy). Di sisi lain, tekanan inflasi Sulawesi Utara pada triwulan IV diperkirakan meningkat dibandingkan perkiraan inflasi triwulan III 2017, namun demikian masih berada dalam rentang target inflasi tahun 2017 4±1%. Inflasi triwulan IV 2017 secara tahunan diperkirakan sebesar 4,0-4,4% (yoy). Secara bulanan, inflasi terjadi di ketiga bulan di triwulan IV 2017, dengan inflasi tertinggi terjadi di bulan Desember. Pada bulan Oktober 2017, IHK Sulawesi Utara diperkirakan mengalami inflasi yang relatif kecil yakni sebesar 0,2% (mtm). Pada bulan November dan Desember, inflasi Sulut diperkirakan meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yakni berturut-turut sebesar 0,5% dan 0,8% (mtm).
5
Bab I.
Perkembangan Ekonomi Makro
Perekonomian Sulawesi Utara triwulan II
2017 tumbuh melambat dibandingkan
triwulan I 2017 dari 6,43% (yoy) menjadi
5,80% (yoy). Pertumbuhan tersebut juga lebih
rendah bila baik dibandingkan dengan periode
yang sama tahun 2016 yang tumbuh sebesar
6,15% (yoy) maupun rata-rata pertumbuhan
triwulan II selama 5 tahun terakhir (2012-2016)
yakni sebesar 6,29% (yoy). Meskipun
melambat, namun pertumbuhan ekonomi
Sulut tersebut masih lebih tinggi dibandingkan
dengan ekonomi nasional yang tumbuh
sebesar 5,01% (yoy) pada triwulan II 2017.
Namun demikian, apabila dibandingkan
dengan pertumbuhan ekonomi Pulau Sulawesi
dan seluruh provinsi di Pulau Sulawesi,
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara relatif
rendah. Hanya Provinsi Sulawesi Barat saja
yang pertumbuhan ekonominya (4,78% yoy)
berada di bawah pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Utara pada triwulan II 2017,
sedangkan provinsi lain mencatat
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Grafik 1.1. Tren Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Utara
Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi-Provinsi di Pulau Sulawesi Triwulan II 2017
Memasuki triwulan III 2017, pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan
meningkat dalam kisaran 5,9 – 6,3% (yoy)
dibandingkan triwulan II 2017. Berdasarkan
jenis penggunaannya, pertumbuhan ekonomi
pada triwulan III 2017 diperkirakan didorong
oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga
(RT), konsumsi pemerintah dan investasi serta
kinerja ekspor. Konsumsi RT meningkat seiring
dengan sumber pendapatan masyarakat yang
meningkat dari sektor pertanian dan
penerimaan gaji ke-13. Di sisi lain, konsumsi
pemerintah juga diperkirakan meningkat
seiring dengan penyaluran gaji ke-13 pada
bulan Juli 2017. Sementara itu, investasi atau
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
(PMTB) diperkirakan meningkat yang didorong
oleh berlanjutnya pembangunan infrastruktur
pemerintah daerah dan peningkatan
penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Di
sisi kinerja perdagangan luar negeri, ekspor
Sulawesi Utara pada triwulan III diperkirakan
mengalami peningkatan seiring dengan
membaiknya pasokan bahan baku dan
membaiknya perekonomian dunia. Dari sisi
lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi pada
triwulan III 2017 akan ditopang oleh
peningkatan sektor pertanian seiring dengan
membaiknya perikanan tangkap dan panen
beras, dan sektor industri pengolahan seiring
4
5
6
7
8
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
% yoy
Sumber: BPS
7.03 6.64 6.63 6.61 6.49
5.80
5.01 4.78
SulawesiTenggara
Gorontalo SulawesiSelatan
SulawesiTengah
PulauSulawesi
SulawesiUtara
Nasional SulawesiBarat
% yoy
Sumber: BPS
6
dengan membaiknya pasokan bahan baku,
serta sektor konstruksi yang meningkat seiring
dengan pola belanja modal pemerintah dan
investasi swasta yang berlanjut.
1.1. PDRB - JENIS PENGGUNAAN
Berdasarkan jenis penggunaannya,
perlambatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Utara pada triwulan II 2017 disebabkan oleh
terkontraksinya konsumsi pemerintah dan
ekspor. Perlambatan ekonomi lebih dalam
ditahan oleh kuatnya pertumbuhan investasi
(PMTB) dan peningkatan konsumsi rumah
tangga. Pertumbuhan ekonomi triwulan II
2017 terutama disumbang oleh konsumsi RT
dan investasi. Dari sisi pangsa, struktur
ekonomi Sulawesi Utara tetap didominasi oleh
konsumsi RT dan investasi.
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tabel 1.2. Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tabel 1.3. Pangsa Jenis Penggunaan
Sumber: Badan Pusat Statistik
1.1.1. Konsumsi
Meningkatnya konsumsi rumah tangga tidak
diiringi dengan konsumsi pemerintah yang
mana tercatat kontraksi sehingga
menyebabkan pertumbuhan konsumsi secara
keseluruhan mengalami perlambatan.
Konsumsi secara keseluruhan Sulawesi Utara
pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 3,70%
(yoy), melambat dibanding triwulan
sebelumnya (3,94%). Pertumbuhan tersebut
jauh di bawah rata-rata pertumbuhan total
konsumsi pada triwulan II selama 5 tahun
terakhir (2012-2016) yang tercatat sebesar
6,42% (yoy).
Grafik 1.3. Pertumbuhan Konsumsi
Peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah
tangga terutama didorong oleh perayaan hari
raya Idul Fitri yang bergeser ke triwulan II
pada tahun 2017, dimana pada tahun lalu
jatuh pada triwulan III. Pergeseran tersebut
menyebabkan jumlah pengeluaran masyarakat
dalam rangka perayaan hari raya menjadi lebih
tinggi di triwulan II 2017 dibandingkan triwulan
yang sama tahun sebelumnya, sehingga
pertumbuhan konsumsi rumah tangga
meningkat. Fenomena itu terkonfirmasi dari
peningkatan pertumbuhan komponen-
komponen konsumsi rumah tangga. Namun
demikian, sebagian besar sumber dana yang
digunakan untuk konsumsi tersebut
bersumber dari penggunaan dana pihak ketiga
(DPK) di perbankan dan kredit dari perbankan.
Hal tersebut tercermin dari perlambatan
pertumbuhan DPK perseorangan yang tumbuh
sebesar 2,52% (yoy), lebih rendah dari triwulan
sebelumnya (8,32% yoy), di tengah
peningkatan pertumbuhan DPK total (dari
2015
Total II Total I II
Konsumsi Rumah Tangga 6.37 6.87 6.27 4.28 5.03
Konsumsi LNPRT 0.25 5.45 4.76 6.24 7.41
Konsumsi Pemerintah 9.94 11.37 2.32 2.72 (0.30)
Investasi (PMTB) 9.52 9.47 6.29 4.61 6.20
Perubahan Inventori (63.28) (35.44) (55.37) (266.04) (24.08)
Ekspor (11.70) (12.86) 0.14 16.83 (3.86)
Impor (0.88) 126.75 28.53 (32.19) (16.91)
Net Ekspor Antarprovinsi (0.74) (17.07) (7.48) 11.85 (4.17)
Total 6.12 6.15 6.17 6.43 5.80
Jenis Penggunaan (% yoy)2016 2017
2015
Total II Total I II
Konsumsi Rumah Tangga 3.05 3.28 3.00 2.15 2.42
Konsumsi LNPRT 0.01 0.11 0.10 0.13 0.15
Konsumsi Pemerintah 1.79 1.94 0.40 0.49 (0.05)
Investasi (PMTB) 3.52 3.41 2.33 1.69 2.30
Perubahan Inventori (0.02) (0.01) (0.01) 0.02 (0.00)
Ekspor (1.82) (2.35) 0.02 2.34 (0.58)
Impor (0.03) 3.38 1.16 (1.52) (0.96)
Net Ekspor Antarprovinsi 0.13 3.15 1.11 (1.92) 0.60
Total 6.12 6.15 6.17 6.43 5.80
Jenis Penggunaan (%)2016 2017
2015
Total II Total I II
Konsumsi Rumah Tangga 45.80 45.20 45.33 46.49 45.38
Konsumsi LNPRT 1.96 1.99 2.00 2.11 2.09
Konsumsi Pemerintah 17.79 17.96 17.32 17.17 17.08
Investasi (PMTB) 34.03 34.41 34.16 32.79 34.26
Perubahan Inventori 0.02 0.01 0.01 0.01 0.01
Ekspor 14.56 14.69 14.40 16.38 15.16
Impor 3.07 4.97 3.68 3.08 4.57
Net Ekspor Antarprovinsi (11.09) (9.29) (9.54) (11.88) (9.40)
Jenis Penggunaan (%)2016 2017
(15)
(10)
(5)
-
5
10
15
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016 2017
% yoy
Sumber: BPS
Total Konsumsi Konsumsi RT
Konsumsi Lembaga Nonprofit RT Konsumsi Pemerintah
7
0,25% yoy menjadi 3,09% yoy). Sementara itu,
kredit konsumsi tumbuh sebesar 7,84% (yoy),
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
(6,79% yoy). Kredit multiguna yang merupakan
pangsa terbesar kredit konsumsi menjadi
pendorong utama peningkatan kredit
konsumsi. Kredit multiguna tumbuh sebesar
8,62% (yoy), lebih tinggi dari 7,29% (yoy) pada
triwulan sebelumnya. Penggunaan DPK
perseorangan dan kredit konsumsi oleh
masyarakat dipengaruhi oleh terbatasnya
sumber dana dari pendapatan masyarakat
pada triwulan II 2017. Sektor pertanian yang
merupakan sektor terbesar di Sulawesi Utara
mengalami perlambatan kinerja (dari 5,38%
yoy menjadi 4,66% yoy) seiring dengan
tingginya curah hujan pada triwulan II dan
tertundanya penyaluran gaji ke-13 kepada
Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi faktor
terbatasnya sumber pendapatan masyarakat
di triwulan II 2017. Khusus di pedesaan, Nilai
Tukar Petani (NTP) triwulan II 2017 yang
tercatat sebesar (92,33%) juga masih berada di
bawah batas angka kesejahteraan (100%),
meskipun relatif membaik pertumbuhan
tahunannya (dari -5,14% yoy menjadi -4,74%
yoy). Adapun peningkatan konsumsi rumah
tangga tercermin juga dari indikator aliran
uang kartal yang tercatat net outflow sebesar
Rp1,5 triliun pada triwulan II 2017, tumbuh
sebesar 52,43% (yoy) dibandingkan net
outflow triwulan II 2016 yang tercatat sebesar
Rp991 miliar.
Tabel 1.4. Komponen Konsumsi Rumah Tangga dalam PDRB (% yoy)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 1.4. Kredit Konsumsi
Grafik 1.5. DPK Total dan Perseorangan
Sementara itu, terkontraksinya konsumsi
pemerintah sejalan dengan realisasi belanja
non modal (belanja operasi, transfer dan
tidak terduga) pada triwulan II 2017 yang
lebih rendah dibandingkan triwulan II 2016.
Pada triwulan II 2017, belanja non modal
terealisasi sebesar 40,61%, lebih rendah
dibandingkan triwulan II 2016 yang tercatat
sebesar 41,71%. Rendahnya realisasi belanja
non modal terutama disebabkan oleh
bergesernya penyaluran gaji ke-13 kepada ASN
ke bulan Juli, sementara pada tahun 2016
disalurkan di bulan Juni. Hal tersebut tercermin
dari realisasi belanja pegawai baik dalam APBD
Provinsi Sulawesi Utara maupun APBN yang
dialokasikan di Sulawesi Utara pada triwulan II
2017. Dalam APBD Sulut, realisasi belanja
pegawai pada triwulan II 2017 sebesar 42,23%,
lebih rendah dari triwulan II 2016 sebesar
45,19%. Sementara itu, dalam APBN yang
dialokasikan di Sulut, realisasi belanja pegawai
pada triwulan II 2017 sebesar 44,80%, lebih
rendah dari 52,93% pada triwulan II 2016.
Komponen Konsumsi Rumah Tangga
dalam PDRBTw I 2017 Tw II 2017
Makanan dan Minuman, Selain Restoran 2.65 4.14
Pakaian dan Alas Kaki 4.27 10.52
Perumahan dan Perlengkapan Rumah Tangga 8.73 9.94
Kesehatan dan Pendidikan 4.23 5.24
Transportasi dan Komunikasi 4.65 4.93
Restoran dan Hotel 6.65 2.24
Konsumsi Lainnya 5.53 7.90
(30)
(20)
(10)
-
10
20
30
40
50
60
70
80
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
% yoy
Sumber: Bank Indonesia
Kredit Konsumsi Kredit Multiguna
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100
120
140
160
(15)
(10)
(5)
-
5
10
15
20
25
30
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
Sumber: Bank Indonesia
% yoy% yoy
DPK Total DPK Perseorangan
Tabungan Perseorangan Deposito Perseorangan
Giro Perseorangan (sb.kanan)
8
Tabel 1.5. Realisasi Belanja Non Modal APBD Provinsi Sulawesi Utara
(Operasi, Transfer, dan Tidak Terduga)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tabel 1.6. Realisasi Belanja Pegawai dalam APBD Provinsi Sulut dan APBN yang
Dialokasikan di Sulut (Rp)
Memasuki triwulan III 2017, pengeluaran
konsumsi diperkirakan mengalami
peningkatan pertumbuhan yang didorong
oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga
dan konsumsi pemerintah. Konsumsi RT
meningkat seiring dengan peningkatan sumber
pendapatan masyarakat dari sektor pertanian
khususnya sub sektor tanaman pangan dan
perikanan serta penerimaan gaji ke-13 bagi
Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bergeser
pada bulan Juli. Sub sektor tanaman pangan
meningkat seiring dengan masuknya masa
panen beras pada triwulan III, sementara itu
sub sektor perikanan meningkat sejalan
dengan semakin baiknya adaptasi pelaku
usaha terhadap aturan di bidang perikanan.
Pendapatan masyarakat yang meningkat
tersebut juga tidak akan tergerus oleh
penyesuaian tarif listrik tenaga 900VA bagi
pelanggan non subsidi yang telah berakhir
pada Juni 2017. Konsumsi masyarakat juga
diperkirakan meningkat dengan adanya
kegiatan pariwisata Manado Fantastic Festival
(MFF) yang terdiri dari berbagai festival yang
akan berlangsung pada bulan September. Di
sisi lain, konsumsi pemerintah juga
diperkirakan meningkat seiring dengan
penyaluran gaji ke-13 pada bulan Juli 2017
dimana pada tahun 2016 disalurkan di bulan
Juni.
1.1.2. Investasi (PMTB)
Investasi atau PMTB pada triwulan II 2017
tumbuh meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya, baik investasi bangunan
maupun non bangunan. Investasi tumbuh
sebesar 6,20% (yoy), lebih tinggi dari 4,61%
(yoy) pada triwulan I 2017. Investasi bangunan
tumbuh menjadi 6,53% (yoy) dari 5,73% (yoy).
Investasi non bangunan tumbuh menjadi
2,21% (yoy) dari -7,99% (yoy). Sebagai
informasi, investasi Sulawesi Utara didominasi
oleh investasi bangunan dengan pangsa
sebesar 92,76%, dibandingkan investasi non
bangunan yang hanya 7,24%. Peningkatan
pertumbuhan investasi tidak terlepas dari
peran Pemerintah Pusat dan Daerah dalam
mendorong upaya perbaikan iklim investasi
melalui perbaikan regulasi dan perizinan serta
mendorong dan mengembangkan sektor-
sektor potensial di Sulawesi Utara.
Peningkatan investasi di triwulan II 2017
terutama ditopang oleh investasi swasta.
Investasi swasta tumbuh tinggi pada triwulan II
2017 seiring dengan berlanjutnya
pembangunan beberapa pusat hiburan dan
perbelanjaan di Manado, pembangunan hotel
dan perkantoran di beberapa kabupaten/kota
serta pembangunan gedung swasta lainnya.
Pembangunan swasta juga didorong oleh
pembangunan perumahan baik vertikal
maupun horizontal yang tercermin dari
peningkatan pertumbuhan KPR sebagai
dampak positif dari pelonggaran aturan LTV
pada Agustus 2016. KPR yang disalurkan di
Sulawesi Utara pada triwulan II 2017 tumbuh
sebesar 9,83% (yoy), meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
9,08% (yoy). Peningkatan investasi
terkonfirmasi dari peningkatan pengadaan
semen di Sulawesi Utara yang membaik
pertumbuhannya pada triwulan II 2017 yakni
sebesar -13,62% (yoy), dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar -31,50%
(yoy).
Komponen (Rp Juta) Tw II 2013 Tw II 2014 Tw II 2015 Tw II 2016 Tw II 2017
Realisasi Belanja Non Modal 598,620 599,008 750,362 898,122 1,167,744
Pagu Belanja Non Modal 1,602,088 1,991,685 2,116,697 2,152,997 2,875,278
% Realisasi 37.36% 30.08% 35.45% 41.71% 40.61%
APBD Sulut Pagu Belanja Pegawai Realisasi % Realisasi
Tw II 2016 626,667,513,468 283,194,334,619 45.19%
Tw II 2017 1,204,217,053,617 508,493,324,468 42.23%
APBN Sulut Pagu Belanja Pegawai Realisasi % Realisasi
Tw II 2016 2,208,589,927,000 1,169,082,657,424 52.93%
Tw II 2017 2,562,040,583,000 1,147,757,471,035 44.80%
9
Grafik 1.6. KPR
Grafik 1.7. Pengadaan Semen
Memasuki triwulan III 2017, investasi
diperkirakan kembali tumbuh meningkat.
Peningkatan tersebut ditopang oleh upaya
perbaikan iklim investasi yang terus dilakukan
oleh Pemerintah melalui Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (PTSP), layanan investasi 3 jam, dan
Kemudahan Layanan Investasi Langsung
Konstruksi (KLIK) serta berbagai kebijakan atau
paket ekonomi Pemerintah dalam
memperbaiki iklim investasi. Peran
pemerintah dalam mendorong dan
mengembangkan sektor-sektor potensial di
Sulawesi Utara juga turut menopang investasi.
Berdasarkan sektornya, peningkatan investasi
diperkirakan didorong oleh sektor swasta
maupun pemerintah. Dari sektor swasta,
berlanjutnya pembangunan gedung-gedung
pusat perbelanjaan, hotel, perkantoran dan
gedung lainnya akan mendorong naiknya
investasi. Selain itu, berlanjutnya dampak
positif dari pelonggaran LTV terhadap KPR juga
turut mendorong investasi. Dari sektor
pemerintah, investasi akan didorong oleh
berlanjutnya pembangunan proyek
infrastruktur seiring dengan semakin tingginya
realisasi belanja modal Pemerintah Daerah
memasuki semester II.
1.1.3. Ekspor-Impor Luar Negeri
Kinerja ekspor Sulawesi Utara pada triwulan II
2017 mengalami kontraksi (-3,86% yoy),
setelah pada triwulan sebelumnya tercatat
positif (16,83% yoy) yang disebabkan oleh
pertumbuhan negatif ekspor barang dan juga
perlambatan pertumbuhan ekspor jasa.
Ekspor barang terkontraksi 18,90% (yoy), lebih
dalam dari kontraksi pada triwulan
sebelumnya (-1,15% yoy). Sementara itu,
ekspor jasa tumbuh 472,63% (yoy), melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya (532,68%
yoy). Sebagai informasi, ekspor barang
mendominasi sebesar 81,78% terhadap total
ekspor. Adapun kontraksi ekspor pada triwulan
II 2017 terutama disebabkan oleh
terkontraksinya ekspor barang.
Penurunan ekspor barang terutama
disebabkan oleh penurunan harga Coconut Oil
(CNO), sementara itu volume ekspor
mengalami perbaikan. Adapun CNO
merupakan produk utama ekspor Sulawesi
Utara yang memiliki pangsa sebesar 65%
terhadap total ekspor Sulawesi Utara. Rata-
rata harga CNO tercatat sebesar USD1.627/MT
pada triwulan II 2017, tumbuh sebesar 6,17%
(yoy), atau pertumbuhan tersebut melambat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang harganya tumbuh 38,34% (yoy).
Perlambatan tersebut dipengaruhi oleh base
effect rendahnya harga CNO pada triwulan I
2016 sehingga pertumbuhan harga pada
triwulan I 2017 menjadi sangat tinggi.
Sementara itu, volume ekspor Sulawesi Utara
pada triwulan II 2017 tumbuh membaik,
meskipun masih tercatat negatif. Ekspor
Sulawesi Utara pada triwulan II 2017 tumbuh
negatif sebesar 17,70 (yoy), lebih baik
dibandingkan triwulan sebelumnya (-31,48%
yoy). Perbaikan volume ekspor didukung oleh
membaiknya pasokan bahan baku industri
pengolahan di Sulawesi Utara dan permintaan
negara mitra dagang yang meningkat terhadap
CNO Sulut. Dengan turunnya harga di tengah
perbaikan volume, nilai ekspor Sulawesi Utara
pada triwulan II 2017 tercatat terkontraksi
(10)
(5)
-
5
10
15
20
25
30
35
40
45
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016 2017
% yoy
Sumber: Bank Indonesia
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100
-
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Sumber: Kemenperin & Kemendag
% yoyTon Pengadaan Semen g Pengadaan Semen
10
sebesar 7,26% (yoy), dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh 10,50% (yoy).
Grafik 1.8. Harga CNO, Volume dan Nilai Ekspor Sulawesi Utara
Sementara itu, perlambatan pertumbuhan
ekspor jasa disebabkan oleh menurunnya
jumlah wisatawan mancanegara pada
triwulan II 2017. Jumlah wisman yang
berkunjung ke Sulawesi Utara pada triwulan II
2017 sebanyak 16.158 orang, tumbuh 332,03%
(yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya
(418,98% yoy, 17.941 orang). Jumlah wisman
yang datang ke Sulawesi Utara didominasi oleh
wisman yang berasal dari Tiongkok seiring
dengan dibukanya penerbangan langsung dari
beberapa kota di Tiongkok ke Manado
menggunakan reguler charter flight selama 3
tahun ke depan.
Di sisi lain, impor Sulawesi Utara kembali
tercatat kontraksi, namun tidak sedalam
triwulan sebelumnya. Impor terkontraksi
sebesar 16,91% (yoy), dibandingkan kontraksi
32,19% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Perbaikan impor tersebut sejalan dengan
perkembangan perbaikan volume ekspor
(meskipun nilai ekspor melambat karena
perlambatan harga). Berdasarkan data Ditjen
Bea Cukai, volume impor pada triwulan II 2017
tumbuh sebesar 41,90% (yoy), meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 21,71% (yoy).
Memasuki triwulan III 2017, kinerja ekspor
dan impor Sulawesi Utara diperkirakan
tumbuh positif. Ekspor pada triwulan III
diperkirakan mengalami peningkatan seiring
dengan membaiknya pasokan bahan baku
khususnya dari sub sektor perikanan dan juga
meningkatnya permintaan seiring dengan
membaiknya perekonomian dunia. Pada
triwulan III 2017, harga CNO tidak lagi
dipengaruhi dampak base effect seperti yang
terjadi pada triwulan II 2017, sehingga nilai
ekspor Sulawesi Utara diperkirakan meningkat.
Sementara itu, impor juga diperkirakan
meningkat sebagai dampak peningkatan
aktivitas ekspor.
1.2. PDRB - LAPANGAN USAHA
Berdasarkan lapangan usahanya,
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara
triwulan II 2017 disebabkan oleh
melambatnya pertumbuhan sektor
perdagangan dan transportasi serta
pertanian. Di sisi lain, sektor industri tumbuh
signifikan dan sektor konstruksi yang
meningkat berperan dalam menahan laju
perlambatan pertumbuhan ekonomi yang
lebih dalam. Melihat kontribusinya, sektor
pertanian merupakan penopang utama
perekonomian Sulawesi Utara, dengan pangsa
mencapai 21%. Setelah pertanian, sektor
perdagangan menjadi penopang ekonomi
Sulawesi Utara dengan pangsa 12%. Kemudian,
ada sektor transportasi dan konstruksi yang
masing-masing memiliki pangsa sebesar 11%
terhadap perekonomian Sulawesi Utara.
Sementara itu, sektor industri pengolahan
memiliki pangsa sebesar 10%.
Tabel 1.7. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Lapangan Usaha (% yoy)
Sumber: Badan Pusat Statistik
(40)
(20)
-
20
40
60
80
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
% yoy
Sumber: World Bank dan Dirjen Bea Cukai
Harga CNO Volume Ekspor Nilai Ekspor
2015
Total II Total I II
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2.55 2.65 3.67 5.38 4.66
Pertambangan dan Penggalian 8.41 4.91 4.42 9.45 9.81
Industri Pengolahan 2.69 -1.25 1.11 6.53 7.17
Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es 15.87 32.83 17.52 2.22 1.07
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah 2.42 1.44 3.07 1.82 0.88
Konstruksi 9.84 8.26 6.89 5.45 6.35
Perdagangan Besar dan Eceran 6.00 7.15 6.05 5.41 4.73
Transportasi dan Pergudangan 7.38 8.59 9.24 7.61 6.04
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8.38 8.51 12.69 5.94 12.31
Informasi dan Komunikasi 8.99 9.06 9.20 9.40 9.35
Jasa Keuangan dan Asuransi 3.93 21.19 19.16 7.67 7.62
Real Estate 7.58 6.94 7.08 8.87 7.09
Jasa Perusahaan 8.11 6.36 6.87 8.34 7.54
Administrasi Pemerintahan 8.99 8.26 4.72 3.89 -1.92
Jasa Pendidikan 7.08 7.48 6.21 5.80 3.78
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7.88 6.82 8.02 8.71 8.37
Jasa lainnya 7.56 7.87 8.64 9.12 7.25
TOTAL 6.13 6.15 6.17 6.43 5.80
2017Lapangan Usaha (%)
2016
11
Tabel 1.8. Pangsa Lapangan Usaha
Sumber: Badan Pusat Statistik
1.2.1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
Kinerja sektor pertanian pada triwulan II 2017
tumbuh melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang disebabkan oleh
pergeseran masa panen sub sektor tanaman
pangan (beras). Sementara itu, kinerja sub
sektor perikanan dan perkebunan relatif baik
pada triwulan II 2017 sehingga menjaga
pertumbuhan sektor pertanian masih kuat.
Sub sektor pertanian tanaman pangan beras
mengalami pergeseran masa panen dimana
pada tahun 2017 masa panen terjadi pada
triwulan I (Februari-Maret), sedangkan pada
tahun 2016 masa panen terjadi pada triwulan
II. Hal tersebut menyebabkan pertumbuhan
produksi tanaman pangan beras pada triwulan
II 2017 tidak setinggi triwulan sebelumnya.
Sebagai informasi, pergeseran masa tanam
dan masa panen tersebut disebabkan oleh El
Nino tahun 2015-2016 yang melanda beberapa
provinsi termasuk Sulawesi Utara.
Di sisi lain, pertumbuhan sektor pertanian
ditopang oleh pertumbuhan sub sektor
perikanan dan perkebunan. Sub sektor
perikanan khususnya perikanan tangkap
menunjukkan pertumbuhan yang semakin baik
sebagai dampak relaksasi aturan
transhipment. Pasca relaksasi tersebut, sub
sektor perikanan mulai tumbuh meningkat,
meskipun masih terdapat beberapa kendala
terkait dengan relaksasi aturan tersebut (Box I.
Perkembangan Sub Sektor Perikanan
Tangkap). Sementara itu, pertumbuhan sub
sektor perkebunan juga menahan perlambatan
sektor pertanian. Produksi perkebunan yang
membaik dipengaruhi oleh faktor base effect
terjadinya El Nino hingga triwulan II 2016.
Namun demikian, meskipun secara
pertumbuhan tahunan membaik namun
kendala pasokan bahan baku kelapa mulai
dirasakan oleh beberapa pelaku usaha industri
pengolahan kelapa.
Grafik 1.9. Luas Panen Padi
Grafik 1.10. Produksi Beras
Memasuki triwulan III 2017, sektor pertanian
diperkirakan tumbuh meningkat
dibandingkan triwulan II. Peningkatan
terutama didorong oleh sub sektor pertanian,
serta pertumbuhan sub sektor perikanan dan
perkebunan. Sub sektor pertanian tanaman
pangan khususnya beras meningkat sebagai
dampak masa panen pada triwulan III 2017.
Sementara itu, semakin baiknya penyesuaian
pelaku usaha di sub sektor perikanan tangkap
terhadap relaksasi aturan transhipment
diperkirakan mendorong pertumbuhan pada
sub sektor tersebut. Sub sektor perkebunan
juga diperkirakan tumbuh meningkat.
Berdasarkan perkiraan Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sulawesi
Utara, curah hujan pada triwulan III 2017
berada pada level rendah-menengah, sehingga
2015
Total II Total I II
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 21.72 22.03 21.71 20.81 21.96
Pertambangan dan Penggalian 4.75 4.87 4.82 4.97 4.90
Industri Pengolahan 9.45 8.99 8.99 9.57 9.26
Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es 0.08 0.09 0.09 0.10 0.10
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13
Konstruksi 11.53 11.30 11.39 11.02 11.30
Perdagangan Besar dan Eceran 12.36 12.05 12.11 12.29 12.09
Transportasi dan Pergudangan 10.62 10.79 11.03 11.26 10.94
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2.15 2.13 2.25 2.16 2.23
Informasi dan Komunikasi 3.82 3.80 3.87 4.07 4.01
Jasa Keuangan dan Asuransi 3.56 3.98 3.97 4.27 4.07
Real Estate 3.51 3.50 3.47 3.53 3.47
Jasa Perusahaan 0.09 0.09 0.09 0.09 0.09
Administrasi Pemerintahan 8.40 8.25 8.26 7.78 7.52
Jasa Pendidikan 2.86 2.93 2.81 2.83 2.80
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.47 3.52 3.49 3.53 3.57
Jasa lainnya 1.50 1.55 1.53 1.58 1.57
TOTAL 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Lapangan Usaha (%)2016 2017
60
40
20
0
20
40
60
80
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
45,000
50,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
% yoyHa
Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Sulawesi Utara
Luas Panen Pertumbuhan (rhs)
60
40
20
0
20
40
60
80
-
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
140,000
160,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
% yoyTon
Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Sulawesi Utara
Produksi Beras Pertumbuhan (rhs)
12
relatif memberikan dampak positif terhadap
pertumbuhan sektor pertanian.
Gambar 1.1. Prakiraan Curah Hujan di Sulut
1.2.2. Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Kinerja sektor perdagangan pada triwulan II
2017 tumbuh melambat terutama
disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan
perdagangan besar dan eceran khususnya
perdagangan besar internasional.
Perdagangan besar internasional yaitu
penjualan ekspor produk-produk pertanian
oleh industri (bukan petani) yang belum diolah
atau tingkat pengolahannya minimal dan tidak
menyebabkan suatu perubahan nyata.
Perdagangan dimaksud antara lain penjualan
ekspor rempah-rempah (termasuk pala) dan
ikan atau hewan lain yang hanya dibekukan.
Perlambatan tersebut sejalan dengan kinerja
ekspor Sulawesi Utara yang mengalami
penurunan pada triwulan II 2017. Adapun data
ekspor produk pertanian (rempah-rempah,
ikan beku dan lain-lain) pada triwulan II 2017
mengkonfirmasi perlambatan pertumbuhan
perdagangan besar internasional. Perlambatan
komoditas rempah-rempah khususnya pala
disebabkan oleh adanya panen pala yang yang
cukup tinggi pada bulan Maret 2017.
Sementara itu, perlambatan ekspor ikan beku
dipengaruhi oleh meningkatnya penjualan ikan
tangkap ke industri pengolahan dalam Sulut
dibandingkan diekspor langsung. Lebih
dalamnya perlambatan pertumbuhan sub
sektor perdagangan besar dan eceran tertahan
oleh kinerja perdagangan eceran yang tumbuh
meningkat sejalan dengan peningkatan
konsumsi RT dampak bergesernya perayaan
hari raya Idul Fitri (Lihat Sub Bab 1.1.1.
Konsumsi).
Grafik 1.11. Nilai Ekspor Komoditas Pertanian
Di sisi lain, perdagangan dan reparasi mobil
dan sepeda motor tumbuh meningkat pada
triwulan II 2017 sehingga menahan laju
perlambatan sektor perdagangan.
Peningkatan pertumbuhan penjualan mobil
terkonfirmasi dari liaison dengan pelaku usaha
di Sulawesi Utara. Peningkatan tersebut
didorong oleh pembelian mobil oleh end user
sebagai dampak menjamurnya transportasi
online di Sulawesi Utara. Penjualan mobil
tumbuh 8% (yoy) pada triwulan II 2017, naik
dibandingkan bulan sebelumnya yang masih
tercatat kontraksi secara tahunan.
Berdasarkan hasil liaison, end user di Sulut
60
40
20
0
20
40
60
80
-
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
140,000
160,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
% yoyTon
Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Sulawesi Utara
Produksi Beras Pertumbuhan (rhs)
13
cenderung memilih down payment yang
rendah untuk membeli mobil.
Memasuki triwulan III 2017, kinerja sektor
perdagangan diperkirakan cenderung stabil
dibandingkan triwulan II 2017. Pada triwulan
III 2017 khususnya bulan Juli, ada penyaluran
gaji ke-13 kepada ASN di Sulut. Namun
demikian, peningkatan sumber pendapatan
tersebut tidak diikuti dengan konsumsi yang
meningkat dikarenakan pada triwulan III tidak
terdapat perayaan yang cukup besar, sehingga
masyarakat memilih menahan konsumsi.
1.2.3. Konstruksi
Kinerja sektor konstruksi pada triwulan II
2017 tumbuh meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Sektor konstruksi
tumbuh meningkat pada triwulan II 2017
seiring dengan berlanjutnya pembangunan
beberapa pusat hiburan dan perbelanjaan di
Manado, pembangunan hotel dan perkantoran
di beberapa kabupaten/kota serta
pembangunan gedung lainnya oleh swasta.
Pembangunan swasta juga didorong oleh
pembangunan perumahan baik vertikal
maupun horizontal yang tercermin dari
peningkatan pertumbuhan KPR sebagai
dampak positif dari pelonggaran aturan LTV
pada Agustus 2016. Peningkatan sektor
konstruksi terkonfirmasi dari sisi penggunaan
PDRB dimana investasi bangunan mengalami
peningkatan pertumbuhan pada triwulan II
2017 dibandingkan triwulan sebelumnya.
Memasuki triwulan III 2017, sektor konstruksi
diperkirakan tumbuh meningkat. (Lihat Sub
Bab 1.1.2. Investasi).
1.2.4. Transportasi
Kinerja sektor transportasi pada triwulan II
2017 tumbuh melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh
melambatnya sub sektor transportasi udara
dan laut. Transportasi udara dipengaruhi oleh
pertumbuhan jumlah wisman pada triwulan II
2017 yang melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Sebagai informasi, tingginya
wisman khususnya yang berasal dari Tiongkok
yang berkunjung ke Sulut dikarenakan
program Pemerintah Daerah yang
bekerjasama dengan pelaku usaha dalam
mendorong kunjungan wisman melalui
pembukaan direct charter flight dari Tiongkok
ke Manado selama 3 tahun ke depan sejak 4
Juli 2016. Perlambatan tersebut terkonfirmasi
dari perkembangan lalu lintas penumpang di
Bandara Internasional Sam Ratulangi Manado.
Sementara itu, transportasi laut juga tumbuh
melambat sejalan turunnya nilai ekspor.
Turunnya nilai ekspor terutama disebabkan
oleh turunnya harga komoditas dunia CNO
yang merupakan produk ekspor utama Sulut,
meskipun volume ekspornya membaik. Data
bongkar muat di Pelabuhan Pelindo IV Bitung
mengkonfirmasi perlambatan pada sub sektor
transportasi laut.
Grafik 1.12. Jumlah Wisman yang Berkunjung ke Sulut melalui Bandara Internasional Sam Ratulangi Manado
Grafik 1.13. Jumlah Penumpang yang Datang ke Sulut melalui Bandara
Internasional Sam Ratulangi Manado
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
yoyOrang
Sumber: Badan Pusat Statistik
Jumlah Wisman Pertumbuhan (rhs)
20
10
0
10
20
30
40
-
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
400,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
% yoyOrang
Sumber: PT Angkasa Pura I (Persero)
Jumlah Penumpang Datang Pertumbuhan (rhs)
14
Grafik 1.14. Data Bongkar Muat Pelabuhan Bitung
Di sisi lain, sub sektor transportasi darat
tumbuh meningkat sejalan dengan tingginya
konsumsi masyarakat, sehingga menahan
lebih dalam perlambatan sektor transportasi.
Meningkatnya transportasi darat sebagai
dampak dari mobilisasi masyarakat pada
perayaan Hari Raya Idul Fitri.
Memasuki triwulan III 2017, kinerja kategori
transportasi diperkirakan tumbuh melambat
terutama disebabkan oleh perlambatan sub
sektor transportasi udara. Transportasi udara
akan dipengaruhi oleh base effect
perkembangan wisman tahun 2016 yang naik
signifikan sejak triwulan III. Sementara itu,
transportasi darat relatif stabil dengan
kecenderungan melambat seiring dengan
konsumsi masyarakat yang diperkirakan stabil
pada triwulan III 2017. Di sisi lain, transportasi
laut akan menopang pertumbuhan sektor
transportasi, seiring dengan membaiknya
ekspor barang pada triwulan III 2017 seiring
dengan harga internasional CNO yang
membaik pertumbuhannya dan pasokan
bahan baku yang tetap terjaga.
1.2.5. Industri Pengolahan
Pada triwulan II 2017, kinerja industri
pengolahan tumbuh signifikan dibandingkan
triwulan sebelumnya yang didorong oleh
peningkatan kinerja industri makanan dan
minuman. Adapun industri makanan dan
minuman merupakan industri terbesar dengan
pangsa sebesar 85% terhadap total output
industri pengolahan. Pada triwulan II 2017
industri tersebut tumbuh meningkat sebagai
dampak dari peningkatan pasokan bahan baku
perkebunan yakni kelapa setelah pada
triwulan II 2016 produksinya turun akibat El
Nino. Hal tersebut terkonfirmasi dari hasil
liaison yang dilakukan kepada salah satu
pelaku usaha di industri pengolahan kelapa
yang menyatakan bahwa supply bahan baku
komoditas perkebunan mengalami perbaikan
sehingga mendorong peningkatan kapasitas
utilisasi perusahaan. Di samping itu, pada
perusahaan industri pengolahan ikan
diperoleh informasi bahwa relaksasi kebijakan
transhipment juga mendorong kinerja industri
pengolahan ikan tumbuh membaik meski
masih belum mencapai titik balik ke kondisi
normalnya (sebelum pemberlakuan aturan
transhipment). Peningkatan bahan baku dan
produksi olahan kelapa dan ikan terkonfirmasi
dari peningkatan pertumbuhan volume ekspor
minyak nabati dan ikan serta olahannya pada
triwulan II 2017.
Grafik 1.15. Volume Ekspor Minyak Nabati
Grafik 1.16. Volume Ekspor Ikan dan Olahannya
Memasuki triwulan III 2017, kinerja industri
pengolahan diperkirakan kembali mengalami
peningkatan. Peningkatan masih didorong
oleh industri makanan dan minuman
60
50
40
30
20
10
0
10
20
30
-
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
1,400,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016 2017
% yoyTon/M3
Sumber: PT Pelindo IV Bitung
Bongkar Muat LN & DN Pertumbuhan (rhs)
40
30
20
10
0
10
20
30
-
50,000,000
100,000,000
150,000,000
200,000,000
250,000,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
% yoyTon
Sumber: Dirjen Bea Cukai
Minyak Nabati Pertumbuhan (rhs)
50
40
30
20
10
0
10
20
-
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
10,000,000
12,000,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
% yoyTon
Sumber: Dirjen Bea Cukai
Ikan dan Olahannya Pertumbuhan (rhs)
15
khususnya pengolahan CNO dan ikan seiring
dengan berlanjutnya perbaikan pasokan bahan
baku kelapa dan ikan. Untuk terus menjaga
ketersediaan pasokan, pemerintah berupaya
melalui peremajaan kelapa dan cengkih. Untuk
tahun 2017 pemerintah telah menyiapkan
532.500 bibit untuk komoditas perkebunan
dengan total anggaran senilai Rp5,24 miliar
berasal dari APBD dan APBN. Di samping itu,
ekspansi pasar dunia juga terus diupayakan
pemerintah melalui keikutsertaan dalam
berbagai event berskala internasional serta
inisiasi Bank Indonesia atas pembentukan unit
khusus lintas instansi untuk mendorong
investasi yang telah berpayung hukum Surat
Keputusan Gubernur No. 145 Tahun 2017
tentang Regional Investor Relation Unit (RIRU).
Pada bulan Agustus 2017, Bank Indonesia dan
Pemerintah Daerah Sulawesi Utara turut ambil
bagian dalam promosi investasi di Toronto
Investment Festival.
16
Box I.
Overview Kondisi Perikanan Sulawesi Utara
Pada triwulan IV 2014, Otoritas Perikanan mengeluarkan aturan moratorium dan transhipment.
Aturan tersebut cukup mengguncang sektor perikanan Sulawesi Utara. Pada April 2016, Otoritas
Perikanan mengeluarkan relaksasi aturan transhipment yang relatif berpengaruh positif pada
perbaikan sektor perikanan, meskipun belum kembali mencapai level normalnya dan masih terdapat
beberapa kendala atau masalah.
Gambar Box 1.1. Perkembangan Aturan di Sektor Perikanan
Sumber: Liaison Bank Indonesia terhadap Pelaku Usaha di Sektor Perikanan dan Pengolahannya
Kondisi tersebut menyebabkan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara kehilangan potensi
pertumbuhan kira-kira sebesar 0,5% (yoy) setiap triwulan.
Grafik Box 1.1. Pertumbuhan Sub Sektor Perikanan di Sulawesi Utara
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Dahulu – Oktober 2014 Oktober 2014 – April 2016 April 2016 – Sekarang• Penangkapan ikan menggunakan
metode kapal berkelompok (sekitar 12kapal yang terdiri dari kapal penangkap,kapal penampung, kapal lampu danlainnya).
• Beberapa kapal yang dimiliki pelakuusaha di Sulut berasal dari luar negeri.
• Tidak diizinkan lagi penangkapan denganmetode kapal berkelompok.
• Kapal eks asing maupun kapal domestikyang dimiliki PMA tidak bisa beroperasi lagilagi.
• Penangkapan ikan dengan metodekapal berkelompok 3:1 sementaradigunakan oleh sektor perikanan.
• Kapal pengangkut telah dipasangVMS dan CCTV dengan biayainvestasi mencapai ratusan juta(Rp100-200 juta).
• Aturan moratorium tetap berlaku.
• Sebagian ABK berasal dari luar negeri(Filipina).
• ABK asing tidak bisa lagi bekerja di sektorperikanan dan pengolahan ikan di Indonesiatermasuk Sulut.
• ABK asing tetap tidak bisa bekerja disektor perikanan dan pengolahanikan di Indonesia termasuk Sulut.
• Pada triwulan IV 2014, OtoritasPerikanan mengeluarkan aturanmoratorium eks kapal asing dan pekerjaasing. Hal ini berakibat banyak kapal eksasing maupun kapal domestik yangdimiliki PMA tidak dapat beroperasi lagi.
• Selain itu, Otoritas Perikanan jugamengeluarkan aturan transhipmentyakni tidak boleh ada pindah muat ditengah laut. Hal ini berakibat banyakkapal tidak dapat beroperasi karenafungsinya sebagai pendukung kapalpenangkap/penampung. Dampaklainnya yaitu penangkapan ikan menjaditidak efisien.
• Pada April 2016, Otoritas Perikananmengeluarkan aturan relaksasi bagitranshipment dengan beberapa syarat yakni:• Kapal berkelompok diijinkan dengan
metode 3:1 (3 kapal penangkap : 1 kapalpenampung).
• Kapal-kapal tersebut harus dipasangiVehicle Monitoring System dan CCTV.
• Sementara itu, aturan moratorium tetapberlaku.
• Namun demikian, masih banyakkapal yang belum bisa berlayar. Haltersebut disebabkan oleh approvalperizinan yang tidak dikeluarkan olehOtoritas Perikanan tanpa alasan yangjelas, meskipun pelaku usaha telahmemenuhi seluruh syarat izinberlayar. Selain itu, faktor kurangnyaSDM verifikator juga menyebabkanizin sulit keluar.
• Penangkapan ikan harus mengikutititik atau lokasi yang ditentukan olehOtoritas Perikanan. Hal inimenyulitkan pelaku usaha dalammenangkap ikan.
-10%
-05%
00%
05%
10%
15%
20%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Sebelum Moratorium & Transhipment
Periode Aturan Moratorium & Transhipment
Rerata pertumbuhan 6,93% dengan sumbangan terhadap PDRB sebesar 0,48%
Rerata pertumbuhan -0,49% dengan sumbangan terhadap PDRB sebesar -0,03%
17
Dampak aturan moratorium dan transhipment cukup memukul sektor perikanan dan industrinya di
Sulut. Setelah adanya relaksasi aturan transhipment, sektor perikanan cenderung membaik meskipun
dalam level yang masih terbatas. Berdasarkan hasil liaison Bank Indonesia, pelaku usaha menyatakan
bahwa relaksasi belum memberikan dampak yang signifikan positif pada kegiatan bisnisnya, namun
demikian ada sedikit perbaikan pada produksinya.
Tabel Box 1.1. Perkembangan Indikator Bidang Perikanan
Sumber: Asosiasi Unit Pengolahan Ikan dan berbagai sumber lainnya
INDIKATOR 2013 2014 2015 2016 2017
Produksi perikanan tangkap (ton) n/a 124.501 49.441 49.834 n/a
Jumlah kapal 1.700 1.700 1.221 1.200 n/a
ABK (orang) n/a 20.400 14.652 14.400 n/a
Karyawan perikanan tangkap n/a 975 387 n/a n/a
Jumlah Unit Pengolahan Ikan (UPI) 54 54 54 54 (24 yang beroperasi
normal)
54 (24 yang beroperasi normal)
Kebutuhan bahan baku UPI (ton/hari)
800 716 250 90 120 (50 dari Muara Baru)
Produksi UPI (ton/hari) 750 650 247 135 90
Tenaga kerja keseluruhan 12.848 12.848 5.027 2.000 5.713
SEBELUM ATURAN SETELAH ATURAN ADANYA RELAKSASI
18
Bab II.
Keuangan Pemerintah
2.1. PENDAPATAN APBD PROVINSI
SULAWESI UTARA
Anggaran pendapatan Provinsi Sulawesi
Utara tahun 2017 meningkat dibanding tahun
sebelumnya. Anggaran pendapatan Sulawesi
Utara tahun 2017 ditargetkan sebesar Rp3,56
triliun, naik 22,30% (yoy) atau sebesar Rp 648
miliar dari Rp2,91 triliun pada tahun 2016.
Kenaikan tersebut lebih tinggi dari kenaikan
tahun 2016 yang hanya sebesar 10,12% (yoy).
Kenaikan APBD tersebut didorong oleh
peningkatan pendapatan transfer sebesar
26,29% (yoy) menjadi Rp2,43 triliun dan
peningkatan pendapatan asli daerah (PAD)
sebesar 9,90% (yoy) menjadi Rp1,08 triliun.
Peningkatan pendapatan Sulut lebih tinggi
dibandingkan peningkatan pendapatan
Sulawesi (19,49% yoy) dan Kawasan Timur
Indonesia (KTI) (14,20% yoy).
Tabel 2.1. Perkembangan Anggaran Pendapatan APBD Sulawesi Utara
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Provinsi
Sulawesi Utara
Meskipun anggaran pendapatan meningkat,
namun rasio kemandirian pendapatan
Sulawesi Utara tahun 2017 tercatat cukup
rendah yaitu sebesar 30,27% menurun
dibandingkan tahun 2016 (33,68%) dan tahun
2015 (41,25%). Porsi PAD Sulawesi Utara tahun
2017 hanya sebesar 30% dari total anggaran
pendapatan, menurun dari 34% pada tahun
2016 dan 41% pada tahun 2015. Sedangkan
pendapatan transfer atau dana perimbangan
berada di level 68,31%, naik dari 66,15% pada
tahun 2016 dan 58,75% pada tahun 2015.
Rasio tersebut menunjukkan bahwa Sulawesi
Utara masih rendah tingkat kemandirian
fiskalnya atau masih bergantung pada transfer
dari pemerintah pusat. Meskipun demikian,
rasio kemandirian Sulawesi Utara masih relatif
sama dibandingkan dengan rasio kemandirian
Sulawesi (30,28%) dan bahkan lebih tinggi
dibandingkan dengan KTI (28,74%).
Grafik 2.1. Perkembangan Anggaran Pendapatan APBD Sulawesi Utara
Pada triwulan II 2017, realisasi anggaran
pendapatan Sulawesi Utara cukup baik yakni
sebesar 52,51%, lebih tinggi dibandingkan
realisasi triwulan II 2015 dan triwulan II 2016.
Pada triwulan II 2015 realisasi anggaran
pendapatan sebesar 50,92% dan pada triwulan
II 2016 sebesar 48,69%. Adapun nominal
realisasi pendapatan pada triwulan II 2017
sebesar Rp1,86 trilyun. Pencapaian realisasi
tersebut didorong oleh realisasi seluruh
sumber pendapatan terutama pendapatan
transfer dan pendapatan PAD. Realisasi
pendapatan transfer pada triwulan II 2017
meningkat sebesar 88,36% (qtq), sedangkan
realisasi pendapatan PAD meningkat sebesar
57,57% (qtq). Pos yang mencatat realisasi
tertinggi yaitu dana bagi hasil bukan pajak
(SDA) sebesar 81,51% dan PAD lain-lain yang
sah sebesar 62,94%. Cukup baiknya realisasi
dana bagi hasil bukan pajak salah satunya
didorong oleh membaiknya jumlah produksi
lapangan usaha perikanan seiring dengan
2015 2016 2017 2016 2017
Pendapatan 2,640,630 2,907,882 3,556,373 10% 22%
Pendapatan Asli Daerah 1,089,288 979,354 1,076,342 -10% 10%
Pendapatan Transfer 1,209,463 1,923,528 2,429,191 59% 26%
Lain-lain Pendapatan yang Sah 341,879 5,000 50,840 -99% 917%
AnggaranUraian (Rp Juta)
Growth
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
3,500,000
4,000,000
2013 2014 2015 2016 2017
%Rp Juta
Sumber: BPKAD Provinsi Sulawesi Utara
Anggaran Pendapatan Anggaran PAD Rasio Kemandirian (rhs)
19
adaptasi atau penyesuaian terhadap
pelonggaran aturan transhipment. Realisasi
pendapatan Sulut tercatat lebih baik
dibandingkan Sulawesi (48,95%) dan KTI
(46,26%).
Tabel 2.2. Realisasi Anggaran Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Utara
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Provinsi
Sulawesi Utara
Ke depan, pemerintah daerah perlu
meningkatkan tingkat kemandirian
pendapatan Sulawesi Utara. Upaya awal yang
dapat dilakukan yaitu meningkatkan realisasi
pada pos-pos PAD khususnya yang belum
terealisasi dengan optimal. Upaya berikutnya
yaitu optimalisasi PAD melalui pajak dengan
melakukan upaya law enforcement terhadap
wajib pajak. Selain itu, pelonggaran pajak
dalam rangka menarik investor di sektor riil
juga menjadi alternatif untuk meningkatkan
PAD.
2.2. BELANJA APBD PROVINSI SULAWESI
UTARA
Anggaran belanja APBD Sulawesi Utara tahun
2017 mengalami peningkatan dibandingkan
tahun 2016. Anggaran belanja tumbuh 20%
(yoy) pada tahun 2017 sehingga total anggaran
belanja mencapai Rp3,57 triliun, lebih tinggi
Rp588 miliar dari Rp2,98 triliun pada tahun
2016. Peningkatan tersebut didorong oleh
peningkatan belanja operasional yang tumbuh
33,46% (yoy), sedangkan belanja modal
mengalami penurunan sebesar 16,06 (yoy).
Tabel 2.3. Perkembangan Anggaran Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Provinsi
Sulawesi Utara
Berdasarkan postur belanjanya, anggaran
belanja non-modal tahun 2017 mencapai 80%
dan anggaran belanja modal hanya sebesar
20%. Postur tersebut cenderung tidak lebih
baik dibandingkan tahun 2016 dimana postur
belanja non-modal sebesar 72% dan belanja
modal sebesar 28%. Adanya kecenderungan
anggaran belanja modal yang jauh lebih
rendah dibandingkan belanja non-modal ini
juga terjadi di seluruh wilayah Sulawesi dan
KTI. Anggaran belanja modal Sulawesi Utara
tahun 2017 tercatat lebih tinggi dibandingkan
porsi anggaran belanja modal di Sulawesi
(16,19%) dan KTI (17,85%). Dari postur
tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat
ruang peningkatan lebih baik dalam rangka
pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara.
Adapun anggaran belanja non-modal tahun
2017 sebesar Rp2,87 triliun dan belanja modal
sebesar Rp697 miliar. Dalam postur belanja
modal, anggaran belanja dialokasikan pada
belanja jalan, irigasi dan jaringan sebesar
33,38%, belanja bangunan dan gedung sebesar
30,68%, belanja peralatan dan mesin 22,16%,
belanja tanah 13,60% dan belanja aset tetap
lainnya 0,18%. Perubahan yang cukup
signifikan terjadi pada pos belanja jalan, irigasi
dan jaringan yang menurun dari tahun lalu
sebesar 56% terhadap total belanja modal.
Adapun apabila dibandingkan dengan Sulawesi
dan KTI, postur belanja modal Sulut lebih baik.
Postur belanja modal di Sulawesi tercatat
sebesar 16,19% dan KTI sebesar 17,85%.
Anggaran Realisasi % Realisasi
Pendapatan 3.556.373 1.867.511 52,51%
Pendapatan Asli Daerah 1.076.342 537.082 49,90%
Pendapatan Pajak Daerah 908.801 448.390 49,34%
Pendapatan Retribusi Daerah 73.936 33.224 44,94%
Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yg Dipisahkan55.100 31.235 56,69%
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 38.505 24.233 62,94%
Pendapatan Transfer 2.429.191 1.292.364 53,20%
Transfer Pemerintah Pusat 2.429.191 1.292.364 53,20%
Dana Bagi Hasil Pajak 91.681 58.253 63,54%
Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) 6.612 5.390 81,51%
Dana Alokasi Umum 1.340.353 781.873 58,33%
Dana Alokasi Khusus 990.544 446.849 45,11%
Lain-lain Pendapatan yang Sah 50.840 38.065 74,87%
Pendapatan Hibah 50.840 36.065 70,94%
Pendapatan Lainnya - 2.000 0,00%
Triwulan II 2017 (Rp juta)Anggaran APBD Provinsi Sulawesi Utara
2015 2016 2017 2016 2017
Belanja 2,906,338 2,983,466 3,572,343 2.65% 19.74%
Belanja Operasional 2,116,122 2,150,997 2,870,778 1.65% 33.46%
Belanja Modal 789,641 830,468 697,065 5.17% -16.06%
Belanja Tidak Terduga 575 2,000 4,500 247.83% 125.00%
Anggaran (Rp juta) GrowthUraian
20
Grafik 2.2. Perkembangan Anggaran Belanja Modal
Pada triwulan II 2017, realisasi anggaran
belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara tercatat
sebesar 36,96%. Realisasi tersebut lebih
rendah dibandingkan dengan triwulan II 2016
(39,47%) namun lebih baik dibandingkan
triwulan II 2015 (33,42%). Adapun realisasi
belanja triwulan II 2017 tercatat sebesar
Rp1,32 trilyun. Berdasarkan posnya, belanja
non-modal (termasuk transfer) terealisasi
sebesar 40,64%, lebih rendah dari triwulan II
2016 sebesar 41,73%. Rendahnya realisasi
belanja non-modal terutama disebabkan oleh
bergesernya penyaluran gaji ke-13 kepada ASN
ke bulan Juli, sementara pada tahun 2016
disalurkan di bulan Juni. Hal tersebut tercermin
dari realisasi belanja pegawai dalam APBD
Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan II 2017.
Dalam APBD Sulut, realisasi belanja pegawai
pada triwulan II 2017 sebesar 42,23%, lebih
rendah dari triwulan II 2016 sebesar 45,19%.
Sementara itu, belanja modal pada triwulan II
2017 hanya terealisasi sebesar 21,90% lebih
rendah dibanding triwulan II 2016 yang
tercatat sebesar 33,65%. Penurunan ini
terutama didorong oleh rendahnya realisasi
belanja tanah dan belanja bangunan dan
gedung. Realisasi belanja tanah pada triwulan
II 2017 masih tercatat 0% atau belum ada
realisasi. Hal tersebut dikarenakan adanya
permasalahan dalam pembangunan proyek di
Sulawesi Utara yaitu masalah pembebasan
lahan. Adapun realisasi belanja Sulut lebih baik
dibandingkan dari Sulawesi (33,94%) dan KTI
(31,95%).
Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Provinsi
Sulawesi Utara
Pemerintah perlu memperkuat strategi untuk
mendorong realisasi belanja modal pada
tahun 2017. Strategi tersebut cukup penting
mengingat belanja negara pada APBN 2017
diarahkan pada peningkatan belanja
infrastruktur dimana pembangunan
infrastruktur merupakan prioritas Pemerintah
dalam menurunkan tingkat kemiskinan dan
kesenjangan antarwilayah. Berbagai
infrastruktur strategis yang sementara dan
akan dibangun di Sulawesi Utara yaitu jalan tol
Manado-Bitung, Kawasan Ekonomi Khusus
Bitung, bendungan multifungsi Kuwil-Minut,
pengembangan pelabuhan Bitung sebagai hub
Port, jalan ringroad tiga, pengembangan Lanud
TNI AU Samratulangi, dan infrastruktur
lainnya. Percepatan pelaksanaan lelang proyek
dan monitoring pencapaian target realisasi
dapat menjadi pendorong peningkatan
realisasi belanja modal. Selain itu, masalah
pembebasan lahan perlu diselesaikan antar
lembaga sehingga proses pembangunan
infrastruktur dapat berjalan dengan lancar.
Bagi pemerintah kabupaten kota, diperlukan
strategi agar penyaluran anggaran DAK tidak
terkendala karena pada tahun 2017
penyaluran DAK akan berdasarkan tingkat
realisasi anggaran yang dibagi ke beberapa
kelas.
0
5
10
15
20
25
30
0
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
3,500,000
4,000,000
2013 2014 2015 2016 2017
%Rp juta
Sumber: BPKAD Provinsi Sulawesi Utara
Total Belanja Belanja Modal Postur Belanja Modal (rhs)Anggaran Realisasi % Realisasi
Belanja 3.572.342.497 1.320.371.341 36,96%
Belanja Operasi 2.507.057.426 961.664.671 38,36%
Belanja Pegawai 1.204.217.053 508.493.324 42,23%
Belanja Barang 725.701.873 214.565.607 29,57%
Belanja Subsidi 1.300.000 - 0,00%
Belanja Hibah 522.738.500 231.105.740 44,21%
Belanja Bantuan Sosial 500.000 - 0,00%
Belanja Bantuan Keuangan 52.600.000 7.500.000 14,26%
Belanja Modal 697.064.708 152.627.175 21,90%
Belanja Tanah 94.787.166 - 0,00%
Belanja Peralatan dan Mesin 154.473.375 25.104.082 16,25%
Belanja Bangunan dan Gedung 213.891.064 20.868.237 9,76%
Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 232.689.103 106.626.656 45,82%
Belanja Aset Tetap Lainnya 1.224.000 28.200 2,30%
Belanja Tidak Terduga 4.500.000 1.000.000 22,22%
Belanja Tidak Terduga 4.500.000 1.000.000 22,22%
Transfer 363.720.363 205.079.495 56,38%
Transfer Bagi Hasil ke Kab/Kota/Desa 363.720.363 205.079.495 56,38%
Anggaran Belanja APBD
Provinsi Sulawesi Utara
Triwulan II 2017 (Rp juta)
21
2.3. ALOKASI BELANJA APBN DI SULAWESI
UTARA
Pada triwulan II 2017, alokasi APBN di
Sulawesi Utara tercatat sebesar Rp8,8 trilyun
meningkat sebesar 5,91% (yoy) dibandingkan
tahun sebelumnya yang turun 5,41% (yoy).
Peningkatan tersebut didorong oleh kenaikan
belanja pegawai dan belanja modal, sedangkan
pos belanja barang dan bantuan sosial
mengalami penurunan. Belanja pegawai
mengalami kenaikan sebesar 8,94% (yoy),
sehingga posturnya naik menjadi 28,91% dari
tahun sebelumnya 28,10%. Sementara itu,
belanja modal naik sebesar 11,30% (yoy),
sehingga posturnya naik menjadi 34,08% dari
tahun sebelumnya 32,43%. Di sisi lain, postur
belanja barang turun menjadi 36,87% dari
39,29% dan postur belanja bantuan sosial
0,14% dari 0,18%. Kenaikan porsi belanja
modal sesuai dengan fokus pemerintah
terhadap pembangunan infrastruktur Sulawesi
Utara dalam rangka mempersiapkan Sulawesi
Utara sebagai pintu gerbang Indonesia di
kawasan Asia Pasifik.
Tabel 2.5. Postur Alokasi Belanja APBN di Sulawesi Utara
Sumber: Dirjen Perbendaharaan Negara, Provinsi Sulawesi Utara
Pada triwulan II 2017, penyerapan alokasi
anggaran APBN di Sulawesi Utara tercatat
sebesar 33,26%, lebih rendah dibandingkan
triwulan II 2016 yang tercatat sebesar 34,42%.
Rendahnya pencapaian tersebut disebabkan
oleh belanja non-modal (pegawai, barang dan
bansos) yang realisasinya lebih rendah
dibandingkan triwulan II 2016. Realisasi
belanja non-modal tercatat sebesar 38,97%,
lebih rendah dari 42,27% pada triwulan II 2016.
Rendahnya realisasi belanja non-modal
disebabkan oleh rendahnya realisasi belanja
pegawai sebagai dampak bergesernya
penyaluran gaji ke-13 ke bulan Juli, sedangkan
pada tahun 2016 disalurkan di bulan Juni.
Realisasi belanja pegawai pada triwulan II 2017
tercatat sebesar 44,80%, sedangkan pada
triwulan II 2016 tercatat sebesar 52,93%. Di sisi
lain, realisasi belanja modal pada triwulan II
2017 tercatat sebesar 22,23%, lebih tinggi
dibandingkan triwulan II 2016 20,47%.
Realisasi belanja modal yang cukup tinggi
tersebut sejalan dengan fokus Pemerintah
dalam membangun infrastruktur di daerah.
Tabel 2.6. Realisasi Belanja APBN di Sulawesi Utara Triwulan II 2017
Sumber: Dirjen Perbendaharaan Negara, Provinsi Sulawesi Utara
Jenis Belanja
Pagu Tahun
2016
(Rp juta)
Pagu Tahun
2017
(Rp juta)
Postur
2016
Postur
2017
Belanja Pegawai 2,351,792 2,562,041 28.10% 28.91%
Belanja Barang 3,288,678 3,267,990 39.29% 36.87%
Belanja Modal 2,714,035 3,020,668 32.43% 34.08%
Belanja Bantuan Sosial 14,718 12,796 0.18% 0.14%
Total 8,369,223 8,863,496 100% 100%
Jenis Belanja
Pagu Tahun
2017
(Rp juta)
Realisasi Tw II
2017
(Rp juta)
% Realisasi
Tw II 2017
Belanja Pegawai 2,562,041 1,147,757 44.80%
Belanja Barang 3,267,990 1,127,100 34.49%
Belanja Modal 3,020,668 671,379 22.23%
Belanja Bantuan Sosial 12,796 2,069 16.17%
Total 8,863,496 2,948,305 33.26%
22
Bab III.
Perkembangan Inflasi Daerah
3.1. EVALUASI REALISASI INFLASI
TRIWULAN II 2017
3.1.1. Inflasi Tahunan (yoy)
Inflasi Sulawesi Utara pada triwulan II 2017
tercatat sebesar 3,59% (yoy), lebih rendah
dari triwulan sebelumnya (3,93%). Inflasi
Sulawesi Utara triwulan II 2017 berada dalam
rentang target inflasi tahun 2017 yakni 4%±1%
(yoy). Berdasarkan disagregasinya, inflasi
tahunan pada triwulan II 2017 disumbang oleh
inflasi kelompok AP sebesar 2,16%, kelompok
core sebesar 1,30%, dan kelompok VF sebesar
0,13%.
Grafik 3.1. Inflasi Tahunan dan Andil Disagregasi
Inflasi kelompok AP tercatat sebesar 10,75%
(yoy), meningkat dari 6,01% pada triwulan
sebelumnya. Berdasarkan sub kelompoknya,
peningkatan tekanan inflasi tahunan kelompok
AP disebabkan baik oleh sub kelompok AP
energi maupun non-energi. Sub kelompok AP
energi mencatat inflasi sebesar 14,18% (yoy)
dengan sumbangan sebesar 1,23% terhadap
total inflasi AP. Komoditas yang menjadi
penyumbang inflasi yaitu tarif listrik yang
tercatat inflasi sebesar 31,61% (yoy) sebagai
dampak penyesuaian subsidi tarif tenaga listrik
900 VA bagi pelanggan mampu. Di sisi lain, sub
kelompok AP non energi mencatat inflasi
2 Glencore dan Nyrstar
sebesar 8,15% (yoy) dengan sumbangan
sebesar 0,93% terhadap inflasi AP. Adapun
komoditas atau jasa yang menyebabkan inflasi
pada sub kelompok tersebut yaitu angkutan
udara. Tingginya mobilitas pengguna
transportasi udara sejalan dengan perayaan
Tahun Baru dan hari raya Idul Fitri sehingga
mendorong inflasi pada angkutan udara
sebesar 66,05% (yoy). Kenaikan biaya
perpanjangan STNK pada awal tahun 2017 juga
turut memberikan andil inflasi terbesar kedua
(111,99% yoy).
Sementara itu, kelompok core pada triwulan
II 2017 mencatat inflasi yang relatif rendah
yakni sebesar 2,18% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya (2,30%).
Berdasarkan sub kelompoknya, inflasi core
disebabkan oleh inflasi core traded yang
tercatat inflasi sebesar 2,89% (yoy) dengan
sumbangan terhadap inflasi core sebesar
0,73%. Komoditas utama penyumbang inflasi
pada sub kelompok core traded yaitu seng dan
jeruk nipis. Inflasi seng sejalan dengan tren
positif harga seng dunia akibat kondisi defisit
pasar seng dunia dimana terjadi penutupan
tambang-tambang besar2 seng dunia dan
pertambangan yang terbengkalai di China.
Sementara itu, inflasi jeruk nipis sejalan
dengan pasokan yang berkurang. Di sisi sub
kelompok core non-traded, inflasi tercatat
sebesar 1,66% (yoy) dengan sumbangan
sebesar 0,57% terhadap total inflasi kelompok
core. Tarif pulsa ponsel merupakan komoditas
utama penyumbang inflasi pada sub kelompok
core non-traded dikarenakan operator jasa
telekomunikasi bermaksud menutup biaya
investasi setelah adanya kompetisi harga pada
periode sebelumnya.
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2014 2015 2016 2017
yoy
Sumber BPS & Bank Indonesia
Andil Core Andil Administered Prices Andil Volatile Food Inflasi Total
23
Kelompok VF tercatat mengalami inflasi yang
relatif rendah sebesar 0,65% (yoy), menurun
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
(6,66%). Inflasi kelompok VF terutama
bersumber dari komoditas tomat sayur yang
memberikan andil terhadap inflasi sebesar
0,50%. Inflasi tomat secara tahunan tercatat
sebesar 23,26% (yoy), membaik dibandingkan
triwulan sebelumnya sebesar 202,47%.
Tingginya inflasi tomat sayur disebabkan oleh
curah hujan yang cukup tinggi yang
mengganggu produksi tomat di Kabupaten
Minahasa di tengah permintaan yang
meningkat jelang perayaan hari raya Idul Fitri.
Komoditas lain yang menyumbang inflasi yaitu
cabai rawit dengan sumbangan terhadap
inflasi sebesar 0,13%.
3.1.2. Inflasi Bulanan (mtm)
Secara bulanan, angka Indeks Harga
Konsumen (IHK) pada bulan April dan Mei
mencatat deflasi yakni sebesar 0,02% (mtm)
dan 1,13% (mtm), kemudian mencatat inflasi
pada bulan Juni menjadi 1,15% (mtm).
Grafik 3.2. Inflasi Bulanan
April 2017
Pada April 2017, (IHK) Sulawesi Utara
mencatat deflasi yakni sebesar 0,02% (mtm),
dibandingkan bulan sebelumnya yang
tercatat inflasi sebesar 0,23%. Berdasarkan
disagregasinya, deflasi tersebut disumbang
oleh deflasi pada kelompok volatile food3 (VF)
3 Kelompok volatile food (VF) merupakan kelompok barang dan jasa yang harganya cenderung berfluktuatif. 4 Kelompok core merupakan kelompok barang dan jasa selain kelompok administered prices dan volatile food.
sebesar 0,16% dan core4 sebesar 0,06%.
Sementara itu, kelompok administered prices5
(AP) menyumbang inflasi sebesar 0,20%.
Grafik 3.3. Inflasi dan Andil April 2017 Berdasarkan Disagregasi
Kelompok volatile food (VF) mencatat deflasi
pada April 2017 setelah selama 3 bulan
sebelumnya mencatat inflasi. IHK kelompok
VF tercatat sebesar -0,78% (mtm), lebih rendah
dibandingkan bulan sebelumnya (0,79%)
maupun pola historisnya (-0,65%). Deflasi
kelompok VF terutama bersumber dari
komoditas strategis Sulawesi Utara yaitu cabai
rawit dan bawang merah serta beras seiring
dengan tersedianya pasokan dan panen raya
yang terjadi di daerah sentra produksi.
Tekanan harga pada komoditas cabai rawit dan
bawang merah pada April 2017 mulai mereda
seiring dengan membaiknya pasokan di tengah
level permintaan yang relatif normal dan
kondisi cuaca yang cukup kondusif. Adapun
pada triwulan I 2017, komoditas-komoditas
tersebut tercatat mengalami kenaikan harga.
Berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH)
Bank Indonesia, rata-rata harga cabai rawit
mulai turun sejak minggu pertama April 2017
dan rata-rata harga bawang merah mulai turun
sejak minggu kedua April 2017. Rata-rata harga
cabai rawit pada April 2017 sebesar Rp66 ribu,
menurun dari Rp106 ribu pada bulan
sebelumnya. Sementara itu, rata-rata harga
bawang merah pada April 2017 sebesar Rp41
ribu, menurun dari Rp44 ribu pada bulan
5 Kelompok administered prices (AP) merupakan kelompok barang dan jasa yang tarifnya diatur oleh Pemerintah.
-3%
-2%
-1%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2014 2015 2016 2017
mtmmtm
Sumber: BPS & Bank Indonesia
Total Volatile Food Administered Prices (rhs) Core (rhs)
-0.78%
0.98%
-0.10%
-0.02%
-1.0% -0.5% 0.0% 0.5% 1.0% 1.5%
Volatile Food
Administered Prices
Core
Total
Sumber: BPS & Bank Indonesia
Inflasi (mtm) Andil
24
sebelumnya. Sementara itu, komoditas beras
kembali mencatat deflasi seiring dengan masih
tersedianya stok atau pasokan beras pasca
panen pada bulan Februari dan Maret 2017. Di
sisi lain, komoditas tomat sayur, terus
mengalami kenaikan harga sepanjang tahun
2017. Tomat kembali menjadi komoditas
utama yang mencatat inflasi pada bulan April
2017. Kondisi ini perlu mendapat perhatian
dari pemerintah dan TPID mengingat tomat
merupakan komoditas strategis Sulawesi Utara
yang memiliki andil dalam pergerakan inflasi.
IHK kelompok core atau inti pada bulan April
2017 mencatat deflasi. Deflasi kelompok core
bulan April 2017 sebesar 0,10% (mtm), lebih
rendah dari bulan sebelumnya yang tercatat
inflasi 0,02% maupun pola historisnya yang
juga tercatat inflasi yakni sebesar 0,03%.
Berdasarkan sub kelompoknya, kedua sub
kelompok core mengalami deflasi. Deflasi
kelompok core terutama disebabkan oleh
deflasi core traded dengan andil sebesar 0,05%
terhadap deflasi kelompok core bulan April.
Sub kelompok core non-traded yang juga
tercatat deflasi memberikan andil sebesar
0,01%. Deflasi sub kelompok core traded pada
April 2017 tercatat sebesar 0,21% (mtm)
dengan komoditas penyumbang deflasi
kelompok ini yaitu jeruk nipis, lemon, pasta
gigi, gula pasir dan cakalang asap. Turunnya
harga gula pasir terjadi seiring menguatnya
Rupiah dan turunnya harga gula dunia. Di sisi
lain, deflasi yang lebih dalam tertahan oleh
kenaikan indeks harga seng seiring dengan
meningkatnya harga komoditas internasional.
Sementara itu, deflasi sub kelompok core non-
traded pada April 2017 tercatat sebesar 0,02%
(mtm), setelah sepanjang 3 bulan sebelumnya
masih tercatat inflasi. Komoditas penyumbang
deflasi core non-traded adalah tindarung
dengan andil sebesar 0,03% terhadap inflasi
bulanan April 2017. Di sisi lain, tarif pulsa
ponsel kembali mengalami kenaikan indeks
harga setelah pada bulan sebelumnya sempat
turun.
Berbeda dengan 2 kelompok disagregasi di
atas, IHK kelompok administered prices (AP)
April 2017 mencatat inflasi. Inflasi AP bulan
April 2017 tercatat sebesar 0,98% (mtm), lebih
tinggi baik dibandingkan dengan bulan
sebelumnya (0,27%) maupun pola historisnya
(0,89%). Berdasarkan sub kelompoknya, inflasi
kelompok AP terutama didorong oleh tekanan
inflasi pada kelompok AP energi yang
memberikan andil sebesar 0,20% terhadap
inflasi kelompok AP bulan April. Sementara itu,
kelompok AP non-energi relatif stabil. Sub
kelompok AP energi mencatat inflasi sebesar
2,24% (mtm) dengan andil tertinggi disumbang
oleh tarif listrik sebesar 0,20%. Inflasi listrik
bulan April disebabkan oleh penyesuaian tarif
listrik tahap dua untuk pelanggan paska bayar
daya 900 VA nonsubsidi. Sementara itu, sub
kelompok AP non-energi relatif stabil pada
April 2017 (0,00% mtm).
• Mei 2017
IHK Sulawesi Utara bulan Mei 2017 mencatat
deflasi sebesar 1,13% (mtm), yang bersumber
dari deflasi kelompok volatile food dan core,
serta kelompok administered prices yang
mengalami penurunan inflasi. Kelompok
volatile food memberikan andil terbesar yakni
sebesar -1,05% terhadap deflasi bulan Mei
2017, sementara itu kelompok core
memberikan andil sebesar -0,13%, sedangkan
kelompok administered prices memberikan
andil sebesar 0,05%.
Grafik 3.4. Inflasi dan Andil Mei 2017 Berdasarkan Disagregasi
Kelompok VF kembali mencatat deflasi pada
Mei 2017 dan lebih dalam dari deflasi pada
bulan sebelumnya. Deflasi kelompok VF
tercatat sebesar 5,13% (mtm), lebih rendah
baik dibandingkan bulan sebelumnya (-0,78%)
maupun pola historisnya (0,07%). Deflasi
-5.13%
0.23%
-0.23%
-1.13%
-6.0% -5.0% -4.0% -3.0% -2.0% -1.0% 0.0% 1.0%
Volatile Food
Administered Prices
Core
Total
Sumber: BPS & Bank Indonesia
Inflasi (mtm) Andil
25
kelompok VF terutama bersumber dari
komoditas strategis Sulawesi Utara yakni
tomat sayur. Komoditas lainnya yang
mengalami penurunan harga yaitu bawang
merah, cakalang dan cabai merah serta cabai
rawit. Tekanan harga pada komoditas tomat
sayur, bawang merah, cakalang dan cabai
merah serta cabai rawit pada Mei 2017
mengalami penurunan seiring dengan
membaiknya kondisi cuaca yang mendorong
stabilnya pasokan di tengah level permintaan
yang relatif normal. Adapun pada triwulan I
2017, komoditas-komoditas tersebut tercatat
mengalami kenaikan harga. Harga mulai
menurun memasuki bulan April 2017 dan
kemudian penurunan harga berlanjut pada
bulan Mei 2017. Khusus komoditas tomat
sayur, berdasarkan Survei Pusat Informasi
Harga Bahan Pokok Strategis (PIHBS), rata-rata
harga pada bulan April 2017 tercatat sebesar
Rp12.817/kg dan pada bulan Mei 2017
menurun hingga Rp7.645/kg. Di sisi lain, apel
mengalami kenaikan harga seiring dengan
kurangnya pasokan dari daerah produsen dan
meningkatnya harga buah impor yang
terpengaruh pelemahan nilai tukar Rupiah
terhadap Dollar Amerika Serikat. Nilai tukar
Rupiah terdepresiasi sebesar 0,12% (mtm) dari
Rp13.306 pada April 2017 menjadi Rp13.323
pada Mei 2017. Komoditas bawang putih juga
mencatat inflasi pada Mei 2017. Naiknya harga
bawang putih disebabkan oleh permasalahan
pasokan dari China. Adapun Indonesia masih
melakukan impor dari China untuk komoditas
bawang putih. Berdasarkan Survei PIHPS, rata-
rata harga bawang putih pada April 2017
tercatat sebesar Rp43.700/kg, meningkat
menjadi Rp55.742/kg pada Mei 2017.
Sementara itu, komoditas beras juga mencatat
inflasi pada Mei 2017 setelah selama 2 bulan
sebelumnya mencatat deflasi. Meningkatnya
harga beras disebabkan oleh pasokan beras
yang mulai berkurang seiring dengan
masuknya musim tanam.
IHK kelompok core pada bulan Mei 2017
mencatat deflasi. Deflasi kelompok core bulan
Mei 2017 sebesar 0,23% (mtm), lebih dalam
dari deflasi bulan sebelumnya (0,10%) dan pola
historisnya yang juga tercatat inflasi sebesar
0,04%. Berdasarkan sub kelompoknya, kedua
sub kelompok core mengalami deflasi. Deflasi
kelompok core disebabkan oleh deflasi core
non traded dengan andil sebesar 0,08% dan
sub kelompok core non traded yang juga
tercatat deflasi dengan andil sebesar 0,06%.
Deflasi sub kelompok core non traded pada
Mei 2017 tercatat sebesar 0,23% (mtm)
dengan komoditas penyumbang deflasi
kelompok ini yaitu tindarung dan tarif pulsa
ponsel. Turunnya harga tindarung didukung
oleh kondisi cuaca yang membaik sehingga
mendorong stabilnya pasokan. Sementara itu,
tekanan harga tarif pulsa ponsel menurun
setelah terus meningkat hingga bulan April
2017. Sementara itu, sub kelompok core
traded pada Mei 2017 kembali tercatat deflasi.
Pada bulan Mei 2017, deflasi kelompok
tersebut sebesar 0,22% (mtm). Komoditas
penyumbang utama deflasi core traded adalah
emas perhiasan dengan andil deflasi sebesar
0,02% terhadap inflasi bulanan Mei 2017.
Penurunan harga emas perhiasan sejalan
dengan perkembangan harga emas dunia yang
turun pada bulan Mei 2017 menjadi
USD1.236/OZ dari USD1.271/OZ pada bulan
sebelumnya.
Berbeda dengan 2 kelompok disagregasi di
atas, IHK kelompok AP bulan Mei 2017
mencatat inflasi, meski mengalami
penurunan dibandingkan bulan sebelumnya.
Inflasi AP bulan Mei 2017 tercatat sebesar
0,23% (mtm), lebih rendah baik dibandingkan
dengan bulan sebelumnya (0,98%) maupun
pola historisnya (0,37%). Secara tahunan,
kelompok AP pada Mei 2017 mencatat inflasi
sebesar 8,62% (yoy). Berdasarkan sub
kelompoknya, inflasi kelompok AP terutama
didorong oleh tekanan inflasi pada kelompok
AP energi yang memberikan andil sebesar
0,07% terhadap inflasi kelompok AP bulan Mei.
Sementara itu, kelompok AP non energi
tercatat memberikan andil deflasi sebesar
0,03%. Sub kelompok AP energi mencatat
inflasi sebesar 0,80% (mtm) dengan andil
26
tertinggi disumbang oleh tarif listrik sebesar
0,07%. Inflasi tarif listrik bulan Mei disebabkan
oleh berlanjutnya penyesuaian tarif listrik
tahap tiga untuk pelanggan paska bayar daya
900 VA nonsubsidi. Naiknya inflasi tarif listrik
sesuai dengan perkiraan Bank Indonesia,
meskipun tidak setinggi perkiraan sebelumnya.
Sementara itu, sub kelompok AP non energi
mencatat deflasi sebesar 0,22% (mtm) pada
Mei 2017 dengan andil tertinggi disumbang
oleh angkutan udara sebesar -0,03%.
• Juni 2017
IHK Sulut bulan Juni 2017 mencatat inflasi
sebesar 1,15% (mtm), yang bersumber dari
inflasi kelompok volatile food dan
administered prices, serta kelompok core
yang juga mengalami kenaikan indeks harga.
Kelompok volatile food memberikan andil
terbesar yakni sebesar 0,55% terhadap inflasi
bulanan Juni 2017, sementara itu kelompok
core memberikan andil sebesar 0,48%,
sedangkan kelompok administered prices
memberikan andil sebesar 0,11%.
Grafik 3.5. Inflasi dan Andil Juni 2017 Berdasarkan Disagregasi
Kelompok VF mencatat inflasi pada Juni 2017
setelah mencatat deflasi pada bulan
sebelumnya. Inflasi kelompok VF tercatat
sebesar 2,83% (mtm), meningkat dibandingkan
bulan sebelumnya (-5,13%) maupun pola
historisnya (1,25%). Inflasi kelompok VF
terutama bersumber dari komoditas strategis
Sulawesi Utara yakni tomat sayur. Pada bulan
sebelumnya tomat sayur mengalami deflasi,
namun kemudian meningkat harganya
meningkat tinggi pada bulan Juni 2017,
sehingga mencatat andil inflasi tertinggi.
Komoditas strategis lainnya yakni beras dan
bawang merah serta cabai rawit juga
mengalami kenaikan harga. Tekanan harga
pada Barito (bawang merah, cabai rawit dan
tomat) disebabkan oleh meningkatnya
permintaan dalam rangka perayaan Idul Fitri di
tengah curah hujan yang meningkat yang
mengganggu produksi dan distribusi. Selain itu,
berdasarkan informasi dari beberapa
pedagang diketahui bahwa sebagian petani
tidak melakukan panen karena merayakan Idul
Fitri. Khusus komoditas beras, kenaikan harga
disebabkan oleh kekurangan stok karena masa
tanam masih berlangsung. Adapun andil
bawang merah dan cabai rawit yang rendah
dipengaruhi oleh harga pada bulan
sebelumnya yang sudah tinggi. Di sisi lain, laju
inflasi ditahan oleh komoditas buah-buahan
yang umumnya mencatat deflasi seperti
anggur, apel dan pisang.
Kelompok AP pada bulan Juni 2017 juga
menjadi salah satu penyebab inflasi dengan
mencatat inflasi sebesar 2,28% (mtm), lebih
tingi dibandingkan dengan bulan sebelumnya
(0,23%) maupun pola historisnya (1,55%).
Secara tahunan, kelompok AP pada Juni 2017
mencatat inflasi sebesar 10,75% (yoy).
Berdasarkan sub kelompoknya, inflasi
kelompok AP didorong oleh kenaikan indeks
harga pada kelompok AP energi dan kelompok
AP non energi. Andil kelompok AP energi
sebesar 0,19% dan andil kelompok non AP
energi sebesar 0,29%. Sub kelompok AP non
energi mencatat inflasi sebesar 2,49% (mtm)
dengan andil tertinggi disumbang oleh tarif
angkutan udara sebesar 0,29%. Inflasi tarif
angkutan udara bulan Juni disebabkan oleh
peningkatan mobilisasi penduduk dalam
rangka perayaan Idul Fitri. Selain itu, didorong
juga oleh masa liburan. Sementara itu, sub
kelompok AP energi mencatat inflasi sebesar
2,02% (mtm) dengan andil tertinggi disumbang
oleh tarif listrik yakni sebesar 0,19%. Inflasi
tersebut disebabkan oleh lanjutan
penyesuaian tarif listrik tahap ketiga untuk
pelanggan paskabayar daya 900 VA non
subsidi.
2.83%
2.28%
0.19%
1.15%
0.0% 0.5% 1.0% 1.5% 2.0% 2.5% 3.0%
Volatile Food
AdministeredPrices
Core
Total
Sumber: BPS & Bank Indonesia
Inflasi (mtm) Andil
27
IHK kelompok core pada bulan Juni 2017
mencatat inflasi. Inflasi kelompok core bulan
Juni 2017 sebesar 0,19% (mtm), lebih tinggi
dari bulan sebelumnya yang tercatat deflasi
(0,23%) dan pola historisnya yang tercatat
inflasi sebesar 0,22%. Adapun secara tahunan,
kelompok core mencatat inflasi sebesar 2,18%
(yoy). Berdasarkan sub kelompoknya, kedua
sub kelompok core mengalami inflasi. Inflasi
kelompok core disebabkan oleh inflasi sub
kelompok core traded dengan andil sebesar
0,09% dan sub kelompok core non traded yang
juga tercatat inflasi dengan andil sebesar
0,02%. Inflasi sub kelompok core traded pada
Juni 2017 tercatat sebesar 0,36% (mtm)
dengan komoditas penyumbang inflasi
kelompok ini yaitu bahan-bahan kebutuhan
rumah tangga seperti pasta gigi, air kemasan,
seng, jeruk nipis dan baju kaos tanpa kerah.
Sub kelompok core non traded mencatat inflasi
sebesar 0,07% (mtm). Komoditas penyumbang
utama deflasi core non traded adalah roti
manis dan mie.
3.2. ARAH PERKEMBANGAN INFLASI
TRIWULAN III 2017
Memasuki awal triwulan III 2017, IHK bulan
Juli 2017 tercatat inflasi sebesar 0,86% (mtm)
dan secara tahunan tercatat sebesar 3,61%
(yoy). Capaian tahunan Juli tersebut sedikit
meningkat dibandingkan bulan Juni 2017
(3,58% yoy). Meski inflasi tahunan meningkat,
namun masih berada dalam rentang target
inflasi tahun 2017 yakni 4±1% (yoy).
Tabel 3.1. Inflasi Juli 2017
Sumber: BPS & Bank Indonesia
IHK Sulut bulan Juli 2017 mencatat inflasi
sebesar 0,86% (mtm), yang terutama
bersumber dari inflasi kelompok VF dan
kelompok core. Sementara itu, kelompok AP
mencatat deflasi. Kelompok VF memberikan
andil terbesar yakni sebesar 1,10% terhadap
inflasi bulanan Juli 2017, sementara itu
kelompok core memberikan andil sebesar 0,04
%, sedangkan kelompok AP memberikan andil
deflasi sebesar -0,27%.
Kelompok VF kembali mencatat inflasi pada
Juli 2017. Inflasi kelompok VF tercatat sebesar
5,50% (mtm), meningkat dibandingkan bulan
sebelumnya (2,83%) maupun pola historisnya
(2,79%). Inflasi kelompok VF terutama
bersumber dari komoditas strategis Sulawesi
Utara yakni tomat dengan andil sebesar 1,03%.
Setelah tercatat inflasi pada bulan
sebelumnya, tomat kembali mencatat inflasi
pada bulan Juli dengan harga mencapai hingga
Rp40.000/kg. Penyebab naiknya harga tomat
disebabkan oleh meningkatnya permintaan
pada perayaan hari Pengucapan di tengah
curah hujan yang cukup tinggi pada bulan Juli
yang mengganggu produksi. Komoditas
strategis lainnya yang mengalami kenaikan
harga yaitu bawang merah dan beras, namun
tidak setinggi kenaikan harga tomat. Khusus
komoditas beras, kenaikan harga disebabkan
oleh berkurangnya stok karena masa panen
baru akan berlangsung pada akhir Agustus atau
awal September. Di sisi lain, laju inflasi ditahan
oleh cabai rawit dan bawang putih serta
komoditas buah-buahan yang mencatat deflasi
pada bulan Juli.
IHK kelompok core pada bulan Juli 2017
mencatat inflasi dengan level yang terbatas.
Inflasi kelompok core bulan Juli 2017 sebesar
0,07% (mtm), lebih rendah dari bulan
sebelumnya yang tercatat inflasi sebesar
0,19% (mtm) maupun pola historisnya yang
tercatat inflasi sebesar 0,50%. Berdasarkan sub
kelompoknya, inflasi kelompok core didorong
oleh inflasi sub kelompok core nontraded,
sedangkan kelompok core traded mengalami
deflasi. Inflasi sub kelompok core nontraded
memberikan andil sebesar 0,05%, sementara
itu sub kelompok core traded yang tercatat
deflasi memberikan andil sebesar 0,01%.
Inflasi sub kelompok core nontraded pada Juli
2017 tercatat sebesar 0,14% (mtm) dengan
komoditas penyumbang inflasi sub kelompok
Inflasi Andil Inflasi Andil
Total 0.86% 0.86% 3.61% 3.61%
Volatile Food 5.50% 1.10% 4.69% 0.97%
Administered Prices -1.27% -0.27% 7.53% 1.53%
Core 0.07% 0.04% 1.90% 1.12%
Core Traded -0.04% -0.01% 2.46% 0.62%
Core Non-Traded 0.14% 0.05% 1.49% 0.51%
AP Energi 0.00% 0.00% 13.33% 1.15%
AP Non-Energi -2.28% -0.27% 3.20% 0.37%
Indikatormtm yoy
28
ini yaitu seragam sekolah anak dan ikan
tindarung. Naiknya harga seragam sekolah
anak seiring dengan masukan tahun ajaran
baru. Sementara itu, sub kelompok core traded
menjadi penahan laju inflasi. Sub kelompok ini
mencatat deflasi sebesar 0,04% (mtm).
Komoditas penyumbang utama deflasi core
traded adalah emas dan barang kebutuhan
rumah tangga (pasta gigi dsb).
Kelompok AP pada bulan Juli 2017 menjadi
penahan laju inflasi dengan mencatat deflasi
sebesar 1,27% (mtm). Realisasi tersebut jauh
lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya
yang tercatat inflasi (2,28%) maupun pola
historisnya yang juga tercatat inflasi (2,30%).
Secara tahunan, kelompok AP pada Juli 2017
mencatat inflasi sebesar 7,53% (yoy).
Berdasarkan sub kelompoknya, deflasi
kelompok AP didorong oleh penurunan indeks
harga pada kelompok AP non-energi,
sementara itu kelompok AP energi relatif
stabil. Andil kelompok AP non-energi sebesar -
0,27% dan kelompok AP energi relatif stabil
(0%). Sub kelompok AP non energi mencatat
deflasi 2,28% (mtm) dengan andil tertinggi
disumbang oleh tarif angkutan udara sebesar -
0,30%. Turunnya mobilitas masyarakat
menggunakan angkutan udara pasca
berakhirnya lebaran dan berakhirnya masa
liburan mendorong penurunan pada harga
tiket angkutan udara. Sementara itu, sub
kelompok AP energi relatif stabil (0% mtm).
Stabilnya kelompok AP energi salah satunya
dipengaruhi oleh tarif listrik yang telah selesai
periode penyesuaiannya (900 VA bagi
pelanggan nonsubsidi) pada bulan Juni.
Melihat realisasi inflasi bulan Juli dan
perkiraan inflasi pada Agustus dan
September, Bank Indonesia memperkirakan
inflasi pada triwulan III 2017 sebesar 3,90-
4,30% (yoy). Perkiraan tersebut lebih tinggi
dibandingkan realisasi inflasi pada triwulan
sebelumnya (3,59% yoy). Naiknya inflasi
tersebut secara bulanan didorong oleh inflasi
pada bulan Juli. Pada bulan Agustus dan
September, IHK diperkirakan mencatat deflasi
berturut-turut sebesar 0,5% (mtm) dan 0,1%
(mtm). Deflasi pada bulan Agustus tercermin
juga dari perkembangan harga pada Survei
Pemantauan Harga terkini, dimana IHK bulan
Agustus mencatat deflasi yang cukup tinggi
seiring dengan normalisasi harga komoditas
bumbu-bumbuan yang didukung oleh tingkat
permintaan yang relatif normal di tengah
kondisi cuaca yang membaik. Sementara itu,
pada bulan September, IHK juga diperkirakan
mencatat deflasi seiring dengan tingkat
permintaan yang masih relatif normal. Adapun
dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut,
realisasi inflasi pada triwulan III 2017
diperkirakan berada pada 3,90-4,30% (yoy).
Namun, perlu dicermati berbagai risiko yang
dapat mendorong naiknya tekanan inflasi
Sulawesi Utara. Berbagai risiko yang akan
dihadapi pada semester II 2017 antara lain
kenaikan harga BBM dan elpiji, serta risiko
lainnya seperti terjadinya la nina.
3.3. PROGRAM PENGENDALIAN INFLASI
DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI
Koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank
Indonesia dalam pengendalian inflasi perlu
terus diperkuat terutama dalam menghadapi
sejumlah risiko terkait penyesuaian
administered prices sejalan dengan kebijakan
lanjutan reformasi subsidi energi oleh
Pemerintah, dan risiko kenaikan harga
volatile food menjelang Lebaran dan Natal
serta Tahun Baru. Pada April 2017, BI bersama
dengan Pemerintah Kota Manado dan
Pemerintah Provinsi Sulut telah
mencanangkan gerakan Barito (Batanang Rica
dan Tomat) sebagai bentuk nyata
pengendalian inflasi melalui gerakan
menanam baik oleh masyarakat maupun ASN.
Dalam kesempatan tersebut telah disalurkan
bantuan bibit kepada masyarakat untuk tahap
pertama sebesar 35 ribu bibit rica dan tomat
yang merupakan hasil kerjasama antara BI dan
Pemerintah Kota Manado. Kegiatan tersebut
mendapat dukungan penuh dari Walikota
Manado beserta jajarannya yang langsung
menhadiri acara pencanangan Gerakan Barito
pada 5 April 2017 di Kecamatan Singkil Kota
29
Manado. Kegiatan tersebut juga disertai
dengan acara penanaman secara simbolis yang
dilakukan oleh seluruh jajaran Forkopimda
Kota Manado. Upaya lainnya antara lain rapat
koordinasi provinsi bersama TPID
kabupaten/kota dengan fokus penguatan data,
mekanisme koordinasi, dan persiapan TPID
kab/kota menghadapi bulan Ramadan dan Idul
Fitri serta sidak pasar ke pasar retail dan
modern terkait penetapan HET 3 komoditas
bersama KPPU. Ke depannya, gerakan Barito
akan terus diperluas dengan proses monitoring
dan pembinaan yang terintegrasi. Gerakan
Barito juga akan menjadi role model bagi
kegiatan menanam sejenis yang juga akan
dilaksanakan oleh Kabupaten Kota lainnya di
Sulawesi Utara.
Pada Mei 2017, BI bersama dengan
Pemerintah Kota Manado dan Pemerintah
Provinsi Sulawesi Utara melalui wadah TPID
telah melaksanakan berbagai kegiatan
diantara lain panen raya cabai rawit dan
tomat sayur hasil dari Gerakan Barito yang
dicanangkan pada tahun 2017, serta sidak
pasar bersama dengan Wakil Gubernur
Sulawesi Utara untuk memastikan
ketersediaan dan stabilitas harga kebutuhan
pokok masyarakat. Selanjutnya, TPID juga
akan mendorong pelaksanaan operasi pasar
terintegrasi selama bulan Ramadhan, yang
didukung program komunikasi untuk menjaga
ekspektasi masyarakat.
Sepanjang Juni, Bank Indonesia bersama
dengan TPID Provinsi dan TPID Kab/Kota
memfokuskan upaya pengendalian inflasinya
dalam menghadapi risiko peningkatan harga
selama bulan Ramadhan dan menjelang hari
raya Idul Fitri 1438H. Pada akhir Mei, BI
bersama dengan TPID Provinsi, TPID Kota
Manado dan TPID Kab. Minahasa
melaksanakan panen raya cabai rawit dan
tomat sayur hasil dari gerakan Barito
(Batanang Rica dan Tomat) yang telah
dicanangkan sebagai salah satu program
unggulan pengendalian inflasi 2017. Hasil
panen tersebut cukup baik dan diarahkan
untuk menambah pasokan lokal khususnya di
Kota Manado bekerjasama dengan
stakeholders terkait termasuk Bulog Divre
Sulut. Selanjutnya, kegiatan pengendalian
inflasi juga dilakukan dengan pelaksanaan
Sidak Pasar yang langsung dipimpin oleh Wakil
Gubernur Sulawesi Utara pada pasar modern
(ritel) maupun pasar tradisional di Kota
Manado pada minggu pertama masuknya
bulan puasa. Sidak Pasar juga dilakukan pada
akhir Juni jelang perayaan Idul Fitri oleh
Disperindag Provinsi Sulawesi Utara dengan
tujuan memastikan ketersediaan pasokan
bahan pokok, mencegah praktik usaha tidak
sehat (penimbunan) dan menjaga stabilitas
harga. Lebih lanjut lagi, sebagaimana yang
telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumya,
kegiatan Operasi Pasar dan Pasar Murah juga
terus dilakukan oleh TPID sepanjang Juni 2017.
Dalam hal tersebut, beberapa stakeholders
dalam wadah TPID bekerjasama untuk
pelaksanaannya dengan tujuan meringankan
beban masyarakat serta sebagai bagian dari
upaya menstabilkan harga-harga. TPID Provinsi
Sulut dan Kota Manado juga melakukan rapat
koordinasi pengendalian harga yang
dilaksanakan di Kantor Perwakilan BI Sulut
dengan melibatkan para pedagang besar
komoditas strategis pada pertengahan Juni
2017. Rapat tersebut bertujuan untuk
membahas ketersediaan stok bahan pangan
strategis menjelang Hari Raya Idul Fitri,
berdiskusi dan memberikan himbauan kepada
para pedagang besar dalam rangka menjaga
stabilitas harga, serta mengkoordinasikan
pelaksanaan Operasi Pasar/Pasar Murah agar
memberikan manfaat yang optimal. Upaya-
upaya pengendalian inflasi selama Ramadhan
juga dilengkapi dengan program komunikasi
ekspektasi bekerjasama dengan 4 (empat)
Radio Prominent di Sulawesi Utara. Program
komunikasi ekspektasi tersebut berbentuk
talkshow Bincang Ramadhan yang
dilaksanakan sebanyak 3 kali selama Juni 2017,
dengan topik pembahasan seputar
pengendalian inflasi. Adapun narasumber
dalam kegiatan taklshow tersebut adalah Bank
Indonesia, Unsur Pemerintah Daerah, Unsur
Kepolisian Daerah, Bulog Divre Sulut,
30
Pertamina, dan Pemuka Agama di Sulawesi
Utara.
Berbagai program pengendalian inflasi
tersebut terus dilanjutkan dan diperkuat pada
Juli 2017, dengan tujuan mengantisipasi
lonjakan permintaaan yang berimplikasi pada
harga seiring masuknya periode Hari Raya
Pengucapan di berbagai daerah. Upaya-upaya
pengendalian inflasi oleh TPID tersebut
dilakukan secara konsisten dan
berkesinambungan, untuk mengarahkan inflasi
Sulut di tahun 2017 sesuai dengan sasarannya.
31
Bab IV.
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan
Akses Keuangan dan UMKM
4.1. GAMBARAN UMUM PERBANKAN
4.1.1. Kondisi Umum
Pertumbuhan kredit perbankan Sulawesi
Utara pada triwulan II 2017 tumbuh 6,9%
(yoy), melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Ditengah perlambatan
pertumbuhan kredit, Aset Perbankan Sulawesi
Utara tercatat tumbuh positif didorong oleh
tumbuhnya komponen Kas, Surat-Surat
Berharga (SSB) dan Reverse Repo SSB.
Disisi lain, tekanan terhadap penghimpunan
dana yang mulai mereda pada periode
laporan DPK tumbuh 3,6% (yoy) dimana
triwulan sebelumnya terkontraksi sebesar
0,1% (yoy). Tumbuhnya DPK juga diperkirakan
menjadi salah satu faktor pendorong
pertumbuhan kredit.
Berdasarkan kelompok bank, peningkatan
kredit hanya terjadi pada kelompok bank
BUKU6 I. Sementara pertumbuhan kredit bank
BUKU II, BUKU III dan IV melambat.
Perlambatan kredit pada BUKU III dan IV
diperkirakan sejalan dengan perlambatan
penghimpunan dana kelompok bank tersebut.
Perlambatan pertumbuhan kredit disertai
dengan penutupan 2 (dua) kantor cabang
bank pada kelompok BUKU III turut
mempengaruhi kinerja aset BUKU III sehingga
mengalami pertumbuhan negatif, sementara
6 BUKU adalah Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha. BUKU 1 adalah Bank dengan Modal Inti sampai dengan kurang dari Rp 1 triliun. BUKU 2 adalah Bank dengan Modal Inti antara Rp 1 triliun sampai dengan kurang dari Rp 5 triliun.
kinerja aset BUKU II dan IV masih tercatat
tumbuh namun melambat.
Grafik 4.1. Perkembangan Aset Perbankan Umum di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.2. Perkembangan Kredit Perbankan
Umum di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
BUKU 3 adalah Bank dengan Modal Inti antara Rp 5 triliun sampai dengan kurang dari Rp 30 triliun. BUKU 4 adalah Bank dengan Modal Inti paling sedikit sebesar Rp 30 triliun.
-10
0
10
20
30
40
50
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
Total Aset BUKU IV BUKU III BUKU II BUKU I
-5,0%
0,0%
5,0%
10,0%
15,0%
20,0%
25,0%
30,0%
35,0%
40,0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
BANK PELAPOR BUKU IV BUKU III BUKU II BUKU I
32
Grafik 4.3. Perkembangan DPK Perbankan
Umum di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
4.1.2. Dana Pihak Ketiga
Komponen tabungan masih mendominasi
komposisi DPK Sulut dengan share 47,3%,
diikuti komponen Deposito sebesar 33,7%
dan Giro sebesar 18,8%. Berdasarkan
kelompok bank, DPK BUKU IV dan III
didominasi oleh Tabungan sejalan dengan
komposisi dana perseorangan yang lebih tinggi
disbanding kelompok lainnya, sementara
BUKU II didominasi oleh Deposito
perseorangan sejalan dengan suku Bunga
deposito yang lebih tinggi dibandingkan
kelompok lain, adapun BUKU I didominasi oleh
Giro dan Deposito pemerintah.
Peningkatan penghimpunan dana perbankan
Sulawesi Utara pada triwulan II 2017 didorong
oleh pertumbuhan komponen giro yang pada
bulan sebelumnya terkontraksi 18,62% (yoy),
kini tumbuh positif meski dalam level yang
terbatas sebesar 2,64% (yoy). Peningkatan
juga didorong oleh meningkatnya deposito
yang tumbuh dari 2,9%(yoy) menjadi
3,08%(yoy). Sementara tabungan tercatat
tumbuh melambat sebesar 1,62% (yoy) dari
sebelumnya 7,34% (yoy) khususnya tabungan
perseorangan.
Peningkatan giro disebabkan oleh meredanya
tekanan pada giro pemerintah, sejalan
dengan transfer dana pemerintah pusat ke
daerah untuk penyaluran Dana Desa Tahap I
pada triwulan laporan. Disisi lain,
melambatnya komponen tabungan pada
periode laporan diperkirakan oleh penarikan
dana oleh masyarakat pasca penerimaan
Tunjangan Hari Raya (THR) untuk keperluan
hari raya Idul Fitri dan pengucapan yang jatuh
pada awal periode triwulan III sehingga
penarikan dana dilakukan pada akhir triwulan
II. Adapun peningkatan yang terjadi pada
komponen deposito didorong oleh tumbuhnya
deposito pemerintah dan perseorangan.
Berdasarkan kelompok bank, peningkatan
pertumbuhan DPK khususnya terjadi pada
BUKU I didorong peningkatan giro
pemerintah dan BUKU II oleh giro korporasi.
Sebaliknya, perlambatan DPK terjadi pada
BUKU IV serta BUKU III didorong perlambatan
tabungan perseorangan. Di sisi lain,
peningkatan giro terjadi pada hampir seluruh
kelompok bank (kecuali BUKU III), dengan
kenaikan paling signifikan terjadi pada BUKU IV
untuk komponen Giro korporasi dan BUKU I
untuk komponen Giro pemerintah.
Pada 3 triwulan terakhir, DPK Sulut tercatat
mengalami pertumbuhan negatif yang
disebabkan oleh pertumbuhan negatif
komponen giro utamanya giro pemerintah
dan giro korporasi. Rata-rata nominal
komponen giro pemerintah pada 3 tahun
terakhir dikisaran Rp2,1 Triliun, namun sejak
triwulan III 2016 nilainya hanya sebesar Rp1,08
triliun dan pada triwulan IV 2016 kembali turun
menjadi hanya sebesar Rp355 Miliar sehingga
pertumbuhan secara tahunannya tergerus ke
angka negatif. Penurunan tersebut disebabkan
gencarnya realisasi belanja pemerintah
didorong oleh dikeluarkannya ketentuan
Peraturan Menteri Keuangan No.
125/PMK.07/2016 tanggal 16 Agustus 2016,
terkait penyaluran sebagian Transfer ke
Daerah untuk daerah yang prognosa posisi kas
akhir tahunnya masuk kategori tinggi (atau
banyak dana yang mengendap diperbankan).
Perlambatan DPK pada 3 periode terakhir
juga didorong oleh melambatnya komponen
deposito sejalan dengan tren penurunan suku
bunga deposito perbankan, sehingga
diperkirakan terjadi peralihan penempatan
dana masyarakat ke instrument lain yang
memberikan imbal hasil lebih tinggi dan/atau
-15,00%
-10,00%
-5,00%
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
35,00%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
Total DPK DPK. BUKU IV DPK BUKU III
DPK BUKU II DPK BUKU I
33
-5,00%
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
-40,00%
-30,00%
-20,00%
-10,00%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
Jan
Feb
Mar
Ap
r
May Jun
Jul
Au
g
Sep
Oct
No
v
Dec Jan
Feb
Mar
Ap
r
May Jun
Jul
Au
g
Sep
Oct
No
v
Dec Jan
Feb
Mar
Ap
r
May
2015 2016 2017
DPK sb.kanan Giro Deposito Tabungan
sebagai uang muka ke sektor properti sejalan
dengan relaksasi LTV yang juga tercermin dari
tumbuhnya jenis kredit KPR.
Grafik 4.4. Perkembangan Jenis DPK
Perbankan Umum di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.5. Komposisi DPK Perbankan Umum
di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.6. Perkembangan Giro Perbankan
Umum di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.7. Perkembangan Tabungan
Perbankan Umum di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.7. Perkembangan Deposito
Perbankan Umum di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
4.1.3. Kredit
Penyaluran kredit perbankan Sulawesi Utara
didominasi Kredit Konsumsi (KK) sebesar
60,5%, disusul Modal Kerja (KMK) 26,3%, dan
kredit investasi (KI) 13,2%. Sejalan dengan
kondisi tersebut, penyaluran kredit seluruh
kelompok bank di Sulawesi Utara didominasi
KK, kecuali BUKU II. Kredit KK ketiga kelompok
bank tersebut mayoritas disalurkan untuk jenis
kredit Multiguna. Peningkatan pertumbuhan
kredit perbankan Sulawesi Utara terutama
terjadi pada KK yang memiliki pangsa
tersbesar, sementara KMK tumbuh melambat
dan KI mencatatkan pertumbuhan negatif.
Peningkatan KK khususnya terjadi pada jenis
kredit Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang
tumbuh 10,42% (yoy) dari 9,5% (yoy) pada
triwulan sebelumnya, Kredit Multiguna dan
Perlengkapan tercatat tumbuh namun
melambat, disisi lain Kredit Kendaraan
Bermotor (KKB) tercatat tumbuh negatif.
Peningkatan KPR sejalan dengan hasil SHPR
yang menunjukkan tumbuhnya tingkat
penjualan properti Sulut sebesar 40,2% (yoy)
khususnya untuk penjualan tipe kecil. Hal ini
sejalan dengan semakin gencarnya program
sejuta rumah pemerintah yang difasilitasi
melalui Fasilitas Likuditas Pembiayaan
Perumahan (FLPP) untuk tipe <70. Disamping
itu, keikutsertaan Bank Pemerintah Daerah
sebagai salah satu bank penyalur FLPP per Mei
2017 juga menjadi salah satu faktor pendorong
tumbuhnya KPR.
Disisi lain, KMK tumbuh melambat menjadi
sebesar 5,8% (yoy) dari sebelumnya 6,3%
-60,00%
-40,00%
-20,00%
0,00%
20,00%
40,00%
60,00%
80,00%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
TOTAL.GIRO BUKU IV.GIRO BUKU III.GIRO
BUKU II..GIRO BUKU I.GIRO
-40,00%
-20,00%
0,00%
20,00%
40,00%
60,00%
80,00%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
TOTAL.DEPOSITO BUKU IV.TOTAL.DEPOSITO BUKU III.TOTAL.DEPOSITO
BUKU II.TOTAL.DEPOSITO BUKU I.TOTAL.DEPOSITO
-20,00%
-10,00%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
TOTAL.TABUNGAN BUKU IV.TOTAL.TABUNGAN BUKU III.TOTAL.TABUNGAN
BUKU II.TOTAL.TABUNGAN BUKU I.TOTAL.TABUNGAN
34
(yoy). Perbaikan pertumbuhan KMK BUKU I
(dari sebelumnya terkontraksi 5% yoy, kini
tumbuh 27% yoy) ditengah stabilnya
pertumbuhan KMK BUKU 4 (pada kisaran 11%
yoy) tidak cukup mendorong peningkatan
pertumbuhan KMK Perbankan Sulut secara
keseluruhan yang juga dipengaruhi oleh
pertumbuhan negaatif KMK BUKU II dan III.
Perlambatan KMK juga terkonfirmasi melalui
penurunan realisasi kegiatan usaha
berdasarkan SKDU yakni dari 7,15% menjadi -
13,4% yang khususnya terjadi pada sektor
industri pengolahan, pertanian dan
perdagangan. Berdasarkan liaison, penurunan
KMK sektor perdagangan juga terkonfirmasi
melalui penurunan likert scale penjualan
domestik. Sementara posisi NPL KMK tertinggi
tercatat pada BUKU III (12,60%) dan BUKU II
(10,1%), secara sektoral NPL KMK tertinggi
tercatat pada sektor konstruksi 12,64% dan
subsektor perikanan 10,9%.
Adapun pertumbuhan negatif KI disebabkan
oleh terkontraksinya KI BUKU II ditengah
perlambatan KI seluruh kelompok BUKU
lainnya. NPL yang masih tinggi untuk KI BUKU
II (NPL Gross 19,8%) diperkirakan turut
mempengaruhi kodisi penawaran KI. Dari sisi
pelaku usaha, diperoleh informasi dari hasil
liaison bahwa pelaku usaha cenderung wait
and see akan untuk melakukan
investasi.disamping itu suku bunga KI yang
berada dikisaran 10% sd 11% dianggap masih
cukup tinggi oleh pelaku usaha sehingga
pelaku usaha lebih memilih menggunakan
dana simpanan (giro maupun deposito) jika
ingin melakukan kegiatan investasi.
Penyaluran kredit perbankan Sulawesi Utara
didominasi sektor utama penopang
perekonomian Sulawesi Utara yakni sektor
perdagangan besar dan eceran, serta sektor
pertambangan, sektor pertanian, sektor
konstruksi dan industri pengolahan. Secara
keseluruhan industri perbankan, sektor utama
penerima pembiayaan rata-rata tercatat
tumbuh positif namun melambat jika
dibandingkan periode sebelumnya, hanya
kredit sektor pertanian yang mencatatkan
peningkatan pertumbuhan menjadi 14,008%
(yoy) dari sebelumnya 13,3% (yoy). Disisi lain,
perlambatan pertumbuhan kredit sektor
perdagangan yang sebagian besar merupakan
KMK, lebih disebabkan oleh base effect pasca
pertumbuhan yang cukup tinggi di bulan Juni
tahun 2016 dampak dari pembukaan charter
flight Tiongkok-Manado yang mendorong
menjamurnya berbagai usaha baru utamanya
subsektor perdagangan eceran dominasi
barang makanan dan bukan makanan kategori
UMKM.
Sejalan dengan pertumbuhan kredit yang
meningkat pada triwulan II 2017, realisasi
pencairan kredit juga meningkat tercermin
melalui penurunan undisbursement loan dari
226% (yoy) menjadi 14,8% (yoy). Hal tersebut
diikuti dengan share undisbursement loan
terhadap total kredit yang juga menurun
dibanding periode sebelumnya.
Grafik 4.8. Komposisi Kredit Perbankan Umum
di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.9. Perkembangan KMK Perbankan
Umum di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
32% 33% 26% 26%
62% 60%
3% 5%
20% 18%
12% 11%
14% 15%
2% 2%
48% 49%62% 63%
24% 25%
94% 93%
Tw I 2017 Tw II 2017 Tw I 2017 Tw II 2017 Tw I 2017 Tw II 2017 Tw I 2017 Tw II 2017
BUKU IV BUKU III BUKU II BUKU I
KMK KI KK
-10,0%
0,0%
10,0%
20,0%
30,0%
40,0%
50,0%
60,0%
70,0%
80,0%
-20,0%
-10,0%
0,0%
10,0%
20,0%
30,0%
40,0%
50,0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
KMK.BUKU IV KMK.BUKU III KMK.BUKU II KMK.BUKU I sb. Kanan
35
Grafik 4.10. Perkembangan KI Perbankan
Umum di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.11. Perkembangan KK Perbankan
Umum di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.12. Komposisi Undisbursement Loaan
Perbankan Umum di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
4.1.4. Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Non
Performing Loan (NPL)
Fungsi intermediasi perbankan yang
tercermin dari indikator LDR menunjukkan
peningkatan pada triwulan II 2017 menjadi
146,3% dari 148,2% pada triwulan
sebelumnya yang disebabkan oleh
peningkatan kredit yang lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan DPK.
Pertumbuhan penyaluran pembiayaan pada
triwulan II 2017 tidak diikuti oleh perbaikan
kualitas kredit. Hal ini tercermin dari indikator
rasio NPL menunjukkan peningkatan menjadi
3,97% pada periode laporan dari sebelumnya
3,82%.
Rasio NPL tertinggi seluruh kelompok bank di
triwulan II 2017 terjadi pada kelompok bank
BUKU II sebesar 13%. Sementara itu apabila
dibandingkan triwulan I 2017, peningkatan NPL
tertinggi terjadi pada BUKU III (dari 6,78%
menjadi 7,86%) didorong peningkatan NPL
semua jenis kredit khususnya KMK dan KI.
Secara spasial NPL tertinggi tercatat di Kab.
Minahasa Tenggara didorong oleh tingginya
NPL KK.
Secara sektoral peningkatan NPL disebabkan
oleh kenaikan NPL sektor perdagangan
sebagai sektor ekonomi penerima
pembiayaan terbesar. NPL sektor
perdagangan tertinggi tercatat di BUKU I
sebesar 13,6%. Sebagaimana informasi yang
diterima dari focus group discussion
perbankan, debitur perbankan dari sektor
perdagangan mengeluhkan kondisi ekonomi
yang saat ini sedang lesu tercermin dari
minimnya penjualan dan daya beli masyarakat
sehingga turut memengaruhi repayment
capacity debitur pada sektor ini. Perlambatan
sektor perdagangan juga sejalan dengan
Indeks Penjualan Riil Manado yang juga
melambat, tumbuh 1,4% (yoy) dimana pada
triwulan sebelumnya tumbuh 12,9% (yoy).
Adapun NPL sektor Industri Pengolahan
tertinggi terjadi di BUKU II yang mencapai
75%, tingginya NPL industri pengolahan BUKU
II lebih disebabkan oleh nominal NPL Industri
Minuman berlokasi proyek di Manado yang
mencapai Rp89 Miliar dari total NPL Industri
Pengolahan BUKU II senilai Rp92 Miliar. Meski
demikian, NPL kredit Industri Pengolahan
secara total mengalami perbaikan menjadi
10,25% pada triwulan II 2017 dari sebelumnya
mencapai 16%. Perbaikan tersebut, didorong
membaiknya kualitas kredit Industri
Pengolahan BUKU IV.
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
140%
160%
180%
0,0%
5,0%
10,0%
15,0%
20,0%
25,0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
KK.BUKU IV KK.BUKU III KK.BUKU II sb. Kanan KK.BUKU I sb. Kanan
-10,0%
0,0%
10,0%
20,0%
30,0%
40,0%
50,0%
60,0%
70,0%
80,0%
-20,0%
-10,0%
0,0%
10,0%
20,0%
30,0%
40,0%
50,0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
KMK.BUKU IV KMK.BUKU III KMK.BUKU II KMK.BUKU I sb. Kanan
36
Pada sekor pertanian NPL tertinggi terjadi
pada BUKU II untuk subsektor perikanan jenis
usaha penangkapan ikan selain tuna berlokasi
di Kota Bitung senilai Rp22 Miliar untuk jenis
penggunaan Kredit Investasi yang telah
tercatat sejak tahun 2015. Diindikasi penyebab
NPL kredit ini dampak dari pemberlakuan
moratorium mengenai transshipment pada
akhir tahun 2014 lalu.
Grafik 4.13. NPL Bank Umum Per Kelompok di
Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.14. NPL Bank Umum Per Jenis
Penggunaan di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.15. NPL Bank Umum Per Kab/Kota di
Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
4.2. AKSES KEUANGAN DAN UMKM
4.2.1. Perkembangan Pembiayaan UMKM
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
memiliki peran penting dalam perekonomian
Sulawesi Utara tercermin dari pangsa unit
usaha yang dominan terhadap total unit usaha,
serta sebagai sektor yang juga turut
berkontribusi terhadap penyerapan tenaga
kerja. Namun demikian, sebagai salah satu
aktor yang cukup penting dalam
perekonomian domestik maupun nasional,
UMKM sering kali masih terkendala dalam
memperoleh pembiayaan.
Pada triwulan II 2017, laju pertumbuhan
kredit UMKM di Sulawesi Utara meningkat
sejalan dengan peningkatan penyaluran
kredit secara total. Kredit UMKM di Sulawesi
utara tumbuh sebesar 7,53% (yoy) dari yang
semula tumbuh sebesar 7,08% (yoy). Namun
demikian, pertumbuhan kredit tidak disertai
dengan perbaikan kualitas kredit yang
tercermin dari naiknya rasio NPL kredit UMKM.
Pada triwulan II 2017, NPL Kredit UMKM
tercatat sebesar 6,34%, dibanding periode
sebelumnya 6,24%.
Grafik 4.16. Perkembangan Kredit UMKM Bank Umum di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
Sejalan dengan pertumbuhan kredit UMKM,
pangsa kredit UMKM terhadap total kredit
yang disalurkan di Sulawesi Utara pada
triwulan II 2017 turut mengalami
peningkatan. Pangsa kredit UMKM Sulut pada
periode laporan sebesar 25,6% dari
sebelumnya 25,4%. Berdasarkan wilayahnya,
konsentrasi penyaluran kredit UMKM terbesar
berada di Kota Manado sebesar 58,1% diikuti
Kota Bitung sebesar 11,8% dan Kota
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Growth UMKM (yoy) Porsi UMKM NPL UMKM (sb.kanan)
3,11%
6,78%
14,50%
0,94%
3,12%
7,86%
13,00%
1,05%
BUKU IV BUKU III BUKU II BUKU I
Tw I 2017 Tw II 2017
4,4% 4,9%
1,8%
0,9% 2,
8%
2,8%
9,3%
12,6
%
14,2
%
15,4
%
4,2%
4,5%
17,0
%
10,1
%
10,7
%
29,8
%
10,5
%
10,0
%
5,2% 5,7%
5,1% 5,8%
0,7%
0,7%
TW
I '
17
TW
II
'17
TW
I '
17
TW
II
'17
TW
I '
17
TW
II
'17
TW
I '
17
TW
II
'17
TW
I '
17
TW
II
'17
TW
I '
17
TW
II
'17
TW
I '
17
TW
II
'17
TW
I '
17
TW
II
'17
TW
I '
17
TW
II
'17
TW
I '
17
TW
II
'17
TW
I '
17
TW
II
'17
TW
I '
17
TW
II
'17
K M K K I K K K M K K I K K K M K K I K K K M K K I K K
B U K U I V B U K U I I I B U K U I I B U K U I
37
Kotamobagu sebesar 11,1%. Meski demikian,
dari sisi kerentanan terhadap risiko kredit
bermasalah, Kota Manado perlu menjadi
perhatian. Sebagai daerah dengan realisasi
kredit UMKM terbesar, rasio NPL kredit
UMKMnya terus meningkat dan telah
melewati threshold yaitu sebesar 7,9% pada
triwulan II 2017 meningkat dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 7,8%. Di samping itu,
Kab. Bolaang Mongondow Timur mencatatkan
NPL tertinggi dibandinkan 15 kab/kota lainnya
untuk kategori kredit UMKM, rasio kredit
UMKM bermasalah Kab. Bolaang Mongondow
Timur tercatat mencapai 29,8% pada periode
laporan yang bersumber dari sektor
perdagangan subsektor perdagangan eceran
yang didominasi makanan dan minuman.
Grafik 4.5. Pangsa Kredit UMKM Berdasarkan Wilayah di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
4.2.2. Akses Keuangan Penduduk
Indikator akses keuangan Sulawesi Utara
terutama dari sisi penghimpunan dana
mengalami peningkatan, namun demikian
dari sisi penyaluran pembiayaan
menunjukkan penurunan. Rasio jumlah
rekening DPK terhadap penduduk angkatan
kerja di Sulawesi Utara masih menunjukkan
peningkatan dibandingkan periode Februari
2016 (140,3%), dimana pada data terakhir
yaitu periode Februari 2017 rasio tersebut
tercatat sebesar 150,7%. Rasio yang telah
melampaui angka 100% mengindikasikan
setengah dari jumlah angkatan kerja memiliki
lebih dari satu rekening (dengan asumsi
seluruh angkatan kerja masing-masing
memiliki 1 rekening tabungan).
Grafik 4.6. Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Penduduk Angkatan Kerja
Sumber: Bank Indonesia
Sementara itu, rasio jumlah rekening kredit
terhadap jumlah penduduk angkatan kerja di
Sulawesi Utara juga menunjukkan sedikit
penurunan dibandingkan periode Februari
2016 sebesar 24,1% menjadi 23,2% di bulan
Februari 2017. Masih cukup rendahnya rasio
rekening kredit menunjukkan bahwa fasilitas
pembiayaan belum banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat Sulawesi Utara, baik karena alasan
belum membutuhkan maupun secara
administratif dan non-administratif belum
dapat melengkapi persyaratan yang diperlukan
untuk dapat memanfaatkan fasilitas
pembiayaan. Masih minimnya rasio tersebut
juga menunjukkan masih terdapat ruang
untuk meningkatkan penyaluran kredit di masa
mendatang.
Grafik 4.7. Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Penduduk Angkatan Kerja
Sumber: Bank Indonesia
4.2.3. Upaya Peningkatan Akses Keuangan
dan Pengembangan UMKM
Untuk mendorong peningkatan akses
masyarakat Sulawesi Utara terhadap layanan
jasa keuangan guna mendorong
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas,
Bank Indonesia telah melakukan berbagai
58,1%
8,9%
11,1%
11,8%
7,9% 0,8%Manado
Minahasa
Kotamoagu
Bitung
Kep. Sangihe
Kab.Kota Lainnya
137,88%
148,37%
128,87%
143,62% 140,37%
157,09% 150,77%
Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb
2014 2015 2016 2017
23,24%
25,93%
23,68%25,59%
24,10% 24,28%23,22%
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb
2014 2015 2016 2017
38
bentuk langkah dan upaya, diantaranya adalah
sebagai berikut:
Memperluas implementasi LKD melalui
dorongan kepada Bank penyelenggara LKD
di Sulawesi Utara, untuk memperbanyak
agen LKD di tiap-tiap daerah serta
melakukan sosialisasi dan edukasi GNNT
pada berbagai kesempatan dan kepada
beragam stakeholders.
Melakukan sosialisasi dan fasilitasi
penggunaan IUMK kepada UMKM Sulut.
Hal ini dilatarbelakangi oleh kelemahan
UMKM dalam memahami syarat
administratif pembiayaan perbankan. Pada
bulan Maret 2017, bekerjasama dengan
PemKot Manado digelar sosialisasi dan
memfasilitasi UMKM untuk mendapatkan
Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK). IUMK ini
dapat digunakan oleh UMKM sebagai salah
kelengkapan administrasi untuk
memperoleh fasilitas pembiayaan. Sosiliasi
tersebut juga dirangkaikan dengan
sosialisasi KUR dari bank penyalur.
Mengembangkan aplikasi teknologi
informasi SIAPIK – Sistem Administrasi
Pencatatan Keuangan. Aplikasi SIAPIK dapat
diunduh pada smartphone tanpa dipungut
biaya, aplikasi ini mempermudah UMKM
dalam melakukan pembukuan. Sosialisasi
mengenai penggunaan SIAPIK kepada
UMKM se-Sulawesi Utara dan kalangan
perbankan telah dilaksanakan pada bulan
Maret dan Mei 2017.
Menyelesaikan dan mendiseminasi
penelitian Komoditas/Produk/Jenis Usaha
Unggulan UMKM kepada stakeholder
terkait pada Januari 2017. Hal ini bertujuan
untuk memudahkan pemerintah daerah
dan perbankan untuk mendapatkan
preferensi komoditas unggulan dan
potensial untuk dikembangkan maupun
untuk dibiayai.
Melakukan penelitian lending model
komoditas unggulan Sulawesi Utara yang
bertujuan untuk menyediakan rujukan bagi
perbankan dalam rangka meningkatkan
pembiayaan pada jenis usaha komoditas
tersebut. Di tahun 2017, penelitian lending
model Sulawesi Utara spesifik membahas
pola pembiayaan komoditas perikanan
darat.
4.3. KETAHANAN KORPORASI
4.3.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
Salah satu sumber kerentanan sektor
korporasi khususnya Industri Pengolahan di
Sulawesi Utara adalah melemahnya
permintaan global/Negara mitra dagang.
Pada triwulan II 2017, Amerika Serikat (AS)
masih menjadi Negara tujuan utama ekspor
Sulawesi Utara (pangsa 36%) sehingga
perkembangan kinerja perekonomian AS dapat
menjadi sumber kerentanan sektor korporasi
Sulawesi Utara. Pada triwulan laporan kinerja
ekonomi AS tercatat tetap tumbuh mesipun
lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.
Grafik 4.8. Komposisi Ekspor Sulawesi Utara
Sumber: SITC, diolah
Pergerakan harga minyak dunia juga menjadi
sumber kerentanan korporasi dikarenakan
komoditas Lemak/Minyak nabati komposisi
ekspor Sulawesi dengan pangsa cukup
dominan dalam komposisi ekspor Sulawesi
Utara. Pada triwulan II 2017 rata-rata harga
Crude Coconut Oil (CNO) menunjukkan
penurunan sejalan dengan arah kinerja ekspor
minyak nabati Sulut yang didominasi oleh CNO
yang juga tercatat mengalami penurunan.
36%
9%
14%
13%
11%
2%
2%
13%
A.S
Jepang
Tiongkok
Belanda
Korea Selatan
Arab Saudi
India
Lainnya
39
Grafik 4.9. Perkembangan Harga Minyak dan Ekspor Minyak Nabati Sulut
Sumber: World Bank
4.3.2. Kinerja Korporasi
Kegiatan Usaha
Kinerja korporasi berdasarkan hasil liaison
Bank Indonesia dengan perusahaan pada
lapangan usaha utama di Sulawesi Utara,
mengindikasikan adanya perlambatan
kegiatan usaha pada triwulan II 2017 jika
dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi
cuaca yang tidak menentu menyebabkan
kinerja sektor pertanian menurun akibat
penyebaran hama penyakit yang sangat rentan
di kondisi cuaca yang lembab. Sejalan dengan
hal tersebut, kontak disektor perikanan juga
menginformasikan ikan hasil tangkapan yang
menjadi input di sector Industri Pengolahan
juga serupa dengan bulan sebelumnya dampak
dari factor cuaca. Hal tersebut juga tercermin
dari Lickert Scale (LS) Kegiatan usaha domestik
(Tw I 2017 0M75; Tw II 2017 0,14).
Grafik 4.10. Lickert Scale Kegiatan Usaha
Sumber: Liaison, Bank Indonesia
Kedepan, prospek kinerja korporasi yang
tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT)
hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov.
Sulawesi Utara masih menjanjikan, dimana
kegiatan usaha pada triwulan mendatang
diperkirakan masih tercatat tumbuh dengan
SBT sebesar 7,15%. Pertumbuhan tersebut
diperkirakan akan disumbangkan oleh
peningkatan kinerja lapangan usaha
Perdagangan, Hotel dan Restoran dan Jasa-jasa
seiring dengan libur musim panas turis
Tiongkok yang dimulai pada periode Juli s.d
Agustus 2017.
4.3.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor
Korporasi
Eksposur kredit perbankan pada sector
korporasi menurun dari 27% pada triwulan I
2017 menjadi 17% pada triwulan II 2017. Meski
tidak sebesar kredit Rumah Tangga,
kerentanan yang terjadi pada sektor ini perlu
untuk diwaspadai agar stabilitas sistem
keuangan secara keseluruhan tetap terjaga
mengingat eratnya keterkaitan antar sektor.
Keterkaitan sektor korporasi terhadap sektor
rumah tangga dalam hal penyerapan tenaga
kerja yang kemudian berpengaruh terhadap
penghasilan.
Grafik 4.11. Pangsa Penggunaan Kredit
Korporasi
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
(30,00)
(20,00)
(10,00)
-
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
-30,0%
-25,0%
-20,0%
-15,0%
-10,0%
-5,0%
0,0%
5,0%
10,0%
15,0%
20,0%
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Harga Coconut Oil Growth Harga CNO (sb.kanan)
KMK; 48,8%KI; 50,8%
KK; 0,4%
40
Grafik 4.12. Pertumbuhan Kredit Korporasi
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Kredit perbankan pada sektor korporasi di
Sulawesi Utara pada triwulan II 2017
mencapai Rp 5,4 Trilliun, tumbuh 2,4% (yoy)
tumbuh melambat dibandingkan bulan
sebelumnya. Perlambatan tersebut didorong
oleh melambatnya KMK dan KI yang
mendominasi penyaluran kredit korporasi
Sulawesi Utara. Berdasarkan jenis
penggunaannya, kredit korporasi terutama
disalurkan dalam bentuk KI (50,8%) dan
investasi (48,8%), dan hanya sebagian kecil
dipergunakan untuk konsumsi (0,4%).
4.4. KETAHANAN RUMAH TANGGA
4.4.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi
Sektor Rumah Tangga
Sebagai penyedia dana dan sebagai penerima
pendanaan dari institusi keuangan, sektor
Rumah Tangga memiliki peran yang penting
dalam Sistem Keuangan. Beberapa faktor yang
memengaruhi kondisi rumah tangga adalah
tingkat pendapatan, tingkat pengangguran,
tingkat konsumsi dan kondisi
pembiayaan/kredit rumah tangga.
Konsumsi rumah tangga terhadap
perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan
laporan tercatat melambat sejalan dengan
melambatnya perekonomian Sulawesi Utara.
Grafik 4.14. Indeks Keyakinan Konsumen
Rumah Tangga Sulawesi Utara
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Meski demikian, rumah tangga dalam
melakukan kegiatan konsumsi masih
menunjukkan peningkatan optimisme. Hal ini
tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK) selama triwulan II 2017 yang berada pada
level 119,5 yang masih berada diatas titik
optimis (100) meski lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya sebesar 127,9.
Grafik 4.15. Persepsi Rumah Tangga Sulawesi
Utara terhadap Ekonomi saat ini
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Grafik 4.16. Persepsi Rumah Tangga Sulawesi
Utara terhadap Harga 6 bulan kedepan
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Optimisme Rumah tangga juga masih
menunjukkan peningkatan baik terhadap
kondisi penghasilan, pembelian barang tahan
lama dan ketersediaan lapangan kerja. Hal ini
-150,0%
-100,0%
-50,0%
0,0%
50,0%
100,0%
150,0%
200,0%
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
KORPORASI KMK KI KK
126,42
60
80
100
120
140
160
180
200
Jan
Feb
Ma
r
Ap
r
Me
i
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
No
v
De
s
Jan
Feb
Ma
r
Ap
r
Me
i
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
No
v
De
s
Jan
Feb
Ma
r
Ap
r
Me
i
Jun
2015 2016 2017
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Ekspektasi Konsumen (IEK)
Kondisi Ekonomi Saat Ini Penghasilan Saat Ini Pembelian Barang TahanLama
Ketersediaan Lap. Kerja
April Mei Juni Titik Optimis
-2,00%
-1,00%
0,00%
1,00%
2,00%
3,00%
4,00%
5,00%
6,00%
100
120
140
160
180
200
220
Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul
Inflasi (qtq) - 2nd axis Indeks Ekspektasi Harga 3 Bulan
41
tercermin dari indeks pembentuk Indeks
Ekonomi Saat Ini (IKE), sepanjang periode
April-Juni 2017 masih berada diatas titik
optimis (>100). Sejalan dengan hal tersebut,
Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja juga
menunjukkan peningkatan pada triwulan
laporan yang diikuti dengan peningkatan
Indeks Penghasilan Saat Ini.
Optimisme tersebut diperkirakan akan terus
bertahan pada pada waktu mendatang,
tercermin dari rata-rata ekspektasi rumah
tangga terhadap lapangan pekerjaan 6 bulan
mendatang yang tetap berada dilevel optimis
(122,0) meski menurun dibandingkan periode
sebelumnya (126,3). Ke depan, sektor RT masih
dihadapkan pada risiko yang berasal dari
kenaikan harga. Hal ini terindikasi dari
peningkatan Indeks Ekspektasi Harga 6 bulan
mendatang.
4.4.2. Dana Pihak Ketiga Perseorangan di
Perbankan
Pada triwulan II 2017 pertumbuhan dana
pihak ketiga (DPK) perseorangan tumbuh
sebesar 2,25% (yoy), melambat dibandingkan
periode sebelumnya 7,56% (yoy). Dilihat dari
porsinya, sektor rumah tangga masih
mendominasi DPK perbankan Sulawesi Utara,
dengan pangsa yang mencapai 75,2% dari
keseluruhan DPK di Sulawesi Utara. Porsi DPK
perseorangan tersebut relatif menurun jika
dibandingkan triwulan sebelumnya (78%), juga
jika dibandingkan dengan periode yang sama
di 2016 dengan yang sebesar 76,3%.
Grafik 4.17. Komposisi DPK Perseorangan di
Sulawesi Utara
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Preferensi rumah tangga pada triwulan II 2017
dalam melakukan penempatan dana masih
didominasi pada produk tabungan (59%) dan
deposito (34%).
Grafik 4.18. Pertumbuhan DPK Perseorangan
Tiap Jenis Penempatan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
4.4.3. Kredit Perbankan Sektor Rumah
Tangga
Kredit rumah tangga (konsumsi) pada
triwulan II 2017 mencapai Rp19,8 triliun,
tumbuh 9,2% (yoy) melambat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 12% (yoy). Sementara itu pangsa
kredit rumah tangga terhadap total kredit yang
disalurkan masih dominan yaitu 60%.
Grafik 4.19. Komposisi Kredit Konsumsi
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Dari sisi penggunaan, pangsa kredit rumah
tangga masih didominasi oleh Kredit
Multiguna (76%), diikuti Kredit Pemilikan
Rumah - KPR (22%), Kredit Kendaraan
Bermotor - KKB (1,10%) dan Kredit
Perlengkapan (0,80%). Kredit RT jenis
multiguna sebagai jenis kredit terbesar
tercatat tumbuh sebesar 9,2% (yoy) melambat
dibandingkan bulan sebelumnya 12,1% (yoy).
Relaksasi ketentuan mengenai LTV pada tahun
2016 mulai berdampak pada penyaluran KPR,
dimana pada periode ini KPR tumbuh 9,76%
(yoy). Sementara itu, penurunan terjadi pada
KKB yang tumbuh negatif 3,48% (yoy) dimana
pada bulan sebelumnya dapat tumbuh 8,07%
0,0%
20,0%
40,0%
60,0%
80,0%
100,0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
Perseorangan Bukan Perseorangan
-10,00%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
g.Tabungan g.Deposito
KPR22,08%
KKB1,10%
Perlengkapan0,80%
Multiguna76,02%
42
(yoy). Disisi lain, perlambatan pertumbuhan
terjadi pada Kredit Perlengkapan (29% yoy
pada triwulan ini dari 65% (yoy) di triwulan
sebelumnya).
Grafik 4.20. Pertumbuhan Kredit Konsumsi
Menurut Jenis Penggunaan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Dari sisi risiko kredit, kualitas kredit rumah
tangga pada triwulan laporan menunjukkan
penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya
sebagaimana tercermin dari peningkatan rasio
maupun nominal NPL. Rasio NPL periode
sebelumnya 2,41% naik menjadi 2,56% pada
triwulan laporan. Nominal NPL juga tercatat
meningkat dari Rp479 Milyar menjadi Rp507
Milyar. Penurunan kualitas kredit terjadi pada
seluruh jenis kredit Rumah Tangga kecuali KKB.
-200%
0%
200%
400%
600%
800%
1000%
1200%
1400%
1600%
1800%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Total Kredit RT KPR KKB Multiguna Perlengkapan (sb.kanan)
43
Bab V.
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang Rupiah
5.1. PENYELENGGARAAN LAYANAN
SISTEM PEMBAYARAN NONTUNAI
Pada triwulan II 2017, transaksi kliring melalui
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
(SKNBI) di Sulawesi Utara dan Provinsi
Gorontalo tercatat sebesar Rp 1,80 triliun
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar Rp 2,42 triliun sejalan
dengan perlambatan perekonomian Sulawesi
Utara pada triwulan II 2017. Secara
pertumbuhan, transaksi kliring kembali
mengalami penurunan yaitu sebesar 33,83%
(yoy) pada triwulan II 2017 lebih dalam dari
pada triwulan I 2017 yang menurun sebesar
15,7% (yoy). Selain aktivitas perekonomian
yang melambat pada triwulan II 2017,
penurunan transkasi kliring juga salah satunya
masih disebabkan oleh dampak lanjutan dari
pemberlakuan ketentuan atas pembatasan
nominal transfer paling banyak Rp500 juta per
transaksi sehingga terdapat base year effect
yang menyebabkan pertumbuhan triwulan ini
rendah. Penurunan juga terjadi pada volume
transaksi sebesar 33,82% (yoy) dari
sebelumnya 88.121 lembar menjadi 69.854
lembar.
Grafik 5.1. Perkembangan Transaksi SKNBI
Bank Indonesia terus melakukan upaya
menjaga kelancaran transaksi pembayaran
nontunai. Upaya yang dilakukan antara lain
melalui implementasi SKNBI Generasi II sejak 5
Juni 2015, mendorong Gerakan Nasional Non
Tunai (GNNT) melalui Layanan Keuangan
Digital (LKD) dan elektronifikasi berbagai jenis
transaksi baik G to P, P to G dan P to P serta
melakukan pemantauan pada Koordinator
Pertukaran Warkat Debit (KPWD).
Guna meningkatkan penggunaan LKD di
Sulawesi Utara, Bank Indonesia berupaya
memperluas implementasi LKD melalui
dorongan kepada bank penyelenggara LKD di
Sulawesi Utara, untuk melakukan ekspansi
agen LKD di tiap-tiap daerah. Sampai dengan
Juni 2017, agen LKD di Sulawesi Utara tercatat
sejumlah 1.807 agen.
Dalam rangka mendorong elektronifikasi,
Bank Indonesia telah menyusun Roadmap
Elektronifikasi untuk tahun 2017-2019 yang
menjadi panduan dalam implementasi
elektronifikasi transaksi keuangan di wilayah
Sulawesi Utara. Keberhasilan utama
elektronifikasi di Sulawesi Utara merupakan
terlaksananya pembayaran gaji Aparatur Sipil
Negara (ASN) di 15 Kab/Kota se-Sulawesi Utara
berkat keseriusan dan koordinasi yang intens
antara Bank Indonesia, Pemerintah daerah dan
serta kesiapan infrastruktur perbankan.
Berbagai sosialisasi dan edukasi GNNT terus
dilakukan oleh Bank Indonesia pada berbagai
kesempatan dan kepada beragam
stakeholders. Pada bulan April 2017, sosialisasi
GNNT dilakukan di Kota Manado kepada
pelajar SMA, SMK dan SMP.
Di sisi dukungan pada kelancaran sistem
kliring, Bank Indonesia melakukan
pemantauan kepatuhan KPWD melalui analisis
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
Sumber: Bank Indonesia
Nilai Transaksi (Rp Triliun) Pertumbuhan (yoy) (rhs)
44
laporan berkala setiap bulan secara off-site
serta pemeriksaan on-site. Pada triwulan II
2017 pemantauan langsung dilakukan di KPWD
Sangihe. Di Sulawesi Utara, terdapat 5
penyelenggara kliring yaitu Bank Indonesia di
Manado, dan 3 KPWD yang terdiri dari BNI di
Kotamobagu, Bank Mandiri di Kep. Sangihe,
dan BNI di Bitung.
Aktivitas Kegiatan Usaha Penukaran Valuta
Asing Bukan Bank (KUPVA BB) pada triwulan
II 2017 menunjukkan peningkatan sejalan
dengan tumbuhnya pariwisata Sulawesi
Utara. Transaksi penjualan valuta asing pada
KUPVA BB tercatat sebesar Rp9,2 Miliar
tumbuh 33,3% (yoy), meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar Rp8,5
Miliar. Peningkatan aktivitas KUPVA BB disisi
lain perlu diiringi dengan pengawasan untuk
mencegah risiko pemanfaatan KUPVA BB bagi
kegiatan pencucian uang, pendanaan
terorisme, judi on-line, dan kejahatan lainnya.
Oleh karenanya, Bank Indonesia telah
menerbitkan PBI No.18/20/PBI/2016 tanggal 3
Oktober 2016. Dalam PBI tersebut diatur
bahwa setiap penyelenggara KUPVA BB yang
tidak memperoleh wajib memperoleh izin dari
Bank Indonesia. Terhadap penyelenggara
KUPVA BB yang belum memperoleh izin Bank
Indonesia diwajibkan untuk menutup kegiatan
usaha dan mengajukan izin kepada Bank
Indonesia. Terkait hal tersebut, sepanjang
triwulan II 2017 telah dilakukan beberapa
sosialisasi kepada KC KUPVA BB yang berkantor
pusat diluar Sulawesi Utara, Perhimpunan
Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulut,
Asosiasi Tour dan Travel Indonesia (ASITA)
Sulut, serta koordinasi dengan Kepolisian
Daerah, Badan Narkotika Nasional (BNN) dan
Dinas Pariwisata untuk perumusan strategi
penertiban. Berdasarkan hasil market
intelegence dan koordinasi dengan instansi /
pihak terkait, hingga saat ini belum ditemukan
adanya KUPVA BB yang tidak berizin di
Sulawesi Utara.
5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI
Pergerakan aliran masuk uang kartal dari
masyarakat ke kas Bank Indonesia pada
triwulan II 2017 masih mengikuti pola
historisnya yaitu menunjukkan adanya
peningkatan net-outflow. Permintaan
masyarakat akan uang kartal meningkat pada
triwulan II 2017 sejalan dengan peningkatan
kebutuhan masyarakat akan uang kartal jelang
hari raya Idul Fitri dan perayaan pengucapan di
wilayah Minahasa dan sekitarnya. Hal ini
tercermin dari aktivitas setoran-bayaran uang
tunai yang tercatat net-outflow sebesar Rp 1,9
triliun, berkebalikan dengan dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat net inflow
(lebih besar uang kartal yang keluar dari Bank
Indonesia) Rp 1,6 triliun.
Grafik 5.2. Perkembangan Aliran Uang Kartal (Rp triliun)
Seiring dengan kebijakan clean money policy,
kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar
(UTLE) terus dilakukan oleh Bank Indonesia.
Pada triwulan II 2017, sejalan dengan lebih
banyaknya aliran uang kartal yang keluar dari
kas Bank Indonesia dibandingkan uang kartal
yang masuk ke kas Bank Indonesia, jumlah
UTLE yang dimusnahkan secara nominal
mengalami penurunan, namun secara rasio
terhadap inflow mengalami peningkatan.
Pemusnahan pada triwulan II 2017 sebesar
Rp509 Miliar dengan rasio terhadap inflow
sebesar 53%. Jumlah pemusnahan pada
triwulan sebelumnya sebesar Rp 1 Triliun
dengan rasio terhadap inflow 42%.
Bank Indonesia juga menyelenggarakan
pelayanan jasa kas titipan dalam rangka
(3)
(2)
(1)
-
1
2
3
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Sumber: Bank Indonesia
Inflow Outflow Netflow
45
penyediaan kebutuhan uang kartal. Pada
triwulan II 2017, dilakukan sebanyak 6 kali
dropping kas titipan, yang terdiri dari 1 kali di
Tahuna (Bank Mandiri), 4 kali di Provinsi
Gorontalo (Bank Mandiri Kota Gorontalo dan
Bank SulutGo Cab Pohuwato), 1 kali di
Kotamobagu (Bank SulutGo). Sementara itu,
penarikan kas titipan dilakukan juga sebanyak
5 kali yang terdiri dari 3 kali di Kota
Kotamobagu dan 2 kali di Kota Gorontalo. Total
dropping kas titipan pada triwulan II 2017
sebesar Rp 786 miliar, meningkat tinggi dari Rp
37 miliar pada triwulan sebelumnya dampak
dari pembukaan baru Kas Titipan Pohuwato di
Provinsi Gorontalo yang beroprasi sejak
tanggal 17 Mei 2017.
Selain melalui kas titipan, Bank Indonesia juga
telah mengoptimalkan layanan kas keliling,
yang tidak hanya menjangkau pusat bisnis
modern, namun juga hingga ke pasar
tradisional di tingkat Kecamatan di setiap
Kab/Kota di Sulawesi Utara. Sepanjang
triwulan II 2017, telah menyelenggarakan 56
kegiatan kas keliling yang menjangkau
beberapa Kab/Kota yaitu Kota Manado, Kota
Kotamobagu, Kota Bitung, Kab. Minahasa, Kab.
Minahasa Utara, Kab. Minahasa Selatan, dan
Kab. Bolaang Mongondow Timur yang juga
dirangkaikan dengan edukasi kepada
masyarakat mengenai ciri keaslian Uang
Rupiah untuk memitigasi risiko peredaran
Uang palsu di Sulawesi Utara.
Temuan uang palsu di Sulawesi Utara dan
Provinsi Gorontalo pada triwulan II 2017
sebanyak 121 lembar, meningkat dari
triwulan I 2017 yang tercatat hanya sebanyak
103 lembar. Berdasarkan pecahannya, temuan
pada triwulan II 2017 terdiri dari 78 lembar
pecahan Rp 100 ribu, 41 lembar pecahan Rp 50
ribu dan 2 lembar pecahan Rp 20 ribu.
Pemberantasan uang palsu terus dilakukan
Bank Indonesia antara lain melalui penguatan
koordinasi bersama aparat penegak hukum
melalui penandatanganan Pokok-Pokok
Kesepahaman dalam rangka Mendukung
Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia dengan
Kepolisian Daerah Sulawesi Utara pada tanggal
23 Juni 2015. Bank Indonesia selalu melakukan
klarifikasi Uang Palsu melalui data dan fisik
bilyet setiap bulan yang kemudian dilaporkan
kepada Kepolisian Daerah Sulawesi Utara
untuk ditindaklanjuti sesuai kewenangannya
sebagai penegak hukum.
Grafik 5.3. Perkembangan Temuan Uang Palsu (Lembar)
69 64
34
67
149
124
219 214
7967 58
84
228
18
95
23
103121
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016 2017
Sumber: Bank Indonesia
46
Bab VI.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
6.1. KETENAGAKERJAAN
Ketenagakerjaan di Sulawesi Utara
mengalami perbaikan sejalan dengan kinerja
ekonomi Sulawesi Utara tahun 2016.
Perbaikan ketenagakerjaan di Sulawesi Utara
tersebut tercermin dari tingkat pengangguran
terbuka (TPT) pada periode Februari 2017 yang
sebesar 6,12%, menurun dari tahun
sebelumnya yang berada di level 7,82%.
Sejalan dengan itu, kinerja ekonomi Sulawesi
Utara pada tahun 2016 juga meningkat dengan
pertumbuhan sebesar 6,17% (yoy), lebih tinggi
dibanding tahun 2015 (6,12%).
Jumlah tenaga kerja meningkat baik secara
pertumbuhan maupun jumlah jiwanya
dibandingkan jumlah peningkatan angkatan
kerja dan penduduk berumur 15 tahun ke
atas. Kondisi tersebut menyebabkan TPT
mengalami penurunan yang cukup dalam.
Pada periode Februari 2017, peningkatan
jumlah penduduk 15 tahun ke atas relatif stabil
yakni bertambah sebanyak 51 ribu jiwa,
sementara peningkatan jumlah angkatan kerja
meningkat lebih tinggi yakni sebesar 75 ribu
jiwa sebagai dampak bertambahnya jumlah
penduduk di atas 15 tahun yang lulus sekolah.
Jumlah yang meningkat tersebut dapat
terserap oleh lapangan kerja pada periode
Februari 2017 dimana jumlah penduduk yang
bekerja bertambah sebesar 90,5 ribu jiwa jika
dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Sementara itu, penyerapan tenaga kerja
mendorong jumlah pengangguran berkurang
hingga 15,6 ribu jiwa.
Tabel 6.1. Keadaan Ketenagakerjaan (ribu jiwa)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 6.1. Tingkat Pengangguran Terbuka Periode Februari (%)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Berdasarkan lapangan usahanya, penurunan
tingkat pengangguran ditopang oleh
penyerapan tenaga kerja pada lapangan
usaha pertanian. Pertumbuhan penyerapan
tenaga kerja di lapangan usaha tersebut
tumbuh 16,5% (yoy), lebih tinggi dari tahun
sebelumnya yang tercatat kontraksi 14,5%,
atau menyerap sebanyak 52,4 ribu orang dari
total 90,5 ribu tenaga kerja (porsi 57,9%).
Lapangan usaha pertanian meningkat
kinerjanya seiring dengan perbaikan cuaca
yang terkonfirmasi dari penurunan indeks El
Nino (data BMKG), serta dukungan program
pemerintah melalui penyaluran bibit/benih,
pencetakan sawah dan bantuan alsintan. Di
samping itu, penyerapan tenaga kerja juga
didukung oleh lapangan usaha jasa
kemasyarakatan dan perdagangan yang
meningkat kinerjanya sebagai dampak
peningkatan permintaan wisatawan
mancanegara. Berdasarkan porsinya, tenaga
Keadaan Ketenagakerjaan Feb-15 Feb-16 Feb-17Growth
Feb-16
Growth
Feb-17
Penduduk 15 thn ke atas 1,781 1,779 1,830 -0.13% 2.88%
Angkatan kerja 1,180 1,184 1,259 0.34% 6.33%
Bekerja 1,078 1,091 1,182 1.23% 8.33%
Pengangguran 103 93 77 -9.36% -17.10%
TPAK (%) 66.24 66.55 68.78
TPT (%) 8.69 7.82 6.12
47
kerja masih terkonsentrasi pada lapangan
usaha pertanian dengan jumlah 370,2 ribu jiwa
atau sebesar 33,34% dari total tenaga kerja di
Sulawesi Utara, kemudian diikuti oleh
lapangan usaha perdagangan (24,77%) dan
jasa kemasyarakatan (19,14%).
Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan
Utama (ribu orang)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sejalan dengan peningkatan tenaga kerja di
lapangan usaha pertanian, pekerjaan
informal menunjukkan peningkatan jumlah
tenaga kerja secara signifikan dan masih
mendominasi jenis lapangan pekerjaan di
Sulawesi Utara. Peningkatan jumlah tenaga
kerja di sektor informal sejalan dengan
peningkatan kinerja dan jumlah tenaga kerja di
lapangan usaha pertanian yang merupakan
sektor informal. Senada dengan hal itu, pekerja
yang berusaha sendiri dan pekerja
keluarga/tak dibayar yang merupakan
karakteristik lapangan usaha pertanian juga
mengalami peningkatan penyerapan tenaga
kerja. Hal tersebut juga terkonfirmasi dari
peningkatan tenaga kerja dengan jumlah jam
kerja 1-7 jam per minggu. Tenaga kerja yang
bekerja dengan jumlah jam tersebut
meningkat 77,50% (yoy) dari 14.490 jiwa
menjadi 25.720 jiwa pada Februari 2017.
Tabel 6.3. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan
Utama (ribu orang)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Selain itu, penyerapan tenaga kerja di
lapangan usaha pertanian terkonfirmasi oleh
peningkatan tenaga kerja berdasarkan
pendidikannya. Tenaga kerja dengan
pendidikan SD ke bawah yang merupakan
karakteristik dari lapangan usaha pertanian
mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar
17,8% (yoy), lebih tinggi dibandingkan Februari
2016 sebesar 3,7%. Peningkatan tersebut
mendorong jumlah tenaga kerja
berpendidikan SD ke bawah bertambah
sebanyak 70,7 ribu jiwa menjadi 468,4 ribu
jiwa pada Februari 2017. Adapun tenaga kerja
dengan pendidikan SD ke bawah memiliki
pangsa 42,2% dari total seluruh tenaga kerja di
Sulawesi Utara.
Tabel 6.4. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi
yang Ditamatkan (ribu orang)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Perbaikan keadaan ketenagakerjaan yang
tercermin dari penurunan TPT terjadi di
seluruh jenjang pendidikan tenaga kerja. TPT
penduduk dengan pendidikan SD ke bawah
dan Diploma I/II/III merupakan yang terendah,
sedangkan TPT penduduk dengan pendidikan
SMA dan SMK merupakan yang tertinggi.
Tabel 6.5. Tingkat Pengangguran Terbuka Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (%)
Sumber: Badan Pusat Statistik
6.2. KESEJAHTERAAN
Kondisi kesejahteraan di Sulawesi Utara
secara umum mengalami peningkatan seiring
dengan perbaikan indikator-indikator
kesejahteraan. Indikator-indikator tersebut
antara lain upah, tingkat kemiskinan, Nilai
Tukar Petani dan Indeks Kebahagiaan
Penduduk.
Lapangan Pekerjaan Utama Feb-15 Feb-16 Feb-17Growth
Feb-16
Growth
Feb-17
Pangsa
Feb-17
Pertanian 371.6 317.8 370.2 -14.5% 16.5% 33.34%
Industri 51.2 57.1 90.1 11.6% 57.7% 8.11%
Konstruksi 67.1 94.0 86.3 40.2% -8.3% 7.77%
Perdagangan 249.1 255.6 275.0 2.6% 7.6% 24.77%
Transportasi 97.1 93.2 86.0 -4.0% -7.8% 7.74%
Keuangan 33.6 23.6 24.6 -29.6% 4.0% 2.21%
Jasa Kemasyarakatan 190.0 220.6 212.5 16.1% -3.7% 19.14%
Lainnya 18.1 29.3 37.3 62.0% 27.3% 3.36%
Status Pekerjaan Feb-15 Feb-16 Feb-17Growth
Feb-16
Growth
Feb-17
Pangsa
Feb-17
Formal 416.40 471.10 471.30 13.14% 0.04% 39.88%
Informal 661.30 620.30 710.60 -6.20% 14.56% 60.12%
Pendidikan Tertinggi yang
DitamatkanFeb-15 Feb-16 Feb-17
Growth
Feb-16
Growth
Feb-17
Pangsa
Feb-17
SD Ke bawah 383.5 397.7 468.4 3.7% 17.8% 42.2%
SMP 218.8 206.5 234.5 -5.6% 13.6% 21.1%
SMA 224.4 229.3 226.7 2.2% -1.1% 20.4%
SMK 119.3 90.5 126.1 -24.2% 39.3% 11.4%
Diploma I/II/III 23.8 24.1 33.4 1.3% 38.5% 3.0%
Universitas 107.9 103.6 92.9 -3.9% -10.4% 8.4%
2016 2017
Feb Feb
SD Ke bawah 3.95 2.72
Sekolah Menengah Pertama 6.70 5.63
Sekolah Menengah Atas 9.17 9.76
Sekolah Menengah Kejuruan 16.05 9.62
Diploma I/II/III 7.08 4.03
Universitas 11.59 10.26
Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan
48
Pada tahun 2017, upah minimum provinsi
(UMP) meningkat sehingga mendorong
kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara.
Upah Minimum Provinsi Sulawesi Utara tahun
2017 ditetapkan pemerintah daerah sebesar
Rp 2.598.000,00 meningkat sebesar 8,25%
(yoy) dari UMP tahun 2016 yakni Rp
2.400.000,00. Berdasarkan spasialnya, UMP
Provinsi Sulawesi Utara merupakan UMP
tertinggi ketiga secara Nasional (di bawah
Jakarta dan Papua). Hal ini sejalan dengan
peningkatan Upah Minimum Kota (UMK)
Manado tahun 2017 yang ditetapkan lebih
tinggi dari UMP Sulawesi Utara yaitu sebesar
Rp 2.650.000,00. Diharapkan dengan adanya
peningkatan UMK ini dapat membantu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota
Manado.
Naiknya kesejahteraan masyarakat Sulawesi
Utara juga tercermin dari tingkat kemiskinan
yang mengalami penurunan. Pada posisi
Maret 2017, tingkat kemiskinan di Sulawesi
Utara tercatat sebesar 8,10%, menurun dari
posisi Maret 2016 (8,34%). Hal ini didorong
oleh menurunnya jumlah pengangguran di
Sulawesi Utara sebagai dampak dari kinerja
perekonomian yang meningkat pada triwulan I
2017 dibanding tahun sebelumnya. Perbaikan
kesejahteraan juga tercermin dari peningkatan
pendapatan masyarakat di tengah garis
kemiskinan yang bergeser naik, sementara
tingkat kemiskinan mengalami penurunan.
Garis kemiskinan total termasuk makanan dan
non-makanan pada Maret 2017 sebesar Rp
333.510/kapita/bulan, meningkat dari Rp
317.478 pada Maret 2016. Meskipun garis
kemiskinan meningkat, namun tingkat
kemiskinan mengalami penurunan, sehingga
diindikasikan pendapatan meningkat lebih
tinggi dibandingkan kenaikan garis kemiskinan.
Perbaikan tingkat kemiskinan yang terjadi di
Sulawesi Utara menunjukkan bahwa daya beli
masyarakat mengalami kenaikan yang
tercermin dari Indeks Kedalaman Kemiskinan
menurun dari 1,534 pada Maret 2016 menjadi
1,368 pada Maret 2017. Namun demikian,
menurut daerahnya, kenaikan daya beli hanya
terjadi pada penduduk di pedesaan, sementara
daya beli penduduk di perkotaan mengalami
penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan di
perkotaan meningkat dari 0,784 menajdi
0,794. Hal tersebut sejalan dengan
pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang
mengalami perlambatan pada triwulan I 2017
yaitu sebesar 4,38% (yoy) jika dibandingkan
dengan triwulan VI 2016 yang mengalami
pertumbuhan sebesar 5,52% (yoy). Perbaikan
tingkat kemiskinan juga terjadi di seluruh
lapisan masyarakat tercermin dari Indeks
Keparahan Kemiskinan mengalami penurunan,
dari 0,456 menjadi 0,351. Namun sama halnya
dengan Indeks Kedalaman Kemiskinan,
perbaikan ketimpangan pengeluaran di antara
penduduk miskin hanya terjadi di pedesaan,
sedangkan ketimpangan meningkat di daerah
perkotaan. Kondisi tersebut sejalan dengan
kinerja lapangan usaha pertanian meningkat
dimana lapangan usaha tersebut
terkonsentrasi di daerah pedesaan. Selain
dampak dari peningkatan pertumbuhan
ekonomi, perbaikan keadaan kesejahteraan
didukung juga oleh faktor lain antara lain inflasi
harga bahan pangan yang terkendali dan
program pemerintah daerah “ODSK” Operasi
Daerah Selesaikan Kemiskinan yang terbukti
efektif dalam mengurangi kemiskinan. Apabila
dibandingkan dengan nasional dan provinsi
lain di Kawasan Sulawesi, tingkat kemiskinan
Sulawesi Utara merupakan yang paling rendah,
di bawah Sulawesi Selatan (9,38%) dan
nasional (10,64%), sedangkan tingkat
kemiskinan tertinggi tercatat di Provinsi
Gorontalo dengan tingkat 17,65%.
Tabel 6.6. Indikator Keadaan Kesejahteraan
Sumber: Badan Pusat Statistik
Kesejahteraan petani di Sulawesi Utara masih
relatif rendah yang tercermin dari Nilai Tukar
Petani (NTP) yang masih berada di bawah
level sejahtera (100). NTP Sulawesi Utara pada
Indikator Mar-16 Mar-17
Tingkat Kemiskinan (%) 8.34 8.10
Jumlah Penduduk Miskin (ribu jiwa) 202.82 198.88
Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bulan) 317.48 333.510
Indeks Kedalaman Kemiskinan 1.534 1.368
Indeks Keparahan Kemiskinan 0.456 0.351
49
triwulan II 2017 relatif sama dengan triwulan
sebelumnya, namun pertumbuhan
tahunannya mengalami perbaikan. NTP pada
triwulan II 2017 tercatat sebesar 92,33,
membaik (-4,74% yoy) dibandingkan triwulan
sebelumnya (-5,14% yoy). Membaiknya NTP
sejalan dengan membaiknya kondisi pertanian
pada tahun 2017 seiring dengan berakhirnya El
Nino pada semester I 2016. Namun demikian,
angka NTP Sulut masih berada di bawah batas
kesejahteraan. Hal tersebut disebabkan oleh
Indeks Dibayar Petani yang cenderung
meningkat dibandingkan Indeks Diterima
Petani yang cenderung rendah. Faktor utama
yang memengaruhi hal tersebut yaitu kenaikan
komponen konsumsi rumah tangga
subkelompok bahan makanan. Hal ini sejalan
dengan tekanan harga terhadap bahan pokok
utamanya komoditas bumbu-bumbuan
(bawang, cabai rawit dan tomat) jelang hari
raya Idul Fitri dan Perayaan Pengucapan di
wilayah Minahasa.
Grafik 6.2. Perkembangan NTP Sulut
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Berdasarkan subsektor, petani pada subsektor
perikanan merupakan yang paling sejahtera,
hal ini terlihat dari angka NTP yang lebih besar
dari dibandingkan dengan subsektor lainnya
yaitu 101,99. Peningkatan kesejahteraan
kelompok nelayan salah satunya disebabkan
oleh preferensi pelaku usaha yang mulai
menggandeng kelompok nelayan sebagai
pemasok bahan baku pasca pemberlakuan
kebijakan moratorium dan transhipment meski
kini kebijakan tersebut telah direlaksasi secara
bertahap. Dengan menggunakan ukuran yang
sama, petani di subsektor tanaman pangan
dan hortikultura masih berada di bawah batas
sejahtera dengan NTP masing-masing 90,81,
dan 94,73. Kondisi curah hujan yang cukup
tinggi pada triwulan II 2017 mengakibatkan
pertumbuhan hama yang cukup cepat
sehingga berdampak pada kualitas maupun
kuantitas produksi padi, utamanya di wilayah
lumbung padi Kab. Bolaang Mongondow dan
sekitarnya. Di sisi lain, kesejahteraan petani di
subsektor perkebunan yang masih cukup jauh
dari batas sejahtera perlu menjadi perhatian.
Minimnya kualitas kelapa serta penurunan
harga komoditas kopra menjadi 10.000-
11.300/kg dari sebelumnya berada pada
kisaran 11.500-12.000/kg menjadi salah satu
penyebab penurunan NTP subsektor
perkebunan.
Grafik 6.3. NTP Sulut per Subsektor Triwulan II
2017
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Indeks Kebahagiaan Sulawesi Utara Tahun
2017 meningkat dan merupakan tiga provinsi
yang memiliki Indeks Kebahagiaan tertinggi di
Indonesia. Indeks Kebahagiaan Sulawesi Utara
tahun 2017 berdasarkan Survei Pengukuran
Tingkat Kebahagiaan (SPTK) sebesar 73,69
pada skala 1-100. Indeks Kebahagiaan
merupakan indeks komposit yang disusun oleh
tiga dimensi, yaitu Kepuasan Hidup (Life
Satisfaction), Perasaan (Affect), dan Makna
Hidup (Eudaimonia). Besarnya indeks masing-
masing dimensi penyusun Indeks Kebahagiaan
yaitu Indeks Dimensi Kepuasan Hidup sebesar
74,27, Indeks Dimensi Perasaan sebesar 69,29
dan Indeks Dimensi Makna Hidup sebesar
77,11. Adapun kontribusi masing-masing
dimensi terhadap Indeks Kebahagiaan
Sulawesi Utara adalah Kepuasan Hidup
(34,80%), Perasaan (31,18%) dan Makna Hidup
(34,02%). Apabila dibandingkan dengan
6
5
4
3
2
1
0
1
2
88
90
92
94
96
98
100
102
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
% yoyIndeksNTP Pertumbuhan (rhs)
92.3390.81
94.73
86.81
99.90
101.99
NTP Pangan Holtikultura Perkebunan Peternakan Perikanan
Batas Minimum Sejahtera
50
nasional dan provinsi lain di Kawasan Sulawesi,
Indeks Kebahagiaan Sulawesi Utara
merupakan yang paling tinggi. Sementara itu,
di KTI, Sulut berada di bawah Maluku Utara
(75,68) dan Maluku (73,77), dengan Indeks
Kebahagiaan terendah tercatat di Provinsi
Papua yaitu sebesar 67,52.
51
Bab VII.
Prospek Perekonomian Daerah
7.1. PERTUMBUHAN EKONOMI
Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan
IV 2017 diperkirakan tumbuh meningkat
dibandingkan perkiraan pertumbuhan
triwulan III 2017. Pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Utara diperkirakan berada pada
kisaran 6,1-6,5% (yoy) di triwulan IV 2017,
lebih tinggi dibandingkan perkiraan triwulan III
2017 yaitu 5,9-6,3% (yoy).
Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi
akan didorong oleh peningkatan seluruh
komponen utama sisi penggunaan yakni
konsumsi, investasi dan ekspor. Peningkatan
konsumsi akan ditopang oleh meningkatnya
konsumi rumah tangga dan konsumsi
pemerintah. Perayaan hari raya Natal dan
jelang Tahun Baru akan mendorong naiknya
konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah
tangga juga akan ditopang oleh penurunan
suku bunga acuan (BI 7 days reverse repo rate)
dari 4,75% menjadi 4,5% pada Agustus 2017
yang diperkirakan mendorong turunnya suku
bunga kredit konsumsi. Sementara itu,
konsumsi pemerintah pada akhir tahun relatif
meningkat dibandingkan triwulan-triwulan
sebelumnya sesuai dengan pola historisnya.
Senada dengan itu, investasi juga diperkirakan
meningkat didukung oleh investasi swasta
berupa pembangunan gedung perbelanjaan
dan hotel serta realisasi belanja modal
pemerintah untuk pembangunan infrastruktur
strategis. Di sisi perdagangan luar negeri,
ekspor barang diperkirakan tumbuh meningkat
seiring dengan membaiknya pasokan
komoditas pertanian sebagai bahan baku dan
ditopang juga oleh perbaikan ekonomi dunia.
Sementara itu, meskipun jumlah wisman tetap
tinggi, namun ekspor jasa diperkirakan relatif
stabil dibandingkan triwulan sebelumnya
dipengaruhi base effect tingginya jumlah
wisman pada triwulan IV 2016.
Dari sisi lapangan usaha, faktor pendorong
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara
terutama bersumber dari 5 sektor utama
yakni pertanian, perdagangan, konstruksi dan
transportasi, serta industri pengolahan.
Sektor pertanian terutama didukung oleh
semakin baiknya penyesuaian sektor
perikanan terhadap relaksasi aturan
transhipment. Sektor perdagangan meningkat
sejalan dengan peningkatan konsumsi
masyarakat dan penjualan kendaraan
bermotor yang diperkirakan terus membaik
yang salah satunya dipengaruhi oleh turunnya
suku bunga acuan. Sementara itu, sektor
konstruksi terus meningkat sejalan dengan
peningkatan investasi dalam bentuk
bangunan. Sektor transportasi tumbuh
meningkat terutama ditopang oleh
peningkatan transportasi darat seiring dengan
mobilitas masyarakat pada hari raya Natal dan
transportasi laut seiring dengan meningkatnya
ekspor. Adapun sektor industri pengolahan
diperkirakan tumbuh meningkat seiring
dengan membaiknya pasokan bahan baku dari
sektor pertanian dan membaiknya
perekonomian dunia.
Sementara itu, sepanjang keseluruhan tahun
2017, perekonomian Sulawesi Utara
diperkirakan tumbuh meningkat
dibandingkan tahun 2016. Ekonomi Sulawesi
Utara diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,1-
6,5% (yoy). Konsumsi rumah tangga tumbuh
kuat seiring dengan meningkatnya daya beli
dampak peningkatan UMP dan peningkatan
penghasilan dari perbaikan sektor pertanian
dan industri. Selain itu, berbagai kegiatan
pariwisata juga semakin marak di tahun 2017
seperti penyelenggaraan Manado Fantastic
52
Festival pada bulan September nanti.
Konsumsi rumah tangga tumbuh meningkat
seiring dengan meningkatnya anggaran
belanja. Di samping itu, pada tahun 2017
diperkirakan tidak ada lagi pemotongan
anggaran dari pemerintah pusat. Senada
dengan itu, investasi juga diperkirakan
meningkat terindikasi dari berbagai
pembangunan gedung perbelanjaan dan hotel
serta hunian baik vertikal maupun horizontal
sebagai dampak relaksasi aturan LTV. Dari sisi
pemerintah, berlanjutnya pembangunan
infrastruktur strategis turut mendorong
peningkatan investasi di tahun 2017.
Peningkatan investasi juga tidak terlepas dari
upaya Pemerintah dalam menciptakan iklim
investasi yang baik khususnya dalam hal
perizinan dan pembangunan serta promosi
sektor-sektor potensial ke luar daerah. Bank
Indonesia juga turut mendorong investasi
melalui pengembangan Regional Investor
Relation Unit (RIRU) yang merupakan alat
promosi potensi investasi di Sulawesi Utara.
Sementara itu, kinerja ekspor akan meningkat
sebagai dampak peningkatan permintaan
negara mitra dagang seiring membaiknya
ekonomi dunia dan membaiknya pasokan
bahan baku industri serta dukungan
perkembangan harga komoditas internasional
yang diperkirakan tetap tinggi pada tahun
2017. Di samping itu, peningkatan wisatawan
mancanegara khususnya dari Tiongkok juga
menjadi faktor pendorong pertumbuhan
ekonomi tahun 2017.
Di tengah proyeksi peningkatan tersebut,
beberapa faktor risiko baik dari sisi eksternal
maupun internal tetap perlu mendapat
perhatian. Dari sisi eksternal yaitu potensi
naiknya suku bunga Fed Fund Rate (FFR) dan
normalisasi neraca bank sentral yang dapat
berpengaruh pada jumlah Foreign Direct
Investment yang masuk ke Indonesia,
termasuk Sulawesi Utara. Dari sisi internal,
berlanjutnya proses konsolidasi korporasi dan
perbankan, potensi terjadinya La Nina pada
akhir tahun 2017 dan masalah pembebasan
lahan yang sering terjadi pada lokasi
pembangunan infrastruktur dapat
menghambat pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Utara. Risiko dari sisi intermediary juga
berpotensi terjadi yakni terbatasnya
pertumbuhan kredit seiring dengan
peningkatan kehati-hatian perbankan dalam
penyaluran kredit ke debitur baru di tengah
NPL yang cenderung meningkat.
7.2. INFLASI
Pada triwulan IV 2017, tekanan inflasi
Sulawesi Utara diperkirakan meningkat
dibandingkan perkiraan inflasi triwulan III
2017, namun demikian masih berada dalam
rentang target inflasi tahun 2017 4±1%. Inflasi
triwulan IV 2017 secara tahunan diperkirakan
sebesar 4,0-4,4% (yoy).
Secara bulanan, inflasi terjadi di ketiga bulan
di triwulan IV 2017, dengan inflasi tertinggi
terjadi di bulan Desember. Pada bulan
Oktober 2017, IHK Sulawesi Utara diperkirakan
mengalami inflasi yang relatif kecil yakni
sebesar 0,2% (mtm). Pada bulan November
dan Desember, inflasi Sulut diperkirakan
meningkat dibandingkan bulan sebelumnya
yakni berturut-turut sebesar 0,5% dan 0,8%
(mtm). Inflasi tersebut disebabkan oleh
meningkatnya konsumsi masyarakat jelang
perayaan hari raya Natal dan Tahun Baru.
Peningkatan tersebut menyebabkan harga
bumbu-bumbuan khususnya barito (bawang
merah, cabai rawit dan tomat) mengalami
peningkatan di tengah produksi/pasokan
komoditas tersebut yang defisit. Sementara
itu, harga beras diperkirakan meningkat
mengingat pada akhir tahun masih dalam masa
tanam beras sehingga stok beras terbatas.
Inflasi angkutan udara pada bulan Desember
juga diperkirakan cukup tinggi seiring dengan
mobilitas pengguna angkutan udara jelang
perayaan hari raya Natal dan masa liburan.
Sepanjang tahun 2017, terdapat beberapa
faktor risiko inflasi yang harus diwaspadai
antara lain: (i) produksi dan pasokan
terkendala curah hujan yang cukup tinggi yang
juga berpotensi terjadi La Nina di akhir tahun;
(ii) rencana kenaikan harga LPG dan BBM di
53
semester II 2017; dan (iii) potensi tekanan
imported inflation seiring meningkatnya
ketidakpastian global yang memberi pengaruh
pada pergerakan kurs.
54
Daftar Istilah dan Singkatan
PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu
mtm month to month. Perbandingan antara satu bulan dan bulan sebelumnya.
qtq quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
yoy year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1-100
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1-100
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Dana Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Ukuran kualitas pembangunan manusia yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 (tiga) hal kualitas hidup yaitu : pendidikan, kesehatan dan daya beli.
Inflasi Kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan bersifat persisten. Perubahan (laju) inflasi umumnya diukur dengan melihat perubahan harga pada sejumlah barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, seperti tercermin pada perkembangan indeks harga konsumen (IHK). Berdasarkan faktor penyebabnya, inflasi dapat dipengaruhi baik dari penawaran maupun dari permintaan.
Volatile Foods Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
Administered Price
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur pemerintah.
M1 Disebut sebagai narrow money (uang beredar dalam arti sempit), terdiri dari uang kartal dan uang giral
55
M2 Disebut broad money atau uang beredar dalam arti luas, merupakan indikator tingkat likuiditas perekonomian, terdiri dari uang kartal, uang giral dan uang kuasi (tabungan dan deposito baik dalam mata uang Rupiah maupun asing).
Mo Disebut uang primer (base money) merupakan kewajiban otoritas moneter (di dalam neraca bank sentral), terdiri dari uang kartal pada bank umum dan masyarakat ditambah dengan saldo giro bank umum dan masyarakat di bank sentral.
Uang Kartal Uang kertas dan uang logam yang berlaku, tidak termasuk uang kas pada kas negara (KPKN) dan bank umum.
Uang Giral Terdiri dari rekening giro masyarakat dibank, kiriman uang, simpanan berjangka dan tabungan yang sudah jatuh tempo yang seluruhnya merupakan simpanan penduduk dalam Rupiah pada sistem moneter.
NIM Singkatan dari Net Interest Margin adalah selisih antara penerimaan bunga yang diperoleh oleh bank dengan biaya bunga yang harus dibayar.
NPLs Singkatan dari Non Performing Loans disebut juga kredit bermasalah, dengan kolektibilitas kurang lancar (3), diragukan(4) dan macet (5) menurut ketentuan BI.
Restrukturisasi kredit
Upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur dapat memenuhi kewajibannya yang dilakukan antara lain dengan melalui : restrukturisasi, re-scheduling atau konversi kepemilikan.
UMKM Singkatan dari Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang mempunyai skala pinjaman antara Rp50 juta s/d Rp5 miliar.
UYD
Singkatan dari uang yang diedarkan, adalah uang kartal yang berada dimasyarakat ditambah dengan uang yang berada di kas bank.
Inflow Uang kartal yang masuk ke BI, melalui kegiatan setoran yang dilakukan oleh bank umum.
Outflow Uang kartal yang keluar dari BI melaui proses penarikan uang tunai bank umum dari giro di BI atau pembayaran tunai melalui BI.
Netflow Selisih antara outflow dan inflow.
PTTB Pemberian tanda tidak berharga, adalah bagian dari kegiatan untuk menarik uang yang sudah tidak layak edar, sehingga uang yang disediakan oleh BI tersebut dapat berada dalam kondisi layak dan segar (fit for circulation) untuk bertransaksi.