65
i KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA AGUSTUS 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara Soekowardojo : Kepala Perwakilan / Direktur Buwono Budisantoso : Kepala Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi / Deputi Direktur A.Yusnang : Kepala Divisi SP, PUR, Layanan dan Administrasi / Deputi Direktur Gunawan : Kepala Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan / Asisten Direktur Lukman Hakim : Kepala Tim PUR dan Operasional SP / Asisten Direktur Zulham Effendi : Analis / Manajer Rivo Mandey : Analis / Asisten Manajer Iona Rombot : Analis / Asisten Manajer Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara Jl. 17 Agustus No. 56 Manado 95117 T: 0431 868102 / 868103 F: 0431 866933 Salinan elektronis publikasi ini dapat diperoleh di website Bank Indonesia dengan alamat: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/Sulawesi Utara/ atau Silahkan mengirimkan email ke: [email protected] dengan subyek “Publikasi KEKR Sulawesi Utara” serta mencantumkan nama, instansi, dan jabatan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Salinan elektronis publikasi ini dapat diperoleh di website Bank Indonesia dengan alamat: ... Daftar Isi VISI DAN MISI BANK INDONESIA

  • Upload
    doquynh

  • View
    214

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

i

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

PROVINSI SULAWESI UTARA

AGUSTUS 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara

Soekowardojo : Kepala Perwakilan / Direktur

Buwono Budisantoso : Kepala Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi / Deputi Direktur

A.Yusnang : Kepala Divisi SP, PUR, Layanan dan Administrasi / Deputi Direktur

Gunawan : Kepala Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan / Asisten Direktur

Lukman Hakim : Kepala Tim PUR dan Operasional SP / Asisten Direktur

Zulham Effendi : Analis / Manajer

Rivo Mandey : Analis / Asisten Manajer

Iona Rombot : Analis / Asisten Manajer

Untuk informasi lebih lanjut hubungi:

Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara

Jl. 17 Agustus No. 56

Manado 95117

T: 0431 868102 / 868103

F: 0431 866933

Salinan elektronis publikasi ini dapat diperoleh di website Bank Indonesia dengan alamat:

http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/Sulawesi Utara/

atau

Silahkan mengirimkan email ke:

[email protected] dengan subyek “Publikasi KEKR Sulawesi Utara”

serta mencantumkan nama, instansi, dan jabatan

ii

Visi, Misi & Nilai Strategis Bank Indonesia

VISI

Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai

strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

MISI

1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk

mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu

bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber

pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian

nasional.

3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap

perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan

aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.

4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi

nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang

berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.

NILAI-NILAI STRATEGIS

Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork

Visi & Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Sulawesi Utara

VISI

Menjadi Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang kontributif terhadap perekonomian Sulawesi Utara

yang maju dan penting bagi Indonesia, dengan semangat kerja cerdas, ikhlas, dan tuntas.

MISI

1. Menjalankan fungsi Bank Indonesia di daerah terkait sistem pembayaran dan komunikasi

kebijakan.

2. Memberikan informasi mengenai perekonomian daerah dan respon kebijakan Bank

Indonesia.

3. Menjalankan fungsi advisory dengan baik.

iii

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya, sehingga buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi

Utara Periode Agustus 2017 dapat selesai disusun dan dipublikasikan kepada stakeholders Bank

Indonesia. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Utara diterbitkan secara periodik

setiap triwulan sebagai wujud peranan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara

dalam memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan ekonomi Sulawesi Utara

terkini serta prospeknya. Kami berharap informasi yang kami sajikan ini dapat menjadi salah satu

referensi atau acuan dalam proses diskusi atau proses pengambilan kebijakan berbagai pihak terkait.

Dalam proses penyusunan kajian ini, kami menggunakan data yang diperoleh dari berbagai

pihak, yakni instansi di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Badan Pusat Statistik, pelaku

usaha, laporan perbankan serta data hasil analisis intern Bank Indonesia dan sumber-sumber lain yang

tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Untuk itu kepada para pihak tersebut, kami mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya dan semoga hubungan yang telah terjalin erat selama ini dapat

ditingkatkan di masa yang akan datang.

Kami juga menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan kajian ini ataupun

terdapat penyajian data yang kurang tepat, oleh karena itu kami senantiasa mengharapkan kritikan

dan masukan membangun demi penyempurnaan di masa yang akan datang.

Akhirnya besar harapan kami mudah-mudahan laporan triwulanan ini dapat bermanfaat bagi

semua kalangan dalam memahami perekonomian Sulawesi Utara. Terima Kasih.

Manado, Agustus 2017

KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA

PROVINSI SULAWESI UTARA

ttd

Soekowardojo

Direktur

iv

Daftar Isi

VISI DAN MISI BANK INDONESIA ii KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv DAFTAR GRAFIK v

DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR viii

INDIKATOR EKONOMI PROVINSI SULAWESI UTARA ix RINGKASAN EKSEKUTIF 1

BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 5 PDRB – Jenis Penggunaan 6

Konsumsi 6 Investasi (PMTB) 8

Ekspor-Impor 9 PDRB –Lapangan Usaha 10

Pertanian, Kehutanan Dan Perikanan 11 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor 12

Konstruksi 13 Transportasi 13

Industri Pengolahan 14 Box I. Overview Kondisi Perikanan Sulawesi Utara 16

BAB II - KEUANGAN PEMERINTAH 18 Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Utara 18

Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara 19 Alokasi Belanja APBN Di Sulawesi Utara 21

BAB III - PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 22 Evaluasi Realisasi Inflasi 22

Arah Perkembangan Inflasi 27 Program Pengendalian Dan Tantangan Yang Dihadapi 28

BAB IV - STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 31 Gambaran Umum Perbankan 30 Akses Keuangan Dan UMKM 36

Ketahanan Korporasi 38 Ketahanan Rumah Tangga 40

BAB V - PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 43 Penyelenggaraan Layanan Sistem Pembayaran Nontunai 43

Pengelolaan Uang Tunai 44 BAB VI - KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 46

Ketenagakerjaan 46 Kesejahteraan 47

BAB VII - PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 51 Pertumbuhan Ekonomi 51

Inflasi 52 DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN 54

v

Daftar Grafik

Grafik 1.1. Tren Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Utara Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi-Provinsi di Pulau Sulawesi Triwulan II 2017 Grafik 1.3. Pertumbuhan Konsumsi Grafik 1.4. Kredit Konsumsi Grafik 1.5. DPK Total dan Perseorangan Grafik 1.6. KPR Grafik 1.7. Pengadaan Semen Grafik 1.8. Harga CNO, Volume dan Nilai Ekspor Sulawesi Utara Grafik 1.9. Luas Panen Padi Grafik 1.10. Produksi Beras Grafik 1.11. Nilai Ekspor Komoditas Pertanian Grafik 1.12. Jumlah Wisman yang Berkunjung ke Sulut melalui Bandara Sam Ratulangi Manado Grafik 1.13. Jumlah Penumpang yang Datang ke Sulut melalui Bandara Sam Ratulangi Manado Grafik 1.14. Data Bongkar Muat Pelabuhan Bitung Grafik 1.15. Volume Ekspor Minyak Nabati Grafik 1.16. Volume Ekspor Ikan dan Olahannya Grafik Box 1.1. Pertumbuhan Sub Sektor Perikanan di Sulawesi Utara Grafik 2.1. Perkembangan Anggaran Pendapatan APBD Sulawesi Utara Grafik 2.2. Perkembangan Anggaran Belanja Modal Grafik 3.1. Inflasi Tahunan dan Andil Disagregasi Grafik 3.2. Inflasi Bulanan Grafik 3.3. Inflasi dan Andil April 2017 Berdasarkan Disagregasi Grafik 3.4. Inflasi dan Andil Mei 2017 Berdasarkan Disagregasi Grafik 3.5. Inflasi dan Andil Juni 2017 Berdasarkan Disagregasi Grafik 3.6. Inflasi Tahunan dan Andil Disagregasi Grafik 4.1. Perkembangan Aset Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.2. Perkembangan Kredit Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.3. Perkembangan DPK Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.4. Perkembangan Jenis DPK Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.5. Komposisi DPK Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.6. Perkembangan Giro Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.7. Perkembangan Tabungan Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.8. Perkembangan Deposito Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.9. Komposisi Kredit Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.10. Perkembangan KMK Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.11. Perkembangan KI Pebankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.12. Perkembangan KK Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.13. Komposisi Undisbursement Loan Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.14. NPL Bank Umum per Kelompok di Sulawesi Utara Grafik 4.15. NPL Bank Umum per Jenis Penggunaan di Sulawesi Utara Grafik 4.16. NPL Bank Umum per Kab/Kota di Sulawesi Utara Grafik 4.17. Perkembangan Kredit UMKM Bank Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.18. Pangsa Kredit UMKM Berdasarkan Wilayah di Sulawesi Utara Grafik 4.19. Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Penduduk Angkatan Kerja Grafik 4.20. Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Penduduk Angkatan Kerja Grafik 4.21. Komposisi Ekspor Sulawesi Utara Grafik 4.22. Perkembangan Harga Minyak dan Ekspor Minyak Nabati Sulut

5 5 6 7 7 9 9 10 11 11 12 13 13 14 14 14 16 18 20 22 23 23 24 26 31 31 31 32 33 33 33 33 33 34 34 35 35 35 36 36 36 36 37 37 37 38 39

vi

Grafik 4.23. Likert Scale Kegiatan Usaha Grafik 4.24. Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik 4.25. Pertumbuhan Kredit Korporasi Grafik 4.26. Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Sulawesi Utara Grafik 4.27. Persepsi Rumah Tangga Sulawesi Utara terhadap Ekonomi Saat Ini Grafik 4.28. Persepsi Rumah Tangga Sulawesi Utara terhadap Harga 6 Bulan Kedepan Grafik 4.29. Komposisi DPK Perseorang di Sulawesi Utara Grafik 4.30. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan Grafik 4.31. Komposisi Kredit Konsumsi Grafik 4.32. Pertumbuhan Kredit Konsumsi Menurut Jenis Penggunaan Grafik 5.1. Perkembangan Transaksi Kliring SKNBI Grafik 5.2. Perkembangan Aliran Uang Kartal (Rp triliun) Grafik 5.3. Perkembangan Temuan Uang Palsu (Lembar) Grafik 6.1. Tingkat Pengangguran Terbuka Periode Februari (%) Grafik 6.2. Perkembangan NTP Sulut Grafik 6.3. NTP Sulut per Subsektor Triwulan II 2017

39 39 40 40 40 40 41 41 41 42 43 44 45 46 49 49

vii

Daftar Tabel

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Penggunaan Tabel 1.2. Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Penggunaan Tabel 1.3. Pangsa Jenis Penggunaan Tabel 1.4. Komponen Konsumsi Rumah Tangga dalam PDRB (% yoy) Tabel 1.5. Realisasi Belanja Non Modal APBD Prov Sulawesi Utara Tabel 1.6. Realisasi Belanja Pegawai dalam APBD Provinsi Sulut dan APBN di Sulut Tabel 1.7. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Lapangan Usaha (% yoy) Tabel 1.8. Pangsa Lapangan Usaha Tabel Box 1.1. Perkembangan Indikator Bidang Perikanan Tabel 2.1. Perkembangan Anggaran Pendapatan APBD Sulawesi Utara Tabel 2.2. Realisasi Anggaran Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Utara Tabel 2.3. Perkembangan Anggaran Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara Tabel 2.5. Postur Alokasi Belanja APBN di Sulawesi Utara Tabel 2.6. Realisasi Belanja APBN di Sulawesi Utara Triwulan I 2017 Tabel 3.1. Inflasi Juli 2017 Tabel 6.1. Keadaan Ketenagakerjaan (Ribu Jiwa) Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tabel 6.3. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Tabel 6.4. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi Tabel 6.5. TPT Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi (%) Tabel 6.6. Indikator Keadaaan Kesejahteraan

6 6 6 7 8 8 10 11 17 18 19 19 20 21 21 27 46 47 47 47 47 48

viii

Daftar Gambar

Gambar 1.1. Prakiraan Curah Hujan di Sulut Gambar Box 1.1. Perkembangan Aturan di Sektor Perikanan

12 16

ix

Indikator Ekonomi dan Perbankan

Sumber: Bank Indonesia & Badan Pusat Statistik

INDIKATORI. MAKRO NASIONAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II

A PDB Nasional (yoy) 4.71 4.67 4.73 5.04 4.79 4.92 5.18 5.02 4.94 5.02 5.01 5.01

B Inflasi Nasional (yoy) 6.38 7.26 6.83 3.35 3.35 4.45 3.45 3.07 3.02 3.02 3.61 4.37

II. MAKRO REGIONAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II

A 1. Laju Inflasi (ytd) % (0.40) 2.14 2.23 5.56 5.56 (1.02) (0.71) (0.93) 0.35 0.35 2.51 2.49 2. Laju Inflasi (yoy) % 7.99 8.73 9.34 5.56 5.56 4.91 3.67 2.28 0.35 0.35 3.93 3.59 3. Laju Inflasi (mtm) % 0.50 0.49 0.62 1.74 1.74 (0.03) 1.06 (0.68) (1.52) (1.52) 0.23 1.15 4. Inflasi Bahan Makanan (mtm) % 0.59 1.21 2.37 5.93 5.93 (2.51) 3.62 (3.56) 1.69 1.69 0.62 2.29 5. Inflasi Makanan Jadi (mtm) % 0.07 0.07 0.67 0.79 0.79 0.11 0.47 0.09 0.46 0.46 (0.19) 0.23 6. Inflasi Perumahan (mtm) % 0.44 0.05 0.08 0.40 0.40 (0.18) 0.42 0.17 0.96 0.96 0.36 0.75 7. Inflasi Sandang (mtm) % (0.12) 0.36 0.07 0.38 0.38 0.14 0.32 0.03 0.52 0.52 0.20 0.39 8. Inflasi Kesehatan (mtm) % 0.27 0.17 0.13 0.30 0.30 - 0.41 0.26 0.21 0.21 0.92 1.31 9. Inflasi Pendidikan (mtm) % 0.31 0.27 - 0.35 0.35 0.05 0.03 0.05 0.14 0.14 0.06 0.17 10. Inflasi Transportasi (mtm) % 1.28 0.94 (0.28) 0.29 0.29 (1.50) (0.18) 0.57 1.91 1.91 (0.29) 1.70

B PDRB Penggunaan 6.40 6.27 6.31 5.57 6.12 5.96 6.14 6.01 6.49 6.17 6.43 5.80 - Konsumsi Rumah Tangga 6.26 6.06 6.72 6.69 6.44 6.82 6.93 5.84 5.52 6.27 4.28 5.03 - Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga (11.86) (1.55) 5.65 9.75 0.25 5.57 5.45 5.60 2.67 4.76 6.24 7.41 - Konsumsi Pemerintah 7.19 7.80 10.96 13.00 9.94 8.94 11.37 (1.50) (6.55) 2.32 2.72 (0.30) - Pembentukan Modal Tetap Bruto 3.56 6.61 12.86 12.37 9.08 9.96 9.86 6.34 1.62 6.29 4.61 6.20 - Perubahan Persediaan (72.36) (77.23) (62.90) 22.94 (63.28) (136.10) (35.44) (34.43) (34.79) (55.37) (266.04) (24.08) - Ekspor Luar Negeri (3.15) (13.86) (9.52) (21.34) (11.70) (20.07) (12.86) (2.80) 53.37 0.14 16.83 (3.86) - Impor Luar Negeri 1.64 (25.08) 3.54 16.45 (0.88) 16.01 126.75 18.79 (14.15) 28.53 (32.19) (16.91) - Net Ekspor Antardaerah (8.21) (9.23) 8.49 7.27 (1.38) (9.44) (16.26) (11.50) 12.41 (7.48) 11.85 (4.17)

C PDRB Sektoral 6.40 6.27 6.31 5.57 6.12 5.96 6.14 6.01 6.49 6.17 6.43 5.80

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4.27 4.43 2.83 0.66 2.95 0.90 2.11 4.08 5.72 3.67 5.38 4.66

Pertambangan dan Penggalian 12.40 8.35 7.48 5.30 8.17 3.56 0.81 0.81 3.85 4.42 9.45 9.81

Industri Pengolahan 4.57 3.67 0.83 1.80 2.65 2.68 (1.23) 1.82 1.45 1.11 6.53 7.17

Pengadaan Listrik dan Gas 31.93 4.35 2.99 (5.05) 6.76 8.10 30.18 27.07 2.43 17.52 2.22 1.07

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 8.15 8.29 (0.87) (4.90) 2.42 0.17 1.44 6.31 4.47 3.07 1.82 0.88

Konstruksi 7.12 7.53 11.25 11.48 9.49 9.88 9.86 6.23 5.76 6.89 5.45 6.35

Perdagangan Besar dan Eceran 6.09 5.49 5.44 6.65 5.93 6.53 7.91 7.23 4.76 6.05 5.41 4.73

Transportasi dan Pergudangan 8.78 7.99 7.06 5.47 7.25 7.83 8.47 9.94 10.14 9.24 7.61 6.04

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5.62 7.50 9.10 11.35 8.52 11.56 8.49 17.80 13.69 12.69 5.94 12.31

Informasi dan Komunikasi 8.20 9.23 8.75 9.52 8.95 8.24 8.94 9.86 9.03 9.20 9.40 9.35

Jasa Keuangan dan Asuransi 6.79 2.58 10.26 (3.32) 3.91 12.41 21.09 14.82 28.36 19.16 7.67 7.62

Real Estate 7.56 7.14 7.21 7.76 7.42 7.00 6.90 7.31 7.03 7.08 8.87 7.09

Jasa Perusahaan 8.14 8.26 8.40 6.29 7.73 6.36 6.36 6.86 9.16 6.87 8.34 7.54

Adm.i Pemerintahan, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib 8.37 9.24 8.74 9.47 8.99 8.07 8.76 1.47 2.03 4.72 3.89 (1.92)

Jasa Pendidikan 2.62 5.81 9.69 9.98 7.08 7.98 7.48 1.34 7.87 6.21 5.80 3.78

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4.46 9.35 9.16 8.36 7.88 7.10 6.82 9.89 8.80 8.02 8.71 8.37

Jasa lainnya 6.17 7.42 8.77 7.75 7.56 7.34 7.87 9.94 9.23 8.64 9.12 7.25

II. MONETER TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II

Policy Rate (%)* 7.50 7.50 7.50 7.50 7.50 6.75 6.50 4.75 4.75 4.75 4.75 4.75

Kurs (Rp/USD - posisi akhir) 13,084 13,313 13,854 13,726 13,494 13,527 13,317 12,998 13,436 13,320 13,348 13,309

III. PERDAGANGAN LUAR NEGERI TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II

1. Ekspor (ribu USD) 217,525 237,181 185,865 169,770 810,342 206,702 248,194 181,715 212,142 848,753 228,415 230,185

2. Impor (ribu USD) 17,027 10,714 8,916 26,115 62,772 36,186 49,050 11,057 27,976 124,269 37,411 48,758

IV. PERBANKAN** TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II

A. Jumlah Bank 46 46 46 46 46 46 47 48 48 48 48 48

1. Bank Umum 24 24 24 24 24 28 29 30 30 30 30 30

1.1. Bank Pemerintah 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6

1.2. Bank Swasta (non Syariah) 18 18 18 18 18 18 19 20 20 20 20 20

2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18

3. Bank Syariah 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

B. Jaringan Kantor (Termasuk Unit) 347 350 345 342 342 340 340 342 348 348 349 348

1. Bank Umum 292 295 290 289 289 285 285 287 293 293 294 292

1.1. Konvensional 276 279 275 275 275 272 273 274 280 280 281 279

1.2. Syariah 16 16 15 14 14 13 12 13 13 13 13 13

2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 56

2.1. Konvensional 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 56

2.2. Syariah - - - - - - - - - - - -

C. Total Asset (Rp miliar) 35,839 37,037 38,383 37,196 37,195 39,637 40,521 40,593 40,095 40,095 41,820 42,974

1. Bank Umum (non syariah) 34,381 35,566 36,932 35,721 35,721 38,135 39,033 39,085 38,561 38,561 40,253 41,396

2. BPR 973 977 983 1,004 1,004 1,069 1,058 1,100 1,100 1,100 1,131 1,122

3. Bank Syariah 485 494 468 470 470 433 430 408 434 434 437 456

Keterangan :

* Menggunakan BI-7 day (Reverse) Repo Rate sejak 19 Agustus 2016

** Berdasarkan Lokasi Bank Pelapor

201720162015

x

Indikator Ekonomi dan Perbankan

Sumber: Bank Indonesia & Badan Pusat Statistik

INDIKATOR

IV. PERBANKAN** TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II

D. Indikator Kinerja Bank Umum

1. Dana Pihak Ketiga (DPK) (Rp miliar) 20,368 21,096 21,848 21,482 21,482 21,537 21,860 21,229 21,215 21,215 21,508 22,436

1.1. Giro 3,855 4,292 4,485 4,436 4,436 5,017 4,049 4,017 3,147 3,147 4,083 4,231

1.2. Deposito 7,752 8,022 8,242 6,485 6,485 7,071 7,352 7,011 6,879 6,879 7,283 7,579

1.3. Tabungan 8,762 8,782 9,121 10,562 10,562 9,448 10,458 10,201 11,189 11,189 10,142 10,627

2. Kredit (Rp miliar) 27,079 28,652 30,036 30,273 30,273 29,630 30,714 30,824 31,440 31,440 32,020 32,831

2.1. Berdasarkan Jenis Penggunaan

- Modal Kerja 7,309 7,538 7,546 7,564 7,564 7,704 8,156 8,111 8,090 8,090 8,192 8,627

- Investasi 3,022 3,743 4,542 4,265 4,265 4,143 4,380 4,342 4,383 4,383 4,590 4,346

- Konsumsi 16,067 16,209 17,248 17,739 17,739 17,782 18,178 18,371 18,967 18,967 19,238 19,858

2.2. Berdasarkan Sektor Ekonomi

Pertanian, Kehutanan & Perikanan 480 506 510 545 545 539 569 561 609 609 611 649

Pertambangan & Penggalian 38 733 1,594 1,317 1,317 1,222 1,360 1,280 1,247 1,247 1,515 1,543

Industri Pengolahan 763 795 720 733 733 714 717 701 720 720 726 642

Pengadaan Listrik, Gas & Produksi Es 2 4 9 12 12 17 19 22 45 45 47 49

Pengelolaan Air, Sampah, Limbah & Daur Ulang 5 5 5 5 5 5 7 8 7 7 7 7

Konstruksi 724 839 900 807 807 751 975 1,086 954 954 978 1,147

Perdagangan Besar & Eceran 6,075 6,230 6,228 6,549 6,549 6,708 6,956 6,937 6,948 6,948 6,952 7,011

Transportasi & Pergudangan 303 329 279 350 350 346 342 345 444 444 456 351

Penyediaan Akomodasi & Makan Minum 417 457 473 430 430 448 544 560 579 579 572 616

Informasi & Komunikasi 4 6 5 4 4 4 4 1 1 1 9 9

Jasa Keuangan & Asuransi 78 85 74 57 57 53 42 38 34 34 25 24

Real Estate 340 342 345 355 355 356 340 330 319 319 298 300

Jasa Perusahaan 235 228 223 225 225 276 275 206 171 171 168 154

Adm.i Pemerintah, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Jasa Pendidikan 42 39 37 35 35 39 36 33 36 36 37 48

Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 35 37 35 39 39 37 36 35 35 35 34 34

Jasa Lainnya 579 643 463 420 420 330 311 306 317 317 341 381

Lain-lain 15,808 16,209 16,988 18,386 18,386 17,782 18,178 18,373 18,970 18,970 19,242 19,864

2.3. Kredit untuk Debitur UMKM 7,472 7,446 7,228 7,430 7,430 7,612 7,828 8,079 8,262 8,262 8,151 8,417

2.4. Loan to Deposit Ratio (LDR) % 128.12 131.00 132.73 135.73 135.73 137.57 140.50 145.20 148.20 148.20 148.88 146.33

2.5. Non Performing Loan (NPL)

- Nominal (Rp miliar) 894 988 996 984 984 1,072 1,142 1,186 1,070 1,070 1,222 1,305

- Rasio (%) 3.39 3.45 3.32 3.33 3.33 3.62 3.72 3.85 3.40 3.40 3.82 3.97

V. SISTEM PEMBAYARAN TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II

1. Kas (Rp miliar)

- Inflow 2,323 1,094 1,820 1,100 6,337 2,504 1,035 2,476 1,289 7,305 2,403 970

- Outflow 692 1,407 2,380 2,772 7,251 710 2,469 1,810 2,790 7,779 766 2,954

2. Kliring

- Volume Kliring (Lembar) 90,235 92,390 94,408 99,206 376,239 85,025 88,256 82,903 84,940 341,124 73,286 57,762

- Nominal Kliring (Rp Miliar) 2,668 2,362 2,494 2,785 10,310 2,410 2,261 2,274 2,429 9,374 2,042 1,527

- Rata2 Volume Kliring/hari (Lembar) 1,455 1,515 1,523 1,600 1,523 1,518 1,401 1,382 1,348 1,412 1,182 1,050

- Rata2 Nominal Kliring/hari (Rp Miliar) 43.0 38.7 40.2 44.9 41.7 43.0 35.9 37.9 38.6 38.8 32.9 27.8

- Rata2 Lembar Tolakan Kliring/hari (%) 3.16 2.83 2.53 2.71 2.81 3.90 2.85 2.74 2.67 3.04 2.81 2.39

- Rata2 Nominal Tolakan Kliring/hari (%) 2.92 2.88 2.56 3.19 2.89 4.04 3.33 2.85 4.22 3.61 3.30 2.35

Keterangan :

** Berdasarkan Lokasi Bank Pelapor

201720162015

1

Ringkasan Eksekutif Kinerja perekonomian Provinsi Sulawesi Utara tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya... Anggaran pendapatan dan belanja APBD Sulawesi Utara tahun 2017 meningkat dibanding tahun sebelumnya, namun realisasi pada triwulan II 2017 cenderung lebih rendah... Inflasi tahunan Sulawesi Utara pada triwulan II 2017 sedikit meningkat dibandingkan

Perkembangan Ekonomi Makro Perekonomian Sulawesi Utara triwulan II 2017 tumbuh melambat sebesar 5,80% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh 6,43% (yoy). Pertumbuhan tersebut juga lebih rendah bila baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016 yang tumbuh sebesar 6,15% (yoy) maupun rata-rata pertumbuhan triwulan II selama 5 tahun terakhir (2012-2016) yakni sebesar 6,29% (yoy). Meskipun melambat, namun pertumbuhan ekonomi Sulut tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan ekonomi nasional yang tumbuh sebesar 5,01% (yoy) pada triwulan II 2017. Memasuki triwulan III 2017, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan meningkat dalam kisaran 5,9 – 6,3% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017. Berdasarkan jenis penggunaannya, pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2017 diperkirakan didorong oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga (RT), konsumsi pemerintah dan investasi serta kinerja ekspor. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2017 akan ditopang oleh peningkatan sektor pertanian seiring dengan membaiknya perikanan tangkap dan panen beras, dan sektor industri pengolahan seiring dengan membaiknya pasokan bahan baku, serta sektor konstruksi yang meningkat seiring dengan pola belanja modal pemerintah dan investasi swasta yang berlanjut.

Keuangan Pemerintah Anggaran pendapatan APBD Sulawesi Utara tahun 2017 meningkat dibanding tahun sebelumnya yang didorong oleh naiknya pendapatan asli daerah (PAD) dan pendapatan transfer dari pemerintah pusat. Meskipun anggaran pendapatan khususnya PAD meningkat, namun rasio kemandirian pendapatan Sulawesi Utara tahun 2017 rendah, bahkan mengalami penurunan dibandingkan sejak tahun 2015. Pada triwulan II 2017, realisasi anggaran pendapatan Sulawesi Utara cukup baik yakni sebesar 52,51%, lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan II 2015 dan triwulan II 2016. Dari sisi belanja, anggaran belanja APBD Sulawesi Utara tahun 2017 juga meningkat dibanding tahun sebelumnya yang terutama didorong oleh peningkatan anggaran belanja non-modal. Sementara itu, belanja modal mengalami penurunan. Selain mengalami penurunan, porsi belanja modal juga lebih kecil dibanding belanja non modal. Pada triwulan II 2017, realisasi anggaran belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara tercatat sebesar 36,96%. Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II 2016 (39,47%) namun lebih baik dibandingkan triwulan II 2015 (33,42%). Di sisi lain, alokasi APBN di Sulawesi Utara juga mengalami peningkatan anggaran belanja sebesar 5,91% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yang turun 5,41% (yoy). Peningkatan tersebut didorong oleh kenaikan belanja pegawai dan belanja modal, sedangkan pos belanja barang dan bantuan sosial mengalami penurunan. Pada triwulan II 2017, penyerapan alokasi anggaran APBN di Sulawesi Utara tercatat sebesar 33,26%, lebih rendah dibandingkan triwulan II 2016 yang tercatat sebesar 34,42%.

Perkembangan Inflasi Daerah Inflasi Sulawesi Utara pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 3,59% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya (3,93%). Inflasi Sulawesi Utara triwulan II 2017 berada dalam rentang target inflasi tahun 2017 yakni 4%±1% (yoy). Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan pada triwulan II 2017 disumbang oleh inflasi kelompok AP sebesar 2,16%, kelompok core sebesar 1,30%, dan kelompok VF sebesar 0,13%.

2

triwulan sebelumnya... Kondisi stabilitas keuangan daerah di Sulawesi Utara pada triwulan II 2017 relatif masih terjaga...

Memasuki awal triwulan III 2017, IHK bulan Juli 2017 tercatat inflasi sebesar 0,86% (mtm), atau secara tahunan tercatat sebesar 3,61% (yoy) yang sedikit meningkat dibandingkan bulan Juni 2017. Meski inflasi tahunan meningkat, namun masih berada dalam rentang target inflasi tahun 2017 yakni 4±1% (yoy). Berbagai upaya dilakukan oleh TPID Sulawesi Utara untuk mencapai sasaran inflasi. Pada April 2017, BI bersama dengan Pemerintah Kota Manado dan Pemerintah Provinsi Sulut telah mencanangkan gerakan Barito (Batanang Rica dan Tomat) sebagai bentuk nyata pengendalian inflasi melalui gerakan menanam baik oleh masyarakat maupun ASN. Selanjutnya, Pada Mei 2017, BI bersama dengan Pemerintah Kota Manado dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara melalui wadah TPID telah melaksanakan berbagai kegiatan diantara lain panen raya cabai rawit dan tomat sayur hasil dari Gerakan Barito yang dicanangkan pada tahun 2017, serta sidak pasar bersama dengan Wakil Gubernur Sulawesi Utara untuk memastikan ketersediaan dan stabilitas harga kebutuhan pokok masyarakat. Sepanjang Juni, Bank Indonesia bersama dengan TPID Provinsi dan TPID Kab/Kota memfokuskan upaya pengendalian inflasinya dalam menghadapi risiko peningkatan harga selama bulan Ramadhan dan menjelang hari raya Idul Fitri 1438H.

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Kondisi Stabilitas Keuangan Daerah di Sulawesi Utara pada triwulan II 2017 relatif masih terjaga. Ketahanan sektor korporasi dan rumah tangga masih relatif baik seiring dengan berkurangnya tekanan dan potensi risiko pada kedua sektor tersebut. Ketahanan sektor korporasi ditopang oleh permintaan Negara mitra dagang yang relatif stabil, disi lain potensi kerentanan yang bersumber dari tren penurunan harga CNO serta keterbatasan bahan baku untuk Industri Pengolahan Ikan dampak dari kondisi cuaca perlu diwaspadai. Disisi lain, kondisi sektor rumah tangga yang salah satunya tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKE) masih berada pada level yang optimis (di atas 100) meski lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya. Di sisi perkembangan indikator utama perbankan menunjukkan perbaikan. Tekanan terhadap pertumbuhan DPK mereda, disertai dengan kredit yang tetap tumbuh meski melambat dibandingkan periode sebelumnya. DPK pada triwulan II 2017 tercatat tumbuh 3,6% (yoy) membaik dari -0,1% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Perbaikan tersebut didorong oleh pertumbuhan komponen giro yang pada bulan sebelumnya terkontraksi 18,62% (yoy), kini tumbuh positif meski dalam level yang terbatas sebesar 2,64% (yoy) serta peningkatan deposito dari 2,9%(yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 3,08%(yoy). Dari sisi pembiayaan, kredit tumbuh 6,9% (yoy) melambat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,06% (yoy). Loan To Deposit Ratio (LDR) menunjukkan penurunan menjadi 146,3% dari 148,8% pada triwulan sebelumnya. Rasio NPL menunjukkan peningkatan menjadi 3,9% yang menunjukkan meningkatnya rasio kredit bermasalah. Meski kredit secara agregat meningkat, namn penyaluran pembiayaan ke sektor UMKM masih relatif terbatas yang tercermin dari pangsa kredit UMKM hanya sebesar 25,6% dari total kredit di Sulut. Di sisi lain, pangsa unit usaha UMKM terhadap total unit usaha di Sulawesi Utara mencapai 98,67%. Adapun laju pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan II 2017 tercatat mengalami peningkatan menjadi 7,53% (yoy) dari 7,08% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Disisi lain, indikator akses keuangan Sulawesi Utara secara keseluruhan terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan, namun demikian dari sisi penyaluran pembiayaan menunjukkan penurunan. Untuk mendorong peningkatan akses masyarakat Sulawesi Utara terhadap layanan jasa keuangan guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, Bank Indonesia telah melakukan berbagai

3

Pada triwulan II 2017, nilai nominal transaksi pembayaran non tunai menurun, sementara pembayaran tunai meningkat... Kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara meningkat... Baik pertumbuhan maupun inflasi Sulawesi Utara, diperkirakan meningkat

bentuk langkah dan upaya diantaranya mendorong ekspansi agen LKD, sosialisasi dan edukasi akses keuangan, penciptaan aplikasi SIAPIK, Diseminasi penelitian KPJU serta pelaksanaan penelitian lending model.

Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah di Sulawesi Utara dan Gorontalo Pada triwulan II 2017, transaksi kliring melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di Sulawesi Utara dan Provinsi Gorontalo tercatat sebesar Rp 1,80 triliun menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 2,42 triliun. Hal ini sejalan dengan perlambatan perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan II 2017. Secara pertumbuhan, transaksi kliring kembali mengalami kontraksi yaitu sebesar 33,83% (yoy) pada triwulan II 2017 lebih dalam dari pada triwulan I 2017 yang terkontraksi sebesar 15,7% (yoy). Pergerakan aliran masuk uang kartal dari masyarakat ke kas Bank Indonesia pada triwulan II 2017 masih mengikuti pola historisnya yaitu menunjukkan adanya peningkatan net-outflow. Permintaan masyarakat akan uang kartal meningkat pada triwulan II 2017 sejalan dengan peningkatan kebutuhan masyarakat akan uang kartal jelang hari raya Idul Fitri dan perayaan pengucapan di wilayah Minahasa dan sekitarnya. Temuan uang palsu di Sulawesi Utara dan Provinsi Gorontalo pada triwulan II 2017 sebanyak 121 lembar, meningkat dari triwulan I 2017 yang tercatat hanya sebanyak 103 lembar. Berdasarkan pecahannya, temuan pada triwulan II 2017 terdiri dari 78 lembar pecahan Rp 100 ribu, 41 lembar pecahan Rp 50 ribu dan 2 lembar pecahan Rp 20 ribu.

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Ketenagakerjaan di Sulawesi Utara mengalami perbaikan pada periode Februari 2017. Perbaikan ketenagakerjaan di Sulawesi Utara tersebut tercermin dari tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada periode Februari 2017 yang sebesar 6,12%, menurun dari tahun sebelumnya yang berada di level 6,18%. Jumlah tenaga kerja meningkat baik secara pertumbuhan maupun jumlah jiwanya dibandingkan jumlah peningkatan angkatan kerja. Kondisi tersebut menyebabkan TPT mengalami penurunan yang cukup dalam. Berdasarkan lapangan usahanya, penurunan tingkat pengangguran ditopang oleh penyerapan tenaga kerja pada lapangan usaha pertanian dan industri. Sejalan dengan keadaan ketenagakerjaan, kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara meningkat yang tercermin dari penurunan tingkat kemiskinan. Tingkat kemiskinan di Sulawesi Utara menurun dari 8,98% menjadi 8,20% pada data terakhir bulan September tahun 2016. Selain dampak dari pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi yang rendah, meningkatnya kesejahteraan masyarakat juga didukung oleh program pengentasan kemiskinan pemerintah daerah “ODSK”1 menjadi salah satu faktor pendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara.

Prospek Perekonomian Daerah Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan IV 2017 diperkirakan tumbuh meningkat dibandingkan perkiraan pertumbuhan triwulan III 2017. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan berada pada kisaran 6,1-6,5% (yoy) di triwulan IV 2017, lebih tinggi dibandingkan perkiraan triwulan III 2017 yaitu 5,9-6,3% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi akan didorong oleh peningkatan seluruh komponen utama sisi penggunaan yakni konsumsi, investasi dan ekspor. Dari sisi

1 Operasi Daerah Selesaikan Kemiskinan (Program Gubernur Olly Dondokambey dan Wagub Steven Kandouw)

4

pada triwulan IV 2017...

lapangan usaha, faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara terutama bersumber dari 5 sektor utama yakni pertanian, perdagangan, konstruksi dan transportasi, serta industri pengolahan. Sementara itu, sepanjang keseluruhan tahun 2017, perekonomian Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh meningkat dibandingkan tahun 2016. Ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,1-6,5% (yoy). Di sisi lain, tekanan inflasi Sulawesi Utara pada triwulan IV diperkirakan meningkat dibandingkan perkiraan inflasi triwulan III 2017, namun demikian masih berada dalam rentang target inflasi tahun 2017 4±1%. Inflasi triwulan IV 2017 secara tahunan diperkirakan sebesar 4,0-4,4% (yoy). Secara bulanan, inflasi terjadi di ketiga bulan di triwulan IV 2017, dengan inflasi tertinggi terjadi di bulan Desember. Pada bulan Oktober 2017, IHK Sulawesi Utara diperkirakan mengalami inflasi yang relatif kecil yakni sebesar 0,2% (mtm). Pada bulan November dan Desember, inflasi Sulut diperkirakan meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yakni berturut-turut sebesar 0,5% dan 0,8% (mtm).

5

Bab I.

Perkembangan Ekonomi Makro

Perekonomian Sulawesi Utara triwulan II

2017 tumbuh melambat dibandingkan

triwulan I 2017 dari 6,43% (yoy) menjadi

5,80% (yoy). Pertumbuhan tersebut juga lebih

rendah bila baik dibandingkan dengan periode

yang sama tahun 2016 yang tumbuh sebesar

6,15% (yoy) maupun rata-rata pertumbuhan

triwulan II selama 5 tahun terakhir (2012-2016)

yakni sebesar 6,29% (yoy). Meskipun

melambat, namun pertumbuhan ekonomi

Sulut tersebut masih lebih tinggi dibandingkan

dengan ekonomi nasional yang tumbuh

sebesar 5,01% (yoy) pada triwulan II 2017.

Namun demikian, apabila dibandingkan

dengan pertumbuhan ekonomi Pulau Sulawesi

dan seluruh provinsi di Pulau Sulawesi,

pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara relatif

rendah. Hanya Provinsi Sulawesi Barat saja

yang pertumbuhan ekonominya (4,78% yoy)

berada di bawah pertumbuhan ekonomi

Sulawesi Utara pada triwulan II 2017,

sedangkan provinsi lain mencatat

pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

Grafik 1.1. Tren Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Utara

Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi-Provinsi di Pulau Sulawesi Triwulan II 2017

Memasuki triwulan III 2017, pertumbuhan

ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan

meningkat dalam kisaran 5,9 – 6,3% (yoy)

dibandingkan triwulan II 2017. Berdasarkan

jenis penggunaannya, pertumbuhan ekonomi

pada triwulan III 2017 diperkirakan didorong

oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga

(RT), konsumsi pemerintah dan investasi serta

kinerja ekspor. Konsumsi RT meningkat seiring

dengan sumber pendapatan masyarakat yang

meningkat dari sektor pertanian dan

penerimaan gaji ke-13. Di sisi lain, konsumsi

pemerintah juga diperkirakan meningkat

seiring dengan penyaluran gaji ke-13 pada

bulan Juli 2017. Sementara itu, investasi atau

Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto

(PMTB) diperkirakan meningkat yang didorong

oleh berlanjutnya pembangunan infrastruktur

pemerintah daerah dan peningkatan

penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Di

sisi kinerja perdagangan luar negeri, ekspor

Sulawesi Utara pada triwulan III diperkirakan

mengalami peningkatan seiring dengan

membaiknya pasokan bahan baku dan

membaiknya perekonomian dunia. Dari sisi

lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi pada

triwulan III 2017 akan ditopang oleh

peningkatan sektor pertanian seiring dengan

membaiknya perikanan tangkap dan panen

beras, dan sektor industri pengolahan seiring

4

5

6

7

8

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016 2017

% yoy

Sumber: BPS

7.03 6.64 6.63 6.61 6.49

5.80

5.01 4.78

SulawesiTenggara

Gorontalo SulawesiSelatan

SulawesiTengah

PulauSulawesi

SulawesiUtara

Nasional SulawesiBarat

% yoy

Sumber: BPS

6

dengan membaiknya pasokan bahan baku,

serta sektor konstruksi yang meningkat seiring

dengan pola belanja modal pemerintah dan

investasi swasta yang berlanjut.

1.1. PDRB - JENIS PENGGUNAAN

Berdasarkan jenis penggunaannya,

perlambatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi

Utara pada triwulan II 2017 disebabkan oleh

terkontraksinya konsumsi pemerintah dan

ekspor. Perlambatan ekonomi lebih dalam

ditahan oleh kuatnya pertumbuhan investasi

(PMTB) dan peningkatan konsumsi rumah

tangga. Pertumbuhan ekonomi triwulan II

2017 terutama disumbang oleh konsumsi RT

dan investasi. Dari sisi pangsa, struktur

ekonomi Sulawesi Utara tetap didominasi oleh

konsumsi RT dan investasi.

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Penggunaan

Sumber: Badan Pusat Statistik

Tabel 1.2. Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Penggunaan

Sumber: Badan Pusat Statistik

Tabel 1.3. Pangsa Jenis Penggunaan

Sumber: Badan Pusat Statistik

1.1.1. Konsumsi

Meningkatnya konsumsi rumah tangga tidak

diiringi dengan konsumsi pemerintah yang

mana tercatat kontraksi sehingga

menyebabkan pertumbuhan konsumsi secara

keseluruhan mengalami perlambatan.

Konsumsi secara keseluruhan Sulawesi Utara

pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 3,70%

(yoy), melambat dibanding triwulan

sebelumnya (3,94%). Pertumbuhan tersebut

jauh di bawah rata-rata pertumbuhan total

konsumsi pada triwulan II selama 5 tahun

terakhir (2012-2016) yang tercatat sebesar

6,42% (yoy).

Grafik 1.3. Pertumbuhan Konsumsi

Peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah

tangga terutama didorong oleh perayaan hari

raya Idul Fitri yang bergeser ke triwulan II

pada tahun 2017, dimana pada tahun lalu

jatuh pada triwulan III. Pergeseran tersebut

menyebabkan jumlah pengeluaran masyarakat

dalam rangka perayaan hari raya menjadi lebih

tinggi di triwulan II 2017 dibandingkan triwulan

yang sama tahun sebelumnya, sehingga

pertumbuhan konsumsi rumah tangga

meningkat. Fenomena itu terkonfirmasi dari

peningkatan pertumbuhan komponen-

komponen konsumsi rumah tangga. Namun

demikian, sebagian besar sumber dana yang

digunakan untuk konsumsi tersebut

bersumber dari penggunaan dana pihak ketiga

(DPK) di perbankan dan kredit dari perbankan.

Hal tersebut tercermin dari perlambatan

pertumbuhan DPK perseorangan yang tumbuh

sebesar 2,52% (yoy), lebih rendah dari triwulan

sebelumnya (8,32% yoy), di tengah

peningkatan pertumbuhan DPK total (dari

2015

Total II Total I II

Konsumsi Rumah Tangga 6.37 6.87 6.27 4.28 5.03

Konsumsi LNPRT 0.25 5.45 4.76 6.24 7.41

Konsumsi Pemerintah 9.94 11.37 2.32 2.72 (0.30)

Investasi (PMTB) 9.52 9.47 6.29 4.61 6.20

Perubahan Inventori (63.28) (35.44) (55.37) (266.04) (24.08)

Ekspor (11.70) (12.86) 0.14 16.83 (3.86)

Impor (0.88) 126.75 28.53 (32.19) (16.91)

Net Ekspor Antarprovinsi (0.74) (17.07) (7.48) 11.85 (4.17)

Total 6.12 6.15 6.17 6.43 5.80

Jenis Penggunaan (% yoy)2016 2017

2015

Total II Total I II

Konsumsi Rumah Tangga 3.05 3.28 3.00 2.15 2.42

Konsumsi LNPRT 0.01 0.11 0.10 0.13 0.15

Konsumsi Pemerintah 1.79 1.94 0.40 0.49 (0.05)

Investasi (PMTB) 3.52 3.41 2.33 1.69 2.30

Perubahan Inventori (0.02) (0.01) (0.01) 0.02 (0.00)

Ekspor (1.82) (2.35) 0.02 2.34 (0.58)

Impor (0.03) 3.38 1.16 (1.52) (0.96)

Net Ekspor Antarprovinsi 0.13 3.15 1.11 (1.92) 0.60

Total 6.12 6.15 6.17 6.43 5.80

Jenis Penggunaan (%)2016 2017

2015

Total II Total I II

Konsumsi Rumah Tangga 45.80 45.20 45.33 46.49 45.38

Konsumsi LNPRT 1.96 1.99 2.00 2.11 2.09

Konsumsi Pemerintah 17.79 17.96 17.32 17.17 17.08

Investasi (PMTB) 34.03 34.41 34.16 32.79 34.26

Perubahan Inventori 0.02 0.01 0.01 0.01 0.01

Ekspor 14.56 14.69 14.40 16.38 15.16

Impor 3.07 4.97 3.68 3.08 4.57

Net Ekspor Antarprovinsi (11.09) (9.29) (9.54) (11.88) (9.40)

Jenis Penggunaan (%)2016 2017

(15)

(10)

(5)

-

5

10

15

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016 2017

% yoy

Sumber: BPS

Total Konsumsi Konsumsi RT

Konsumsi Lembaga Nonprofit RT Konsumsi Pemerintah

7

0,25% yoy menjadi 3,09% yoy). Sementara itu,

kredit konsumsi tumbuh sebesar 7,84% (yoy),

meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya

(6,79% yoy). Kredit multiguna yang merupakan

pangsa terbesar kredit konsumsi menjadi

pendorong utama peningkatan kredit

konsumsi. Kredit multiguna tumbuh sebesar

8,62% (yoy), lebih tinggi dari 7,29% (yoy) pada

triwulan sebelumnya. Penggunaan DPK

perseorangan dan kredit konsumsi oleh

masyarakat dipengaruhi oleh terbatasnya

sumber dana dari pendapatan masyarakat

pada triwulan II 2017. Sektor pertanian yang

merupakan sektor terbesar di Sulawesi Utara

mengalami perlambatan kinerja (dari 5,38%

yoy menjadi 4,66% yoy) seiring dengan

tingginya curah hujan pada triwulan II dan

tertundanya penyaluran gaji ke-13 kepada

Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi faktor

terbatasnya sumber pendapatan masyarakat

di triwulan II 2017. Khusus di pedesaan, Nilai

Tukar Petani (NTP) triwulan II 2017 yang

tercatat sebesar (92,33%) juga masih berada di

bawah batas angka kesejahteraan (100%),

meskipun relatif membaik pertumbuhan

tahunannya (dari -5,14% yoy menjadi -4,74%

yoy). Adapun peningkatan konsumsi rumah

tangga tercermin juga dari indikator aliran

uang kartal yang tercatat net outflow sebesar

Rp1,5 triliun pada triwulan II 2017, tumbuh

sebesar 52,43% (yoy) dibandingkan net

outflow triwulan II 2016 yang tercatat sebesar

Rp991 miliar.

Tabel 1.4. Komponen Konsumsi Rumah Tangga dalam PDRB (% yoy)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 1.4. Kredit Konsumsi

Grafik 1.5. DPK Total dan Perseorangan

Sementara itu, terkontraksinya konsumsi

pemerintah sejalan dengan realisasi belanja

non modal (belanja operasi, transfer dan

tidak terduga) pada triwulan II 2017 yang

lebih rendah dibandingkan triwulan II 2016.

Pada triwulan II 2017, belanja non modal

terealisasi sebesar 40,61%, lebih rendah

dibandingkan triwulan II 2016 yang tercatat

sebesar 41,71%. Rendahnya realisasi belanja

non modal terutama disebabkan oleh

bergesernya penyaluran gaji ke-13 kepada ASN

ke bulan Juli, sementara pada tahun 2016

disalurkan di bulan Juni. Hal tersebut tercermin

dari realisasi belanja pegawai baik dalam APBD

Provinsi Sulawesi Utara maupun APBN yang

dialokasikan di Sulawesi Utara pada triwulan II

2017. Dalam APBD Sulut, realisasi belanja

pegawai pada triwulan II 2017 sebesar 42,23%,

lebih rendah dari triwulan II 2016 sebesar

45,19%. Sementara itu, dalam APBN yang

dialokasikan di Sulut, realisasi belanja pegawai

pada triwulan II 2017 sebesar 44,80%, lebih

rendah dari 52,93% pada triwulan II 2016.

Komponen Konsumsi Rumah Tangga

dalam PDRBTw I 2017 Tw II 2017

Makanan dan Minuman, Selain Restoran 2.65 4.14

Pakaian dan Alas Kaki 4.27 10.52

Perumahan dan Perlengkapan Rumah Tangga 8.73 9.94

Kesehatan dan Pendidikan 4.23 5.24

Transportasi dan Komunikasi 4.65 4.93

Restoran dan Hotel 6.65 2.24

Konsumsi Lainnya 5.53 7.90

(30)

(20)

(10)

-

10

20

30

40

50

60

70

80

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

% yoy

Sumber: Bank Indonesia

Kredit Konsumsi Kredit Multiguna

(40)

(20)

-

20

40

60

80

100

120

140

160

(15)

(10)

(5)

-

5

10

15

20

25

30

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Sumber: Bank Indonesia

% yoy% yoy

DPK Total DPK Perseorangan

Tabungan Perseorangan Deposito Perseorangan

Giro Perseorangan (sb.kanan)

8

Tabel 1.5. Realisasi Belanja Non Modal APBD Provinsi Sulawesi Utara

(Operasi, Transfer, dan Tidak Terduga)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Tabel 1.6. Realisasi Belanja Pegawai dalam APBD Provinsi Sulut dan APBN yang

Dialokasikan di Sulut (Rp)

Memasuki triwulan III 2017, pengeluaran

konsumsi diperkirakan mengalami

peningkatan pertumbuhan yang didorong

oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga

dan konsumsi pemerintah. Konsumsi RT

meningkat seiring dengan peningkatan sumber

pendapatan masyarakat dari sektor pertanian

khususnya sub sektor tanaman pangan dan

perikanan serta penerimaan gaji ke-13 bagi

Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bergeser

pada bulan Juli. Sub sektor tanaman pangan

meningkat seiring dengan masuknya masa

panen beras pada triwulan III, sementara itu

sub sektor perikanan meningkat sejalan

dengan semakin baiknya adaptasi pelaku

usaha terhadap aturan di bidang perikanan.

Pendapatan masyarakat yang meningkat

tersebut juga tidak akan tergerus oleh

penyesuaian tarif listrik tenaga 900VA bagi

pelanggan non subsidi yang telah berakhir

pada Juni 2017. Konsumsi masyarakat juga

diperkirakan meningkat dengan adanya

kegiatan pariwisata Manado Fantastic Festival

(MFF) yang terdiri dari berbagai festival yang

akan berlangsung pada bulan September. Di

sisi lain, konsumsi pemerintah juga

diperkirakan meningkat seiring dengan

penyaluran gaji ke-13 pada bulan Juli 2017

dimana pada tahun 2016 disalurkan di bulan

Juni.

1.1.2. Investasi (PMTB)

Investasi atau PMTB pada triwulan II 2017

tumbuh meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya, baik investasi bangunan

maupun non bangunan. Investasi tumbuh

sebesar 6,20% (yoy), lebih tinggi dari 4,61%

(yoy) pada triwulan I 2017. Investasi bangunan

tumbuh menjadi 6,53% (yoy) dari 5,73% (yoy).

Investasi non bangunan tumbuh menjadi

2,21% (yoy) dari -7,99% (yoy). Sebagai

informasi, investasi Sulawesi Utara didominasi

oleh investasi bangunan dengan pangsa

sebesar 92,76%, dibandingkan investasi non

bangunan yang hanya 7,24%. Peningkatan

pertumbuhan investasi tidak terlepas dari

peran Pemerintah Pusat dan Daerah dalam

mendorong upaya perbaikan iklim investasi

melalui perbaikan regulasi dan perizinan serta

mendorong dan mengembangkan sektor-

sektor potensial di Sulawesi Utara.

Peningkatan investasi di triwulan II 2017

terutama ditopang oleh investasi swasta.

Investasi swasta tumbuh tinggi pada triwulan II

2017 seiring dengan berlanjutnya

pembangunan beberapa pusat hiburan dan

perbelanjaan di Manado, pembangunan hotel

dan perkantoran di beberapa kabupaten/kota

serta pembangunan gedung swasta lainnya.

Pembangunan swasta juga didorong oleh

pembangunan perumahan baik vertikal

maupun horizontal yang tercermin dari

peningkatan pertumbuhan KPR sebagai

dampak positif dari pelonggaran aturan LTV

pada Agustus 2016. KPR yang disalurkan di

Sulawesi Utara pada triwulan II 2017 tumbuh

sebesar 9,83% (yoy), meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar

9,08% (yoy). Peningkatan investasi

terkonfirmasi dari peningkatan pengadaan

semen di Sulawesi Utara yang membaik

pertumbuhannya pada triwulan II 2017 yakni

sebesar -13,62% (yoy), dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar -31,50%

(yoy).

Komponen (Rp Juta) Tw II 2013 Tw II 2014 Tw II 2015 Tw II 2016 Tw II 2017

Realisasi Belanja Non Modal 598,620 599,008 750,362 898,122 1,167,744

Pagu Belanja Non Modal 1,602,088 1,991,685 2,116,697 2,152,997 2,875,278

% Realisasi 37.36% 30.08% 35.45% 41.71% 40.61%

APBD Sulut Pagu Belanja Pegawai Realisasi % Realisasi

Tw II 2016 626,667,513,468 283,194,334,619 45.19%

Tw II 2017 1,204,217,053,617 508,493,324,468 42.23%

APBN Sulut Pagu Belanja Pegawai Realisasi % Realisasi

Tw II 2016 2,208,589,927,000 1,169,082,657,424 52.93%

Tw II 2017 2,562,040,583,000 1,147,757,471,035 44.80%

9

Grafik 1.6. KPR

Grafik 1.7. Pengadaan Semen

Memasuki triwulan III 2017, investasi

diperkirakan kembali tumbuh meningkat.

Peningkatan tersebut ditopang oleh upaya

perbaikan iklim investasi yang terus dilakukan

oleh Pemerintah melalui Pelayanan Terpadu

Satu Pintu (PTSP), layanan investasi 3 jam, dan

Kemudahan Layanan Investasi Langsung

Konstruksi (KLIK) serta berbagai kebijakan atau

paket ekonomi Pemerintah dalam

memperbaiki iklim investasi. Peran

pemerintah dalam mendorong dan

mengembangkan sektor-sektor potensial di

Sulawesi Utara juga turut menopang investasi.

Berdasarkan sektornya, peningkatan investasi

diperkirakan didorong oleh sektor swasta

maupun pemerintah. Dari sektor swasta,

berlanjutnya pembangunan gedung-gedung

pusat perbelanjaan, hotel, perkantoran dan

gedung lainnya akan mendorong naiknya

investasi. Selain itu, berlanjutnya dampak

positif dari pelonggaran LTV terhadap KPR juga

turut mendorong investasi. Dari sektor

pemerintah, investasi akan didorong oleh

berlanjutnya pembangunan proyek

infrastruktur seiring dengan semakin tingginya

realisasi belanja modal Pemerintah Daerah

memasuki semester II.

1.1.3. Ekspor-Impor Luar Negeri

Kinerja ekspor Sulawesi Utara pada triwulan II

2017 mengalami kontraksi (-3,86% yoy),

setelah pada triwulan sebelumnya tercatat

positif (16,83% yoy) yang disebabkan oleh

pertumbuhan negatif ekspor barang dan juga

perlambatan pertumbuhan ekspor jasa.

Ekspor barang terkontraksi 18,90% (yoy), lebih

dalam dari kontraksi pada triwulan

sebelumnya (-1,15% yoy). Sementara itu,

ekspor jasa tumbuh 472,63% (yoy), melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya (532,68%

yoy). Sebagai informasi, ekspor barang

mendominasi sebesar 81,78% terhadap total

ekspor. Adapun kontraksi ekspor pada triwulan

II 2017 terutama disebabkan oleh

terkontraksinya ekspor barang.

Penurunan ekspor barang terutama

disebabkan oleh penurunan harga Coconut Oil

(CNO), sementara itu volume ekspor

mengalami perbaikan. Adapun CNO

merupakan produk utama ekspor Sulawesi

Utara yang memiliki pangsa sebesar 65%

terhadap total ekspor Sulawesi Utara. Rata-

rata harga CNO tercatat sebesar USD1.627/MT

pada triwulan II 2017, tumbuh sebesar 6,17%

(yoy), atau pertumbuhan tersebut melambat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

yang harganya tumbuh 38,34% (yoy).

Perlambatan tersebut dipengaruhi oleh base

effect rendahnya harga CNO pada triwulan I

2016 sehingga pertumbuhan harga pada

triwulan I 2017 menjadi sangat tinggi.

Sementara itu, volume ekspor Sulawesi Utara

pada triwulan II 2017 tumbuh membaik,

meskipun masih tercatat negatif. Ekspor

Sulawesi Utara pada triwulan II 2017 tumbuh

negatif sebesar 17,70 (yoy), lebih baik

dibandingkan triwulan sebelumnya (-31,48%

yoy). Perbaikan volume ekspor didukung oleh

membaiknya pasokan bahan baku industri

pengolahan di Sulawesi Utara dan permintaan

negara mitra dagang yang meningkat terhadap

CNO Sulut. Dengan turunnya harga di tengah

perbaikan volume, nilai ekspor Sulawesi Utara

pada triwulan II 2017 tercatat terkontraksi

(10)

(5)

-

5

10

15

20

25

30

35

40

45

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016 2017

% yoy

Sumber: Bank Indonesia

(40)

(20)

-

20

40

60

80

100

-

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Sumber: Kemenperin & Kemendag

% yoyTon Pengadaan Semen g Pengadaan Semen

10

sebesar 7,26% (yoy), dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tumbuh 10,50% (yoy).

Grafik 1.8. Harga CNO, Volume dan Nilai Ekspor Sulawesi Utara

Sementara itu, perlambatan pertumbuhan

ekspor jasa disebabkan oleh menurunnya

jumlah wisatawan mancanegara pada

triwulan II 2017. Jumlah wisman yang

berkunjung ke Sulawesi Utara pada triwulan II

2017 sebanyak 16.158 orang, tumbuh 332,03%

(yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya

(418,98% yoy, 17.941 orang). Jumlah wisman

yang datang ke Sulawesi Utara didominasi oleh

wisman yang berasal dari Tiongkok seiring

dengan dibukanya penerbangan langsung dari

beberapa kota di Tiongkok ke Manado

menggunakan reguler charter flight selama 3

tahun ke depan.

Di sisi lain, impor Sulawesi Utara kembali

tercatat kontraksi, namun tidak sedalam

triwulan sebelumnya. Impor terkontraksi

sebesar 16,91% (yoy), dibandingkan kontraksi

32,19% (yoy) pada triwulan sebelumnya.

Perbaikan impor tersebut sejalan dengan

perkembangan perbaikan volume ekspor

(meskipun nilai ekspor melambat karena

perlambatan harga). Berdasarkan data Ditjen

Bea Cukai, volume impor pada triwulan II 2017

tumbuh sebesar 41,90% (yoy), meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 21,71% (yoy).

Memasuki triwulan III 2017, kinerja ekspor

dan impor Sulawesi Utara diperkirakan

tumbuh positif. Ekspor pada triwulan III

diperkirakan mengalami peningkatan seiring

dengan membaiknya pasokan bahan baku

khususnya dari sub sektor perikanan dan juga

meningkatnya permintaan seiring dengan

membaiknya perekonomian dunia. Pada

triwulan III 2017, harga CNO tidak lagi

dipengaruhi dampak base effect seperti yang

terjadi pada triwulan II 2017, sehingga nilai

ekspor Sulawesi Utara diperkirakan meningkat.

Sementara itu, impor juga diperkirakan

meningkat sebagai dampak peningkatan

aktivitas ekspor.

1.2. PDRB - LAPANGAN USAHA

Berdasarkan lapangan usahanya,

pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara

triwulan II 2017 disebabkan oleh

melambatnya pertumbuhan sektor

perdagangan dan transportasi serta

pertanian. Di sisi lain, sektor industri tumbuh

signifikan dan sektor konstruksi yang

meningkat berperan dalam menahan laju

perlambatan pertumbuhan ekonomi yang

lebih dalam. Melihat kontribusinya, sektor

pertanian merupakan penopang utama

perekonomian Sulawesi Utara, dengan pangsa

mencapai 21%. Setelah pertanian, sektor

perdagangan menjadi penopang ekonomi

Sulawesi Utara dengan pangsa 12%. Kemudian,

ada sektor transportasi dan konstruksi yang

masing-masing memiliki pangsa sebesar 11%

terhadap perekonomian Sulawesi Utara.

Sementara itu, sektor industri pengolahan

memiliki pangsa sebesar 10%.

Tabel 1.7. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Lapangan Usaha (% yoy)

Sumber: Badan Pusat Statistik

(40)

(20)

-

20

40

60

80

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

% yoy

Sumber: World Bank dan Dirjen Bea Cukai

Harga CNO Volume Ekspor Nilai Ekspor

2015

Total II Total I II

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2.55 2.65 3.67 5.38 4.66

Pertambangan dan Penggalian 8.41 4.91 4.42 9.45 9.81

Industri Pengolahan 2.69 -1.25 1.11 6.53 7.17

Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es 15.87 32.83 17.52 2.22 1.07

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah 2.42 1.44 3.07 1.82 0.88

Konstruksi 9.84 8.26 6.89 5.45 6.35

Perdagangan Besar dan Eceran 6.00 7.15 6.05 5.41 4.73

Transportasi dan Pergudangan 7.38 8.59 9.24 7.61 6.04

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8.38 8.51 12.69 5.94 12.31

Informasi dan Komunikasi 8.99 9.06 9.20 9.40 9.35

Jasa Keuangan dan Asuransi 3.93 21.19 19.16 7.67 7.62

Real Estate 7.58 6.94 7.08 8.87 7.09

Jasa Perusahaan 8.11 6.36 6.87 8.34 7.54

Administrasi Pemerintahan 8.99 8.26 4.72 3.89 -1.92

Jasa Pendidikan 7.08 7.48 6.21 5.80 3.78

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7.88 6.82 8.02 8.71 8.37

Jasa lainnya 7.56 7.87 8.64 9.12 7.25

TOTAL 6.13 6.15 6.17 6.43 5.80

2017Lapangan Usaha (%)

2016

11

Tabel 1.8. Pangsa Lapangan Usaha

Sumber: Badan Pusat Statistik

1.2.1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

Kinerja sektor pertanian pada triwulan II 2017

tumbuh melambat dibandingkan triwulan

sebelumnya yang disebabkan oleh

pergeseran masa panen sub sektor tanaman

pangan (beras). Sementara itu, kinerja sub

sektor perikanan dan perkebunan relatif baik

pada triwulan II 2017 sehingga menjaga

pertumbuhan sektor pertanian masih kuat.

Sub sektor pertanian tanaman pangan beras

mengalami pergeseran masa panen dimana

pada tahun 2017 masa panen terjadi pada

triwulan I (Februari-Maret), sedangkan pada

tahun 2016 masa panen terjadi pada triwulan

II. Hal tersebut menyebabkan pertumbuhan

produksi tanaman pangan beras pada triwulan

II 2017 tidak setinggi triwulan sebelumnya.

Sebagai informasi, pergeseran masa tanam

dan masa panen tersebut disebabkan oleh El

Nino tahun 2015-2016 yang melanda beberapa

provinsi termasuk Sulawesi Utara.

Di sisi lain, pertumbuhan sektor pertanian

ditopang oleh pertumbuhan sub sektor

perikanan dan perkebunan. Sub sektor

perikanan khususnya perikanan tangkap

menunjukkan pertumbuhan yang semakin baik

sebagai dampak relaksasi aturan

transhipment. Pasca relaksasi tersebut, sub

sektor perikanan mulai tumbuh meningkat,

meskipun masih terdapat beberapa kendala

terkait dengan relaksasi aturan tersebut (Box I.

Perkembangan Sub Sektor Perikanan

Tangkap). Sementara itu, pertumbuhan sub

sektor perkebunan juga menahan perlambatan

sektor pertanian. Produksi perkebunan yang

membaik dipengaruhi oleh faktor base effect

terjadinya El Nino hingga triwulan II 2016.

Namun demikian, meskipun secara

pertumbuhan tahunan membaik namun

kendala pasokan bahan baku kelapa mulai

dirasakan oleh beberapa pelaku usaha industri

pengolahan kelapa.

Grafik 1.9. Luas Panen Padi

Grafik 1.10. Produksi Beras

Memasuki triwulan III 2017, sektor pertanian

diperkirakan tumbuh meningkat

dibandingkan triwulan II. Peningkatan

terutama didorong oleh sub sektor pertanian,

serta pertumbuhan sub sektor perikanan dan

perkebunan. Sub sektor pertanian tanaman

pangan khususnya beras meningkat sebagai

dampak masa panen pada triwulan III 2017.

Sementara itu, semakin baiknya penyesuaian

pelaku usaha di sub sektor perikanan tangkap

terhadap relaksasi aturan transhipment

diperkirakan mendorong pertumbuhan pada

sub sektor tersebut. Sub sektor perkebunan

juga diperkirakan tumbuh meningkat.

Berdasarkan perkiraan Badan Meteorologi

Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sulawesi

Utara, curah hujan pada triwulan III 2017

berada pada level rendah-menengah, sehingga

2015

Total II Total I II

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 21.72 22.03 21.71 20.81 21.96

Pertambangan dan Penggalian 4.75 4.87 4.82 4.97 4.90

Industri Pengolahan 9.45 8.99 8.99 9.57 9.26

Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es 0.08 0.09 0.09 0.10 0.10

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13

Konstruksi 11.53 11.30 11.39 11.02 11.30

Perdagangan Besar dan Eceran 12.36 12.05 12.11 12.29 12.09

Transportasi dan Pergudangan 10.62 10.79 11.03 11.26 10.94

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2.15 2.13 2.25 2.16 2.23

Informasi dan Komunikasi 3.82 3.80 3.87 4.07 4.01

Jasa Keuangan dan Asuransi 3.56 3.98 3.97 4.27 4.07

Real Estate 3.51 3.50 3.47 3.53 3.47

Jasa Perusahaan 0.09 0.09 0.09 0.09 0.09

Administrasi Pemerintahan 8.40 8.25 8.26 7.78 7.52

Jasa Pendidikan 2.86 2.93 2.81 2.83 2.80

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.47 3.52 3.49 3.53 3.57

Jasa lainnya 1.50 1.55 1.53 1.58 1.57

TOTAL 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

Lapangan Usaha (%)2016 2017

60

40

20

0

20

40

60

80

-

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

45,000

50,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

% yoyHa

Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Sulawesi Utara

Luas Panen Pertumbuhan (rhs)

60

40

20

0

20

40

60

80

-

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

140,000

160,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

% yoyTon

Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Sulawesi Utara

Produksi Beras Pertumbuhan (rhs)

12

relatif memberikan dampak positif terhadap

pertumbuhan sektor pertanian.

Gambar 1.1. Prakiraan Curah Hujan di Sulut

1.2.2. Perdagangan Besar dan Eceran;

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Kinerja sektor perdagangan pada triwulan II

2017 tumbuh melambat terutama

disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan

perdagangan besar dan eceran khususnya

perdagangan besar internasional.

Perdagangan besar internasional yaitu

penjualan ekspor produk-produk pertanian

oleh industri (bukan petani) yang belum diolah

atau tingkat pengolahannya minimal dan tidak

menyebabkan suatu perubahan nyata.

Perdagangan dimaksud antara lain penjualan

ekspor rempah-rempah (termasuk pala) dan

ikan atau hewan lain yang hanya dibekukan.

Perlambatan tersebut sejalan dengan kinerja

ekspor Sulawesi Utara yang mengalami

penurunan pada triwulan II 2017. Adapun data

ekspor produk pertanian (rempah-rempah,

ikan beku dan lain-lain) pada triwulan II 2017

mengkonfirmasi perlambatan pertumbuhan

perdagangan besar internasional. Perlambatan

komoditas rempah-rempah khususnya pala

disebabkan oleh adanya panen pala yang yang

cukup tinggi pada bulan Maret 2017.

Sementara itu, perlambatan ekspor ikan beku

dipengaruhi oleh meningkatnya penjualan ikan

tangkap ke industri pengolahan dalam Sulut

dibandingkan diekspor langsung. Lebih

dalamnya perlambatan pertumbuhan sub

sektor perdagangan besar dan eceran tertahan

oleh kinerja perdagangan eceran yang tumbuh

meningkat sejalan dengan peningkatan

konsumsi RT dampak bergesernya perayaan

hari raya Idul Fitri (Lihat Sub Bab 1.1.1.

Konsumsi).

Grafik 1.11. Nilai Ekspor Komoditas Pertanian

Di sisi lain, perdagangan dan reparasi mobil

dan sepeda motor tumbuh meningkat pada

triwulan II 2017 sehingga menahan laju

perlambatan sektor perdagangan.

Peningkatan pertumbuhan penjualan mobil

terkonfirmasi dari liaison dengan pelaku usaha

di Sulawesi Utara. Peningkatan tersebut

didorong oleh pembelian mobil oleh end user

sebagai dampak menjamurnya transportasi

online di Sulawesi Utara. Penjualan mobil

tumbuh 8% (yoy) pada triwulan II 2017, naik

dibandingkan bulan sebelumnya yang masih

tercatat kontraksi secara tahunan.

Berdasarkan hasil liaison, end user di Sulut

60

40

20

0

20

40

60

80

-

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

140,000

160,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

% yoyTon

Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Sulawesi Utara

Produksi Beras Pertumbuhan (rhs)

13

cenderung memilih down payment yang

rendah untuk membeli mobil.

Memasuki triwulan III 2017, kinerja sektor

perdagangan diperkirakan cenderung stabil

dibandingkan triwulan II 2017. Pada triwulan

III 2017 khususnya bulan Juli, ada penyaluran

gaji ke-13 kepada ASN di Sulut. Namun

demikian, peningkatan sumber pendapatan

tersebut tidak diikuti dengan konsumsi yang

meningkat dikarenakan pada triwulan III tidak

terdapat perayaan yang cukup besar, sehingga

masyarakat memilih menahan konsumsi.

1.2.3. Konstruksi

Kinerja sektor konstruksi pada triwulan II

2017 tumbuh meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya. Sektor konstruksi

tumbuh meningkat pada triwulan II 2017

seiring dengan berlanjutnya pembangunan

beberapa pusat hiburan dan perbelanjaan di

Manado, pembangunan hotel dan perkantoran

di beberapa kabupaten/kota serta

pembangunan gedung lainnya oleh swasta.

Pembangunan swasta juga didorong oleh

pembangunan perumahan baik vertikal

maupun horizontal yang tercermin dari

peningkatan pertumbuhan KPR sebagai

dampak positif dari pelonggaran aturan LTV

pada Agustus 2016. Peningkatan sektor

konstruksi terkonfirmasi dari sisi penggunaan

PDRB dimana investasi bangunan mengalami

peningkatan pertumbuhan pada triwulan II

2017 dibandingkan triwulan sebelumnya.

Memasuki triwulan III 2017, sektor konstruksi

diperkirakan tumbuh meningkat. (Lihat Sub

Bab 1.1.2. Investasi).

1.2.4. Transportasi

Kinerja sektor transportasi pada triwulan II

2017 tumbuh melambat dibandingkan

triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh

melambatnya sub sektor transportasi udara

dan laut. Transportasi udara dipengaruhi oleh

pertumbuhan jumlah wisman pada triwulan II

2017 yang melambat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Sebagai informasi, tingginya

wisman khususnya yang berasal dari Tiongkok

yang berkunjung ke Sulut dikarenakan

program Pemerintah Daerah yang

bekerjasama dengan pelaku usaha dalam

mendorong kunjungan wisman melalui

pembukaan direct charter flight dari Tiongkok

ke Manado selama 3 tahun ke depan sejak 4

Juli 2016. Perlambatan tersebut terkonfirmasi

dari perkembangan lalu lintas penumpang di

Bandara Internasional Sam Ratulangi Manado.

Sementara itu, transportasi laut juga tumbuh

melambat sejalan turunnya nilai ekspor.

Turunnya nilai ekspor terutama disebabkan

oleh turunnya harga komoditas dunia CNO

yang merupakan produk ekspor utama Sulut,

meskipun volume ekspornya membaik. Data

bongkar muat di Pelabuhan Pelindo IV Bitung

mengkonfirmasi perlambatan pada sub sektor

transportasi laut.

Grafik 1.12. Jumlah Wisman yang Berkunjung ke Sulut melalui Bandara Internasional Sam Ratulangi Manado

Grafik 1.13. Jumlah Penumpang yang Datang ke Sulut melalui Bandara

Internasional Sam Ratulangi Manado

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

-

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

yoyOrang

Sumber: Badan Pusat Statistik

Jumlah Wisman Pertumbuhan (rhs)

20

10

0

10

20

30

40

-

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

300,000

350,000

400,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

% yoyOrang

Sumber: PT Angkasa Pura I (Persero)

Jumlah Penumpang Datang Pertumbuhan (rhs)

14

Grafik 1.14. Data Bongkar Muat Pelabuhan Bitung

Di sisi lain, sub sektor transportasi darat

tumbuh meningkat sejalan dengan tingginya

konsumsi masyarakat, sehingga menahan

lebih dalam perlambatan sektor transportasi.

Meningkatnya transportasi darat sebagai

dampak dari mobilisasi masyarakat pada

perayaan Hari Raya Idul Fitri.

Memasuki triwulan III 2017, kinerja kategori

transportasi diperkirakan tumbuh melambat

terutama disebabkan oleh perlambatan sub

sektor transportasi udara. Transportasi udara

akan dipengaruhi oleh base effect

perkembangan wisman tahun 2016 yang naik

signifikan sejak triwulan III. Sementara itu,

transportasi darat relatif stabil dengan

kecenderungan melambat seiring dengan

konsumsi masyarakat yang diperkirakan stabil

pada triwulan III 2017. Di sisi lain, transportasi

laut akan menopang pertumbuhan sektor

transportasi, seiring dengan membaiknya

ekspor barang pada triwulan III 2017 seiring

dengan harga internasional CNO yang

membaik pertumbuhannya dan pasokan

bahan baku yang tetap terjaga.

1.2.5. Industri Pengolahan

Pada triwulan II 2017, kinerja industri

pengolahan tumbuh signifikan dibandingkan

triwulan sebelumnya yang didorong oleh

peningkatan kinerja industri makanan dan

minuman. Adapun industri makanan dan

minuman merupakan industri terbesar dengan

pangsa sebesar 85% terhadap total output

industri pengolahan. Pada triwulan II 2017

industri tersebut tumbuh meningkat sebagai

dampak dari peningkatan pasokan bahan baku

perkebunan yakni kelapa setelah pada

triwulan II 2016 produksinya turun akibat El

Nino. Hal tersebut terkonfirmasi dari hasil

liaison yang dilakukan kepada salah satu

pelaku usaha di industri pengolahan kelapa

yang menyatakan bahwa supply bahan baku

komoditas perkebunan mengalami perbaikan

sehingga mendorong peningkatan kapasitas

utilisasi perusahaan. Di samping itu, pada

perusahaan industri pengolahan ikan

diperoleh informasi bahwa relaksasi kebijakan

transhipment juga mendorong kinerja industri

pengolahan ikan tumbuh membaik meski

masih belum mencapai titik balik ke kondisi

normalnya (sebelum pemberlakuan aturan

transhipment). Peningkatan bahan baku dan

produksi olahan kelapa dan ikan terkonfirmasi

dari peningkatan pertumbuhan volume ekspor

minyak nabati dan ikan serta olahannya pada

triwulan II 2017.

Grafik 1.15. Volume Ekspor Minyak Nabati

Grafik 1.16. Volume Ekspor Ikan dan Olahannya

Memasuki triwulan III 2017, kinerja industri

pengolahan diperkirakan kembali mengalami

peningkatan. Peningkatan masih didorong

oleh industri makanan dan minuman

60

50

40

30

20

10

0

10

20

30

-

200,000

400,000

600,000

800,000

1,000,000

1,200,000

1,400,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016 2017

% yoyTon/M3

Sumber: PT Pelindo IV Bitung

Bongkar Muat LN & DN Pertumbuhan (rhs)

40

30

20

10

0

10

20

30

-

50,000,000

100,000,000

150,000,000

200,000,000

250,000,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

% yoyTon

Sumber: Dirjen Bea Cukai

Minyak Nabati Pertumbuhan (rhs)

50

40

30

20

10

0

10

20

-

2,000,000

4,000,000

6,000,000

8,000,000

10,000,000

12,000,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

% yoyTon

Sumber: Dirjen Bea Cukai

Ikan dan Olahannya Pertumbuhan (rhs)

15

khususnya pengolahan CNO dan ikan seiring

dengan berlanjutnya perbaikan pasokan bahan

baku kelapa dan ikan. Untuk terus menjaga

ketersediaan pasokan, pemerintah berupaya

melalui peremajaan kelapa dan cengkih. Untuk

tahun 2017 pemerintah telah menyiapkan

532.500 bibit untuk komoditas perkebunan

dengan total anggaran senilai Rp5,24 miliar

berasal dari APBD dan APBN. Di samping itu,

ekspansi pasar dunia juga terus diupayakan

pemerintah melalui keikutsertaan dalam

berbagai event berskala internasional serta

inisiasi Bank Indonesia atas pembentukan unit

khusus lintas instansi untuk mendorong

investasi yang telah berpayung hukum Surat

Keputusan Gubernur No. 145 Tahun 2017

tentang Regional Investor Relation Unit (RIRU).

Pada bulan Agustus 2017, Bank Indonesia dan

Pemerintah Daerah Sulawesi Utara turut ambil

bagian dalam promosi investasi di Toronto

Investment Festival.

16

Box I.

Overview Kondisi Perikanan Sulawesi Utara

Pada triwulan IV 2014, Otoritas Perikanan mengeluarkan aturan moratorium dan transhipment.

Aturan tersebut cukup mengguncang sektor perikanan Sulawesi Utara. Pada April 2016, Otoritas

Perikanan mengeluarkan relaksasi aturan transhipment yang relatif berpengaruh positif pada

perbaikan sektor perikanan, meskipun belum kembali mencapai level normalnya dan masih terdapat

beberapa kendala atau masalah.

Gambar Box 1.1. Perkembangan Aturan di Sektor Perikanan

Sumber: Liaison Bank Indonesia terhadap Pelaku Usaha di Sektor Perikanan dan Pengolahannya

Kondisi tersebut menyebabkan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara kehilangan potensi

pertumbuhan kira-kira sebesar 0,5% (yoy) setiap triwulan.

Grafik Box 1.1. Pertumbuhan Sub Sektor Perikanan di Sulawesi Utara

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Dahulu – Oktober 2014 Oktober 2014 – April 2016 April 2016 – Sekarang• Penangkapan ikan menggunakan

metode kapal berkelompok (sekitar 12kapal yang terdiri dari kapal penangkap,kapal penampung, kapal lampu danlainnya).

• Beberapa kapal yang dimiliki pelakuusaha di Sulut berasal dari luar negeri.

• Tidak diizinkan lagi penangkapan denganmetode kapal berkelompok.

• Kapal eks asing maupun kapal domestikyang dimiliki PMA tidak bisa beroperasi lagilagi.

• Penangkapan ikan dengan metodekapal berkelompok 3:1 sementaradigunakan oleh sektor perikanan.

• Kapal pengangkut telah dipasangVMS dan CCTV dengan biayainvestasi mencapai ratusan juta(Rp100-200 juta).

• Aturan moratorium tetap berlaku.

• Sebagian ABK berasal dari luar negeri(Filipina).

• ABK asing tidak bisa lagi bekerja di sektorperikanan dan pengolahan ikan di Indonesiatermasuk Sulut.

• ABK asing tetap tidak bisa bekerja disektor perikanan dan pengolahanikan di Indonesia termasuk Sulut.

• Pada triwulan IV 2014, OtoritasPerikanan mengeluarkan aturanmoratorium eks kapal asing dan pekerjaasing. Hal ini berakibat banyak kapal eksasing maupun kapal domestik yangdimiliki PMA tidak dapat beroperasi lagi.

• Selain itu, Otoritas Perikanan jugamengeluarkan aturan transhipmentyakni tidak boleh ada pindah muat ditengah laut. Hal ini berakibat banyakkapal tidak dapat beroperasi karenafungsinya sebagai pendukung kapalpenangkap/penampung. Dampaklainnya yaitu penangkapan ikan menjaditidak efisien.

• Pada April 2016, Otoritas Perikananmengeluarkan aturan relaksasi bagitranshipment dengan beberapa syarat yakni:• Kapal berkelompok diijinkan dengan

metode 3:1 (3 kapal penangkap : 1 kapalpenampung).

• Kapal-kapal tersebut harus dipasangiVehicle Monitoring System dan CCTV.

• Sementara itu, aturan moratorium tetapberlaku.

• Namun demikian, masih banyakkapal yang belum bisa berlayar. Haltersebut disebabkan oleh approvalperizinan yang tidak dikeluarkan olehOtoritas Perikanan tanpa alasan yangjelas, meskipun pelaku usaha telahmemenuhi seluruh syarat izinberlayar. Selain itu, faktor kurangnyaSDM verifikator juga menyebabkanizin sulit keluar.

• Penangkapan ikan harus mengikutititik atau lokasi yang ditentukan olehOtoritas Perikanan. Hal inimenyulitkan pelaku usaha dalammenangkap ikan.

-10%

-05%

00%

05%

10%

15%

20%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sebelum Moratorium & Transhipment

Periode Aturan Moratorium & Transhipment

Rerata pertumbuhan 6,93% dengan sumbangan terhadap PDRB sebesar 0,48%

Rerata pertumbuhan -0,49% dengan sumbangan terhadap PDRB sebesar -0,03%

17

Dampak aturan moratorium dan transhipment cukup memukul sektor perikanan dan industrinya di

Sulut. Setelah adanya relaksasi aturan transhipment, sektor perikanan cenderung membaik meskipun

dalam level yang masih terbatas. Berdasarkan hasil liaison Bank Indonesia, pelaku usaha menyatakan

bahwa relaksasi belum memberikan dampak yang signifikan positif pada kegiatan bisnisnya, namun

demikian ada sedikit perbaikan pada produksinya.

Tabel Box 1.1. Perkembangan Indikator Bidang Perikanan

Sumber: Asosiasi Unit Pengolahan Ikan dan berbagai sumber lainnya

INDIKATOR 2013 2014 2015 2016 2017

Produksi perikanan tangkap (ton) n/a 124.501 49.441 49.834 n/a

Jumlah kapal 1.700 1.700 1.221 1.200 n/a

ABK (orang) n/a 20.400 14.652 14.400 n/a

Karyawan perikanan tangkap n/a 975 387 n/a n/a

Jumlah Unit Pengolahan Ikan (UPI) 54 54 54 54 (24 yang beroperasi

normal)

54 (24 yang beroperasi normal)

Kebutuhan bahan baku UPI (ton/hari)

800 716 250 90 120 (50 dari Muara Baru)

Produksi UPI (ton/hari) 750 650 247 135 90

Tenaga kerja keseluruhan 12.848 12.848 5.027 2.000 5.713

SEBELUM ATURAN SETELAH ATURAN ADANYA RELAKSASI

18

Bab II.

Keuangan Pemerintah

2.1. PENDAPATAN APBD PROVINSI

SULAWESI UTARA

Anggaran pendapatan Provinsi Sulawesi

Utara tahun 2017 meningkat dibanding tahun

sebelumnya. Anggaran pendapatan Sulawesi

Utara tahun 2017 ditargetkan sebesar Rp3,56

triliun, naik 22,30% (yoy) atau sebesar Rp 648

miliar dari Rp2,91 triliun pada tahun 2016.

Kenaikan tersebut lebih tinggi dari kenaikan

tahun 2016 yang hanya sebesar 10,12% (yoy).

Kenaikan APBD tersebut didorong oleh

peningkatan pendapatan transfer sebesar

26,29% (yoy) menjadi Rp2,43 triliun dan

peningkatan pendapatan asli daerah (PAD)

sebesar 9,90% (yoy) menjadi Rp1,08 triliun.

Peningkatan pendapatan Sulut lebih tinggi

dibandingkan peningkatan pendapatan

Sulawesi (19,49% yoy) dan Kawasan Timur

Indonesia (KTI) (14,20% yoy).

Tabel 2.1. Perkembangan Anggaran Pendapatan APBD Sulawesi Utara

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Provinsi

Sulawesi Utara

Meskipun anggaran pendapatan meningkat,

namun rasio kemandirian pendapatan

Sulawesi Utara tahun 2017 tercatat cukup

rendah yaitu sebesar 30,27% menurun

dibandingkan tahun 2016 (33,68%) dan tahun

2015 (41,25%). Porsi PAD Sulawesi Utara tahun

2017 hanya sebesar 30% dari total anggaran

pendapatan, menurun dari 34% pada tahun

2016 dan 41% pada tahun 2015. Sedangkan

pendapatan transfer atau dana perimbangan

berada di level 68,31%, naik dari 66,15% pada

tahun 2016 dan 58,75% pada tahun 2015.

Rasio tersebut menunjukkan bahwa Sulawesi

Utara masih rendah tingkat kemandirian

fiskalnya atau masih bergantung pada transfer

dari pemerintah pusat. Meskipun demikian,

rasio kemandirian Sulawesi Utara masih relatif

sama dibandingkan dengan rasio kemandirian

Sulawesi (30,28%) dan bahkan lebih tinggi

dibandingkan dengan KTI (28,74%).

Grafik 2.1. Perkembangan Anggaran Pendapatan APBD Sulawesi Utara

Pada triwulan II 2017, realisasi anggaran

pendapatan Sulawesi Utara cukup baik yakni

sebesar 52,51%, lebih tinggi dibandingkan

realisasi triwulan II 2015 dan triwulan II 2016.

Pada triwulan II 2015 realisasi anggaran

pendapatan sebesar 50,92% dan pada triwulan

II 2016 sebesar 48,69%. Adapun nominal

realisasi pendapatan pada triwulan II 2017

sebesar Rp1,86 trilyun. Pencapaian realisasi

tersebut didorong oleh realisasi seluruh

sumber pendapatan terutama pendapatan

transfer dan pendapatan PAD. Realisasi

pendapatan transfer pada triwulan II 2017

meningkat sebesar 88,36% (qtq), sedangkan

realisasi pendapatan PAD meningkat sebesar

57,57% (qtq). Pos yang mencatat realisasi

tertinggi yaitu dana bagi hasil bukan pajak

(SDA) sebesar 81,51% dan PAD lain-lain yang

sah sebesar 62,94%. Cukup baiknya realisasi

dana bagi hasil bukan pajak salah satunya

didorong oleh membaiknya jumlah produksi

lapangan usaha perikanan seiring dengan

2015 2016 2017 2016 2017

Pendapatan 2,640,630 2,907,882 3,556,373 10% 22%

Pendapatan Asli Daerah 1,089,288 979,354 1,076,342 -10% 10%

Pendapatan Transfer 1,209,463 1,923,528 2,429,191 59% 26%

Lain-lain Pendapatan yang Sah 341,879 5,000 50,840 -99% 917%

AnggaranUraian (Rp Juta)

Growth

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

0

500,000

1,000,000

1,500,000

2,000,000

2,500,000

3,000,000

3,500,000

4,000,000

2013 2014 2015 2016 2017

%Rp Juta

Sumber: BPKAD Provinsi Sulawesi Utara

Anggaran Pendapatan Anggaran PAD Rasio Kemandirian (rhs)

19

adaptasi atau penyesuaian terhadap

pelonggaran aturan transhipment. Realisasi

pendapatan Sulut tercatat lebih baik

dibandingkan Sulawesi (48,95%) dan KTI

(46,26%).

Tabel 2.2. Realisasi Anggaran Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Utara

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Provinsi

Sulawesi Utara

Ke depan, pemerintah daerah perlu

meningkatkan tingkat kemandirian

pendapatan Sulawesi Utara. Upaya awal yang

dapat dilakukan yaitu meningkatkan realisasi

pada pos-pos PAD khususnya yang belum

terealisasi dengan optimal. Upaya berikutnya

yaitu optimalisasi PAD melalui pajak dengan

melakukan upaya law enforcement terhadap

wajib pajak. Selain itu, pelonggaran pajak

dalam rangka menarik investor di sektor riil

juga menjadi alternatif untuk meningkatkan

PAD.

2.2. BELANJA APBD PROVINSI SULAWESI

UTARA

Anggaran belanja APBD Sulawesi Utara tahun

2017 mengalami peningkatan dibandingkan

tahun 2016. Anggaran belanja tumbuh 20%

(yoy) pada tahun 2017 sehingga total anggaran

belanja mencapai Rp3,57 triliun, lebih tinggi

Rp588 miliar dari Rp2,98 triliun pada tahun

2016. Peningkatan tersebut didorong oleh

peningkatan belanja operasional yang tumbuh

33,46% (yoy), sedangkan belanja modal

mengalami penurunan sebesar 16,06 (yoy).

Tabel 2.3. Perkembangan Anggaran Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Provinsi

Sulawesi Utara

Berdasarkan postur belanjanya, anggaran

belanja non-modal tahun 2017 mencapai 80%

dan anggaran belanja modal hanya sebesar

20%. Postur tersebut cenderung tidak lebih

baik dibandingkan tahun 2016 dimana postur

belanja non-modal sebesar 72% dan belanja

modal sebesar 28%. Adanya kecenderungan

anggaran belanja modal yang jauh lebih

rendah dibandingkan belanja non-modal ini

juga terjadi di seluruh wilayah Sulawesi dan

KTI. Anggaran belanja modal Sulawesi Utara

tahun 2017 tercatat lebih tinggi dibandingkan

porsi anggaran belanja modal di Sulawesi

(16,19%) dan KTI (17,85%). Dari postur

tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat

ruang peningkatan lebih baik dalam rangka

pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara.

Adapun anggaran belanja non-modal tahun

2017 sebesar Rp2,87 triliun dan belanja modal

sebesar Rp697 miliar. Dalam postur belanja

modal, anggaran belanja dialokasikan pada

belanja jalan, irigasi dan jaringan sebesar

33,38%, belanja bangunan dan gedung sebesar

30,68%, belanja peralatan dan mesin 22,16%,

belanja tanah 13,60% dan belanja aset tetap

lainnya 0,18%. Perubahan yang cukup

signifikan terjadi pada pos belanja jalan, irigasi

dan jaringan yang menurun dari tahun lalu

sebesar 56% terhadap total belanja modal.

Adapun apabila dibandingkan dengan Sulawesi

dan KTI, postur belanja modal Sulut lebih baik.

Postur belanja modal di Sulawesi tercatat

sebesar 16,19% dan KTI sebesar 17,85%.

Anggaran Realisasi % Realisasi

Pendapatan 3.556.373 1.867.511 52,51%

Pendapatan Asli Daerah 1.076.342 537.082 49,90%

Pendapatan Pajak Daerah 908.801 448.390 49,34%

Pendapatan Retribusi Daerah 73.936 33.224 44,94%

Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan

Daerah yg Dipisahkan55.100 31.235 56,69%

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 38.505 24.233 62,94%

Pendapatan Transfer 2.429.191 1.292.364 53,20%

Transfer Pemerintah Pusat 2.429.191 1.292.364 53,20%

Dana Bagi Hasil Pajak 91.681 58.253 63,54%

Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) 6.612 5.390 81,51%

Dana Alokasi Umum 1.340.353 781.873 58,33%

Dana Alokasi Khusus 990.544 446.849 45,11%

Lain-lain Pendapatan yang Sah 50.840 38.065 74,87%

Pendapatan Hibah 50.840 36.065 70,94%

Pendapatan Lainnya - 2.000 0,00%

Triwulan II 2017 (Rp juta)Anggaran APBD Provinsi Sulawesi Utara

2015 2016 2017 2016 2017

Belanja 2,906,338 2,983,466 3,572,343 2.65% 19.74%

Belanja Operasional 2,116,122 2,150,997 2,870,778 1.65% 33.46%

Belanja Modal 789,641 830,468 697,065 5.17% -16.06%

Belanja Tidak Terduga 575 2,000 4,500 247.83% 125.00%

Anggaran (Rp juta) GrowthUraian

20

Grafik 2.2. Perkembangan Anggaran Belanja Modal

Pada triwulan II 2017, realisasi anggaran

belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara tercatat

sebesar 36,96%. Realisasi tersebut lebih

rendah dibandingkan dengan triwulan II 2016

(39,47%) namun lebih baik dibandingkan

triwulan II 2015 (33,42%). Adapun realisasi

belanja triwulan II 2017 tercatat sebesar

Rp1,32 trilyun. Berdasarkan posnya, belanja

non-modal (termasuk transfer) terealisasi

sebesar 40,64%, lebih rendah dari triwulan II

2016 sebesar 41,73%. Rendahnya realisasi

belanja non-modal terutama disebabkan oleh

bergesernya penyaluran gaji ke-13 kepada ASN

ke bulan Juli, sementara pada tahun 2016

disalurkan di bulan Juni. Hal tersebut tercermin

dari realisasi belanja pegawai dalam APBD

Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan II 2017.

Dalam APBD Sulut, realisasi belanja pegawai

pada triwulan II 2017 sebesar 42,23%, lebih

rendah dari triwulan II 2016 sebesar 45,19%.

Sementara itu, belanja modal pada triwulan II

2017 hanya terealisasi sebesar 21,90% lebih

rendah dibanding triwulan II 2016 yang

tercatat sebesar 33,65%. Penurunan ini

terutama didorong oleh rendahnya realisasi

belanja tanah dan belanja bangunan dan

gedung. Realisasi belanja tanah pada triwulan

II 2017 masih tercatat 0% atau belum ada

realisasi. Hal tersebut dikarenakan adanya

permasalahan dalam pembangunan proyek di

Sulawesi Utara yaitu masalah pembebasan

lahan. Adapun realisasi belanja Sulut lebih baik

dibandingkan dari Sulawesi (33,94%) dan KTI

(31,95%).

Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Provinsi

Sulawesi Utara

Pemerintah perlu memperkuat strategi untuk

mendorong realisasi belanja modal pada

tahun 2017. Strategi tersebut cukup penting

mengingat belanja negara pada APBN 2017

diarahkan pada peningkatan belanja

infrastruktur dimana pembangunan

infrastruktur merupakan prioritas Pemerintah

dalam menurunkan tingkat kemiskinan dan

kesenjangan antarwilayah. Berbagai

infrastruktur strategis yang sementara dan

akan dibangun di Sulawesi Utara yaitu jalan tol

Manado-Bitung, Kawasan Ekonomi Khusus

Bitung, bendungan multifungsi Kuwil-Minut,

pengembangan pelabuhan Bitung sebagai hub

Port, jalan ringroad tiga, pengembangan Lanud

TNI AU Samratulangi, dan infrastruktur

lainnya. Percepatan pelaksanaan lelang proyek

dan monitoring pencapaian target realisasi

dapat menjadi pendorong peningkatan

realisasi belanja modal. Selain itu, masalah

pembebasan lahan perlu diselesaikan antar

lembaga sehingga proses pembangunan

infrastruktur dapat berjalan dengan lancar.

Bagi pemerintah kabupaten kota, diperlukan

strategi agar penyaluran anggaran DAK tidak

terkendala karena pada tahun 2017

penyaluran DAK akan berdasarkan tingkat

realisasi anggaran yang dibagi ke beberapa

kelas.

0

5

10

15

20

25

30

0

500,000

1,000,000

1,500,000

2,000,000

2,500,000

3,000,000

3,500,000

4,000,000

2013 2014 2015 2016 2017

%Rp juta

Sumber: BPKAD Provinsi Sulawesi Utara

Total Belanja Belanja Modal Postur Belanja Modal (rhs)Anggaran Realisasi % Realisasi

Belanja 3.572.342.497 1.320.371.341 36,96%

Belanja Operasi 2.507.057.426 961.664.671 38,36%

Belanja Pegawai 1.204.217.053 508.493.324 42,23%

Belanja Barang 725.701.873 214.565.607 29,57%

Belanja Subsidi 1.300.000 - 0,00%

Belanja Hibah 522.738.500 231.105.740 44,21%

Belanja Bantuan Sosial 500.000 - 0,00%

Belanja Bantuan Keuangan 52.600.000 7.500.000 14,26%

Belanja Modal 697.064.708 152.627.175 21,90%

Belanja Tanah 94.787.166 - 0,00%

Belanja Peralatan dan Mesin 154.473.375 25.104.082 16,25%

Belanja Bangunan dan Gedung 213.891.064 20.868.237 9,76%

Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 232.689.103 106.626.656 45,82%

Belanja Aset Tetap Lainnya 1.224.000 28.200 2,30%

Belanja Tidak Terduga 4.500.000 1.000.000 22,22%

Belanja Tidak Terduga 4.500.000 1.000.000 22,22%

Transfer 363.720.363 205.079.495 56,38%

Transfer Bagi Hasil ke Kab/Kota/Desa 363.720.363 205.079.495 56,38%

Anggaran Belanja APBD

Provinsi Sulawesi Utara

Triwulan II 2017 (Rp juta)

21

2.3. ALOKASI BELANJA APBN DI SULAWESI

UTARA

Pada triwulan II 2017, alokasi APBN di

Sulawesi Utara tercatat sebesar Rp8,8 trilyun

meningkat sebesar 5,91% (yoy) dibandingkan

tahun sebelumnya yang turun 5,41% (yoy).

Peningkatan tersebut didorong oleh kenaikan

belanja pegawai dan belanja modal, sedangkan

pos belanja barang dan bantuan sosial

mengalami penurunan. Belanja pegawai

mengalami kenaikan sebesar 8,94% (yoy),

sehingga posturnya naik menjadi 28,91% dari

tahun sebelumnya 28,10%. Sementara itu,

belanja modal naik sebesar 11,30% (yoy),

sehingga posturnya naik menjadi 34,08% dari

tahun sebelumnya 32,43%. Di sisi lain, postur

belanja barang turun menjadi 36,87% dari

39,29% dan postur belanja bantuan sosial

0,14% dari 0,18%. Kenaikan porsi belanja

modal sesuai dengan fokus pemerintah

terhadap pembangunan infrastruktur Sulawesi

Utara dalam rangka mempersiapkan Sulawesi

Utara sebagai pintu gerbang Indonesia di

kawasan Asia Pasifik.

Tabel 2.5. Postur Alokasi Belanja APBN di Sulawesi Utara

Sumber: Dirjen Perbendaharaan Negara, Provinsi Sulawesi Utara

Pada triwulan II 2017, penyerapan alokasi

anggaran APBN di Sulawesi Utara tercatat

sebesar 33,26%, lebih rendah dibandingkan

triwulan II 2016 yang tercatat sebesar 34,42%.

Rendahnya pencapaian tersebut disebabkan

oleh belanja non-modal (pegawai, barang dan

bansos) yang realisasinya lebih rendah

dibandingkan triwulan II 2016. Realisasi

belanja non-modal tercatat sebesar 38,97%,

lebih rendah dari 42,27% pada triwulan II 2016.

Rendahnya realisasi belanja non-modal

disebabkan oleh rendahnya realisasi belanja

pegawai sebagai dampak bergesernya

penyaluran gaji ke-13 ke bulan Juli, sedangkan

pada tahun 2016 disalurkan di bulan Juni.

Realisasi belanja pegawai pada triwulan II 2017

tercatat sebesar 44,80%, sedangkan pada

triwulan II 2016 tercatat sebesar 52,93%. Di sisi

lain, realisasi belanja modal pada triwulan II

2017 tercatat sebesar 22,23%, lebih tinggi

dibandingkan triwulan II 2016 20,47%.

Realisasi belanja modal yang cukup tinggi

tersebut sejalan dengan fokus Pemerintah

dalam membangun infrastruktur di daerah.

Tabel 2.6. Realisasi Belanja APBN di Sulawesi Utara Triwulan II 2017

Sumber: Dirjen Perbendaharaan Negara, Provinsi Sulawesi Utara

Jenis Belanja

Pagu Tahun

2016

(Rp juta)

Pagu Tahun

2017

(Rp juta)

Postur

2016

Postur

2017

Belanja Pegawai 2,351,792 2,562,041 28.10% 28.91%

Belanja Barang 3,288,678 3,267,990 39.29% 36.87%

Belanja Modal 2,714,035 3,020,668 32.43% 34.08%

Belanja Bantuan Sosial 14,718 12,796 0.18% 0.14%

Total 8,369,223 8,863,496 100% 100%

Jenis Belanja

Pagu Tahun

2017

(Rp juta)

Realisasi Tw II

2017

(Rp juta)

% Realisasi

Tw II 2017

Belanja Pegawai 2,562,041 1,147,757 44.80%

Belanja Barang 3,267,990 1,127,100 34.49%

Belanja Modal 3,020,668 671,379 22.23%

Belanja Bantuan Sosial 12,796 2,069 16.17%

Total 8,863,496 2,948,305 33.26%

22

Bab III.

Perkembangan Inflasi Daerah

3.1. EVALUASI REALISASI INFLASI

TRIWULAN II 2017

3.1.1. Inflasi Tahunan (yoy)

Inflasi Sulawesi Utara pada triwulan II 2017

tercatat sebesar 3,59% (yoy), lebih rendah

dari triwulan sebelumnya (3,93%). Inflasi

Sulawesi Utara triwulan II 2017 berada dalam

rentang target inflasi tahun 2017 yakni 4%±1%

(yoy). Berdasarkan disagregasinya, inflasi

tahunan pada triwulan II 2017 disumbang oleh

inflasi kelompok AP sebesar 2,16%, kelompok

core sebesar 1,30%, dan kelompok VF sebesar

0,13%.

Grafik 3.1. Inflasi Tahunan dan Andil Disagregasi

Inflasi kelompok AP tercatat sebesar 10,75%

(yoy), meningkat dari 6,01% pada triwulan

sebelumnya. Berdasarkan sub kelompoknya,

peningkatan tekanan inflasi tahunan kelompok

AP disebabkan baik oleh sub kelompok AP

energi maupun non-energi. Sub kelompok AP

energi mencatat inflasi sebesar 14,18% (yoy)

dengan sumbangan sebesar 1,23% terhadap

total inflasi AP. Komoditas yang menjadi

penyumbang inflasi yaitu tarif listrik yang

tercatat inflasi sebesar 31,61% (yoy) sebagai

dampak penyesuaian subsidi tarif tenaga listrik

900 VA bagi pelanggan mampu. Di sisi lain, sub

kelompok AP non energi mencatat inflasi

2 Glencore dan Nyrstar

sebesar 8,15% (yoy) dengan sumbangan

sebesar 0,93% terhadap inflasi AP. Adapun

komoditas atau jasa yang menyebabkan inflasi

pada sub kelompok tersebut yaitu angkutan

udara. Tingginya mobilitas pengguna

transportasi udara sejalan dengan perayaan

Tahun Baru dan hari raya Idul Fitri sehingga

mendorong inflasi pada angkutan udara

sebesar 66,05% (yoy). Kenaikan biaya

perpanjangan STNK pada awal tahun 2017 juga

turut memberikan andil inflasi terbesar kedua

(111,99% yoy).

Sementara itu, kelompok core pada triwulan

II 2017 mencatat inflasi yang relatif rendah

yakni sebesar 2,18% (yoy), lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya (2,30%).

Berdasarkan sub kelompoknya, inflasi core

disebabkan oleh inflasi core traded yang

tercatat inflasi sebesar 2,89% (yoy) dengan

sumbangan terhadap inflasi core sebesar

0,73%. Komoditas utama penyumbang inflasi

pada sub kelompok core traded yaitu seng dan

jeruk nipis. Inflasi seng sejalan dengan tren

positif harga seng dunia akibat kondisi defisit

pasar seng dunia dimana terjadi penutupan

tambang-tambang besar2 seng dunia dan

pertambangan yang terbengkalai di China.

Sementara itu, inflasi jeruk nipis sejalan

dengan pasokan yang berkurang. Di sisi sub

kelompok core non-traded, inflasi tercatat

sebesar 1,66% (yoy) dengan sumbangan

sebesar 0,57% terhadap total inflasi kelompok

core. Tarif pulsa ponsel merupakan komoditas

utama penyumbang inflasi pada sub kelompok

core non-traded dikarenakan operator jasa

telekomunikasi bermaksud menutup biaya

investasi setelah adanya kompetisi harga pada

periode sebelumnya.

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2014 2015 2016 2017

yoy

Sumber BPS & Bank Indonesia

Andil Core Andil Administered Prices Andil Volatile Food Inflasi Total

23

Kelompok VF tercatat mengalami inflasi yang

relatif rendah sebesar 0,65% (yoy), menurun

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

(6,66%). Inflasi kelompok VF terutama

bersumber dari komoditas tomat sayur yang

memberikan andil terhadap inflasi sebesar

0,50%. Inflasi tomat secara tahunan tercatat

sebesar 23,26% (yoy), membaik dibandingkan

triwulan sebelumnya sebesar 202,47%.

Tingginya inflasi tomat sayur disebabkan oleh

curah hujan yang cukup tinggi yang

mengganggu produksi tomat di Kabupaten

Minahasa di tengah permintaan yang

meningkat jelang perayaan hari raya Idul Fitri.

Komoditas lain yang menyumbang inflasi yaitu

cabai rawit dengan sumbangan terhadap

inflasi sebesar 0,13%.

3.1.2. Inflasi Bulanan (mtm)

Secara bulanan, angka Indeks Harga

Konsumen (IHK) pada bulan April dan Mei

mencatat deflasi yakni sebesar 0,02% (mtm)

dan 1,13% (mtm), kemudian mencatat inflasi

pada bulan Juni menjadi 1,15% (mtm).

Grafik 3.2. Inflasi Bulanan

April 2017

Pada April 2017, (IHK) Sulawesi Utara

mencatat deflasi yakni sebesar 0,02% (mtm),

dibandingkan bulan sebelumnya yang

tercatat inflasi sebesar 0,23%. Berdasarkan

disagregasinya, deflasi tersebut disumbang

oleh deflasi pada kelompok volatile food3 (VF)

3 Kelompok volatile food (VF) merupakan kelompok barang dan jasa yang harganya cenderung berfluktuatif. 4 Kelompok core merupakan kelompok barang dan jasa selain kelompok administered prices dan volatile food.

sebesar 0,16% dan core4 sebesar 0,06%.

Sementara itu, kelompok administered prices5

(AP) menyumbang inflasi sebesar 0,20%.

Grafik 3.3. Inflasi dan Andil April 2017 Berdasarkan Disagregasi

Kelompok volatile food (VF) mencatat deflasi

pada April 2017 setelah selama 3 bulan

sebelumnya mencatat inflasi. IHK kelompok

VF tercatat sebesar -0,78% (mtm), lebih rendah

dibandingkan bulan sebelumnya (0,79%)

maupun pola historisnya (-0,65%). Deflasi

kelompok VF terutama bersumber dari

komoditas strategis Sulawesi Utara yaitu cabai

rawit dan bawang merah serta beras seiring

dengan tersedianya pasokan dan panen raya

yang terjadi di daerah sentra produksi.

Tekanan harga pada komoditas cabai rawit dan

bawang merah pada April 2017 mulai mereda

seiring dengan membaiknya pasokan di tengah

level permintaan yang relatif normal dan

kondisi cuaca yang cukup kondusif. Adapun

pada triwulan I 2017, komoditas-komoditas

tersebut tercatat mengalami kenaikan harga.

Berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH)

Bank Indonesia, rata-rata harga cabai rawit

mulai turun sejak minggu pertama April 2017

dan rata-rata harga bawang merah mulai turun

sejak minggu kedua April 2017. Rata-rata harga

cabai rawit pada April 2017 sebesar Rp66 ribu,

menurun dari Rp106 ribu pada bulan

sebelumnya. Sementara itu, rata-rata harga

bawang merah pada April 2017 sebesar Rp41

ribu, menurun dari Rp44 ribu pada bulan

5 Kelompok administered prices (AP) merupakan kelompok barang dan jasa yang tarifnya diatur oleh Pemerintah.

-3%

-2%

-1%

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2014 2015 2016 2017

mtmmtm

Sumber: BPS & Bank Indonesia

Total Volatile Food Administered Prices (rhs) Core (rhs)

-0.78%

0.98%

-0.10%

-0.02%

-1.0% -0.5% 0.0% 0.5% 1.0% 1.5%

Volatile Food

Administered Prices

Core

Total

Sumber: BPS & Bank Indonesia

Inflasi (mtm) Andil

24

sebelumnya. Sementara itu, komoditas beras

kembali mencatat deflasi seiring dengan masih

tersedianya stok atau pasokan beras pasca

panen pada bulan Februari dan Maret 2017. Di

sisi lain, komoditas tomat sayur, terus

mengalami kenaikan harga sepanjang tahun

2017. Tomat kembali menjadi komoditas

utama yang mencatat inflasi pada bulan April

2017. Kondisi ini perlu mendapat perhatian

dari pemerintah dan TPID mengingat tomat

merupakan komoditas strategis Sulawesi Utara

yang memiliki andil dalam pergerakan inflasi.

IHK kelompok core atau inti pada bulan April

2017 mencatat deflasi. Deflasi kelompok core

bulan April 2017 sebesar 0,10% (mtm), lebih

rendah dari bulan sebelumnya yang tercatat

inflasi 0,02% maupun pola historisnya yang

juga tercatat inflasi yakni sebesar 0,03%.

Berdasarkan sub kelompoknya, kedua sub

kelompok core mengalami deflasi. Deflasi

kelompok core terutama disebabkan oleh

deflasi core traded dengan andil sebesar 0,05%

terhadap deflasi kelompok core bulan April.

Sub kelompok core non-traded yang juga

tercatat deflasi memberikan andil sebesar

0,01%. Deflasi sub kelompok core traded pada

April 2017 tercatat sebesar 0,21% (mtm)

dengan komoditas penyumbang deflasi

kelompok ini yaitu jeruk nipis, lemon, pasta

gigi, gula pasir dan cakalang asap. Turunnya

harga gula pasir terjadi seiring menguatnya

Rupiah dan turunnya harga gula dunia. Di sisi

lain, deflasi yang lebih dalam tertahan oleh

kenaikan indeks harga seng seiring dengan

meningkatnya harga komoditas internasional.

Sementara itu, deflasi sub kelompok core non-

traded pada April 2017 tercatat sebesar 0,02%

(mtm), setelah sepanjang 3 bulan sebelumnya

masih tercatat inflasi. Komoditas penyumbang

deflasi core non-traded adalah tindarung

dengan andil sebesar 0,03% terhadap inflasi

bulanan April 2017. Di sisi lain, tarif pulsa

ponsel kembali mengalami kenaikan indeks

harga setelah pada bulan sebelumnya sempat

turun.

Berbeda dengan 2 kelompok disagregasi di

atas, IHK kelompok administered prices (AP)

April 2017 mencatat inflasi. Inflasi AP bulan

April 2017 tercatat sebesar 0,98% (mtm), lebih

tinggi baik dibandingkan dengan bulan

sebelumnya (0,27%) maupun pola historisnya

(0,89%). Berdasarkan sub kelompoknya, inflasi

kelompok AP terutama didorong oleh tekanan

inflasi pada kelompok AP energi yang

memberikan andil sebesar 0,20% terhadap

inflasi kelompok AP bulan April. Sementara itu,

kelompok AP non-energi relatif stabil. Sub

kelompok AP energi mencatat inflasi sebesar

2,24% (mtm) dengan andil tertinggi disumbang

oleh tarif listrik sebesar 0,20%. Inflasi listrik

bulan April disebabkan oleh penyesuaian tarif

listrik tahap dua untuk pelanggan paska bayar

daya 900 VA nonsubsidi. Sementara itu, sub

kelompok AP non-energi relatif stabil pada

April 2017 (0,00% mtm).

• Mei 2017

IHK Sulawesi Utara bulan Mei 2017 mencatat

deflasi sebesar 1,13% (mtm), yang bersumber

dari deflasi kelompok volatile food dan core,

serta kelompok administered prices yang

mengalami penurunan inflasi. Kelompok

volatile food memberikan andil terbesar yakni

sebesar -1,05% terhadap deflasi bulan Mei

2017, sementara itu kelompok core

memberikan andil sebesar -0,13%, sedangkan

kelompok administered prices memberikan

andil sebesar 0,05%.

Grafik 3.4. Inflasi dan Andil Mei 2017 Berdasarkan Disagregasi

Kelompok VF kembali mencatat deflasi pada

Mei 2017 dan lebih dalam dari deflasi pada

bulan sebelumnya. Deflasi kelompok VF

tercatat sebesar 5,13% (mtm), lebih rendah

baik dibandingkan bulan sebelumnya (-0,78%)

maupun pola historisnya (0,07%). Deflasi

-5.13%

0.23%

-0.23%

-1.13%

-6.0% -5.0% -4.0% -3.0% -2.0% -1.0% 0.0% 1.0%

Volatile Food

Administered Prices

Core

Total

Sumber: BPS & Bank Indonesia

Inflasi (mtm) Andil

25

kelompok VF terutama bersumber dari

komoditas strategis Sulawesi Utara yakni

tomat sayur. Komoditas lainnya yang

mengalami penurunan harga yaitu bawang

merah, cakalang dan cabai merah serta cabai

rawit. Tekanan harga pada komoditas tomat

sayur, bawang merah, cakalang dan cabai

merah serta cabai rawit pada Mei 2017

mengalami penurunan seiring dengan

membaiknya kondisi cuaca yang mendorong

stabilnya pasokan di tengah level permintaan

yang relatif normal. Adapun pada triwulan I

2017, komoditas-komoditas tersebut tercatat

mengalami kenaikan harga. Harga mulai

menurun memasuki bulan April 2017 dan

kemudian penurunan harga berlanjut pada

bulan Mei 2017. Khusus komoditas tomat

sayur, berdasarkan Survei Pusat Informasi

Harga Bahan Pokok Strategis (PIHBS), rata-rata

harga pada bulan April 2017 tercatat sebesar

Rp12.817/kg dan pada bulan Mei 2017

menurun hingga Rp7.645/kg. Di sisi lain, apel

mengalami kenaikan harga seiring dengan

kurangnya pasokan dari daerah produsen dan

meningkatnya harga buah impor yang

terpengaruh pelemahan nilai tukar Rupiah

terhadap Dollar Amerika Serikat. Nilai tukar

Rupiah terdepresiasi sebesar 0,12% (mtm) dari

Rp13.306 pada April 2017 menjadi Rp13.323

pada Mei 2017. Komoditas bawang putih juga

mencatat inflasi pada Mei 2017. Naiknya harga

bawang putih disebabkan oleh permasalahan

pasokan dari China. Adapun Indonesia masih

melakukan impor dari China untuk komoditas

bawang putih. Berdasarkan Survei PIHPS, rata-

rata harga bawang putih pada April 2017

tercatat sebesar Rp43.700/kg, meningkat

menjadi Rp55.742/kg pada Mei 2017.

Sementara itu, komoditas beras juga mencatat

inflasi pada Mei 2017 setelah selama 2 bulan

sebelumnya mencatat deflasi. Meningkatnya

harga beras disebabkan oleh pasokan beras

yang mulai berkurang seiring dengan

masuknya musim tanam.

IHK kelompok core pada bulan Mei 2017

mencatat deflasi. Deflasi kelompok core bulan

Mei 2017 sebesar 0,23% (mtm), lebih dalam

dari deflasi bulan sebelumnya (0,10%) dan pola

historisnya yang juga tercatat inflasi sebesar

0,04%. Berdasarkan sub kelompoknya, kedua

sub kelompok core mengalami deflasi. Deflasi

kelompok core disebabkan oleh deflasi core

non traded dengan andil sebesar 0,08% dan

sub kelompok core non traded yang juga

tercatat deflasi dengan andil sebesar 0,06%.

Deflasi sub kelompok core non traded pada

Mei 2017 tercatat sebesar 0,23% (mtm)

dengan komoditas penyumbang deflasi

kelompok ini yaitu tindarung dan tarif pulsa

ponsel. Turunnya harga tindarung didukung

oleh kondisi cuaca yang membaik sehingga

mendorong stabilnya pasokan. Sementara itu,

tekanan harga tarif pulsa ponsel menurun

setelah terus meningkat hingga bulan April

2017. Sementara itu, sub kelompok core

traded pada Mei 2017 kembali tercatat deflasi.

Pada bulan Mei 2017, deflasi kelompok

tersebut sebesar 0,22% (mtm). Komoditas

penyumbang utama deflasi core traded adalah

emas perhiasan dengan andil deflasi sebesar

0,02% terhadap inflasi bulanan Mei 2017.

Penurunan harga emas perhiasan sejalan

dengan perkembangan harga emas dunia yang

turun pada bulan Mei 2017 menjadi

USD1.236/OZ dari USD1.271/OZ pada bulan

sebelumnya.

Berbeda dengan 2 kelompok disagregasi di

atas, IHK kelompok AP bulan Mei 2017

mencatat inflasi, meski mengalami

penurunan dibandingkan bulan sebelumnya.

Inflasi AP bulan Mei 2017 tercatat sebesar

0,23% (mtm), lebih rendah baik dibandingkan

dengan bulan sebelumnya (0,98%) maupun

pola historisnya (0,37%). Secara tahunan,

kelompok AP pada Mei 2017 mencatat inflasi

sebesar 8,62% (yoy). Berdasarkan sub

kelompoknya, inflasi kelompok AP terutama

didorong oleh tekanan inflasi pada kelompok

AP energi yang memberikan andil sebesar

0,07% terhadap inflasi kelompok AP bulan Mei.

Sementara itu, kelompok AP non energi

tercatat memberikan andil deflasi sebesar

0,03%. Sub kelompok AP energi mencatat

inflasi sebesar 0,80% (mtm) dengan andil

26

tertinggi disumbang oleh tarif listrik sebesar

0,07%. Inflasi tarif listrik bulan Mei disebabkan

oleh berlanjutnya penyesuaian tarif listrik

tahap tiga untuk pelanggan paska bayar daya

900 VA nonsubsidi. Naiknya inflasi tarif listrik

sesuai dengan perkiraan Bank Indonesia,

meskipun tidak setinggi perkiraan sebelumnya.

Sementara itu, sub kelompok AP non energi

mencatat deflasi sebesar 0,22% (mtm) pada

Mei 2017 dengan andil tertinggi disumbang

oleh angkutan udara sebesar -0,03%.

• Juni 2017

IHK Sulut bulan Juni 2017 mencatat inflasi

sebesar 1,15% (mtm), yang bersumber dari

inflasi kelompok volatile food dan

administered prices, serta kelompok core

yang juga mengalami kenaikan indeks harga.

Kelompok volatile food memberikan andil

terbesar yakni sebesar 0,55% terhadap inflasi

bulanan Juni 2017, sementara itu kelompok

core memberikan andil sebesar 0,48%,

sedangkan kelompok administered prices

memberikan andil sebesar 0,11%.

Grafik 3.5. Inflasi dan Andil Juni 2017 Berdasarkan Disagregasi

Kelompok VF mencatat inflasi pada Juni 2017

setelah mencatat deflasi pada bulan

sebelumnya. Inflasi kelompok VF tercatat

sebesar 2,83% (mtm), meningkat dibandingkan

bulan sebelumnya (-5,13%) maupun pola

historisnya (1,25%). Inflasi kelompok VF

terutama bersumber dari komoditas strategis

Sulawesi Utara yakni tomat sayur. Pada bulan

sebelumnya tomat sayur mengalami deflasi,

namun kemudian meningkat harganya

meningkat tinggi pada bulan Juni 2017,

sehingga mencatat andil inflasi tertinggi.

Komoditas strategis lainnya yakni beras dan

bawang merah serta cabai rawit juga

mengalami kenaikan harga. Tekanan harga

pada Barito (bawang merah, cabai rawit dan

tomat) disebabkan oleh meningkatnya

permintaan dalam rangka perayaan Idul Fitri di

tengah curah hujan yang meningkat yang

mengganggu produksi dan distribusi. Selain itu,

berdasarkan informasi dari beberapa

pedagang diketahui bahwa sebagian petani

tidak melakukan panen karena merayakan Idul

Fitri. Khusus komoditas beras, kenaikan harga

disebabkan oleh kekurangan stok karena masa

tanam masih berlangsung. Adapun andil

bawang merah dan cabai rawit yang rendah

dipengaruhi oleh harga pada bulan

sebelumnya yang sudah tinggi. Di sisi lain, laju

inflasi ditahan oleh komoditas buah-buahan

yang umumnya mencatat deflasi seperti

anggur, apel dan pisang.

Kelompok AP pada bulan Juni 2017 juga

menjadi salah satu penyebab inflasi dengan

mencatat inflasi sebesar 2,28% (mtm), lebih

tingi dibandingkan dengan bulan sebelumnya

(0,23%) maupun pola historisnya (1,55%).

Secara tahunan, kelompok AP pada Juni 2017

mencatat inflasi sebesar 10,75% (yoy).

Berdasarkan sub kelompoknya, inflasi

kelompok AP didorong oleh kenaikan indeks

harga pada kelompok AP energi dan kelompok

AP non energi. Andil kelompok AP energi

sebesar 0,19% dan andil kelompok non AP

energi sebesar 0,29%. Sub kelompok AP non

energi mencatat inflasi sebesar 2,49% (mtm)

dengan andil tertinggi disumbang oleh tarif

angkutan udara sebesar 0,29%. Inflasi tarif

angkutan udara bulan Juni disebabkan oleh

peningkatan mobilisasi penduduk dalam

rangka perayaan Idul Fitri. Selain itu, didorong

juga oleh masa liburan. Sementara itu, sub

kelompok AP energi mencatat inflasi sebesar

2,02% (mtm) dengan andil tertinggi disumbang

oleh tarif listrik yakni sebesar 0,19%. Inflasi

tersebut disebabkan oleh lanjutan

penyesuaian tarif listrik tahap ketiga untuk

pelanggan paskabayar daya 900 VA non

subsidi.

2.83%

2.28%

0.19%

1.15%

0.0% 0.5% 1.0% 1.5% 2.0% 2.5% 3.0%

Volatile Food

AdministeredPrices

Core

Total

Sumber: BPS & Bank Indonesia

Inflasi (mtm) Andil

27

IHK kelompok core pada bulan Juni 2017

mencatat inflasi. Inflasi kelompok core bulan

Juni 2017 sebesar 0,19% (mtm), lebih tinggi

dari bulan sebelumnya yang tercatat deflasi

(0,23%) dan pola historisnya yang tercatat

inflasi sebesar 0,22%. Adapun secara tahunan,

kelompok core mencatat inflasi sebesar 2,18%

(yoy). Berdasarkan sub kelompoknya, kedua

sub kelompok core mengalami inflasi. Inflasi

kelompok core disebabkan oleh inflasi sub

kelompok core traded dengan andil sebesar

0,09% dan sub kelompok core non traded yang

juga tercatat inflasi dengan andil sebesar

0,02%. Inflasi sub kelompok core traded pada

Juni 2017 tercatat sebesar 0,36% (mtm)

dengan komoditas penyumbang inflasi

kelompok ini yaitu bahan-bahan kebutuhan

rumah tangga seperti pasta gigi, air kemasan,

seng, jeruk nipis dan baju kaos tanpa kerah.

Sub kelompok core non traded mencatat inflasi

sebesar 0,07% (mtm). Komoditas penyumbang

utama deflasi core non traded adalah roti

manis dan mie.

3.2. ARAH PERKEMBANGAN INFLASI

TRIWULAN III 2017

Memasuki awal triwulan III 2017, IHK bulan

Juli 2017 tercatat inflasi sebesar 0,86% (mtm)

dan secara tahunan tercatat sebesar 3,61%

(yoy). Capaian tahunan Juli tersebut sedikit

meningkat dibandingkan bulan Juni 2017

(3,58% yoy). Meski inflasi tahunan meningkat,

namun masih berada dalam rentang target

inflasi tahun 2017 yakni 4±1% (yoy).

Tabel 3.1. Inflasi Juli 2017

Sumber: BPS & Bank Indonesia

IHK Sulut bulan Juli 2017 mencatat inflasi

sebesar 0,86% (mtm), yang terutama

bersumber dari inflasi kelompok VF dan

kelompok core. Sementara itu, kelompok AP

mencatat deflasi. Kelompok VF memberikan

andil terbesar yakni sebesar 1,10% terhadap

inflasi bulanan Juli 2017, sementara itu

kelompok core memberikan andil sebesar 0,04

%, sedangkan kelompok AP memberikan andil

deflasi sebesar -0,27%.

Kelompok VF kembali mencatat inflasi pada

Juli 2017. Inflasi kelompok VF tercatat sebesar

5,50% (mtm), meningkat dibandingkan bulan

sebelumnya (2,83%) maupun pola historisnya

(2,79%). Inflasi kelompok VF terutama

bersumber dari komoditas strategis Sulawesi

Utara yakni tomat dengan andil sebesar 1,03%.

Setelah tercatat inflasi pada bulan

sebelumnya, tomat kembali mencatat inflasi

pada bulan Juli dengan harga mencapai hingga

Rp40.000/kg. Penyebab naiknya harga tomat

disebabkan oleh meningkatnya permintaan

pada perayaan hari Pengucapan di tengah

curah hujan yang cukup tinggi pada bulan Juli

yang mengganggu produksi. Komoditas

strategis lainnya yang mengalami kenaikan

harga yaitu bawang merah dan beras, namun

tidak setinggi kenaikan harga tomat. Khusus

komoditas beras, kenaikan harga disebabkan

oleh berkurangnya stok karena masa panen

baru akan berlangsung pada akhir Agustus atau

awal September. Di sisi lain, laju inflasi ditahan

oleh cabai rawit dan bawang putih serta

komoditas buah-buahan yang mencatat deflasi

pada bulan Juli.

IHK kelompok core pada bulan Juli 2017

mencatat inflasi dengan level yang terbatas.

Inflasi kelompok core bulan Juli 2017 sebesar

0,07% (mtm), lebih rendah dari bulan

sebelumnya yang tercatat inflasi sebesar

0,19% (mtm) maupun pola historisnya yang

tercatat inflasi sebesar 0,50%. Berdasarkan sub

kelompoknya, inflasi kelompok core didorong

oleh inflasi sub kelompok core nontraded,

sedangkan kelompok core traded mengalami

deflasi. Inflasi sub kelompok core nontraded

memberikan andil sebesar 0,05%, sementara

itu sub kelompok core traded yang tercatat

deflasi memberikan andil sebesar 0,01%.

Inflasi sub kelompok core nontraded pada Juli

2017 tercatat sebesar 0,14% (mtm) dengan

komoditas penyumbang inflasi sub kelompok

Inflasi Andil Inflasi Andil

Total 0.86% 0.86% 3.61% 3.61%

Volatile Food 5.50% 1.10% 4.69% 0.97%

Administered Prices -1.27% -0.27% 7.53% 1.53%

Core 0.07% 0.04% 1.90% 1.12%

Core Traded -0.04% -0.01% 2.46% 0.62%

Core Non-Traded 0.14% 0.05% 1.49% 0.51%

AP Energi 0.00% 0.00% 13.33% 1.15%

AP Non-Energi -2.28% -0.27% 3.20% 0.37%

Indikatormtm yoy

28

ini yaitu seragam sekolah anak dan ikan

tindarung. Naiknya harga seragam sekolah

anak seiring dengan masukan tahun ajaran

baru. Sementara itu, sub kelompok core traded

menjadi penahan laju inflasi. Sub kelompok ini

mencatat deflasi sebesar 0,04% (mtm).

Komoditas penyumbang utama deflasi core

traded adalah emas dan barang kebutuhan

rumah tangga (pasta gigi dsb).

Kelompok AP pada bulan Juli 2017 menjadi

penahan laju inflasi dengan mencatat deflasi

sebesar 1,27% (mtm). Realisasi tersebut jauh

lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya

yang tercatat inflasi (2,28%) maupun pola

historisnya yang juga tercatat inflasi (2,30%).

Secara tahunan, kelompok AP pada Juli 2017

mencatat inflasi sebesar 7,53% (yoy).

Berdasarkan sub kelompoknya, deflasi

kelompok AP didorong oleh penurunan indeks

harga pada kelompok AP non-energi,

sementara itu kelompok AP energi relatif

stabil. Andil kelompok AP non-energi sebesar -

0,27% dan kelompok AP energi relatif stabil

(0%). Sub kelompok AP non energi mencatat

deflasi 2,28% (mtm) dengan andil tertinggi

disumbang oleh tarif angkutan udara sebesar -

0,30%. Turunnya mobilitas masyarakat

menggunakan angkutan udara pasca

berakhirnya lebaran dan berakhirnya masa

liburan mendorong penurunan pada harga

tiket angkutan udara. Sementara itu, sub

kelompok AP energi relatif stabil (0% mtm).

Stabilnya kelompok AP energi salah satunya

dipengaruhi oleh tarif listrik yang telah selesai

periode penyesuaiannya (900 VA bagi

pelanggan nonsubsidi) pada bulan Juni.

Melihat realisasi inflasi bulan Juli dan

perkiraan inflasi pada Agustus dan

September, Bank Indonesia memperkirakan

inflasi pada triwulan III 2017 sebesar 3,90-

4,30% (yoy). Perkiraan tersebut lebih tinggi

dibandingkan realisasi inflasi pada triwulan

sebelumnya (3,59% yoy). Naiknya inflasi

tersebut secara bulanan didorong oleh inflasi

pada bulan Juli. Pada bulan Agustus dan

September, IHK diperkirakan mencatat deflasi

berturut-turut sebesar 0,5% (mtm) dan 0,1%

(mtm). Deflasi pada bulan Agustus tercermin

juga dari perkembangan harga pada Survei

Pemantauan Harga terkini, dimana IHK bulan

Agustus mencatat deflasi yang cukup tinggi

seiring dengan normalisasi harga komoditas

bumbu-bumbuan yang didukung oleh tingkat

permintaan yang relatif normal di tengah

kondisi cuaca yang membaik. Sementara itu,

pada bulan September, IHK juga diperkirakan

mencatat deflasi seiring dengan tingkat

permintaan yang masih relatif normal. Adapun

dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut,

realisasi inflasi pada triwulan III 2017

diperkirakan berada pada 3,90-4,30% (yoy).

Namun, perlu dicermati berbagai risiko yang

dapat mendorong naiknya tekanan inflasi

Sulawesi Utara. Berbagai risiko yang akan

dihadapi pada semester II 2017 antara lain

kenaikan harga BBM dan elpiji, serta risiko

lainnya seperti terjadinya la nina.

3.3. PROGRAM PENGENDALIAN INFLASI

DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI

Koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank

Indonesia dalam pengendalian inflasi perlu

terus diperkuat terutama dalam menghadapi

sejumlah risiko terkait penyesuaian

administered prices sejalan dengan kebijakan

lanjutan reformasi subsidi energi oleh

Pemerintah, dan risiko kenaikan harga

volatile food menjelang Lebaran dan Natal

serta Tahun Baru. Pada April 2017, BI bersama

dengan Pemerintah Kota Manado dan

Pemerintah Provinsi Sulut telah

mencanangkan gerakan Barito (Batanang Rica

dan Tomat) sebagai bentuk nyata

pengendalian inflasi melalui gerakan

menanam baik oleh masyarakat maupun ASN.

Dalam kesempatan tersebut telah disalurkan

bantuan bibit kepada masyarakat untuk tahap

pertama sebesar 35 ribu bibit rica dan tomat

yang merupakan hasil kerjasama antara BI dan

Pemerintah Kota Manado. Kegiatan tersebut

mendapat dukungan penuh dari Walikota

Manado beserta jajarannya yang langsung

menhadiri acara pencanangan Gerakan Barito

pada 5 April 2017 di Kecamatan Singkil Kota

29

Manado. Kegiatan tersebut juga disertai

dengan acara penanaman secara simbolis yang

dilakukan oleh seluruh jajaran Forkopimda

Kota Manado. Upaya lainnya antara lain rapat

koordinasi provinsi bersama TPID

kabupaten/kota dengan fokus penguatan data,

mekanisme koordinasi, dan persiapan TPID

kab/kota menghadapi bulan Ramadan dan Idul

Fitri serta sidak pasar ke pasar retail dan

modern terkait penetapan HET 3 komoditas

bersama KPPU. Ke depannya, gerakan Barito

akan terus diperluas dengan proses monitoring

dan pembinaan yang terintegrasi. Gerakan

Barito juga akan menjadi role model bagi

kegiatan menanam sejenis yang juga akan

dilaksanakan oleh Kabupaten Kota lainnya di

Sulawesi Utara.

Pada Mei 2017, BI bersama dengan

Pemerintah Kota Manado dan Pemerintah

Provinsi Sulawesi Utara melalui wadah TPID

telah melaksanakan berbagai kegiatan

diantara lain panen raya cabai rawit dan

tomat sayur hasil dari Gerakan Barito yang

dicanangkan pada tahun 2017, serta sidak

pasar bersama dengan Wakil Gubernur

Sulawesi Utara untuk memastikan

ketersediaan dan stabilitas harga kebutuhan

pokok masyarakat. Selanjutnya, TPID juga

akan mendorong pelaksanaan operasi pasar

terintegrasi selama bulan Ramadhan, yang

didukung program komunikasi untuk menjaga

ekspektasi masyarakat.

Sepanjang Juni, Bank Indonesia bersama

dengan TPID Provinsi dan TPID Kab/Kota

memfokuskan upaya pengendalian inflasinya

dalam menghadapi risiko peningkatan harga

selama bulan Ramadhan dan menjelang hari

raya Idul Fitri 1438H. Pada akhir Mei, BI

bersama dengan TPID Provinsi, TPID Kota

Manado dan TPID Kab. Minahasa

melaksanakan panen raya cabai rawit dan

tomat sayur hasil dari gerakan Barito

(Batanang Rica dan Tomat) yang telah

dicanangkan sebagai salah satu program

unggulan pengendalian inflasi 2017. Hasil

panen tersebut cukup baik dan diarahkan

untuk menambah pasokan lokal khususnya di

Kota Manado bekerjasama dengan

stakeholders terkait termasuk Bulog Divre

Sulut. Selanjutnya, kegiatan pengendalian

inflasi juga dilakukan dengan pelaksanaan

Sidak Pasar yang langsung dipimpin oleh Wakil

Gubernur Sulawesi Utara pada pasar modern

(ritel) maupun pasar tradisional di Kota

Manado pada minggu pertama masuknya

bulan puasa. Sidak Pasar juga dilakukan pada

akhir Juni jelang perayaan Idul Fitri oleh

Disperindag Provinsi Sulawesi Utara dengan

tujuan memastikan ketersediaan pasokan

bahan pokok, mencegah praktik usaha tidak

sehat (penimbunan) dan menjaga stabilitas

harga. Lebih lanjut lagi, sebagaimana yang

telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumya,

kegiatan Operasi Pasar dan Pasar Murah juga

terus dilakukan oleh TPID sepanjang Juni 2017.

Dalam hal tersebut, beberapa stakeholders

dalam wadah TPID bekerjasama untuk

pelaksanaannya dengan tujuan meringankan

beban masyarakat serta sebagai bagian dari

upaya menstabilkan harga-harga. TPID Provinsi

Sulut dan Kota Manado juga melakukan rapat

koordinasi pengendalian harga yang

dilaksanakan di Kantor Perwakilan BI Sulut

dengan melibatkan para pedagang besar

komoditas strategis pada pertengahan Juni

2017. Rapat tersebut bertujuan untuk

membahas ketersediaan stok bahan pangan

strategis menjelang Hari Raya Idul Fitri,

berdiskusi dan memberikan himbauan kepada

para pedagang besar dalam rangka menjaga

stabilitas harga, serta mengkoordinasikan

pelaksanaan Operasi Pasar/Pasar Murah agar

memberikan manfaat yang optimal. Upaya-

upaya pengendalian inflasi selama Ramadhan

juga dilengkapi dengan program komunikasi

ekspektasi bekerjasama dengan 4 (empat)

Radio Prominent di Sulawesi Utara. Program

komunikasi ekspektasi tersebut berbentuk

talkshow Bincang Ramadhan yang

dilaksanakan sebanyak 3 kali selama Juni 2017,

dengan topik pembahasan seputar

pengendalian inflasi. Adapun narasumber

dalam kegiatan taklshow tersebut adalah Bank

Indonesia, Unsur Pemerintah Daerah, Unsur

Kepolisian Daerah, Bulog Divre Sulut,

30

Pertamina, dan Pemuka Agama di Sulawesi

Utara.

Berbagai program pengendalian inflasi

tersebut terus dilanjutkan dan diperkuat pada

Juli 2017, dengan tujuan mengantisipasi

lonjakan permintaaan yang berimplikasi pada

harga seiring masuknya periode Hari Raya

Pengucapan di berbagai daerah. Upaya-upaya

pengendalian inflasi oleh TPID tersebut

dilakukan secara konsisten dan

berkesinambungan, untuk mengarahkan inflasi

Sulut di tahun 2017 sesuai dengan sasarannya.

31

Bab IV.

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan

Akses Keuangan dan UMKM

4.1. GAMBARAN UMUM PERBANKAN

4.1.1. Kondisi Umum

Pertumbuhan kredit perbankan Sulawesi

Utara pada triwulan II 2017 tumbuh 6,9%

(yoy), melambat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Ditengah perlambatan

pertumbuhan kredit, Aset Perbankan Sulawesi

Utara tercatat tumbuh positif didorong oleh

tumbuhnya komponen Kas, Surat-Surat

Berharga (SSB) dan Reverse Repo SSB.

Disisi lain, tekanan terhadap penghimpunan

dana yang mulai mereda pada periode

laporan DPK tumbuh 3,6% (yoy) dimana

triwulan sebelumnya terkontraksi sebesar

0,1% (yoy). Tumbuhnya DPK juga diperkirakan

menjadi salah satu faktor pendorong

pertumbuhan kredit.

Berdasarkan kelompok bank, peningkatan

kredit hanya terjadi pada kelompok bank

BUKU6 I. Sementara pertumbuhan kredit bank

BUKU II, BUKU III dan IV melambat.

Perlambatan kredit pada BUKU III dan IV

diperkirakan sejalan dengan perlambatan

penghimpunan dana kelompok bank tersebut.

Perlambatan pertumbuhan kredit disertai

dengan penutupan 2 (dua) kantor cabang

bank pada kelompok BUKU III turut

mempengaruhi kinerja aset BUKU III sehingga

mengalami pertumbuhan negatif, sementara

6 BUKU adalah Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha. BUKU 1 adalah Bank dengan Modal Inti sampai dengan kurang dari Rp 1 triliun. BUKU 2 adalah Bank dengan Modal Inti antara Rp 1 triliun sampai dengan kurang dari Rp 5 triliun.

kinerja aset BUKU II dan IV masih tercatat

tumbuh namun melambat.

Grafik 4.1. Perkembangan Aset Perbankan Umum di Sulawesi Utara

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 4.2. Perkembangan Kredit Perbankan

Umum di Sulawesi Utara

Sumber: Bank Indonesia

BUKU 3 adalah Bank dengan Modal Inti antara Rp 5 triliun sampai dengan kurang dari Rp 30 triliun. BUKU 4 adalah Bank dengan Modal Inti paling sedikit sebesar Rp 30 triliun.

-10

0

10

20

30

40

50

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Total Aset BUKU IV BUKU III BUKU II BUKU I

-5,0%

0,0%

5,0%

10,0%

15,0%

20,0%

25,0%

30,0%

35,0%

40,0%

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

BANK PELAPOR BUKU IV BUKU III BUKU II BUKU I

32

Grafik 4.3. Perkembangan DPK Perbankan

Umum di Sulawesi Utara

Sumber: Bank Indonesia

4.1.2. Dana Pihak Ketiga

Komponen tabungan masih mendominasi

komposisi DPK Sulut dengan share 47,3%,

diikuti komponen Deposito sebesar 33,7%

dan Giro sebesar 18,8%. Berdasarkan

kelompok bank, DPK BUKU IV dan III

didominasi oleh Tabungan sejalan dengan

komposisi dana perseorangan yang lebih tinggi

disbanding kelompok lainnya, sementara

BUKU II didominasi oleh Deposito

perseorangan sejalan dengan suku Bunga

deposito yang lebih tinggi dibandingkan

kelompok lain, adapun BUKU I didominasi oleh

Giro dan Deposito pemerintah.

Peningkatan penghimpunan dana perbankan

Sulawesi Utara pada triwulan II 2017 didorong

oleh pertumbuhan komponen giro yang pada

bulan sebelumnya terkontraksi 18,62% (yoy),

kini tumbuh positif meski dalam level yang

terbatas sebesar 2,64% (yoy). Peningkatan

juga didorong oleh meningkatnya deposito

yang tumbuh dari 2,9%(yoy) menjadi

3,08%(yoy). Sementara tabungan tercatat

tumbuh melambat sebesar 1,62% (yoy) dari

sebelumnya 7,34% (yoy) khususnya tabungan

perseorangan.

Peningkatan giro disebabkan oleh meredanya

tekanan pada giro pemerintah, sejalan

dengan transfer dana pemerintah pusat ke

daerah untuk penyaluran Dana Desa Tahap I

pada triwulan laporan. Disisi lain,

melambatnya komponen tabungan pada

periode laporan diperkirakan oleh penarikan

dana oleh masyarakat pasca penerimaan

Tunjangan Hari Raya (THR) untuk keperluan

hari raya Idul Fitri dan pengucapan yang jatuh

pada awal periode triwulan III sehingga

penarikan dana dilakukan pada akhir triwulan

II. Adapun peningkatan yang terjadi pada

komponen deposito didorong oleh tumbuhnya

deposito pemerintah dan perseorangan.

Berdasarkan kelompok bank, peningkatan

pertumbuhan DPK khususnya terjadi pada

BUKU I didorong peningkatan giro

pemerintah dan BUKU II oleh giro korporasi.

Sebaliknya, perlambatan DPK terjadi pada

BUKU IV serta BUKU III didorong perlambatan

tabungan perseorangan. Di sisi lain,

peningkatan giro terjadi pada hampir seluruh

kelompok bank (kecuali BUKU III), dengan

kenaikan paling signifikan terjadi pada BUKU IV

untuk komponen Giro korporasi dan BUKU I

untuk komponen Giro pemerintah.

Pada 3 triwulan terakhir, DPK Sulut tercatat

mengalami pertumbuhan negatif yang

disebabkan oleh pertumbuhan negatif

komponen giro utamanya giro pemerintah

dan giro korporasi. Rata-rata nominal

komponen giro pemerintah pada 3 tahun

terakhir dikisaran Rp2,1 Triliun, namun sejak

triwulan III 2016 nilainya hanya sebesar Rp1,08

triliun dan pada triwulan IV 2016 kembali turun

menjadi hanya sebesar Rp355 Miliar sehingga

pertumbuhan secara tahunannya tergerus ke

angka negatif. Penurunan tersebut disebabkan

gencarnya realisasi belanja pemerintah

didorong oleh dikeluarkannya ketentuan

Peraturan Menteri Keuangan No.

125/PMK.07/2016 tanggal 16 Agustus 2016,

terkait penyaluran sebagian Transfer ke

Daerah untuk daerah yang prognosa posisi kas

akhir tahunnya masuk kategori tinggi (atau

banyak dana yang mengendap diperbankan).

Perlambatan DPK pada 3 periode terakhir

juga didorong oleh melambatnya komponen

deposito sejalan dengan tren penurunan suku

bunga deposito perbankan, sehingga

diperkirakan terjadi peralihan penempatan

dana masyarakat ke instrument lain yang

memberikan imbal hasil lebih tinggi dan/atau

-15,00%

-10,00%

-5,00%

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

30,00%

35,00%

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Total DPK DPK. BUKU IV DPK BUKU III

DPK BUKU II DPK BUKU I

33

-5,00%

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

-40,00%

-30,00%

-20,00%

-10,00%

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

40,00%

50,00%

60,00%

Jan

Feb

Mar

Ap

r

May Jun

Jul

Au

g

Sep

Oct

No

v

Dec Jan

Feb

Mar

Ap

r

May Jun

Jul

Au

g

Sep

Oct

No

v

Dec Jan

Feb

Mar

Ap

r

May

2015 2016 2017

DPK sb.kanan Giro Deposito Tabungan

sebagai uang muka ke sektor properti sejalan

dengan relaksasi LTV yang juga tercermin dari

tumbuhnya jenis kredit KPR.

Grafik 4.4. Perkembangan Jenis DPK

Perbankan Umum di Sulawesi Utara

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 4.5. Komposisi DPK Perbankan Umum

di Sulawesi Utara

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 4.6. Perkembangan Giro Perbankan

Umum di Sulawesi Utara

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 4.7. Perkembangan Tabungan

Perbankan Umum di Sulawesi Utara

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 4.7. Perkembangan Deposito

Perbankan Umum di Sulawesi Utara

Sumber: Bank Indonesia

4.1.3. Kredit

Penyaluran kredit perbankan Sulawesi Utara

didominasi Kredit Konsumsi (KK) sebesar

60,5%, disusul Modal Kerja (KMK) 26,3%, dan

kredit investasi (KI) 13,2%. Sejalan dengan

kondisi tersebut, penyaluran kredit seluruh

kelompok bank di Sulawesi Utara didominasi

KK, kecuali BUKU II. Kredit KK ketiga kelompok

bank tersebut mayoritas disalurkan untuk jenis

kredit Multiguna. Peningkatan pertumbuhan

kredit perbankan Sulawesi Utara terutama

terjadi pada KK yang memiliki pangsa

tersbesar, sementara KMK tumbuh melambat

dan KI mencatatkan pertumbuhan negatif.

Peningkatan KK khususnya terjadi pada jenis

kredit Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang

tumbuh 10,42% (yoy) dari 9,5% (yoy) pada

triwulan sebelumnya, Kredit Multiguna dan

Perlengkapan tercatat tumbuh namun

melambat, disisi lain Kredit Kendaraan

Bermotor (KKB) tercatat tumbuh negatif.

Peningkatan KPR sejalan dengan hasil SHPR

yang menunjukkan tumbuhnya tingkat

penjualan properti Sulut sebesar 40,2% (yoy)

khususnya untuk penjualan tipe kecil. Hal ini

sejalan dengan semakin gencarnya program

sejuta rumah pemerintah yang difasilitasi

melalui Fasilitas Likuditas Pembiayaan

Perumahan (FLPP) untuk tipe <70. Disamping

itu, keikutsertaan Bank Pemerintah Daerah

sebagai salah satu bank penyalur FLPP per Mei

2017 juga menjadi salah satu faktor pendorong

tumbuhnya KPR.

Disisi lain, KMK tumbuh melambat menjadi

sebesar 5,8% (yoy) dari sebelumnya 6,3%

-60,00%

-40,00%

-20,00%

0,00%

20,00%

40,00%

60,00%

80,00%

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

TOTAL.GIRO BUKU IV.GIRO BUKU III.GIRO

BUKU II..GIRO BUKU I.GIRO

-40,00%

-20,00%

0,00%

20,00%

40,00%

60,00%

80,00%

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

TOTAL.DEPOSITO BUKU IV.TOTAL.DEPOSITO BUKU III.TOTAL.DEPOSITO

BUKU II.TOTAL.DEPOSITO BUKU I.TOTAL.DEPOSITO

-20,00%

-10,00%

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

40,00%

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

TOTAL.TABUNGAN BUKU IV.TOTAL.TABUNGAN BUKU III.TOTAL.TABUNGAN

BUKU II.TOTAL.TABUNGAN BUKU I.TOTAL.TABUNGAN

34

(yoy). Perbaikan pertumbuhan KMK BUKU I

(dari sebelumnya terkontraksi 5% yoy, kini

tumbuh 27% yoy) ditengah stabilnya

pertumbuhan KMK BUKU 4 (pada kisaran 11%

yoy) tidak cukup mendorong peningkatan

pertumbuhan KMK Perbankan Sulut secara

keseluruhan yang juga dipengaruhi oleh

pertumbuhan negaatif KMK BUKU II dan III.

Perlambatan KMK juga terkonfirmasi melalui

penurunan realisasi kegiatan usaha

berdasarkan SKDU yakni dari 7,15% menjadi -

13,4% yang khususnya terjadi pada sektor

industri pengolahan, pertanian dan

perdagangan. Berdasarkan liaison, penurunan

KMK sektor perdagangan juga terkonfirmasi

melalui penurunan likert scale penjualan

domestik. Sementara posisi NPL KMK tertinggi

tercatat pada BUKU III (12,60%) dan BUKU II

(10,1%), secara sektoral NPL KMK tertinggi

tercatat pada sektor konstruksi 12,64% dan

subsektor perikanan 10,9%.

Adapun pertumbuhan negatif KI disebabkan

oleh terkontraksinya KI BUKU II ditengah

perlambatan KI seluruh kelompok BUKU

lainnya. NPL yang masih tinggi untuk KI BUKU

II (NPL Gross 19,8%) diperkirakan turut

mempengaruhi kodisi penawaran KI. Dari sisi

pelaku usaha, diperoleh informasi dari hasil

liaison bahwa pelaku usaha cenderung wait

and see akan untuk melakukan

investasi.disamping itu suku bunga KI yang

berada dikisaran 10% sd 11% dianggap masih

cukup tinggi oleh pelaku usaha sehingga

pelaku usaha lebih memilih menggunakan

dana simpanan (giro maupun deposito) jika

ingin melakukan kegiatan investasi.

Penyaluran kredit perbankan Sulawesi Utara

didominasi sektor utama penopang

perekonomian Sulawesi Utara yakni sektor

perdagangan besar dan eceran, serta sektor

pertambangan, sektor pertanian, sektor

konstruksi dan industri pengolahan. Secara

keseluruhan industri perbankan, sektor utama

penerima pembiayaan rata-rata tercatat

tumbuh positif namun melambat jika

dibandingkan periode sebelumnya, hanya

kredit sektor pertanian yang mencatatkan

peningkatan pertumbuhan menjadi 14,008%

(yoy) dari sebelumnya 13,3% (yoy). Disisi lain,

perlambatan pertumbuhan kredit sektor

perdagangan yang sebagian besar merupakan

KMK, lebih disebabkan oleh base effect pasca

pertumbuhan yang cukup tinggi di bulan Juni

tahun 2016 dampak dari pembukaan charter

flight Tiongkok-Manado yang mendorong

menjamurnya berbagai usaha baru utamanya

subsektor perdagangan eceran dominasi

barang makanan dan bukan makanan kategori

UMKM.

Sejalan dengan pertumbuhan kredit yang

meningkat pada triwulan II 2017, realisasi

pencairan kredit juga meningkat tercermin

melalui penurunan undisbursement loan dari

226% (yoy) menjadi 14,8% (yoy). Hal tersebut

diikuti dengan share undisbursement loan

terhadap total kredit yang juga menurun

dibanding periode sebelumnya.

Grafik 4.8. Komposisi Kredit Perbankan Umum

di Sulawesi Utara

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 4.9. Perkembangan KMK Perbankan

Umum di Sulawesi Utara

Sumber: Bank Indonesia

32% 33% 26% 26%

62% 60%

3% 5%

20% 18%

12% 11%

14% 15%

2% 2%

48% 49%62% 63%

24% 25%

94% 93%

Tw I 2017 Tw II 2017 Tw I 2017 Tw II 2017 Tw I 2017 Tw II 2017 Tw I 2017 Tw II 2017

BUKU IV BUKU III BUKU II BUKU I

KMK KI KK

-10,0%

0,0%

10,0%

20,0%

30,0%

40,0%

50,0%

60,0%

70,0%

80,0%

-20,0%

-10,0%

0,0%

10,0%

20,0%

30,0%

40,0%

50,0%

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

KMK.BUKU IV KMK.BUKU III KMK.BUKU II KMK.BUKU I sb. Kanan

35

Grafik 4.10. Perkembangan KI Perbankan

Umum di Sulawesi Utara

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 4.11. Perkembangan KK Perbankan

Umum di Sulawesi Utara

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 4.12. Komposisi Undisbursement Loaan

Perbankan Umum di Sulawesi Utara

Sumber: Bank Indonesia

4.1.4. Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Non

Performing Loan (NPL)

Fungsi intermediasi perbankan yang

tercermin dari indikator LDR menunjukkan

peningkatan pada triwulan II 2017 menjadi

146,3% dari 148,2% pada triwulan

sebelumnya yang disebabkan oleh

peningkatan kredit yang lebih tinggi

dibandingkan pertumbuhan DPK.

Pertumbuhan penyaluran pembiayaan pada

triwulan II 2017 tidak diikuti oleh perbaikan

kualitas kredit. Hal ini tercermin dari indikator

rasio NPL menunjukkan peningkatan menjadi

3,97% pada periode laporan dari sebelumnya

3,82%.

Rasio NPL tertinggi seluruh kelompok bank di

triwulan II 2017 terjadi pada kelompok bank

BUKU II sebesar 13%. Sementara itu apabila

dibandingkan triwulan I 2017, peningkatan NPL

tertinggi terjadi pada BUKU III (dari 6,78%

menjadi 7,86%) didorong peningkatan NPL

semua jenis kredit khususnya KMK dan KI.

Secara spasial NPL tertinggi tercatat di Kab.

Minahasa Tenggara didorong oleh tingginya

NPL KK.

Secara sektoral peningkatan NPL disebabkan

oleh kenaikan NPL sektor perdagangan

sebagai sektor ekonomi penerima

pembiayaan terbesar. NPL sektor

perdagangan tertinggi tercatat di BUKU I

sebesar 13,6%. Sebagaimana informasi yang

diterima dari focus group discussion

perbankan, debitur perbankan dari sektor

perdagangan mengeluhkan kondisi ekonomi

yang saat ini sedang lesu tercermin dari

minimnya penjualan dan daya beli masyarakat

sehingga turut memengaruhi repayment

capacity debitur pada sektor ini. Perlambatan

sektor perdagangan juga sejalan dengan

Indeks Penjualan Riil Manado yang juga

melambat, tumbuh 1,4% (yoy) dimana pada

triwulan sebelumnya tumbuh 12,9% (yoy).

Adapun NPL sektor Industri Pengolahan

tertinggi terjadi di BUKU II yang mencapai

75%, tingginya NPL industri pengolahan BUKU

II lebih disebabkan oleh nominal NPL Industri

Minuman berlokasi proyek di Manado yang

mencapai Rp89 Miliar dari total NPL Industri

Pengolahan BUKU II senilai Rp92 Miliar. Meski

demikian, NPL kredit Industri Pengolahan

secara total mengalami perbaikan menjadi

10,25% pada triwulan II 2017 dari sebelumnya

mencapai 16%. Perbaikan tersebut, didorong

membaiknya kualitas kredit Industri

Pengolahan BUKU IV.

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

140%

160%

180%

0,0%

5,0%

10,0%

15,0%

20,0%

25,0%

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

KK.BUKU IV KK.BUKU III KK.BUKU II sb. Kanan KK.BUKU I sb. Kanan

-10,0%

0,0%

10,0%

20,0%

30,0%

40,0%

50,0%

60,0%

70,0%

80,0%

-20,0%

-10,0%

0,0%

10,0%

20,0%

30,0%

40,0%

50,0%

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

KMK.BUKU IV KMK.BUKU III KMK.BUKU II KMK.BUKU I sb. Kanan

36

Pada sekor pertanian NPL tertinggi terjadi

pada BUKU II untuk subsektor perikanan jenis

usaha penangkapan ikan selain tuna berlokasi

di Kota Bitung senilai Rp22 Miliar untuk jenis

penggunaan Kredit Investasi yang telah

tercatat sejak tahun 2015. Diindikasi penyebab

NPL kredit ini dampak dari pemberlakuan

moratorium mengenai transshipment pada

akhir tahun 2014 lalu.

Grafik 4.13. NPL Bank Umum Per Kelompok di

Sulawesi Utara

Sumber: Bank Indonesia

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 4.14. NPL Bank Umum Per Jenis

Penggunaan di Sulawesi Utara

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 4.15. NPL Bank Umum Per Kab/Kota di

Sulawesi Utara

Sumber: Bank Indonesia

4.2. AKSES KEUANGAN DAN UMKM

4.2.1. Perkembangan Pembiayaan UMKM

Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

memiliki peran penting dalam perekonomian

Sulawesi Utara tercermin dari pangsa unit

usaha yang dominan terhadap total unit usaha,

serta sebagai sektor yang juga turut

berkontribusi terhadap penyerapan tenaga

kerja. Namun demikian, sebagai salah satu

aktor yang cukup penting dalam

perekonomian domestik maupun nasional,

UMKM sering kali masih terkendala dalam

memperoleh pembiayaan.

Pada triwulan II 2017, laju pertumbuhan

kredit UMKM di Sulawesi Utara meningkat

sejalan dengan peningkatan penyaluran

kredit secara total. Kredit UMKM di Sulawesi

utara tumbuh sebesar 7,53% (yoy) dari yang

semula tumbuh sebesar 7,08% (yoy). Namun

demikian, pertumbuhan kredit tidak disertai

dengan perbaikan kualitas kredit yang

tercermin dari naiknya rasio NPL kredit UMKM.

Pada triwulan II 2017, NPL Kredit UMKM

tercatat sebesar 6,34%, dibanding periode

sebelumnya 6,24%.

Grafik 4.16. Perkembangan Kredit UMKM Bank Umum di Sulawesi Utara

Sumber: Bank Indonesia

Sejalan dengan pertumbuhan kredit UMKM,

pangsa kredit UMKM terhadap total kredit

yang disalurkan di Sulawesi Utara pada

triwulan II 2017 turut mengalami

peningkatan. Pangsa kredit UMKM Sulut pada

periode laporan sebesar 25,6% dari

sebelumnya 25,4%. Berdasarkan wilayahnya,

konsentrasi penyaluran kredit UMKM terbesar

berada di Kota Manado sebesar 58,1% diikuti

Kota Bitung sebesar 11,8% dan Kota

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Growth UMKM (yoy) Porsi UMKM NPL UMKM (sb.kanan)

3,11%

6,78%

14,50%

0,94%

3,12%

7,86%

13,00%

1,05%

BUKU IV BUKU III BUKU II BUKU I

Tw I 2017 Tw II 2017

4,4% 4,9%

1,8%

0,9% 2,

8%

2,8%

9,3%

12,6

%

14,2

%

15,4

%

4,2%

4,5%

17,0

%

10,1

%

10,7

%

29,8

%

10,5

%

10,0

%

5,2% 5,7%

5,1% 5,8%

0,7%

0,7%

TW

I '

17

TW

II

'17

TW

I '

17

TW

II

'17

TW

I '

17

TW

II

'17

TW

I '

17

TW

II

'17

TW

I '

17

TW

II

'17

TW

I '

17

TW

II

'17

TW

I '

17

TW

II

'17

TW

I '

17

TW

II

'17

TW

I '

17

TW

II

'17

TW

I '

17

TW

II

'17

TW

I '

17

TW

II

'17

TW

I '

17

TW

II

'17

K M K K I K K K M K K I K K K M K K I K K K M K K I K K

B U K U I V B U K U I I I B U K U I I B U K U I

37

Kotamobagu sebesar 11,1%. Meski demikian,

dari sisi kerentanan terhadap risiko kredit

bermasalah, Kota Manado perlu menjadi

perhatian. Sebagai daerah dengan realisasi

kredit UMKM terbesar, rasio NPL kredit

UMKMnya terus meningkat dan telah

melewati threshold yaitu sebesar 7,9% pada

triwulan II 2017 meningkat dari triwulan

sebelumnya yang sebesar 7,8%. Di samping itu,

Kab. Bolaang Mongondow Timur mencatatkan

NPL tertinggi dibandinkan 15 kab/kota lainnya

untuk kategori kredit UMKM, rasio kredit

UMKM bermasalah Kab. Bolaang Mongondow

Timur tercatat mencapai 29,8% pada periode

laporan yang bersumber dari sektor

perdagangan subsektor perdagangan eceran

yang didominasi makanan dan minuman.

Grafik 4.5. Pangsa Kredit UMKM Berdasarkan Wilayah di Sulawesi Utara

Sumber: Bank Indonesia

4.2.2. Akses Keuangan Penduduk

Indikator akses keuangan Sulawesi Utara

terutama dari sisi penghimpunan dana

mengalami peningkatan, namun demikian

dari sisi penyaluran pembiayaan

menunjukkan penurunan. Rasio jumlah

rekening DPK terhadap penduduk angkatan

kerja di Sulawesi Utara masih menunjukkan

peningkatan dibandingkan periode Februari

2016 (140,3%), dimana pada data terakhir

yaitu periode Februari 2017 rasio tersebut

tercatat sebesar 150,7%. Rasio yang telah

melampaui angka 100% mengindikasikan

setengah dari jumlah angkatan kerja memiliki

lebih dari satu rekening (dengan asumsi

seluruh angkatan kerja masing-masing

memiliki 1 rekening tabungan).

Grafik 4.6. Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Penduduk Angkatan Kerja

Sumber: Bank Indonesia

Sementara itu, rasio jumlah rekening kredit

terhadap jumlah penduduk angkatan kerja di

Sulawesi Utara juga menunjukkan sedikit

penurunan dibandingkan periode Februari

2016 sebesar 24,1% menjadi 23,2% di bulan

Februari 2017. Masih cukup rendahnya rasio

rekening kredit menunjukkan bahwa fasilitas

pembiayaan belum banyak dimanfaatkan oleh

masyarakat Sulawesi Utara, baik karena alasan

belum membutuhkan maupun secara

administratif dan non-administratif belum

dapat melengkapi persyaratan yang diperlukan

untuk dapat memanfaatkan fasilitas

pembiayaan. Masih minimnya rasio tersebut

juga menunjukkan masih terdapat ruang

untuk meningkatkan penyaluran kredit di masa

mendatang.

Grafik 4.7. Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Penduduk Angkatan Kerja

Sumber: Bank Indonesia

4.2.3. Upaya Peningkatan Akses Keuangan

dan Pengembangan UMKM

Untuk mendorong peningkatan akses

masyarakat Sulawesi Utara terhadap layanan

jasa keuangan guna mendorong

pertumbuhan ekonomi yang berkualitas,

Bank Indonesia telah melakukan berbagai

58,1%

8,9%

11,1%

11,8%

7,9% 0,8%Manado

Minahasa

Kotamoagu

Bitung

Kep. Sangihe

Kab.Kota Lainnya

137,88%

148,37%

128,87%

143,62% 140,37%

157,09% 150,77%

Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb

2014 2015 2016 2017

23,24%

25,93%

23,68%25,59%

24,10% 24,28%23,22%

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

30,00%

Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb

2014 2015 2016 2017

38

bentuk langkah dan upaya, diantaranya adalah

sebagai berikut:

Memperluas implementasi LKD melalui

dorongan kepada Bank penyelenggara LKD

di Sulawesi Utara, untuk memperbanyak

agen LKD di tiap-tiap daerah serta

melakukan sosialisasi dan edukasi GNNT

pada berbagai kesempatan dan kepada

beragam stakeholders.

Melakukan sosialisasi dan fasilitasi

penggunaan IUMK kepada UMKM Sulut.

Hal ini dilatarbelakangi oleh kelemahan

UMKM dalam memahami syarat

administratif pembiayaan perbankan. Pada

bulan Maret 2017, bekerjasama dengan

PemKot Manado digelar sosialisasi dan

memfasilitasi UMKM untuk mendapatkan

Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK). IUMK ini

dapat digunakan oleh UMKM sebagai salah

kelengkapan administrasi untuk

memperoleh fasilitas pembiayaan. Sosiliasi

tersebut juga dirangkaikan dengan

sosialisasi KUR dari bank penyalur.

Mengembangkan aplikasi teknologi

informasi SIAPIK – Sistem Administrasi

Pencatatan Keuangan. Aplikasi SIAPIK dapat

diunduh pada smartphone tanpa dipungut

biaya, aplikasi ini mempermudah UMKM

dalam melakukan pembukuan. Sosialisasi

mengenai penggunaan SIAPIK kepada

UMKM se-Sulawesi Utara dan kalangan

perbankan telah dilaksanakan pada bulan

Maret dan Mei 2017.

Menyelesaikan dan mendiseminasi

penelitian Komoditas/Produk/Jenis Usaha

Unggulan UMKM kepada stakeholder

terkait pada Januari 2017. Hal ini bertujuan

untuk memudahkan pemerintah daerah

dan perbankan untuk mendapatkan

preferensi komoditas unggulan dan

potensial untuk dikembangkan maupun

untuk dibiayai.

Melakukan penelitian lending model

komoditas unggulan Sulawesi Utara yang

bertujuan untuk menyediakan rujukan bagi

perbankan dalam rangka meningkatkan

pembiayaan pada jenis usaha komoditas

tersebut. Di tahun 2017, penelitian lending

model Sulawesi Utara spesifik membahas

pola pembiayaan komoditas perikanan

darat.

4.3. KETAHANAN KORPORASI

4.3.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi

Salah satu sumber kerentanan sektor

korporasi khususnya Industri Pengolahan di

Sulawesi Utara adalah melemahnya

permintaan global/Negara mitra dagang.

Pada triwulan II 2017, Amerika Serikat (AS)

masih menjadi Negara tujuan utama ekspor

Sulawesi Utara (pangsa 36%) sehingga

perkembangan kinerja perekonomian AS dapat

menjadi sumber kerentanan sektor korporasi

Sulawesi Utara. Pada triwulan laporan kinerja

ekonomi AS tercatat tetap tumbuh mesipun

lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.

Grafik 4.8. Komposisi Ekspor Sulawesi Utara

Sumber: SITC, diolah

Pergerakan harga minyak dunia juga menjadi

sumber kerentanan korporasi dikarenakan

komoditas Lemak/Minyak nabati komposisi

ekspor Sulawesi dengan pangsa cukup

dominan dalam komposisi ekspor Sulawesi

Utara. Pada triwulan II 2017 rata-rata harga

Crude Coconut Oil (CNO) menunjukkan

penurunan sejalan dengan arah kinerja ekspor

minyak nabati Sulut yang didominasi oleh CNO

yang juga tercatat mengalami penurunan.

36%

9%

14%

13%

11%

2%

2%

13%

A.S

Jepang

Tiongkok

Belanda

Korea Selatan

Arab Saudi

India

Lainnya

39

Grafik 4.9. Perkembangan Harga Minyak dan Ekspor Minyak Nabati Sulut

Sumber: World Bank

4.3.2. Kinerja Korporasi

Kegiatan Usaha

Kinerja korporasi berdasarkan hasil liaison

Bank Indonesia dengan perusahaan pada

lapangan usaha utama di Sulawesi Utara,

mengindikasikan adanya perlambatan

kegiatan usaha pada triwulan II 2017 jika

dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi

cuaca yang tidak menentu menyebabkan

kinerja sektor pertanian menurun akibat

penyebaran hama penyakit yang sangat rentan

di kondisi cuaca yang lembab. Sejalan dengan

hal tersebut, kontak disektor perikanan juga

menginformasikan ikan hasil tangkapan yang

menjadi input di sector Industri Pengolahan

juga serupa dengan bulan sebelumnya dampak

dari factor cuaca. Hal tersebut juga tercermin

dari Lickert Scale (LS) Kegiatan usaha domestik

(Tw I 2017 0M75; Tw II 2017 0,14).

Grafik 4.10. Lickert Scale Kegiatan Usaha

Sumber: Liaison, Bank Indonesia

Kedepan, prospek kinerja korporasi yang

tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT)

hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov.

Sulawesi Utara masih menjanjikan, dimana

kegiatan usaha pada triwulan mendatang

diperkirakan masih tercatat tumbuh dengan

SBT sebesar 7,15%. Pertumbuhan tersebut

diperkirakan akan disumbangkan oleh

peningkatan kinerja lapangan usaha

Perdagangan, Hotel dan Restoran dan Jasa-jasa

seiring dengan libur musim panas turis

Tiongkok yang dimulai pada periode Juli s.d

Agustus 2017.

4.3.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor

Korporasi

Eksposur kredit perbankan pada sector

korporasi menurun dari 27% pada triwulan I

2017 menjadi 17% pada triwulan II 2017. Meski

tidak sebesar kredit Rumah Tangga,

kerentanan yang terjadi pada sektor ini perlu

untuk diwaspadai agar stabilitas sistem

keuangan secara keseluruhan tetap terjaga

mengingat eratnya keterkaitan antar sektor.

Keterkaitan sektor korporasi terhadap sektor

rumah tangga dalam hal penyerapan tenaga

kerja yang kemudian berpengaruh terhadap

penghasilan.

Grafik 4.11. Pangsa Penggunaan Kredit

Korporasi

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

(30,00)

(20,00)

(10,00)

-

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

-30,0%

-25,0%

-20,0%

-15,0%

-10,0%

-5,0%

0,0%

5,0%

10,0%

15,0%

20,0%

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

Harga Coconut Oil Growth Harga CNO (sb.kanan)

KMK; 48,8%KI; 50,8%

KK; 0,4%

40

Grafik 4.12. Pertumbuhan Kredit Korporasi

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Kredit perbankan pada sektor korporasi di

Sulawesi Utara pada triwulan II 2017

mencapai Rp 5,4 Trilliun, tumbuh 2,4% (yoy)

tumbuh melambat dibandingkan bulan

sebelumnya. Perlambatan tersebut didorong

oleh melambatnya KMK dan KI yang

mendominasi penyaluran kredit korporasi

Sulawesi Utara. Berdasarkan jenis

penggunaannya, kredit korporasi terutama

disalurkan dalam bentuk KI (50,8%) dan

investasi (48,8%), dan hanya sebagian kecil

dipergunakan untuk konsumsi (0,4%).

4.4. KETAHANAN RUMAH TANGGA

4.4.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi

Sektor Rumah Tangga

Sebagai penyedia dana dan sebagai penerima

pendanaan dari institusi keuangan, sektor

Rumah Tangga memiliki peran yang penting

dalam Sistem Keuangan. Beberapa faktor yang

memengaruhi kondisi rumah tangga adalah

tingkat pendapatan, tingkat pengangguran,

tingkat konsumsi dan kondisi

pembiayaan/kredit rumah tangga.

Konsumsi rumah tangga terhadap

perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan

laporan tercatat melambat sejalan dengan

melambatnya perekonomian Sulawesi Utara.

Grafik 4.14. Indeks Keyakinan Konsumen

Rumah Tangga Sulawesi Utara

Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia

Meski demikian, rumah tangga dalam

melakukan kegiatan konsumsi masih

menunjukkan peningkatan optimisme. Hal ini

tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen

(IKK) selama triwulan II 2017 yang berada pada

level 119,5 yang masih berada diatas titik

optimis (100) meski lebih rendah dibandingkan

triwulan sebelumnya sebesar 127,9.

Grafik 4.15. Persepsi Rumah Tangga Sulawesi

Utara terhadap Ekonomi saat ini

Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia

Grafik 4.16. Persepsi Rumah Tangga Sulawesi

Utara terhadap Harga 6 bulan kedepan

Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia

Optimisme Rumah tangga juga masih

menunjukkan peningkatan baik terhadap

kondisi penghasilan, pembelian barang tahan

lama dan ketersediaan lapangan kerja. Hal ini

-150,0%

-100,0%

-50,0%

0,0%

50,0%

100,0%

150,0%

200,0%

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

KORPORASI KMK KI KK

126,42

60

80

100

120

140

160

180

200

Jan

Feb

Ma

r

Ap

r

Me

i

Jun

Jul

Agu

Sep

Okt

No

v

De

s

Jan

Feb

Ma

r

Ap

r

Me

i

Jun

Jul

Agu

Sep

Okt

No

v

De

s

Jan

Feb

Ma

r

Ap

r

Me

i

Jun

2015 2016 2017

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Ekspektasi Konsumen (IEK)

Kondisi Ekonomi Saat Ini Penghasilan Saat Ini Pembelian Barang TahanLama

Ketersediaan Lap. Kerja

April Mei Juni Titik Optimis

-2,00%

-1,00%

0,00%

1,00%

2,00%

3,00%

4,00%

5,00%

6,00%

100

120

140

160

180

200

220

Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul

Inflasi (qtq) - 2nd axis Indeks Ekspektasi Harga 3 Bulan

41

tercermin dari indeks pembentuk Indeks

Ekonomi Saat Ini (IKE), sepanjang periode

April-Juni 2017 masih berada diatas titik

optimis (>100). Sejalan dengan hal tersebut,

Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja juga

menunjukkan peningkatan pada triwulan

laporan yang diikuti dengan peningkatan

Indeks Penghasilan Saat Ini.

Optimisme tersebut diperkirakan akan terus

bertahan pada pada waktu mendatang,

tercermin dari rata-rata ekspektasi rumah

tangga terhadap lapangan pekerjaan 6 bulan

mendatang yang tetap berada dilevel optimis

(122,0) meski menurun dibandingkan periode

sebelumnya (126,3). Ke depan, sektor RT masih

dihadapkan pada risiko yang berasal dari

kenaikan harga. Hal ini terindikasi dari

peningkatan Indeks Ekspektasi Harga 6 bulan

mendatang.

4.4.2. Dana Pihak Ketiga Perseorangan di

Perbankan

Pada triwulan II 2017 pertumbuhan dana

pihak ketiga (DPK) perseorangan tumbuh

sebesar 2,25% (yoy), melambat dibandingkan

periode sebelumnya 7,56% (yoy). Dilihat dari

porsinya, sektor rumah tangga masih

mendominasi DPK perbankan Sulawesi Utara,

dengan pangsa yang mencapai 75,2% dari

keseluruhan DPK di Sulawesi Utara. Porsi DPK

perseorangan tersebut relatif menurun jika

dibandingkan triwulan sebelumnya (78%), juga

jika dibandingkan dengan periode yang sama

di 2016 dengan yang sebesar 76,3%.

Grafik 4.17. Komposisi DPK Perseorangan di

Sulawesi Utara

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Preferensi rumah tangga pada triwulan II 2017

dalam melakukan penempatan dana masih

didominasi pada produk tabungan (59%) dan

deposito (34%).

Grafik 4.18. Pertumbuhan DPK Perseorangan

Tiap Jenis Penempatan

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

4.4.3. Kredit Perbankan Sektor Rumah

Tangga

Kredit rumah tangga (konsumsi) pada

triwulan II 2017 mencapai Rp19,8 triliun,

tumbuh 9,2% (yoy) melambat dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 12% (yoy). Sementara itu pangsa

kredit rumah tangga terhadap total kredit yang

disalurkan masih dominan yaitu 60%.

Grafik 4.19. Komposisi Kredit Konsumsi

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Dari sisi penggunaan, pangsa kredit rumah

tangga masih didominasi oleh Kredit

Multiguna (76%), diikuti Kredit Pemilikan

Rumah - KPR (22%), Kredit Kendaraan

Bermotor - KKB (1,10%) dan Kredit

Perlengkapan (0,80%). Kredit RT jenis

multiguna sebagai jenis kredit terbesar

tercatat tumbuh sebesar 9,2% (yoy) melambat

dibandingkan bulan sebelumnya 12,1% (yoy).

Relaksasi ketentuan mengenai LTV pada tahun

2016 mulai berdampak pada penyaluran KPR,

dimana pada periode ini KPR tumbuh 9,76%

(yoy). Sementara itu, penurunan terjadi pada

KKB yang tumbuh negatif 3,48% (yoy) dimana

pada bulan sebelumnya dapat tumbuh 8,07%

0,0%

20,0%

40,0%

60,0%

80,0%

100,0%

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Perseorangan Bukan Perseorangan

-10,00%

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

40,00%

50,00%

II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016 2017

g.Tabungan g.Deposito

KPR22,08%

KKB1,10%

Perlengkapan0,80%

Multiguna76,02%

42

(yoy). Disisi lain, perlambatan pertumbuhan

terjadi pada Kredit Perlengkapan (29% yoy

pada triwulan ini dari 65% (yoy) di triwulan

sebelumnya).

Grafik 4.20. Pertumbuhan Kredit Konsumsi

Menurut Jenis Penggunaan

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Dari sisi risiko kredit, kualitas kredit rumah

tangga pada triwulan laporan menunjukkan

penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya

sebagaimana tercermin dari peningkatan rasio

maupun nominal NPL. Rasio NPL periode

sebelumnya 2,41% naik menjadi 2,56% pada

triwulan laporan. Nominal NPL juga tercatat

meningkat dari Rp479 Milyar menjadi Rp507

Milyar. Penurunan kualitas kredit terjadi pada

seluruh jenis kredit Rumah Tangga kecuali KKB.

-200%

0%

200%

400%

600%

800%

1000%

1200%

1400%

1600%

1800%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016 2017

Total Kredit RT KPR KKB Multiguna Perlengkapan (sb.kanan)

43

Bab V.

Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan

Pengelolaan Uang Rupiah

5.1. PENYELENGGARAAN LAYANAN

SISTEM PEMBAYARAN NONTUNAI

Pada triwulan II 2017, transaksi kliring melalui

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia

(SKNBI) di Sulawesi Utara dan Provinsi

Gorontalo tercatat sebesar Rp 1,80 triliun

menurun dibandingkan triwulan sebelumnya

yang tercatat sebesar Rp 2,42 triliun sejalan

dengan perlambatan perekonomian Sulawesi

Utara pada triwulan II 2017. Secara

pertumbuhan, transaksi kliring kembali

mengalami penurunan yaitu sebesar 33,83%

(yoy) pada triwulan II 2017 lebih dalam dari

pada triwulan I 2017 yang menurun sebesar

15,7% (yoy). Selain aktivitas perekonomian

yang melambat pada triwulan II 2017,

penurunan transkasi kliring juga salah satunya

masih disebabkan oleh dampak lanjutan dari

pemberlakuan ketentuan atas pembatasan

nominal transfer paling banyak Rp500 juta per

transaksi sehingga terdapat base year effect

yang menyebabkan pertumbuhan triwulan ini

rendah. Penurunan juga terjadi pada volume

transaksi sebesar 33,82% (yoy) dari

sebelumnya 88.121 lembar menjadi 69.854

lembar.

Grafik 5.1. Perkembangan Transaksi SKNBI

Bank Indonesia terus melakukan upaya

menjaga kelancaran transaksi pembayaran

nontunai. Upaya yang dilakukan antara lain

melalui implementasi SKNBI Generasi II sejak 5

Juni 2015, mendorong Gerakan Nasional Non

Tunai (GNNT) melalui Layanan Keuangan

Digital (LKD) dan elektronifikasi berbagai jenis

transaksi baik G to P, P to G dan P to P serta

melakukan pemantauan pada Koordinator

Pertukaran Warkat Debit (KPWD).

Guna meningkatkan penggunaan LKD di

Sulawesi Utara, Bank Indonesia berupaya

memperluas implementasi LKD melalui

dorongan kepada bank penyelenggara LKD di

Sulawesi Utara, untuk melakukan ekspansi

agen LKD di tiap-tiap daerah. Sampai dengan

Juni 2017, agen LKD di Sulawesi Utara tercatat

sejumlah 1.807 agen.

Dalam rangka mendorong elektronifikasi,

Bank Indonesia telah menyusun Roadmap

Elektronifikasi untuk tahun 2017-2019 yang

menjadi panduan dalam implementasi

elektronifikasi transaksi keuangan di wilayah

Sulawesi Utara. Keberhasilan utama

elektronifikasi di Sulawesi Utara merupakan

terlaksananya pembayaran gaji Aparatur Sipil

Negara (ASN) di 15 Kab/Kota se-Sulawesi Utara

berkat keseriusan dan koordinasi yang intens

antara Bank Indonesia, Pemerintah daerah dan

serta kesiapan infrastruktur perbankan.

Berbagai sosialisasi dan edukasi GNNT terus

dilakukan oleh Bank Indonesia pada berbagai

kesempatan dan kepada beragam

stakeholders. Pada bulan April 2017, sosialisasi

GNNT dilakukan di Kota Manado kepada

pelajar SMA, SMK dan SMP.

Di sisi dukungan pada kelancaran sistem

kliring, Bank Indonesia melakukan

pemantauan kepatuhan KPWD melalui analisis

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Sumber: Bank Indonesia

Nilai Transaksi (Rp Triliun) Pertumbuhan (yoy) (rhs)

44

laporan berkala setiap bulan secara off-site

serta pemeriksaan on-site. Pada triwulan II

2017 pemantauan langsung dilakukan di KPWD

Sangihe. Di Sulawesi Utara, terdapat 5

penyelenggara kliring yaitu Bank Indonesia di

Manado, dan 3 KPWD yang terdiri dari BNI di

Kotamobagu, Bank Mandiri di Kep. Sangihe,

dan BNI di Bitung.

Aktivitas Kegiatan Usaha Penukaran Valuta

Asing Bukan Bank (KUPVA BB) pada triwulan

II 2017 menunjukkan peningkatan sejalan

dengan tumbuhnya pariwisata Sulawesi

Utara. Transaksi penjualan valuta asing pada

KUPVA BB tercatat sebesar Rp9,2 Miliar

tumbuh 33,3% (yoy), meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya yang sebesar Rp8,5

Miliar. Peningkatan aktivitas KUPVA BB disisi

lain perlu diiringi dengan pengawasan untuk

mencegah risiko pemanfaatan KUPVA BB bagi

kegiatan pencucian uang, pendanaan

terorisme, judi on-line, dan kejahatan lainnya.

Oleh karenanya, Bank Indonesia telah

menerbitkan PBI No.18/20/PBI/2016 tanggal 3

Oktober 2016. Dalam PBI tersebut diatur

bahwa setiap penyelenggara KUPVA BB yang

tidak memperoleh wajib memperoleh izin dari

Bank Indonesia. Terhadap penyelenggara

KUPVA BB yang belum memperoleh izin Bank

Indonesia diwajibkan untuk menutup kegiatan

usaha dan mengajukan izin kepada Bank

Indonesia. Terkait hal tersebut, sepanjang

triwulan II 2017 telah dilakukan beberapa

sosialisasi kepada KC KUPVA BB yang berkantor

pusat diluar Sulawesi Utara, Perhimpunan

Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulut,

Asosiasi Tour dan Travel Indonesia (ASITA)

Sulut, serta koordinasi dengan Kepolisian

Daerah, Badan Narkotika Nasional (BNN) dan

Dinas Pariwisata untuk perumusan strategi

penertiban. Berdasarkan hasil market

intelegence dan koordinasi dengan instansi /

pihak terkait, hingga saat ini belum ditemukan

adanya KUPVA BB yang tidak berizin di

Sulawesi Utara.

5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI

Pergerakan aliran masuk uang kartal dari

masyarakat ke kas Bank Indonesia pada

triwulan II 2017 masih mengikuti pola

historisnya yaitu menunjukkan adanya

peningkatan net-outflow. Permintaan

masyarakat akan uang kartal meningkat pada

triwulan II 2017 sejalan dengan peningkatan

kebutuhan masyarakat akan uang kartal jelang

hari raya Idul Fitri dan perayaan pengucapan di

wilayah Minahasa dan sekitarnya. Hal ini

tercermin dari aktivitas setoran-bayaran uang

tunai yang tercatat net-outflow sebesar Rp 1,9

triliun, berkebalikan dengan dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tercatat net inflow

(lebih besar uang kartal yang keluar dari Bank

Indonesia) Rp 1,6 triliun.

Grafik 5.2. Perkembangan Aliran Uang Kartal (Rp triliun)

Seiring dengan kebijakan clean money policy,

kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar

(UTLE) terus dilakukan oleh Bank Indonesia.

Pada triwulan II 2017, sejalan dengan lebih

banyaknya aliran uang kartal yang keluar dari

kas Bank Indonesia dibandingkan uang kartal

yang masuk ke kas Bank Indonesia, jumlah

UTLE yang dimusnahkan secara nominal

mengalami penurunan, namun secara rasio

terhadap inflow mengalami peningkatan.

Pemusnahan pada triwulan II 2017 sebesar

Rp509 Miliar dengan rasio terhadap inflow

sebesar 53%. Jumlah pemusnahan pada

triwulan sebelumnya sebesar Rp 1 Triliun

dengan rasio terhadap inflow 42%.

Bank Indonesia juga menyelenggarakan

pelayanan jasa kas titipan dalam rangka

(3)

(2)

(1)

-

1

2

3

I II III IV I II III IV I II III IV I

2014 2015 2016 2017

Sumber: Bank Indonesia

Inflow Outflow Netflow

45

penyediaan kebutuhan uang kartal. Pada

triwulan II 2017, dilakukan sebanyak 6 kali

dropping kas titipan, yang terdiri dari 1 kali di

Tahuna (Bank Mandiri), 4 kali di Provinsi

Gorontalo (Bank Mandiri Kota Gorontalo dan

Bank SulutGo Cab Pohuwato), 1 kali di

Kotamobagu (Bank SulutGo). Sementara itu,

penarikan kas titipan dilakukan juga sebanyak

5 kali yang terdiri dari 3 kali di Kota

Kotamobagu dan 2 kali di Kota Gorontalo. Total

dropping kas titipan pada triwulan II 2017

sebesar Rp 786 miliar, meningkat tinggi dari Rp

37 miliar pada triwulan sebelumnya dampak

dari pembukaan baru Kas Titipan Pohuwato di

Provinsi Gorontalo yang beroprasi sejak

tanggal 17 Mei 2017.

Selain melalui kas titipan, Bank Indonesia juga

telah mengoptimalkan layanan kas keliling,

yang tidak hanya menjangkau pusat bisnis

modern, namun juga hingga ke pasar

tradisional di tingkat Kecamatan di setiap

Kab/Kota di Sulawesi Utara. Sepanjang

triwulan II 2017, telah menyelenggarakan 56

kegiatan kas keliling yang menjangkau

beberapa Kab/Kota yaitu Kota Manado, Kota

Kotamobagu, Kota Bitung, Kab. Minahasa, Kab.

Minahasa Utara, Kab. Minahasa Selatan, dan

Kab. Bolaang Mongondow Timur yang juga

dirangkaikan dengan edukasi kepada

masyarakat mengenai ciri keaslian Uang

Rupiah untuk memitigasi risiko peredaran

Uang palsu di Sulawesi Utara.

Temuan uang palsu di Sulawesi Utara dan

Provinsi Gorontalo pada triwulan II 2017

sebanyak 121 lembar, meningkat dari

triwulan I 2017 yang tercatat hanya sebanyak

103 lembar. Berdasarkan pecahannya, temuan

pada triwulan II 2017 terdiri dari 78 lembar

pecahan Rp 100 ribu, 41 lembar pecahan Rp 50

ribu dan 2 lembar pecahan Rp 20 ribu.

Pemberantasan uang palsu terus dilakukan

Bank Indonesia antara lain melalui penguatan

koordinasi bersama aparat penegak hukum

melalui penandatanganan Pokok-Pokok

Kesepahaman dalam rangka Mendukung

Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia dengan

Kepolisian Daerah Sulawesi Utara pada tanggal

23 Juni 2015. Bank Indonesia selalu melakukan

klarifikasi Uang Palsu melalui data dan fisik

bilyet setiap bulan yang kemudian dilaporkan

kepada Kepolisian Daerah Sulawesi Utara

untuk ditindaklanjuti sesuai kewenangannya

sebagai penegak hukum.

Grafik 5.3. Perkembangan Temuan Uang Palsu (Lembar)

69 64

34

67

149

124

219 214

7967 58

84

228

18

95

23

103121

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016 2017

Sumber: Bank Indonesia

46

Bab VI.

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

6.1. KETENAGAKERJAAN

Ketenagakerjaan di Sulawesi Utara

mengalami perbaikan sejalan dengan kinerja

ekonomi Sulawesi Utara tahun 2016.

Perbaikan ketenagakerjaan di Sulawesi Utara

tersebut tercermin dari tingkat pengangguran

terbuka (TPT) pada periode Februari 2017 yang

sebesar 6,12%, menurun dari tahun

sebelumnya yang berada di level 7,82%.

Sejalan dengan itu, kinerja ekonomi Sulawesi

Utara pada tahun 2016 juga meningkat dengan

pertumbuhan sebesar 6,17% (yoy), lebih tinggi

dibanding tahun 2015 (6,12%).

Jumlah tenaga kerja meningkat baik secara

pertumbuhan maupun jumlah jiwanya

dibandingkan jumlah peningkatan angkatan

kerja dan penduduk berumur 15 tahun ke

atas. Kondisi tersebut menyebabkan TPT

mengalami penurunan yang cukup dalam.

Pada periode Februari 2017, peningkatan

jumlah penduduk 15 tahun ke atas relatif stabil

yakni bertambah sebanyak 51 ribu jiwa,

sementara peningkatan jumlah angkatan kerja

meningkat lebih tinggi yakni sebesar 75 ribu

jiwa sebagai dampak bertambahnya jumlah

penduduk di atas 15 tahun yang lulus sekolah.

Jumlah yang meningkat tersebut dapat

terserap oleh lapangan kerja pada periode

Februari 2017 dimana jumlah penduduk yang

bekerja bertambah sebesar 90,5 ribu jiwa jika

dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Sementara itu, penyerapan tenaga kerja

mendorong jumlah pengangguran berkurang

hingga 15,6 ribu jiwa.

Tabel 6.1. Keadaan Ketenagakerjaan (ribu jiwa)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 6.1. Tingkat Pengangguran Terbuka Periode Februari (%)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Berdasarkan lapangan usahanya, penurunan

tingkat pengangguran ditopang oleh

penyerapan tenaga kerja pada lapangan

usaha pertanian. Pertumbuhan penyerapan

tenaga kerja di lapangan usaha tersebut

tumbuh 16,5% (yoy), lebih tinggi dari tahun

sebelumnya yang tercatat kontraksi 14,5%,

atau menyerap sebanyak 52,4 ribu orang dari

total 90,5 ribu tenaga kerja (porsi 57,9%).

Lapangan usaha pertanian meningkat

kinerjanya seiring dengan perbaikan cuaca

yang terkonfirmasi dari penurunan indeks El

Nino (data BMKG), serta dukungan program

pemerintah melalui penyaluran bibit/benih,

pencetakan sawah dan bantuan alsintan. Di

samping itu, penyerapan tenaga kerja juga

didukung oleh lapangan usaha jasa

kemasyarakatan dan perdagangan yang

meningkat kinerjanya sebagai dampak

peningkatan permintaan wisatawan

mancanegara. Berdasarkan porsinya, tenaga

Keadaan Ketenagakerjaan Feb-15 Feb-16 Feb-17Growth

Feb-16

Growth

Feb-17

Penduduk 15 thn ke atas 1,781 1,779 1,830 -0.13% 2.88%

Angkatan kerja 1,180 1,184 1,259 0.34% 6.33%

Bekerja 1,078 1,091 1,182 1.23% 8.33%

Pengangguran 103 93 77 -9.36% -17.10%

TPAK (%) 66.24 66.55 68.78

TPT (%) 8.69 7.82 6.12

47

kerja masih terkonsentrasi pada lapangan

usaha pertanian dengan jumlah 370,2 ribu jiwa

atau sebesar 33,34% dari total tenaga kerja di

Sulawesi Utara, kemudian diikuti oleh

lapangan usaha perdagangan (24,77%) dan

jasa kemasyarakatan (19,14%).

Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan

Utama (ribu orang)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Sejalan dengan peningkatan tenaga kerja di

lapangan usaha pertanian, pekerjaan

informal menunjukkan peningkatan jumlah

tenaga kerja secara signifikan dan masih

mendominasi jenis lapangan pekerjaan di

Sulawesi Utara. Peningkatan jumlah tenaga

kerja di sektor informal sejalan dengan

peningkatan kinerja dan jumlah tenaga kerja di

lapangan usaha pertanian yang merupakan

sektor informal. Senada dengan hal itu, pekerja

yang berusaha sendiri dan pekerja

keluarga/tak dibayar yang merupakan

karakteristik lapangan usaha pertanian juga

mengalami peningkatan penyerapan tenaga

kerja. Hal tersebut juga terkonfirmasi dari

peningkatan tenaga kerja dengan jumlah jam

kerja 1-7 jam per minggu. Tenaga kerja yang

bekerja dengan jumlah jam tersebut

meningkat 77,50% (yoy) dari 14.490 jiwa

menjadi 25.720 jiwa pada Februari 2017.

Tabel 6.3. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan

Utama (ribu orang)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Selain itu, penyerapan tenaga kerja di

lapangan usaha pertanian terkonfirmasi oleh

peningkatan tenaga kerja berdasarkan

pendidikannya. Tenaga kerja dengan

pendidikan SD ke bawah yang merupakan

karakteristik dari lapangan usaha pertanian

mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar

17,8% (yoy), lebih tinggi dibandingkan Februari

2016 sebesar 3,7%. Peningkatan tersebut

mendorong jumlah tenaga kerja

berpendidikan SD ke bawah bertambah

sebanyak 70,7 ribu jiwa menjadi 468,4 ribu

jiwa pada Februari 2017. Adapun tenaga kerja

dengan pendidikan SD ke bawah memiliki

pangsa 42,2% dari total seluruh tenaga kerja di

Sulawesi Utara.

Tabel 6.4. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi

yang Ditamatkan (ribu orang)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Perbaikan keadaan ketenagakerjaan yang

tercermin dari penurunan TPT terjadi di

seluruh jenjang pendidikan tenaga kerja. TPT

penduduk dengan pendidikan SD ke bawah

dan Diploma I/II/III merupakan yang terendah,

sedangkan TPT penduduk dengan pendidikan

SMA dan SMK merupakan yang tertinggi.

Tabel 6.5. Tingkat Pengangguran Terbuka Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (%)

Sumber: Badan Pusat Statistik

6.2. KESEJAHTERAAN

Kondisi kesejahteraan di Sulawesi Utara

secara umum mengalami peningkatan seiring

dengan perbaikan indikator-indikator

kesejahteraan. Indikator-indikator tersebut

antara lain upah, tingkat kemiskinan, Nilai

Tukar Petani dan Indeks Kebahagiaan

Penduduk.

Lapangan Pekerjaan Utama Feb-15 Feb-16 Feb-17Growth

Feb-16

Growth

Feb-17

Pangsa

Feb-17

Pertanian 371.6 317.8 370.2 -14.5% 16.5% 33.34%

Industri 51.2 57.1 90.1 11.6% 57.7% 8.11%

Konstruksi 67.1 94.0 86.3 40.2% -8.3% 7.77%

Perdagangan 249.1 255.6 275.0 2.6% 7.6% 24.77%

Transportasi 97.1 93.2 86.0 -4.0% -7.8% 7.74%

Keuangan 33.6 23.6 24.6 -29.6% 4.0% 2.21%

Jasa Kemasyarakatan 190.0 220.6 212.5 16.1% -3.7% 19.14%

Lainnya 18.1 29.3 37.3 62.0% 27.3% 3.36%

Status Pekerjaan Feb-15 Feb-16 Feb-17Growth

Feb-16

Growth

Feb-17

Pangsa

Feb-17

Formal 416.40 471.10 471.30 13.14% 0.04% 39.88%

Informal 661.30 620.30 710.60 -6.20% 14.56% 60.12%

Pendidikan Tertinggi yang

DitamatkanFeb-15 Feb-16 Feb-17

Growth

Feb-16

Growth

Feb-17

Pangsa

Feb-17

SD Ke bawah 383.5 397.7 468.4 3.7% 17.8% 42.2%

SMP 218.8 206.5 234.5 -5.6% 13.6% 21.1%

SMA 224.4 229.3 226.7 2.2% -1.1% 20.4%

SMK 119.3 90.5 126.1 -24.2% 39.3% 11.4%

Diploma I/II/III 23.8 24.1 33.4 1.3% 38.5% 3.0%

Universitas 107.9 103.6 92.9 -3.9% -10.4% 8.4%

2016 2017

Feb Feb

SD Ke bawah 3.95 2.72

Sekolah Menengah Pertama 6.70 5.63

Sekolah Menengah Atas 9.17 9.76

Sekolah Menengah Kejuruan 16.05 9.62

Diploma I/II/III 7.08 4.03

Universitas 11.59 10.26

Pendidikan Tertinggi yang

Ditamatkan

48

Pada tahun 2017, upah minimum provinsi

(UMP) meningkat sehingga mendorong

kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara.

Upah Minimum Provinsi Sulawesi Utara tahun

2017 ditetapkan pemerintah daerah sebesar

Rp 2.598.000,00 meningkat sebesar 8,25%

(yoy) dari UMP tahun 2016 yakni Rp

2.400.000,00. Berdasarkan spasialnya, UMP

Provinsi Sulawesi Utara merupakan UMP

tertinggi ketiga secara Nasional (di bawah

Jakarta dan Papua). Hal ini sejalan dengan

peningkatan Upah Minimum Kota (UMK)

Manado tahun 2017 yang ditetapkan lebih

tinggi dari UMP Sulawesi Utara yaitu sebesar

Rp 2.650.000,00. Diharapkan dengan adanya

peningkatan UMK ini dapat membantu

meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota

Manado.

Naiknya kesejahteraan masyarakat Sulawesi

Utara juga tercermin dari tingkat kemiskinan

yang mengalami penurunan. Pada posisi

Maret 2017, tingkat kemiskinan di Sulawesi

Utara tercatat sebesar 8,10%, menurun dari

posisi Maret 2016 (8,34%). Hal ini didorong

oleh menurunnya jumlah pengangguran di

Sulawesi Utara sebagai dampak dari kinerja

perekonomian yang meningkat pada triwulan I

2017 dibanding tahun sebelumnya. Perbaikan

kesejahteraan juga tercermin dari peningkatan

pendapatan masyarakat di tengah garis

kemiskinan yang bergeser naik, sementara

tingkat kemiskinan mengalami penurunan.

Garis kemiskinan total termasuk makanan dan

non-makanan pada Maret 2017 sebesar Rp

333.510/kapita/bulan, meningkat dari Rp

317.478 pada Maret 2016. Meskipun garis

kemiskinan meningkat, namun tingkat

kemiskinan mengalami penurunan, sehingga

diindikasikan pendapatan meningkat lebih

tinggi dibandingkan kenaikan garis kemiskinan.

Perbaikan tingkat kemiskinan yang terjadi di

Sulawesi Utara menunjukkan bahwa daya beli

masyarakat mengalami kenaikan yang

tercermin dari Indeks Kedalaman Kemiskinan

menurun dari 1,534 pada Maret 2016 menjadi

1,368 pada Maret 2017. Namun demikian,

menurut daerahnya, kenaikan daya beli hanya

terjadi pada penduduk di pedesaan, sementara

daya beli penduduk di perkotaan mengalami

penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan di

perkotaan meningkat dari 0,784 menajdi

0,794. Hal tersebut sejalan dengan

pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang

mengalami perlambatan pada triwulan I 2017

yaitu sebesar 4,38% (yoy) jika dibandingkan

dengan triwulan VI 2016 yang mengalami

pertumbuhan sebesar 5,52% (yoy). Perbaikan

tingkat kemiskinan juga terjadi di seluruh

lapisan masyarakat tercermin dari Indeks

Keparahan Kemiskinan mengalami penurunan,

dari 0,456 menjadi 0,351. Namun sama halnya

dengan Indeks Kedalaman Kemiskinan,

perbaikan ketimpangan pengeluaran di antara

penduduk miskin hanya terjadi di pedesaan,

sedangkan ketimpangan meningkat di daerah

perkotaan. Kondisi tersebut sejalan dengan

kinerja lapangan usaha pertanian meningkat

dimana lapangan usaha tersebut

terkonsentrasi di daerah pedesaan. Selain

dampak dari peningkatan pertumbuhan

ekonomi, perbaikan keadaan kesejahteraan

didukung juga oleh faktor lain antara lain inflasi

harga bahan pangan yang terkendali dan

program pemerintah daerah “ODSK” Operasi

Daerah Selesaikan Kemiskinan yang terbukti

efektif dalam mengurangi kemiskinan. Apabila

dibandingkan dengan nasional dan provinsi

lain di Kawasan Sulawesi, tingkat kemiskinan

Sulawesi Utara merupakan yang paling rendah,

di bawah Sulawesi Selatan (9,38%) dan

nasional (10,64%), sedangkan tingkat

kemiskinan tertinggi tercatat di Provinsi

Gorontalo dengan tingkat 17,65%.

Tabel 6.6. Indikator Keadaan Kesejahteraan

Sumber: Badan Pusat Statistik

Kesejahteraan petani di Sulawesi Utara masih

relatif rendah yang tercermin dari Nilai Tukar

Petani (NTP) yang masih berada di bawah

level sejahtera (100). NTP Sulawesi Utara pada

Indikator Mar-16 Mar-17

Tingkat Kemiskinan (%) 8.34 8.10

Jumlah Penduduk Miskin (ribu jiwa) 202.82 198.88

Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bulan) 317.48 333.510

Indeks Kedalaman Kemiskinan 1.534 1.368

Indeks Keparahan Kemiskinan 0.456 0.351

49

triwulan II 2017 relatif sama dengan triwulan

sebelumnya, namun pertumbuhan

tahunannya mengalami perbaikan. NTP pada

triwulan II 2017 tercatat sebesar 92,33,

membaik (-4,74% yoy) dibandingkan triwulan

sebelumnya (-5,14% yoy). Membaiknya NTP

sejalan dengan membaiknya kondisi pertanian

pada tahun 2017 seiring dengan berakhirnya El

Nino pada semester I 2016. Namun demikian,

angka NTP Sulut masih berada di bawah batas

kesejahteraan. Hal tersebut disebabkan oleh

Indeks Dibayar Petani yang cenderung

meningkat dibandingkan Indeks Diterima

Petani yang cenderung rendah. Faktor utama

yang memengaruhi hal tersebut yaitu kenaikan

komponen konsumsi rumah tangga

subkelompok bahan makanan. Hal ini sejalan

dengan tekanan harga terhadap bahan pokok

utamanya komoditas bumbu-bumbuan

(bawang, cabai rawit dan tomat) jelang hari

raya Idul Fitri dan Perayaan Pengucapan di

wilayah Minahasa.

Grafik 6.2. Perkembangan NTP Sulut

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Berdasarkan subsektor, petani pada subsektor

perikanan merupakan yang paling sejahtera,

hal ini terlihat dari angka NTP yang lebih besar

dari dibandingkan dengan subsektor lainnya

yaitu 101,99. Peningkatan kesejahteraan

kelompok nelayan salah satunya disebabkan

oleh preferensi pelaku usaha yang mulai

menggandeng kelompok nelayan sebagai

pemasok bahan baku pasca pemberlakuan

kebijakan moratorium dan transhipment meski

kini kebijakan tersebut telah direlaksasi secara

bertahap. Dengan menggunakan ukuran yang

sama, petani di subsektor tanaman pangan

dan hortikultura masih berada di bawah batas

sejahtera dengan NTP masing-masing 90,81,

dan 94,73. Kondisi curah hujan yang cukup

tinggi pada triwulan II 2017 mengakibatkan

pertumbuhan hama yang cukup cepat

sehingga berdampak pada kualitas maupun

kuantitas produksi padi, utamanya di wilayah

lumbung padi Kab. Bolaang Mongondow dan

sekitarnya. Di sisi lain, kesejahteraan petani di

subsektor perkebunan yang masih cukup jauh

dari batas sejahtera perlu menjadi perhatian.

Minimnya kualitas kelapa serta penurunan

harga komoditas kopra menjadi 10.000-

11.300/kg dari sebelumnya berada pada

kisaran 11.500-12.000/kg menjadi salah satu

penyebab penurunan NTP subsektor

perkebunan.

Grafik 6.3. NTP Sulut per Subsektor Triwulan II

2017

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Indeks Kebahagiaan Sulawesi Utara Tahun

2017 meningkat dan merupakan tiga provinsi

yang memiliki Indeks Kebahagiaan tertinggi di

Indonesia. Indeks Kebahagiaan Sulawesi Utara

tahun 2017 berdasarkan Survei Pengukuran

Tingkat Kebahagiaan (SPTK) sebesar 73,69

pada skala 1-100. Indeks Kebahagiaan

merupakan indeks komposit yang disusun oleh

tiga dimensi, yaitu Kepuasan Hidup (Life

Satisfaction), Perasaan (Affect), dan Makna

Hidup (Eudaimonia). Besarnya indeks masing-

masing dimensi penyusun Indeks Kebahagiaan

yaitu Indeks Dimensi Kepuasan Hidup sebesar

74,27, Indeks Dimensi Perasaan sebesar 69,29

dan Indeks Dimensi Makna Hidup sebesar

77,11. Adapun kontribusi masing-masing

dimensi terhadap Indeks Kebahagiaan

Sulawesi Utara adalah Kepuasan Hidup

(34,80%), Perasaan (31,18%) dan Makna Hidup

(34,02%). Apabila dibandingkan dengan

6

5

4

3

2

1

0

1

2

88

90

92

94

96

98

100

102

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

% yoyIndeksNTP Pertumbuhan (rhs)

92.3390.81

94.73

86.81

99.90

101.99

NTP Pangan Holtikultura Perkebunan Peternakan Perikanan

Batas Minimum Sejahtera

50

nasional dan provinsi lain di Kawasan Sulawesi,

Indeks Kebahagiaan Sulawesi Utara

merupakan yang paling tinggi. Sementara itu,

di KTI, Sulut berada di bawah Maluku Utara

(75,68) dan Maluku (73,77), dengan Indeks

Kebahagiaan terendah tercatat di Provinsi

Papua yaitu sebesar 67,52.

51

Bab VII.

Prospek Perekonomian Daerah

7.1. PERTUMBUHAN EKONOMI

Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan

IV 2017 diperkirakan tumbuh meningkat

dibandingkan perkiraan pertumbuhan

triwulan III 2017. Pertumbuhan ekonomi

Sulawesi Utara diperkirakan berada pada

kisaran 6,1-6,5% (yoy) di triwulan IV 2017,

lebih tinggi dibandingkan perkiraan triwulan III

2017 yaitu 5,9-6,3% (yoy).

Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi

akan didorong oleh peningkatan seluruh

komponen utama sisi penggunaan yakni

konsumsi, investasi dan ekspor. Peningkatan

konsumsi akan ditopang oleh meningkatnya

konsumi rumah tangga dan konsumsi

pemerintah. Perayaan hari raya Natal dan

jelang Tahun Baru akan mendorong naiknya

konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah

tangga juga akan ditopang oleh penurunan

suku bunga acuan (BI 7 days reverse repo rate)

dari 4,75% menjadi 4,5% pada Agustus 2017

yang diperkirakan mendorong turunnya suku

bunga kredit konsumsi. Sementara itu,

konsumsi pemerintah pada akhir tahun relatif

meningkat dibandingkan triwulan-triwulan

sebelumnya sesuai dengan pola historisnya.

Senada dengan itu, investasi juga diperkirakan

meningkat didukung oleh investasi swasta

berupa pembangunan gedung perbelanjaan

dan hotel serta realisasi belanja modal

pemerintah untuk pembangunan infrastruktur

strategis. Di sisi perdagangan luar negeri,

ekspor barang diperkirakan tumbuh meningkat

seiring dengan membaiknya pasokan

komoditas pertanian sebagai bahan baku dan

ditopang juga oleh perbaikan ekonomi dunia.

Sementara itu, meskipun jumlah wisman tetap

tinggi, namun ekspor jasa diperkirakan relatif

stabil dibandingkan triwulan sebelumnya

dipengaruhi base effect tingginya jumlah

wisman pada triwulan IV 2016.

Dari sisi lapangan usaha, faktor pendorong

pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara

terutama bersumber dari 5 sektor utama

yakni pertanian, perdagangan, konstruksi dan

transportasi, serta industri pengolahan.

Sektor pertanian terutama didukung oleh

semakin baiknya penyesuaian sektor

perikanan terhadap relaksasi aturan

transhipment. Sektor perdagangan meningkat

sejalan dengan peningkatan konsumsi

masyarakat dan penjualan kendaraan

bermotor yang diperkirakan terus membaik

yang salah satunya dipengaruhi oleh turunnya

suku bunga acuan. Sementara itu, sektor

konstruksi terus meningkat sejalan dengan

peningkatan investasi dalam bentuk

bangunan. Sektor transportasi tumbuh

meningkat terutama ditopang oleh

peningkatan transportasi darat seiring dengan

mobilitas masyarakat pada hari raya Natal dan

transportasi laut seiring dengan meningkatnya

ekspor. Adapun sektor industri pengolahan

diperkirakan tumbuh meningkat seiring

dengan membaiknya pasokan bahan baku dari

sektor pertanian dan membaiknya

perekonomian dunia.

Sementara itu, sepanjang keseluruhan tahun

2017, perekonomian Sulawesi Utara

diperkirakan tumbuh meningkat

dibandingkan tahun 2016. Ekonomi Sulawesi

Utara diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,1-

6,5% (yoy). Konsumsi rumah tangga tumbuh

kuat seiring dengan meningkatnya daya beli

dampak peningkatan UMP dan peningkatan

penghasilan dari perbaikan sektor pertanian

dan industri. Selain itu, berbagai kegiatan

pariwisata juga semakin marak di tahun 2017

seperti penyelenggaraan Manado Fantastic

52

Festival pada bulan September nanti.

Konsumsi rumah tangga tumbuh meningkat

seiring dengan meningkatnya anggaran

belanja. Di samping itu, pada tahun 2017

diperkirakan tidak ada lagi pemotongan

anggaran dari pemerintah pusat. Senada

dengan itu, investasi juga diperkirakan

meningkat terindikasi dari berbagai

pembangunan gedung perbelanjaan dan hotel

serta hunian baik vertikal maupun horizontal

sebagai dampak relaksasi aturan LTV. Dari sisi

pemerintah, berlanjutnya pembangunan

infrastruktur strategis turut mendorong

peningkatan investasi di tahun 2017.

Peningkatan investasi juga tidak terlepas dari

upaya Pemerintah dalam menciptakan iklim

investasi yang baik khususnya dalam hal

perizinan dan pembangunan serta promosi

sektor-sektor potensial ke luar daerah. Bank

Indonesia juga turut mendorong investasi

melalui pengembangan Regional Investor

Relation Unit (RIRU) yang merupakan alat

promosi potensi investasi di Sulawesi Utara.

Sementara itu, kinerja ekspor akan meningkat

sebagai dampak peningkatan permintaan

negara mitra dagang seiring membaiknya

ekonomi dunia dan membaiknya pasokan

bahan baku industri serta dukungan

perkembangan harga komoditas internasional

yang diperkirakan tetap tinggi pada tahun

2017. Di samping itu, peningkatan wisatawan

mancanegara khususnya dari Tiongkok juga

menjadi faktor pendorong pertumbuhan

ekonomi tahun 2017.

Di tengah proyeksi peningkatan tersebut,

beberapa faktor risiko baik dari sisi eksternal

maupun internal tetap perlu mendapat

perhatian. Dari sisi eksternal yaitu potensi

naiknya suku bunga Fed Fund Rate (FFR) dan

normalisasi neraca bank sentral yang dapat

berpengaruh pada jumlah Foreign Direct

Investment yang masuk ke Indonesia,

termasuk Sulawesi Utara. Dari sisi internal,

berlanjutnya proses konsolidasi korporasi dan

perbankan, potensi terjadinya La Nina pada

akhir tahun 2017 dan masalah pembebasan

lahan yang sering terjadi pada lokasi

pembangunan infrastruktur dapat

menghambat pertumbuhan ekonomi Sulawesi

Utara. Risiko dari sisi intermediary juga

berpotensi terjadi yakni terbatasnya

pertumbuhan kredit seiring dengan

peningkatan kehati-hatian perbankan dalam

penyaluran kredit ke debitur baru di tengah

NPL yang cenderung meningkat.

7.2. INFLASI

Pada triwulan IV 2017, tekanan inflasi

Sulawesi Utara diperkirakan meningkat

dibandingkan perkiraan inflasi triwulan III

2017, namun demikian masih berada dalam

rentang target inflasi tahun 2017 4±1%. Inflasi

triwulan IV 2017 secara tahunan diperkirakan

sebesar 4,0-4,4% (yoy).

Secara bulanan, inflasi terjadi di ketiga bulan

di triwulan IV 2017, dengan inflasi tertinggi

terjadi di bulan Desember. Pada bulan

Oktober 2017, IHK Sulawesi Utara diperkirakan

mengalami inflasi yang relatif kecil yakni

sebesar 0,2% (mtm). Pada bulan November

dan Desember, inflasi Sulut diperkirakan

meningkat dibandingkan bulan sebelumnya

yakni berturut-turut sebesar 0,5% dan 0,8%

(mtm). Inflasi tersebut disebabkan oleh

meningkatnya konsumsi masyarakat jelang

perayaan hari raya Natal dan Tahun Baru.

Peningkatan tersebut menyebabkan harga

bumbu-bumbuan khususnya barito (bawang

merah, cabai rawit dan tomat) mengalami

peningkatan di tengah produksi/pasokan

komoditas tersebut yang defisit. Sementara

itu, harga beras diperkirakan meningkat

mengingat pada akhir tahun masih dalam masa

tanam beras sehingga stok beras terbatas.

Inflasi angkutan udara pada bulan Desember

juga diperkirakan cukup tinggi seiring dengan

mobilitas pengguna angkutan udara jelang

perayaan hari raya Natal dan masa liburan.

Sepanjang tahun 2017, terdapat beberapa

faktor risiko inflasi yang harus diwaspadai

antara lain: (i) produksi dan pasokan

terkendala curah hujan yang cukup tinggi yang

juga berpotensi terjadi La Nina di akhir tahun;

(ii) rencana kenaikan harga LPG dan BBM di

53

semester II 2017; dan (iii) potensi tekanan

imported inflation seiring meningkatnya

ketidakpastian global yang memberi pengaruh

pada pergerakan kurs.

54

Daftar Istilah dan Singkatan

PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu

mtm month to month. Perbandingan antara satu bulan dan bulan sebelumnya.

qtq quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.

yoy year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1-100

Indeks Harga Konsumen (IHK)

Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.

Indeks Kondisi Ekonomi

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100

Indeks Ekspektasi Konsumen

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1-100

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.

Dana Perimbangan

Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Ukuran kualitas pembangunan manusia yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 (tiga) hal kualitas hidup yaitu : pendidikan, kesehatan dan daya beli.

Inflasi Kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan bersifat persisten. Perubahan (laju) inflasi umumnya diukur dengan melihat perubahan harga pada sejumlah barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, seperti tercermin pada perkembangan indeks harga konsumen (IHK). Berdasarkan faktor penyebabnya, inflasi dapat dipengaruhi baik dari penawaran maupun dari permintaan.

Volatile Foods Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.

Administered Price

Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur pemerintah.

M1 Disebut sebagai narrow money (uang beredar dalam arti sempit), terdiri dari uang kartal dan uang giral

55

M2 Disebut broad money atau uang beredar dalam arti luas, merupakan indikator tingkat likuiditas perekonomian, terdiri dari uang kartal, uang giral dan uang kuasi (tabungan dan deposito baik dalam mata uang Rupiah maupun asing).

Mo Disebut uang primer (base money) merupakan kewajiban otoritas moneter (di dalam neraca bank sentral), terdiri dari uang kartal pada bank umum dan masyarakat ditambah dengan saldo giro bank umum dan masyarakat di bank sentral.

Uang Kartal Uang kertas dan uang logam yang berlaku, tidak termasuk uang kas pada kas negara (KPKN) dan bank umum.

Uang Giral Terdiri dari rekening giro masyarakat dibank, kiriman uang, simpanan berjangka dan tabungan yang sudah jatuh tempo yang seluruhnya merupakan simpanan penduduk dalam Rupiah pada sistem moneter.

NIM Singkatan dari Net Interest Margin adalah selisih antara penerimaan bunga yang diperoleh oleh bank dengan biaya bunga yang harus dibayar.

NPLs Singkatan dari Non Performing Loans disebut juga kredit bermasalah, dengan kolektibilitas kurang lancar (3), diragukan(4) dan macet (5) menurut ketentuan BI.

Restrukturisasi kredit

Upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur dapat memenuhi kewajibannya yang dilakukan antara lain dengan melalui : restrukturisasi, re-scheduling atau konversi kepemilikan.

UMKM Singkatan dari Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang mempunyai skala pinjaman antara Rp50 juta s/d Rp5 miliar.

UYD

Singkatan dari uang yang diedarkan, adalah uang kartal yang berada dimasyarakat ditambah dengan uang yang berada di kas bank.

Inflow Uang kartal yang masuk ke BI, melalui kegiatan setoran yang dilakukan oleh bank umum.

Outflow Uang kartal yang keluar dari BI melaui proses penarikan uang tunai bank umum dari giro di BI atau pembayaran tunai melalui BI.

Netflow Selisih antara outflow dan inflow.

PTTB Pemberian tanda tidak berharga, adalah bagian dari kegiatan untuk menarik uang yang sudah tidak layak edar, sehingga uang yang disediakan oleh BI tersebut dapat berada dalam kondisi layak dan segar (fit for circulation) untuk bertransaksi.