View
4
Download
0
Embed Size (px)
1
Kajian Etnokoreologi Tari Topeng Banjar
Oleh
Putri Yunita Permata Kumala Sari
Dosen Prodi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lambung Mangkurat
Abstrak
Artikel ini secara umum untuk mengetahui informasi kompleks dan mendalam mengenai karakteristik
Tari Topeng Banjar melalui mengetahui gerak khas dan karakter Topeng Topeng Banjar, sehingga
dapat memberikan pemahaman wiraga, wirama, dan wirasa yang baik dan benar.Artikel ini
merupakan kajian tari dengan disiplin ilmu Etnokoreologi dengan objek artikel Tari Topeng Banjar
yang ada dalam Upacara Manuping di Desa Banyiur Luar, Banjarmasin, Kalimantan Selatan yang
bergenre tari klasik. Etnokoreologi merupakan pendekatan multidisipliner untuk mengkaji tari etnis
dari segi tekstual dan kontekstual. Melalui proses artikel ini, diharapkan dapat memberikan
pemahaman teks dan kontekstual. Artikel ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui metode
triangulasi dengan wawancara, observasi dan dokumentasi bersama pelaku seni yang berhubungan
langsung dengan pertunjukan Tari Topeng Banjar dan budayawan Kalimantan Selatan serta
pengumpulan data melalui beberapa literasi yang terkait dengan artikel ini. Tari topeng di Banyiur
Luar ini memiliki keunikan yang menjadi karakteristiknya, dimana tari topeng dengan tokoh
perempuan menggunakan ragam gerak yang merupakan akulturasi ragam gerak tari klasik Banjar dan
ragam gerak japin Banjar. Hal tersebut dikarenakan lokasi situs merupakan daerah pesisir sungai dan
konon di daerah tersebut juga merupakan daerah pertama hidupnya komunitas penjapinan di
Kalimantan Selatan.
Kata kunci : Karakteristik, Tari Topeng Banjar, Upacara Manuping, Etnokoreologi.
Abstract
This article is generally aimed to find complex and in-depth information about the
characteristics of Banjarese Mask Dance through knowing the typical movements and
characters of the Banjarese Mask, so as to provide an understanding of wiraga, wirama, and
wirasa well. This article is a study on dance with Ethnocoreology discipline with the object of
the Banjarese Mask Dance articles in the Manuping Ceremony in Banyiur Luar Village,
Banjarmasin, South Kalimantan which has a classical dance genre. Ethnocoreology is a
multidisciplinary approach to studying ethnic dance in terms of textual and contextual.
Through this article, it is expected to provide text and contextual understanding. This article
uses a qualitative approach through the method of triangulation with interviews, observation
and documentation with artists who are directly related to the performance of Banjarese
Mask Dance and South Kalimantan cultural observer, as well as data collection through
several literacysources related to this article. The mask dance in Banyiur Luar has a unique
characteristic, where mask dance with famale characters uses a variaty of motion which is an
acculturation of various classical Banjarese dance movements and various japin Banjarese
dance movements. This is because the location of site is a coastal area of the river and
2
supposedly in the area is also the first area of life of the ‘penjapinan’ community in South
Borneo.
Keyword : Characteristic, Banjarese Maks Dance, Manuping Ceremony,
Ethnochoreology
PENDAHULUAN
Topeng bukanlah benda yang asing bagi setiap orang, dan bahkan sudah menjadi
bagian dari tradisi masyarakat Indonesia, bahkan di dunia. Di Kalimantan Selatan seni topeng
tradisi disini dipertunjukan dalam bentuk upacara ritual yang dinamakan
Manopeng/Manopeng. Pada upacara Manopeng ini terdapat beberapa ritual yang
dilaksanakan, seperti pembersihan peralatan warisan seperti wayang, tombak, keris, topeng
dan sebagainya. Kemudian topeng-topeng tesebut pertunjukan dalam bentuk Tari Topeng
dengan berbagai tujuan, ada yang ditujuan untuk pemberian makan kepada roh-roh yang
dipercaya terdapat pada topeng; sebagai ritual pengobatan penyakit gaib yang diderita juriyat
panopengan; rasa syukur setelah panen; ritual pembersihan kampung; dan lain sebagainya.
Tari Topeng biasanya dipergelarkan pada upacara Manopeng/Manopeng itu ada yang
diharuskan juriyat langsung yang membawakan tari tersebut dan ada juga beberapa tari
topeng yang diperbolehkan untuk ditarikan oleh orang diluar garis juriyat. Apabila
diperhatikan secara seksama maka akan nampak perbedaan dalam membawakan tarian yang
memang sangat signifikan, dimana biasanya para penari yang juriyat menari merupakan
kegiatan turun-temurun dan mereka menari dengan spontanitas, karena mereka belajar secara
absorbed action dalam ruang lingkup pendidikan informal. Seperti yang dijelaskan oleh
Morris dalam Narawati (2003:32), absorbed action merupakan perilaku yang dilakukan oleh
seseorang karena ia merasa perlu melakukan perilaku yang sama yang dilakukan oleh orang
lain. Kegiatan menari topeng sudah mendarah-daging dalam kehidupan mereka.
Berbeda halnya dengan penari yang bukan juriyat, biasanya mereka memiliki
perbendaharaan gerak, karena latihan dalam ruang lingkup pendidikan formal (akademik
pendidikan tari) maupun non formal (sanggar), sehingga kalau dilihat wiraga dan wirama
secara sekilas lebih bagus yang diluar juriyat. Namun untuk wirasa jauh lebih bisa merasakan
yang juriyat langsung, karena mereka memahami karakteristik topeng tersebut, dari historis
hingga silsilah pewarisan ilmu tersebut. Lain halnya dengan yang diluar juriyat yang tidak
memahami karakteristiknya, sehingga mereka hanya menari tanpa mampu menjiwai tarian
tersebut.
3
Pengkajian ini akan dilakukan lebih mendalam dengan menggunakan pendekatan
Etnokoreologi sebagai pijakannya. Etnokoreologi merupakan ilmu kajian ilmiah yang
multidisipliner untuk mengupas sebuah tari etnis secara tekstual dan kontekstual. Heddy Shri
Ahimsa-Putra (dalam Hendra, 2018:160) yang mengatakan, bahwa dalam menganalisis seni
yaitu dengan memfokuskan pada dua bentuk kajian yaitu tekstual dan kontekstual. Dipilihnya
etnokoreologi, karena disiplin ilmu ini merupakan penyempurnaan semua disiplin terdahulu,
seperti antropologi tari, etnologi tari, koreologi, etnokoreografi dan lain sebagainya. Oleh
karena itu digunakanlah etnokoreologi ini, dimana masalah teks dikaji mendalam dengan
mengidentifikasi Tari Topeng Banjar berdasarkan karakterisasi, deskripsi, analisis, dan
pemaknaan dari bentuk penyajian, sedangkan wilayah konteksnya adalah berkenaan dengan
nilai-nilai kearifan lokal dan makna simbolik yang terkandung dalam gerak berdasarkan pada
pola pikir, sikap serta pandangan hidup urang Banjar di Kalimantan Selatan, sehingga
pemahaman akan sebuah tari etnis akan maksimal, dan pengkomunikasiannya pun akan
maksimal.
Berdasarkan pandangan tersebut, maka teknik pengumpulan data yang akan
digunakan dalam artikel ini adalah teknik triangulation (triangulasi), yakni kombinasi
metodologi untuk memahami sebuah fenomena. Menurut Alwasilah (2002:106), triangulasi
menguntungkan peneliti dalam dua hal, yaitu (1) mengurangi resiko terbatasnya kesimpulan
pada metode dan sumber data tertentu; dan (2) meningkatkan validitas kesimpulan, sehingga
lebih menambah pada ranah yang lebih luas. Artikel ini menggunakan beberapa metodologi,
seperti: observasi; metode perekaman; teknik wawancara; teknik pengumpulan data
dokumen.
Soedarsono (2009:49) menyatakan Etnokoreologi (dalam Fitriana dkk, 2018:2) yang
terdiri tiga kata yaitu ethno yang berarti bangsa atau suku bangsa, choros yang bararti tari
(tari kelompok), dan logos yang berarti ilmu, lebih tepat, karena yang diteliti oleh
etnokoreologi adalah tari-tarian dari bangsa-bangsa atau suku bangsa. Etnokoreologi
(Ethnochoreology) merupakan pendekatan atau metode multidisiplin yang digunakan untuk
mengupas sebuah seni tari etnis secara tekstual dan kontekstual tersebut. Etnokoreologi
merupakan istilah yang bisa dikatakan baru dalam sebuah kajian tari. Pendekatan
etnokoreologi digunakan sebagai pengganti istilah-istilah disiplin ilmu tari untuk mengkaji
sebuah karya seni tari etnis sebelumnya. Istilah Koreologi (Choreology) dicetuskan pertama
kali oleh Getrude Prokosch Kurath pada tahun 1956, yang kemudian diikuti oleh Joan
Kealiinohomoku, Adrienne L. Keappler, Anya Peterson Royce, Claire Holt, dll. Setelahnya,
istilah yang selalu digunakan oleh para sarjana tari untuk menamakan studi tari adalah
4
Etnologi Tari (Dance Ethnology) atau Antropologi Tari (Dance Anthropology). Hal ini tentu
saja masih meminjam istilah disiplin ilmu etnologi atau antropologi (Masunah dan Narawati,
2012:47).
Istilah etnokoreologi mengandung empat pengertian, yakni pertama tari adalah produk
sebuah masyarakat. Kedua, tari sebagai produk masyarakat mengandung nilai-nilai yang
dianut masyarakat. Ketiga, nilai yang dianut masyarakat satu dengan masyarakat lainnya itu
berbeda. Keempat, menilai/mengapresiasi sebuah tari etnis tidak bisa berlaku umum harus
dengan acuan nilai yang dianut masyarakat pemilik budaya tarinya. Dengan demiki